Pengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan...

download Pengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis m

of 65

description

Pengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis mPengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis m

Transcript of Pengembangan Model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan...

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 1

    PENGEMBANGAN MODEL MULTIMEDIA INTERAKTIF ADAPTIF PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT UNTUK MENINGKATKAN

    PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU

    DISERTASI

    Oleh:

    Dr. KETANG WIYONO, M.Pd

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

    BANDUNG 2012

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 2

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan mengembangkan model multimedia interaktif adaptif

    pendahuluan fisika zat padat (MIA-PIZA) untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru. Karakteristik MIA-PIZA terdiri dari teks, audio, simulasi, animasi dengan mengadaptasi perbedaan gaya belajar mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan yang terdiri dari 3 tahap yaitu: 1) tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif; 2) tahap pengembangan desain model multimedia interaktif adaptif yang dilengkapi dengan validasi 3 orang ahli, ujicoba terbatas terhadap 7 mahasiswa, dan revisi, serta evaluasi akhir; 3) tahap implementasi model dengan menggunakan penelitian kuantitatif eksperimen kuasi terhadap 37 mahasiswa LPTK di Sumatera Selatan sebagai kelas eksperimen dan 36 mahasiswa sebagai kelas kontrol. Instrumen untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis berupa tes pilihan ganda, lembar observasi untuk mengetahui keterlaksanaan model dan angket untuk mengetahui tanggapan dosen dan mahasiswa. Uji beda rerata N-gain digunakan untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Persentase rerata N-gain penguasaan konsep kelas yang menggunakan MIA-PIZA 74% (kategori tinggi) dan kelas kontrol 47% (kategori sedang). Keterampilan berpikir kritis mahasiswa kelas eksperimen meningkat signifikan dibandingkan dengan kelas kontrol. Peningkatan tertinggi pada indikator melaporkan berdasarkan pengamatan 77% (kategori tinggi) dan terendah pada indikator menjawab pertanyaan tentang fakta 55% (kategori sedang). Persentase keterlaksanaan perkuliahan di kelas sebesar 93,6% (kategori tinggi). Mahasiswa dan dosen memberikan tanggapan positif terhadap model yang dikembangkan. Disimpulkan MIA-PIZA secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru dibandingkan dengan model pembelajaran dengan bahan ajar lain.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 3

    ABSTRACT

    The aim of this study to develop an adaptive-interactive multimedia model on Introductory Solid-State Physics course to improve students critical thinking skills and mastery of solid-state physics concepts. The model covers materials such as texts, audios, simulations, and animations that had been designed to adapt with students learning styles. The research using a Research and Development method that consist of three phases: 1) preliminary study using qualitative descriptive approach, 2) development of learning-software through activities that included expert judgment by three relevant experts, revision of the software based on a limited try out involving 7 students, and final evaluation, 3) justifications of the effectiveness of the final model using quasi-experimental method with 37 students of experimental class and 36 students of control class, conducted at an LPTK in South Sumatra Province. Instruments used in this study included a multiple-choice test to measure students mastery of concepts and critical thinking skills, observation sheet to assess the implementation of the model, and questionaires to gather responses of students and other relevant faculty members. A mean difference test was used to justify the statistical significance of the students concept mastery and critical thinking skills. The average normalized gain (N-gain) of students concept mastery was 74% (high category) for experimental class and 47% (medium category) for control class. The increas of students critical thinking in the experimental class was significantly higher than that of control class. In the experiment class, the highest achievement occurred in the indicator of making report based on observation (N-gain = 77%, in high category) and the lowest achievement was in indicator of answering a question of fact (N-gain = 55%, in medium category). The model has been implemented well in the classroom with implementation level of 93.6% (high category). Students and other faculty members gave positive responses to the model. In conclusion, the adaptive-interactive multimedia learning model is more effective than model of learning using other common teaching method in improving both critical thinking skills and concept mastery of solid-stated physics for the prospective physics teacher students.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 4

    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

    Pendahuluan fisika zat padat adalah salah satu mata kuliah yang diajarkan pada program studi pendidikan fisika di Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK). Tujuan mata kuliah adalah agar mahasiswa mampu memahami struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi, serta dapat mengaplikasikannya sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta relevan dengan tuntutan kompetensi dalam standar nasional pendidikan. Secara umum mahasiswa perlu mempelajari fisika zat padat karena fisika zat padat menjadi dasar pengembangan teknologi saat ini. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika zat padat seperti penemuan piranti mikroelektronik yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Penggunaan Physics Education Technology (PhET) saat ini sangat dibutuhkan dalam pembelajaran fisika (Finkelstein, 2006).

    Berbagai produk teknologi berbasis fisika material dan elektronik yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti komputer, laser, GPS (global positioning system), jaringan serat optik pita lebar, tomografi komputer dan lain sebagainya merupakan produk teknologi nyata dari kegiatan riset dasar fisika dalam kurun waktu 40-50 tahun terakhir. Laju lompatan yang spektakuler di bidang teknologi informasi dan komunikasi modern saat ini tidak terlepas dari gencarnya riset dibidang fisika zat padat seperti penemuan metode-metode baru dan pembuatan material semikonduktor, berbagai jenis transistor dengan kinerja tinggi, integrasi komponen menjadi chip tunggal, laser semikonduktor, media penyimpan data dengan densitas tinggi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, teknologi menjadi tenaga penggerak (driving force) dalam perubahan perilaku manusia dari masyarakat industri menjadi masyarakat berbasis pengetahuan dan informasi (knowledge and information based society). Tidak dipungkiri bahwa riset dasar fisika khususnya fisika material telah banyak memberikan kontribusi nyata dalam kemajuan teknologi suatu negara yang pada gilirannya akan bermuara pada kemajuan di bidang ekonomi sekaligus menjadi bangsa yang disegani di kancah internasional (Sembiring, 2008).

    Selama ini sebagian dosen mengajarkan materi pendahuluan fisika zat padat dengan metode ceramah, diskusi, penugasan dan jarang sekali menggunakan media dalam perkuliahan. Hal ini menyebabkan kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat yang bersifat abstrak dan submikroskopik. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hasil belajar fisika zat padat pada suatu LPTK dalam enam tahun terakhir masih tergolong rendah yaitu sebesar 58 (2005), 56 (2006), 53 (2007), 56 (2008) 55 (2009) dan 61(2010) pada skala 1-100. Rendahnya hasil belajar fisika zat padat tersebut salah satunya disebabkan kecenderungan dosen lebih menekankan pada aspek matematis dalam perkuliahan. Agar konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat mudah dipahami oleh mahasiswa perlu adanya inovasi dalam perkuliahan. Salah satu inovasi dalam perkuliahan dengan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk multimedia interaktif (Wiyono, 2009).

    Berbagai penelitian pemanfaatan multimedia interaktif (MMI) dalam perkuliahan fisika telah dilakukan. MMI dalam perkuliahan fisika dasar dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika dasar (Dori dan Belcher, 2005) meningkatkan penguasaan konsep calon guru fisika (Darmadi dkk, 2007; Gunawan dkk, 2008), mengatasi miskonsepsi fisika dasar mahasiswa (Muller & Sharma, 2007), meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan generik sains (Budiman dkk, 2008; Yahya dkk, 2008, Wiyono dkk, 2009). Keberhasilan MMI dalam perkuliahan fisika dasar disebabkan mahasiswa lebih aktif dan mandiri (Darmadi dkk, 2007), animasi komputer dalam MMI dapat memvisualisasikan proses-proses abstrak yang multahil dilihat atau dibayangkan (Burke, 1998), mampu menayangkan kembali informasi-informasi yang diperlukan.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 5

    Penggunaan multimedia interaktif pembelajaran pada fisika lanjut sangat membantu mahasiswa dalam memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak. Menurut McKagan (2007) mahasiswa akan lebih mudah memahami konsep mekanika kuantum yang bersifat abstrak dengan bantuan software interaktif. Wiyono (2009) menyatakan bahwa konsep-konsep relativitas khusus yang bersifat abstrak dapat dipahami oleh mahasiswa dengan bantuan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif. Berbagai penelitian lain tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran fisika dalam membantu memahami konsep-konsep fisika dapat diringkas dalam Tabel 1.1.

    Tabel 1.1. Hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif

    Referensi Fokus Hasil

    Finkelstein, N.D. et al. (2005). When learning about the real world is better done virtually: A study of substituting computer simulations for laboratory equipment. Physics Education Research 1, 010103: 1-8

    Simulasi komputer menggantikan peralatan nyata

    Penggunakan simulasi komputer dapat menggantikan peralatan nyata pada rangkaian listrik sederhana

    Dancy, M.H. and Robert Beichner (2006). Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics. Physics Education Research 2, 010104: 1-7.

    Model asesmen animasi untuk pemahaman konsep

    Asesmen animasi dapat meningkatkan hasil penilaian

    Thaden-Koch, T. C., Robert J. Dufresne and Jose P. Mestre. (2006). Coordination of knowledge in judging animated motion. Physics Education Research 2, 020107: 1-11.

    Model animasi dan pengaruhnya koordinasi pengetahuan

    Terdapat perbedaan penilian mahasiswa fisika dan mahasiswa psikologi dalam mendeskripsikan animasi gerak bola

    Finkelstein, N.D. et al. (2006). HighTech Tools for Teaching Physics: The Physics Education Technology Project. MERLOT Journal of Online Learning and Teaching Vol. 2, No. 3, September 2006. Department of Physics University of Colorado at Boulder Boulder, Colorado, USA.

