penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

137
TESIS PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI TIDAK BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO DALAM MENGURANGI RESIKO CEDERA BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME ABDURRASYID PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

Page 1: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

TESIS

PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI

TIDAK BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO

DALAM MENGURANGI RESIKO CEDERA

BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA

PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME

ABDURRASYID

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

TESIS

PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI

TIDAK BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO

DALAM MENGURANGI RESIKO CEDERA

BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA

PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME

ABDURRASYID

NIM 1190361008

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA-FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

ii

PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI

TIDAK BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO

DALAM MENGURANGI RESIKO CEDERA

BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA

PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister Program Studi Fisiologi Olah Raga Konsentrasi

Fisioterapi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

ABDURRASYID

NIM 1190361008

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA-FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 4: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

iii

Lembar Pengesahan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL SEPTEMBER 2013

Mengetahui,

Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof.DR.dr.J.Alex Pangkahila,M.Sc,Sp.And

NIP. 19440201 196409 1 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Page 5: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 3 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 1815/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 25 September 2013

Ketua : Prof. dr. Dewa Putu Sutjana, PFK, M.Erg

Anggota :

1. Muhammad Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis

2. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro

3. Syahmirza Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.OR

4. DR. dr. I Made Jawi, M.Kes

Page 6: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

v

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS UDAYANA

Kampus Bukit Jimbaran

Telepon (036021-701812), 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442

Laman: www.unud.ac.id

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Abdurrasyid

Nim : 1190361008

Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi

Judul Tesis : Penggunaan Kinesiotape Selama Tiga Hari Tidak Berbeda

Dengan Perekat Plasebo Dalam Mengurangi Resiko

Cedera Berulang dan Derajat Q-Angle Pada Penderita

Patellofemoral Pain Syndrome.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No . 17 tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 3 Oktober 2013

Pembuat pernyataan

Abdurrasyid

Nim: 1090361008

Page 7: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala

nikmat dan ilmu yang diberikan, Agar menjadi manfaat, baik sebagai salah satu

bentuk ibadah dalam pencarian ilmu dan menjadi manfaat yang berguna bagi

penulis dan sesama manusia. Berkat rizki-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis

ini dengan lancar.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. dr. Dewa Putu Sutjana,

PFK, M. Erg selaku pembimbing I, yang telah membimbing penulis untuk dapat

memahami dan menyelesaikan tesis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada

Muhammad Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis yang telah memberikan semangat kepada

penulis untuk terus belajar memahami dan membimbing penulis agar dapat

menyelesaikan tesis ini. Berkat jasa mereka, penulis dapat terus memperjuangkan

penelitian ini. Selain itu, mereka juga sebagai motivator yang dapat dicontoh

dalam pengaplikasian ilmu.

Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,Sp.PD,KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister Di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan

kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkana terimakasih kepada

Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila,M.Sc,Sp.And selaku Ketua Program Studi

Page 8: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

vii

Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana atas

ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi

Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, Dr.

dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, Syahmirza Indra Lesmana, SKM, S.Ft,

M.OR, Muhammadn Irfan, SKM,S. FT, M.Fis, DR. dr. I Made Jawi, M.Kes

yang telah memberikan masukan, saran, bimbingan, sanggahan dan koreksi

sehingga tesis ini dapat terwujud menjadi lebih baik.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staff dosen

pengajar dan staff pengelola Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi

Fisioterapi Pascasarjana Universitas Udayana yang telah membantu dan memberi

dukungan bagi penulis sebagai mahasiswa. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada Bapak dan Ibu tercinta, Idrus Jus’at, Phd, dan Childa Maisni,

M. Kes beserta seluruh keluarga yang telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk

menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula sahabat dan kekasih, Ayu Rahma Aisyah,

S.Ft yang selalu mendukung dalam proses penyelesaian tesis ini. Selain itu

Kepada rekan Indonesia Sport Medicine Centre (ISMC), Sport and Wellness

Centre Universitas Pelita Harapan, Jong Physiotherapy Project (JPP) dan ARA

Physiotherapy Clinic yang telah memberikan kesempatan dan waktu bagi penulis

untuk menyelesaikan Program Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi

Fisioterapi Universitas Udayana. Tak lupa pula saya hanturkan rasa terima kasih

kepada rekan Magister Fisiologi Olahraga 2011/2012 seperti Fadhil, Kak Medi,

Page 9: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

viii

Pak Sudayanto, dan lain-lain yang selalu memberikan dukungan dalam

penyelesaian tesis ini.

Semoga penulis dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan

profesi setelah menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Fisiologi

Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana.

Semoga Allah SWT selalu menuntun dan melimpahkan rahmatnya kepada

penulis dan memberikan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan tesis ini. AMIN.

Denpasar, 3 Oktober 2013

Hormat Saya,

Penulis

Page 10: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

ix

ABSTRAK

PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI TIDAK

BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO DALAM MENGURANGI

RESIKO CEDERA BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA

PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME

Abdurrasyid

Banyaknya atlet yang menderita Patellofemoral Pain Syndrome (PFPS)

menggunakan kinesiotape saat bertanding atau dalam waktu kurang dari dua

minggu, menjadi sebuah pertanyaan apakah ada efektifitasnya saat digunakan

ketika bertanding dan berlatih. Tujuan penelitian ini untuk memastikan

penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat plasebo

dalam mengurangi resiko cedera berulang dan menurunkan q-angle pada

penderita patellofemoral pain syndrome (PFPS). Metode penelitian ini

eksperimental dengan rancangan randomized clinical trial design. Sampel

sebanyak 17 atlit yang menderita PFPS dan waktu observasi selama tiga hari.

Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kinesiotape (n=9) sebagai

perlakuan dan kelompok plasebo (n=8) sebagai kontrol. Instrumen pengukuran

yang digunakan adalah functional movement screening (FMS) dan q-angle.

Hasil yang didapat dari penelitian ini didapatkan kelompok kinesiotape

mampu mengurangi resiko cedera berulang p = 0,002 (p < 0,05). Begitu pula

dengan kelompok plasebo juga mampu mengurangi resiko cedera berulang p =

0,01 (p < 0,05). Kinesiotape mampu menurunkan derajat q-angle dengan p =

0,004 (p < 0,05). Begitu pula dengan kelompok plasebo juga mampu mengurangi

derajat q-angle dengan p = 0,008 (p < 0,05). Uji beda pada pengukuran FMS

menggunakan independent-t test didapatkan p = 0,777 (p > 0,05), dan uji beda

dengan pengukuran q-angle menggunakan mann-whitney test didapatkan p = 0,63

(p > 0,05).

Kesimpulan yang didapat bahwa penggunaan kinesiotape dan perekat plasebo

mampu mengurangi resiko cedera berulang dan derajat q-angle selama tiga hari.

Hal ini menjelaskan bahwa menggunakan kinesiotape memiliki efektifitas yang

sama dengan perekat plasebo yang tidak elastis saat digunakan ketika bertanding

dan berlatih.

Kata kunci : kinesiotape, resiko cedera berulang, q-angle, patellofemoral pain

syndrome, functional movement screening.

Page 11: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

x

ABSTRACT

KINESIOTAPE USE FOR THREE DAYS WAS NO DIFFERENT FROM

PLACEBO TO REDUCE THE RISK OF REPETITIVE INJURY AND Q-

DEGREE ANGLE ON PAIN SYNDROME PATIENTS

PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME

Abdurrasyid

Many athletes who suffer Patellofemoral Pain Syndrome (PFPS), they

using kinesiotape while playing or less than two weeks, this condition make a

question of there are efficacy when used kinesiotape while playing and practicing.

The purpose of this study to ensure the use of kinesiotape for three days did not

differ with adhesive placebo in reducing the risk of repetitive injury and q-angle in

patients with patellofemoral pain syndrome (PFPS). The experimental research

method to design randomized clinical trial design. Sample of 17 athletes who

suffer from PFPS and time of observation for three days. Divided into two groups,

kinesiotape groups (n = 9) as the treatment and placebo groups (n = 8) as a

control. Measurement instruments used were Functional Movement Screening

(FMS) and Q-angle.

The results of this study, kinesiotape group able to reduce the risk of

repetitive injury with p = 0.002 (p <0,05). Placebo group was also able to reduce

the risk of repetitive injury p = 0.01 (p <0,05). Kinesiotape able to decrease q-

angle with p = 0.004 (p <0,05). Placebo group was also able to reduce the q-angle

with p = 0.008 (p <0,05). At different test measurements FMS using independent

t-test p = 0.777 (p> 0.05), and a different test with q-angle measurements using

the Mann-Whitney test p = 0.63 (p> 0,05).

The conclusion that the use of kinesiotape and adhesives placebo can

reduce the risk of recurrent injury and the degree of q-angle for three days. It is

clear that using kinesiotape have the same effectiveness with placebo were not

elastic adhesive while playing a game and practicing.

Key Words : kinesiotape, repeated injury, q-angle, patellofemoral pain syndrome,

functional movement screening.

Page 12: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM………………………………………………………………

PRASYARAT GELAR MAGISTER......………………………………………..

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………...

LEMBAR PENETAPAN PENGUJI…………………………………………….

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………………..

UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………….

ABSTRAK …………………...………………………………………………….

ABSTRACT……………………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..

DAFTAR GAMBAR...…………………………………………………………..

DAFTAR TABEL………………………………………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA………………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………...

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………

1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………….

1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………….

BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………….

2.1 Patellofemoral Pain Syndrome………………………………………………..

2.1.1 Pengertian………………………………………………………...

2.1.2 Anatomi dan Biomekanik………………………………………..

2.1.2.1 Anatomi Patela………………………………………………...

2.1.2.2 Gaya vektor Otot Quadriceps…………………………………

2.1.2.3 Sudut Quadricep (Q-angle).…………………………………..

2.1.2.4 Reseptor Saraf Sensoris……………………………………….

2.1.2.5 Rantai Kinetik…………………………………………………

2.1.3 Etiologi Patellofemoral Pain Syndrome………………………….

2.1.4 Patofisiologi Patellofemoral Pain Syndrome……………………

2.1.4.1 Faktor Neuromuskular………………………………………...

2.1.4.2 Faktor Biomekanika…………………………………………..

2.1.5 Pemeriksaan Spesifik pada PFPS………………………………...

2.1.5.1 Pemeriksaan Manual Ortopedi………………………………..

2.1.5.2 Mengukur Q-angle…………………………………………….

2.1.5.3 Antropometri Quadriceps…………………………………….

2.1.6 Penanganan Patellofemoral Pain Syndrome……………………..

2.2 Kinesiotape……………………………………………………………….

2.2.1 Pengertian………………………………………………………...

2.2.2 Pengaruh Fisiologi……………………………………………….

i

ii

iii

iv

v

vi

ix

x

xi

xiv

xvi

xvii

xviii

1

1

4

4

5

5

6

7

7

7

7

7

8

11

13

14

16

16

18

19

21

22

23

23

24

24

24

26

Page 13: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xii

2.2.3 Pengaruh Neuromuskular………………………………………...

2.2.4 Pengaruh Biomekanika…………………………………………..

2.3 Resiko Cedera……………………………………………………………

2.3.1 Pengertian………………………………………………………..

2.3.2 Prediktor Resiko Cedera…………………………………………

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS……………...

3.1 Kerangka Berpkir ………………………………………………………..

3.2 Kerangka Konsep………………………………………………………...

3.3 Hipotesis………………………………………………………………….

BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………………

4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………………….

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………..

4.3 Penentuan Sumber Data………………………………………………….

4.3.1 Populasi…………………………………………………………..

4.3.2 Sampel……………………………………………………………

4.3.2.1 Kriteria Inklusi………………………………………………….

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi………………………………………………..

4.3.3 Besar Sampel……………………………………………………..

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel…………………………………….

4.4 Variabel Penelitian………………………………………………………

4.4.1 Variabel Bebas…………………………………………………..

4.4.2 Variabel Tergantung…………………………………………….

4.4.3 Definisi Operasional……………………………………………..

4.5 Pengukuran Q-Angle……………………………………………………

4.6 Instrumen Penelitian……………………………………………………..

4.7 Prosedur Penelitian……………………………………………………….

4.7.1 Tahap Persiapan………………………………………………….

4.7.2 Pengambilan Data Awal………………………………………..

4.7.3 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel………………………

4.7.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian……………………………………

4.7.5 Alur Penelitian……………………………………………………

4.8 Analisis Data……………………………………………………………..

BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………………….

5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian.……………………………….

5.2 Uji normalitas dan homogenitas data…...…………………………….….

5.3 Uji Peningkatan nilai FMS pada kelompok Kinesiotape………………

5.4 Uji peningkatan nilai FMS pada kelompok plasebo……………………..

5.5 Uji penurunan q-angle pada kelompok kinesiotape……………………...

5.6 Uji Penurunan q-angle pada kelompok plasebo………………………….

5.7 Uji Kompatibilitas………………………..…………………………….

5.8 Uji Hipotesis Peningkatan Kemampuan Functional Movement

Screening Antara Kedua Kelompok Perlakuan .…………………………

5.9 Uji Hipotesis Penurunan Q-angle Antara Kedua Kelompok Perlakuan.

26

28

29

29

32

36

36

38

39

40

40

41

41

41

41

41

42

42

43

44

44

44

44

59

59

59

59

60

60

61

62

63

67

67

68

70

71

71

72

72

74

75

Page 14: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xiii

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………….

6.1 Penggunaan Kinesiotape Selama Tiga Hari Tidak Berbeda Dengan

Perekat Plasebo Dalam Resiko Cedera Berulang pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome…………………………………………..

6.2 Penggunaan Kinesiotape Selama Tiga Hari Tidak Berbeda Dengan

Perekat Plasebo Dalam Menurunkan Q-angle pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome…………………………………………..

6.3 Kelemahan dan Upaya Penelitian.………………………………………

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN..…………………………………………

7.1 Simpulan…………..……………………………………………………

7.2 Saran……………………………………………………………………...

.

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………

LAMPIRAN……………………………………………………………………..

77

77

79

81

83

83

83

85

93

Page 15: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Posisi Normal Patela Medial (Ym) dan Lateral (Yn)……………………...

2.2 Sudut tekanan pada sendi patellofemoral…………………………………

2.3 Perlekatan Iliotibial band dan tractus iliotibial di tuberculum Gerdys’s…

2.4 Gambaran dari pengukuran Q-angle………………………………………

2.5 Saraf Sensoris Sensi Lutut………………………………………………

2.6 Ilustrasi Patela tilt ke lateral akibat tidak stabilnya sisi medial…………

2.7 Grafik perbedaan Q-angle antara yang tidak cedera dengan yang cedera...

2.8 A. Sendi Patellofemoral dalam posisi normal. B. (lihat dari atas ke

bawah) Patela bergeser ke lateral, patella terangkat ke lateral, dan patela

internal rotasi…………………………………………………………………..

2.9 Patellar Apprehension Test………………………………………………..

2.10 Pengukuran Q-angle……………………………………………………

2.11 Pengaruh Kinesiotape Pada Jaringan Lunak……………………………

2.12 Grafik Observasi EMG Perubahan Aktivitas Otot dengan Menggunakan

Kinesiotape……………………………………………………………………

2.13 Piramida hubungan aktifitas fisik terhadap resiko cedera………………

2.14 Komponen kemampuan fungsional……………………………………

2.15 Grafik linear hubungan antara nilai FMS dengan resiko cedera…………

3.1 Bagan Kerangka Konsep…………………………………………………

4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………………

4.2 Aplikasi Kinesiotape pada Otot Vastus Medialis Oblique………………

4.3 Aplikasi Kinesiotape pada Patela…………………………………………

4.4 Aplikasi Kinesiotape pada Otot Vastus Lateralis dan Iliotibial Band……

4.5 Aplikasi Kinesiotape Koreksi Facia Iliotibial Band dan Vastus Lateralis.

4.6 Aplikasi Perekat Placebo…………………………………………………

4.7 Gerakan Deep Squat…………………………………………………………

4.8 Gerakan Hurdle Step………………………………………………………

4.9 Gerakan In Line Lunges…………………………………………………

4.10 Active Straight Leg Raise…………...……………………………………

8

9

11

12

14

19

20

21

22

23

27

28

29

31

34

38

40

45

46

47

48

48

50

52

54

55

Page 16: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xv

4.11 Rotary Stability…………………………………………………………

4.12 Trunk Stability Push Up…………………………………………………

4.13 Bagan Alur Prosedur Penelitian…………………………………………

6.1 Grafik rerata Peningkatan FMS Pada kedua kelompok perlakuan………

6.2 Grafik rerata penurunan Q-angle pada kedua kelompok…………………

56

57

62

78

80

Page 17: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Orientasi Resultan otot Quadriceps………………………………………

2.2 Etiologi PFPS menurut beberapa pendapat………………………………..

2.3 Kemampuan Uluran Kinesiotape……………………………………….

2.4 Potensi Faktor Resiko Cedera……………………………………………

2.5 Nilai Kappa dalam perbandingan nilai rata-rata penilai amatir dengan

penilai berpengalaman…………………………………………………………

4.1 Formulir Penilaian FMS…………….……………………………………

4.2 Penilaian Functional Movement Screening………………………………

4.3 Instrumen Penelitian yang digunakan……………………………………

5.1 Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian……………………………

5.2 Data kategorik Umum Karakteristik Subjek Penelitian…………………

5.3 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Data instrument Hasil Penelitian …

5.4 Uji Peningkatan nilai FMS pada kelompok kinesiotape dengan t-test

related…………………………………………………………………………………

5.5 Uji Peningkatan nilai FMS pada kelompok plasebo dengan t-test related..

5.6 Uji penurunan Q-angle pada kelompok kinesiotape dengan Wilcoxon

Sign Rank test………………………………………………………………….

5.7 Uji penurunan Q-angle pada kelompok plasebo dengan Wilcoxon Sign

Rank test……………………………………………………………………...

5.8Uji Kompatibilitas sebelum perlakuan kedua kelompok variabel FMS…..

5.9 Uji Kompatibilitas sebelum perlakuan kedua kelompok variabel Q-

angle…………………………………………………………………………

5.10 Uji Hipotesis kemampuan Functional Movement Screening Antara

kedua kelompok perlakuan dengan Independent T-test………………………

5.11 Uji Hipotesis Penurunan Q-angle Antara Kedua Kelompok Perlakuan

dengan Mann-Whitney test…………………………………………………

10

17

26

30

35

56

58

59

67

68

69

70

71

71

72

73

73

74

75

Page 18: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Protokol Penelitian…………………………………………………

Lampiran 2. Surat Persetujuan Sampel………………………………………….

Lampiran 3. Lembar Evaluasi………………...………………………………..

Lampiran 4.Uji Statistik…………….…………………………………………

92

104

105

107

Page 19: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xviii

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA

SINGKATAN

PFPS

VMO

VL

Q-Angle

FMS

SIAS

VI

RF

VML

VLL

VLO

ITB

MPFL

MPML

MPTL

ASIS

PAN

LAN

MAN

PCL

ACL

OKC

CKC

CSA

MRI

KT

EMG

PNF

cm

: Patello Femoral Pain Syndrome

: Vastus Medialis Oblique

: Vastus Lateralis

: Quadriceps Angle

: Functional Movement Screening

: Superios Illiac Anterior Spine

: Vastus Intermedius

: Rectus Femoris

: Vastus Medialis Longus

: Vastus Lateralis Longus

: Vastus Lateralis Obilque

: Illio-tibial Band

: Medial Patello-femoral Ligament

: Medial Patello-Meniscal Ligament

: Medial Patello-tibial Ligament

: Anterior Superilliac Spine

: Posterior Articular Nerve

: Lateral Articular Nerve

: Medial Articular Nerve

: Posterior Cruciate Ligament

: Anterior Cruciate Ligament

: Open Kinetic Chain

: Closed Kinetic Chain

: Cross Sectional Area

: Magnetic Resonance Imaging

: Kinesiotape

: Electromyography

: Propioceptive Neuromuscular Facilitation

: Centimeter

Page 20: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

xix

kg

n

Min

Maks

o

±

%

<

>

=

α

p

: Kilogram

: Banyaknya Responden

: Minimal

: Maksimal

: Lebih dari sama dengan

: Derajat

: Kurang Lebih

: Persen

: Kurang dari

: Lebih dari

: Sama Dengan

: Alpha

: Probabilitas

Page 21: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan alat bantu kesehatan untuk atlet yang sedang mengalami

cedera kini sudah sangat banyak jenisnya, salah satunya kinesiotape. Atlet

biasanya menggunakan kinesiotape hanya saat bertanding dan berlatih, namun

saat ini belum ada yang dapat menjelaskan efektifitas kinesiotape dalam

penggunaan saat bertanding atau dalam waktu yang singkat. Menurut beberapa

pendapat, kinesiotape yang digunakan saat bertanding bertujuan untuk

mengurangi gejala nyeri yang terjadi dan mengurangi resiko cedera berulang

(Mostavafifar et al. 2012; Mo-An et al. 2012). Kinesiotape merupakan perekat

elastis yang diaplikasikan di atas kulit untuk mengurangi rasa nyeri, mengurangi

bengkak, menurunkan spasme, dan membantu kinerja otot-otot saat melakukan

aktifitas olahraga (Cheng-Fu et al. 2008). Perekat ini sangat elastis dan dapat

diulur hingga 100%, sehingga saat digunakan tidak membatasi gerak sendi dan

membantu kinerja otot khususnya (Kase et al.2003).

