Tugas Fiqh Zakat dan Wakaf - Pengantar Umum Wakaf
-
Upload
annas-tupank -
Category
Education
-
view
134 -
download
6
Embed Size (px)
Transcript of Tugas Fiqh Zakat dan Wakaf - Pengantar Umum Wakaf

Tugas Fiqh Zakat danWakaf
Pengantar Umum Wakaf
Dosen : QUSHTONIAH, S.Ag., M.Ag
Oleh :
NASRUDDIN. ASN NIM : 601131010020
RIANI LESTARI NIM : 601131010008
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 1435 H/ 2014 M

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 2 |
W
PENGANTAR UMUM WAKAF (Fiqh Zakat danWakaf)
NASRUDDIN. ASN dan RIANI LESTARI
akaf merupakan salah satu kegiatan dari berbagai kegiatan yang ada dalam
sistem ekonomi islam.Kurangnya pembahasan-pembahasan masalah wakaf
disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang
berasal dari lembaga perwakafan. Masalah mis-management dan korupsi diperkirakan
menjadi sebab utama sehingga kegiatan lembaga perwakafan kurang diminati atau bahkan
ditinggalkan oleh umat Islam lebih kurang seabad yang lalu. Baru pada tahun terakhir ini
muncul kembali minat umat Islam untuk menggiatkan kembali kehidupan lembaga
perwakafan.
Dengan tumbuhnya minat masyarakat untuk menggali potensi sistem ekonomi Islam
maka sebenarnya terbuka peluang untuk melakukan berbagai bahasan yang terdapat dalam
kegiatan-kegiatan penghimpunan dana lainnya yang ada dalam sistem ekonomi Islam
tersebut.
Wakaf merupakan instrumen ekonomi Islam yang sudah ada semenjak awal
kedatangan Islam. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah menunjukan peran penting dalam
mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Selain itu,
keberadaan wakaf telah banyak memfasilitasi para sarjana muslim untuk melakukan riset
dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pendanaan kepada
pemerintah.
Wakaf terbukti telah menjadi instrumen jaminan sosial dalam rangka membantu
kaum yang lemah untuk memenuhi hajat hidup, baik berupa kesehatan, biaya hari tua,
kesejahteraan hidup, dan pendidikan.
A. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata waqf, yang bisa bermakna “al-habs”.
Merupakan kata yang berbentuk masdar yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti,
atau diam.[1] Sedangkan menurut istilah Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal
zatnya, dan dapat diambil manfaatnya guna diberikan untuk kebaikan.
[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: kamus Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 1576

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 3 |
Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang
lain, berarti pembekuan hak milik untuk manfaat tertentu.
Para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut
membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Defenisi wakaf menurut
ahli fikih adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)
milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan kepada siapa pun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemiliknya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (sighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
wakif.
Ketiga, Syafi’iyah mengartikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan
harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan oleh wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan
oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal
materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta
dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.[2]
Sedangkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau
menyerahkan sebagin harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah adan /dan atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari cara transaksinya wakaf dapat dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang
mirip dengan sedekah. Yang membedakannya adalah dalam sedekah, baik subtasnsi (asset)
maupun hasil/manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya, seluruhnya ditranfer
(dipindahtangankan) kepada yang berhak menerimanya, sedangkan pada wakaf, yang di
transfer hanya hasil/manfaat, sedangkan substansi (asset) tetap dipertahankan. Sementara
itu, perbedaan wakaf dengan hibah adalah dalam hibah substansi (asset)nya dapat
[2] Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Terjemahan: Ahkam al-Waqf Fi al-Syari’ah al-Islamiyah, (Jakarta: Ilman
Press, 2004, h.38-61

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 4 |
dipindahtangankan dari seseorang kepada orang lain tanpa ada persyaratan, sedangkan
pada wakaf ada persyaratan penggunaan yang telah ditentukan waqif. Tujuannya sama-
sama dilandasi semangat keagamaan.[3]
1. Rukun dan Syarat Wakaf
Ada empat rukun yang harus dipenuhi agar sah dalam berwakaf, yaitu :
a. Al-Waqif adalah orang yang berwakaf.
Adapun syarat bagi al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini
mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka (bukan hamba
sahaya) untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia
mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang
yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah cerdas
yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang
yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya serta
tidak berada dibawah pengampuan (boros atau lalai).[4]
b. Maukuf Bih adalah benda atau barang yang diwakafkan.
Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf). Bersifat abadi/ tahan
lama, Benda yang diwakafkan harus tetap zatnya dan bermanfaat untuk jangka
panjang, Jelas wujudnya dan batasannya, contohnya tanah yang diwakafkan harus
milik si wakif, bukan benda yang diragukan serta terbebas dari segala ikatan dan
beban. Jenis benda bergerak atau tidak bergerak seperti buku-buku, saham, dan
surat berharga.
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ahli wakaf ; pertama barang
yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga/ bermanfaat. Kedua, harta
yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (Al-
Waqif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta
lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah ghaira shai’.
[3]M.A. Mannan, sertifikat Wakaf Tunai : Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta: Ciber dan PKTTI-UI, 2001, h. 30
4 Al-Baijuri, op. cit

