Pengertian Korupsi

8
New Mindset to be superior Mindset to Stop Corupti on Young Generation Hingga dewasa ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Maka, bagaimanapun keras usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan secara menyeluruh bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Kenyatannya memang tidak ada suatu negara di dunia ini yang memiliki indeks persepsi korupsi (IPK) yang berada di dalam angka mutlak 10, paling banter adalah mendekati angka mutlak tersebut. Sejarah korupsi memang setua usia manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial berbasis uang atau barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi. Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model korupsinya. Untuk membahas korupsi lebih dalam maka alangkah baiknya terlebih dahulu untuk mengetahui arti dari korupsi. Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. Andi Hamzah, (2005) menjelaskan bahwa Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih

Transcript of Pengertian Korupsi

Page 1: Pengertian Korupsi

New Mindset to be superior Mindset to Stop Corupti on Young Generation

Hingga dewasa ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Maka, bagaimanapun keras usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan secara menyeluruh bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Kenyatannya memang tidak ada suatu negara di dunia ini yang memiliki indeks persepsi korupsi (IPK) yang berada di dalam angka mutlak 10, paling banter adalah mendekati angka mutlak tersebut.

Sejarah korupsi memang setua usia manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial berbasis uang atau barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi. Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model korupsinya. Untuk membahas korupsi lebih dalam maka alangkah baiknya terlebih dahulu untuk mengetahui arti dari korupsi.

Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah.

Andi Hamzah, (2005) menjelaskan bahwa Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).

Menurut pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk. Perbuatan Korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara dan perkenomian negara. Kemudian sejauh ini kita tahu secara umum bahwa biasanya korupsi terjadi karena penyelewengan uang negara atau bisa juga dikaitkan pada bidang ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di

Page 2: Pengertian Korupsi

kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "Pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Selain itu, dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.

Korupsi yang mewabah ini tak hanya ada pada aspek perekonomian seperti yang sudah diceritakan diatas, namun juga pada aspek yang lain yaitu seperti warisan budaya. Warisan budaya tak selamanya baik, ada kalanya budaya justru menjadi “rantai setan” yang membelit dan sulit lepas dari korbannya. Budaya diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui pembelajaran langsung maupun tidak langsung.

Dalam sebuah kantor misalnya, jika karyawan seniornya sering datang terlambat atau pulang lebih cepat dari yang telah ditetapkan perusahaan, maka secara langsung atau tidak langsung telah mentransfer budaya korupsi waktu kepada karyawan juniornya. Jika hal ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya teguran dari atasan sekaligus memberikan contoh yang baik dengan bekerja ontime (tepat waktu), maka lambat laun akan menjadi budaya perusahaan yang offtime (terlambat).

Kedua, yaitu cara pandang yang salah tentang kekayaan menggunakan konsepsi Alfred Schutz tentang because motive atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam konsepsi ini, maka dapat dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada atau tidaknya faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang disebut sebagai motif eksternal penyebab tindakan.

Manusia dewasa ini sedang hidup di tengah kehidupan material yang sangat mengedepan. Dunia kapitalistik memang ditandai salah satunya ialah akumulasi modal atau kepemilikan yang semakin banyak. Semakin banyak modal atau akumulasi modal maka semakin dianggap sebagai orang yang kaya atau orang yang berhasil. Maka ukuran orang disebut sebagai kaya atau berhasil adalah ketika yang bersangkutan memiliki sejumlah kekayaan yang kelihatan di dalam kehidupan sehari-hari. Ada outward appearance yang tampak di dalam kehidupan sehari-harinya. Cobalah kalau kita berjalan di daerah-daerah yang tergolong daerah komunitas kaya, maka hal itu cukup dilihat dengan seberapa besar rumahnya, di daerah mana rumah

Page 3: Pengertian Korupsi

tersebut, dan apa saja yang ada di dalam rumah tersebut. Maka dengan mudah dapat diketahui bahwa ada perumahan yang tergolong sebagai perumahan ”elit”.

Di tengah kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.

Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Setelah mengerti tentang dampak dan penyebab yang ada dari korupsi pada beberapa aspek dan bidang kehidupan maka kini hal yang paling utama untuk menghindari dampak yang sudah terjadi karena korupsi yaitu cara menangani korupsi, yang ada di lingkungan Indonesia raya ini dan pemilihan cara yang digunakan dalam menangani hal tersebut.

Dari beberapa upaya yang ada untuk menangani kasus ini ada 2 macam cara yaitu cara preventif dan kuratif, pembahasan yang pertama, yaitu cara yang akan dibahas lebih dalam yaitu Cara Preventif .

Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Berangkat dari fenomena korupsi yang telah lama sekali membelit bangsa yang kita cintai, baiknya warisan budaya dan cara pandang yang salah terhadap kekayaan harus diakhiri dengan pendidikan, sebab pendidikan adalah pondasi yang akan membangun karakter generasi bangsa yang akan melanjutkan generasi sebelumnya.

