PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (L KS) BERBASIS …digilib.unila.ac.id/27988/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (L KS) BERBASIS …digilib.unila.ac.id/27988/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASISDISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DANSIKAP ILMIAH SISWA
(Tesis)
Oleh
YENNI YUNARTIN
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2017
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASISDISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DANSIKAP ILMIAH SISWA
Oleh
YENNI YUNARTIN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Keguruan IPAFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2017
ABSTRAK
Oleh
Yenni Yunartin
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan LKS berbasis discovery learning
pada materi zat aditif dan zat adiktif yang valid, praktis dan efektif untuk me-
numbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Metode peneliti-
an yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and
Development/R&D) yang diadopsi dari Borg & Gall (2003). Hasil uji coba
bahwa LKS berbasis discovery learning pada pokok bahasan zat aditif dan adik-
tif dinyatakan valid. Hal ini dapat dilihat dari hasil validasi ahli yang kategori
sangat tinggi oleh ahli konstruk dan desain, kategori tinggi oleh ahli isi materi.
LKS hasil pengembangan dinyatakan praktis. Hal ini dapat terlihat dari penilaian
guru dan respon siswa terhadap LKS yang berkategori sangat tinggi, respon
positif siswa setelah menggunakan LKS pada pembelajaran serta keterlaksanaan
LKS yang berkategori tinggi. LKS hasil pengembangan dinyatakan efektif. Hal
ini dilihat dari meningkatnya keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa
dengan rata-rata n-Gain pada keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASISDISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DANSIKAP ILMIAH SISWA
lebih tinggi dibanding kelas kontrol (eksperimen = 0,48; kontrol = 0,26), adapun
n-Gain pada sikap ilmiah siswa kelas eksperimen juga lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol (Eksperimen= 0,39; kontrol = 0,26). Peningkatan ini didukung de-
ngan aktivitas belajar siswa terhadap penggunaan LKS berbasis discovery
learning.
Kata kunci : discovery learning, keterampilan berpikir kritis, sikap ilmiah
v
Yenni Yunartin
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF WORK SHEET BASED ONDISCOVERY LEARNING TO GROW CRITICAL
THINKING SKILLS AND STUDENTSSCIENTIFIC ATTITUDE
By
Yenni Yunartin
This study aims to produce LKS based discovery learning on additives and
addictive substances that are valid, practical and effective to nurture critical
thinking skills and students' scientific attitude. The research method used is the
Research and Development (R & D) method adopted from Borg & Gall (2003). ).
The trial results that LKS based discovery learning on the subject of additive and
adik tif are declared valid. This can be seen from the results of expert validation of
a very high category by the expert construct and design, high category by content
material experts. LKS of development is considered practical. This can be seen
from the teacher's assessment and the student's response to the LKS which is
categorized as very high, the students' positive response after using the LKS on
the learning as well as the implementation of the high categorized LKS. LKS
result of development is effective. This is seen from meningkatkatnya skills of
critical thinking and students' scientific attitude with average n-Gain on the
critical skills critical thinking experimental class Higher than control class
(experiments = 0.48, control = 0.26), while n-Gain in scientific attitude of
experiment class student is also higher than control class (Experiment = 0,39;
control = 0,26). This improvement is supported by student learning activities on
the use of discovery learning based LKS.
Kata kunci : discovery learning, Critical Thinking Skills And StudentsScientific Attitude
Yenni Yunartin
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 21 Juni 1976 sebagai putri
keempat dari enam bersaudara buah hati Bapak Abu Tolib dan Ibu Engkar
Nurkawati.
Penulis lulus pendidikan formal di SD 4 Metro pada tahun 1988, kemudian
melanjutkan ke SMPN 4 Tanjungkarang dan lulus pada tahun 1991, selanjutnya
penulis melanjutkan ke SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan lulus pada tahun
1994. Pada Tahun 1994 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung
melalui seleksi jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan Akademik (PMKA) dan
lulus pada tahun 1999.
Sejak tahun 2000 penulis diangkat sebagai staf pengajar di SMP Negeri 2
Gedong Tataan, Kabupaten Lampung Selatan dan pada tahun 2003 sampai saat
ini sebagai staf pengajar di SMP Negeri 3 Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Pada tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa magister keguruan IPA
Universitas Lampung.
PERSEMBAHAN
Segala Puji bagi Allah yang Maha Tinggi dari segala yang Tinggidengan untaian rasa syukur kepada-Nya “Alhamdulillahirabbil ‘alamin”
kupersembahkan lembaran goresan tinta ini kepada teman sejatiyaitu suamiku Hendri Hadizar S, serta belahan jiwakuM. Fadhlan Hirzi Hadizar dan M. Roja Nabil Hadizar
Papa Abu Tolib dan mama Engkar Nurkawati sertaMertuaku Papa Syibrawie H.D (Alm) dan Mama Helalia
MOTTO
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalamereka tanpa batas (Az-Zumar: 10)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, danbersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku
(Al-Baqoroh: 152)
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hi-
dayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengem-
bangan LKS berbasis discovery learning untuk menumbuhkan keterampilan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa”. Pada kesempatan ini penulis mengucap-
kan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum, selaku Dekan FKIP Unila.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Bapak Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Ketua Prodi Magister Keguruan IPA, dan
Pembimbing I atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabarannya memberikan
bimbingan dan saran dalam proses penyusunan serta penyelesaian tesis ini.
4. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku Pembimbing II atas kesediaan,
keikhlasan, dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses
penyusunan serta penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd., selaku Pembahas atas masukan, kritik
dan saran dalam proses perbaikan serta penyelesaian tesis ini.
6. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd., Bapak Dr. Sunyono, M.Si.,
ibu Dra. Dewi Lengkana, , M.Sc., selaku validator atas masukan, kritik dan
saran, bimbingan, serta motivasi untuk perbaikan produk yang dihasilkan.
7. Seluruh Dosen Program Studi Magister Keguruan IPA dan dosen lain yang
telah memfasititasi penulis dalam menuntut ilmu selama dua tahun ini.
8. Segenap civitas akademik Jurusan Pendidikan MIPA.
9. Ibu Dra. Roslili Budiarti, MM., Kepala SMPN 3 Natar, Ibu Dra. Erna Y,
Bpk. Mujiono, S.Pd., sebagai Guru Mitra atas waktu yang telah
terluangkan yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
10. Keluarga besar SMP Negeri 3 Natar, Kabupaten Lampung Selatan atas
semangat dan motivasi selama penyusunan tesis ini.
11. Saudaraku Teh Yulan, Teh Yanti, Teh Tina, Rahmat, Ranti, Itah, dan Okta
untuk motivasi yang telah diberikan.
12. Adinda Resti Nurisalfah atas dukungan yang telah diberikan.
13. Sahabat-sahabatku di Keguruan IPA angkatan 3, Mbak Warni, Bie, Elv,
Sulis, Ratna, Cacah, Dj, Fatin, Mita, Wayan, Kasih, dan Mbak Khoir
terimakasih atas persahabatannya meski pertemuan hanya sebentar namun
berkesan selamanya.
14. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
Akhir kata, harapannya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juli 2017Penulis,
Yenni Yunartin
xiv
DAFTAR ISI
HalamanCOVER LUAR ................................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… x
PERSEMBAHAN ………………………………………………………….. xi
MOTTO …………………………………………………………………….. xii
SANWACANA …………………………………………………………….. xiii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 10
COVER DALAM ……………………….………………………………….. ii
ABSTRAK …………………………………………………………………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. vii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ viii
LEMBAR PERNYATAAN ………………..……………………………… ix
xix
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembar Kerja Siswa ............................................................................ 12
B. Model Discovery Learning .................................................................. 19
C. Berpikir Kritis ...................................................................................... 28
D. Sikap Ilmiah ........................................................................................ 33
E. Kerangka Pikir ..................................................................................... 38
F. Hipotesis Penelitian............................................................................... 40
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................ 41
B. Alur Penelitian ...................................................................................... 42
C. Langkah-langkah Penelitian ................................................................. 43
D. Instrumen Penelitian ........................................................................... 50
E. Teknik Pengmpulan Data .................................................................... 54
F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 55
G. Pengujian Hipotesis ............................................................................. 61
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2. Hasil Pengembangan LKS ............................................................. 69
3. Hasil Validatasi Produk LKS Berbasis discovery learning ........... 86
4. Hasil Uji Coba Terbatas ................................................................. 94
5. Hasil Uji Coba Lapangan ............................................................... 100
A. Hasil Penelitan ..................................................................................... 65
1. Hasil Analisis Kebutuhan .............................................................. 65
xix
B. Pembahasan.......................................................................................... 107
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan............................................................................................. 128
B. Saran ....................................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 130
LAMPIRAN
1. Silabus ...................................................................................................... 139
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajan (RPP) ................................................. 147
3. Persentase Hasil Angket Analisis Kebutuhan Guru Pengembangan
Lembar Kerja Siswa Menggunakan Model Discovery Learning.............. 162
4. Hasil Angket Analisis Kebutuhan Guru Pengembangan
Lembar Kerja Siswa Menggunakan Model Discovery Learning.............. 165
5. Persentase Hasil Angket Analisis Kebutuhan Siswa Pengembangan
Lembar Kerja Siswa Menggunakan Model Discovery Learning.............. 166
6. Instrumen Validasi Konstruk Pengembangan LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa ................................................................................... 169
7. Persentase Hasil Angket Validasi Konstuksi LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa oleh Guru ................................................................. 173
8. Persentase Hasil Angket Validasi Konstuksi LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa oleh Ahli .................................................................. 176
xix
9. Instrumen Validasi Kesesuaian Pengembangan LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa .................................................................................. 178
10. Persentase Hasil Angket Validasi Kesesuaian Isi LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa oleh Guru ................................................................. 181
11. Persentase Hasil Angket Validasi Kesesuaian Isi LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan
Sikap Ilmiah Siswa oleh Ahli .................................................................. 183
12. Instrumen Validasi Desain Pengembangan LKS Berbasis Discovery
Learning untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap
Ilmiah Siswa ............................................................................................ 184
13. Hasil Uji Ahli Desain ............................................................................... 186
14. Angket Kemenarikan ............................................................................... 187
15. Penilaian Kemenarikan oleh Guru ........................................................... 189
16. Tabulasi Jawaban Kemenarikan oleh Siswa ............................................ 190
17. Hasil Angket Kemenarikan Siswa ........................................................... 192
18. Anket Respon Siswa ................................................................................ 193
19. Tabulasi Respon Siswa ............................................................................ 194
20. Hasil Angket Respon Siswa ..................................................................... 196
21. Rekapitulasi Lembar Observasi Keterlaksanaan ...................................... 197
22. Kisi-kisi Soal Keterampilan Berpikir Kritis ............................................. 199
23. Soal Pretes dan Postes .............................................................................. 208
24. Uji Validitas Soal ke-1 ............................................................................. 213
xix
25. Uji Validitas Soal Ke-2 ............................................................................ 215
26. Uji Kesamaan Dua Rata-rata .................................................................... 217
27. Keterampilan Berpikir Kritis Perindikator................................................ 218
28. Nilai Pretes dan Postes KBK ………………………………………….. 228
29. Uji Normalitas, Homogenitas, dan Uji-t KBK…………………………. 230
30. Kisi-Kisi Skala Sikap Ilmiah …………………………………………. 231
31. Skala Sikap Ilmiah ……………………………………………………... 233
32. n-Gain Sikap Ilmiah …………………………………………………… 235
33. Uji Normalitas, Homogenitas, dan Uji-t Sikap Ilmiah ………………… 237
34. Sikap Ilmiah Perindikator ……………………………………………… 238
35. Analisis Butir Soal Pilihan Jamak............................................................. 248
36. Foto Penelitian .......................................................................................... 252
37. Bukti Fisik …………………………………………………………….. 253
Keteram
pilan Berpikir K
ritis Perindikator
Keteram
pilan Berpikir
Kritis P
erindikatorK
eterampilan B
erpikir Kritis P
erindikator
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kreteria Penggunaan LKS ................................................................... 15
2. Dua Belas Indikator Keterampilan Berpikir Kritis .............................. 32
3 Pengelompokan Sikap Ilmiah ............................................................ 37
4 Desain Penelitian Uji Efektivitas ........................................................ 49
5. Kategori Validitas Isi,Konstuksi dan Desain LKS ............................... 56
6. Tafsiran Persentase Angket .................................................................. 56
7. Makna Koofisien, Korelasi Product Moment....................................... 58
8. Tafsiran reliabilitas soal ....................................................................... 59
9. Kreterai Interpretasi N-gain ................................................................ 60
10. Rancangan LKS Berbasis Discovery Learning untuk Menumbuhkan
keterampilan berpikir kritis …………………………………………. 82
11. Rancangan LKS Berbasis Discovery Learning untuk Menumbuhkan
Sikap Ilmiah Siswa .............................................................................. 84
12. Hasil Validasi Ahli terhadap LKS yang Dikembangkan .................... 86
13. Saran Validator terhadap Aspek Kesesuaian Isi ................................. 88
14. Saran Validator terhadap Aspek Konstuksi ....................................... 90
15. Saran Validator terhadap Desain LKS ................................................. 92
16. Hasil Penilaian Guru terhadap LKS yang Dikembangkan .................. 94
17. Saran Guru terhadap Aspek Kemenarikan........................................... 96
18. Hasil Respons Siswa terhadap Kemenarikan LKS Hasil
Pengembangan...................................................................................... 97
19. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Pretes .......................................... 101
20 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Menggunakan LKS
Berbasis Discovery Learning ............................................................... 102
21. Perolehan N-gain Keterampilan Berpikir Kritis …………………….. 104
22. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis ........................................ 105
