Penggunaan Konseling Client Centered dalam Meningkatkan ...
Transcript of Penggunaan Konseling Client Centered dalam Meningkatkan ...
14
Penggunaan Konseling Client Centered dalam Meningkatkan Konsep Diri Positif Siswa
(Studi Kasus Siswa Kelas X)
The Use of Client Centered Counseling in Improving The Students’ Positive Self Concept
(Case Study Of Grade X)
Emma Lusiana
1*, Muswardi Rosra
2, Ratna Widiastuti
3
1Mahasiswa FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
2 Dosen Pembimbing Utama Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung
3Dosen Pembimbing Pembantu Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung
* e-mail: [email protected], Telp: +6285789428782
Received: Accepted: Online Published:
Abstract: The Use of Client Centered Counseling in Improving the Students’ Positive Self Concept
(Case Study of Grade X).The problem of this research was the self concept. The purpose of this
research was to find out the use of client centered counseling in improving the students' positive self-
concept at the class X of SMK Kesehatan YPIB Tumijajar in academic year 2016/2017. This research
was a descriptive qualitative research by using a case study. The subjects of this research were three
students who have a low self-concept. Questionnaire and interview were used to collected the data.
The data were analyzed by using data reduction, data presentation, and data verification. The result
showed that the use of Client Centered counseling could be used in improving the students' positive
self concept. This was evidenced by the change of the three subjects after counseling. It could be
concluded that Client Centered counseling could be used to improve the students’ positive self-
concept.
Keyword : guidance and counseling, client centered, self concept
Abstrak: Penggunaan Konseling Client Centered dalam Meningkatkan Konsep Diri Positif
Siswa(Studi Kasus Siswa Kelas X). Masalah dalam penelitian ini adalah konsep diri. Tujuan
penelitian untuk mengetahui penggunaan konseling client centered dalam meningkatkan konsep diri
positif siswa kelas X SMK Kesehatan YPIB Tumijajar tahun pejaran 2016/2017. Metode penelitian
ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan studi kasus. Subjek penelitian ini tiga siswa
yang memiliki konsep diri positif rendah. Teknik pengumpulan data menggunakan metode skala dan
wawancara. Teknik analisis data, yaitu: reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil
penelitian konseling client centered dapat digunakan dalam meningkatkan konsep diri positif siswa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ketiga subjek setelah pelaksanaan konseling. Simpulan
penelitian ini adalah konseling client centered dapat digunakan dalam meningkatkan konsep diri
positif siswa.
Kata kunci : bimbingan dan konseling, client centered, konsep diri.
1Mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung
1Dosen Pembimbing Utama Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung
3Dosen Pembimbing Pembantu Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung
15
PENDAHULUAN / INTRODUCTION
Pendidikan adalah proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik agar
menyesuaikan diri sebaik mungkin
terhadap lingkungannya dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan
dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara hakekat dalam
kehidupan masyarakat ini.
Sekolah sebagai suatu lembaga
pendidikan formal secara sistematis telah
merencanakan bermacam lingkungan,
yakni lingkungan pendidikan yang
menyediakan bermacam kesempatan bagi
peserta didik untuk melakukan berbagai
kegiatan belajar sehingga para peserta
didik memperoleh pengalaman pendidikan.
Lembaga pendidikan di Indonesia ini
terdiri dari tingkat SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi Negeri. Dalam ke-empat
jenjang pendidikan ini, terdapat suatu
periode perkembangan yang harus dilalui
oleh siswa yaitu periode remaja.
Menurut Calon dalam Monks (2002
:260) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau
peralihan, karena remaja belum
memperoleh status orang dewasa tetapi
tidak lagi memiliki status kanak-kanak.
Perkembangan masa remaja ditandai
dengan perkembangan fisik dan seksual
dalam masa pubertas, serta perkembangan
sosial remaja.
Masa remaja merupakan masa dimana
remaja terkadang memiliki kebingungan
dengan identitas diri mereka. Remaja
terkadang ingin melepaskan diri dari
orangtua untuk dapat berdiri sendiri
dengan maksud menemukan dirinya.
Remaja mulai mencari tau siapa dirinya,
seperti apa watak mereka, potensi apa
yang dimilikinya dan bagaimana orang
lain memandang dirinya. Menurut Hurlock
(2004) remaja memiliki tugas
perkembangan yang salah satunya adalah
“mampu menerima keadaan fisiknya,
secara efektif”. Oleh sebab itu
pembentukan konsep diri remaja sangat
penting karena konsep diri dapat
mempengaruhi kepribadian, tingkah laku,
dan pemahaman terhadap diri remaja itu
sendiri.
Menurut Rogers dalam Thalib
(2010:121) menyatakan bahwa konsep diri
adalah konsep kepribadian yang paling
utama, berisi ide-ide, persepsi, dan nilai-
nilai yang mencakup tentang kesadaran
tentang diri. Setiap individu pasti memiliki
konsep diri, tetapi mereka seringkali tidak
tahu apakah konsep diri yang mereka
miliki positif atau negatif. Seseorang yang
memiliki konsep diri positif rendah
memiliki kecendrungan terhambat dalam
proses perkembangannya dan tidak mampu
melaksanakan tugas perkembangan dengan
baik.
Layanan bimbingan dan konseling
pada latar belakang pendidikan adalah
bantuan kepada individu, khususnya
peserta didik untuk mengembangkan
dirinya secara optimal dalam mencapai
tujuan hidupnya (Dahlan, 2013: 36). Oleh
karena itulah bimbingan konseling
memiliki peranan sangat penting dalam
membantu untuk meningkatkan individu
yang memiliki konsep diri positif rendah
menjadi positif.
