Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri...

14
1 PENGGUNAAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DALAM MODEL PEMILIHAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DI INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA Didit Herawan Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Didit Herawan. Lahir di Malang, 26 Oktober 1960, menyelesaikan Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Fisika ITB (1985), Master of Business Administration dari Nyenrode University, The Netherlands (1996), dan Kandidat Doktor Manajemen Stratejik dari Universitas Indonesia. Pernah bekerja sebagai Engineer di perusahaan manufaktur pesawat terbang BOEING Co., U.S.A., sebagai Deputy Vice President Sales & Marketing PT. Dirgantara Indonesia, dan sebagai Country Director Motorola Networks Indonesia. Saat ini menjadi Pengajar di Universitas Indonesia dan Entrepreneur di bidang TIK dan Industri Kreatif. Abstrak Studi ini mengintegrasikan tiga konsep yang relative baru: sistem inovasi, kerangka strategi inovasi teknologi, dan metode analytic network process (ANP), untuk membangun model pemilihan strategi inovasi teknologi industri telekomunikasi di Indonesia. Konstruksi model berbasis ANP dibangun menggunakan kriteria pemilihan yang diadopsi dari komponen dan elemen sistem inovasi sektoral/nasional, yakni: aktor sistem inovasi, karakteristik aktor, pengetahuan dan teknologi, jejaring, kondisi pasar dan budaya usaha, kebijakan pemerintah, dan kerangka waktu (Malerba, 2004; Lundvall, 1992; Arnold, 2003; De Meyer, 2005; Estrin, 2009). Sedangkan alternatif pilihan strategi diadopsi dari hasil penelitian konseptual Wong (1999) yang mencakup: reverse value chain strategy, reverse product life cycle innovation strategy, process capability specialist strategy, product technology pioneering strategy, dan application pioneering strategy. Pengujian model dilakukan melalui pengisian kuesioner menggunakan sample penelitian lima pakar industri telekomunikasi, mewakili kalangan industri, kalangan pemerintah, dan kalangan universitas, disesuaikan dengan konsep triple helix (Leydesdorff & Meyers, 2005). Temuan uji empiris meliputi prioritas strategi dan tingkat kepentingan komponen/elemen sistem inovasi yang mempengaruhinya. Model pemilihan strategi ini diharapkan dapat memberi kontribusi keilmuan pengembangan sistem inovasi sektoral/nasional dan pengembangan aplikasi metode analytic network process. Sebagai kontribusi praktis, model pemilihan strategi ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan daya saing industri telekomunikasi Indonesia. Kata Kunci: Sistem Inovasi Sektoral, Sistem Inovasi Nasional, Strategi Inovasi Teknologi, Analytic Network Process (ANP), Industri Telekomunikasi.

description

This Paper was Presented at The 3rd National Conference on Management Research. 5 November 2009, PPM-UNPAR, Bandung, Indonesia.

Transcript of Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri...

Page 1: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

1

1

PENGGUNAAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DALAM

MODEL PEMILIHAN STRATEGI PENGEMBANGAN

TEKNOLOGI DI INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Didit Herawan Pascasarjana Ilmu Manajemen

Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

Didit Herawan. Lahir di Malang, 26 Oktober 1960, menyelesaikan Sarjana Teknik

dari Jurusan Teknik Fisika ITB (1985), Master of Business Administration dari

Nyenrode University, The Netherlands (1996), dan Kandidat Doktor Manajemen

Stratejik dari Universitas Indonesia. Pernah bekerja sebagai Engineer di perusahaan

manufaktur pesawat terbang BOEING Co., U.S.A., sebagai Deputy Vice President

Sales & Marketing PT. Dirgantara Indonesia, dan sebagai Country Director

Motorola Networks Indonesia. Saat ini menjadi Pengajar di Universitas Indonesia

dan Entrepreneur di bidang TIK dan Industri Kreatif.

Abstrak

Studi ini mengintegrasikan tiga konsep yang relative baru: sistem inovasi,

kerangka strategi inovasi teknologi, dan metode analytic network process (ANP),

untuk membangun model pemilihan strategi inovasi teknologi industri telekomunikasi

di Indonesia.

Konstruksi model berbasis ANP dibangun menggunakan kriteria pemilihan

yang diadopsi dari komponen dan elemen sistem inovasi sektoral/nasional, yakni:

aktor sistem inovasi, karakteristik aktor, pengetahuan dan teknologi, jejaring, kondisi

pasar dan budaya usaha, kebijakan pemerintah, dan kerangka waktu (Malerba, 2004;

Lundvall, 1992; Arnold, 2003; De Meyer, 2005; Estrin, 2009). Sedangkan alternatif

pilihan strategi diadopsi dari hasil penelitian konseptual Wong (1999) yang

mencakup: reverse value chain strategy, reverse product life cycle innovation

strategy, process capability specialist strategy, product technology pioneering

strategy, dan application pioneering strategy.