23. Perolehan N-gain Sikap Ilmiah............................................................. 106
24. Peningkatan Sikap Ilmiah ..................................................................... 107
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Kerangka Pikir Dalam Penelitian............................................... 39
2. Alur Pengembangan Menurut Borg and Gall ....................................... 42
3. Diagram Hasil Angket Guru pada Studi Pendahuluan........................... 66
4. Cover Luar LKS Berbasis Discavery Learning Hasil Pengembangan .. 71
5. Tahapan Stimulasi LKS 1 Bahan Pengawet........................................... 73
6. Stimulasi pada LKS 2 Bahan Pewarna................................................... 73
7. Stimulasi pada LKS 3 Bahan Pemanis................................................... 74
8. Stimulasi pada LKS 4 Bahan Pengawet................................................ 75
9. Stimulasi pada LKS 5 Zat Adiktif.......................................................... 75
10. Tahap Identivikasi Masalah pada LKS 2 ............................................... 76
11. Tahap Pengumpulan Data pada LKS 4 .................................................. 77
12. Tahap Pengolahan Data pada LKS 5 ..................................................... 78
13. Tahap Verifikasi/Pembuktian pada LKS 1 ............................................ 79
14. Tahap Generalisasi pada LKS 5............................................................. 80
15. Cover Belakang pada LKS Hasil Pengembangan.................................. 86
16. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Perindikator ............. 110
17. Hasil Jawaban Siswa Jawaban Siswa Mengatur Strategi dan Taktik .... 111
18. Hasil Jawaban Siswa Jawaban Siswa Membuat Penjelasan
Lebih Lanjut .......................................................................................... 113
19. Hasil Jawaban Siswa Memberikan Penjelasan Sederhana..................... 114
20. Hasil Jawaban Siswa Membangun Keterampilan Dasar........................ 115
21. Hasil Jawaban Siswa Menyimpulkan .................................................... 116
22. Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa Perindikator ....................................... 119
23. Tahap Menyimpulkan pada LKS Hasil Pengembangan ........................ 120
24. Hasil Jawaban Siswa pada Tahap Mengumpulkan dan
Mengolah Data ....................................................................................... 121
25. Tahapan Stimulasi pada LKS Hasil Pengembangan.............................. 123
26. Hasil Observasi keterlaksanaan dalam Pembelajaran ............................ 124
xxiii
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman1 Silabus ................................................................................................. 1362 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........................................ 1443 Analisis Angket Kebutuhan Guru ........................................................ 1594 Hasil Angket Kebutuhan Guru............................................................. 1625 Analisis Angket Kebutuhan Siswa ...................................................... 1636 Instrumen Angket Uji Konstruksi LKS .............................................. 1667 Instrumen Angket Uji Kesesuaian Isi ................................................. 1708 Instrumen Angket Uji Keterbacaan LKS ........................................... 1739 Instrumen Angket Uji Keterlaksanaan ................................................ 17510 Instrumen Angket Respon Siswa ........................................................ 17811 Instrumen Angket Validasi Kesesuaian Isi Oleh Ahli ........................ 18012 Validasi Desain ................................................................................... 18113 Validasi Desain Ahli ............................................................................ 18314 Validasi Kemenarikan.......................................................................... 18415 Validasi Kemenarikan Guru................................................................. 18716 Tabulasi Angket Kemenarikan............................................................. 18817 Hasil Angket Kemenarikan .................................................................. 19018 Angket Respon Siswa ......................................................................... 19119 Tabulasi Angket Respon Siswa ........................................................... 19220 Hasil Respon Siswa ............................................................................. 19421 Hasil Observasi Keterlaksanan ........................................................... 19522 Kisi-kisi Soal KBK ............................................................................. 19723 Soal KBK ............................................................................................ 20624 Hasil Validasi Soal KBK 1 ................................................................. 21125 Hasil Validasi Soal KBK 2 ................................................................. 21326 Hasil Nilai Uji Pre dan Post Tes ......................................................... 21527 KBK Perindikator ............................................................................... 21828 n-Gain Berpikir Kritis ......................................................................... 22829 Uji Berpikir Kritir ............................................................................... 23030 Kisi-kisi Sikap Ilmiah .......................................................................... 23131 Angket Sikap Ilmiah ........................................................................... 23332 Uji Reliabilitas Soal ............................................................................ 23533 n-Gain Sikap Ilmiah ............................................................................ 23734 Uji Sikap Ilmiah .................................................................................. 23935 Hasil Sikap Ilmiah Perindikator .......................................................... 241
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IPA merupakan mata pelajaran yang sangat berhubungan dengan gejala atau
fenomena alam. Pada masa kini, pendekatan pembelajaran sains memfokuskan
pada pemberian pengalaman langsung dengan memanfaatkan dan menerapkan
konsep, prinsip, fakta sains hasil temuan para ilmuwan, sehingga siswa perlu di-
bantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah untuk memahami
gejala atau fenomena alam (Kurnianto, 2016)
Hakikat pembelajaran IPA tidak lepas dari kegiatan minds on, hands on, dan
hearts on, yaitu siswa atau peserta didik harus dapat melakukan kegiatan yang
mampu mengasah keterampilan berpikir, praktek, dan berbudi pekerti yang luhur.
Ketiga keterampilan tersebut, siswa diharapkan dapat aktif dalam kegiatan berpikir
dan berproses untuk mengasah keterampilan sains sehingga siswa dapat mene-
mukan konsep-konsep baru dari kegiatan belajar mereka serta berkarakter kuat
dalam kehidupan sosialnya (Chrisna, 2013).
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Djojosoediro, 2010).
2
Siswa harus terlibat secara aktif dalam mengamati, melakukan percobaan serta
melakukan diskusi untuk menemukan suatu konsep atau memecahkan sebuah
maslah (Farikhah, 2013). Hal ini dikuatkan dalam kurikulum IPA yang
menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah harus melibatkan siswa dalam
penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru
dan siswa lainnya.
Melalui kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai
sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk mengajukan pertanyaan, siswa
menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan,
membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang
konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk belajar (Djojosoediro, 2010).
Keterampilan berpikir kritis perlu dibekali bagi setiap siswa untuk dapat bertahan
dalam masyarakat yang kompetitif. Perubahan dalam bidang teknologi yang ber-
dampak pada perubahan dalam dunia kerja telah membuat keterampilan berpikir
kritis menjadi semakin penting. Pendidikan harus dapat memberikan keterampil-
an berpikir kritis sehingga akan menghasilkan siswa yang dapat mengatasi ber-
bagai masalah kehidupan yang dihadapi dengan kemampuan merefleksikan
pengalaman belajar dalam memecahkan masalah secara mandiri dan bertang-
gung jawab (Rusman, 2010)
Saat ini pembelajaran IPA yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
dan sikap ilmiah siswa perlu dikembangkan agar siswa memiliki jiwa seorang
saintis dan terbentuk generasi berkarakter. Menurut Mangao (2011), berpikir
3
kritis merupakan salah satu bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang
meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir analitik, pemecahan masalah,
mensintesis, mengaplikasi, dan mengevaluasi. Selain kemampuan berfikir kritis
sikap ilmiah juga merupakan tujuan utama dari pendidikan IPA karena sikap
ilmiah adalah salah satu aspek penting dari ilmu pengetahuan saat ini di seluruh
dunia (Khan, dkk. 2012).
Namun kenyataannya sains masih menjadi masalah di beberapa negara, hal ini
dapat dilihat dari hasil survei TIMSS (Trend in International Mathematics and
Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment.).
TIMSS 2011 pada level kelas 8 diikuti oleh 42 negara. Hasil TIMSS tahun 2011
pada bidang sains menunjukkan lebih dari 20 negara partisipan masih memiliki
skor di bawah skor standar TIMSS yaitu 500. Berdasarkan hasil PISA 2012,
kemampuan literasi sains siswa di Indonesia masih rendah. Skor yang diperoleh
siswa Indonesia adalah 382 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64
dari 65 negara yang mengikuti PISA. Hasil ini juga menempatkan Indonesia
berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand
dan Singapura. Sedangkan Singapura berada pada peringkat ke-2 dengan skor
rata-rata literasi sains yaitu 551 (OECD, 2014).
Data tersebut menunjukkan bahwa peringkat literasi sains siswa Indonesia me-
nurun. Hal ini merupakan penurunan dari hasil PISA tahun 2009 dimana saat itu
indonesia menduduki peringkat ke 57. Penurunan dan rendahnya rata-rata literasi
sains siswa Indonesia pada PISA 2012 dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain
kurikulum dan sistem pendidikan, pemilihan metode dan model pengajaran oleh
4
guru, sarana dan fasilitas belajar, sumber belajar, dan bahan ajar. Hal ini me-
nunjukkan bahwa dengan pembelajaran yang selama ini digunakan, siswa masih
belum terampil menguasai pelajaran, salah satunya yang melibatkan kemampuan
berpikir kritis. Keterampilan berpikir dikembangkan dan diintegrasikan dalam
kurikulum, agar dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif (Amri &
Ahmadi 2010).
Keterampilan berpikir dibutuhkan siswa dalam kehidupan sehari-hari untuk me-
mecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat karena dengan
berpikir kritis diharapkan siswa mampu menghadapi perubahan serta tantang-
an dalam kehidupan yang selalu berkembang (Nafiah, 2015) . Diharapkan dalam
mengembangkan suatu model pembelajaran seorang guru IPA tidak hanya
meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik saja, tetapi juga aspek
keterampilan berpikir, dan seharusnya pembelajaran IPA tidak hanya difokuskan
pada kegiatan menghafal materi pelajaran semata karena apabila demikian ketika
siswa dihadapkan pada permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya,
siswa kurang mampu menggabungkan pengetahuan yang dimilikinya untuk
mencari penjelasan dan memberikan pendapat berupa solusi dari masalah
tersebut menggunakan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berargumen
(Nasir, dkk 2015).
Guru di Indonesia sangat terbiasa mengajar dengan metode ceramah. Seakan
belum mengajar jika tidak berbicara panjang lebar, sehingga membuat siswa
menjadi pasif di dalam kelas dan cenderung menerima konsep tanpa mengetahui
bagaimana proses untuk menemukan konsep tersebut (Ristiasari, 2012).
5
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pembelajaran masih berorientasi pada hasil
belajar atau produk, suasana kelas yang kurang kondusif karena proses
pembelajaran didominasi oleh guru.
Berdasarkan hasil analisis penelitian pendahuluan di 9 sekolah di Kabupaten
Lampung Selatan, bahwa pembelajaran yang selama ini berlangsung masih ber-
orientasi pada guru dan belum berorientasi pada siswa sehingga siswa cenderung
pasif, 68,75% guru masih menggunakan metode ceramah. Terdapat 81,25% guru
menggunakan LKS yang dibeli di pasaran kemudian 70,32% guru menyatakan
bahwa LKS yang mereka gunakan belum melatihkan keterampilan berpikir kritis
siswa dan 56,25% guru menyatakan bahwa LKS yang digunakan juga belum
melatihkan sikap ilmiah siswa. Sebenarnya guru menyadari bahwa LKS yang
digunakan sering kali tidak sesuai dengan kompetensi dasar dan indikatornya.
Di sekolah beredar LKS yang umumnya berisi latihan soal atau reviu dari bahan
ajar setiap topik, dan berisi ringkasan materi. LKS tersebut belum terdapat arahan
untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang diharapkan dapat membantu siswa
menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan. Bentuknya berupa
pertanyaan-pertanyaan, umumnya berisi ringkasan materi dan disertai oleh soal-
soal untuk latihan. LKS semacam itu tidak melatih siswa melakukan proses
penyelidikan, sebaliknya hanya berupa drill latihan soal. LKS tersebut berbeda
jauh dengan lembar kerja siswa sesungguhnya yang berisi panduan kegiatan
eksplorasi (Suyanto, dkk. 2011).
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada siswa yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis dan sikap
6
ilmiah. Salah satu model pembelajaran yang dianggap cocok dan dapat
dituangkan dalam suatu lembar kerja adalah discovery learning. Salah satu
alternatif yang diharapkan dapat membantu penyelenggaraan pembelajaran yang
aktif bagi siswa adalah dengan adanya LKS yang disusun dengan model
pembelajaran berbasis discovery learning.
Pembelajaran discovery learning mengarahkan peserta didik untuk memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan serta penemuan konsep tidak disajikan dalam bentuk akhir,
tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau
mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu bentuk akhir
(Kurniasih dan Sani, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Widiadnyana (2014) menyatakan bahwa pema-
haman konsep dan sikap ilmiah siswa yang diterapkan dengan mengunakan
discovery learning lebih baik dibandingkan yang diterapkan dengan kelas konven-
sional. Ini menunjukkan bahwa model discovery learning dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran.
Konsep zat aditif dan adiktif pada mata pelajaran IPA merupakan suatu materi
pelajaran yang diajarkan pada kelas VIII SMP dengan kompetensi dasar:
memahami berbagai zat aditif dalam makanan dan minuman, zat adiktif, serta
dampaknya terhadap kesehatan. Pemilihan materi dalam penelitian ini adalah
karena hampir setiap makanan dan minuman, baik hasil produksi industri atau
rumah tangga tak luput dari penambahan zat aditif, demikian pula bahayanya
7
zat adiktif bagi siswa, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan dikalangan
pelajar dewasa ini semakin meningkat. Sebagai generasi penerus, pelajar semakin
hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur saraf, sehingga tidak
mampu berpikir jernih.
Pengembangan LKS model discovery learning dengan materi pokok zat aditif
dan zat adiktif ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui kegunaan, manfaat,
dan bahaya bahan kimia yang ada di sekitar mereka dan bahayanya obat-
obatan terlarang terhadap kesehatan yang berdampak pada peningkatan hasil
belajar. Setelah proses pembelajaran ini selesai diharapkan siswa dapat
memiliki sikap yang lebih bijak dan teliti lagi dalam mengkonsumsi makanan
yang mengandung zat aditif yang berbahaya bagi tubuh, serta bahayanya
menggunakan zat adiktif.
Beberapa penelitian baik di Indonesia maupun di negara lain menunjukkan bahwa
pembelajaran discovery berdampak positif terhadap proses pembelajaran. Bebera-
pa penelitian yang mengkaji tentang model discovery learning berdampak
positif terhadap hasil belajar, kemampuan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Widiadnyana ( 2014), Kurnianto, H.
(2016), Bamiro (2015), Uside, dkk (2013), dan Akinbobola & Afolabi (2010).
Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka perlu dikembangkan LKS
berbasis discovey learning agar dapat dijadikan panduan oleh guru dan siswa
dalam proses pembelajaran dalam rangka menumbuhkan kemampuan berfikir
kritis dan sikap ilmiah siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan
penelitian dengan judul: “pengembangan lembar kerja siswa (lks) berbasis
8
discovery learning untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap
ilmiah siswa”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian pengembangan ini adalah diperlukan pengembangan Lembar Kerja
Siswa (LKS) untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan LKS berbasis discovery learning agar dapat
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa ?
2. Bagaimana kevalidan LKS berbasis discovery learning dalam menumbuh-
kan keterampilan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa ?
