PELAKSANAAN E-COURT MENURUT PERMA NOMOR 3 TAHUN …
Transcript of PELAKSANAAN E-COURT MENURUT PERMA NOMOR 3 TAHUN …
Jurnal Hukum & Pembangunan Vol. 50 No. 1 (2020): 124-144
ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online)
Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol50.no1.2486
PELAKSANAAN E-COURT MENURUT PERMA NOMOR 3 TAHUN 2018
TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DI PENGADILAN SECARA
ELEKTRONIK DAN E-LITIGATION MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN
2019 TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DAN PERSIDANGAN DI
PENGADILAN SECARA ELEKTRONIK (STUDI DI PENGADILAN NEGERI
DI INDONESIA)
Sonyendah Retnaningsih *, Disriani Latifah Soroinda Nasution **, Rouli Anita
Velentina ***, Kelly Manthovani ****
*-*** Pengajar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia
**** Staf Lembaga Bantuan Hukum dan Konsultasi FHUI
Korespondensi: [email protected]; [email protected]; [email protected];
Naskah dikirim: 11 Oktober 2019
Naskah diterima untuk diterbitkan: 8 Januari 2020
Abstract
The process of resolving cases at a trial is not always carried out conventionally ie the
parties come directly to the trial but can be done online. This is marked by the launch
of the e-court application on July 13, 2018. With the launch of the e-court application,
the Supreme Court has moved towards electronic justice which will fundamentally
change the practice of litigation services in the courts. Since the issuance of Supreme
Court Regulation No. 1 of 2019 concerning Administrative of Cases and Trials in
Electronic Courts on August 19, 2019, the Supreme Court Regulation No. 3 of 2018
concerning Administration of Cases in Electronic Courts was declared revoked and no
longer valid. This PERMA Number 1 of 2019 perfected PERMA Number 3 of 2018 so
that now not only case registration can be done online or known as e-court but the
trial can also be conducted electronically namely e-litigation. Keywords: E-Court, E-Litigation, and Supreme Court Regulation.
Abstrak
Proses penyelesaian perkara di persidangan tidak selalu dilakukan dengan cara
konvensional yakni para pihak secara langsung datang ke persidangan akan tetapi
dapat dilakukan secara online. Hal ini ditandai dengan diluncurkannya aplikasi e-court
pada tanggal 13 Juli 2018. Dengan diluncurkannya aplikasi e-court tersebut,
Mahkamah Agung telah menuju peradilan elektronik yang secara fundamental akan
mengubah praktek pelayanan keperkaraan di pengadilan. Sejak diterbitkanya
Peraturan Mahkamah AgungNomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan secara Elektronik pada tanggal 19 Agustus 2019, maka
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara Di
Pengadilan Secara Elektronik dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. PERMA
Nomor 1 Tahun 2019 ini menyempurnakan PERMA Nomor 3 Tahun 2018 sehingga
saat ini tidak hanya pendaftaran perkara saja yang dapat dilakukan secara online atau
dikenal dengan sebutan e-court namun persidangan juga dapat dilakukan secara
elektronik yaitu e-litigation. Kata Kunci: E Court, E Litigation, dan Peraturan Mahkamah Agung.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 125
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelesaian suatu sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yakni
penyelesaian sengketa secara litigasi (di dalam pengadilan) dan non-litigasi (di luar
pengadilan). Dalam Hukum Acara Perdata ada 2 (dua) macam proses pemeriksaan dan
penyelesaian perkara di pengadilan yaitu perkara gugatan (contentiousa) yakni perkara
yang di dalamnya terdapat sengketa dua pihak atau lebih, dan perkara permohonan
(voluntaire) yakni perkara yang didalamnya tidak terdapat sengketa dan hanya bersifat
sepihak untuk kepentingan pemohon.1
Secara formal, apabila gugatan akan disidangkan di pengadilan, maka surat
gugatan harus diajukan ke pengadilan dan berwenang. Dalam mengajukan gugatan,
pihak penggugat harus mendaftarkannya setelah biaya perkara dilunasi. Setelah
terdaftar, gugatan diberi nomor perkara dan selanjutnya diajukan kepada Ketua
Pengadilan.2
Setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan, selanjutnya ia akan menunjuk
hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada hari sidang yang telah
ditentukan apabila satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir maka persidangan
ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya. Kepada yang hadir diperintahkan
menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil lagi dan yang tiak hadir dilakukan
pemanggilan sekali lagi.
Berikut ilustrasi perkara di pengadilan:3
a. Pada hari sidang pertama, majelis hakim akan membuka persidangan dan
menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum”. Apabila pengugat dan
tergugat hadir, hakim akan menanyakan identitas para pihak baik pengugat dan
tergugat. Pada kesempatan tersebut, hakim akan mengupayakan perdamaian, dan
memberi kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan menetapkan sidang
berikutnya tanpa dipanggil lagi. Apabila para pihak berdamai, maka akan dibuat
akta perdamaian yang kekuatan hukumnya sama dengan putusan yang telah
berkekuatan tetap. Akan tetapi, jika perdamaian tidak tercapai dan tidak ada
perubahan gugatan, maka persidangan berikutnya adalah pembacaan gugatan.
b. Setelah pembacaan gugatan, hakim memberi kesempatan kepada tergugat untuk
menyusun jawaban pada hari sidang berikutnya, dan memerintahkan untuk hadir
pada sidang berikutnya tanpa pemanggilan lagi.
c. Selanjutnya setelah jawaban dibacakan, pengugat diberi kesempatan untuk
menyusun replik dan menetapkan hari sidang berikutnya untuk pengajuan replik,
dan para pihak diperintahkan hadir tanpa pemanggilan lagi.
d. Sidang selanjutnya adalah pembacaan replik oleh tergugat, kemudian sidang
ditunda untuk memberikan kesempatan kepada tergugat menyusun duplik, dan
memerintahkan para pihak untuk hadir pada sidang berikutnya dngan agenda
pengajuan duplik tanpa dipanggil lagi.
e. Setelah duplik dibacakan oleh tergugat, maka pada kesempatan berikutnya adalah
pengajuan bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil, dan sidang ditunda untuk
memberi kesempatan pengugat menyiapkan daftar alat bukti dan memerintahkan
para pihak untuk hadir pada sidang berikutnya dengan agenda pengajuan alat bukti
dari pengugat tanpa pemanggilan ulang.
1Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata, Kepailitan, dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), hal. 41.
2 Ibid, hal. 111.
3 Zainal Arifin, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Cet. Ke 2, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016) , hal. 24-26
126 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
f. Setelah pengugat mengajukan alat-alat bukti, selanjutnya tergugat diberi
kesempatan untuk menyusun dan mengajukan bukti-bukti pada sidang berikutnya,
dan memerintahkan para pihak untuk hadir pada sidang berikutnya dengan agenda
pengajuan alat-alat bukti oleh tergugat, tanpa pemanggilan lagi.
g. Setelah proses pembuktian dari para pihak selesai, dilanjutkan dengan penyusunan
kesimpulan, dan sidang ditunda berikutnya untuk memberi kesempatan para pihak
mengajukan kesimpulan dan memerintahkan para pihak untuk hadir dalam sidang
berikutnya tanpa dipanggil lagi.
h. Selanjutnya para pihak menyampaikan kesimpulannya, dan sidang ditunda untuk
memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk musyawarah guna menjatuhkan
putusan.
i. Dalam sidang berikutnya, Ketua Majelis Hakim membacakan putusannya dan bagi
para pihak yang tidak puas atas putuan tersebut dapat mengajukan upaya hukum.
Berdasarkan ilustrasi pemeriksaan di atas, maka hal-hal yang harus dilakukan
oleh para hakim terkait tugas pokoknya adalah sebagai berikut:4
1) Hakim menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara-
perkara (melaksanakan persidangan) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan memperhatikan
hal-hal berikut ini:
a. Mengonstatir atau membuktikan benar atau tidaknya peristiwa/fakta yang
diajukan para pihak dengan pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah
menurut hukum pembuktian.
b. Mengkualifikasi peristiwa/fakta yang terbukti, dengan menilai peristiwa dan
hubungan hukumnya, dalam hal ini menemukan hukumnya terhadap
peristiwa yang telah dikonstatir yang selanjutnya dituangkan dalam
pertimbangan hukum putusan.