Pengujian model dilakukan melalui pengisian kuesioner menggunakan sample

penelitian lima pakar industri telekomunikasi, mewakili kalangan industri, kalangan

pemerintah, dan kalangan universitas, disesuaikan dengan konsep triple helix

(Leydesdorff & Meyers, 2005).

Temuan uji empiris meliputi prioritas strategi dan tingkat kepentingan

komponen/elemen sistem inovasi yang mempengaruhinya. Model pemilihan strategi

ini diharapkan dapat memberi kontribusi keilmuan pengembangan sistem inovasi

sektoral/nasional dan pengembangan aplikasi metode analytic network process.

Sebagai kontribusi praktis, model pemilihan strategi ini dapat dimanfaatkan dalam

pengembangan daya saing industri telekomunikasi Indonesia.

Kata Kunci: Sistem Inovasi Sektoral, Sistem Inovasi Nasional, Strategi Inovasi

Teknologi, Analytic Network Process (ANP), Industri Telekomunikasi.

Page 2: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

2

2

1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

Industrialisasi dan globalisasi telah memacu negara-negara untuk

mengembangkan keunggulan daya saing, dengan membangun dan menguasai: pasar,

teknologi, keahlian dan investasi (Vietor, 2007). Negara-negara yang sedang

berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan besar dalam proses mengejar

ketertinggalan industrialisasinya. Sejak krisis ekonomi 1998 hingga saat ini industri

manufaktur perangkat telekomunikasi di Indonesia tidak menunjukkkan harapan yang

cerah. Meskipun potensi pasar pengguna telepon seluler di Indonesia sangat besar,

dan pertumbuhannya sangat pesat, namun tidak diikuti peningkatan peran industri

domestik. Kandungan lokal perangkat jejaring telekomunikasi seluler yang digunakan

oleh sebelas operator telekomunikasi di Indonesia sangat kecil.1 Dari belanja modal

(capital expenditure) infrastruktur telekomunikasi nasional yang besarnya mencapai

Gambar 1-2 Perkembangan Industri Telekomunikasi Indonesia

Rp 40 trilyun per tahun pada kurun waktu 2004-2008, kontribusi manufaktur nasional

hanya 3% dari sekitar total Rp 20 trilyun per tahun belanja perangkat, dan hanya

0,1%-0,7% yang merupakan produk asli nasional Indonesia2. Sementara Departemen

1 Siaran Pers Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Departemen Komunikasi dan Informasi.

2 Ibid

‘02‘98‘90‘80

Perusahaan

Jasa

Perusahaan

Manufaktur

Jum

lah

Per

usa

haa

n

1st Generation INTI

RFC

LEN

2nd Generation CMI

EN

CITRA

NUSA

BAKRIE

HARIFF

TELNIC

3rd Generation QUASAR

other

4th Generation INDONESIA TOWER

AMP

x

xx

x

50% of the companies:

• Change competency

• Shrinking

• Flat-out

• Fading-out

Page 3: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

3

3

Perindustrian Republik Indonesia (DEPERIN) memperkirakan nilai belanja modal

(capex) peralatan Telekomunikasi dalam negeri tahun 2008-2012 mencapai Rp150

triliun.3 Namun kebutuhan perangkat telekomunikasi yang masih tinggi tersebut

belum bisa dimanfaatkan sebagai pendorong pertumbuhan manufaktur nasional.

Lemahnya riset & pengembangan menjadi penyebab terhambatnya industri telematika

nasional dalam bersaing dengan manufaktur asing.4

Di tingkat Internasional, penelitian Gartner, Inc. (2008) menunjukkan bahwa

Indonesia tidak termasuk dalam daftar 30 negara yang menjadi tujuan

offshore/outsourcing. Sepuluh negara dari Asia/Pasifik yang masuk dalam daftar

tersebut adalah Australia, China, India, Malaysia, New Zealand, Pakistan, The

Philippines, Singapore, Thailand dan Vietnam. Penilaian tersebut didasarkan pada

kriteria: bahasa, dukungan pemerintah, ketersediaan tenaga kerja, infrastruktur, sistem

pendidikan, biaya, kondisi politik dan ekonomi, kompatibilitas budaya, kesiapan

global dan legal, serta keamanan dan privasi data dan intellectual property5.

Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan, penelitian tersebut juga menunjukkan

ketidaksiapan industri jasa dan perangkat Indonesia untuk berperan di arena global.

