Pengertian Pendidikan Agama Islam

12
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Dalam menyimpulkan tentang pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu dikemukakan pengertian pendidikan dari segi etimologi dan terminology. Dari segi etimologi atau bahasa, kata pendidikan berasal kata “didik” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an sehingga pengertian pendidikan adalah sistem cara mendidik atau memberikan pengajaran dan peranan yang baik dalam akhlak dan kecerdasan berpikir. Kemudian ditinjau dari segi terminologyPendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama. Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah : "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. 2. BAGAIMANA SEJARAH MUNCULNYA PAI DI SEKOLAH UMUM Pada masa penjajahan agama tidak mendapat tempat di sekolah umum.Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh keluarga, bukan di sekolah.Kolonial Belanda sangat gencar menghambat perkembangan pendidikan agama di sekolah umum karena selain menjajah territorial, Belanda juga membawa misi kristenisasi di Indonesia. Hal ini terlihat jelas, misalnya ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah- sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Sedang departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu. Sementara di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agama Kristen.[3] Jelaslah terlihat bahwa meskipun Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi, tetapi semuanya adalah demi kepentingan mereka semata. Pendidikan agama Islam yang ada di pesantren, masjid dan musholla atau lainnya tidak dianggap membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin jika tidak sekolah di sekolah pemerintah Belanda yang menjadi ukurannya pada ketika itu. Kebijakan-kebijakan tersebut di antaranya adalah: Pada tahun 1882, pemerintah Belanda membentuk satu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut priesterraden. Dari nasehat badan inilah, maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.[4] Kebijakan inilah yang disebut ordonansi guru 1905: “setiap pendeta non-kristen harus mendapat izin dari kepala adat pribumi sebelum ia boleh memberikan pelajaran agama”.[5] Kemudian muncul lagi ordonansi guru pada tahun 1925 yang berisi beberapa pasal di antaranya adalah[6]: Pasal 1: Barang siapa bermaksud memberi pelajaran agama kepada orang di luar keluarganya (rumahnya) sendiri, diharuskan sebelum 1

description

Pengertian Pendidikan Agama Islam

Transcript of Pengertian Pendidikan Agama Islam

Page 1: Pengertian Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam menyimpulkan tentang pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu dikemukakan pengertian pendidikan dari segi etimologi dan terminology. Dari segi etimologi atau bahasa, kata pendidikan berasal kata “didik” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an sehingga pengertian pendidikan adalah sistem cara mendidik atau memberikan pengajaran dan peranan yang baik dalam akhlak dan kecerdasan berpikir.

Kemudian ditinjau dari segi terminologyPendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama.Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

2. BAGAIMANA SEJARAH MUNCULNYA PAI DI SEKOLAH UMUMPada masa penjajahan agama tidak mendapat tempat di sekolah umum.Pendidikan agama dianggap hanya

diberikan oleh keluarga, bukan di sekolah.Kolonial Belanda sangat gencar menghambat perkembangan pendidikan agama di sekolah umum karena selain menjajah territorial, Belanda juga membawa misi kristenisasi di Indonesia.

Hal ini terlihat jelas, misalnya ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Sedang departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu. Sementara di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agama Kristen.[3] Jelaslah terlihat bahwa meskipun Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi, tetapi semuanya adalah demi kepentingan mereka semata. Pendidikan agama Islam yang ada di pesantren, masjid dan musholla atau lainnya tidak dianggap membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin jika tidak sekolah di sekolah pemerintah Belanda yang menjadi ukurannya pada ketika itu. Kebijakan-kebijakan tersebut di antaranya adalah:

Pada tahun 1882, pemerintah Belanda membentuk satu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut priesterraden. Dari nasehat badan inilah, maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.[4] Kebijakan inilah yang disebut ordonansi guru 1905: “setiap pendeta non-kristen harus mendapat izin dari kepala adat pribumi sebelum ia boleh memberikan pelajaran agama”.[5]

Kemudian muncul lagi ordonansi guru pada tahun 1925 yang berisi beberapa pasal di antaranya adalah[6]: Pasal 1: Barang siapa bermaksud memberi pelajaran agama kepada orang di luar keluarganya (rumahnya) sendiri, diharuskan sebelum melakukan demikian untuk memberitahukan maksudnya secara tertulis. Pasal 2: a). Guru agama atau muballigh atau da’i tetap harus mempunyai surat identifikasi yang hanya bisa diberikan oleh instansi pribumi yang bertugas mengawasi para penguasa pribumi.

b). Guru agama diharuskan memelihara catatan muridnya dan pelajaran apa yang diberikan kepadanya, dan instansi pribumi mempunyai hak untuk mengecek catatan-catatan itu setiap waktu.