2) Ketua Majelis Hakim membimbing dan memprakarsai jalannya persidangan
serta mengawasi terhadap pembuatan berita acara persidangan (BAP)
3) Majelis hakim menyusun konsep putusan/penetapan perkara yang ditanganinya,
yang bersumber dari hasil pemeriksaan yang dicatat secara lengkap dalam berita
cara persidangan (BAP) dan berdasarkan BAP dibuat putusan/penetapan.
4) Minutasi berkas perkara.
Dengan demikian, proses pemeriksaan gugatan di Pengadilan berlangsung secara
kontradiktor (contradictoir) yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat
untuk membantah dalil-dalil pengugat dan sebaliknya pengugat juga berhak untuk
melawan bantahan tergugat. Proses persidangan tersebut dilakukan setelah para pihak
dipanggil secara sah oleh juru sita untuk datang menghadap dan menghadiri
persidangan yang telah ditentukan. Setelah pemeriksaan sengketa antara dua pihak
atau lebih tersebut diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan
mengeluarkan putusana atas gugatan tersebut.5
Dalam perkembangannya, proses penyelesaian perkara di persidangan tidak
selalu dilakukan dengan cara konvensional yakni para pihak secara langsung datang ke
persidangan akan tetapi dapat dilakukan secara online. Hal ini ditandai dengan
diluncurkannya untuk yang pertama kali aplikasi e-court pada tanggal 13 Juli 2018 di
Balikpapan oleh Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr H Muhammad Hatta Ali, SH..
Beliau secara resmi meluncurkan aplikasi e-court dan menyatakan bahwa dengan
peluncuran aplikasi e-court ini berarti Mahkamah Agung telah menuju peradilan
elektronik yang secara fundamental akan mengubah praktek pelayanan keperkaraan di
4 Ibid., hal. 35-38.
5 Ibid., hal. 20.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 127
pengadilan dan membawa peradilan Indonesia satu langkah lagi mendekati
praktek peradilan di negara maju6. Aplikasi e-court diharapkan mampu meningkatkan
pelayanan dalam fungsinya menerima pendaftaran perkara secara online, sehingga
masyarakat akan menghemat waktu dan biaya saat melakukan pendaftaran perkara.7
Pada hakekatnya, dalam peradilan di Indonesia telah mengadopsi asas-asas
peradilan yang baik secara komprehensif, yakni sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 2 ayat (4) ini mengatur bahwa “peradilan
dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.” Asas sederhana, cepat dan
biaya ringan adalah asas peradilan yang paling mendasar dari pelaksanaan dan
pelayanan administrasi peradilan yang mengarah pada prinsip dan asas efektif dan
efisien. Ketiga prinsip ini telah diupayakan sedemikian rupa untuk dapat dilaksanakan
dengan baik oleh seluruh sistem peradilan di Indonesia, khususnya sistem peradilan
perdata.8
E-Court adalah instrumen Pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap
masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara online, pembayaran secara online,
mengirim dokumen persidangan (Replik, Duplik, Kesimpulan, Jawaban) dan
pemanggilan secara online. Melalui e-court, perkembangan hukum di Indonesia siap
atau tidak harus mengikuti “gelombang online”9, dan pada saat ini Mahkamah Agung
juga mulai beradaptasi dengan gelombang online atau elektronik. Mahkamah Agung
melakukan perpindahan kinerja berbasis manual ke sistem elektronik atau “online”,
yaitu antara lain Sistem Informasi Penelusuran Perkara ( SIPP ), SIAP, SIKEP,
KOMDANAS, SIMARI, SIWAS, e-LLK, SIMAK, PNBP, Sistem Informasi Tata
Persuratan, Sistem Informasi Perpustakaan, Sistem Informasi Portal, Direktori Putusan,
Info Perkara, New Direktori Putusan, Gugatan On Line, E-SKUM, ATR, SPPT,
Bantuan Panggilan Sidang Elektronik10 dan tentunya saat ini juga termasuk dengan
persidangan secara elektronik/ e-litigation.
Adapun ruang lingkup aplikasi e-court adalah:11
1. Pendaftaran perkara online (e-filling).
Pendaftaran perkara online dalam aplikasi e-court untuk saat ini baru dibuka
untuk jenis pendaftaran dalam perkara gugatan. Pendaftaran perkara gugatan di
Pengadilan termasuk yang didaftarkan di Peradilan Umum, Agama, TUN yang
dalam pendaftarannya memerlukan usaha yang lebih, dan hal ini lah yang menjadi
alasan untuk membuat e-court yaitu salah satunya untuk kemudahan berusaha.
Keuntungan pendaftaran secara online melalui aplikasi e-court adalah:
1). Menghemat waktu dan biaya dalam proses pendaftaran perkara
2). Pembayaran biaya panjar yang dapat dilakukan dalam saluran multi channel
atau dari berbagai metode pembayaran dan bank
3). Dokumen terarsip secara baik dan dapat diakses dari berbagai lokasi dan
media
4). Proses temu kembali data yang lebih cepat.
2. Pembayaran panjar biaya online (e-SKUM)
6 Ketua Mahkamah Agung Luncurkan Aplikasi E-Court, <www.mahkamahagung.go.id>
diakses pada 30 Juli 2019. 7 Buku Panduan E-Court Panduan Pendaftaran Online untuk Pengguna Terdaftar, (Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2018), hal. 3. 8 Mohammad Saleh, Penerapan Asas Peradilan, Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Pada
Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Cet. 3, (Yogyakarta: Graha Cendekia, 2016), hal. 39. 9 Gelombang Online dalam Perkembangan Hukum, <www.mahkamahagung.go.id>, diakses
pada 20 Oktober 2019. 10 Ibid. 11 Ibid.
128 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
Dalam pendaftaran perkara, pengguna terdaftar akan langsung mendapatkan
SKUM yang digenerate secara elektronik oleh aplikasi e-court. Dalam proses
generate tersebut sudah akan dihitung berdasarkan komponen biaya apa saja
yang telah ditetapkan dan dikonfigurasikan oleh Pengadilan, dan besaran biaya
radius yang juga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan sehingga perhitungan
taksiran biaya panjar sudah diperhitungkan sedemikian rupa dan menghasilkan
elektronik SKUM atau e-SKUM.
3. Dokumen persidangan
Aplikasi e-court juga mendukung dalam hal pengiriman dokumen persidangan
seperti Replik, Duplik, Kesimpulan dan atau jawaban secara elektronik yang
dapat diakses oleh Pengadilan dan para pihak.
4. Pemanggilan Elektronik (e-Summons)
Sesuai Perma Nomor 3 Tahun 2018, maka pemanggilan pendaftaran dilakukan
dengan menggunakan e-court kepada pengguna terdaftar dan dikirmkan ke
alamat domisili elektronik pengguna terdaftar. Akan tetapi, untuk tergugat pada
pemanggilan pertama dilakukan dengan manual dan pada saat tergugat hadir di
persidangan yang pertama akan dimintakan persetujuan apakah setuju untuk
dipanggil secara elektronik sesuai dengan domisili elektronik yang diberikan dan
apabila tidak setuju pemanggilan dilakukan secara manual seperti biasanya.
Namun demikian, setelah berlakunya Perma Nomor 3 Tahun 2018 tersebut,
ternyata dalam prakteknya belum semua pengadilan membuka layanan e-court
tersebut. Saat in masih bertahap pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Kelas I, hal ini
dikarenakan adanya kendala pemasangan sistem layanan jaringan tersebut di masing-
masing Pengadilan Negeri serta kemampuan sumber daya manusia yang mampu
menggoperasionalkan aplikasi tersebut. Disamping itu, perlu digalakkan lagi
sosialisasi penggunaan aplikasi e-court tersebut di kalangan Pengadilan Negeri dan
juga masyarakat pengguna layanan tersebut, sehingga dapat meningkatkan
penggunaan aplikasi tersebut dalam proses administrasi pendaftaran perkara di
Pengadilan Negeri. Mengingat bahwa Peraturan Mahkamah Agung tersebut juga baru
diterbitkan pada tahun 2018, oleh karenanya perlu dilakukan penelitian mengenai
pelaksanaan aplikasi e-court tersebut di Pengadilan-Pengadilan Negeri, untuk
mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan aplikasi e-court tersebut dalam
pelayanana administrasi pendaftaran perkara di Pengadilan. Dalam penelitian ini,
pelaksanaan aplikasi e-court yang akan diteliti adalah penggunaan aplikasi e-court
dalam perkara gugatan di Pengadilan Negeri di Indonesia, karena dianggap lebih siap
dalam melaksanakan aplikasi layanan tersebut.