Menurut Brooks dan Emmert dalam
Rakhmat (2005: 105) ciri-ciri orang yang
memiliki konsep diri positif sebagai
berikut :
1. Percaya diri dan merasa setara
dengan orang lain.
2. Menerima diri apa adanya, mengenal
kelebihan dan kekurangan.
3. Mampu memecahkan masalah dan
mampu mengevaluasi diri.
4. Peka terhadap orang lain bahwa
setiap orang mempunyai berbagai
perasaan, keinginan dan perilaku
yang tidak seluruhnya disetujui
masyarakat.
5. Bersikap optimis.
16
Menurut Brooks dan Emmert dalam
Rakhmat (2005: 105) ciri-ciri individu
yang memiliki konsep diri negatif sebagai
berikut:
1. Individu peka terhadap kritikan
2. Individu responsif sekali terhadap
pujian
3. Sikap hiperkritis
4. Cenderung merasa tidak disenangi
orang lain
5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi
Bimbingan konseling merupakan
upaya pemberian bantuan kepada individu,
baik pribadi sosial, belajar, karir. Konsep
diri dalam bimbingan konseling termasuk
pada bidang pribadi sosial yang mana jika
seseorang memiliki konsep diri positif
rendah akan bermasalah dengan dirinya
sendiri serta kehidupan sosialnya sehingga
sangat dibutuhkan penanganan oleh guru
bimbingan konseling dengan
menggunakan layanan yang ada dalam
bimbingan konseling.
Penggunaan layanan konseling
individual dianggap tepat karena
pembimbing akan lebih leluasa dan mudah
untuk mengenali siswa dengan baik.
“Menurut Prayitno (2004) layanan
konseling idividual bermakna layanan
konseling yang diselenggarakan oleh guru
BK (pembimbing) terhadap seseorang
siswa (klien) secara tatap muka dalam
rangka pengentasan masalah pribadi
klien”.
Bimbingan dan konseling terdapat
berbagai macam model pendekatan yang
dapat membantu siswa dalam
meningkatkan konsep diri positif.
Penelitian ini menggunakan salah satu
model pendekatan konseling client
centered atau konseling non-direktif.
Menurut Willis (2004:63) client
centered adalah suatu metode perawatan
psikis yang dilakukan dengan cara
berdialog antara konselor dengan konseli,
agar tercapai gambaran yang serasi antara
ideal self (diri konseli yang ideal) dengan
actual self (diri konseli sesuai dengan
kenyataan sebenarnya).
Ketika seoraang individu paham dan
mengerti akan dirinya yang sebenarnya
dengan apa yang menjadi apa yang
diharapkannya akan semakin mudah ia
memiliki konsep diri positif. Karena
konsep diri itu sendiri adalah bagaimana si
individu mengenal dirinya baik dari aspek
fisik, psikis maupun kemampuan yang
lainnya. Konseling dengan pendekatan
client centered dapat digunakan untuk
membantu siswa dalam meningkatkan
konsep diri positifnya hal ini sejalan
dengan tujuan konseling client centered.
Menurut Komalasari (2011: 265)
pendekatan client centered bertujuan
membantu konseli menemukan konsep
dirinya yang lebih positif lewat
komunikasi konseling, konselor
mendudukkan konseli sebagai orang yang
berharga, orang yang penting, dan orang
yang memiliki potensi positif dengan
penerimaan tanpa syarat (unconditional
positive regard), yaitu menerima konseli
apa adanya.
Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas maka peneliti tertarik meneliti
tentang “Penggunaan Konseling Client
Centered dalam Meningkatkan Konsep
Diri Positif Siswa (Studi Kasus Siswa
Kelas X di SMK Kesehatan YPIB
Tumijajar Tahun Ajaran 2016/2017).
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui penggunaan konseling
client centered dalam meningkatkan
konsep diri positif siswa Kelas X di SMK
Kesehatan YPIB Tumijajar Tahun Ajaran
2016/2017).
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus.
17
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di
SMK Kesehatan YPIB Tumijajar, waktu
penelitian ini adalah tahun Pelajaran
2016/2017.
Target / Subjek Penelitian / Populasi /
dan Sample
Subjek penelitian pada penelitian ini
adalah siswa kelas X SMK Kesehatan
YPIB Tumijajar yang memiliki konsep diri
positif rendah yaitu AWK, UK, dan FR.
Prosedur
Tahap pertama sebelum dilakukan
konseling Client Centered, peneliti
menjaring subjek yang memiliki konsep
diri positif rendah dengan cara
menyebarkan skala konsep diri. Dari hasil
sekala didapatkan tiga orang siswa yang
memiliki konsep diri positif rendah yang
akan dijadikan subjek penelitian.
Selanjutnya peneliti melaksanakan
konseling client centered sebanyak 2-3
kali pertemuan, pada pertemuan ke 2
peneliti memberikan skala konsep diri
untuk melihat peningkatan konsep diri
subjek,kemudian melakukan evaluasi
terhadap subjek mengenai perubahan
setelah dilakukan konseling client centered
serta peneliti memberikan skala konsep
diri dipertemuan terakhir, selain itu juga
peneliti melakukan wawancara terhadap
guru mata pelajaran untuk mengetahui
sikap dan prilaku ketiga subjek setelah
mengikuti konseling.
Data, Instrumen, dan Teknik
Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat skematik, narasi dan
uraian penjelasan data dan informan baik
lisan maupun dokumen yang tertulis,
prilaku subjek yang diamati di lapangan
juga menjadi data dalam pengumpulan
hasil penelitian ini.
