pengembangankeanekaragaman
-
Upload
roovhy-net -
Category
Documents
-
view
76 -
download
0
Transcript of pengembangankeanekaragaman
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 1/7
PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PADA SISTEM BUDIDAYA
BAWANG MERAH
(Kajian pengendalian Spodoptera exigua Hubn. melalui pengelolaan habitat )
Tarmizi 1) , Siti Rasminah, Yogi Sugito dan Gatot Mudjiono2)
1) Fakultas Pertanin UNRAM2)
Fakultas Pertanian UNIBRAW
ABSTRAK
Bawang merah merupakan salah satu komoditi potensial untuk agribisnis industrial pedesaan di NTB,meskipun luas areal tanam dari tahun ketahun cendrung menurun disebabkan seriusnya kendala biologi yang berdampak
pada tingginya biaya produksi. Hal ini kemudian membentuk karakter agroekosistem konvensional (convensional agroecosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung pada teknologi agrokimiaserta alterntif manipulasi sistem budidaya yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil. Inovasi teknologi budidaya tanaman yang kondusif akan memberi dampak positif terhadap keberlanjutan industrial pedesaan, baik dari
aspek ekologi dan ekonomi maupun budaya. Ketidak sesuaian teknologi yang ditawarkan acapkali justru menimbulkanmasalah baru yang lebih rumit bagi petani. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya ”Standar Prosedur
Operasional (SOP)” budidaya bawang merah yang berbasis ekologi (karakteristik agroekosistem Pulau Lombok) guna
menunjang program pertanian berkelanjutan. Target khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna pada areal budidaya bawang merah yang secara alami mampu untuk menstimulasi fungsi pengendalian hayati. Metodeyang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menerapkan budidaya Bawang merah dengan pengelolaan input
energi internal melalui penerapan PHT. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaanterbagi dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu faktor tipe Pola Tanam (Pt) , terdiri dari: Pt-
1 ( Padi – Padi – Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi – Legum – Bawang Merah polikultur ); faktor tipe TeknologiBudidaya (Tb) terdiri dari:Tb-1 (Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 (Cara Konvensional). Penelitian menggunakan metode
eksplorasi , yaitu dengan mengadakan pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pola tanam Padi-Legum-Bawang, memiliki tingkat keragaman banyak yang lebih
tinggi dengan intensitas gangguan Hama S. exigua Hubn. yang lebih rendah. Keberadan predator generalis secarakonsisten di dua musim tanam adalah dari kelompok Coleoptera, Arachnida , Odonata dan Orthoptera..
Kata kunci : Bawang merah, agribisnis, industrial pedesaan, karakteristik agroekosistem
PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditi penting sayuran dataran rendah, yang memiliki
peranan yang berarti dalam turut meningkatkan kesejahteraan petani di berbagai daerah di Indonesia.
Bawang merah dengan multifungsinya yakni sebagai rempah seperti bumbu masak, bahan ramuan obat
tradisional, sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral-mineral penting bagi kesehatan
tubuh, telah menempatkan posisinya sebagai komoditi strategis.
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu sentra produksi untuk wilayah Indonesia bagian timur,
dengan luas areal mencapai 9986 ha yang tersebar di hampir seluruh kabupaten (Dinas Pertanian Nusa
Tenggara Barat, SP. II A. 2004). Adanya berbagai faktor kendala dalam pengembangan maka produksi rata-
rata baru mencapai 3,71-5 ton/ha , masih tergolong rendah dibanding dengan potensi produksi Nasional
antara 7,4 -10,9 ton/ha umbi kering .
Hama Spodopera exigua Hubn, masih merupakan organisme pengganggu yang menimbulkan
kerugian pada petani bawang di Pulau Lombok. Terjadi peningkatan luas serangan dari 792,05 ha tahun
2002 menjadi 1034,45 ha tahun 2004 dan turun menjadi 536,15 ha tahun 2005, dengan tingkat serangan
mencapai 65%. Dalam keadaan khusus, pada sistem pengendalian yang kurang intensif kerugian bisa
melampaui 65% bahkan gagal panen. Untuk mengatasi masalah tersebut oleh petani dilakukan pengendalian
yang lebih banyak mengandalkan cara kimiawi (insektisida) karena adanya kepastian hasil dan efektif.