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 5 |
c. Maukuf ‘alaih adalah pihak atau orang yang diperuntukkan/ penerima manfaat
wakaf.
1. Maukuf ‘alaih harus hadir saat penyerahan wakaf;
2. Bertanggung jawab dalam menerima wakaf tersebut;
3. Tidak Murtad pada Allah Swt;
4. Orang yang diberi tanggungjawab mengelola/ menjaga wakaf harus orang yang
tepat dan sesuai dengan yang dimaksud oleh Al-Waqif.
d. Sighat adalah lafadz atau ikrar wakaf dalam pengucapannya harus memenuhi :
1. Diuapkan dengan tuntas segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
kepada syarat tertentu yang membatalkan wakaf;
2. Diucapkan dengan ucapan jelas mengandung arti kekal (ta’bid) atau
selamanya. Tidak menunjukkan batas atau jangka waktu tertentu;
3. Tidak mengandung pengertian untuk mencabut atau membatalkan wakaf yang
hendak diberikan atau diserahkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas
barta benda wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi
menarik balik pemilikan harta benda itu telah berpindah kepada Allah dan
penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum atau
pengelola untuk dipergunakan manfaatnya tetapi bukan bersifat kepemilikan
pribadi.(ghaira tammah).
2. Macam-macam Wakaf
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, batasan waktunya
dan penggunaan barangnya.
a. Wakaf berdasarkan tujuan, Wakaf berdasarkan tujuan ada tiga, yaitu:
1. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu apabila tujuan
wakafnya untuk kepentingan umum;
2. Wakaf keluarga (dzurri), yaitu apabila tujuan wakaf untuk member manfaat
kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu, tanpa
melihat kaya atau miskin, sakit atau sehat dan tua atau muda;
3. Wakaf gabungan (musytarak), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum
dan keluarga secara bersamaan.

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 6 |
b. Wakaf berdasarkan batasan waktunya, terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Wakaf abadi yaitu apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat abadi,
seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang
ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana sebagian
hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk
biaya perawatan wakaf dan mengganati kerusakannya.
2. Wakaf Sementara yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang-
barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa member syarat untuk
mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh
keinginan wakif yang member batasan waktu ketika mewakafkan
barangnya.
c. Wakaf berdasarkan penggunaannya, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Wakaf langsung yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
mencapai tujuannya seperti mesjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan
belajar mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dan sebagainya.
2. Wakaf Produktif yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.
B. Fungsi Wakaf
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 pasal 5
dijelaskan bahwa fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta
benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Fungsi wakaf itu terbagi menjadi empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi Ekonomi. Salah satu aspek yang terpenting dari wakaf adalah keadaan
sebagai suatu sistem transfer kekayaan yang efektif.
2. Fungsi Sosial. Apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai
kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan lebih mudah teratasi.
3. Fungsi Ibadah. Wakaf merupakan satu bagian ibadah dalam pelaksanaan perintah
Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan dengan-Nya.
4. Fungsi Akhlaq. Wakaf akan menumbuhkan ahlak yang baik, dimana setiap orang
rela mengorbankan apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih
tinggi dari pada kepentingan pribadinya

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 7 |
C. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari pemahaman
ayat al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang
menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan
pada keumuman Al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabillah. Di antara ayat-ayat
tersebut ayat 261 surat al-Baqarah:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Namun ajaran ini dipertegas oleh beberapa hadist yang menyinggung masalah itu,
yaitu Hadist yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga
perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan kedua
orang tuanya.”
Menurut Sayyid Sabiq, maksud sedekah jariah adalah wakaf. Makna hadist tersebut
adalah pahala tak lagi mengalir kepada si mayit kecuali tiga perkara yang berasal dari
usahanya di atas. [5] Ada juga riwayat yang lain yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah
hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah
khaibar. Setelah meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk
menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.[6]
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka
berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan
manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus
selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum
wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
لمينتفعب ه اوولد صا نثالث:صدقةجار يةاوع م (مسلمال حيدعوله)رواهذاماتابنادما نقطععملها ال
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,
kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang
dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
[5]Sayyid Sabiq, Terj: Mujahidin Muhayan, Fiqh Sunnah, Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008)h.345
[6]Andrie Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010, h.435

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 8 |
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi,
harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya:
“Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya
kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan
dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan
sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan
tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula
diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan Dasar Hukum Wakaf sesuai perundang-undangan di Indonesia tercantum
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
D. Bentuk-bentuk Wakaf
Jenis harta benda wakaf dalam Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf terdiri dari : benda tidak bergerak; benda bergerak selain uang;
benda bergerak berupa uang.
Benda tidak bergerak yang dimaksud dalam Undang-Undang wakaf dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang
sudah maupun yang belum terdaftar.
2. Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana yang
dimaksud pada huruf a.
3. Tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan
perundang-undangan
Benda bergerak selain uang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah
atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
2. Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang
tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
3. Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan,
kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediannya berkelanjutan.