Salah satu cedera yang sering dialami oleh atlet adalah Patellofemoral Pain

Syndrome (PFPS) yaitu gangguan pada persendian patela dengan adanya nyeri

lutut bagian depan (Aminaka et al. 2005; Wayasz et al. 2008). Patellofemoral

pain syndrome ini ditandai dengan adanya bengkak, ketegangan otot quadriceps,

kelemahan kelompok otot quadriceps, ketegangan otot illiotibial band, posisi

lutut valgus, dan bentuk telapak kaki yang datar. Umumnya, PFPS disebabkan

oleh karena penurunan kekuatan dan penurunan aktivitas fungsional pada otot

Page 22: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

2

vastus medialis oblique (VMO) yang sebagai stabilisator dinamis sisi medial

tulang patella (Powers et al. 2010). Sampai saat ini data prevalensi PFPS di

Indonesia belum ada. Namun, melihat prevalensi di Iran pada atlit wanita berkisar

16,74% lebih kecil dibandingkan di negara Amerika yang angkanya mencapai

25% (Nejati et al. 2011).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadi cedera berulang pada

penderita patellofemoral pain syndrome, yaitu faktor biomekanika, faktor

neuromuskular, dan faktor psikologis. Faktor psikologis sebagai alat prediksi

cedera ada empat faktor yang memungkinkan terjadinya cedera pada atlet, yaitu

sifat kecemasan somatik, sifat kecemasan psikis, rentan timbulnya stress, dan sifat

mudah marah (Ivarsson dan Johnson. 2010).

Selain itu, faktor biomekanika dan neuromuskular merupakan faktor yang

saling berhubungan satu dengan yang lainnya, kedua faktor tersebut

mempengaruhi kinerja gerakan fungsional untuk mendapatkan performa olahraga

yang optimal. Faktor biomekanika mempengaruhi dari luas gerak sendi dan posisi

postur tubuh. Sedangkan faktor neuromuskular mengarahkan gerakan fungsional

karena adanya aktivitas kinerja dari saraf yang akan mempengaruhi gerakan otot

dan sendi menjadi satu kesatuan kinerja yang kompleks (Samuel et al. 2012).

Untuk memastikan metode kinesiotape yang digunakan saat pertandingan

(dalam waktu singkat) berhasil atau tidak, tentunya memerlukan alat untuk

mengukur terkait dalam mengurangi resiko cedera berulang dan menurunkan q-

angle pada penderita PFPS pada saat bertanding atau berlatih. Resiko cedera dapat

diprediksi dengan cara mengobservasi setiap gerakan fungsional dalam aktivitas

Page 23: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

3

olahraga. Observasi tersebut menilai ada tidaknya gerakan kompensasi ataupun

kehilangan keseimbangan dalam gerakan fungsional yang dijadikan sebagai

pemeriksaan. Penilaian tersebut dengan Functional Movement Screening (FMS)

(Cook et al. 2006).

FMS digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang potensial untuk

melihat resiko cedera muskuloskeletal yang mungkin akan terjadi. FMS dapat

digunakan sebagai program awal dalam menyusun program latihan pencegahan

cedera. FMS menggunakan observasi gerakan fungsional sebagai tolak ukur

dalam memprediksi resiko cedera. Gerakan fungsional merupakan gerakan dasar

dalam olahraga yang memerlukan kekuatan otot, kelenturan, luas gerak sendi,

koordinasi, keseimbangan, dan propiosepsi (Schneider et al. 2011).

Pengukuran q-angle ialah mengukur sudut kemiringan dari otot quadriceps

terhadap tulang panggul sisi depan (superior illiac anterior spine (SIAS) dan

tuberositas tibia dengan menggunakan goniometer. Hal tersebut untuk melihat

posisi tulang patela yang mengalami pergeseran ke lateral pada penderita PFPS.

Berdasarkan penjelasan di atas atlet yang menderita PFPS memerlukan

penanganan agar atlit dapat melakukan latihan dan bertanding, sehingga dapat

mengurangi resiko cedera berulang ataupun memperburuk kondisi cedera PFPS

yang saat ini dialaminya. Maka dari itu, peneliti ingin membuktikan pengaruh dari

pemberian kinesiotape dalam mengurangi resiko cedera berulang dan menurunkan

q-angle pada penderita PFPS dengan memberikan pembanding menggunakan

perekat tidak elastis sebagai plasebo yang di aplikasikan dengan tujuan yang sama

pada kinesiotape.

Page 24: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apakah penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi resiko

cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome?

1.2.2 Apakah penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi

resiko cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome?

1.2.3 Apakah penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi derajat

Q-angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome?

1.2.4 Apakah penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi

derajat Q-angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome?

1.2.5 Apakah penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan

perekat plasebo dalam mengurangi resiko cedera berulang pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome?

1.2.6 Apakah penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan

perekat plasebo dalam mengurangi derajat Q-angle pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian ini

bertujuan sebagai berikut:

Page 25: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

5

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.1.1 Untuk mengetahui tidak adanya perbedaan penggunaan kinesiotape

dengan perekat plasebo selama tiga hari dalam mengurangi cedera

berulang pada penderita patellofemoral pain syndrome.

1.3.1.2 Untuk mengetahui tidak adanya perbedaan penggunaan kinesiotape

dengan perekat plasebo selama tiga hari dalam mengurangi derajat Q-

angle pada penderita patellofemoral pain syndrome.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat

mengurangi resiko cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain

Syndrome.

1.3.2.2 Untuk mengetahui penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat

mengurangi resiko cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain

Syndrome.

1.3.2.3 Untuk mengetahui penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat

mengurangi derajat Q-angle pada penderita Patellofemoral Pain

Syndrome.

1.3.2.4 Untuk mengetahui penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat

mengurangi derajat Q-angle pada penderita Patellofemoral Pain

Syndrome.

Page 26: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

6

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah disebutkan di atas. Saya sebagai peneliti

mengharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1.4.1 Peneliti

Dapat mengetahui tidak adanya perbedaan penggunaan kinesiotape dengan

perekat plasebo selama tiga hari pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome

(PFPS) dalam mencegah resiko cedera ulang dan mengurangi derajat q-angle

dapat memberi tahukan kepada antar peneliti dan praktisi.

1.4.2 Fisioterapi

Untuk dapat mengaplikasikan kinesiotape, serta mampu mengevaluasi resiko

cedera yang mungkin akan terjadi dengan menggunakan Functional Movement

Screening (FMS) pada atlit.

1.4.3 Atlit

Untuk dapat mengaplikasikan pemasangan kinesiotape secara mandiri jika

tidak ada fisioterapis yang mendampingi.

1.4.4 Pelatih Fisik

Untuk dapat mengaplikasikan Functional Movement Screening (FMS) untuk

melihat resiko cedera atlit pada pre-season.

Page 27: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Patellofemoral Pain Syndrome (PFPS)

2.1.1 Pengertian

Permasalahan Patellofemoral pain syndrome (PFPS) ini tepatnya mengalami

kelainan pada komponen sendi lutut, yaitu pada sendi patellofemoral. PFPS

merupakan salah satu permasalahan pada sendi lutut yang sering dialami oleh

masyarakat dan atlet, selain dari kesobekan pada ligamen sendi lutut (Heintjes et

al. 2003; Lankhorst et al. 2012). PFPS merupakan istilah untuk kumpulan gejala

dari patologi atau kelainan anatomi yang mengarah pada nyeri lutut depan seperti

chondromalasia patella, jumper’s knee, intra-artcular patella chondropathy,

patella arthralgia, runner’s knee (Witvrouw et al. 2005; Waryasz et al. 2008).

Beberapa literatur menyatakan bahwa angka kejadian PFPS pada wanita lebih

sering dibandingkan pria (Lankhorst et al. 2012). Nyeri tersebut dirasakan ketika

melakukan aktivitas naik-turun tangga, squat, jogging, dan lompat (Hafez et al.

2012; Boonkerd. 2012).

2.1.2 Anatomi dan Biomekanik

2.1.2.1 Anatomi Patela

Melihat dari letaknya, posisi tulang patela melayang dan melekat insersi

tendon quadriceps dan tendon patela. Serta berada di jalur trochlea femur, dimana

tulang patela harus bergerak pada jalur tersebut untuk menghindari pergesekan

Page 28: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

8

atau kontak langsung antar tulang patela dan femur yang dapat mempengaruhi

dari ketidakseimbangan posisi dari tulang patela. Posisi tersebut dapat dilihat

menggunakan foto sinar X dengan posisi sendi lutut fleksi 45o

pada bidang aksial

(Waryasz et al. 2008). Hasil foto pada posisi tersebut dapat kita lihat sudut

kemiringan dan pergeseran ataupun stabilitas posisi tulang patella terhadap

trochlea.

Gambar 2.1 Posisi Normal Patela Medial (Ym) dan Lateral (Yn) (Peterson et al.

2008)

2.1.2.2 Gaya Vektor Otot Quadriceps

Normalnya, sendi lutut pada posisi ekstensi posisi patela berada pada jalur

trochlea dan saat sendi lutut posisi fleksi atau menekuk patela bergeser ke arah

posterolateral. Penyebabnya, karena adanya ketegangan dari otot quadriceps dan

tendon patela yang menghasilkan vektor gaya resultan yang dapat menggeser dan

menekan patella ke arah posterolateral, namun saat sendi lutut diekstensikan

tekanan tersebut berkurang dan patela kembali ke posisi normal (Amis. 2007).

Page 29: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

9

Gambar 2.2 Sudut tekanan pada sendi patellofemoral (Reinold. 2009)

Gambar di atas menjelaskan gaya resultan yang menyebabkan pergeseran

tulang patela ke sisi lateral saat sendi lutut difleksikan. Gaya resultan quadriceps

berorientasi pada kekuatan otot vastus lateralis (VL), vastus intermedius (VI),

rectus femoris (RF), dan vastus medialis (VM). Otot vastus lateralis disusun oleh

dua komponen yang membentuk garis vektor, yaitu vastus lateralis longus (VLL)

dan vastus lateralis oblique (VLO). Begitu pula dengan vastus medialis juga

disusun dua komponen yang membentuk vektor, yaitu vastus medialis longus

(VML) dan vastus medialis oblique (VMO). Jika dilihat dari bidang koronal,

tekanan vektor otot quadriceps di tarik oleh VLO pada posisi 35o dan VLL pada

sudut 14o ke arah lateral, oleh VI dan RF pada posisi 0

o, dan pada sisi medial

ditarik oleh VMO pada sudut 47o dan VML pada sudut 15

o (Waryasz dan

McDermott. 2008). Menurut Brotzman et al (2011), serabut otot VMO bekerja

pada sudut 50o-55

o dan serabut otot VLO bekerja pada sudut 30

o-40

o sepanjang

garis tulang femur pada bidang coronal. Secara keseluruhan kemampuan otot

Page 30: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

10

quadriceps adalah untuk menarik patella kearah posterior sagital untuk tetap

menjaga posisi patella terhadap trochlea femur.

Tabel 2.1

Orientasi Resultan otot Quadriceps

Sumber VMO VLO

Brotzman et al. 2011 50o-55

o 30

o-40

o

Waryasz dan McDermott. 2008 47o 35

o

Patela memerlukan jaringan lunak untuk dapat menstabilkan posisinya

terhadap trochlea, jaringan tersebut terdiri dari medial dan lateral retinaculum.

Pada retinaculum lateral terdiri dari dua lapisan; superficial oblique retinaculum

dan deep tranverse retinaculum. Superficial oblique retinaculum merupakan

puncak akhir dari perlekatan tendon patella, group otot vastus lateralis, dan

illiotibial band (Waryasz dan McDermott. 2008). Illio-tibial band (ITB) berorigo

pada tensor facia lata dan gluteus maximus. Berinsersi pada tuberculum gerdy’s

dan melekat pada tendon patela, serta lapisannya melekat pada sisi lateral tulang

patela (Amis. 2007). Berdasarkan letak melekatnya, insersi tendon ITB juga

dapat menarik patela ke lateral saat sendi lutut fleksi dan meningkatkan gesekan

antara patela dengan femur (Herrington et al. 2006).

Deep tranverse retinaculum terdiri dari tiga struktur; epicondylopatellar band

atau lateral patellofemoral ligament, midportion, dan patellotibial band.

Epicondylopatellar band menahan tulang patela pada sisi superolateral,

midportion menahan pada posisi lateral dan patellotibial band mempertahankan

posisi patela pada posisi inferolateral. Midportion berorigo dari ITB dan

berinsersi pada sisi lateral patela (Waryasz dan McDermott. 2008).

Page 31: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

11

Gambar 2.3 Perlekatan Iliotibial band dan tractus iliotibial di tuberculum Gerdys’s

(Donnatelli dan Wooden. 2010)

Retinaculum sisi medial lebih tipis dibandingkan dengan sisi lateral dan

terdiri dari tiga ligament yang mendukungnya; medial patellofemoral ligament

(MPFL), medial patellomeniscal ligament (MPML), dan medial patellotibial

ligament (MPTL) (Waryasz dan McDermott. 2008). MPFL menyatu dengan

tendon VMO untuk dapat mempertahankan posisi patela ke medial agar tidak

terjadi deviasi tulang patela ke lateral, terutama pada saat sendi lutut bergerak

ekstensi dari posisi fleksi. Struktur jaringan ini memiliki kontribusi besar dalam

mempertahankan posisi patela agar tidak terlalu bergeser atau dislokasi ke lateral

sebesar 50%-60% saat fleksi 0-20o (Amis, 2007). Berdasarkan pemeriksaan in

vitro menemukan kekuatan ligamen ini rata-rata 208 N (Amis et al. 2003).

2.1.2.3 Sudut Quadriceps (Q-angle)

Garis tegak lurus (alignment) anggota gerak bawah sangat mempengaruhi

dari problem patellofemoral pain syndrome. Dimana telah dijelaskan di atas

Illiotibial band

Illiotibial tract

Gerdy’s Tubercle

Page 32: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

12

bahwa terdapat gaya resultan pada sendi lutut terkait dengan ketegangan dari

kelompok otot quadriceps. Gaya resultan tersebut juga dipengaruhi oleh sudut

dari panjangnya otot quadriceps terhadap sendi lutut dan gerak dari sendi

patellofemoral. Sudut tersebut biasa disebut dengan Q-angle. Q-angle ini dilihat

dengan menarik garis maya lurus dari anterior super iliac spine (ASIS) ke titik

tengah dari tulang patela dan dari titik tengah patela ke tuberositas tibia

(Jaiyesimi et al. 2009; Omololu et al. 2009). Sudut ini dapat diukur dengan

menggunakan goniometer.

Gambar 2.4 Gambaran dari pengukuran Q-angle (Jaiyesimi et al. 2009)

Page 33: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

13

Menurut Grelsamer et al (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

tidak ada perbedaan sudut q-angle antara pria dan wanita. Namun akan

mengalami perbedaan jika salah satu dari pria atau wanita dengan tinggi badan

yang berbeda. Karena pada tubuh dengan tinggi 168 sentimeter sudut q-angle

berbeda 2 derajat dibandingkan dengan tubuh yang tingginya lebih dari 168

sentimeter.

2.1.2.4 Reseptor Saraf Sensoris

Reseptor saraf sensoris pada sendi patelofemoral terdiri dari ujung saraf bare,

pacini, ruffini, golgi tendon organ, dan muscle spindle. Saraf sensoris utama yang

mensuplai rangsangan sensoris sendi lutut adalah posterior articular nerve (PAN),

lateral articular (LAN), medial articular (MAN), intramuskular, dan saraf otot.

PAN adalah percabangan dari saraf tibialis yang didistribusikan ke posterior

cruciate ligament (PCL), anterior cruciate ligament (ACL), posterior oblique

ligament, insersi dari annular ligament pada meniskus mediolateral, posterior

patela, kapsul posterior patela, ligamen kolateral fibular, dan ligament kolateral

tibial. LAN adalah percabangan umum dari saraf peroneus yang mempersarafi

kapsul sendi tibiofibula dan jaringan lunak sendi lutut sisi lateral. MAN adalah

percabangan dari saraf saphenous yang mendistribusikan rangsangan ke kapsul

sendi sisi anterior dan medial, meniskus medial, ligament kolateral tibia, kapsul

posterior, permukaan patela, dan tendon patela. Intramuskular dan saraf otot

termasuk dalam golgi tendon organ dan muscle spindle yang didistribusikan oleh

Page 34: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

14

percabangan saraf femoralis, obturator, atau saraf sciatic tergantung dari posisi

myotome (Waryasz dan McDermott. 2008).

Gambar 2.5 Saraf Sensoris Sendi Lutut (Jensen. 2008)

2.1.2.5 Rantai Kinetik

Kalau kita perhatikan dalam komponen rantai kinetik (kinetic chain) sendi

lutut yaitu gerak fleksi dan ekstensi yang berhubungan dengan fungsi gerak dasar

sendi lutut. Berdasarkan hal tersebut biomekanika dari sendi lutut dibagi menjadi

dua komponen rantai kinetik, yaitu open kinetic chain (OKC) dan closed kinetic

chain (CKC). Rantai kinetik ditujukan untuk melihat kinerja otot pada angota

gerak bawah, yang memungkinkan untuk memberikan kekuatan, stabilisasi

anggota gerak bawah, dan memberikan tekanan berkelanjutan mulai dari bagian

distal pada akhir rantai kinetik (Nobre. 2012).

Page 35: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

15

Open kinetic chain (OKC) merupakan suatu gerakan yang mentitik beratkan

pada satu sendi saja, digerakkan oleh satu atau kelompok otot, melawan gravitasi

bumi, dan tidak bertumpu pada tubuh. Sedangkan closed kinetic chain (CKC)

merupakan suatu gerakan yang menggunakan lebih dari satu sendi yang bergerak

dengan bertumpu pada berat tubuh untuk memberikan pembebanan pada lebih

dari satu kelompok otot yang bekerja dalam waktu yang sama, baik agonis

maupun antagonis dan meningkatkan aktifasi dari propiosepsi angota gerak bawah

(Karandika et al. 2011; Nobre. 2012).

Berdasarkan konsep rantai kinetik tersebut, akan mempengaruhi dari gerak

sendi patellofemoral. Saat gerakan OKC hanya ada kinerja dari otot quadriceps

dan meningkatkan tekanan pada sendi patellofemoral. Karena titik gravitasi

berada di depan sendi lutut dan jika dilakukan pada posisi 90 derajat fleksi ke

ekstensi akan meningkatkan tekanan antara patela dengan trochlea. Saat gerakan

dengan bentuk rantai kinetik CKC, akan meningkatkan stabilitas sendi

patellofemoral dan meningkatkan aktivitas fungsional (Witvrouw et al. 2004 ;

Nobre. 2012). Sendi patela ini ditujukan untuk mengatur gerak dari sendi lutut,

yaitu untuk membantu gerak dari fleksi ke ekstensi dan sebagai lengan ayun yang

membantu kinerja otot quadriceps pada posisi fleksi 20o-60

o (Power et al. 2010).

