PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN...

104
PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU MENGGUNAKAN Trichoderma viride, Aspergillus niger DAN Saccharomyces cerevisiae I WAYAN ARNATA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN...

Page 1: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGIBIOPROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI

KAYU MENGGUNAKAN Trichoderma viride,Aspergillus niger DAN Saccharomyces cerevisiae

I WAYAN ARNATA

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2009

Page 2: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBERINFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSESPEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU MENGGUNAKANTrichoderma viride, Aspergillus niger DAN Saccharomyces cerevisiae adalahbenar merupakan karya sendiri dibawah arahan Komisi Pembimbing dan belumpernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan secarajelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2009

I Wayan ArnataNRP : F351070111

Page 3: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

iii

ABSTRACT

I WAYAN ARNATA. Development of Alternative Bioprocess Technology toBioethanol Production from Cassava by Trichoderma viride, Aspergillus nigerand Saccharomyces cerevisiae. Supervised by Dwi Setyaningsih and NurRichana.

Cassava (Manihot utilisima) is one of viable feedstock for bioethanolproduction that contains starch and fiber. Both components can be hydrolyzedthrough the acid and enzymatic processes. T. viride is capable of producingcellulase useful for cellulose hydrolysis, while A. niger is able to produceamyloglucosidase for starch hydrolysis. Glucose produced in this step is used byS. cerevisiae as fermentation substrate to produce ethanol.

This study aimed at increasing the yield of ethanol concentration fromcassava by making bioprocess alternative through mixed culture T. viride, A. nigerand S. cerevisiae at both acid and enzyme hydrolisate.

The experiments were performed in three stages. The first stage was thecultivation of T. viride and A. niger to determine the stationary phase of maximumspore yield. The second stage was the determination of the produce time neededthat gave maximum enzyme activity. Enzyme assay was conducted by measuringthe cellulase (CMC-ase, FP-ase) and amyloglucosidase (AMG) activities. Thethird stage was the hydrolysis and fermentation processes with six alternatives ofproduction process and one control. The first treatment (P1) was using acidhydrolisate and the addition of coculture gradually. The second treatment (P2) wasusing acid hydrolisate and the addition of mixed culture simultaneously. The thirdtreatment (P3) was using enzyme hydrolisate with SFS coculture addition. Theforth treatment (P4) was using enzyme hydrolisate with the addition of crudecellulase enzyme in the saccharification process. The fifth treatment (P5) wasusing enzyme hydrolisate and the addition of mixed culture gradually. The sixthtreatment (P6) was using enzyme hydrolisate with the addition of commercialcellulase enzyme in the saccharification process. The control process (P7) wasusing enzyme hydrolisate and the addition of monoculture S. cerevisiae.Observations during the fermentation process included changes in the total sugarconcentration (Dubois et al., 1956), pH, concentration of the crude fibre residue(AOAC, 1984) and the ethanol concentration (Gas Chromatography).

From the experiments, the stationary phase of maximum spore yieldoccurred after 7 days of cultivation of T. viride and A. niger with maximum sporenumber of 1.51 x 10 9 and 1.26 x 10 9, respectively. Maximum cellulose andAMG activities obtained after 7 days of fermentation with the CMC-ase activitiesof 5.05 ± 0.42 U/ml, FP-ase of 4.77 ± 0.72 U/ml and AMG of 62.77 ± 4.49 U/ml.

With mixed culture T. viride, A. niger and S. cerevisiae in the fermentationprocess of the enzyme hydrolisate and SFS for 4 days, ethanol concentrationincreased from 5.36 ± 0.63 % (b/v) in the control to 7.41 ± 1.79 % (b/v) or anincrease of 38.29 % compared to that of monoculture S. cerevisiae, whilegradually addition of coculture in the fermentation process was only able toincrease the ethanol concentration of 5.36 ± 0.63 % (b/v) in the control to 6.38 ±0.83 % (b/v) or increasing 19.06 % compared to that of monoculture S. cerevisiae.

Page 4: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

iv

Mixed culture T. viride, A. niger and S. cerevisiae in the fermentationprocess of acid hydrolisate either done gradually or with simultaneoussaccarification and fermentation was not able to increase ethanol concentrationwhen compared to control. However, ethanol concentration increased significantlywith AMG addition of crude and commercial cellulase in the saccharificationprocess. The ethanol concentration increased from 5.36 ± 0.63 % (b/v) in thecontrol to 9.29 ± 1.76 % (b/v) (adding crude cellulase) and 8.92 ± 0.73 % (b/v)(commercial cellulase) or an increase of 73.45 % and 64.42 %, respectively,compared to that of the monoculture. The experiments resulted that the highestethanol concentration is produced from the fourth treatment (P4) that is 9.29 ±1.76 % (b/v) with yield of 34.77 % (v/b).

Keywords: Bioprocess, Bioethanol, Cassava, Mixed culture.

Page 5: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

v

RINGKASAN

I WAYAN ARNATA. Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses PembuatanBioetanol Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus nigerdan Saccharomyces cerevisiae. Dibimbing oleh Dwi Setyaningsih dan NurRichana.

Ubi kayu (Manihot utilisima) merupakan salah satu bahan baku pembuatanbioetanol yang mengandung fraksi pati dan serat. Kedua fraksi ini dapatdihidrolisis secara asam maupun enzim. Jenis kapang T. viride mampumenghasilkan selulase yang berguna untuk menghidrolisis serat (selulosa) dan A.niger mampu menghasilkan amiloglukosidase untuk menghidrolisis pati. Hasilhidrolisis berupa glukosa dapat dipergunakan oleh S. cerevisiae sebagai substratfermentasi untuk menghasilkan etanol.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan alternatif teknologi bioprosespembuatan bioetanol terbaik dari ubi kayu menggunakan kultur campuran T.viride, A. niger dan S. cerevisiae baik pada hidrolisat asam maupun enzim.

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan kultivasipertumbuhan T. viride dan A. niger untuk menentukan fase stasioner yangmenghasilkan jumlah spora maksimal. Tahap kedua dilakukan untuk menentukanlama proses produksi yang menghasilkan aktivitas enzim maksimal. Pengujianenzim dilakukan dengan mengukur aktivitas selulase (CMC-ase, FP-ase) danamiloglukosidase (AMG). Tahap ketiga dilakukan proses hidrolisis danfermentasi dengan enam alternatif proses produksi dan satu proses kontrol.Pengamatan selama proses fermentasi meliputi perubahan konsentrasi total gula(Dubois et al. 1956), pH, konsentrasi serat kasar sisa (AOAC,1984) dankonsentrasi etanol.

Dari hasil penelitian, fase stasioner pertumbuhan spora T. viride dan A.niger diperoleh setelah kultivasi selama 7 hari dengan jumlah spora maksimummasing-masing 1,51 x 10 9/ml dan 1,26 x 10 9/ml. Aktivitas selulase dan AMGmaksimum diperoleh setelah fermentasi selama 7 hari dengan aktivitas CMC-ase5,05 ± 0,42 U/ml, FP ase 4,77 ± 0,72 U/ml dan AMG 62,77 ± 4,49 U/ml.

Penggunaan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae padaproses proses fermentasi substrat hidrolisat enzim secara SFS selama 4 hari dapatmeningkatkan konsentrasi etanol etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 7,41 ±1,79 % (b/v) atau meningkat 38,29 % dibandingkan dengan menggunakan kulturtunggal S. cerevisiae, sedangkan penggunaan kultur campuran yang ditambahkansecara bertahap pada proses fermentasi hanya mampu meningkatkan konsentrasietanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 6,38 ± 0,83 % (b/v) atau meningkat19,06 % terhadap penggunaan kultur tunggal S. cerevisiae .

Penggunaan kultur campuran T. viride dan S. cerevisiae pada prosesfermentasi substrat hidrolisat asam baik yang dilakukan secara bertahap maupunsecara SFS belum mampu meningkatkan konsentrasi etanol jika dibandingkandengan kontrol. Adanya penambahan AMG dengan selulase kasar dan komersialpada tahap sakarifikasi juga dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ±0,63 % (b/v) menjadi 9,29 ± 1,76 % (b/v) (penambahan selulase kasar) dan 8,92 ±

Page 6: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

vi

0,73 % (b/v) ( selulase komersial) atau masing-masing meningkat 73,45 % dan64,42 % terhadap penggunaan kultur tunggal.

Page 7: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009Hak Cipta dilindungi Undang-Undang1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini

tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 8: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

viii

PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSESPEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU

MENGGUNAKAN Trichoderma viride, Aspergillus niger DANSaccharomyces cerevisiae

I WAYAN ARNATA

TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains padaProgram Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2009

Page 9: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

ix

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengembangan Alternatif Teknologi BioprosesPembuatan Bioetanol Dari Ubi Kayu MenggunakanTrichoderma viride, Aspergillus niger danSaccharomyces cerevisiae

Nama Mahasiswa : I Wayan ArnataN RP : F351070111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Dr. Ir. Nur Richana, M.Si.Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi a.n. Dekan Sekolah PascasarjanaTeknologi Industri Pertanian Sekretaris Program Magister

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si.

Tanggal ujian : 1 September 2009 Tanggal lulus :

Page 10: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

x

PRAKATA

Puji syukur penulis pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelititan yang

berjudul : “Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

Bioetanol Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger

dan Saccharomyces cerevisiae” tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Dr. Ir. Nur Richana, M.Si. selaku Anggota Komisi

Pembimbing atas bimbingan dan arahannya.

Ayahanda I Nyoman Kader, Ibunda Ni Made Kedri, Istri Nelly Verawati,

SP dan Kedua putriku Wayan Arlyana Anantha dan Kadek Arlyatha Anantha

tercinta. Keluarga Bapak Petrus Sarijono dan Ibu Lucia Siti Rahayu di Caruban

Madiun. Teman-teman di Perhimpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Bali

“Puhnawacana” DR. drh. Nyoman Suarsana, drh. I Gst Ngurah Sudisma, MSi, drh

Made Rai Yasa, MP, Ni Luh Yulianti, STp. M.Si. Diah STp. M.Si, , drh.Yudi A.

Ibu Suci, SPt dan Gayeng, ST. Teman-teman dan rekan kerja di FTP Udayana

terima kasih atas motivasinya. Seluruh staf pengajar Teknologi Industri Pertanian

dan Staf Laboran, staf administrasi di Lingkungan Fateta IPB dan Teman-teman

Teknologi Industri Pertanian ’07 dan tidak lupa juga kepada Yuyun, Jihan, Asep,

Lily, Mbak Fitri dan Yusup terima kasih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar

dapat memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ini lebih lanjut.

Bogor, September 2009

Page 11: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ungasan, Kuta Selatan Badung Bali pada

tanggal 20 Juni 1978 sebagai anak tunggal dari I Nyoman Kader dan Ni Made

Kedri. Penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar tahun 1984 dan lulus tahun 1990

di SDN 4 Jimbaran, melanjutkan ke jenjang SMP tahun 1990 dan lulus tahun

1993 di SMPN 2 Kuta, jenjang SMA tahun 1993 sampai 1996 di SMAN 5

Denpasar. Penulis melanjutkan kuliah strata 1 tahun 1996 di Program Studi

Teknologi Pertanian Universitas Udayana sampai tahun 2001. Dari tahun 2001

sampai 2005 penulis sempat bekerja sebagai pegawai swasta sebelum menjadi staf

dosen di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pada tahun 2007

melalui dana beasiswa pendidikan BPPS penulis melanjutkan kuliah strata 2 di

Sekolah Pascasarjana, Teknologi Industri Pertanian IPB.

Bogor, September 2009

Penulis

Page 12: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah...................................................................................... 3

1.3 Tujuan........................................................................................................ 3

1.4 Hipotesis .................................................................................................... 3

1.5 Ruang lingkup ........................................................................................... 4

1.6 Kerangka pemikiran .................................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu ................................................................................................... 6

2.2 Polisakarida Dalam Ubi Kayu.................................................................... 8

2.3 Bioetanol .................................................................................................... 9

2.4 Hidrolisis Asam.......................................................................................... 13

2.5 Hidrolisis Enzim ....................................................................................... 15

2.6 Sakarifikasi Fermentasi Simultan (SFS) .................................................... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 20

3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................... 20

3.2.1 Bahan....................................................................................................... 20

3.2.2 Alat.......................................................................................................... 20

3.3 Tahapan Penelitian ..................................................................................... 20

3.3.1 Karakteristik ubi kayu ............................................................................. 21

3.3.2 Persiapan kultur T. viride. ....................................................................... 21

Page 13: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xiii

3.3.3 Persiapan kultur A. Niger ........................................................................ 22

3.3.4 Persiapan kultur S. Cerevisiae................................................................. 22

3.3.5 Produksi enzim glukoamilase A. Niger ................................................... 22

3.3.6 Produksi enzim selulase T. Viride........................................................... 22

3.3.7 Pembuatan etanol .................................................................................... 23

3.3 Teknik Analisis Data..................................................................................... 24

3.4.1 Produksi enzim selulase ............................................................................ 24

3.4.2 Produksi enzim amiloglukosidase............................................................. 25

3.4.3 Proses hidrolisis ........................................................................................ 26

3.4.2 Proses fermentasi ...................................................................................... 26

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi kimia ubi kayu ......................................................................... 28

4.2 Kultivai dan Produksi Enzim ..................................................................... 30

4.2.1 Kultivasi Trichoderma viride ................................................................. 31

4.2.2 Produksi enzim selulase .......................................................................... 32

4.2.3 Kultivasi Aspergillus niger dan produksi amiloglukosidase.................. 33

4.3 Proses hidrolisis dan karakteristik hidrolisat ............................................. 35

4.4 Proses fermentasi ....................................................................................... 39

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 55

5.2 Saran............................................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan produksi ubi kayu Indonesia................................................. 7

2. Sifat fisiko kimia ubi kayu dan tepung ubi kayu .......................................... 8

3. Perbandingan keuntungan dan kelemahan antaraconcentrated-acid hydrolisis dengan dilute-acid hydrolisis ......................... 14

4. Kondisi hidrolisis dan fermentasi tahapan proses......................................... 24

5. Hasil analisa komposisi kimia ubi kayu........................................................ 28

6. Karakteristik hasil hidrolisis asam dan enzim............................................... 36

Page 15: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ................................................................... 5

2. Struktur selulosa............................................................................................ 9

3. Mekanisme proses glikolisis ......................................................................... 19

4. Tahapan penelitian ........................................................................................ 21

5. Inokulum T. viride dan A. niger ................................................................ 30

6. Kurva pertumbuhan T. viride, aktivitas CMC-ase dan FP-ase...................... 31

7. Kurva pertumbuhan A. niger dan aktivitas glukoamilase ............................ 34

8. Pengaruh hidrolisis terhadap total gula dan gula pereduksi.......................... 37

9. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P1 ...................................... 41

10. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P2 ...................................... 41

11. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P3 ...................................... 42

12. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P4 ...................................... 43

13. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P5 ...................................... 44

14. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P6 ...................................... 45

15. Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P7 ...................................... 46

16. Pengaruh jenis perlakuan fermentasi terhadapkonsentrasi etanol, rendemen dan efisiensi substrat .................................... 48

17. Pengaruh jenis perlakuan fermentasi terhadapkonsentrasi serat kasar sisa dan total gula sisa............................................. 53

Page 16: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Analisa .......................................................................................... 63

2. Alternatif tahapan proses pembuatan bioetanol ............................................ 70

3. Kurva standar DNS dan total gula ................................................................ 75

4. Analisis deskriptif pertumbuhan jumlah spora T. viride dan A. niger......... 76

5. Analisa aktivitas enzim selulase dan glukoamilase ...................................... 77

6. Analisis keragaman hasil hidrolisis tepung ubi kayu.................................... 81

7. Perubahan total gula selama fermentasi........................................................ 83

8. Perubahan pH selama fermentasi .................................................................. 86

9. Hasil produksi etanol .................................................................................... 89

10. Hasil analisis keragaman terhadap produksi etanol ...................................... 91

11. Hasil analisis keragaman serat kasar sisa...................................................... 92

Page 17: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ani Suryani, DEA.

xvii

Page 18: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioetanol merupakan hasil proses fermentasi glukosa dari bahan yang

mengandung komponen pati atau selulosa. Kedua komponen ini merupakan

homopolimer dari glukosa. Bietanol dapat dipergunakan sebagai salah satu energi

alternatif pensubsitusi bensin yang ramah lingkungan jika dibandingkan dengan bahan

bakar fosil. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2007),

proyeksi konsumsi etanol untuk mensubsitusi 5 % premium (E5) di Indonesia dari tahun

2007 – 2010 ditargetkan sekitar 5 % dan tahun 2011 - 2015 ditargetkan sekitar 10 %

atau sekitar 2,78 juta kL dari total konsumsi.

Berbagai jenis sumber bahan baku bioetanol terdapat di Indonesia, seperti ubi

kayu, sagu, ubi jalar dan tetes tebu. Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol mempunyai

kelebihan yaitu dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, mempunyai daya tahan

tinggi terhadap penyakit dan dapat diatur masa panennya. Perkembangan produksi ubi

kayu di Indonesia mengalami peningkatan sekitar 23 % (16 ton menjadi 20 ton) dari

tahun 2000 - 2008 (Deptan 2008). Ubi kayu mempunyai kadar karbohidrat sekitar 32 –

35 % yang sebagian besar adalah pati yaitu sekitar 83,8%. Komponen-komponen lain

ubi kayu terdiri dari air, protein, lemak, serat dan abu. Serat pada ubi kayu tersusun dari

selulosa, hemiselulosa, lignin dan protein. Konversi bahan baku pati ubi kayu menjadi

bioetanol menghasilkan rendemen sekitar 16, 67 %, ini berarti setiap pengolahan 1 ton

ubi kayu akan menghasilkan 166,7 liter bioetanol (Nurdyastuti 2005). Rendemen yang

dihasilkan pada proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu sangat tergantung pada

kemampuan proses hidrolisis komponen-komponen ubi kayu terutama pati menjadi

glukosa, selanjutnya tinggi rendahnya kandungan glukosa hasil hidrolisis akan

mempengaruhi proses fermentasi dalam pembentukan etanol.

Penggunaan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol selama ini lebih banyak

hanya memanfaatkan kandungan patinya, sedangkan komponen-komponen biomassa

seperti selulosa dan hemiselulosa yang juga mempunyai potensi menghasilkan bioetanol

belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan dalam proses hidrolisisnya

hanya menggunakan enzim-enzim amilolitik yang hanya mampu menghidrolisis fraksi

pati.