Sejak lahirnya Peraturan Mahkamah Agung12 Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (PERMA
Nomor 1 Tahun 2019) yang diundangkan pada tanggal 19 Agustus 2019 telah dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018
tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik (PERMA Nomor 3
Tahun 2018) 13. PERMA Nomor 1 Tahun 2019 ini menyempurnakan PERMA Nomor
12 Peraturan Mahkamah Agung/ PERMA dikeluarkan sebagai pelaksanaan dari Pasal 79 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur
lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal
yang belum diatur dalam undang-undang ini. 13 Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik, Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 894, Pasal 38.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 129
3 Tahun 2018 sehingga saat ini tidak hanya pendaftaran perkara saja yang dapat
dilakukan secara online atau dikenal dengan sebutan e-court namun persidangan juga
dapat dilakukan secara elektronik yaitu e-litigation. Peraturan mengenai administrasi
perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik merupakan jawaban
Mahkamah Agung terhadap tuntutan perkembangan jaman yang mengharuskan
adanya pelayanan administrasi perkara dan persidangan di pengadilan yang lebih
efektif dan efisien 14 serta upaya untuk mendukung kemudahan berusaha (ease of
doing business) di Indonesia.
1.2. Pokok Permasalahan
1) Bagaimana pelaksanaan e-court menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik di Pengadilan Negeri di
Indonesia dan perbandingan antara e-court dan e-litigation menurut Perma
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan secara Elektronik?
2) Apa saja kendala dan hambatan dalam pelaksanaa e-court dan e-litigation di
Pengadilan Negeri di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pelaksanaan e-court menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik dan e-
litigation menurut Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara
dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.
2) Untuk mengetahui kendala dan hambatan dalam pelaksanaan e-court dan e-
litigation di Pengadilan Negeri di Indonesia.
1.4. Tinjauan Pustaka
Dalam perkembangan Hukum Acara Perdata di Indonesia, pengaturan
mengenai Hukum Acara Perdata masih tersebar dalam beberapa peraturan perundang-
undangan, seperti HIR/RID berdasarkan Stb. 1941-44 yang berlaku di Pulau Jawa dan
Madura dan RBg Stb. 1927 Nomor 227yang berlaku di luar Pulau Jawa dan Madura,
serta RV Stb. 1847 Nomor 52 jo S 1849 Nomor 63 yang berlaku bagi golongan
masyarakat Eropa., serta dalam undang-undang lainnya, dan juga diatur lebih teknis
dalam Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, diatur mengenai 2 (dua) hal yaitu:
1. Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
2. Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
Menurut Pasal 79 Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 jo
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
disebutkan bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang
belum cukup diatur dalam undang-undang ini. Penjelasannya adalah apabila dalam
jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal,
14 Ibid., Bagian menimbang.
130 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau keksosongan tersebut. Dengan adanya undang-undang ini, maka
Mahkamah Agung berwenang menentukan pengaturan tentang cara penyelesaian suatu
soal yang belum atau tidak diatur dalam undang-undang ini... hanya merupakan bagian
dari Hukum Acara secara keseluruhan. Dengan demikian, Mahkamah Agung tidak
akan mencampuri dan melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban warga negara
pada umumnya dan tidak pula mengatur sifat, kekuatan alat pembuktian serta
penilaiannya ataupun pembagian beban pembuktian.
Salah satu contoh perkembangan Hukum Acara Perdata melalui Peraturan
Mahkamah Agung adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. E-Court merupakan
serangkaian proses penerimaan gugatan atau permohonan, jawaban, replik, duplik, dan
kesimpulan, pengelolaan, penyampaian dan penyimpanan dokumen perkara dengan
menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masing-masing lingkungan peradilan.
Aplikasi e-court meliputi layanan pendaftaran perkara secara online, pembayaran
secara online, mengirim dokumen persidangan, dan pemanggilan atau pemberitahuan
secara online. Aplikasi e-court berfungsi untuk meningkatkan pelayanan demi
terwujudnya tertib administrasi perkara yang profesional, transparan, akuntabel,
efektif, efisien, dan modern, serta untuk menghemat waktu dan biaya.
Adapun aplikasi e-court tersebut berlaku di Pengadilan Negeri, Pengadilan
Agama, Pengadilan Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 Perma Nomor 3 Tahun 2018. Akan tetapi, belum semua
pengadilan membuka layanan aplikasi e-court tersebut. Layanan e-court ini dapat
digunakan baik oleh advokat maupun perorangan yang terdaftar, akan tetapi saat ini
pengguna terdaftar hanyalah advokat, sedangkan untuk perorangan dan badan hukum
akan diatur lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) Perma Nomor 3 Tahun
2018.
Menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018, Panitera Pengadilan merupakan pejabat
berwenang untuk melakukan pencatatan dan pendaftaran perkara secara elektronik
(Pasal 18). Dan Ketua Pengadilan bertanggung jawab atas pelaksanaan dan
pengawasan proses erta layanan administrasi perkara secara elektronik (Pasal 23).
Selanjutnya, informasi perkara dalam Sistem Informasi Pengadilan memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan buku register sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan (Pasal 19). Dengan adanya aplikasi e-court ini, maka para
pengguna terdaftar dapat mendaftarkan perkara secara online, mendapatkan e-SKUM
secara online, melakukan pembayaran dan konfirmasi pembayaran secara online serta
mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan secara online. Hal ini dapat memudahkan
para pengguna pendaftar untuk melakukan proses administrasi pendaftaran perkara di
Pengadilan Negeri, sehingga dapat menghemat biaya, waktu dan juga tenaga.
1.5. Metode Riset
Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisis
permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis
normatif yaitu dengan menggambarkan berbagai permasalahan secara komprehensif-
integratif15 mengenai pelaksanaan e-court dalam pendaftaran perkara secara online di
pengadilan negeri menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara
Secara Elektronik dan e-litigation Di Pengadilan Negeri di Indonesia (Studi Di
15 Soeryono Soekanto, dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat”, Cet. 6, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 1-2.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 131
Pengadilan Negeri Di Indonesia). Penelitian ini menggunakan metode penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, karena penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Sumber data yang utama dalam
penelitian hukum normatif adalah data sekunder atau data kepustakaan. 16
Dalam kepustakaan hukum, sumber datanya disebut bahan hukum. Bahan
hukum adalah segala sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan
menganalisis hukum yang berlaku. Bahan hukum yang dikaji dan dianalisis dalam
penelitian hukum normatif terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang
dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi dokumen dan
studi kepustakaan.17 Studi dokumen merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai
dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan
maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.18
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif19 . Sedangkan metode
analisis data yang digunakan bersifat deskripstif analitis yaitu analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif terhadap data sekunder. Deskriptif tersebut
meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan peneliti
untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam
menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.20
II. PELAKSANAAN E-COURT BERDASARKAN PERMA NOMOR 3
TAHUN 2018 DI PENGADILAN NEGERI DI INDONESIA DAN
PERBANDINGAN ANTARA E-COURT DAN E-LITIGATION
BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2019.
Awalnya aplikasi e-court dilaksanakan berdasarkan Perma Nomor 3 Tahun
2018 tentang Administrasi Perkara Secara Elektronik. Aplikasi e-court ini diharapkan
mampu meningkatkan pelayanan dalam fungsinya menerima pendaftaran perkara
secara online, sehingga masyarakat akan menghemat waktu dan biaya saat melakukan
pendaftaran perkara. 21 E-court di Indonesia merupakan pondasi pertamakali
dilaksanakannya sistem peradilan berbasis elektronik di Indonesia kemudian
Mahkamah Agung menetapkan 17 (tujuh belas) Pengadilan Negeri 22 sebagai
pengadilan percontohan (pilot project) berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 305/ SEK/ SK/ VII/ 2018 tentang
Penunjukan Pengadilan Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara di
Pengadilan Secara Elektronik. 17 (tujuh belas) Pengadilan Negeri tersebut adalah :
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Pengadilan Negeri
Jakarta Timur, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri
16 Ibid., hal. 16. 17 Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: UI Press,1986), hlm. 12. 18 Ibid., hal. 19. 19 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 107. 20 Ibid. 21 Buku Panduan E-Court Panduan Pendaftaran Online untuk Pengguna Terdaftar, Op. Cit., hal.
