PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang...

103
iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi Berjudul EFEKTIVITAS MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN SETELAH DIKELUARKANNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN telah diujikan pada Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum (PMH). Jakarta, 6 Desember 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN 1. Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. (…………………….) NIP. 195703121985031003 2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. (…………………….) NIP. 196511191998031002 3. Pembimbing : Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag. (…………………….) NIP. 150277991 4. Penguji I : Kamarusdiana, S.Ag., MH. (…………………….) NIP. 197202241998031003 5. Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (…………………….) NIP. 195003061976031001

Transcript of PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang...

Page 1: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi Berjudul EFEKTIVITAS MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN SETELAH DIKELUARKANNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN telah diujikan pada Sidang

Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan

Madzhab Hukum (PMH).

Jakarta, 6 Desember 2010

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. (…………………….)

NIP. 195703121985031003

2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. (…………………….)

NIP. 196511191998031002

3. Pembimbing : Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag. (…………………….)

NIP. 150277991

4. Penguji I : Kamarusdiana, S.Ag., MH. (…………………….)

NIP. 197202241998031003

5. Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (…………………….)

NIP. 195003061976031001

Page 2: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

iv

LEMBAR PERNYATAAN

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Uiversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Oktober 2010

Widya Alia

Page 3: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi penulis panjatkan atas segala rahmat dan

karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada

Nabi Muhammad SAW., Rasul yang paling mulia dan penutup para Nabi, serta

iringan do’a untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang selalu setia

hingga akhir zaman.

Tidak terasa perjalanan panjang menempuh studi di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah berakhir. Banyak suka maupun duka mengiringi

perjalanan panjang studi yang penulis lalui. Kadang haru dan bahagia mengenang

banyak kenangan dan pengalaman yang penulis peroleh. Namun, selesainya

penyusunan skripsi ini bukanlah akhir dari perjuangan. Ini merupakan awal dari

perjuangan lain yang akan penulis tempuh dalam hidup ini. Satu tugas telah selesai

maka ada tugas lain yang menanti.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sadar bahwa tidak akan sanggup

menghadapi berbagai hambatan dan rintangan yang mengganggu berjalannya

penulisan ini tanpa adanya doa, dorongan motivasi dan bantuan yang bersifat materil

maupun spiritual baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak.

Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya

kepada:

Page 4: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

vi

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta dan Pembantu Dekan I,

II, dan II yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

2. Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA., selaku Ketua Program Studi Perbandingan

Madzhab dan Hukum beserta Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku

Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum yang telah

membimbing, meluangkan waktu dan mengarahkan segenap aktivitas yang

berkenaan dengan jurusan.

3. Dr. Yayan Sopyan M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan nasihat kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan beserta pihak-pihak yang terkait,

khususnya Ibu Tamah, SH., Bapak Drs. Kadi Sastro Wirjono yang telah

meluangkan waktunya dan ketersediaannya untuk diwawancara, dan untuk

mbak Ayu yang telah membantu penulis menemui orang yang tepat untuk

dimintai data tentang mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas maupun

Perpustakaan umum lainnya beserta staf yang telah memberikan fasilitas

untuk mengadakan studi keperpustakaan berupa beberapa buku maupun

literature lainnya sehingga memperoleh informasi yang dibutuhkan.

6. Para Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan berlangsung.

Page 5: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

vii

7. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda H. Wahyu Widiana dan Ibunda

Hj. Nina Noor Farah yang telah mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya

sehingga penulis selalu bersemangat menyelesaikan skripsi ini setiap

mengingatnya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk “Papap dan Mama”.

Kepada kakak-kakak dan adik-adik tersayang, a Kiki, a Dede, a Zenit, Zico

dan Adli, kalian selalu memberikan semangat dan doa dalam mengerjakan

skripsi ini. Dan untuk seluruh keluarga besar penulis, kalau bukan berkat doa

kalian tidak akan mampu penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Untuk teman-teman tersayang yang selalu mengingatkan penulis, PH

Community, Lidya, Robhitoh, Acep, Ruqiyah, Khairunnisa, Khodijah,

Zakiah, Husnul, Iin, Merli, Diana, Aam, Afifah, Ronti, Siti, Vini dan Rival

teman seperjuangan dalam memperjuangkan penyusunan skripsi ini serta

seluruh teman-teman Perbandingan Hukum angkatan 2006 yang tidak bisa

penulis sebutkan satu per satu. Untuk Akang-akang, Teteh-teteh dan adik-adik

Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) kalian

adalah rumah kedua setelah keluarga untuk penulis bisa berbagi dan bertukar

fikiran. Terimakasih atas doa dan semangat yang kalian beri.

9. Dan kepada seluruh pihak yang telah membatu penulis dalam mengerjakan

skripsi ini.

Page 6: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

viii

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain kata syukur dan

terimakasih kepada Sang Pencipta dan Sang Pencinta yang selalu mencurahkan

kasih sayang-Nya yang begitu besar, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan

dengan baik. Dan untuk orang-orang yang telah berjasa, penulis hanya bisa

mendoakan semoga selalu dilimpahkan Rahmat dan Hidayah oleh-Nya. Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan untuk para pembaca.

Jakarta, 20 Oktober 2010

Penulis

Page 7: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN........................................................................... iv

KATA PENGANTAR.................................................................................... v

DAFTAR ISI................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................. 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................... 6

D. Metode Penelitian................................................................ 7

E. Review Studi Terdahulu...................................................... 11

F. Sistematika Penulisan........................................................... 14

BAB II MEDIASI DALAM TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian dan Sejarah Mediasi di Indonesia…………….. 16

B. Dasar Hukum Mediasi……………………………………. 22

C. Ruang Lingkup Mediasi………………………………….. 31

D. Prinsip-prinsip Mediasi………………………………….. 34

E. Mediasi dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008…………. 37

Page 8: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

x

BAB III TEORI EFEKTIVITAS DAN SELAYANG PANDANG

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Teori Efektivitas................................................................. 44

B. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Selatan...... 49

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS MEDIASI DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Dasar Hukum Seorang Hakim Menjadi Mediator.............. 61

B. Administrasi Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1

Tahun 2008 dan Praktek yang Ada di Lapangan............... 63

C. Hambatan Dalam Mengupayakan Keefektivan Mediasi… 65

D. Analisis Efektivitas Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan…………………………………… 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................... 86

B. Saran.................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia pastilah ada permasalahan-permasalahan dalam

menjalankan hidup ini. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini akan menemui

suatu tantangan-tantangan berupa konflik atau pertikaian-pertikaian yang terjadi

antar manusia itu sendiri karena berbeda kepentingan satu sama lain. Kita tidak

dapat mengelak atau menghindar dari permasalahan-permasalahan hidup. Kita

harus menghadapi segala macam permasalahan-permasalahan dan menyelesaikan

permasalahan atau konflik tersebut. Salah satu permasalahan tersebut yaitu

perbedaan-perbedaan dan pertentangan dari sesama manusia karena berbeda

kepentingan antara satu sama lain. Perbedaan dan pertentangan yang dialami

manusia tersebut merupakan hal yang alamiyah, karena Allah swt. menciptakan

manusia dalam keragaman, berbeda-beda suku dan bangsa. Keragaman dan

perbedaan-perbedaan tersebut dapat kita lihat dari perbedaan warna kulit, bahasa,

ras, agama, budaya, pola pikir dan perbedaan kepentingan. Keragaman dan

perbedaan-perbedaan tersebut merupakan suatu potensi yang dapat menimbulkan

konflik-konflik antar manusia. Oleh karena itu manusia harus dapat menangani

konflik dan menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi antar manusia,

sehingga tidak membawa pada kekerasan apalagi sampai ada pertumpahan darah.

Page 10: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

2

Al-Qur’an pun mengakui konflik dan persengketaan di kalangan manusia

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.1 Hal ini dijelaskan pada

firman Allah swt. :

وإذ قال ربل نهمهائكة إوي جاعم في انأرض خهيفة قانىا أتجعم فيها مه يفسد فيها ويسفل

(30: 2/انبقرة)اندماء ووحه وسبح بحمدك ووقدس نل قال إوي أعهم ما نا تعهمىن

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

„sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.‟

Mereka berkata: „mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di

bumi adalah orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji Engkau. Tuhan berfirman: „sesungguhnya Aku mengetahui apa

yang tidak kamu ketahui„.”(QS. Al-Baqarah/2 : 30).

Dari ayat ini sudah jelas terlihat bahwa manusia merupakan orang yang

akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi. Manusia dan

konflik tidak dapat dipisahkan dan konflik tak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Ayat ini pun menjelaskan bahwa keterkaitan manusia dengan konflik

sudah diinformasikan jauh sebelum diciptakannya (orang yang akan membuat

kerusakan). Oleh karena itu kita sebagai manusia yang diberi kelebihan untuk

memimpin muka bumi ini, harus bisa menyikapi konflik tersebut dengan

mengendalikan hawa nafsu yang kita miliki.

Perlunya penyikapan konflik secara benar tersebut berangkat dari adanya

kesadaran bahwa konflik yang ditimbulkan dari sebuah interaksi sosial yang

saling merugikan dapat menimbulkan terjadinya ketidakharmonisan antar sesama.

1 Syahrizal Abbas, Mediasi, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group), h. 120.

Page 11: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

3

Walaupun terkadang tidak dapat dihindari bakal terjadinya konflik. Untuk

mengantisipasi terjadinya konflik berkelanjutan, penyelesaian sengketa atau

konflik dapat dilakukan melalui beberapa cara, diataranya adalah mediasi.

Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang melibatkan

mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai

penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh

permasalahan yang disengketakan.2 Pada sistem pengadilan yang ada di Indonesia

pun mewajibkan proses mediasi tersebut. Hal ini terdapat pada PERMA No. 1

Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003.

PERMA No. 1 Tahun 2008 ini dikeluarkan oleh Bagir Manan selaku ketua

Mahkamah Agung RI.

PERMA Nomor 1 tahun 2008 ini mewajibkan seluruh perkara perdata

yang masuk ke pengadilan harus melewati proses mediasi. Apabila pihak-pihak

yang terkait menolak melakukan mediasi maka mediasi proses persidangan tidak

dapat dilanjutkan karena batal demi hukum. Seperti yang tertera pada PERMA

Nomor 1 tahun 2008 ini bab I pasal 2 mengenai “Ruang Lingkup dan Kekuatan

Berlaku PERMA” ayat (2) dan (3). Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib

mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam

Peraturan ini. Dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan

2 Felix Oentoeng Soebagjo, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dibidang

Perbankan” artikel diakses pada tanggal 21 maret 2010 dari

http://www.bapmi.org/pdf/DiskusiTerbatasPelaksanaanMediasi_FelixSoebagjo.pdf

Page 12: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

4

Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau

Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hal ini dapat

dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para pihak yang berpekara.

Oleh karena itu dengan dikeluarkannya PERMA No.1 Tahun 2008

mengenai mediasi ini yang mengharuskan para pihak yang berpekara mengikuti

proses mediasi, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa efektif pelaksanaan

mediasi yang telah masuk ke dalam sistem peradilan di Indonesia dan diwajibkan

bagi pihak-pihak yang berpekara untuk dapat mengikuti prosedur mediasi

tersebut, khususnya di wilayah Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Penulis

memilih melakukan penelitian di lokasi tersebut karena Pengadilan Agama

Jakarta Selatan merupakan “Pilot Project” dalam bidang mediasi untuk seluruh

Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Jadi, dengan diketahuinya keefektifan

mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan “Pilot Project”nya

akan tergambarkan keefektifan mediasi secara scala besar nasional.

Karena latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menuliskannya

menjadi sebuah skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS MEDIASI DI

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN SETELAH

DIKELUARKANNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN”.

Page 13: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat keluasan dan kompleksitas masalah mediasi tidaklah mungkin

dituangkan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi

permasaahan yang ada, yaitu keefektivan mediasi yang terdapat di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dan hanya pada kasus perceraian 2 (tiga) tahun belakangan

ini.

Agar lebih terfokus, penulis akan membatasi permasalahan sebagai

berikut:

1. Skripsi ini hanya mengkaji efektivitas pelaksanaan mediasi.

2. Mediasi yang dilakukan sesuai dengan PERMA No 1 Tahun 2008.

3. Tahun perkara dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

4. Lokasi penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Perumusan Masalah

Masalah adalah adanya perbedaan antara teori dan kenyataan, oleh karena

adanya perbedaan itu penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Berapa perbandingan antara jumlah perkara yang dimediasi dengan jumlah

perkara yang berhasil di mediasi?

2. Apa kendala yang dihadapi oleh para mediator dalam menjalankan mediasi

itu?

Page 14: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

6

3. Seberapa efektif mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Selain gambaran di atas, pembuat skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN SETELAH

DIKELUARKANYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN” mempunyai tujuan, yaitu:

1. Secara teoritis, dimaksudkan agar masyarakat pada umumnya dan

mahasiswa pada khususnya dapat mengetahui sejauh mana keefektivan

mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Mengetahui Perbandingan jumlah perkara yang dimediasi dengan jumlah

perkara yang berhasi di mediasi.

3. Mengetahui kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi para mediator

dalam menjalankan mediasi.

Disamping itu, semoga penulisan ini dapat berguna sebagai:

1. Memperkaya khazanah keilmuan intelektualitas di bidang hukum,

khususnya mengenai mediasi.

2. Dari segi praktis, diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada

segenap pihak yang berkompeten untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap

pelaksanaan program hukum dan untuk meningkatkan efektivitas mediasi

Page 15: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

7

dalam memutuskan perkara perdata sehingga dapat mengendalikan jumlah

kasus dalam litigasi.

D. Metode Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam penulisan penelitian skripsi ini, maka

penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan

survei. Dilakukan pendekatan survei ini yaitu untuk lebih dapat

mengamati sejauh mana efektivitas mediasi di lapangan. Dengan

dilakukannya survei langsung ke lapangan penulis akan lebih aktual

mendapatkan informasi mengenai keefektivan mediasi.

2. Jenis Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

menghasilkan deskripsi berup kata-kata atau lisan dari fenomena yang

diteliti natau dari orang-orang yang berkopenten di bidangnya.3 Penelitian

kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumenter yang ada,

hingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap kualitas isi dari

segi jenis data.

3 Lexi. J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2001),

hal. 3.

Page 16: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

8

Selain itu penelitian ini termasuk juga dalam jenis empiris. Karena

penulis terjun langsung ke lokasi penelitian untuk menganalisa

keefektivan suatu hukum. Penelitian jenis empiris terdiri dari penelitian

terhadap identifikasi hukum dan efektivisitas hukum.4

Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk menganalisa

dan menguraikan mengenai pelaksanaan mediasi yang dilakoni olah para

hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan setelah dikeluarkannya

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

3. Data Penelitian

Jenis-jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif dan

terbagi menjadi 2:

a. Data Primer

Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui

wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dan berkaitan

dengan penelitian terutama hakim-hakim mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan tentang mediasi dan Dirjen Badan Peradilan

Agama selaku pejabat yang berwenang dalam penerapan PERMA No.

1 Tahun 2008 pada tahun 2010.

4 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),

h. 42.

Page 17: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

9

b. Data Sekunder

Data sekunder didapat dari peraturan perundang-undangan,5

data-data resmi dari instansi pemerintah, dari peradilan, buku-buku

literatur, karangan ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang

berkaitan dengan judul penelitian.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan-

bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data dengan cara

sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research)

Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan

dengan penulisan skripsi ini yaitu dari literatur-literatur, buku-buku

perpustakaan, tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam pembahasan

masalah. Pengolahan data studi pustaka ini dilakukan dengan cara

dibaca, dikaji dan dikelompokkan sesuai dengan pokok masalah yang

terdapat dalam skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Melalui penelitian ini, didapatkan data-data mengenai perkara-

perkara perceraian yang berhasil dan gagal menggunakan mediasi

serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengerti dan

5 Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet.4,

(Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h.302.