Peneliti mengumpulkan data untuk
memperoleh subjek penelitian dengan
menggunakan skala likert. Dengan skala
likert, responden akan diberikan
pernyataan-pernyataan dengan alternative
jawaban yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai
(S), ragu-ragu (RR), tidak sesuai (TS),
sangat tidak sesuai (STS).
Tabel 1. Kategori Jawaban Skala Konsep
Diri
Pernyataan Favorable
(positif)
Unfavorable
(negatif)
Sangat Sesuai
(SS) 5 1
Sesuai (S) 4 2
Ragu-Ragu
(RR) 3 3
Tidak Sesuai
(TS) 2 4
Sangat Tidak
Sesuai (STS) 1 5
Validasi Instrumen
Validasi merupakan kepercayaan
terhadap instrumen penelitian dalam hal
ini, peneliti menggunakan validasi isi.
Menurut Sukardi (2003 : 127) validitas isi
atau sering disebut validitas wajah (face
validity) adalah dimana tes mengukur
tentang suatu kondisi yang ingin diukur.
Untuk menguji validitas isi setelah
instrumen disesuaikan tentang aspek-aspek
yang akan diukur dengan berlandaskan
teori tertentu, dapat digunakan pendapat
dari ahli (judgments experts). Dalam hal
ini, para ahli yang diminta pendapatnya
adalah dosen-dosen bimbingan dan
konseling di Universitas Lampung.
Para ahli yang dimintai pendapatnya
adalah 3 orang dosen Bimbingan dan
Konseling FKIP Unila yaitu Yohana
Oktariana, Redi Eka Andriyanto, Citra
Abriani Maharani. Hasil uji menunjukkan
pernyataan tepat dan dapat digunakan.
Penelitian ini menguji validitas butir item
angket menggunakan rumus Aiken’s V.
18
Hasil perhitungan Aiken’s V dari 65
pernyataan terdapat 57 pernyataan yang
dinyatakan valid dengan hasil 0,66 dan
sisanya 8 pernyataan yang tidak valid
karena hasil perhitungan Aiken’s V <0,66.
Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dihitung dan dianalisis
dengan program SPSS (Statistical Package
for Social Science) menggunakan rumus
alpha crombach. Perhitungan reliabilitas
di-peroleh hasil reliabilitasnya sebesar
0,972. Berdasarkan kriteria realibilitas
menurut Guilford (dalam Nazir,
2005:144), tingkat realibilitas sebesar
0,972 merupakan kriteria realibilitas tinggi
Analisis Data
Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono, 2015:337) mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya jenuh. Analisa
data dalam penelitian kualitatif, dilakukan
pada saat pengumpulan data berlangsung,
dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Aktivitas dalam
analisis data dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.
2. Penyajian Data
Langkah ini dilakukan dengan
menyajikan sekumpulan informasi
yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan.
3. Kesimpulan atau Verifikasi Data
Kesimpulan atau verifikasi adalah
tahap akhir dalam proses analisa data.
Pada bagian ini peneliti mengutarakan
kesimpulan dari data-data yang telah
diperoleh.
Berdasarkan penjelasan di atas pada
penelitian ini peneliti melakukan
pengumpulan data dengan melakukan
konseling kepada 3 subjek penelitian,
kemudian peneliti melakukan posttest dan
selain itu juga peneliti melakukan
wawancara terhadap guru mata pelajaran
untuk memperoleh data ketiga subjek
mengenai perubahan sikap dan prilaku
subjek sebelum dan sesudah diberikan
layanan konseling client centered. Data
yang diperoleh serta dianlisis dengan
menreduksi data dan membuang data yang
tidak perlu dengan menggunakan koding.
Setelah peneliti menggolongkan data
kemudian melakukan penyajian data untuk
menyajikan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan. Ke-mudian
berdasarkan data yang telah diperoleh
melalui pemberian pretest dan posttest
terjadi peningkatan skor, kemudian untuk
menguatkan data, peneliti melakukan
wawancara terhadap guru mata pelajaran
untuk mengetahui perubahan prilaku yang
dialami oleh ketiga subjek setelah
dilakukan konseling client centered.
Berdasarkan data yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa sebelum
dilakukan konseling client centered ketiga
subjek memiliki ciri-ciri konsep diri positif
rendah teteapi setelah dilakukan treatment
dengan menggunakan konseling client
centered ketiga subjek mengalami
peningkatan konsep diri positif .
HASIL DAN PEMBAHASAN /
RESULT AND DISCUSSION
Berikut ini adalah penjelasan data
mengenai hasil penelitian penggunaan
konseling client centered dalam
meningkatkan konsep diri positif diri pada
siswa kelas X di SMK Kesehatan YPIB
Tahun Ajaran 2016/2017.
19
Gambaran Hasil Pra Konseling
Individu Client Centered
Pelaksanaan penelitian dengan
pendekatan Client Centered dalam
meningkatkan Konsep diri positif siswa
dilaksanakan di SMK Kesehatan YPIB
Tahun Ajaran 2016/2017. Waktu
penelitian dilaksanakan pada tanggal 13
Februari 2017 sampai 29 April 2017.
Selanjutnya peneliti menetapkan subjek
penelitian dengan melakukan penyebaran
skala konsep diri. Konsep diri siswa
dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi,
sedang, dan rendah.
Hasil pemberian skala konsep diri
siswa kelas X teridentifikasi tiga siswa
yang memiliki konsep diri positif rendah
berdasarkan kriteria di atas.
