Desa siaga kilensari

31
i LAPORAN PENELITIAN ANALISIS PELAKSANAAN DESA SIAGA DI DESA KILENSARI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2011 Oleh: Erfan Nasrullah, dr. Hakamy, dr. Faradilla S.Widyaswara, dr. Wijayanti, dr. Kartika Prahasanti, dr. PUSKESMAS PANARUKAN KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO 2011

description

Kesehatan jiwa

Transcript of Desa siaga kilensari

Page 1: Desa siaga kilensari

i

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS PELAKSANAAN DESA SIAGA DI DESA KILENSARI

KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2011

Oleh:

Erfan Nasrullah, dr.

Hakamy, dr.

Faradilla S.Widyaswara, dr.

Wijayanti, dr.

Kartika Prahasanti, dr.

PUSKESMAS PANARUKAN

KECAMATAN PANARUKAN

KABUPATEN SITUBONDO

2011

Page 2: Desa siaga kilensari

ii

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS PELAKSANAAN DESA SIAGA DI DESA KILENSARI KECAMATAN

PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2011

Oleh:

Erfan Nasrullah, dr.

Hakamy, dr.

Faradilla S.Widyaswara, dr.

Wijayanti, dr.

Kartika Prahasanti, dr.

Telah kami periksa dengan seksama dan menyetujui laporan ini.

Kepala Puskesmas Panarukan

G.M. Candrawati, dr.

NIP 19600527 198802 2 001

Page 3: Desa siaga kilensari

iii

DAFTAR ISI

LAPORAN PENELITIAN ........................................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iii

RINGKASAN ......................................................................................................................................... iv

BAB 1: PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................................... 3

1.4 Manfaat ......................................................................................................................................... 3

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4

2.1 Profil Desa Kilensari Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo ............................................. 4

2.2 Profil Kesehatan Desa Kilensari ................................................................................................... 8

2.3 Konsep Desa Siaga ........................................................................................................................ 9

2.3.1 Pengertian desa siaga ............................................................................................................ 9

2.3.2 Tujuan desa siaga................................................................................................................ 10

2.3.3 Sasaran desa siaga ............................................................................................................... 10

2.3.4 Kriteria dan tahapan desa siaga di Jawa Timur .................................................................. 10

2.3.5 Langkah pengembangan desa siaga ..................................................................................... 12

2.3.6 Indikator keberhasilan ......................................................................................................... 13

BAB 3: METODE PENELITIAN ......................................................................................................... 15

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................ 16

4.1 Forum Masyarakat Desa.............................................................................................................. 16

4.2 Pos Kesehatan Desa .................................................................................................................... 19

4.3 Pembinaan dari PONED.............................................................................................................. 20

4.4 Sistem Kegawatdaruratan dan penaggulangan bencana .............................................................. 21

4.5 Survailance Masyarakat .............................................................................................................. 23

4.6 Penyuluhan Kadarzi dan PHBS .................................................................................................. 24

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................ 26

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 26

5.2 Saran ............................................................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 27

Page 4: Desa siaga kilensari

iv

RINGKASAN

Sejak Desa Kilensari ditunjuk menjadi pilot project desa siaga di kecamatan Panarukan pada tahun 2007, angka kejadian penyakit saluran nafas atas, diare, dan balita dengan gizi kurang/buruk masih tinggi. Oleh karena itu, pelaksanaan program desa siaga sebagai wadah masyarakat agar mau dan mampu hidup sehat di Desa Kilensari Kecamatan Panarukan perlu dikaji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi, sekaligus mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat proses pelaksanaan desa siaga di Desa Kilensari Kecamatan Panarukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif (evaluation study) dengan menilai variabel indikator-keberhasilan-proses desa siaga. Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik porposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara bebas-terpimpin dibantu dengan instrumen panduan interview dan focus grup discussion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa kegiatan dilaksanakan sesuai dengan panduan desa siaga, namun masih belum ada inovasi program yang dicanangkan berdasarkan permasalahan kesehatan riil di desa. Jika dinilai dari indikator proses maka desa siaga Kilensari masih dalam tahap bina dan memerlukan pembinaan intensif dari petugas kesehatan dan petugas sektor lainnya. Peran tokoh masyarakat terutama kepala desa masih bisa ditingkatkan lagi untuk menggerakkan masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan desa siaga.

Kata kunci: Desa siaga, evaluasi, proses pelaksanaan

Page 5: Desa siaga kilensari

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa siaga adalah salah satu upaya pemerintah dalam rangka pencapaian Visi

Indonesia Sehat 2010, yang intinya adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu

untuk hidup sehat. Desa siaga adalah program yang dicanangkan pemerintah pusat, sehingga

Desa Kilensari, yang menjadi fokus pembahasan kali ini, pun tak luput dari pencanangan

program tersebut. Desa siaga mulai dikembangkan di Kabupaten Situbondo sejak tahun 2007.

Desa Kilensari sendiri ditunjuk menjadi pilot project desa siaga di kecamatan Panarukan.

Sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan desa siaga, menteri kesehatan

Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

564/MENKES/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

Disebutkan di dalam kepmenkes tersebut, bahwa salah satu indikator keberhasilan desa siaga

dinilai dari dampak yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh desa siaga.

Dampak yang dimaksud meliputi (1) jumlah penderita sakit, (2) jumlah penderita gangguan

jiwa, (3) angka kematian ibu, (4)angka kematian bayi dan balita, dan (5) jumlah balita dengan

gizi buruk. Dengan mengetahui nilai parameter-parameter di atas, maka kita dapat mengetahui

tingkat keberhasilan desa siaga yang telah berjalan.

Terkait dengan Desa Kilensari, berdasarkan data Laporan Bulanan (LB-1) Puskesmas

Panarukan selama tahun 2009, dilaporkan bahwa angka kejadian penyakit saluran nafas atas

di Desa Kilensari adalah tinggi (1.975 kasus). Sedangkan pada tahun 2010, angka tersebut

turun menjadi 1.652 kasus (15,86% dari seluruh kasus penyakit saluran nafas atas yang

ditangani Puskesmas Panarukan). Adapun angka kejadian diare pada tahun tersebut tercatat

sejumlah 312 kasus. Sedangkanselama tahun 2010, tercatat sebanyak 196 kasus (9,92% dari

seluruh kasus yang ditangani Puskesmas Panarukan).

Page 6: Desa siaga kilensari

2

Sehubungan dengan masalah penderita gangguan jiwa, tidak dilaporkan adanya kasus

gangguan jiwa psikotik di Desa Kilensari selama tahun 2009-2010. Walaupun begitu, tercatat

angka kejadian gangguan jiwa neurotik pada tahun 2009 berjumlah 374 kasus. Adapun pada

tahun 2010, gangguan jiwa neurotik dilaporkan sebanyak 110 kasus dari keseluruhan 12.103

penduduk.

