Pengembangan Program Desa Siaga EVALUASI Siaga evaluation(indo).pdf · 564/Menkes/SK/VIII/2006 yang...

27
By Rahmi Sofiarini Pengembangan Program Desa Siaga Desa Siap Antar Jaga EVALUASI (DSAJ) DI DESA DESA DUKUNGAN GTZ SISKES DI PROVINSI NTB Anwar Fachry, PhD (candidate) Pusat Studi Kependudukan & Pembangunan, Universitas Mataram Rahmi Sofiarini, PhD Senior Adviser, MPS & Desa Siaga, GTZ SISKES, Mataram Co-researchers: dr. Nyoman Wijaya Kusuma Ketut Sudiarti, SKM Contributors: Dr. Gertrud Schmidt-Ehry, MPH Dr. James Sonnemann, MPH Dr. Lieve Goeman, MPH Janette O'Neill Karsten van der Oord B A A D K A T S I H U

Transcript of Pengembangan Program Desa Siaga EVALUASI Siaga evaluation(indo).pdf · 564/Menkes/SK/VIII/2006 yang...

By Rahmi Sofiarini

Pengembangan Program Desa Siaga

Desa Siap Antar Jaga

EVALUASI

(DSAJ) DI DESA DESADUKUNGAN GTZ SISKES

DI P

RO

VIN

SI NTB

Anwar Fachry, PhD (candidate)Pusat Studi Kependudukan & Pembangunan,Universitas Mataram

Rahmi Sofiarini, PhD Senior Adviser, MPS & Desa Siaga,GTZ SISKES, Mataram

Co-researchers: dr. Nyoman Wijaya Kusuma Ketut Sudiarti, SKM

Contributors:Dr. Gertrud Schmidt-Ehry, MPHDr. James Sonnemann, MPHDr. Lieve Goeman, MPH Janette O'NeillKarsten van der Oord

B

AA

DK AT SI H U

Pengembangan Program Desa Siaga di Provinsi NTB Evaluasi Program Desa Siap Antar Jaga (DSAJ)

Di desa-desa dukungan GTZ SISKES

Anwar Fachry, PhD (candidate)Pusat Studi Kependudukan dan Pembangunan,

Universitas Mataram, Mataram

Rahmi Sofiarini, PhD Senior Adviser, MPS & Desa Siaga, GTZ SISKES, Mataram

Co-researchers: dr. Nyoman Wijaya Kusuma

Ketut Sudiarti, SKM

Contributors:Dr. Gertrud Schmidt-Ehry, MPHDr. James Sonnemann, MPH

Dr. Lieve Goeman, MPH Janette O'Neill

Karsten van der Oord

Sebagai utama dari strategi pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam memainkan peran yang mungkin paling efektif dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia dan untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang serta tujuan pembangunan millennium, Proyek SISKES, dengan pendanaan dari BMZ dan DFID yang dikelola oleh GTZ, telah sepakat untuk mendukung pengembangan dan perluasan Program Desa Siaga yang disokong oleh konsep bahwa masyarakat harus menerapkan perilaku hidup sehat, mengenali tanda-tanda bahaya dan melakukan upaya penyelamatan diantara mereka guna menyelamatkan nyawa. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), SISKES berkomitment, dalam masa proyek 2006-2009, untuk memperluas pelaksaaan Model Desa Siaga di lima dari sembilan kabupaten/kota yang telah dikembangkan oleh Proyek Kesehatan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (KPKK) di empat kabupaten/kota lainnya.

Untuk menilai pencapaian dukungan SISKES sebelum tahun 2009, Pusat Study Kependudukan dan Pembangunan Universitas Mataram telah dikontrak untuk melaksanakan evaluasi yang dilakukan pada bulan April-Juni 2009.

Disamping menilai program berdasarkan indikator yang telah ditetapkan proyek, program ini juga dinilai menggunakan kriteria Komite Bantuan Pembangunan (OECD's-DAC) dan prinsip Deklarasi Paris. Dokumen ini menyampaikan keseluruhan temuan dari evaluasi tersebut.

Biaya pembentukan dan operasional Desa Siaga juga dinilai dan diringkas dalam dokumen

1terpisah .

Perkembangan pelaksanaan Program Nasional Desa Siaga komprehensif direview juga di lokasi yang sama dimana dukungan tersebut dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Program Desa Siaga komprehensif tersebut belum siap di evaluasi di Provinsi NTB, dan hasil review disampaikan pada dokumen terpisah.

Untuk metodologi dan temuan tambahan lainnya yang lebih rinci, pembaca bisa menghubungi peneliti utama.

Istilah Siaga merupakan singkatan dari tiga kata

yaitu Siap Antar Jaga yang menggambarkan

masyarakat desa sebagai pen-jaga) dan yang

siap untuk meng- antar atau berperan. Desa

Siap Antar Jaga (DSAJ) awalnya dikembangkan

dari konsep Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan

digunakan oleh Proyek Kesehatan Ibu dan

Anak di Provinsi Jawa Barat. Program GSI itu

sendiri adalah upaya dari pemerintah untuk

melibatkan masyarakat guna membantu

menurunkan kematian maternal yang terfokus

pada ibu saat hamil dan melahirkan melalui:

a) peningkatan kesadaran masyarakat akan

tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan;

b) motivasi ibu hamil untuk memeriksakan 2kehamilannya di Posyandu , dan

I. Desa Siaga – pengembangan sumberdaya untuk kesehatan di tingkat desa

1. Analisa Biaya DSAJ di NTB dan NTT, berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama 2006-2009. Juli 2009, Rahmi Sofiarini dan Lieve Goeman2. Pos Pelayanan Terpadu

Evaluation DSAJ 1.

c) membentuk kelompok masyarakat guna

mengorganisir dan menjamin ketersediaan alat

transprotasi, pendonor darah sukarela, dan

dana jika dibutuhkan oleh ibu yang sedang

hamil dan bersalin.

Konsep dan istilah Desa Siaga dijadikan dan diperluas sebagai program nasional dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan RI 564/Menkes/SK/VIII/2006 yang menggambarkan konsep yang lebih komprehensif yang mencakup aspek yang lebih luas yang terkait dengan kesehatan di tingkat masyarakat: pelayanan maternal dan neonatal untuk mencegah kematian, perbaikan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat, perbaikan sanitasi, epidemiology dan surveilans sederhana , dan dukungan untuk

3Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), yang dikelola oleh Bidan desa dan menyediakan pelayanan kesehatan dasar ke masyarakat.

Desa Siaga menerapkan pendekatan siklus pemberdayaan masyarakat yang terus menerus dimana peran pemerintah adalah memfasilitasi proses agar masyarakat mampu mengorganisir dirinya sendiri menggunakan sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki dalam semangat saling menolong dan kebersamaan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan mereka, kegawatdaruratan kesehatan dan bencana. Jadi, Konsep Desa Siaga Nasional adalah konsep yang komprehensif.

Proyek Kesehatan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (KPKK), yang didanai oleh AusAID, telah memperkenalkan DSAJ pada tahun 2002-2006 di 20 desa di empat dari 9 Kabupaten/kota di Provinsi NTB, yang menngunakan konsep awal yang fokus lebih tajam pada kesehatan maternal,

neonatal dan anak (MNCH) dan menambahkan komponen keluarga berencana. Program yang lebih komrehensif diperkenalkan secara nasional selama tahun 2006-2008, dan hingga tahun 2009 telah menjangkau 888 dari 911 desa di Provinsi NTB, yang dimulai dengan penempatan dan penyiapan tenaga kesehatan yang akan memfasilitasi kegiatan masyarakat di desa. Didisain untuk dilaksanakan secara simultan dengan pertama-tama membangun infrastruktur yang dibutuhkan di semua desa, komponen program KIA dari Program Desa Siaga nasional tidak semaju di desa-desa yang mendaptkan dukungan dari KPKK dan SISKES. Keberadaan dua versi “Desa Siaga” mungkin membingungkan, tetapi hal ini mencerminkan bahwa perkembangan implementasi konsep tersebut. Hal ini bisa merujuk kesalah satu konsep, apakah ke konsep awal, yang fokusnya terbatas pada KIA atau apakah ke konsep nasional yang lebih komprehensif. Laporan evaluasi ini fokus pada desa-desa dukungan SISKES yang fokus pada KIA yang disebut dengan Desa Siap Antar Jaga (DSAJ). Pada kenyataanya, DSAJ yang didukung oleh SISKES di Provinsi NTB merupakan bagian inti dari konsep nasional Desa Siaga yang diperluas tersebut.

Ketika GTZ SISKES sepakat untuk mendukung pengembangan Desa Siaga sebagai fokus utama pemberdayaan masyarakat selama 2006-2009, disepakati untuk menerapkan pendekatan yang telah diterapkan oleh KPKK di lima kabupaten/kota lainnya di provnsi NTB.