Page 18: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

10

menguasai tentang mediasi yang berada di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan yaitu Drs. Kadi Sastrowirjono selaku mediator non hakim

Pengadilan Agama Jakarta selatan dan Tamah, SH., selaku mediator

hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Serta Pejabat Badan

Peradilan Agama yaitu Drs. Wahyu Widiana, MA. Selaku Dirjen

Badan Peradilan Agama. Wawancara ini menggunakan metode bebas

dan terstruktur kemudian penulis kaji dan penulis jadikan referensi

untuk memperkuat data.

c. Pengolahan Data

Setelah memperoleh data-data tersebut di atas, penulis mengolah

data dengan metode deskriptif dan komparatif. Yaitu menyajikan dan

menggambarkan data secara alamiah tanpa melakukan suatu

manipulasi. Dalam penyajian data tersebut dikomparatifkan antara

data yang tertera pada teori yang diambil dari studi pustaka dan

kenyataan sesungguhnya yang didapatkan dari penelitian di lapangan.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis wacana (content

analysis), yaitu mengidentifikasi kehadiran konsep tertentu melalui

rangkaian kata yang ada pada suatu teks. Rangkaian kata dalam suatu

teksnya itu berupa fakta-fakta pengamatan di lapangan, wawancara dan

dokumen yang tersedia.

Page 19: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

11

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, yaitu menggunakan deskriptif

analisis. Dalam penulisannya penulis berpedoman pada buku pedoman

penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan

Hukum tahun 2007, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.

E. Review Studi Terdahulu

Sebelum dilakukannya penelitian ini, terdapat skripsi-skripsi dengan

penelitian mengenai perdamaian yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, yaitu:

NO IDENTITAS SUBSTANSI PEMBEDA

1. Nama : Suaeb

Jurusan/prodi : PMH/PH

Tahun : 2006

Judul :

“Peran Hakim Dalam

Mendamaikan Perkara

Perceraian di Pengadilan

Agama Bekasi”

Menjelaskan tentang

perceraian yang terdiri dari

pengertian perceraian,

sebab perceraian dan

akibat yang ditimbulkan

dari perceraian. Kemudian

membahas tentang upaya

perdamaian dalam perkara

cerai di Pengadilan

Agama, pengertian

perdamaian, maksud

perdamaian dalam

perceraian serta tekhnik

dan tatacara hakim dalam

mendamaikan para pihak

pada kasus perceraian.

Dalam skripsi ini

lebih ditekankan

peran hakim yang

mendamaikan para

pihak dalam artian

dilihat dari segi

meditor atau

subjeknya,

sedangkan di skripsi

penulis lebih melihat

dari segi objeknya,

yaitu mediasi yang

dilaksanakannya,

berhasil atau tidak.

2. Nama : Budi

Setiawan

Jurusan/prodi : PMH/PF

Tahun : 2006

Judul :

Membahas seputar

pengertian hakam , syarat-

syarat menjadi hakam,

kemudian membahas

perdamaian di masa

Dalam skripsi

tersebut lebih

menekankan pada

perbandingan antara

perdamaian pada

Page 20: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

12

“Hakam Menurut Imam

madzhab dan UU No. 7

Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama, Serta

Peranannya Dalam

Menyelesaiakan

Sengketa Perceraian

(Studi Kasus Pada

Pengadilan Agama

Jakarta Utara).”

sahabat dan perdamaian

pada sengketa perceraian

di masa sekarang. Selain

itu dalam skripsi ini

memuat juga mengenai

pandangan Imam madzhab

dan Undang-undang

Peradilan Agama tentang

hakam, serta bentuk dan

upaya hakam dalam

mendamaikan, peranan

hakam di Pengadilan

Agama Jakarta Utara yang

terdiri dari sekilas tentang

Pengadilan Agama Jakarta

Utara, jenis perkara yang

ditangani hakam serta

peranan hakam dalam

sengketa perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta

Utara.

masa sahabat dengan

perdamaian pada

masa sekarang.

Sedangkan skripsi

penulis lebih

mengedepankan efek

dari mediasi tersebut

yang dituangkan

dalam efektivitas

mediasi. Dan

landasan hukumnya

juga berbeda, pada

skripsi yang ditulis

oleh Budi Setiawan

berdasarkan pada

UU No. 7 Tahun

1989, sedangkan

penulis

menggunakan

PERMA No. 1

Tahun 2008.

3. Nama :

Musliman

Jurusan/prodi : ASS/PA

Tahun : 2007

Judul :

“Upaya Hakim Dalam

Mendamaikan Pihak-

pihak Terhadap Perkara

Perceraian (Studi Kasus

di Pengadilan Agama

Depok)”

Menjelaskan tentang

perceraian yang terdiri dari

pengertian perceraian,

macam-macam perceraian,

bentuk-bentuk perceraian,

dan alasan-alasan

dilakukannya perceraian.

juga membahas tentang

pengertian perdamaian,

dasar hukumnya dan tata

cara mengajukan

perceraian. selain itu

penulis membahas upaya

hakim dalam

mendamaikan pihak-pihak

terhadap perceraian di

Pengadilan Agama Depok.

Dalam skripsi yang

ditulis oleh

Musliman

membahas tentang

upaya hakim yang

mendamaikan pihak-

pihak di dalam

persidangan.

Sedangkan dalam

judul yang penulis

angkat membahas

tentang upaya

mediator baik hakim

atau non hakim

dalam mendamaikan

pihak-pihak yang

berpekara di luar

persidangan.

Page 21: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

13

4 Nama :

Nusra Arini

Jurusan/prodi : PMH/PH

Tahun : 2009

Judul :

“Aplikasi PERMA No.1

Tahun 2008 Tentang

Prosedur Mediasi Dalam

Putusan Perkara Perdata

di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan”

Menjelaskan tentang

kandungan PERMA No.1

Tahun 2008,

pngertian,sejarah mediasi,

dasar hukum mediasi

dalam litigasi, tujuan

hukum dalam litigasi,

prosedur mediasi,putusan

perkara perdata,

pengaplikasian PERMA

No.1 Tahun 2008 di

Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dan pengaruh

Mediasi terhadap putusan

sebelum dan sesudah

PERMA.

Perbedaannya

dengan skripsi yang

penulis tulis adalah

dalam skripsi yang

di tulis oleh Nusra

Arini ini lebih

menekankan

pengaplikasian

mediasi, sedangkan

penulis lebih

meneliti tentang

keefektifan mediasi

di Pengadilan

Agama Jakarta

Selatan, apakah

berhasil guna atau

tidaknya.

Dalam penulisan skripsi, penulis mengangkat judul “Efektivitas Mediasi

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Setelah dikeluarkannya PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”, penulis

menjelaskan tentang keefektivan mediasi yang diwajibkan oleh PERMA Nomor

1 Tahun 2008 mengenai mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Judul ini

belum ada di skripsi-skripsi sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan persoalan yang akan dibahas dalam skripsi ini akan

penulis sajikan atau paparkan dalam 5 Bab, diantaranya:

Bab I, bab ini memuat tentang PENDAHULUAN yang terdiri dari latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan

Page 22: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

14

penelitian, metodelogi penelitian, review studi terdahulu dan sistematika

penulisan.

Bab II, dalam bab ini akan dikemukakan secara umum MEDIASI

DALAM TINJAUAN TEORITIS yang meliputi pengertian mediasi, sejarah

mediasi, baik itu sejarah awal mulanya mediasi di Indonesia ataupun sejarah awal

mulanya mediasi dalam Islam. Kemudian membahas mengenai dasar hukum

mediasi dalam hukum Nasional dan dalam hukum Islam, bagaimana prinsip-

prinsipnya dan praktik mediasi pada keduanya, pada PERMA No. 1 Tahun 2008

dan A-Qur’an, kemudian mengenai ruang lingkup mediasi dan dasar hukum

mediasi, baik dasar hukum mediasi dalam hukum nasional maupun dalam hukum

Islam serta jenis-jenis perkara yang ditangani mediasi.

Bab III, pada bab ini akan dipaparkan penjelasan secara terperinci tentang

TEORI EFEKTIVITAS DAN SELAYANG PANDANG PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN. Terdiri dari pengertian umum efektivitas,

indikator dapat dikatakan efektif, letak geografis Pengadilan Agama Jakarta

Selatan serta sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Bab IV, PELAKSANAAN MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN SETELAH DIKELUARKANNYA PERMA NOMOR 1

TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. Bab ini

merupakan bab inti yang ada dalam skripsi ini, karena dalam bab ini akan dibahas

beberapa problem dalam penerapan serta bagaiman efektivitas mediasi di ranah

hukum Indonesia khususnya di Peradilan Agama Jakarta Selatan.

Page 23: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

15

Bab V, PENUTUP. Bab ini sebagaimana umumnya dalam setiap karya

ilmiah lazim dibuat suatu penutup yang berupa kesimpulan dari beberapa

persoalan yang dibahas dan saran dari penulis untuk masyarakat umum.

Adapun untuk melengkapi skripsi ini dan untuk

mempertanggungjawabkan karya ilmiah ini, diakhiri dengan data-data buku

sebagai referensi dalam mengkaji permasalahan di seputar hukum mengenai

mediasi.

Page 24: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

16

BAB II

MEDIASI DALAM TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian dan Sejarah Mediasi di Indonesia

1. Pengertian Mediasi

Dalam pengertian umum, makna mengenai mediasi secara etimologi

dan terminologi yang diberikan oleh para ahli akan dipaparkan sebagai

berikut. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin yaitu

mediare, yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan kepada

peran yang bertindak sebagai mediator. Mediator dalam menjalankan

tugasnya berada di tengah-tengah para pihak yang bersengketa atau dalam

artian menengahi kedua belah pihak. “Berada di tengah” juga mempunyai

makna harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam

menyelesaikan sengketa dan harus mampu menjaga kepentingan para pihak

yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan

(trust) dari para pihak yang bersengketa.1 Oleh karena itu, para mediator

haruslah orang yang dapat dipercaya untuk mendamaikan atau menengahi

kedua belah pihak yang bersengketa tanpa memihak salah satunya.

Dalam Collin English Dictionary and Thesaurus yang dikutip dalam

buku “Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum adat dan Hukum

1 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

Nasional (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009), h. 2.

Page 25: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

17

Nasional” karangan Syahrizal Abbas disebutkan bahwa mediasi adalah

kegiatan menjebatani kedua belah pihak yang bersengketa guna

menghasilkan kesepakatan (agreement).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai

proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan

sebagai penasehat. 2

2. Sejarah Mediasi di Indonesia

Pada tanggal 24 sampai dengan 27 September 2001, Rakernas Mahkamah

Agung RI yang diadakan di Yogyakarta telah menghasilkan beberapa

rekomendasi, salah satu keputusan rakernas tersebut merekomendasikan

pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan upaya perdamaian

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg.3

Sejalan dengan hasil rakernas tersebut dan untuk membatasi perkara

kasasi ke Mahkamah Agung secara substantif dan prosessual, maka Mahkamah

Agung mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2002 Tentang

Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dalam

bentuk mediasi, yang diterbitkan pada tanggal 30 Januari 2002.

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.569.

3 Yasardin, “Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 Tahun

2002”, Suara Uldilag, Edisi II (1 Juli 2003): h.52.

Page 26: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

18

Namun, belakangan MA menyadari SEMA itu sama sekali tidak berdaya

dan tidak efektif sebagai landasan hukum untuk mendamaikan para pihak. SEMA

itu tidak jauh berbeda dengan ketentuan Pasal 130 HIR dan 154 Rbg. Hanya

memberi peran kecil kepada hakim untuk mendamaikan pada satu segi, serta tidak

memiliki kewenangan penuh untuk memaksa para pihak melakukan penyelesaian

lebih dahulu melalui proses perdamaian. Itu sebabnya, sejak berlakunya SEMA

tersebut pada 1 Januari 2002, tidak tampak perubahan sistem dan prosesual

penyelesaian perkara. Namun, tetap berlangsung secara konvensional melalui

proses litigasi biasa.4

Umur SEMA No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan

Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dalam bentuk mediasi, hanya 1

tahun 9 bulan (30 Januari 2002 sampai dengan 11 September 2003). Pada tanggal

11 September 2003, MA mengeluarkan PERMA No.2 Tahun 2003 sebagai

penggantinya. Pasal 17 PERMA ini menegaskan:

Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Surat

Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 tentang

Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga

Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 Rbg) dinyatakan tidak berlaku.

PERMA No.2 Tahun 2003 terdiri dari 6 Bab dan 18 Pasal:

Sistematika PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan

BAB I Ketentuan Umum Pasal 1-2

4 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.242.

Page 27: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

19

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

Tahap Pra Mediasi

Tahap Mediasi

Tempat dan Biaya

Lain-lain

Penutup

Pasal 3-7

Pasal 8-14

Pasal 15

Pasal 16

Pasal 17-18

Dalam konsideran dikemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi

penerbitan PERMA menggantikan SEMA No.1 Tahun 2002 Tentang

Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dalam

bentuk mediasi, antara lain:

1. Mengatasi Penumpukan Perkara

Pada huruf a konsideran dikemukakan pemikiran bahwa perlu diciptakan

suatu instrumen efektif yang mampu mengatasi kemungkinan perkara di

pengadilan, tentunya terutama di tingkat kasasi. Menurut PERMA, instrumen

yang dianggap efektif adalah sistem mediasi. Caranya dengan jalan

pengintegrasian mediasi ke dalam sistem peradilan.

2. SEMA No.1 Tahun 2002, Belum Lengkap

Pada huruf e konsideran dikatakan, salah satu alasan mengapa

PERMA diterbitkan, karena SEMA No.1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan

Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dalam bentuk

mediasi tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan

Lembaga Damai dalam bentuk mediasi belum lengkap atas alasan SEMA

Page 28: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

20

tersebut belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem

peradilan secara memaksa (compulsory) tetapi masih bersifat sukarela

(voluntary). Akibatnya, SEMA itu tidak mampu mendorong para pihak secara

intensif memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.

3. Pasal 130 HIR dan 154 Rbg, Dianggap Tidak Memadai

Pada huruf f konsideran tersurat pendapat, cara penyelesaian

perdamaian yang digariskan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg masih belum

cukup mengatur tata cara proses mendamaikan yang pasti, tertib dan lancar.

Oleh karena itu, sambil menunggu pembaharuan hukum acara, Mahkamah

Agung menganggap perlu menetapkan PERMA yang dapat dijadikan

landasan formil yang komprehensif sebagai pedoman tata tertib bagi para

hakim di pengadilan tingkat pertama mendamaikan para pihak yang

berperkara.5

Mahkamah Agung menyadari bahwa mediasi merupakan salah satu proses

penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Selain itu, mediasi dapat

memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian

yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Menurut hakim agung Susanti

5 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h.243.

Page 29: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

21

Adi Nugroho, mediasi yang terintegrasi ke pengadilan diharapkan efektif

mengurangi tumpukan perkara, termasuk di Mahkamah Agung (MA).6

Sejak tahun 2006 MA sudah membentuk tim yang bekerja mengevaluasi

kelemahan-kelemahan pada PERMA No.2 Tahun 2003. Beranggotakan dari

hakim, advokat, Pusat Mediasi Nasional dan organisasi yang selama ini concern

pada masalah-masalah mediasi, Indonesian Institute for Conflict Transformation

(IICT). Hasil kerja tim menyepakati peraturan baru, yakni PERMA No.1 Tahun

2008. Ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung, Prof.Dr.Bagir Manan,SH.,M.CL

pada tanggal 31 Juli 2008. Perma ini lahir karena dirasakan Perma No.2 Tahun

2003 mengandung kelemahan yang beberapa hal harus disempurnakan.

Penerbitan PERMA No.1 Tahun 2008 mengubah secara mendasar

prosedur mediasi di Pengadilan. MA belajar dari kegagalan selama lima tahun

terakhir. Bab VIII Pasal 26 PERMA ini menyatakan:

Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor

2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak

berlaku.

Dari jumlah klausul, PERMA 2008 jauh lebih padat karena memuat 27

Pasal, sementara PERMA 2003 hanya 18 Pasal. Perbedaan jumlah pasal ini

setidaknya menunjukkan ada perbedaan keduanya. Perma No.1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mencoba memberikan pengaturan yang

6 Ali, “Beleid Baru Untuk Sang Mediator”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2010 dari

http://hukumonline.com/detail.asp?id=20214&cl=Berita.

Page 30: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

22

lebih komprehensif, lebih lengkap dan lebih detail sehubungan dengan mediasi di

pengadilan.