3. Bagaimana kepraktisan LKS berbasis discovery learning dalam menumbuh-
kan keterampilan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa ?
4. Bagaimana keefektivan pembelajaran dengan bantuan LKS berbasis
discovery learning dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan LKS berbasis discovery learning yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan keterampilan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa ?
9
2. Mendeskripsikan kevalidan LKS menggunakan model discovery learning
dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
3. Mendeskripsikan kepraktisan LKS menggunakan model discovery learning
dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
4. Mendeskripsikan keefektivan LKS menggunakan model discovery learning
dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa
D. Manfaat Penelitian
Hasil pengembangan LKS menggunakan model discovery learning dalam
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa diharapkan
dapat bermanfaat:
1. Peserta didik
a. Mempermudah dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran
IPA, khususnya pada materi zat aditif dan zat adiktif.
b. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa siswa
melalui serangkaian kegiatan yang terdapat dalam LKS.
2. Guru
a. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses
kegiatan belajar mengajar pada materi zat aditif dan zat adiktif.
b. Melatih guru mengembangkan LKS pada materi pelajaran yang lain.
3. Peneliti
Dapat mengembangkan LKS menggunakan model discovery learning pada
materi lain dalam rangka menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa.
10
4. Sekolah
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajar-
an IPA di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Materi pada penelitian ini adalah zat aditif dan zat adiktif, dengan materi esen-
sial bahan pewarna, pemanis, pengawet, penyedap makanan, dan pengawet
makanan serta zat adiktif dan cara menanggulanginya.
2. LKS yang dikembangkan merupakan suatu produk yang berupa lembaran-
lembaran yang di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang dibuat sesuai
dengan strategi discovery learning seperti yang dijelaskan dalam lampiran
Pemendikbud No. 59 Tahun 2014 yang unsur-unsirnya terdiri dari: stimulasi,
identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahandata, verifikasi, dan
generalisasi.
3. Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (1994) merupakan berpikir masuk
akal dan relatif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa
yang dilakukan atau yang diyakini, atau berpikir kritis adalah berpikir yang
terarah pada tujuan. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menurut Ennis (1994), yaitu 1) memberikan
penjelasan sederhana, dengan indikator bertanya dan menjawab pertanyaan,
dengan sub indikatornya memberikan penjelasan sederhana dan menyebutkan
contoh, 2) membangun keterampilan dasar, dengan indikator mengobservasi
dan mempertimbangkan laporan observasi, dengan sub indikatornya melapor-
kan hasil observasi dan menggunakan bukti-bukti yang benar, 3) menyimpul-
11
kan, dengan indikatornya menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,
sub indikatornya menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki, 4) memberikan
penjelasan lanjut, dengan indikatornya mendefinisikan istilah dan memper-
timbangkan suatu definisi, sub indikatornya bertindak dengan memberikan
penjelasan lebih lanjut, dan 5) mengatur serta strategi dan taktik, dengan
indikatornya berinteraksi dengan orang lain, sub indikatornya menggunakan
argumen. Keterampilan berfikir kritis diukur menggunakan tes pilihan jamak.
4. Sikap ilmiah yang diukur dalam penelitian ini merujuk pada indikator pernya-
taan sikap ilmiah yang diadaptasi dari Fernandinto (2013). Dimensi yang di-
ukur meliputi rasa ingin tahu, teliti serta sikap berpikir terbuka dan kerjasama.
Sikap Ilmiah diukur dengan menggunakan lembar skala sikap yang diadaptasi
dari Fernandito (2013).
5. Desain peneitian yang digunakan adalah desain penelitian dan pengembangan
(Research and Development /R&D) yang diadopsi dari Borg & Gall (2003),
yaitu pengembangan model yang dilakukan melalui aktivitas berulang dari
mulai mendesain model sampai implementasi model. Tahapan yang diterapkan
hanya sampai tahap ke-8 yaitu uji coba pemakaian.
6. Validitas produk (LKS) model discovery learning dapat dilihat dari tingkat
validitas isi, konstruk, dan keterbacaan menurut dosen ahli dan guru.
7. Kepraktisan LKS model discovery learning dapat dilihat dari respon siswa,
aktivitas siswa, dan kemampuan guru dalam mengelola kelas.
8. Keefektivan LKS dapat dilihat dari peningkatan keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa setelah mengikuti pembelajaran menggunakan LKS.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan bagian dari enam perangkat pembelajaran. Para guru di negara
maju, seperti Amerika Serikat mengembangkan enam perangkat pembelajaran
untuk setiap topik; di mana untuk IPA disebut science pack. Keenam perangkat
pembelajaran tersebut adalah (1) syllabi (silabi), (2) lesson plan (RPP), (3) hand
out (bahan ajar), (4) student worksheet atau Lembar Kerja Siswa (LKS), (5) media
(minimal powerpoint), dan (6) evaluation sheet (lembar penilaian) (Wasih, 2010).
Menurut Suyanto dkk (2011) LKS adalah lembaran di mana siswa mengerjakan
sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Sesuatu yang dipelajari sa-
ngat beragam, seperti melakukan percobaan, mengidentifikasi bagian-bagian,
membuat tabel, melakukan pengamatan, menggunakan mikroskop atau alat pe-
ngamatan lainnya dan menuliskan atau menggambar hasil pengatamantannya,
melakukan pengukuran dan mencatat data hasil pengukurannya, menganalisis data
hasil pengukuran, dan menarik kesimpulan.
Berdasarkan pendapat di atas LKS merupakan sejumlah lembar yang berisi
aktivitas yang bisa dilakukan oleh siswa untuk melaksanakan aktivitas secara
nyata yang berkaitan berhubungan dengan permasalahan yang sedang dipelajari.
13
Oleh karenanya LKS sebagai alat yang memberikan kemudahan bagi siswa dan
guru dalam proses pembelajaran.
LKS berfungsi sebagai panduan siswa di dalam melakukan kegiatan belajar, se-
perti melakukan percobaan dan memandu siswa menuliskan hasil pengamatan,
kemudian LKS berfungsi sebagai lembar diskusi dan lembar penemuan, di mana
LKS berisi sejumlah pertanyaan yang menuntun siswa melakukan diskusi dalam
rangka konseptualisasi untuk memperoleh konsep-konsep yang dipelajari. LKS
juga berfungsi untuk melatih siswa berpikir lebih kritis serta meningkatkan minat
siswa dalam proses pembelajaran (Suyanto dkk, 2011).
Lembar Kerja siswa atau LKS menurut Prastowo (2011) memiliki beberapa
fungsi dalam kegiatan pembelajaran yakni sebagai berikut :
1. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih
mengaktifkan peserta didik.
2. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami
materi yang disampaikan.
3. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
4. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka secara umum fungsi LKS adalah sebagai
media yang berfungsi membantu siswa untuk meningkatkan pemahamannya ter-
hadap materi melalui urutan langkah yang telah dirancang sebelumnya dan siswa
dapat mengekspresikan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Lembar
kerja siswa merupakan panduan siswa yang biasa digunakan dalam kegiatan ob-
14
servasi, eksperimen, maupun demonstrasi untuk mempermudah proses penyeli-
dikan atau memecahkan suatu permasalahan (Trianto, 2011)
Unsur-unsur dalam pembuatan LKS dari segi formatnya, LKS minimal memenu-
hi delapan unsur, yaitu judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penye-
lesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi
singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilaksanakan, dan laporan yang harus
dikerjakan (Prastowo, 2011).
Menurut Suyanto, dkk (2011) komponen LKS meliputi nomor LKS yang dimak-
sudkan untuk memudahkan guru untuk mengenal dan menggunakannya, judul
kegiatan yang berisi topik kegiatan sesuai dengan KD, terdapat tujuan yang meru-
pakan tujuan pembelajaran sesuai dengan KD. Apabila dalam kegiatan pembel-
ajaran terdapat percobaan yang hendak dilakukan, maka di dalam LKS harus ter-
dapat alat dan bahan, prosedur kerja serta tabel untuk menuliskan hasil percobaan.
Untuk kegiatan yang tidak memerlukan data, maka tabel data dapat diganti
dengan kotak kosong di mana siswa dapat menulis, menggambar, atau berhitung.
Komponen LKS juga meliputi pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengarahkan
siswa membangun konsep. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan bahan
diskusi ketika mengerjakan LKS.
Penyusunan LKS harus mengacu pada beberapa kreteria, yakni tujuan penyusun-
annya, bahan ajar penyusunannya, kebutuhan siswa, dan prinsip penggunaannya
(lihat Tabel 1)
15
Tabel 1. Kreteria Penggunaan LKS
Kreteria
Tujuan Pembuatan Memberikan penguatan dan penunjang tujuan dan indakator yangakan dicapai di dalam pembelaajaran berdasarkan kompetensidalam kurikulum yang berlaku
Membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Memberikan pengalaman belajaran yang kaya di dalam kelas Memotivasi siswa Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan memecahkan masalah sertamenanamkan sikap ilmiah
Bahan Penyusun Harus tersusun secara logis dan sistematis Memperhatikan kemaampuan dan tahap perkembangan siswa Mampu memberikan motivasi siswa untuk mengembangkan rasa
ingin tahu Bersifat kontekstual
Kebutuhan Siswa Menarik siswa untuk berpartisipasi Bersifat atraktif Meningkatkan rasa percaya diri siswa Mendorong siswa untuk mengetahui lebih banyak Doksi yang digunakan memperhatikan tahap perkembangan dan
usia siswaPrinsip Penggunaan Bukan sebagai penganti guru dalam pembelajaran, tetapi sebagai
sarana untuk membantu guru agar siswa mencapai tujuanpembelajaran
Digunakan untuk menumbuhkan minat untuk berpartispasi siswadalam pembelajaran, baik itu melalui diskusi maupun perorangan
Guru tetap mempersiapkan diri dalam mengolah kelasSumber: Abdurrahman, (2015)
Tujuan dari penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah untuk meng-
aktifkan siswa dalam proses belajar mengajar, membantu siswa dalam membang-
un konsep, menambah informasi bagi siswa tentang konsep yang dipelajari me-
lalui kegiatan belajar secara sistematis. LKS juga digunakan sebagai acuan guru
dan siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar karena LKS memudah-
kan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar dan memudahkan guru me-
mantau keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan belajar (Widodo, 2013) .
Syarat-syarat LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat didaktik, konstruk-
si, dan teknis, yaitu:
16
1. Syarat- syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat
universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang
pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan
yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan
kegiatan siswa.
2. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan
kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.
3. Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, penampilan dalam LKS
Karakteristik LKS yaitu 1) LKS memiliki soal-soal yang harus dikerjakan siswa,
dan kegiatan-kegitan yang harus siswa lakukan. 2) Merupakan bahan ajar cetak.
3) Materi yang disajikan merupakan rangkuman yang tidak terlalu luas
pembahasannya tetapi sudah mencakup apa yang akan dikerjakan atau dilakukan
oleh peserta didik. 4) Memiliki komponen-komponen seperti kata pengantar,
pendahuluan, daftar isi dan lain–lain ( Sungkono, 2009)
Menurut Prastowo (2011), dalam pengembangan LKS yang terpenting adalah
menentukan desain pengembangan LKS. Adapun beberapa hal yang menjadi
batasan dalam mengembangkan LKS, yakni sebagai berikut:
a. Ukuran
Ukuran yang dimaksud adalah ukuran-ukuran yang mampu membantu siswa
menuliskan pendapat yang ingin dituliskan dalam LKS. Misalnya penggunaan
ukuran kertas LKS yang tepat, tidak terlalu kecil atau terlalu besar.
17
b. Kepadatan halaman
Pada bagian ini, kepadatan halaman perlu diperhatikan. Misalnya dalam satu
halaman tidak dipadati dengan tulisan-tulisan karena hal tersebut akan
membuat siswa kurang fokus untuk mengerjakan LKS sesuai dengan
pencapaian tujuan pembelajaran.
c. Penomoran
Penomoran ini nantinya akan memudahkan dalam menentukan mana yang
menjadi nomor judul, subjudul dan anak subjudul dari materi yang akan
disajikan di LKS.
d. Kejelasan
Aspek ini cukup penting pada bagian pemaparan materi maupun pada urutan
langkah-langkah yang tertera pada LKS. Ini disebabkan karena dengan urutan
langkah tersebut, maka siswa dapat melakukan kegiatan secara berkelanjutan
dan mampu menyimpulkan hasil pengerjaan yang dilakukan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan LKS terdapat beberapa hal
penting yang berhubungan dengan bagaimana cara menentukan desain pengem-
bangan LKS. Dalam pengembangan LKS tersebut, maka berpedoman pada
batasan-batasan yang telah ditentukan. Oleh sebab itu perlu adanya langkah-
langkah pengembangan LKS agar dapat terlihat urutan dalam menentukan
langkah yang harus dilakukan bertujuan untuk mendapatkan LKS berkriteria
valid, praktis dan efektif.
Penggunaan LKS dalam proses pembelajaran bertujuan untuk mengaktifkan siswa
dalam proses belajar mengajar, membantu siswa dalam membangun konsep,
18
membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari me-
lalui kegiatan belajar secara sistematis. LKS dapat digunakan sebagai pedoman
guru dan siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar karena LKS memu-
dahkan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar dan memudahkan guru
memantau keberhasilan siswa untuk mencapai sasaran belajar (Widodo, 2013) .
LKS sangat besar peranannya dalam proses pembelajaran, sehingga seolah-olah
penggunaan LKS dapat menggantikan kedudukan seorang guru. Hal ini dapat
dibenarkan, apabila LKS yang digunakan tersebut merupakan LKS yang berkuali-
tas baik. LKS yang disusun haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu agar
menjadi LKS yang berkualitas baik (Widjajanti, 2008)
Adapun syarat-syarat tersebut yaitu:
1. Syarat didaktik yang mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat
universal, dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau
yang pandai. LKS menekan pada proses untuk menemukan konsep, dan
yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media
dan kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan
kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika.
2. Syarat konstruksi yang berkaitan dengan penggunaan bahasa, susunan
kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran dan kejelasan dalam LKS. LKS
hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan
siswa dan menggunakan struktur kalimat yang jelas.
3. Syarat teknis yang berkaitan dengan penyajian LKS yaitu berupa tulisan,
gambar dan penampilan dalam LKS.
