pengembangankeanekaragaman

7
 PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PADA SISTEM BUDIDAYA BAWANG MERAH (Kajian pengendalian Spodoptera exigua Hubn. melalui pengelolaan habitat ) Tarmizi 1)  , Siti Rasminah, Yogi Sugito dan Gatot Mudjiono 2) 1) Fakultas Pertanin UNRAM 2) Fakultas Pertanian UNIBRAW ABSTRAK Bawa ng mer ah meru paka n sala h satu komodit i pote nsia l untu k agri bisn is indu stria l ped esaa n di NTB, meskipun luas areal tanam dari tahun ketahun cendrung menurun disebabkan seriusnya kendala biologi yang berdampak  pad a ting giny a biay a prod uksi . Hal ini kemu dian memben tuk kara kter agro ekos istem kon vens iona l ( convensional agroecosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung pada teknologi agrokimia serta alterntif manipulasi sistem budida ya yang memungkink an untuk mencegah penu runan hasil. Inovasi teknolo gi  budidaya tanaman yang kondusif akan memberi dampak positif terhadap keberlanjutan industrial pedesaan, baik dari aspek ekologi dan ekonomi maupun budaya. Ketidak sesuaian teknologi yang ditawarkan acapkali justru menimbulkan masalah baru yang lebih rumit bagi petani. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya ”Standar Prosedur Operasiona l (SOP)” budidaya bawang merah yang berbasis ekolog i (karakteristik agroekosis tem Pulau Lombok) guna menunjang program pertanian berkelanjutan. Target khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna  pada areal budidaya bawang merah yang secara alami mampu untuk menstimulasi fungsi pengendalian hayati. Metode yang dipakai untuk menca pai tujuan tersebut yaitu menerapk an budidaya Bawang merah den gan pengelolaa n input energi internal melalui penerapan PHT. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaan terbagi dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu faktor tipe Pola Tanam (Pt) , terdiri dari: Pt- 1 ( Padi – Padi – Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi – Legum – Bawang Merah polikultur ); faktor tipe Teknologi Budidaya (Tb) terdiri dari:Tb-1 (Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 (Cara Konvensiona l). Penelitian mengguna kan metode eksplorasi , yaitu dengan mengadakan pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Hasil  penelitian menun jukkan bahwa pada pola tanam Padi-Legum-B awang, memiliki tingkat keragaman ban yak yang lebih ting gi den gan inte nsit as gang gua n Hama S. exig ua Hubn. yang lebih rend ah. Kebe rad an pred ator gen eralis seca ra konsisten di dua musim tanam adalah dari kelompok Coleoptera, Arachnida , Odonata dan Orthoptera.. Kata kunci : Bawang merah, agribisnis, industrial pedesaan, karakteristik agroekosiste m PENDAHULUAN Bawa ng merah merup akan sala h satu komodit i penting sayur an datara n rendah, yang memi liki  pera nan yang berarti dalam turut meningkat kan keseja htera an petani di berbagai daera h di Indonesi a. Bawang merah dengan multifungsinya yakni sebagai rempah seperti bumbu masak, bahan ramuan obat tradisional, sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral-mineral penting bagi kesehatan tubuh, telah menempatkan posisinya sebagai komoditi strategis.  Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu sentra produksi untuk wilayah Indonesia bagian timur, denga n luas areal mencapa i 9986 ha yang terseb ar di hampir seluruh kabupate n (Dina s Pertan ian Nusa Tenggara Barat, SP. II A. 2004). Adanya berbagai faktor kendala dalam pengembangan maka produksi rata- rata baru mencapai 3,71-5 ton/ha , masih tergolong rendah dibanding dengan potensi produksi Nasional antara 7,4 -10,9 ton/ha umbi kering . Hama Spodo pera exigu a Hubn, masih merupa kan organ isme pengg anggu yang menimb ulkan kerug ian pada petan i bawang di Pulau Lombok . Terjadi peningka tan luas seranga n dari 792,05 ha tahun 2002 menjadi 1034,45 ha tahun 2004 dan turun menjadi 536,15 ha tahun 2005, dengan tingkat serangan menca pai 65%. Dala m keadaa n khusus, pad a sistem pen genda lian yang kura ng intensi f kerugia n bisa melampaui 65% bahkan gagal pa nen. Untuk mengatasi masala h tersebut oleh petani dilakuka n pengendalian yang lebih banya k menga ndalk an cara kimiawi (inse ktisid a) kare na adany a kepa stian hasil dan efektif. Meskipun pada kenyataannya pengendalian kimia sering tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti yang diharapkan. Rendahnya produksi bawang merah dan berkesinambungannya gangguan hama S. exigua Hubn di Pulau Lombok diduga sebagai pengaruh penerapan teknologi budidaya yang tidak mampu lagi memberi lingkungan fisik , kimia dan biotik yang kondusif bagi pertumbuhan optimal bawang merah, sebagai akibat tinggi nya suplai agroc hemik al dari luar usah atani yang telah menimbulk an insta bilita s dala m ekosi stem  budidaya. Teknologi ini telah membentuk agroekosis tem konvesianal (convensional agroekosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung dari masukan bahan kimia pertanian serta