Peraturan ini mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdatul Ulama, dan lain-lain.

3. Pemikiran PAI Di Sekolah UmumDalam sejarah pendidikan di Indonesia, aspek-aspek pendidikan telah mengalami berbagai perubahan dan

perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke pemerintahan lain. Demikian juga, pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan tersebut dari waktu ke waktu. Pendidikan agama Islam di Indonesia dewasa ini mendapatka bahwa krisis ekonomi dan politik terutama krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia banyak perhatian dari masyarakat.Sebagian pengamat pendididkan berpendapat secara berkepanjangan disebabkan pembinaan mental yang gagal.Hal ini menandakan bahwa PAI telah gagal membina masyarakat, khususnya peserta didik unutuk menjadi insan yang beriman dan bertaqwa. Kegagalan ini disebabkan oleh beberapa factor di antaranya yaitu, Adanya kejenuhan dalam aktivitas belajar mengajar yang disebabkan oleh monotonnya metode yang digunakan, kajian ilmu-ilmu agama yang telah di ajarkan hanya dijadikan ilmu pengetahuan

1

Page 2: Pengertian Pendidikan Agama Islam

saja oleh peserta didik dan tidak diaplikasikan atau direalisasikan dalam kehidupan sehari - hari dan juga masih banyak factor-faktor lainnya yang menyebabkan kegagalan Pendidikan Agama Islam khususnya di sekolah umum.

Proses belajar mengajar diakui selama ini masih mengejar target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan, padahal yang diperlukan lebih pada suasana keagamaan. Diasumsikan bahwa problem PAI berkaitan dengan pemikiran pendidikan Islam yang direfleksikan dalam pengembangan kurikulum yang ada sekarang ini lebih mengarah beberapa aspek, yakni: pertama pengembangan kurikulum lebih banyak dipengaruhi oleh faktor politis dari pada pemikiran filosofos-pedagogis. Kedua pengembangan kurikulum PAI masih bersifat parsial.Ketiga kurikulum PAI lebih berorientasi pada pencapaian target materi (materi oriented) dari pada kemampuan dasar dalam melakukan perbuatan dan pemecahan problem keagamaan siswa. Keempat pembelajaran PAI lebih cenderung pada pengembangan asapek kognitif, sehingga tidak dapat mengembangkan kepribadian siswa secara integratif, bahkan PAI lebih cenderung berfungsi sebagai penyekolahan (schooling), sedangkan sebagai fungsi pendidikan (education) nilai dan ajaran islam masih kurang efektif.

Oleh karena itu perlu adanya pemikiran pendidikan Islam yang direfleksikan dalam kurikulum PAI secara serius. Kajian-kajian tersebut tentunyaakan bermanfaat bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui konstruks pendidikan yang memahami kecenderungan, pola-pola, kerangka teori pemikiran serta sikap dalam menanggapi persoalan pendidikan Islam, sosial, politik, moral di Indonesia. Dapat dilihat corak model pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang, seperti berikut:

a. Model Dikotomi Pada model ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana dan kata kuncinya adalah dikotomi atau

diskrit.Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan yakni pendidikan agama dan pendidikan non-agama.

Pandangan dikotomis ini mempunyai implikasi terhadap pengembangan pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting.Sehingga menekankan pada pendalaman al ulum al addiniyah, yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu ulum) dianggap terpisah dengan agama.Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan yang normatif.Doktriner dan absolutis.

b. Model MekanismeModel mekanisme ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai

penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya.[17] Hal ini sebagaimana sebuah fungsi yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri dan antara satu dengan yang lainnya bisa saling berkonsultasi. Secara sederhana dapat dipahami bahwa aspek-aspek atau nilai-niai itu sendiri terdiri atas; nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi, dan lain-lain.Dengan demikian, aspek atau nilai agama merupakan salah satu aspek atau nilai kehidupan dari aspek-aspek kehidupan lainnya. Hubungan antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai lainnya bersifat lateralsekuensial,berarti diantara masing-masing mata pelajara tersebut mempunyai relasi sederajat yang bisa saling berkonsultasi. Model diatas dapat diaplikasikan melalui pengintregasian imtak dengan mata materi pelajaran yakni dengan upaya mengintregasikan konsep atau ajaran agama ke dalam materi (teori,konsep) yang sedang dipelajari oleh peserta didik atau diajarkan oleh guru.

c. Model Organism atau SistematikDalam konteks pendidikan Islam, model organism bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan

merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu perwujudan hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama.

Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah persoalan-persoalan umum internal pendidikan islam yaitu (1) persoalan dikotomik, (2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan islam, (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya.persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern.Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium ketiga.

Megaproyek Islamisasi Peradaban Syed Naquib Al-Attas

Salah satu konsep pendidikan yang dilontarkan Naquib, seperti ditulis dalam The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1998) yang telah di-Indonesiakan oleh Mizan (2003), yaitu mengenai ta'dib.

2

Page 3: Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam pandangan Naquib, masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya nilai-nilai adab (etika) dalam arti luas. Hal ini terjadi, kata Naquib, disebabkan kerancuan dalam memahami konsep tarbiyah, ta'lim,

dan ta'dib.

Naquib cenderung lebih memakai ta'dib daripada istilah tarbiyah maupun ta'lim. Baginya, alasan mendasar memakai istilah ta'dib adalah, karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai

bidang. Sementara, bila dicermati lebih mendalam, jika konsep pendidikan Islam hanya terbatas pada tarbiyah atau ta'lim ini, telah dirasuki oleh pandangan hidup Barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme, humanisme, dan sofisme sehingga nilai-nilai adab semakin menjadi kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah ilahiyah. Kekaburan makna adab atau kehancuran adab itu, dalam pandangan Naquib, menjadi sebab utama dari kezaliman, kebodohan, dan kegilaan.Naquib berpendapat bahwa untuk penanaman nilai-nilai spiritual, termasuk spiritual intelligent dalam pendidikan Islam, ia menekankan pentingnya pengajaran ilmu fardhu ain. Yakni, ilmu pengetahuan yang menekankan dimensi ketuhanan, intensifikasi hubungan manusia-Tuhan dan manusia-manusia, serta nilai-nilai moralitas lainnya yang membentuk cara pandang murid terhadap kehidupan dan alam semesta. Bagi Naquib, adanya dikotomi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah tidak perlu diperdebatkan. Tetapi, pembagian tersebut harus dipandang dalam perspektif integral atau tauhid, yakni ilmu fardhu ain sebagai asas dan rujukan bagi ilmu fardhu kifayah.Naquib berpendapat bahwa untuk penanaman nilai-nilai spiritual, termasuk spiritual intelligent dalam pendidikan Islam, ia menekankan pentingnya pengajaran ilmu fardhu ain. Yakni, ilmu pengetahuan yang menekankan dimensi ketuhanan, intensifikasi hubungan manusia-Tuhan dan manusia-manusia, serta nilai-nilai moralitas lainnya yang membentuk cara pandang murid terhadap kehidupan dan alam semesta. Bagi Naquib, adanya dikotomi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah tidak perlu diperdebatkan. Tetapi, pembagian tersebut harus dipandang dalam perspektif integral atau tauhid, yakni ilmu fardhu ain sebagai asas dan rujukan bagi ilmu fardhu kifayah.Klasifikasi Ilmu al-Attas

Al-Attas mengklasifikaskan ilmu menjadi dua macam, yakni ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis. Yang termasuk ilmu-ilmu agama misalnya: al-Qur’an; (pembacaan dan penafsirannya). Al-Sunnah; (kehidupan Nabi, sejarah dan pesan para rasul sebelumnya, hadits dan riwayat-riwayat otoritasnya). Al-Syari’ahSedangkan yang termasuk ilmu rasional dan sejenisnya adalah ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu alam, dan ilmu-ilmu terapan. Menururt al-Attas, bagian yang termasuk ilmu kemanusian seharusnya ditambah dengan pengetahuan Islam. Karena semua disiplin ilmu harus bertolak kepada Islam. Karena itu ia menganjurkan agar pengetahuan tersebut ditambahkan disiplin-disiplin baru yang berkaitan dengan hal berikut ini:

1. Perbandingan agama dari sudut Islam 2. Kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya kebudayaan dan peradaban yang selama ini dan di masa

datang berbenturan dengan Islam.3. Ilmu-ilmu linguistik; bahasa-bahasa Islam, tata bahasa, dan literatur.4. Sejarah Islam; pemikiran kebudayaan dan peradaban Islam, perkembangan ilmu-ilmu sejarah Islam, filsafat-

filsafat sains Islam, Islam sebagai sejarah dunia (al-Attas, 1990:91)PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH DAN PESANTREN

Madrasah dan Eksistansinya Madrasah adalah salah satu jenis lembaga pendidikan islam di Indonesia selain masjid dan pesantren. Bagi

um at islam madrasah merupakan lembaga pendidikann islam yang berakar dari tradisi islam sendiri sehingga tidak mungkin ditangani secara sekuler. Tetapi pemerintah juga memahami bahwa umat islam menuntut hak dan status yang lebih baik bagi madrasah sehingga bagian dari sistem pendidikan nasional sehingga kedudukan dan orientasinya sama dengan sekolah. Madrasah sebagai instansi pendidikan

Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk yang bervariasi. Madrasah merupakan tradisi sistem pendidikan bercorak fiqih. Setelah perkembangan masjid dan kuttab, madrasah berkembang sangat pesat. Dalam sejarah Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifatnya yang khas. Secara umum, pada abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan (madaris tarbiyah) Islam. Hasan Abd, Al-Al, menyebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai berikut : Sistem pendidikan Mu’tazillah, Sistem Pendidikan Ikhwan Al-Safa, Sistem Pendidikan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawuf, dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqh.

Karakteristik MadrasahMadrasah memiliki kurikulum, metode dan cara mengajar tersendiri yang berbeda dengan sekolah. Perbedaan karakter antara madrasah dengan sekolah itu dipengaruhi oleh perbedaan tujuan antara keduaanya secara historis. Kebanyakan madrasaha di Indonesia pada mulannya tumbuh dan

3

Page 4: Pengertian Pendidikan Agama Islam

berkembang atas inisiatf tokoh masyarakat yang peduli terutaa para ulama yang membawa gagasan pembaharuan pendidikan setelah mereka kembali menuntut ilmu di Timur Tengah.

Pendidikan Islam di pesantrenPondok pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar pendidikan di Indonesia selain pendidikan umum dan sekolah. Perubahan pola dan sistem pendidikan di pesantren merupakan respon terhadap modernisasi pendidikan islam dan perubahan sosial ekonomi pada masyarakat.

Menurut Azumardi Azra bentuk respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan islam ada 4 :1. Pembaruan substansi atau isi pendidikan pesantren, dengan memasukkan subyek-subyek umum dan

vocational.2. pembaruan metodologi, seperti system klasikaldan penjenjangan.3. Pembaruan kelembagaan, seperti perubahan kepemimpinan pesaantren dan diversivikasi lembaga

pendidikan.4. Pembaruan fungsi kependidikan yang juga mencakup fungsi sosial ekonomi. Di antara bentuk

perubahan yang terjadi di dalam system pendidikan di pesantren adalah penyelenggaraan pendidikan umum, madrasah regular, madrasah diniyah di samping pesantren salafiyah secara bersamaan, dan pelaksanaan pesantren kilat secara kontemporer.Metode Pembelajaran dalam PesantrenPendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran yaitu :

a. sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu

kyai.b. sistem bandongan atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang

guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasaArab.

KH. Hasyim Asy’ariSebagai pemimpin pesantren, K.H. Hasyim Asy’ari melakukan pengembangan institusi pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum belajar. Jika pada saat itu pesantren hanya mengembangkan sisten halaqah, maka K.H. Hasyim Asy’ari memperkenalkan sistem belajar madrasah dan memasukkan kurikulum pendidikan umum, disamping pendidikan keagamaan. Dalam konsep pendidikan, K.H. Hasyim Asy’ari sangat mementingkan ilmu dan pengajaran. Kekuatan dalam hal ini terlihat pada penekanannya bahwa eksistensi ulama, sebagai orang yang memiliki ilmu, menduduki tempat yang tinggi. K.H. Hasyim Asy’ari sering mengutip hadis dan pendapat ulama serta menyatakan pendapatnya tentang perbandingan ibadah dengan ilmu.