DEPERIN dalam Laporan Tahun 2007 mencanangkan pembangunan industri

nasional Indonesia untuk meningkatkan kesempatan kerja, investasi dan ekspor,

dengan meningkatkan daya saing industri manufaktur, melalui perbaikan iklim

investasi, pemberdayaan industri kecil menengah (IKM), dan pengembangan industri

berorientasi ekspor.6 Industri Telekomunikasi dalam negeri akan terus ditingkatkan

kompetensi di bidang R&D, Manufacturing & Engineering Services, antara lain

terkait dengan produk berbasis teknologi Broadband Wireless Access (BWA).

Penelitian terdahulu yang dilakukan Kim (1997, 2000) dan Wong (1999)

mengaitkan dengan pendekatan sistem inovasi nasional7, yaitu suatu pendekatan

3 Ibid, halaman 25-26.

4 Dikutip dari Laporan Perkembangan Sektor Industri Tahun 2007, yang diterbitkan oleh Departemen

Perindustrian di bulan Desember 2007, halaman 43. 5 Press release Gartner, Inc., New York, 2008.

6 Laporan Perkembangan Sektor Industri Tahun 2007, Departemen Perindustrian, Desember 2007.

7 Beberapa definisi Sistem Inovasi Nasional dikutip dari OECD (1997):

“.. the elements and relationships which interact in the production, diffusion and use of new,

and economically useful, knowledge ... and are either located within rooted inside the borders

of a nation state.” (Lundvall, 1992)

“.. that set of distinct institutions which jointly and individually contribute to the development

and diffusion of new technologies and which provides the framework within which

governments form and implement policies to influence the innovation process. As such it is a

Page 4: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

4

4

sistemik terhadap inovasi yang dikenalkan oleh Freeman (1987), Lundval (1992) dan

Nelson (1993). Konsep sistem inovasi juga dikembangkan pada tingkatan sektoral

atau industri oleh Malerba (2004) dan dikenal sebagai sistem inovasi sektoral

(Malerba, 2004). Namun dalam konteks suatu negara, peran pemerintah yang kuat

tetap diperlukan bagi pengembangan industri, seperti halnya di Korea (Kim, 1997).

Kim (1997) juga menyimpulkan adanya proses serupa diantara negara-negara

yang sedang berkembang dalam mengejar ketertinggalan industrinya melalui empat

tahapan inovasi teknologi: (1) melakukan impor teknologi dan tenaga ahli asing, (2)

memindahkan aktivitas industri dari pemerintah ke swasta, (3) melakukan asimilasi

teknologi yang diimpor, dan (4) menyusul ketertinggalannya (catch-up) dari negara

maju. Sedangkan Wong (1999) yang melakukan penelitian terhadap keberhasilan

Korea, Taiwan dan Singapore, mengemukakan lima pilihan kerangka konseptual

strategi inovasi teknologi dalam produk, proses dan aplikasi. Kelima pilihan strategi

tersebut adalah: reverse value chain strategy, reverse product life cycle innovation

strategy, process capability specialist strategy, product technology pioneering

strategy, dan application pioneering strategy. Pertanyaan utama yang muncul adalah:

strategi inovasi teknologi mana yang sebaiknya diterapkan manufaktur perangkat

telekomunikasi di Indonesia, untuk meningkatkan daya saing dan perannya di pasar

domestik dan global?

Secara umum penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan penelitian untuk

mendapatkan strategi inovasi percepatan pengembangan teknologi industri

manufaktur di Indonesia. Sedangkan secara khusus penelitian ini ditujukan untuk

mengembangkan model pemilihan strategi berbasis ANP, dengan menggunakan

faktor sistem inovasi sektoral/nasional sebagai kriteria dan kerangka strategi

percepatan pengembangan teknologi sebagai alternatif pilihan.

Studi ini sendiri diharapkan dapat mengisi kesenjangan penelitian (research

gap) studi sistem inovasi di industri telekomunikasi, sekaligus sebagai usaha melihat

pemanfaatan kerangka konseptual strategi percepatan pengembangan teknologi yang

dikemukakan Wong (1999) aplikasi metode analytic network process (ANP).

Sedangka kontribusi praktis yang dapat diberikan, antara lain: (a) memberikan

prioritas strategi yang dapat diterapkan di industri telekomunikasi Indonesia dalam

system of interconnected institutions to create, store and transfer the knowledge, skills and

artifacts which define new technologies.” (Metcalfe, 1995)

Page 5: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

5

5

usaha mengejar ketertinggalan teknologinya; (b) memberikan model alternatif

pemilihan strategi pengembangan teknologi melalui evaluasi sistem inovasi

sektoral/nasional, yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai template proses

penentuan kebijakan secara partisipatif di industri telematika.