Page 19: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

2

Hidrolisis pati dan serat dapat dilakukan secara kimiawi atau enzimatik.

Hidrolisis kimiawi biasanya menggunakan asam seperti H2SO4 dan HCl. Dalam

menghasilkan glukosa, hidrolisis dengan asam akan memotong ikatan pada pati dan

serat secara acak. Hidrolisis enzimatik dilakukan dengan menggunakan enzim α-amilase

dan amiloglukosidase. Enzim α-amilase dapat menghidrolisis molekul pati baik pada

amilosa maupun pada amilopektinnya. Hasil akhir hidrolisis amilosa adalah glukosa dan

maltosa, sedangkan hasil akhir hidrolisis amilopektin menghasilkan campuran limit

dekstrin, maltosa, isomaltosa dan disertai sedikit glukosa. Enzim amiloglukosidase

mampu menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul glukosa. Enzim glukoamilase

dapat diperoleh dari strain Aspergillus niger atau Rhizopus (Tjokroadikoesoemo 1986).

Selulosa mempunyai potensi sebagai bahan baku bioetanol karena komponen

selulosa tersusun dari homopolimer D-glukosa. Enzim selulase merupakan kompleks

enzim yang dapat mengkatalisis penguraian selulosa menjadi glukosa. Beberapa spesies

seperti Trichoderma viride dan Fusarium oxysporum dilaporkan mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase. Hidrolisis komponen selulosa dan

hemiselulosa dalam ubi kayu dapat dilakukan dengan hidrolisis asam maupun enzim.

Hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hemiselulosa akan

menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya.

Proses pengolahan ubi kayu menjadi bioetanol secara umum dimulai dari proses

pencucian, pemarutan, hidrolisis atau dilikuifikasi dengan menggunakan enzim α-milase,

kemudian sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase dan fermentasi menggunakan S.

cerevisiae. Penggunaan enzim α-amilase dan amiloglukosidase pada proses produksi

hanya mampu menghidrolisis fraksi pati menjadi glukosa dengan memutus ikatan α-1,4

dan α-1,6 glikosidik pada fraksi amilosa dan amilopektin, sedangkan fraksi serat atau

selulosa yang mempunyai ikatan β-1,4 glikosidik tidak mampu dihidrolisis oleh enzim-

enzim amilolitik (Thomas dan William 1997).

Dalam penelitian ini, tahap hidrolisis yang biasanya dilakukan secara enzimatis

terhadap fraksi pati, akan dicoba dibandingkan dengan hidrolisis secara kimiawi

menggunakan asam terhadap fraksi pati dan serat. Tahap sakarifikasi dan fermentasi

dilakukan secara bertahap dan simultan (SFS) dengan menggunakan kultur campuran T.

virid, A. niger dan S. cerevisiae. SFS dilakukan dengan mengkombinasikan proses

sakarifikasi dan fermentasi pada satu tahap. Dengan cara ini, matrik selulosa yang

melindungi fraksi pati, diharapkan menjadi longgar atau terhidrolisis menjadi glukosa,

Page 20: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

3

sehingga dapat meningkatkan konsentrasi glukosa. Dengan meningkatnya konsentrasi

glukosa diharapkan dapat meningkatkan produksi etanol.

1.2 Rumusan Masalah

Pembuatan bioetanol dari ubi kayu masih dapat ditingkatkan konsentrasi atau

rendemen etanolnya dengan aplikasi enzim atau kultur campuran. Adanya kendala

harga enzim atau kultur mikroba yang relatif mahal atau sukar didapatkan, maka dalam

penelitian ini akan dicoba dengan aplikasi hidrolisis menggunakan asam. Berdasarkan

latar belakang di atas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah

mengembangkan alternatif teknologi bioproses pembuatan bioetanol dari ubi kayu

dengan menggunakan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae baik pada

substrat hidrolisat asam maupun enzim.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan alternatif teknologi bioproses

pembuatan bioetanol terbaik dari ubi kayu menggunakan filtrat enzim selulase kasar

dan komersial serta kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae baik pada

substrat hidrolisat asam maupun enzim.

1.4 Hipotesis

T. viride merupakan jenis kapang yang mampu menghasilkan selulase yang

berguna untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, sedangkan A. niger mampu

menghasilkan amiloglukosidase yang berfungsi untuk menghidrolisis fraksi pati

menjadi glukosa.

Filtrat enzim selulase, AMG kasar dan kultur campuran dari T. viride dan A.

niger pada substrat hidrolisat asam maupun enzim dari ubi kayu diharapkan dapat

meningkatkan hidrolisis fraksi serat dan pati menjadi glukosa yang selanjutnya

dipergunakan sebagai substrat fermentasi oleh S. cerevisiae. Dengan demikian

konsentrasi etanol akan meningkat jika dibandingkan dengan substrat yang hanya

melalui hidrolisis menggunakan enzim amilolitik dan kultur tunggal S. cerevisiae.

Page 21: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

4

1.5 Ruang lingkup

Untuk mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, maka ruang lingkup penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan kultivasi pertumbuhan T. viride dan A. niger untuk menghasilkan spora

maksimal.

2. Produksi enzim kasar selulase dengan penginduksi onggok oleh T. viride dan

produksi amiloglukosidase dengan penginduksi pati ubi kayu oleh A. niger.

3. Proses hidrolisis dilakukan secara kimiawi menggunakan H2SO4 tanpa pemisahan

fraksi serat dengan pati dan dibandingkan dengan hasil hidrolisis yang dilakukan

secara enzimatis.

4. Proses sakarifikasi dan fermentasi dilakukan dengan sistem batch secara simultan

dan bertahap menggunakan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae

untuk menghasilkan etanol.

Page 22: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

5

1.6

Ker

an

gk

ap

emik

iran

Gam

bar

1.K

eran

gk

apem

ikir

anpen

elit

ian

Page 23: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot utilissima pohl) berasal dari Benua Amerika dan Bangsa

Portugis membawanya ke Afrika dan digunakan sebagai bahan makanan. Ubi kayu saat

ini penyebarannya hampir keseluruh dunia dan berkembang di negara-negara yang

terkenal wilayah pertaniannya. Ubi kayu ditanam secara komersial di wilayah Indonesia

sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke

Nusantara dari Brasil. Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah :

Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan

Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji

Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup

Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl ; Manihot esculenta Crantz sin.

Ubi kayu termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau mudah patah. Ubi

kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian

tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai

ketinggian 1-4 meter. Ubi kayu mempunyai panjang fisik rata-rata bergaris tengah 2-3

cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Daging umbinya

berwarna putih atau kekuning-kuningan. Ubi kayu biasanya diperdagangkan dalam

bentuk masih berkulit. Umbinya mempunyai kulit yang terdiri dari 2 lapis yaitu kulit luar

dan kulit dalam. Daging umbi berwarna putih atau kuning. Di bagian tengah daging umbi

terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging umbi

terdapat lapisan kambium.

Ubi kayu menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman

berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton per ha. Daun umbi

Page 24: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

7

muda dari jenis yang beracun berguna untuk berbagai macam sayur. Daun yang kering

untuk makanan ternak. Batangnya dapat digunakan untuk kayu bakar dan kadang-kadang

untuk pagar hidup. Salah satu varietas tanaman ini mempunyai daun yang indah

warnanya yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Syarief 1988).

Ubi kayu mengandung racun yang disebut asam sianida (HCN). Berdasarkan

kandungan asam sianidanya, ubi kayu dapat digolongkan menjadi empat yaitu (a)

golongan tidak beracun, mengandung HCN 50 mg per kg umbi segar yang telah diparut,

(b) beracun sedikit mengandung HCN antara 50 dan 80 mg per kg, (c) beracun,

mengandung HCN antara 80 dan 100 mg per kg dan (d) sangat beracun, mengandung

HCN lebih besar dari 100 mg per kg. Ubi kayu yang tidak beracun dikenal sebagai ubi

kayu manis sedangkan ubi kayu yang beracun disebut ubi kayu pahit.

Ubi kayu memiliki kelebihan sebagai bahan baku bioetanol yaitu dapat tumbuh di

tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan dapat

diatur waktu panennya. Potensi pengembangan produksi ubi kayu di Indonesia disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan produksi ubi kayu Indonesia

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2000 1.284.040 16.089.020

2001 1.317.912 17.054.648

2002 1.276.533 16.912.901

2003 1.244.543 18.523.810

2004 1.255.805 19.424.707

2005 1.213.460 19.321.183

2006 1.227.459 19.986.640.

2007 1.201.481 19.988.058

2008 1.178.306 20.834.241

Sumber : Departemen Pertanian (2008)

Ubi kayu sebagai bahan baku energi alternatif hanya memiliki kadar karbohidrat

sekitar 32 – 35 % dan dengan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung.

Sifat fisiko kimia ubi kayu dan tepung ubi kayu disajikan pada Tabel 2 berikut.

Page 25: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

8

Tabel 2. Sifat fisiko kimia ubi kayu dan tepung ubi kayu

Jumlah (%) (b/b)Komponen

Ubi kayu(a) Ubi kayu(b)

Air 62 – 65 59,40

Karbohidrat 32 – 35 38,10*

Protein 0,7 – 2,6 0,70

Lemak 0,2 – 0,5 0,20

Serat 0,8 – 1,3 0,6

Abu 0,3 – 1,3 1,00Sumber : a. Kay (1979); b Balagopalan et al.(1988)Keterangan : *) Dihitung berdasarkan by difference

2.2 Polisakarida Dalam Ubi Kayu

Polisakarida yang menyusun ubi kayu terdiri dari pati, selulosa dan hemiselulosa.

Pati pada tumbuhan dipergunakan sebagai cadangan makanan yang dapat diuraikan

menjadi glukosa dan dikonversikan menjadi energi. Pada saat yang tepat, tubuh tanaman

akan mensintesa α-amilase, β-amilase dan R-enzim yang secara bersama-sama

dipergunakan untuk memutuskan ikatan-ikatan rantai pati menjadi molekul-molekul

glukosa bebas (Tjokroadikoesoemo 1986).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari

dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas yaitu fraksi amilosa dan amilopektin.

Fraksi amilosa sifatnya larut dalam air panas dan fraksi amilopektin bersifat tidak larut.

Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin

mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4 – 5 % dari berat total

(Winarno 1992). Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida

lainnya. Pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa di dalam rantai

percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6 sangat sukar

diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan katalisator asam.

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan rantai linier yang terdiri dari satuan

glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan keempat.

Ikatan yang terbentuk disebut dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur linier

Page 26: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

9

menyebabkan selulosa bersifat kristalin, tidak mudah larut dan tidak mudah didegradasi

secara kimia maupun mekanis. Rumus bangun selulosa disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur selulosa

Selulosa bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan protein berfungsi untuk

membentuk struktur jaringan dinding sel tanaman (Holtzapple 1993). Selulosa dapat

berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa

dan lignin merupakan komponen utama penyusun tanaman yang dihasilkan melalui

proses fotosintesis. Komponen-komponen ini dapat diuraikan menjadi komponen-

komponen yang lebih sederhana oleh aktifitas mikroorganisme dan dipergunakan sebagai

sumber energi (Enari 1983).

2.3 Bioetanol

Bioetanol merupakan etanol atau kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau

sering juga disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan

mempunyai bau khas. Berat jenis pada suhu 15oC sebesar 0,7937 dan titik didihnya

78,32 oC pada tekanan 76 mmHg. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter dan

mempunyai panas pembakaran 328 Kkal.

Etanol dapat diperoleh dari hasil proses fermentasi gula dengan menggunakan

bantuan mikroorganisme. Dalam industri, etanol digunakan sebagai bahan baku industri

turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran

bahan bakar untuk kendaraan. Etanol terbagi dalam tiga grade, yaitu grade industri

dengan kadar alkohol 90-94%, netral dengan kadar alkohol 96-99,5% umumnya

digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi dan grade bahan bakar dengan

kadar alkohol diatas 99,5% (Hambali et al. 2007).

Page 27: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

10

Bioetanol dapat dipergunakan sebagai bahan bakar alternatif memiliki beberapa

keunggulan yaitu mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %, bioetanol merupakan

bahan bakar yang tidak beracun dan cukup ramah lingkungan serta dihasilkan melalui

proses yang cukup sederhana yaitu melalui proses fermentasi menggunakan mikrobia

tertentu. Bioetanol sebagai bahan bakar memiliki nilai oktan lebih tinggi dari bensin

sehingga dapat menggantikan fungsi aditif seperti metil tertiary butyl ether (MTBE) yang

menghasilkan timbal (Pb) pada saat pembakaran. Di Indonesia, minyak bioethanol sangat

potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis

tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan

yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar

karbohidrat tinggi atau selulosa, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar,

sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu.

Tahap inti proses pembuatan bioetanol adalah fermentasi gula baik yang berupa

glukosa, fruktosa maupun sukrosa oleh yeast atau ragi terutama S. cerevisiae dan bakteri

Z. mobilis. Pada proses ini gula dikonversi menjadi etanol dan gas karbon dioksida.

Secara umum proses pembuatan bioetanol meliputi tiga tahapan, yaitu persiapan bahan

baku, fermentasi dan pemurnian. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan

terlebih dahulu harus dikonversi menjadi larutan gula sebelum difermentasi menjadi

etanol. Untuk bahan-bahan yang sudah berada dalam bentuk larutan seperti molase dapat

langsung difermentasi. Proses pengecilan ukuran dengan cara menggiling dapat

dilakukan sebelum memasuki tahap pemasakan.

Tahap pemasakan meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini

tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks. Pada

tahap likuifikasi dilakukan penambahan air dan enzim alpha amilase. Proses ini dilakukan

pada suhu 80-90oC. Berakhirnya proses likuifikasi ditandai dengan parameter cairan

seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 – 60 oC. Enzim yang ditambahkan

pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap sakarifikasi akan terjadi

pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana.

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada

tahap ini terjadi pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim

dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27 – 32 oC. Pada tahap ini akan

Page 28: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

11

dihasilkan gas CO2 dengan perbandingan stokiometri yang sama dengan etanol yang

dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan

sebagai bahan baku gas dalam pembuatan minuman berkarbonat.

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik, baik

karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan katalis biokimia yang dikenal

sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik (Prescott dan Dunn 1981).

Secara biokimia fermentasi juga dapat diartikan sebagai pembentukan energi melalui

senyawa organik. Secara sederhana proses fermentasi alkohol dari bahan baku yang

mengandung gula atau glukosa terlihat pada reaksi berikut:

Glukosa 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP + 5 Kkal

Dari reaksi diatas, 70% energi bebas yang dihasilkan dibebaskan sebagai panas dan

secara teoritis 100% karbohidrat diubah menjadi 51,1% etanol dan 48,9 % menjadi CO2.

Fermentasi menurut jenis medianya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

fermentasi media padat dan media cair. Fermentasi media padat adalah fermentasi yang

subtratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air

untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair adalah proses fermentasi yang

subtratnya larut atau tersuspensi dalam media cair. Fermentasi media padat umumnya

berlangsung pada media dengan kadar air berkisar antara 60-80 %.

Dalam proses fermentasi, glukosa dapat diubah secara anaerobik menjadi alkohol

oleh bermacam-macam mikroorganisme. Khamir sering digunakan dalam proses

fermentasi etanol, seperti Saccharomyces cerevisiae, S. uvarum, Schizosaccharomyces sp

dan Kluyveromyces sp. Secara umum khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol

secara efisien pada pH 3,5-6,0 dan suhu 28-35oC. Laju awal produksi etanol dengan

menggunakan khamir akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun produktifitas

keseluruhan menurun karena adanya pengaruh peningkatan etanol yang dihasilkan.

(Ratledge 1991). Khamir yang sering dipergunakan dalam proses fermentasi etanol

adalah Saccharomyces cereviseae. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik, tumbuh baik

pada suhu 30oC dan pH 4,0 – 4,5 (Oura 1983).

Produksi etanol dari substrat gula oleh khamir Saccharomyces cereviseae

merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat sederhana karena hanya melibatkan

satu fasa pertumbuhan dan produksi. Pada fase tersebut glukosa diubah secara simultan

Page 29: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

12

menjadi biomassa, etanol dan CO2. Terdapat dua parameter yang mengendalikan

pertumbuhan dan methabolisme khamir dalam keadaan anaeorobik, yaitu konsentrasi

gula dan etanol. Secara kinetik glukosa berperan ganda, pada konsentrasi rendah (kurang

dari 1 g/l) merupakan substrat pembatas, sedangkan pada konsentrasi tinggi (lebih dari

300 g/l) akan menjadi penghambat (Mangunwidjaja 1994). Pada permulaan proses

fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Setelah terjadi akumulsi

CO2 dan reaksi berubah menjadi anaerob, alkohol yang terbentuk akan menghalangi

proses fermentasi lebih lanjut setelah konsentrasi alkohol mencapai 13-15 persen volume

dan biasanya maksimum 13 persen volume (Prescott dan Dunn 1981). Selama proses

fermentasi juga menimbulkan panas, bila tidak dilakukan pendinginan, maka suhu akan

terus meningkat sehingga proses fermentasi terhambat (Oura 1983).

Faktor lingkungan seperti suhu, pH, kebutuhan nutrient dan kofaktor perlu

diperhatikan dalam kehidupan khamir. Sejumlah kecil oksigen harus disediakan pada

proses fermentasi oleh khamir karena oksigen merupakan komponen yang diperlukan

dalam biosintesis beberapa asam lemak tidak jenuh. Untuk kebutuhan oksigen dalam

proses fermentasi, biasanya diberikan tekanan oksigen 0,05 – 0,10 mm Hg. Jika

tekanan oksigen yang diberikan lebih besar dari nilai tersebut, maka konversi akan

cenderung kearah pertumbuhan sel. Kebutuhan relatif nutrien sebanding dengan

komponen utama sel khamir, yaitu mencakup karbon, oksigen, nitrogen dan hidrogen.

Pada jumlah lebih rendah, fosfor, sulfur, potasium dan magnesium juga harus tersedia

untuk sintesis komponen-komponen mineral. Beberapa mineral seperti Mn, Co, Cu dan

Zn serta faktor pertumbuhan organik seperti asam amino, asam nukleat dan vitamin

diperlukan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan khamir.