    Penggunaan PhET dapat menggantikan peralatan nyata

    Pada kondisi yang tepat simulasi PhET lebih produktif dibandingkan dengan metode tradisional

    Damirci, N. (2007). A Study About Student Misconceptions In Force And Motion Concept By Incorporating A Web-Assisted Physics Program. The Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET Vol. 4

    Penggunaan program pembelajaran berbasis web meningkatkan penguasaan konsep

    Penggunaan program fisika yang berbasis web meningkatkan prestasi siswa dalam memahami konsep gaya dan gerak

    Sarantos, P. and Fotini Paraskeva. (2007). Enhance Learning Based on Psychological Indexes and Individual Preferences for a Physics Course Using An Adaptive Hypermedia Learning Enviro. The International Journal of Learning. 14, (6) : 69-76.

    AHS berpengaruh pada komponen metakognitif

    Penggunaan AHS berdasarkan pada klasifikasi variabel kognitif FD/FI memiliki dampak kuat terhadap peningkatan komponen-komponen metakognitif

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 6

    Referensi Fokus Hasil Buffler, A, et.al. (2008). A model-based view of physics for computational activities in the introductory physics course. American Journal of Physics. 76, (4&5): 431-437.

    Pandangan model berbasis fisika dan model konseptual yang relevan untuk tugas komputasi

    Fisika teori, fisika model dan fenomena dunia nyata dapat meningkatkan pemahaman sistem fisika pemecahan masalah numerik

    Kortemeyer, G. et.al. (2007). Experiences using the open-source learning content management and assessment system LON-CAPA in introductory physics courses. American Journal of Physics. 76 (4&5): 438-444.

    Pengembangan model PR LON-CAPA

    Model pekerjaan rumah dengan LON-CAPA dapat menjadi alat bantu belajar yang efektif.

    McKagan, S. B., et. al. (2007). Developing and Researching PhET simulations for Teaching Quantum Mechanics. Physics Education Research 1, 0709 : 4503.

    Penggunaan PhET membantu mahasiswa memahami konsep mekanika kuantum yang abstrak

    Simulasi PhET untuk mekanika kuantum membantu kesulitan mahasiswa memahami mekanika kuantum yang menurut mahasiswa sulit karena abstrak

    Zacharia, Z.C. and Constantinos P. Constantinou. (2008). Comparing the influence of physical and virtual manipulatives in the context of the Physics by Inquiry curriculum: The case of undergraduate students conceptual understanding of heat and temperature. American Journal of Physics. 76 (4&5): 425-430.

    Perbandingan lab fisik dan virtual lab dalam meningkatkan pemahaman konsep dan pengalaman belajar

    Penggunaan manipulasi fisik dan virtual manipulasi dalam kurikulum Physics by Inquiry dapat memberikan pengalaman yang sama dalam meningkatkan pemahaman konsep yang berkaitan dengan suhu dan perubahan suhu

    Kortemeyer, G. (2009). Gender differences in the use of an online homework system in an introductory physics course. Physics Education Research 5, 010107: 1-8.

    Perbedaan gender mempengaruhi hasil PR online (CAPA)

    Perbedaan gender efektif pada PR online untuk kelas besar pada kuliah fisika dasar, mahasiswa laki-laki dan perempuan berinteraksi berbeda dengan sistem PR online pada setting yang sama. Hanya ada perbedaan sedikit dalam tes FCI

    Penggunaan multimedia interaktif selain dapat meningkatkan penguasaan konsep

    mahasiswa, juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berpikir yang merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Pada materi relativitas khusus yang bersifat abstrak penggunaan multimedia interaktif secara signifikan dapat meningkatkan

    Tabel 1. Hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan model

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 7

    keterampilan berpikir kritis dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional (Wiyono, 2009). Keterampilan berpikir kritis menjadi bekal mahasiswa kelak dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan masa mendatang. Berpikir kritis sebagai salah satu proses berpikir tingkat tinggi dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual IPA peserta didik sehingga merupakan salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi (Liliasari, 2002).

    Berdasarkan hasil-hasil penelitian pemanfaatan MMI pada pembelajaran fisika, MMI umumnya memberikan tampilan materi pembelajaran yang sama untuk setiap pengguna, karena mengasumsikan bahwa karakteristik semua pengguna adalah homogen. Dalam kenyataannya, setiap pengguna mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam hal tingkat kemampuan, gaya belajar, latar belakang atau yang lainnya. Oleh karena itu, seorang pengguna multimedia interaktif ini belum tentu mendapatkan materi pembelajaran yang tepat, akibatnya efektivitas pembelajaran tidak optimal. Seharusnya suatu sistem multimedia interaktif dapat memberikan materi pembelajaran yang tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuan pengguna, dan cara mempresentasikan materi pembelajarannya sesuai dengan gaya belajar pengguna. Dengan kata lain sistem multimedia interaktif seharusnya dapat mengadaptasikan tampilannya terhadap berbagai variasi karakteristik pengguna, sehingga mempunyai efektivitas pembelajaran yang tinggi.

    Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang, maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengembangan model multimedia interaktif adaptif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru pada mata kuliah pendahuluan fisika zat padat. B. Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengembangan model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru? Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, pertanyaan penelitian terfokus pada: 1. Bagaimanakah karakter model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat

    padat? 2. Bagaimanakah profil gaya belajar mahasiswa dan pola kaitan materi subyek calon

    guru yang menempuh mata kuliah fisika zat padat? 3. Bagaimanakah pengaruh model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat

    padat terhadap peningkatan penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat? 4. Bagaimanakah pengaruh model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat

    padat terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa? 5. Bagaimana tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap penggunaan model

    multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dalam pembelajaran? 6. Bagaimana keunggulan dan kelemahan model multimedia interaktif adaptif

    pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan? C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dan menganalisis pengaruhnya terhadap peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru. D. Kontribusi Penelitian Kontribusi penelitian ini antara lain: 1. Memberikan alternatif model pembelajaran pendahuluan fisika zat padat dalam

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 8

    upaya meningkatkan penguasaan konsep, dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru.

    2. Memberikan kerangka pemikiran dalam perbaikan pendidikan guru fisika di LPTK dalam kegiatan perkuliahan dan penguasaan materi subyek pendahuluan fisika zat padat serta keterampilan berpikir mahasiswa calon guru dalam rangka peningkatan mutu guru fisika di lapangan.

    3. Model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan memuat beberapa simulasi yang dapat dilakukan untuk mendukung pembelajaran yang selama ini jarang dilakukan karena keterbatasan alat dan bahan.

    4. Pengembangan model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dilengkapi tes adaptif yang dapat mengungkapkan gaya belajar mahasiswa sehingga memberikan pilihan kepada mahasiswa dalam mempelajari bahan ajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing.

    E. Ruang Lingkup Penelitian

    Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka dibuat pembatasan permasalahan sebagai berikut: 1. Multimedia interaktif adaptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah multimedia

    interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi yang mampu mengadaptasi perbedaan gaya belajar mahasiswa pada kuliah pendahuluan fisika zat padat sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan.

    2. Model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan terdiri dari pada pokok bahasan struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi.

    3. Penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat adalah kemampuan mahasiswa dalam memahami konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat setelah perkuliahan. Penguasaan konsep diukur dengan tes pilhan ganda yang dibuat berdasarkan analisis konsep materi subyek pendahuluan fisika zat padat. Analisis penguasaan konsep disusun berdasarkan pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah lima pokok bahasan.

    4. Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan menyelesaikan masalah, berpikir reflektif dan masuk akal yang difokuskan pada pengambilan keputusan yang dilakukan atau diyakini. Keterampilan berpikir kritis pada penelitian ini diukur dengan tes pilihan ganda. Indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) melaporkan berdasarkan pengamatan, (2) menemukan persamaan dan perbedaan, (3) menentukan definisi materi subyek, (4) menerapkan prinsip yang dapat diterima, (5) menggeneralisasi, (6) mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, (7) menjawab pertanyaan tentang fakta.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 9

    BAB II MULTIMEDIA INTERAKTIF ADAPTIF, KONSEP PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT, KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

    A. Multimedia Interaktif Adaptif

    Menurut Arsyad (2006) multimedia diartikan sebagai lebih dari satu media. Multimedia dapat berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu. Munir (2008) menyatakan multimedia sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi, suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer. Dengan kata, teknologi multimedia mencakup berbagai media dalam sofware pembelajaran yang interaktif. Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.

    Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi dan simulasi interaktif dapat mengadaptasi perbedaan cara belajar siswa sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan. Visualisasi yang disajikan memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi dengan menggunakan panca indera mereka dengan optimal sehingga informasi yang masuk ke bank memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk dipanggil pada saat informasi tersebut digunakan. Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep akan mudah dipanggil apabila tersimpan dalam memori jangka panjang terutama dalam bentuk gambar (Matlin, 1994).