3. 22 17 Pengadilan Negeri tersebut adalah : Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Bandung,
Pengadilan Negeri Karawang, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Sidoarjo, Pengadilan
Negeri Medan, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Semarang, Pengadilan Negeri
Surakarta, Pengadilan Negeri Palembang, dan Pengadilan Negeri Metro.
132 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
Bandung, Pengadilan Negeri Karawang, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan
Negeri Sidoarjo, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan
Negeri Semarang, Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Negeri Palembang, dan
Pengadilan Negeri Metro.
Dikarenakan belum ada perubahan yang nyata dalam penerapan e-court
sebagaimana diharapkan sejak diterbitkannya PERMA Nomor 3 Tahun 2018 sehingga
perlu untuk dipercepat peningkatan pemanfaatan layanan e-court agar dapat tercapai
proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan melalui pelaksanaan
administrasi perkara di pengadilan secara elektronik 23 . Mahkamah Agung juga
mengeluarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kewajiban Pendaftaran Perkara
Perdata Melalui E-Court pada tanggal 10 Juni 2019 yang mewajibkan seluruh
Pengadilan Negeri kelas 1A khusus, kelas 1A dan seluruh Pengadilan Negeri di
wilayah Pengadilan Tinggi Banten, Pengadilan Tinggi Jakarta, Pengadilan Tinggi
Bandung, Pengadilan Tinggi Semarang, Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan
Pengadilan Tinggi Surabaya wajib menggunakan e-court.
Sampai dengan bulan Oktober 2019, jika dilihat dari situs e-court maka layanan
e-court yang aktif adalah sebanyak 382 dari 382 dan layanan e-court belum aktif
adalah 0, Pengadilan Negeri Surabaya merupakan pengadilan negeri terbanyak yang
menerima pendaftaran gugatan melalui e-court dengan 773 perkara diikuti dengan
Pengadilan Negeri Tangerang sebanyak 773 perkara dan Pengadilan Negeri
Palembang sebanyak 262 perkara24.
Pada tanggal 19 Agustus 2019 diterbitkanlah Peraturan Mahkamah
AgungNomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan secara Elektronik yang berdasarkan Pasal 38 yang menyatakan bahwa
Perma Nomor 1 Tahun 2019 mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Perma
Nomor 3 Tahun 2018. Akan tetapi, dalam Pasal 37 disebutkan bahwa peraturan
pelaksana dari Perma Nomor 3 Tahun 2018 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2019. Hal ini sejalan
dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan
Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik pada bagian Ketiga yang memutuskan
bahwa pada saat keputusan ini mulai berlaku semua peraturan pelaksana dari Perma
Nomor 3 Tahun 2018 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
keputusan ini. Selanjutnya, pada bagian kedua, Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 122/KMA/SK/VII/2018 tentang Pengguna Terdaftar
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan Keputusan Sekertaris Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 630/SEK/SK/VII/2019 telah ditunjuk dan ditetapkan Daftar Pengadilan
Percontohan Administrasi Perkara dan Persidangan secara elektronik. Pertama
lingkungan Peradilan Umum yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Tanjung
Karang, Pengadilan Negeri Makasar, Pengadilan Negeri Palangkaraya; Kedua,
lingkungan Peradilan Agama yakni Pengadilan Agama Surabaya, Pengadilan Agama
Jakarta Barat, Pengadilan Agama Jakarta Timur, Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
ketiga, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yakni Pengadilan Tata Usaha Negara
Banda Aceh, Pengadilan Tata Usaha Negara Makasar dan Pengadilan Tata Usaha
Negara Gorontalo.
23 Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kewajiban
Pendaftaran Perkara Perdata Melalui E-Court, Bagian latar belakang. 24 E court,< www.mahkamahagung.go.id >, diakses pada 20 Oktober 2019
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 133
2.1. Ruang Lingkup
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 telah menambah ruang lingkup dari e-court
dengan e-litigation, semula ruang lingkup dalam PERMA Nomor 3 Tahun 2018
hanya terdiri dari : (1) e-filling, (2) e-payment, (3) Pengiriman dokumen persidangan
secara elektronik, (4) e-summons dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2019 menjadi : (1)
e-filling, (2) e-payment, (3) Pengiriman dokumen persidangan secara elektronik (4) e-
summons dan (5) e-litigation.
Pendaftaran perkara secara elektronik (e-filling)
PERMA 3/ 2018 PERMA 1/ 2019
Pasal 1 Angka 5:
Administrasi perkara secara elektronik
adalah serangkaian proses penerimaan
gugatan/ permohonan, jawaban, replik,
duplik dan kesimpulan, pengelolaan,
penyampaian dan penyimpanan
dokumen perkara perdata/agama/ tata
usaha militer/ tata usaha negara dengan
menggunakan sistem elektronik yang
berlaku di masing-masing lingkungan
peradilan.
Pasal 1 Angka 6:
Administrasi perkara secara elektronik
adalah serangkaian proses penerimaan
gugatan/ permohonan/ keberatan/
bantahan/ perlawanan/ intervensi,
penerimaan pembayaran, penyampaian
panggilan/ pemberitahuan, jawaban,
replik, duplik, kesimpulan, penerimaan
upaya hukum, serta pengelolaan,
penyampaian dan penyimpanan
dokumen perkara perdata/ perdata
agama/ tata usaha militer/ tata usaha
Negara dengan menggunakan sistem
elektronik yang berlaku di masing-
masing lingkungan peradilan
Ruang lingkup pendaftaran perkara secara elektronik menjadi bertambah
luas dengan adanya PERMA Nomor 1 Tahun 2019 karena meliputi juga
keberatan/ bantahan/ perlawanan/ intervensi, bahkan penerimaan pendaftaran
upaya hukum juga sudah dapat dilakukan dengan sistem pendaftaran elektronik ini.
Pengguna layanan administrasi perkara secara elektronik
PERMA 3/ 2018 PERMA 1/ 2019
Pasal 4:
Layanan administrasi
perkara secara elektronik
dapat digunakan oleh
advokat maupun
perorangan yang terdaftar
Pasal 5:
Layanan administrasi perkara
secara elektronik dapat
digunakan oleh Pengguna
Terdaftar dan Pengguna Lain.
Pengguna Terdaftar Pasal 1 Angka 4
Setiap orang yang
memenuhi syarat sebagai
pengguna sistem informasi
pengadilan dengan hak dan
kewajiban yang diatur oleh
Mahkamah Agung
Pasal 1 Angka 4
Pengguna terdaftar adalah
advokat yang memenuhi
syarat sebagai pengguna
sistem informasi pengadilan
dengan hak dan kewajiban
yang diatur oleh Mahkamah
Agung
134 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
Pengguna Lain Tidak diatur Pasal 1 Angka 4:
Pengguna Lain adalah subyek
hukum selain advokat yang
memenuhi syarat untuk
menggunakan sistem
informasi pengadilan dengan
hak dan kewajiban yang
diatur oleh Mahkamah Agung
meliputi antara lain Jaksa
Pengacara Negara, Biro
Hukum Pemerintah/ TNI/
POLRI, Kejaksaan RI,
Direksi/ Pengurus atau
karyawan yang ditunjuk
badan hukum (in house
lawyer), kuasa hukum
insidentil yang ditentukan
undang-undang.
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 menambah cakupan pengguna layanan
administrasi perkara secara elektronik selain advokat pengguna layanan sekarang juga
mencakup Jaksa Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/ TNI/ POLRI, Kejaksaan
RI, Direksi/ Pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum (in house lawyer),
kuasa hukum insidentil yang ditentukan undang-undang.