Berdasarkan data Unit Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Panarukan,

tidak didapatkan adanya ibu hamil yang meninggal dalam 3 kelahiran hidup selama kurun

waktu tahun 2010 di Desa Kilensari.Bayi lahir mati tercatat sejumlah 1 dari total 4 kelahiran.

Adapun data kematian bayi dan balita belum dapat diperoleh sebab pendataan atas kematian

bayi dan balita baru dimulai sejak tahun 2011.

Data yang diperoleh dari bagian Pojok Gizi Puskesmas Panarukan menunjukkan

bahwa angka kejadian balita gizi buruk di Desa Kilensari pada tahun 2010 cukup tinggi

dengan jumlah 141 kasus balita gizi buruk dari 888 balita keseluruhan (15,88%). Tingginya

angka kejadian balita gizi buruk di Desa Kilensari tampak nyata jika dibandingkan dengan

desa-desa lain di wilayah kerja Puskesmas Panarukan; seperti di Paowan (24 kasus / 471

balita [5,09%]), Sumberkolak (78 kasus / 819 balita [9,52%]), Wringin Anom (39 kasus / 510

balita [7,65%]), Peleyan (11kasus / 229 balita [4,80%]), Alas Malang (28 balita gizi buruk

dari total 255 balita [10,98%]), Duwet (24 balita gizi buruk dari total 207 balita [11,59%]),

dan Gelung (24 balita gizi buruk dari total 273 balita [8,79%]).

Mengacu data yang telah disebutkan, walaupun terjadi perbaikan angka kesakitan dari

tahun 2009 ke tahun 2010, yang dalam hal ini digambarkan dengan angka kejadian penyakit

saluran nafas atas dan diare, insidensi keduanya masih tinggi. Begitu pula dengan tingginya

angka balita dengan gizi buruk di Desa Kilensari.

Berdasarkan masalah di atas, penulis berpendapat bahwa pelaksanaan program desa

siaga sebagai wadah masyarakat agar mau dan mampu hidup sehat di Desa Kilensari

Kecamatan Panarukan perlu dikaji.

Page 7: Desa siaga kilensari

3

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pelaksanaan program desa siaga di Desa Kilensari?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses pelaksanaan desa siaga di Desa Kilensari Kecamatan

Panarukan

2. Mengevaluasi pelaksanaan desa siaga di Desa Kilensari Kecamatan Panarukan

berdasarkan indikator keberhasilan proses desa siaga

3. Mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat yang mempengaruhi tingkat

keberhasilan hasil proses pelaksanaan desa siaga di Desa Kilensari Kecamatan

Panarukan

1.4 Manfaat

Melalui penelitian ini dapat diketahui gambaran yang objektif mengenai pelaksanaan

program desa siaga di Kilensari berikut faktor yang menghambat maupun mendorong

perkembangan program tersebut. Hasil penelitian dapat menjadi dasar rekomendasi bagi

perbaikan dan pengembangan pelaksanaan program desa siaga khususnya di Desa Kilensari,

Kecamatan Panarukan.

Page 8: Desa siaga kilensari

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Desa Kilensari Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo

Desa Kilensari adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Panarukan,

Kabupaten Situbondo dengan batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah selatan Desa

Kendit, Kecamatan Kendit, sebelah timur berbatasan dengan Desa Wringin Anom,

Kecamatan Panarukan dan di sebelah barat Selat Madura.

Wilayah Desa Kilensari berada pada ketinggian tiga meter di atas permukaan laut

dengan suhu rata-rata harian 30°C. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah seluas

392 ha yang disertai wilayah pesisir seluas 20 ha dengan curah hujan 3000 mm3 per tahun.

Wilayah tersebut digunakan paling banyak untuk persawahan seluas 205 ha. Lahan lainnya di

gunakan untuk prasarana umum 79 ha, pekarangan 15 ha, permukiman 10 ha, dan perkantoran

5,3 ha.

Secara administrasi Pemerintahan Desa Kilensari terdiri dari 8 dusun, 16 RW dan 49

RT. Pembagian RT dan RW di Desa Kilensari tergambarkan pada Tabel 2.1. Lembaga

pemerintahan Desa Kilensari mempunyai dasar hukum pembentukan pemerintahan yang sah,

terdiri dari aparat pemerintahan desa yang berjumlah 25 orang dan perangkat desa yang terdiri

dari 14 unit kerja dan dikepalai oleh Kepala Desa. Sedangkan Lembaga kemasyarakatan yang

ada di Desa Kilensari adalah LPMD, PKK, Kelompok Tani dan Nelayan, beberapa kelompok

masyarakat seperti remaja masjid, kelompok yasinan, wakik, istighasah, beberapa organisasi

masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, dan anshar, serta beberapa yayasan.

Adapun jumlah penduduk di Desa Kilensari berdasarkan data tahun 2010 adalah

sebanyak 12.282 jiwa terdiri dari 4.535 KK dengan pembagian penduduk laki-laki 6.077

jiwa dan penduduk wanita 6.205 jiwa. Jumlah penduduk yang cukup padat tersebut ditunjang

Page 9: Desa siaga kilensari

5

dangan sarana transportasi jalan yang dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat serta

sarana transportasi sungai/laut berupa kapal antar pulau.

Tabel 2.1 Jumlah RW dan RT di Desa kilensari Dusun Jumlah

RW Jumlah RT

Pesisir Utara 2 8 (4/4) Pesisir Tengah 1 4 Pesisir Selatan 1 3 Tanah anyar 2 5(2/3) Karang sari 4 12

(3/3/3/3) Kilen Selatan 2 6 (3/4) Somangkaan 3 9 (3/3/3) Bataan 1 2

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Mata pencaharian utama penduduk yang paling banyak adalah sebagai nelayan.

Selain itu juga banyak juga yang bekerja di bidang pertanian seperti tani, buruh tani dan juga

di bagian peternakan. Sisanya mata pencaharian penduduk cukup bervariasi seperti dapat di

lihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Distribusi Penduduk Desa Kilensari Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2010 No Jenis pekerjaan Jumlah

Penduduk (jiwa)

1. Pertanian - Tani - Buruh tani - Peternakan

215 168 215

2. Nelayan 2780 3. Pengrajin industry rumah tangga 49 4. Pedagang keliling 39 5. Montir 10 6. TNI/POLRI 9 7. Pengusaha kecil, menengah 201 8. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 252

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Mayoritas penduduk di Desa Kilensari adalah pemeluk agama Islam sebanyak 12.088

orang dan sebagian kecil yang lain adalah pemeluk agama Kristen, katolik, dan konghucu.