19
Menurut Nieveen (2007), suatu intervensi dikatakan berkualitas jika memenuhi
aspek-aspek 1) relevansi (Relevance, referred to as content validity), 2)) konsis-
tensi (Consistency, referred to as construct validity), 3) kepraktisan (practicality),
4) keefektivan (effectiveness). Aspek relevansi berkenaan dengan validitas isi dan
aspek konsistensi berkenaan dengan validitas konstruk. Jika suatu produk dalam
hal ini LKS, isi dan konstruksinya sesuai maka LKS dinyatakan valid. Kevalidan
suatu LKS dinyatakan oleh ahli atau validator.
Produk dikatakan praktis apabila mudah digunakan oleh penggunanya (dalam hal
ini yaitu guru dan siswa). Produk dikatakan efektif apabila menggunakan produk
ini (LKS) dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan, misalnya hasil belajar
yang baik.
B. Model discovery learning
Menurut Dahar (1996), salah satu model instruksional kognitif yang sangat ber-
pengaruh ialah model dari Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan
(discovery learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan adalah teori
belajar konstruktivis berbasis penyelidikan yang berlangsung dalam situasi peme-
cahan masalah dimana pelajar mengacu pada pengalaman belajar yang sudah lalu
dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan kebenaran-
kebenaran baru yang harus dipelajari siswa berinteraksi dengan dunia nyata me-
lalui percobaan. Dengan demikian siswa lebih mengingat konsep dan pengetahu-
an yang siswa temukan sendiri.
20
Pembelajaran discovery dianggap mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan
model discovery learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran yang demikian membuat siswa belajar dengan cara membentuk dan
menemukan sendiri pengetahuan melalui proses belajar yang mereka lakukan
disertai dengan bimbingan guru (Pratiwi, 2012).
Schunk (2012) menjelaskan bahwa discovery learning adalah model pembelajar-
an penemuan yang di dalamnya memuat unsur-unsur menyajikan pertanyaan,
menemukan masalah, untuk diselesaikan oleh siswa sendiri sehingga memahami
bagaimana mencari jawaban untuk mencapai hasil yang lebih baik. Di sisi lain,
guru tidak harus membatasi penemuan untuk kegiatan di ruang kelas dengan kata
lain, siswa dapat menemukan jawaban mereka di tempat-tempat lain seperti per-
pustakaan, media center sekolah, dan halaman sekolah.
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan
berdasarkan pandangan konstruktivisme. Menurut Kurniasih & Sani (2014)
discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila
materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan sis-
wa mengorganisasi sendiri. Selanjutnya, Sani (2014) mengungkapkan bahwa
discovery learning adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau
informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa discovery
learning adalah suatu model yang dalam proses belajar mengajarnya guru mem-
21
perkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradi-
sional biasa diberitahukan atau diarahkan. Penggunaan metode discovery
leraning membantu guru untuk dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses
belajar mengajar. Berdasarkan hal tersebut untuk melaksanakan pembelajaran
diskcovery guru merekayasa suatu permasalahan untuk dijadikan masalah yang
harus dipecahkan oleh siswa dalam rangka menemukan konsep dan prinsip.
Permasalahan yang diajukan bukanlah permasalahan yang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari atau bisa kita sebut sebagai permasalahan akademik
(Abdurrahman, 2015).
Penggunaan pembelajaran discovery yang dilkukan secara terus-menerus akan
meningkatkan kemampuan penemuan diri yang ada pada siswa. Menurut John,
K. O. & Olatoye, R. A. ( 2014) dengan menerapkn model discovery
learning maka dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk menemu-
kan konsep, berpikir kritis, mengajukan pertanyaan, dan pemecahan masalah.
Berdasarkan pernyataan di atas pengetahuan dan kurikulum harus sesuai dengan
apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran sehingga discovery lerning merupakan
model yang sesuai dengan pendekatan konstruktivis di mana siswa belajar lebih
efektif dengan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Hosnan (2014) bahwa discovery
learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia
dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.
22
Pendapat tersebut menegaskan bahwa metode discovery learning merupakan
suatu cara mengajar yang bertujuan agar siswa dapat membimbing dirinya sen-
diri dalam menemukan suatu konsep melalui pengalaman belajar siswa sendiri,
mulai dari membuat dugaan sampai menemukan suatu konsep yang benar.
Discovery learning adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengem-
bangkan cara berpikir, keterampilan intelektual, belajar untuk menemukan diri
mereka sendiri melalui dunia nyata dan menjadi siswa mandiri. Discovery
learning melibatkan siswa secara langsung terlibat secara aktif dalam proses
ilmiah (Surajinah, dkk . 2016)
Eskandari (2016) membahas bahwa discovery learning adalah sebuah proses
belajar penemuan atau konstruktivis pembelajaran yang dianggap sebagai proses
pembelajaran aktif. Ekandari juga menambahkan bahwa dengan menerapkan
discovery learning dapat menumbuhkan keterampilan tingkat tinggi pada siswa
untuk membangun pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep hasil
utama dari jenis pembelajaran, selain itu dapat memotivasi siswa dan memung-
kinkan mereka untuk mencari informasi untuk memuaskan rasa ingin tahu pada
siswa.
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang
prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan-
nya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan
23
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada
inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan
seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan temuandi da-
lam masalah itu melalui proses penelitian (Kemendikbud, 2013)
Ketika menerapkan model discovery learning, guru berperan sebagai pembimbing
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Guru mengubah ke-
giatan belajar mengajar yang teacher oriented (berorientasi pada guru) menjadi
student oriented (berorientasi pada siswa).
Pada pembelajaran dengan model discovery learning, guru harus menjadikan
siswa untuk menjadi problem solver, seorang saintis, historian atau seorang ahli.
Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa harus melakukan ber-
bagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan-kesimpulan (Kurniasih, 2014). Hal yang menarik dalam pendapat
Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau
ahli matematika.
Pada penerapan model Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam
bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun
informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
24
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan (Kemendikbud,
2013).
Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran harus
diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun
kelebihan. Hosnan (2014) mengemukakan beberapa kelebihan dari model
discovery learning yakni sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
3. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
4. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lain
5. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
6. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
7. Melatih siswa belajar mandiri.
8. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan meng-
gunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
Kurniasih (2014) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari model discovery
learning, yaitu sebagai berikut:
1. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
2. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
25
3. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
4. Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Menurut Hosnan (2014), selain kelebihan yang telah diuraikan, masih ditemu-
kan beberapa kelebihan dari model discovery learning, yaitu sebagai
berikut:
1. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry.
2. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
3. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik.
4. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan berpikir bebas.
5. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Menurut Hosnan ( 2014), kekurangan dari model discovery learning yaitu:
1. Menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar
yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator,
dan pembimbing.
2. Kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas.
3. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap
model pembelajaran pasti memiliki kekurangan, namun kekurangan tersebut
dapat diminimalisir agar berjalan secara optimal.
Pembelajaran dengan model discovery akan efektif jika terjadi hal-hal
berikut: (1) proses belajar dibuat secara terstruktur dengan hati-hati, (2)
siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar, (3) guru
26
memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan penyelidikan
(Kurniasih, 2014).
Beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran model
discovery learning di kelas menurut Pemendikbud Nomor 59 Tahun 2014 yaitu:
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
untuk melakukan eksplorasi. Kegiatan memberikan stimulasi dapat
menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi, dengan demikian seorang guru harus menguasai
teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan meng-
aktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Identifikasi masalah merupakan tahapan setelah melakukan stimulasi, dalam
hal ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
27
menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun pemahaman siswa agar terbiasa untuk
menemukan masalah.
3. Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini guru memberi kesempatan siswa mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,
dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah
dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi.
Berdasarkan generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban yang logis.
5. Verification (pembuktian)
Verifikasi bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
28
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi
yang ada, pernyataan atau identifikasi masalah yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti
atau tidak.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi.
C. Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi infor-
masi yang penting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi,
merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan
yang valid dan menentukan kevalidan dari kesimpulan kesimpulan (Ristontowi,
2011). Berpikir kritis merupakan proses mental untuk menganalisis atau meng-
evaluasi informasi, informasi tersebut didapat dari hasil pengamatan, pengalam-
an, akal sehat, atau komunikasi. Berpikir kritis merupakan pengujian rasional
terhadap ide, pengaruh, asumsi, prinsip, argument, kesimpulan, isu, pernyataan,
keyakinan, dan aktivitas (Widura, 2015).
Pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam proses pembelajaran memerlu-
kan keahlian guru. Keahlian dalam memilih media dan model pembelajaran yang
tepat adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan ke-
29
terampilan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis dapat dikembangkan dalam pem-
belajaran dengan memperkaya pengalaman siswa yang bermakna (Neni, 2011).
Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Untuk
memecahkan suatu permasalahn tentu diperluakan data-data agar dapat dibuat
keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan
kemampuan berpikir kritis yang baik. Begitu pentingnya berpikir kritis maka
pada umumnya berpikir kritis dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran.
Supaya terjalin proses belajar antara guru dan siswa unuk menumbuh kembang-
kan kemampuan berpikir kritis siswa, maka guru harus memiliki dan menerapkan
strategi atau model mengajar yang tepat.
Model mengajar harus dapat disesuaikan dengan keadaan siswa dikelas dan sesuai
dengan pokok bahasan yang akan diajarkan. Namun tidak ada yang pasti tentang
cara mendapatkan model mengajar yang paling tepat karena tidak sesuai dengan
hasil hasil belajar yang dicapai (Ristontowi, 2011)
Keterampilan berpikir kritis dibutuhkan dalam proses pembelajaran IPA, karena
dalam proses pembelajarannya siswa diajak untuk mencari tahu dan memahami
alam secara sistematis. Keterampilan berpikir kritis ini dilihat dari kegiatan
belajar siswa di dalam kelas saat mengikuti proses pembelajaran. Keterampilan
berpikir kritis dapat dilihat pada siswa mengenai bagaimana cara siswa untuk
mendapatkan informasi yang terpercaya. Selain itu juga Siswa yang memiliki
pemikiran yag kritis maka siswa akan mencari kebenaran informasi melalui
ketelitian, kecermatan serta pemikiran yang terbuka (Nafiah, 2015).
30
Pada umumnya siswa yang berpikir kritis akan menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian di dalam menjawab pertanyaan. Sesungguhnya kemam-
puanberpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang yang
bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang rasional mengenai sesuatu
yang dapat ia yakini kebenarannya. Dalam pemecahan masalah, kemampuan ber-
pikir kritis juga diperlukan karena dapat merumuskan, memformulasikan dan
menyelesaiakan masalah (Susilawati, 2010).
Keterampilan berpikir kritis akan muncul dalam diri siswa apabila selama
proses belajar di dalam kelas, guru membangun pola interaksi dan komunikasi
yang lebih menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif oleh
siswa (Darmawan 2010). Siswa yang memiliki pemikiran yang kritis maka
siswa akan mencari kebenaran informasi melalui ketelitian, kecermatan serta
pemikiran yang terbuka. Berpikir kritis merupakan keterampilan yang
diperlukan oleh siswa. Dimemilikinya ketrampilan berpikir kritis diharapkan
siswa mampu menghadapi perubahan serta tantangan dalam kehidupan yang
selalu berkembang (Nafiah, 2015).
Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting bagi setiap siswa
yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan. Melalui berpikir serius,
aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang mereka terima dan menyer-
takan alasan rasional sehingga setiap tindakan yang akan dilakukan adalah benar
(Liberna 2012). Para pendidik telah menyadari pentingnya melengkapi peserta
didik dengan teknik berpikir kritis, dan guru melakukan upaya untuk mengajarkan
teknik ini dalam cara yang paling tepat. Berpikir kritis adalah proses intelektual
31
disiplin secara aktif dan terampil konseptualisasi, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan
oleh, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai pan-
duan untuk keyakinan dan tindakan (Malmir , Ali. 2012).
Salah satu keterampilan berpikir yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran adalah keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis
atau yang dikenal dengan sebutan critical thinking adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh seseorang. Untuk melatih keterampilan
berpikir kritis siswa untuk mengaitkan dan menerapkan konsep pada kehidupan
sehari-hari maka dibutuhkan suatu kreativitas pendidik dalam mengembangkan
multimedia interaktif dengan menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang
dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Pendekatan pembelajaran yang dipandang tepat adalah pendekatan kontekstual.
Berpikir kritis membantu peserta didik untuk menggunakan bukti terampil dan
tidak memihak dalam interaksi mereka dengan teman sekelas mereka selama
perawatan (Malmir, 2012)
Menurut Ennis (1994) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum da-
lam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana
(elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),
menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance
clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Indikator-
indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di
bawah ini:
32
Tabel 2. Dua Belas Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
NO KetrampilanBerpikir Kritis
Indikator KetrampilanBerpikir Kritis Sub indikator
1. Memberikanpenjelasansederhana
Memfokuskanpertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskanpertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskankriteria untuk mempertimbangkankemungkinan jawaban
Menjaga kondisi berpikirMenganalisisargumen
Mengidentifikasi kesimpulanMengidentifikasi kalimat-kalimat
pertanyaanMengidentifikasi kalimat-kalimat bukan
pertanyaanMengidentifikasi dan menangani suatu
ketidaktepatan Melihat struktur dari suatu argumen Membuat ringkasanBertanya dan
menjawab pertanyaan Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh
2 Membangunketerampilan dasar
Mempertimbangkanapakah sumber dapatdipercaya atau tidak
Mempertimbangkan keahlianMempertimbangkan kemenarikan
konflikMempertimbangkan kesesuaian
sumberMempertimbangkan penggunaan
prosedur yang tepat Mempertimbangkan risiko untukreputasi Kemampuan untuk memberikan alasan
Mengobservasi danmempertimbangkanlaporan observasi
Melibatkan sedikit dugaanMenggunakan waktu yang singkat
antara observasi dan laporan Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasiMenggunakan bukti-bukti yang
benar Menggunakan akses yang baik Menggunakan teknologi Mempertanggungjawabkan hasilobservasi
3 Menyimpulkan Mendeduksi danmempertimbangkanhasil deduksi
Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran
Menginduksi danmempertimbangkanhasil induksi
Mengemukakan hal yang umumMengemukakan kesimpulan dan
hipotesis mengemukakan hipotesis merancang eksperimen menarik kesimpulan sesuai faktamenarik kesimpulan dari hasilmenyelidikiMembuat dan
Menentukan hasilpertimbangan
Membuat dan menentukan hasilpertimbangan berdasarkan latarbelakang fakta-fakta
Membuat dan menentukan hasilpertimbangan berdasarkan akibat
Membuat dan menentukan hasilpertimbangan berdasarkan penerapan
fakta
Membuat dan menentukan hasilpertimbangan
33
NO KetrampilanBerpikir Kritis
Indikator KetrampilanBerpikir Kritis Sub indikator
4 Memberikanpenjelasan lanjut
Mendefinisikanistilah danmempertimbangk ansuatu definisi
Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisiertindak dengan memberikan
penjelasan lanjutmengidentifikasi dan menangani
ketidakbenaran yg disengaja Membuat isi definisi
Mengidentifikasiasumsi-asumsi
Penjelasan bukan pernyataan Mengonstruksi argumen
5 Mengaturstrategi dan taktik
Menentukan suatutindakan
Mengungkap masalahMemilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi yangmungkin
Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Mengamati penerapannyaBerinteraksi dengan
orang lain Menggunakan argumen Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika Menunjukkan posisi, orasi, atau tulisan
Sumber: Ennis (1994)
D. Sikap Ilmiah Siswa
Sikap ilmiah merupakan salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
individu. Sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil bel-
ajar siswa. Sikap ilmiah siswa pada dasarnya tidak berbeda dengan keterampilan-
keterampilan lain (kognitif, sosial, proses, dan psikomotor). Untuk memuncul-
kan sikap ilmiah siswa juga diperlukan sebuah model pembelajaran yang sesuai
dengan indikator- indikator yang dimiliki oleh sikap ilmiah siswa tersebut
(Fakhruddin, 2010).