Pembayaran panjar biaya secara elektronik (e-payment)
PERMA 3/ 2018 PERMA 1/ 2019
Pasal 8:
Pembayaran panjar biaya perkara
ditujukan ke rekening Pengadilan pada
bank melalui saluran pembayaran
elektronik yang tersedia
Pasal 10:
1. Pembayaran panjar biaya perkara
ditujukan ke rekening Pengadilan
pada bank secara elektronik
2. Penambahan dan pengembalian
panjar biaya perkara dilakukan
secara elektronik
Pasal 11:
Penetapan, pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pasal 9 :
Dalam hal pendaftaran perkara
dilakukan secara elektronik maka
Pengguna Terdaftar membayar panjar
biaya perkara sesuai dengan taksiran
secara elektronik
Pasal 12:
Dalam hal pendaftaran perkara
dilakukan secara elektronik, maka
Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lain
membayar panjar biaya perkara sesuai
dengan taksiran secara elektronik
Dalam hal pembayaran panjar biaya perkara secara elektronik tidak terlalu
terdapat perbedaan antara PERMA Nomor 3 Tahun 2018 dan PERMA Nomor 1
Tahun 2019. Dalam pendaftaran perkara, para pengguna akan langsung mendapatkan
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) yang dihitung (proses generate) secara
elektronik. Dalam proses generate tersebut sudah akan dihitung berdasarkan
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 135
komponen biaya apa saja yang telah ditetapkan dan dikonfigurasikan oleh Pengadilan,
dan besaran biaya radius yang juga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan sehingga
perhitungan taksiran biaya panjar sudah diperhitungkan sedemikian rupa dan
menghasilkan elektronik SKUM atau e-SKUM.
Dokumen persidangan
PERMA 3/ 2018 PERMA 1/ 2019
Pasal 1 Angka 10:
Dokumen elektronik adalah dokumen
terkait persidangan yang diterima,
disimpan dan dikelola di Sistem
Informasi Pengadilan.
Ketentuan mengenai dokumen elektronik ini merupakan ketentuan yang baru
diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019. Para pihak dalam proses persidangan
elektronik nantinya juga harus menyiapkan dokumen elektronik, sebagai salah contoh
dalam PERMA 1 Tahun 2019 diatur pihak Tergugat dalam menyiapkan Jawaban harus
disertai dengan bukti berupa surat dalam bentuk dokumen elektronik25.
Pemanggilan Elektronik (e-summons)
PERMA 3/ 2018 PERMA 1/ 2019
Domisili Elektronik Pasal 1 Angka 3:
Domisili para pihak berupa
alamat surat elektronik
dan/atau nomor telepon yang
telah terverifikasi
Pasal 1 Angka 3:
Domisili para pihak berupa
alamat surat elektronik yang
telah terverifikasi
Pasal 6 Ayat (2):
Domisili Pengguna Terdaftar
adalah Domisili Elektronik
Pasal 6:
Domisili elektronik
merupakan domisili yang
dipilih pengguna terdaftar
dan pengguna lain dalam
menggunakan layanan
administrasi perkara dan
persidangan secara
elektronik.
Panggilan secara
elektronik
Pasal 11:
Selain sebagaimana diatur
dalam hukum acara,
panggilan menghadiri
persidangan terhadap para
pihak berperkara dapat
disampaikan secara
elektronik
Pasal 12 Ayat (1):
Panggilan disampaikan secara
elektronik dilakukan kepada:
a) Penggugat/ pemohon yang
melakukan pendaftaran
Pasal 15 Ayat (1):
Panggilan/ pemberitahuan
secara elektronik
disampaikan kepada:
a) Penggugat yang
25 Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik, Op. Cit. Pasal 22.
136 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
secara elektronik serta
yang memberikan
persetujuan secara tertulis
b) Tergugat/ termohon atau
pihak lain yang telah
menyatakan
persetujuannya secara
tertulis untuk dipanggil
secara elektronik; dan
c) Kuasa hukum wajib
mendapatkan persetujuan
tertulis dari prinsipal untuk
bercara secara elektronik.
melakukan pendaftaran
secara elektronik; dan
b) Tergugat atau pihak lain
yang telah menyatakan
persetujuannya untuk
dipanggil secara
elektronik
Pasal 13:
1) Atas dasar perintah hakim,
jurusita/ jurusita pengganti
mengirimkan surat
panggilan persidangan
kepada para pihak secara
elektronik melalui Sistem
Informasi Pengadilan.
2) Panggilan persidangan
yang dikirim secara
elektronik ditujukan
kepada domisili elektronik
para pihak
Pasal 16:
Berdasarkan perintah
hakim, jurusita/ jurusita
pengganti mengirimkan
surat panggilan persidangan
ke Domisili Elektronik para
pihak melalui Sistem
Informasi Pengadilan.
Panggilan yang Sah
dan Patut
Pasal 15:
Panggilan yang disampaikan
secara elektronik merupakan
panggilan yang sah dan patut,
sepanjang panggilan tersebut
terkirim ke Domisili
Elektronik dalam tenggang
waktu yang ditentukan
undang-undang.
Pasal 18:
Panggilan/ pemberitahuan
secara elektronik
merupakan panggilan/
pemberitahuan yang sah dan
patut, sepanjang panggilan/
pemberitahuan tersebut
terkirim ke domisili
elektronik dalam tenggang
waktu yang ditentukan
undang-undang.
PERMA Nomor 3 Tahun 2018 mengatur pemanggilan dilakukan secara
elektronik kepada pengguna terdaftar dan dikirimkan ke alamat domisili elektronik
pengguna terdaftar. Akan tetapi, untuk tergugat pada pemanggilan pertama dilakukan
dengan manual dan pada saat tergugat hadir di persidangan yang pertama akan
dimintakan persetujuan apakah setuju untuk dipanggil secara elektronik sesuai dengan
domisili elektronik yang diberikan dan apabila tidak setuju pemanggilan dilakukan
secara manual seperti biasanya.
Ketentuan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019 menambah pengguna layanan
selain pengguna terdaftar juga ada pengguna lain selain itu ketentuan mengenai nomor
telepon yang terverifikasi sebagai domisili elektronik juga tidak diatur lagi dalam
PERMA Nomor 1 Tahun 2019. PERMA Nomor 1 Tahun 2019 hanya mengatur alamat
surat elektronik yang telah terverifikasi sebagai domisili para pihak.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 137
2.2. Persidangan secara elektronik (e-litigation)
Persidangan secara elektronik ini merupakan hal yang baru diatur dalam
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 melengkapi proses beracara di peradilan dengan
sistem elektronik yang semula berdasarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2018 baru
dilakukan hanya sampai pada tahap administrasi perkara saja. Persidangan secara
elektronik adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara oleh
pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi 26 yang mana dalam peraturan ini berlaku untuk proses persidangan
dengan acara penyampaian gugatan/ permohonan/ keberatan/ bantahan/ perlawanan/
intervensi beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik pembuktian, kesimpulan dan
pengucapan putusan/ penetapan27.
2.3. Persetujuan Penggugat dan Tergugat
Dalam Pasal 19 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 diatur bahwa pada sidang
pertama guna kelancaran sidang elektronik, Hakim/ Hakim Ketua dapat memberikan
penjelasan mengenai hak dan kewajiban para pihak terkait persidangan secara
elektronik baru kemudian persidangan secara elektronik dilaksanakan setelah
Penggugat dan Tergugat menyatakan persetujuannya. Apabila pihak Tergugat tidak
setuju maka persidangan secara elektronik tidak dapat dilaksanakan. Untuk pihak
Penggugat, dianggap telah memberikan persetujuannya secara hukum pada saat
Penggugat melakukan pendaftaran perkara secara elektronik28.
2.4. Tahap Jawab Menjawab
Jadwal persidangan secara elektronik untuk acara penyampaian jawaban, replik
dan duplik ditetapkan oleh Hakim/ Hakim Ketua dan diinformasikan kepada para
pihak melalui Sistem Informasi Pengadilan 29 kemudian para pihak wajib
menyampaikan dokumen elektronik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, para pihak
yang tidak menyampaikan dokumen elektronik sesuai dengan jadwal dianggap tidak
menggunakan haknya30
2.5. Pihak Ketiga
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 juga mengatur mengenai prosedur bagaimana
masuknya pihak ketiga dalam proses persidangan secara elektronik dimana bagi pihak
ketiga yang mengajukan intervensi tersebut wajib mengikuti proses pemeriksaan
secara eletronik yang sudah dilakukan apabila pihak ketiga tersebut tidak setuju maka
Hakim/ Hakim Ketua akan mengeluarkan penetapan yang menyatakan permohonan
intervensi tersebut tidak dapat diterima31
2.6. Pembuktian
Pasal 25 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 mengatur bahwa persidangan
pembuktian dilaksanakan sesuai dengan hukum acara yang berlaku adapun hukum
acara yang berlaku untuk pembuktian adalah sesuai dengan ketentuan hukum acara
perdata yang diatur dalam HIR/ Rbg (Het Herziene Indonesich Reglement/ Reglement
op de Burgerlijke Rechtvordering).