PERMA 2008 memang membawa perubahan mendasar dalam beberapa

hal, misalnya rumusan perdamaian pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan

kembali. PERMA 2003 sama sekali tak mengenal tahapan demikian. PERMA

No.1 Tahun 2008 memungkinkan para pihak atas dasar kesepakatan mereka

menempuh perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding,

kasasi atau peninjauan kembali. Syaratnya, sepanjang perkara belum diputus

majelis pada masing-masing tingkatan tadi.

Selain kemungkinan damai pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan

kembali, PERMA No.1 Tahun 2008 memuat rumusan baru tentang konsekuensi

hukum jika proses mediasi tak ditempuh. Pasal 2 ayat (3) tegas menyebutkan:

“Tidak menempuh proses mediasi berdasarkan Peraturan ini

merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau

pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.

Demikianlah latar belakang lahirnya PERMA No. 1 Tahun 2008 yang

merupakan peraturan baru dalam proses penyelesaian perkara melalui litigasi

(lembaga peradilan).

B. Dasar Hukum Mediasi

1. Dasar Hukum Mediasi Dalam Hukum Nasional

Yang menjadi dasar hukum diberlakukannya mediasi dalam proses

litigasi:

Page 31: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

23

a. Pancasila.

Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR

di Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam

filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah

mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Hukum tertulis lainnya yang mengatur tentang mediasi adalah Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3

ayat 2 menyatakan “Peradilan negara menerapkan dan menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1)

menyatakan: Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha

penyelesaian perkara dilakukan di luar pengadilan negara melalui

perdamaian atau arbitrase.7

Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu

lembaga alternatif di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak

yang bersengketa untuk menyelesaian sengketanya. Karena selama ini

yang dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah

Arbitrase saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

b. Pasal 130 HIR/154 Rbg

7 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis: MEDIASI (Jakarta: Peslitbang Hukum Dan

Peradilan MA-RI, 2007), h.36.

Page 32: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

24

Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg

mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai.

Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi:

Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang,

maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan

mendamaikan mereka.8

Selanjutnya ayat (2) menyatakan:

Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu

bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua

belah pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu,

surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan

yang biasa.9

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal

130 Herzien Indonesis Reglement (HIR) maupun pasal 154

Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk

menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara

mengintegrasikan proses ini.10

8 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan (Bogor: Politeia,1985), h.88.

9 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, h.187.

10

Penggabungan dua konsep penyelesaian sengketa ini diharapkan mampu saling menutupi

kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan masing-masing. Proses peradilan

memiliki kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi berbelit-belitnya proses

acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang

harus ditanggung oleh para pihak. Dan dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai

kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesaian sehingga prosesnya

lebih sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai

tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak

menyalahi kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan mengalami kesulitan bila

ingin mengambil tindakan hukum. Lihat Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) &

Arbiterase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h. 23-33.

Page 33: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

25

c. Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama

Pasal 82 berbunyi:

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim

berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara

pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar

negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan

oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(3) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka

penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara

pribadi.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat

dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Karena perceraian adalah suatu perbuatan yang dibenci Allah,

walaupun perbuatan itu adalah halal. Maka, peraturan ini menetapkan bahwa

seorang hakim dalam menangani kasus (pasal ini menyebutkan gugat cerai)

berkewajiban untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Usaha perdamaian (mediasi) tidak hanya dilakukan pada peradilan

tingkat pertama saja tapi juga pada tingkat banding maupun tingkat kasasi.

Oleh karena itu, hakim berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan

pihak yang berperkara.

d. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975

Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi:

(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat

dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Di mana penjelasan pasal tersebut adalah:

Page 34: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

26

“Usaha untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam

pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak

terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara

perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum

diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat

meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap

perlu.11

Pasal tersebut menyiratkan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh para

pihak yang berperkara (dalam pasal ini suami istri) dengan bantuan seorang

mediator (hakim). Proses mediasi dapat dilakukan pada setiap persidangan, ini

berarti bahwa usaha untuk mendamaikan tidak hanya dilakukan pada sidang

pertama saja yang dihadiri oleh kedua belah pihak, tetapi dapat juga dilakukan

pada sidang kedua, sidang ketiga dan sidang berikutnya selama perkara belum

diputus.

e. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Sebagaimana dalam Pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang

menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan

Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui

perdamaian dengan bantuan mediator.

Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum

pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak

untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan

pemeriksaan perkara.

11

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang-

Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Depag RI, 2001), h.178.

Page 35: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

27

2. Dasar Hukum Mediasi Dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan

istilah Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan

menurut syara‟ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu

persengketaan antara dua pihak yang saling bersengketa.12

a. Al-Qur’an

Dasar hukum dalam Al-Qur‟an, termaktub dalam surat An-Nisa‟ ayat 128:

وا وا أى صلذا ب إعزاضا فلا جاح عل ا شسا أ إى اهزأة خافت هي بعل

كاى بوا تتقا فئى الل إى تذسا فس الشخ أدضزت الأ ز الصلخ خ صلذا

(128: 4/الساء)تعولى خبزا

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh

dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik

(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika

kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari

nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. An-Nisa‟: 4 ayat 128)

Makna “wal shulhu khair” yakni “dan perdamaian itu lebih baik”. Ali bin

Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu „Abbas ra, ia berkata: “yaitu memberikan

pilihan”. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada istri antara

bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus menerus

mengutamakan istri yang lain daripada dirinya.

12

As Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III (Beirut: Dar Al Fikr, 1977), h.305.

Page 36: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

28

Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri

merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih

baik daripada terjadi perceraian secara total.

Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap

mempertahankan Saudah binti Zam‟ah dengan memberikan malam gilirannya

kepada „Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap menjadikannya

sebagai istri.

Beliau melakukan hal itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya hal

tersebut disyari‟atkan dan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi

Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada perceraian.

Firman Allah “wal shulhu khair” „dan perdamaian itu lebih baik‟, bahkan

perceraian sangat dibenci Allah SWT.13

Ayat ini berkaitan dengan perdamaian

masalah perkawinan.

Selain ayat tersebut, ada ayat lain yang secara langsung menganjurkan

agar diadakan perdamaian yakni Surat Al-Hujarat ayat 9:

وا عل الأخز فقاتلا الت وا فئى بغت إدذا إى طائفتاى هي الوؤهي اقتتلا فأصلذا ب

ذب أقسطا إى الل وا بالعذل فئى فاءت فأصلذا ب تبغ دت تفء إل أهز الل

(9: 49/الذجزات)الوقسطي

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu

melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.

13

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir, 2008), h.683-684.

Page 37: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

29

kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,

dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai

orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Hujurat/49: 9)

Allah berfirman seraya memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu

kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang

beriman meski saling menyerang satu sama lain.14

Bila Al-Qur‟an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah seperti

di atas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang menyangkut dengan

harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan pula. Bahkan bila ditelaah dengan

seksama kajian sulh dalam kitab-kitab fiqh klasik, objek kajiannya tertuju pada

bidang perjanjian atau perikatan yang menyangkut harta benda.

b. Al Sunnah

Dalam penyelasaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempuh

adalah jalan damai. Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud:

ي الا : قال , عي اب ززة ي الوسلو قال رسل الله صل الله عل سلن الصلخ جائش ب

دزم دلا لا (را اب داد)صلذا ادل دزاها ا15

Artinya: Dari abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali

perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang

halal”(HR. Abu Daud).

14

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, cet.2 (Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir, 2008), h.470.

15

Abu Daud, Kitab Sunan Abu Daud (Beirut: Karoban Hazm, 1974), h.553. Dapat juga

dilihat Li „Ala Addin Samarqondi, Tuhfah al-fuqoha Juz 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993),

h.249.

Page 38: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

30

ادل دزاها , قال ا التزهذ ن , الاشزطادزم دلالا , ا ط شز ى عل : سادالوسلو

خ ث دسي صذ ذادذ

Tirmidzi menambahkan:

Artinya:“Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali

perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram” (Tirmidzi berkata, hadis ini Hasan Shahih).16

Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik

mengenai hubungan suami istri, transaksi maupun politik. Selama tidak

melanggar hak-hak Allah dan Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.17

c. Doktrin Umar ibn Khattab

Umar dalam suatu peristiwa pernah berkata:

فئى فصل الفضاء , ردا الخصم دت صطلذا: قال عوز رض الله ع

رث بن الضغائي18

“Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan

perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian

diantara mereka”.

16

Muhammad ibn „Ali ibn Muhammad al-Syaukani, Nailu al-authar Juz 5 (Kairo: Al-Babi

al-Holbi, t.th), h.378.

17

“Sulh”, dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5 (Jakarta:

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), h.1653.

18

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, jilid 3 (Mesir: Dar al Fatah, 1990) h. 210.

Page 39: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

31

C. Ruang Lingkup Mediasi

Konflik atau sengketa yang terjadi pada manusia cukup luas ruang

lingkupnya. Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik

maupun wilayah privat. Konflik dalam wilayah publik yaitu konflik yang terkait

erat dengan kepentingan umum, di mana negara berkepentingan untuk

mempertahankan kepentingan umum tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang

dilakukan seseorang, harus diselesaikan secara hukum melalui penegakan aturan

pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana, pelaku kejahatan atau pelanggaran

tidak dapat melakukan tawar-menawar dengan negara. Dalam hukum islam,

kepentingan umum yang dipertahankan negara melalui sejumlah aturan pidana

dikenal dengan mempertahankan hak Allah (haqqullah).

Beda halnya dengan wilayah hukum privat, di mana titik berat

kepentingannya terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi privat

cukup luas cakupannya. Yaitu meliputi hukum keluarga, hukum kewarisan,

hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam

dimensi hukum privat atau perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan

penyelesaian sengketanya melalui jalur hukum di pengadilan ataupun di luar jalur

pengadilan. Karena dalam hukum islam dimensi perdata mengandung hak

manusia (haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai

antar para pihak yang bersengketa.

Oleh karena itu, mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa

memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah privat/perdata. Sengketa-sengketa

Page 40: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

32

perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis,

lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan

melalui jalur mediasi. Penyelesaian melalui mediasi ini dapat di tempuh di

pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan

merupakan rentetan dari prosedur hukum di pengadilan. Sedangkan bila mediasi

dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut adalah bagian

tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.19

Berdasarkan pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa

semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib

terlebih dahulu diselesaikan melalui proses mediasi, kecuali untuk beberapa

perkara. Pengecualian tersebut adalah perkara yang diselesaikan melalui

pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan keberatan atas putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Pemeriksaan perkara niaga, hubungan industrial, perlindungan konsumen

dan persaingan usaha telah diatur dalam prosedur tersendiri, sehingga meskipun

perkara itu termasuk dalam kategori sengketa perdata, tetapi dikecualikan dari

19

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009), h. 21-23.

Page 41: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

33

kewajiban untuk menempuh proses mediasi sebagaimana diatur dalam PERMA

ini.20

Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga

tidak dapat dimediasi karena substansi persoalan adalah murni hukum yaitu

berkaitan dengan validitas atau keabsahan dari putusan KPPU, sehingga masalah

pokok adalah sah atau tidak sahnya putusan KPPU. Peran pengadilan tingkat

pertama dalam konteks ini adalah untuk menentukan keabsahan putusan KPPU.

Persolan hukum seperti itu tidak memberi peluang bagi para pihak untuk

mengadakan tawar-menawar dalam sebuah proses perundingan.

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan setiap perkara yang diterima wajib

terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi tetapi dalam perkara kontentius.21

Dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak hadir pada sidang pertama. Karena

pada sidang pertama inilah para pihak diperintahkan untuk menempuh proses

mediasi oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

Sedangkan perkara voluntair22

karena hanya satu pihak yang mengajukan

permohonan, tentu saja tidak dapat menempuh mediasi. Seperti perkara penetapan

ahli waris, dispensasi nikah, pengangkatan anak.

20

Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi Di

Pengadilan (Jakarta: MA-RI, JICA dan IICT, 2008), h.23.

21

Perkara Kontentius adalah perkara gugatan/permohonan yang didalamnya mengandung

sengketa antara pihak-pihak.

22

Perkara Voluntair adalah perkara yang sifatnya permohonan dan didalamnya tidak terdapat

sengketa, sehingga tidak ada pihak lawan.

Page 42: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

34

Jadi, kalau dalam PERMA No.1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa semua

perkara perdata wajib menempuh proses mediasi. Sedangkan di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dibatasi pada perkara kontentius.

D. Prinsip-prinsip Mediasi

1. Prinsip-prinsip Mediasi Menurut Para Ahli

Menurut Ruth Carlton terdapat lima prinsip mediasi, lima prinsip ini

dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi, kelima prinsip itu adalah prinsip

kerahasiaan (confidentiality), prinsip sukarela (volunteer), prinsip

pemberdayaan (empowerment), prinsip netralitas (neutrality) dan prinsip

solusi yang unik (a uniqe solution).

a. Prinsip Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan yang dimaksud di sini adalah bahwa segala sesuatu

yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan

pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau

diberitahukan kepada pers oleh masing-masing pihak. Begitupun mediator

itu sendiri tidak boleh membocorkan isi dari mediasi tersebut. Bahkan

setelah mediasi itu memperoleh hasil, dokumentasi-dokumentasi yang ada

harus dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan hasil mediasi tersebut.

Dan para pihak yang terlibatpun diharapkan menghargai kerahasiaannya.

mediator tidak dapat dijadikan saksi dalam memberi keterangan dalam

kasus yang ia tangani.

Page 43: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

35

b. Prinsip Sukarela (volunteer)

Yang dimaksud dengan sukarela disini yaitu masing-masing

pihak yang bertikai datang ke mediasi atas keinginannya sendiri, dengan

sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Prinsip

kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerjasama

untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka dan atas

keinginan mereka sendiri.

c. Prinsip Pemberdayaan (empowerment)

Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang

ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasiakan

masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka

inginkan. Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai.

Oleh karena itu setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak

dipaksakan dari luar. Penyelesaian sengketa harus muncul dari

pemberdayaan terhadap masing-masing pihak, karena hal itu akan lebih

memungkinkan para pihak untuk menerima solusinya.

d. Prinsip Netralitas (neutrality)

Dalam mediasi, seorang mediator hanya memfasilitasi prosesnya

saja, dan mengontrol berjalan atau tidak mediasi tersebut. Sedangkan

isinya tetap menjadi milik orang yang bersengketa. Dalam mediasi,

mediator tidak ikut campur seperti halnya seorang hakim atau juri yang

dapat menghakimi benar atau salahnya salah satu pihak atau

Page 44: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

36

membenarkan dan menyalahkan salah satu pihak, tetapi mediator di sini

bersifat netral.

e. Prinsip Solusi yang unik (a uniqe solution).

Solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak haus sesuai

dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreatifitas. Oleh

karena itu hasil mediasi mungkin akan lebih banyak mengikuti keinginan

kedua belah pihak, yang terkait erat oleh konsep pemberdayaan masing-

masing pihak.

2. Prnsip-prinsip Mediasi Dalam al-Qur’an

Mediasi dalam konsep Islam dikenal dengan istilah Shulhu/Ishlah,

beberapa ahli fiqih memberikan definisi yang hampir sama meskipun dalam

redaksi yang berbeda, artinya yang mudah difahami adalah memutus suatu

persengketaan. Dalam penerapan yang kita fahami adalah suatu akad dengan

maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua orang yang saling

bersengketa yang berakhir dengan perdamaian. Allah Swt telah mengingatkan

kepada kita akan posisi antara sesame manusia, hal tersebut tercantum di

dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 10,

Artinya: “Orang-orang yang beriman itu sesungguhnya bersaudara,

sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu

dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.

Page 45: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

37

Ada beberapa bentuk Ishlah dalam Islam yang kita kenal antara lain :

a. Ishlah antara orang muslim dengan orang kafir;

b. Ishlah antara suami dengan isteri;

c. Ishlah antara kelompok yang berbuat aniaya dengan orang yang berbuat

adil;

d. Ishlah antara orang yang saling menuntut;

e. Ishlah dalam hal penganiayaan seperti mema‟afkan dengan ganti rugi

berupa uang;

f. Ishlah untuk memutuskan suatu persengketaan yang terjadi dalam hak

milik.