Tabel 2. Hasil Skala Konsep Diri
No
Nama
Siswa
Skor Kriteria
1 Windy 129 Rendah
2
Uuswatun
watun 128 Rendah
3 Rita 131 rendah
Data Subjek Penelitian dalam
Mengikuti Kegiatan Konseling
1. Subjek Windy
Sebelum Windy mengikuti konseling
cliet centered, Windy memiliki konsep
diri positif rendah hal ini diketahui pada
pengisian skala konsep diri ia mendapat
skor dalam kategori rendah. Berikut hasil
pengisian skala Windy konsep diri pada
saat sebelum dilakukan konseling dan
sesudah dilakukan konseling.
Pada saat pertemuan pertama
penjaringan subjek diperoleh hasil skala
konsep diri Windy yaitu 129 dengan
kategori rendah, kemudian peneliti
melakukan konseling client centered
dalam meningkatkan konsep diri positif
siswa dan dalam setiap pertemuan
peneliti memberikan skala konsep diri,
dari setiap pertemuan terjadi peningkatan
skor, pada pertemuan kedua skor yang
diperoleh Windy adalah 140 dengan
kategori sedang dan pertemuan ketiga
202 degan kategori tinggi.
Selain data yang diperoleh dari hasil
pemberian skala, peneliti melakukan
evaluasi terhadap subjek setelah
melakukan konseling client centered.
Diperoleh data hasil wawancara dengan
windy yaitu :
“kak sekarang aku sudah mulai
berani nanya sama guru kalo
misalnya aku gak ngerti
pelajarannya, awalnya memang
susah kak mau angkat tangan buat
nanya, tetapi aku belajar untuk
percaya diri akhirnya aku berani
nanya. Terus juga aku sudah berani
buat presentasi maju dan sudah gak
takut lagi. Ternyata ada rasa plong
kak kalau kita percaya diri”.
Selain itu juga windy menyatakan
bahwa ia menjadi lebih mudah berbaur
dan tidak merasa minder lagi ketika ia
berkumpul dengan teman-temannya, dan
ia mulai berintropeksi diri untuk
memperbaiki dirinya agar lebih ditrima
di lingkungan sekitarnya.
Selain hasil evaluasi dengan subjek,
peneliti juga melakukan wawancara
dengan guru matapelajaran untuk
memperkuat data mengenai perubahan
Windy. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan Afit Marwiyah dan
Diah selaku guru mata pelajaran
diperoleh data berdasarkan pengalaman
proses KBM Windy sudah mulai percaya
diri (salah satu ciri konsep diri positif )
misalnya saja ia sudah berani untuk
mengungkapkan pendapat ketika
berdiskusi kelompok, serta ketika
20
diminta guru untuk maju kedepan kelas
presentasi, Windy juga sudah
memberanikan diri ketika ia tidak
memahami pelajaran ia bertanya dengan
guru.
2. Subjek Uuswatun
Sebelum Uuswatun mengikuti
konseling cliet centered, Uuswatun
memiliki konsep diri positif rendah hal
ini diketahui pada pengisian skala konsep
diri ia mendapat skor dalam kategori
rendah. Berikut hasil pengisian skala
Uuswatun konsep diri pada saat sebelum
dilakukan konseling dan sesudah
dilakukan konseling. Pada saat
pertemuan pertama penjaringan subjek
diperoleh hasil skala konsep diri
Uuswatun yaitu 128 dengan kategori
rendah, kemudian peneliti melakukan
konseling client centered dalam
meningkatkan konsep diri positif siswa
dan dalam setiap pertemuan peneliti
memberikan skala konsep diri, dari setiap
pertemuan terjadi peningkatan skor, pada
pertemuan kedua skor yang diperoleh
Uuswatun adalah 139 dengan kategori
sedang dan pertemuan ketiga 139 degan
kategori sedang.
Selain data yang diperoleh dari hasil
pemberian skala, peneliti melakukan
evaluasi terhadap subjek setelah
melakukan konseling client centered.
Diperoleh data hasil wawancara dengan
Uuswatun yaitu :
“sekarang aku sudah mulai paham
kak, kalau memang setiap orang
punya kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri jadi aku sekarang
udah gak takut lagi kalau misalnya
disuruh mencoba hal-hal baru.
Kayak kemaren kak aku disuruh
baca Undang-Undang pas hari
Kartini aku berani dan
alhamdulillah aku gak melakukan
kesalahan. Ternyata selama ini
cuman anggapan aku aja yang buat
aku gak punya keberani,percaya
diri. Sekarang juga aku udah gak
menganggap rendah diri aku kak
terus aku udah mulai berani untuk
ngumpul sama temen-temen gak
minder lagi”.
Selain hasil evaluasi dengan subjek,
peneliti juga melakukan wawancara
dengan guru matapelajaran untuk
memperkuat data mengenai perubahan
Uuswatun. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan Afit Marwiyah selaku
guru mata pelajaran diperoleh data
berdasarkan pengalaman proses KBM
Uuswatun sekarang sudah sering
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
guru, sudah tidak pasif lagi dikelas.
3. Subjek Rita
Sebelum Rita mengikuti konseling
cliet centered, Rita memiliki konsep diri
positif rendah hal ini diketahui pada
pengisian skala konsep diri ia mendapat
skor dalam kategori rendah. Hasil
pengisian skala Rita konsep diri pada saat
sebelum dilakukan konseling dan sesudah
dilakukan konseling. Pada saat pertemuan
pertama penjaringan subjek diperoleh hasil
skala konsep diri Rita yaitu 131 dengan
kategori rendah, kemudian peneliti
melakukan konseling client centered
dalam meningkatkan konsep diri positif
siswa dan dalam setiap pertemuan peneliti
memberikan skala konsep diri, dari setiap
pertemuan terjadi peningkatan skor, pada
pertemuan kedua skor yang diperoleh Rita
adalah 158 dengan kategori sedang dan
pertemuan ketiga 200 degan kategori
sedang.