II. Dukungan GTZ SISKES untuk Program Desa Siap Antar Jaga di Provinsi NTB

3. POSKESDES: “pos kesehatan desa” menyediakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk persalinan. Fasilitas ini secara berlanan akan mengganti Polindes.

Evaluation DSAJ 2.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesiagaan dan kesiapan masyarakat dalam mengenali tanda-tanda bahaya dan untuk melakukan aksi secara cepat dari aspek non klinis guna merespon kejadian gawat darurat maternal dan neonatal dengan membentuk system kesiagaan yang mencakup notifikasi, ketersediaan alat transportasi/komunikasi kegawatdaruratan, “pendonor darah” dari masyarakat yang telah mengetahui jenis golongan darahnya yang siap untuk mendonorkan darahnya jika diperlukan, dana sosial masyarakat, dan pos informasi keluarga berencana.

Hingga sebelum tahun 2009, dukungan SISKES untuk komponen prioritas ini telah mencakup 90 desa di lima kabupaten/kota.

Dukungan SISKES untuk DSAJ di Provinsi NTB telah didisain untuk merespon beberapa observasi berikut ini:

Tingginya proporsi kematian maternal yang terjadi selama dua jam saat dan setelah proses persalinan,

Penyadaran bahwa sebagian besar kematian maternal terkait dengan salah satu dari tiga keterlambatan - terlambat dalam

mengambil keputusan untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas yang memiliki sumberdaya untuk menangani kasus, terlambat dalam mendapatkan alat trasportasi untuk merujuk ke fasilitas tersebut, atau terlambat dalam mendapatkan tindakan yang tepat saat setelah tiba di fasilitas tersebut,

Tingginya proporsi kematian maternal yang disebabkan oleh perdarahan yang parah,

Fakta bahwa kehamilan dan persalinan adalah bagian dari kehidupan setiap perempuan di masyarakat,

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Fakta bahwa kehamilan dan persalinan tidak hanya masalah perempuan, tetapi bagian dari masalah keluarga dan masyarakat juga,

Keberadaan mitos dan tabu yang terkait dengan kehamilan dan persalinan yang bisa mengarah pada bahaya jika tidak dijelaskan,Pengetahuan bahwa sekitar 85% kematian maternal bisa dihindari.

Masyarakat seringkali tidak menyadarai bahwa mereka bisa membantu untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu hamil dan yang kemudian akan menurunkan kematian maternal.

Pendekatan DSAJ percaya bahwa setiap orang -suami ibu hamil, tetangga, tokoh masyarakat/ berpengaruh, bidan desa, dan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan – bisa mengambil peran tertentu dan berkoordinasi untuk mempromosikan persiapan dan kesiagaan persalinan, jika terjadi komplikasi, yang bisa menyelamatkan nyawa melalui:

Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa persalinan adalah tanggung jawab bersama,

Memahami bahwa setiap kehamilan dan persalinan memiliki resiko yang unik untuk setiap ibu hamil,

Menyadari nilai-nilai tolong menolong dalam aspek non-klinis, dan

Melibatkan semua pemangku kepentingan di masyarakat dalam prosesnya.

Dukungan SISKES memberdayakan masyarakat melalui pembentukan lima sistem kesiagaan (Gambar 1) dan mempromosikan tiga perilaku sehat:

1. Jejaring Notifikasi: pencatatan semua ibu hamil di tingkat RT/dusun/lingkungan

Evaluation DSAJ 3.

2. Jejaring Dana masyarakat: mempersiapkan dana untuk persalinan dan saat menghadapi kegawatdaruratan kesehatan 3. Jejaring Pendonor darah: menyiapkan pendonor darah jika dibutuhkan 4. Jejaring Transportasi: menyiapkan alat transportasi/komunikasi untuk menjangkau fasilitas kesehatan yang lebih baik

5. Pos Informasi Keluarga Berencana: memotivasi ibu untuk mengikuti keluarga berencana setelah persalinan

1. Keluarga menemami ibu hamil saat memeriksakan kehamilan dan persalinan 2. Memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan inisasi menyusui dini sebagai bagian dari perawatan neonatal

3. Mempromosikan untuk menggunakan alat kontrasepsi segera setelah persalinan.

Proses implementasi DSAJ-SISKES bisa digambarkan seperti pada Gambar 2.

Sistem transportasi &komunikasi

Sistem pencatatan

Pos informasi KB

Tabulin

Sistem pendonor darah

5 sistemSiaga DSAJ

Gambar 1. Lima Sistem Kesiagaan DSAJ

Sumber: DSAJ Toolkit

Proses Implementasi DSAJ

Tingkat Provinsi

Pertemuan Orientasi Tingkat Provinsi

Pertemuan Orientasitingkat Kabupaten

Kriteria lokasi dukungan

Kriteria Seleksi Fasilitator Desa

Tingkat Kabupaten

Survei Mawas Diri & Musyawarah Desa

Dokumen PotretDesa tentang KIA

Tingkat Desa

Musyawarah2 untuk:

Sistem Notifikasi

Sistem Tabulin

Sistem Pendonor darah

Sistem Transportasi

Pos info KB

Pelatihan 1 & 2

Gambar 2. Skema Proses Implementasi DSAJ dukungan SISKES

Evaluation DSAJ 4.

Reduction in Maternal mortalityand morbidity, Reduction of poverty

Impact chain of community empowerment

Advisors, funds, communication & transport, national policies and guidelines

Review concept, focus group discussions, village facilitator training, village mapping, notification system for pregnant women, identification of transport possibilities, partnership midwife & tba, etc

Use of outputs

Outcomes / objectives

Highly aggregated impacts

Outputs

Impacts

Attribution GapIntermediates OutcomeCommunities establish and maintain a supportive environment that enables theirmembers to access appropriate RH services

The population of NTB & NTT usequality health services

Outputs:Community empowerment(using Desa Siaga - Alert

Village concept strengthened)

Gambar 3. Rantai dampak proses Pemberdayaan masyarakat untuk pengembangan DSAJ

Rangkaian langkah implementasi dan dukungan digambarkan pada Gambar 3 yang juga mencatat “attribution gap” antara kegiatan output dan dampak pada masyarakat: tidak bisa ditentukan dengan pasti sejauh mana keluaran disadari secara sesungguhnya karena kegiatan proyek dan program atau pengaruh faktor luar (misalnya, pengenalan Desa Siaga Komprehensif didesa yang sama atau di desa terdekat, kegiatan proyek dan program Depkes yang lainnya, intervensi sektor lain, pembangunan sosial ekonomi).

Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkes Provinsi) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes kab/kota) adalah koordinator utama dan bertanggungjawab untuk kegiatan-kegiatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dinkes Provinsi bertanggungjawab untuk menyelenggarakan

pertemuan orientasi, pelatihan pertama tentang konsep DSAJ menggunakan “pendekatan pembelajaran partisipatif ”, dan pelatihan kedua tentang pengorganisasian masyarakat untuk membentuk Sistem Siaga. Dinkes Kab/kota bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pertemuan orientasi kabupaten dan monitoring dan evaluasi. Lembaga Keluarga berencana Kabupaten/kota meyelenggarakan pelatihan KB. Puskesmas dan Fasilitator Desa adalah yang paling berperan di tingkat desa karena Puskesmas adalah lembaga yang secara resmi bertanggungjawab untuk kegiatan-kegiatan yang terkait kesehatan di tingkat desa. LSM lokal, sebagai Fasilitator Kabupaten/Kota, memerankan peran yang penting dalam menghubungkan semua pemangku kepentingan satu dengan lainnya dan menyediakan dukungan tehnis di desa selama proses

Evaluation DSAJ 5.

pembentukan. Mereka juga berfungsi sebagai perpanjangan GTZ untuk urusan administrasi dan berperan sebagai katalisator untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan di desa, karenanya staff LSM tersebut mempunyai peran yang bersifat sementara. Setelah terbentuk, Desa Siaga dimiliki oleh masyarakat dan sistem kesehatan.

Dalam upaya mengevaluasi pencapaian dan efektifitas proses pemberdayaan masyarakat dukungan SISKES selama 2006-2009 dalam mengembangkan Desa Siap Antar Jaga di lima kabupaten/kota yang belum mendapatkan dukungan sebelumnya dari Proyek KPKK-Australia, Universitas Mataram telah dikontrak untuk melaksanakan sebuah survey pada April-Juni 2009.