Meskipun pada kenyataannya pengendalian kimia sering tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti
yang diharapkan.
Rendahnya produksi bawang merah dan berkesinambungannya gangguan hama S. exigua Hubn di
Pulau Lombok diduga sebagai pengaruh penerapan teknologi budidaya yang tidak mampu lagi memberi
lingkungan fisik , kimia dan biotik yang kondusif bagi pertumbuhan optimal bawang merah, sebagai akibat
tingginya suplai agrochemikal dari luar usahatani yang telah menimbulkan instabilitas dalam ekosistem
budidaya. Teknologi ini telah membentuk agroekosistem konvesianal (convensional agroekosystem) dimana
dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung dari masukan bahan kimia pertanian serta
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 2/7
alternatif manipulasi sistem yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil dalam satuan waktu dan
luas, seperti budidaya tunggal (monokultur) telah menjadi pilihan sebagian besar petani.
Ketidak bijakan dalam penerapan teknologi ini, telah menimbulkan masalah lingkungan yang lebih
rumit, kontaminasi terhadap tanaman pokok itu sendiri, penurunan keseimbangan biologi agroekosistem
karena terjadinya resistensi, resurgensi dan terbunuhnya organisme non target. Tidak terkecuali hal ini telah
terjadi pada kawasan sentra produksi bawang merah di Pulau Lombok.
Teknologi pengendalian secara kimia dan pola tanam yang diterapkan, secara konsepsual tidak
memihak pada azas-azas ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman ekologi, yaitu
ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan antara komponen ekosistem.
Keragaman adalah fungsi kesetabilan, maka diperlukan inventarisasi teknologi pertanian alternatif yang
mampu mempertahankan dan menjamin keanekaragaman serta meningkatkan produksi dengan dampak
lingkungan seminimal mungkin, mampu mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan. Altieri
dan Nichols (2004) mengemukakan bahwa derajat management ekosistem dan praktek budidaya akan
berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan serangga hama, yang
memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan dan keberlanjutan ekosistem.
Kunci untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan adalah mengubah sistem pertanian
konvensional yang memiliki ketergantungan kuat pada masukan energi dari luar usahatani, menuju ke sistem
pertanian yang mampu mengembangkan dan mengkonservasi bekerjanya komponen-komponen ekosistem baik fisik maupun biotik secara internal.
Swift and Anderson (1993) mengemukakan bahwa keragaman merupakan prinsip lingkungan yang
dapat diterapkan dalam kerangka perlindungan tanaman. Dalam suatu ekosistem alami, fungsi pengaturan
yang terjadi merupakan produk keragaman.
Hasil penelitian berbasis agroekosistem menunjukkan bahwa keragaman dapat digunakan untuk
memperbaiki pengendalian hama dan penyakit (Altieri and Letourneau, 1984; Andow, 1991; Rich, 1983
dalam Sutanto 2002). Disamping itu Magurran (1988) mengemukakan beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peluang yang besar untuk menstabilkan komunitas serangga dalam suatu
agroekosistem dengan cara merancang komposisi tanaman yang mendukung populasi musuh alami.
Asumsi dasar adanya gangguan hama adalah tidak harmonisnya hubungan faktor serangga, inang
dan lingkungan, dan hama menjadi wabah hanya pada tingkat populasi dimana faktor biotik dan abiotik tidak
mampu menghalangi perkembangannya. Perubahan salah satu faktor akan memberi makna terhadap faktor
lain dan berkontribusi pada derajat gangguan hama (Price, 1975; Schowalter 1996 dan Mudjiono, 1996).