    Berdasarkan berbagai hasil penelitian pemanfaatan MMI pada pembelajaran fisika seperti pada latar belakang, MMI selalu mengasumsikan bahwa mahasiswa sebagai pengguna memiliki kemampuan dan latar belakang yang sama. Pada perkembangannya multimedia interaktif diharapkan mampu mengadaptasi perbedaan individu penggunanya. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem multimedia interaktif yang adaptif. Menurut M. Odritscher (2004), sistem adaptif merupakan sistem yang mengadaptasi pengetahaun (knowledge) dari konten materi pembelajaran kepada mahasiswa secara adaptif. Sedangkan menurut Oxford advanced learners dictionary (2005), adaptif dapat didefinisikan sebagai adaptive adj: (technical) concerned with changing; able to change when necessary in order to deal with different situations. Untuk mengembangkan sistem adaptif ada beberapa model yang telah dikembangkan. Model sistem adaptif merupakan bentuk rancangan arsitektur yang dapat dijadikan pedoman dasar dalam pengembangan sistem multimedia adaptif. Menurut De Bra et. al., (1999), model sistem adaptif dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu: adaption model, domain model dan user model, seperti Gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Model sistem adaptif menurut De Bra et. al., (1999)

    Berdasarkan model sistem adaptif Gambar 2.1., model adaptasi (adaptation model) ditempatkan diantara model domain (domain model) dan model pengguna (user model) didalam lapisan penyimpanan data (storage layer). Sedangkan Brusilovsky dan Maybury (2002), menjelaskan model sistem adaptif, seperti Gambar 2.2.

    Storage layer

    Adaptation model

    Domain model User model

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 10

    Gambar 2.2. Model sistem adaptif menurut Brusilovsky dan Maybury (2002)

    Berdasarkan Gambar 2.2. maka dapat dikatakan bahwa proses dari model sistem

    adaptif terdiri atas tiga tahap, yaitu: proses pengumpulan data tentang profil pengguna (user profile), proses membangun model pengguna (user model) dan proses model adaptasi (adaptation model).

    Profil pengguna (user profile) merupakan proses untuk mendapatkan informasi awal tentang pengguna. Informasi yang didapatkan akan disimpan pada model pengguna dengan tidak melakukan perubahan. Keadaan informasi tersebut akan dapat mengalami perubahan seiring dengan perubahan waktu. Informasi profil pengguna yang terdapat pada model pengguna dapat dikategorikan menurut Brusilavsky (2001), sebagai berikut: 1) Students behavior, merupakan informasi tentang perilaku mahasiswa, seperti

    keadaan motivasi, gaya belajar dan sebagainya. 2) Students knowledge, merupakan informasi pengetahuan mahasiswa dalam

    memahami suatu materi pembelajaran. Pengetahuan mahasiswa dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: baru (novice), pemula (beginner), sedang (means), lanjut (advance), dan pakar (expert). Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengukur tingkatan pengetahuan tersebut adalah dengan cara tes secara otomatis (auto evaluation) melalui sistem adaptif.

    3) Students achievement, merupakan informasi hasil pencapaian mahasiswa dalam proses pembelajaran pada sistem multimedia adaptif. Hasil pencapaian tersebut dapat dilihat dari indikator perolehan nilai kuis atau latihan yang diberikan oleh sistem multimedia interaktif adaptif kepada mahasiswa.

    4) Student's preferences, merupakan informasi suatu konsep struktur tentang preferensi mahasiswa dalam sistem multimedia adaptif. Preferensi tersebut bertujuan untuk mempresentasikan materi pembelajaran (konten, latihan, kuis,) dengan menggunakan dukungan komponen sistem multimedia interaktif adaptif.

    B. Gaya Belajar

    Terdapat banyak definisi tentang gaya belajar atau learning style. Menurut James dan Blank (1993), gaya belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar dimana seseorang merasa paling efisien dan efektif dalam menerima, memproses, menyimpan dan mengeluarkan sesuatu yang dipelajari. Mc Loughlin (1999) menyimpulkan bahwa istilah gaya belajar merujuk pada kebiasaan dalam memperoleh pengetahuan. Honey dan Mumford (1992) mendefinisikan gaya belajar sebagai sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara belajar seseorang yang paling disukai. Rita Dunn (DePorter, 2006) menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 11

    belajar orang yang mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan mengatur serta mengolah informasi.

    Beberapa penelitian mengenai gaya belajar menunjukkan bahwa (1) beberapa pelajar mempunyai kebiasaan belajar yang berbeda dengan yang lainnya, (2) beberapa pelajar belajar lebih efektif bila diajar dengan metode yang paling disukai, dan (3) prestasi pelajar berkaitan dengan bagaimana caranya belajar (Riding & Rayner, 1998). Gaya belajar mempengaruhi efektivitas pelatihan, tidak peduli apakah pelatihan tersebut dilakukan secara tatap muka atau secara on-line (Surjono, 2008). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan gaya belajar dalam proses belajar mengajar. Gaya belajar sering diukur dengan menggunakan kuesioner atau tes psikometrik (McLoughlin, 1999).

    Salah satu gaya belajar yang dikenal dengan kesederhanaannya adalah visual, auditorial dan kinestetik (VAK). Gaya belajar VAK menggunakan tiga penerima sensori utama, yakni visual, auditory dan kinestetic dalam menentukan gaya belajar seorang peserta didik dilihat dari gaya belajar yang dominan (Rose, 1987). Gaya belajar VAK ini didasarkan atas teori modalitas yaitu meskipun dalam setiap proses pembelajaran peserta didik menerima informasi dari ketiga sensori tersebut, akan tetapi ada salah satu atau dua sensori yang dominan. Beberapa ciri dari masing-masing gaya belajar menurut DePorter (2006): a. Gaya belajar visual: (1) rapi dan teratur, (2) berbicara dengan tepat, (3) perencana dan

    pengatur jangka panjang yang baik, (4) teliti terhadap detail, (5) mementingkan penampilan baik dalam hal pakaian maupun presentasi, (6) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, (7) mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar, (8) mengingat dengan asosiasi visual, (9) biasanya tidak terganggu dengan keributan, (10) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya, (11) pembaca cepat dan tekun, (12) lebih suka membaca daripada dibacakan, (13) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah, (14) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelepon dan dalam rapat, (15) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, (16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak, (17) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato, (18) lebih suka seni daripada musik, (19) sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata, (20) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika ingin diperhatikan.

    b. Gaya belajar auditorial: (1) berbicara pada diri sendiri saat bekerja, (2) mudah terganggu oleh keributan, (3) menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca, (4) senang membaca dengan keras dan mendengarkannya, (5) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, (6) merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita, (7) berbicara dalam irama yang terpola, (8) lebih suka musik daripada seni, (9) belajar dengan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, (10) suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesatu panjang lebar, (11) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesaui satu sama lain, (12) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, (13) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.

    c. Gaya belajar kinestetik: (1) berbicara dengan perlahan, (2) menanggapi perhatian fisik, (3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, (4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, (5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, (6) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, (7) belajar melaui memanipulasi dan praktik, (8) menghafal dengan cara berjalan dan melihat, (9) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, (10) banyak menggunakan isyarat tubuh, (11) tidak dapat duduk diam untuk waktu lama, (12) tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 12

    berada di tempat itu, (13) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, (14) menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuhnsaat membaca, (15) kemungkinan tulisannya jelek, (16) ingin melakukan segala sesuatu, (17) menyukai permainan yang menyibukkan.

    Menurut Markova (1992) seseorang biasanya cenderung pada salah satu gaya belajar yang dominan. Secara ringkas gaya belajar visual memerlukan akses citra visual seperti belajar dengan cara melihat, mengikuti instruksi, ilustrasi, tertarik dengan warna, animasi dan simulasi. Gaya belajar auditorial memerlukan akses segala jenis audio seperti belajar dengan cara mendengar baik dialog, musik, nada tertentu. Sedangkan gaya belajar kinestetik memerlukan akses berupa gerak seperti belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh, meng-klik navigasi dan lainnya.

    Gaya belajar seseorang sangat mempengaruhi keberhasilannya dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Teori gaya belajar berangkat dari teori modalitas belajar VAK. Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas visual, auditorial dan kinestetik, hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas yang berperan sebagai saringan umtuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi (Grinder, 1981). Hal ini sesuai dengan model pemrosesan informasi dari teori belajar kognitif yang menjadi dasar pembelajaran berbasis komputer. Model pemrosesan informasi dapat dilihat seperti Gambar 2.3.

    Gambar 2.3. Model pemrosesan informasi (Rusman,2009) Berdasarkan model ini data masuk ke sistem memori melalui pencatat sensor (sensory register), kemudian dikirim ke penyimpanan jangka pendek (short term store) selama sekitar 0,5 sampai 2 menit untuk dianalisis pendahuluan. Dari penyimpanan ini selanjutnya dikirim ke memori jangka pendek atau disebut juga dengan memori kerja (working memory). Data yang sudah dianalisis disimpan selama 20 menit, kemudian ditransformasi dan kodifikasi menjadi bagian dari sistem pengetahuan yang disimpan pada memori jangka panjang (long term memory). Teori belajar kognitif ini banyak mengalami perkembangan dan sejalan dengan itu telah berkembang pula model-model pembelajaran yang mengaplikasikan teori ini. Di antara penerapan itu adalah dalam pembelajaran berbasis komputer. Teori gaya belajar yang mengadaptasi perbedaan individu agar mendapatkan sesuatu sesuai dengan cara dan kemampuannya sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis komputer. Menurut Rusman (2009) sistem multimedia interaktif harus memenuhi prinsip-prinsip yaitu: (1) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (2) berorientasi pada pembelajaran individual, (3) berorientasi pada pembelajaran mandiri dan (4) berorientasi pada pembelajaran tuntas. Dalam pembelajaran berbasis komputer terdapat berbagai model diantaranya model tutorial. Model tutorial merupakan program pembelajaran yang menggunakan sofware yang berisi antara lain: (1) penyajian informasi (presentation of information), (2) pertanyaan dan respon (question of responses), (3) penilaian respon (judging of responses), (4) pemberian balikan respon (providing feedback responses), (5) pengulangan (remidiation), (6) pengaturan pelajaran (sequencing lesson).