Page 10: Desa siaga kilensari

6

Pendidikan Islam ditunjang oleh pesantren, TPQ/TPA, dan Diniyah sedangkan fasilitas

pendidikan formal tertinggi yang ada di Desa Kilensari adalah tingkat SLTP sebanyak 4

sekolah. Sarana Pendidikan di Desa Kilensari tergambar pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Jenis Sekolah dan Jumlah sekolah di Desa Kilensari tahun 2010 Jenis Sekolah/Pendidikan Jumlah

Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) 2 Sekolah Dasar (SD)/Sederajat 10 SLTP/sederajat 4 SLTA/sederajat - Ponpes 2 TPQ/TPA 1 Diniyah 1

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Di bidang kesehatan, terdapat hanya ada satu tempat praktek dokter di desa kilensari.

Fasilitas prasarana dan sarana kesehatan paling banyak di Desa Kilensari berupa Posyandu

sebanyak 16 unit. Disamping itu, juga terdapat 3 unit Rumah Bersalin, 2 unit Polindes serta

Praktek Dokter dan Poskesdes masing – masing 1 unit.

Tabel 2.4 Prasarana Kesehatan yang ada di Desa Kilensari Uraian Keterangan Posyandu 16 unit Jumlah Rumah/Kantor Praktek Dokter 1 unit Rumah Bersalin 3 unit Poskesdes 1 unit Polindes 2 unit

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Dari segi sumber daya kesehatan, di Desa Kilensari tidak didapatkan tenaga medis

Namun, terdapat tenaga paramedis seperti bidan berjumlah 3 orang serta adanya perawat atau

mantri kesehatan sebanyak 3 orang, tanpa disertai tenaga laboratorium kesehatan maupun

apoteker atau asisten apoteker. Ada beberapa tenaga kesehatan terlatih yang dapat kita jumpai

seperti dukun bersalin sebanyak tiga orang dan dukun tenaga pengobatan alternatif sebanyak

satu orang.

Page 11: Desa siaga kilensari

7

Tabel 2.5 Tenaga Kesehatan di Desa Kilensari Tenaga Medis Keterangan Jumlah dokter umum - orang Jumlah dokter gigi - orang Jumlah dokter spesialis lainnya - orang Tenaga Paramedis Bidan 3 orang Perawat/ Mantri Kesehatan 3 orang Tenaga Laboratorium Kesehatan - orang Apoteker/ Asisten Apoteker - orang Tenaga Kesehatan Terlatih Dukun Tenaga Pengobatan Alternatif 1 orang Dukun Bersalin 3 orang Kader Kesehatan - orang

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Jumlah penduduk di Desa Kilensari yang sangat padat ditunjang oleh fasilitas

prasarana dan sarana kebersihan yang masih minimal, seperti terlihat pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Prasarana dan Sarana Kebersihan Uraian Keterangan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Tidak ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tidak ada Alat pengahancur sampah/ incinerator Tidak ada Jumlah gerobak sampah Tidak ada Jumlah tong sampah Tidak ada Jumlah truck pengangkut sampah Tidak ada Jumlah Satgas Kebersihan Tidak ada Jumlah anggota Satgas Kebersihan Tidak ada Jumlah pemulung Ada 3 orang Tempat Pengelolaan Sampah Tidak ada Pengelolaan sampah lingkungan/RT Tidak ada Pengelolaan sampah lainnya Tidak ada

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

Selain itu, walaupun tempat tinggal penduduk amat berdekatan, berdasarkan Tabel 2.7

terlihat bahwa semangat kegotongroyonan penduduk dalam bentuk kegiatan bersama

khususnya di bidang kesehatan masih kurang.

Page 12: Desa siaga kilensari

8

Tabel 2.7 Semangat Kegotongroyongan Penduduk Uraian Keterangan Jumlah kelompok arisan 12 buah Kegiatan gotong royong dalam pemeliharaan fasilitas umum

Ada

Kegiatan gotong royong dalam menjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan

Tidak ada

Kegiatan gotong royong dalam peristiwa kematian Ada Kegiatan gotong royong dalam menjaga kebersihan desa/kelurahan

Tidak ada

Kegiatan gotong royong dalam pemberantasan sarang nyamuk dan kesehatan lingkungan lainnya

Tidak ada

Kegiatan gotong royong dalam penanggulangan bencana

Ada

Kegiatan gotong royong dalam pelaksanaan kegiatan bulan bhakti gotong royong

Tidak ada

Ada tidaknya dana sehat Tidak ada Ada tidaknya kerjasama antar desa Tidak ada Kegiatan gotong royong dalam menyelesaikan konflik di setiap desa oleh masyarakat sendiri

Tidak ada

Kegiatan gotong royong dalam menolong keluarga tidak mampu dan fakir miskin di desa

Tidak ada

Sumber: Profil Desa Kilensari 2010

2.2 Profil Kesehatan Desa Kilensari

Berdasarkan laporan bulunan tahun 2009 sampai 2010, yang dirangkum dalam Tabel

2.8 didapatkan bahwa infeksi saluran nafas menempati urutan teratas diikuti gangguan sistem

otot dan jaringan. Penyakit menular yang terbanyak setelah infeksi saluran nafas adalah diare.

Tabel 2.8 Sepuluh penyakit terbanyak tahun 2009-2010 Jenis Penyakit 2009 2010 Infeksi saluran napas 1.615 1.655 Diare 316 196 Infeksi kulit kelamin 44 146 Hipertensi 301 427 Sistem otot dan jaringan 535 849 Kulit alergi 150 186 Gastritis 40 181 Penyakit Mata 214 142 Kejiwaan 373 160 Infeksi telinga 88 87

Sumber: Laporan Bulanan Puskesmas Panarukan 2009-2010

Dari penemuan kasus penyakit menular, hampir setiap tahunnya, ditemukan kasus

baru TBC di desa Kilensari. Lebih dari sepertiga kasus baru dari seluruh kecamatan

Page 13: Desa siaga kilensari

9

Panarukan ditemukan di Kilensari. Sedangkan dari penemuan kusta hanya ditemukan dua

kasus baru dari 12.103 jiwa penduduk Kilensari. Jumlah tersebut lebih rendah dari pencapaian

tahun 2009 yang sebanyak tujuh orang.

Berdasarkan survei PHBS tahun 2010 nilai capaian terendah diperoleh oleh indikator

ASI eksklusif sebesar 0% diikuti diet sayur dan buah, perilaku menimbang dan cuci tangan

yang belum mencapai 50%. Perilaku tidak merokok dalam rumah juga belum dibiasakan oleh

80,5% penduduk.

Dari segi gizi desa kilensari merupakan peringkat pertama dengan balita gizi buruk

sebesar 15,88% diikuti desa Duwet 11, 59 %. Jumlah balita di Kilensari sebanyak 888 balita

dengan pendirita gizi kurangya 141 balita.