Tendon quadriceps yang melekat pada tulang patela disebut dengan tendon

patela. Tendon patela ini merupakan komponen dari mekanisme gerak ekstensi

dari sendi lutut. Tendon patela ini dapat menahan beban ketika posisi lutut fleksi

saat gerakan closed kinetic chain (DeFrate et al. 2007).

Page 36: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

16

2.1.3 Etiologi Patellofemoral Pain Syndrome

Berdasarkan pengertian yang sudah dijelaskan bahwa PFPS perupakan

gangguan fungsi dari tulang patela terhadap letaknya pada trochlea tulang femur.

Tentunya ada beberapa penyebab yang mengakibatkan adanya nyeri di sekitar

tulang patela khususnya pada atlet. Dari beberapa studi mengatakan bahwa

penyebab PFPS yang utama adalah adanya penurunan fungsi dari otot quadriceps.

Menurut MacLean (2004), PFPS disebabkan oleh adanya ketidakstabilan tulang

patela terhadap femur yang bergeser ke sisi lateral akibat dari kelemahan otot

vastus medialis oblique (VMO). Bahkan otot VMO bisa menjadi atrofi sehingga

kontrol kerja otot menurun (Jensen. 2008) (Tabel 2.2).

Otot VMO yang atrofi tersebut dibuktikan pula oleh Petty et al (2011),

menyebutkan bahwa penyebab dari PFPS itu diakibatkan oleh adanya pengecilan

otot (atrofi) vastus medialis sehingga terjadinya ketidakseimbangan kinerja dari

grup otot quadriceps yang menjadikan kontrol motorik fungsional anggota gerak

bawah menjadi berubah dan membentuk gerak kompensasi. Dalam penelitiannya,

pada penderita PFPS terjadi penurunan cross sectional area dari otot VMO

dengan pebedaan kurang lebih dua sentimeter (± 2 cm) dengan yang bukan

penderita PFPS.

2.1.4 Patofisiologi Patellofemoral Pain Syndrome

PFPS merupakan kasus non trauma, melihat etiologi yang sudah dijelaskan di

atas, tentunya ada proses yang menjadikan patellofemoral pain syndrome

mengganggu aktifitas fisik atlet. Oleh karena adanya pergeseran dari posisi patela

Page 37: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

17

terhadap trochlea yang dapat menimbulkan gesekan dan merusak dari kapsul

sendi patellofemoral sehingga menimbulkan iritasi pada badan tulang patella sisi

posterior dan tulang femur. Tentunya adanya iritasi tersebut menimbulkan rasa

nyeri pada lutut sebagai tanda-tanda dari peradangan, seperti adanya bengkak dan

suhu sendi lutut lebih hangat dibandingkan dengan kaki yang normal. Namun

pada penderita PFPS yang sudah kronis akan ditemukan adanya atrofi grup otot

quadriceps terutama pada otot vastus medialis oblique (Petty et al. 2011).

Patofisiologi PFPS dapat disimpulkan menjadi dua faktor, yaitu faktor

neuromuskular dan biomekanika.

Tabel 2.2

Etiologi PFPS menurut beberapa pendapat

Sumber Etiologi PFPS

Lankhorst et al. 2013 Besarnya Q-angle

Besarnya sudut sulcus & Patella Tilt

Lemahnya otot Abduktor sendi panggul

Terbatasnya gerak eksternal rotasi sendi panggul

Bolgla & Boling. 2011 Quadriceps lemah,

Kerja otot quadriceps tidak seimbang,

Ketegang jaringan lunak sendi lutut,

Meningkatnya Q-angle,

Otot sendi panggul lemah,

Perubahan posisi/bentuk kaki

Jensen. 2008 Substance-P meningkat,

Posisi sendi lutut abnormal,

Reflex Simpathetic Dystrophy (RSD),

Menurunnya kekuatan quadriceps

MacLean. 2004 Lemah VMO,

Maltracking patella,

Joint Stress

Juhn. 1999 Overuse & overload,

Problem biomekanika & penurunan fungsi otot (pes planus, pes

cavus, q-angle, quadriceps lemah, tight ITB & hamstring).

Page 38: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

18

2.1.4.1 Faktor Neuromuskular

Quadriceps merupakan otot penggerak utama dan stabilisator dinamis tulang

patella. Pada penderita PFPS ditemukan penurunan kekuatan ekstensor lutut

(Pappas et al. 2012) dan ketidakseimbangan kerja otot (muscle imbalance) dari

quadriceps yaitu kinerja otot vastus medial oblique (VMO) lebih lambat

dibandingkan dengan otot vastus latelaris (VLO dan VLL) (Van Tiggelen et al.

2009). Selain adanya kelemahan dari otot VMO, tentu adanya penurunan masa

otot (atrofi) dari otot VMO. Atrofi otot tersebut meninhibisi dari sistem

neuromuskular dan menyebabkan kontrol motorik otot VMO menurun (Bolgla et

al. 2008; Page et al. 2010). Inhibisi tersebut membuat stabilisasi patella sisi

medial menjadi menurun, sehingga ligamen patellofemoral sisi medial (MPFL)

bekerja terus menerus untuk dapat mempertahankan posisi patella. Melihat dari

letaknya, MPFL yang melekat dengan tendon otot VMO memiliki hubungan

cross sectional area (CSA) dalam memberikan kemampuan stabilisasi pada tulang

patella. Maka dari itu stabilisator patella sisi lateral akan menarik patella lebih ke

arah lateral dan menyebabkan tulang patella bergesakan dengan tulang femur pada

trochlea. Setelah dilakukan observasi ternyata onset kinerja otot VMO pada

penderita PFPS menurun lima millisecond (5 ms) (Fagan dan Delahunt. 2008)

Seiring dengan aktifitas fungsional olahraga yang memerlukan kekuatan dari

grup otot quadriceps. Otot quadriceps memerlukan otot lain untuk tetap dapat

melakukan gerak fungsional. Oleh karena itu otot vastus lateralis dan illiotibial

band akan terus-menerus bekerja untuk dapat menstabilkan patela hingga

menimbulkan ketegangan otot dan juga dapat meningkatkan tarikan patela ke

Page 39: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

19

lateral yang dapat menekan patella terhadap trochlea femur (Pecina dan Bojanic.

2004). Tidak simetrisnya rotasi dari sendi panggul (hip joint) ke arah internal

rotasi menyebabkan gerak kompensasi dari sendi lutut untuk dapat menstabilkan

posisi patella ke sisi medial yang ditujukan untuk dapat mengurangi nyeri pada

sendi lutut (Cibulka et al. 2005). Menurut Page et al (2010), ketegangan otot-otot

stabilisator patela sisi lateral dikarenakan adanya pemendekan facia dari

stabilisator lateral patella dan illiotibial band sisi distal karena adanya kelemahan

dari otot gluteus medius.

Gambar 2.6 Ilustrasi Patela tilt ke lateral akibat tidak stabilnya sisi medial (Pecina

dan Bojanic. 2004)

2.1.4.2 Faktor Biomekanika

Melihat gangguan pada sistem neuromuskular grup otot quadriceps terhadap

pergeseran tulang patella ke lateral akibat dari ketidakseimbangnya fungsi otot

quadriceps. Pergeseran patella menjadi mekanika penyebab dari kasus PFPS ini.

Pergeseran patella tersebut dapat meningkatkan sudut dari grup otot quadriceps

(q-angle). Sudut normal dari q-angle kurang dari 15o. Jika lebih maka akan

mengakibatkan kerusakan pada badan facet patela sisi lateral dengan trochlea

(Bolgla dan Boling. 2011).

Page 40: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

20

Postur anggota gerak bawah akan mempengaruhi dari q-angle. Dimana tulang

tibia yang mengalami perputaran (torsion) ke arah eksternal rotasi saat sendi lutut

bergerak ektensi penuh yang disebut dengan screw home mechanism (Amis.

2007). Sudut resultan yang meningkat berakibat tarikan otot quadriceps

meningkat, sehingga dapat menarik patella ke proximal-lateral saat ekstensi.

Sudut Q-angle lutut yang tidak normal sebesar ≥ 15o-20

o. Karena perubahan dari

sudut q-angle menyebabkan patella tertarik ke arah lateral (Aminaka et al. 2005;

Sheehan et al. 2010). Namun, beberapa pendapat mengatakan PFPS dikarenakan

oleh adanya postur anggota gerak bawah atlet membentuk huruf X atau disebut

dengan valgus postur. hal tersebut dapat dijadikan indikator khusus pada kasus

PFPS (Tallay et al. 2004; Santos. 2006).

Gambar 2.7 Grafik perbedaan Q-angle antara yang tidak cedera

dengan yang cedera (Herrington. 2012)

Page 41: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

21

Pergeseran tulang patella ada yang hanya bergeser ke lateral saja, tulang

patela mengalami perputaran diagonal, dan bahkan sisi medial patella terangkat

(patellar tilt) sehingga sisi lateral patella dengan femur saling bergesekan.

Gambar 2.8 A. Sendi Patellofemoral dalam posisi normal. B. (lihat dari atas ke

bawah) Patela bergeser ke lateral, patella terangkat ke lateral, dan patella internal

rotasi (Aminaka et al. 2005)

2.1.5 Pemeriksaan Spesifik pada PFPS

Untuk dapat memastikan suatu atlit tersebut mengalami patellofemoral pain

syndrome memerlukan pemeriksaan spesifik yang akurat. Pemeriksaan spesifik

Page 42: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

22

yang dapat dilakukan adalah dengan menggunaan pemeriksaan ortopedi khusus

patella, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, dan musculoskeletal

ultrasound diagnostic. Dalam penelitian ini menggunakan tehnik pemeriksaan

ortopedi secara manual dengan cara memprovokasi rasa nyeri, mengukur q-angle,

dan antropometri quadriceps.

2.1.5.1 Pemeriksaan manual ortopedi

Pemeriksaan manual ortopedi dilakukan dengan cara observasi dan

memprovokasi nyeri pada patella. Dengan menggunakan tehnik patellar

apprehension test. Patela apprehension test adalah pemeriksaan untuk melihat

reaksi nyeri yang terjadi saat patela di geser ke lateral. Caranya dengan

memposisikan pasien tidur terlentang dengan sendi lutut ditekuk 30 derajat.

Dalam posisi tersebut pemeriksa menarik patella ke lateral dan secara perlahan

pemeriksa meluruskan kaki pasien hingga ekstensi penuh (Nijs-jo et al. 2006).

Pemeriksaan ini tingkat akurasinya mencapai 94,1 % jika dilakukan dengan benar

( Ahmad et al. 2009).

Gambar 2.9 Patellar Apprehension Test (Nijs-jo et al. 2006)

Page 43: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

23

2.1.5.2 Mengukur Q-angle

Mengukur q-angle dengan menggunakan goniometer adalah dengan

memposisikan pasien tidur terlentang dan menarik garis dengan titik poros di titik

tengah tulang patela. Kemudian menarik garis superior iliac anterior spine (SIAS)

ke patela dan tuberositas tibia ke patella. Agar hasilnya akurat posisi tulang patella

di posisikan ke tengah dari trochlea dengan menekuk sendi lutut 30 derajat

(Madani et al. 2010).

Gambar 2.10 Pengukuran Q-angle (Madani et al. 2010)

2.1.5.3 Antropometri Quadriceps

Untuk mengukur besar masa otot vastus medialis oblique diperlukan

pengukuran lingkar paha dengan menggunakan pita ukur. Dengan pengukuran di

mulai dari titik tengah patela, dan titik tengah tulang paha (10 sentimeter ke atas

Page 44: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

24

dari titik tengah patela dan 20 sentimeter dari titik tengah patela) (Petty et al.

2011) .

2.1.6 Penanganan Patellofemoral Pain Syndrome

Berdasarkan problem-problem yang dialami oleh penderita PFPS dan telah

kita ketahui beberapa faktor penyebabnya yang menjadikan PFPS ini kasus yang

sering terjadi dan dialami oleh beberapa atlit. Oleh karena itu adapun tujuan

penanganan konservatif berupa pengembalian fungsi dari otot VMO dan

mengontrol postur anggota gerak bawah menjadi prioritas utama. Program

konservatif tersebut dengan menggunakan terapi latihan dan menggunakan

tambahan taping atau perekat sebagai koreksi dari posisi patella dan kinesiotaping

untuk memfasilitasi kinerja otot vastus medialis oblique untuk menstabilkan

posisi patella ke posisi normal, serta menginhibisi vastus lateral oblique dan

vastus lateralis longus juga sangat efektif untuk mengurangi tarikan patela ke

lateral dan nyeri saat dilakukannya program terapi latihan (Chi-Chen et al. 2007;

Slupik et al. 2007).

2.2 Kinesiotape

2.2.1 Pengertian

Kinesiotape (KT) merupakan salah satu perekat yang digunakan oleh

fisioterapis, dokter, sport medicine, & personal trainer untuk membantu

pemulihan dan menopang otot yang sedang mengalami cedera. KT ini ditemukan

oleh seorang chiropractor, Kase et al (2003), di Jepang dan sangat sering

Page 45: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

25

digunakan di Eropa dan Asia, namun sangat popular di United States.

Kinesiotape ini berbeda dengan taping/perekat yang sering digunakan untuk

menyokong atau menahan sendi, melainkan perekat yang dibuat hampir

menyerupai dengan kulit dan ketebalannya seperti epidermis kulit tubuh manusia,

serta dapat diregangkan hingga 140% dari panjang normal sebelum di aplikasikan

ke kulit, sehingga memberikan ketegangan yang kuat saat di aplikasikan pada

kulit (Thelen. 2008; Prentice. 2011).

Metode kinesiotape ini dikembangkan berdasarkan struktur jaringan otot yang

sebagai penggerak utama tubuh manusia. Pemasangan diawali dengan mengukur

lembar kinesiotape mulai dari 2 inci dibawah origo atau 2 inci diatas insersi otot.

Pemasangannya tentu diharuskan untuk menyesuaikan bentuk dari posisi anatomi

tubuh manusia. dasar dari pemasangan kinesiotape ini selalu di awali dan diakhiri

tanpa adanya tegangan dari kinesiotaping. Hal tersebut dikarenakan untuk

meminimalisir rasa yang kurang nyaman dari aplikasi kinesiotape ini (Kase et al.

2003).

Ketika menggunakan aplikasi ini perlu mengetahui derajat dari tegangan atau

uluran yang diperlukan pada area yang menjadi target. Jika terlalu banyak uluran

atau tegangan, maka tidak akan ada pengaruh apapun di bawah kulit. Jadi lebih

baik jangan memberikan aplikasi ini dengan uluran yang terlalu panjang. Karena

tegangan atau uluran pada kinesiotape akan mempengaruhi keberhasilan yang

diharapkan. Dalam pengaplikasiannya, tehnik yang diperlukan hanya sebesar

25%, Namun pengukuran persentase penguluran tersebut sangatlah deskriptif dan

Page 46: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

26

tergantung dari kemampuan feeling dan pengalaman dalam mengulur taping

tersebut (Kase et al. 2003).

Tabel 2.3

Kemampuan Uluran Kinesiotape

Tarikan Kinesiotape Persentase

Penuh = 100%

Berat = 75%

Sedang = 50%

Ringan (ketika kertas dilepas) = 15-25%

Sangat ringan = 0-15%

Tidak diulur = 0%

Sumber Kase et al. 2003

2.2.2 Pengaruh Fisiologi

Kinesiotape ini merangsang atau memfasilitasi beberapa proses fisiologi

tubuh manusia, seperti melancarkan aktivitas sistem limfatik, dan mekanisme

analgesic endogen serta meningkatkan mikrosirkulasi. Kinesiotape memiliki

pangaruh recoil yang dapat mengangkat kulit dan memberikan ruang pemisah

antara kulit dengan otot, sehingga dapat melancarkan sirkulasi limfatik dan darah

dengan adanya gerakan otot (Hendrick. 2010). Serta meningkatkan aktivitas

propiosepsi melalui kulit untuk menormalisasikan tonus otot, mengurangi nyeri,

mengkoreksi ketidaksesuaian posisi jaringan dan menstimulus atau merangsang

mekanoreseptor di kulit (Slupik et al. 2007; Akbas. 2011; Prentice. 2011).

2.2.3 Pengaruh Neuromuskular

Kinesiotape melalui reseptor di cutaneous dapat memberikan rangsangan

kepada sistem neuromuskular dalam mengaktifasi kinerja saraf dan otot saat

melakukan suatu gerak fungsional (Yasukawa et al. 2006). Selain itu juga

kinesiotape dapat menurunkan tonus otot yang mengalami ketegangan yang

Page 47: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

27

berlebih akibat adanya kontrol neuromuskular yang kurang baik. Kinesiotape akan

memfasilitasi melalui mekanoreseptor yang berada pada kulit untuk mengarahkan

gerakan yang diinginkan dan akan memberikan rasa nyaman pada area yang

dipasangkan KT ini (Kase et al. 2003). Pada praktiknya, kinesiotape dapat

memfasilitasi suatu gerakan karena adanya tarikan atau penguluran dari

kinesiotape itu sendiri baik dari sisi distal ke proksimal dan dari sisi proksimal ke

distal, ataupun diberikan ke arah gerakan yang diinginkan.

Gambar 2.11 Pengaruh Kinesiotape Pada Jaringan Lunak (Graham dan

Howey.2011)

Dalam sebuah penelitian, KT secara klinis akan meningkatkan kemampuan

bioelektrik otot dengan menggunakan electromyography (EMG) setelah 24 jam

pemasangan KT dan akan menurun fungsinya setelah empat hari pemakaian. Hal

tersebut dapat menjelaskan bahwa pemberian kinesiotape cukup sampai dengan

tiga hari karena puncak pengaruh dari kinesiotape setelah 24 jam akan

memfasilitasi motor unit untuk dapat melakukan kontraksi dan setelah 72 jam

Kinesiotape

Page 48: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

28

tonus otot menurun, sehingga untuk mengurangi dari tonus otot yang berlebih

disarankan pemasangan cukup sampai dengan tiga hari (Kase et al. 2003; Slupik

et al. 2007).

Gambar 2.12 Grafik Observasi EMG Perubahan Aktivitas Otot dengan

Menggunakan Kinesiotape (Slupik et al. 2007)

2.2.4 Pengaruh Biomekanika

Setelah melihat aktifitas motor unit setelah menggunakan kinesiotaping

dengan menggunakan EMG setelah 24 jam terjadi peningkatan yang sangat

signifikan. Oleh karena itu aktifitas dari motor unit untuk dapat menggerakkan

sendi tentu akan mempermudah gerakan menjadi lebih terbantu dan efisien. Hal

tersebut dapat kita lihat dari penelitian oleh Hsu et al. (2009), bahwa kinesiotape

memliki pengaruh positif terhadap perubahan gerak scapula pada kasus

impingement sendi bahu.

Page 49: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

29

2.3 Resiko Cedera

2.3.1 Pengertian

Setiap aktivitas fisik dalam kegiatan olahraga, baik itu sebagai olahraga

rekreasi dan olahraga prestasi tentunya memiliki resiko cedera. Resiko cedera

tersebut tergantung dari tingkat kesulitan atau beban olahraga itu sendiri. Jika

aktivitas olahraga itu ringan atau tidak dilakukan dengan ada kontak tubuh

ataupun dengan kecepatan tinggi, resiko cedera yang mungkin terjadipun ringan,

begitu pula sebaliknya.

Gambar 2.13 Piramida hubungan aktifitas fisik terhadap resiko cedera

(Simunovic. 2002)

Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integument, otot dan rangka yang

disebabkan oleh kegiatan olahraga. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

cedera, antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural, kelemahan otot

dan penopang sendi (Bahr et al. 2003). Resiko terjadinya cedera dibagi menjadi

dua faktor, yaitu faktor internal atlit sendiri (intrinsik) yang berhubungan dengan

faktor resiko dan faktor lingkungan (ektrinsik).