    Sensory register

    Short-term store

    Short term (Working memory)

    Long-term memory

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 13

    C. Konsep Pendahuluan Fisika Zat Padat

    Belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan umumnya diawali dengan observasi terhadap kejadian atau obyek berdasarkan konsep yang telah kita miliki. Menurut Liliasari (2002) konsep sebagai gambaran mental dari gejala alam mempunyai lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau obyek yang dinyatakan dengan suatu label. Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Namun secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Amin (1987) mendefinisikan konsep sebagai berikut (1) suatu gagasan yang relatif sempurna dan bermakna; (2) suatu pengertian tentang suatu obyek; (2) produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap obyek-obyek atau benda-benda melalui pengalamannya.

    Liliasari (2002) mengemukakan konsep adalah sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non-contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakan satu atau lebih istilah yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan. Konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh dimensi yang meliputi (1) atribut, yang berupa fisik ataupun fungsional, (2) struktur, yang menunjukkan keterkaitan antara atribut-atribut konsep, keterkaitan ini dapat konjungtif, disjungtif dan relasional; (3) keabstrakan, yang membedakan atas konkrit dan abstrak; (4) keinklusifan, yang menggambarkan luas atau sempitnya ruang lingkup suatu konsep; (5) keumuman, yang menggambarkan banyak (superordinat) atau sedikitnya (subordinat) hubungan suatu konsep dengan konsep lain, (6) ketepatan, yang menggambarkan kejelasan definisi suatu konsep sehingga mudah membedakan dari non-contoh; (7) kekuatan, menggambarkan pentingnya konsep berdasarkan pendapat umum

    Dahar (1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya. Berdasarkan atribut-atribut, konsep dapat dibagi menjadi delapan kelompok menurut Liliasari (2002) yaitu (1) konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat; (2) konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat; (3) konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat; (4) konsep yang berdasarkan suatu prinsip; (5) konsep yang melibatkan penggambaran simbol; (6) konsep yang menyatakan proses; (7) konsep yang menyatakan sifat; (8) konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran. Pada umumnya konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu fisika sering dinyatakan dalam bahasa simbolik. Simbol-simbol ini merupakan manipulasi dari suatu atau beberapa penalaran proses IPA yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa komunikasi sehari-hari.

    Peserta didik dalam belajar fisika dituntut memahami konsep-konsep yang ada, karena dengan menguasai dan memahami konsep akan memudahkan peserta didik dalam

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 14

    menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala alam yang ada disekitarnya. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.

    Dahar (1989) mengemukakan bahwa manusia perlu mengetahui dan memahami sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang paling tinggi atau batu-batu pembangunan (building block) berpikir manusia.Keberhasilan proses pembelajaran fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru dalam konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan dan penuh antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses tersebut dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih mudah. Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan, menghasilkan ingatan lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari sehingga proses recall lebih efisien.

    Kurikulum program studi pendidikan fisika LPTK mata kuliah pendahuluan fisika zat padat adalah mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS dan di keluarkan pada semester ganjil tiap tahunnya. Mata kuliah ini termasuk dalam kelompok mata kuliah keahlian bidang studi. Deskripsi mata pendahuluan fisika zat padat secara umum adalah agar mahasiswa memperlajari pendahuluan fisika zat padat karena fisika zat padat menjadi dasar pengembangan teknologi saat ini. Perkembangan pesat di bidang TIK dewasa ini diantaranya dipicu oleh temuan di bidang fisika zat padat seperti penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Kompetensi yang diharapkan dalam mata kuliah ini agar mahasiswa memiliki wawasan yang memadai dan menguasai pengetahuan tantang pendahuluan fisika zat padat, serta sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. Tujuan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki wawasan dan menguasai pengetahuan mengenai, struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal dan teori pita energi serta dapat mengaplikasikannya sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. Hasil analisis konsep mata kuliah pendahuluan fisika zat padat seperti pada Tabel 2.1.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 15

    Tabel 2.1. Analisis konsep pendahuluan fisika zat padat

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    1 Kristal Konsep konkrit

    Kristal mempunyai keteraturan letak ruang atom

    Kristal Keteraturan letak

    atom

    Jenis atom penyusun kristal

    Model susunan ruang atom-atom

    Zat padat Amorf Cacat kristal Garam dapur, intan, cesium clorida, zinc sulfida

    Belerang padat

    2 Amorf Konsep konkrit

    Zat padat amorf yang susunan atomnya dalam ruang tidak teratur

    Zat padat amorf Susunan atom

    dalam ruang Tidak teratur

    Jenis atom penyusun amorf

    Model susunan ruang atom-atom

    Zat padat Kristal Cacat kristal Belerang padat Garam dapur, intan, cesium clorida, zinc sulfida

    3 Cacat kristal Konsep berdasarkan prinsip

    Cacat kristal terjadi bila susunan atom-atomnya tidak sempurna

    Cacat kristal Susunan atom-

    atom Tidak sempurna

    Jenis atom atom dalam kristal

    Model susunan atom dalam kristal

    Kristal Kristal berstruktur sederhana

    Cacat titik

    Cacat garis

    Cacat titik

    Cacat garis

    Kristal sempurna

    4 Cacat titik Konsep berdasarkan prinsip

    Cacat titik terjadi pada titik kisi tertentu

    Cacat titik Titik kisi tertentu

    Posisi titik kisi

    Cacat kristal Cacat garis Cacat Schottky

    Cacat Frenkel

    Kekosongan (vacancy)

    Sisipan (interstitial)

    Kristal sempurna

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 16

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    5 Cacat garis Konsep berdasarkan prinsip

    Cacat garis terjadi pada sederetan titik kisi yang membentuk suatu garis

    Cacat garis Sederetan titik

    kisi Membentuk

    suatu garis

    Posisi sederetan titik kisi

    Cacat kristal Cacat titik Dislokasi tepi Dislokasi luar Kristal sempurna

    6 Cacat bidang Konsep berdasarkan prinsip

    Cacat bidang terjadi akibat ketidakteraturan arah atom dalam kristal

    Cacat bidang Pada ketidak-

    teraturan Arah atom

    Ketidak-teraturan arah atom

    Cacat kristal Cacat titik Cacat batas butir

    Cacat batas butir Kristal sempurna

    7 Cacat ruang Konsep berdasarkan prinsip

    Cacat ruang terjadi akibat ruang berpori/salah susunan

    Cacat ruang Ruang berpori

    Salah susunan atom

    Cacat kristal Cacat bidang Cacat salah susun

    Cacat salah susun Kristal sempurna

    8 Kisi Konsep abstrak

    Kisi mempunyai susunan titik yang teratur dan periodik dalam ruang

    Kisi Susunan titik Teratur Periodik Dalam ruang

    Pola susunan titik

    Keteraturan Kepereriodi-

    kannya

    Geometri kristal

    Basis Kisi bujur sangkar

    Kisi segi panjang berpusat

    Tabel 2.1. Analisis konsep pendahuluan fisika zat padat (lanjutan)

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 17

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    9 Basis Konsep abstrak

    Basis merupakan sekumpulan atom yang berada disekitar titik kisi

    Basis Sekumpulan

    atom Disekitar titik

    kisi

    Posisi atom-atom

    Posisi pada titik kisi

    Geometri kristal

    Kisi bravais Sel satuan Vektor basis a, b, c

    10 Sel primitif Konsep abstrak

    Sel primitif merupakan sel satuan dengan hanya satu titik kisi per sel dan mempunyai volume yang paling kecil

    Sel primitif Sel satuan Satu titik kisi

    per sel Mempunyai

    volume terkecil

    Jumlah titik kisi per sel

    Besarnya volume per sel

    Geometri kristal

    Basis Sel satuan Kisi bujur sangkar Intan

    11 Indeks millers Konsep abstrak

    Indeks Millers merupakan bilangan yang digunakan untuk menyatakan indeks bidang

    Indeks Millers Sebuah bilangan Menyatakan

    indeks bidang

    Variasi bilangan

    Indeks bidang

    Geometri kristal

    Kisi kristal Indeks bidang (h k l)

    (1 1 1)

    12 Sinar-X Konsep konkrit

    Sinar-X diperoleh dari pengereman elektron oleh anoda/ transisi elektron dari kulit luar kekulit bagian dalam

    Sinar-X Pengereman

    elektron Anoda Transisi

    elektron Kulit luar Kulit dalam

    Jenis gelombang elektro-magnetik

    Pergerakan alektron

    Transisi elektron

    Gelombang Elektromag-netik

    Difraksi sinar-x

    Karakterisasi sinar-X

    Sinar-X bremstrahlung

    Sinar-X karakteristik

    Sinar laser

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 18

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    13 Difraksi sinar-x

    Konsep konkrit

    Difraksi sinar-X merupakan penyeberan (pemantulan) gelombang oleh permukaan kristal