2 Sintesa Strategi Inovasi, Sistem Inovasi, dan ANP

Model yang dibangun dalam studi ini merupakan sintesis tiga pendekatan,

yakni: sistem inovasi sektoral dan sistem inovasi nasional, alternatif strategi inovasi

teknologi, dan metode pengambilan keputusan ANP. Ketiganya diintegrasikan

menjadi Model Pemilihan Strategi, seperti digambarkan berikut.

Model ANP

Pemilihan Strategi

Komponen/Elemen

Sistem Inovasi Sektoral/Nasional

(Malerba, 2004; De Meyer, 2005; Estrin, 2009)

Sebagai kriteria pemlihan

Lima Kerangka

Strategi Inovasi Teknologi

(Wong, 1999)

Sebagai alternatif pilihan

Metode Pengambilan Keputusan

Analytic Network Process

(Saaty, 1998, 2005)

Gambar 2-1 Sintesis Model Pemilihan Strategi

2.1 Alternatif Pilihan Strategi

Kelima kerangka inovasi teknologi yang dikemukakan Wong (1999) menjadi

alternatif yang akan dipilih sebagai strategi dalam pemegembangan daya saing

industri manufaktur perangkat telekomunikasi Indonesia. Secara ringkas masing-

masing strategi dapat dijelaskan sebagai berikut.

Reverse value chain strategy; Merupakan strategi perusahaan dalam mengejar

ketertinggalan teknologi, dengan cara menguasai teknologi pembuatan komponen

sederhana dan menerima pekerjaan outsorcing atau subcontracting dari perusahaan

besar pembuat perangkat lengkap. Peranan perusahaan kemudian ditingkatkan dari

original equipment manufacturing (OEM) menjadi original design manufacturers

Page 6: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

6

6

(ODM) kemudian menjadi original idea manufacturing (OIM) dan akhirnya menjadi

own brand manufacturing (OBM).

Reverse product life cycle innovation strategy; Strategi ini merupakan varian dari

strategi sebelumnya dimana perusahaan berubah dari late-followers menjadi fast-

followers dalam produk yang dihasilkan, melalui cara penggunaan lisensi atau meniru

produk yang sudah tidak lagi bersifat proprietary dan menjual dengan harga murah.

Tahap selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan produk dan proses, dengan

investasi penuh pada proses pembelajaran dan mengadopsi R&D dari perusahaan

pemimpin pasar untuk dapat mempersempit kesenjangan yang ada. Pendekatan ini

membutuhkan kemampuan keuangan yang kuat, karena perusahaan pendatang baru

menggunakan strategi produk dan proses secara bersama-sama dan langsung

berhadapan dengan pesaing yang telah ada sebelumnya dengan menggunakan brand-

nya sendiri dan bersaing dalam harga8.

Process capability specialist strategy; Melalui strategi ini perusahaan membuat

komitmen untuk mengembangkan usahanya hanya dalam proses saja, dengan

memiliki spesialisasi manufaktur. Fokus dari pengembangan teknologi perusahaan

adalah untuk meningkatkan kemampuan prosesnya dan secara konsisten

meningkatkan investasi sumber daya untuk dapat melakukan inovasi proses terus

menerus.

Product technology pioneering strategy; Strategi ini juga disebut sebagai product

innovator strategy. Melalui strategi ini perusahaan pendatang baru berusaha

melakukan lompatan penguasaan teknologi untuk menjadi pelopor produk baru

melalui inovasi teknologi produk yang radikal dan menetapkan inovasinya dalam

desain untuk mendominasi pasar. Dalam kaitan ini perusahaan perlu mendapatkan

berbagai kompensasi yang menguntungkan, seperti: tenaga R&D yang murah,

dukungan pemerintah yang khusus, penggunaan piranti lunak yang murah atau bebas

selama masa pengembangan produk, pasar tertentu yang tidak diketahui/dimiliki oleh

negara maju, dll.

8 Catatan penulis dari industri telekomunikasi seluler-nirkabel: Strategi ini digunakan oleh pendatang

baru di dunia telekomunikasi, seperti Huawei dan ZTE dari negeri China. Pemerintah China

mengundang produsen utama telekomunikasi untuk memproduksi dan memasarkan di China, kemudian

meniru produk dan prosesnya, dan selanjutnya berkompetisi dalam harga menggunakan brand sendiri

di pasar global, termasuk di pasar telekomunikasi Indonesia. Tahap perubahan ini terjadi dalam kurun

waktu 10-15 tahun sejak munculnya teknologi seluler-nirkabel AMPS (1G: first generation) yang

kemudian berkembang dengan teknologi 2G, 3G dan kini menjelang 4G. Huawei dan ZTE melakukan

transisinya pada saat pengembangan teknologi 2G.