2.4 Hidrolisis Asam

Konversi polisakarida menjadi monomer-monomer dapat dilakukan dengan

proses hidrolisis baik secara enzimatis maupun secara kimiawi. Hidrolisis secara

kimiawi biasanya menggunakan asam. Asam yang sering dipergunakan adalah asam

sulfat, asam klorida dan asam fosfat. Hidrolisis asam pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu

hidrolisis pada suhu rendah dengan konsentrasi asam tinggi (concentrated-acid

hydrolisis) dan hidrolisis pada suhu tinggi dengan konsentrasi asam rendah (dilute-acid

Page 30: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

13

hydrolisis) (Taherzadeh dan Keikhosro 2007). Pemilihan antara kedua metode kimiawi

ini didasarkan pada pertimbangan laju hidrolisis, tingkat degradasi, produk dan biaya

total produksi. Perbandingan keuntungan dan kelemahan antara concentrated-acid

hydrolisis dengan dilute-acid hydrolisis disajikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3 Perbandingan keuntungan dan kelemahan antara concentrated-acid hydrolisisdengan dilute-acid hydrolisis

Metode hidrolisis Keuntungan KelemahanHidrolisis pada suhu rendahdengan konsentrasi asamtinggi

–Dioperasikan pada suhurendah

–Rendemen gula tinggi

– Konsentrasi asamtinggi

–Korosi peralatan–Energi tinggi untuk

pengambilan asam

Hidrolisis pada suhu tinggidengan konsentrasi asamrendah

–Konsentrasi asam rendah–Waktu tinggal singkat

–Suhu operasi tinggi–Yield gula rendah– Korosi peralatan

Sumber: Taherzadeh dan Keikhosro (2007).

Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah (dilute-acid) dilakukan dalam dua

tahap yaitu: pertama, tahap yang melibatkan asam encer untuk menghidrolisis gula dari

golongan pentosa umumnya yang terdapat fraksi hemiselulosa. Tahapan ini biasanya

menggunakan 1% H2SO4 pada suhu 80-120oC selama 30-240 menit. Tahap kedua

menggunakan asam dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menghidrolisis gula yang

berasal dari golongan heksosa seperti selulosa menjadi glukosa, biasanya dilakukan

dengan konsentrasi asam 5-20 % H2SO4 dengan suhu mendekati 180 oC. Dengan

menggunakan hidolisis bertahap ini, maka kondisi optimum untuk memaksimalkan hasil

glukosa dan miminimumkan hasil samping yang tidak diinginkan (Purwadi 2006). Proses

pemisahan antara fraksi gula dengan fraksi asam dapat dilakukan dengan proses

pertukaran ion dan asam dapat dikonsentrasikan kembali dengan proses evaporasi

(Demirbas 2007).

Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah merupakan proses yang murah dan

cepat untuk memperoleh gula dari bahan lignoselulosa. Namun, proses ini akan

menghasilkan senyawa-senyawa penghambat yang bersifat toksik untuk mikroorganisme

pada proses fermentasi, termasuk yeast. Toksik ini dapat menurunkan hasil produktivitas

dan merusak pertumbuhan sel. Proses hidrolisis asam pada bahan lignoselulosik biasanya

Page 31: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

14

akan menghasilkan glukosa, manosa, xilosa atau campuran senyawa-senyawa fenolik.

Selama proses hidrolisis asam gula pentosa akan menghasilkan furfural dan gula heksosa

menghasilkan 5-hidroksimetilfurfural (HMF) (Lopez et al.(2004).

Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah dapat dipergunakan sebagai langkah

perlakuan awal (pretreatment) untuk proses hidrolisis secara enzimatik. Perlakuan awal

hidrolisis enzimatik pada limbah lignoselulosik menggunakan H2SO4 0,1-1 % pada suhu

140-190 oC akan dapat melemahkan ikatan-ikatan selulosa. Pretreatment dapat dilakukan

selama 5 menit pada suhu 180 oC atau 30-90 menit pada suhu 120 oC (Taherzadeh dan

Karimi 2007)

2.5 Hidrolisis Enzim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida atau protein yang berfungsi

sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada

permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga dapat mempercepat proses reaksi.

Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya

akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap

jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini

disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh,

enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

Hidrolisis pati dapat menggunakan enzim α-amilase dan glukoamilase. Enzim α-

amilase merupakan endo-enzim yang dapat memecah ikatan α-1,4 glikosidik secara acak

dibagian dalam molekul baik pada amilosa maupun pada amilopektinnya. Hasil akhir

hidrolisis amilosa adalah glukosa dan maltosa dengan perbandingan 13 % dan 17 %,

sedangkan hasil akhir hidrolisis amilopektin menghasilkan campuran limit dekstrin

bercabang dan tidak bercabang yang terdiri dari hepta, heksa, penta, tetra dan trisakarida

juga maltosa dan isomaltosa disertai sedikit glukosa.

Hidrolisis pati juga dapat menggunakan enzim glukoamilase. Enzim ini juga

dikenal dengan nama α-1,4 glukan glukohidrolase. Enzim glukoamilase mampu

memecah ikatan polimer monosakarida pada bagian luar dan menghasilkan unit-unit

glukosa dari ujung non-pereduksi rantai polimer polisakarida. Enzim glukoamilase dapat

diperoleh dari strain Aspergillus dan Rhizopus. Enzim ini bersifat eksoamilase, yaitu

Page 32: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

15

memutuskan rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi,

baik pada ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik (Tjokroadikoesoemo 1986).

Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomi yang lebih

tinggi seperti etanol, glukosa dan pakan ternak dengan jalan menghidrolisis selulosa

dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan hidrolisis asam atau basa.

Selulase adalah enzim yang dapat mengkatalis terjadinya reaksi hidrolisis selulosa

menjadi glukosa. Keuntungan hidrolisisi ensim dibandingkan dengan hidrolisis asam

adalah kondisi reaksi ringan dan tidak terjadi reaksi samping yang berarti.

Enzim selulase dapat diproduksi oleh mikroorganisme, seperti T.viride atau T.

reesei. Mikroorganisme selulolitik mampu menghasilkan selulase kompleks, yaitu suatu

campuran beberapa jenis selulase yang berbeda. Selulase kompleks mampu

menghidrolisis kristal selulosa menjadi gula-gula terlarut secara efisien. Beberapa

spesies bakteri yang dapat memproduksi enzim selulase dan hemiselulase adalah

Clostridium, Cellumonas, Thermomonospora, Bacillus, Bacteriodes, Ruminococcus,

Erwinia, Acetovibrio, Microbispora dan Streptomyces, dan jamur seperti Tricoderma,

Penicillium, Fusarium, Phanerochaete, Humicola dan Schizophillum spp. Walaupun

enzim selulase dapat diproduksi oleh berbagai macam mikroorganisme, enzim selulase

dari T. reesei atau T viride telah banyak dipelajari dan mempunyai karakteristik yang

paling baik.

Enzim selulase kompleks terdiri dari tiga enzim utama yaitu endoglukanase,

eksoglukanase dan selobiase. Endoglukanase menghidrolisis ikatan 1,4 β-glikosidik

secara acak pada daerah amorf selulosa menghasilkan glukosa, selobiosa dan

selodekstrin. Eksoglukanase menghidrolisis selodekstrin dengan memutus unit selobiosa

dari ujung rantai polimer. Selobiase menghidrolisis selobiosa dan selo-oligosakarida

menjadi glukosa ( Wu et al. 2000; Jeewon 1997).

Enzim endoglukonase atau endoselulase menguraikan kristal-kristal penyusun

serat selulosa dan melepaskan ikatan pada rantai kristal membentuk selulosa tunggal.

Selulosa tunggal tersebut diurai oleh eksoglukonase atau eksoselulase menjadi unit-unit

selobiase yang merupakan disakarida. Selobiase diuraikan menjadi glukosa oleh β-

glukosidase.

Page 33: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

16

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses hidrolisis enzim diantaranya yaitu

kualitas dan konsentrasi substrat, metode perlakuan awal yang diaplikasikan, aktivitas

enzim selulase dan kondisi proses hidrolisis seperti suhu dan pH. Suhu dan pH optimum

merupakan fungsi dari bahan, sumber enzim dan waktu hidrolisis. Suhu dan pH optimum

pada enzim selulase umumnya pada 40 – 50 oC dan pH 4 – 5, sehingga waktu yang

digunakan tergantung pada kondisi tersebut.

Hidrolisis enzimatik tongkol jagung yang diberi perlakuan awal H2SO4 1% pada

suhu 180 oC kemudian dihidrolisis dengan enzim selulase kasar T. viride dan enzim

glukoamilase kasar A.niger yang dilakukan pada suhu 50 oC, pH 4,8 selama 60 jam

menghasilkan 45,7 g/L etanol melalui sistem produksi fed batch (Chen et al. 2007)

Salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dan

kecepatan hidrolisis enzimatis adalah substrat. Konsentrasi substrat yang tinggi dapat

menyebabkan penghambat yang memperlambat proses hidrolisis. Terjadinya penghambat

oleh substrat tergantung pada perbandingan antara banyaknya enzim terhadap banyaknya

substrat. Masalah pengadukan dan perpindahan panas juga akan timbul pada substrat

yang berkonsentrasi tinggi. Banyaknya enzim yang ditambahkan pada substrat sangat

berpengaruh terhadap kecepatan proses hidrolisis. Semakin banyak enzim yang

ditambahkan akan semakin cepat proses hidrolisis yang terjadi dan hasil yang diperoleh

juga semakin banyak, tetapi semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan. Banyaknya

enzim yang ditambahkan pada substrat biasanya 5 – 35 FPU/gram substrat. Pengurangan

biaya untuk penyediaan enzim pada proses hidrolisis enzim dapat dilakukan dengan daur

ulang enzim selulase. Bercampurnya enzim dalam hidrolisat dan terbentuknya sisa proses

yang berupa padatan (kemungkinan lignin) mempersulit proses pemisahan enzim.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan aplikasi

imobilisasi enzim selama proses.

2.6 Trichoderma viride

T. viride termasuk dalam genur Trichoderma, famili Moniliaceae dan ordo

Moniliales. Kapang ini mudah dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas,

namun jika spora telah timbul akan tampak berwarna hijau tua. T. viride mampu

memproduksi komplek enzim selulase yang lengkap yaitu endoselulase dan eksoselulase

Page 34: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

17

yang dapat menghidrolisis selulosa kristalin dan selulosa non kristalin. Pada enzim

selulase dapat terjadi sinergisme antara eksoselulase dengan endoselulase, melainkan

juga antar eksoselulase.

Pertumbuhan T. viride optimal pada pH sekitar 4,0, sedangkan untuk produksi

enzim selulase mendekati ph 3,0. Selama produksi enzim, pH harus dipertahankan dalam

kisaran 3,0 – 4,0 karena inaktivasi enzim akan terjadi di bawah pH 2,0. Suhu optimum

pertumbuhan sekitar 32 – 35 oC dan untuk produksi enzim sekitar 25 – 28 oC.

Karakteristik dari enzim selulase T. viride adalah memiliki pH optimum 4,0 dan akan

tetap stabil pada pH 3 – 7. suhu optimum adalah 50 oC dan aktivitasnya akan menurun

jika suhunya lebih dari 50 oC.

T. viride selain mampu memproduksi enzim selulase, juga dapat menghasilkan

enzim endo-1,4-β-xilanase yang dapat mendegradasi xilan. Berat molekul xilanase yang

dihasilkan dari T. viride adalah sebesar 22.000 dalton ( Ujiie et al. 1991; Tholudur

1999). Palmvist et al. (1997) dan Larsson et al. (1999), melaporkan Trichoderma

mampu secara simultan melakukan proses detoksifikasi dan produksi enzim secara

simultan pada hidrolisat asam yang mengandung senyawa-senyawa inhibitor seperti

furfural dan HMF. Kapang ini juga mampu memetabolisme gula dari golongan pentosa

maupun heksosa dan tidak terlalu sensitif terhadap material-material lignoselulosik.

2.7 Aspergillus niger

Aspergillus niger termasuk genus Aspergillus, famili Eurotiaceae dan ordo

Eurotiales. Kapang ini mempunyai miselium bercabang dan berseptat. Kapang umumnya

bersifat aerob dan tumbuh baik pada kisaran suhu 25 – 30 oC, namun genus Aspergillus

dapat tumbuh pada kisaran suhu 35 – 37 oC. Kapang ini dapat tumbuh dengan baik pada

suhu 30 oC dengan pH optimum 7,0 atau agak asam dan besifat tidak tahan panas. A.

niger dalam media pertumbuhan dapat langsung mengkonsumsi molekul-molekul

sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekitar hifa, namun untuk

molekul-molekul yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah

terlebih dahulu sebelum masuk kedalam sel.

Pembentukan enzim ekstraseluler A. niger berlangsung lebih baik pada suhu

kamar yaitu 25 – 28 oC dari pada suhu optimum pertumbuhannya (37,8 oC). Sintesis

Page 35: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

18

enzim akan menurun pada suhu lebih dari 30 oC karena energi respirasi lebih banyak

dipergunakan untuk pembentukan spora dari pada untuk membentuk miselium.

A. niger dikenal sebagai kapang penghasil asam sitrat, anilin, pektinase, selulase,

β-1,4-glikan hidrolase, protease, α-amilase, glukoamilase, maltase, β-galaktosidase, α-

glukosidase, β-glukosidase, asam glukonat, glukosa oksidase, asam oksalat,

fosfodiestrase, ribonuklease, pupulan 4- glukanohidrolase, β-xilosidase, xilanase dan

lipase. Glukoamilase dari A. niger menunjukkan bobot molekul berkisar 54-112 k D dan

pH optimum berkisar antara 4,0-5,0. Temperatur optimum aktivasi berkisar antara 40 –

65 oC ( Selvakumar et al. 1996).

2.8 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae termasuk ke dalam kelas Ascomycetes yang dicirikan

dengan pembentukan askus yang merupakan tempat pembentukan askospora. S.

serevisiae memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan bertunas (Pelezar dan Chan

1986). Dinding sel S. cerevisiae terdiri dari komponen-komonen glukan, manan, protein,

kitin dan lemak (Waluyo 2004).

Saccharomyces cerevisiae sering digunakan dalam fermentasi etanol karena

sangat tahan dan toleran terhadap kadar etanol yang tinggi (12-18% v/v), tahan pada

kadar gula yang cukup tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 oC. S.

cerevisiae mempunyai aktivitas optimum pada suhu 30 – 35 oC dan tidak aktif pada suhu

lebih dari 40 oC. S. cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa serta

rafinosa (Kunkee dan Mardon 1970). Biakan S. cerevisiae mempunyai kecepatan

fermentasi optimum pada pH 4,48 (Harrison dan Graham 1970)

Rendemen alkohol dari heksosa dalam fermentasi menggunakan khamir dari

genus Saccharomyces dapat mencapai 90 % (Boyles 1984). Proses fermentasi oleh

Saccharomyces adalah proses pengubahan sebagian besar energi dari gula ke dalam

bentuk etanol. Efisiensi pengubahan energi tersebut dapat mencapai 97 % (Campbel

1983). Mekanisme pembentukan etanol oleh kamir melalui jalur Embden-Meyerhof-

Parnas Pathway (EMP) atau glikolisis. Hasil dari EMP adalah memecah glukosa

menjadi 2 molekul piruvat. Mekanisme glikolisis disajikan pada Gambar 3.

Page 36: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

19

Glukosa

Glukosa-6-P

Fruktosa-6-P

Fruktosa-1,6-di-P

Gliseraldehida-3-P Dihidroksiasetonfosfat

Gliseraldehida-3-P

1,3-di fosfogliserat

3-fosfogliserat

2-fosfogliserat

Fosfoenolpiruvat

Piruvat

Glukosa

Glukosa-6-P

Fruktosa-6-P

Fruktosa-1,6-di-P

Gliseraldehida-3-P Dihidroksiasetonfosfat

Gliseraldehida-3-P

1,3-di fosfogliserat

3-fosfogliserat

2-fosfogliserat

Fosfoenolpiruvat

Piruvat

Glukosa

Glukosa-6-P

Fruktosa-6-P

Fruktosa-1,6-di-P

Gliseraldehida-3-P Dihidroksiasetonfosfat

Gliseraldehida-3-P

1,3-di fosfogliserat

3-fosfogliserat

2-fosfogliserat

Fosfoenolpiruvat

Piruvat

Gambar 3 Mekanisme proses glikolisis

Setelah melalui tahap glikolisis, piruvat yang terbentuk kemudian dirubah menjadi

asetaldehid dan CO2 oleh enzim piruvat decarboksilase, setelah itu oleh enzim alkohol

dehidrogenase dirubah menjadi etanol.

Page 37: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2009, bertempat di

Laboratorium Mikrobiologi PAU IPB dan Laboratorium Bioindustri Teknologi Industri

Pertanian IPB. Beberapa laboratorium penunjang antara lain Laboratorium

Instrumentasi Teknologi Industri Pertanian IPB dan Laboratorium Dasar dan Ilmu

Terapan Teknologi Industri Pertanian IPB.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Darul

Hidayah yang diperoleh dari Sukabumi. Mikroorganisme yang digunakan untuk

fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae, Trichoderma viride dan Aspergillus niger

yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi PAU IPB. Bahan untuk proses

likuifikasi, sakarifikasi dan fermentasi meliputi: PDA, NPK, ZA , H2SO4, CMC, AMG,

α-amilase, selulase komersial. Bahan kimia untuk keperluan analisa meliputi: HCl 1 N,

larutan schroll H2SO4 25%, Na2S2O3 0,1 N, fenol 5%, H2SO4.

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven, mixer, timbangan

analitik, incubator, otoklaf, termometer, erlenmeyer, pH meter, gelas ukur, alat distilasi,

kertas saring, mikropipet, spektrofotometer dan GC (Gas Chromatography)

3.3 Tahapan Penelitian

Penelilian ini dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu tahap pertama karakterisasi

bahan baku. Tahap kedua, kultivasi jumlah spora T. viride dan A. niger. Tahap ketiga

produksi enzim selulase dan AMG kasar. Tahap keempat hidrolisis dan fermentasi.

Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 4.

Page 38: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

21

3.3.1 Karakteristik ubi kayu

Karakterisasi ubi kayu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik

bahan baku yang meliputi analisis kadar air, lemak, protein, pati, abu, selulosa,

hemiselulosa dan serat kasar. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.2 Persiapan kultur T. viride.