Transcript of pengembangankeanekaragaman

Page 1: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 1/7

 

PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PADA SISTEM BUDIDAYA

BAWANG MERAH

(Kajian pengendalian Spodoptera exigua Hubn. melalui pengelolaan habitat )

Tarmizi 1) , Siti Rasminah, Yogi Sugito dan Gatot Mudjiono2)

1) Fakultas Pertanin UNRAM2)

Fakultas Pertanian UNIBRAW

ABSTRAK 

Bawang merah merupakan salah satu komoditi potensial untuk agribisnis industrial pedesaan di NTB,meskipun luas areal tanam dari tahun ketahun cendrung menurun disebabkan seriusnya kendala biologi yang berdampak 

 pada tingginya biaya produksi. Hal ini kemudian membentuk karakter agroekosistem konvensional (convensional agroecosystem) dimana dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung pada teknologi agrokimiaserta alterntif manipulasi sistem budidaya yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil. Inovasi teknologi budidaya tanaman yang kondusif akan memberi dampak positif terhadap keberlanjutan industrial pedesaan, baik dari

aspek ekologi dan ekonomi maupun budaya. Ketidak sesuaian teknologi yang ditawarkan acapkali justru menimbulkanmasalah baru yang lebih rumit bagi petani. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah tersusunnya ”Standar Prosedur 

Operasional (SOP)” budidaya bawang merah yang berbasis ekologi (karakteristik agroekosistem Pulau Lombok) guna

menunjang program pertanian berkelanjutan. Target khusus yang ingin dicapai adalah meningkatnya komunitas fauna pada areal budidaya bawang merah yang secara alami mampu untuk menstimulasi fungsi pengendalian hayati. Metodeyang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut yaitu menerapkan budidaya Bawang merah dengan pengelolaan input

energi internal melalui penerapan PHT. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok , petak percobaanterbagi dalam set-set petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu faktor tipe Pola Tanam (Pt) , terdiri dari: Pt-

1 ( Padi – Padi – Bawang merah monokultur), Pt-2 ( Padi – Legum – Bawang Merah polikultur ); faktor tipe TeknologiBudidaya (Tb) terdiri dari:Tb-1 (Aplikasi Konsep PHT), Tb-2 (Cara Konvensional). Penelitian menggunakan metode

eksplorasi , yaitu dengan mengadakan pengamatan pada pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pola tanam Padi-Legum-Bawang, memiliki tingkat keragaman banyak yang lebih

tinggi dengan intensitas gangguan Hama S. exigua Hubn. yang lebih rendah. Keberadan predator generalis secarakonsisten di dua musim tanam adalah dari kelompok Coleoptera, Arachnida , Odonata dan Orthoptera..

Kata kunci : Bawang merah, agribisnis, industrial pedesaan, karakteristik agroekosistem

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditi penting sayuran dataran rendah, yang memiliki

  peranan yang berarti dalam turut meningkatkan kesejahteraan petani di berbagai daerah di Indonesia.

Bawang merah dengan multifungsinya yakni sebagai rempah seperti bumbu masak, bahan ramuan obat

tradisional, sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral-mineral penting bagi kesehatan

tubuh, telah menempatkan posisinya sebagai komoditi strategis.

 Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu sentra produksi untuk wilayah Indonesia bagian timur,

dengan luas areal mencapai 9986 ha yang tersebar di hampir seluruh kabupaten (Dinas Pertanian Nusa

Tenggara Barat, SP. II A. 2004). Adanya berbagai faktor kendala dalam pengembangan maka produksi rata-

rata baru mencapai 3,71-5 ton/ha , masih tergolong rendah dibanding dengan potensi produksi Nasional

antara 7,4 -10,9 ton/ha umbi kering .

Hama Spodopera exigua Hubn, masih merupakan organisme pengganggu yang menimbulkan

kerugian pada petani bawang di Pulau Lombok. Terjadi peningkatan luas serangan dari 792,05 ha tahun

2002 menjadi 1034,45 ha tahun 2004 dan turun menjadi 536,15 ha tahun 2005, dengan tingkat serangan

mencapai 65%. Dalam keadaan khusus, pada sistem pengendalian yang kurang intensif kerugian bisa

melampaui 65% bahkan gagal panen. Untuk mengatasi masalah tersebut oleh petani dilakukan pengendalian

yang lebih banyak mengandalkan cara kimiawi (insektisida) karena adanya kepastian hasil dan efektif.

Meskipun pada kenyataannya pengendalian kimia sering tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti

yang diharapkan.

Rendahnya produksi bawang merah dan berkesinambungannya gangguan hama S. exigua Hubn di

Pulau Lombok diduga sebagai pengaruh penerapan teknologi budidaya yang tidak mampu lagi memberi

lingkungan fisik , kimia dan biotik yang kondusif bagi pertumbuhan optimal bawang merah, sebagai akibat

tingginya suplai agrochemikal dari luar usahatani yang telah menimbulkan instabilitas dalam ekosistem

 budidaya. Teknologi ini telah membentuk agroekosistem konvesianal (convensional agroekosystem) dimana

dalam mempertahankan produksi rata-rata tinggi sangat tergantung dari masukan bahan kimia pertanian serta

Page 2: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 2/7

 

alternatif manipulasi sistem yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil dalam satuan waktu dan

luas, seperti budidaya tunggal (monokultur) telah menjadi pilihan sebagian besar petani.

Ketidak bijakan dalam penerapan teknologi ini, telah menimbulkan masalah lingkungan yang lebih

rumit, kontaminasi terhadap tanaman pokok itu sendiri, penurunan keseimbangan biologi agroekosistem

karena terjadinya resistensi, resurgensi dan terbunuhnya organisme non target. Tidak terkecuali hal ini telah

terjadi pada kawasan sentra produksi bawang merah di Pulau Lombok.

Teknologi pengendalian secara kimia dan pola tanam yang diterapkan, secara konsepsual tidak 

memihak pada azas-azas ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman ekologi, yaitu

ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan antara komponen ekosistem.

Keragaman adalah fungsi kesetabilan, maka diperlukan inventarisasi teknologi pertanian alternatif yang

mampu mempertahankan dan menjamin keanekaragaman serta meningkatkan produksi dengan dampak 

lingkungan seminimal mungkin, mampu mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan. Altieri

dan Nichols (2004) mengemukakan bahwa derajat management ekosistem dan praktek budidaya akan

  berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan serangga hama, yang

memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan dan keberlanjutan ekosistem.

Kunci untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan adalah mengubah sistem pertanian

konvensional yang memiliki ketergantungan kuat pada masukan energi dari luar usahatani, menuju ke sistem

  pertanian yang mampu mengembangkan dan mengkonservasi bekerjanya komponen-komponen ekosistem baik fisik maupun biotik secara internal.

Swift and Anderson (1993) mengemukakan bahwa keragaman merupakan prinsip lingkungan yang

dapat diterapkan dalam kerangka perlindungan tanaman. Dalam suatu ekosistem alami, fungsi pengaturan

yang terjadi merupakan produk keragaman.

Hasil penelitian berbasis agroekosistem menunjukkan bahwa keragaman dapat digunakan untuk 

memperbaiki pengendalian hama dan penyakit (Altieri and Letourneau, 1984; Andow, 1991; Rich, 1983

dalam Sutanto 2002). Disamping itu Magurran (1988) mengemukakan beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat peluang yang besar untuk menstabilkan komunitas serangga dalam suatu

agroekosistem dengan cara merancang komposisi tanaman yang mendukung populasi musuh alami.