Sikap ilmiah adalah sebuah proses menyelidiki tindakan ilmiah tertentu atau
pikiran. sikap ilmiah adalah kemampuan untuk bereaksi secara konsisten, rasional
dan obyektif dengan cara-cara tertentu untuk sebuah novel atau situasi bermasalah
34
(Aderogba, 2012). Seseorang dengan sikap ilmiah yang baik adalah bebas dari
takhayul, asumsi belum diverifikasi dan berkali-kali dari pendapat umum yang
tidak memiliki dasar empiris.
Seseorang dengan sikap ilmiah belum tentu seorang ilmuwan tapi dia sadar atau
tidak sadar berpikir, bertindak dan menunjukkan ciri-ciri yang umum untuk para
ilmuwan sikap ilmiah merupakan perwujudan dari nilai-nilai karakter yang selama ini
dikembangkan dalam pembelajaran. Sikap ilmiah terbentuk dari sikap-sikap yang muncul
seiring dengan proses-proses ilmiah yang dilakukan siswa.
Sikap ilmiah diartikan sebagai suatu kecendrungan, kesiapan, kesediaan, sese-
orang untuk memberikan respon/tanggapan/tingkah laku/secara ilmu pengetahuan
dan memenuhi syarat (hokum) ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya.
Sikap ilmiah merupakan pendekatan tertentu untuk memecahkan maslah, menilai
ide, dan informasi untuk membuat keputusan. Pengembangan keputusan berda-
sarkan bukti yang telah dikumpulkan dan dievaluasi secara objektif (Damanik,
2013).
Saat proses pembelajaran sikap ilmiah siswa sangat diperlukan yaitu sikap rasa
ingin tahu, bekerja sama secara terbuka, bekerja keras, bertanggung jawab,
kepedulian, kedisiplinan dan kejujuran dengan sikap ilmiah tersebut pembel-
ajaran akan berjalan dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dan hasil
belajar yang diinginkan akan terwujud, dimana siswa diharapkan mampu aktif
dan kreatif dalam pembelajaran (Fakhruddin, 2010).
35
Menurut Kayode, (2014) sikap ilmiah merupakan sikap yang menggambarkan
pola pikir, karakteristik ilmuwan. Untuk menjadi seorang ilmuwan berarti harus
memiliki sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, rasionalitas, kesediaan untuk
menangguhkan penilaian, keterbukaan pikiran, kritis pikiran, objektivitas,
kejujuran dan kerendahan hati. Sikap ilmiah mengatur perilaku yang diarahkan
menuju atau menjauh dari beberapa objek atau situasi, atau kelompok objek atau
situasi.
Pada sebuah kegiatan pembelajaran, sikap positif siswa sangat diperlukan untuk
mendorong kemampuan siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran. Adanya
sikap positif siswa dalam kegiatan pembelajaran tentang sesuatu yang belum
diketahui dapat mendorong siswa untuk belajar untuk mencari tahu. Siswapun
mengambil sikap seiring dengan minatnya terhadap suatu objek. Siswa mempu-
nyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukannya (Huda,
2013).
Sikap ilmiah dalam mempelajari IPA sangat bermanfaat bagi siswa yaitu dapat
membentuk sikap dan nilai positif dalam diri siswa antara lain rasa percaya diri
yang tinggi, ketekunan, kecermatan, pekerja keras, dan tak kenal putus asa. Sikap
dan nilai positif ini sebagai bekal untuk mengatasi permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengembangan sikap ilmiah juga berguna untuk mem-
bangun karakter siswa. Hal ini sesuai dengan paradigma baru pendidikan, tujuan
pembelajaran bukan hanya merubah perilaku tetapi membentuk karakter dan sikap
mental yang berorientasi pada global mindset (Melani, 2012).
36
Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA tercermin dalam sikap dan karakter siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Erat kaitannya antara pendidikan karakter dan sikap
ilmiah dalam pembelajaran. Sikap ilmiah meliputi hasrat ingin tahu, jujur, bekerja
sama, teliti, hati-hati, terbuka, ulet/tekun dan percaya diri (Budur, 2013).
Adanya sikap ilmiah pada seorang siswa adalah tujuan utama dari pendidikan
sains. Khan, dkk. (2012) menjelaskan bahwa sikap ilmiah ini adalah salah satu
aspek penting dari ilmu pengetahuan saat ini di seluruh dunia. Khan menyatakan
lebih lanjut bahwa mengembangkan sikap ilmiah merupakan sarana potensial
menghilangkan intoleransi, takhayul, mudah tertipu dan pola pemikiran lain
seperti obskurantisme.
Sikap ilmiah memiliki berbagai komponen dan beberapa penulis telah berusaha
untuk mengklasifikasikan berbagai komponen tersebut (Farooq, 2012). Meng-
klasifikasikan sikap ilmiah ke dalam 3 kelompok; pertama adalah sikap umum
terhadap ide-ide dan informasi (seperti rasa ingin tahu, terbuka mindness, skep-
tisisme, kerendahan hati, anti-otoritarianisme dan kreativitas). Kedua adalah
sikap yang berkaitan dengan evaluasi ide dan informasi (seperti pikiran kritis,
objektivitas, kejujuran intelektual dan berolahraga hati-hati ketika menarik ke-
simpulan). Ketiga, adalah komentar keyakinan ilmiah tertentu (seperti kesetiaan
kepada kebenaran, keyakinan akan adanya penyebab alam dan hubungan efek dan
keengganan takhayul).
llmu pengetahuan alam adalah metode penyelidikan, termasuk cara berpikir,
sikap, dan langkah-langkah untuk ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan
37
ilmiah, seperti observasi, pengukuran, merumuskan dan uji hipotesis, mengumpul-
kan data, eksperimen, dan prediksi. Berdasarkan pandangan ini, ilmu alam harus
dilihat sebagai cara berpikir untuk memahami alam dengan melakukan penyelidi-
kan dan mengumpulkan pengetahuan (Sunarjinah, dkk. 2016).
Ilmu sains merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses ilmiah dan
berpusat pada siswa yang akan memiliki dampak positif pada pembentukan sikap
dan hasil belajar siswa ilmiah. Dengan kata lain, belajar ilmu sains di sekolah
harus menekankan pada penyediaan pengalaman belajar sains secara langsung
melalui penggunaan tahapan dan kebiasaan yang dapat dilatih ilmuwan, untuk
mengembangkan kompetensi siswa.
Belajar ilmu sain di sekolah harus menekankan pada penyediaan pengalaman
belajar langsung melalui pengembangan keterampilan dan sikap ilmiah untuk
mengembangkan kompetensi. Belajar sain harus dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
berkomunikasi sikap ilmiah serta aspek penting kecakapan hidup (Zubaidah et al,
2014). Tujuh indikator sikap ilmiah yaitu sikap ingin tahu, jujur, bekerjasama,
teliti, hati-hati, terbuka, ulet/tekun, percaya diri (Budur, 2013).
Tabel 3. Pengelompokan Sikap Ilmiah Siswa
No. Dimensi Indikator-indikator1 Sikap ingin tahu 1. Antusias melakukan pengamatan dan
diskusi2. Berani bertanya3. Mencari hubungan sebab akibat sesuatu dapat
terjadi berdasarkan percobaan dan diskusiyang dilakukan
38
No. Dimensi Indikator-indikator2 Jujur 1. Tidak memanipulasi data .
2. Tidak purbasangka .3. Mengambil keputusan sesuai fakta4. Tidak mencampur fakta dengan pendapat
4. Teliti 1. Memilih alat dalam mengerjakan LKS2. Siswa dapat menggunakan alat dengan
baik/mengamati gambar dengan baik3. Melakukan langkah-langkah observasi
dengan baik4. Mampu menjawab LKS dengan baik
5. Sikapberpikiran terbuka &kerjasama
1. Menghargai pendapat dan temuan orang lain2. Merubah pendapat jika data kurang3. Menerima saran dari teman4. Tidak merasa selalu benar5. Menganggap setiap kesimpulan adalah
tentatif6. Berpartisipasi aktif dalam kelompok
6 SikapLuwes 1. Partisipasi siswa dalam melakukan observasidan diskusi
2. Bekerjasama dengan teman kelompok3. Mengkaji informasi dan menerapkannya
Sumber: diadaptasi dari Fernandinto, (2013)
E. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA lebih menekankan proses belajar mengajar. Metode yang diterapkan
dalam proses belajar mengajar harus memberikan kemampuan berpikir kritis, dan sikap
ilmiah siswa dan keterampilan sosial lainnya yang merupakan kemampuan dasar
bekerja ilmiah yang secara berkesinambungan untuk memberikan bekal siswa
menghadapi tantangan dalam masyarakat yang semakin berkembang.
Untuk mencapai hal tersebut di dalam proses pembelajaran perlu menerapkan suatu
model yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan kemampuan berpikir kritis
siswa. Fakta di lapangan pembelajaran IPA belum dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis, dan sikap ilmiah siswa sehingga keterampilan berpikir kritis siswa dan
39
sikap ilmiah siswa masih tergolong rendah, oleh karena itu dalam proses pembelajaran
dibutuhkan LKS yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan sikap
ilmiah siswa melalui model discovery learning.
Pengembangan LKS berbasis discovery learning dianggap sebagai solusi untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan sikap ilmiah siswa pada
materi zat aditif dan zat adiktif. Dalam pembelajaran discovery memiliki sintak
diantaranya stimulus/rangsangan, identifikasi masalah, mengumpulkan data,
mngolah data, verifikasi, dan kesimpulan. Melalaui proses kegiatan yang sesuai
pada sintak tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
dan sikap ilmiah siswa. Skema kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema kerangka berpikir dalam penelitian.
MenumbuhkanKetrampilan Berfikir
Kritis dan Sikap IlmiahSiswa
KBM
Sikap IlmiahKetrampilanBerfikir Kritis
Standar Proses- SKL
Standar Isi- SK- KD- Indikator- Materi
LKS Berbasisdiscovery learning
Standar Penilaian- Prinsip penilaian- Kriteria instrumen
Guru Siswa
Tercapainya TujuanPendidikan Nasional
40
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Ho = LKS discovery learning hasil pengembangan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa.
2. H1 = LKS discovery learning hasil pengembangan berpengaruh
signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa.
41
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan Lembar Kerja Siswa
berbasis discovery learning ini adalah metode penelitian dan pengembangan
(Research and Development /R&D) yang diadopsi dari Borg & Gall (2003), yaitu
pengembangan model yang dilakukan melalui aktivitas berulang dari mulai men-
desain model sampai implementasi model. Secara konseptual, metode penelitian
dan pengembangan (R & D) dari Borg & Gall meliputi 10 tahapan kegiatan yaitu :
1) Potensi dan masalah. 2) Mengumpulkan informasi. 3) Desain produk.
4) Validasi desain. 5) Perbaikan desain. 6) Uji coba produk. 7) Revisi produk.
8) Uji coba produk. 9) Revisi produk. 10) Produksi massal.
Pada penelitian dan pengembangan LKS berbasis discovery learning ini, tidak
semua langkah R & D dilakukan. Tahap yang dilakukan hanya sampai pada tahap
uji coba produk.
42
B. Alur Penelitian
Adapun alur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Alur pengembangan LKS berbasis discovery learningmenurut Borg & Gall dimodifikasi
Analisis Kebutuhan
Studi Literatur
Analisis KI dan KD- Pengembangan Silabus- Pembuatan RPP- Literatur LKS- Literatur Keterampilan Berfikir Kritis- Literatur Sikap Ilmiah- Literatur model discovery learning
Studi Lapangan
Penyebaran angket guru dan siswa disembilan sekoalh di Kabupaten LampungSelatan
Analisis LKS yang digunakan oleh guru dansiswa.
Pengembangan Produk
Penyusunan instrumen penilaian terhadapproduk (angket, lembar observasi).
Validasi Ahli
Perancangan LKS dengan modelpembelajaran discovery learning
Pembuatan alat evaluasi pembelajaran
Validasi angket
Uji Lapangan
Penilaian Terhadap Produk oleh Guru dan Siswa (Uji coba terbatas)
Revisi hasil validasi
Rancangan LKS berbasis discovery learninguntuk menumbuhkan keterampilam berpikir
kritis dan sikap ilmiah siswa
Revisi hasil penilaian oleh guru dan siswaLKS hasil Pengembangan
Angket
Revisi angket
Kelas Eksperimen
Kelas kontrol
LKS berbasis discovery learningyang efektif untuk menumbuhkanketerampilam berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa
Studi Pendahuluan
Pengembangan Produk
Uji Coba Produk
43
C. Langkah-Langkah Penelitian
Berdasarkan alur penelitian pada Gambar 2, maka dapat dijelaskan langkah-
langkah yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Tahapan Studi Pendahuluan
Tahap ini merupakan tahap mengumpulkan data untuk mengetahui kondisi yang
ada di sekolah serta sebagai perbandingan untuk produk yang dikembangkan.
