Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

13
PENDAHULUAN Anestesi regional secara intratekal merupakan suatu alternatif yang dapat diberikan untuk analgesia selama tindakan operasi dan periode awal pasca operasi. Anestesi spinal telah digunakan secara luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun, terutama untuk operasi-operasi pada daerah abdomen bawah, perineum dan ekstremitas bawah (1) . Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal menimbulkan hambatan sementara transmisi saraf ruang subaraknoid sebagai hasil penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam cairan serebrospinal. Anestesi spinal dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid tepatnya antara vertebra L2- L3 atau L3-L4 atau L4-L5 (2,3) . Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan efek anestesi spinal yang optimal, terutama obat anestesi lokal dengan masa kerja panjang dan efek samping minimal, di antaranya bupivakain. Konsentrasi bupivakain 0,5% hiperbarik adalah obat anestesi lokal yang paling banyak digunakan untuk anestesi spinal. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang durasi anestesi spinal. Salah satunya dengan menambahkan obat-obat adjuvan intratekal seperti opioid, ketamin, klonidin, neostigmin dan midazolam untuk memperpanjang efek analgetik paca operatif. Penggunaan

description

EFEK PENAMBAHAN MIDAZOLAM SEBAGAI ADJUVAN PADA ANESTESI SPINAL(THE EFFECTS OF ADDING MIDAZOLAM AS AN ADJUVANT FOR SPINAL ANESTHESIA)

Transcript of Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

Page 1: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

PENDAHULUAN

Anestesi regional secara intratekal merupakan suatu alternatif yang dapat diberikan

untuk analgesia selama tindakan operasi dan periode awal pasca operasi. Anestesi spinal telah

digunakan secara luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun, terutama untuk operasi-

operasi pada daerah abdomen bawah, perineum dan ekstremitas bawah(1).

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal menimbulkan hambatan

sementara transmisi saraf ruang subaraknoid sebagai hasil penyuntikan obat anestesi lokal ke

dalam cairan serebrospinal. Anestesi spinal dilakukan dengan cara menyuntikkan anestetik

lokal ke dalam ruang subaraknoid tepatnya antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5(2,3).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan efek anestesi spinal yang

optimal, terutama obat anestesi lokal dengan masa kerja panjang dan efek samping minimal,

di antaranya bupivakain. Konsentrasi bupivakain 0,5% hiperbarik adalah obat anestesi lokal

yang paling banyak digunakan untuk anestesi spinal. Berbagai usaha dilakukan untuk

meningkatkan kualitas dan memperpanjang durasi anestesi spinal. Salah satunya dengan

menambahkan obat-obat adjuvan intratekal seperti opioid, ketamin, klonidin, neostigmin dan

midazolam untuk memperpanjang efek analgetik paca operatif. Penggunaan opioid dapat

mengurangi toksisitas dan efek kardiovaskuler dari anestesi lokal, tetapi penggunaannya

dibatasi karena dapat menimbulkan efek samping seperti pruritus, mual, muntah, retensio

urin, gangguan hemodinamik, nistagmus dan depresi pernapasan(4). Sejak awal tahun 1980-

an, telah dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa penggunaan midazolam spinal mempunyai

kerja antinosisepsi dan sebagai obat analgetik yang efektif pada binatang coba dan manusia(1).

Page 2: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anestesi Regional

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara dengan

hambat impuls saraf sensorik, fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian/seluruhnya(3).

Klasifikasi anestesi regional adalah :

1. Infiltrasi lokal : injeksi obat anestesi lokal langsung ke tempat lesi

2. Neroaxial Block : Spinal dan Epidural

3. Field Block : membentuk dinding analgesia di sekitar lapangan operasi

4. Surface analgesia : obat dioleskan atau disemprotkan (EMLA, Chlorethyl)

5. Intravenous regional anesthesia : injeksi obat anestesi lokal intravena ke ekstrimitas

atas/bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan tourniquet (BIER BLOCK) (2,3)

Indikasi anestesi spinal adalah :

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Bedah obstetrik-ginekologi

4. Bedah urologi

5. Bedah abdomen bawah (2,3)

Kontraindikasi anestesi spinal adalah :