Asumsi dasar adanya gangguan hama adalah tidak harmonisnya hubungan faktor serangga, inang

dan lingkungan, dan hama menjadi wabah hanya pada tingkat populasi dimana faktor biotik dan abiotik tidak 

mampu menghalangi perkembangannya. Perubahan salah satu faktor akan memberi makna terhadap faktor 

lain dan berkontribusi pada derajat gangguan hama (Price, 1975; Schowalter 1996 dan Mudjiono, 1996).

Hubungan timbal balik antar berbagai komponen biotik dan abiotik yang terjadi di dalam

agroekosistem, seharusnya merupakan landasan utama untuk menyusun strategi pengendalian gangguan

hama dan penyakit dalam praktek budidaya (Brown, 1985; Altieri dan Letoumeau, 1982 dalam Sutanto,

2002). Adanya gangguan hama sesungguhnya merupakan ekspresi tidak terjadinya hubungan yang harmonis

antara satu atau lebih faktor yang ada dalam agroekosistem itu, dan penanganan secara parsial atau cara

tunggal justru akan memperlemah komponen yang lain.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan adalah Bawang merah varietas Ampenan, cabe rawit, kedelai varietas Wilis,  padi Ciherang baru (IR64), pupuk organik (siap pakai) dan anorganik ZA, TSP dan KCL (untuk petak 

kontrol cara konvensional), dan jerami padi untuk mulsa, alkohol dan larutan deterjen 0,1% yang

ditambahkan gliserin (untuk pengawetan spesimen terkoleksi).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok, petak percobaan terbagi dalam set-set

 petak perlakuan. Perlakuan terdiri dari dua faktor.

1. Faktor tipe pola tanam (Pt), terdiri dari:

Pt- 1 : Padi – Padi – Bawang Merah

Pt-2 : Padi – Legum – Bawang Merah

2. Faktor tipe teknologi budidaya dan pengendalian (Tb), terdiri dari:Tb-1 : Aplikasi Konsep PHT

Tb-2 : Cara Konvensional

Page 3: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 3/7

 

Penelitian menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan pada

 pertanaman bawang merah di petak-petak percobaan. Masing-masing percobaan di ulang 5 (lima) kali. Paket

PHT meliputi pengolahan tanah minimum, penggunaan pupuk organik dan pengendalian alami dalam

 pengelolaan hama, sedangkan cara konvensional adalah adaptasi cara petani (penggunaan pupuk anorganik 

dan pestisida untuk pengelolaan hama).

Pengamatan terhadap keragaan komunitas fauna (Arthropoda parasitoid dan predator) dilakukan

satu minggu setelah tanam, dengan interval waktu 5 hari. Pengambilan sampel menggunakan metode nisbi.

Untuk metode nisbi alat perangkap (trapping ) dilatakkan secara menyebar pada titik-titik dan perpotongan

garis diagonal pada setiap petak perlakuan.

Pelaksanaan Penelitian

1. Penelitian tahap pertama.

Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Oktober – januari 2006. Petak perlakuan

masing-masing berukuran 10 m x 10 m, diolah sebanyak satu kali dan secara bersamaan diberikan pupuk 

organik dosis 4 ton per hektar berkadar N total 1,19% (N-organik 0,92%, N-NH4 0,21%, N-NO3 0,06%),

P2O5 3,45%, K2O 0,90%, C/N ratio 15:1, C organik 14,63% dan kadar air 19,86%. Sedangkan pada cara

konvensional sebelum tanam diberikan pupuk urea 1/3 (satu pertiga) dari dosis 245 kg per hektar. 1/3 dosis

diberikan satu minggu setelah tanam dan 1/3 satu bulan setelah tanam. Pupuk TSP dengan SP-36 75 kg per 

hektar diberikan bersamaan dengan saat pemberian urea awal.

2. Penelitian tahap kedua

Penelitian dilakukan pada musim tanam padi periode Februari-Mei 2007. Pengelolaan habitat pada

 penelitian tahap 2 merupakan lanjutan dari pengelolaan habitat pada penelitian tahap 1 dengan penambahan

 pola tanam legum (kacang hijau) yang di tanam dengan jarak 40cm x 15cm. Konsep PHT diterapkan dengan

format yang sama seperti pada penelitian tahap pertama. Pada petak percobaan legum cara konvensional

kacang hijau ditanam dengan jarak 40 cm x 15 cm, pupuk urea dosis 50 kg per hektar dan pupuk TSP dengan

SP-36 dosis 75 kg per hektar diberikan secara bersamaan pada saat tanam.