Hubungan timbal balik antar berbagai komponen biotik dan abiotik yang terjadi di dalam
agroekosistem, seharusnya merupakan landasan utama untuk menyusun strategi pengendalian gangguan
hama dan penyakit dalam praktek budidaya (Brown, 1985; Altieri dan Letoumeau, 1982 dalam Sutanto,
2002). Adanya gangguan hama sesungguhnya merupakan ekspresi tidak terjadinya hubungan yang harmonis
antara satu atau lebih faktor yang ada dalam agroekosistem itu, dan penanganan secara parsial atau cara
tunggal justru akan memperlemah komponen yang lain.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah Bawang merah varietas Ampenan, cabe rawit, kedelai varietas Wilis, padi Ciherang baru (IR64), pupuk organik (siap pakai) dan anorganik ZA, TSP dan KCL (untuk petak
kontrol cara konvensional), dan jerami padi untuk mulsa, alkohol dan larutan deterjen 0,1% yang
ditambahkan gliserin (untuk pengawetan spesimen terkoleksi).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok, petak percobaan terbagi dalam set-set
petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor.
1. Faktor tipe pola tanam (Pt), terdiri dari:
Pt- 1 : Padi – Padi – Bawang Merah
Pt-2 : Padi – Legum – Bawang Merah
2. Faktor tipe teknologi budidaya dan pengendalian (Tb), terdiri dari:Tb-1 : Aplikasi Konsep PHT
Tb-2 : Cara Konvensional
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 3/7
Penelitian menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan pada
pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing percobaan di ulang 5 (lima) kali. Paket
PHT meliputi pengolahan tanah minimum, penggunaan pupuk organik dan pengendalian alami dalam
pengelolaan hama, sedangkan cara konvensional adalah adaptasi cara petani (penggunaan pupuk anorganik
dan pestisida untuk pengelolaan hama).
Pengamatan terhadap keragaan komunitas fauna (Arthropoda parasitoid dan predator) dilakukan
satu minggu setelah tanam, dengan interval waktu 5 hari. Pengambilan sampel menggunakan metode nisbi.
Untuk metode nisbi alat perangkap (trapping ) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan
garis diagonal pada setiap petak perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian
1. Penelitian tahap pertama.
Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Oktober – januari 2006. Petak perlakuan
masing-masing berukuran 10 m x 10 m, diolah sebanyak satu kali dan secara bersamaan diberikan pupuk
organik dosis 4 ton per hektar berkadar N total 1,19% (N-organik 0,92%, N-NH4 0,21%, N-NO3 0,06%),
P2O5 3,45%, K2O 0,90%, C/N ratio 15:1, C organik 14,63% dan kadar air 19,86%. Sedangkan pada cara
konvensional sebelum tanam diberikan pupuk urea 1/3 (satu pertiga) dari dosis 245 kg per hektar. 1/3 dosis
diberikan satu minggu setelah tanam dan 1/3 satu bulan setelah tanam. Pupuk TSP dengan SP-36 75 kg per
hektar diberikan bersamaan dengan saat pemberian urea awal.
2. Penelitian tahap kedua
Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Februari-Mei 2007. Pengelolaan habitat pada
penelitian tahap 2 merupakan lanjutan dari pengelolaan habitat pada penelitian tahap 1 dengan penambahan
pola tanam legum (kacang hijau) yang di tanam dengan jarak 40cm x 15cm. Konsep PHT diterapkan dengan
format yang sama seperti pada penelitian tahap pertama. Pada petak percobaan legum cara konvensional
kacang hijau ditanam dengan jarak 40 cm x 15 cm, pupuk urea dosis 50 kg per hektar dan pupuk TSP dengan
SP-36 dosis 75 kg per hektar diberikan secara bersamaan pada saat tanam.