Page 50: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

30

Faktor intrinsik terdiri dari komponen yang dimiliki oleh atlit (kekuatan,

umur, riwayat cedera, dll). Dimana komponen tersebut mempengaruhi dari

performa atlit ketika berlatih dan bertanding. Faktor resiko cedera intrinsik ini

dapat diminimalisir untuk terjadinya resiko cedera. Faktor ekstrinsik merupakan

faktor dari lingkungan luar tubuh atlit yang mempengaruhi terjadinya resiko

cedera (Meeuwise et al. 2007). Potensi faktor resiko cedera dibagi menjadi dua,

yaitu potensi yang tidak dapat dimodifikasi dan potensi yang dapat di modifikasi

(Habelt et al. 2011). Hal tersebut berkaitan dengan faktor intrinsik dan ekstrinsik

yang dimiliki dan dialami oleh atlit itu sendiri.

Tabel 2.4

Potensi Faktor Resiko Cedera

Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik

Potensi yang tidak dapat

dimodifikasi

Tipe Olahraga Umur

Tingkat Olahraga

(pro/amatir)

Cedera Sebelumnya

Posisi Jenis Kelamin

Waktu Musim Pertandinga

Cuaca

Potensi yang dapat dimodifikasi Peralatan Koordinasi

Permukaan Lapangan Tingkat Kebugaran

Waktu Pertandingan Kelenturan

Peraturan Propiosepsi

Kekuatan

Bentuk Pelatihan

Fisik

Faktor Psikologis

Sumber Habelt et al. 2011

Pada era saat ini banyak peneliti mencari suatu alat ukur untuk mengetahui

resiko cedera pada atlit atau olahragawan. Dimana alat ukur tersebut

mempengaruhi dari faktor intrinsik yang dimiliki oleh atlit. Terkait dengan

gerakan fungsional dalam aktifitas olahraga.

Page 51: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

31

Pentingnya kita mengetahui dari kemampuan gerak fungsional pada setiap

individu pada atlit ataupun pemain adalah untuk memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh fisioterapis, pelatih, dokter, fisiologi olahraga, dan ahli olahraga

lainnya terkait dengan kemampuan fungsional atlit. Kemampuan fungsional

merupakan kombinasi dari performa otot, daya tahan otot, fleksibilitas,

koordinasi, stabilitas, dan keseimbangan (Kisner et al. 2007). Jika seluruh

kemampuan tersebut sudah dimiliki dalam tubuh individu, maka kemampuan

fungsional atlit sudah siap untuk melakukan gerakan-gerakan yang memerlukan

tenaga, daya ledak, kecepatan, dan kelincahan pada permainan dalam cabang

olahraga yang ditekuninya. Dan jika salah satu komponen dalam fungsional tidak

dimiliki oleh atlit, akan dapat mempengaruhi komponen lainnya.

Gambar 2.14 Komponen kemampuan fungsional (Kisner et al. 2007)

Ada sebuah sistem yang dibuat oleh Gray Cook dan Lee Burton (2006), yaitu

Functional Movement Screening (FMS) atau pemeriksaan gerakan fungsional.

Page 52: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

32

FMS ini dapat dijadikan sebagai alat evaluasi yang kuantitatif. Dimana terdapat

tiga penilaian yang diberikan untuk mengetahui kemampuan gerak fungsional

individu. Dan tujuh gerakan fungsional terdiri dari kemampuan fungsional

anggota gerak atas dan anggota gerak bawah (Mo-An et al. 2012).

FMS berbeda dengan pemeriksaan fisik lainnya yang selalu mengukur

banyaknya repetisi dalam waktu yang telah ditentukan ataupun lamanya waktu

yang dapat dilakukan sampai atlit tersebut berhenti. FMS mengukur dari sisi

pendekatan fungsional dengan prinsip propioceptive neuromuscular facilitation

(PNF), sinergi kinerja otot dan pembelajaran motorik (motor learning) (Cook et

al. 2006).

2.3.2 Prediktor Resiko Cedera

Banyak program latihan yang diberikan oleh beberapa pelatih dan fisioterapis

terkait dengan program preventif untuk memperkecil resiko terjadinya cedera.

Namun program-program latihan yang diberikan belum tentu efektif jika tidak

diuji menggunakan alat evaluasi yang sesuai. Resiko terjadi cedera diakibatkan

oleh karena adanya gerak kompensasi yang seharusnya tidak ada. Gerak

kompensasi merupakan gerakan diluar dari satu pola gerak fungsional, namun

gerakan kompensasi tersebut ditujukan untuk mencapai satu pola gerak fungsional

tertentu (Cook et al. 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas kita telah mengetahui bahwa FMS ini

berhubungan dengan gerakan-gerakan fungsional dalam olahraga. Sehingga FMS

Page 53: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

33

dapat dijadikan sebagai alat ukur prediktor resiko cedera dan alat evaluasi

program latihan preventif.

Beberapa hasil penelitian menyatakan FMS sangat cocok untuk mengukur

kemampuan fungsional dalam mengurangi resiko cedera. Total dari nilai

pengukuran FMS ini 21 jika setiap pemeriksaan mendapat nilai tiga, dan jika total

nilai kurang dari 14 (< 14) dapat disimpulkan resiko cedera tinggi (Kiesel et al.

2007; Chorba et al. 2010). Secara statistik tidak ada perbedaan nilai FMS antara

pria dan wanita (Schneiders et al. 2011).

Ketidaksimetrisan dan keterbatasan gerak dalam FMS sudah dihubngkan

dengan peningkatan resiko cedera. Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan

fungsional ini menghasilkan gerak kompesasi yang tidak efisien. Kompensasi ini

menyebabkan tingginya resiko cedera, bahkan jika dilakukan pada tingkat

performa yang tinggi (Mo-An et al. 2012).

Berdasarkan penelitian Chorba et al. (2010), gerak kompensasi pada aktivitas

fungsional dapat mempengaruhi resiko terjadinya cedera terutama pada anggota

gerak bawah, 69% dari 38 sampel penelitiannya mendapatkan nilai kurang dari

sama dengan 14 dan mengalami cedera sepanjang musim pertandingan. Dapat

disimpulkan bahwa nilai dari FMS memiliki korelasi terhadap resiko cedera yang

mungkin akan terjadi saat musim pertandingan.

Evaluasi menggunakan FMS tentunya memerlukan penilai yang mampu

mengobservasi setiap gerakan fungsional dalam pemeriksaan ini. Dengan

mengetahui gerakan normal dan gerakan kompensasi yang akan terjadi saat

Page 54: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

34

pemeriksaan dilakukan. Releabilitas FMS ini, jika diuji oleh dua orang penguji

yang berbeda (Interrater) maka hasilnya akan tetap sama.

Gambar 2.15 Grafik linear hubungan antara nilai FMS dengan resiko cedera

(Chorba et al. 2010)

Hal tersebut dibuktikan bahwa FMS memiliki reabilitas interrater yang

tinggi dan dapat digunakan oleh siapapun yang sudah diberi pelatihan FMS

sebelum melakukan skrining pada atlet (Minick et al. 2010; Smith et al. 2012;

Onate et al. 2012; Teyhen et al. 2012). Hal tersebut di uji dengan statistik kappa

untuk melihat hasil pemeriksaan oleh pemeriksa amatir dibandingkan dengan

pemeriksa yang berpengalaman.

Gerakan yang digunakan dalam FMS terdiri dari Deep Squat, Hurdle Step, In

Line Lunge, Shoulder Mobility, Active Straight Leg Raise, Trunk Stability Push

Up,dan Rotary Stabilty. Namun pada penelitian ini berfokus pada anggota gerak

bawah terkait dengan kasus patellofemoral pain syndrome. Dengan mengambil

Page 55: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

35

enam dari tujuh gerakan FMS berupa gerakan Active Straight Leg Raise, Trunk

Stability Push Up, Rotary Stabilty, Deep Squat, Hurdle Step, dan In Line Lunge.

Tabel 2.5

Nilai Kappa dalam perbandingan nilai rata-rata penilai amatir dengan

penilai berpengalaman (L=Kiri, R=Kanan; n=39)

Sumber : Minick et al. 2010; Schneiders et al. 2011

Page 56: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

36

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Pada individu atau atlit yang memiliki permasalahan patellofemoral pain

syndrome akan mengalami beberapa problema seperti nyeri di sekitar lutut bagian

depan saat squat, naik-turun tangga, dll. PFPS memiliki permasalahan pada

stabilisator medial patela yaitu kelemahan otot vastus medialis oblique yang

berkontribusi besar pada gerak sendi lutut baik pada open chain kinetic dan closed

kinetic chain. Permasalahan tersebut disebabkan oleh perpindahan posisi tulang

patela ke arah lateral dan menghasilkan rasa nyeri di sisi depan sendi lutut.

Terdapat kinerja otot quadriceps yang tidak seimbang, dimana aktifitas otot

vastus lateralis terus meningkat untuk tetap dapat melakukan aktifitas fungsional.

Beberapa literatur mengatakan bahwa penderita PFPS perlu mengaktifasi atau

meningkatkan kinerja dari otot vastus medialis oblique yang ditujukan untuk

dapat mereposisi dan menstabilkan posisi dari tulang patella yang mengalami

kesalahan posisi (maltracking), baik patella tersebut mengalami rotasi ke lateral

(internal rotation), bergeser ke lateral, dan terangkat ke lateral.

Namun melihat kondisi kompetisi yang harus dilakukan oleh atlit yang

mengalami patellofemoral pain syndrome memerlukan penanganan yang tepat

untuk mengurangi gejala dan mencegah cedera berulang atau memperburuk

kondisi. Saat ini banyak perkembangan alat bantu yang dapat digunakan seperti

kinesiotape.

Page 57: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

37

Pada PFPS penggunaan kinesiotape ditujukan untuk memfasilitasi kinerja

otot vastus medialis oblique untuk meningkatkan kinerja neuromuskular anggota

gerak bawah dan mengontrol posisi patella. Reposisi patela ke medial ditujukan

untuk mengurangi gesekan antar tulang patela dan femur sehingga rasa nyeri dan

bengkak dapat berkurang. Serta menginhibisi otot vastus lateralis dalam

mengurangi gesekan dari patela ke arah lateral terhadap femur.

Untuk mengetahui manfaat kinesiotape pada penderita PFPS dalam mencegah

resiko cedera berulang, memerlukan evaluasi berupa skrining kemampuan

fungsional atlit dalam mendeteksi resiko cedera yang mungkin akan terjadi.

Functional Movement Screening (FMS) merupakan salah satu skrining yang dapat

dilakukan kepada atlet. Sebagai tolak ukur posisi patela yang sudah di reposisi

menggunakan kinesiotape dapat diberikan evaluasi dengan mengukur sudut q-

angle menggunakan goniometer. Berdasarkan manfaat penggunaan kinesiotape,

observasi pengukuran ini dilakukan selama tiga hari.

Page 58: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

38

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan analisis dan sintesis dari teori di atas yang menjadi landasan

berpikir peneliti dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan konsep penelitian

sebagai berikut:

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Faktor Eksternal

a. Gerakan Sendi

b. Waktu Pertandingan

c. Performa

Penggunaan Kinesiotaping

a. Fasilitasi VMO

b. Reposisi Patela

c. Inhibisi VL & ITB

Menurunkan Resiko

Cedera berulang PFPS

dan derajat Q-Angle

Faktor Internal

a. Usia

b. Riwayat PFPS

c. Anatomi

Patellofemoral Pain

Syndrome (PFPS)

Page 59: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

39

3.3 Hipotesis

Berdasarkan hal tersebut peneliti membuat hipotesis yang berkaitan dengan

kerangka berpikir dan konsep tersebut diatas, sebagai berikut:

3.3.1 Penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat

plasebo dalam mengurangi resiko cedera berulang pada penderita

patellofemoral pain syndrome.

3.3.2 Penggunaan Kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat

plasebo dalam mengurangi derajat Q-angle pada penderita patellofemoral

pain syndrome.

3.3.3 Penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi resiko cedera

berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

3.3.4 Penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi resiko

cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

3.3.5 Penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi derajat Q-

angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

3.3.6 Penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi derajat Q-

angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

Page 60: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

40

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalah Randomized Clinical Trial Design. 9 Responden untuk

kelompok kinesiotape (perlakuan) dan 8 responden untuk kelompok plasebo

(kontrol). Semua kelompok di ukur kemampuan fungsional dengan Functional

Movement Screening (FMS) dan derajat Q-angle dengan menggunakan

goniometer antara perlakuan Kinesiotape dan perlakuan kontrol plasebo diberikan

intervensi secara bersamaan, kemudian masing-masing perlakuan diobservasi.

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan

P : Populasi

S : Sampel

R : Randomisasi

RA : Randomisasi Alokasi

P0 : Kelompok Kinesiotape

P2 : Kelompok Plasebo

O1 : Observasi data awal FMS dan Q-angle kelompok KT

O2 : Observasi data akhir FMS dan Q-angle kelompok KT

O3 : Observasi data awal FMS dan Q-angle kelompok Plasebo

O4 : Observasi data awal FMS dan Q-angle kelompok Plasebo

P S R

O

3 O4

O2 O

1

RA

A

P0

P1

Page 61: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

41

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat : Klinik Fisioterapi JPP

Waktu Penelitian : tiga bulan (bulan April sampai Juni 2013).

Waktu Observasi : tiga hari per responden

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah klien yang terindikasi Patellofemoral

Pain Syndrome dengan criteria sebagai berikut :

4.3.1.1 Adanya nyeri saat dilakukan apprehension test.

4.3.1.2 Adanya nyeri saat Squat dan Single Leg Step Box

4.3.1.3 Adanya atrofi otot VMO unilateral.

4.3.1.4 Adanya taut band di Lateral Retinacullum.

4.3.1.5 Q-angle lebih dari 15o

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut:

4.3.2.1 Kriteria inklusi

Terdiri dari :

4.3.2.1.1 Responden yang aktif melakukan olahraga baik atlit professional

maupun amatir.

4.3.2.1.2 Terindikasi adanya Patellofemoral Pain Syndrome dengan

dilakukannya pemeriksaan khusus.

Page 62: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

42

4.3.2.1.3 Tidak memiliki gangguan sensibilitas kulit, terutama area otot

quadriceps.

4.3.2.1.4 Tidak terinfeksi karena luka terbuka pada area sendi lutut.

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi

Terdiri dari :

4.3.2.2.1 Memiliki cedera lain selain PFPS seperti, meniscus, dan kesobekan

ligament sendi lutut.

4.3.2.2.2 Responden tidak bersedia dan tidak bisa bekerja sama dalam mengkuti

penelitian.

4.3.3 Besar sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan, untuk

mengetahui hasil FMS terkait dengan resiko cedera. Perhitungan sampel dengan

menggunakan rumus pocock .Dengan mengambil data dari penelitian sebelumnya yaitu

penelitian yang disusun oleh Mo-An et al (2012), di Amerika didapatkan nilai rerata

FMS kelompok kontrol µ1=2,05 dan standar deviasi = 0,52, dengan estimasi perubahan

36% sehingga µ2=2,79. Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel tiap kelompok

adalah:

n = 2 ∫ (.)

(µ2- µ12)2

= 2 x (0,52)2 x 7,9

(2,79-2,05)2

= 0,54 x 7,9

0,55

= 7,7 dibulatkan (8)

Page 63: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

43

Keterangan:

= Standar deviasi kelompok kontrol

µ1 = Rerata/mean kelompok kontrol yang diberi plasebo

µ2 = Rerata/mean kelompok perlakuan yang diberi kinesiotape

α = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05);

interval kepercayaan (1-0,05) = 0,95

β = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20)

tingkat kekuatan uji (power of test) 0,80

∫( α ,β) = interval kepercayaan 7,9 (sesuai tabel pocock)

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel

sebanyak ditambah kenaikan 10% menjadi 8,8 dengan pembulatan menjadi 9

responden setiap kelompoknya. Sehingga total sampel sebanyak 18 responden.

4.3.4 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

4.3.4.1 Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi di klinik

JPP yang terindikasi PFPS.

4.3.4.2 Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi berdasarkan kriteria inklusi.

4.3.4.3 Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 18 responden subjek yang

memenuhi kriteria inklusi diberi nomor urut yang berbeda sebanyak 18

responden.

4.3.4.4 Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok masing-masing

kelompok sejumlah 9 responden. Pembagian kelompok dilakukan

dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok-1 akan diberikan

kinesiotape pada otot quadriceps dan patella dan kelompok-2 akan

menerima perekat plasebo.

Page 64: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

44

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas

Variable bebas dalam penelitian ini adalah Kinesiotape dan perekat

plasebo.

4.4.2 Variabel tergantung

Variable tergantung yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

resiko cedera berulang dan q-angle penderita patellofemoral pain

syndrome.

4.4.3 Definisi Operasional

4.4.3.1 Patellofemoral pain syndrome (PFPS) merupakan kondisi cedera yang

dikarenakan oleh adanya kesalahan gerak patella (maltracking) ke sisi

lateral, yang didiagnosis oleh fisioterapis berdasarkan pemeriksaan

Patellar Apprehension Test, Pengukuran Q-angle, dan Antropometri

Quadriceps.

4.4.3.2 Kinesiotape adalah perekat elastis yang digunakan dalam penelitian ini

untuk memfasilitasi otot vastus medialis oblique, meresposisi patella ke

medial dan mengurangi ketegangan (tightness) pada otot illiotibial band

dan vastus lateralis. Pemberian kinesiotape ini di pasangkan selama tiga

hari untuk mengetahui efektifitas dari kinesiotape itu sendiri. Tehnik

pemasangan kinesiotape sebagai berikut :

4.4.3.2.1 Pertama berikan fasilitasi pada otot vastus medialis oblique dengan

menggunakan kinesiotape (KT) kurang lebih panjangnya 20 cm dan

berikan potongan pada sisi tengah (potongan huruf Y) dan sisakan 5 cm

Page 65: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

45

sebagai jangkar. Fleksikan kaki kira-kira 30o dan letakkan jangkar pada

origo VMO. Kemudian potongan taping diletakkan melingkari VMO

dengan tarikan 25-50%.

Gambar 4.2 Aplikasi Kinesiotape pada Otot Vastus Medialis Oblique, A. palpasi

otot VMO, B. Pengukuran kinesiotape sesuai panjang otot VMO, C. Perekatan

kinesiotape Y shape yang ditarik dari proksimal ke distal dan kedua cabang

KTmelingkari otot VMO, D. HAsil akhir fasilitasi VMO.

(Sumber Dokumentasi Pribadi)

4.4.3.2.2 Untuk koreksi posisi patella, dengan posisi lutut yang sama, ambil 17

cm KT dan potong membentuk huruf Y berikan 5 cm sebagai jangkar.

Letakkan jangkar tepat di atas epikondilus medial tulang femur. Lalu

lingkari patella dengan potongan KT tersebut dengan tarikan 25%.

A. B.

D. C.

Page 66: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

46

Gambar 4.3 Aplikasi Kinesiotape pada Patela, A. aplikasi kinesiotape Y shape

dari sisi medial ke lateral dengan melingkari tulang patella pada posisi sendi lutut

30o, B. Aplikasi kinesiotape yang melingkari patella, C. Hasil akhir koreksi

patella.

(Sumber Dokumentasi Pribadi)

4.4.3.2.3 Untuk menginhibisi otot vastus lateralis dan illiotibial band posisikan

pasien tidur miring dengan target kaki yang akan diberikan KT berada

di atas. Kemudian pasien diminta untuk menekukkan kaki yang menjadi

target, lalu panggul hiperekestensikan dan adduksikan. Hal tersebut

untuk mengulur otot vastus lateralis dan illiotibial band. Dengan posisi

tersebut berikan taping sepanjang otot vastus lateralis tanpa dipotong

sisi tengahnya (bentuk huruf I) berikan jangkar 5 cm yang diletakkan di

tuberositas tibia dan berikan tarikan ke proksimal 25%.

A. B. C.

Page 67: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

47

Gambar 4.4 Aplikasi Kinesiotape pada Otot Vastus Lateralis dan Iliotibial Band,

A. penguluran otot Vastus Lateralis dan ITB, B. perekatan jangkar pada

tuberositas tibia, C. Perekatan kinesiotape dari distal ke proksimal dalam posisi

penguluran, D. hasil akhir perekatan kinesiotape.