1. Alergi terhadap obat anestesi

2. Infeksi sistemik

3. Infeksi pada tempat suntikan

4. Hipovolemik berat, syok

5. Tekanan intrakranial meningkat(2,3)

Anestesi spinal memberikan banyak keuntungan, di antaranya onset yang sangat cepat

dan blok neural yang besar, penggunaan obat yang sedikit serta tingkat kegagalan yang

rendah. Sedangkan kerugiannya adalah durasi anestesi yang cepat dan insidensi hipotensi

yang tinggi. Efek samping atau komplikasi dari tindakan anestesi spinal dapat terjadi

hipotensi berat, bradikardi, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-

muntah, gangguan pendengaran dan blok spinal total. Komplikasi pasca tindakan berupa

Page 3: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

nyeri pada bekas suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala karena kebocoran liquor, retensio

urin, meningitis(2,3,5).

B. Obat Anestesi Spinal

Berat jenis liquor cerebrospinal (LCS) pada suhu 370C ialah 1,003-1,008. Anestetik lokal

dengan berat jenis sama dengan LCS disebut isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis

lebih besar dari LCS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari

LCS disebut hipobarik(2,3).

Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-

syarat yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak

neurotoksik dan pemulihan blokade motorik yang cepat pasca-operasi sehingga dapat

dilakukan mobilisasi yang lebih cepat dan resiko toksisitas sistemik yang rendah. Selain itu,

larutan yang diinjeksikan ke dalam ruang subaraknoid harus selalu bebas pengawet

(preservative-free) dan diambil dari vial dosis tunggal, bukan dari tempat multidosis(5).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan efek anestesi spinal yang

optimal, terutama obat anestesi lokal dengan masa kerja panjang dan efek samping minimal,

di antaranya bupivakain. Konsentrasi bupivakain 0,5% hiperbarik adalah obat anestesi lokal

yang paling banyak digunakan untuk anestesi spinal. Obat yang bersifat hiperbarik paling

bermanfaat karena memiliki onset cepat dan dapat diprediksi serta biasanya menimbulkan

blok penuh(1,6). Bupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida dengan masa kerja

yang panjang. Efek analgesia bupivakain dua sampai tiga kali lebih panjang dibanding

lidokain dan mepivakain. Berapapun konsentrasi bupivakain yang digunakan, total massa

(mg) bupivakain yang digunakan yang menentukan batas dosis, yaitu 2-3mg/kgBB.

Berdasarkan penelitian oleh Rahibu, disimpulkan bahwa lama kerja blokade sensorik dan

derajat sedasi pada kelompok bupivacain 15 mg + midazolam 1 mg dan kelompok

bupivakain 15 mg + midazolam 2 mg tidak terdapat perbedaan yang bermakna(7). Walaupun

bupivakain diserap dengan baik dari tempat injeksinya, ikatan bupivakain yang kuat dengan

jaringan menyebabkan tidak segera tercapainya kadar puncak dalam darah dan durasi kerja

yang panjang. Durasi kerja pada ruang epidural kira-kira 2-3 jam (1). Bupivakain dapat

menyebabkan toksisitas sistemik karena kecelakaan penyuntikan intravena anestetika lokal.

Manifestasi yang pertama kali muncul adalah toksisitas terhadap sistem saraf pusat seperti

kejang tonik klonik. Sedangkan kejadian kardiotoksisitas membutuhkan konsentrasi yang

lebih tinggi di dalam plasma, yaitu 4-7 kali dosis yang dapat menyebabkan kejang tonik

klonik(6).

Page 4: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

C. Efek Penambahan Midazolam sebagai adjuvan pada anestesi spinal

Kerja golongan benzodiazepine dipengaruhi oleh kerja gamma-aminobutiric acid

(GABA), inhibitor utama pada transmitter SSP. Benzodiazepine meningkatkan efek inhibisi

GABA dengan mengikat sisi khusus pada reseptor GABAa. Hasilnya afinitas reseptor GABA

meningkat untuk inhibisi neurotransmitter. Reseptor ini merupakan ionofor klorida yang pada

saat teraktivasi akan menstabilkan potensial transmembran mendekati potensial istirahat.