Menurut nabi, tingginya derajat ulama jika dibandingkan dengan ahli ibadah, pertama, bagaikan utamanya Nabi dibandingkan dengan manusia selainnya, kedua, bagaikan terangnya bulan purnama dibanding dengan cahaya bintang, dan ketiga, bagi setan lebih sulit menggoda cendikiawan daripada seribu ahl ibadah. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari ini tampaknya menyiratkan sebuah pengertian bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati. Penekanan pada hati ini dengan sendirinya membedakan diri dari corak pemikiran pendidikan progresivisme dan esensialisme.

Aliran progresivisme yang dipelopori oleh John Dewey menyatakan bahwa sentra pendidikan adalah pikiran dan kecerdasan. Pikiran dan kecerdasan ini merupakan motor penggerak dan penentu ke arah kemajuan sekaligus penuntun bagi subyek untuk mampu menghayati dan menjalankan sebuah program. Dengan demikian, aliran progresivisme menitikberatkan pada aspek kecerdasan. Sedangkan aliran esensialisme menyatakan bahwa materi utamalah yang menentukan dan memantapkan pikiran serta kecerdasan manusia. Materi (bahan pengajaran) itulah yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang hakiki dalam sebuah pengembangan peradaban kebudayaan. Atas dasar klarifikasi tersebut, menjadi semakin jelas bahwa K.H. Hasyim Asy’ari menempatkan corak kependidikannya sebagai corak yang berbeda dari corak-corak kependidikan yang lain, yakni tidaklah bercorak progresif ataupun esensialis.

Untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baik, peserta didik mesti memilih dan mengikuti pendidik yang baik pula. Dalam hal ini, perlu adanya batasan atau karakteristik pendidik yang baik. K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan ciri-ciri tersebut, yaitu cakap dan profesional (kalimat ahliyatuh), kasih sayang (tahaqqaqat syafaqatuh), berwibawa (zhaharat muru’atuh), menjaga diri dari hal-hal yang merendahkan martabat (‘urifat iffatuh), berkarya (isytaharat shiyanatuh), pandai mengajar (ahsan ta’lim), dan berwawasan luas (ajwa tafhim).

KH. AHMAD DAHLAN4

Page 5: Pengertian Pendidikan Agama Islam

Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 sebagai anak salah seorang dari 12 khatib Masjid Agung Yogyakarta. Sumber lain menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang Kyai Haji Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid Sultan kota itu. Pada tanggal 18 November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah bersama dengan teman-temannya.

Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama islam di kalangan anggota sendiri dan menyebarkan agama islam di luar anggota inti. Pada mulanya kegiatan terpenting organisasi ini adalah tabligh, yaitu suatu rapat dimana diberikan satu atau beberapa pidato untuk menjelaskan agama. Tabligh ini diselengarakan secara teratur sekali seminggu atau secara berkala oleh para mubaligh yang berkeliling. PANDANGAN K.H. AHMAD DAHLAN DALAM PENDIDIKANPandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang

dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Disamping sekolah desa di kampungnya sendiri, Ahmad Dahlan juga membuka sekolah yang sama di kampung Yogya yang lain. Di samping mendirikan sekolah yang mengikuti model gubernemen, Muhammadiyah dalam waktu singkat juga mendirikan sekolah yang bersifat agama. Sekolah ini seperti madrasah diniyah di Minangkabau dimaksudkan untuk mengganti dan memperbaiki pengajian Al-Qur’an yang tradisional. Untuk pengajian kitab, Muhammadiyah juga segera mencari penggantinya sesuai dengan tuntutan jaman modern, usaha tersebut dapat dianggap sebagai realisasi dari rencana Sarekat Islam yang semenjak tahun 1912 berusaha mendirikan sekolah pendidikan agama, yang dapat menyaingi sekolah pendidikan gubernemen.

Muhammadiyah dengan menyediakan model pendidikan Barat yang ditambah dengan pendidikan agama, medapatkan hasil yang baik dalam kalangan ini.1

Dari uraian tersebut dapat diketahui ide-ide pendidikan yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan sebagai berikut :

1. Ahmad Dahlan membawa pembaharuan dalam pembentukan lembaga pendidikan islam, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.

2. Ahmad Dahlan juga memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah agama atau madrasah.3. Ahmad Dahlan telah mengadakan perubahan dalam metode pengajaran dari semula pengajian sorogan

kepada metode yang lebih bervariasi.4. Ahmad Dahlan mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran.