3. Penelitian tahap ketiga

Penelitian dilakukan pada musim tanam palawija periode Juni-September 2007. Tanah diolah satu

kali kemudian di petak dengan ukuran 10 m x 10 m. Dalam setiap petak selanjutnya dibuat guludan dengan

ukuran 1,25 m x 10 m. Tanaman percobaan ditata dalam polikultur antara Bawang merah varietas Ampenan

dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm sebanyak satu bibit perlubang. Di antara bawang pada jarak 40 cm di

tanam satu pohon cabe rawit dalam satu baris dengan jarak tanam 40 cm. Pada sisi guludan (melingkar 

mengikuti bentuk guludan) ditanam kedelai sebanyak 2 benih perlubang. Tanaman cabe dan kedelai di tanam

1 bulan lebih awal dari tanaman bawang, hal ini dimaksudkan untuk memberi efek ”trapping” dan ”repellent”

terhadap musuh alami dan hama S. exigua Hubn. di awal pertumbuhan bawang merah mengingat kepekaan

 bawang merah terhadap gangguan S. exigua Hubn.

Page 4: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 4/7

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Keanekaragaman Komunitas Fauna di Petak PHT Berbasis LEISA.

No. Kelas Bangsa Suku Status/Fungsi

1. Arachnida Araneae

Acari

LinyphidaeOxyopidae

SalticidaeTetranychidaeTrombiculidae

Predator Predator 

Predator Predator Predator (tungau)

2. Diplopoda Glomerida

PolydesmidaSpirobolida

Glomeridae

PolydesmidaeSpirobolidae

Scavenger 

Scavenger Scavenger (Kaki seribu)

3. Hexapoda Collembola

Coleoptera

Diptera

Dermaptera

GlomeridaHomoptera

Hymenoptera

Hemiptera

Lepidoptera

OdonataOrthoptera

Thysnoptera

Hypogasturidae

IsotomidaeOnychiuridae

SminthuridaeCarabidae

Cicindelidae

CoccinellidaeLampyridaeAgromyzidaeAsilidae

CulcidaeDrosophilidaeMuscidae

TachinidaeCarcinophoridae

GlomeridaeAleyrodidae

AphididaeCicadellidae

Flatidae

FormicinaeIchneumonidaeMyrmicinae

SpesidaeTrichogramatidae

ReduviidaePentatomidae

CoreidaeAlydidae

Rhopalidae NoctuidaePyralidaeSpingidae

CordullidaeCyrtacanthacridinae

GryllinaeGryllotalpidae

 NemobinaeOedopodinae

TridactylidaeMerothripidae

PhlaeothripidaeThripidae

Scavenger 

Scavenger Scavenger 

Scavenger Predator (Kmb. tanah)

Predator (Kmb. Macan)

Predator (Kmb. Kubah)Predator (kunang-kunang)HamaPredator 

Predator (nyamuk)Scavenger (lalat buah)Scavenger (Ll. rumah)

ParasitoidPredator (cocopet)

Scavenger Hama (hama putih)

HamaHama

Hama

Predator (Semut Hitam)ParasitoidPredator (Semut merah)

Predator Parasitoid

HamaHama

HamaHama

HamaHama (serangga noctural)HamaPolinator 

PemangsaHama

HamaPredator (capung)

Hama (belalang hijau)Hama (jangkrik)

Hama (gangsir)Hama (jangkrik tanah)

Hama (belalang coklat)Hama (jangkrik kecil)

Scavenger Hama dan predator 

Thrips tabaci (hama pada bawang merah)

Page 5: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 5/7

 

Tabel 2. Keanekaragaman Komunitas Fauna di Petak Konvensional Sampai pada Minggu ke Empat Penelitian

Tahap 3.

No. Kelas Bangsa Suku Status/Fungsi

1.

2.

3.