Tiga dari tujuan evaluasi DSAJ ini, dua dilaksanakan melalui studi ini: 1) untuk menilai DSAJ berdasarkan indikator input, output, dan keluaran/dampak juga menurut kriteria DAC; dan 2) untuk menilai program DSAJ dari perspektif Deklarasi Paris tentang kepemilikan, kecocokan dan harmonisasi. Tujuan ketiga, untuk menganalisa biaya implementasi DSAJ, dilaksanakan melalui studi

4yang terpisah .

a. Petunjuk/pedoman untuk melaksanakan Survei Mawas Diri terkait KIA dan pedoman untuk pembentukan sistem kesiagaan berbasis masyarakat tersedia b. Jumlah sistem siaga yang terbentuk c. Koordinator/sukarelawan untuk setiap sistem

III. Evaluasi DSAJ di desa-desa dukungan SISKES

A. Indikator untuk pembentukan dan Fungsi DSAJ

1. Input / process:

d. Daftar pendonor darah berdasarkan jenis golongan darah e. Survei Mawas Diri dilaksanakan f. Dokumen “Potret Desa” dilaksanakan untuk setiap desag. Pertemuan/musyawarah untuk membentuk sistem kesiagaan diselenggarakanz

a. Jumlah orang desa/ Kader yang memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat b. Lima sistem desa siaga berfungsi c. Monitoring dan evaluasi berfungsi di setiap desa

a. Cakupan pemeriksaan kehamilan (kunjungan pemeriksaan kehamilan (K1) dan (K4)) meningkat b. Persalinan yang dibantu oleh tenaga terampil meningkat c. Akseptor keluarga berencana (current users) meningkat d. Jumlah kematian maternal dan neonatal karena keterlambatan menurun

a. Relevansi dukungan pembentukan DSAJb. Efektifitas dukungan pembentukan DSAJ dalam mencapai tujuannya c. Efisiensi pemanfataan sumberdaya proyek untuk mencapai output proyekd. Dampak proyek pada penerima manfaat yang diinginkan dan yang tidak diinginkan e. Keberlanjutan manfaat dukungan proyek setelah proyek selesai

a. Kecocokan dengan kebijakan dan program nasional dan daerah b. Harmonisasi dengan pemangku kepentingan yang berkontribusi pada program c. Kepemilikan Program

2. Output:

3. Keluaran /dampak: indikator Kesehatan Reproduksi:

4. Penilaian berdasarkan Kriteria DAC:

5. Konfirmasi dengan prinsip-prinsip Deklarasi Paris

4. Analisa Biaya DSAJ di NTT dan NTB, berdasarkan dukungan dari GTZ-SISKES selama 2006 - 2008, July 2009

Evaluation DSAJ 6.

B. Metodologi

Tujuh puluh desa dari 90 desa dipiih secara acak untuk evaluasi ini, dan kuesner atau petunjuk wawancara dikembangkan untuk sembilan kelompok responden. Total responden berjumlah 538 orang diwakili 9 kelompok seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 1.

Data dikumpulkan dari kelompok atau wawancara perseorangan menggunakan kelompok diskusi terfokus (FGD) atau kuesner terstruktur secara perseorangan. Data dari empat orang ibu per desa dikumpulkan dari survey rumahtangga menggunakan metode ”acak berjalan/random walk” . Tambahan data kualitatif juga dikumpulkan dari orang-orang tertentu seperti yang diringkas dalam Tabel 2 dan melalui diskusi kelompok terfokus.

Diskusi Kelompok Terfokus juga diselenggarakan di tingkat kabupaten di lima kabupaten/kota, dan di dua desa disetiap kabupateb/kota (desa yang menunjukkan performans yang terbaik dan kurang baik disetiap kabupaten/kota).

Informan / reponden Nomor

1 Dinas kesehatan Provinsi NTB 2

2 Dinas Kesehatan Kab/Kota 5

3 Lembaga KB Kab/Kota 5

4 Fasilitator Kab/Kota 5

5 Fasilitator Puskesmas 31

6 Fasilitator Desa 70

7 Kepala Desa 70

8 Bidang Desa 70

9 Ibu dengan 2 anak dibawah 5 tahun 280

TOTAL 538

Tabel 1. Kelompok & Responden Perseorangan

Table 2. Villages sampled per district and respondents interviewed

Kabupaten/kota Dukungan SISKES

DesaSampel

Responden yang diwawancarai menggunakan Kuesner terstruktur

Ibu Kepala Desa/Sekretaris

Bidang Desa

Fasilitator Desa / Kader

Fasilitator Puskesmas

1 Kota Mataram 12 48 12 12 12

2 Lombok Barat 11 44 11 11 11

3 Sumbawa Barat 13 52 13 13 13

4 Sumbawa 21 84 21 21 21

5 Bima 13 52 13 13 13

Jumlah 70 280 70 70 70 31

Tabel 2. Sampel Desa per Kab/Kota dan responden yang diwawancarai

Data kualitatif tambahan dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan staff Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Kesehatan kabupaten/kota, lembaga KB kabupaten/kota dan fasilitator Kabupaten.

Evaluation DSAJ 7.

Juga, data kuantitatif dari dokumen yang tersedia juga dikumpulkan dari pencatatan dan pelaporan program, kegiatan dan dokumen proyek dan sumber data sekunder lainnya.

Data entry dilakukan menggunakan Program Access, divalidasi dengan data cleaning, dan archived dengan Code-Book oleh Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan Universitas Mataram. Tes statistik menggunakan SPSS vers15, dan Test Chi square digunakan untuk membandingkan proporsi secara statistik. Studi pada data sekunder juga dilakukan untuk perbandingan.

a. Cakupan Pembentukan DSAJ melalui dukungan SISKES

Selama 2006-2008, SISKES mengimplementasikan DSAJ di 90 desa di lima dari Sembilan kabupaten/kota Provinsi NTB. Ke- 90 desa (9.9% dari 911 desa di NTB) mencakup sekitar 450,000 dari 4.3 juta jiwa di provinsi. Didalam kelima kabupaten/kota yang menjadi sasaran, cakupan yang dicapai diperlihatkan dalam Tabel 3.

Cakupan DSAJ dengan dukungan SISKES berkisar antara 12 hingga 53 persen dari total jumlah desa disetiap kabupaten.

Jika data awal proyek menggambarkan bahwa tidak ada desa DSAJ di lima kabupaten/kota sebelum 2006, peningkatan cakupan telah tercapai.

digunakan saat dibutuhkan, ibu-ibu mula-mula ditanya tentang kesadaran mereka tentang sistem tersebut.

C. Hasil Evaluasi

1. Indikator output

b. Pengetahuan dan Pemahaman tentang sistem kesiagaan

Karena pengetahuan tentang sistem kesiagaan merupakan prasyarat jika sistem akan

Hasil evaluasi menemukan bahwa 83% ibu-ibu yang disurvei telah mengetahui tentang sistem kesiagaan, walaupun setengah dari mereka memiliki pemahaman tentang sistem kesiagaan yang masih terbatas.

Kabupaten Total jumlah desa dlm kab/kota

Jumlah desa DSAJ dukungan SISKES , 2006-2008

%

1 Kota Mataram 50 15 30

2 Lombok Barat 121 15 12

3 SumbawaBarat

49 15 31

4 Sumbawa 156 25 16

5 Kota Bima 38 20 53

Jumlah 414 90 22

Tabel 3. Cakupan SISKES berdasarkan jumlahdan proporsi desa per kabupaten/kota

Gambar 4. Kesadaran tentang Sistem

Kesiagaan DSAJ

Pengetauan & pemahaman baik

Pengetauan baik tapi kurang faham

Tidak tau

43%

17%

40%

Pengetahuan & pemahaman Ibu-ibu tentang sistem siaga DSJ ( n=280)

Evaluation DSAJ 8.

Ibu-ibu lalu ditanya lebih detail tentang jenis sistem kesiagaan yang diketahui. Grafik 5 menunjukkan kesadaran mereka tentang keberadaan dan penggunaan nyata sistem kesiagaan di masyarakat mereka.

Sistem yang paling digunakan (Gambar 5) adalah notifikasi penting dan kejadian lain,informasi keluarga berencana dan dukungan dana. Hanya sistem pendonor darah, sistem yang dibentuk melalui pertemuan desa, yang jarang digunakan.

Yang lainnya dibentuk melalui pertemuan di tingkat dusun/lingkungan. Hal ini mungkin juga karena pendonor darah tidak sering dibutuhkan.

c. Pemanfaatan Sistem Kesiagaan DSAJ

d. Manfaat Sistem Kesiagaan

Catatan dari setiap sistem digunakan untuk menentukan seberapa sering setiap sistem telah dimanfaatkan setelah terbentuknya sistem DSAJ. Tabel 5 menunjukkan rata-rata jumlah kali setiap sistem telah dimanfaatkan per desa sejak sistem DSAJ dibentuk (kira-kira satu tahun, rata-rata)

Ibu-ibu ditanya manfaat sistem DSAJ. Tabel 5 memperlihatkan pendapat mereka. Kelima sistem dinilai “bermanfaat” dan “sangat bermanfaat” oleh sekitar 80% ibu-ibu, dimana sistem penyediaan alat transportasi, informasi keluarga berencana, dan dukungan dana memiliki nilai yang tertinggi.