E. Mediasi dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan

PERMA Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur mediasi di Pengadilan

terdiri dari 8 bab dan 27 pasal:

Sistematika PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan

Bab I: Ketentuan Umum Ruang Lingkup dan Kekuatan

Berlakunya Perma

Pasal

1 – 6

Page 46: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

38

Biaya pemanggilan para pihak

Jenis perkara yang dimediasi

Sertifikasi mediator

Sifat proses mediasi

Bab II: Tahap Pra Mediasi Kewajiban hakim pemeriksaan dan kuasa

hukum

Hak para pihak memilih mediator

Daftar mediator

Honorarium mediator

Batas waktu pemilihan mediator

Menempuh mediasi dengan iktikad baik

Pasal

7 – 12

Bab III: Tahap-Tahap

Proses Mediasi

Penyerahan resume perkara dan lama

waktu proses mediasi

Kewenangan mediator menyatakan

mediasi gagal

Tugas-Tugas mediator

Keterlibatan ahli

Mencapai kesepakatan

Tidak mencapai kesepakatan

Keterpisahan mediasi dan litigasi

Pasal

13– 19

Bab IV: Tempat Pasal

Page 47: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

39

Penyelenggaraan Mediasi 20

Bab V: Perdamaian di

Tingkat Banding, Kasasi

dan Peninjauan Kembali

Pasal

21– 22

Bab VI: Kesepakatan di

Luar Pengadilan

Pasal

23

Bab VII: Pedoman Perilaku

Mediator dan Insentif

Pasal

24– 25

Bab VIII: Penutup Pasal

26– 27

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung

RI Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyempurnaan

tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2003

ditentukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif penerapannya di pengadilan.

Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebagai upaya

mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian sengketa serta

memberikan akses lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi merupakan

instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus

memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa,

disamping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif).

Page 48: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

40

Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila

hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim

tersebut batal demi hukum (Pasal 2 ayat (3) Perma). Oleh karenanya, hakim dalam

pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan

telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator

untuk perkara yang bersangkutan.

Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2008 menentukan perkara yang dapat diupayakan

mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama,

kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan

hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaikan Sengketa

Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Perkara

yang dapat dilakukan mediasi adalah perkara perdata yang menjadi kewenangan

lingkup peradilan umum dan lingkup peradilan agama.

Mediator non hakim dapat berpraktik di pengadilan, bila memiliki sertifikat

mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh

lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI ( Pasal 5 ayat (1) Perma).

Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi pada hari sidang yang telah

ditentukan yang dihadiri oleh para pihak.

Adanya kewajiban menjalankan mediasi, membuat hakim dapat menunda

proses persidangan perkara. Dalam menjalankan mediasi, para pihak bebas memilih

mediator yang disediakan oleh pengadilan atau mediator di luar pengadilan. Untuk

memudahkan memilih mediator, ketua pengadilan menyediakan daftar mediator yang

Page 49: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

41

memuat sekurang-kurangnya (5) nama mediator yang disertai dengan latar belakang

pendidikan atau pengalaman para mediator. Ketua pengadilan mengevaluasi

mediator dan memperbarui daftar mediator setiap tahun. (Pasal 9 Ayat (7) Perma).

Bila para pihak yang memilih mediator hakim, maka baginya tidak dipungut biaya

apapun, sedangkan bila memilih mediator nonhakim uang jasa ditanggung bersama

para pihak berdasakan kesepakatan.

Dalam Pasal 11 Perma Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa para pihak

diwajibkan oleh hakim pada sidang pertama untuk memilih mediator atau 2 (dua) hari

kerja sejak pertama kali sidang. Para pihak segera menyampaikan mediator terpilih

kepada ketua majelis hakim, dan ketua majelis hakim membertahukan mediator untuk

melaksanakan tugasnya.

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 hari sejak mediator dipilih oleh

para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim (Pasal 13 ayat (3)Perma). Atas

dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 hari

sejak berakhirnya masa 40 hari (Pasal 13 ayat (4) Perma).

Dalam Pasal 21 disebutkan bahwa para pihak atas dasar kesepakatan mereka

dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang diproses banding,

kasasi atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada

tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.

Para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada

ketua pengadilan tinggi pertama yang mengadili, dan ketua pengadilan tingkat

pertama segera memberitahukan kepada ketua pengadilan tingkat banding yang

Page 50: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

42

berwenang, atau ketua Mahkamah Agung tentang kehendap para pihak untuk

menempuh perdamaian.

Adapun perbedaan-perbedaan mendasar antara PERMA No. 2 Tahun 2003

dan PERMA 1 Tahun 2008 adalah sebagai berikut23

:

1. Penegasan sifat wajib, mediasi yang jika tidak dipatuhi berakibat putusan atas

perkara yang bersangkutan batal demi hukum [Pasal 2 ayat (3)]. Dalam

PERMA sebelumnya tidak ada penegasan seperti ini.

2. Pihak tergugat lebih dahulu menanggung biaya pemanggilan para pihak [Pasal

3]. Dalam PERMA sebelumnya tidak ada pengaturan seperti ini.

3. Hakim pemeriksa perkara diperkenankan menjadi mediator [Pasal 8 ayat (1)

d]. Dalam PERMA sebelumnya hakim pemeriksa perkara tidak diperbolehkan

menjadi hakim mediator.

4. Dimungkinkannya mediator lebih dari satu orang [ Pasal 8 ayat (1) edan ayat

(2)]. Dalam PERMA sebelumnya hal ini tidak diatur.

5. Pembuatan resume perkara oleh para pihak tidak lagi bersifat wajib [Pasal 13

ayat (1) dan (2)]. Dalam PERMA sebelumnya pembuatan resume bersifat

wajib.

6. Lama proses mediasi yaitu 40 (empat puluh) hari dan dapat diperpanjang serta

masa untuk proses mediasi itu terpisah dari masa pemeriksa perkara selma 6

23

Mahkamah Agung RI, Japan Internationalcooperation Agency (JICA) dan Indonesia

Institute For Conflict Transformation (IICT), Buku Komentar Perma No.1 Tahun 2008 Tentang

Pelaksanaan Mediasi Di Pengadilan (Mahkamah Agung RI, Japan Internationalcooperation Agency

(JICA) dan Indonesia Institute For Conflict Transformation (IICT), 2008), h. 11-13.

Page 51: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

43

(enam) bulan. Dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 selam 21 (dua puluh satu)

hari dan termasuk masa pemeriksaan perkara [Pasal 13 ayat (3) dan (5)].

7. Mengenai kewenangan mediator untuk menyatakan mediasi gagal dan tidak

layak (pasal 15), dalam PERMA sebelumnya pengaturan ini tidak ada.

8. Hakim wajib mendorong para pihak untuk menempuh perdamaian pada tiap

tahap pemeriksaan perkara sebelum pembacaan putusan [Pasal 18 ayat (3)].

Dalam PERMA sebelumnya hal ini tidak diatur.

9. Mediator tidak bertanggung jawab secara perdata dan pidana atas isi

kesepakatan [Pasal 19 ayat (4)]. Dalam PERMA sebelumnya hal ini tidak

diatur.

10. Pengaturan lebih rinci tentang perdamaian pada tingkat banding dan kasasi

[Pasal 21 dan Pasal 22]. Dalam PERMA sebelumnya hal ini tidak diatur.

11. Pengaturan kesepakatan perdamaian yang diselenggarakan di luar pengadilan

[Pasal 23]. Dalam PERMA sebelumnya hal ini tidak diatur.

Page 52: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

44

BAB III

TEORI EFEKTIVITAS DAN SELAYANG PANDANG

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Teori Efektivitas

Efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan

suatu hukum dalam menangani suatu permasahan yang dapat diselesaikan oleh

keeksistensian hukum itu tersebut, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan

pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana

hukum yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat

kontrol sosial atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.

Efektivitas juga dapat dikatakan adanya kesesuaian antara orang yang

melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan

perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun

sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan.1

Efektifitas juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu

tujuan. Kriteria yang menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus

meliputi : kegunaan, ketetapan dan objektifitas, adanya ruang lingkup (prinsip

1 E. Mulyana, Menejemen berbasis sekolah, konsep strategi dan implementasi (Jakarta, PT

Rosyda Karya, 2004), h. 82.

Page 53: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

45

kelengkapanm, kepaduan dan konsisten), biaya akuntabilitas serta ketepatan

waktu.2

Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu

dalam mengatur atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Namun

agar hukum dan peraturan benar-benar berfungsi sacara efektif, senantiasa

dikembalikan pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan

empat faktor penegakan hukum (law enforcement), yaitu:

1. Hukum atau aturan itu sendiri ;

2. Penegak hukum;

3. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum;

4. Masyarakat;

Adapun secara terminologi, pakar hukum dan sosiologi hukum memberikan

pendekatan tentang makna efektivitas sebuah hukum beragam, tergantung pada

sudut pandang yang diambil. Soejono Soekanto mengungkapkan bahwa

efektivitas adalah segala upaya yang dilakukan agar hukum dalam masyarakat

benar-benar hidup dalam masyarakat, artinya hukum tersebut benar-benar berlaku

secara yuridis, sosialis dan efektif.3

Kemudian efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian

tujuan dari usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi di

2 T. Hani Handoko, Managemen, edisi II (Yogyakarta, BPFE, 1993), h.7.

3 Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, (Padang, Alumni,

1979), h. 114.

Page 54: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

46

Peradilan Agama Jakarta Selatan. Seberapa besar kesuksesan yang diraih oleh

Pengadilan Agama Jakarta Selatan melaksanakan usaha damai dalam wadah

mediasi dengan memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan

yang berasal dari pemerintah maupun peraturan yang berasal dari agama.

Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak

efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam

perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau

pelaksanaan hukum yang kurang efektif. Pada hakikatnya persoalan efektivitas

hukum seperti yang diungkapkan Syamsuddin Pasamai, dalam bukunya

“Sosiologi dan Sosiologi Hukum”, persoalan efektivitas hukum mempunyai

hubungan yang sangan erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan

penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya

hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.4

Dalam hal ini ukuran atau indikator efektivitas adalah sebagai berikut:5

1. Berhasil guna, yakni untuk menyatakan bahwa kegiatan telah

dilaksanakan dengan tepat (sesuai target) dengan waktu yang ditetapkan.

2. Ekonomis, dipergunakan dengan setepat-tepatnya sesuai dengan rencana

serta tidak ada penyelewengan.

4 Ilham Idrus, “efektivitas Hukum” artikel di akses pada 23 September 2010 dari

hhtp://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html

5 Sujudi FX, O&M, Penunjang Berhasilnya Proses Menejemen (Jakarta, CV Masagung,

1990), h.36.

Page 55: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

47

3. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab, sebagai bukti telah dimanfaatkan

dengan setepat-tepatnya.

4. Rasionalitas wewenangan dan tanggungjawab, harus dihindari adanya

dominasi oleh salah satu pihak atas pihak lainnya.

5. Pembagian kerja yang nyata, dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran

kemampuan kerja dan waktu yang tersedia.

6. Prosedur kerja yang praktis, kegiatan operasional yang dapat

dilaksanakan dengan lancar.

Apabila dikaitkan dengan mediasi Laurence Boulle seperti yang dikutip

dalam buku “Arbitrase dan Mediasi di Indonesia” karangan Gatot Soemarsono,

untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan mediasi ada beberapa prasyarat yang

berupa faktor-faktor kunci kesuksesan (key success factor) yang harus diketahui.

Faktor-faktor kunci kesuksesan mediasi tersebut diantaranya:6

1. sengketa masih dalam batas “wajar”.

Konflik diantara para pihak masih moderate, artinya permusuhan masih

dalam batas yang bisa ditoleransi. Ukuran wajar atau moderate sangat relatif.

Misalanya, jika kedua belah pihak tidak mau bertemu, berarti permusuhan diantara

mereka telah sangat parah. Jika sengketa sudah sangat parah, harapan untuk

mendapatkan win-win solution sulit atau tidak mungkin tercapai. Dengan demikian

mereka lebih menyukai penyelesaian lose solution. Dalam kondisi demikian,

6 Gatot Soemarsono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2006), h. 6-7.

Page 56: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

48

penyelesaian melalui APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa)7 mungkin tidak

mampu memberikan kontrol perlindungan serta pengaruh yang cukup untuk

menghasilkan keputusan yang konstruktif.

2. Komitmen para pihak

Para pihak, penguasa, atau pelaku bisnis yang bersengketa memang

bertekad menyelesaikan sengketa mereka melalui APS, dan mereka menerima

tanggung jawab atas keputusan mereka sendiri serta menerima legitimasi dari

APS. Semakin besar komitmen dan penerimaan atas proses tersebut dari para

pihak, semakin besar kemungkinan para pihak akan memberikan response positif

terhada penyelesaian melalui APS.

3. keberlanjutan hubungan

Penyelesaian melalui APS selalu menginginkan hasil win-win solution.

Dengan demikian, harus ada keinginan dari para pihak untuk mempertahankan

hubungan baik mereka. Misalnya, dua pengusaha yang bersengketa, seorang dari

Indonesia dan seorang dari jepang, inin tetap melanjutkan hubungan usahanya

setelah sengketa mereka berhasil. Dengan pertimbangan kepentingan di masa

depan, hal itu mendorong mereka untuk tidak hanya memikirkan hasilnya tapi juga

cara mencapainya.

7 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat

melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilandengan cara

konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Page 57: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

49

4. Keseimbangan posisi tawar menawar

Para pihak harus memikliki keseimbangan dalam posisi tawar menawar.

Meskipun hal itu kadang sulit dijumpai, khususnya jika sengketa melibatkan

multinasional dan pengusaha lokal, dimana hampir seluruh sumberdaya dikuasai

oleh pengusaha multinasional. Namun demikian, perbedaan tersebut tidak

seharusnya mempengaruhi posisi tawar menawar. Artinya salah satu pihak harus

tidak mendikte atau bahkan mengintimidasi agar sebuah penyelesaian di setujui.

5. Prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya rahasia

Para pihak menyadari bahwa, tidak seperti penyelesaian sengketa di

pengadilan,proses penyelesaian sengketa melalui APS tidak terbuka untuk umum.

Demikian pula, hasil penyelesaian sengketa tidak dimaksudkan untuk diketahui

oleh umum atau dipublikasikan kepada khalayak, bahkan dinilai konfidensial. Jadi,

tujuan yang hendak dicapai, yang terpenting, adalah para pihak mencapai

penyelesaian sengketa mereka dengan hasil yang memuaskan.

B. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1. Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya

Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta Selatan hanya terdapat tiga kantor

yang dinamakan kantor cabang, yaitu:

Page 58: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

50

a. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

b. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah

c. Kantor cabang Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk8

Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk wilayah hukum cabang

Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya cabang

Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat Keputusan Menteri Agama

Nomor 71 Tahun 1967 tanggal 16 Desember 1967. Semua pengadilan agama di

provinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di daerah Ibu Kota

Jakarta Raya berada dalam wilayah hukum Mahkamah Islam Tinggi cabang

Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi

menjadi Pengadilan Tinggi Agama.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1985 tanggal 16 Juli 1985 Pengadilan Tinggi Surakarta dipindah ke

Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987

dan secara otomatis wilayah hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta

adalah menjadi wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Berdasarkan

Surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985

tanggal 16 Juli 1985, Pengadilan Tinggi di Surakarta dipindahkan ke Jakarta,

akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara

8 Yuridiksi Pengadilan Tinggi agama Jakarta, Mahkamah Agaung RI, Direktorat Jenderal

Badan Peradilan Agama, 2006, hal. 31

Page 59: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

51

otomatis wilayah hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah

menjadi wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.9

Terbentuknya Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan

jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu merupakan

cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan

Otista Raya Jakarta Timur.

Sebutan pada waktu itu adalah Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kantor cabang Pengadilan Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya

jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan

masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas. Ketika itu keadaan

kantor masih dalam keadaan darurat yang menempati gedung bekas kantor

Kecamatan Pasar Minggu, di suatu gang kecil yang sampai saat ini masih dikenal

dengan Gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan. Ketika pimpinan

kantor dipegang oleh Bapak H. Polana.