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 9 |
4. Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan
dengan memperhatikan ketentuan prinsip syariah.
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi: kapal, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada
bangunan, logam dan batu mulia, dan benda lainnya yang tergolong sebagai benda
bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.
Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat
diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
1. Surat berharga yang berupa: saham, surat utang negara,obligasi dan surat berharga
lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
2. Hak atas kekayaan intelektual yang berupa: hak ciptam hak merk, hak paten, hak
desain industri dan lain-lainnya.
3. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa hak sewa dan perikatan.
Wakaf sudah dipraktekkan baik dalam bentuknya yang masih tradisional/
konvensional, dalam arti bentuk wakaf berupa benda-benda tidak bergerak maupun wakaf
produktif berupa wakaf uang atau wakaf tunai (cash waqf). Bahkan wakaf tunai ternyata
sudah dipraktekkan sejak awal abad dua hijriyah. M. Syafii Antonio yang mengutip hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menjelaskan bahwa Imam Az-Zuhri salah seorang
ulama terkemuka dan peletak dasar kodifikasi hadist (tadwin al-hadist) mengeluarkan
fatwa yang berisi anjuran melakukan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana
dakwah, sosial dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan
uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai
wakaf.[7]
Dari sini kemudian muncullah berbagai analisis tentang pentingnya wakaf tunai yang
dewasa ini digalakkan di beberapa negara Islam. Setidaknya ada empat manfaat utama dari
wakaf uang:
1. Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana
terbatas pun bisa memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan
tanah (hartawan) terlebih dahulu.
2. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai
dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
[7]Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, cet. IV, Jakarta: Mumtaz Publising, 2007, h. 27.

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 10 |
3. Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang cash flow-nya terkadang kembang-kempis dan menggaji civitas
akademika ala kadarnya.
4. Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa
harus terlalu bergantung pada anggaran pendidikan negara yang semakin lama
semakin terbatas.
E. Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang
digariskan dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Kehadiran BWI,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 47, adalah memajukan dan mengembangkan
perwakafan di Indonesia.
Untuk kali pertama, keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia,
sesuai dengan keputusan Presiden (Kepres) No. 75/M Tahun 2007, yang ditetapkan di
Jakarta, 13 juli 2007. Namun, BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan
perwakafan di Indonesia yang melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh
kekuasaan mana pun, serta bertanggungjawab kepada masyarakat.
1. Tugas dan Wewenang BWI
BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan
harta wakaf.
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala
nasional dan internasional.
c. Memberikan persetujuan dan/ atau izin perubahan dan peruntukan status harta
benda wakaf.
d. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
e. Memberikan persetujuan atas pertukaran harta benda wakaf.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan
dan kebijaksanaan di bidang perwakafan.

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 11 |
Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memerhatikan saran dan
pertimbangan menteri dan majelis ulama indonesia, seperti tercermin dalam pasal 50.
Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI melakukan beberapa langkah
strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP No. 4/2006 pasal 53, meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum.
b. Penyusunan dan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda
wakaf.
c. Penyedian fasilitas proses sertifikasi wakaf.
d. Penyiapan dan pengadaan blangko-blangko AIW, baik wakaf benda tidak
bergerak dan/ atau benda bergerak.
e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai dengan lingkupnya.
f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
2. Strategi BWI
Adapun strategi yang digunakan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) yaitu :
a. Menigkatkan kompetensi dan jaringan badan wakaf indonesia, baik nasional
maupun internasional.
b. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
c. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
d. Meningkatkan keprofesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan
dan pengembangan harta wakaf.
e. Mengoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf.
f. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
g. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang
berskala nasional dan internasional.[8]
Selain Badan Wakaf Indonesia (BWI) terdapat lembaga-lembaga pengelola wakaf
lainny seperti : Badan Wakaf Al-Qur’an, Global Wakaf ACT, Pusbang Wakaf DT (Pusat
Pengembangan Wakaf Daarut Tauhiid), serta banyak lagi lembaga pengelola wakaf
lainnya baik berskala regional, nasional dan internasional.
[8]Andrie Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010, h.435

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 12 |
Referensi
1. Ali, Muhammad Daud, 1998, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI
Press.
2. Mujieb, M. Abdul dkk, 2002, Kamus Istilah Fiqih, cet. III, Jakarta: Pustaka
Firdaus.
3. M. Zein, Satria Effendi, 2004, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
cet. I, Jakarta: Kencana.
4. Qahaf, Munzir, 2004, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: KHALIFA.