Page 7: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

7

7

Application pioneering strategy; Strategi ini menuntut perusahaan untuk

memanfaatkan teknologi yang sudah ada dan menerapkannya secara inovatif, tidak

pada inovasi teknologi produk yang radikal, melainkan hanya pada inovasi

penerapannya. Strategi ini memiliki peluang keberhasilan yang lebih baik bila

perusahaan yang akan memanfaatkan teknologi tersebut memiliki kemampuan

pelengkap. Keberhasilan strategi ini ditentukan oleh kemampuan perusahaan memilih

dan mengadopsi teknologi yang sudah ada lebih cepat dan lebih kreatif dari pesaing.

Juga penting adanya kemampuan mengenali dengan baik segmen bisnis

persaingannya. Strategi ini meskipun tampak sederhana, namun juga memerlukan

pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam penerapan untuk mencapai

keberhasilannya9.

2.2 Sistem Inovasi Sektoral/Nasional sebagai Kriteria Pemilihan

Sintesis kriteria pemilihan strategi dikembangkan mulai dengan faktor-faktor

yang memengaruhi sistem inovasi sektoral: aktor dan jejaring, pengetahuan dan

teknologi, dan institusi (Malerba, 2004). Dimensi ini kemudian ditambah dengan

batasan negara melalui kajian sistem inovasi nasional (Lundvall, 1992; Arnold, 2003),

dan penekanan pada elemen penting penelitian lainnya: kepemimpinan (De Meyer,

2005), pendanaan, penelitian dan pengembangan (Estrin, 2009), dan kebijakan-

kebijakan pemerintah (Taufik, 2005).

Secara lengkap komponen, dengan elemen-elemen di dalamnya, yang

digunakan sebagai kriteria pemilihan strategi adalah: aktor sistem inovasi (industri,

pemerintah, universitas); karakteristik aktor (kepemimpinan, kewirausahaan,

kreativitas); pengetahuan dan teknologi (kesiapan pengetahuan & teknologi,

kemampuan akuisisi pengetahuan & teknologi, resiko perubahan teknologi); jejaring

(pendanaan, R&D, supply-chain, pemasaran, telematika & transportasi); kondisi pasar

& budaya usaha (ketersediaan pasar, kolaborasi, kompetensi, pengaruh politik, proses

HAKI/paten); kebijakan pemerintah (kebijakan R&D, kebijakan fiskal & pajak,

kebijakan industri, kebijakan pendidikan, regulasi telekomunikasi); dan kerangka

waktu (jangka pendek/1 tahun, jangka menengah/5 tahun, jangka panjang/20 tahun).

9 Observasi malalui BPPT dan MASTEL, menunjukkan bahwa kebanyakan pemain di industri

telekomunikasi mencari jalan singkat menjadi pedagang (trader) dari teknologi, dan tidak melakukan

inovasi dalam penerapannya.

Page 8: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

8

8

2.3 Metode Analytic Network Process (ANP)

ANP yang digunakan sebagai dasar pemodelan, merupakan metode baru

pengambilan keputusan pada permasalahan yang bersifat teknis-sosial (socio-

technical) berdasarkan sejumlah kriteria (multi-criteria). ANP adalah generalisasi dari

analytic network process (AHP) dengan memasukkan faktor feedback. Metode ini

telah terbukti dapat digunakan, tidak saja sebagai metode pengambilan keputusan,

namun juga dapat digunakan sebagai metode forecasting, ataupun perhitungan pangsa

pasar (Saaty, 2006). Hal penting dalam membangun model ANP adalah adanya

alternatif pilihan dan kriteria pemilihan. Dengan memasukkan penilaian Pakar,

melalui pembandingan berpasangan dalam skala tingkat kepentingan 1-9, ke dalam

model tersebut, maka akan diperoleh hasil berupa prioritas pilihan (Saaty, 2005).

Tabel 2-1 Skala Fundamental Kepentingan Relatif

Skala Definisi Penjelasan 1

3

5

7

9

Kepentingan yang sama

Kepentingan yang moderat

Kepentingan yang kuat

Kepentingan yang sangat

kuat

Kepentingan yang ekstrim

Dua faktor atau elemen berperan sama

atau kepentingan sama terhadap tujuan

Pengalaman dan penilaian agak lebih

menyukai satu faktor dibanding lainnya

Pengalaman dan penilaian lebih menyukai

satu faktor atau elemen dibanding lainnya

Suatu faktor atau elemen benar-benar lebih

disukai dan dominasinya terlihat jelas

Sebuah faktor atau elemen amat sangat

disukai dibanding lainnya dalam tingkat

kemungkinan yang paling tinggi (ekstrim)

2,4,6,8

Nilai pertengahan

diantara dua penilaian

yang berdekatan

Apabila diperlukan kompromi lebih

lanjut

Penambahan

0,1

Nilai pertengahan dengan

penambahan 0,1

Digunakan untuk penilaian yang lebih

akurat

3. Pengembangan Model Pemilihan Strategi

Pengembangan model ANP pemilihan strategi ini dilakukan melalui tiga

tahap, dengan mengadopsi tahapan penelitian yang dilakukan Ho (2004), yakni: tahap

konstruksi model, tahap kuantifikasi model dan tahap analisis hasil.