Faktanya masih bisa dihitung dengan jari, universitas yang telah memasukan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum pendidikannya, masih minim kesadaran dan implementasi untuk mengikis budaya korupsi melalui pendidikan. Padahal, melalui pendidikanlah faktor penyebab korupsi setahap demi setahap dikikis. Pendidikan akan efektif manakala ditanamkan sedini mungkin, meskipun bukan berarti terlambat jika mulai diterapkan bagi seseorang yang telah lama mengenyam pendidikan. Bukanlah ide yang buruk jika pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak Sekolah Dasar.

Page 4: Pengertian Korupsi

Bahkan, kalau perlu dimasukan kepada kurikulum pendidikan. Sebab Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang digalakan sejak sepuluh tahun silam tanpa diimbagi oleh pendidikan dasar anti korupsi bisa jadi memicu faktor penyebab korupsi. Mengapa? Karena orientasinya hanya kepada hasil akhir, bagaimana seorang siswa bisa mencapai kesuksesan akademik tanpa ditopang bagaimana proses siswa tersebut meraih kesuksesan akademik secara halal

Kalaupun pendidikan anti korupsi belum menjadi kurikulum di Sekolah Dasar, padahal kekinian penting artinya, maka sebagai orangtua atau masyarakat umum bisa melakukan beberapa hal berikut ini. Mengenalkan kepada anak sedini mungkin apa itu korupsi dan bagaimana seseorang dapat dikategorikan korupsi.

Menurut Prof. Dr. H. Jalaludin, M.A., seorang Guru Besar bidang studi Filsafat Pendidikan IAIN Raden Fatah Palembang (dalam Suyitno, 2006: 191), dalam upaya pemberantasan korupsi, lembaga pendidikan memiliki peranan penting, yaitu sebagai “benteng” pertahanan dan pendobrak. Lembaga pendidikan berperan aktif dalam mempersiapkan generasi bangsa yang memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai luhur, yaitu memiliki jati diri yang jelas, serta mampu menjaga nurani dari pengaruh tindakan nista. Sehingga diharapkan generasi bangsa memiliki kesadaran moral untuk memberantas tindak korupsi dengan memulainya dari dirinya sendiri.

Menurut hemat saya, apabila hanya memberikan upaya preventif diatas tidak menutup kemungkinan bahwa generasi muda dapat menghilangkan kebiasaan buruknya secara sengaja atau tidak disengaja yang sudah merupakan suatu tindakan korupsi meski kadar korupsi di lingkup generasi muda tidak serumit dan sebesar tindakan korupsi yang dilakukan generasi tua terutama yang menduduki kursi pemerintahan tetapi dampak yang akan terjadi akan sama buruk seperti generasi sebelumnya karena budaya korupsi yang sudah diaplikasikan dalam kehidupan sudah dimulai sejak dini. Jadi, generasi muda lebih dominan meniru tindakan yang dilakukan oleh masyrakat dilingkungannya dan generasi sebelumnya sebagai pedoman hidup seperti seorang siswa yang awalnya hanya melirik temannya ketika ulangan, menjadi selalu menyontek ketika ulangan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa usaha dan kepatuhan dalam belajar karena teman-temannya bisa mendapat nilai yang tinggi tanpa harus belajar. Maka upaya yang dapat dijalankan tak lepas dari faktor hiburan yang paling disegani oleh kalangan muda melalui sarana yang ada seperti media cetak, massa dsb bisa dibuat suatu program khusus yang dibuat dengan semenarik mungkin yang sesuai dengan tingkat hiburan kalangan muda sehingga bisa berdampak baik, yaitu dengan program yang bertujuan merubah pemikiran kalangan muda ke arah anti korupsi.

Strategi preventif juga dapat dilakukan dengan.; Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat; memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya; Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis; Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan; Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatankesejahteraan Pegawai Negeri; Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN); Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.

Kemudian upaya selanjutnya yang akan digunakan yaitu dengan cara penanggulangan korupsi cara kuratif, prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, serta Lembaga Tinggi Negara.

Page 5: Pengertian Korupsi

Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut:

1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.

4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kedua pendekatan solusi ini penting; namun, menurut Aswicahyono meletakkan keduanya secara berhadapan dalam hubungan yang kompetitif, dan hal ini perlu dikoreksi. Alasannya, kedua solusi tersebut tidak bersifat mengecualikan satu sama lain (mutually distributive); keduanya dapat diterima sebagai solusi yang saling melengkapi (mutually complementary). Perlu senantiasa diingat, baik sendiri maupun secara bersama-sama, kedua pendekatan solusi korupsi masih belum memadai. dipandang secara keseluruhan.

Sudah terlihat dari definisi, korupsi merupakan suatu tindakan yang merugikan banyak pihak, budaya yang

.