Kultur T. viride sebelum dipergunakan disegarkan supaya dapat memproduksi

selulase dengan optimal. T. viride digoreskan dalam media PDA (Potato Dextrose

Agar) yang dibuat miring pada tabung reaksi dan dibiarkan tumbuh dalam inkubator

pada suhu 28 oC. Pertumbuhan maksimal T. viride ditentukan dengan membuat kurva

pertumbuhan jumlah spora yang diamati setiap hari selama 7 hari. Jumlah spora

maksimal yang diperoleh selanjutnya dipergunakan untuk memproduksi enzim selulase.

Gambar 4 Tahapan penelitian

Page 39: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

22

3.3.3 Persiapan kultur A. niger

Isolat A. niger diperbanyak dan diremajakan dengan menginokulasikannya ke

dalam media padat aagr miring PDA, kemudian diinkubasi pada suhu kamar 25 – 28 oC

selama 5 hari. Media padat dibuat dengan cara diambil 3,9 gram media PDA dilarutkan

dalam 100 ml air kemudian disterilisasi pada suhu 121 oC selama 15 menit.

3.3.4 Persiapan kultur S. cerevisiae

Isolat yeast Saccharomyces cerevisiae diremajakan pada media PDA dan

diinkubasi selama 2 hari. Setelah itu isolat ditumbuhkan lagi pada 50 ml media YMGP

yang terdiri dari ekstrak yeast 5 g/l, malt 5 g/l, glukosa 10 g/l dan pepton 5 g/l di dalam

erlenmeyer 200 ml. Inkubasi dilakukan pada shaker berkecepatan 125 rpm dengan suhu

30°C selama 24 jam.

3.3.5 Produksi enzim glukoamilase A. niger

Isolat A. niger yang telah diremajakan disuspensikan dengan larutan buffer

fosfat 10 ml untuk setiap tabung agar miring. Larutan spora yang diperoleh dimasukkan

ke dalam media fermentasi yang telah disterilkan dengan konsentrasi 10 %. Media

fermentasi cair yang dipergunakan terdiri dari substrat tapioka dan larutan mineral.

Produksi dilakukan dalam erlenmeyer 250 ml dengan volume kerja 100 ml. Media

produksi kemudian ditutup dengan kapas dan disterilisasi dalam otoklaf suhu 121 oC

selama 15 menit. Larutan mineral terdiri dari 1 % tapioka, 0,14 % (NH4)2SO4, 0,01 %

MgSO4. 7H2O, 0,60 % KH2PO4, 0,20 % K2HPO4, 0,50 ekstrak yeast dan 0,20 pepton.

Inkubasi dilakukan pada inkubator goyang dengan kecepatan 100 rpm selama 7 hari

pada huhu 30 oC. Pada masa akhir inkubasi dilakukan pengukuran aktivitas enzim

glukoamilase (Gomes et al. 2005).

3.3.6 Produksi enzim selulase T. viride

Media yang dipergunakan untuk memproduksi enzim selulase adalah modifikasi

media Andreoti (Jenie, 1990). Media mengandung 14 ml (NH4)2SO4 10 %, 15 ml

KH2PO4 1M, 3 ml urea 10 %, 3 ml CaCl2 10 %, 3 ml MgSO4. 7H2O 10 %, 1 ml stok

unsur kelumit dan 2 ml Tween 80, kemudian dijadikan 1 liter. Unsur kelumit terdiri dari

495 ml aquades, 5 ml HCl pekat, 2,5 gram FeSO4, 0,89 gram MnCl2. 4H2O, 1,76 gr

Page 40: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

23

ZnSO4.H2O, 1,25 gr Co(NO3)2. 6H2O. Untuk produksi selulase ditambahkan 5 -10 gr

onggok dan 0,5-1,0 gr polipepton untuk 1 liter media.

Proses produksi dilakukan pada suhu 30 oC dan pH 4,0 (Jenie, 1990).

Kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase diamati dengan mengukur antivitas

FP-ase dan CMC-Ase setiap 24 jam selama 7 hari. Kurva aktivitas enzim dibuat dan

dipergunakan untuk melihat waktu tercapainya aktivitas maksimum T. viride untuk

menghasilkan selulase.

3.3.7 Pembuatan etanol

Tahapan pembuatan etanol dalam penelitian dilakukan melalui sistem batch

dengan tujuh perlakuan proses fermentasi (Lampiran 2). Proses hidrolisis dilakukan

secara asam dan enzimatik. Penggunaan kultur campuran T. viride, A. niger dan S.

cerevisiae dilakukan dengan dua cara yaitu secara SFS dan secara bertahap. Kultur yang

ditambahkan sebanyak 10 % dari total volume substrat. Kondisi hidrolisis dan

fermentasi tujuh alternatif tahapan proses disajikan pada Tabel 4.

Masing-masing alternatif proses diulang tiga kali dan diamati secara periodik selama

4 hari terhadap perubahan total gula dan pH selama fermentasi. Pada akhir fermentasi

dianalisa kadar etanol dan sisa serat kasar. Dari data yang diperoleh dihitung efisiensi

fermentasi, rendemen dan efisiensi penggunaan substrat. Pemilihan proses produksi

terbaik didasarkan pada produksi etanol tertinggi. Efisiensi fermentasi merupakan

persentase perbandingan antara konsentrasi etanol yang diperoleh secara aktual dengan

konsentrasi etanol secara teoritis berdasarkan jumlah gula yang dikonsumsi. Rendemen

merupakan persentase perbandingan volume etanol yang diperoleh dengan bobot tepung

yang dipergunakan.

Rendemen (% v/b) = %100xkayuubingBobot tepu

aktualsecaradiperolehyangetanolVolume

Efisiensi substrat (ds/s) = %100xS

S-S

o

o

Efisiensi fermentasi = %100xteoritissecaraetanoliKonsentras

aktualsecaradiperolehyangetanoliKonsentras

Page 41: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

24

Tabel 4 Kondisi hidrolisis dan fermentasi tujuh alternatif tahapan proses.Perlakuan Hid. asam Likuifikasi Sakarifikasi Fermentasi

P1 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

H2SO4

0,4 M121oC, 1 atm-10 menit

- T. viride10 %28-30 oC5,048 jam

S.cerevisiae10 %28-30 oC5,096 jam

P2 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

H2SO4

0,4 M121oC, 1 atm-10 menit

- SSF (T. viride, S .cerevisiae)1 : 1 (masing-masing 10 %)28-30 oC5,096 jam

P3 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

- α -amilase1 ml/kg pati90 oC4,81 jam

SSF(T. viride, S. .cerevisiae A.niger)1 : 1 :1 ( masing-masing 10 %)28-30 oC5,096 jam

P4 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

- α-amilase1 ml/kg pati90 oC4,81 jam

AMG, selulase kasar1,2/kg pati, 10 %50 oC4,848 jam

S.cerevisiae10 %28-30 oC5,096 jam

P5 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

- α -amilase1 ml/kg pati90 oC4,81 jam

(T. viride, A.niger)1 : 1 (10 %)28-30 oC5,048 jam

S.cerevisiae10 %28-30 oC5,096 jam

P6 BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

- α-amilase1 ml/kg pati90 oC4,81 jam

AMG, selulase komrsial1,2/kg pati, 15 U/ g50 oC4,848 jam

S.cerevisiae10 %28-30 oC5,096 jam

P7* BahanKonsentrasiSuhupHWaktu

- α-amilase1 ml/kg pati90 oC4,81 jam

AMG1,2/kg pati50 oC4,848 jam

S.cerevisiae10 %28-30 oC5,096 jam

* Kontrol

3.4 Teknik Analisis Data

3.4.1 Produksi enzim selulase

Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap besarnya aktivitas

selulase, maka dilakukan Uji F dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal.

Faktornya adalah lama fermentasi dengan tujuh taraf perlakuan yaitu 1 hari, 2 hari, 3

hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari dan 7 hari. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Apabila

perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan.

Parameter yang diamati adalah aktivitas selulase yang meliputi aktivitas FP-ase dan

CMC-ase.

Page 42: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

25

Persamaan model rancangannya sebagai berikut:

ijY iij

dimana :

Yij : Parameter pengamatan pada perlakuan lama fermentasi ke-i dan ulangan ke-j

μ : Nilai rata-rata umum

βi : Pengaruh perlakuan lama fermentasi ke-i

εij : Galat percobaan akibat perlakuan lama fermentasi ke-i dan ulangan ke-j

i : Taraf lama fermentasi (1, 2,...,7 hari)

j : Ulangan (1, 2, 3)

3.4.2 Produksi enzim amiloglukosidase

Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap besarnya aktivitas AMG,

maka dilakukan Uji F dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal.

Faktornya adalah lama fermentasi dengan tujuh taraf perlakuan yaitu 1 hari, 2 hari, 3

hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari dan 7 hari. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Apabila

perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan.

Parameter yang diamati adalah aktivitas AMG. Persamaan model rancangannya sebagai

berikut:

ijY iij

dimana :

Yij : Parameter pengamatan pada perlakuan lama fermentasi ke-i dan ulangan ke-j

μ : Nilai rata-rata umum

βi : Pengaruh perlakuan lama fermentasi ke-i

εij : Galat percobaan akibat perlakuan lama fermentasi ke-i dan ulangan ke-j

i : Taraf lama fermentasi (1, 2,...,7 hari)

j : Ulangan (1, 2, 3)

Page 43: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

26

3.4.3 Proses hidrolisis

Untuk mengetahui pengaruh jenis proses hidrolisis terhadap besarnya

konsentrasi total gula dan gula pereduksi, maka dilakukan Uji F dengan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Faktornya adalah jenis proses hidrolisis dengan

empat taraf perlakuan yaitu :

1. Hidrolisis menggunakan asam (H2SO4 0,4 M)

2. Hidrolisis menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase

3. Hidrolisis menggunakan enzim α-amilase, AMG komersial dan selulase kasar

4. Hidrolisis menggunakan enzim α-amilase, AMG komersial dan selulase komersial.

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Apabila perlakuan lama fermentasi

berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Parameter yang diamati

adalah konsentrasi total gula dan gula pereduksi. Persamaan model rancangannya

sebagai berikut:

ijY iij

dimana :

Yij : Parameter pengamatan pada perlakuan jenis proses hidrolisis ke-i dan ulangan

ke-j

μ : Nilai rata-rata umum

βi : Pengaruh perlakuan jenis proses hidrolisis ke-i

εij : Galat percobaan akibat perlakuan lama fermentasi ke-i dan ulangan ke-j

i : Taraf jenis proses hidrolisis (1, 2, 3,4)

j : Ulangan (1, 2, 3)

3.4.4 Proses fermentasi

Untuk mengetahui pengaruh alternatif proses fermentasi terhadap konsentrasi

etanol dan serat kasar sisa, maka dilakukan Uji F dengan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) faktor tunggal. Faktornya adalah alternatif proses fermentasi dengan tujuh taraf

perlakuan (Tabel 4, Lampiran 2). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Apabila

perlakuan alternatih proses fermentasi berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji

Duncan. Parameter yang diamati adalah konsentrasi etanol dan konsentrasi serat kasar

sisa.

Page 44: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

27

Persamaan model rancangannya sebagai berikut:

ijY iij

dimana :

Yij : Parameter pengamatan pada perlakuan alternatif proses fermentasi ke-i dan

ulangan ke-j

μ : Nilai rata-rata umum

βi : Pengaruh perlakuan alternatif proses fermentasi ke-i

εij : Galat percobaan akibat perlakuan alternatif proses fermentasi ke-i dan

ulangan ke-j

i : Taraf alternatif proses fermentasi (P1, P2,...,P7)

j : Ulangan (1, 2, 3)

Page 45: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Ubi Kayu

Ubi kayu yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Darul

Hidayah yang diperoleh dari Daerah Sukabumi, Jawa Barat. Ubi kayu sebelum

dipergunakan sebagai substrat fermentasi terlebih dahulu dijadikan tepung dengan

ukuran 40 mesh kemudian dianalisis komposisi kimianya, yang meliputi kadar air, abu,

lemak, protein dan karbohidrat. Hasil analisis komposisi kimia tepung ubi kayu

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis komposisi tepung kimia ubi kayu.Komposisi (% bb)

ParameterTepung a Tepung gaplekb

1. Kadar air2. Kadar abu3. Kadar lemak4. Kadar protein5. Serat kasar6. Selulosa7. Hemiselulosa8. Lignin9. Pati

8,65 ± 0,102,55 ± 0,146,54 ± 0,021,81 ± 0,032,69 ± 0,040,36 ± 0,011,88± 0,030,02 ± 0,0162,54 ± 0,00

13,10 ± 0,072,26 ± 0,520,27 ± 0,042,07 ± 0,61

Data : rerata ± standar deviasi (n = 2)a Analisis proksimat (2009), b Richana et al. (1990).

Kandungan air dalam bahan berpengaruh terhadap kesegaran dan daya simpan.

Kandungan air ini dipengaruhi oleh varietas, umur tanam, unsur hara tanah dan iklim.

Kandungan air dalam ubi kayu segar sekitar 60,30 % (Padonou et al. 2005).

Berdasarkan hasil pengukuran kadar air bahan baku tepung ubi kayu yang dipergunakan

mengandung sekitar 8,65 ± 0,10 % (bb), sedangkan menurut Richana et al. (2004) yaitu

sekitar 13,10 ± 0,07 %.

Kadar abu dalam bahan berkaitan dengan kandungan mineral-mineral anorganik

sisa pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 oC (Apriyantono et al. 1988).

Berdasarkan hasil pengamatan, kadar abu pada bahan adalah 2,55 ± 0,14 % (bb). Kadar

abu ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Richana et al. (2004) yaitu

sekitar 2,26 ± 0,52 %.

Page 46: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

29

Kadar lemak dan protein pada bahan masing-masing sebesar 6,54 ± 0,02 % (bb)

dan 1,81 ± 0,03 % (bb). Kadar lemak pada bahan yang dipergunakan konsentrasinya

lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak yang dilaporkan oleh Richana et al.

(2004) yaitu sekitar 0,27 ± 0,04 %, sedangkan menurut Padonou et al. (2005), kadar

lemak tepung ubi kayu sekitar 0,56 % (bb). Kandungan lemak dan protein dalam

bahan berpengaruh terhadap karakteristik gelatinisasi dan kekentalan bahan pada saat

diolah. Lemak pada bahan yang mengandung pati dapat mengganggu proses gelatinisasi

karena dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya

amilosa dari granula pati, sedangkan protein dapat menyebabkan kekentalan pati

menurun (Mohamed 2003).

Karbohidrat terdiri dari fraksi pati dan serat kasar. Kedua fraksi ini merupakan

bagian penting yang akan dipergunakan sebagai substrat fermentasi. Fraksi serat kasar

terutama terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pati dan selulosa merupakan

homopolimer glukosa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan glukosa, sedangkan

hemiselulosa akan menghasilkan campuran gula yang terdiri dari glukosa, xilosa,

galaktosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa dan manosa. Glukosa, manosa dan

galaktosa merupakan gula dari golongan heksosa, sedangkan xylosa dan arabinosa

merupakan gula dari golongan pentosa (Demirbas 2005; Irawadi 1990). Dari hasil

analisis komposisi kimia menunjukkan bahwa ubi kayu yang dipergunakan sebagai

bahan dalam penelitian ini mengandung karbohidrat 80,45 ± 0,23 % (bb) dengan

kandungan pati 62,35 ± 0,00 % dan serat kasar 2,69 ± 0,04 % (bb). Fraksi serat kasar

mengandung selulosa 0,36 ± 0,01 % (bb), hemiselulosa 1,88 ± 0,03 % (bb) dan lignin

0,02 ± 0,01 % (bb). Menurut Richana et al. (2004), kadar karbohidrat dalam tepung ubi

kayu adalah 82,30 ± 0,31 %. Perbedaan dalam komposisi karbohidrat ubi kayu dapat

disebabkan oleh adanya perbedaan varietas, umur panen dan musim panen. Wargiono

et al. (2006) menyatakan bahwa hasil ubi segar dan pati ubi kayu dengan umur panen 8

bulan dapat mencapai 16,19 ton/ha dengan hasil pati 2,31 ton/ha, sedangkan pada umur

panen 18 bulan dapat mencapai 45,25 ton/ha dengan hasil pati 9,19 ton/ha.

Serat kasar (crude fiber) merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat

dihidrolisis oleh asam dan basa kuat. Asam dan basa kuat yang biasa dipergunakan

untuk analisa kadar serat kasar adalah H2SO4 1,25 % dan NaOH 1,25 %. Selulosa

mempunyai bagian yang mudah dihidrolisis disebut bagian amorf dan bagian yang sulit

Page 47: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

30

dihidrolisis disebut bagian kristalin. Selulosa mempunyai sifat mengembang (sweeling)

jika direaksikan dengan hidroksi logam alkali, garam-garam dalam larutan basa kuat

dan senyawa amina. Dari sekian senyawa itu, NaOH paling lazim dipergunakan untuk

mengembangkan ikatan selulosa (Irawadi 1990)

Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi menunjukkan ubi kayu mempunyai

potensi sebagai sumber glukosa dalam substrat fermentasi. Kadar lignin dalam ubi kayu

ini relatif kecil. Kandungan serat kasar dapat menurunkan efisiensi hidrolisis sehingga

meningkatkan dosis enzim yang diperlukan, sedangkan kandungan lignin yang tinggi

dapat menghambat proses hidrolisis karena membentuk kompleks dengan selulosa dan

hemiselulosa.

4.2 Kultivasi dan Produksi Enzim

Kurva pertumbuhan sangat penting dipergunakan untuk menggambarkan

karakteristik pertumbuhan mikroba, sehingga memudahkan proses kultivasi dalam suatu

media. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH,

aktivitas air, adanya oksigen dan ketersediaan nutrisi makanan.

Gambar 5 Inokulum T. viride dan A. niger pada media PDA

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-7

T. viride A.niger T. viride A.niger T. viride A.niger

Page 48: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

31

4.2.1 Kultivasi Trichoderma viride

Kultivasi pertumbuhan dilakukan untuk menentukan waktu yang diperlukan oleh

T. viride untuk menghasilkan spora maksimum yang selanjutnya akan dipergunakan

sebagai kultur dalam media produksi selulase. Kultivasi kultur dilakukan dengan

menghitung jumlah spora yang terbentuk setiap hari selama 7 hari.

Pada awal inokulasi terdapat rata-rata jumlah spora 7,08 x 107/ml. Pada akhir

hari ke-1 jumlah spora mengalami penurunan yang cukup signifikan karena spora

diduga telah mengalami germinasi membentuk miselium berwarna putih (Gambar 5).

