PENGERTIAN WAKAF
-
Upload
latifahsafitri -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
Transcript of PENGERTIAN WAKAF
A. PENGERTIAN WAKAF
Wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa” yang artinya berhenti atau
menahan, sedangkan secara istilah fikih adalah sejenis pemberian yang
pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan kepemilikan barang yang
diwakafkan tersebut untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh khalayak umum.
Wakaf menurut para ulama fikih:
1. Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda
(al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya
kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam:
6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf
masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk
asset hartanya.
2. Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu
harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk
diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187).
Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang
atau tempat yang berhak saja.
3. Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan
ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah
serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
4. Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana,
yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang
dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang
nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf
bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang
yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan
fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf
berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
B. DASAR HUKUM DISYARIATKANNYA WAKAF
1. Surat Ali Imran Ayat ke 92
�ه� �الل ن ء�ف�إ ي� ش� �من �نفق�وا �و�م�ات �ون ب �ح �مم�ات �نفق�وا �ىت ت ح� ر� �ب �ال �وا �ال �ن �نت ليم" هع�ل ب
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Isi Kandungan:
Ø Dari segi agama, kebaikan bukan hanya terletak pada shalat dan ibadah. Membantu
orang-orang lemah dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat adalah di antara
tugas seorang muslimin.
Ø Karena Tuhan membandingkan apa yang kita infakkan, maka sebaiknya kita
infak sesuatu yang terbaik dan jangan kita bakhil tentang jumlahnya.
Ø Syuhada mencapai derajat tertinggi bir (kebaikan). Karena, mereka menginfakkan
modal yang paling besar yaitu jiwanya di jalan Allah.
Ø Dalam infak, intinya adalah pada kualitas bukannya pada kuantitas, artinya baik
walaupun sedikit.
Ø Dalam Islam, tujuan infak bukan hanya mengenyangkan perut orang-orang lapar,
melainkan pertumbuhan ekonomi yang menafkahkan juga dimaksudkan. Menghilangkan
keterikatan hati dari mahbub imajinasi dan khayali menyebabkan mekarnya jiwa
kedermawanan dan pengorbanan.
2. Surah Al- Baqarah Ayat 261
Artinya: 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah [166] adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kandungan:
Ilmu berniaga ( jual beli ) dengan ALLAH tidak akan pernah rugi, jika kita
berniaga dengan ALLAH pasti melipat gandakan 1 sampai 700 kali
lipat.Sebagai contoh:saya mempunyai uang 1000 rupiah dan saya berikan
kepada fakir miskin dengan niatan berdagang dengan ALLAH , maka saya
akan mendapatkan kembali sebesar 700000 rupiah dan semua itu terlepas
daripada zakat atau shodaqoh,untuk mendapatkan sampai dengan
kelipatan 700 kali lipatnya menurut saya banyak hal yang
mempengaruhinya,dilihat daripada hal ibadah kita apakah kita
menyekutukan ALLAH atau tidak sebagai contoh jika kita mempunyai benda
pusaka gugurlah amal ibadah kita itu pasti karena menduakan ALLAH,dan
pastinya ALLAH akan murka,dan yang mempengaruhinya salah satunya lagi
bagaimana kita menjalankan amal ibadah kita seperti zakatnya apakah kita
penuhi setiap kita mendapatkan rezeki kita keluarkan, shodaqohnya,puasa
sunahnya,shalat-shalat sunahnya,tingkah laku kita dengan makhluk
lainnya,apakah kita sering menjadi pembenci(akhlak terpuji secara
keseluruhan).
C. STATUS BENDA WAKAF
D. RUKUN DAN SYARAT WAKAFSyarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut
takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan
datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari
usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang
diwakafkan (mauquf) itu
Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat
diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya
(bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
Imam Malik berpendapat bahwa kepemilikan barang yang diwakafkan tetap berada di tangan pemilik aslinya, tetapi ia tidak boleh menggunakannya lagi. Dan Iman Hanafi mengatakan bahwa barang yang diwakafkan itu sudah tidak ada lagi pemiliknya. Pendapat inilah yang paling kuat di antara beberapa pendapat di kalangan para pengikut Mazhab Iman Syafi’I, sedangkan Imam Hanbali mengatakan bahwa barang tersebut berpindah ke tangan pihak yang diwakafi
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang
yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang
tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat
pribadi (bukan bersifat umum)
E. PELAKSANAAN WAKAF DI INDONESIA
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan
Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik
4. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No.
Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan
tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus
datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk
melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan
secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan
PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri
saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
3. Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar
wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini
dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf
serta diketahui saksi
4. Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan
tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan,
sitaan atau sengketa
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan
sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf
Tanah
c. Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW
sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-
surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang
menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu
perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
a. Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya
ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau
Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih
tanah wakaf
b. Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang
jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten atau Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf
dan hasilnya, antara lain:
a. menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
b. memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha
meningkatkan hasilnya
c. menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu
barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan.
Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan
jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali
dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut
dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian ,
mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang
yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula
tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat
lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan
pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka
mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat
dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor
pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang
wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak
mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan
program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung
jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-
masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu
demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai
atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf.
Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan
dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika
wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide
dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
F. HIKMAH DARI PERSYARIATAN WAKAF
Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman
Allah SWT:
(lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
1. Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk
kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum
muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam salah satu
haditsnya:
� م�ن� �م� ال �ه�ت �م�ر ي ا �ن� ب مي ل �م�س� �س� ال �ي (الحديث )م�ن-ى ف�ل
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan
kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
2. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang
sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
ح ع�لى ق�د�م� �ج�اص- م�ص�ال ح ال �ع�ام- م�ص�ال م� ال
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan
yang khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
a. dapat menghilangkan kebodohan
b. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
c. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
d. dapat memajukan atau menyejahterakan umat
G. KESIMPULAN
Sebagaimana kita semua telah ketahui bahwa seseorang yang mewakafkan
harta bendanya kepada orang-orang yang membutuhkan,maupun demi
pembangunan,haruslah dengan ikhlas mewakafkan apa yang telah ia ingin
berikan bukan karena paksaan dari orang lain , melainkan atas kehendak diri
sendiri, bukan atas paksaan seseorang atau juga karena riya’. Karena wakaf bisa
kita artikan sebagai suatu bukti tanda syukur seseorang terhadap Allah SWT atas
apa yang telah Allah berikan kepadanya.
Sebagai seorang manusia yang masih memiliki akal sehat, tentulah menarik
kembali sesuatu yang telah kita berikan merupakan suatu pantangan, bagaikan
menelan kembali ludah yang telah kita buang sendiri. Dan satu hal lagi,
“berpikirlah sebelum bertindak”, pikirkanlah dulu kemampuan sendiri sebelum
menyatakan sesuatu sebagai wakaf, jika Anda sendiri bukan merupakan orang
yang sudah sepantasnya berwakaf.