Populasi penduduk di desa kilensari belum ditunjang dengan saranan kesehatan

lingkungan memadai. Hanya terdapat satu buah TPS sebagai lahan pembuangan sampah. TPS

tersebut pun sebenarnya merupakan TPS Pasar Kilensari yang sebenarnya diperuntukkan

sebagai tempat pembuangan sampah pasar. Sebagian besar warga membuang sampah ke

sungai, pantai, rawa, ataupun dibakar.

2.3 Konsep Desa Siaga

2.3.1 Pengertian desa siaga

Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan

kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,

bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri. Desa yang dimaksud disini dapat

berarti kelurahan atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui

dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 14: Desa siaga kilensari

10

2.3.2 Tujuan desa siaga

Tujuan umum desa Siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli

dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Sedangkan tujuan khusus dari

desa siga Desa Siaga yaitu 1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa

tentang pentingnya kesehatan; 2) meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat

desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,

wabah, kegawat-daruratan dan sebagainya); 3) meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan

melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat; 4) meningkatnya kesehatan lingkungan di

desa; 5) meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri

sendiri di bidang kesehatan

2.3.3 Sasaran desa siaga

Dalam rangka mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa Siaga

dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan

mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan

di wilayah desanya. Kedua, pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan

perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan

perilaku tersebut,seperti tokoh masyarakat. Termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan

pemuda, kader serta petugas kesehatan. Ketiga, Pihak-pihak yang diharapkan memberikan

dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain,

seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, LSM, swasta, para donatur dan pemangku

kepentingan lainnya.

2.3.4 Kriteria dan tahapan desa siaga di Jawa Timur

Berdasar pada pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga dari Depkes RI,

sebuah desa telah menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-

Page 15: Desa siaga kilensari

11

kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa, sedangkan menurut panduan pelaksanaan desa siaga

di Jawa Timur, agar sebuah desa menjadi Desa Siaga maka desa tersebut harus memiliki foum

desa/ lembaga kemasyarakatan yang aktif dan adanya sarana/ akses pelayanan kesehatan

dasar.

Dalam pengembangannya Desa Siaga di Jawa Timur akan meningkat dengan

membagi menjadi empat kriteria Desa Siaga, yaitu: tahap bina, tumbuh, kembang, dan

paripurna. Pada Tahap bina forum masyarakat desa mungkin belum aktif, namun telah ada

forum/lembaga masyarakat desa yang telah berfungsi dalam bentuk apa saja, misalnya

kelompok rembug desa, kelompok yasinan atau persekutuan doa. Demikian juga Posyandu

dan Polindesnya mungkin masih pada tahap pratama. Pembinaan intensif dari petugas

kesehatan dan petugas sektor lainnya sangat diperlukan, misalnya dalam bentuk

pendampingan saat ada pertemuan forum desa untuk meningkatkan kinerja forum.

Tahap tumbuh. Pada tahap ini forum masyarakat desa telah aktif dari anggota forum

untuk mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat selain posyandu , Demikian

juga Polindes dan Posyandu sedikitnya sudah pada tahap madya. Pendampingan dari tim

Kecamatan atau petugas dari sektor/LSM masih sangat diperlukan untuk pengembangan

kualitas Posyandu atau pengembangan UKBM lainnya. Hal penting lain yang diperhatikan

adalah pembinaan dari Puskesmas PONED sehingga semua hamil bersalin nifas serta bayi

baru lahir yang risiko tinggi dan mengalami komplikasi dapat ditangani dengan baik.

Disamping itu sistem surveilans berbasis masyarakat juga sudah sudah dapat berjalan, artinya

masyarakat mampu mengamati penyakit (menular dan tidak menular) serta faktor risiko di

lingkungannya secara terus menerus dan melaporkan serta memberikan informasi pada

petugas kesehatan / yang terkait.

Tahap Kembang. Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat telah berperan secara

aktif dan mampu mengembangkan UKBM-UKBM sesuai kebutuhan masyarakat dengan

biaya berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini masyarakat menghadapi bencana dan

Page 16: Desa siaga kilensari

12

kejadian luar biasa telah dilaksanakan dengan baik, demikian juga dengan sistem pembiyaan

kesehatan berbasis masyarakat. Jika selama ini pembiayaan kesehatan oleh masyarakat

sempat terhenti karena kurangnya pemahaman terhadap sistem jaminan ,masyarakat didorong

lagi untuk mengembangkan sistem serupa dimulai dari sistem yang sederhana dan jelas

dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya tabulin. Pembinaan masih diperlukan meskipun tidak

terlalu intensif.

Tahap Paripurna. Pada tahap ini semua indikator dalam kriteria Desa Siaga sudah

terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan sehat serta berperilaku hidup bersih

dan sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dan siaga tidak hanya terhadap masalah kesehatan

yang mengancam, namun juga terhadap kemungkinan musibah/ bencana non kesehatan.

Pendampingan dari Tim Kecamatan sudah tidak diperlukan lagi.

2.3.5 Langkah pengembangan desa siaga

Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu/ memfasilitasi/

mendampingi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus pemecahan

masalah yang terorganisasi yang dilakukan oleh forum masyarakat desa. Hal tersebut

dilakukan dengan menempuh tahap-tahap: 1) mengindentifikasi masalah, penyebab masalah,

dan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah; 2) mendiagnosis

masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah; 3) menetapkan alternatif

pemecahan masalah yang layak merencanakan dan melaksanakannya; serta 4) memantau,

mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.

Dalam aplikasinya desa siaga dibentuk melalui enam langkah opersional. Langkah

pertama diawali dengan pengembangan tim petugas untuk mempersiapkan para petugas

kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas

administrasi untuk membina desa siaga.

Page 17: Desa siaga kilensari

13

Setelah itu, dilanjutkan dengan mengembangkan tim di masyarakat. Tujuan langkah

ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat (forum

masyarakat desa), agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk

mengembangkan Desa Siaga.

Tim di masyarakat bergerak dengan terlebih dahulu melakukan Survei Mawas Diri

(SMD). SMD bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas

diri untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat

dengan bimbingan tenaga kesehatan. Hasil SMD kemudian dijadikan bahn diskusi pada

Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Melalui MMD ini dicari alternatif penyelesaian

masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes dikaitkan dengan potensi yang dimiliki

desa.

Alternatif pemecahan masalah kemudian direalisasikan melalui Pelaksanaan Kegiatan

desa siaga mulai dari pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga, orientasi/ pelatihan Kader

Desa Siaga, pengembangan poskesdes dan UKBM lain dan penyelenggaraan Kegiatan Desa

Siaga. Desa siaga terus di sertai pembinaan dan peningkatan agar desa siaga di desa tersebut

dapat mencapai tahap mandiri.