Gambar 5. Pengetahuan & Pemanfaatan sistem DSAJ

Tab

le 4

Pengetahuan Pemanfaatan

100

80

60

40

20

0

Pos

info KB

Sistem

dukungan dana

Sistem

donor dara

Sistem penyediaan

alat transportasi

Sistem

pencatatan

Tabel 4. Proporsi masyarakat yg memanfaatkansistem kesiagaan DSAJ

Sistem Kesiagaan DSAJ

Rata-rata jumlah kali pemanfaatan, per desa, sejak sistem DSAJ terbentuk

Dukungan dana sosial masyarakat

13.5

Penyediaan alat transportasi/komunikasi

15.7

Yang menerima donor darah

2.1

Yang memberikan donor darah

8.2

Yang menerima informasi KB

25.1

Tabel 5. Proporsi (%) ibu-ibu yang melaporkan setiap sistem bermanfaat

Tingkat manfaat Notifikasi Dukungan dana

Donor darah Penyediaan alattransportasi

Info KB

Sangat bermanfaat 33 41 32 44 40

Bermanfaat 46 41 39 38 43

Cukup bermanfaat 12 11 15 11 12

Sedikit bermanfaat 2 1 0.8 0.8 0.8

Tidak tahu 8 7 13 7 5

Evaluation DSAJ 9.

e. Kemudahan terhadap Sistem Kesiagaan

Ibu-ibu ditanya juga tentang kemudahan yang dipikirkan tentang sistem DSAJ. Tabel 6 memperlihatkan tanggapan mereka.

Sistem kesiagaan dinilai sebagai sangat lebih mudah atau lebih mudah dibandingkan sebelumnya oleh sekitar 73-84 % ibu-ibu. Sekitar 10% menyatakan sama saja dan hampir tidak ada yang menyatakan lebih susah/repot.

f. Kemudahan bagi masyarakat miskin

Untuk menilai apakah program ini “pro-masyarakat miskin” dalam konteks memberikan perhatian yang lebih banyak pada perempuan miskin dan anak-anak, ibu-ibu ditanya juga apakah sistem kesiagaan telah meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Gambar 6 menunjukkan bahwa 90% ibu-ibu berpendapat hal itu telah terjadi. Sepuluh persen berpikir bahwa sistem siaga kurang membantu.

Tabel 6. Kemudahan dengan adanya sistem kesiagaan dibandingkan dengan sebelum DSAJ

Tingkat kemudahan

Notifikasi (%) Dukungan dana

Donor darah (%)

Penyediaan alat transportasi (%)

Info KB (%)

Jauh lebih mudah 24 26 23 29 27

Lebih mudah 59 54 50 54 57

Sama saja 10 12 15 10 10

Lebih susa 0.4 0.4 0.0 0.4 0.4

Tidak tahu 7 8 13 7 6

sangat bermanfaatbermanfaatcukup bermanfaatkurang bermanfaattidak bermanfaat

9%

1%1%

46%

43%

Pendapat ibu-ibu tentang manfaat sistem siaga untuk masyarakat miskin dalam

mengakses pelayanan kesehatan

Gambar 6. Kemudahan DSAJ bagi

masyarakat miskin

46%

Ia,sama untuk perempuan & laki-lakiTidak samaTidak tahu

Pendapat ibu-ibu tentang akses yang sama utk perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan

bantuan dari sistem siaga (n=280)

Gambar 7. Persamaan Akses berdasarkan

gender

92%

6%

2%

Evaluation DSAJ 10.

g. Persamaan berdasarkan gender

2. Indikator keluaran Kesehatan Reproduksi

a. Cakupan Pemeriksaan Kehamilan

Ibu-ibu ditanya apakah laki-laki dan perempuan memiliki akses yang sama untuk mendapatkan bantuan dari sistem kesiagaan. Gambar 7 di halaman sebelumnya menerangkan pendapat mereka tentang persamaan akses. Sembilan puluh empat persen percaya bahwa sistem kesiagaan terbuka untuk diakses oleh masyarakat desa baik yang laki-laki dan perempuan secara sama.

Salah satu tujuan dari pembentukan Sistem Notifikasi adalah untuk mengidentifikasi ibu hamil guna memonitor dan membantu mereka selama masa kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih. Pesan utama yang selalu disampaikan oleh fasilitator desa dalam setiap pertemuan adalah “setiap kehamilan dan persalinan mempunyai resiko,” jadi setiap ibu hamil sebaiknya melakukan pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilan. Studi ini mendokumentasikan kunjungan pemeriksaan kehamilan pada tiga bulan pertama (K1) dan kunjungan keempat pada tiga bulan ketiga (K4) masa kehamilan untuk menentukan apakah kunjungan pemeriksaan kehamilan telah meningkat setelah pembentukan Sistem Notifikasi. Studi menemukan bahwa K1 telah meningkat dari 87% ke 92% (p<0.05), dan K4 dari 84% ke 87% (p<0,05). Jadi, dampak yang diinginkan telah diobservasi. Analisa data sekunder yang tersedia dari fasilitas kesehatan menunjukkan tren peningkatan yang sama.

b. Persalinan dibantu oleh tenaga yang terampil

Tujuan DSAJ yang lainnya adalah untuk memampukan ibu hamil agar dibantu oleh

5 tenaga yang terampil (SBA) saat bersalin. Survey menemukan bahwa 88% ibu telah dibantu oleh tenaga terampil pada saat bersalin di kehamilan terakhirnya (sejak dibentuknya DSAJ). Untuk persalinan sebelumnya, persentase dengan bantuan tenaga terampil sebesar 75% (p<0.01). Hal ini tidak diragukan lagi karena dipengaruh oleh penempatan lebih banyak bidan di desa. Banyak bidan desa bekerja secara bermitra dengan dukun, tetapi proporsi persalinan yang dibantu oleh dukun telah menurun dari 23% ke 10% pada persalinan yang sebelumnya dengan persalinan yang terakhir. Indikator lainnya terkait keterampilan perawatan saat persalinan adalah tempat persalinan. Survey menanyakan dimana persalinan terakhir dan persalinan sebelumnya terjadi. Ditemukan bahwa proporsi persalinan yang terjadi di fasilitas kesehatan telah meningkat dari 43% ke 59% (p<0.01). Dengan meningkatnya kesadaran tentang resiko pada setiap kehamilan dan persalinan, kecenderungan ibu-ibu untuk dibantu oleh tenaga terampil dan melakukan persalinan di fasilitas kesehatan meningkat, misalnya di rumah sakit pemerintah atau swasta, Puskesmas, Polindes, dan klinik bidan atau dokter swasta.

Bidan desa di Sambinae Kota Bima menjelaskan bagaimana persalinan yang dibantu oleh tenaga terampil dan tempat bersalin telah berubah didalam pengalamannya:

“Sebelum bangunan Polindes dan pembentukan sistem siaga, hanya 20% persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan. Setelah Polindes dibangun jumlah persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan telah

juga

5. Di NTB tenaga terampil yag membantu persalinan sebagian besar diberikan oleh bidan yang memiliki pendidikan minimal 3 tahun

Evaluation DSAJ 11

meningkat menjadi 40%. Kemudian, setelah pembentukan sistem siaga, persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan telah menjadi 100%, dan semuanya dilakukan di fasilitas kesehatan.”

Implementasi DSAJ telah berkontribusi untuk merubah perilaku ibu hamil dalam mencari pelayanan kesehatan. Lebih banyak perempuan dibantu oleh tenaga terampil saat bersalin, dan lebih banyak persalinan terjadi di fasilitas kesehatan. Perubahan yang signifikan ini dikonfirmasi oleh data sekunder.

Kematian maternal bisa dikurangi dengan merencanakan kehamilan guna menghindari kehamilan yang tak diinginkan (unwanted pregnancy) dan kehamilan yang tidak aman (unsafe pregnancy). Dalam konteks ini, tujuan untuk mencakup pembentukan Pos Informasi KB adalah untuk menyediakan informasi KB lebih dekat kepada perempuan di desa sehingga mereka bisa saling membagi informasi dan mampu untuk memilih metode KB guna menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Indikator yang dipilih untuk mengukur dampak Pos Informasi KB adalah pengetahuan ibu tentang metode keluarga berencana yang dibandingkan dengan data awal yang dikumpulkan dalam survey rumah tangga SISKES tahun 2007.

Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 8 dibawah, survey menerangkan bahwa pengetahuan tentang minimal satu metode telah meningkat dari 98% menjadi 100%, pengetahuan minimal empat metode meningkat dari 56% menjadi 66%, dan lima atau lebih metode meningkat dari 31% menjadi 42%. Hal ini memperkuat laporan tingkat desa tentang manfaat Pos Informasi KB untuk meningkatkan pengetahuan dan bagaimana DSAJ meningkatkan akses ke pelayanan.

c. Akseptor Keluarga Berencana

d. Kepuasan Klien terhadap pelayanan KIA di tingkat desa

Gambar 8. Pengetahuan ibu tentang metode KB

Tab

le 4

2007 HH Survey DSAJ Evaluasi

100

80

60

40

20

0

Mengetahui

5+

Mengetahui

5+

Mengetahui

1+

Walaupun program DSAJ terfokus pada kegiatan non-medis dalam menurunkan kematian maternal, hal ini harus diikuti oleh keterjangkauan dan perawatan medis yang efektif ketika pasien yang berisiko tinggi dibawa ke fasilitas kesehatan atau rumah sakit. Jadi, pendekatan SISKES telah mengintegrasikan dukungan DSAJ dengan komponen lainnya dalam Penguatan Sistem Kesehatan. Semua desa yang dipilih untuk dukungan DSAJ berada didalam wilayah

6Puskesmas PONED dan yang mendapatkan juga pelatihan menejemen Puskesmas. Setiap desa memiliki bidan yang telah dilatih Asuhan

7Persalinan Normal (APN) yang tinggal di desa 8dan juga memiliki POSKESDES . Efektifitas

kerjasama dukungan ini sebagai dampak dari program DSAJ dan dukungan SISKES lainnya hendaknya muncul pada tingkat kepuasan ibu terhadap pelayanan KIA yang disediakan di tingkat desa.

6. Puskesmas PONED: Puskesmas yang menyediakan pelayanan 24 jam dan menyediakan pelayanan gawatdarurat obsetrik dan neonatal 7. Pelatihan APN: Pelatihan Aushan Persalinan Normal yang memampukan bidan melaksanakan persalinan normal, mengenali potensi gawatdarurat dan kebutuhan rujukan, dan melakukan persiapan yang tepat untuk rujukan.8. POSKESDES: Pos kesehatan desa yang menyediakan pelayanan kesehatan dasar. Ibu-ibu bisa bersalin difasilitas ini.

Evaluation DSAJ 12.

Untuk menentukan apakah kepuasaan klien telah meningkat selama masa pengenalan DSAJ, survey mencakup penilaian ibu-ibu tentang sepuluh komponen pelayanan yang telah tercakup pada data awal dari survey GTZ SISKES tahun 2007.

Setiap komponen dinilai dari 1 hingga 10, dimana 10 yang terbaik dan satu yang terburuk. Tabel berikut ini menggambarkan hasilnya.

Dapat dilihat bahwa kepuasan ibu-ibu terhadap pelayanan KIA di Polindes, sudah cukup tinggi pada tahun 2007, telah meningkat sejak tahun 2007 pada kesepuluh item penilaian. Perubahan ini tidak bisa diklaim sebagai hanya hasil program DSAJ, tetapi hal ini mengindikasikan bahwa upaya –upaya di sisi masyarakat telah diintegrasikan dengan peningkatan yang saling melengkapi pada sisi pelayanan.

Kepuasaan Klien dengan Pelayanan KIA di Polindes Rata2 2007 Rata2 2009

Keramahan petugas pemberi pelayanan 7.9 9.0

Keterampilan petugas dalam memberikan pengobatan 7.8 9.0

Kelengkapan peralatan yang disediakan 7.6 8.9

Kebersihan fasilitas kesehatan 7.8 9.0

Waktu/lama tunggu mendapatkan pelayanan 7.4 9.1

Kerahasiaan saat memberikan pelayanan 7.4 8.9

Rasa aman saat memberikan pelayanan 7.7 8.9

Menginfrmasikan hasil pemeriksaan yang dilakukan 7.8 8.9

Keterjangkauan fasilitas kesehatan 7.8 9.0

Biaya relative murah 7.9 9.1

Tabel 7. Kepuasaan ibu-ibu terhadap Pelayanan KIA di Polindes, 2009 dibandingkan dgn 2007

e. Kematian Maternal dan neonatal karena

keterlambatan

Indikator ini sulit untuk dinilai karena

pencatatan di sistem kesehatan tidak mencatat

kemungkinan kejadian keterlambatan dalam

mendapatkan pelayanan yang semestinya

sebagai penyebab kematian.

Data yang lebih baik tentang perubahan karena

menurunnya keterlambatan memerlukan studi

yang lain yang fokus di tingkat fasilitas

kesehatan. Untuk mengevaluasi apakah

penurunan dalam keterlambatan kemungkinan

telah terjadi, dan resiko kematian menurun

sebagai akibatnya, studi ini menggunakan dua

indikator proxy – pendapat bidan tentang:

Evaluation DSAJ 13.

1) Perubahan-perubahan setelah pembentukan

sistem transportasi/komunikasi DSAJ dalam

pelayanan maternal dan neonatal oleh bidan

desa ketika menangani kasus kegawatdaruratan

yang memerlukan rujukan, dan;

2) Penanganan kegawatdaruratan yang

membutuhkan transfusi darah sebelum dan

setelah sistem pendonor darah terbentuk.

Berdasarkan pendapat bidan tentang pertanyaan yang diajukan, 93% menyatakan bahwa sistem transportasi gawatdarurat DSAJ telah mempermudah penanganan kasus rujukan (Gambar 9). Hanya 7% bidan yang menyatakan bahwa sistem transportasi tidak membuat perbedaan dalam pelayanan mereka.

Sedangkan dalam kemudahan mendapatkan pendonor darah, 71% bidan desa (Gambar 10) percaya bahwa keberadaan sistem pendonor darah telah membantu mereka dalam menangani kasus yang memerlukan darah.

Gambar 9. Penilaian bidan tentang kemudahan menangani kasus

rujukan setelah DSAJ

Sangat mudah utk menanganiMudah utk menanganiCukup mudah utk menanganiTidak ada perbedaan

Pendapat bidan tentang kemudahan menangani kasus gawat darurat

yang membutuhkan rujukan , sebelum & setelah Sistem DSAJ (n=70)

49%

27%

7%

17%

Sangat mudah dapat pendonor darahMudah dapat pendonor darahCukup mudah dapat pendonor darahTidak ada perbedaanTidak tau

Pendapat bidan tentang kemudahandalam menangani gawatdarurat yang

membutuhkan transfusi darah, sebelum & setelah Sistem DSAJ, (n=70)

1%

19%

51%

16%

13%

Gambar 10. Penilaian bidan tentang kemudahan mendapatkan pendonor darah

Dampak sistem kesiagaan dalam membantu bidan dalam penyediakan pelayanan kesehatan direfleksikan dalam sebuah cerita yang ditulis oleh seodang bidan desa dari Tanjung di Kota Bima:

“Tahun kemarin telah menjadi waktu yang menyenangkan bagi saya sebagai bidan yang bekerja di desa. Hal ini karena hal-hal yang biasanya mencemaskan saya saat membantu persalinan tidak terjadi lagi, dan tahun ini tidak ada kematian maternal dan neonatal di desa tempat saya bekerja ini.Tentu saja kelelahan selalau muncul karena saya membantu 162 ibu hamil untuk melahirkan bayi-bayi mereka dengan selamat tahun yang lalu. Kelelahan itu menghilang begitu saya melihat bayi-bayi yang lahir dengan selamat dari ibu-ibu yang baru saja melewati waktu yang kritis.

Saya yakin hal ini terjadi karena desa saya telah menjadi Desa Siaga, yang difasilitasi oleh GTZ yang

Evaluation DSAJ 14.

telah membawa pendekatan inovatif ke desa ini. Masih segar dalam ingatan saya bahwa beberapa tahun yang lalu saya menangani kasus kematian maternal dan kasus pendarahan lainnya yang membuat saya shock dan frustasi sebagai bidan. Saat ini, cerita-cerita lama ini tidak saya alami lagi karena saya termotivasi sebagai bidan melihat banyak perubahan di masyarakat setelah mereka membentuk sistem kesiagaan mereka.

Kemungkinan sebagai orang luar anda akan tidak percaya tentang banyaknya perubahan yang telah terjadi dalam waktu hanya satu tahun, tetapi bagi saya sebagai orang yang terlibat dan mengalami perubahn-perubahn ini, saya bisa bercerita bahwa saat saya butuh untuk merujuk seorang ibu, sangat mudah mendapatkan alat transportasi. Saya hanya menghubungi koordinator sistem transportasi dan alat transportasinya sudah siap untuk pasien yang akan dirujuk. Sebelumnya, hal ini sangat sulit untuk membujuk seorang ibu hamil untuk melahirkan di Polindes, tetapi sekarang, walaupun mereka akan segera melahirkan, mereka datang ke Polindes. 100% ibu-ibu hamil melahirkan di Polindes pada tahun 2008.