Arachnida

Diplopoda

Hexapoda

Araneae

GlomeridaPolydesmida

Coleoptera

Diptera

Homoptera

Hymenoptera

Hemiptera

Lepidoptera

OdonataOrthoptera

Thysnoptera

LinyphidaeOxyopidae

Salticidae

GlomeridaePolydesmidae

Carabidae

CicindelidaeCoccinellidae

AgromyzidaeAsilidae

CulcidaeDrosophilidae

MuscidaeTachinidaeAleyrodidae

AphididaeCicadellidaeFlatidae

FormicinaeIchneumonidae

MyrmicinaeSpesidae

Trichogramatidae

ReduviidaePentatomidae

Coreidae Noctuidae

Pyralidae

CordullidaeCyrtacanthacridinae

Gryllinae Nemobinae

OedopodinaePhlaeothripidaeThripidae

Predator Predator 

Predator 

Scavenger Scavenger 

Predator (Kmb. tanah)

Predator (Kmb. Macan)Predator (Kmb. Kubah)

HamaPredator 

Predator (nyamuk)Scavenger (lalat buah)

Scavenger (Ll. rumah)ParasitoidHama (hama putih)

HamaHamaHama

Predator (Semut Hitam)Parasitoid

Predator (Semut merah)Predator 

Prasitoid

PemangsaHama

HamaHama (serangga noctural)

Hama

Predator (capung)Hama (belalang hijau)

Hama (jangkrik)Hama (jangkrik tanah)

Hama (belalang coklat)Thrips tabaci (hama pada bawang merah)

Pada petak PHT terdapat 46 suku sedangkan pada petak konvensional 32 suku dengan Tingkat

kerusakan rata-rata pada petak PHT 12,27 % dan pada petak konvensional 23,43% . Penerapan tatatanam

 polikultur pada cara PHT mampu menghadirkan keanekaragaman komunitas fauna dengan keragaman jenis

musuh alami yang lebih tinggi, terkait dengan itu Altieri dan Nichols (2004) memberi gambaran tentang

 pengaruh managemen ekosistem terhadap keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan serangga hama.

 praktek budidaya secara konvensional seperti pengolahan tanah yang intensif, monokultur , penggunaan pupuk kimia dan pestisida akan menurunkan keanekaragaman pengendali alami dan peningkatan populasi

 penyebab hama dan penyakit. Sebaliknya dengan pengelolaan habitat melalui diversivikasi seperti policultur,

rotasi tanaman, pemulsaan dan penanaman pagar tanaman diikuti oleh managemen pupuk organik yang baik 

serta pengolahan tanah minimum dan praktis (mengikuti konsep LEISA), mampu meningkatkan

keanekaragaman spesies pengendali alami dan menurunkan kepadatan populasi hama dan penyakit.

LEISA adalah suatu konsep budidaya yang berhajat meminimasi masukan energi agrokemikal dari

luar usahatani, tetapi lebih banyak memanfaatkan kekuatan alam dalam proses budidaya, dengan

memanfaatkan secara maksimal cahaya, air dan bahan organik baik yang berasal dari tumbuhan maupun

hewan yang telah mati (Sutanto, 2002).

POLIKULTUR dengan mengkombinasikan beberapa komoditi mamiliki potensi menciptakan

keragaman fauna dengan jaring makanan yang lebih komplek, termasuk menstimulasi kehadiram pengendali

hayati (Alltieri dan Nicholls , 2004). Oleh karena itu untuk menuju sistem pengendalian hama berkelanjutankedua konsep tersebut di atas dapat dirancang menjadi suatu pola pengelolaan serangg hama. Kemudian

Page 6: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 6/7

 

Singh (2004) secara teknis memperkenalkan istilah Farmscaping untuk pengelolaan usahatani yang bertujuan

meningkatkan dan mengatur keanekaragaman atau biodiversity guna memelihara keberadaan organisme

yang menguntungkan , melalui pengaturan tanaman yang memiliki polen yang menarik serangga,

 penggunaan penutup tanah, pengaturan tanaman pelindung, menjaga kesuburan tanah dan reservoir air.

Farmscaping memeliki cara pandang baru terhadap lahan pertanian sebagai habitat alam dan bahwa lahan itu

adalah suatu organisme, dimana di dalamnya terjadi interaksi berbagai faktor termasuk antar berbagai jenis

tanaman. Berkurangnya keragaman tanaman dapat mempengaruhi usahatani dalam berbagai tingkat, seperti pergeseran inang serangga dari tumbuhan ke tanaman pertanian, hilangnya serangga dan burung predator 

karena kurangnya habitat. Oleh karena itu bagaimana menarik perhatian dan memelihara musuh alami dalam

 praktek usahatani merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan habitat. Aldo Leopod dalam Singh

(2004) mengemukakan sesuatu adalah benar ketika dia memelihara integritas , stabilitas dan keindahan dari

mahluk hidup.