Pada tahun 1976 gedung kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi

Mesjid Syarief Hidayatullah dan sebutan kantor cabang pun dihilangkan menjadi

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dan pada masa itu diangkat pula hakim

honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk diantaranya adalah Bapak

H. Ichtijanto, SH.

9 Ibid., h. 31.

Page 60: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

52

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif kepala kandepag Jakarta Selatan

pada waktu itu yang dijabat oleh Bapak Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring dengan

perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-tugas

kepaniteraan yaitu Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari, Sukandi, Saimin, Tuwon

Haryanto, Fatullah AN., Hasan Mugni dan Imron. Keadaan penempatan kantor

serambi mesjid tersebut bertahan sampai tahun 1979.10

Pada bulan September 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke gedung baru di jalan Ciputat raya Pondok Pinang dengan menempati

gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN

Pondok Pinang. Pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh

Bapak H. Alimi BA pada Tahun 1979, diangkat pula hakim-hakim honorer untuk

menangani perkara-perkara yang masuk. Diantaranya yaitu KH. Ya’kub, KH.

Muhdats Yusuf, Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, dan Drs. H. Noer

Chazin.

Pada perkembangan selanjutnya yaitu pada masa kepemimpinan Drs. H.

Djabir Mansyur SH. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke jalan

rambutan VII No.48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta selatan dengan

menempati gedung baru yang merupakan hibah dari Pemda DKI.

Di gedung ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor

Pemerintahan setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah

perumahan penduduk dan jalan masuknya termasuk kelas jalan III C, namun

10

Ibid., h. 33.

Page 61: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

53

sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, hal ini karena pembenahan-

pembenahan fisik terus dilakukan.11

Pada bulan Maret 2010, kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah

di Jl. Harsono RM No. 1 Kel. Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan hingga saat

ini. Dan di sinilah lokasi yang dijadikan tempat penelitan oleh penulis.

Gedung baru Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini telah memenuhi

kriteria untuk sebuah Pengadilan. Berada di pinggir jalan raya dan sangat stategis.

Selain itu di gedung baru ini terdapat 2 ruang mediasi. Ruang yang pertama

dibagi menjadi 2 ruangan lagi, dan ruangan ke dua dibagi menjadi 3 ruangan. Jadi

total ruangan mediasi yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini adalah

sebanyak 5 ruangan.

Bangunan Pengadilan Agama Jakarta Selatan saat ini terbilang megah

dibanding dengan Pengadilan Agama lainnya. Karena Pengadilan Agama Jakarta

Selatan merupakan “perwujudan wajah baru” Pengadilan Agama di Indonesia

yang sudah terealisasi dan “perwujudan wajah baru” itu akan merambat ke

seluruh Pengadilan Agama di Indonesia nantinya.

Selain bangunan yang megah, Pengadilan Agama Jakarta Selatanpun

merupakan “Pilot Project” dalam bidang mediasi untuk Pengadilan Agama di

seluruh Indonesia. Ada beberapa Pengadilan Agama di Jakarta yang di jadikan

“Pilot Project” untuk Pengadilan Agama secara keseluruhan. Diantaranya

Pengadilan Agama Jakarta Utara merupakan “Pilot Project” dalam bidang IT,

11

Ibid., h. 34.

Page 62: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

54

Pengadilan Agama Barat merupakan “Pilot Project” dalam bidang IT dan Arsip,

dan Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan “Pilot Project” dalam bidang

mediasi.

Adapun struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan yaitu

sebagai berikut:

KETUA

WK. KETUA

HAKIM

PANITERA /

SEKRETARIS

WK. PANITERA WK. SEKRETARIS

Kasubag

Umum

Kasubag

Keuangan

Kasubag

Kepegawa

ian

Panmud

Hukum

Panmud

Gugatan

Panmud

Permohon

an

PANITERA

PENGGANTI

JURUSITA

JURUSITA

PENGGANTI

Page 63: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

55

Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan saat ini adalah Drs. H. Ahsin

Abdul Hamid, SH., MH., wakil ketua yaitu Drs. H. Yasardin, SH, MH, dan

Pansek adalah Drs. Achmad Jufri, SH.

Pada saat ini jumlah hakim yang ada di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan terdapat 17 hakim, 16 diantaranya menjadi hakim mediator dan hanya 6

hakim yang memiliki sertifikat mediator. Nama-nama hakim yang menjadi

mediator yaitu:

1. Dra. Hj. Noorjannah Azis, M.H.,

2. Dra. Hj. Ida Nursa’adah, S.H., M.H.,

3. Drs. Agus Yunih, S.H., M.H.I.,

4. Drs. Nurhafizah, S.H., M.H.,

5. Drs. Farchanah M, M.Hum.,

6. Drs. Chotman Jauhari, M.H.,

7. Hj. Shafwah S.H., M.H.,

8. H. Muh. Kailani S.H., M.H.,

9. Dra. Muhayah S.H.,

10. Drs. Harum Rendeng S.H., M.H.,

11. Tamah, S.H.,

12. Dra. Hj. Tuti Ulwiyah M.H.,

13. Drs. Muslim, S.H., M.S.I.,

14. Drs. Abdurrahim M.H.,

15. Drs. Sohel,

16. Drs. Muhail, S.H.,

Dan yang memiliki sertifikat mediator adalah Hj. Shafwah S.H., M.H.;

Dra. Muhayah S.H.; Tamah, S.H.; Dra. Hj. Tuti Ulwiyah M.H.; dan Drs. H.

Saefuddin Turmudzi, M.H.

Page 64: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

56

2. Wewenang relatif dan wewenang absolut Pengadilan Agama Jakarta

Selatan

Menurut M. Yahya Harahap,12

ada lima tugas dan kewenangan yang

terdapat di lingkungan Peradilan Agama, yaitu: 1) Fungsi kewenangan

mengadili; 2) Memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum

islam kepada instansi pemerintah; 3) Kewenangan lain oleh atau berdasarkan

UU; 4) Kewenangan Pengadilan Tinggi Agama mengadili perkara dalam

tingkat banding dan mengadili sengketa kompetensi relatif; 5) bertugas

mengawasi jalannya peradilan.

Kewenangan atau kekuasaan13

peradilan kaitannya adalah dengan

hukum acara menyangkut dua hal, yaitu kekuasaan relatif14

dan kekuasaan

absolut.15

Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan Pengadilan Agama

tingkat pertama dan mempunyai tugas-tugas sebagaimana yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman, yang menyatakan bahwa pengadilan agama berwenang mengadili

12

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, UU nomor 7

1989, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993) h.33.

13

Kata “kekuasaan” sering disebut “kompetensi” yang berasal dari bahasa Belanda

“competentie” yang kadang diterjemahkan “kewenangan” dan terkadang dengan “kekuasaan”.

14

Kekuasaan relatif diartikan sebagai kekuasaan peradilan yang satu jenis dan satu tingkatan

berdasarkan wilayah. Misalnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Pengadilan Agama Jakarta

Timur.

15

Kekuasaan absolut diartikan sebagai kekuasaan peradilan yang beberapa jenis dan satu

tingkatan berdasarkan jenis perkara. Misalnya Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Page 65: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

57

perkara tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu, yaitu mereka yang

beragama Islam dan berdomisili di wilayah kekuasaan hukum pengadilan

agama tersebut. Adapun tugas dan wewenang peradilan agama berdasarkan

Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen UU Nomor

7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagai berikut:

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,

wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah”.

Semua kompetensi di atas diatur berdasarkan Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah dan Kompilasi Hukum Islam. Adapun pelaksanaan

tugas-tugas pokok ini, pembinaanya dilakukan oleh Mahkamah Agung

Republik Indonesia.

Kewenangan peradilan agama Pasal 49 huruf (a) yakni bidang

perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang

diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang

dilakukan menurut syariah. Perkara-perkara tersebut yang merupakan

kewenangan absolut Peradilan Agama dijelaskan pada pasal 49 ayat (2) yang

terdapat 22 butir, 22 butir tersebut adalah:

1. Izin beristri lebih dari seorang;

2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berumur 21 tahun,

dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan

pendapat;

3. Dispensasi kawin;

4. Pencegahan perkawinan;

5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah;

6. Pembatalan perkawinan;

Page 66: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

58

7. Gugatan kelalaian;

8. Perceraian karena talak;

9. Gugatan perceraian;

10. Penyelesaian harta bersama;

11. Penguasaan anak;

12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bila bapak yang

seharusnya bertanggung jawab tidak mampu memenuhinya;

13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas

istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;

14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;

15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;

16. Pencabutan kekuasaan wali;

17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan wali

dicabut;

18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak belum cukup berumur 18

tahun yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada

penunjukan wali oleh orang tuanya;

19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan

kerugian atas harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya;

20. Penetapan asal usul anak;

21. Putusan tentang penolakan pemberian keterangan untuk melakukan

perkawinan campuran; dan

22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1 Tahun

1974 tentang perkawinan berlaku yang dijalankan menurut peraturan yang

lain.

Kewenangan lain pengadilan agama adalah memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara di bidang hukum waris yang meliputi: penentuan siapa

yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan

bagian masing-masing ahli waris, pelaksanaan pembagian harta peninggalan,

dan penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa

yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Kewenangan pengadilan agama lainnya adalah dalam perkara wasiat,

hibah, wakaf, zakat dan infaq. Serta kewenangan pengadilan agama diperluas,

termasuk bidang ekonomi syari’ah. Hal ini sesuai dengan perkembangan

Page 67: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

59

hukum dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim.

Dengan penegasan dan peneguhan kewenangan pengadilan agama

dimaksudkan untuk memberi dasar hukum bagi pengadilan agama dalam

menyelesaikan perkara ekonomi syariah.16

Terhadap kekuasaan absolut ini, maka pengadilan agama diharuskan

untuk meneliti perkara yang diajukan kepadanya termasuk kekuasaan absolut

atau tidak. Kalau ternyata tidak termasuk kekuasaan absolut, maka pengadilan

agama dilarang menerimanya. Jika pengadilan agama menerima juga, maka

pihak tergugat dapat mengajukan keberatan yang disebut dengan “eksepsi

absolut”, baik dalam tingkatan pertama maupun sampai tingkatan kasasi.

Sedangkan untuk kompetensi relatif atau kewenangan jurisdiksi

Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah meliputi 10 kecamatan, yaitu:

a. Kebayoran Lama dengan enam kelurahan

b. Pesanggrahan dengan lima kelurahan

c. Pasar Minggu dengan tujuh kelurahan

d. Jagakarsa dengan lima kelurahan

e. Mampang Prapatan dengan lima kelurahan

f. Pancoran dengan enam kelurahan

g. Kebayoran Baru dengan sepuluh kelurahan

h. Setiabudi dengan tujuh kelurahan

16

Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia (Jakarta:

Kencana, 2008), h.347.

Page 68: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

60

i. Tebet dengan tujuh kelurahan

j. Cilandak dengan lima kelurahan

Kompetensi relatif ini memiliki arti yang sangat penting sehubungan

dengan pengadilan mana seseorang mengajukan perkaranya dan eksepsi

tergugat.

Dalam hal ini, pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Tentang Amandemen UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agamamenyatakan “Pengadilan Agama berkedudukan di ibu kota kabupaten /

kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten / kota”.

Dengan demikian, tiap-tiap pengadilan agama mempunyai wilayah

hukum tertentu atau dikatakan mempunyai (yuridiksi relatif) tertentu. Dalam

hal ini meliputi kabupaten atau kota atau dalam keadaan tertentu bisa ada

pengecualian, sebagaimana terdapat dalam penjelasan pada pasal tersebut.

Disamping wewenang di atas, Pengadilan Agama Jakarta Selatan juga

bertugas melaksanakan sebagian tugas-tugas pokok Departeman Agama dalam

hal ini khususnya pada pembinaan hukum agama, hisab dan rukyat. Berkaitan

dengan tugas tersebut, Pengadilan Agama Jakarta Selatan bertugas

menyelenggarakan kegiatan pengorganisasian, administrasi dan keuangan.

Page 69: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

61

BAB IV

ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Dasar Hukum Seorang Hakim Menjadi Mediator.

Dengan adanya PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun

2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan, maka pengadilan-pengadilan di

seluruh Indonesia mulai menerapkan wajib mediasi bagi perkara perdata.

Pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia mulai berbenah untuk pelaksanaan

mediasi ini. Dari mulai menyediakan tempat khusus mediasi sampai dengan

menyediakan mediator-mediator. Pada dasarnya mediator untuk pengadilan,

khususnya Pengadilan Agama bisa berasal dari mana saja asalkan memiliki

sertifikat mediator. Akan tetapi, sedikitnya mediator non litigasi yang memiliki

sertifikat mediator maka para hakim pun dikerahkan untuk menjadi mediator. Dari

banyaknya hakim di Pengadilan Agama seluruh Indonesia hanya sedikit yang

memiliki sertifikat. Menurut Dirjen Badilag, dari sekitar 3600 hakim Pengadilan

Agama seluruh Indonesia hanya sekitar kurang lebih 300 hakim yang memiliki

sertifikat. Hal tersebut mungkin dikarenakan PERMA tentang mediasi tersebut

baru dikeluarkan pada tahun 2008.1

Hakim yang menjadi mediator atau mediator litigasi tidak diwajibkan

memiliki sertifikat. Hakim yang tidak memiliki sertifikatpun diperbolehkan

1 Wawancara pribadi dengan Drs. Wahyu Widiana. Jakarta, 8 September 2010.

Page 70: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

62

menjadi mediator. Akan tetapi tetap hakim yang memiliki sertifikat yang

didahulukan sebagai mediator. Berbeda halnya dengan mediator non litigasi atau

non hakim. Bagi mediator non hakim diwajibkan memiliki sertifikat mediator.

Dalam hal mediator non hakim ini Peradilan Agama menggandeng BP4 (Badan

Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan).2 Selain BP4, mediator yang

ada di ranah Peradilan Agama yaitu mantan-mantan hakim yang sudah pensiun

dan sebenarnya ini sangat menguntungkan, karena mantan-mantan hakim

merupakan orang yang terbiasa menangani perkara di Pengadilan.3

Dikarenakan sedikitnya hakim Peradilan Agama yang memiliki sertifikat,

maka BADILAG (Badan Peradilan Agama) menyisipkan pelatihan mediasi pada

pelatihan CAKIM (Calon Hakim) tiap tahunnya dan para cakim langsung

mendapatkan sertifikat mediator. Kegiatan ini mulai berjalan pada pelatihan

CAKIM angkatan ke-5 yang diadakan pada tahun 2010 ini. Dan akan berjalan ke

tahun-tahun berikutnya. Jadi para hakim Peradilan Agama di masa yang akan

datang akan memiliki sertifikat sepenuhnya dan tanpa terkecuali. Karena pelatihan

tersebut diwajibkan oleh para CAKIM. Sebelumnya, pelatihan mediasi tersebut

dilaksanakan pada hakim-hakim dan tidak semua hakim mengikutinya.

2 Hermansyah, “Para Mediator Se-DKI Jakarta Mulai Diperkenalkan”, artikel diakses pada

22 September 2010 dari

http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=5288&Itemid=1

3 Wawancara pribadi dengan Drs. Kadi Sastro Wirjono. Jakarta, 8 September 2010.

Page 71: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

63

B. Administrasi Mediasi Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan dan praktek yang ada di lapangan.

Sebelum adanya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebenarnya Pengadilan

Agama telah melaksanakan perdamaian dengan landasan Pasal 130 HIR / 154Rbg.

Karena Pasal 130 HIR ini sudah merupakan kewajiban bagi hakim untuk

melaksanakan perdamaian semua perkara perdata.4 Hingga adanya PERMA ini,

mediasi di Peradilan Agama terus memberikan perubahan ke arah yang lebih baik.

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ini mulai terealisasikan di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan sejak bulan september 2008. Namun Pengadilan Agama Jakarta

Selatan belum secara keseluruhan melaksanakan PERMA ini, tetapi fleksibel

disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan harus ada tambahan biaya untuk

pemanggilan para pihak, harus memenuhi waktu mediasi yaitu 40 hari ditambah

14 hari sehingga tidak memenuhi asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Terlebih

lagi apabila mediasi tersebut gagal maka akan memakan waktu lebih lama. Tetapi

walaupun demikian mediasi ini sedikitnya memberikan manfaat bagi para pihak

yang berperkara. Nasihat-nasihat yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan

pertimbang untuk berdamai.