(Sumber Dokumentasi Pribadi)

4.4.3.2.4 Untuk mengurangi ketegangan otot vastus lateralis dan illiotibial band

posisikan pasien duduk dengan kaki lurus. Kemudian aplikasikan tehnik

koreksi facia pada otot vastus lateralis dan illiotibial band dengan

bentuk Y berikan jangkar 7 cm yang diletakkan sisi lateral tepat di atas

bagian otot yang mengalami ketegangan dan berikan tarikan ke medial

25%.

A. B.

D. C.

Page 68: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

48

Gambar 4.5 Aplikasi Kinesiotape Koreksi Facia Iliotibial Band dan Vastus

Lateralis, A. Rekatkan jangkar tranversal dari otot Vastus Lateralis dan ITB, B

dan C Lingkarkan potongan kinesiotape di sepanjang otot tersebut, D. Hasil akhir

koreksi facia.

(Sumber Dokumentasi Pribadi)

4.4.3.3 Perekat plasebo adalah suatu perekat tidak elastic dengan metode

pemasangan sama dengan kinesiotape dan dipasangkan selama tiga hari.

Gambar 4.6 Aplikasi Perekat Plasebo, A. Facilitasi VMO, B. Koreksi Patela, C.

Inhibisi ITB dan Vastus Lateralis, D. Koreksi facia

Sumber Dokumentasi Pribadi

4.4.3.3.1 Resiko cedera berulang merupakan suatu kerusakan muskuloskeletal

yang di akibatkan oleh aktivitas olahraga, untuk mengetahui resiko

cedera berulang tersebut dapat dinilai dengan mengobservasi gerak

kompensasi pada gerakan fungsional olahraga dengan penilaian FMS.

A. B. C. D.

A. B.

D. C.

Page 69: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

49

Dalam penelitian ini hanya mengambil tiga gerakan fungsional

anggota gerak bawah dari total tujuh gerakan dalam FMS. Dengan

memberikan penilaian terbesar tiga, yang terdiri dari nilai 0 gerakan

tidak dapat dilakukan karena nyeri, nilai 1 tidak bisa menyelesaikan

gerakan, nilai 2 dapat menyelesaikan gerakan dengan kompensasi, dan

nilai 3 dapat menyelesaikan gerakan dengan baik. Tiga gerakan

tersebut terdiri dari Deep Squat, Hurdle Step, In Line Lunges, Active

Straight Leg Raise, Rotary Stability, dan Trunk Stability Push Up

dengan penjelasan sebagai berikut :

4.4.3.3.2 Deep Squat

Deep squat adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk menantang mekanika

total tubuh bila dilakukan dengan benar. Tujuan deep squat adalah gerakan dasar

yang diperlukan dalam selruh aktifitas olahraga. Ini adalah posisi yang diperlukan

untuk gerakan yang melibatkan ekstremitas bawah. Deep squat digunakan untuk

menilaii bilateral, simetris, mobilitas fungsional dari sendi pinggul, lutut, dan

pergelangan kaki. Batang kayu dipegang di atas kepala untuk menilai bilateral,

mobilitas simetris bahu serta tulang belakang dada (Cook et al. 2006).

Posisi awalan dengan menempatkan kaki kurang lebih selebar bahu dan kaki

sejajar pada bidang sagital. Kemudian tangan menyesuaikan dengan panjang

batang kayu dan dimulai dari sudut siku 90 derajat ekstensikan siku hingga batang

kayu berada di atas kepala. Kemudian responden diinstruksikan untuk melakukan

squat perlahan-lahan. Posisi squat harus diasumsikan dengan tumpuan tepat pada

kedua tumit, lutut tidak melewati garis sagital dari ibu jari kaki, badan tegak

Page 70: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

50

dengan pandangan lurus ke depan. Lakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Jika

kriteria skor III tidak tercapai, kemudian individu diminta untuk melakukan tes

dengan menggunakan balok di bawah tumit mereka. Tips untuk pengujian jika

responden ragu, nilai menjadi rendah, tidak menafsirkan nilai saat uji coba,

pastikan pemeriksa melakukan observasi gerakan dari samping.

Gambar 4.7 Gerakan Deep Squat, A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et al. 2006)

C.

B.

A.

Page 71: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

51

4.4.3.3.3 Hurdle Step

Tujuan hurdle step ini dirancang untuk melihat mekanika tubuh selama gerak

melangkah melewati pita pembatas. Gerakan ini membutuhkan koordinasi yang

tepat dan stabilitas antara pinggul dan tulang belakang selama gerak melangkah

serta stabilitas satu sisi kaki. Langkah rintangan menilai mobilitas fungsional

bilateral dan stabilitas pinggul, lutut, dan pergelangan kaki (Cook et al. 2006).

Posisi awal dengan terlebih dahulu menempatkan kaki bersama-sama dan

menyelaraskan jari-jari kaki menyentuh dasar halang rintang. Pita pembatas

disesuaikan dengan ketinggian tuberositas tibialis responden. Batang kayu

diletakkan di pundak bawah leher. Kemudian responden diminta untuk

melangkahi pita pembatas dan menyentuh tumit mereka ke lantai sambil

mempertahankan sikap kaki yang menjadi tumpuan dalam posisi ekstensi. Hurdle

step harus dilakukan perlahan dan sebanyak tiga kali secara bergantian. Jika satu

pengulangan selesai dan memenuhi kriteria maka diberikan nilai tiga. Tips untuk

pengujian, nilailah kaki yang melangkah melewati rintangan, pastikan responden

mempertahankan tubuh dengan stabil, katakan ke responden untuk tidak

mengunci sendi lutut selama tes, menjaga keselarasan dengan pita pembatas dan

tuberositas tibialis, ketika responden ragu berikan nilai rendah, tidak menafsirkan

skor saat pengujian.

Page 72: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

52

Gambar 4.8 Gerakan Hurdle Step, A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et.al, 2006)

4.4.3.3.4 In Line Lunges

In-line lunge adalah tes yang menempatkan ekstremitas bawah dalam posisi

gaya menggunting yang memberikan kinerja lebih pada trunk dan ekstremitas

untuk melawan gerak rotasi dan menjaga keselarasan. Tes ini menilai mobilitas

C.

B.

A.

Page 73: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

53

pinggul dan pergelangan kaki dan stabilitas, fleksibilitas paha depan, dan stabilitas

lutut (Cook et al. 2006).

Penguji mengukur panjang tulang tibia dari lantai ke tuberositas tibialis atau

memperolehnya dari ketinggian pita pembatas selama uji hurdle step. Responden

diminta untuk menempatkan ujung tumit mereka pada ujung papan atau pita

pengukur ditempelkan ke lantai. Panjang tulang tibia diterapkan dari ujung jari-

jari kaki di papan FMS dan dibuat tanda. Batang kayu ditempatkan di belakang

punggung menyentuh kepala, tulang belakang, dan sacrum. Posisi tangan untuk

kaki depan harus memegang batang kayu di belakang leher. Tangan sisi lain

menggenggam batang kayu pada tulang belakang lumbal. Responden

melangkahkan kaki depannya dengan tumit menyentuh garis yang sebagai tanda

di papan FMS. Kemudian responden menurunkan kembali lutut kaki belakang

hingga menyentuh permukaan belakang tumit kaki depan dan kemudian kembali

ke posisi awal. lunge ini dilakukan sampai tiga kali secara bergantian dan

dilakukan perlahan-lahan. Jika salah satu pengulangan berhasil diselesaikan maka

diberikan nilai tiga untuk ekstremitas (kanan atau kiri). Tips untuk pengujian kaki

depan mengidentifikasi sisi yang dinilai, batang kayu tetap menyentuh kepala,

tulang belakang, dan sakrum selama pemeriksaan, tumit kaki depan tetap

menyentuh permukaan papan, jika responden ragu diberikan nilai rendah,

perhatikan kehilangan keseimbangan yang terjadi, penguji tetap dekat dengan

responden khususnya pada kasus yang gangguan keseimbangan.

Page 74: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

54

Gambar 4.9 Gerakan In Line Lunges, A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et.al, 2006)

4.4.3.3.5 Active Straight Leg Raise

Active Straight Leg Raise merupakan pemeriksaan untuk melihat kemampuan

anggota gerak bawah terhadap stabilitas tubuh. Selain itu juga memeriksa

fleksibilitas dari otot hamstring dan gastroc-soleus dengan mempertahankan

posisi pelvis (Cook et al. 2006).

C.

B.

A.

Page 75: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

55

Pertama posisikan responden tidur terlentang dengan tangan posisi anatomi

dan kepala datar dengan lantai. Pemeriksa meletakkan tongkat berada di tengah-

tengah tulang paha antara SIAS dan patella. Saat pemeriksaan kedua lutut, tumit

dan kepala menempel dengan lantai. Kemudian responden diperintahkan untuk

meluruskan lutut dan menggerakkan pergelangan kaki dorsi fleksi. Setelah itu

dalam posisi tersebut responden diperintahkan untuk mengangkat kakinya (fleksi

panggul) lurus ke atas hingga sejajar atau melebih tongkat.

Gambar 4.10 Active Straight Leg Raise, A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et.al, 2006)

4.4.3.3.6 Rotary Stability

Rotary stability merupakan gerakan yang kompleks membutuhkan koordinasi

neuromuskular dan kekuatan dari satu segmen tubuh ke sisi yang lain.

C. B. A.

Page 76: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

56

Pemeriksaan ini untuk melihat kemampuan stabilitas tulang belakang

dikombinasikan dengan gerakan ekstremitas atas dan bawah (Cook et al. 2006).

Posisikan responden quadruped dengan bahu, panggul dan sendi lutut 90

derajat dari tulang belakang. Kemudian bahu dan panggul diluruskan lalu

gerakkan tangan dan kaki hingga siku dan lutut saling bersentuhan. Lakukan

sebanyak tiga repetisi, dan jika tidak bisa melakukannya dapat dilakukan dengan

cara diagonal.

Gambar 4.11 Rotary Stability A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et.al, 2006)

C.

B.

A.

Page 77: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

57

4.4.3.3.7 Trunk Stability Push Up

Trunk Stability Push up pemeriksaan untuk melihat stabilitas tulang belakang

saat gerakan closed kinetic chain ekstremitas atas. Pemeriksaan stabilitas tulang

belakang pada bidang sagital saat gerakan ekstremitas atas bergerak simetris

(Cook et al. 2006).

Responden dalam posisi tidur tengkurap dengan kaki rapat. Tangan

diletakkan sejajar dengan bahu dan diletakkan sesuai dnegan criteria penilaian.

Kemudian responden melakukan push up pada posisi tersebut. Gerakan dilakukan

secara bersamaan dan simetris.

Gambar 4.12 Trunk Stability Push Up A. Nilai 3, B. Nilai 2, C. Nilai 1

(Cook et.al, 2006)

C. B. A.

Page 78: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

58

4.4.3.3.8 Formulir penilaian FMS

Tabel 4.1

Formulir penilaian FMS

Test Nilai Catatan

Deep Squat

Hurdle Step Ka

Ki

Inline Lunge Ka

Ki

Active Straight Leg Raise Ka

Ki

Rotary Stability Ka

Ki

Trunk Stability Push Up

Total

4.4.3.3.9 Kriteria Penilaian FMS

Tabel 4.2

Penilaian Functional Movement Screening

Nilai Kriteria Penilaian

0 Nyeri Saat Bergerak

1 Tidak bisa menyelesaikan gerakan

2 Menyelesaikan gerakan dengan kompensasi

3 Menyelesaikan gerakan dengan baik

Sumber : Mo-An et al. 2012

Page 79: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

59

4.5 Pengukuran Q-Angle

4.5.1 Posisikan pasien berdiri.

4.5.2 Letakkan poros goniometer di titik tengah tulang patella.

4.5.3 Kemudian menarik garis superior iliac anterior spine (SIAS) ke patela dan

tuberositas tibia ke patella.

4.5.4 Lihat derajat yang tertera pada goniometer.

4.6 Instrumen Penelitian

Tabel 4.3

Instrumen Penelitian yang digunakan

No Jenis Alat

1.

2.

Kinesiotape

Perekat plasebo

3. Lembar Penilaian FMS

4. Alat dokumentasi untuk merekam jalannya penelitian

5.

6.

Papan FMS

Goniometer

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan menyangkut:

4.6.1.1 Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang

relevan dengan topik penelitian.

4.6.1.2 Mengurus surat-surat penelitian persetujuan penelitian kepada Klinik

Fisioterapi JPP Tangerang.

4.6.1.3 Membuat jadwal pelaksanaan penelitian.

Page 80: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

60

4.6.1.4 Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat

dipercaya dan diakui secara ilmiah.

4.6.1.5 Melakukan penentuan sampel secara acak sederhana dengan cara undian,

berdasarkan metode dan kriteria yang telah ditentukan.

4.6.1.6 Mengadakan pelatihan pengukuran dengan teman-teman yang membantu

dalam pelaksanaan penelitian.

4.6.2 Tahap Pengambilan Data Awal

4.6.2.1 Melakukan pemeriksaan pendahuluan dengan memberikan pemeriksaan

FMS dan Q-angle pada atlit PFPS sebelum diberikan kinesiotape dan

perekat plasebo. Dengan skor tertinggi tiga disetiap gerakan pada FMS.

4.6.2.2 Melakukan penelitian perbandingan antara perekat plasebo dengan

kinesiotape terhadap cedera berulang pada atlit yang mengalami PFPS

dengan menggunakan FMS dan Q-angle.

4.6.2.3 Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan besar sampel

dalam penelitian selanjutnya.

4.6.3 Tahap pemilihan dan penentuan sampel

Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut:

4.6.3.1 Semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

sampel diberikan nomor urut yang berbeda.

4.6.3.2 Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan

teknik undian genap dan ganjil. Jika genap masuk dalam kelompok

kinesiotape dan jika ganjil masuk dalam kelompok plasebo dengan

masing-masing kelompok terdapat 9 responden.

Page 81: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

61

4.6.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan

penelitian ini adalah sebagi berikut:

4.6.4.1 Sebelum pelaksanaan penelitian responden diberikan penjelasan tentang

tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana

penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian.

4.6.4.2 Dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosa PFPS sesuia dengan

kriteria inklusi dan eksklusi.

4.6.4.3 Melakukan pemeriksaan FMS dan Q-angle sebelum intervensi.

4.6.4.4 Memberikan aplikasi kinesiotape pada otot vastus medialis oblique untuk

memfasilitasi, untuk mereposisi patella pada mid-position, dan

menurunkan tegangan dari otot vastus lateralis dan illiotibial band.

Aplikasi kinesiotape dipasangkan selama tiga hari, tidak di lepas atau

digantikan dengan yang baru. Kemudian melakukan observasi FMS dan

Q-angle dari hari pertama sampai dengan hari ketiga.

4.6.4.5 Memberikan aplikasi perekat plasebo pada otot Vastus medialis oblique

dan patela. Aplikasi perekat plasebo tetap dipasangkan selama tiga hari,

tidak di lepas atau digantikan dengan yang baru. Kemudian melakukan

observasi FMS dan Q-angle dari hari pertama sampai dengan hari ketiga.

Page 82: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

62

4.6.5 Alur Penelitian

Gambar 4.13 Bagan Alur Prosedur Penelitian

Page 83: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

63

4.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

4.7.1 Statistik deskriptif untuk menganalisis umur, jenis kelamin, dan aktivitas

olahraga yang datanya diambil sebelum dilakukan intervensi awal.

4.7.2 Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui

distribusi data masing-masing kelompok. Batas kemaknaan yang

digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya p > 0,05 maka dikatakan bahwa

data berdistribusi normal dan apabila p < 0,05 menunjukkan bahwa data

tidak berdistribusi normal.

4.7.3 Uji homogenitas data dengan Levene Test, bertujuan untuk mengetahui

variasi data awal sampel dimulai dari kondisi yang sama. Batas

kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Dengan pengujian hipotesa

Ho bila nilai p > 0,05 maka data homogen dan Ho ditolak bilai nilai p <

0,05 berarti data tidak homogen.

Ho: Tidak ada perbedaan resiko cedera dan q-angle sebelum perlakuan

antara kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo.

Ha: Ada ada perbedaan resiko cedera dan q-angle sebelum perlakuan

antara kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo.

4.7.4 Untuk menguji signifikan dua sampel yang saling berpasangan pada

kelompok kinesiotape melihat hasil FMS terkait dengan resiko cedera

berulang menggunakan uji T- test Related. Dengan pengujian hipotesa H0

Page 84: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

64

diterima bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P<

nilai (0,05).

H0 : Tidak ada perbedaan resiko cedera berulang sebelum dan sesudah

diberikan kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan resiko cedera berulang sebelum dan sesudah

diberikan kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

4.7.5 Untuk menguji signifikan dua sampel yang saling berpasangan pada

kelompok kinesiotape melihat hasil Q-angle menggunakan uji Wilcoxon

Two Signed Rank test. Dengan pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai

P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).

H0 : Tidak ada perbedaan derajat Q-angle sebelum dan sesudah diberikan

kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan derajat Q-angle sebelum dan sesudah diberikan

kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

4.7.6 Untuk menguji signifikan dua sampel yang saling berpasangan pada

kelompok plasebo melihat hasil FMS terkait dengan resiko cedera

berulang menggunakan uji T- test Related. Dengan pengujian hipotesa H0

diterima bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P<

nilai (0,05).

H0 : Tidak ada perbedaan resiko cedera berulang sebelum dan sesudah

diberikan kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan resiko cedera berulang sebelum dan sesudah

diberikan kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

Page 85: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

65

4.7.7 Untuk menguji signifikan dua sampel yang saling berpasangan pada

kelompok plasebo melihat hasil Q-angle menggunakan uji Wilcoxon Two

Signed Rank test. Dengan pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai P>

nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).

H0 : Tidak ada perbedaan derajat Q-angle sebelum dan sesudah diberikan

kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan derajat Q-angle sebelum dan sesudah diberikan

kinesiotape pada patellofemoral pain syndrome.

4.7.8 Untuk menguji signifikan dua sample yang tidak berpasangan pada

kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo melihat hasil FMS terkait

dengan resiko cedera berulang menggunakan independent-t test. Dengan

pengujian hipotesa Ho diterima bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0

ditolak bila nilai P< nilai (0,05).

Ho : Tidak ada perbedaan resiko cedera berulang pada kelompok

kinesiotape dan kelompok plasebo pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan resiko cedera berulang pada kelompok kinesiotape

dan kelompok plasebo pada patellofemoral pain syndrome.

4.7.9 Untuk menguji signifikan dua sample yang tidak berpasangan pada

kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo melihat hasil derajat Q-angle

menggunakan Mann-Whitney test. Dengan pengujian hipotesa Ho diterima

bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai

(0,05).

Page 86: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

66

Ho : Tidak ada perbedaan derajat Q-angle pada kelompok kinesiotape dan

kelompok plasebo pada patellofemoral pain syndrome.

Ha : Ada perbedaan derajat Q-angle pada kelompok kinesiotape dan

kelompok plasebo pada patellofemoral pain syndrome.

Page 87: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

67

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi karakteristik subjek penelitian

Karakteristik subjek penelitian yang termasuk data numerik yaitu variabel

usia, tinggi badan dan berat badan. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa pada variabel

usia rata-rata usia kelompok perlakuan lebih muda 0,02 tahun dari pada kelompok

kontrol, dengan selisih usia termuda adalah 1 tahun dan selisih usia maksimal

adalah 5 tahun. Rata-rata pada variabel tinggi badan kelompok perlakuan lebih

besar dari pada kelompok kontrol dengan selisih rata-rata tinggi 5,76 cm. Terdapat

perbedaan 2 cm pada tinggi badan dan 6 cm pada tinggi badan maksimal. Pada

variabel berat badan menunjukkan bahwa kelompok perlakuan lebih berat 2,01 kg

dari pada kelompok kontrol.