3. Penelitian tahap ketiga
Penelitian dilakukan pada musim tanam palawija periode Juni-September 2007. Tanah diolah satu
kali kemudian di petak dengan ukuran 10 m x 10 m. Dalam setiap petak selanjutnya dibuat guludan dengan
ukuran 1,25 m x 10 m. Tanaman percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan
dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang pada jarak 40 cm di
tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris dengan jarak tanam 40 cm. Pada sisi guludan (melingkar
mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai sebanyak 2 benih perlubang. Tanaman cabe dan kedelai di tanam
1 bulan lebih awal dari tanaman bawang, hal ini dimaksudkan untuk memberi efek ”trapping” dan ”repellent”
terhadap musuh alami dan hama S. exigua Hubn. di awal pertumbuhan bawang merah mengingat kepekaan
bawang merah terhadap gangguan S. exigua Hubn.
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 4/7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Keanekaragaman Komunitas Fauna di Petak PHT Berbasis LEISA.
No. Kelas Bangsa Suku Status/Fungsi
1. Arachnida Araneae
Acari
LinyphidaeOxyopidae
SalticidaeTetranychidaeTrombiculidae
Predator Predator
Predator Predator Predator (tungau)
2. Diplopoda Glomerida
PolydesmidaSpirobolida
Glomeridae
PolydesmidaeSpirobolidae
Scavenger
Scavenger Scavenger (Kaki seribu)
3. Hexapoda Collembola
Coleoptera
Diptera
Dermaptera
GlomeridaHomoptera
Hymenoptera
Hemiptera
Lepidoptera
OdonataOrthoptera
Thysnoptera
Hypogasturidae
IsotomidaeOnychiuridae
SminthuridaeCarabidae
Cicindelidae
CoccinellidaeLampyridaeAgromyzidaeAsilidae
CulcidaeDrosophilidaeMuscidae
TachinidaeCarcinophoridae
GlomeridaeAleyrodidae
AphididaeCicadellidae
Flatidae
FormicinaeIchneumonidaeMyrmicinae
SpesidaeTrichogramatidae
ReduviidaePentatomidae
CoreidaeAlydidae
Rhopalidae NoctuidaePyralidaeSpingidae
CordullidaeCyrtacanthacridinae
GryllinaeGryllotalpidae
NemobinaeOedopodinae
TridactylidaeMerothripidae
PhlaeothripidaeThripidae
Scavenger
Scavenger Scavenger
Scavenger Predator (Kmb. tanah)
Predator (Kmb. Macan)
Predator (Kmb. Kubah)Predator (kunang-kunang)HamaPredator
Predator (nyamuk)Scavenger (lalat buah)Scavenger (Ll. rumah)
ParasitoidPredator (cocopet)
Scavenger Hama (hama putih)
HamaHama
Hama
Predator (Semut Hitam)ParasitoidPredator (Semut merah)
Predator Parasitoid
HamaHama
HamaHama
HamaHama (serangga noctural)HamaPolinator
PemangsaHama
HamaPredator (capung)
Hama (belalang hijau)Hama (jangkrik)
Hama (gangsir)Hama (jangkrik tanah)
Hama (belalang coklat)Hama (jangkrik kecil)
Scavenger Hama dan predator
Thrips tabaci (hama pada bawang merah)
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 5/7
Tabel 2. Keanekaragaman Komunitas Fauna di Petak Konvensional Sampai pada Minggu ke Empat Penelitian
Tahap 3.
No. Kelas Bangsa Suku Status/Fungsi
1.
2.
3.