2.3.6 Indikator keberhasilan

Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok

indikatornya, yaitu indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indikator

dampak.

Indikator masukan. Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa

besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa siaga. Indikator masukan

terdiri atas hal-hal berikut 1) Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa, 2) Ada/tidaknya sarana

pelayanan kesehatan serta perlengkapan / peralatannya; 3) Ada/tidaknya UKBM yang

dibutuhkan masyarakat; 4) Ada/tidaknya tenaga kesehatan( minimal bidan ); 5)Ada/tidaknya

Page 18: Desa siaga kilensari

14

kader aktif; 6) Ada/tidaknya sarana bangunan / Poskesdes sebagai pusat pemberdayaan

masyarakat bidang kesehatan; 7) Ada/tidaknya alat komunikasi yang telah lazim dipakai

masyarakat yang dimanfaatkan untuk mendukung penggerakan surveilans berbasis

masyarakat misal : kentongan, bedug, dll.

Indikator Proses, Indikator proses adalah indikator untk mengukur seberapa aktif

upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga Indikator

proses terdiri atas hal-hal sebagai berikut 1) Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa; 2)

Berfungsi/tidaknya UKBM Poskesdes; 3) Ada/ tidaknya pembinaan dari Puskesmas PONED;

4) Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada; 5) Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan

Penanggulangan Kegawatdaruratnya dan bencana; 6)Berfungsi/tidaknya Sistem Surveilans

berbasis masyarakat; 7)Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah kadarzi dan PHBS; 8)

Ada/tidaknya deteksi dini gangguan jiwa di tingkat rumah tangga

Indikator Keluaran, Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa

besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut :Cakupan pelayanan kesehatan dasar (utamanya

KIA ); Cakupan pelayanan UKBM- UKBM lain; Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB

yang ada dan dilaporkan; Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk

kadarzi dan PHBS; Tertanganinya masalah kesehatan dengan respon cepat

Indikator Dampak, Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa

besar dampak dari hasil kegiatan desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

Indikator proses terdiri dari atas hal-hal sebagai berikut. Jumlah penduduk yang menderita

sakit; Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia; Jumlah bayi dan balita yang meninggal

dunia; Jumlah balita dengan gizi buruk.; Tidak terjadinya KLB penyakit; Respon cepat

masalah kesehatan.

Page 19: Desa siaga kilensari

15

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif (evaluation study) yang

dilakukan untuk menilai suatu program yang sedang dilakukan secara objektif. Variabel yang

dinilai disesuaikan menurut indikator-keberhasilan-proses desa siaga yang terdapat pada

pedoman pelaksanaan Desa Siaga Depkes RI 2006, yaitu Forum Kesehatan Desa, Pos

kesehatan desa, usaha kesehatan berbasis masyarakat, sistem kesiapsiagaan dan

penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, sistem survailance, serta kunjungan rumah

untuk kadarzi dan PHBS.

Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik porposive sampling yakni

pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang diketahui

sebelumnya. Peneliti pada awalnya telah melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui

subjek yang memiliki andil besar pada keberhasilan program desa siaga di Desa Kilensari.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil informasi dari 12 sampel yaitu Kepala Dinkes

Kabupaten Situbondo, Kepala Puskesmas Panarukan, Koordinator Program Promosi

Kesehatan Puskesmas Panarukan, Kepala Desa Kilensari, Ketua Desa siaga Kilensari, dua

orang bidan desa kilensari, pengurus struktur desa siaga, tokoh pemuda, tokoh wanita, tokoh

agama.

Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara bebas-terpimpin dibantu dengan

instrumen panduan interview. Panduan interview disesuaikan untuk masing-masing sampel

sesuai dengan kapasitas dan peran sampel terhadap program desa siaga. Selain itu data juga

diperoleh melalui focus grup discussion. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan teknik

analisis kualitatif menggunakan proses berpikir induktif.

Page 20: Desa siaga kilensari

16

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa siaga mulai dikembangkan di Kabupaten Situbondo sejak tahun 2007.

Pelaksanaan program ini diawali dengan pelatihan tenaga kesehatan yang diikuti oleh bidan

desa di Situbondo. Setelah itu, dilanjutkan dengan pelatihan kader yang didelegasikan oleh

desa. Tiap desa mengirimkan tiga orang perwakilan yang terdiri dari dua orang calon

pembantu petugas (bagas) dan satu orang tokoh masyarakat. Desa Kilensari sendiri ditunjuk

menjadi pilot project desa siaga di kecamatan Panarukan.

Kegiatan yang dilakukan Desa Siaga Kilensari mulai tahun 2007 sampai dengan tahun

2011 tidak terdokumentasi dengan rapi. Walaupun demikian, laporan keuangan terkait

penggunaan dana rangsangan desa siaga yang turun pada tahun 2008 dan 2009 tercatat dengan

cukup baik. Data penelitian sebagian besar diperoleh dari pengakuan subyektif informan

tanpa ditunjang bukti tertulis.

4.1 Forum Masyarakat Desa

Desa siaga di Kilensari memiliki dukungan resmi dari desa berupa Surat Keputusan

(SK) Kepala Desa No. 1 tahun 2010 tentang Struktur Pengurus Pos Kesehatan Desa beserta

tugas dan wewenang masing-masing. Desa siaga Kilensari sebenarnya telah mulai terbentuk

sejak tahun 2007 setelah pelatihan oleh Dinas Kesehatan akan tetapi dukungan resmi dari desa

berupa SK baru disahkan pada tahun 2010. Menurut informan, aktivitas kegiatan forum

pertemuan rutin pengurus desa siaga diagendakan tiap bulan namun sering kali tidak

terlaksana karena berbagai kendala, sedangkan data mengenai forum desa siaga yang

melibatkan masyarakat desa secara umum tidak didapatkan dengan jelas. Pertemuan terakhir

pengurus desa siaga dilakukan pada bulan Desember 2010.

Page 21: Desa siaga kilensari

17

Pembentukan struktur desa siaga dilakukan melalui mekanisme top down. Ketua desa

siaga ditunjuk langsung oleh kepala desa. Pengurus desa siaga kemudian juga ditunjuk oleh

ketua desa siaga dengan persetujuan kepala desa tanpa melalui forum musyawarah desa.

Kondisi tersebut mirip dengan penelitan Polsiri dkk tahun 2009 di Kepulauan Tidore.

Sebagian besar pengurus desa siaga, berdasarkan SK No 1/2010, adalah tokoh

masyarakat. Ketua desa siaga menunjuk tokoh masyarakat menjadi pengurus desa siaga

dengan harapan tokoh tersebut dapat membantu dalam diskusi dan memecahkan

permasalahan kesehatan desa. Namun tokoh tersebut ternyata memiliki kesibukan masing-

masing sehingga sulit untuk banyak berkontribusi di desa siaga. Salah seorang kader yang

pernah diikutkan dalam pelatihan desa siaga pun awalnya bergerak aktif, namun dalam

perjalannya kader tersebut mengundurkan diri karena alasan ekonomi keluarga.