Tahap studi pendahuluan dalam pengembangan ini meliputi bebrapa langkah
yang ditempuh yaitu: studi kepustakaan/literatur, dan studi lapangan.
a. Studi kepustakaan/ literatur
Peneliti melakukan studi literatur guna memperoleh data yang digunakan sebagai
landasan teoritis agar dapat memperkuat argumen bagi produk yang dihasilkan.
Beberapa hal penting yang ditemukan:
1) Menganalisis Kompetensi Dasar, analisis konsep, silabus, dan RPP.
Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA kelas VIII pada kurikulum 2013 yaitu
pada KD 3.7 adalah memahami berbagai zat aditif dalam makanan dan
minuman, zat adiktif, dan dampaknya terhadap kesehatan. Materi tersebut
membahas tentang bahan yang ditambahan dalam makanan, sedangkan zat
adiktif membahas tentang zat yang mengakibatkan kecanduan. Permasalahan
mengenai materi tersebut yang ditemukan di SMPN 3 Natar adalah kurangnya
motivasi siswa dalam mempelajari materi akibat dari penyajian materi yang
kurang menarik sehingga siswa cenderung untuk menghafal. Kurangnya
44
motivasi belajar mengakibatkan rendahnya pemahaman siswa akan
pengetahuan tentang bahaya zat aditif dan zat adiktif.
2) Keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu dari kecakapan hidup (life
skill) yang harus dimiliki siswa belum dikembangkan. Hal ini terbukti dari
kemampuan siswa untuk mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria
jawaban yang mungkin, keterampilan memberikan alasan, dan menyimpulkan
pada lembar kerja siswa dan pertanyaan yang diberikan oleh guru masih
rendah. Penyebab rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa dikarenkan
guru kurang tepat dalam menggunakan model pembelajaran pada proses belajar
mengajar sehingga membuat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.
3) Sikap ilmiah siswa tidak kalah pentingnya untuk dikembangkan. Sikap
ilmiah merupakan tingkah laku yang didapatkan melalui pemberian
contoh-contoh positif. Tujuan dari adanya pengembangan sikap ilmiah yaitu
untuk menghindari munculnya sikap negatif pada diri siswa. Sikap ilmiah
merupakan aspek yang penting karena sangat berpengaruh pada budi pekerti.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa pada SMPN 3 Natar ini adalah proses pembelajaran yang
belum mengarah pada proses penemuan. Hal ini terjadi karena beberapa
faktor diantaranya keterbatasan waktu dalam penyampaian materi pada setiap
kompetensi dasar sehingga model pembelajaran yang sering kali digunakan
dalam proses pembelajarn lebih banyak menerapkan metode ceramah dan
diskusi, selain itu guru belum mengaitkan aplikasi konsep dengan kehidupan
sehari-hari dan guru juga jarang mengajak siswa berlatih untuk dapat
45
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi suatu informasi data atau argumen,
dimana semua kegiatan ini merupakan langkah-langkah pembelajaran yang
dapat melatih ketrampilan berpikir kritis . Salah satu model pembelajaran yang
dapat membuat siswa menjadi aktif dan mudah memahami materi adalah
model discovery learning.
4) LKS yang digunakan dalam proses pembelajaran masih memanfaatkan LKS
yang dibeli dipasaran. Kondisi pembelajaran tersebut mengindikasikan
perlunya pengembangan LKS berbasis discovery leraning yang dapat
memfasilitasi siswa dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan
menumbuhkan sikap ilmiah yang menuntut siswa terlibat secara aktif dalam
melakukan proses pembelajaran.
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi penerapan pembelajaran
IPA di sekolah. Informasi tersebut meliputi LKS yang digunakan dan dibutuhkan
guru. Studi lapangan dalam penelitian ini dilakukan di sembilan SMP di
Kabupaten Lampung Selatan. Penyebaran angket dilakukan terhadap 16 orang
guru mata pelajaran IPA dan 20 orang siswa dari sekolah tersebut. Penyebaran
angket ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui LKS yang digunakan dan
beredar di sekolah.
46
2. Tahapan Pengembangan Produk
Tahapan ini merupakan perencanaan produk dan uji coba tebatas. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan tersebut maka peneliti menyusun sebuah rancangan LKS,
berbasis discovery lerning. Tahap pengembangan ini meliputi:
(a) rancangan perangkat pembelajaran, (b) rancangan produk, (c) validasi ahli,
(d) uji coba terbatas. Tahapan ini disusun secara sistematis dan berurutan yaitu
pertama adalah membuat rancangan perangkat pembelajaran, kemudian membuat
rancangan LKS, draf yang sudah dibuat dan dirancang kemudian divalidasi oleh
ahli dan direvisi atau perbaikan yang selanjutnya diuji coba. Tahapan pengem-
bangan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Rancangan perangkat pembelajaran
Langkah kegiatan dalam menyusun perangkat pembelajaran ini meliputi:
1) Menganalisis KI dan KD yang dipilih dalam melakukan penelitian
2) Merancang karakakteristik materi, keluasan dan kedalaman materi, yang
disajikan dalam LKS dengan memperhatikan struktur LKS seperti
judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendu-
kung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja. Langkah-langkah dalam
LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan langkah-langkah mengguna-
kan model discovery learning meliputi stimulasi, identifikasi, masalah,
pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi dan generalisasi.
3) Menetapkan indikator pencapaian kompetensi yang digunakan sebagai
dasar dalam menyusun instrumen evaluasi hasil belajar.
47
4) Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan model dan pendekatan yang digunakan.
b. Rancangan produk
Rancangan produk penelitian yang dikembangkan berupa LKS berbasis discovery
learning. Tahap ini dilakukan melalui kegiatan membuat produk awal berupa
storyboard yang memuat komponen-komponen antara lain: kompetensi inti,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, petunjuk pengerjaan,
informasi pendukung, serta langkah kegiatan. Selanjutnya menyiapkan angket uji
validasi materi/isi, desain/merancang produk, menguji validasi ahli, dan uji coba.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk menilai desain produk juga di-
buat/disusun pada tahap ini. Instrumen penelitian meliputi angket validasi ahli,
angket penilaian guru, angket respon siswa, lembar observasi keterlaksanaan LKS
dan instrumen tes untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis dan
angket untuk mengukur sikap ilmiah siswa.
c. Validasi ahli
Validasi ahli dilaksanakan sebelum LKS di uji coba. Validasi tersebut meliputi
validasi desain, isi dan konstruk oleh validator untuk masing-masing bagian.
Setelah penyusunan LKS berbasis discovery learning selesai, kemudian langkah
selanjutnya yaitu validasi desain produk oleh tenaga ahli. Prosedur yang dilaku-
kan dalam proses validasi ahli ini meliputi:
48
1) Penilaian ahli tentang kelayakan desain, isi dan konstruk pada LKS.
Penilaian ahli menggunakan lembar validasi ahli desain, isi dan konstruk
yang digunakan oleh validator untuk melakukan penilaian, disamping itu
semua validator memberi masukan dan perbaikan.
2) Analisis terhadap penilaian validator untuk menentukan langkah berikutrnya,
antara lain jika hasil analisis menyatakan bahwa :
a) Valid atau layak tanpa revisi maka penelitian dilanjutkan yaitu tahap uji
coba.
b) Valid atau layak dengan revisi maka dilakukan revisi terhadap LKS
kemudian validator menilai kembali hingga mendapatkan persetujuan
dan dapat digunakan untuk uji coba.
c) Tidak valid atau tidak layak maka LKS direvisi total hingga mendapat-
kan persetujuan dan dapat digunakan untuk uji coba.
d. Uji coba terbatas
Pada tahap pengembangan produk dilakukan uji coba terbatas yang dilakukan
pada guru SMP dan siswa SMP.
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Penilaian guru
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas LKS
yang dikembangkan. Pada tahap ini 2 orang guru dimintai tanggapan
mengenai aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan desain LKS mengguna-
kan model discovery learning dengan mengisi angket dan memberikan
tanggapan terhadap pernyataan yang ada.
49
b) Respon siswa
Aspek kemenarikan LKS berbasis discovery learning dinilai oleh 10
orang siswa. Penilaian siswa ini dilakukan dengan mengisi angket
respon siswa yang disediakan.
3. Uji lapangan luas
Uji coba dilakuakan untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifan LKS yang
telah dikembangkan. Kepraktisan ditentukan dari respon siswa terhadap LKS
serta dari keterlaksanaan LKS. Efektivitas LKS ditentukan dari n-Gain kelas
kontrol dan eksperimen. Desain yang digunakan adalah the matching only
pretest-postes control group design (Fraenkle, 2006) dengan menggunakan kelas
eksperimen (diterapkan pembelajaran menggunakan LKS hasil pengembangan)
dan kelas kontrol (diterapkan pembelajaran konvensional dengan LKS yang ber-
edar di sekolah). Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari
sebelumnya, maka LKS hasil pengembangan dinyatakan efektif. Sebelum proses
pembelajaran, dilakukan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Kemudian setelah proses pembelajaran, dilakukan postes pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
Tabel 4. Desain Penelitian Uji Efektivitas
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen (M) O X O
Kontrol (M) O C O
50
X merupakan perlakuan menggunakan LKS hasil pengembangan dan C merupa-
kan perlakuan menggunakan LKS yang beredar di sekolah. Revisi dilakukan
berdasarkan hasil penilaian guru meliputi aspek kesesuaian isi, keterbacaan,
konstruksi dan kemenarikan. Revisi juga dilakukan berdasarkan hasil respon
siswa meliputi aspek kemenarikan LKS hasil pengembangan. Selanjutnya
mengkonsultasikan hasil revisi dengan dosen pembimbing. Setelah LKS direvisi,
kemudian dilakukan uji keterlaksanaan produk yang juga bertujuan untuk me-
ngetahui kepraktisan LKS. Keterlaksanaan LKS dilakukan di kelas VIII SMPN 3
Natar. Untuk mengetahui kepraktisan produk, siswa juga dimintai respon dengan
mengisi angket yang telah disediakan untuk mengetahui respon siswa setelah
menggunakan LKS dalam proses pembelajaran di kelas.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh untuk mengumpulkan
data. Adapun instrumen pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Instrumen pada studi pendahuluan
a. Instrumen analisis kebutuhan untuk guru.
Instrumen ini berbentuk angket terhadap guru yang disusun untuk
mengetahui karakteristik LKS yang mereka gunakan dalam membelajarkan materi
zat aditif dan zat adiktif.
51
b. Instrumen analisis kebutuhan untuk siswa.
Instrumen ini berbentuk angket terhadap siswa yang disusun untuk
mengetahui karakteristik LKS zat aditif dan zat adiktif yang mereka gunakan di
sekolah.
2. Instrumen pada validasi ahli
a. Instrumen validasi aspek kesesuaian isi
Instrumen ini berbentuk angket yang disusun untuk mengetahui kesesuaian isi
LKS dengan kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), kesesuaian
indikator, materi serta kesesuaian urutan materi dengan indikator. Instrumen ini
juga dilengkapi dengan kolom saran di mana validator dapat menuliskan saran/
masukan guna perbaikan produk.
b. Instrumen validasi aspek konstruksi
Instrumen ini berbentuk angket yang disusun untuk mengetahui kesesuaian kons-
truksi LKS yang telah dikembangkan dengan tahapan-tahapan model discovery
learning, mengetahui kesesuaian LKS dengan struktur LKS yang baik, dan
mengetahui apakah LKS yang dikembangkan sudah melatihkan keterampilan ber-
pikir kritis dan sikap ilmiah atau belum. Instrumen ini juga dilengkapi dengan
kolom saran di mana validator dapat menuliskan saran/ masukan guna perbaikan
produk.
52
c. Instrumen validasi aspek desain
Instrumen ini berbentuk angket yang disusun untuk mengetahui desain LKS
berbasis discovery learning dilihat dari segi pemilihan jenis huruf dan ukuran
huruf, kesesuain gambar dan tata letak gambar dalam LKS. Instrumen ini juga
dilengkapi dengan kolom saran di mana validator dapat menuliskan saran/
masukan guna perbaikan produk.
3. Instrumen pada uji coba produk secara terbatas
a. Instrumen respon guru
Instrumen ini berbentuk angket yang di dalamnnya terdapat pernyataan -
pernyataan yang dimaksudkan untuk menilai aspek kesesuaian isi, desain,
konstruksi dan kemenarikan LKS. Angket juga dilengkapi dengan kolom saran/
masukan yang dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada guru bila ingin me-
nuliskan saran/ masukan guna perbaikan produk. Instrumen aspek kesesuaian isi,
aspek desain dan aspek konstruksi sama dengan instrumen pada validasi ahli,
hanya saja pada instrumen penilaian guru terdapat instrumen aspek kemenarikan.
Adapun yang dinilai dari aspek kemenarikan yaitu segi tata letak gambar, ukuran
huruf dan perwajahan LKS.
b. Instrumen respon siswa
Instrumen ini berbentuk angket yang di dalamnnya terdapat pernyataan-
pernyataan yang dimaksudkan untuk menilai kemenarikan desain LKS. Angket
53
ini dilengkapi pula dengan kolom saran yang dimaksudkan untuk memberikan
ruang kepada siswa bila ingin menuliskan saran/masukan guna perbaikan produk .
4. Intrumen pada tahap implementasi produk
Instrumen pada tahap implementasi produk berupa soal pretes dan postes untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis dan skala sikap untuk mengukur sikap
ilmiah siswa. Selain itu, juga digunakan lembar observasi untuk mengetahui ke-
mampuan guru dalam mengelola kelas dan respon siswa terhadap pembelajaran
setelah menggunakan LKS hasil pengembangan.
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang digu-
nakan harus valid dan bersifat reliabel atau ajeg. Untuk itu, perlu dilakukan pe-
ngujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Dalam konteks pengujian ins-
trumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilai-
an, yang dilakukan oleh ahli dan pengujian empirik diuji cobakan ke siswa. Sebu-
ah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2008).