Arachnida
Diplopoda
Hexapoda
Araneae
GlomeridaPolydesmida
Coleoptera
Diptera
Homoptera
Hymenoptera
Hemiptera
Lepidoptera
OdonataOrthoptera
Thysnoptera
LinyphidaeOxyopidae
Salticidae
GlomeridaePolydesmidae
Carabidae
CicindelidaeCoccinellidae
AgromyzidaeAsilidae
CulcidaeDrosophilidae
MuscidaeTachinidaeAleyrodidae
AphididaeCicadellidaeFlatidae
FormicinaeIchneumonidae
MyrmicinaeSpesidae
Trichogramatidae
ReduviidaePentatomidae
Coreidae Noctuidae
Pyralidae
CordullidaeCyrtacanthacridinae
Gryllinae Nemobinae
OedopodinaePhlaeothripidaeThripidae
Predator Predator
Predator
Scavenger Scavenger
Predator (Kmb. tanah)
Predator (Kmb. Macan)Predator (Kmb. Kubah)
HamaPredator
Predator (nyamuk)Scavenger (lalat buah)
Scavenger (Ll. rumah)ParasitoidHama (hama putih)
HamaHamaHama
Predator (Semut Hitam)Parasitoid
Predator (Semut merah)Predator
Prasitoid
PemangsaHama
HamaHama (serangga noctural)
Hama
Predator (capung)Hama (belalang hijau)
Hama (jangkrik)Hama (jangkrik tanah)
Hama (belalang coklat)Thrips tabaci (hama pada bawang merah)
Pada petak PHT terdapat 46 suku sedangkan pada petak konvensional 32 suku dengan Tingkat
kerusakan rata-rata pada petak PHT 12,27 % dan pada petak konvensional 23,43% . Penerapan tatatanam
polikultur pada cara PHT mampu menghadirkan keanekaragaman komunitas fauna dengan keragaman jenis
musuh alami yang lebih tinggi, terkait dengan itu Altieri dan Nichols (2004) memberi gambaran tentang
pengaruh managemen ekosistem terhadap keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan serangga hama.
praktek budidaya secara konvensional seperti pengolahan tanah yang intensif, monokultur , penggunaan pupuk kimia dan pestisida akan menurunkan keanekaragaman pengendali alami dan peningkatan populasi
penyebab hama dan penyakit. Sebaliknya dengan pengelolaan habitat melalui diversivikasi seperti policultur,
rotasi tanaman, pemulsaan dan penanaman pagar tanaman diikuti oleh managemen pupuk organik yang baik
serta pengolahan tanah minimum dan praktis (mengikuti konsep LEISA), mampu meningkatkan
keanekaragaman spesies pengendali alami dan menurunkan kepadatan populasi hama dan penyakit.
LEISA adalah suatu konsep budidaya yang berhajat meminimasi masukan energi agrokemikal dari
luar usahatani, tetapi lebih banyak memanfaatkan kekuatan alam dalam proses budidaya, dengan
memanfaatkan secara maksimal cahaya, air dan bahan organik baik yang berasal dari tumbuhan maupun
hewan yang telah mati (Sutanto, 2002).
POLIKULTUR dengan mengkombinasikan beberapa komoditi mamiliki potensi menciptakan
keragaman fauna dengan jaring makanan yang lebih komplek, termasuk menstimulasi kehadiram pengendali
hayati (Alltieri dan Nicholls , 2004). Oleh karena itu untuk menuju sistem pengendalian hama berkelanjutankedua konsep tersebut di atas dapat dirancang menjadi suatu pola pengelolaan serangg hama. Kemudian
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 6/7
Singh (2004) secara teknis memperkenalkan istilah Farmscaping untuk pengelolaan usahatani yang bertujuan
meningkatkan dan mengatur keanekaragaman atau biodiversity guna memelihara keberadaan organisme
yang menguntungkan , melalui pengaturan tanaman yang memiliki polen yang menarik serangga,
penggunaan penutup tanah, pengaturan tanaman pelindung, menjaga kesuburan tanah dan reservoir air.
Farmscaping memeliki cara pandang baru terhadap lahan pertanian sebagai habitat alam dan bahwa lahan itu
adalah suatu organisme, dimana di dalamnya terjadi interaksi berbagai faktor termasuk antar berbagai jenis
tanaman. Berkurangnya keragaman tanaman dapat mempengaruhi usahatani dalam berbagai tingkat, seperti pergeseran inang serangga dari tumbuhan ke tanaman pertanian, hilangnya serangga dan burung predator
karena kurangnya habitat. Oleh karena itu bagaimana menarik perhatian dan memelihara musuh alami dalam
praktek usahatani merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan habitat. Aldo Leopod dalam Singh
(2004) mengemukakan sesuatu adalah benar ketika dia memelihara integritas , stabilitas dan keindahan dari
mahluk hidup.