Pada neuron, hal ini secara khusus mengakibatkan membran post sinaps menjadi lebih

resisten terhadap eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi ini menerangkan mekanisme terjadinya

penurunan derajat kecemasan, sedasi, anti konvulsi, serta efek relaksasi otot. Reseptor

GABAa paling banyak terdapat pada post-sinaps nerve ending pada SSP. Distribusi ini sesuai

dengan kenyataan dimana efek di luar SSP adalah minimal dalam hal depresi sistem

sirkulasi(7). Reseptor GABAa juga banyak tersebar di kornu dorsalis medulla spinalis, dengan

konsentrasi maksimum ditemukan pada lamina II kornu dorsalis, sebuah daerah yang

berperan dalam memproses sinyal nosiseptif dan termoseptif. Pemberian benzodiazepine

eksogen secara intratekal ke dalam CSF sekitar medulla spinalis mencapai reseptor GABA

dalam konsentrasi tinggi dan dapat meningkatkan efek pada aktivitas lokal GABA sehingga

benzodiazepine dapat memperoleh akses ke sistem analgetik dengan dimediasi oleh GABA(8).

Meskipun penggunaan midazolam sudah sejak lama, namun potensi neurotoksik

masih menjadi perhatian(9). Namun, dari studi yang dilakukan oleh Johansen et al. pada

domba dan babi yang diberikan midazolam intratekal secara terus menerus tidak ditemukan

adanya kerusakan neurotoksik(10). Selain itu, penelitian oleh Tucker et al, yang dilakukan

dengan pembagian kuesioner follow-up 1 bulan setelah pasien mendapatkan midazolam

intratekal tidak menunjukkan bukti adanya komplikasi neurologis ataupun urologis(11).

Sebuah meta-analisis dari midazolam intratekal pada pasien perioperatif dan

peripartum menunjukkan penambahan midazolam intratekal pada obat-obatan anestesi spinal

lainnya mengurangi insidensi mual-muntah dan memperlambat waktu pemberian analgetik

pasca operasi, tetapi efeknya berkurang setelah lebih dari 12 jam. Insidensi gejala neurologis

setelah pemberian midazolam intratekal, termasuk jarang (1,8%) dan tidak berbeda dengan

plasebo(12).

Studi lain melaporkan bahwa penggunaan midazolam subaraknoid sendiri untuk

mengatasi nyeri persalinan tidak akan memiliki efek apa-apa, namun justru akan

Page 5: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

meningkatkan efek analgetik dari fentanil intratekal yang diberikan secara bersamaan(13).

Dengan mengkombinasikan midazolam intratekal (2mg) dengan bupivakain untuk operasi

sectio caesar terbukti secara signifikan mampu memperpanjang blok anestesi dan mengurangi

mual tanpa efek samping kardiovaskuler atau neurologis(14).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shadangi, et al. dengan membandingkan

antara bupivacain 0,5% intratekal dengan dan tanpa midazolam (2 mg) disimpulkan bahwa

penambahan midazolam pada bupivakain dalam anestesi spinal dapat memperpanjang efek

analgetik post-operatif (121,3 menit pada kelompok kontrol dibandingkan 221,1, menit pada

kelompok midazolam) tanpa peningkatan durasi blok motoris(15). Hasil tersebut didukung oleh

penelitian lain yang dilakukan Nanjegowda et al, dengan desain yang sama pada pasien yang

menjalani artroskopi lutut menunjukkan durasi total analgesia lebih panjang (399 menit

berbanding 301,60 menit) serta skor nyeri yang lebih rendah pada kelompok dengan

penambahan midazolam, tanpa disertai adanya efek samping yang muncul (4). Penelitian lain

sejenis juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu dengan penambahan midazolam 1 mg atau 2

mg intratekal pada pasien yang menjalani hemoroidektomi, dapat memperpanjang efek

analgetik pasca operasi dari bupivakain selama sekitar 2 hingga 4,5 jam. Sebagai tambahan,

pada penelitian tersebut pasien yang diobati dengan midazolam menggunakan analgetik yang

lebih sedikit dalam 24 jam setelah operasi(16). Penelitian yang dilakukan Agrawal, et al.

menunjukkan bahwa penambahan midazolam pada bupivacain intratekal memperpanjang

lama kerja/durasi analgesia pasca operasi secara signifikan. Waktu untuk mendapatkan obat

analgesic pasca operasi pertama kali lebih dari 17 jam pada kelompok yang mendapat

bupivacain dan midazolam, dibandingkan hanya 4 jam pada grup bupivacain(17).