Kader-kader sangat aktif memotivasi ibu-ibu hamil dan menyebarluaskan informasi keluarga berencana. Sekarang saya menyadari bahwa hal ini terjadi karena meningkatkan pengertian masyarakat dan keinginan mereka untuk berubah untuk saling membantu. Pada awal proses implementasi, saya merasa ragu bahwa hal “ini akan bisa membuat perubahan,” tetapi setelah satu tahun banyak berubahan besar terjadi, ibu –ibu hamil bisa dilayani dengan baik, dan bayi-bayi yang merupakan masa depan terlahir dengan selamat”.

Evaluasi menggunakan Kriteria OECD/DAC Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan telah mengembangkan sebuah paket lima kriteria kunci guna mengevaluasi ketepatan kegiatan pembangunan internasional – relevansi, efektifitas, efisiensi, dampak, dan keberlanjutan. Dikenal dengan istilah “Kriteria DAC” setelah Komite Organisasi Bantuan Pembangunan yang pertama kali mencetuskannya pada tahun 1991, kreteria ini digunakan oleh GTZ sebagai metode tambahan untuk mengevaluasi kerja-kerjanya. Evaluasi DSAJ berupaya untuk memasukkan krtiteria ini dalam petunjuk dan kuesnernya.

Reposnden studi diminta untuk menilai kegiatan DSAJ lima kriteria DAC dalam skala 5, dimana 1 untuk yang terbaik dan 5 untuk yang terburuk. Skor setiap lima criteria kemudian bisa ditentukan, dan lalu dikombinasikan setelah memberi bobot menurut petunjuk DAC, guna

9mendapatkan skor secara keseluruhan untuk kegiatan proyek.

Di tingkat desa, penilaian dilakukan oleh kepala desa (n=70), fasilitator desa (n=70), Bidan Desa (n=70), dan ibu-ibu (n=280). Di tingkat kabupaten/kota, penilaian dilakukan oleh staf Dinkes kab/kota (n=10), staf lembaga KB Kab/kota (n=5), Fasilitator Kabupaten (n=4), dan Fasilitator Puskesmas (n=31). Di tingkat provinsi, dua staf Dinkes Provinsi melakukan penilaian ini.

Tabel 8 di halaman berikut memperlihatkan nilai keseluruhan DSAJ untuk lima kriteria dari berbagai pemangku kepentingan.

Hasil secara keseluruhan adalah 2 yang artinya “baik”, sangat sesuai dengan harapan, tidak ada hambatan yang berarti.

9. 1. Sangat baik; secara signifikan lebih baik dari yang diharapkan 2. Baik; secara penuh sesuai dengan yang diharapkan; tidak ada kekurangan yang berarti 3. Memuaskan; kurang dari yang diharapkan tetapi hasil positif lebih dominan 4. Tidak memuaskan;secara singnifikan dibawah yang diharapkan; hasil-hasil yang negatif dominan disamping hasil positf yang teridentifikasi 5. Sangat jelas tidak cukup; disamping beberapa hasil positif yang parsial, hasil-hasil yang negatif sangat nyata dominan 6. Proyek/program tidak berguna,atau situasi menjadi lebih buruk dalam timbangan.

Evaluation DSAJ 15

Kelompok Responden

1. Relevansi 2.7 1.5 1.7 1.6 1.8 1.7 1.4 1.9 1.1 1.7

2. Efektifitas 2.9 1.9 1.5 2.3 2.2 1.6 1.6 1.8 2.0 2.0

3. Efisiensi 2.5 2.1 2.3 2.3 2.1 2.2 2.0 2.6 2.0 2.2

4. Dampak 1.7 1.5 1.4 2.7 1.7 2.0 1.6 2.0 1.5 1.8

5. Keberlanjutan

2.7 1.8 2.0 2.1 2.2 2.4 2.8 2.0 2.0 2.0

Total Rating 2.4 1.7 1.7 2.2 2 2 1.9 2 1.7 2

Tota

l

Kri

teri

a

Ibu-

ibu

Fasi

litat

or d

esa

Bid

an d

esa

Kep

ala

desa

Fasi

litat

or

Pus

kesm

as

Fasi

litat

or k

ab/

kota

Lem

baga

KB

kab

/ko

ta

Din

as K

eseh

atan

K

ab/

kota

Din

as K

eseh

atan

Pro

vins

i

Tabel 8. Skor Kriteria DAC DSAJ oleh kelompok responden dan secara keseluruhan

Skor bernilai sekitar 2 cukup konsisten untuk semua kriteria dan dari kelompok ke kelompok

yang lain. Skor keseluruhan yang terbaik adalah untuk relevansi dan dampak program; keberlanjutan dan efisiensi mendapatkan skor yang sedikit kurang baik. Ibu-ibu nampaknya muncul kurang yakin dengan nilai DSAJ, dan Bidan desa punya konsen juga.

Tim evaluasi telah berupaya untuk mengkombinasikan informasi kwalitatif dari kelompok diksusi terfokus dengan skor untuk kriteria DAC tertentu.

responden

Relevansi

Terkait dengan relevansi, sebagai contoh, pemangku kepentingan di tingkat desa melihat relevansi DSAJ yang didukung oleh tradisi tolong menolong diantara mereka, seperti yang dinyatakan dalam dua FGD keluarahan di Kota Bima:

“Konsep DSAJ berakar dalam tradisi tolong menolong yang ada di masyarakat, namun DSAJ telah memperluas tradisi yang ada ke penyelamatan nyawa, dan DSAJ telah memperkuat tradisi tolong menolong yang ada menjadi lebih terstruktur dan sistematis dan lebih terkelola oleh masyarakat.”

Evaluation DSAJ 16.

Efektifitas

Efisiensi

Terkait dengan efektifitas, DSAJ dinilai menjadi efektif tidak hanya sebagai sebuah pendekatan untuk memobilisasi masyarakat guna melakukan tanggungjawab yang lebih besar untuk kesehatan mereka sendiri, tetapi pelaksanaannya telah meningkatkan kesadaran gender bahwa kehamilan dan persalinan tidak hanya semata-mata urusan perempuan: tetapi tanggungjawab setiap orang. Masyarakat desa juga menyebutkan bahwa melalui DSAJ mereka belajar tentang transfusi darah.

Mereka sekarang menyadari bahwa perdarahan saat persalinan, yang sebelumnya dianggap sebagai hal yang alamiah saat persalinan, membawa resiko dan bisa diatasi. Proses implementasi ditemukan terfokus lebih dari hanya sekedar pembentukan sistem kesiagaan. Tetapi lebih pada proses memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan yang lebih luas dan pilihan-pilihan yang memampukan mereka untuk membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat. Ibu-ibu juga melihat sistem kesiagaan sebagai program yang pro masyarakat miskin dan sebagai penguat kebersamaan diantara anggota masyarakat.

Terkait efisiensi, DSAJ diamati sebagai program yang diimplementasikan dengan melibatkan masyarakat di tingkat dusun/lingkungan. Tidak seperti program yang kebanyakan memilih beberapa orang dari tingkat dusun sebagai perwakilan, DSAJ memobilisasi masyarakat disetiap dusun/lingkungan di desa, sehingga hampir semuan orang desa mengetahui tentang program ini. Efisiensi program terkait biayanya didiskusikan secara detail dalam

10dokumen terpisah .

Dampak

?Dampak Gender

?Dampak pada kebiasaan tolong menolong masyarakat

Pada sesi sebelumnya dalam dokumen ini tentang indikator kesehatan reproduksi telah dijelaskan beberapa keluaran yang penting yang diharapkan dan dipelajari. Dua keluaran tambahan yang menarik untuk proyek adalah dampaknya terkait gender dan perilaku tolong menolong masyarakat yang kolaboratif.

Salah satu tujuan dari implementasi DSAJ adalah peningkatan kesadaran secara umum bahwa kehamilan dan persalinan adalah tanggungjawab semua, tidak hanya perempuan. Untuk melihat dampak dari pesan ini, ibu-ibu ditanya siapa yang menemani mereka saat melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan dan saat persalinan sebelum dan setelah pembentukan DSAJ. Ditemukan bahwa persentase ibu-ibu yang ditemani oleh suami mereka saat kunjungan pemeriksaan kehamlian telah meningkat dari 17 menjadi 49%, dan dari

1162 menjadi 78% saat persalinan (p<0,01). Jadi, DSAJ memiliki dampak gender yang sesuai.