Pada penelitian ini, validasi instrumen pada tahap studi pendahuluan, tahap vali-
dasi ahli, tahap uji coba produk secara terbatas dan tahap implementasi produk
(yang terdiri dari respon guru dan siswa terhadap pembelajaran dengan menggu-
nakan LKS hasil pengembangan) berupa validitas isi. Instrymen skala sikap
digunakan untuk mengukur sikap ilmiah siswa yang diadaptasi dari penelitian
Fernandito (2013). Instrumen yang digunakan pada tahap implementasi produk
yaitu berupa soal pretes dan postes untuk mengukur keterampilan berpikir kritis
54
dilakukan pengujian empirik, yaitu instrumen diujicobakan kepada siswa, lalu
dicari korelasi product moment (untuk mengetahui validitas instrumen) dan
korelasi Spearman-Brown (untuk mengetahui reliabilitas intrumen).
E. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
lembar angket dan tes. Angket merupakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan seperangkat pernyataan tertulis kepada responden untuk ditanggapi
(Arikunto, 2008). Pada penelitian ini, angket yang digunakan berupa angket
dengan jawaban tertutup yaitu jawaban sangat setuju setuju (S), tidak setuju (TS),
serta ditanggapi dengan memberi saran pada kolom yang telah disediakan pada
intrumen validasi ahli, penilaian guru, dan respon siswa terhadap LKS hasil
pengembangan.
Validasi dilakukan dengan memperlihatkan LKS, kemudian meminta validator
untuk mengisi angket validasi kesuaian isi, konstruksi, dan desain LKS berbasis
discovery learning yang telah disediakan. Pada tahap uji coba produk secara
terbatas yaitu dengan meminta respon guru dan siswa, pengumpulan data
dilakukan dengan memberikan LKS, kemudian meminta guru untuk mengisi
angket kesesuaian isi, desain, kemenarikan dan konstruksi. LKS juga diberikan
kepada siswa, kemudian meminta siswa mengisi angket kemenarikan yang telah
disediakan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui efektivitas LKS
hasil pengembangan yaitu dengan menggunakan tes. Tes yang diberikan berupa
55
tes tertulis (pretes dan postes). Pada tahap implementasi produk, teknik pengum-
pulan data juga menggunakan angket untuk mengetahui respon guru dan siswa
terhadap pembelajaran dengan menggunakan LKS yang telah dikembangkan.
F. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis Data Angket Hasil Studi Pendahuluan, Validasi Ahli,Respon Guru, dan Respon Siswa
Teknik analisis data dilakukan dengan cara:
a. Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban
berdasarkan pertanyaan angket.
b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan
untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap
jawaban ber-dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya sampel.
c. Menghitung persentase jawaban, bertujuan untuk melihat besarnya per-
sentase setiap jawaban dari pertanyaan, sehingga data yang diperoleh dapat
dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung
persen-tase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:
% Jin =∑JiN x 100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan: = Persentase pilihan jawaban-i
= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i
= Jumlah seluruh responden
d. Menjelaskan hasil penafsiran presentasi jawaban responden dalam bentuk
deskriptif naratif.
inJ%
iJ
N
56
e. Menafsirkan data validitas terhadap LKS berbasis discovery learning yang
dikembangkan dan perangkatnya dihitung berdasarkan skor yang diberikan
oleh validator dengan menghitung jumlah skor yang diberikan validator,
menghitung persentase ketercapaian skor dari skor maksimal untuk setiap
aspek yang dinilai, dan menghitung rata-rata persen keterapaian skor oleh
3 orang ahli lalu menafsirkan data dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 5. Kategori validitas isi, konstruksi dan desain LKS
Persentase (%) Kriteria
21,00 - 36,00 Tidak valid37,00 - 52,00 Kurang valid53,00 - 68,00 Cukup valid69,00 - 84,00 Valid85,00 - 100,00 Sangat valid
(Ratumanan, 2003).
f. Menafsirkan persentase jawaban pernyataan respon siswa dan respon guru
secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran berdasarkan tabel
berikut:
Tabel 6. Tafsiran persentase angket.
Persentase (%) Kriteria
80,1-100 Sangat tinggi60,1-80 Tinggi40,1-60 Sedang20,1-40 Rendah0,0 - 20 Sangat rendah
(Arikunto, 2008)
57
2. Teknik analisis data kepraktisan LKS
Kepraktisan LKS ditinjau dari keterlaksanaan penerapan LKS hasil
pengembangan diterapkan dalam pembelajaran. Uji keterlaksanaan diamati dari
kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dan respon siswa.
Teknik analisis data lembar observasi pada uji keterlaksanaan LKS menggunakan
cara sebagai berikut:
a. Menghitung persentase jumlah skor untuk mengetahui tingkat
keterlaksanaan LKS berbasis discovery learning dengan cara sebagai
berikut :
% X = ∑ S
∑ Smaks100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan :% X = Persentase jawaban pernyataan pada lembar
observasi= Jumlaha skor jawaban total
maks= Skor maksimum yang diharapkan
b. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data
temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis
yang dilakukan dengan menghitung rata-rata presentase ketercapaian
untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat.
c. Menafsirkan persentase jawaban pernyataan secara keseluruhan dengan
menggunakan tafsiran berdasarkan Tabel 6.
S
S
58
3. Teknik Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Pretes Dan Postes
Teknik uji validitas dan reliabilitas soal tes dilakukan sebelum soal digunakan
untuk pretes dan postes. Adapun cara yang dilakukan untuk mengetahui validitas
soal tes yaitu:
a. Mencari korelasi product moment dengan skor kasar yang diperoleh.
r =N ∑XY-(∑X)(∑Y)
{N∑X2-(∑X)2}{N∑Y2- (∑Y)
2}
(Arikunto, 2010)
Keterangan : r = nilai validitasN = jumlah peserta tes∑X = jumlah skor total tes∑Y = jumlah skor total kriterium (pembanding)
b. Menentukan taksiran validitas soal dengan product moment berdasarkanTabel 7.
Tabel 7. Makna koefisien korelasi product moment menurut Arikunto (2010)
Angka korelasi Makna
0,800 – 1,000 Sangat tinggi
0,600 – 0,800 Tinggi
0,400 - 0,600 Cukup
0,200 - 0,400 Rendah
0,000 - 0,200 Sangat rendah
Kemudian, uji reliabilitas soal tes dapat dilakukan dengan cara:
1) Untuk pilihan jamak dan disajikan dalam satu kali tes dapat digunakan per-
samaan split-half dan Spearman-Brown, sebelumnya harus menghitung
korelasi soal ganjil genap. Pertama item tes dibagi menjadi dua bagian,
bagian ganjil sebagai X dan bagian genap sebagai Y.
59
r11 =2rxy
1+rxyrxy =
N ∑XY-(∑X)(∑Y)
{N∑X2-(∑X)2}{N∑Y2- (∑Y)
2}
Keterangan :r11 = koefisien reliabilitas soal tesrxy = reliabilitas korelasi Spearman-BrownN = jumlah peserta tes∑X = jumlah skor jawaban benar belahan ganjil∑Y = jumlah skor jawaban benar belahan genap
2) Menafsirkan mutu reliabilitas soal sebagai berikut:
Tabel 8. Tafsiran reliabilitas soal
Reliabilitas soal tes Klasifikasi Tafsiran
0.000 – 0.400 Rendah Revisi
0.401 – 0.700 Sedang Revisi kecil
0.701 – 1.000 Tinggi Dipakai
Rosidin (2013)
Pengujian validitas dan reliabilitas soal tes dapat dilakukan dengan meng-
gunakan bantuan program Microsoft Excel Simpel Pas.
4. Teknik Analisis Data Skor Hasil Pretes Dan Postes
Skor hasil pretes dan postes yang telah diperoleh untuk mengetahui efektivitas
LKS hasil pengembangan selanjutnya diubah menjadi nilai yang digunakan untuk
menghitung n-Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah masing-masing
siswa.
a. Perhitungan nilai siswa
1) Nilai pretes dan postes untuk keterampilan berpikir kritis siswa
dirumuskan sebagai berikut:
Nilai siswa =Jumlah skor yang diperoleh
Jumlah skor maksimalx 100%
dengan
60
2) Nilai pretes dan postes untuk angket sikap ilmiah siswa dirumuskan
sebagai berikut:
% X = ∑ S
∑ Smaks100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan :% X = Persentase jawaban pernyataan pada lembar angket
= Jumlaha skor jawaban total
maks= Skor maksimum yang diharapkan
b. Perhitungan n-Gain
Untuk mengetahui efektivitas LKS hasil pengembangan dalam meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa, maka dilakukan analisis
nilai gain ternormalisasi (n-Gain). Rumus n-Gain menurut Hake (1999)
adalah sebagai berikut:
n-Gain =Nilai postes - nilai pretes
Nilai maksimal - nilai pretes
Tabel 9. Kriteria Interpretasi n-Gain
n-Gain Kriteria Interpretasi
n-Gain > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ n-Gain ≤ 0,7 Sedang
n-Gain < 0,3 Rendah
(Meltzer, 2002)
S
S
61
G. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Langkah-langkah pengujian hipotesis
adalah: uji normalitas, uji homogenitas, dan uji perbedaan dua rata-rata.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Rumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah:
H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Uji ini biasanya menggunakan uji Chi-Kuadrat:
χ2=∑ (Oi-Ei)2
Eiki=1
dengan kriteria uji : terima H0 jika tabelhitung22 dengan taraf nyata 5%
Keterangan:Oi : frekuensi pengamatanEi : frekuensi yang diharapkan (Sudjana, 2005).
b. Uji Homogenitas Dua Varians
Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.
1). Rumusan hipotesis
H0 = 22
21 = data penelitian mempunyai varians yang homogen.
H1 = 22
21 = data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen
62
Keterangan:σ1
2 = varians nilai kelompok 1σ2
2 = varians nilai kelompok 2
2). Statistika untuk uji homogenitas :
Rumus statistik yang digunakan adalah uji F:
Fhitung =S1
2
S22
Keterangan:S1
2 = varians terbesarS2
2 = varians terkecil
Dengan kriteria uji : Pada taraf 0,05, tolak Ho jika Fhitung ≥ F ½α (υ1 , υ2) dan
sebaliknya (Sudjana, 2005).
c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai rata-rata yang tidak berbeda pada
tahap awal. Jika rata-rata kedua kelompok tersebut tidak berbeda , berarti kedua
kelompok itu mempunyai kondisi yang sama. Uji kesamaan dua rata-rata yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji-t. Hipotesis yang
akan diujikan adalah :
Ho : Tidak ada perbedaan hasil pretes kemampuan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa di kelas eksperimen, dan hasil pretes di
kelas kontrol.
Ho : µ1 = µ2
63
H1 : Ada perbedaan hasil pretes kemampuan berpikir kritis dan sikap
ilmiah siswa di kelas eksperimen, dan hasil pretes di kelas
kontrol.
H1 : µ1 ≠ µ2
Keterangan :µ1 : Rata-rata data pretes kelompok eksperimenµ2 : Rata-rata data pretes kelompok kontrol
Kriteria pengujian:
Terima Ho : Jika - t1-½ α < t < t1-½ α dengan derajat kebebasan
d(k) = n1 + n2 – 2
Tolak Ho : Untuk harga t lainnya, dengan menentukan taraf signifikansi
α = 5%
d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Adapun langkah-langkah dalam uji ini sebagai berikut:
1). Merumuskan hipotesis
H0 : µ1≤ µ2 : Rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa di kelas eksperimen lebih rendah daripada rata- rata n-
Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa di
kelas kontrol.
H1 : µ1> µ2 : Rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata- rata n-
Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa di
kelas kontrol.
64
Keterangan:μ1 = rerata n-Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa di kelas eksperimenμ2 = rerata n-Gain keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa di kelas kontrol
2). Menyatakan besar masing-masing sampeln1 = jumlah siswa kelas eksperimenn2 = jumlah siswa kelas control
3). Apabila kedua varians kelas sampel homogen (σ12 = σ2
2), maka statistik yang
digunakan ialah uji-t berikut (Sudjana, 2005):
21
21
11
nnS
XXt
g
hitung
dan
2
)1()1(
21
222
2112
nn
snsnsg
Kriteria uji : terima H0 jika thitung< t1-α dengan dk = ( 221 nn )
Keterangan:t = Koefisien tX = Mean n-Gain kelas eksperimenX = Mean n-Gain kelas kontrols = Simpangan baku gabungan
21s = Varians kelas eksperimen22s = Varians kelas kontrol
1n = Jumlah sampel kelas eksperimen
2n = Jumlah sampel kelas kontrol
4). Mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan level signifikan 0,05 dan
dk = n1+ n2 – 2 untuk σ12 = σ2
2
5) Membandingkan harga t hitung dengan t tabel dan menarik kesimpulan.
128
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Produk LKS berbasis discovery learning yang dikembangkan telah divalidasi
oleh ahli meliputi ahli konstruksi, desain dan isi. LKS yang dikembangkan
tersusun atas : 1) sintak-sintak yang terdapat pada model discovery learning
yang terdiri dari : stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data,
pengolahandata, verifikasi, dan generalisasi. 2) melatihkan keterampilan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. 3) bagian pendahuluan, isi dan
penutup.
2. LKS berbasis discovery learning dinyatakan valid. Hal ini dapat dilihat dari
hasil validasi ahli yang berkategori sangat tinggi untuk konstruk LKS dan
desain LKS, sedangkan kategori tinggi untuk isi LKS
3. LKS hasil pengembangan dinyatakan praktis. Hal ini dapat terlihat dari pe-
nilaian guru dan respon siswa terhadap LKS yang berkategori sangat tinggi,
respon positif siswa setelah menggunakan LKS dalam pembelajaran dengan
kategori sangat tinggi serta keterlaksanaan LKS yang berkategori tinggi
129
4. LKS hasil pengembangan dinyatakan efektif meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa dengan n-Gain = 0,48 kategori sedang dan mampu
meningkatkan sikap ilmiah siswa dengan n-Gain = 0,39 kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun saran peneliti adalah sebagai
berikut:
1. LKS yang dikembangkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran oleh
para guru pada materi zat aditif dan zat adiktif.
2. Agar keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dapat meningkat
perlu menerapakan model discovery learning pada beberapa materi
pembelajaran yang sesuai secara kontinu.
3. Bagi calon peneliti lain agar memperhatikan pengelolaan waktu saat pem-
belajaran menggunakan LKS berbais discovery learning karena tahapan
kegiatan yang relatif banyak meliputi stimulasi, identifikasi masalah,
mengumpulkan data, mengolah data, verifikasi dan generalisasi, sehingga
membutuhkan waktu yang lama terlebih bagi kelas yang belum pernah
menerapkan model discovery learning.
130
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2015. Guru Sains Sebagai Inovator. Media Akademi.