Page 9: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

9

9

3.1 Tahap Konstruksi Model

Konsep model yang dibangun berdasarkan sitesis kosep sistem inovasi, pilihan

kerangka strategi inovasi dan metode ANP, kemudian diaplikasikan dalam pirati

lunak Super Decision sehingga dapat ditampilkan seperti pada Gambar 3-1 berikut

Gambar 3-1 Model ANP Pemilihan Strategi

Validasi terhadap model penelitian mencakup tiga hal, yakni: validasi konten

dan validasi model. Validasi dilakukan melalui diskusi dengan pakar telekomunikasi

maupun pakar ANP baik secara sendiri-sendiri dan maupun dalam Focus Group

Discussion (FGD) 10

dengan kelompok pakar. Proses ini dilakukan untuk

mendapatkan konsesus bersama terhadap batasan-batasan penelitian. Dalam tahapan

ini diterima beberapa masukan dari pakar, sehingga akhirnya diperoleh konstruksi

model ANP dengan 5 alternatif strategi dan 8 kelompok/klaster kriteria yang memiliki

jumlah elemen keseluruhan sebanyak 27 elemen.

3.2 Tahap Kuantifikasi Model (Metode Pengumpulan Data)

Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh

responden pakar industri telekomunikasi, yang mewakili kalangan Industri (3 orang),

kalangan Univesitas (1 orang) dan kalangan Pemerintah (1 orang). Format kuesioner

10

FGD dilakukan dengan mengundang lima pakar industry Telekomunikasi, yakni: Prof. DR. Suhono

Harso Supangkat, DR. Ir. Trio Andiono, Ir. Yana S. Raharja, Ir. Hidayat Oemar, dan Ir, John Welly

MSc. Proses FGD dilakasanakan pada tanggal 3 April 2009 di kantor Pusat Inkubator Bisnis ITB,

Bandung, dengan dibantu oleh beberapa rekan fasilitator Kanaka Hidayat MTM, Ir. Gatot Wibisono,

dan Ir. Adhi Widodo.

Page 10: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

10

10

yang diisi oleh para responden terdiri atas 169 pertanyaan, yang kemudian akan

ditranslasikan untuk menjawab pertanyaan pasangan (pairwise comparison) sebanyak

1150 pertanyaan yang ada di Super Decision. Pre-test kuesioner dilakukan untuk

memastikan kesiapan dan kemudahan kuesioner untuk dipahami oleh responden

sehingga responden dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik.

3.3 Tahap Analisis Hasil

Pengolahan data dilakukan terhadap hasil kuesioner dari masing-masing pakar

dan data gabungan kelima hasil kuesioner para pakar tersebut, sehingga dapat

diketahui pemeringkatan yang dilakukan masing-masing responden dan

pemeringkatan kolektif/gabungan. Data gabungan dihasilkan dengan menghitung

geometric-mean dari kelima data tersebut.

Hasil pemrosesan Super Decision berupa tiga jenis tabel supermatrix, yakni:

(1) cluster matrix yang menunjukkan hubungan antar klaster; (2) weighted super

matrix, dimana setiap blok dari eigenvector kolom dari suatu cluster dibobot dengan

prioritas dari pengaruh dari cluster tersebut, yang membuat kolom weighted

supermatrix menjadi stokastik; dan (3) limiting super matrix diperoleh dengan

memangkatkan weighted supermatrix sehingga jumlah pada setiap kolom adalah satu.

4 Hasil Analisis dan Temuan

Hasil analisis meliputi analisis terhadap hasil pengujian model yang berupa

pemeringkatan alternatif pilihan strategi dan analisis terhadap penggunaan model

ANP.

Analisis Hasil Pemeringkatan Strategi

Proses pemeringkatan alternatif strategi memberikan hasil seperti ditampilkan

dalam grafik pada Gambar 4-1 di bawah. Hasil pemeringkatan gabungan

menunjukkan strategi Application Pioneering menempati prioritas tertinggi, disusul

dengan strategi Reverse Product Life Cycle di posisi kedua dan terpaut sedikit dengan

strategi Reverse Value Chain di peringkat ketiga. Peringkat keempat adalah strategi

Product Technology Pioneering dan peringkat terakhir adalah strategi Process

Capability Specialist.