Dampak lainnya yang diinginkan dari implementasi DSAJ adalah perluasan konsep tolong menolong menjadi sistem kesiagaan yang memampukan masyarakat untuk mengatasi kejadian gawat darurat dengan lebih mudah dan tepat, sehingga bisa menyelamatkan nyawa. Kelompok diskusi terfokus menjelaskan bahwa penguatan sistem tolong menolong telah mengurangi beban dan telah menciptakan semangat kebersamaan diantara anggota masyarakat. Hal ini telah terbukti menjadi bermanfaat dalam memudahkan masyarakat untuk menjangkau akses pelayanan kesehatan. Dua cerita berkait menggambarkan manfaat langsung pemberdayaan masyarakat melalui “Sistem kesiagaan berbasis

11masyarakat.10. Analisa Biaya DS di NTB dan NTT, berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama 2006-2009. Juli 2009 oleh Dr. Rahmi Sofiarini dan Dr. Lieve Goeman.11. Secara relatif tinggi jumlah suami yang hadir saat persalinan kemungkinan juga dipengaruhi oleh persyaratan bahwa kata-kata pertama yang didengar oleh bayi dari keluarga Muslim sebaiknya Adzan “panggilan sholat” yang disampaikan oleh laki-laki,seringkali oleh ayah si bayi.

Evaluation DSAJ 17.

?

?

Keberlanjutan dan replikasi

Marni, 35 tahun, Desa Lembuak, Kabupaten Lombok Barat: “Saya mendapatkan kangker payudara dan harus dibawa ke Rumah Sakit Sanglah di Denpasar, Bali (pulau disebelah Lombok) untuk menjalankan operasi. Saya agak panik tentang transportasi untuk dipakai ke Denpasar, namun dengan semangat tolong menolong antar sesama, saya dibawa ke Denpasar menggunakan kendaraan secara gratis. Beberapa tetangga saya juga ikut didalam kendaraan guna memberikan dukungan dan menemami saya. Saya sangat berterimakasih dan berharap tradisi tolong menolong ini berlanjut di dusun saya.”

Yati Citra Dewi, 24 tahun, Desa Poto, Kabupaten Sumbawa: “Saya tidak sadarkan diri setelah melahirkan, dan setelah diperiksa dokter, dia meminta keluarga saya untuk menyediakan dua kantung darah. Mendengar permintaan ini, saya tidak panik karena saya tahu dengan baik bahwa didesa saya pendonor darah tersedia untuk golong darah saya, dan ini tidak susah diperoleh. Suami saya mengkontak koordinator sistem pendonor darah, dan pendonor darah dikirim ke rumah sakit. Saya bangga dengan program DSAJ. Banyak manfaat yang dihasilkan, memudahkan pergi ke fasilitas kesehatan, mendapatkan pendonor lebih mudah, dan dukungan dana tersedia melalui tabungan kami. Melalui DSAJ masyarakat dimotivasi untuk saling meringankan beban dan mengatasi kondisi kritis.”

Keberlanjutan program DSAJ untuk jangka panjang harus dilihat dalam konteks keseluruhan program pemerintah daerah dan nasional. DSAJ adalah bagian utama dari program Desa Siaga nasional, yang salah satu indikatornya adalah keberadaan sistem kesiagaan berbasis masyarakat untuk kegawatdaruratan dan bencana. Pengalaman implementasi DSAJ telah didokumentasikan. Alat bantu telah disusun termasuk perhitungan biaya implementasinya dan memfasilitasi

advokasi dan implementasi dan bisa membantu lembaga atau perseorangan manapun untuk melaksanakan program.

Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan penurunan angka kematian maternal sebagai prioritas utama dengan mendeklarasikan program resmi yang disebut AKINO, yang berarti “Angka Kematian Ibu nol di desa.” Mobilisasi masyarakat untuk surveilan, persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi adalah bagian dari grand design AKINO. Jadi, Konsep DSAJ merupakan bagian dari upaya Pemerintah Provinsi NTB yang prioritas dan berlanjut.

DSAJ, sebagai bagian dari Konsep Desa Siaga Nasional dan untuk mengimplementasikan AKINO, sedang diadopsi di wilayah lainnya. Duapuluh satu dari 31 Fasilitator Puskesmas yang diwawancarai melaporkan bahwa mereka telah memperkenalkan konsep DSAJ kedesa lainnya mengunakan dana untuk program bagi masyarakat miskin, untuk pemberdayaan masyarakat atau untuk Gerakan Sayang Ibu.Dinas Kesehatan NTB telah menerima kunjungan dari Dinkes Provinsi Bengkulu-Sumatera yang mengunjungi salah satu desa DSAJ. Dinkes Bengkulu terkesan pada alat bantu dan menyatakan keinginan untuk mengaplikasikan konsep ini Bengkulu. Dinkes Bengkulu bahkan mengundang fasilitator desa untuk datang ke Bengkulu. “

Evaluation DSAJ 18.

5. Keserasian dengan prinsip-prinsip Deklarasi Paris

a. Keserasian dengan kebijakan dan program nasional dan daerah

Tiga prinsip Deklarasi Paris terkait dengan keselarasan, koordinasi, dan kepemilikan terhadap dukungan lembaga inetrnasional pada program bantuan pembangunan dinilai didalam evaluasi implementasi DSAJ ini oleh GTZ SISKES: 1) kecocokan dengan kebijakan dan program pemerintah,2) harmonisasi dengan kebijakan dan program yang sedang dijalankan, dan 3) memperkuat kepemilikan dan komitment pada program. Bidan desa, kepala desa, dan fasilitator Puskesmas desa-desa lokasi DSAJ diwawancarai tentang prinsip-prinsil ini. Tanggapan mereka sebagai berikut.

Pertama-tama, perlu dicatat bahwa DSAJ adalah bagian yang tak terpisahkan dari program nasional Desa Siaga. Ketika ditanya apakah kedua-duanya saling melengkapi atau saling tumpah tindih, 98 dari 100 responden menjawab bahwa keduanya saling melengkapi. Selanjutnya, hampir semua pemangku kepentingan menilai DSAJ serasi dengan program pemerintah daerah dan program kesehatan lainnya (Gambar 11).

b. Harmonisasi dengan pemangku kepentingan dan kegiatan yang terkait

DSAJ telah diimplementasikan di Provinsi NTB oleh berbagai pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Kesepakatan yang jelas telah dicapai tentang kegiatan mana akan dikerjakan ditingkatan mana dan diorganisir oleh siapa, dan peran, tugas dan tanggungjawab untuk setiap pemangku kepentingan disepakati juga sebelum implementasi dimulai. Untuk mengevaluasi kehamonisasian mereka, provider dan penerima manfaat ditanya pendapat mereka. Kedua kelompok menilai bahwa dukungan SISKES dan sistem mereka kuat (Gambar 12).

program pemerintah daerah

60

40

20

0

Sangat baik Baik Cukup baik

6.2

11.8

Gambar 11. Pandangan pemangku kepentingan

tentang keserasian DSAJ dgn program kesehatan

yang lainnya

program kesehatan yang lain

48.1

36.7

45.7 45.5

Penerima manfaat

60

40

20

0

Sangat kuat Kuat Cukup kuat Kurang kuat

1.4

25.7

9.9

Gambar 12. Penilaian tentang harmonisasi

implementasi DSAJ dengan sistem yang ada

22.9

Provider

20.017.1

55.7

47.2

Dukungan SISKES-GTZ telah dilaksanakan melalui struktur pemerintah dan diharmonisasi kedalam sistem mitra. Proposal untuk setiap kegiatan disusun oleh mitra menggunakan format yang telah disetujui bersama, dan menerapkan skema subsidi lokal untuk penyediaan pendanaan.

Pembagian yang jelas tentang dimana kegiatan dilakukan telah membantu kelancaran proses tanpa adanya waktu yang saling mengganggu atau penundaan akibat menunggu persetujuan. Hal ini menghasilkan keterbukaan terkait penggunaan dana karena kemana dana dan digunakan untuk apa dapat diketahui dengan jelas.

Evaluation DSAJ 19.

Sangat setujuSetuju

Pendapat ibu-ibu tentang pernyataan berikut"sistem siaga DSAJ menjadi tradisi baru saling

tolong dalam menyelamatkan nyawa", (n=280)

Gambar 14. Kemungkinan sistem kesiagaan untuk menjadi tradisi lokal saling membantu

53%47%

Ditingkat desa, masyarakat mengetahui berapa banyak uang yang mengalir kedesa dan berapa banyak mereka berkontribusi dalam membangun dan memelihara sistem kesiagaan.

Jumlah dana dilaporkan dalam pertemuan monitoring sehingga setiap orang di desa mengetahui dukungan apa yang telah diterima.

Ketika ibu-ibu didalam survey ditanya apakah mereka percaya bahwa sistem kesiagaan akan menjadi tradisi baru masyarakat dalam saling bantu untuk sesamanya dalam menyelamatkan nyawa, semua respondent setuju (Gambar 14).Saling menolong dalam semangat gotong royong adalah konsep utama dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Ibu-ibu secara nyata merasakan konsep tersebut teraplikasi pada system kesiagaan DSAJ.