Ahmad Dahlan dengan organisasinya Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yang paling pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi. Ahmad Dahlan juga memperkenalkan manajemen yang modern ke dalam sistem pendidikan.

TUJUAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH1. Membebaskan umat islam dari kebekuan dalam segala bidang kehidupan.2. Membebaskan umat islam dari praktek-praktek agama yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam.3. Memperbarui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.

Konsep Pendidikan Ibnu Sina1. Tujuan Pendidikan

Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.

Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).

Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.

1

5

Page 6: Pengertian Pendidikan Agama Islam

Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara professional.

Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat.

2. Kurikulum

Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.[3]

Kurikulim disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua pihak sehingga anak didik dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dean belajar menyumbangkan jasanya untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.[4]

Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.[5]

Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.

Mengenai mata pelajaran olahraga, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Dalam hubungan ini Ibnu Sina menjelaskan ketentuan dalam berolahraga yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja diantara anak didik yang perlu dilatih olah raga lebih banyak lagi. Ibnu Sina lebih lanjut memperinci tentang mana saja olahraga yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian dan mana saja olahraga yang tergolong ringa, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sabagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan anak didik.

Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam kurikulum adalah olahraga kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta.

Mengenai pelajaran kebesihan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pelajaran hidup berusia dimulai dai sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak bangun kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.

Selanjutnya kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga.

Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur’an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat daru segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.

6

Page 7: Pengertian Pendidikan Agama Islam

Menurut Ibnu Sina terbagi menjadi 2, yaitu:ilmu yang tak kekalilmu yang kekalilmu yang kekal dari peranannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan ilmu yang teoritis.

Konsep Guru.Konsep guru yang idtawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akh;ak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni. Lebih lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya darikaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membingbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak dll.

Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal.

PEMIKIRAN HASAN AL – BANNA’ TENTANG PENDIDIKAN ISLAMTiga kekuatan pendidikan untuk merubah pola pikir rakyat Mesir yang telah tunduk oleh budaya Barat, meliputi :

Iman yang paripurna.Cinta yang tangguh, persatuan hati dan kepaduan ruhani.Dibina untuk berkorban kepada Allah dengan jiwa dan hartanya.

Pondasi pendidikan oleh Hasan Al – Banna :Aspek keimanan.Aspek doktrin.

Manusia merupakan objek kajian yang paling menarik, karena unsur pribadinya yang unik, dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk dipahami oleh manusianya sendiri. Dalam pandangan Hasan Al Banna’, manusia terbagi menjadi beberapa macam unsur pokok, antara lain :

© Jasmani (Badan).© Qalb (Hati).© Akal.

Banyak istilah yang digunakan dalam konteks pendidikan islam, antara lain at – tarbiyah, at – ta’lim, at – tahdzib, ar – riyadhah, dan lain sebagainya. Istilah yang digunakan Hasan Al Banna yakni at – tarbiyah dan at – ta’lim.

Ω At – Tarbiyah.Proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai – nilai ajaran agama.

Ω At – Ta’lim.Proses transfer ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik sehingga mampu melahirkan sifat dan sikap yang positif.Menurut Hasan Al – Banna, pendidikan harus berorientasikan pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat konstruktif, membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidupdan kehidupan umat manusia.TUJUAN UTAMAMengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran islamyang syamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan diatas jalan islam.TUJUAN INDIVIDUTujuan yang paling tepat adalah tujuan pendidikan pada tingkat individu, karena tujuan pada tingkat individu, dikarenakan individu merupakan sasaran utama dalam pendidikan. Tujuan pada tingkatan ini mengarah kepada beberapa hal, antara lain :

1) Setiap individu mempunyai kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.

2) Setiap individu mempunyai ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.

3) Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.

4) Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.5) Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan Al – Qur’an dan As – Sunnah.

Terdapat 10 komitmen yang harus dipegang oleh seorang pendidik, yakni di antaranya :1. Pemahaman islam yang benar.

7

Page 8: Pengertian Pendidikan Agama Islam

2. Niat yang ikhlas karena Allah.3. Aktivitas hidup dan kehidupan dinamis.4. Kesanggupan dalam menegakkan kebenaran.5. Pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya.6. Kepatuhan dalam menjalankan syariat Islam.7. Keteguhah hati.8. Kemurnian pola pikir.9. Rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah.10. Sifat kepemimpinan.

8