Selain data yang diperoleh dari hasil
pemberian skala, peneliti melakukan
evaluasi terhadap subjek setelah
melakukan konseling client centered.
Diperoleh data hasil wawancara dengan
Rita yaitu :
“saya sudah mulai menyadari kak
kalau misalnya aku harus berubah
buat tidak gampang tersinggung,
kayak kemarin kak kan ada tugas
kelompok aku mulai bisa gak
21
maksaiin mau aku atau pendapat
aku. Terus kalau misal ada pendapat
aku yang mungkin kurang tepat dan
gak dipakai aku sudah gak merasa
rendah diri, karena aku percaya
sama diri aku. Dan aku juga mulai
bisa berbaur sama temen-temen
tanpa ngerasa minder lagi”.
Selain hasil evaluasi dengan subjek,
peneliti juga melakukan wawancara
dengan guru mata pelajaran untuk
memperkuat data mengenai perubahan
Rita dalam kegiatan sehari-hari pada
proses kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan Diah selaku guru mata
pelajaran diperoleh data berdasarkan
pengalaman proses KBM Rita bahwa
sekarang rita ketika berkelompok bisa
terlihat nyaman dengan semua temannya,
kalau sebelumnya ketika pembagian
kelompok dan dia tidak suka dengan
anggotanya dia selalu ingin pindah ke
klompok yang lebih ia sukai. Dan Rita
juga sudah mau berbaur dengan teman-
teman yang lain. Dilihat dari keseharian
rita di lingkungan sekolah, rita berprilaku
lebih baik dari pada sebelumnya.
Konsep diri sangatlah diperlukan bagi
setiap individu dalam kehidupan.
Perubahan pada konsep berfikir dari ketiga
subjek terjadi karena mereka sudah
menyadari bahwa jika memiliki konsep
diri positif rendah maka mereka akan
mengalami banyak hambatan dan kesulitan
dalam belajar ataupun dalam lingkungan
sosial mereka, seperti menjadi minder,
tidak percaya diri, pasif dalam belajar,
rendah diri, pesimis, mudah tersinggung,
tidak mengetahui kelebihan yang dimiliki,
dan sulit untuk bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya
akan memberikan dampak buruk diri
mereka sendiri.
Mereka menyadari bahwa konsep diri
positif sangat penting untuk dimiliki,
ketiga subjek mulai termotivasi untuk
mengatasi masalah berkaitan dengan
konsep diri yang mereka alami, dan
mereka juga sangat termotivasi untuk bisa
meningkatkan konsep diri positif pada diri
mereka. Motivasi yang kuat pada ketiga
subjek sangat terlihat saat mereka
mengikuti kegiatan layanan konseling
individu dengan pendekatan client
centered.
Ketiga subjek aktif dan bersemangat
mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan
pada setiap pertemuan konseling individu
dengan pendekatan client centered yang
dilakukan selama 2-3 kali pertemuan, dan
pada setiap pertemuannya mereka semakin
termotivasi untuk meningkatkan konsep
diri positif mereka. Setelah mengikuti
kegiatan layanan konseling individu
dengan pendekatan client centered, konsep
diri positif siswa mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan sebelum mereka
diberikan layanan konseling individu
pendekatan client centered.
Konsep diri positif yang dimiliki
individu akan membentuk watak dan
prilaku yang positif pada individu tersebut,
sedangkan individu yang memiliki konsep
diri positif rendah akan berdampak buruk
atau negatif pada prilaku individu. Konsep
diri memiliki peranan penting dalam mem-
pertahankan dan menentukan harapan
individu, me-nyeimbangkan perasaan dan
peresepsi yang bertentangan. Individu
akan melakukan perilaku sesuai konsep
dirinya. Jika konsep diri yang dimiliki oleh
seseorang negatif maka ia akan berprilaku
negatif, dan jika seseorang konsep diri
positif maka akan berprilaku positif.
Pada penelitian ini ditemukan adanya
siswa yang mengalami gejala konsep diri
positif rendah yaitu ditandai dengan tidak
memiliki kepercayaan dengan kemampuan
dirinya, mudah tersinggung jika dikritik,
pesimis, sulit bergaul dengan teman,
merasa rendah diri, tidak percaya diri.
Gejala konsep diri positif rendah pada
22
siswa tersebut berasal dari pandangan
siswa mengenai dirinya sendiri yang
belum memiliki pemahaman mengenai
dirinya sendiri yang mempengaruhi
kehidupan sehari-harinya.
“Rakhmat (2005 : 104)
mengemukakan bahwa konsep diri
merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam komunikasi dan
interaksi interpersonal, karena setiap
bertingkah laku sedapat mungkin
sesuai dengan konsep dirinya.”
Manusia memiliki kebutuhan akan
penerimaan diri. Penerimaan diri yang
dimaksud adalah kemampuan seseorang
menerima dirinya secara keseluruhan baik
pada masa kini dan masa lalunya.
Seseorang yang menilai positif diri sendiri
adalah individu yang memahami dan
menerima berbagai aspek diri termasuk di
dalamnya kualitas baik maupun buruk,
dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi
optimal dan bersikap positif terhadap
kehidupan yang dijalaninya. Seperti yang
dikatakan Ryff (dalam fitri, 2012)
menyatakan bahwa individu yang menilai
negatif diri sendiri menunjukkan adanya
ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya,
merasa kecewa dengan apa yang telah
terjadi pada kehidupan masa lalu,
bermasalah dengan kualitas personalnya
dan ingin menjadi orangyang berbeda dari
diri sendiri atau tidak menerima diri apa
adanya.