Selain itu, topik bahasan tiap pertemuan, menurut beberapa informan, mengalami

stagnansi dan tidak ada inovasi. Program yang direncanakan terkesan hanya mengikuti

contoh-contoh program yang diberikan saat pelatihan dan tidak berdasarkan masalah riil yang

ada di desa. Menurut informan hal ini disebabkan minimnya pengetahuan pengurus desa

siaga tentang kesehatan.

Menurut panduan Desa Siaga, permasalahan desa seharusnya diidentifikasi melalui

Survei Mawas Diri (SMD). Berdasarkan SMD inilah akan diketahui permasalahan desa yang

akan diselesaikan bersama. Saat ditanya tentang permasalahan desa, masing-masing informan

memiliki pendapat yang berbeda-beda. Data terkait pelaksanaan SMD tidak didapatkan secara

lengkap. Informan dari pihak Puskesmas mengatakan pernah sekali mengadakan survei

permasalahan desa dalam bentuk survei PHBS yang sedikit dimodifikasi pada awal

terbentuknya desa siaga, yaitu pada tahun 2008. Akan tetapi kesimpulan ataupun tindak lanjut

dari SMD tersebut tidak terdata.

Dana operasional desa siaga Kilensari selama ini menggunakan dana rangsangan yang

diberikan oleh pemerintah. Dana untuk desa siaga dari Departemen Kesehatan RI turun dua

Page 22: Desa siaga kilensari

18

kali, yaitu tahun 2008 dan 2009. Tahun 2008 sejumlah Rp 1.650.000 yang menurut juknis

dana ini seharusnya digunakan untuk mengawali pembentukan desa siaga melalui FMD,

SMD, MMD dan berbagai keperluan lain. Dana rangsangan yang kedua turun tahun 2009

sejumlah Rp 1.275.000. Dana ini penggunaannya bebas tergantung pada program yang sudah

dicanangkan desa. Desa Siaga Kilensari menggunakan dana tersebut salah satunya untuk

renovasi fasilitas MCK desa.

Penggalian dana lain diusahakan melalui pengumpulan bantuan dana sukarela di

Ponkesdes (Pondok Kesehatan Desa) bagi pasien yang berobat di Ponkesdes. Dana yang

terkumpul di Ponkesdes tersebut direncanakan untuk dialokasikan pada program penanganan

gizi buruk di desa Kilensari. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam PKK juga

berpartisipasi mengumpulkan dana pada setiap pertemuan arisan PKK untuk nantinya

digunakan pada penanganan gizi buruk.

Penggalian dana berupan iuran dari masyarakat tidak berjalan. Menurut informan,

masyarakat desa sangat kritis dan perhitungan bila terkait dengan iuran desa. Surat Keputusan

kepala desa tentang iuran warga ini juga tidak kunjung ditandatangani kepala desa karena

khawatir akan memberatkan warga. Kepala desa lebih setuju untuk mengalokasikan sebagian

anggaran dana desa untuk keperluan operasional desa siaga.

Hal ini tidak lepas dari kultur masyarakat setempat. Informan mengatakan bahwa

masyarakat di desa kilenasari unik. Sebuah desa namun memiliki kepadatan sangat tinggi.

Sebuah peralihan antara desa dengan kota. Budaya masyarakat cenderung individualis dan

kegotongroyongan antar warga masih kurang, akan tetapi ikatan kekeluargaan berdasarkan

darah masih kuat. Cara berpikir masyarakat pragmatis dan sulit untuk dikoordinasikan dalam

sebuah sistem.

Dinas Kesehatan Situbondo bersama Puskesmas terus mengupayakan monitoring dan

evaluasi secara berkala agar program desa siaga terus berkembang. Dinkes melakukan

pembinaan langsung terhadap satu desa di tiap kecamatan sebulan sekali. Puskesmas

Page 23: Desa siaga kilensari

19

Panarukan juga mengadakan pembinaan berkala pada desa siaga Kilensari yang ada di

wilayah kerjanya. Namun sampai saat ini, belum ada perlakuan khusus dari Dinkes pada desa

siaga Kilensari.

4.2 Pos Kesehatan Desa

Desa Kilensari tidak memiliki Poskesdes melainkan satu buah Pondok Kesehataan

Desa (Ponkesdes) dan satu buah Pondok Bersalin Desa (Polindes). Ponkesdes desa Kilensari

bertempat di balai desa sedangkan Polindes bertempat di rumah salah seorang bidan desa

Kilensari.

Program Ponkesdes dicanangkan oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur. Ponkesdes

adalah unit pelayanan kesehatan yang berada di desa atau kelurahan yang merupakan

pengembangan dari Polindes sebagai jaringan Puskesmas dalam rangka mendekatkan akses

dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Ponkesdes didirikan dengan tujuan untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di

desa/kelurahan, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat di desa/kelurahan yang setinggi-

tingginya.

Ponkesdes dikelola oleh bidan dan perawat. Bidan di Ponkesdes adalah bidan PNS

yang diangkat oleh Bupati/Walikota atau Bidan PTT yang diangkat oleh Menteri Kesehatan.

Tenaga perawat di Ponkesdes adalah perawat lulusan DIII Keperawatan yang diangkat oleh

Bupati/Walikota dan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi melalui seleksi tenaga perawat di kabupaten/kota.

Sedangkan Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM)

yang dibentuk di desa dalam rangka menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat

dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainya. Kesamaan konsep antara Ponkesdes dan

Poskesdes adalah keduanya bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan bagi

Page 24: Desa siaga kilensari

20

masyarakat. Perbedaannya adalah Ponkesdes merupakan kepanjangan puskesmas sedangkan

Poskesdes merupakan sebuah UKBM yang berarti masyarakat sendiri yang harus menjadi

motor utama dan berperan aktif dalam menggerakkan Poskesdes. Konsep Ponkesdes dan

Poskesdes ini seringkali membingungkan petugas lapangan.

Ponkesdes yang sudah ada di Kilensari belum dapat mewakili seluruh fungsi

Poskesdes. Dari empat fungsi Poskesdes hanya fungsi sebagai wahana pelayanan kesehatan

dasar (yankesdas) yang dapat diwakili oleh Ponkesdes dengan baik . Kunjungan ke Ponkesdes

cukup banyak. Menurut informan, masyarakat cukup senang menggunakan pelayanan

Ponkesdes karena jarak yang lebih dekat dan antrian yang lebih pendek.