Pada hari berikutnya mulai terbentuk spora berwarna putih dengan jumlah rata-rata 1,02

x 108/ml. T. viride mengalami fase untuk menghasilkan spora dengan cepat mulai dari

hari ke-1 hingga hari ke-3.

Setelah hari ke-3, T. viride mulai menunjukkan fase pembentukan spora relatif

lambat. Pada fase ini miselium dan spora yang dihasilkan masih berwarna putih

kehijauan. Perubahan warna miselium dan spora dari putih menjadi hijau mulai

terbentuk setelah kultivasi selama 6 hari. Jumlah spora maksimum dengan rata-rata

spora 1,58 x 109/ml terjadi pada hari ke-6. Kurva pertumbuhan T. viride disajikan pada

Gambar 6.

0

1

2

3

4

5

6

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama fermentasi (hari)

Aktiv

itas

CM

C-a

se

FP

-ase

(U/m

l)

0,E+00

4,E+08

8,E+08

1,E+09

2,E+09

2,E+09

Jum

lah

spora

(per

ml)

CMC-ase (U/ml) PF-ase (U/ml) Jml spora

Gambar 6 Kurva pertumbuhan T. viride, aktivitas CMC-ase dan FP-ase

Page 49: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

32

4.2.2 Produksi enzim selulase

Pada penelitian ini produksi enzim selulase menggunakan Media Andreoti yang

dimodifikasi (Jenie 1990). Modifikasi dilakukan dengan mengganti selulosa murni

sebagai bahan penginduksi selulase menggunakan onggok ubi kayu. Onggok dapat

dipergunakan sebagai bahan penginduksi selulase karena mengandung serat kasar

terutama selulosa yang dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan

mikroba. Selain itu, selulosa juga merupakan senyawa penginduksi sintesis enzim

selulase. Kandungan serat kasar onggok rata-rata 6,58 ± 0,08 % (b/b). Konsentrasi

onggok yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 10 g/L. Menurut Richana et al.

(2004), kadar serat kasar onggok adalah 9,7 % yang terdiri dari lignin 1,3 %, xilan 5,8

% dan selulosa 2,61 %.

Penentuan pengaruh lama fermentasi yang menghasilkan aktivitas paling tinggi

dilakukan dengan mengukur besarnya aktivitas enzim kasar setiap hari selama 1

minggu. Pengukuran antivitas enzim ini meliputi CMC-ase dan FP-ase. Dari hasil

analisis keragaman diperoleh bahwa lama fermentasi memberi pengaruh nyata terhadap

besarnya aktivitas CMC-ase dan FP-ase (p-value<0,05) (Lampiran 5)

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa pada awal fermentasi terjadi penurunan

aktivitas CMC-ase sampai hari ke-4. Setelah itu aktivitas enzim CMC-ase cenderung

mengalami peningkatan dan aktivitas maksimal sebesar 5,05 ± 0,42 U/ml diperoleh

setelah fermentasi selama 7 hari atau 1 minggu, namun berdasarkan uji lanjut Duncan,

aktivitas CMC-ase ini tidak berbeda nyata pada fermentasi selama 6 hari.

Hal serupa juga ditunjukkan pada besarnya aktivitas FP-ase, dimana pada awal

fermentasi juga terjadi penurunan aktivitas sampai hari ke-3 dan pada hari berikutnya

mengalami peningkatan. Aktivitas maksimal sebesar 4,77 ± 0,72 U/ml juga diperoleh

setelah fermentasi selama 7 hari, namun berdasarkan uji lanjut Duncan, aktivitas FP-ase

ini tidak berbeda nyata pada fermentasi selama 6 hari. Jenie (1990) memproduksi

selulase kasar dari T. reesei selama 9 hari menggunakan substrat onggok diperoleh

besarnya aktivitas CMC-ase 12,7 U/ml dan FP-ase sebesar 0,88 U/ml.

Terjadinya peningkatan aktivitas enzim selulase (CMC-ase dan FP-ase)

menunjukkan T. viride telah melakukan degradasi terhadap fraksi selulosa yang terdapat

pada substarat untuk menghasilkan glukosa yang akan dipergunakan untuk metabolisme

Page 50: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

33

sel. Suhartono (1992) menjelaskan bahwa sintesis enzim ekstraseluler dalam jumlah

terbesar secara normal terjadi pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir fase

eksponensial dan awal fase stasioner. Keadaan tersebut diduga karena pada masa

transisi fase eksponensial diikuti dengan penurunan jumlah sumber karbon dalam

medium, sehingga sintesis enzim selulase mulai meningkat.

Terjadinya peningkatan aktivitas enzim pada proses fermentasi diduga

disebabkan oleh adanya perubahan pH dari pH awal 4,0 menjadi 3,28 pada hari ke-7

Enari (1983) menyebutkan bahwa pH optimal untuk pertumbuhan Trichoderma sekitar

4,0, sedangkan untuk produksi selulase mendekati 3,0. Selama produksi enzim, pH

harus dipertahankan dalam kisaran 3,0-4,0 karena inaktivasi enzim akan terjadi jika pH

berada dibawah 2,0. Penurunan pH yang terjadi pada produksi selulase berhubungan

langsung dengan adanya konsumsi karbohidrat yang terdapat pada onggok. Pola

perubahan pH selama fermentasi untuk produksi enzim selulase disajikan pada

Lampiran 5.

4.2.3 Kultivasi Aspergillus niger dan produksi amiloglukosidase

Kultivasi kultur A. niger juga dilakukan selama 7 hari dengan melakukan

perhitungan jumlah spora yang terbentuk setiap hari. Pada awal inokulasi terdapat rata-

rata jumlah spora 3,47 x 106/ml. Pada akhir hari ke-1 spora mengalami penurunan

karena diduga spora mengalami germinasi membentuk miselium berwarna hitam

(Gambar 5). Pada hari berikutnya mulai terbentuk spora dengan jumlah rata-rata 3,45 x

108/ml. Mikroba menghasilkan spora dengan cepat mulai hari ke-1 hingga hari ke-4

dengan spora berwarna hitam. Setelah hari ke-4 laju pembentukan spora relatif lambat

dan jumlah spora maksimum mulai terjadi pada hari ke-6 dengan jumlah rata-rata spora

1,33 x 109/ml. Kurva pertumbuhan A. niger disajikan pada Gambar 7.

Pada pengukuran aktivitas enzim kasar amiloglukosidase menunjukkan bahwa

variasi lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim (p-value<0,05),

dimana pada awal fermentasi terjadi penurunan aktivitas enzim sampai pada hari ke-3

dan selanjutnya mengalami peningkatan sampai hari ke-7. Aktivitas maksimal sebesar

62,77 ± 4,49 U/ml diperoleh pada lama fermentasi 7 hari dan berdasarkan uji lanjut

Page 51: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

34

Duncan, aktivitas ini berbeda nyata dengan semua perlakuan lama fermentasi (Lampiran

5).

0

20

40

60

80

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama fermentasi (Hari)

Ak

tivita

sA

MG

(U/m

l)

-1,00E+08

4,00E+08

9,00E+08

1,40E+09

1,90E+09

Jm

lsp

ora

(pe

rm

l)

AMG spora

Gambar 7 Kurva pertumbuhan A. niger dan aktivitas glukoamilase

Dari Gambar 7 terlihat bahwa aktivitas enzim glukoamilase pada fermentasi

hari ke-1 sampai hari ke-3 mengalami penurunan dari 32,41 U/ml -26,47 U/ml, hal ini

dapat disebabkan enzim dalam masa penyesuaian, sedangkan pada hari ke-4 sampai hari

ke-7 aktivitas enzim semakin meningkat. Ini menunjukkan semakin lama difermentasi

aktivitas glukoamilase semakin besar dalam menghidrolisis pati menjadi monomer

glukosa.

Perbedaan aktivitas enzim dengan variasi waktu fermentasi dapat disebabkan

meningkatnya aktivitas glukoamilase I pada kompleks glukoamilase A. niger pada

kondisi waktu fermentasi yang lebih lama. Hal ini dapat pula disebabkan oleh adanya

perubahan pH selama fermentasi (Kombong 2004)

Enzim glukoamilase I merupakan komponen kompleks glukoamilase yang aktif

menghidrolisis ikatan α-1,6 glikosidik pada rantai cabang pati dan glukoamilase II aktif

menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada rantai lurus pati menjadi monomer glukosa.

Selama proses fermentasi terjadi penurunan pH awal dari 4,0 sampai 2,68 pada

hari ke-3. Penurunan pH berhubungan dengan konsumsi karbohidrat oleh mikroba. Bila

karbohidrat atau glukosa telah habis dikonsumsi, aktivitas glukoamilase dan pH akan

meningkat kembali. Meningkatnya pH berhubungan dengan dihasilkannya senyawa

amoniak atau dengan dikonsumsinya asam yang terbentuk dalam siklus pertumbuhan

Page 52: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

35

segera setelah semua karbohidrat dikonsumsi. Perubahan pH selama fermentasi

produksi enzim glukoamilase dapat dilihat pada Lampiran 5.

4. 3 Proses Hidrolisis dan Karakteristik Hidrolisat

Proses pembuatan hidrolisat dilakukan dengan menghidrolisis fraksi pati dan

serat yang terkandung pada bahan. Hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk

menyediakan glukosa yang akan dipergunakan sebagai substrat S. cerevisiae dalam

proses fermentasi. Pada dasarnya prinsip hidrolisis adalah memutuskan rantai polimer

bahan menjadi unit-unit monomer yang lebih sederhana. Pemutusan rantai polimer

tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi

ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar

dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai

polimer bahan. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara

acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada

percabangan tertentu.

Dalam penelitian ini, pembuatan hidrolisat dilakukan dengan 2 cara yaitu

hidrolisis menggunakan asam dan enzim. Asam yang dipergunakan adalah H2SO4 0,4 M

dengan waktu hidrolisis 10 menit pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm. Penggunaan H2SO4

0,4 M diharapkan hanya menghidrolisis fraksi pati tanpa menghidrolisis fraksi seratnya.

Hidrolisis enzimatik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu menghasilkan

produk yang lebih spesifik sesuai dengan yang diinginkan, kondisi proses dapat

dikontrol dan lebih sedikit menghasilkan produk samping. Enzim yang dipergunakan

meliputi α-amilase, amiloglukosidase komersial (AMG), selulase komersial dan selulase

kasar dari T. viride. Enzim α-amilase dan AMG dipergunakan untuk menghidrolisis

fraksi pati menjadi glukosa, sedangkan selulase komersial dan selulase kasar

dipergunakan untuk menghidrolisis fraksi serat atau selulosa menjadi glukosa atau gula-

gula sederhana lainnya yang merupakan monosakarida.

Proses hidrolisis secara enzimatik meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi.

Pada tahap ini tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan gula

kompleks. Pada tahap likuifikasi dilakukan penambahan enzim α-amilase untuk

memotong ikatan α-1,4 glikosida pati menjadi dekstrin. Proses ini dilakukan pada suhu

Page 53: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

36

90 oC selama 1 jam. Dosis enzim yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 1

ml/kg pati (Budiyanto et al. 2005 ). Likuifikasi merupakan proses pencairan pati yang

telah mengalami gelatinisasi. Gelatinisasi dapat dilakukan dengan melakukan

pemanasan pati di dalam air sehingga granula pati mulai mengembang sehingga

kekentalannya meningkat (Thomas dan Atwell 1997). Adanya proses gelatinisasi

menyebabkan ikatan-ikatan antar molekul pati lebih lemah sehingga kerja enzim dapat

lebih mudah.

Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 oC selama 48 jam. Enzim yang

ditambahkan pada tahap ini adalah AMG yang berfungsi untuk memutuskan rantai pati

menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi, baik pada ikatan α-1,4

maupun α-1,6 glikosida dan menghasilkan unit-unit glukosa. Dosis AMG yang

dipergunakan sebesar 1,2 ml/kg pati (Budiyanto et al. 2005 ). Beberapa perlakuan

hidrolisis pada tahap sakarifikasi ditambahkan enzim selulase baik yang komersial

maupun filtrat enzim selulase kasar. Enzim selulase yang ditambahkan pada tahap

sakarifikasi ini diharapkan dapat menghidrolisis fraksi serat terutama selulosa yang

mempunyai ikatan β-1,4 glikosida untuk menghasilkan glukosa. Karakteristik hasil

hidrolisis asam dan enzim disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik hasil hidrolisis asam dan enzim

HidrolisisTotal gula

(% b/v)Gula reduksi

(% b/v)DE(%)

Asam (H2SO4 0,4 M)α-amilase, AMGα-amilase, AMG, selulase kasarα-amilase, AMG, selulase komersial

38,93 ± 8,0934,93 ± 10,2835,59 ± 11,3236,62 ± 22,23

22,04 ± 4,3119,50 ± 3,6521,11 ± 1,9426,43 ± 2,60

56,6355,8259,3272,17

AMG : Amiloglukosidase komersial, Data : Rerata ± standar deviasi (n = 3)

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis hidrolisis tepung

ubi kayu berpengaruh nyata terhadap total gula yang dihasilkan (Lampiran 6). Hasil uji

lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara hidrolisis asam

dengan hidrolisis yang hanya menggunakan enzim amilolitik (α-amilase, AMG), namun

perlakuan asam ini tidak bebeda nyata dengan perlakuan hidrolisis yang menggunakan

enzim amilolitik dan selulase. Total gula tertinggi diperoleh dari hasil hidrolisis asam

yaitu sebesar 389,25 ± 8,09 g/L.

Page 54: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

37

Penggunaan H2SO4 menghasilkan total gula lebih tinggi dibandingkan dengan

hidrolisis secara enzimatik, hal ini diduga karena hidrolisis menggunakan asam akan

memecah secara acak polisakarida pati maupun non pati seperti selulosa dan

hemiselulosa dalam jumlah yang lebih besar. Proses hidrolisis kulit ubi kayu dengan

menggunakan H2SO4 dengan konsentrasi 0,01-0,25 M pada suhu 135 oC, tekanan 15 lb/

inch2, selama 90 menit diperoleh hasil 199 mg gula pereduksi/gram bahan (bk) dengan

komposisi 37 % glukosa, 4,8 % xilosa dan 4,1 % ramnosa (Kongkiattikajorn dan

Kalaya 2006).

Analisis keragaman terhadap gula pereduksi menunjukkan perbedaan perlakuan

hidrolisis berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi, dan dari uji lanjut Duncan

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, dimana gula pereduksi

tertinggi diperoleh dari hasil hidrolisis menggunakan kombinasi α-amilase, AMG,

selulase komersial yaitu sebesar 264, 28 ± 2,60 g/L (Gambar 8 dan Lampiran 6).

0

100

200

300

400

500

Asam H2SO4 α-amilase, AMG α-amilase, AMG,

selulase komersial

α-amilase, AMG,

selulase kasar

Jenis hidrolisis

Ko

nse

ntr

asi

(g/L

)

Total gula Gula pereduksi

Gambar 8 Pengaruh hidrolisis terhadap total gula dan gula pereduksi

Angka pereduksi atau dextrose equivalent (DE) menunjukkan jumlah gula

pereduksi dari pati atau turunannya yang dihitung sebagai nilai dekstrosa (Wurzburg

1989). Nilai DE sesungguhnya memberikan sedikit gambaran tentang kandungan gula

pereduksi dalam suatu larutan, namun besaran ini dapat dipergunakan secara tidak

Page 55: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

38

langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas gula-gula yang ada di dalam larutan atau

spektrum gula (Tjokroadikoesoemo 1986).

Pada hidrolisis secara enzimatik, terlihat bahwa adanya penambahan enzim

selulase komersial dan enzim kasar dapat meningkatkan kandungan gula pereduksi yang

ada pada bahan jika dibandingkan dengan perlakuan yang hanya menggunakan enzim α-

amilase, AMG. Angka pereduksi tertinggi 72,166 % diperoleh dari proses sakarifikasi

dengan AMG yang ditambahkan selulase komersial 15 Unit/g serat kasar, diikuti oleh

proses sakarifikasi dengan AMG yang ditambahkan selulase kasar sebesar 59,315 %

dan hidrolisis tanpa penambahan enzim selulase sebesar 57,154 %. Adanya

peningkatan konsentrasi gula pereduksi dengan penambahan enzim selulase jika

dibandingkan dengan hanya menggunakan enzim amilolitik diduga enzim selulase

mampu menghidrolisis selulosa pada fraksi serat untuk menghasilkan lebih banyak

glukosa. Selain itu, diduga enzim selulase mampu melonggarkan dan menghidrolisis

ikatan-ikatan pada serat sehingga kinerja enzim AMG dapat lebih maksimal untuk

menghidrolisis fraksi pati menghasilkan glukosa.

Peningkatan konsentrasi gula pereduksi dapat disebabkan oleh serangan

selulase secara sinergis antara endoglukonase, selobiohidrolase dan β-glukosidase.

Pada tahap awal endoglukonase menghidrolisis ikatan 1,4 secara acak dan bekerja pada

bagian amorf dari serat selulosa. Selanjutnya selobiohidrolase menghidrolisis ujung

rantai selulosa menghasilkan selobiosa, dimana selobiosa ini dihidrolisis oleh β-

glukosidase menjadi glukosa ( Dewi 2002; Reezey et al. 1996)

Menurut Sriroth et al. (2000), untuk meningkatkan hasil hidrolisis singkong

yang mengandung fraksi pati dan serat dapat dilakukan dengan menggunakan

campuran enzim selulase, xilanase, β,D-glukosidase, amilase, AMG dan pektinase.

Dengan adanya campuran enzim akan dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi pati

dengan meregangkan atau menghidrolisis struktur polisakarida yang mengikat pati.

Penggunaan selulase 15 U/g substrat dan pektinase 122,5 U/g substrat untuk

menghidrolisis tepung ubi kayu selama 1 jam dapat meningkatkan perolehan pati 40 %.

Obalua (2007), melaporkan bahwa hidrolisis onggok ubi kayu dengan

menggunakan selulase dan pektinase pada suhu 28 oC selama 1 jam, diikuti dengan

hidrolisis α-amilase pada suhu 100 oC selama 2 jam dam kemudian dihidrolisis dengan

AMG pada suhu 60 oC selama 4 jam menghasilkan 12,24 % (b/v) gula pereduksi.