Pemahaman negatif diperoleh dari
penilaian individu mengenai dirinya dan
mempersepsikan segala sesuatu dari sisi
negatif, seperti merasa tidak mampu, tidak
berharga, takut dan khawatir yang tidak
beralasan, merasa bodoh tidak bisa berbuat
sesuatu dan sebagainya. Seperti yang
dikatakan Rogers (dalam Sukardi: 2002)
Self merupakan bagian yang terpisah dari
medan phenomenal, yang berisi pola
pengamatan dan penilaian yang sadar dari
subjek. Dari pengalaman-pengalaman,
seseorang akan dapat membentuk pola
pengamatan dan penilaian terhadap diri
sendiri secara sadar, baik orang tersebut
sebagai subjek maupun sebagai objek. self
ini dinamakan juga Self Concept (Konsep
Diri).
Menurut Allport (dalam Jahja,
2012:67) kepribadian merupakan kualitas
perilaku individu yang tampak dalam
melakukan penyesuaikan diri terhadap
lingkungannya secara unik. Secara umum
kepribadian dibagi menjadi dua, yaitu
kepribadian negatif dan positif.
Berdasarkan data primer yang didapat
dilapangan bahwa kedua subjek
mempunyai kepribadian yang negatif.
Dimana AWK memiliki pribadi yang
pemalu, tidak percaya diri, minder, mudah
menarik diri dari lingkungan, pasif, tidak
mempunyai jiwa kompetisi dalam meraih
prestasi dikelas. Sedangkan untuk klien
UK hampir sama dengan AWK yang mana
ia merasa tidak memiliki kepercayaan
terhadap dirinya sendiri, pemalu, minder,
pesimis, pasif, dan tidak mempunyai jiwa
kompetisi dalam meraih prestasi di kelas.
Berdasarkan kepribadian AWK, dan
UK memiliki gangguan kepribadian
menghindar. Menurut Ardani (2011:162)
gangguan kepribadian menghindar
(avoidant-personality-disorder) adalah
pola ke-pribadian yang di-dominasi oleh
hambatan sosial, perasaan tidak percaya
diri, dan sangat sensitive terhadap hal-hal
yang negative. Kunci dari individu dengan
gangguan kepribadian menghindar adalah
sangat sensitive terhadap penolakan
sehingga akhirnya yang nampak adalah
tingkah laku menarik diri. Memiliki
perasaan rendah diri, tidak percaya diri,
takut berbicara didepan publik atau dapat
dikatakan bahwa sifat yang dominan pada
individu ini adalah malu-malu. Sedangkan
untuk klien FR memiliki pribadi yang
mudah tersinggung, kaku, tidak suka
menerima kritikan, mudah marah.
Berdasarkan kepribadian FR, FR
memiliki gangguan kepribadian narsistik.
Menurut Ardani (2011:161) gangguan
kepribadian narsistik memiliki perasaan
23
yang kuat bahwa dirinya adalah orang
yang sangat penting serta merupakan
individu yang unik. Mereka sangat sulit
sekali menerima kritik dari orang lain,
sering ambisius dan mencari kebenaran.
Berdasarkan data primer yang didapat
dilapangan bahwa kedua subjek
mempunyai kepribadian yang negatif.
Dimana AWK memiliki pribadi yang
pemalu, tidak percaya diri, minder, mudah
menarik diri dari lingkungan, pasif, tidak
mempunyai jiwa kompetisi dalam meraih
prestasi dikelas. Sedangkan untuk klien
UK hampir sama dengan AWK yang mana
ia merasa tidak memiliki kepercayaan
terhadap dirinya sendiri, pemalu, minder,
pesimis, pasif, dan tidak mempunyai jiwa
kompetisi dalam meraih prestasi di kelas.
Penelitian ini menggunakan konseling
individu pendekatan client centered dalam
upaya meningkatkan konsep diri positif
siswa karena client centered menekankan
pada kemampuan klien dalam memahami
dirinya sendiri.
Menurut Willis (2004:63) client
centered adalah suatu metode perawatan
psikis yang dilakukan dengan cara
berdialog antara konselor dengan konseli,
agar tercapai gambaran yang serasi antara
ideal self (diri konseli yang ideal) dengan
actual self (diri konseli sesuai dengan
kenyataan sebenarnya). Ketika seorang
individu paham dan mengerti akan dirinya
yang sebenarnya dengan apa yang menjadi
apa yang diharapkannya akan semakin
mudah ia memiliki konsep diri yang baik.
Berdasarkan hasil data subjek dalam
mengikuti kegiatan konseling
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
pada konsep diri positif siswa kelas X
SMK Kesehatan YPIB Tumijajar setelah
dilakukan konseling individu pendekatan
client centered hal ini diketahui setelah
peneliti memberikan treatment peneliti
melakukan evaluasi dengan ketiga subjek
dan peneliti juga melakukan wawancara
terhadap guru mata pelajaran untuk
mengetahui perubahan setelah dilakukan
konseling individu pendekatan client
centered setelah melakukan evaluasi
bahwa ketiga subjek mengalami
peningkatan konsep diri positif. Hal ini
sesuai dengan tujuan konseling client
centered bahwa pendekatan client centered
dapat digunakan untuk meningkatkan
konsep diri positif siswa.
“Menurut Komalasari (2011: 265)
pendekatan client centered bertujuan
membantu konseli menemukan
konsep dirinya yang lebih positif
lewat komunikasi konseling,
konselor mendudukkan konseli
sebagai orang yang berharga, orang
yang penting, dan orang yang
memiliki potensi positif dengan
penerimaan tanpa syarat
(unconditional positive regard),
yaitu menerima konseli apa adanya.