Fungsi lain Poskesdes sebagai wahana peran aktif masyarakat, wahana kewaspadaan

dini risiko dan masalah kesehatan, dan wahana jajaring UKBM masih belum tampak.

Pengelolaan Ponkesdes selama ini masih dimotori oleh bidan dan belum ada peran aktif dari

masyarakat.

4.3 Pembinaan dari PONED

Puskesmas PONED diharapakan membina desa siaga agar masyarakat mau dan

mampu untuk mengenali masalah risiko tinggi pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi

baru lahir sehingga masyarakat dapat mengetahui secara tepat dan cepat apa yang harus

diperbuat jika menjumpai kasus risiko tinggi. Dari program kerja yang dicanangkan desa

siaga Kilensari, terdapat dua program kerja yang berkaitan dengan kesehatan ibu, yaitu

pendataan golongan darah dan pendataan ibu hamil.

Program tabulin dan dasolin belum dicanangkan oleh desa. Hal ini disebabkan karena

kesulitan mendorong partisipasi masyarakat dalam desa siaga, khususnya terkait dengan

pendanaan. Program jimpitan atau iuran warga yang direncanakan sebagai sumber dana desa

siaga belum terealisasi dan belum disetujui oleh kepala desa.

Page 25: Desa siaga kilensari

21

Dalam perjalanannya, program pendataan golongan darah tidak terlaksana sedangkan

pendataan ibu hamil dilaksanakan tanpa keterlibatan aktif dari warga desa. Pendataan ibu

hamil dilakukan secara rutin oleh bidan desa tanpa berkoordinasi dengan desa siaga. Berbagai

kegiatan lain terkait dengan ibu dan anak semisal posyandu juga dilaksanakan secara sendiri

oleh bidan desa bersama kader tanpa berkoordinasi dalam forum desa siaga. Hal ini tidak

terlepas dari kondisi desa siaga yang masih sulit untuk diajak bergerak.

Kondisi tersebut menyebabkan ketua desa siaga merasa tidak dilibatkan. Apalagi

alternatif kegiatan desa siaga yang lain dirasa tidak ada sehigga terkesan seluruh kegiatan desa

siaga telah ditangani oleh bidan desa. Komunikasi antara bidan desa dengan ketua desa siaga

terkait kejelasan tugas dan peran masing-masing belum terjalin dengan baik.

Selain itu, terjadi pergantian bidan desa di Kilensari. Bidan desa yang pada awalnya

dilatih untuk membina desa siaga Kilensari ditarik ke puskesmas dan digantikan bidan PTT

baru yang belum dilatih tentang konsep desa siaga. Akan tetapi menurut informan dari

Dinkes, konsep desa siaga sebenarnya cukup mudah untuk dipelajari secara mandiri oleh

tenaga kesehatan melalui modul pelatihan yang telah ada sebelumnya. Walaupun demikian,

pada awal tahun 2012 Dinkes berencana untuk mengadakan pelatihan khusus bagi perwakilan

bidan di tiap kecamatan untuk dilatih menjadi tim pemercepat pengembangan desa siaga di

kecamatan masing-masing.

4.4 Sistem Kegawatdaruratan dan penaggulangan bencana

Desa Kilensari memiliki potensi ancaman banjir dari luapan sungai Sampeyan yang

menjadi batas timur desa. Banjir sudah pernah beberapa kali melanda desa walaupun belum

pernah sampai memakan korban jiwa. Selama ini, ketika banjir warga bergerak sendiri-sendiri

tanpa dikoordinir desa. Program kesiapsiagaan bencana di desa Kilensari belum dicanangkan

dan dirasa belum manjadi prioritas.

Page 26: Desa siaga kilensari

22

Di sisi lain, kasus kegawatdaruratan juga sering terjadi. Menurut informan cukup

banyak nelayan yang mengalami kecelakaan kerja saat melaut dan memerlukan penanganan

medis segera. Program kegawatdaruratan yang pernah dicanangkan adalah program ambulans

desa. Melalui forum desa disepakati bahwa desa dibagi dalam beberapa wilayah dan pada tiap

wilayah tersebut ditunjuk kendaraan pribadi milik warga yang dapat digunakan sebagai

ambulan desa bila sewaktu-waktu diperlukan. Namun pada pelaksanaannya seringkali

ambulanans desa yang sudah disepapakati sebelumnya tidak dapat dipinjam oleh warga

karena digunakan oleh pemiliknya.

Program ambulan desa pada awalnya dianggap cukup penting karena bisa menyentuh

kebutuhan masyarakat. Program ini diharapkan bisa mejadi program pencitraan yang baik

bagi desa siaga sehingga masyarakat bersedia untuk berpartisipasi dalam kegiatan desa siaga

yang lain. Kepala desa bahkan sempat berencana untuk membeli mobil khusus desa sebagai

ambulan akan tetapi terhambat pada anggaran yang tidak mendapat persetujuan dari lembaga

permusyawaratan desa.

Akan tetapi karena lama tidak terealisasi dengan baik, akhirnya program ambulan desa

ini tidak lagi dianggap penting. Menurut informan, masyarakat selama ini ternyata sudah bisa

secara mandiri menangani permasalahan transportasi kegawatdarurutannya. Puskesmas pun

mudah dijangkau dengan infrastruktur jalan dan medan yang tidak terlalu berat. Masyarakat

lebih senang bertindak sendiri-sendiri dan sulit dikoordinasikan dalam suatu sistem.

Dari informasi yang didapatkan, penulis mendapat kesan bahwa program ambulan

desa di desa Kilensari ini awalnya menjadi sebuah program yang menjadi ikon dan asosiasi

sebuah desa siaga. Ketika program ambulan desa ini tidak lagi menarik untuk direalisasikan

maka program desa siaga pun menjadi tidak lagi menarik untuk dikembangkan. Hal ini

berkaitan dengan ketidakpahaman akan permasalahan kesehatan desa sehingga tidak ada

program-program kreatif yang berorientasi untuk memecahkan permasalahan desa. Program

yang ada cenderung mengikuti contoh-contoh program yang ada dalam panduan desa siaga.

Page 27: Desa siaga kilensari

23

4.5 Survailance Masyarakat

Melalui sistem survailan masyarakat diharapkan mau mengamati dan mengidentifikasi

hal-hal penting yang dapat mengancam atau menimbulkan masalah kesehatan serta

melaporkannya kepada petugas kesehatan. Sistem survailan merupakan salah satu elemen

penting untuk merealisasikan indikator keluaran desa siaga berupa desa bebas kejadian luar

biasa (KLB).