Page 56: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

39

Peningkatan konsentrasi gula pereduksi disebabkan oleh adanya sinergi antara selulase,

α-amilase, AMG dan adanya penambahan pektinase dapat mengurangi kekentalan

substrat sehingga kinerja enzim lebih efektif.

Srinorakutara et al. (2004) menyatakan bahwa hidrolisis onggok ubi kayu

dengan menggunakan H2SO4 0,6 M pada suhu 120 oC selama 30 menit menghasilkan

gula pereduksi maksimum 6,09 % (b/v). Hidrolisis dengan menggunakan enzim α-

amilase dan AMG menghasilkan konsentrasi gula pereduksi 4,23 % (b/v). Hidrolisis

dengan kombinasi enzim selulase, α-amilase dan AMG menghasilkan konsentrasi gula

pereduksi 4,74 % (b/v). Hidrolisis dengan menggunakan enzim pektinase, selulase, α-

amilase dan AMG menghasilkan 4,98 % (b/v) gula pereduksi.

4.4 Proses Fermentasi

Pembuatan etanol pada umumnya dilakukan melalui proses fermentasi.

Fermentasi merupakan proses untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol dan CO2.

Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2.

Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan

fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-

Parnas (EMP), sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi

asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol.

Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi etanol adalah S. cerevisiae,

karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap etanol yang cukup tinggi (12-

18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi

pada suhu 4-32 oC (Harrisson dan Graham 1970).

Proses produksi etanol ini dilakukan melalui fermentasi secara batch atau nir

sinambung dengan tujuh perlakuan alternatif tahapan proses produksi. Proses

fermentasi menggunakan erlenmeyer 1000 ml dengan volume substrat 500 ml. Kondisi

fermentasi dilakukan pada suhu ruang, dimana pada 24 jam awal dilakukan proses

agitasi dengan kecepatan 150 rpm. Proses ini bertujuan untuk mempermudah difusi

oksigen ke dalam medium sehingga kontak antara substrat dan inokulum makin banyak

dan homogen. Menurut Hollaender (1981), agitasi dapat memperlancar difusi oksigen

sehingga kadar oksigen terlarut dalam medium akan cukup mendukung untuk

Page 57: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

40

pertumbuhan sel secara aerobik. Setelah jam ke-24 agitasi dihentikan untuk

memperoleh kondisi anaerob, sehingga proses produksi etanol dapat berjalan lebih

optimal. Substrat diatur pH awalnya sampai mencapai 5,0 dengan menggunakan HCl

1N.

Proses fermentasi dilakukan selama 96 jam dan diamati perubahan total gula dan

pH secara periodik. Pada akhir fermentasi dianalisis kandungan serat kasar sisa, total

gula sisa dan kadar etanol yang dihasilkan. Etanol yang dihasilkan akan dihitung

efisiensi fermentasinya berdasarkan jumlah substrat yang dikonsumsi oleh khamir untuk

menghasilkan etanol secara teorits. Perhitungan didasarkan pada metabolisme glukosa

menjadi etanol melalui jalur EMP. Secara sederhana proses fermentasi alkohol dari

bahan baku glukosa terlihat pada persamaan reaksi berikut:

C6 H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP + 5 Kkal

Dari reaksi diatas, secara teoritis 100 % karbohidrat diubah menjadi 51,1% etanol dan

48,9 % menjadi CO2. Efisiensi fermentasi merupakan persentase perbandingan antara

konsentrasi etanol yang diperoleh (aktual) dengan konsentrasi etanol secara teoritis.

Yield atau rendemen produk adalah persentase etanol yang terbentuk per substrat tepung

ubi kayu yang dipergunakan. Efisiensi pemanfaatan substrat (ds/s) merupakan

perbandingan jumlah substrat glukosa yang dikonsumsi dengan substrat awal yang

tersedia.

Perlakuan pertama (P1), proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan asam

yaitu H2SO4 0,4 M selama10 menit. Hasil hidrolisis berupa hidrolisat glukosa yang

masih bercampur dengan serat. Hidrolisat kemudian didetoksifikasi dan dinetralisasi

dengan cara menambahkan NH4OH 10 % hingga pH mencapai 10,0 dan dibiarkan

selama 30 menit, setelah itu diatur pH-nya menjadi 5,0 dengan menambahkan HCl 1 N

(Alriksson et al. 2005) . Hidrolisat ini kemudian ditambahkan kultur T. viride (1,58 x

109/ml) sebanyak 10 % dari volume substrat dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah

inkubasi dilakukan proses fermentasi dengan menambahkan kultur S. cerevisiae

sebanyak 10 % dari volume substrat. Penambahan kultur T. viride dimaksudkan untuk

menghidrolisis fraksi serat yang terdapat pada hidrolisat terlebih dahulu untuk

menghasilkan glukosa, kemudian glukosa yang terbentuk dimanfaatkan oleh S.

Page 58: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

41

cerevisiae untuk memproduksi etanol. Perubahan total gula dan pH substrat selama

fermentasi disajikan pada Gambar 9.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

100

200

300

400

500

Tota

lG

ula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 9 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P1

Perlakuan kedua (P2), proses hidrolisis dan netralisasi dilakukan sama halnya

seperti pada perlakuan P1, hanya saja hidrolisat asam yang masih mengandung serat

setelah dinetaralisasi dan diatur pH-nya sampai 5,0 kemudian ditambahkan kultur

campuran T. viride (1,58 x 109/ml) dan S. cerevisiae secara simultan dengan

perbandingan 1:1 yaitu masing-masing 10 % dari volume substrat. Penambahan kultur

campuran ini dimaksudkan agar T. viride dapat menghidrolisis serat dan hasilnya

langsung dimanfaatkan oleh S. cerevisiae untuk memproduksi etanol.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

100

200

300

400

500

To

tal

Gu

la(g

/L)

pH Total gula

Gambar 10 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P2

Page 59: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

42

Selama proses fermentasi pada perlakuan P2 (Gambar 10) terjadi penurunan

konsentrasi total gula dan pH. Penurunan konsentrasi total gula terjadi dari 383,08 ±

3,70 g/L menjadi 277,94 ± 17,29 g/L, sedangkan penurunan pH awal terjadi dari 5,01 ±

0,01 menjadi 4,27 ± 0,02. Penurunan total gula dan pH terjadi secara cepat pada awal

fermentasi sampai jam ke-24 (Gambar 14). Pada fase ini diduga mikroba lebih banyak

mengkonsumsi substrat untuk menghasilkan etanol dibandingkan dengan waktu setelah

jam ke-24 sampai jam ke-96. Selama proses fermentasi diperoleh etanol dengan

konsentrasi 3,92 ± 0,31 % (b/v) dan rendemen 15,99 % (v/b). Efisiensi fermentasi dan

penggunaan substrat masing-masing 49,48 % dan 40,49 %.

Perlakuan ketiga (P3) menggunakan proses SFS, dimana pada tahap awal

dilakukan proses hidrolisis enzimatik melalui proses likuifikasi menggunakan enzim α-

amilase. Enzim ini hanya berfungsi untuk mencairkan pati yang telah tergelatinisasi dan

hanya menghidrolisis fraksi amilosa yang mempunyai ikatan pada pati α-1,4 glikosidik,

sedangkan fraksi amilopektin yang juga mempunyai ikatan α-1,6 glikosidik dan fraksi

serat terutama selulosa yang mempunyai ikatan β-1,4 glikosidik tidak akan terhidrolisis.

Setelah likuifikasi dilakukan proses sakarifikasi dan fermentasi secara simultan dengan

menambahkan kultur campuran A. niger (1,33 x 109/ml), T. viride (1,58 x 109/ml) dan

S. cerevisiae dengan perbandingan 1:1:1 yaitu masing-masing 10 % dari volume

substrat. Pemberian kultur campuran dilakukan dengan menambahkan supernatan dan

miselium yang telah diproduksi selama 7 hari ( Kovacs et al. 2009).

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Tota

lG

ula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 11 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P3

Page 60: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

43

Penambahan kultur A. niger dimaksudkan agar enzim AMG yang dihasilkan

oleh A. niger akan langsung menghidrolisis fraksi amilopektin untuk menghasilkan

glukosa, begitu juga dengan penambahan T. viride diharapkan enzim selulase yang

dihasilkan akan mampu menghidrolisis fraksi selulosa pada fraksi serat kasar untuk

menghasilkan glukosa. Glukosa yang dihasilkan dari kultur campuran ini secara

simultan dimanfaatkan oleh S. cerevisiae untuk memproduksi etanol.

Selama proses fermentasi pada perlakuan P3 terjadi penurunan konsentrasi total

gula dari 340,29 ± 10,49 g/L menjadi 24,81 ± 7,09 g/L dan penurunan pH awal dari

5,01 ± 0,01 menjadi 3,93 ± 0,10 terjadi sampai jam ke-48. Setelah jam ke-48, terjadi

peningkatan pH akhir fermentasi menjadi 4,01 ± 0,170. Penurunan konsentrasi total

gula secara cepat terjadi mulai jam ke-18 sampai jam ke-24, setelah itu, penurunan

konsentrasi total gula relatif lambat (Gambar 11). Selama proses fermentasi diperoleh

etanol dengan konsentrasi 7,41 ± 1,79 % (b/v) dan rendemen 32,76 % (v/b). Efisiensi

fermentasi dan penggunaan substrat masing-masing 46,05 % dan 92,709 %.

Perlakuan keempat (P4), Proses hidrolisis dilakukan secara enzimatik melalui

proses likuifikasi dengan enzim α-amilase dan proses sakarifikasi menggunakan

campuran enzim AMG dan filtrat enzim selulase kasar dari hasil produksi menggunakan

kultur T.viride. Setelah proses sakarifikasi dilakukan fermentasi dengan penambahan S.

cerevisiae 10 % dari volume substrat.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

50

100

150

200

250

300

350

400T

ota

lG

ula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 12 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P4

Page 61: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

44

Perubahan total gula dan pH juga terjadi pada perlakuan P4. Pada Gambar 12

terlihat bahwa selama proses fermentasi terjadi penurunan konsentrasi total gula dari

377,74 ± 4,67 g/L menjadi 20,69 ± 2,78 g/L. Penurunan pH awal dari 4,96 ± 0,05

menjadi 3,05 ± 0,39 terjadi sampai jam ke-24. Setelah itu, terjadi peningkatan pH akhir

fermentasi menjadi 3,17 ± 0,42. Penurunan konsentrasi total gula secara cepat terjadi

mulai jam ke-6 sampai jam ke-24, setelah melewati jam ke-24 penurunan konsentrasi

total gula relatif lambat. Penurunan pH awal terjadi sangat cepat dari awal fermentasi

sampai jam ke-18. Setelah melewati jam ke-18 pH substrat relatif konstan. Dengan

menggunakan perlakuan ini, konsentrasi etanol yang diperoleh sebesar 9,29 ± 1,76 %

(b/v) dengan rendemen 34,77 % (v/b). Efisiensi fermentasi dan penggunaan substrat

masing-masing 51,03 % dan 94,52 %.

Perlakuan kelima (P5), proses hidrolisis dilakukan secara enzimatik. Hasil

hidrolisis pada tahap likuifikasi berupa hidrolisat glukosa yang masih bercampur dengan

serat, kemudian ditambahkan kultur A. niger (1,33 x 109/ml) dan T. viride (1,58 x

109/ml) dengan perbandingan 1:1 yaitu masing-masing sebanyak 10 % dari volume

substrat dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah inkubasi dilakukan proses fermentasi

dengan menambahkan kultur S. cerevisiae sebanyak 10 % dari volume substrat.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

100

200

300

400

Tota

lG

ula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 13 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P5

Selama proses fermentasi pada perlakuan P5, terjadi penurunan konsentrasi total

gula dari 335,76 ± 12,85 g/L menjadi 32,05 ± 4,51 % g/L, sedangkan penurunan pH dari

5,10 ± 0,10 menjadi 4,12 ± 0,12. Penurunan konsentrasi total gula secara cepat terjadi

Page 62: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

45

mulai dari jam ke-18 sampai jam ke-24 dan penurunan pH terjadi pada jam ke-6 sampai

jam ke-18 (Gambar 13). Konsentrasi etanol yang dihasilkan dari perlakuan ini sebesar

6,38 ± 0,66 % (b/v) dengan rendemen 28,21 % (v/b). Efisiensi fermentasi dan

penggunaan substrat masing-masing 41,18 % dan 90,45 %.

Perlakuan keenam (P6) pada dasarnya dilakukan dengan cara yang sama dengan

perlakuan P4. Perbedaan hanya terjadi pada proses sakarifikasi, dimana perlakuan P6

menggunakan campuran AMG dengan selulase komersial.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

100

200

300

400

Tota

lG

ula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 14 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P6

Penurunan total gula selama proses fermentasi P6 terjadi dari konsentrasi 380,21

± 17,03 g/L menjadi 22,75 ± 0,69 g/L dan penurunan pH terjadi dari 5,01 ± 0,09

menjadi 3,40 ± 0,65. Penurunan konsentrasi total gula secara cepat terjadi mulai pada

jam ke-12 sampai jam ke 24, sedangkan penurunan pH terjadi mulai awal sampai jam

ke-18 (Gambar 14). Konsentrasi etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi ini 8,92 ±

0,56 % (b/v) dengan rendemen 33,36% (v/b). Efisiensi fermentasi dan penggunaan

substrat masing-masing 48,80 % dan 94,210 %.

Perlakuan kontrol (P7), proses hidrolisis dilakukan secara enzimatik melalui

proses likuifikasi dengan enzim α-amilase dan proses sakarifikasi menggunakan enzim

AMG. Hasil hidrolisat yang masih mengandung serat kemudian difermentasi selama 96

jam dengan menambahkan S. cerevisiae sebanyak 10 % dari volume substrat. Selama

proses fermentasi pada perlakuan kontrol terjadi penurunan konsentrasi total gula dari

376,91 ± 15,17 g/L menjadi 24,11 ± 1,42 g/L, sedangkan penurunan pH terjadi mulai

4,91 ± 0,11 menjadi 3,07 ± 0,59 (Gambar 15). Penurunan konsentrasi total gula tejadi

Page 63: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

46

secara cepat mulai jam ke-12 sampai jam ke- 36 , sedangkan penurunan pH mulai

terjadi dari awal fermentasi sampai jam ke-24. Konsentrasi etanol yang dihasilkan dari

perlakuan ini 5,34 ± 0,63 % (b/v) dengan rendemen 20,05 % (v/b). Efisiensi fermentasi

dan penggunaan substrat masing-masing 30,05 % dan 93,603 %.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

0 6 12 18 24 36 48 72 96

Lama fermentasi (Jam)

pH

0

50

100

150

200

250

300

350

400

To

tal

Gula

(g/L

)

pH Total gula

Gambar 15 Perubahan pH dan total gula selama fermentasi P7

Diskusi

Pada semua perlakuan menunjukkan adanya korelasi searah antara penurunan

total gula dengan pH yaitu penurunan konsentrasi total gula diikuti dengan penurunan

pH substrat. Hal ini berkaitan dengan adanya konsumsi glukosa melalui proses

glikolisis dan akumulasi senyawa asam-asam organik yang terbentuk selama proses

fermentasi. Senyawa asam-asam organik dapat berupa asam asetat, laktat dan asam

piruvat. Asam piruvat merupakan senyawa yang terbentuk selama proses glikolisis pada

siklus EMP. Selama proses glikolisis, setiap satu mol glukosa akan dipecah menjadi

dua mol asam piruvat dan melepaskan dua mol ion H+. Adanya ion H+ ini diduga dapat

menurunkan pH larutan fermentasi. Secara keseluruhan proses glikolisis dapat dilihat

dari persamaan reaksi berikut ini:

Glukosa + 2 ADP + 2 NAD+ + 2 Pi 2 Piruvat + 2 ATP + 2 NADH + 2 H+

Asam piruvat yang terbentuk kemudian dirubah menjadi asetaldehid dan CO2

oleh enzim piruvat dekarboksilase yang selanjutnya dirubah menjadi alkohol oleh enzim

alkohol dehidrogenase. Adanya penumpukan asam diduga karena S. cerevisiae kurang

Page 64: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

47

mampu untuk mengubah asam piruvat menjadi etanol sehingga terjadi penumpukan

asam.

Penurunan pH selama proses fermentasi dapat juga disebabkan oleh adanya

proses ionisasi H+ dan penggunaan (NH4)2SO4 sebagai sumber nitrogen untuk

pertumbuhan sel. (NH4)2SO4 jika berada di dalam larutan akan terionisasi menjadi ion

NH4+ dan SO4

2-. Dalam proses pembentukan massa sel, mikroba akan mengkonsumsi

NH4+ untuk membentuk R-NH3

+. Pembentukan R-NH3+ oleh NH4

+ yang semakin

banyak akan meningkatkan pelepasan ion H+ ke dalam larutan substrat, sehiggan pH

menjadi semakin menurun.

Pada fermentasi menggunakan substrat hidrolisat asam, laju fermentasi lebih

lambat dari pada fermentasi menggunakan substrat hidrolisat enzim. Hal ini dilihat dari

laju konsumsi glukosa yang berlangsung secara lambat pada tahap awal dan mulai

menurun secara cepat setelah jam ke-18 (P1 dan P2). Lambatnya laju fermentasi diduga

disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa penghambat yang terbentuk selama proses

hidrolisis asam seperti senyawa furfural, HMF, asam karboksilat dan komponen-

komponen fenol (Mussatto dan Roberto 2004). Fase awal yang lambat menunjukkan

mikroorganisme memerlukan fase adaptasi (lag phase) yang lebih lama. Kondisi ini

diduga disebabkan oleh adanya proses sintesis enzim atau koenzim baru oleh

mikroorganisme untuk menguraikan furfural ( Boyer et al. 1992). Palvist dan Hagerdal

(2000b) menyatakan bahwa adanya fase adaptasi berkaitan dengan adanya sintesis

enzim baru untuk merubah furfural menjadi furfural alkohol, dan proses ini melibatkan

enzim alkoholdehidrogenase (ADH) yang sebenarnya berfungsi untuk merubah

asetaldehid menjadi etanol. Sanchez dan Bautista (1988) menyatakan bahwa HMF pada

konsentrasi 2 g/L akan memperpanjang waktu lag fase pada kultivasi mikroba.