Perubahan pada diri subjek yaitu
mereka menjadi lebih mengenal dan
memahami dirinya sendiri mengenai
kelebihan, bakat dan kemampuan-
kemampuan yang ia miliki, untuk
mengaktualisasikan diri. Ketiga subjek
sudah menyadari bahwa konsep diri
memiliki peranan penting dalam
pembentukan sikap, prilaku serta karakter
diri, jika memiliki konsep diri positif
rendah maka akan negatif sikap dan
prilaku kita, tetapi jika kita memiliki
konsep diri positif dan memandang diri
kita secara positif maka sikap, prilaku,
karakter diri koita akan menjadi positif.
Dengan memiliki konsep diri positif
mereka menjadi memiliki percaya diri
yang baik, mereka akan mudah untuk
bergaul dan bersosialisasi serta
berinterakasi dengan orang lain, dan tidak
merasa pesimis, mampu mengenal diri
sendiri sendiri sehingga dapat mengerjakan
sesuatu dengan efektif dan efisien,
menumbuhkan keberanian dalam
menghadapi tantangan dalam belajar dan
mampu mengembangkan potensi diri.
24
Berikut penjelasan indikator yang
bermasalah yang berkaitan dengan konsep
diri positif dari ketiga subjek dari sebelum
dan setelah mengikuti konseling client
centered sebagai berikut :
1. Windy
a. Yakin terhadap kemampuan dirinya
Sebelum Windy mengikuti
konseling client centered, Windy
kurang bisa percaya pada
kemampuan yang ia miliki. Tetapi,
setelah Windy mengikuti konseling
client centered ini, ia mengalami
perubahan. Windy sudah mulai
mencoba untuk memberanikan diri
untuk mengungkapkan pendapat
ketika berdiskusi kelompok, serta
ketika diminta guru untuk maju
kedepan kelas presentasi, Windy
juga sudah memberanikan diri
ketika ia tidak memahami pelajaran
ia bertanya dengan guru.
b. Merasa sejajar dengan orang lain
Sebelum Windy mengikuti
konseling client centered, Windy
merasa minder dengan teman-
temannya, ia merasa bahwa tidak
ada yang dibanggakan pada dirinya
sehingga ia merasa tidak sejajar
dengan teman-temannya. Tetapi,
setelah Windy mengikuti konseling
client centered ini, ia mengalami
perubahan. Hal ini ditunjukkan
dengan perubahan prilaku yang
Windy alami ia menjadi lebih
mudah berbaur dan tidak merasa
minder lagi ketika ia berkumpul
dengan teman-temannya, ia sering
terlihat berkumpul dengan teman-
temannya ketika jam istirahat.
c. Mampu mengembangkan diri
Sebelum Windy mengikuti
konseling client centered, Windy
belum bisa mengembangkan diri, ia
merasa bahwa dirinya tidak
memiliki hal yang dibanggakan
dalam dirinya. Hal ini dibuktikan
bahwa iamerasa memiliki
kekurangan tetapi ia tidak pernah
berintropeksi diri dan berusaha
memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang ia miliki.
Tetapi setelah Windy mengikuti
konseling client centered ini, ia
mengalami perubahan. Ia mulai
berintropeksi diri untuk
memperbaiki dirinya agar lebih
ditrima di lingkungan sekitarnya.
2. Uuswatun
a. Yakin terhadap kemampuan diri
Sebelum Uuswatun mengikuti
konseling client centered,
Uuswatun kurang bisa percaya
pada kemampuan yang ia miliki.
Hal ini dibuktikan bahwa
Uuswatun merasa bahwa ia
memiliki banyak kekurangan, dan
sering melakukan kesalah jika
melakukan sesuatu, sehingga hal
itu membuatnya tidak percaya
dengan dirinya sendiri.
Tetapi, setelah Uuswatun
mengikuti konseling client centered
ini, ia mengalami perubahan. Hal
ini ditunjukkan dengan perubahan
dengan perubahan prilaku yang
Uuswatun alami ia mulai berani
untuk maju presentasi, dan ia juga
selalu bertanya jika ia tidak
memahami pelajaran, dan ia mulai
mau mencoba hal-hal baru seperti
pada hari kartini kemarin ia diminta
menjadi pembaca Undang-Undang
pada saat upacara.
b. Merasa sejajar dengan orang lain
Sebelum Uuswatun mengikuti
konseling client centered,
Uuswatun merasa minder dengan
teman-temannya, ia merasa tidak
percaya diri berkumpul dengan
teman-temannya karena ia merasa
25
banyak kekurangan pada dirinya
yang selalu melakukan kesalahan.
Tetapi, setelah Uuswatun
mengikuti konseling client centered
ini, ia mengalami perubahan. Hal
ini ditunjukkan dengan perubahan
prilaku yang mana Uuswatun sudah
merasa setara dengan teman-
temannya sebab ia menganggap
setiap orang pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan,
sehingga sekarang ia sudah sering
berkumpul dengan teman-
temannya.
c. Menerima pujian tanpa malu
Sebelum Uuswatun mengikuti
konseling client centered,
Uuswatun merasa bahwa ia tidak
pantas untuk mendapat
penghargaan, hal ini ditunjukkan
pada saat ia ditunjuk sebagai
bendahara kelas ia merasa tidak
pantas dan takut.
Tetapi, setelah Uuswatun
mengikuti konseling client centered
ini, ia mengalami perubahan. Hal
ini ditunjukkan dengan perubahan
prilaku dimana pada saat ia
ditunjuk sebagai pembaca Undang-
undang ia sudah tidak malu ia
merasa percaya diri.
d. Mampu mengembangkan diri
Sebelum Uuswatun mengikuti
konseling client centered,
Uuswatun belum bisa
mengembangkan diri, ia merasa
bahwa dirinya sering selalu salah.