Berdasarkan data dari informan, program survailen dari desa siaga Kilensari belum

pernah ada. Walaupun dalam SK Kepala Desa tahun 2010 telah di bentuk sie survelans

beserta koordinatornya namun pada kenyataannya kelompok kerja ini belum mempunyai

program kerja yang jelas. Sebagian besar informan mengaku tidak mengetahui apa yang

dimaksud dengan sistem survailans dan urgensinya. Adapun ketua desa siaga sebenarnya

telah memiliki rencana untuk mencanangkan program survailan berupa pemetaan daerah

rawan penularan penyakit menular seperti tuberkulosis dan kusta akan tetapi kesulitan dalam

menggerakkan kader dan masyarakat sehingga rencana tersebut belum terealisasi.

Hambatan pada pengembangan sistem survailans ada pada kepahaman masyarakat

tentang sistem survailance itu sendiri. Kelompok kerja yang dibentuk belum memahami tugas

dari survailance. Pembinaan dan koordinasi juga sulit dilakukan karena kesibukan dari

anggota kelompok kerja yang bersangkutan.

Kondisi serupa juga terjadi di desa Penolih, kabupaten Purbalingga tahun 2007.

Berdasarkan penelitan pelaksanaan desa siaga di desa Penolih diketahui bahwa program

survailen tidak berjalan disebabkan oleh kurangnya edukasi kepada masyarakat tentang sistem

survailens. Edukasi dan pendampingan dari tenaga kesehatan amat penting guna

memahamkan masyarakat akan pentingnya sistem survailen dan kemudian berinovasi

membuat sistem survailen sesuai dengan potensi yang dimiliki desa.

Page 28: Desa siaga kilensari

24

4.6 Penyuluhan Kadarzi dan PHBS

Penyuluhan kadarzi dan PHBS dilakukan secara berkala oleh tenaga kesehatan dari

puskesmas maupun Ponkesdes dan Polindes. Upaya ini dilakukan untuk mengatasi

permasalahan gizi yang menjadi salah satu permasalahan balita utama di desa Kilensari.

Kondisi gizi sepertinya berbanding lurus dengan implementasi PHBS yang rendah. Tingginya

gizi kurang ataupun gizi buruk di Kilensari sinkron dengan implementasi indikator PHBS

pemberian ASI ekskusif yang sebesar 0%. Kondisi ekonomi masyarakat yang mayoritas

menengah ke bawah tentu berpengaruh terhadap asupan gizi yang di konsumsi. Namun

kurangnya pengetahuan tentang gizi dan pola asuh yang baik makin memperparah kondisi

tersebut.

Menurut beberapa informan, masyarakat memiliki watak yang keras dan sulit diubah

perilakunya. Beberapa nilai dan budaya yang selama ini berkembang di masyarakat bertolak

belakang dengan kaidah kesehatan pada umumnya. Misalnya tentang pemberian ASI

eksklusif, masyarakat merasa susu formula lebih unggul dari ASI dan malu jika tidak mampu

memberi susu formula pada bayinya. Ahkirnya seringkali dengan penghasilan yang tidak

terlalu banyak, orang tua memaksakan diri untuk membeli susu formula dan memberikannya

dalam dosis yang tidak adekuat. Selain itu, nilai masyarakat tentang kondisi sehat seringkali

berbeda dengan petugas kesehatan. Seorang anak dengan gizi kurang di mata petugas

kesehatan bisa jadi dianggap sehat dan bugar di mata orang tuanya.

Posyandu merupakan perangkat penting dalam mengedukasi masyarakat tentang

Kadarzi dan PHBS. Penyuluhan yang diadakan di posyandu karena berbagai keterbatasan

waktu dan petugas seringkali dilaksanakan di akhir posyandu. Namun pengasuh balita

seringkali tidak sabar sehingga langsung pulang setelah penimbangan. Pengasuh yang

mengantarkan seringkali juga bukan ibu balita itu sendiri tetapi dititipkan pada tetangga

ataupun keluarga yang lebih tua. Walaupun demikian, menurut informan, posyandu di desa

Page 29: Desa siaga kilensari

25

Kilensari cukup aktif. Hal ini terbukti dengan capaian predikat UCI bagi desa Kilensari pada

tahun 2011.

Dalam pelaksanaannya inisiatif posyandu masih amat bergantung pada keaktifkan

tenaga kesehatan di wilayah. Pelaksanaan posyandu dimotori langsung oleh bidan desa. Desa

siaga belum berperan banyak walaupun secara teoritis desa siaga seharusnya menjadi

koordinator UKBM yang ada di desa.

Page 30: Desa siaga kilensari

26

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Desa siaga Kilensari di bentuk sejak tahun 2007 dan merupakan pilot project desa

siaga di kecamatan Panarukan. Beberapa kegiatan dilaksanakan sesuai dengan panduan desa

siaga, namun masih belum ada inovasi program yang dicanangkan berdasarkan permasalahan

kesehatan riil di desa. Saat ini Desa siaga Kilensari dalam kondisi vakum. Jika dinilai dari

indikator proses maka desa siaga Kilensari masih dalam tahap bina yang mana pada tahap ini

forum masyarakat desa belum aktif dan memerlukan pembinaan intensif dari petugas

kesehatan dan petugas sektor lainnya.

Salah satu tantangan yang dihadapi desa siaga Kilensari adalah kondisi masyarakat

yang keras dan cenderung individualis. Peran tokoh masyarakat terutama kepala desa masih

bisa ditingkatkan lagi untuk menggerakkan masyarakat.

5.2 Saran

1. Proses pembentukan desa siaga yang terdiri dari pembentukan FMD, SMD, dan MMD

perlu diulang sebagai awal untuk menghidupkan desa siaga yang selama ini vakum

2. Diperlukan orientasi ulang terkait pemahaman tentang desa siaga dengan visualisasi

aplikasi praktis dan sederhana

3. Pembuatan program desa berdasarkan permasalahan desa

4. Peremajaan dan penyederhanaan struktur pengurus desa siaga

5. Pendampingan langsung tenaga kesehatan pada tingkat kelompok kerja

6. Perbaikan administrasi dan pencatatan

7. Mencari sumber dana untuk operasional desa siaga

8. Pemantapan fungsi bidan desa dan Puskesmas Panarukan sebagai fasilitator desa siaga

Page 31: Desa siaga kilensari

27

DAFTAR PUSTAKA

Desa Kilensari. 2010. Profil Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan 2010

Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2006. Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga di Jawa Timur. Jawa

Timur

Kurniwan, Arif; Widodo, Hari B.; Nurhayati, Siti. 2007. Analisis Keberhasilan Proses

Program Desa Siaga di Desa Penolih, Kecamata Kaligondang, Kabupaten

Purbalingga. Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol 7 No 3 Des 2007 – Mar 2008: 183-

192

Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Polisiri, Marwan; Hasanbasri, Mubasysyir; Padmawati, Retna S. 2009. Implementasi Desa

Siaga di Kota Tidore Kepulauan. Working Paper Series No.6 Januari 2009