26 Ibid., Pasal 1 Angka 7. 27 Ibid., Pasal 4. 28 Ibid, Pasal 20 29 Ibid., Pasal 21 30 Ibid., Pasal 22 31 Ibid, Pasal 23
138 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
Pengaturan lebih khusus terdapat di Pasal 24 PERMA Nomor 1 Tahun 2019
bahwa dalam hal disepakati oleh para pihak, persidangan pembuktian dengan acara
pemeriksaan keterangan saksi dan/ atau ahli dapat dilaksanakan secara jarak jauh
melalui media komunikasi audio visual yang memungkinkan semua pihak dapat
berpartisipasi dalam persidangan. Tentunya untuk dapat melakukan pemeriksaan
secara jarak jauh ini diperlukan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dari
pengadilan.
2.7. Putusan
Dalam acara persidangan secara elektronik maka putusan/ penetapan diucapkan
oleh Hakim/ Hakim Ketua secara elektronik pengucapan putusan/ penetapan dalam
sidang elektronik secara hukum telah dilaksanakan dengan menyampaikan salinan
putusan/penetapan elektronik kepada para pihak dimana hal tersebut secara hukum
dianggap telah dihadiri semua pihak dan dilakukan dalam sidang terbuka umum32.
Ketentuan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum merupakan pengaturan
yang penting kerena suatu putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, tidak dipenuhinya
ketentuan tersebut akan mengakibatkan putusan batal demi hukum33.
Mengenai asas terbuka untuk umum tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal
27 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 bahwa persidangan secara elektronik yang
dilaksanakan melalui Sistem Informasi Pengadilan pada jaringan internet public
secara hukum telah memenuhi asas dan ketentuan persidangan terbuka untuk umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.8. Tanda Tangan Elektronik
Salah satu hal yang baru diatur dalam proses persidangan adalah mengenai
tanda tangan elektronik. Pasal 26 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 mengatur bahwa
putusan/ penetapan dituangkan dalam bentuk salinan putusan/ penetapan elektronik
yang dibubuhi tanda tangan elektronik menurut peraturan perundang-undangan
mengenai informasi dan transaksi elektronik.
Pengertian mengenai Tanda Tangan Elektronik dapat ditemukan pada Pasal 1
Angka 12 Undang–Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu
tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentifikasi. Tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat autentifikasi dan
verifikasi atas identitas penanda tangan dan keutuhan dan keautentikan informasi
elektronik34. Untuk dapat menjalankan peraturan ini tentunya pengadilan juga harus
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung dengan menyediakan
sistem/ aplikasi yang dapat menjamin keautentikan dari tanda tangan elektronik yang
ada dalam suatu putusan/ penetapan elektronik.
III. HASIL PENELITIAN DI PENGADILAN NEGERI
32 Ibid., Pasal 26 33 Indonesia, Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia (TLNRI) Nomor 5076, Pasal 13. 34 Indonesia, Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2012 Nomor 189,
Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia (LNRI) Nomor 5348, Pasal 52.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 139
3.1. Pengadilan Negeri Medan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Riana br Pohan diketahui bahwa e
court sudah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Medan sejak tahun 2018 setelah
diberlakukannya Perma Nomor 3 Tahun 2018. Pelaksanaan e court di Pengadilan
Negeri Medan baru diterapkan dalam perkara perdata biasa yang para pihaknya
menggunakan jasa advokat. Adapun pendaftaran e court yang telah diupayakan di
Pengadilan Negeri Medan dalam kurun waktu 2018 s.d 2019 ada 51 (lima puluh satu)
perkara, akan tetapi yang berhasil didaftarkan baru sekitar 8 (delapan) perkara.
Sedangkan jumlah kenaikan pendaftaran perkara menggunakan aplikasi e court pada
tahun 2018 dan 2019 jumlahnya berimbang. Diharapkan jika e-register, e-payment
dan e-summons berhasil dilaksanakan, maka ditargetkan penerapan e-court di dalam
proses persidangan dalam acara persidangan jawab menjawab dan kesimpulan dapat
segera dilaksanakan.
Terkait sosialisasi e court kepada advokat sudah pernah dilakukan sebanyak 2
(dua) kali kepada para advokat bertempat di gedung Pengadilan Negeri pada tahun
2018 dan di Hotel Adi Mulia Medan pada tahun 2019 serta di kantor Peradi di
Gedung Paladium Medan. Secara umum, sarana dan prasarana sudah cukup memadai
seperti tersedianya laptop, PC, jaringan internet dan UPS, akan tetapi terbentur
kendala pada tenaga sumber daya manusia yakni operator yang bertugas melakukan
monitoring secara penuh waktu dan server Mahkamah Agung sehingga pendaftaran
perkara melalui aplikasi e court tidak selalu berhasil dan memakan waktu yang lama
dalam proses loadingnya. Rencananya akan dibuat secara tersendiri pojok e court di
Gedung Pengadilan Negeri Medan. Sampai saat ini sudah ada petugas yang
menanganinya yaitu ASN dan honorer akan tetapi jumlahnya sangat terbatas karena
mereka juga masih merangkap pekerjaan lainnya, akan tetapi mereka sudah
mendapatkan pelatihan untuk pelaksanaan e court.
Adapun kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya adalah
belum adanya standar operasi prosedur (SOP) dan pedoman juklak/juknis maupun
standar pelayanan untuk pelaksanaan e court tersebut. Disamping itu, keterbatasan
jangkauan server Mahkamah agung dalam pendaftaran e court karena server
Mahkamah Agung berada di Jakarta yang jangkauannya terbatas, sedangkan server
yang tersedia harusnya mampu untuk menjangkau seluruh pengadilan yang tersebar di
seluruh Indonesia. Selain itu, juga kendalanya adalah keterbatasan sumber daya
manusia yang mampu dan cakap untuk menerapkan e court dan tidak memegang
pekerjaan rangkap.
Terkait mengenai peluang pelaksanaan e-court di Indonesia, mengingat bahwa
kondisi letak geografis wilayah hukum di Indonesia sangat luas dan tersebar di
seluruh nusantara, maka penerapan e court sangat tepat karena penggunaan aplikasi
e-court sangat membantu pengadilan dan masyarakat pencari keadilan untuk
menerapkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Apabila sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia yang cakap dan mumpuni untuk melakukan
tugas itu sudah tersedia, akan sangat memudahkan di dalam pelaksanaan asas
peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan serta memudahkan pelaksanaan
supervisi administrasi umum dan administrasi teknis peradilan oleh Mahkamah
Agung, dengan demikian Mahkamah agung tidak perlu lagi harus turun ke daerah
untuk melakukan supervisi dan monitoring evaluasi kinerja baik administrasi umum
dan teknis peradilan karena semuanya dapat dilakukan melalui aplikasi.
Di akhir wawancara dengan ibu Riana br Pohan, maka masukan dan saran yang
diberikan terkait pelaksanaan dan perkembangan e-court ke depannya di Indonesia
140 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
yaitu diharapkan agar server tersedia di setiap wilayah hukum Pengadilan Tinggi di
seluruh Indonesia sehingga tidak terjadi lonjakan lalu lintas dalam penginputan data
ke dalam aplikasi e-court yang selama ini harus melalui server Mahkamah Agung
yang terletak di Jakarta. Disamping itu juga harus tersedia sarana untuk melakukan
pencadangan (back up) data yang aman untuk perlindungan data-data perkara yang
didaftarkan melalui aplikasi e-court. Selain itu, juga perlu ditambah tenaga ASN yang
menguasai IT untuk ditempatkan di Pengadilan Negeri Medan serta perlu diadakan
pelatihan teknis secara berkala bagi aparatur pengadilan termasuk hakim,
panitera/panitera pengganti dan juru sita serta staf pegawai dalam melakukan
monitoring pelaksanaan aplikasi e-court. Perlu juga dilakukan survey untuk meminta
masukan dari masyarakat pencari keadilan terkait peningkatan kulaitas dalam
pelayanan penggunaan aplikasi e-court. Kedepannya diharapkan adanya kewajiban
untuk mencantumkan email di dalam KTP secara bertahap terhadap setiap penduduk
Indonesia, sehingga memudahkan pelaksanaan pemanggilan sidang kepada para
pencari keadilan melalui email, sehingga dapat diminimalisir permintaan bantuan
pemanggilan terhadap para pihak dan saksi-saksi terkait perkara perdata yang sedang
berjalan, yang tentunya memakan waktu yang berlarut-larut dan menghabiskan biaya
besar.