Yogyakarta.
Abu Jahjouh, Y. M. 2014. The Effectiveness E-Learning Forum in Planning for
Science Instruction. Journal of Science Education, 11 (4): 3-16
Afandi, Rifki. 2013. Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup melalui
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar sebagai Alternatif Menciptakan Sekolah
Hijau. PEDAGOGIA Vol. 2. No 1, Februari 2013. Tersedia:
http:journal.umsida.ac.id/files/rifkiV2.pdf. Diakses tanggal 9/03/2017
Anjarsari, Putri. 2013. Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu (Implementasi
Kurikulum 13). Makalah “Workshop Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Sains Terpadu untuk Meningkatkan Kognitif, Ketrampilan
Proses, Kreativitas, serta Menerapkan Konsep Ilmiah Siswa SMP”. Tanggal
7-12 September 2013. Sumber:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/putri-anjarsari. Diakses
tanggal 8/02/2017.
Anwar, H. 2009. Penilaian Sikap llmiah dalam Pembelajaran Sains. Jurnal
Pelangi Ilmu, 2(5).
Amri S & K Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
Kelas. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Apriani, FP. 2014. Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning dengan Pendekatan Scientific terhadap Berpikir kritis Siswa SMA. MIPA FKIP Pontianak.
Arikunto. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
Arikunto. 2008. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Resvisi).
Rineka Cipta. Jakarta.
Bamiro, A. O. 2015. Effects of guided discovery and think-pair-share
strategies on secondary school students‟ achievement in chemistry. SAGE
Open, 5(1), 2158244014564754.
131
Budur, E. L. 2013. Integrasi Pendidikan Karakter Melalui Inkuiri dengan Lesson Study
dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar
Kognitif Siswa Kelas VII SMPN I Singosari. Jurnal Pendidikan Sains.
Volume 1, Nomor 2.
Chrisna Alfian , dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Berbasis Joyful Learning (Interjoy) terhadap Keterampilan
Proses Sains Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran
2012/2013. Jurnal BIO-PEDAGOGI Volume 3, Pendidikan Biologi
FKIP UNS.
Cohen, Jacob. 1988. Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences
(2nd ed.). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Cohen, R.J and Swerdik, M.E., 2010. Psycological Testing and Assesment, 7th
Ed. McGraw-Hill International Edition. Singapore.
Corebima, A.D. 2005. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Asesmen.
Makalah. PTK A2. Malang.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Damanik, D. P. 2013. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah
pada Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry
Training (IT) dan Direct Instruction (DI). Jurnal. Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Medan.
Darmawan. 2010. Penggunaan Pembelajaran Berbasi Masalah dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darrusaadah Pandeglang. Jurnal Penelitian Pendidikan Volume 11
Nomor 2. Depdiknas. 2005. Landasan Teori dalam Pengembangan Metode Pengajaran.
Materi Pelatihan Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Alam. Depdiknas
Dirjen Pendasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.
Djojosoediro, Wasih. 2010. Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD.
Refika Aditama. Bandung
Ennis, Robert H. 1994. Critical Thinking Assesment. Theory Into Practice.
Volume 32 Number 3.
Eskandari, M. 2016. The Effect of Collaborative Discovery Learning Using
MOODLE on the Learning of Conditional Sentences by Iranian EFL
Learners. Journal Theory and Practice in Language Studies Vol. 6, No. 1.
132
Farikhah, R.H. 2013. Pengaruh Strategi Predict-Observasi-Explain
(POE)Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI di MAN Wonokromo Bantul
Tahun 2012/2013. (Skripsi). Prodi Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga.
Fraenkel, J. R, Wallen, N. E., & Hyum, H. H. (1993). How to design and
evaluate research in education Vol. 7. New York: McGraw-Hill.
Fakhruddin, 2010. Sikap Ilmiah Siswa d alam Pembelajaran Fisika dengan
Penggunaan Media Komputer Melalui Model Kooperatif Tipe Stad
pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri I Bangkinang Barat. Jurnal Geliga
Sains (Vol. 4, No. 1). Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas
Riau.
Fernandianto. 2013. Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap Ilmiah pada pembelajaran Fisika. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung. Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis:Sebuah Pengantar. Erlangga. Jakarta.
Hake, R. R. 2002. Anallyzing Change/Gain Scores. Dep. Of Physics Indiana
University. Diunduh dari http://www.physics.indiana.edu tanggal 5
November 2016.
Haryanto. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.
Hasabudin, N. 2011. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Penggunaan
Media Maket Melalui Contextual Teaching and Learning. Prosiding.
Jurusan PMIPA FKIP Unila. Disampaikan pada Seminar Nasional
Pendidikan MIPA, Unila.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran
Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia
Indonesia: Bogor.
Huda, M. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis
dan Paradigmatis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
http://www.learning-theories.com/discovery-learning-bruner.html Jan
22, 2007 Originator: Jerome Bruner, (diakses tanggal 26 Agustus 2016.)
IEA. 2012. TIMSS 2011 International Result in Mathematics. USA: TIMSS &
PIRLS International Study Center. Lynch School of Education Boston
College.
Ilahi, T. M. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & MentalVocational Skill.
DIVA Press. Yogyakarta.
133
Jauhar, M. 2011. Implementasi Paikem dari Behavioristiksampai Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi PustakaPublisher.
Jihad, A. & Haris, A. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Multi Persindo.
Yogyakarta
Insih Wilujeng. 2011. Model KBSB dalam Pembelajaran Sains Membentuk
Siswa Berkarakter. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Hasil
Penelitian dan Pendidikan MIPA di FMIPA UNY.
Kadri, M., & Rahmawati, M. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Discovery
Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Suhu Dan
Kalor. Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan, 1(1), 21-24.
[Kemendikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi
Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Khan, A.S; Shah, A.M; Mahmood Zareen, R. 2012. Scientific Attitude
Development at Secondary School Level: A comparison between methods
of teaching language. Review in India. 12(9), 439-454.
Kurniasih, I. dan B. Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
2013 Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013. Kata Pena.
Yogyakarta.
Kurnianto, H. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Disertai
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi
Hidrolisis Garam Kelas Xi Sma Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran
2014/2015. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 5 No. 1.
Leicester, Mal & Taylor, Denise. 2010. Critical Thinking across the Curriculum.
New York. McGraw-Hil Open University Press.
Liberna, H. 2015. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Melalui Penggunaan Metode Improve Pada Materi Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(3).
Liansari, R., Suwono, H., & Tenzer, A. 2 015. Pengembangan Lembar Kerja
Siswa Berbasis Discovery Learning Berbantuan Kartu Pintar Untuk
Pembelajaran Biologi Materi Sistem Reproduksi Manusia Kelas Xi Sma
Negeri 6 Malang. Skripsi Jurusan Biologi-Fakultas Mipa Um, 2015(2015).
Malmir, A., & Shoorcheh, S. 2012. An investigation of the impact of
teaching critical thinking on the Iranian EFL learners‟ speaking
skill. Journal of Language Teaching and Research, 3(4), 608-617.
134
Mangao, D. D. 2011. Enhancing Higher Order Thinking Skill in Secondary
ScienceVia Information and Communication Technology. Penang.
Southeast Asian Minister of Education Organizasion. Regional Center for
Education in Science and Mathematics.
Meltzer, David E. (2002). The Relationship between mathematics preparation
and conceptual Learning Gain in Physics: „hidden variable‟ in Diagnostic
pretest Scores‟. American Journal of Physics. 70, (12).
Melani, R. 2012. Pengaruh Metode Guided Discovery Learning Terhadap Sikap
Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa SMA Negeri
Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Biologi FKIP
UNS.
Muttaqiin, A., & Sopandi, W. 2016. Pengaruh Model Discovery Learning
Dengan Sisipan Membaca Kritis Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa. Edusains, 8(1), 57-65.
Nafiah, Izzaton dan prasetyo, A. P. B. 2015. Analisis Kebiasaan Berpikir Kritis
Siswa Saat Pembelajaran IPA Kurikulum 2013 Berpendekatan Scientific.
Journal of Biology Education . Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri
Semarang, Indonesia.
Nasir, M., & Jufri, W. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 5e
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA (Jppipa), 1(2).
Nieveen, N. 2007. Formative Evaluation in Educational Design Research. dalam
Plopm T & Nieveen, N (Eds.). An Instructional to Education. Netherland:
SLO. Pajares NSTA (2005). “National science Education Standards.”
http://www.nap.edu/readingroom/books/nses/html.
Nugraha, M.G. (2011). Model Pembelajaran Berbantukan Simulasi Komputer
untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Korelasi dengan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pokok Bahasan Fluida Statis. Tesis.
Pascasarjana Program Studi Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Fisika.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Nurhasanah. 2016. Pembelajaran Inquiri Terbimbing dengan Group Investigation
(GA) pada Konsep Fungi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
OECD. 2014. PISA 2012 Result in Focus: What 15-year-olds know and what they
can do with what they know. {on line} Tersedia:
http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012results-overview. Pdf.
135
Olasehinde, K. J., & Olatoye, R. A. 2014. Scientific attitude, attitude to science
and science achievement of senior secondary school students in Katsina State,
Nigeria. Journal of Educational and Social Research, 4(1), 445.
Olatoye, R. A., & Aderogba, A. A. 2012. Harnessing the Power of Emotional
Intelligence, Scientific Literacy and Problem-Solving Skills for Successful
Living. Pacific Journal of Science and Technology, 13(1), 403-417.
Permendikbud Nomor 65. 2013. Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah. Kemdikbud. Jakarta.
Permendikbud Nomor 67. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Kemdikbud. Jakarta.
Permendikbud Nomor 59. 2014. Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/
Madrasah Aliyah. Kemdikbud. Jakarta.
Pitafi, A. I., & Farooq, M. 2012. Measurement of scientific attitude of
Secondary school students in Pakistan. Academic Research
International, 2(2), 379.
Pratisto, Arif. 2004. Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS.
PT. Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
DIVA Press. Yogyakarta.
Prasetyo, W. 2012. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan
Pendekatan PMR pada Materi Lingkaran di Kelas VIII SMPN 2 Kepohbaru
Bojonegoro. Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan, 1(1).
Pratiwi, F. A., & Rasmawan, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Model Discovery
Learning dengan Pendekatan Saintifik Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3(7).
Purwanto. 1994. Evaluasi Hasil Belajar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Purwanto, C. E. dkk. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery
pada Materi Pemantulan Cahaya Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis.
Jurnal. Unnes Physics Education Journal, volume 1, No 1.
Rahmawati, N. D. 2014. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Heuristik Polya
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIIIC
SMP Negeri 6 Yogyakarta. Skrpsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
136
Ratumanan, T. G. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif dengan
Setting Kooperatif (Model PISK) dan Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa SLTP di Kota Ambon. Disertasi. Program Pascasarjana
UNESA. Surabaya.
Ristontowi . 2011 . Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Melalui Pembelajaran Creative Problem Solving. Prosiding. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMB.
Ristiasari, T., Priyono, B., & Sukaesih, S. 2012. Model Pembelajaran Problem
Solving dengan Mind Mapping terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa. Unnes Journal of Biology Education, 1(3).
Rosidin, Undang. 2013. Dasar-dasar dan Perancangan Evaluasi Pembelajaran
Pedoman Praktikum. Lampung Universitas. Lampung.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme
Guru). Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Saradima, A. 2014. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Pendekatan
Ilmiah pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali kelarutan. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Schunk, D. H. 2012. Learning theories: An educational perspective. Boston:
Pearson.
Sembiring, S. W. B., & Sihombing, E. 2014. Penerapan Model Pembelajaran
Guided Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi
Pokok Suhu dan Kalor di Kelas X Semester I SMA Negeri 1 Kuala Ta
2012/2013. Inovasi Pembelajaran Fisika (Inpafi), 2(1).
Slameto. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rhineka cipta. Jakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian & Pengembangan. Alfabeta. Bandung.
Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.
Sunarjinah, dkk. 2016. The Effect of Learning Strategy and Achievement
Motivation towards Learning Natural Science Outcome and Scientific
Attitude at Eight Grade of Junior High School. IOSR Journal of Research &
Method in Education (IOSR-JRME). Volume 6, Issue 2 Ver. I
Sunyono. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalam
Membangun Model Mental dan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa.
Disertasi Doktor. Tidak diterbitkan. Pascasarjana Universitas Negeri
Surabaya
137
Supriyadi. 2014. Pembelajaran Berbasis Praktiukum Virtual untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas X
pada konsep daur materi. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Susilawati, Ika. 2010. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Didasarkan pada Model STAD dan PBL. UIN Maulana Malik Ibrahim.
Malang.
Suyanto, S., Paidi, Wilujeng, I . 2011. Lembar Kerja Siswa. (online),
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-insih-wilujeng-
mpd/Lembar Kerja Siswa.docx, (diakses tanggal 17 Agustus 2016)
Sya‟afi, N. O. O. R. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning (PTK Pembelajaran
Matematika di Kelas XI IPA-2 MAN 2 Boyolali Tahun Ajaran
2013/2014)(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
TIM BBE. 2003. Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup, Melalui
Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas. Lembaga Pengabdian
Masyarakat UNESA_JATIM: SIC. Depdiknas.
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.
Uside, O. N., Barchok, K. H., & Abura, O. G. 2013. Effect Of Discovery
Method On Secondary School Student‟s Achievement In Physics In Kenya.
learning, 2(3).
Widiadnyana, I. W., Sadia, I. W., & Suastra, I. W. 2014. Pengaruh Model
Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan IPA, 4(1).
Widjajanti, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Disampaikan
dalam Seminar Pelatihan penyusunan LKS untuk Guru SMK/MAK pada
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Jurusan Pendidikan FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta.
Widowati, A., & Anjarsari, P. 2013. Pengembangan Integrated Science
Worksheet Berbasis Guided Inquiry Learning dalam Rangka Menyongsong
Kurikulum 2013. Jpms (Jurnal Pendidikan Matematika Dan Sains), 2(2).
Widodo, A. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Keterampilan
Proses Sains pada Materi Asam Basa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Widura, H. S., Karyanto, P., & Ariyanto, J. 2015. Pengaruh Model Guided
Discovery Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X Sma
Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Bio-Pedagogi, 4(2), 25-30.
138
Wulandari, S. 2012. Pengembangan LKS Pendidikan IPA dengan Menerapkan
Pendekatan Guided Inquiry pada Tema Penjernihan Air untuk SMP. Jurnal
IPA FMIPA UNY. 3(4)