Secara ringkas, sistem kesiagaan DSAJ telah dinilai oleh ibu-ibu yang disurvei bermanfaat dan membuat hidup mereka lebih nyaman. Sistem kesiagaan DSAJ juga terbuka untuk diakses oleh baik laki-laki dan perempuan secara sama, hal ini menggambarkan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan.

60

40

20

0

Sangat kuat Kuat Cukup kuat Kurang kuat

1.4

25.7

9.9

Gambar 13. Pendapat pemangku kepentingantentang kepemilikan DSAJ

22.9

Provider

20.017.1

55.7

47.2

Penerima manfaat

Kepemilikan jangka panjang sistem DSAJ

SISKES telah berupaya untuk membentuk sistem kesiagaan dari oleh dan untuk masyarakat dan diorganisir oleh fasilitator desa yang diperkuat oleh fasilitator Puskesmas. Menjadi tanggungjawab masyarakat untuk menggunakan dan memelihara fungsi sistem yang telah dibentuk tersebut. Akan tetapi, masyarakat perlu disemangati dan dimotivasi untuk terus memelihara fungsi sistem.

Grafik 13 menunjukkan bahwa penerima manfaat merasakan kepemilikan yang kuat pada sistem, begitu pula provider.

Kedua-duanya, penerima manfaat dan provider merasa memilki sistem DSAJ yang telah terbentuk.

Evaluation DSAJ 20.

D. Secara singkat: Biaya dan Pembelajaran Kritis dalam implementasi DSAJ

Biaya pembentukan dan operasional DSAJ di 90 desa yang didukung oleh SISKES secara

12rinci ada didalam dokumen terpisah . Disini, hanya akan disampaikan hasil-hasil analisa secara ringkas seperti yang ada di Tabel 9.

Tabel 9. Total biaya per desa DSAJ per tahun, berdasarkan langkah implementasi, Provinsi NTB

Total biaya per desa DSAJ per tahun, berdasarkan langkah implementasi, Provinsi NTB

Langkah Biaya (IDR) %

Langkah 1: Pertemuan Orientasi di tingkat Prov & kab/kota 4,046,000 8

Langkah 2: Pelatihan II 7,843,600 15

Langkah 3: Survey Mawas Diri 3,300,000 6

Langkah 4: Pelatihan II 5,422,800 10

Langkah 5: Pembentukan 5 Sistem Desa Siaga 22,572,000 42

Operational Langkah 6: M&E di tingkat desa/kabupaten 10,230,000 19

Total biaya per desa 53,414,400 100

Bia

ya p

embe

ntuk

an

Biaya untuk pembentukan dan operasional DSAJ untuk satu tahun per desa berkisar antara minimum Rp.35, 265,800 hingga maksimum Rp. 71,145,600 di desa-desa di Provinsi NTB. Dengan rata-rata biaya total sebesar Rp. 53,414,400 (4,109 €) per desa, sekitar 80% merupakan biaya pembentukan sistem dan 20% untuk biaya operasional. Sekitar 29% dari total biaya membiayai tiga kegiatan di tingkat provinsi, 32% membiayai empat kegiatan di tingkat kabupaten, dan 39% membiayai sepuluh kegiatan di tingkat desa.

Hasil analisa menyimpulkan bahwa biaya operasional kemungkinan bisa juga “ditumpangkan ” pada kegiatan program lain guna menurunkan biaya-biaya tersebut.

Dari Kelompok diskusi terfokus yang dilaksanakan di tingkat desa dan kabupaten/kota, evaluasi mempelajari bahwa dua pembelajaran khusus untuk kesuksesan implementasi DSAJ.

Yang pertama adalah pemilihan fasilitator desa. Kriteria pemilihan sebaiknya diikuti dengan patuh guna mendapatkan seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi untuk mengorganisir dan memperbaiki kondisi masyarakatnya, tidak hanya seseorang yang interest untuk pengembangan dirinya.Yang kedua adalah program sebaiknya dikembangkan sebagai bagian dari peran dan tanggungjawab pemerintah desa/kelurahan dan dusun/lingkungan.

Evaluation DSAJ 21.

Sistem pendonor darah dan transportasi khususnya hendaknya menjadi bagian dari sistem desa/dusun guna menanggapi kegawatdaruratan dan menjamin keberlanjutan kepemilikan. Sistem notifikasi hendaknya menjadi data dasar kependudukan untuk tingkat dusun/lingkungan dan bisa di mutahirkan secara rutin.

Pada tingkat output, pencapaian cakupan

DSAJ di lima kabupaten yang menjadi sasaran adalah 22% dari 414 desa. 83% ibu-ibu memiliki pemahaman yang baik tentang sistem kesiagaan dan fungsinya. Dari lima sistem, sistem pendaaan masyarakat yang paling banyak digunakan, diikuti oleh sistem transportasi dan Pos Informasi keluarga berencana.

Di tingkat keluaran/outcome, indicator kesehatan reproduksi menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak DSAJ diperkenalkan. Perubahan signifikan yang terjadi yang terkait dengan DSAJ adalah suami menemani istri-istri mereka untuk memeriksakan kehamilan dan persalinan. Pada kunjungan pemeriksaan kehamilan, kedua-duanya, pertama dan keempat telah meningkat. Persalinan yang dibantu oleh tenaga terampil telah meningkat, sama dengan persalinan di fasilitas kesehatan. Pengetahuan tentang keluarga berencana dan proporsi akseptor KB telah meningkat juga, dibandingkan dengan data awal 2007. Kepuasaan klien dengan pelayanan kesehatan di tingkat desa telah meningkat dari data tahun 2007. Tren peningkatan yang sama juga diperlihatkan dari laporan data rutin/sekunder dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan

E. Ringkasan temuan evaluasi

?

?

Kabupaten/kota yang telah mempelajarinya mencerminkan indikator pelayanan kesehatan reproduksi ini. Sistem kesiagaan telah memicu anggota masyarakat untuk saling membantu dalam menyelamatkan nyawa sesama.

Kriteria DAC telah digunakan untuk menilai kegiatan GTZ SISKES terkait dengan relevansinya, efektifitasnya, efisiensinya dan keberlanjutnya. Secara keseluruhan, pemangku kepentingan yang terlibat dalam implementasi program DSAJ menilainya dalam skala 2 dari skala yang ada 1-5, dimana 1 adalah nilai yang terbaik dan 5 adalah nilai yang terburuk. Nilai ini berarti “baik” dan “secara penuh sesuai dengan yang diharapkan, tidak ada kekurangan yang berarti”.

Penilaian implementasi program DSAJ dari sisi semangat prinsip-prinsip Deklarasi Paris, baik provider dan penerima manfaat melihat program ini sesuai dengan program pemerintah, harmonis dengan sistem pemerintah, dan keberlanjutan yang tinggi. Setiap tingkatan bertanggungjawab untuk kegiatan yang ditentukan untuk wilayah tanggungjawab masing-masing, dan dukungan diberikan secara kolaboratif dan menyatu dengan sistem struktur kesehatan.

Total biaya untuk mengimplementsikan DSAJ di satu desa untuk satu tahun rata-rata Rp. 53,414,400 (4,109 €) dimana 80% adalah biaya pembentukan sistem dan 20% adalah biaya operasional.

Karena program didasarkan pada tradisi lokal saling bantu antar sesama, sistem kesiagaan ini memliki potensi yang tinggi untuk berlanjut, dan karena juga meningkatkan perilaku kesehatan reproduksi dan dampaknya untuk lebih dari satu

?

?

?

?

Evaluation DSAJ 22.

generasi, ini merupakan investasi dan upaya yang berharga. Sistem tidak hanya dimanfaatkan oleh ibu-ibu hamil tetapi juga oleh angggota masyarakat secara umum, dan khususnya bermanfaat untuk perempuan, anak-anak dan masyarakat miskin. Melalui pembentukan DSAJ masyarakat telah berkontribusi pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, akses ke fasilitas kesehatan, dan pada penurunan kematian maternal dan bayi dengan meningkatkan perilaku, pengenalan resiko, dan melakukan tindakan yang tepat guna menghindari keterlambatan di tingkat masyarakat.

Depkes, 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, KepMenkes RI: 564/Menkes/SK/VIII/2006. IMET, 2009. Review tentang SISKES (Penguatan Sistem Kesehatan Daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB)Promkes, 2007. Presentasi Power Point oleh Promosi Kesehatan Depkes.Sofiarini, R. Konsep Model Desa Siaga dukungan SISKES di NTB. Sofiarini R dan Goeman L., 2009. Analisa Biaya Desa Siaga di NTB dan NTT, berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama 2006-2009. Wijaya Kusuma, dkk. 2009. Alat bantu (Toolkit) Pemberdayaan Masyarakat di bidang KIA

Referesi ?

?

?

?

?

?

Evaluation DSAJ 23.