Taherzadeh et al. (1999) melaporkan bahwa furfural dapat menyebabkan

lambatnya laju pertumbuhan spesifik dan laju produksi etanol baik pada kondisi anaerob

maupun aerob pada sistem kultivasi dan fermentasi menggunakan kultur S. cerevisiae

CBS 8066 secara batch. Pada konsentrasi furfural 4 g/L dapat menurunkan laju

pembentukan CO2 sekitar 35 %. Penurunan laju pembentukan CO2 ini terjadi secara

cepat pada fase awal kultivasi dan fermentasi. Laju pertumbuhan spesifik mikroba

menurun dari 0,4 sampai 0,03 ± 0,02 /jam, sedangkan laju produktivitas etanol menurun

dari 1,6 ± 0,1 g/g jam menjadi 0,5 ± 0,2 g/g jam. Laju pertumbuhan spesifik dan

Page 65: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

48

produktivitas akan segera meningkat setelah furfural dikonversi menjadi furfural

alkohol dengan laju konversi 0,6 ± 0,03 g (furfural)/ g (biomassa) jam.

Kondisi fermentasi menggunakan hidrolisat enzim menunjukkan pola penurunan

konsentrasi total gula dan pH yang berbeda dengan fermentasi menggunakan hidrolisat

asam. Pada fermentasi hidrolisat enzim, laju fermentasi yang ditandai dengan laju

penurunan konsentrasi gula terjadi lebih cepat pada fase-fase awal sampai memasuki

jam ke-24 dan umumnya setelah jam ke-24 laju penurunan konsentrasi gula relatif

lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya akumulasi etanol, asam yang cukup

tinggi dan semakin terbatasnya konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat proses

fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk, sedangkan asam dapat

menurunkan pH substrat sehingga khamir tidak dapat tumbuh dengan optimal (You et

al. 2003; Pampulha dan Dias 1989) . Clark dan Mackie (1984) melaporkan bahwa pada

konsentrasi etanol 1-2 % (b/v) sudah cukup menghambat pertumbuhan dan pada

konsentrasi etanol 10 % (b/v) laju pertumbuhan hampir berhenti.

Berdasarkan hasil produksi etanol dari masing-masing perlakuan, setelah

dilakukan analisis ragam diperoleh bahwa perlakuan jenis proses fermentasi

berpengaruh nyata terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan (p-value < 0,05) dan dari

uji lanjut Duncan terlihat bahwa konsentrasi etanol tertinggi diperoleh dari perlakuan P4

yaitu 9,29 ± 1,76 % (b/v), namun konsentrasi etanol yang dihasilkan tidak berbeda

nyata dengan konsentrasi etanol dari perlakuan P6 (Lampiran 10).

0

20

40

60

80

100

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Perlakuan

Re

nd

em

en

(%v/b

)

Ef.p

em

an

faa

tan

su

bstr

at(%

)

Ko

nse

ntr

asie

tan

ol(

%b

/v)

Rendemen efisiensi substrat konsentrasi etanol

Gambar 16 Pengaruh jenis perlakuan fermentasi terhadap konsentrasi etanol, rendemendan efisiensi substrat

Page 66: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

49

Rendemen pembuatan etanol dari tepung ubi kayu tertinggi juga diperoleh dari

perlakuan P4 yaitu sebesar 34,77 % (v/b). Hal ini berarti untuk menghasilkan 1 liter

etanol dibutuhkan sekitar 2,88 Kg tepung ubi kayu (Lampiran 9). Nurdyastuti (2005)

melaporkan bahwa konversi bahan baku pati ubi kayu menjadi bioetanol menghasilkan

rendemen sekitar 16, 67 %. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya penambahan enzim

selulase pada perlakuan P4 dan P6 mampu melonggarkan dan menghidrolisis ikatan-

ikatan selulosa, sehingga S. cerevisiae lebih mudah memanfaatkan glukosa hasil

hidrolisis untuk menghasilkan etanol. Zhang dan Lynd (2004); Reezey et al. (1996)

melaporkan bahwa selulase dapat menghidrolisis selulosa dengan adanya sinergisme 3

komponen enzim selulase yang terdiri dari endoglukonase, selobiohidrolase dan β-

glukosidase.

Efisiensi pemanfaatan substrat pada proses P3 dan P5 yang menggunakan kultur

campuran memberikan nilai yang relatif tinggi yaitu masing-masing 92,71 % dan 90,45

%, namun memberikan konsentrasi etanol yang lebih rendah dibandingkan dengan

proses P4 dan P6 yang hanya menggunakan kultur tunggal S. cerevisiae. Hal ini diduga

disebabkan oleh semakin banyaknya mikroba yang dipergunakan, maka semakin besar

jumlah kubutuhan glukosa sebagai sumber karbon yang diperlukan untuk pembentukan

biomassa sel. Adanya efisiensi pemanfaatan substrat (ds/s) yang tinggi, sedangkan

efisiensi fermentasi yang relatif kecil dapat juga disebabkan oleh konsentrasi total gula

dalam substrat tidak sepenuhnya terkonversi menjadi etanol, melainkan dipergunakan

untuk pertumbuhan sel mikroba, atau asam piruvat yang terbentuk pada proses glikolisis

belum mampu sepenuhnya dirubah menjadi etanol oleh S. cerevisiae. Adanya

penumpukan asam piruvat ini ditandai dengan adanya penurunan pH selama proses

fermentasi.

Secara umum hasil-hasil fermentasi dari hidrolisat enzimatik menghasilkan

konsentrasi etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi etanol dari

hidrolisat asam. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa inhibitor

sebagai hasil samping dari proses hidrolisis asam yang menggunakan suhu dan tekanan

yang relatif tinggi yaitu sekitar 121 oC dan 15 Psi. Pada suhu dan tekanan yang tinggi

komponen-komponen gula hasil hidrolisis akan terdegradasi lebih lanjut. Gula-gula dari

golongan pentosa seperti xilosa dan arabinosa didegradasi menjadi furfural, sedangkan

gula dari golongan heksosa seperti glukosa akan terdegradasi menjadi HMF (Sjostrom

Page 67: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

50

2003). Hidroksimetil furfural akan dapat terus bereaksi untuk membentuk asam-asam

organik seperti asam levulinat dan asam format yang dapat berpengaruh terhadap

penurunan pH substrat. Furfural dan HMF dapat bersifat toksik bagi mikrooganisme

fermentatif baik pada kapang, khamir maupun bakteri (Chandel et al. 2007; Horvarth et

al. 2003). Furfural juga dilaporkan bersifat lebih toksik dari pada HMF dalam

metabolisme S. cerevisiae. Konsentrasi furfural 1 g/L dapat menurunkan laju

metabolisme CO2 dan menurunkan laju pertumbuhan sel pada fase awal pertumbuhan

(Purwadi 2006; Taherzadeh et al. 2000; Modig 2002).

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa penggunakan kultur campuran T. viride,

A. niger dan S. cerevisiae terhadap hidrolisat enzimatik pada perlakuan P3 dan P5

menghasilkan konsentrasi etanol dan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan kontrol (P7). Penggunaan proses SFS pada perlakuan P3 dapat meningkatkan

hasil etanol 38,26 % terhadap kontrol (P7), sedangkan dengan menggunakan kultur

campuran yang ditambahkan secara bertahap (P5) ada kecenderungan meningkatkan

hasil fermentasi hingga 19,056 % terhadap kontrol. Hal sebaliknya terjadi pada

penggunakan kultur campuran T. viride dan S. cerevisiae pada hidrolisat asam (P1 dan

P2) yang menunjukkan hasil produksi etanol yang relatif lebih kecil dari pada perlakuan

kontrol, namun mempunyai rendemen yang lebih besar dari pada kontrol. Hal ini

disebabkan oleh masih banyaknya sisa substrat yang tidak bisa dikonversi oleh mikroba

menjadi etanol dan kemungkinan adanya senyawa-senyawa inhibitor sebagai hasil

samping dari proses hidrolisis asam yang menyebabkan proses konversi menjadi

lambat. Keadaan ini dapat dilihat dari penurunan total gula yang terjadi secara cepat

pada masa-masa akhir proses fermentasi.

Penggunaan kultur campuran Fusarium oxisporum dan S. cerevisiae melalui

proses SFS untuk memproduksi etanol dengan menggunakan substrat hidrolisat sorgum

menghasilkan 33,2 g/L etanol dengan efisiensi fermentasi 68,60 % dari etanol teoritis

(Christakopoulus et al . 1993). Produksi etanol selama 48 jam menggunakan kultur

campuran khamir amilolitik S. diastaticus dan S. cerevisiae pada substrat pati mampu

meningkatkan rendemen 48 % dibandingkan dengan menggunakan kultur tunggal S.

diastaticus dengan efisiensi fermentasi 93 % dari etanol teoritis (Verma 2000).

Dalam proses SFS, kamir secara langsung memfermentasi produk gula yang

dihasilkan dari proses hidrolisis oleh kompleks enzim selulolitik, sehingga laju

Page 68: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

51

sakarifikasi dan rendemen etanol yang dihasilkan akan lebih tinggi. Selain itu, efek

penghambatan selobiosa dan glukosa pada enzim dapat diminimalkan dengan

mengurangi konsentrasi gula pada media (Koesnandar 2001). Konsentrasi glukosa yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan depresi pada sistem metabolisme mitokondria dan

sintesis enzim sel atau sering disebut dengan glucose effect (Petrik et al. 1982). Gaur

(2006) menyatakan bahwa pertumbuhan biomassa S. cerevisiae mengalami

peningkatan sampai konsentrasi glukosa 20 % (b/v) dan pada konsentrasi 25 % (b/v)

biomassa sel mengalami penurunan sekitar 30 %. Menurut Ballesteros et al. (2004),

proses SFS dapat lebih banyak menghasilkan rendemen etanol dibandingkan dengan

proses hidrolisis dan fermentasi secara terpisah serta lebih sedikit membutuhkan enzim

untuk hidrolisis. Resiko kemungkinan terjadinya kontaminasi dalam proses SFS lebih

rendah dibandingkan dengan hidrolisis dan fermentasi terpisah karena adanya etanol

yang langsung dihasilkan dari proses SFS (Ohgren et al. 2006).

Penggunaan enzim selulase baik filtrat kasar maupun komersial yang

ditambahkan secara simultan pada tahap sakarifikasi ternyata dapat meningkatkan

produksi etanol. Penggunaan filtrat enzim selulase kasar pada perlakuan P4 dapat

meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 9,29 ± 1,76 % (b/v)

atau meningkat 73,45 % terhadap kontrol, sedangkan dengan penambahan selulase

komersial konsentrasi etanol meningkat dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 8,92 ± 0,73 %

(b/v) atau meningkat 66,42 % terhadap kontrol.

Sree et al. (2000) menyebutkan bahwa pada proses produksi etanol pada suhu

30 oC selama 48 jam menggunakan S. cerevisiae US3 dengan konsentrasi glukosa yang

berbeda-beda, diperoleh konsentrasi etanol tertinggi 9,30 % (b/v) dari substrat glukosa

20 %, sedangkan pada konsentrasi glukosa 15 % dan 25 % diperoleh konsentrasi etanol

masing-masing sebesar 7,25 % (b/v) dan 8,3 % (b/v). Pada kondisi fermentasi yang

sama, Gaur (2006) melaporkan bahwa kondisi terbaik untuk produksi etanol dari

substrat molases dilakukan pada konsentrasi glukosa 20 % dengan konsentrasi etanol

9,15 % (b/v).

Berdasarkan analisis ragam pengaruh perlakuan proses fermentasi terhadap

konsentrasi serat kasar sisa, diperoleh bahwa perlakuan jenis proses fermentasi

berpengaruh nyata terhadap konsentrasi serat kasar sisa (p-value < 0,05). Dari uji lanjut

Duncan terlihat bahwa perlakuan P1 dengan menggunakan hidrolisis asam yang

Page 69: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

52

ditambahkan T. viride dan S. cerevisiae secara bertahap memberikan konsentrasi serat

kasar terkecil yaitu 0,50 ± 0,03 % (b/v). Perlakuan ini berbeda nyata dengan semua

perlakuan yang lainnya (Gambar 17, Lampiran 11).

Konsentrasi serat kasar sisa tertinggi dihasilkan dari perlakuan P7 yaitu 1,04 ±

0,04 % (b/v). Hal ini disebabkan oleh perlakuan P7 dalam proses hidrolisis dan

fermentasinya hanya menggunakan enzim-enzim amilolitik tanpa penambahan enzim

dan mikroba-mikroba selulolitik. Adanya penambahan enzim selulase kasar (P4) dan

komersial (P6) memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan kadar serat kasar sisa

hidrolisis dan fermentasi. Ini diduga serat kasar telah dapat didegradasi oleh enzim

selulolitik untuk meningkatkan konsentrasi glukosa sebagai substrat fermentasi

(Gambar 17).

Penggunaan kultur campuran melalui proses SFS pada perlakuan P3

menghasilkan konsentrasi serat kasar sisa yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada

proses P7. Hal ini diduga mikroba selulolitik belum mampu menghasilkan selulase

secara maksimal karena kondisi fermentasinya berubah dari kondisi aerob menjadi

anaerobik melalui proses agitasi setelah fermentasi selama 24 jam. Jenie (1990)

melaporkan bahwa untuk sintesis selulase diperlukan kondisi. Aktivitas enzim selulase

T. reesei QM9414 sangat dipengaruhi oleh intensitas agitasi. Aktivitas maksimum dari

enzim-enzim FP-ase, CMC-ase dan beta glukosidase diperoleh dibawah kondisi yang

berbeda, yaitu masing-masing pada kecepatan agitasi 200, 300 dan 400 rpm. Agitasi

intensif menyebabkan terjadinya reduksi semua komponen selulase. Pada perlakuan P5,

dimana penambahan kultur campuran dilakukan secara bertahap menunjukkan

konsentrasi serat kasar sisa berbeda nyata dengan kontrol P7. Hal ini diduga pada proses

sakarifikasi yang dilakukan selama 48 jam dan disertai proses agitasi, menyebabkan T.

viride mampu menghasilkan selulase karena kondisi bersifat aerob. Pada proses

fermentasi, ketika terjadi perubahan kondisi aerob menjadi anaerob setelah fermentasi

24 jam, enzim kasar selulase mampu menghidrolisis selulosa menjadi glukosa.

Page 70: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

53

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Perlakuan

Ko

ns

en

tra

si

se

rat

ka

sa

r(%

b/v

)T

ot.

gu

la(1

0x

%b

/v)

Serat kasar sisa Tot. gula sisa

Gambar 17 Pengaruh perlakuan jenis fermentasi terhadap konsentrasi serat kasar sisadan total gula sisa

Pada Gambar 17 terlihat bahwa perlakuan hidrolisis asam (P1 dan P2)

mempunyai konsentrasi serat kasar sisa relatif rendah yaitu masing-masing 0,50 ± 0,03

% (b/v) dan 0,77 ± 0,04 % (b/v), namun mempunyai konsentrasi total gula sisa tertinggi.

Ini menunjukkan bahwa substrat fermentasi belum dimanfaatkan secara maksimal yang

diduga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa inhibitor pada proses fermentasi

sebagai hasil dari hidrolisis asam. Adanya hidrolisis asam memungkinkan terjadinya

pemecahan secara acak terhadap fraksi-fraksi serat seperti hemiselulosa. Dalam

konsentrasi yang tidak terlalu tinggi hemiselulosa lebih mudah terhidrolisis dari pada

selulosa.

Untuk mengurangi terbentuknya senyawa-senyawa penghambat yang terbentuk

pada hidrolisis asam karena adanya perbedaan karakteristik hidrolisis antara

hemiselulosa dengan selulosa, maka dapat dilakukan hidrolisis asam secara bertahap

yaitu : pertama, tahap yang melibatkan asam encer untuk menghidrolisis gula dari

golongan pentosa yang terdapat pada fraksi hemiselulosa. Tahapan ini biasanya

menggunakan 1 % H2SO4 pada suhu 80-120 oC selama 30-240 menit. Tahap kedua

menggunakan asam dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menghidrolisis gula

yang berasal dari golongan heksosa seperti selulosa menjadi glukosa, biasanya

dilakukan dengan konsentrasi H2SO4 5-20 % dengan suhu mendekati 180 oC. Dengan

menggunakan hidolisis bertahap ini, maka diperoleh kondisi optimum untuk

memaksimalkan hasil glukosa dan miminimumkan hasil samping yang tidak diinginkan

(Purwadi 2006; Soderstrom et al. 2003).

Page 71: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

54

Taherzadeh dan Karimi (2007) juga melaporkan bahwa hidrolisis limbah

lignoselulosik pada tahap awal dapat menggunakan H2SO4 0,1-1 % selama 5 menit pada

suhu 180 oC atau 30-90 menit pada suhu 120 oC akan dapat menghidrolisis fraksi

hemiselulosa dan hanya akan melonggarkan ikatan-ikatan selulosa. Pada tahap kedua

hidrolisis fraksi selulosa dapat dilakukan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 230 oC

Hidrolisis bahan-bahan berlignoselulosik juga dapat dilakukan dengan menggunakan

H2SO4 0,75 % pada suhu awal 50 oC dan kemudian ditingkatkan sampai suhu 190 oC

menyebabkan 80 % hemiselulosa terhidrolisis (Chandel et al. 2007).

Page 72: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Alternatif terbaik teknologi bioproses pembuatan bioetanol dari ubi kayu dihasilkan

dari proses fermentasi secara bertahap melalui proses likuifikasi dengan α-amilase,

sakarifikasi dengan AMG dan selulase kasar, serta fermentasi menggunakan S. cerevisiae.

Dengan proses ini mampu meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v)

menjadi 9,29 ± 1,76 % (b/v) atau meningkat 73,45 % terhadap kontrol. Rendemen yang

dihasilkan 34,77 % (v/b) atau untuk menghasilkan 1 liter etanol dibutuhkan sekitar 2,88 kg

tepung ubi kayu, sedangkan efisiensi fermentasi dan pemanfaatan substrat masing-masing

51,03 % dan 94,52 %.

Penggunaan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae pada proses

proses fermentasi substrat hidrolisat enzim secara SFS selama 4 hari dapat meningkatkan

konsentrasi etanol etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 7,41 ± 1,79 % (b/v) atau

meningkat 38,29 % dibandingkan dengan menggunakan kultur tunggal S. cerevisiae,

sedangkan penggunaan kultur campuran yang ditambahkan secara bertahap pada proses

fermentasi hanya mampu meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v)

menjadi 6,38 ± 0,83 % (b/v) atau meningkat 19,06 % terhadap penggunaan kultur tunggal

S. cerevisiae. Penggunaan kultur campuran T. viride dan S. cerevisiae pada proses

fermentasi substrat hidrolisat asam baik yang dilakukan secara bertahap maupun secara

sakarifikasi fermentasi simultan belum mampu meningkatkan konsentrasi etanol jika

dibandingkan dengan kontrol. Adanya penambahan AMG komersial pada tahap sakarifikasi

dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63 % (b/v) menjadi 8,92 ± 0,73 %

(b/v) atau meningkat 64,42 % terhadap kontrol.