    Difraksi sinar-X Penyeberan

    gelombang Permukaan

    kristal

    Proses penyebaran gelombang

    Pengerauh permukaan kristal

    Sinar-X Interferensi Hukum Bragg

    14 Kisi resiprokal Konsep berdasarkan prinsip

    Kisi resiprokal mempunyai

    vektor basis ba,

    dan c

    Kisi resiprokal Vektor basis ba

    , dan c

    Sebuah kisi Vektor basis

    Difraksi sinar-X

    Kisi bravais Vektor basis Vektor ba, dan c

    15 Ikatan atom dalam kristal

    Konsep berdasarkan prinsip

    Ikatan antar atom-atom dalam kristal yang menyebabkan terbentuknya kristal

    Ikatan atom dalam kristal

    Dalam kristal Menyebabkan

    terbentuknya kristal

    Jenis ikatan Terbentuk

    kristal

    Ikatan kimia Ikatan inti Gaya dan energi ikat

    Ikatan ionik

    Ikatan kovalen

    Ikatan logam

    Ikatan van der Waals

    16 Gaya antar atom dalam kristal

    Konsep abstrak

    Gaya antar atom dalam kristal merupakan gaya tarik atau tolak antar atom-atom dalam kristal

    Gaya antar atom dalam kristal

    Gaya tarik Gaya tolak Antar atom

    dalam kristal

    Jenis gaya Terjadi antar

    atom dalam kristal

    Ikatan kimia Energi ikat Gaya tarik dan gaya tolak

    Gaya coulomb Gaya berat

    Gaya gravitasi

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 19

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    17 Energi ikat atom

    Konsep abstrak

    Energi ikat atom energi minimum yang diperlukan untuk memisahkan atom kejarak yang tak terbatas

    Energi ikat atom Energi

    minimum Memisahkan

    atom Pada jarak tak

    terbatas

    Jenis energi Jarak antar

    atom

    Ikatan kimia Gaya antar atom

    Energi Tarik

    Energi tolak

    RAN EEE += Energi kinetik

    Energi potensial

    18 Ikatan ion

    Konsep berdasarkan prinsip

    Ikatan ion terbentuk antara ion-ion logam dengan non-logam

    Ikatan ion Interaksi ion

    logam dan ion non logam Ion-

    Jenis ikatan kimia

    ion logam Ion non logam

    Ikatan kimia Ikatan kovalen

    Elektron valensi

    Ikatan Na dengan Cl HCl

    19 Ikatan kovalen

    Konsep berdasarkan prinsip

    Ikatan kovalen terjadi bila pasangan elektrondigunakan bersama oleh atom-atom yang berikatan

    Ikatan kovalen Penggunaan

    bersama pasangan elektron

    Atom-atom yang berikatan

    Jumlah elektron yang berpasangan

    Ikatan kimia Ikatan ionik Pemakaian atom bersamaan

    CH4 Nacl

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 20

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    20 Ikatan logam

    Konsep berdasarkan prinsip

    Ikatan logam terjadi bila elektron bebas melewati keseluruhan logam

    Ikatan logam Terjadi akibat

    elektron bebas Melewati

    seluruh logam

    Jumlah elektron bebas

    Ikatan kimia Ikatan kovalen

    Elektron bebas Wolfram CH4

    21 Ikatan van der Waals

    Konsep berdasarkan prinsip

    Ikatan Van Der Waals dihasilkan dari gaya tarik-menarik coulombik antara ujung positif dari dipol dan ujung negatif dari dipol yang berdekatan

    Ikatan Van Der Waals

    Ikatan kimia Gaya tarik

    menarik Terjadi akibat

    gaya coulomb Interaksi ujung

    dipol yang berdekatan

    Besarnya gaya tarik

    Banyaknya muatan positif

    Banyaknya muatan negatif

    Besarnya dipol

    Ikatan kimia Ikatan logam Ikatan hidrogen

    Ikatan hidrogen Ikatan kimia

    22 Model elektron bebas

    Konsep abstrak

    Model elektron bebas yang disebabkan oleh beda potensial

    Model elektron bebas

    Akibat beda potensial

    Jumlah elektron bebas

    Beda potensial

    Elektron bebas

    Model elektron bebas

    Beda potensial Elektron dalam logam

    23 Model elektron bebas klasik

    Konsep abstrak

    Model elektron bebas klasik menganggap elektron sebagai partikel gas ideal

    Model elektron bebas klasik

    Asumsi partikel gas ideal

    Jumlah elektron bebas

    Elektron bebas

    Model elektron bebas modern

    Partikel gas ideal

    Atom Natrium (Na)

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 21

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    24 Hantaran listrik

    Konsep berdasarkan prinsip

    Hantaran listrik merupakan aliran elektron akibat perbedaan potensial

    Aliran Elektron Perbedaan

    potensial

    Perbedaan potensial

    Elektron bebas

    Rapat arus drift

    Konduktor Konduktor Isolator

    25 Rapat arus drift

    Konsep berdasarkan prinsip

    Rapat arus drift merupakan besarnya kecepatan arus listrik yang mengalir akibat dipengaruhi medan listrik

    Rapat arus drift Kecepatan arus

    listrik Medan listrik

    Besarnya kecepatan arus listrik

    medan listrik

    Elektron bebas

    Resistivitas Medan listrik

    26 Resistivitas listrik

    Konsep berdasarkan prinsip

    Resistivitas listrik merupakan kemampuan menghambat arus listrik akibat tumbukan atar atom

    Resistivitas listrik

    Hambatan listrik

    Tumbukan antar atom

    Kemampuan menghambat arus listrik

    Tumbukan antar atom

    Elektron bebas

    Konduktivitas Tumbukan antar atom

    Isolator Konduktor

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 22

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    27 Kapasitas panas

    Konsep berdasarkan prinsip

    Kapasitas panas merupakan energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat sebesar 10 C

    Kapasitas panas Energi panas Menaikkan

    temperatur Sebesar 10 C

    Jenis energi panas

    Temperatur

    Elektron bebas

    Resistivitas Naiknya temperatur

    28 Konduktivitas panas

    Konsep berdasarkan prinsip

    Konduktivitas panas merupakan kemampuan untuk menghantarkan energi termis yang ditransfer lewat interaksi antar atom-atom

    Konduktivitas panas

    Kemampuan menhantar-kan energi termis

    Melelui interaksi antar atom-atom

    Ditransfer

    Ukuran Kemampuan menghambat energi termis

    Interaksi atom-atom

    Elektron bebas

    Kapasitas panas

    Interaksi atom-atom

    Tabel 2.1. Analisis konsep pendahuluan fisika zat padat (lanjutan)

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 23

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    29 Teori pita energi zat padat

    Konsep abstrak

    Teori pita energi zat padat merupakan keadaan pita konduksi dan pita valensi pada bahan

    Teori pita energi zat padat

    Keadaan pita konduksi

    Keadaan pita valensi

    Pada bahan

    Pita konduksi Pita valensi

    Teori pita energi

    Teori elektron bebas

    Konduktor

    Isolator dan semi konduktor

    Konduktor

    Isolator dan semi konduktor

    30 Rapat keadaan

    Konsep berdasarkan prinsip

    Rapat keadaan merupakan distribusi elektron pada pita konduksi dan lubang pada pita valensi

    Rapat keadaan Distribusi

    elektron pada pita konduksi

    Distribusi elektron pada lubang pita valensi

    Distribusi elektron

    Pita konduksi Lubang pita

    valensi

    Teori pita energi

    Konduktivitas listrik

    Fungsi Fermi-Dirac

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 24

    No

    Konsep Atribut Posisi

    Contoh Non

    Contoh Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super

    ordinat Koordinat Sub ordinat

    31 Konduktivitas listrik

    Konsep berdasarkan prinsip

    Konduktivitas listrik merupakan ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik

    Konduktivitas listrik

    Kemampuan suatu bahan

    Menghantarkan arus listrik

    Ukuran kemampuan bahan

    Arus listrik

    Teori pita energi

    Rapat keadaan

    Pita energi pada semikonduktor

    Isolator

    32 Efek Hall Konsep berdasarkan prinsip

    Efek Hall merupaan metode yang digunakan untuk menentukan jenis pembawa muatan mayoritas

    Efek Hall Suatu metode Menentukan

    pembawa muatan

    Mayoritas

    Metode Pembawa

    muatan mayoritas

    Teori pita energi

    Konduktivitas listrik

    Polaritas

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 25

    D. Keterampilan Berpikir Kritis Berpikir tidak dapat dilepaskan dan aktivitas manusia, karena berpikir merupakan ciri

    yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Berpikir pada umumnya dedefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel, tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

    Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving). Menurut Ennis dalam berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan (Costa. 1985).

    Ennis (1994) meyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Berpikir kritis sebagai salah satu proses berpikir tingkat tinggi dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual IPA peserta didik sehingga merupakan salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi (Liliasari, 2002). Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yang vital dalam pedidikan modern sehingga para pendidik tertarik untuk mengembangkan berpikir kritis kepada siswa. Menurut Ennis (1994) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokan dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Indikator keterampilan berpikir kritis Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1. Memberikan penjelasan

    sederhana (Elementery clarification)

    1. memfokuskan pertanyaan 2. menganalisis argumentasi 3. bertanya dan menjawab pertanyaan

    klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

    2. Membangun keterampilan dasar (Basic support)

    1. mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber)

    2. mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

    3. Menyimpulkan (Inference) 1. membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

    2. membuat induksi dan mempertimbangkan induksi

    3. membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan

    4. Membuat pejelasan lebih lanjut (Advanced clarification)

    1. mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi

    2. mengidentifikasi asumsi 5. Strategi dan taktik (Strategies

    and tactics) 1. memutuskan suatu tindakan 2. berinteraksi dengan orang lain

    Indikator-indikator keterampilan berpikir kritis tersebut dirinci lebih lanjut menjadi lebih

    spesifik yang sesuai untuk pembelajaran IPA oleh Liliasari (1997) yaitu : (1)

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 26

    mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan; (2) menjawab pertanyaan mengapa, menjawab pertanyaan tetang alasan utama, menjawab pertanyaan tentang fakta; (3) mengidentifikasi kesimpulan, mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, menemukan persamaan dan perbedaan, mengidentifikasi hal yang relevan, merangkum; (4) menyesuaikan dengan sumber, memberikan alasan, kebiasaan berhati-hati; (5) melaporkan berdasarkan pengamatan, melaporkan generalisasi eksperimen, mempertegas pemikiran, mengkondisikan cara yang baik; (6) menginterpretasikan pertanyaan; (7) menggeneralisasi, meneliti; (8) menerapkan prinsip yang dapat diterima, mempertimbangkan alternatif; (9) menentukan strategi terdefinisi, menentukan definisi materi subyek; (10) mengidentifikasi asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan, mengkonstruksi pertanyaan; (11) merumuskan masalah, memilih kriteria untuk mempertimbangkan penyelesaian, merumuskan alternatif penyelesaian, menentukan hal yang dilakukan secara tentatif, merangkum dengan mempertimbangkan situasi lalu memutuskan; (12) menggunakan strategi logis.

    Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri mahasiswa karena melalui keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat lebih mudah memahami konsep dengan lebih mendalam, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah dan mampu mengaplikasikan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda. Pada materi fisika zat padat yang bersifat abstrak dan submikroskopik namun sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan keterampilan berpikir kritis agar mahasiswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan aplikasi fisika zat padat dalam kehidupannya.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 27

    BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian

    Paradigma penelitian ini dibangun dari empat pilar mendasar yaitu: penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat, keterampilan berpikir kritis, teknologi informasi dan komunikasi, sistem adaptif. Asumsi penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat rendah disebabkan oleh karakteristik materi subyek yang bersifat abstrak dan submikroskopik. Untuk membantu mahasiswa menguasai konsep abstrak dan submikroskopik diperlukan media burupa multimedia interaktif. Multimedia yang ada sekarang cenderung mengasumsikan bahwa semua pengguna sama atau homogen. Kenyataannya mahasiswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Multimedia interaktif yang dikembangkan didasarkan pada perbedaan individu pengguna seperti gaya belajar. Salah satu gaya belajar yang dikenal dengan kesederhanaannya adalah VAK. Gaya belajar VAK menggunakan tiga penerima sensori utama, yakni visual, auditory dan kinesthetic. Dalam menentukan gaya belajar seorang peserta didik dilihat dari gaya belajar yang dominan. Gaya belajar VAK ini didasarkan atas teori modaliti, yakni meskipun dalam setiap proses pembelajaran peserta didik menerima informasi dari ketiga sensori tersebut, akan tetapi ada salah satu atau dua sensori yang dominan. Perbedaan gaya belajar ini sejalan dengan prinsip pengembangan permbelajaran berbasis komputer yaitu: (1) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (2) berorientasi pada pembelajaran individual, (3) berorientasi pada pembelajaran mandiri dan (4) berorientasi pada pembelajaran tuntas. Model perkuliahan yang dikembang selain dirancang untuk meningkatkan penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat juga untuk meningkatkan ketrampilan berpikir kritis mahasiswa. Indikator yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari indikator: (1) melaporkan berdasarkan pengamatan, (2) menemukan persamaan dan perbedaan, (3) menentukan definisi materi subyek, (4) menerapkan prinsip yang dapat diterima, (5) menggeneralisasi, (6) mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, (7) menjawab pertanyaan tentang fakta. Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri mahasiswa karena melalui keterampilan berpikir kritis mahasiswa dapat lebih mendalam memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah dan mampu mengaplikasikan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda. Pada materi fisika zat padat yang bersifat abstrak dan submikroskopik namun sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan keterampilan berpikir kritis agar mahasiswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan aplikasi fisika zat padat dalam kehidupannya. Model akhir yang dikembangkan berupa multimedia interaktif adaptif berbasis gaya belajar yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa yang selanjutnya disebut Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat (MIA-PIZA). Paradigma penelitian yang dikembangkan, ditunjukkan pada Gambar 3.1.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 28

    Gambar 3.1. Paradigma penelitian model multimedia interaktif adaptif

    Materi Pendahuluan fisika zat padat

    Keterampilan berpikir kritis

    Analisis konsep dan konsep

    esensial

    Program pembelajaran pendahuluan fisika zat padat yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan

    keterampilan berpikir kritis

    Teknologi Informasi dan

    Komunikasi

    Model Multimedia interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat

    Penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat dan keterampilan berpikir kritis

    mahasiswa calon guru fisika

    Prinsip PBK berorientasip pada :

    tujuan pembelajaran

    pembelajaran individual

    Multimedia interaktif adaptif

    Indikator KBK:

    melaporkan berdasarkan pengamatan

    menemukan persamaan dan perbedaan

    menentukan definisi materi subyek

    Gaya belajar mahasiswa

    Visual, Auditorial dan Kinestetik

    Karekter materi pendahuluan fisika zat padat yang abstrak dan submikroskopik

    Sistem

    Pembelajaran berbasis komputer

    Perilaku mahasiswa

    Mulimedia interaktif

    Mulimedia interaktif

    Struktur kristal Difraksi sinar-x Ikatan kristal Elektron bebas Teori pita energi

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 29

    pendahuluan fisika zat padat B. Desain Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian dan pengembangan pendidikan (Educational Research and Development). Jenis penelitian R & D adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan (Gall et al, 2003). Secara umum penelitian pengembangan ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu: 1) tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif, 2) tahap pengembangan desain model multimedia interaktif adaptif, dilanjutkan dengan validasi ahli (expert judgement), revisi dan perbaikan, dilanjutkan dengan ujicoba terbatas serta evaluasi dan perbaikan, 3) tahap evaluasi yang meliputi implementasi model yang dibuat dengan metode eksperimen kuasi (pretest-posttest control group design). Tahapan lengkap tahapan penelitian pengembangan seperti Gambar 3.2. 1. Tahap Studi Pendahuluan Pada tahap studi pendahuluan ini studi yang dilakukan dibedakan pada fokus kajian yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: a) Studi literatur

    Studi literatur dilakukan melalui kegiatan-kegiatan, yaitu: menganalisis kompetensi, materi esensial, analisis konsep dan keterampilan berpikir kritis

    b) Studi lapangan Studi lapangan dilakukan melalui kegiatan, yaitu pengumpulan dokumen hasil belajar, metode, media, bahan ajar, teknik evaluasi, kegiatan praktikum

    c) Deskripsi temuan Deskripsi temuan dilakukan untuk mendeskrisikan hasil-hasil yang telah diperoleh pada saat studi lapangan, memetakan hasil temuan dan menganalisis kelemahan jelas model faktual dari perkuliahan pendahuluan fisika zat padat

    2. Tahap Pengembangan Desain Tahap pengembangan desain didahului dengan temuan draft desain awal multimedia

    interaktif adaptif meliputi antara lain (1) penyusunan materi zat padat dengan membuat analisis materi dan analisis konsep zat padat (2) penyusunan strategi pembelajaran dengan pemanfaatan multimedia interaktif adaptif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, (3) penyusunan instrumen evaluasi, yakni tes objektif, pedoman observasi, angket untuk dosen dan mahasiswa. Rancangan multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dan dinilai oleh ahli multimedia dan ahli konten fisika zat padat (expert judgement), selanjutnya dilakukan revisi dan perbaikan. Pada pengembangan program pembelajaran, uji coba terbatas dilakukan pada kelompok kecil mahasiswa. Kemudian dilakukan evaluasi dan penyempurnaan kembali sehingga dihasilkan model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat final yang selanjutnya disebut MIA-PIZA. 3. Tahap Pengujian Model

    Pengujian model dilakukan melalui implementasi program MIA-PIZA final menggunakan rancangan eksperimen kuasi, dengan pretest-posttest control group design. Kegiatan ini dilaksanakan pada perkuliahaan pendahulaun fisika zat padat di program studi Pendidikan Fisika LPTK Negeri di Sumatera Selatan. Pada tahap ini diperoleh produk penelitian yaitu program pembelajaran mata kuliah pendahuluan fisika zat padat multimedia interaktif adaptif yang telah teruji efektifitasnya. Detail kegiatan yang dilakukan pada implementasi ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Persiapan pelaksanaan implementasi

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 30

    a) menentukan kelas untuk implementasi b) memberi arahan mengenai pemanfaatan multimedia interaktif adaptif untuk

    membekali keterampilan berpikir kritis c) menyiapkan fasilitas pelaksanaan implementasi

    2) Pelaksanaan tes awal, tes yang digunakan pada tes awal ini adalah tes penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis yang berbentuk pilihan ganda

    3) Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model MIA-PIZA. 4) Melakukan observasi pelaksanaan perkuliahan pendahuluan fisika zat padat 5) Melaksanakan tes akhir, tes yang digunakan pada tes akhir ini sama dengan tes

    yang digunakan pada tes awal 6) Memberikan angket untuk mengetahui tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap

    model MIA-PIZA 7) Melakukan analisis dan evaluasi terhadap efektifitas MIA-PIZA ditinjau dari

    ketercapaian tujuan penelitian 8) Menyusun laporan penelitian.