Apabila dibandingkan dengan penilaian masing-masing pakar, maka hasil

gabungan yang diperoleh ini didukung oleh 3 pakar dari kalangan Industri (60%).

Sementara pakar dari kalangan Pemerintah (R1) dan kalangan Universitas (R2) tidak

Page 11: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

11

11

menempatkan strategi Application Pioneering pada pilihan pertama. R1 memilih

strategi Product Technology Pioneering sebagai pilihan pertama sedangkan R2

memilih strategi Reverse Value Chain sebagai pilihan pertamanya.

R1 (Govt.)

R2 (Univ.)

R3 (Ind.)

R4 (Ind.)

R5 (Ind.)

GABUNGAN

SKALA

RESPONDEN

Reverse Value Chain

Reverse Product Life Cycle Innovation

Process Capability Specialist

Product Technology Pioneering

Application Pioneering

Gambar 4-1 Prioritas Pilihan Strategi

Dalam angka-angka yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut.

Tabel 4-1 Angka Prioritas Pilihan Strategi

Strategi Application Pioneering dipilih oleh pelaku industri karena dianggap

sebagai langkah dengan risiko yang paling rendah, dengan mengambil peran sebagai

pemanfaat teknologi yang dihasilkan oleh pihak lain. Hasil ini makin jelas bila

dikaitkan dengan latar belakang masing-masing responden dari kalangan industri yang

lebih mengambil peran pengguna teknologi, dengan atau tanpa pengalaman dalam

produksi perangkat telekomunikasi sebelumnya. Pilihan strategi yang mendapat

prioritas berikutnya adalah Reverse Product Life Cycle Innovation dan Reverse Value

Page 12: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

12

12

Chain. Keduanya merupakan langkah pengembangan yang paling memungkinkan

untuk dijalankan, setelah pelaku usaha memahami tentang sektor telekomunikasi lebih

baik. Sedangkan process capability specialist dan product technology pioneering

mendapat prioritas terakhir. Kedua strategi ini memang membutuhkan kemampuan

dan komitmen yang lebih tinggi dibandingkan strategi sebelumnya.

Keluaran lain yang dihasilkan adalah perbandingan tingkat kepentingan

elemen-elemen yang menjadi kriteria pemilihan, seperti diperlihatkan pada Gambar 4-

2. Dalam gambar ini, lima elemen yang paling penting mempengaruhi pemilihan

strategi adalah: pelaku industri, kemampuan akuisisi pengetahuan & teknologi,

ketersediaan pasar, Kesiapan pengetahuan & teknologi, dan jejaring pendanaan dan

kolaborasi.

Gambar 4-3 Tingkat Kepentingan Elemen

5 Pembahasan dan Saran Penelitian Lanjutan

Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa industri manufaktur

telekomunikasi Indonesia masih berada pada tahap awal akuisisi pengetahuan dan

teknologi, sehingga lebih tepat untuk melakukannya melalui strategi application

pioneering. Hal ini sesuai dengan kesimpulan umum Gammeltoft & Aminullah (2006)

bahwa sistem inovasi Indonesia masih belum terbentuk dan masih berada di

crossroad. Untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik, pemodelan ANP perlu

diarahkan pada hal yang spesifik, dengan pemisahan responden berdasarkan latar

belakang kepakaran untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berkaitan dengan

Page 13: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

13

13

hal ini, maka pemilihan teknologi harus ipisahkan antara teknologi manufaktur

perangkat jejaring dengan teknologi manufaktur telepon seluler. Apabila penelitian ini

bertujuan mendapatkan masukan dari kalangan pelaku industri, maka sebaiknya

responden hanya yang brasal dari kalangan pelaku industri. Dengan demikian

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan industri dapat memahami situasi yang

dirasakan pelaku industri.

Dari keseluruhan proses pemodelan ANP untuk pemilihan strategi ini dapat

diamati adanya kemungkinan perbaikan yang dapat dilakukan agar model yang telah

dibangun dapat dikembangkan lebih lanjut. Kemungkinan perbaikan tersebut

mencakup tiga hal, yakni pada: a) konstruksi model, b) pemilihan pakar, dan c)

pengumpulan data melalui kuesioner. Pada ketiga hal ini, keterlibatan pakar yang

intensif sangat dibutuhkan. Penempatan peranan pakar yang jelas dalam keseluruhan

proses penting diperhatikan, sehingga semua pihak dapat melakukan dengan motivasi

yang tinggi dan berkesinambungan. Kesinambungan dalam proses penting untuk

menjaga konsistensi pandangan terhadap persoalan yang dibahas.