Tabel 5.1

Data Numerik Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel

Subjek

Kinesiotape ± Plasebo

(n=9) (n=8) Selisih

Rata-rata Min

Maks Rata-rata

Min

Maks

Usia (tahun) 22,11 ± 22,13 19 ± 20

30 ± 25 0,02

1

5

Tinggi badan

(cm) 176,89 ± 171,13

163 ± 165

183 ± 170 5,76

2

6

Berat Badan

(kg) 70,89 ± 68,88

65 ±54

86 ± 89 2,01

11

3

Keterangan:

n = Jumlah Sampel

Min = Minimal

Maks = Maksimal

Perlakuan = Kelompok perlakuan kinesiotaping

Kontrol = Kelompok perlakuan plasebo

Page 88: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

68

Pada tabel 5.2 menjelaskan karakteristik subjek penelitian yang termasuk data

katagorik umum yaitu jenis kelamin, cabang olahraga, dan region PFPS

menunjukkan bahwa pada variabel jenis kelamin keseluruhan sampel pada

kategori laki-laki lebih banyak (88,2%) dibandingkan kategori perempuan

(11,8%), begitu pula pada masing-masing kelompok. Pada variabel cabang

olahraga kategori basket dalam penelitian ini merupakan kategori yang paling

banyak (64,7%) dibandingkan dengan ketiga cabang olahraga lainnya. Dalam

penelitian ini variabel regio PFPS sisi kanan merupakan kategori yang paling

banyak (64,7%) dibandingkan dengan sisi kiri (35,3%).

Tabel 5.2

Data Katagorik Umum Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Kategori

Perlakuan

(KT)

Kontrol

(Plasebo)

Keseluruhan

sampel

% % %

Jenis Kelamin Laki-laki 88,9 87,5 88,2

Perempuan 11,1 12,5 11,8

Cabang

Olahraga Basket 77,8 50 64,7

Sepak Bola 11,1 12,5 11,8

Badminton 0 12,5 5,9

Voli 11,1 25 17,6

Regio PFPS Kanan 77.8 50 64,7

Kiri 22,2 50 35,3

5.2 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Data Instrumen Hasil Penelitian

Untuk menentukan jenis uji statistik komparasi yang akan digunakan untuk

membandingkan hasil pre test dan post test antara kedua kelompok perlakuan dan

kontrol maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas distribusi data dengan

menggunakan uji Saphiro Wilk Test, sedangkan uji homogenitas varian data

Page 89: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

69

dengan menggunakan uji Levene’s Test yang akan disajikan pada tabel 5.3 sebagai

berikut:

Tabel 5.3

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Data Instrumen Hasil Penelitian

Variabel

p. Uji Normalitas

(Shapiro-Wilk Test)

p. Uji Homogenitas

Perlakuan

(n=9)

Kontrol

(n=8)

Keterangan (Levene’s Test)

FMS Pre Test 0,290 0,319 Normal 0,807

Post Test 0,222 0,385 Normal 0,873

Q-ANGLE Pre Test 0,000 0,000 Tidak Normal 0,765

Post Test 0,000 0,000 Tidak Normal 0,401

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa hasil penelitian dengan instrument Functional

Movement Screening didapatkan hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji

Shapiro Wilk Test pada semua variabel pre test dan post test pada kedua

kelompok data adalah berdistribusi normal (p > 0,05) dan uji homogenitas dengan

menggunakan uji Levene’s Test of varian pada semua variabel pre test dan post

test pada kedua kelompok data adalah homogen (p > 0,05). Dengan demikian

pada pengolahan data berikutnya dilakukan uji kompatibilitas sebelum (pre)

kelompok kinesiotape dan plasebo menggunakan independent t-test. Hal tersebut

ditujukan untuk mengetahui uji hipotesis pertama dengan menggunakan data

sesudah perlakuan atau menggunakan data selisih sebelum dan sesudah perlakuan

variabel FMS.

Selain itu juga pada tabel menunjukkan bahwa hasil penelitian dengan

instrument Q-angle didapatkan hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji

Shapiro Wilk Test pada semua variabel pre test dan post test pada kedua

kelompok data adalah tidak berdistribusi normal (p < 0,05) dan uji homogenitas

Page 90: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

70

dengan menggunakan uji Levene’s Test of varian pada semua variabel pre test dan

post test pada kedua kelompok data adalah homogen (p > 0,05). Dengan demikian

pada pengolahan data berikutnya dilakukan uji kompatibilitas sebelum (pre)

kelompok kinesiotape dan plasebo menggunakan Mann-Whitney test. Hal tersebut

ditujukan untuk mengetahui uji hipotesis kedua dengan menggunakan data

sesudah perlakuan atau menggunakan data selisih sebelum dan sesudah perlakuan

variabel q-angle.

5.3 Uji peningkatan nilai FMS pada kelompok kinesiotape.

Uji ini untuk mengetahui peningkatan nilai FMS sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok kinesiotape dengan menggunakan T-test Related yang

disajikan pada tabel 5.4 sebagai berikut:

Tabel 5.4

Uji peningkatan nilai FMS pada kelompok kinesiotape dengan T-test Related

Variabel

(n=9) Rerata ± sd t p

Kinesiotape_FMS_Pre

Kinesiotape_FMS_Post

10,22±1,56

15,22±2,54 4,685 0,002

Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa kelompok kinesiotape rerata FMS

sebelum perlakuan sebesar 12,7 poin dan sesudah 15,22 poin. Terjadi peningkatan

rerata pada kelompok kinesiotape variabel FMS adanya perbedaan yang signifikan

p = 0,002 (p < 0,05).

Page 91: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

71

5.4 Uji peningkatan nilai FMS pada kelompok pada kelompok plasebo.

Uji ini untuk mengetahui peningkatan nilai FMS sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok plasebo dengan menggunakan T-test Related yang

disajikan pada tabel 5.5 sebagai berikut:

Tabel 5.5

Uji peningkatan nilai FMS pada kelompok pada kelompok plasebo

dengan T-test Related

Variabel

(n=8) Rerata ± sd t p

Plasebo_FMS_Pre

Plasebo_FMS_Post

10±1,6

13,5±2,27 3,5 0.01

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa kelompok plasebo rerata FMS sebelum

perlakuan sebesar 10 poin dan sesudah 10,6 poin. Terjadi peningkatan rerata yang

signifikan pada kelompok plasebo variabel FMS sebesar p = 0,01 (p < 0,05).

5.5 Uji Penurunan Q-angle pada kelompok kinesiotape.

Uji ini untuk mengetahui penurunan derajat q-angle sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok kinesiotape dengan menggunakan wilcoxon sign rank

test yang disajikan pada tabel 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5.6

Uji penurunan Q-angle pada kelompok kinesiotape

dengan Wilcoxon Sign Rank Test

Variabel

(n=9)

z p

Kinesiotape_Q-angle Pre & Post

(n=9)

2,887 0.004

Page 92: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

72

Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa adanya penurunan derajat q-angle yang

signifikan pada kelompok kinesiotape dengan nilai p = 0,004 (p < 0,05) terhadap

penderita patellofemoral pain syndrome.

5.6 Uji Penurunan Q-angle pada kelompok plasebo.

Uji ini untuk mengetahui penurunan derajat q-angle sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok plasebo dengan menggunakan wilcoxon sign rank test

yang disajikan pada tabel 5.7 sebagai berikut:

Tabel 5.7

Uji penurunan Q-angle pada kelompok plasebo dengan Wilcoxon Sign

Rank Test

Variabel z p

Plasebo_Q-angle

Pre & Post

(n=8)

2,64 0.008

Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa adanya penurunan derajat q-angle yang

signifikan pada kelompok plasebo dengan nilai p = 0,008 (p < 0,05) terhadap

penderita patellofemoral pain syndrome.

5.7 Uji Kompatibilitas Data Variabel Functional Movement Screening dan Q-

angle Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok

Uji ini untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan fungsional sebelum

perlakuan pada masing-masing kelompok kinesiotape dan kelompok placebo.

Serta untuk mengetahui signifikansi perbedaan kemampuan fungsional sebelum

perlakuan pada masing-masing kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo

Page 93: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

73

maka dilakukan uji independent t-test yang disajikan pada tabel 5.8 sebagai

berikut:

Tabel 5.8

Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok Variabel FMS

Variabel Pre Test

Kelompok

Kinesiotape

(n=9)

Kelompok

Plasebo

(n=8)

t p

FMS

(independent

t-test)

Rerata ±

sd 10,22 ± 1,56 10 ± 1,6 0,289 0,777

Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kinesiotape rerata FMS

sebelum perlakuan kinesiotape dan plasebo menunjukkan tidak adanya perbedaan

yang signifikan p = 0,777 (p > 0,05). Dengan demikian data yang di uji pada

hipotesis pertama menggunakan data sesudah perlakuan kedua kelompok. Pada

tabel 5.3 telah dijelaskan bahwa data sesudah perlakuan variabel FMS terdistribusi

normal, maka pengujian menggunakan uji hipotesis pertama dengan

menggunakan independent t-test.

Tabel 5.9

Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok Variabel Q-angle

Variabel Pre Test

Kelompok

Kinesiotape

(n=9)

Kelompok

Plasebo

(n=8)

z p

Q-angle

(Mann-

Whitney test)

Rerata ±

sd 16,67 ± 3,54 16,88± 2,6 0,482 0,63

Tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kinesiotape rerata Q-

angle sebelum perlakuan kinesiotape dan plasebo menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan p = 0,63 (p > 0,05). Dengan demikian data yang di uji

Page 94: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

74

pada hipotesis kedua menggunakan data sesudah perlakuan kedua kelompok. Pada

tabel 5.3 telah dijelaskan bahwa data sesudah perlakuan variabel Q-angle tidak

terdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji hipotesis kedua dengan

menggunakan Mann-Whitney test.

5.8 Uji Beda Peningkatan Nilai Kemampuan Functional Movement

Screening Antara Kedua Kelompok Perlakuan

Untuk mengetahui perbedaan rerata dari selisih peningkatan kemampuan

functional movement screening kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo saat

sesudah perlakuan dan untuk mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan

kemampuan functional movement screening kedua kelompok perlakuan sesudah

perlakuan maka dilakukan uji t-tidak berpasangan (independent t-test) yang

disajikan pada tabel 5.10 sebagai berikut:

Tabel 5.10

Uji Hipotesis Kemampuan Functional Movement Screening Antara Kedua

Kelompok Perlakuan dengan Independent T-Test

Perlakuan Rerata ± sd t p

Kelompok Kinesiotape

(n=9) 15,22 ± 2,54

1,47 0,163 Kelompok Plasebo

(n=8) 13,5 ± 2,27

Tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa nilai rerata sesudah perlakukan

kelompok kinesiotape 15,22 ± 2,54 sedangkan kelompok plasebo 13,5 ± 2,27.

Analisis uji kemaknaan independent t-test menunjukkan nilai t = 1,47 dengan nilai

p = 0,163 lebih dari alpha (p > 0,05). Hal tersebut menjelaskan bahwa

Page 95: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

75

peningkatan kemampuan fungsional kedua kelompok menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan.

5.9 Uji Beda Penurunan Derajat Q-angle Antara Kedua Kelompok

Perlakuan

Untuk mengetahui perbedaan rerata dari selisih penurunan q-angle kelompok

kinesiotape dan kelompok plasebo saat sesudah perlakuan untuk mengetahui

signifikansi perbedaan penurunan q-angle kedua kelompok perlakuan sesudah

perlakuan maka dilakukan uji Mann-Whitney test yang disajikan pada tabel 5.11

sebagai berikut:

Tabel 5.11

Uji Hipotesis Penurunan Derajat Q-angle Antara Kedua Kelompok

Perlakuan dengan Mann-Whitney test

Perlakuan Rerata ± sd z p

Kelompok Kinesiotape

(n=9) 11,11 ± 3,33

0 1,000 Kelompok Plasebo

(n=8) 10,62 ± 1,77

Tabel 5.11 diatas menunjukkan bahwa nilai rerata sesudah perlakukan

kelompok kinesiotape 11,11, sedangkan kelompok plasebo 10,62. Analisis uji

kemaknaan Mann-Whitney test dengan nilai p = 1. Hal tersebut menjelaskan

bahwa penurunan q-angle kedua kelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan

yang signifikan (p > 0,05).

Page 96: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

76

Melihat hasil uji beda berpasangan didapatkan simpulan data sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji beda pre dan post FMS, dinyatakan bahwa kinesiotape dapat

mencegah resiko berulang pada penderita PFPS.

2. Berdasarkan uji beda pre dan post FMS, dinyatakan bahwa perekat plasebo

tidak memberikan peningkatan nilai FMS yang signifikan pada penderita

PFPS.

3. Berdasarkan uji beda pre dan post Q-angle, dinyatakan bahwa kinesiotape

dapat menurunkan derajat Q -angle pada penderita PFPS.

4. Berdasarkan uji beda pre dan post Q-angle, dinyatakan bahwa perekat

plasebo dapat menurunkan derajat Q -angle pada penderita PFPS.

5. Berdasarkan uji Independent-t test, bahwa penggunaan kinesiotape tidak

berbeda dengan perekat plasebo dalam mengurangi resiko cedera berulang

pada penderita patellofemoral pain syndrome.

6. Berdasarkan uji Mann-Whitney, bahwa penggunaan kinesiotape tidak berbeda

dengan perekat plasebo dalam menurunkan derajat Q-angle pada penderita

patellofemoral pain syndrome.

Page 97: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

77

77

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Penggunaan Kinesiotape Selama Tiga Hari Tidak Berbeda Dengan

Perekat Plasebo Dalam Mengurangi Resiko Cedera Berulang pada

penderita Patellofemoral Pain Syndrome

Pada kelompok kinesiotape nilai rerata FMS sebelum perlakuan sebesar 10,22

poin menjelaskan bahwa penderita PFPS mengalami kompensasi dan kurangnya

stabilitas otot quadriceps terhadap tulang patela saat melakukan aktiifitas

olahraga. Seperti kita ketahui bahwa nilai FMS kurang dari sama dengan 14 poin

(FMS ≤ 14), atlet terdeteksi resiko cedera berulang. Namun setelah pemasangan

kinesiotape nilai rerata meningkat sebesar 15,22 poin dengan nilai p = 0,002 (p <

0,05) dan selisih peningkatan rerata sebesar 5 poin atau sebesar 49 %. Hal ini

dapat dikatakan bahwa kinesiotape membantu mengurangi resiko cedera berulang

dengan nilai FMS lebih dari 14 poin (FMS > 14).

Berdasarkan hal tersebut, kinesiotape memberikan rangsangan kepada

nociceptor dan propioceptif untuk dapat menerima informasi untuk dapat di urai

dalam bentuk perbaikan atau re-edukasi kinerja otot vastus medialis dan

menurunkan ketegangan otot vastus lateralis dan illiotibial band. Jika sudah

bekerja seperti itu, kompensasi gerak fungsional fungsional akan menurun dan

berada pada posisi fungsional yang benar dan stabil. Selain itu juga, kinesiotape

dapat melebarkan sirkulasi yang membawa oksigen ke otot, sehingga otot dapat

berkontraksi maksimal dibandingkan tidak menggunakan kinesiotape.

Page 98: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

78

Pada kelompok plasebo juga mengalami peningkatan nilai rerata FMS sebesar

3.5 poin atau sebesar 35 % dari rerata sebelum 10 poin dan sesudah perlakuan

sebesar 13,5 poin dengan nilai p = 0.01 (p < 0,05). Peningkatan rerata tersebut

sangat kecil dibandingkan dengan kelompok kinesiotape. Peningkatan ini

disebabkan oleh perekat plasebo yang tidak elastis mempermudah patela

terkoreksi. Selain itu, luas gerak sendi lutut tidak akan terbatas atau terhambat

karena posisi patela yang ke lateral. Jika dilihat dari nilai peningkatan pada

kinesiotape dan plasebo, hasil dari pengunaan kinesiotape lebih besar

dibandingkan dengan perekat plasebo. Hal tersebut dikarenakan, observasi pada

perekat plasebo membatasi gerak sendi lutut saat pemeriksaan FMS dilakukan,

sehingga dapat mempengaruhi dari hasil FMS. pada kelompok kinesiotape dapat

diprediksikan jika penggunaannya dilakukan berulang-ulang dalam waktu lebih

dari dua minggu, peningkatan yang terjadi melebihi dari kelompok perekat

plasebo (Olivera et al. 2013)

Gambar 6.1. Grafik rerata Peningkatan FMS Pada kedua kelompok perlakuan

10.22

15.22

10

13,5

sebelum sesudah

kinesiotape plasebo

Page 99: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

79

Melihat gambar 6.1 kelompok kinesiotape dan kelompok plasebo sama-sama

memberikan peningkatan nilai FMS. Hal tersebut senada dengan hasil uji t-tidak

berpasangan (independent-t), diketahui bahwa nilai probabilitas uji kemaknaan

didapatkan sebesar p = 0,163 lebih besar dari alpha (p > 0,05). Berdasarkan data

tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinesiotape tidak memiliki perbedaan yang

signifikan dengan perekat plasebo dalam mengurangi resiko cedera berulang pada

patellofemoral pain syndrome.

6.2 Penggunaan Kinesiotape selama tiga hari Tidak Berbeda Dengan

Perekat Plasebo Dalam Menurunkan Q-angle pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome

Berdasarkan uji statistik non parametrik berpasangan (wilcoxon sign rank

test) terhadap hasil penelitian terdapat perbedaan hasil nilai q-angle dari sebelum

dan sesudah perlakuan. Dimana nilai pada kelompok kinesiotape rerata sebelum

pemasangan kinesiotape sebesar 16,66 derajat. Hal tersebut menjelaskan bahwa

penderita PFPS mengalami sudut quadriceps (q-angle) lebih besar dari 15 derajat.

Seperti pernyataan Bolgla dan Boling (2011), bahwa sudut normal dari q-angle

kurang dari 15 derajat, jika lebih atau sama dengan 15 derajat maka akan

mengakibatkan kerusakan pada badan facet patela sisi lateral dengan trochlea.

Setelah dipasangkan kinesiotape nilai rerata menurun menjadi 11,11 derajat

dengan selisih 5,55 derajat atau penurunan sebesar 67% dari sebelum aplikasi,

dengan nilai p = 0,004 (p < 0,05). Namun, q-angle pada kelompok plasebo juga

mengalami penurunan lebih besar dengan selisih rerata sebelum dan sesudah

Page 100: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

80

perlakuan sebesar 6,3 derajat dengan persentase penurunan sebesar 63 %, dengan

nilai p = 0,008 (p < 0,05).

Fenomena penurunan q-angle pada perekat plasebo memang lebih besar

nilainya dibandingkan dengan kinesiotape. Perekat plasebo berifat tidak elastis,

maka perekat ini lebih mampu mempertahankan posisi atau mereposisi patela

lebih kuat dibandingkan kinesiotape yang bersifat elastis.

Gambar 6.2. Grafik rerata penurunan Q-angle pada kedua kelompok

Melihat persamaan penurunan antara kedua kelompok, pemasangan dua

metode tersebut memiliki manfaat yang positif dalam mereposisi patela. Hal ini

diperkuat dengan uji statistik tidak berpasangan non parametrik (Mann-Whitney

test) menunjukkan nilai p = 1 lebih besar dari alpha (p > 0,05). Dapat disimpulkan

bahwa kinesiotape tidak berbeda denga perekat plasebo dalam mengurangi derajat

Q-angle pada penderita patellofemoral pain syndrome. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Montalvo et al (2013) bahwa tidak ada perbedaan kinesiotape dengan

perekat tidak elastis yang bertujuan untuk mereposisi patela ke arah medial.

Hasil akhir penelitian ini telah membuktikan bahwa pemberian kinesiotape

selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat plasebo dalam mengurangi resiko

16.66

11.11

16.88

10.62

sebelum sesudah

Kinseiotape plasebo

Page 101: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

81

cedera berulang dan derajat quadriceps (q-angle) pada penderita patellofemoral

pain syndrome (PFPS). Rentang waktu observasi selama tiga hari telah

memberikan adaptasi tubuh untuk menerima stimulus kinesiotape. Fisiologi tubuh

manusia membutuhkan rentang waktu lebih dari dua minggu untuk dapat

beradaptasi terhadap stimulus yang diberikan. Melihat dari angka peningkatan

rerata pada pengukuran FMS, kinesiotape memiliki peran yang besar dalam

mengkoreksi kompensasi gerak sehingga resiko cedera berulang dapat menurun.