Secara garis besar administrasi mediasi berdasarkan PERMA Nomor 1

Tahun 2008 dan praktek yang ada di lapangan khususnya di Pengadilan Agama

4 Ridan Ikhwan, “Hakim dalam Menjalankan Proses Persidangan” dalam acara Mootcourt

Training And Competetion pada tanggal 18 April 2008 di Student Center UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 72: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

64

Jakarta Selatan tidak jauh berbeda. Walaupun PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ini

telah terealisasikan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada bulan September

2008, akan tetapi ada sebagian yang belum memenuhi kelayakan mediasi

berdasarkan PERMA tersebut. Misalnya belum adanya ruangan khusus mediasi,

kurangnya mediator-mediator yang bersertifikat, administrasi yang belum

tercatatkan dan lain sebagainya. Namun pada bulan Maret 2010 Pengadilan

Agama Jakarta selatan memiliki ruangan khusus mediasi dan akta-akta hasil

mediasi mulai dicatatkan. Sedangkan mengenai masalah kurangnya mediator yang

bersertifikat hingga saat ini masih menjadi permasalahan peradilan Agama Jakarta

Selatan khususnya dan merupakan permasalahan bagi Peradilan Agama secara

nasional. Seperti yang telah dikatakan oleh Dirjen Badilag, dari kurang lebih 3600

hakim yang ada di Indonesia hanya 300 hakim yang memiliki sertifikat mediator.

Sedangkan di Pengadilan Agama jakarta Selatan dari 17 hakim hanya 6 orang

hakim yang memiliki sertifikat mediator.5

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdapat 17 hakim, 16 diantaranya

yang menjadi mediator dan 4 mediator non hakim.6 Dan ini merupakan salah satu

ketidak singkronan dari apa yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dan

yang terjadi di lapangan. PERMA Nomor 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa

hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator hanya boleh menjadi mediator

apabila di wilayah pengadilan tersebut tidak terdapat satupun mediator yang

5 Wawancara pribadi dengan Drs. Wahyu Widiana MA. Jakarta, 8 September 2010.

6 Wawancara pribadi dengan Tamah, SH. Jakarta, 8 September 2010.

Page 73: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

65

bersertifikat. Akan tetapi pada kenyataannya hampir semua hakim yang ada di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan menjadi mediator meskipun tidak semuanya

memiliki sertifikat dan terdapat mediator non hakim yang bersertifikat di

Pengadilan tersebut (Bab II pasal 9 ayat (3)). Hal ini dikarenakan kurangnya

mediator yang bersertifikat dan banyaknya jumlah perkara perdata yang masuk ke

pengadilan.

Selain itu dalam PERMA tersebut disebutkan bahwa para pihak yang

berpekara yang berhak menentukan mediatornya, namun tak sedikit majelis hakim

sendiri yang menentukan atau menyodorkan mediatornya. Dalam hal ini

dikarenakan para pihak tidak mengenal betul para mediator yang ada dalam daftar

mediator. Tetapi ada pula yang menolak, hal tersebut dikarenakan masalah jadwal

waktu yang tidak mereka sepakati, bukan karena kepribadian mediator itu sendiri

atau lain hal.7

C. Hambatan Dalam Mengupayakan Keefektivan Mediasi

Terkadang mediasi bisa menghambat prosedur pelaksanaan persidangan di

Pengadilan Agama. Karena dengan adanya jadwal mediasi secara otomatis akan

menambah agenda penyelesaian perkara. Hambatan yang dihadapi oleh hakim

adalah sebagai berikut:

7 Wawancara pribadi dengan Drs. Kadi Sastro Wirjono. Jakarta, 8 September 2010.

Page 74: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

66

1. Dalam perkara perceraian.

Karena perceraian adalah masalah hati, maka hal ini tidak sedikit para

pihak yang tidak mau melaksanakan mediasi. Dengan alasan persoalan yang

mereka hadapi sudah mencapai klimaks.8 Karena dalam persidangan pun majelis

hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan memberi nasehat, sehingga

menurut para pihak tidak mau membuang-buang waktu untuk proses mediasi.

2. Biaya perkara bertambah.

Karena ada biaya untuk pemanggilan para pihak. Apalagi jika proses

mediasi yang dilakukan di luar pengadilan atau dengan kata lain dengan bantuan

mediator dari luar pengadilan. Tentu saja membutuhkan biaya untuk mediatornya

atau mungkin ada biaya untuk tempat pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu

Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum menerapkan biaya mediasi, karena

dengan pertimbangan bahwa; 1) PERMA ini masih baru, 2) belum ada petunjuk

secara langsung, 3) menambah beban bagi para pihak yang bersengketa.

3. Waktu sangat dimaksimalkan.

Dengan diadakannya mediasi di dalam peradilan, proses litigasi menjadi

tertunda hingga adanya hasil mediasi tersebut. Oleh karena itu waktu yang

disediakan untuk mediasi sangat dimaksimalkan.

8 Wawancara pribadi dengan Drs. Kadi Sastro Wirjono. Jakarta, 8 September 2010.

Page 75: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

67

Dari segi waktu, kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Agama

Jakarta Selatan selama PERMA No.1 Tahun 2008 ini diberlakukan dapat dirinci

sebagai berikut:

a. Para pihak yang meminta waktu mediasi diperpanjang

Dengan adanya jadwal mediasi, pemeriksaan pokok perkara ditunda.

Apalagi jika para pihak meminta kepada majelis hakim untuk memperpanjang

waktu mediasi.

Sebelum adanya peraturan ini, sidang yang kedua biasanya pembacaan

gugatan. Namun sekarang bisa mencapai kurun waktu 1 bulan setengah baru

dibacakan gugatan karena dilakukan mediasi terlebih dahulu. Dengan demikian

para hakim memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa satu pokok perkara.

b. Persidangan hadir, namun pada saat mediasi tidak hadir

Para pihak hadir ketika persidangan pertama. Setelah sidang pertama

majelis hakim Pengadilan Agama memerintahkan kepada para pihak yang

berperkara untuk menuju ruang mediasi.

Namun, terkadang ada salah satu pihak yang tidak mematuhi peraturan

tersebut. Misalnya perkara cerai gugat, pihak tergugat setelah keluar dari ruang

sidang tidak langsung menuju ruang mediasi tetapi langsung pulang, mungkin

karena alasan tidak ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada ruang mediasi

Page 76: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

68

hanya salah satu pihak, yaitu pihak penggugat. Tentu saja proses mediasi tidak

bisa dilaksanakan.

Maka pada sidang berikutnya ketika majelis hakim menanyakan tentang

mediasi yang diperintahkan pada sidang sebelumnya. Mereka menjawab bahwa

mereka belum menempuh proses mediasi. Majelis hakim pun memerintahkan

kembali untuk menempuh proses mediasi. Dengan kejadian ini berarti

membutuhkan waktu lagi untuk menunggu hasil mediasi.

c. Sidang pertama tidak hadir, namun sidang berikutnya hadir

Ketika sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, tapi pada saat sidang

berikutnya pihak tersebut hadir. Bahkan ada juga pihak yang hadir pada saat

sidang sudah sampai pada tahap pembuktian. Maka majelis hakim tetap harus

memerintahkan lagi kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi. Dan

majelis hakim membutuhkan waktu lagi untuk menunggu sampai adanya laporan

dari hakim mediator.

Selain hambatan tentu saja terdapat keuntungan setelah proses mediasi baik

bagi pihak yang bersengketa maupun bagi hakim mediator sendiri. Bagi pihak

yang bersengketa kalau terjadinya perdamaian tentunya adalah sesuatu yang sangat

menguntungkan. Karena masalah yang mereka hadapi terselesaikan dengan

kebaikan dan keuntungan yang diperoleh bagi masing-masing pihak. Kalau

Page 77: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

69

putusan pengadilan tidak memberi penyelesaian yang menyeluruh. Bahkan tidak

memuaskan kepada yang kalah maupun yang menang.

Selain itu, kekalahan dan kemenangan tidak mendatangkan kedamaian

kalbu dan nurani. Bahkan seperti yang diungkapkan pepatah Cina a lawsuit bred

ten years of hatred. Berperkara di pengadilan menumbuhkan benih kebencian dan

dendam bertahun-tahun.

Namun sebaliknya, kalau tidak terjadi perdamaian minimal sebagai dasar

untuk saling inrtospeksi diri. Sebagai suatu motivasi agar para pihak menyadari

akan hal-hal yang telah dilakukan pada masa yang lalu dan sebagai pelajaran agar

tidak terulang kembali pada masa yang akan datang. Misalnya masalah perceraian,

dengan proses mediasi para pihak diingatkan dengan nasehat dari hakim mediator

akan pentingnya pernikahan sebagai sebuah ibadah. Oleh karenanya, kalaupun

mediasi gagal dan berakhir dengan putusan perceraian. Nasehat dari mediator dapat

diterapkan oleh para pihak pada pernikahan yang kedua dan diharapkan tidak

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pernikahan yang pertama.

Mengutip pernyataan Bapak Ketua Muda MA (Drs. Andi Syamsu Alam,

S.H.,M.H) dan Bapak Dirjen Badan Peradilan Agama (Drs. Wahyu Widiana, M.A)

menyatakan bahwa mediasi ini merupakan produk Islami dalam rangka

penyelesaian sengketa di pengadilan. Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator

harus dilaksanakan secara optimal sebagai bagian dari sebuah proses aktivitas

Page 78: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

70

ijtihad demi mendapatkan keputusan yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi

kedua belah pihak.

Tujuan utama dari mediasi adalah tercapainya perdamaian, sementara

perdamaian itu merupakan hukum yang tertinggi sesuai dengan adagium hukum

yang berbunyi "Ash-Shulh Sayyid al-hukm". Perdamaian menjadi sangat penting

dilaksanakan apalagi dalam menyelesaikan sengketa-sengketa keluarga. Keluarga

berarti umat, baiknya suatu keluarga, sangat berpengaruh dan berdampak kepada

perbaikan umat secara keseluruhan.

Meskipun perceraian tidak dapat terelakkan, bukan berarti mediasi gagal

secara total, minimal dalam mediasi kepada kedua belah pihak telah dilakukan

pencerahan dan internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam persoalan rumah tangga,

supaya kelak apabila mereka menikah lagi, mereka telah memiliki pemahaman

yang cukup baik tentang arti sebuah rumah tangga. Namun demikian, melalui

mediasi yang dilaksanakan secara maksimal, mudah-mudahan tercapai perdamaian

tanpa perceraian.9

Dan keuntungan bagi hakim adalah akan mendapatkan reward

(penghargaan / pointer). Karena dalam PERMA tersebut menyatakan bahwa setiap

mediator harus dicantumkan dalam putusan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban

dalam pelaksanaan mediasi.

9 Admin, “Optimalisasi Pelaksanaan Mediasi”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2010

dari http://www.pasimalungun.net/kiri/optimalisasi_pelaksanaan_mediasi.htm

Page 79: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

71

Keuntungan lainnya adalah dengan keterbatasan waktu, tenaga dan dana

untuk penyuluhan hukum sebenarnya dapat teratasi melalui proses mediasi

sebagaimana yang diatur dalam Perma ini. Mediator yang diambil dari hakim,

dapat lebih leluasa dan memiliki waktu yang cukup luas untuk memberikan

pemahaman tentang hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Penyuluhan secara

face to face seperti tersebut pasti lebih terarah dan mencapai sasaran ketimbang

penyuluhan hukum secara umum. Meskipun bingkainya adalah mediasi namun

isinya adalah penyuluhan hukum. Apabila mediasi secara optimal tersebut telah

terlaksana secara kontinu mudah-mudahan akan terdapat perubahan paradigma di

kalangan masyarakat dalam memandang pengadilan yang selama ini hanya

dianggap sebagai pemutus perkara, berubah menjadi lembaga yang memberikan

keadilan dengan kepuasan kedua belah pihak.

D. Analisis Efektivitas Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

Semenjak ditetapkannya PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor

1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah terjadi perubahan

fundamental dalam praktek peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya

bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan suatu

perkara, tetapi berwenang mendamaikan para pihak yang berpekara. Pengadilan

yang selama ini terkesan sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan

Page 80: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

72

keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga

yang mencari solusi antara pihak-pihak yang bertikai.

Pemberlakuan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan ini diharapkan bisa menjadi tonggak awal keefektifan usaha

perdamaian atau mediasi, bukan hanya dalam tataran teoritis, tetapi juga dalam

praktiknya di lapangan. Karena PERMA tersebut merupakan hasil dari

penyempurnaan dari PERMA sebelumnya, yakni PERMA Nomor 2 Tahun 2003

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang dianggap kurang begitu efektif

dalam menyelesaiakan perkara di Pengadilan.

Pada dasarnya hukum mediasi tercantum dalam pasal 2 ayat (2) PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan

setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian

perkara melalui mediasi. Dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi ini

maka berdasarkan PERMA ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR

dan atau pasal 154 Rbg. Yang mengakibatkan putusannya batal demi hukum.

Artinya, semua perkara yang masuk pada Pengadilan tingkat pertama tidak

mungkin melewatkan prosedur mediasi.10

Pemberlakuan PERMA mediasi ini terbilang baru dalam ranah

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu institusi yang

mempraktikkan mediasi, karenanya Pengadilan Agama Jakarta Selatan butuh

10

Siddiki, Drs., Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilam Sederhana, Cepat dan Biaya

Ringan, www.badilag.net,2009, hal.2.

Page 81: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

73

waktu penyesuaian untuk bisa memaksimalkan tingkat keefektivan PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini.

Dalam pemberlakuan PERMA tersebut, Pengadilan Agama Jakarta

Selatan yang berasaskan sederhana, cepat dan biaya ringan mengambil langkah

/pola fleksibel, yakni setelah hakim telah menentukan mediator yang ditunjuk,

maka para pihak yang terkait memasuki ruang mediasi pada hari itu juga,

menentukan waktu mediasi yang ditentukan bersama dan hakim pun langsung

menunda persidangan. Selain memudahkan para pihak yang berperkara, hal

tersebut juga dimaksudkan untuk meringankan perkara dan menghemat waktu.

Meskipun demikian, Pengadilan Agama Jakarta Selatan tetap berpedoman pada

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Mengenai tingkat keefektifan mediasi yang dianggap kurang efektif,

seperti yang diutarakan salah satu Ketua Muda Mahkamah Agung RI, H. Andi

Syamsu Alam, hal tersebut juga dibenarkan oleh H. Wahyu Widiana, Dirjen

Badilag RI, selain belum maksimalnya pemberdayaan PERMA Nomor 1 tahun

2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tersebut, terlebih lagi perkara

perceraian. Karena perkara perceraian menyakut soal hati yang tidak bisa

dipaksakan, karena para pihaklah yang benar-benar merasakan permasalahannya.

Dan kebanyakan dari mereka datang membawa permasalahan tersebut ke

pengadilan dengan tekad bulat untuk bercerai. Maka akan sulit sekali untuk

didamaikan.

Page 82: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

74

Mengenai keefektivan mediasi dalam penelitian ini terdapat dua

perspektif dari kata “efektif”. Yang pertama apakah peraturan yang berlaku itu

efektif dalam artian berjalan dan dilaksanakan. Dan kedua makna efektif di sini

yaitu apakah hasil yang diharapkan atau target dari peraturan tersebut berhasil.

Apabila kefektifan yang dimaksud pada bagian pertama, PERMA No. 1 Tahun

2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan berhasil dilaksanakan, berarti

PERMA ini efektif. Namun apabila efektif yang dimaksud pada bagian kedua,

tentang hasil target dari penerapan PERMA ini, berarti PERMA No. 1 Tahun

2008 ini belum efektif.

Efektivitas menurut Ilham Idrus dalam artikelnya yang berjudul “

Efektivitas Hukum” yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya terdapat 6

indikator, yaitu berhasil guna; ekonomis; pelaksanaan kerja bertanggung jawab;

rasionalitas wewenang dan tanggung jawab; pembagian kerja yang nyata; dan

prosedur kerja yang praktis. Dikaitkan dengan indikator tersebut pelaksanaan

mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum sepenuhnya efektif. Karena

dari 6 poin yang harus dicapai untuk dikatakan efektif hanya 3 poin yang

tercapai. Analisis Efektivitas mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

mengenai perkara perceraian berdasarkan indikator tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Berhasil guna.

Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan khususnya dalam

perkara perceraian belum berhasil guna. Target dibentuknya PERMA

Page 83: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

75

tentang mediasi tersebut adalah untuk mengontrol jumlah perkara yang

dilitigasi. Namun pada kenyataannya target tersebut belum tercapai. Banyak

perkara yang tetap dilitigasikan setelah mengikuti mediaisi ini.