Hal ini dibuktikan bahwa ia merasa
ketika melakukan sesuatu ia sering
membuat kesalahan dan dengan
begitu membuatnya menjadi tidak
percaya dengan apa yang ia
lakukan.
Tetapi setelah Uuswatun mengikuti
konseling client centered ini, ia
mengalami perubahan. Ia mulai
mem-perbaiki kesalahan-kesalahan
yang sering ia perbuat, ia mem-
perbaiki segala kekurangannya
untuk menjadi lebih baik lagi.
3. Rita
a. Yakin Terhadap Kemampuan
dirinya
Sebelum Rita mengikuti konseling
client centered, rita merasa rendah
diri tidak percaya diri. Hal ini
ditunjukkan ketika ia mengalami
kesalahan saat maju presentasi,
setelah itu ia tidak mau lagi untuk
maju ia merasa rendah diri.
Tetapi, setelah Rita mengikuti
konseling client centered ini, ia
mengalami perubahan. Hal ini
ditunjukkan dengan perubahan
prilaku yang Rita alami. Rita sudah
mulai mencoba untuk
memberanikan diri untuk maju
presntasi.
b. Merasa sejajar dengan orang lain
Sebelum Rita mengikuti konseling
client centered, rita merasa minder.
Hal ini ditunjukkan ia hanya
memiliki satu teman saja, ia
menjauhi teman-temannya, ia
merasa kurang nyaman jika
berkumpul dengan teman-teman
yang lain selain sahabatnya.
Tetapi, setelah Rita mengikuti
konseling client centered, ia
mengalami perubahan. Hal ini
ditunjukkan dengan perubahan
prilaku ia sekarang lebih terbuka
dengan teman-teman kelas yang
lain dan sering berkumpul bersama
ketika jam istirahat.
c. Sadar bahwa setiap orang memiliki
keragaman
Sebelum Rita mengikuti konseling
client centered, rita tidak bisa
menghargai orang lain. Hal ini
26
ditunjukkan ketika ia diberikan
kritikan oleh temannya, ia merasa
dijatuhkan dan sering marah
dengan temannya sehingga ia
menjauhi teman-temannya.
Tetapi, setelah Rita mengikuti
konseling client centered ia
mengalami perubahan. Hal ini
ditunjukkan ketika ia melakukan
kesalahan dan temannya menegur
ia menjadi senang dan
mengucapkan terimakasih karena
temannya telah memperdulikannya.
d. Mampu mengembangkan diri
Sebelum Rita mengikuti konseling
client centered, Ritabelum bisa
mengembangkan diri, ia merasa
bahwa dirinya tidak pernah salah.
Hal ini dibuktikan ketika ia
melakukan kesalahan ia tidak
perduli dengan kesalahannya ia
tidak pernah bisa berintropeksi diri.
Tetapi setelah Rita mengikuti
konseling client centered ini, ia
mengalami perubahan. Ia mulai
berintropeksi diri untuk
memperbaiki dirinya agar lebih
ditrima di lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat perubahan
sikap dan prilaku yang dialami oleh ketiga
subjek sebelum dan sesudah dilakukan
konseling client centered.
SIMPULAN
Simpulan penelitian ini adalah
konseling client centered dapat digunakan
dalam meningkatkan konsep diri siswa
kelas X SMK Kesehatan YPIB Tumijajar
tahun pelajaran 2016/2017.
Setelah penulis menyelesaikan
penelitian, membahas dan mengambil
kesimpulan dari penelitian ini, maka
dengan ini penulis mengajukan saran
sebagai berikut : 1) kepada guru
bimbingan dan konseling hendaknya
mengadakan layanan konseling individual
dengan pendekatan client centered untuk
meningkatkan konsep diri positif siswa. 2)
kepada siswa hendaknya siswa
memanfaatkan layanan bimbingan dan
konseling untuk mengatasi permasalahan
yang dialami khususnya dalam
meningkatkan konsep diri positif. 3)
kepada peneliti lain hendaknya melakukan
penelitian dengan jeli dan mencatat secara
detail mengenai perubahan perilaku siswa,
gunakan alat bantu perekam setiap
pelaksanaan konseling untuk menjaga
akurasi data.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, T .A. 2011. Psikologi Abnormal.
Bandung: CV. Lubuk Agung.
Dahlan, S. 2013. Konseling Individual.
Bandarlampung : AURA.
Dariyo, A. 2007. Psikologi
Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama. Bandung : PT Refika
Aditama
Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Fitri. A. 2012. Penggunaan Pendekatan
Client Centered dalam
Meningkatkan Konsep Diri Pada
Siswa Kelas VII H MTS Negeri
Kedondong. Jurnal. Bandar
Lampung : Universitas Lampung
Hurlock ,E . 2004. Psikologi
Perkembangan (Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan).
Jakarta: Erlangga.
Koestoro, B & Basrowi. 2006. Strategi
Penelitian Sosial dan Pendidikan.
Surabaya: Yayasan Kampusina.
Komalasari, G.,Wahyuni, E., Gantina.
2011. Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta: Indeks.
Monks, F.J. 2002. Psikologi
Perkembangan (Pengantar dalam
27
Berbagai Bagiannya). Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Prayitno & Erma, A. 2004. Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rieneke Cipta.
Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sarwono. 2012. Pengantar Psikologi
Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R& D).Alfabeta:
Bandung.
Sukardi, D. K. 2002. Pengeantar
Pelaksanaan Program Bimbingan
dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta
Thalib, S.B. 2010. Psikologi Pendidikan
Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.
Willis, S. 2004. Konseling Individual
teori dan Praktek. Bandung: Alfabet