Jika diperhatikan kembali, penulis perkirakan penggunaan kinesiotape dalam

jangka waktu lebih dari dua minggu akan lebih bermakna dibandingkan

penggunaan dalam waktu yang singkat (Chen et al. 2008).

Dibandingkan dengan peningkatan FMS yang berbeda dengan perekat

plasebo, kinesiotape juga memiliki manfaat yang sama dengan perekat plasebo

dalam menurunkan derajat q-angle. Kinesiotape memiliki sifat yang elastis, dapat

diulur hingga 100 %, dimana saat terulur penuh sifat kinesiotape berubah menjadi

tidak elastis dan sama seperti perekat plasebo .

Penulis berharap penelitian ini dapat berlanjut yang dilakukan oleh penulis

sendiri ataupun peneliti lainnya. Hal tersebut ditujukan agar dapat melengkapi dan

mengkonfirmasi penelitian ini pada masa yang akan datang.

6.5 Kelemahan dan Upaya Penelitian

Dengan keterbatasan dan hambatan yang dijumpai dalam penelitian yang

akan dilakukan selanjutnya, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan sebagai

berikut :

Page 102: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

82

6.5.1 Kelemahan

Adapun kelemahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

6.5.1.1 Waktu observasi FMS dan q-angle yang terlalu singkat.

6.5.1.2 Tidak mengendalikan variabel pada satu bidang olahraga yang sama.

6.5.2 Upaya

Beberapa upaya untuk mengatasi kelemahan penelitian ini sebagai berikut:

6.5.2.1 Berupaya menambahkan rentang waktu observasi

6.5.2.2 Berupaya mengontrol aktifitas olahraga di luar waktu penelitian.

Page 103: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

83

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarakan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa:

7.1.1 Penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi resiko

cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

7.1.2 Penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi resiko

cedera berulang pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

7.1.3 Penggunaan kinesiotape selama tiga hari dapat mengurangi derajat Q-

angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

7.1.4 Penggunaan perekat plasebo selama tiga hari dapat mengurangi derajat

Q-angle pada penderita Patellofemoral Pain Syndrome.

7.1.5 Penggunaan Kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat

plasebo dalam mengurangi resiko cedera berulang pada penderita

patellofemoral pain syndrome.

7.1.6 Penggunaan Kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan perekat

plasebo menurunkan derajat Q-angle pada penderita patellofemoral

pain syndrome.

7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dalam penelitian ini adalah:

Page 104: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

84

1. Penggunaan Kinesiotape dalam mengurangi resiko cedera berulang

memerlukan observasi dalam bentuk olahraga langsung dan melakukan

pengukuran functional movement screening dalam waktu yang lebih lama

dari tiga hari.

2. Penggunaan Kinesiotape dalam menurunkan q-angle tulang patela

memerlukan observasi visual berupa X-Ray atau MRI secara langsung

untuk lebih mengetahui posisi patella setelah perlakuan.

3. Masih perlu dilakukan penelitian lain sebagai lanjutan dari penelitian ini

guna melengkapi dan mengkonfirmasi hasil temuan dari penelitian ini

dimasa yang akan datang.

Page 105: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

85

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, C.S McCarthy, M. Gomez, J.A. Shubein-Stein, B.E. 2009. The moving

patellar apprehension test for lateral patellar instability. New York.

The America Journal of Sport Medicine. 37(4(:791-6. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19193601.

Akbaş, E. Atay, A.O. Yüksel, I. 2011. The effects of additional kinesio taping

over exercise in the treatment of patellofemoral pain syndrome.

Turkey. Institute of Health Sciences, Universitas Hacettepe. (di

unduh: 8/11/2012). Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 22032998.

Aminaka, N. Gribble, Philip A. 2005 A Systematic Review of the Effects of

Therapeutic Taping on Patellofemoral Pain Syndrome. Toledo.

Journal Of Athletic Training., (di unduh 19 Oktober 2012). Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1323297/.

Amis, A.A. 2007. Current concept on anatomy and biomechanics of patellar

stability. United Kingdom. Sport Medicine Arthroscopy Review

15:48-56.

Amis, A.A. Firer, P. Mountney J. Senavongse, W. Thomas, N.P. 2003. Anatomy

and biomechanics of the medial patellofemoral ligament. United

Kingdom. The Knee. 10(3):215-220. (cited 15 febuari 2013).

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12893142.

Arovah, N.I. t,t. Diagnosis dan manajemen cedera olahraga. Yogyakarta,

Universitas Negeri Yogyakarta. (di unduh 19 Oktober 2012).

Available from: http://goo.gl/Tzyto.

Bahr, R. Holme, I. 2003. Risk factor for sport injuries-a methodological approach.

Norwaygia. British Journal Sport Medicine 27:384-392. (di unduh 14

Febuari 2013). Available from: http://bjsm.bmj.com/content/37/5

/384. full.pdf+html.

Bakta, I. M. 1997. Diktat Mata Kuliah Metodelogi Penelitian. Denpasar: Program

Studi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga Universitas Udayana.

Bolgla, L.A. Boling, M.C. 2011. An Update For The Conservative Management

Of Patellofemoral Pain Syndrome. A Systematic Review Of The

Literature From 2000 to 2010. USA. The International Journal Of

Sports Physical Therapy June; 6(2): 112–125. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109895/.

Boonkerd, C. 2012. Conservative Treatment in People with Patellofemoral Pain

Syndrome. Thailand. Thammasat Medical Journal. Available from: http://goo.gl/WZMfO.

Brotzman, S.B. Manske, R.C. 2011. Clinical orthopaedic rehabilitation; an

evidence-based approach. Filadelfia. Elsevier. P.269.

Page 106: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

86

Chen, P.L. Hong, W.H. Lin, C.H. Chen, W.C. 2008, Biomechanics effects of

kinesio taping for persons with patellofemoral pain syndrome during

stair climbing. Taiwan. IFMBE Proceeding Vol.21.

Cheng Fu, T. Wong, A.M.K. Pei, Y.C. Wu, K.P. Chou, S.W. Lin, Y.C. 2008.

Effect pf kinesio taping on muscle strength in athletes-a pilot study.

Taiwan. Journal of Science and Medicine in Sport. 11,198-201.

Cho-Chen, W. Hesien-Hong, W. Fen-Huang, T. Chaung-Hsu, H. Effect kinesio

taping on the timing and ratio of vastus medialis obliquus and vastus

lateralis muscle for person with patellofemoral pain. Taiwan. Journal

of Biomechanics. 40(S2).

Chorba, R.S. Chorba, D.J. Bouillon, L.E. Overmyer, C.A, Landis, J.A. 2010. Use

of a functional movement screening tool to determine injury risk in

female collegiate athletes. Amerika. North American Journal of Sport

Physical Therapy 5(2):47-54. (di unduh 24 Oktober 2012). Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2953387/pdf/najspt-

05-047.pdf.

Cibulka, M.T. Watkins, J.T. 2005. Patellofemoral Pain and Asymmetrical Hip

Rotation. Amerika. Journal of the American Physical Therapy

Association. (di unduh 18 September 2012). Available from:

http://ptjournal.apta.org/content/85/11/1201.

Cook, G. Burton. L, Hoogenboom. 2006. Pre-participation screening: the use of

fundamental movements as an assessment of function-part 1.

Amerika. North Journal Sport Physical Therapy. Vol.1, No. 2.

DeFrate, L.E. Nha, K.W. Papannagari, R. Moses,Jeremy M. Gill, Thomas J.

Guoan Li. 2007. The Biomechanical Function of the Patellar Tendon

During In-Vivo Weight Bearing Flexion. Boston. National Institute of

Health, Journal Biomechanic 40(8): 1716–1722. (di unduh 7 Januari

2013). Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1945 121/.

De Oliveira, V.M.A. Batista, L.S.P. Pitangui, Ana. C.R. Araujo, R. C. 2013,

Effectiveness of Kinesio Taping in pain and scapular dyskinesis in

athletes with shoulder impingement syndrome. Petrolina. Rev Dor.

São Paulo jan-mar;14(1):27-30.

Dixit, S. Difiori, J.P. Burton, M. Mines, B. 2007. Management of patellofemoral

pain syndrome. Amerika. American Family Physican 75:194-202,

204. (di unduh 13 Januari 2013). Available from:

http://www.aafp.org/afp/ 2007/0115/p194.html.

Donatelli, R. Wooden, M. 2010 Orthopaedic Physical Therapy 4th

edition.

Amerika. Churchill Livingstone Elsevier. hal. 502.

Page 107: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

87

Fagan, V. Delahunt, E. 2008. Patellofemoral pain syndrome: a review on the

associated neuromuscular deficits and current treatment options.

Irlandia. British Jorunal Sport Medicine 42:789-795

Felicio, L.R. Baffa, A Do Prado. Liporacci, R.F. Saad, M.C. De Oliveira, A.S.

Grossi, D.B. 2011. Analysis of patellar stabilizers muscles and patella

kinematics in anterior knee pain subjects. Brazil. Journal of

electromyography and kinesiology 148–153, Elsevier. (di unduh 7

Januari 2013). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/20932775.

Graham, M. Howey, J. 2011. Introduction to Leukotape-K Neuro-Propioceptive

Taping (persentasi). BSN. Toronto.

Grelsamer, R.P. Dubey, A. Weinstein, C.H. 2005. Men and women have similar q

angles; a clinical and trigonometric evaluation. New York. The

Journal of Bone & Joint Surgery. 87-B:14598-501.

Habelt, S. Hasler, C.C. Steinbruck, K. Majewski, M. 2011. Sport Injuries in

Adolescents. Jerman. Orthopedic Reviews vol.3:e18.

Hafez. A.R, Zakaria. A, Brugadda. S. 2012. Eccentric versus concentric

contraction of quadriceps muscle in treatment of chondromalacia

patella. Riyadh. World journal of medical science 7 (3): 197-203. (di

unduh 7 Januari 2013). Available from:

http://www.idosi.org/wjms/7(3)12/11.pdf.

Heintjes, E, Berger, M.Y. Bierma-Zeinstra, S.M. Bernsen, R.M. Verhaar, J.A,

Koes, B.W. 2003. Exercise therapy for patellofemoral pain syndrome.

Netherlands. Cochrane Database Syst Rev. (4):CD003472. (di unduh

7 Januari 2013). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/14583980.

Hendrick, C.R. 2010. The Therapeutic Effects Of Kinesio™ Tape On A Grade I

Lateral Ankle Sprain (Disertasi). Virginia. Virginia Polytechnic

Institute and State University.

Herrington, L. 2006. The relationship between patella position and length of the

iliotibial band as assessed using Ober’s test.. United Kingdom.

Manual Therapy 11 182–186.

Herrington, L. Rivett, N. Munro, S. 2012. Does the change in q-angle magnitude

in unilateral stance differ when comparing asymptomatic individuals

to those with patellofemoral pain?. United Kingdom. Elsevier. (di

unduh 7 Januari 2013). Available from:

http://www.sciencedirect.com/science /article/pii/S1466853X120001

44 .

Hsu, Y.H. Chen W.Y. Lin, H.C. Shih, Y.F. 2009. The effect on scapular

kinematic and muscle performance in baseball player with shoulder

impingement syndrome. Taiwan. Journal Electromyography and

Kinesiology Dec;19(6):1092-9.

Page 108: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

88

Ivarsson, A. Johnson, U. 2010. Physicological factors as predictors of injuries

among senior soccer players, a prospective study. Swedia. Journal of

Sport Science and Medicine. (di unduh 12 Desember 2012). Available

from: http://www.jssm.org/vol9/n2/26/v9n2-26text.php.

Jaiyesimi, A.Q. Jegede, O.O. 2009. Influence of gender and leg dominance on q-

angle among young adult Nigerians. Nigeria. AJPARS vol.1, no.1, p.

18-23. (di unduh 14 Januari 2013). Available from:

http://www.ajol.info/ index.php/ajprs/article/download/51309/39972.

Jensen, R. 2008. “Patellofemoral pain syndrome: studies on a treatment modality,

somatosensory function, pain, and psychological parameters” (tesis).

Norwaygia. University of Bergen.

Juhn, M.S. 1999. Patellofemoral pain syndrome: a review and guidelines for

treatment. Seattle. American Familty Physician. 1;60(7):2012-2018.

Available from http://www.aafp.org/afp/1999/1101/p2012.html.

Kase, K. Wallis, J. Kase, T. 2003. Clinical therapeutic applications of the

kinesiotaping method 2nd

edition. Jepang. Ken Ikai Co.

Karandikar, N. Ortiz-Vargas, O.O. 2011. Kinetic chain: a revies of the concept

and its clinical applications. America. The American Academy of

Physical Medicine and Rehabilitation ;3:739-745.

Kisner, C. Colby, L.A. 2007. Therapeutic Exercise, Foundation and Technique 5th

edition. Amerika. F.A Davis Company. p.2.

Kiesel, K. Plisky, P.J. Voigth, M.L. 2007. Can serious injury in professional

football be predicted by a preseason functional movement screen?.

Evansville. NAJSPT. Vol.2, No.3.

Lankhorst, N.E. Zeinstra, Sita M.A.B. Van Middelkoop, M. 2012. Risk factor for

patellofemoral pain syndrome: a systematic review. Netherland.

JOSPT doi:10.2519/jospt.2012.3803. Available from:

http://www.jospt.org/mem bers/getfile.asp?i d=5541.

Lankhorst, N.E. Zeinstra, Sita M.A.B. Van Middelkoop, M. 2013. Factor

associated with patellofemoral pain syndrome: a systematic review.

Netherland. British Journal of Sport Medicine. 47:193-206 Available

from: http://bjsm.bmj.com/content/47/4/193.abstract.

Lins, C.A. Neto, F.L. Amorim, A.B. Macedo, L.D. Brasileiro, J.S. 2012. Kinesio

Taping(®) does not alter neuromuscular performance of femoral

quadriceps or lower limb function in healthy subjects: Randomized,

blind, controlled, clinical trial. Brazil. Manual Therapy. Feb;18(1):41-

5 Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22796389.

MacLean, E. 2004. A theoretical review of patella-femoral pain syndrome

etiology and an 12-week rehabilitation based exercise prescription.

Australia. Journal of Strength and Conditioning Research. 18(4): 703-

707.

Page 109: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

89

Meeuwise, W.H. Tyreman, H. Hagel, B. Emery, C. 2007. A dynamic model of

etiology in sport injury: the recursive nature of risk and causation.

Kanada. Clinical Journal Sport Medicine 17:215-219. (di unduh 10

Januari 2013). Available from: http://goo.gl/2xFB1.

Minick, K.I. Kiesel, K.B. Burton, L. Taylor, A. Plisky, P. Butler, R.J. 2010.

Interrater reliability of the functional movement screen. Indiana.

Journal of Strength and Conditioning Research.

Mo-An, H. Miller, C. Mcelveen, M. Lynch, J. 2012. The effect of kinesiotape on

lower extremity functional movement screen scores. Amerika.

International Journal of Exercise Science 5(3):196-204.

Montalvo, A.M. Buckley, W. E. Sebastianelli, W. Vairo, G.L. 2013. An

Evidence-Based Practice Approach ti the Efficacy of Kinesio Taping

for Improving Pain and Quadriceps Performance in Physically-Active

Patellofemoral Pain Syndrome Patients. USA. Journal of Novel

Physiotherapies. doi:10.4172/2165-7025.1000151.

Mostafavifar, M. Wertz, J. Borchers, J. 2012. A systematic review of the

effectiveness of kinesio taping for musculoskeletal injury. Columbus.

The Physician and Sport Medicine. 2012 Nov;40(4):33-40. Available

from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23306413.

Nejati, P. Forogh, B. Moeineddin, R. Baradaran, H.R. Nejati M. 2011.

Patellofemoral Pain Syndromes in Iran Female Athletes. Iran. Acta

Medica Irania 2011; 49(3): 169-172. (di unduh 10 Januari 2013).

Available from: http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/18266.pdf.

Nijs-Jo. Van-Geel, C. Van der-auwera, C. Van de-Velde, B. 2006. Diagnostic

value of five clinical test in patellofemoral pain syndrome. Belgia.

Manual Therapy. 11:69-77.

Nobre, T.L. 2012. Comparison of exercise open kinetic chain dan closed kinetic

chain in the rehabilitation of patellofemoral dysfunction: an update

revision. Brazil. Clinical Medicine and Diagnosis. 2(3):7-11.

Omololu, B.B. Ogunlade, O.S. Gopaldasani, V.K. 2009. Normal Q-angle in an

adult Nigerian population. Nigeria. Springer. Clin Orthop Relat Res

467:2073–2076. (di unduh 14 Januari 2013). Available from:

http://www .ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706335/.

Onate, J.A. Dewey, T. Kllock, R.O. Thomas, K.S. Van Lunen, B.L. Demaio, M.

Ringleb, SI. 2012. Real-time intersession and iterrater reliability of the

functional movement screen. USA. Journal Strength and Condtioning

Research 26(2):408-15. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/22266547.

Page, P. Frank, C.C. Lardner, R. 2010. Assessment and Treatment of Muscle

Imbalance, the Janda Approach. Chicago. Human Kinetics. hal. 236-

237.

Page 110: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

90

Pappas, E. Wong-Tom, W.M. 2012. Prospective predictors of patellofemoral pain

syndrome: a systematic review with meta analysis. New York. Sport

Health Mar;4(2):115-20. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/23016077.

Pecina, M. M. Bojanic, I. 2004. Overuse Injuries of the musculoskeletal system

2nd

edition. London. CRC Press. p. 189-207.

Peterson, D.R. Bronzio, J.D. 2008. Biomechanics principle and applications.

USA. Taylor & Francis Group. p.9.

Petty, E. Verdonk, P. Steyaert, A. Bossche, L.V. Van den Boecke, W. Thijs, Y.

Witvouw, E. 2011. Vastus medialis obliquus atrophy: does it exist in

patellofemoral pain syndrome?. Belgia. American Journal of Sport

Medicine. 39:1450.

Pocock, 2007. Clinical Trial, A Practical Approach. New York: A Willey

Medical Publication.

Power, C.M. Chen, Y.J. Scher, I.S, Lee, T.Q. 2010. Multiplane Loading of the

extensor mechanism alters the patellar ligament force/quadriceps force

ratio. USA. J Biomech Eng Feb;132(2):024503. doi:

10.1115/1.4000852. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20370249.

Prentice, William E. 2011. Principle of Athletic Training : a Competency-Based

Approach 14th

Edition .New York. The McGraw-Hill. p.232-233.

Reinold, M. 2009. Biomechanic of patellofemoral rehabilitation. Amerika.

Mikereinold.com. Available from:

http://www.mikereinold.com/2009/06/ biomechanics-of-

patellofemoral.html

Santos, R.B. 2006. The co-incidence of q-angle asymmetry and patellofemoral

pain syndromes among female collage athletes. Filipina. Available

from: http://www.docstoc.com/?doc_id=107663766&download=1

Samuel, D. Rowe, P. Hood, V. Nicol, A. 2012. The relationship between muscle

strength, biomechanical functional moments and health-related quality

of life in non-elite older adults. United Kingdom. Age and Ageing.

Mar;41(2):224-30. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/22126987.

Schneiders, A.G. Davidsson, A. Horman, E. Sullivan, S.J. 2011. Functional

movement screen normative values in a young, active population.

New Zealand. IJSPT. Vol.6, No.2, p.75.

Sheehan, F.T. Derasari, A. Fine, Kenneth M. Brindle, T.J. Alter. K.E. 2010. Q-

angle & J-sign Indicative of maltracking subgroups in patellofemoral

pain. Springer. Clinical Orthopaedic and Related Research, 468(1):

266–275. (di unduh 19 September 2012). Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2795830/.