Studi ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan pengayaan model pada

aspek konten dengan kirteria yang lebih menyeluruh dan lebih lengkap untuk bisa

lebih memahami perilaku sistem inovasi yang ada. Sedangkan konstruksi model dapat

ditingkatkan ketelitiannya dengan mengkombinasikan metode AHP dan ANP.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

De Meyer, A., & Garg, S. (2005). Inspire to Innovate: Management & Innovation in

Asia. Palgrave Mc Milan.

Herawan, D. 2009. Catatan atas Sistem Inovasi Nasional. Dalam Avanti Fontana,

Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai. Gramedia Widiasarana

Indonesia, Lampiran D, halaman 290-295.

Fontana, A. 2009. Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai.

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Estrin, J. (2009). Closing the Innovation Gap: Reigniting the Spark of Creativity in A

Global Economy. McGraw-Hill. New York.

Fagerberg, J., Mowery, D.C., & Nelson, R.R. (2005). The Oxford Handbook of

Innovation. Oxford University Press, Oxford New York.

Ho, C. (2004). Strategic Evaluation of Emerging Technologies in The Semiconductor

Foundry Industry (Special Case: Semiconductor Foundry Industry in Taiwan).

Disertasi Doctor of Philosophy dalam System Science: Engineering

Management. Portland State University.

Holbrook, J.A.D. (1997). The Use of National Systems of Innovation Models to

Develop Indicators of Innovation and Technological Capacity. Center for

Policy Research on Science and Technology. Vancouver, British Columbia.

Page 14: Penggunaan Analytic Network Process Dalam Model Pemilihan Strategi an Teknologi Di Industri Telekomunikasi Indonesia

14

14

Kim, L. (1997). Imitation to Innovation: The Dynamics of Korea’s Technological

Learning. Harvard Business School Press. Boston, Massachusetts.

Kim, L., & Nelson, R.R. (2000). Technology, Learning, & Innovation: Experiences of

Newly Industrializing Economies. Cambridge University Press, Cambridge,

U.K.

Leydesdorff, L., & Etzkowitz, H. (2001). The Transformation of University–industry–

government Relations. Electronic Journal of Sociology. ISSN: 1198 3655.

Leydesdorff, L., & Meyer, M. (2005). The triple Helix Model and the Knowledge-

Based Economy.

Lundvall, B.-A. (Ed.) (1992). National Systems of Innovation: Towards a Theory of

Innovation and Interactive Learning. London: Pinter.

Lundvall, B.-A (2004). National Innovation Systems – Analytical Concept and

Development Tool. Dynamics of Industry and Innovation: Organizations,

networks and Systems. Copenhagen, Denmark.

Lundvall, B.-A., Intarakumnerd, P. & Vang, J. (2006). Asia’s Innovation Systems in

Transition. Edward Elgar, Cheltenham, UK.

Lundvall, B.-A (2007). National Innovation Systems – Analytical Concept and

Development Tool. Industry and Innovation. Vol. 14, No. 1, pp. 95-119.

Malerba, F. (2004). Sectoral Systems of Innovation: Concepts, Issues and Analysis of

Six Major Sector in Europe. Cambridge University Press, Cambridge, UK.

Nelson, R.R. (1993). National Innovation Systems: A Comparative Analysis. Oxford

University Press, New York.

Saaty, T.L. (1999). Fundamentals of the Analytic Network Process. ISAHP 1999,

Kobe, Japan, August 12-14, 1999.

Saaty, T.L. (2005). Theory and Applications of the Analytic Network Process:

Decision Making with Benefits, Opportunities, Costs, and Risks. RWS

Publication, Pittsburgh.

Saaty, T.L., & Sodenkamp, M. (2008). Making Decisions in Hierarchic and Network

Systems. International Journal of Applied Decision Sciences. Volume 1,

Number 1, pp.24-79.

Saaty, T.L., & Vargas, L.G. (2006). Decision Making with the Analytic Network

Process. Springer, New York.

Scherer, F.M. (1999). New Perspectives on Economic Growth and Technological

Innovation. The Brookings Institution, Washington, D.C.

Vietor, R.H.K. (2007). How Countries Compete: Strategy, Structure, and Government

in the Global Economy. Harvard Business School Press, Boston, Massachusetts.

Wong, P.K. (1999). National Innovation Systems for Rapid Technological Catch-Up:

An analytical framework and a comparative analysis of Korea, Taiwan and

Singapore. DRUID Summer Conference on National Innovation Systems,

Industrial Dynamics and Innovation Policy. Rebild, Denmark.