KESIMPULAN

1. Pengaturan pola dan tatatanam mampu membangun kenekaragaman komunitas fauna dan menstimulasi

 bekerjanya pengendalian alami.

2. Pola tanam padi-Legum dan penerapan konsep PHT berbasis LEISA dapat menjaga eksistensi musuhalami generalis potensial terutama dari bangsa Coleoptera, Arachnida , Odonata dan Orthoptera.

3. Eksistensi musuh alami generalis dari musim kemusim berpengaruh positif terhadap tingkat gangguan

hama utama bawang merah Spodoptera exigua Hubn.

DAFTAR PUSTAKA

Abd- El Moity, H. And M.N. Shatla. 1981. Biological Control of White Rot Disease of Onion (Sclerotium

cepivorum) by Trichoderma harzianum . Phytophathologiche Zeitschrift 100 p

Altieri, A.A. and C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems, Food Products

Press. New York. 236 p.

Azis, A., A.A. Nawangsih, A. Anwar. 2000. Pelestarian Keragaman Hayati. Makalah Palsafah Sain. IPB.Bogor. 10 p

Binns, M.R., J.P. Nyrop, and W. Van Der Werf. 2000. Sampling and Monitoring in Crop Protection, The

Theoritical Basis for Development Practical Decision Guaides. CABI Publishing. 279 p

Bosch, R.V.D, P.S. Messenger . 1973. Biological Control. Intext Educational Publishers. 180 p

Brown, J.F. A. Kerr, F.D., Morgan and I.H. Parbery. 1980. Plant Protection. Press etching Pty Ltd. Brisbane.

Dent, D.R, and M.P. Walton. 1997. Method in Ecological and Agricultural Entomology, UK at University

Press, Cambrige. 387 p.

Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1983. Pedoman

Rekomendasi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Jakarta. 186 p

Haryaksono, S. 1989. Periode kritis bawang merah (Allium ascalonicum) . Karena adanya persaingan dengan

gulma dan pemberian pupuk kandang. Tesis S-2 UGM. 80 p

Magurran. A. E. 1988. Ecological diversity and Its Measurement. Inceton University Press, Princeton, New

 jersey. 179 P.

Mujiono, G. 1996. Ekologi serangga. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 132 p

 __________ 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga-Tumbuhan. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya. 93p

Pedigo, L.P., M. R. Zeiss. 1996. Analyses in Insect Ecology and Management. Iowa State University

Press/Ames. 168 p

Plank, J.E. Van Der. 1975. Principles of Plant Infection. Akademic Press New York. P 1-107.

Price, P.W. 1975. Insect Ecology. John Wiley & Sons, New York,London, Sydney, Toronto.511 p

Page 7: pengembangankeanekaragaman

5/13/2018 pengembangankeanekaragaman - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengembangankeanekaragaman 7/7

 

Schowalter, T.D. 2000. Insectt Ecology an Ecosystem Approach. Academic Press. San Diego. 483 P.

Singh, Av. 2004. Farmscaping, Farming With Nature in Mind. The Canadian Organic Grower. www.cog.ca.

P. 56-57

Srimuliani, B. Supeno dan Tarmizi. 2003. Identifikasi Parasitoid Telur Hama S. exigua Hubn. pada Sentra

Produksi Bawang Merah Lombok Timur. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. 61p.

Tarmizi, G. Mudjiono dan M. Santoso. 1996. Penggunaan Kelompok Telur Sebagai Dasar Penilaian Ambang

Ekonomi Hama S. exigua Hubn. (Lep:Noctuidae) pada Tanaman Bawang Merah ( Alliumascalonicum L.). Tesis Magister . Unibraw. Malang. 91p.

Tarmizi, A.Wirasyamsi dan R. Iswati. (2000). Studi Beberapa Cultivar Cabe Sebagai ”Insect Repellent”

Terhadap Hama S. exigua Hubn. di Sentra Produksi Bawang Merah Lombok. Fak.Pertanian

Universitas Mataram. 52p.

Untung, K., Sudomo,M. 1997. Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Simposium Entomologi,

Bandung. 13p

Wilson, E.O. , F.M. Peter. 1999. Biodiversity. National Academy Press. Wasington D.C. 521 p.