3.2. Pengadilan Negeri Bogor
Berdasarkan wawancara dengan narasumber Pak Agung35 diketahui bahwa satu
tahun sebelum Perma 3 Tahun 2018 terbit, Pengadilan Negeri Bogor sudah mulai
menerapkan e-court atau di lingkungan Pengadilan Negeri Bogor disebut juga dengan
digitalisasi persidangan. Sehingga surat menyurat secara online sudah dimulai sejak
tahun 2017.
Dalam pelaksanaannya, bahkan Pengadilan Negeri Bogor tidak hanya
melaksanakan e-court untuk gugatan perdata, melainkan juga sudah merambah ke
permohonan. Akan tetapi hingga saat ini, pelaksanaan e-court ini masih hanya sebatas
himbauan/anjuran, apalagi bagi principal yang tidak menggunakan jasa advokat atau
pengacara. Jadi walaupun terdapat pengumuman yang terpajang di PTSP mengenai
aturan bahwa advokat yang mendaftarkan gugatan wajib melaksanakan pendaftaran itu
secara online, masih banyak pengacara/advokat yang tidak melaksanakannya.
Umumnya pengacara tidak melakukan pendaftaran gugatan secara e-court itu karena
keterbatasan pengacara itu sendiri dalam menggunakan teknologi, dan masih banyak
yang menganggap sistem e-court ini ribet/kompleks.
Dengan perspektif seperti ini, kasus perdata yang menggunakan e-court di
pengadilan ini belum mencapai 50% dari kasus yang ditangani. Untuk pelaksanaan e-
court, Badilum dari Mahkamah Agung sudah menyediakan helpdesk, begitu juga dari
bagian IT Pengadilan Negeri Bogor sendiri selalu siap untuk memandu pendaftaran e-
court, tapi tetap saja masih banyak yang memilih proses pendaftaran secara manual,
ditambah lagi kasus perdata di Pengadilan Negeri Bogor tidak banyak, yakni tidak
sampai 300 perkara perdata dalam satu tahun.
Perma Nomor 3 Tahun 2018 sesungguhnya terbit untuk mempermudah para
pencari keadilan, Mahkamah Agung sendiri menerapkan aturan e-court untuk
mendigitalisasi proses pendaftaran, pembayaran, dan pemanggilan saja. Sehingga
untuk proses persidangan masih manual. Untuk panggilan pihak tergugat, untuk
panggilan pertama masih secara manual, yakni juru sita langsung yang datang ke
alamat pihak tergugat. Sedangkan ke pihak penggugat sudah melalui email (jika yang
bersangkutan sudah mendaftar dengan e-court). Mengenai kemajuan, pasti ada
35 Wawancara dengan Bapak Agung, hakim pada Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 17
Juli 2019 bertempat di Pengadilan Negeri Bogor.
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 141
kemajuan dalam pelaksanaan e-court ini. Untuk jumlah kasus perdata yang
menggunakan e-court datanya akan disampaikan pada wawancara berikutnya, akan
tetapi menurut Pak Agung, sejauh ini kasus perdata yang menggunakan e-court tidak
sampai 20 (dua puluh) kasus.
Sebelumnya telah disampaikan, bahwa e-court yang sesuai dengan pedoman MA
masih sebatas hanya pendaftaran, pembayaran, hingga pemanggilan. Akan tetapi untuk
pelaksanaan sidang seperti agenda jawaban, replik, duplik, dll, masih menggunakan
metode manual. Namun, di Pengadilan Negeri Bogor sendiri, tahun 2018 sudah
launching pelaksanaan e-court yang tidak hanya sebatas pada pendaftaran,
pembayaran, dan pemanggilan, melainkan sampai pada proses replik, duplik, dll.
Sosialisasi terhadap pelaksanaan e-court ini sudah dilaksanakan sekali pada
tahun 2018. Pada saat itu, Pengadilan Negeri Bogor mengundang semua asosiasi
advokat, baik Peradi, KAI, dll. Pada sosialisasi diharapkan para perwakilan yang
datang memahami pelaksanan e-court, walaupun sebenarnya dari pihak pengadilan
sudah membuat pengumuman baik berupa tulisan bergambar atau video mengenai alur
pendaftaran perkara melalui e-court. Dalam sosialisasi itu dilaksanakan juga simulasi,
mulai dari pendaftaran sampai pembayaran. Menurut Pak Agung, sesungguhnya
siapapun yang bisa belanja online, juga bisa memakai sistem ini, karena sangat mudah,
tinggal membuat user account. Terhadap masyarakat umum (non advokat) belum ada
dilakukan sosialisasi secara khusus).
E-court ini sesungguhnya mempermudah dan meminimalisir biaya panjar,
karena panggilannya sudah melalui elektronik, baik melalui telepon, email, atau
whatsapp. Terkait pelaksanaan e-court, belum ada anggaran khusus dalam DIPA
disediakan khusus untuk e-court oleh Mahkamah Agung. Sehingga akhirnya,
pengadilan berinisiatif sendiri menggunakan 1 PC milik pengadilan yang sudah ada
sebelumnya untuk dijadikan sebagai fasilitas e-court.
Sejauh ini baru ada rencana revisi anggaran di pertengahan tahun 2019,
kemungkinan untuk penambahan bandwith internet, setidaknya dengan adanya
tambahan bandwith ini, pelaksanaan e-court lebih mudah. Tapi perlu diperhatikan juga,
walaupun internet cepat namun server MA error juga akan menimbulkan kesulitan
tersendiri dalam proses pelaksanaan e-court ini. Untuk SDM sendiri, sudah ada
operator sendiri untuk e-court ini. Selain itu juga sudah pernah ada sosialisasi bagi
pegawai pengadilan untuk mengoperasikan e-court ini di Mahkamah Agung.
Pak Agung menyebutkan dua kendala utama dalam pelaksanaan e-court di PN
Bogor, yaitu:
1. Sarana dan Prasarana yang masih kurang.
2. User: Para Advokat dan Prinsipalnya sendiri masih belum terbiasa
menggunakan e-court ini.
Untuk peluang pelaksanaan e-court di Indonesia, narasumber belum bisa
memastikan kemajuan e-court. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa Indonesia
dengan Negara kepulauan seperti ini masih banyak menghadapi kendala jaringan
internet, jangankan internet, di daerah pulau Jawa saja masih ada yang tidak ada
listrik. Untuk di level Pulau Jawa saja masih ada kendala listrik, apalagi di daerah lain,
pulau lain. Peluangnya sebenarnya kansnya besar, tapi untuk kapan bisa majunya,
narasumber belum bisa menjawab. Narasumber menekankan bila jaringan cepat di
seluruh wilayah Indonesia, barulah e-court bisa terlaksana dengan baik di Indonesia.
Sejauh ini e-court kita masih trial and error, jadi nanti pasti akan dievaluasi lagi.
Berikut adalah saran pelaksanaan e-court dari Pak Agung:
1. Kualitas SDM perlu ditingkatkan dalam menghadapi teknologi baik dari
internal pengadilan maupun eksternal pengadilan.
142 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
2. Membuat sosialisasi e-court melalui iklan layanan masyarakat TV.
Berdasarkan penelitian ini, sementara dapat disimpulkan bahwa Pengadilan
Negeri Bogor sudah melakukan e-court, namun tidak diwajibkan, masih sebatas
himbauan. Pelaksanaannya sendiri sudah cukup baik dengan adanya Personal
Computer (PC) khusus untuk mendaftar gugatan secara online, dan ada pula operator
yang memandu pendaftaran.