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 31

    Gambar 3.2. Desain Penelitian

    Studi literatur

    Studi lapangan tentang pembelajaran pendahuluan fisika zat padat

    Deskripsi temuan

    Draft desain model multimedia interaktif

    adaptif fisika zat padat

    Penyusunan perangkat model perkuliahan

    multimedia interaktif adaptif zat padat

    Judgement pakar/ahli

    Revisi

    Evaluasi dan penyempurnaan

    Model Multimedia Interaktif Adaptif

    1. Tes awal 2. Implementasi model 3. Tes akhir

    Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat

    1. Tahap Studi Pendahuluan

    2. Tahap Pengembangan Desain

    3. Tahap Pengujian Model

    Menganalisis kompetensi, materi esensial, analisis

    konsep dan keterampilan berpikir kritis

    Hasil belajar, metode, media, bahan ajar,

    teknik evaluasi, kegiatan praktikum

    Deskripsi hasil, memetakan hasil temuan, analisis

    kelemahan

    Uji coba

    terbatas

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 32

    C. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di LPTK Negeri Sumatera Selatan yang menyelenggarakan

    Program Studi Pendidikan Fisika. Subyek penelitian adalah mahasiswa calon guru fisika semester V program S1 yang sedang mengikuti mata kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat. Populasi penelitian seluruh mahasiswa calon guru fisika. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling. Sampel ujicoba terbatas berjumlah 7 mahasiswa dan sampel implementasi model berjumlah 73 mahasiswa yang dibagi ke dalam 2 kelas yaitu 37 kelas eksperimen dan 36 kelas kontrol.

    D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut: a) Tes; tes ini digunakan untuk mengevaluasi penguasaan konsep-konsep fisika zat padat,

    keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran fisika zat padat berbasis mutimedia interaktif adaptif. Tes penguasaan konsep dan tes keterampilan berpikir kritis berbentuk pilihan ganda. Tes dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (tes awal) dan akhir (tes akhir).

    b) Angket; angket digunakan untuk menjaring pendapat mahasiswa dan dosen tentang penggunaan model pembelajaran fisika berbasis mutimedia interaktif adaptif yang diterapkan dalam perkuliahan pendahuluan fisika zat padat.

    c) Lembar observasi, untuk mengobservasi efektifitas proses pembelajaran di kelas sesuai standar pembelajaran sains yang umum.

    d) Lembar expert judgement, untuk memperoleh penilaian dan saran dan masukan dari ahli tentang MIA-PIZA yang dibuat

    Untuk mengetahui kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang meliputi tingkat

    kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas. Item soal yang tidak memenuhi kriteria soal yang baik (kualitasnya rendah) maka soal tersebut direvisi.

    a. Indeks Kesukaran Butir Soal

    Uji indeks kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah. Indeks kesukaran butir didefinisikan sebagai persentase dari siswa yang menjawab benar. Indeks kesukaran (p) suatu butir tes ditentukan dengan rumus persamaan 1 (Mehrens & Lehmann, 1984):

    %100=TRp ...........................................................................(1)

    Keterangan; R = jumlah siswa yang menjawab benar butir tes; T = jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran butir disajikan pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1. Kriteria Indeks Kesukaran Butir (Zainul, 1997) Indeks Kesukaran Butir (%) Kategori

    0 - 25 Sukar 26 - 75 Sedang

    76 - 100 Mudah

    b. Indeks Diskriminasi (Daya Pembeda) Butir Soal Daya pembeda suatu butir menyatakan kemampuan butir tes untuk

    membedakan kelompok siswa yang berkemampuan tinggi dengan kelompok siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 33

    disebut indeks diskriminasi (D). Menurut Crocker & Algina (1986:), indeks diskriminasi merupakan selisih antara proporsi mahasiswa kelompok atas (berkemampuan tinggi) yang menjawab benar butir tes dengan proporsi mahasiswa kelompok bawah (berkemampuan rendah) yang menjawab benar butir tes. Indeks diskriminasi butir tes dihitung menggunakan rumus persamaan 2:

    ..(2) Keterangan: D = indeks daya pembeda; pu = proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar butir tes; pl = proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar butir tes

    Kriteria untuk menentukan indeks diskriminasi butir disajikan pada Tabel 3.2.

    Tabel 3.2. Kriteria Indeks Diskriminasi Butir (Crocker & Algina, 1986) Indeks

    Diskriminasi Kriteria D 0,40 Butir soal berfungsi dengan baik 0,30 D 0,39 Sedikit atau tidak perlu ada revisi 0,20 D 0,29 Butir soal sedikit membedakan (marginal) dan perlu revisi D 0,19 Soal sebaiknya dibuang atau direvisi secara utuh

    a. Uji Validitas Untuk mengetahui validitas isi suatu instrumen asesmen yang akan digunakan dalam

    pembelajaran dilakukan validasi oleh dosen yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang yang akan diases. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik yakni korelasi point biserial. Hal ini dilakukan karena data skor soal (prediktor) merupakan data yang dikotomi, sedangkan data skor total tes (kriterium) merupakan data yang kontinum atau non dikotomi. Menurut Kaplan & Saccuzzo (2005), jenis koefisien korelasi yang digunakan menemukan hubungan antara variabel dikotomi dan variabel kontinu adalah korelasi point biserial. Untuk menghitung korelasi point biserial digunakan rumus:

    .......................................................................(3)

    Keterangan: rpbis = koefisien korelasi point biserial,

    = rerata skor dari subyek yang menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari validitasnya,

    = rerata skor total, st = simpangan baku skor total, p = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dimaksud, q = proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal yang dimaksud.

    Butir soal dikatakan valid jika skor setiap butir soal berkorelasi positif dengan skor totalnya dan hasil hitung rpbis (point biserial correlation) lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 5% (rpbis > rt(1-)). Pada taraf signifikansi 5%, rt(1-) = rt(1-5%) = rt(95%) dapat dilihat pada daftar Pearson Product Moment Correlation Coefficient dengan derajat kebebasan df = N-2 (Guilford & Fruchter, 1978). N menyatakan jumlah sampel (peserta tes). c. Reliabilitas

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 34

    Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Untuk menghitung reliabilitas tes yang mempunyai skor dikotomi digunakan rumus KR-20 yang dikembangkan oleh Kuder dan Richardson (Kaplan & Saccuzzo, 2005) sebagai berikut.

    (4) Keterangan:

    r11 = koefisien reliabilitas naskah tes n = banyaknya butir soal pi = proporsi banyak subyek yang menjawab benar butir soal ke-i qi = proporsi banyak subyek yang menjawab salah butir soal ke-i st2 = varians skor total.

    Untuk reliabilitas, kriteria dalam menginterpretasi derajat reliabilitas sebuah instrumen sebagai berikut:

    Tabel 3.3. Kriteria Reliabilitas Instrumen (Ratumanan & Laurens, 2003)

    Koefisien Reliabilitas Penafsiran 0,80 r derajat reliabilitas tinggi 0,40 r < 0,80 derajat reliabilitas sedang r < 0,40 derajat reliabilitas rendah

    E. Uji Coba Instrumen Penelitian

    Uji coba instrumen penelitian ini dilakukan pada mahasiswa salah satu LPTK di Sumatera Selatan. Analisis hasil uji coba rancangan instrumen penelitian yaitu berupa tes pilihan ganda yang yang berjumlah 40 soal. Analisis yang dilakukan meliputi validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan, daya beda yang dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4. Dari hasil ujicoba instrumen terdapat 2 butir soal yang dibuang yaitu soal nomor 33 dan 35 karena tidak valid, mudah dan daya pembedanya jelek. Secara keseluruhan reliabilitas soal sebesar 0,89 dengan kriteria tinggi. Dengan demikian jumlah butir soal yang digunakan untuk tes awal dan tes akhir berjumlah 38 butir soal.

    F. Teknik Analisis Data

    Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan melalui model pembelajaran multimedia interaktif dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al, 2004) seperti persamaan 5:

    eMax

    ePost

    SSSSgainN

    Pr

    Pr

    = ..(5)

    Nilai N-gain yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan Tabel 3.4. Tabel 3.4. Klasifikasi N-gain

    Kategori Perolehan N-gain Keterangan N-gain > 0,70 tinggi

    0,30 gainN 0,70 sedang N-gain < 0,30 rendah

    Pengolahan data kemudian dilanjutkan dengan pengujian statistik berupa uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas varian data.sebagai berikut :

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 35

    a. Untuk menguji tingkat signifikansi perbedaan rerata penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis dilakukan dengan analisis secara statistik dengan menggunakan uji statistik parametrik (uji t satu ekor dengan = 0,05) jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen atau menggunakan uji statistik non-parametrik (uji Wilcoxon) jika sebaran data tidak berdistribusi normal.

    b. Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif kategori SS (sangat setuju) diberi skor tertinggi, makin menuju ke STS (sangat tidak setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur menurun.

    c. Data yang diperoleh dari hasil observasi dibuat persentase keterlaksanaan kegiatan-kegiatan perkuliahan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat.

    Secara ringkas dapat disajikan hubungan variabel penelitian, instrumen yang digunakan, sumber data dan teknis analisis data yang dipakai sesuai dengan Tabel 3.5.