2. Ekonomis.

Dari segi ini pun pelaksanaan mediasi tersebut juga malah menambah

pengeluaran biaya. Misalnya untuk biaya pemanggilan para pihak, untuk

pengadaan mediator, dan penambahan biaya administrasi lainnya.

3. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab.

Pelaksanaan mediasi ini pun belum benar-benar dimanfaatkan oleh para

pihak yang berpekara. Dan yang amat disayangkan kebanyakan dari mereka

justru hanya menganggap pelaksanaan mediasi ini hanya untuk syarat agar

perkara mereka dilanjutkan di persidangan.

4. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab.

Dalam hal ini, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah terlaksana dengan

baik. Telah ada prosedur-prosedur administrasi yang tersistem dengan baik.

5. Pembagian kerja yang nyata.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan juga telah melaksanakan pembagian

kerja yang nyata secara baik. Pembagiaan kerja dilakukan berdasarkan

kapasitas kemampuan para pegawainya dan dilakukan dengan ketepatan

waktu yang tersedia.

Page 84: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

76

6. Prosedur kerja yang praktis.

Kegiatan operasional mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini

dapat dilaksanakan dengan lancar. Tidak ada penyelewengan-

penyelewengan yang terjadi dalam melakukan peraturan ini. Misalnya

semua perkara perdata yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan

ini memang betul-betul harus melalui proses mediasi, apabila tidak

perkara tersebut memang tidak dilanjutkan.

Oleh karena itu, mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dapat

dikatakan belum efektif. Dari banyaknya perkara yang dimediasi hanya

sekitar 7 % yang berhasil dan dicabut dari persidangan. Namun dari

keberhasilan tersebut bukanlah perkara perceraian. Kebanyakan yang berhasil

tersebut adalah diluar perkara perceraian.

Dalam buku “ Arbitrase dan Mediasi di Indonesia” karangan Gatot

Soemarsono, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan mediasi

atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) menurut Laurence Boulle yang

telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, yaitu sengketa masih dalam batas

wajar; komitmen para pihak; keberlanjutan hubungan; keseimbangan posisi

tawar menawar; prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya rahasia. Akan tetapi

pada perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan kebanyakan

tidak memenuhi faktor-faktor tersebut sehingga perkara tersebut sulit untuk

dimediasikan. Berikut adalah singkronisasi antara faktor-faktor yang

Page 85: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

77

mempengaruhi mediasi dengan perkara-perkara yang ada di Pengadilan

Agama Jakarta Selaatan:

1. Sengketa masih dalam batas wajar.

Kebanyakan dari perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta

Selatan khususnya perkara perceraian sudah tidak tergolong batas

wajar. Kebanyakan dari mereka sudah bertekad untuk bercerai, karena

permasalahan yang mereka hadapi sudah melampaui batas wajar

sehingga sulit untuk dimediasi.

2. Komitmen para pihak.

Komitmen para pihak yang berpekara khususnya dalam perkara

perceraian sangatlah minim. Bahkan ada beberapa dari mereka untuk

melakukan pertemuan mediasi saja ada tidak menepatinya (tidak

komitmen). Sehingga terpaksa waktu untuk dimediasi mereka ditunda.

3. Keberlanjutan hubungan.

Keberlanjutan hubungan mereka (para pihak dalam sengketa

perceraian) pun sudah tidak baik. Seharusnya ada keinginan dari para

pihak untuk mempertahankan hubungan baik mereka. Tetapi justru

yang terjadi dalam kasus perceraian malah sebaliknya. Mereka

menganggap sudah tidak ada lagi hubungan yang harmonis dan

mereka beritikad untuk bercerai. Sehingga sulit lagi untuk menyatukan

hati yang telah tersakiti.

Page 86: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

78

4. Keseimbangan posisi tawar menawar.

Para pihak dalam perkara perceraian sudah tidak lagi memiliki

keseimbangan dalam posisi tawar menawar. Kecuali apabila dalam

posisi perkara akibat perceraian masih bisa dikendalikan.

5. Prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya rahasia

Para pihak harus diberi pengertian bahwa proses mediasi ini sangatlah

tertutup dan hanya pihak-pihak yang bersangkutan saja yang dapat

menghadiri acara mediasi ini. Tetapi tidak menutup kemungkinan

pihak luar ikut dalam proses mediasi ini kecuali ada persetujuan dari

pihak yang berpekara. Tidak seperti proses persidangan yang terbuka

untuk umum. Oleh karna itu diharapkan dengan tertutup dan rahasia

para pihak mau terbuka satu sama lain.

Melihat dari beberapa faktor di atas perkara yang masuk ke

Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak memenuhi semua faktor-faktor

tersebut sehingga sulit untuk tercapainya keberhasilan mediasi.

Ketidakefektivan mediasi ini sangat terlihat jelas dari jumlah kasus

perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun

2008-2009, baik perkara cerai talak maupun cerai gugat. Untuk lebih

rincinya dapat dilihat dalam tabel.

Page 87: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

79

Perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2008

Tabel 1

NO

.

JENIS PERKARA J

A

N

F

E

B

M

A

R

A

P

R

M

E

I

J

U

N

J

U

L

A

G

T

S

E

P

O

K

T

N

O

V

D

E

S

JM

L

1 Izin Poligami - - - 1 - - 2 - 1 1 - - 5

2 Pencegahan

Perkawinan

- - - - - - - - - - - - -

3 Penolakan Perk.

Oleh PPN

- - - - - - - - - - - - -

4 Pembatalan

Perkawinan

- 1 - 1 1 - - - 1 - 1 - 5

5 Kelelaian Atas

Kew. Sm/is

- - - - - - - - - - - - -

6 Cerai Talak 54 4

7

65 63 48 57 49 62 3

2

60 58 43 63

8

7 Cerai Gugat 13

5

9

7

84 13

1

97 11

4

12

9

12

2

6

1

13

3

13

4

87 13

24

8 Harta Bersama - - 2 2 - 2 1 - 2 - 2 - 11

9 Pengasuhan Anak 2 1 2 - - - 1 - 1 - - - 7

10 Nafkah Anak Oleh

Ibu

- - - - - - - - - - - - -

11 Hak-hak Bekas

Istri

- - - - - - - - - - - - -

12 Pengesahan Anak - - - - - - - - - - - - -

13 Pengangkatan

Anak

- - 2 - - - - - - - - - 2

14 Pencabutan kek.

Wali

- - - - - - - - - - - - -

15 Penunjukan O.Lain

sbg wali

2 1 - 4 - 1 2 3 1 - - - 14

16 Ganti Rugi Thd

Wali

- - - - - - - - - - - - -

17 Asal Usul Anak - - - - - - - - - - - - -

18 Penolakan Perk.

Campuran

- - - - - - - - - - - - -

19 Isbat Nikah 3 6 19 4 4 8 2 2 4 2 2 - 56

20 Izin Kawin - - - - - - - - - - - - -

21 Dispensasi Kawin - - - - 1 - - - - - - - 1

22 Wali Adhol - 1 3 1 1 - - 1 - - - 1 8

Page 88: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

80

23 Gugat Waris 1 1 1 1 1 - 2 - 1 2 1 1 12

24 Penetapan Ahli

Waris

3 4 11 7 6 8 4 5 4 1 7 5 65

25 Wasiat - - 1 - - - - - - - - - 1

26 Hibah - 1 - - 2 - - - - - - - 3

27 Wakaf - - - - - - - - - - - - -

28 Shadakoh - - - - - - - - - - - - -

29 P3HP*) 7 9 11 13 8 8 6 5 1

1

3 3 2 65

30 Lain-lain - - 2 - - - - - - - - - 2

Sumber: Laporan Perkara tahunan 2008 Pengdilan Agama Jakarta Selatan

Perkara yang diputus Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2008

Tabel 2

NO

.

JENIS

PERKARA

J

A

N

F

E

B

M

A

R

A

P

R

M

E

I

J

U

N

J

U

L

A

G

T

S

E

P

O

K

T

N

O

V

D

E

S

JM

L

1 Sisa Tahun Lalu 52

1

53

5

55

6

55

5

57

9

58

1

60

7

58

0

5

6

3

53

4

61

3

65

1

2 Perkara yang

diterima

20

7

16

9

20

3

22

8

16

9

19

8

19

8

20

0

2

1

9

20

2

20

8

13

9

22

40

3 Izin Poligami 1 - - - - - 1 1 - 1 1 - 5

4 Izin kawin - - - - - - - - - - - - -

5 Dispensasi kawin - - - - - 1 - - - - - - 1

6 Pencegahan perk. - - - - - - - - - - - - -

7 Penolak perk.

Oleh PPN

- - - - - - 1 - - - - - 1

8 Pembatalan perk. - - - - - - - - - - - - 1

9 Kelalaian atas

kew sm/is

- - - - - - - - - - - - -

10 Cerai talak 50 34 45 57 44 35 50 55 3

4

32 40 52 52

7

11 Cerai gugat 95 71 00 94 79 82 11

9

12

3

7

3

65 84 12

9

11

14

Page 89: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

81

12 Harta bersama - - - 1 - - 5 2 1 1 - - 10

13 Pengasuhan anak - - 4 - 1 1 1 - - 1 - - 8

14 Pengangkatan

anak

- - - - - - - - - - - - -

15 Nafkah anak oleh

ibu

- - - - - - - - - - - - -

16 Hak-hak bekas

istri

- - - - - - - - - - - - -

17 Pengesahan anak - - - - - - - - - - - - -

18 Pencabutan kek.

orang tua

- - - - - - - - - - - - -

19 Pencabutan kek.

Wali

- - - - - - - - - - - - -

20 Penunjukan org

lain sbg wali

- 3 - - 4 1 - 2 4 - - - 14

21 Ganti rugi

terhadap wali

- - - - - - - - - - - - -

22 Asal usul anak - - - - - - - - - - - - -

23 Penolakan kawin

campurn

- - - - - - - - - - - - -

24 Isbat nikah 1 1 13 5 2 3 6 3 3 - 3 1 41

25 Wali adhol - - - 3 1 1 - - 1 - - - 6

26 Gugat waris 2 5 7 8 5 5 9 3 5 2 4 1 56

27 Per penetapan

ahli waris

- - - - - - - - - - - 7 7

28 Wasiat - - - - - - - - - - - - -

29 Hibah - - - - 1 - 1 - - - - - 2

30 Wakaf - - - - - - - - - - - - -

31 Sodaqah - - - - - - - - - - - - -

32 P3HP 5 8 12 10 6 10 9 3 1

5

2 4 2 86

33 Lain-lain - - 1 3 - - - - - - - - 4

34 Dicabut 29 10 10 17 13 20 7 13 9 7 21 20 17

6

35 Ditolak 4 - - - - 1 - - 1 - - - 6

36 Gugur 2 5 2 3 1 4 11 4 - 1 6 5 44

37 Tidak diterima 2 3 2 1 - 2 1 1 - 2 1 2 17

38 Dicoret dari

register

2 8 8 2 10 6 4 7 2 10 6 6 71

Sumber: Laporan Perkara tahunan 2008 Pengdilan Agama Jakarta Selatan

Page 90: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

82

Dari data yang ada pada tabel di atas dapat kita lihat jumlah perkara yang

masuk pada tahun 2008 adalah sebesar 2240 perkara dan yang diputus adalah

sebesar 2197, sedangkan yang dicabut adalah sebesar 176. Dari jumlah-jumlah

tersebut dapat dilihat kecilnya angka perkara yang dicabut. Perkara yang di cabut

pada tahun 2008 adalah 7.8 % dari perkara keseluruhan. Dan keberhasilan mediasi

merupakan sebagian kecil dari perkara yang dicabut. Jadi dapat dikatakan

keberhasilan mediasi sangat minim.

Untuk dapat membandingkan pergerakan keefektifan mediasi dari tahun

2008 ke 2009 dapat di lihat dari tabel berikut.

Perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2009

Tabel 3

NO

.

JENIS PERKARA J

A

N

F

E

B

M

A

R

A

P

R

M

E

I

J

U

N

J

U

L

A

G

T

S

E

P

O

K

T

N

O

V

D

E

S

JM

L

1 Izin poligami - 1 - 2 - 1 2 2 1 2 - - 11

2 Pencegahan

perkawinan

- - - - - - - - - - - - -

3 Penolakan perk.

Oleh PPN

- - - - - - - - - - - - -

4 Pembatalan perk. - 1 - 1 2 1 - - - - - - 5

5 Kelalaian atas kew.

Sm/is

- - - - - - - - - - - - -

6 Cerai talak 53 5

3

59 83 63 66 59 60 2

6

94 62 77 75

5

7 Cerai gugat 14

6

1

2

8

16

1

13

4

13

6

15

3

11

9

10

6

5

7

19

9

15

9

16

8

16

66

8 Harta bersama - 1 1 1 1 6 - - 2 2 2 5 21

9 Pengingkaran anak 1 - - - - - - - - - - - 1

Page 91: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

83

10 Pengasuhan anak - 1 - - 2 - 4 2 - 1 3 1 14

11 Nafkah anak oleh

ibu

- - - - - - - - - - - - -

12 Hak-hak bekas istri - - - - - - - - - - - - -

13 Pengesahan anak - - - - 1 - - - - - - - 1

14 Pencabutan kek.

Wali

- - - - - - - - - - - - -

15 Perwalian 2 1 1 1 3 5 5 5 5 2 3 4 37

16 Pengangkatan anak - - - - 1 - 1 1 1 1 1 - 6

17 Penunjukan o.lain

sbg wali

- - - - - - - - 1 - - - 1

18 Ganti rugi thd wali - - - - - - - - - - - - -

19 Asal usul anak - - - - - - - 1 - - - - 1

20 Penolakan kawin

campuran

- - - - - - - - - - - - -

-21 Isbat nikah - 3 2 2 3 7 2 3 3 6 5 1 37

22 Izin kawin - - - - - - - - - - - - -

23 Dispensasi kawin - - 1 - 1 - - - - 1 - - 3

24 Wali adhol - 1 - 3 - 1 - 1 - - 2 - 8

25 Pengesahan

pencatat perk.

- - 2 - - 1 1 1 1 - - - 6

26 Gugat waris 3 1 - - 1 3 1 3 1 - - 2 15

27 Prmh. Penetapan

ahli waris

10 8 13 6 6 12 3 8 3 13 10 8 10

0

28 Wasisat - 1 - - - - - - - - - - 1

29 Hibah - - - - - - - - - - - - -

30 Wakaf - - - - - - - - - - - - -

31 Shodaqoh - - - - - - - - - - - - -

32 Ekonomi syariah - - - - - 1 - - - - - - 1

Sumber: Laporan Perkara tahunan 2009 Pengdilan Agama Jakarta Selatan

Perkara yang diputus Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2009

Tabel 4

NO

.