Page 111: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

91

Simunovic, Z. 2002. Sport injuries can be successfully managed with low level

laser therapy. Switzerland. (di unduh 13/2/2013). Available from:

http://www.healinglightseminars.com/laser-research-library/sports-

injuries/

Slupik, A. Dwornik, M. Bialoszewski, D. Zych, E. 2007. Effect of Kinesio Taping

on Bioelectrical Activity of vastus medialis muscle. Preliminary

report. Ortopedia Traumatologi Rehabilitica. (di unduh: 8/11/2012).

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18227756

Smith, C.A. Chimera, N.J. Wright, N. Warren M. 2012. Interrater and intrarater

reliability of the functional movement screen. New York. Journal

Strength and Condtioning Research. (di unduh: 8/11/2012). Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22692121.

Supartono, B. 2010. Indonesia Belum Punya Data Epidemiologi Cedera

Olahraga. Jakarta. Jurnas.com. Available from: http://goo.gl/AAY8w

Suratman, T. 2012. KONI akan kembangkan olahraga jadi industri. Jakarta.

Antaranews.com. Available from: http://goo.gl/6p50T

Tallay, A. Kynsburg, A. Toth, S. Szendi, P. Pavlik, A. Balogh, E. Halasi, T.

Berkes, I. 2004. Prevalence of patellofemoral pain syndrome.

Evaluation of the role of biomechanical malalignments and the role of

sport activity. Hungaria. Orvosi Hetilap Oct 10;145(41):2093-101. (di

unduh: 8/11/2012). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pubmed/15586584

Teyhen, D.S. Shaffer, S.W. Lorenson, C.L. Halfpap, J.P. Donofry, D.F. Walker,

M.J. Dugan, J.L. Childs, J.D. 2012. The functional movement screen:

a reliability study. USA. JOSPT 42(6):530-40. (di unduh: 8/11/2012).

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22585621.

Thelen, M.D. Stoneman, P.D, Dauber ,J.A. 2008. The Clinical Efficacy of Kinesio

Tape for Shoulder Pain: A Randomized, Double-Blinded, Clinical

Trial. United States. Journal of Orthopaedic & Sport Physical

Therapy. DOI: 10.2519/jospt.2008.2791. (di unduh 28 September

2012). Available from:

http://www.jospt.org/issues/articleID.1422,type.14/article_detail.asp

Van Tiggelen, D. Cowan, S. Coorevits, P. Duvigneaud, N. Witvrouw, E. 2009.

Delayed vastus medialis obliquus to vastus lateralis onset timing

contributes to the development of patellofemoral pain in previously

healthy men: a prospective study. Belgia. America Journal Sports

Medicine Jun;37(6):1099-105. (di unduh 28 September 2012).

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19282508.

Waryasz. G.R, McDermott, A.Y. 2008. Patellofemoral pain syndrome (PFPS): a

systematic review of anatomy and potentials risk factors. USA.

Dynamic Medicine. (di unduh 10 Januari 2013). Available from:

http://goo.gl/oE33w.

Page 112: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

92

Williams, S. Whatman, C. Hume, P.A. Sheerin, K. 2012. Kinesio taping in

treatment and prevention of sports injuries: a meta-analysis of the

evidence for its effectiveness. New Zealand. Sports Medicine. Feb

1;42(2):153-64. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22124445

Witvrouw, E. Werner, S. Mikkelsen, C. Van-Tiggelen, D. Vanden Berge, L.

Cerulli, G. 2005. Clinical classification of petllofemoral pain

syndrome: guidelines for non operative treatment. Belgia. Springer-

Verlag. . (di unduh 8 Januari 2013). Available from:

http://www.prdupl02.ynet.co.il/.. ./11244924.pdf.

Witvrouw, E. Daneel, L. Van-Tiggelen, D. Willems, T.M. Cambier. D. 2004.

Open versus closed kinetic chain exercise in patellofemoral pain

syndrome. Belgia. The American Journal of Sport Medicine. DOI 10.

1177/03635403262187.

Yasukawa, A. Patel, P. Sisung, C. 2006. Pilot study: Investigating the effect of

kinesio taping in acute pedriatic rehabilitation setting. Chicago.

American Journal of Occupational Therapy, 60, 104–110.

Page 113: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

93

Lampiran 1

Protokol Penelitian

A. Dua Rencana Penelitian

1. Randomized Control Trial : Penggunaan kinesiotape dapat mencegah resiko

cedera berulang dan Derajat Sudut Quadriceps (Q-Angle) pada PFPS

2. Evaluasi Functional Movement Screening pada kelompok atlit dengan kasus

patellofemoral pain syndrome.

B. Sampling

1. sampling diacak (random) hanya pada atlit yang mengalami PFPS total sampel

18 (9 sampel kelompok KTape & 9 sampel kelompok Taping Plasebo)

C. Pengukuran

1. Menggunakan Functional Movemenst Screening dan Q-angle dengan

goniometer sebelum dan sesudah diberika kinesiotape dan taping placebo.

D. Assessment PFPS

1. Patellar Apprehension Test :

a. Posisikan pasien tidur terlentang dan fleksikan lutut 30o

b. FT menarik patella ke lateral & pasien diperintahakn menggerakkan lututnya

lurus (ekstensi)

c. Jika Nyeri (+) PFPS, Jika Tidak Nyeri (-) PFPS (diikuti pemeriksaan

berikutnya)

2. Quadriceps Antropometri

a. Posisikan pasien tidur terlentang dan lutut ekstensi (relax)

b. Tentukan titik pengukuran (mid patella, 10cm above mid patella, & 20 cm

above mid patella)

c. Ukur dengan meter line, catat angkanya, dan bandingkan dengan kaki sisi

lainnya.

3. Q-angle

a. Posisikan pasien berdiri (posisi anatomi)

b. Letakkan fulcrum goniometer tepat di mid patella lutut yg bermasalah

c. Arahkan goniometer ke titik SIAS dan Tuberositas Tibialis

d. Hitung derajatnya

E. Pengukuran Functional Movement Screening (FMS)

1. FMS untuk memprediksi resiko cedera yang mungkin akan terjadi

2. Yang diperhatikan dalam tes ini :

a. Tidak menggunakan alas kaki

b. Perhatikan Keseimbangan

c. Perhatikan Ketepatan pola gerakan

d. Gerak kompensasi dalam bergerak

e. Kestabilan posisi dari awal hingga akhir gerakan

f. fleksibilitas

g. Hasil ≤ 14 : resiko cedera tinggi, > 14: resiko cedera rendah

Page 114: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

94

3. Penilaian yang diberikan

Nilai Kriteria Penilaian

0 Nyeri Saat Bergerak

1 Tidak bisa menyelesaikan gerakan

2 Menyelesaikan gerakan dengan kompensasi

3 Menyelesaikan gerakan dengan baik dan tepat

4. Formulir Penilaian

Test Nilai Catatan

Deep Squat

Hurdle Step Ka

Ki

Inline Lunge Ka

Ki

Active Straight Leg Raise Ka

Ki

Rotary Stability Ka

Ki

Trunk Stability Push Up

Total

Page 115: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

95

5. Gerakan

a. Deep Squat

b. Hurdle Step

*sesuaikan pita pada tuberositas tibia dan ukur panjang dari telapak kaki-

tuberositas tibia

Page 116: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

96

Page 117: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

97

c. In Line Lunges

Page 118: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

98

d. Active Straigth Leg Raise

Page 119: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

99

e. Rotary Stability

Page 120: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

100

f. Trunk Stability Push Up

g. Shoulder Mobility

1. Ukur panjang telapak tangan terlebih dahulu

Page 121: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

101

F. Penggunaan Kinesiotape & Plasebo

1. Kinesiotaping

a. Fasilitasi VMO

Pertama berikan fasilitasi pada otot vastus medialis oblique dengan menggunakan kinesiotape

(KT) kurang lebih panjangnya 20 cm dan berikan potongan pada sisi tengah (potongan huruf Y)

dan sisakan 5 cm sebagai jangkar. Fleksikan kaki kira-kira 30o dan letakkan jangkar pada origo

VMO. Kemudian potongan taping diletakkan melingkari VMO dengan tarikan 25-50%.

b. Koreksi Patella

Untuk koreksi posisi patella, dengan posisi lutut yang sama, ambil 17 cm KT dan potong

membentuk huruf Y berikan 5 cm sebagai jangkar. Letakkan jangkar tepat di atas

epikondilus medial tulang femur. Lalu lingkari patella dengan potongan KT tersebut

dengan tarikan 25%

Page 122: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

102

c. Inhibisi ITB

Untuk menginhibisi otot vastus lateralis dan illiotibial band posisikan pasien tidur miring

dengan target kaki yang akan diberikan KT berada di atas. Kemudian pasien diminta

untuk menekukkan kaki yang menjadi target, lalu panggul hiperekestensikan dan

adduksikan. Hal tersebut untuk mengulur otot vastus lateralis dan illiotibial band.

Dengan posisi tersebut berikan taping sepanjang otot vastus lateralis tanpa dipotong sisi

tengahnya (bentuk huruf I) berikan jangkar 5 cm yang diletakkan di tuberositas tibia dan

berikan tarikan ke proksimal 25%.

d. Myofacial Release

Untuk mengurangi ketegangan otot vastus lateralis dan illiotibial band posisikan pasien

duduk dengan kaki lurus. Kemudian aplikasikan tehnik koreksi facia pada otot vastus

lateralis dan illiotibial band dengan bentuk Y berikan jangkar 7 cm yang diletakkan sisi

lateral tepat di atas bagian otot yang mengalami ketegangan dan berikan tarikan ke medial

25%.

Page 123: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

103

2. Plasebo

Perekat plasebo adalah suatu perekat yang menyerupai kinesiotape namun tidak memiliki

kelenturan seperti kinesiotape. Dengan metode pemasangan sama dengan kinesiotape dan

dipasangkan selama tiga hari.

G. Organisasi & Key Performance

1. FMS Scorer

a. Menganalisa (dari sisi depan dan samping) dan memberikan nilai

fungsional pada Form FMS

b. Menunjukkan gerakan pada FMS dengan benar

c. Memerintahkan pasien untuk melakukan gerakan tersebut

d. Tidak boleh membetulkan gerakan yang sedang dilakukan oleh pasien

2. Examiner

a. Memeriksa kondisi lutut apakah masuk dalam kriteria Inklusi & eksklusi

PFPS

b. Mencatat hasil pemeriksaan

c. Memberikan Kinesiotaping & taping placebo pada sampel yang telah di

acak sederhana, jika ganjil (1,3,5,7,9,11,13,15,17,19,21) masuk grup

Kinesiotape, jika genap (2,4,6,8,10,12,14,16,18,20,22) masuk grup

Taping Placebo

3. Data Analyzer

a. Memasukkan data dalam computer

b. Menganalisa data dan menarasikan hasil penelitian

c. Menguji statistic dengan SPSS

H. Perlengkapan

1. FMS Tools

Page 124: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

104

2. Meteran standar

3. Inform Consent/pernyataan

4. Laptop & Monitor besar

5. Kabel listrik

6. Meja

7. 2 papan jalan

8. Alat Tulis

9. Goniometer

10. Kinesiotape & Taping Plasebo

Page 125: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

105

Lampiran 2

Surat Persetujuan Sampel

(Informed Consent)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

No. telp :

CabOr :

Menyatakan bahwa :

1. Saya telah mendapatkan penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian “Penggunaan

Kinesiotaping dapat mengurangi resiko cedera berulang dan Q-Angle pada penderita

Patellofemoral Pain Syndrome”.

2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan

dari siapapun, bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi:

a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaanya dan hanya

dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi lagi

dalam penelitian ini dengan menginformasikannya kepada peneliti atas keputusannya

tanpa harus menyampaikan alasan apapun.

Saksi Tangerang,

Yang Membuat Pernyataan

(……………………………...)

(……………………………...)

Page 126: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

106

Lampiran 3

Lembar evaluasi

Page 127: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

107

Page 128: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

108

Lampiran 4

Uji statistik

Deskriptif

Data numeric dari subjek penelitian

Statistics

Umur_GrupKT Umur_GrupPl TB_GrupKT TB_GrupPl BB_GrupKT BB_GrupPl

N Valid 9 8 9 8 9 8

Missing 8 9 8 9 8 9

Mean 22.11 22.13 176.89 171.13 70.89 68.88

Std. Error of Mean 1.338 .789 2.058 1.260 2.324 3.497

Median 20.00 21.50 180.00 171.00 68.00 68.00

Mode 19 20 180 170a 65

a 68

Std. Deviation 4.014 2.232 6.173 3.563 6.972 9.891

Variance 16.111 4.982 38.111 12.696 48.611 97.839

Range 11 5 20 10 21 35

Minimum 19 20 163 165 65 54

Maximum 30 25 183 175 86 89

Sum 199 177 1592 1369 638 551

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Tests of Normality

GRUP

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

UMUR KT .256 9 .091 .810 9 .027

PLASEBO .204 8 .200* .825 8 .053

TB KT .248 9 .116 .826 9 .041

PLASEBO .165 8 .200* .927 8 .492

BB KT .216 9 .200* .829 9 .044

PLASEBO .213 8 .200* .905 8 .322

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 129: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

109

Uji homogenitas data numerik

Levene's Test for Equality of

Variances

F Sig.

UMUR Equal variances assumed 2.975 .105

Equal variances not

assumed

TB Equal variances assumed 1.360 .262

Equal variances not

assumed

BB Equal variances assumed .109 .746

Equal variances not

assumed

Uji frekuensi kelompok kategori

JK_KT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid LAKI-LAKI 8 47.1 88.9 88.9

PEREMPUAN 1 5.9 11.1 100.0

Total 9 52.9 100.0

Missing System 8 47.1

Total 17 100.0

JK_PL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid LAKI-LAKI 7 41.2 87.5 87.5

PEREMPUAN 1 5.9 12.5 100.0

Total 8 47.1 100.0

Missing System 9 52.9

Total 17 100.0

Page 130: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

110

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid LAKI-LAKI 15 88.2 88.2 88.2

PEREMPUAN 2 11.8 11.8 100.0

Total 17 100.0 100.0

REG_KT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid KANAN 7 41.2 77.8 77.8

KIRI 2 11.8 22.2 100.0

Total 9 52.9 100.0

Missing System 8 47.1

Total 17 100.0

REG_PL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid KANAN 4 23.5 50.0 50.0

KIRI 4 23.5 50.0 100.0

Total 8 47.1 100.0

Missing System 9 52.9

Total 17 100.0

REGIO

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid KANAN 11 64.7 64.7 64.7

KIRI 6 35.3 35.3 100.0

Total 17 100.0 100.0

Page 131: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

111

CAB_KT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid BASKET 7 41.2 77.8 77.8

SEPAK BOLA 1 5.9 11.1 88.9

VOLI 1 5.9 11.1 100.0

Total 9 52.9 100.0

Missing System 8 47.1

Total 17 100.0

CAB_PL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid BASKET 4 23.5 50.0 50.0

SEPAK BOLA 1 5.9 12.5 62.5

BADMINTON 1 5.9 12.5 75.0

VOLI 2 11.8 25.0 100.0

Total 8 47.1 100.0

Missing System 9 52.9

Total 17 100.0

CABOR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid BASKET 11 64.7 64.7 64.7

SEPAK BOLA 2 11.8 11.8 76.5

BADMINTON 1 5.9 5.9 82.4

VOLI 3 17.6 17.6 100.0

Total 17 100.0 100.0

Page 132: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

112

Uji normalitas data pre & post test

Tests of Normality

GRUP

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

PRE_FMS KT .906 9 .290

PLASEBO .905 8 .319

FMS_DAY3 KT .895 9 .222

PLASEBO .914 8 .385

PRE_Q KT .564 9 .000

PLASEBO .641 8 .000

Q_DAY3 KT .390 9 .000

PLASEBO .418 8 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji hogenitas (levene test)

Levene's Test for Equality of

Variances

F Sig.

PRE_FMS Equal variances assumed .062 .807

Equal variances not

assumed

FMS_DAY3 Equal variances assumed .026 .873

Equal variances not

assumed

PRE_Q Equal variances assumed .093 .765

Equal variances not

assumed

Q_DAY3 Equal variances assumed .747 .401

Equal variances not

assumed

Page 133: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

113

Uji Peningkatan nilai FMS Kelompok Kinesiotape dan Plasebo

Dengan t-test related

Paired Samples Statistics

Mean N

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 FMS_Grup_

KT

10.22 9 1.563 .521

FMSKT_3 15.22 9 2.539 .846

Pair 2 FMS_Grup_

Plasebo

10.00 8 1.604 .567

FMSPL_3 13.50 8 2.268 .802

Paired Samples Test

t df

Sig. (2-

tailed)

Pair 1 FMS_Grup_KT -

FMSKT_3

-4.685 8 .002

Pair 2 FMS_Grup_Plasebo

- FMSPL_3

-3,500 7 .010

Page 134: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

114

Uji Penurunan Q-angle kelompok kinesiotape dan plasebo dengan wilcoxon

sign rank test

Ranks

N

Mean

Rank

Sum of

Ranks

QKT_3 -

Q_Grup_KT

Negative

Ranks

9a 5.00 45.00

Positive

Ranks

0b .00 .00

Ties 0c

Total 9

QPL_3 -

Q_Grup_Plasebo

Negative

Ranks

8d 4.50 36.00

Positive

Ranks

0e .00 .00

Ties 0f

Total 8

a. QKT_3 < Q_Grup_KT

b. QKT_3 > Q_Grup_KT

c. QKT_3 = Q_Grup_KT

d. QPL_3 < Q_Grup_Plasebo

e. QPL_3 > Q_Grup_Plasebo

f. QPL_3 = Q_Grup_Plasebo

Test Statisticsb

QKT_3 -

Q_Grup_KT

QPL_3 -

Q_Grup_Plaseb

o

Z -2.887a -2.640

a

Asymp. Sig.

(2-tailed)

.004 .008

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 135: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

115

Uji Beda Rerata dan Uji Komparasi Data Peningkatan Functional Movement

Screening Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 FMSKT_3 15.22 9 2.539 .846

FMS_Grup_KT 10.22 9 1.563 .521

Pair 2 FMSPL_3 10.63 8 1.768 .625

FMS_Grup_Plasebo 10.00 8 1.604 .567

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 FMSKT_3 -

FMS_Grup_K

T

5.000 3.202 1.067 2.539 7.461 4.685 8 .002

Pair 2 FMSPL_3 -

FMS_Grup_P

lasebo

.625 1.685 .596 -.784 2.034 1.049 7 .329

Uji Beda Rerata dan Uji Komparasi Selisih Data Peningkatan Kemampuan

Functional Movement Screening Antara Kedua Kelompok Perlakuan

Group Statistics

GRUP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

SLHFMS KT 9 5.00 3.202 1.067

PLASEBO 8 3.50 2.828 1.000

Page 136: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

116

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

SLHFMS Equal

variances

assumed

.008 .931 1.018 15 .325

Equal

variances not

assumed

1.026 15.00

0

.321

Uji Beda Rerata dan Uji Komparasi Data Penurunan Q-angle Antara

Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Q_Grup_KT - QKT_3 Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 9b 5.00 45.00

Ties 0c

Total 9

Q_Grup_Plasebo - QPL_3 Negative Ranks 0d .00 .00

Positive Ranks 8e 4.50 36.00

Ties 0f

Total 8

a. Q_Grup_KT < QKT_3

b. Q_Grup_KT > QKT_3

c. Q_Grup_KT = QKT_3

d. Q_Grup_Plasebo < QPL_3

e. Q_Grup_Plasebo > QPL_3

f. Q_Grup_Plasebo = QPL_3

Page 137: penggunaan kinesiotape selama tiga hari tidak berbeda dengan ...

117

Test Statisticsb

Q_Grup_KT -

QKT_3

Q_Grup_Plaseb

o - QPL_3

Z -2.887a -2.640

a

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 .008

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji Beda Rerata dan Uji Komparasi Selisih Data Penurunan Q-angle Antara

Kedua Kelompok Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

GRUP N Mean Rank Sum of Ranks

SLHQA KT 9 8.44 76.00

PLASEBO 8 9.63 77.00

Total 17

Test Statisticsb

SLHQA

Mann-Whitney U 31.000

Wilcoxon W 76.000

Z -.727

Asymp. Sig. (2-tailed) .467

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .673a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: GRUP