    Tabel 3.5. Matrik hubungan antara variabel, instrumen, sumber data dan teknik analisis data penelitian

    Variabel Instrumen Sumber data Teknik analisis data

    Studi pendahuluan

    Dokumentasi Dokumen Deskriptif kualitatif

    Software MMI Adaptif

    Expert judgement Ahli MMI Ahli konten

    Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif

    Ujicoba terbatas Angket Mahasiswa Deskriptif kualitatif Gaya Belajar Tes gaya belajar Mahasiswa Deskriptif kualitatif Penguasaan konsep

    Tes penguasaan konsep pilihan ganda

    Mahasiswa Gain yang dinormalisasi Deskriptif kualitatif Kuantitatif

    Keterampilan berpikir kritis

    Tes keterampilan berpikir kritis pilihan ganda

    Mahasiswa Gain yang dinormalisasi Deskriptif kualitatif Kuantitatif

    Tanggapan mahasiswa

    Angket tertutup

    Mahasiswa

    Skala likert Deskriptif kualitatif

    Tanggapan dosen Angket tertutup Dosen Skala likert Deskriptif kualitatif

    Efektivitas pembelajaran

    Lembar observasi Proses pembelajaran

    Deskriptif kualitatif

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 36

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Pada bagian ini dideskripsikan hasil-hasil penelitian yang meliputi hasil studi pendahuluan, hasil pengembangan desain dan hasil pengujian model melalui implementasi dalam perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. A. Hasil Studi Pendahuluan

    Tahap ini diawali dengan studi literatur yang meliputi analisis kompetensi, materi esensial, analisis konsep dan analisis indikator keterampilan berpikir kritis yang dapat dikembangkan pada model pembelajaran multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat. Kompetensi yang diharapkan dalam mata kuliah ini adalah agar mahasiswa menguasai pengetahuan tentang pendahuluan fisika zat padat yang meliputi struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi, serta dapat mengaplikasikannya sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta relevan dengan tuntutan kompetensi dalam standar nasional pendidikan. Dari kompetensi tersebut kemudian dibuat analisis konsep seperti pada Tabel 2.1. Dari hasil analisis konsep dapat diketahui bahwa terdapat 32 label konsep dengan 4 konsep konkrit, 9 konsep abstrak dan 19 konsep yang berdasarkan prinsip. Indikator yang dikembangkan dalam penelitian ini berjumlah 7 dari 12 indikator keterampilan berpikir kritis menurut Liliasari (1997) yaitu: (1) melaporkan berdasarkan pengamatan, (2) menemukan persamaan dan perbedaan, (3) menentukan definisi materi subyek, (4) menerapkan prinsip yang dapat diterima, (5) menggeneralisasi, (6) mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, (7) menjawab pertanyaan tentang fakta.

    Tahap selanjutnya adalah studi lapangan tentang pembelajaran pendahuluan fisika zat padat. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui proses perkuliahan pendahuluan fisika zat padat yang selama ini dilakukan di LPTK Negeri Sumatera Selatan. Dari hasil studi lapangan diketahui bahwa selama ini dosen mengajarkan materi pendahuluan fisika zat padat dengan metode ceramah, diskusi, penugasan dan jarang sekali menggunakan media dalam perkuliahan. Jarangnya media yang digunakan karena sulitnya memperoleh bahan ajar dalam bentuk sofware yang dapat digunakan untuk perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa hasil belajar fisika zat padat dalam enam tahun terakhir masih tergolong rendah seperti pada Gambar 4.1.

    Gambar 4.1. Hasil belajar pendahuluan fisika zat padat enam tahun terakhir

    Rendahnya hasil belajar fisika zat padat tersebut salah satunya disebabkan kesulitan

    mahasiswa dalam memahami konsep-konsep fisika zat padat yang abstrak dan bersifat submikroskopik. Demikian juga dosen lebih cenderung menggunakan pendekatan matematis dalam mengajarkan konsep-konsep fisika zat padat. Bagian terakhir dari tahap pendahuluan adalah deskripsi temuan yang meliputi deskripsi hasil, memetakan hasil temuan, analisis

    58 56 53 56 55 61

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Has

    il be

    laja

    r (%

    )

    Tahun

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 37

    kelemahan. Agar konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat yang abstrak dan submikroskopik mudah dipahami oleh mahasiswa perlu adanya inovasi dalam perkuliahan fisika lanjut. Salah satu inovasi dalam perkuliahan yaitu dengan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk multimedia interaktif. Penggunaan multimedia interaktif pembelajaran pada fisika lanjut akan sangat membantu mahasiswa dalam memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak. Multimedia interaktif yang digunakan di dalam pembelajaran merupakan media yang sangat baik untuk meningkatkan proses belajar dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan, mengidentifikasi masalah, mengorganisasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi.

    Sistem multimedia interaktif yang ada sekarang ini umumnya memberikan presentasi materi pembelajaran yang sama untuk setiap pengguna karena mengasumsikan bahwa karakteristik semua pengguna adalah homogen. Dalam kenyataannya, setiap pengguna mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam hal tingkat kemampuan, gaya belajar, latar belakang atau yang lainnya. Oleh karena itu seorang pengguna multimedia interaktif ini belum tentu mendapatkan materi pembelajaran yang tepat dan akibatnya efektivitas pembelajaran tidak optimal. Seharusnya suatu sistem multimedia interaktif dapat memberikan materi pembelajaran yang tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuan pengguna, dan cara mempresentasikan materi pembelajarannya sesuai dengan gaya belajar pengguna. Dengan kata lain sistem multimedia interaktif seharusnya dapat mengadaptasikan berbagai variasi karakteristik pengguna, sehingga mempunyai efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran yang tinggi. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan sistem multimedia interaktif adaptif. Penggunaan multimedia interaktif adaptif dalam pembelajaran dapat: (1) menampilkan alternatif halaman yang sesuai dengan karakteristik individu, (2) berorientasi pada kelompok pengguna yang lebih luas, (3) memberikan navigasi untuk mempermudah pengguna dalam mencari informasi. B. Hasil Pengembangan Desain

    Tahap pengembangan desain didahului dengan membuat rancangan awal model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat. Rancangan awal ini sebagai panduan dalam mengembangkan MMI adaptif terutama dalam menyusun storyboard. Secara ringkas rancangan awal model tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1. Rancangan awal model multimedia interaktif pendahuluan fisika zat padat

    No Menu Program Penjelasan 1 Petunjuk Berisi tentang panduan penggunaan software yang

    terdiri dari simbol-simbol untuk mengoperasikan program.

    2 Kompetensi Memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah menempuh mata kuliah pendahuluan fisika zat padat

    3 Silabus dan SAP Memuat silabus yang merupakan garis-garis besar perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. SAP berisi tentang apa yang harus dilakukan dosen dan mahasiswa pada perkuliahan pendahuluan fisika zat padat pada tiap perkuliahan

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 38

    No Menu Program Penjelasan 4 Tes Gaya Belajar Terdiri dari kusioner berisi 25 pertanyaan yang harus

    diisi oleh mahasiswa sebelum masuk ke materi pendahuluan fisika zat padat. Kuisioner ini secara otomatis akan mengelompokkan mahasiswa kedalam 3 kelompok gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik Visual Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar, presentasi, simulasi dan animasi yang auto run Auditorial Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar, audio, simulasi dan animasi dengan mengurangi teks yang kurang esensial dan menggantinya dengan penjelasan secara audio Kinestetik Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar presentasi, simulasi dan animasi dengan tombol navigasi yang harus dijalankan sendiri oleh mahasiswa

    5 Evaluasi Terdiri dari 15 soal pilihan ganda untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa dalam menggunakan MMI adaptif

    Selanjutnya dilakukan penyusunan perangkat model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat berupa pembuatan storyboard sebagai panduan dalam mengembangkan software. Berikut adalah contoh tampilan storyboard seperti Gambar 4.2.

    (a)

    Tabel 4.1. Rancangan awal model multimedia interaktif pendahuluan

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 39

    (b)

    Gambar 4.2. (a) Contoh tampilan menu awal (b) tampilan materi Selanjutnya storyboard tersebut dibuat menjadi draf multimedia interaktif adaptif

    pendahuluan fisika zat padat. Draf model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat merupakan hasil awal yang belum divalidasi oleh ahli. Beberapa contoh tampilan multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat ditunjukkan pada Gambar 4.3.

    (a)

    (b) Gambar 4.3. (a) Menu awal (b) Contoh menu materi

    1. Hasil Validasi Ahli Model MIA-PIZA Pada tahap ini software yang telah dikembangkan dinilai dan divalidasi oleh ahli.

    Penilaian dilakukan oleh 3 orang ahli yaitu: ahli materi subyek pendahuluan fisika zat padat dari Jurusan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia, ahli multimedia interaktif dan juga dosen pendidikan fisika dari Universitas Negeri Surabaya dan ahli multimedia dari Universitas

  • Dr. KETANG WIYONO, M.Pd 40

    Pendidikan Indonesia. Hasil penilaian ahli dapat seperti pada Tabel 4.2 dapat diperoleh informasi bahwa rerata persentase penilaian ahli untuk draf software multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat sebesar 94% untuk rubrik isi, 83% untuk rubrik teknis dan 88% untuk rubrik penyajian. Hasil ini menunjukkan bahwa penilaian ahli terhadap draft software sudah cukup tinggi dengan rerata 88% dari skor ideal. Tabel 4.2. Penilaian ahli terhadap draf software multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika

    zat padat

    No Aspek Kriteria %A1 %A2 % Rerata 1 Isi kebenaran konsep 100 100 100

    kedalaman konsep 100 100 100 keluasan konsep 100 67 83 pemecahan masalah 67 67 67 struktur penyajian 100 100 100 aliran penyajian 100 100 100 kabahasaan tulis 100 100 100 kebahasaan narasi 100 100 100

    2 Teknis tautan menu & sub-menu 67 67 67 navigasi tautan