3.3. Pengadilan Negeri Gianyar
Berdasarkan wawancara dan korespodensi yang dilakuakan dengan narasumber
di Pengadilan Negeri Gianyar diketahui bahwa court sudah diterapkan pada
Pengadilan Negeri Gianyar. Pelaksanaan e-court pada Pengadilan Negeri Gianyar
dalam 1 (satu) tahun ini telah mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 baru ada 1
(satu) perkara dan pada tahun 2019 sampai dengan bulan Juli ini sudah ada 12 (dua
belas) perkara yang mendaftar menggunakan e-court.
Hal ini berarti terdapat kenaikan jumlah gugatan menggunakan e-court antara
tahun 2018 dengan 2019 dan pasti akan ada kenaikan lagi narasumber menjelaskan
mengingat pada bulan Juni 2019 ini Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 4
Tahun 2019 tentang Kewajiban Pendaftaran Perkara Perdata Melalui e-court.
Berkaitan dengan target/ rewards dari Mahkamah Agung berkenaan dengan
pelaksanaan e-court di di Pengadilan Negeri Gianyar dijelaskan bahwa tidak ada target
yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung akan tetapi Mahkamah Agung menginginkan
agar pendaftaran perkara dilakukan melalui e-court dan mewajibkan seluruh Ketua
Pengadilan Tinggi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan e-court
pada wilayah hukum masing-masing serta melaporkan perkembangan dan
permasalahan penerapan e-court kepada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum.
Untuk mendukung program e-court Pengadilan Negeri Gianyar sudah
melakukan sosialisasi e-court kepada advokat dan masyarakat, Pengadilan Negeri
Gianyar juga sudah mempersiapkan sarana untuk menunjang pelaksanaan e-court
diantaranya dengan mempersiapkan pelayanan pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) yang siap untuk melakukan pendampingan untuk pendaftaran gugatan melalui
e-court serta mempersiapkan SDM di PTSP untuk melakukan pendampingan bagi
kuasa hukum yang akan mendaftarkan gugatan melalui e-court.
Mengenai kendala/hambatan untuk pelaksanaan di e-court di Pengadilan Negeri
Gianyar adalah hambatan teknologi, tidak semua kuasa hukum sudah mengetahui
adanya pendaftaran gugatan melalui e-court dan sudah rutin menggunakan email
untuk kegiatan sehari-hari sehingga perlu juga ditingkatkan sosialisasi oleh Mahkamah
Agung ke advokat atau diperlukan kerjasama dari organisasi advokat/ PERADI untuk
mensosialisasikan e-court ini. Namun walaupun ada kendala/ hambatan narasumber
menerangkan bahwa menurutnya prospek pelaksanaan e-court di Indonesia dapat
dikatakan baik mengingat pelaksanaan e- court di Indonesia ini juga didukung penuh
oleh Mahkamah Agung serta diperlukan tambahan sarana dan prasarana untuk dapat
berjalannya e-court dengan optimal di Indonesia.
IV. PENUTUP
4.1. Simpulan
1. Pelaksanaan e-court menurut Perma Nomor 3 Tahun 2018 sebagai pengadilan
percontohan (pilot project) berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 305/ SEK/ SK/ VII/ 2018 tentang Penunjukan
Pengadilan Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara di Pengadilan
Secara Elektronik sudah dilaksanakan selama lebih dari satu tahun di 17 (tujuh
Pelaksanaan E-Court, Sonyendah Retnaningsih, Disriani Latifah S.N., dkk 143
belas) Pengadilan Negeri yang ditunjuk sebagai pengadilan percontohan (pilot
project) berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 305/SEK/SK/VII/2018 tentang Penunjukan Pengadilan
Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Elektronik. Dengan diundangkannya PERMA Nomor 3 Tahun 2018 pada tanggal 4
April 201, maka Perma Nomor 3 Tahun 2018 menjadi pondasi pertama kali
dilaksanakannya sistem peradilan berbasis elektronik di Indonesia. Sementara itu,
e-litigation yang dibentuk berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara
Elektronik (PERMA Nomor 1 Tahun 2019) dan diundangkan pada tanggal 19
Agustus 2019 merupakan menyempurnakan PERMA Nomor 3 Tahun 2018
sehingga saat ini tidak hanya pendaftaran perkara saja yang dapat dilakukan secara
online atau dikenal dengan sebutan e-court namun persidangan juga dapat
dilakukan secara elektronik yaitu e-litigation. Menurut Pasal 38 PERMA Nomor 1
Tahun 2019 dinyatakan bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2019 mencabut dan
menyatakan tidak berlaku Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018
tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik. Lahirnya PERMA
Nomor 1 Tahun 2019 merupakan jawaban Mahkamah Agung terhadap tuntutan
perkembangan jaman yang mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara
dan persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien serta upaya untuk
mendukung kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia. Adapun
perbandingan antara Perma Nmor 3 Tahun 2018 dan PERMA Nomor 1 Tahun
2019 antara lain telah menambah ruang lingkup dari e-court dengan e-litigation,
yang semula ruang lingkup dalam PERMA Nomor 3 Tahun 2018 hanya terdiri dari
: (1) e-filling, (2) e-payment, (3) e-summons dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2019
menjadi : (1) e-filling, (2) e-payment, (3) e-summons dan (4) e-litigation.
2. Kendala dan hambatan dalam pelaksanaa e-court dan e-litigation di Pengadilan
Negeri di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Para Advokat dan Prinsipalnya serta pihak sumber daya manusia di pengadilan
sendiri masih belum terbiasa menggunakan e-court dan e-litigation ini.
Ditemukannya SDM dari pihak advokat yang kurang menguasai teknologi,
begitu pula SDM Pengadilan juga masih ada yang belum menguasai tekhnologi.
b. Sarana dan Prasarana yang masih kurang yaitu sarana berupa komputer dirasa
masih kurang memadai, sementara itu di ruang sidang juga untuk pelaksanaan
e-litigasi juga dibutuhkan perangkat komputer, in focus dan audio visual.
c. ditemukan fakta bahwa dalam mendaftarkan perkara di SIPP yang datanya ada
dalam aplikasi e-court belum semuanya terdapat duplikasinya (dicopy datanya)
seperti data para pihak, e-doc gugatan dan lain sebagainya.
4.2. Rekomendasi
Saran dalam pelaksanaan e-court dan e-litigation sebagai berikut:
1. Kualitas SDM perlu ditingkatkan dalam menghadapi teknologi baik dari internal
pengadilan maupun eksternal pengadilan.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana terkait aplikasi e-court dan e-litigation.
3. Membuat sosialisasi e-court melalui iklan layanan masyarakat TV dan media massa
baik cetak maupun elektronik.
144 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-50 No.1 Januari-Maret 2020
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Arifin, Zainal. Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Cet ke-2, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016.
Buku Panduan E-Court Panduan Pendaftaran Online untuk Pengguna Terdaftar,
Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2018.
Maru, Sophar Hutagalung. Praktik Peradilan Perdata, Kepailitan, dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan
Indonesia, Cet. 3, Jakarta : Djambatan, 2005.
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I dan II, Jakarta :
Mahkamah Agung RI, 1993/1994.
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan
Umum dan Pengawasan dan Evaluasi Atas Hasil Pengawasan, Jakarta : Proyek
Pembinaan Teknis Yustisial Mahkamah agung RI.
Ridha, Muh Hakim. “Implementasi Gugatan sederhana Sebagai Upaya Mewujudkan
Keadilan Melalui Pemenuhan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya
Murah,” Evaluasi Perma Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian
Gugatan Sederhana, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat
Kumdil Mahkamah agung Republik Indonesia, 2018.
Soekanto,Soeryono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Cet. 6, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Soekanto, Soeryono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: UI Press,1986.
Subekti, R. Hukum Acara Perdata. Cet. 3. Bandung: Binacipta. 1989.
Soepomo, R. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cet. 1., Jakarta :
Pradnya Paramita, 1993.
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,. Bandung:
Mandar Maju, 2005.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2009 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 5076.
________, Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun
2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia (LNRI)
Nomor 5348.
Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik, Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 894.
_______________, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kewajiban Pendaftaran Perkara Perdata Melalui E-Court.
Internet
Ketua Mahkamah Agung Luncurkan Aplikasi E-Court,
<www.mahkamahagung.go.id> diakses pada 30 Juli 2019.
Gelombang Online dalam Perkembangan Hukum, <www.mahkamahagung.go.id>,
diakses pada 20 Oktober 2019.