Page 6: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang penambahan midazolam

sebagai adjuvant pada anestesi spinal dapat memperpanjang efek analgetik pasca operasi

tanpa disertai efek samping sehingga midazolam dapat digunakan sebagai adjuvant pada

anestesi spinal.

Page 7: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

DAFTAR PUSTAKA

1. Naiborhu F. 2009. Perbandingan penambahan midazolam 1mg dan midazolam 2 mg

pada bupivakain 15 mg hiperbarik terhadap lama kerja blokade sensorik anestesi spinal.

Tesis. Departemen Anestesiologi dan Reaminasi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

2. Latief Said A dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

3. Muhiman dkk. 1998 Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Indonesia. Jakarta

4. Nanjegowda N, et al. The effects of intrathecal midazolam on the duration of analgesia in

patients undergoing knee arthroscopy. South Afr J Anaesth Analg 2011;17(3):255-259.

5. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, caudal and caudal blocks. In : Morgan GE, Mikhail

MS, eds. Clinical Anesthesiology. 4th ed, New York: McGraw-Hill Co; 2004, p.289-323.

6. Bernards CM. Epidural and spinal anesthesia. In : Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK,

eds. Clinical Anesthesia 5th ed, Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2006, p.

691-717.

7. Susana, Eva PD. 2009. Hubungan kadar midazolam plasma ibu dan bayi dengan kondisi

fisik serta waktu persalinan pada pasien sectio Caesar yang mendapat premedikasi

midazolam intravena. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan

program pendidikan dokter spesialis Anestesiologi Universitas Diponegoro, Semarang.

8. Sanad, H, Tarek Abdelsalam, Mohamad Hamada, et al. 2010. Effects of adding

magnesium sulphate, midazolam, or ketamine to hyperbaric bupivacaine for spinal

anesthesia in lower abdominal and lower extremity surgery. Ain shams journal of

anesthesiology Vol 3-1; Jan 2010.

9. Yaksh TL & Allen JW (2004) Preclinical insights into the implementation of intrathecal

midazolam: a cautionary tale. Anesth Analg 98(6): 1509–11.

10. Johansen MJ, Gradert TL, Satterfield WC et al (2004) Safety of continuous intrathecal

midazolam infusion in the sheep model. Anesth Analg 98(6): 1528–35.

11. Tucker AP, Lai C, Nadeson R et al (2004) Intrathecal midazolam I: a cohort study

investigating safety. Anesth Analg 98(6): 1512–20.

12. Ho KM, Ismail H, Lee KC et al (2005) Use of intrathecal neostigmine as an adjunct to

other spinal medications in perioperative and peripartum analgesia: a meta-analysis.

Anaesth Intensive Care 33(1): 41–53.

Page 8: Penggunaan Midazolam Sebagai Adjuvan Pada Anestesi Spinal

13. Tucker AP, Mezzatesta J, Nadeson R et al (2004) Intrathecal midazolam II: combination

with intrathecal fentanyl for labor pain. Anesth Analg 98(6): 1521–7.

14. Prakash S, Joshi N, Gogia AR et al (2006) Analgesic efficacy of two doses of intrathecal

midazolam with bupivacaine in patients undergoing cesarean delivery. Reg Anesth Pain

Med 31(3): 221–6.

15. Shadangi,BK, Garg R, Pandey R, et al. 2011. Effects of intrathecal midazolam in spinal

anesthesia : a prospective randomized case control study. Singapore Med J 2011; 52(6):

432-435

16. Kim, MH, Lee Y.M. 2001. Intrathecal midazolam increases the analgesic effects of

spinal blockade with bupivacaine in patients undergoing hemorrhoidectomy. B J Anesth

86 (1): 77-9.

17. Agrawal N, Usmani A, Sehgal R, et al. Effect of intrathecal midazolam bupivacaine

combination on post operative analgesia. Indian J. Anesth. 2005; 49 (1): 37-39.