KESIMPULAN
1. Pengaturan pola dan tatatanam mampu membangun kenekaragaman komunitas fauna dan menstimulasi
bekerjanya pengendalian alami.
2. Pola tanam padi-Legum dan penerapan konsep PHT berbasis LEISA dapat menjaga eksistensi musuhalami generalis potensial terutama dari bangsa Coleoptera, Arachnida , Odonata dan Orthoptera.
3. Eksistensi musuh alami generalis dari musim kemusim berpengaruh positif terhadap tingkat gangguan
hama utama bawang merah Spodoptera exigua Hubn.
DAFTAR PUSTAKA
Abd- El Moity, H. And M.N. Shatla. 1981. Biological Control of White Rot Disease of Onion (Sclerotium
cepivorum) by Trichoderma harzianum . Phytophathologiche Zeitschrift 100 p
Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems, Food Products
Press. New York. 236 p.
Azis, A., A.A. Nawangsih, A. Anwar. 2000. Pelestarian Keragaman Hayati. Makalah Palsafah Sain. IPB.Bogor. 10 p
Binns, M.R., J.P. Nyrop, and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and Monitoring in Crop Protection, The
Theoritical Basis for Development Practical Decision Guaides. CABI Publishing. 279 p
Bosch, R.V.D, P.S. Messenger . 1973. Biological Control. Intext Educational Publishers. 180 p
Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and I.H. Parbery. 1980. Plant Protection. Press etching Pty Ltd. Brisbane.
Dent, D.R, and M.P. Walton. 1997. Method in Ecological and Agricultural Entomology, UK at University
Press, Cambrige. 387 p.
Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1983. Pedoman
Rekomendasi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Jakarta. 186 p
Haryaksono, S. 1989. Periode kritis bawang merah (Allium ascalonicum) . Karena adanya persaingan dengan
gulma dan pemberian pupuk kandang. Tesis S-2 UGM. 80 p
Magurran. A. E. 1988. Ecological diversity and Its Measurement. Inceton University Press, Princeton, New
jersey. 179 P.
Mujiono, G. 1996. Ekologi serangga. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 132 p
__________ 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga-Tumbuhan. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. 93p
Pedigo, L.P., M. R. Zeiss. 1996. Analyses in Insect Ecology and Management. Iowa State University
Press/Ames. 168 p
Plank, J.E. Van Der. 1975. Principles of Plant Infection. Akademic Press New York. P 1-107.
Price, P.W. 1975. Insect Ecology. John Wiley & Sons, New York,London, Sydney, Toronto.511 p
5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 7/7
Schowalter, T.D. 2000. Insectt Ecology an Ecosystem Approach. Academic Press. San Diego. 483 P.
Singh, Av. 2004. Farmscaping, Farming With Nature in Mind. The Canadian Organic Grower. www.cog.ca.
P. 56-57
Srimuliani, B. Supeno dan Tarmizi. 2003. Identifikasi Parasitoid Telur Hama S. exigua Hubn. pada Sentra
Produksi Bawang Merah Lombok Timur. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. 61p.
Tarmizi, G. Mudjiono dan M. Santoso. 1996. Penggunaan Kelompok Telur Sebagai Dasar Penilaian Ambang
Ekonomi Hama S. exigua Hubn. (Lep:Noctuidae) pada Tanaman Bawang Merah ( Alliumascalonicum L.). Tesis Magister . Unibraw. Malang. 91p.
Tarmizi, A.Wirasyamsi dan R. Iswati. (2000). Studi Beberapa Cultivar Cabe Sebagai ”Insect Repellent”
Terhadap Hama S. exigua Hubn. di Sentra Produksi Bawang Merah Lombok. Fak.Pertanian
Universitas Mataram. 52p.
Untung, K., Sudomo,M. 1997. Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Simposium Entomologi,
Bandung. 13p
Wilson, E.O. , F.M. Peter. 1999. Biodiversity. National Academy Press. Wasington D.C. 521 p.