JENIS PERKARA J

A

N

F

E

B

M

A

R

A

P

R

M

E

I

J

U

N

J

U

L

A

G

T

S

E

P

O

K

T

N

O

V

D

E

S

JM

L

1 Sisa tahun lalu 56

4

5

7

55

1

58

2

57

6

60

7

55

7

54

6

5

1

43

5

58

5

63

3

Page 92: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

84

1 6

2 Izin Poligami 1 - 1 1 - 1 - 2 1 1 1 - 9

3 Izin kawin - - - - - - - - - - - - -

4 Dispensasi kawin - - 1 - - 1 - - - - - - 2

5 Pencegahan

Perkawinan

- - - - - - - - - - - - -

6 Penolakan Perk.

Oleh PPN

- - - - - - - - - - - - -

7 Pembatalan

Perkawinan

1 - - 1 - 1 1 - - - - - 4

8 Kelelaian Atas

Kew. Sm/is

- - - - - - - - - - - - -

9 Cerai Talak 56 5

1

40 45 49 73 51 58 4

8

44 40 56 61

1

10 Cerai Gugat 10

4

1

1

7

12

7

13

3

10

6

15

8

11

3

11

3

9

1

85 11

4

11

9

13

80

11 Harta Bersama - - 1 2 - - - - 2 1 1 - 7

12 Pengasuhan Anak - - - - - 3 1 2 - - - 2 8

13 Pengangkatan

Anak

- - - - - 1 - - 2 1 - - 4

14 Nafkah Anak Oleh

Ibu

- - - - - - - - - - - - -

15 Hak-hak Bekas

Istri

- - - - - - - - - - - - -

16 Pengesahan Anak - - - - - - - - - - - - -

17 Pencabutan kek.

Org tua

- - - - - - - - - - - - -

18 Perwalian 2 - 1 - 1 8 3 6 7 2 2 3 35

19 Pencabutan kek.

Wali

- - - - - - - - - - - - -

20 Penunjukan o.lain

sbg wali

- - - - - - - - - - - - -

21 Ganti rugi thd wali - - - - - - - - - - - - -

22 Asal usul anak - - - - - - - - - - - - -

23 Penolakan kawin

campuran

- - - - - - - - - - - - -

24 Isbat nikah 1 1 2 3 2 5 5 2 1 5 3 2 32

25 Wali adhol 2 1 - 1 - - - 1 2 - - 1 8

26 Pengesahan

pentatatan perk

- - - 1 - - 2 2 1 - - - 6

Page 93: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

85

27 Gugat waris 1 2 - 2 - 1 - 1 - - - 2 9

28 Per penetapan ahli

waris

4 1

2

10 11 5 14 3 7 5 10 5 8 94

29 Wasiat - - - 1 - - - - - - - - 1

30 Hibah - - - - - - - - - - - - -

31 Wakaf - - - - - - - - - - - - -

32 Shodaqoh - - - - - - - - - - - - -

33 Ekonomi syariah - - - - - - - - - - - -

34 P3HP 5 8 12 10 6 10 9 3 1

5

2 4 2 86

35 Lain-lain - - - - - - - - - - - - -

36 Dicabut 17 1

9

14 24 15 24 16 20 1

7

14 18 17 21

5

37 Ditolak 1 2 1 2 - 2 1 - 1 1 - 1 12

38 Gugur 10 9 8 5 7 9 7 5 2 2 7 5 76

39 Tidak diterima 2 - 2 1 4 4 2 2 1 4 6 5 33

40 Dicoret dari

register

6 6 1 6 - 2 3 2 1 1 2 8 38

Sumber: Laporan Perkara tahunan 2009 Pengdilan Agama Jakarta Selatan

Di tahun 2009 jumlah perkara yang masuk adalah sebesar 2690. Dan

perkara yang diputus sebesar 2582. Sedangkan perkara yang dicabut sebesar 215.

Besar persentase perkara yang dicabut adalah sebesar 8 %. Dibandingkan dengan

jumlah persentase tahun 2008, tahun 2009 lebih besar. Ini menunjukkan adanya

peningkatan sebesar 0.02 %. Walaupun peningkatan tersebut sangat kecil sekali ini

menunjukkan keberhasilan perkara yang dicabut, dan bisa jadi merupakan indikasi

peningkatan keberhasilan mediasi. Semoga tahun-tahun kedepannya terus menerus

meningkat, sehingga keberhasilan mediasi terus meningkat pula tiap tahunnya.

Page 94: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah Penulis mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi ini,

maka dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Dari data yang didapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak dicantumkan

perkara yang berhasil dimediasi atau yang gagal dimediasi. Akan tetapi salah

seorang hakim yang juga mediator bersetifikat menyebutkan bahwa dari kurang

lebih 700 perkara yang beliau mediasi terdapat 6 perkara yang berhasil

dimediasi dan gugatannya dicabut kembali. Walaupun tidak adanya data

keberhasilan mediasi, tetapi terdapat data perkara yang dicabut setiap tahunnya.

Dari sanalah kita dapat melihat perbandingan perkara yang dimediasi dan

perkara yang dicabut atau berhasil dimediasi. Pada tahun 2008 jumlah perkara

yang masuk adalah sebanyak 2240 perkara dan yang dicabut sebesar 176. Dari

jumlah-jumlah tersebut dapat dilihat kecilnya angka perkara yang dicabut.

Perkara yang di cabut pada tahun 2008 adalah 7.8 % dari perkara keseluruhan.

Sedangkan pada tahun 2009 jumlah perkara yang masuk adalah sebesar 2690.

Sedangkan perkara yang dicabut sebesar 215 perkara. Besar persentase perkara

yang dicabut adalah sebesar 8 % dari perkara yang masuk di tahun tersebut.

2. Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh para mediator dalam menjalankan

mediasi tersebut yaitu ketika menghadapi perkara perceraian. Karena perceraian

merupakan perkara non materi yang melibatkan masalah hati dan perasaan.

Page 95: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

87

Misalkan seperti perasaan cemburu atau sakit hati karena adanya WIL (Wanita

Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain). Sehingga perkara perceraian sangat

sulit untuk dimediasi. Akan tetapi apabila perkara akibat perceraian yang

berupa materi masih dapat dimediasi. Misalnya masalah harta gonogini,

masalah hak asuh anak, dan lain sebagainya.

3. Sejak dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan mediasi wajib dilakukan oleh semua perkara perdata yang masuk

dalam Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama. Para pihak yang berperkara

tidak boleh menolak pelaksanaan mediasi tersebut. Apabila salah satu pihak

menolak mengikuti mediasi tersebut maka proses persidangan batal demi

hukum dan tidak dapat dilanjutkan. Pada sidang pertama, majelis hakim wajib

memberitahukan kepada para pihak untuk menempuh jalur mediasi. Di sini

hakim menjelaskan bagaimana proses mediasi. Setelah para pihak mau untuk

dimediasi hakim menyarankan nama mediator atas persetujuan kedua pihak

yang berpekara. Setelah itu di luar ruang sidang para pihak yang berpekara

mengadakan pertemuan dengan mediator dan menentukan waktu pelaksanaan

mediasi. Mediasi berjalan selama 40 hari. Apabila berhasil gugatan akan

dicabut dan apabila gagal maka persidangan dilanjutkan. Dari data yang

diterima dari Pangadilan Agama Jakarta Selatan tidak tercantumkan mediasi

yang berhasil dan yang gagal. Hanya dalam data tersebut terdapat data perkara

yang di cabut. Dari jumlah yang dicabut tersebut sedikitnya terdapat faktor

keberhasilan mediasi. Menurut seorang hakim yang juga mediator bersertifikat

Page 96: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

88

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tamah, SH., menyebutkan kurang lebih

dari 700 perkara yang beliau mediasi hanya terdapat 6 perkara yang berhasil

dimediasi dan dicabut gugatannya. Disini terlihat bahwa minimnya tingkat

keberhasilan mediasi. Apabila di lihat dari indikator keberhasilan mediasi yang

diungkapkan Sujudi FX dalam “Penunjang Berhasilnya Proses Menejemen”pun

mediasi ini belum dapat dikatakatan efektif. Mediasi ini belum berhasil guna,

dengan target yang ingin dicapai yaitu menekan jumlah perkara yang

dilitigasikan. Kemudian dari sisi ekonomis, mediasi ini justru dianggap tidak

ekonomis dan dianggap menambah biaya yang harus dikeluarkan para pihak

berpekara, karena bagi mereka ini hanyalah suatu syarat yang harus dilewati

saja. Karena kebanyakan dari mereka datang ke Pengadilan Agama Jakarta

Selatan khususnya perkara perceraian mereka datang dengan tekad yang bulat,

mereka sudah bertekad untuk bercerai sehingga sulit untuk di mediasi.

Sedangkan dalam hal pelaksanaan kerja yang bertanggung jawab, pembagian

kerja yang nyata dan prosedur yang praktis sudah terlaksana. Kefektivan dalam

bidang hukum tidak ditentukan oleh 1 (satu) faktor saja. Melainkan sedikitnya 4

(empat) faktor. Yaitu yang telah dipaparkan dalam bab 3, (1) Hukum itu

sendiri; (2) Penegak Hukum; (3) fasilitas yang mendukung; (4) masyarakat

yang menjalankan hukum tersebut. Keefektivan mediasi di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan kurang berjalan dikarenakan faktor yang terakhir, yaitu faktor

masyarakat yang menjalankan hukum tersebut. Dari segi peraturan, penegak

hukum dan fasilitas sudah memadai terlaksananya hukum tersebut. Hanya dari

Page 97: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

89

masyarakatnya yang kurang mendukung keberhasilan dari peraturan tersebut.

Khususnya dalam perkara perceraian, sangat sulit untuk dimediasi dikarenakan

menyangkut masalah perasaan.

Akan tetapi dilihat dari keberhasilan mediasi dari 2 tahun belakangan ini, yaitu

2008 dan 2009, keberhasilan mediasi mengalami peningkatan walaupun hanya

sedikit. Namun diharapkan peningkatan tersebut akan terus menerus meningkat

tiap tahunnya sehingga target dari PERMA nomor 1 tahun 2008 tersebut dapat

tercapai, yaitu mengendalikan perkara yang dilitigasi. Dengan begitu PERMA

mengenai mediasi tersebut dapat dikatakan efektif di Pengadilan Agama Jakarta

selatan.

B. Saran

Diakhir penulisan skripsi ini, penulis ingin mengajukan saran-saran, yaitu:

1. Kepada pemerintah Republik Indonesia, agar kekuatan hukum mengenai proses

mediasi tidak hanya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), tetapi dibuatkan

peraturan perundang-undangannya agar lebih tinggi tingkat kekuatan hukumnya

dengan mengamandemen kekurangan-kekurangan yang masih ada dan semuga

tujuan dari mediasi tersebut tercapai. Serta perlunya memaksimalkan sosialisasi

kepada masyarakat mengenai mediasi ini. Misalnya diadakan penyuluhan-

penyuluhan, dan lain sebagainya.

2. Kepada Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga tertinggi kehakiman, agar

memperluas dan meningkatkan mutu dari pelatihan mediasi tersebut. Serta

Page 98: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

90

mewajibkan para hakim untuk mengikuti pelatihan mediasi. Karena pada

umumnya kebanyakan dari hakim di Indonesia masih belum memiliki

kemampuan dalam hal mediasi dan baru sedikit diantaranya yang memiliki

sertifikasi mediasi. Sehingga program mediasi yang ada dalam sistem peradilan

di Indonesia dapat dengan maksimal dan efektif untuk dilaksanakan.

3. Kepada pengadilan Agama Jakarta selatan, penulis berharap sebaiknya

menerapkan daftar mediator lengkap dengan pendidikan, profesi dan

pengalaman, agar para pihak dapat menentukan sendiri mediator yang

diinginkan. Selanjutnya membuat laporan daftar perkara yang berhasil

didamaikan sehingga terlihat jelas tingkat keberhasilan mediasi yang

dilaksanakan. Supaya dapat meningkatkan keefektifan mediasi dari perkara-

perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

4. Kepada para hakim yang menangani perkara perdata, penulis menyarankan agar

mengikuti pelatihan mediasi supaya dapat menjadi mediator yang baik dan

terlatih, serta dapat memaksimalkan upaya damai kepada para pihak yang

berpekara. Terlebih lagi bagi hakim yang beragama islam, karena mediasi ini

merupakan suatu produk islami. Apabila dapat dilaksanakan dengan optimal

maka hal tersebut merupakan perwujudan dari bentuk ijtihad demi

mendapatkan keputusan yang memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak.

5. Kepada para pihak yang berpekara, agar mematuhi dan mengikuti aturan-aturan

pengadilan yang telah ditetapkan, sehingga tidak menghambat prosedur

pengadilan. Karena selain bermanfaat untuk masa sekarang mediasi juga

Page 99: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

91

bermansfaat untuk kehidupan para pihak di masa mendatang. Karena

penyelesaian sengketa melalui mediasi mengutamakan prinsip-prinsip

musyawarah untuk mencapai mufakat yang selaras dengan budaya bangsa

Indonesia, maka sudah selayaknya mediasi diterapkan secara maksimal dalam

setiap proses penyelesaian sengketa di Pengadilan.

6. Kepada akademisi hukum yang ada di Indonesia, agar memasukkan

permasalahan mediasi ini lebih mendetil ke dalam mata kuliah Fakultas

Hukum. Agar para mahasiswa Fakultas Hukum lebih memahami pentingnya

perdamaian atau mediasi ini. Sekaligus mensosialisasikan kepada para calon

praktisi hukum nantinya.

7. Kepada para mahasiswa yang berkecimpung dalam dunia hukum, agar lebih

mendalami keilmuan tentang mediasi. Agar peradilan di Indonesia di masa

yang akan datang lebih meningkat mutu dan kualitasnya. Karena para

mahasiswalah yang nantinya akan mengganti kedudukan-kedudukan para

pemerintah di masa yang akan datang.

Page 100: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abbas, Syahrizal. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan

Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2,cet.2 (Bogor:

Pustaka Ibnu Katsir, 2008).

Al-qur‟an Karim

Aripin, Jaenal. Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia

Jakarta: Kencana, 2008.

As Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III. Beirut: Dar Al Fikr, 1977.

Daud, Abu. Kitab Sunan Abu Daud, Beirut: Karoban Hazm, 1974.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Himpunan Peraturan

Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Depag

RI, 2001.

Handoko, T. Hani. Managemen, edisi II. Yogyakarta, BPFE, 1993.

Harahap, Muhammad Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Ibrahim, Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi

Revisi, Cet.4 , Malang: Bayumedia Publishing, 2008.

Ibrahim, Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi,

Cet.4. Malang: Bayumedia Publishing, 2008.

Mahkamah Agung RI, Japan Internationalcooperation Agency (JICA) dan Indonesia

Institute For Conflict Transformation (IICT). Buku Komentar Perma No.1

Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi Di Pengadilan. Mahkamah Agung

RI, Japan Internationalcooperation Agency (JICA) dan Indonesia Institute For

Conflict Transformation (IICT), 2008.

Page 101: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada media Group,

2005.

Mulyana, E. Menejemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi Dan Implementasi.

Jakarta: PT Rosyda Karya, 2004.

Mulyana, E. Menejemen berbasis sekolah, konsep strategi dan implementasi. Jakarta,

PT. Rosyda Karya, 2004.

R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor: Politeia,1985.

Sabiq, As Sayyid. Fiqh As Sunnah, Juz III, Beirut: Dar Al Fikr, 1977.

Samarqondi, Li „Ala Addin. Tuhfah al-fuqoha Juz 3. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

1993.

Soekanto, Soejono dan Purbacaraka, Purnadi. Perihal Kaidah Hukum. Padang:

Alumni, 1979.

Soemarsono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Sujudi FX, O&M, Penunjang Berhasilnya Proses Menejemen, Jakarta, CV

Masagung, 1990.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007.

Supranto, J. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis: MEDIASI, Jakarta: Peslitbang Hukum Dan

Peradilan MA-RI, 2007.

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan

Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.

ARTIKEL DALAM JURNAL

Page 102: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

Yasardin. “Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1

Tahun 2002”, Suara Uldilag, Edisi II (1 Juli 2003).

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Peradilan Agama

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

DOKUMEN ELEKTRONIK DARI INTERNET

Admin, “Optimalisasi Pelaksanaan Mediasi”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari

2009 dari

http://www.pasimalungun.net/kiri/optimalisasi_pelaksanaan_mediasi.htm

Ali, “Beleid Baru Untuk Sang Mediator”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari

2009 dari http://hukumonline.com/detail.asp?id=20214&cl=Berita.

Felix Oentoeng Soebagjo, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dibidang Perbankan” artikel diakses pada tanggal 21 maret 2010 dari

http://www.bapmi.org/pdf/DiskusiTerbatasPelaksanaanMediasi_FelixSoebagj

o.pdf

Hermansyah, “Para Mediator Se-DKI Jakarta Mulai Diperkenalkan”, artikel diakses

pada 22 September 2010 dari

http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=5288&It

emid=1

Idrus, Ilham. “efektivitas Hukum”. artikel di akses pada 23 September 2010 dari

hhtp://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html

Page 103: PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5714/1...Tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003. PERMA No. 1 Tahun 2008 ini

Siddiki, Drs., Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilam Sederhana, Cepat dan

Biaya Ringan, www.badilag.net,2009.

Wawancara Pribadi

Wawancara Pribadi dengan Kadi Sastro Wirjono. Jakarta. 8 September 2010.

Wawancara Pribadi dengan Tamah. Jakarta. Jakarta. 8 September 2010.

Wawancara Pribadi dengan Wahyu Widiana. Jakarta. 7-8 September 2010.