5.2 Saran

Pada proses fermentasi menggunakan kultur campuran untuk substrat hidrolisat

asam perlu dikaji waktu fermentasi yang lebih lama untuk memaksimalkan hidrolisis fraksi

serat menjadi glukosa.

Page 73: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

 

 

 

Daftar Pustaka 

Tidak ada 

Page 74: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

LAMPIRAN

Page 75: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

63

Lampiran 1. Prosedur Analisa

a. Kadar Air (AOAC, 1984)

Contoh sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui

bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100 – 105oC sampai bobot

konstan. Setelah itu didinginkan di dalam deksikator dan ditimbang.

b. Kadar Abu (AOAC, 1984)

Contoh sebanyak 3 – 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui

bobotnya, kemudian diabukan dalam furnace pada suhu 600 oC selama kurang lebih 4 jam

atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam deksikator

sampai suhu ruang dan ditimbang.

c. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)

Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian

ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit.

Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan

panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas

saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol

95%. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100 – 110 oC sampai bobotnya

konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

d. Kadar pati

Analisa kadar pati berdasarkan metode Luff Schrool (AOAC, 1971). Glukosa hasil

hidrolisa pati akan mereduksi larutan Luff, CuO dalam Luff direduksi menjadi Cu2O yang

berwarna merah bata. Kelebihan atau sisa CuO dititrasi secara Iodometri.

Larutan Luff Schrool dibuat dengan cara melarutkan CuSO4.5H2O sebanyak 25 g

ke dalam 50 ml air suling, 50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air suling dan 388 g

Na2CO3.10H2O dilarutkan ke dalam 400 ml air suling. Larutan asam sitrat ditambahkan

sedikit demi sedikit pada larutan soda, kemudian campuran ditambahkan

100)g(contohbobot

)g(ingkerendapanbobot(%)kasarseratKadar

100)(

contohbobot

gabubobotabuKadar

%100

contohbobot

akhirbobotawalbobotairKadar

Page 76: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

64

larutan terusi dan diencerkan hingga 100 ml pada labu ukur, kemudian ke dalam

erlenmeyer 500 ml dimasukkan 2 gram sampel kering dan ditambahkan 200 ml HCl 3 %

serta batu didih. Erlenmeyer dipasang pada pendingin tegak dan dihidrolisa selama 3 jam.

Larutan kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH dan indikator fenolftalin.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, ditambahkan dengan air suling hingga

tanda tera, kemudian disaring. Larutan sebanyak 10 ml dipipet ke dalam erlenmeyer 250

ml dan ditambahkan larutan Luff 25 ml serta 15 ml air suling. Blanko dibuat tanpa larutan

contoh yang dianalisa.

Erlenmeyer dipasang pada pendingin balik, dididihkan selama 10 menit dan segera

didinginkan pada air yang mengalir. Kemudian ditambahkan larutan KI 30 % dan 25 ml

H2SO4 25 %. Setelah reaksi habis segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai larutan

berwarna muda.

Dimana :

0,90 = faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul

pati

G = glukosa setara dengan ml Na2S2O3 yang dipergunakan untuk

titrasi (mg) setelah gula diperhitungkan

P = pengenceran

g = bobot sampel (mg)

e. Total gula metode Phenol H2SO4 (Dubois et al., 1956)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol

yang digunakan. Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut :

2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 µg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 %

dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Biarkan selama

10 menit, kocok lalu tempatkan dalam penanggas air selama 15 menit. Absorbansinya

diukur pada 490 nm. Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol, hanya

2 ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel.

00100

g

PG90,0patiKadar

Page 77: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

65

f. Total gula pereduksi metode DNS (Miller, 1959)

Prinsip metode ini adalah dalam suasana alkali gulla pereduksi akan mereduksi

asam 3,5 – dinitrolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 550 nm.

Penyiapan Pereaksi DNS

Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrolisilat dan 19,8

NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306 g Na-K Tatrat, 7,6 g fenol

yang dicairkan pada suhu 50 oC dan 8,3 g Na-Metabisulfit. Larutan ini diaduk rata,

kemudian 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein.

Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH

untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.

Penentuan Kurva Standar

Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula pereduksi pada

glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan

metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secaara linear.

Penetapan Total Gula Pereduksi

Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut :

1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi

DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan

sampai dingin pada suhu ruang. Ukur absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.

g. Kadar selulosa dan hemiselulosa.

Sebanyak sampel a g dan b g masing-masing dimasukkan ke dalam gelas piala

berukuran 500 ml. Sampel a g ditambahkan dengan 50 ml larutan NDS dan sampel b g

ditambahkan dengan 50 ml larutan ADS lalu dipanaskan selama 1 jam di atas penanggas

listrik. Selanjutnya masing-masing sampel tersebut dicuci menggunakan aseton dan air

panas serta disaring menggunakan pompa vakum dan gelas G-3 (c g dan d g). Sampel

dalam gelas G-3 dikeringkan menggunakan oven, didinginkan dengan eksikator dan

ditimbang sebagai e g dan f g.

Kadar hemiselulosa = kadar NDF – kadar ADF

100a

ceNDFKadar

100

b

dfADFKadar

Page 78: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

66

Residu ADF (f g) yang berada pada gelas G-3 diletakkan di atas nampan yang

berisi air setinggi 1 cm kemudian ditambahkan H2SO4 72 % setinggi ¾ bagian gelas G-3

dan dibiarkan selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Selanjutnya sampel tersebut dicuci

menggunakan aseton dan air panas serta disaring menggunakan pompa vakum dan gelas

G-3. Sampel dalam gelas G-3 dikeringkan dengan menggunakan oven, didinginkan dengan

eksikator dan ditimbang sebagai h g.

h. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 gram contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organic heksan dalam

alat soxlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan pada suhu 105oC. contoh

didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

i. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sebanyak 0,1 gram contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 2,5

ml H2SO4 pekat, 1 gram katalis dengan beberapa butir batu didih. Larutan hasil

destruksi dipindahkan kea lat destilasi dan ditambahkan 15 ml Na OH 50 %. Labu

erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,02 N dan 2-4 tetes inikatro mengsel (campuran

metal merah 0,02 % dalam alcohol dan metil biru 0,02 % dalam alcohol (2:1)

diletakkan di bawah kondesnsor. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam

Erlenmeyer mencapai 2 kali volume awal. Ujung kondensor dibilas dengan aquades

(ditam[ung dalam Erlenmeyer). Larutan yang berada dalam Erlenmeyer dititrasi

NaOH 0,2 N hingga diperoleh perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Setalah itu

dilakukan penetapan blanko.

Kadar protein (%) =W

%100.25,6.014,0.N).ba(

Keterangan:

a = ml NaOH untuk titrasi blanko b = ml NaOH untuk titrasi contoh

N = Normalitas NaOH W = bobot contoh (g)

100b

fhselulosaKadar

%100)g(contohBobot

)g(LemakBobot(%)LemakKadar

Page 79: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

67

j. Prosedur analisa aktivitas FP-Ase

1. Pembuatan pereaksi

- Buffer sitrat

Larutan 0,05 M Na-sitrat dicampur dengan larutan 0,05 M asam sitrat

dengan perbandingan 27:23, maka akan diperoleh larutan buffer sitrat dengan pH

4,8 pada konsentrasi 0,05 M

- Pereaksi DNS

10,6 g DNS dan 19,8 g NaOH dilarutkan dalam 1416 ml air, kemudian

ditambahkan 306 gr garam Rochele (Na-K tartarat) dan 7,6 ml fenol serta 8,3

metabisulfit

2. Pengujian aktivitas FP-Ase

Pengujian aktivitas enzim FP-ase dapat mencerminkan aktivitas umum

selulase, karena substrat untuk pengujiannya digunakan serat yang masih bersifat

kristal sehingga melibatkan aktivitas C1 yang berperan sebagai pengaktif selulosa

kristal menjadi selulosa reaktif

Substrat yang dipergunakan untuk pengujian adalah kertas saring Whatman

no 1, sedangkan perekasinya adalah DNS. Sebagai standar dipergunakan larutan

glukosa. Bagan alir pengujian disajikan pada bagan berikut ini:

1 ml ml filtrat enzim 1 ml buffer sitrat pH 4,8

Inkbasi pada suhu 50 oCselama 30 menit

Ditempatkan dalam airmendidih selama 5 menit

Dibaca absorbansinyapada panjang gelombang

550 nm

Ditambahkan 3 mlperaksi DNS

Kertas saring Whatman No. 1

Page 80: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

68

k. Prosedur analisa CMC-Ase

1. Pembuatan pereaksi

- Larutan CMC-Ase

CMC sebanyak 10 g dilarutkan dalam 800 ml air panas sambil dikocok

secara kontinyu, selanjutnya diambil 100 ml buffer sitrat 0,05 M pH 4,8, 10 ml

merthiolat 1 % dan ditepatkan volumenya sampai 1 L. Larutan ini disimpan dalam

lemari pendingin dan dipanaskan (50 oC) sebelum digunakan.

- Pereaksi DNS

10,6 g DNS dan 19,8 g NaOH dilarutkan dalam 1416 ml air, kemudian

ditambahkan 306 gr garam Rochele (Na-K tartarat) dan 7,6 ml fenol serta 8,3

metabisulfit

2. Pengujian aktivitas CMC-ase

Pengujian aktivitas CMC-ase dapat mencerminkan aktivitas enzim

endoglukanase yang menyerang selulosa yang telah diregangkan struktur seratnya

ataupun yang telah disubsitusi. Substrat yang dipergunakan untuk pengujiana ini

adalah larutan CMC 1 % sedangkan pereaksinya adalah DNS, sebagai standar

digunakan larutan glukosa. Bagan alir pengujiannya sebagai berikut:

Page 81: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

69

l. Pengujian aktivitas enzim amiloglukosidae

Aktivitas glukoamilase ditentukan dnegan menggunakan substrat soluble starch.

Filtrat enzim hasil ekstraksi diencerkan menggunakan buffer asetat 4,6 dengan factor

pengenceran (fp) kali. Sebanyak 1,9 ml soluble starch sebagai substrat (Vsb) dicampur

dengan 0,1 ml larutan contoh (Vc), kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu 60 oC.

setelah inkubasi selesai dilakukan pemanasan dengan air mendidih selama 5 menit. Hal

yang sama dilakukan untuk larutan blanko, kemudian diukur gula pereduksinya (Cgr)

dengan metode DNS. Satu unit didefinisikan sebagai banyaknya μmol glukosa yang

terbentuk oleh aktivitas enzim per menit pada kondisi percobaan. Perhitungan aktivitas

glukoamilase yang dihasilkan sebagai berikut:

A = fpVctBM

VsbVcCgr

..

).(

A = aktivitas enzim

Cgr = Konsentrasi gula pereduksi dalam sampel (mg/L)

BM = Berat molekul glukosa (180 g/mol)

t = Waktu inkubasi substrat dengan sampel (menit)

Vc = Volume larutan contoh (sampel) (ml)

Vsb = Volume larutan substrat soluble starch (ml)

fp = faktor pengenceran.

Page 82: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

70

Lampiran 2. Alternatif tahapan proses pembuatan bioetanol

1. Proses P1

Ubi kayu

Pengupasan danpencucian

Pengotordan kulit ari

Hidrolisis asam

Air

Steam

H2SO4

Penggilingan/pemarutan

NetralisasiNH4OH

GelatinisasiT : 60-70 o C

Sakarifikasi

Glukosa

FermentasiWaktu : 1-4 hari

Etanol

Kultur T. viride

Kultivasipertumbuhan

Produksi enzimkasar

Enzim kasar +biomassa

S.cerevisiae

Page 83: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

71

2. Proses P2

Page 84: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

72

3. Proses P3

4. Proses P4

Page 85: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

73

5. Proses P5

6. Proses P6

Page 86: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

74

7. Proses P7

Page 87: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

75

Lampiran 3 Kurva standar DNS dan total gula

A. Kurva standar gula pereduksi

Gula prdks(ppm)

Absorbansi

50 0.0020

100 0.1390

150 0.3100

200 0.4730

250 0.6540

300 0.8230

B. Kurva total gula

Total Gula(ppm)

Absorbansi

10 0.092

20 0.169

30 0.244

40 0.327

50 0.408

60 0.501

Kurva gula reduksi y = 0.0033x - 0.1811

R2 = 0.9986

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 50 100 150 200 250 300 350

Konsentrasi glukosa (ppm)

Ab

so

rban

si

Kurva standar phenol (Total gula)y = 0.0081x + 0.0057

R2 = 0.9987

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0 10 20 30 40 50 60 70

Konsentrasi glukosa

ab

so

rba

ns

i

Page 88: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

76

Lampiran 4 Analisis deskriptif pertumbuhan jumlah spora T. viride dan A. niger

A. Kurva pertumbuhan jumlah spora T. viride

Parameter Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

Rata-rata 7,08E+07 5,18E+06 1,02E+08 8,65E+08 1,17E+09 1,47E+09 1,58E+09 1,51E+09

Standard Error 1,25E+07 2,11E+06 2,97E+07 2,05E+07 7,21E+07 7,40E+07 1,42E+08 1,42E+08

Median 6,58E+07 4,00E+06 1,10E+08 8,65E+08 1,24E+09 1,43E+09 1,60E+09 1,49E+09

Std. Deviation 2,16E+07 3,65E+06 5,14E+07 3,55E+07 1,25E+08 1,28E+08 2,47E+08 2,46E+08

Variance 4,66E+14 1,33E+13 2,64E+15 1,26E+15 1,56E+16 1,64E+16 6,09E+16 6,08E+16

Range 4,23E+07 7,00E+06 1,02E+08 7,10E+07 2,18E+08 2,45E+08 4,93E+08 4,93E+08

Minimum 5,23E+07 2,28E+06 4,65E+07 8,30E+08 1,03E+09 1,37E+09 1,33E+09 1,27E+09

Maksimum 9,45E+07 9,28E+06 1,48E+08 9,01E+08 1,24E+09 1,62E+09 1,82E+09 1,76E+09

Jumlah 2,13E+08 1,56E+07 3,05E+08 2,60E+09 3,51E+09 4,42E+09 4,74E+09 4,52E+09

Ulangan 3 3 3 3 3 3 3 3

B. Kurva pertumbuhan jumlah spora A. niger

Parameter Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

Rata-rata 3,47E+06 2,31E+06 3,45E+08 4,93E+08 9,38E+08 1,18E+09 1,33E+09 1,26E+09

Standard Error 1,33E+05 8,82E+04 4,70E+07 9,78E+07 5,78E+07 9,33E+07 8,63E+07 4,87E+07

Median 3,60E+06 2,28E+06 3,87E+08 4,55E+08 9,65E+08 1,21E+09 1,29E+09 1,30E+09

Std. Deviation 2,31E+05 1,53E+05 8,14E+07 1,69E+08 1,00E+08 1,62E+08 1,50E+08 8,43E+07

Variance 5,33E+10 2,33E+10 6,63E+15 2,87E+16 1,00E+16 2,61E+16 2,24E+16 7,11E+15

Range 4,00E+05 3,00E+05 1,46E+08 3,33E+08 1,95E+08 3,20E+08 2,93E+08 1,55E+08

Minimum 3,20E+06 2,18E+06 2,51E+08 3,45E+08 8,28E+08 1,01E+09 1,20E+09 1,17E+09

Maksimum 3,60E+06 2,48E+06 3,97E+08 6,78E+08 1,02E+09 1,33E+09 1,49E+09 1,32E+09

Jumlah 1,04E+07 6,93E+06 1,04E+09 1,48E+09 2,82E+09 3,54E+09 3,98E+09 3,79E+09

Ulangan 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00

Page 89: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

77

Lampiran 5 Analisa aktivitas enzim selulase dan glukoamilase

A. CMC-ase

UlanganLamafermentasi 1 2

1 1,968 0,731

2 1,778 1,587

3 1,460 0,477

4 0,858 1,001

5 2,380 0,921

6 5,187 4,727

7 4,751 5,345

Anova: Faktor tunggal

Lama fermentasi Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

1 2 2,699 1,349 0,765

2 2 3,365 1,682 0,018

3 2 1,938 0,969 0,483

4 2 1,858 0,929 0,010

5 2 3,301 1,651 1,064

6 2 9,914 4,957 0,106

7 2 10,096 5,048 0,177

ANOVA

Sumber keragaman JK db KT F P-value F tabel

Perlakuan 39,87042 6 6,6451 17,733 0,001 3,866

Galat 2,623147 7 0,3747

Total 42,49357 13

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

7 5,05 a

6 4,96 0,09 ns a

2 1,68 3,37 ** 3,27 ** b

5 1,65 3,40 ** 3,31 ** 0,03 ** c

1 1,35 3,70 ** 3,61 ** 0,33 ** 0,30 ns c

3 0,97 4,08 ** 3,99 ** 0,71 ** 0,68 ns 0,38 ns c

4 0,93 4,12 ** 4,03 ** 0,75 ** 0,72 ns 0,42 ns 0,04 ns c

P (p,7) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 3,35 4,49 1,45 1,94

3 3,47 5,22 1,50 2,26

4 3,54 5,37 1,53 2,32

5 3,58 5,45 1,55 2,36

6 3,6 5,53 1,56 2,39

7 3,61 5,61 1,56 2,43

Sy = 0,43286

Page 90: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

78

B. FP-ase

UlanganLamafermentasi 1 2

1 2,217 1,801

2 1,634 1,254

3 1,456 0,885

4 1,575 1,622

5 1,741 1,801

6 4,310 4,393

7 5,280 4,262

Anova: faktor tunggal

Lama fermentasi Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

1 2 4,0174 2,0087 0,0866

2 2 2,8876 1,4438 0,0724

3 2 2,3405 1,1703 0,1629

4 2 3,1968 1,5984 0,0011

5 2 3,5417 1,7708 0,0018

6 2 8,7032 4,3516 0,0035

7 2 9,5428 4,7714 0,5182

ANOVASumber keragaman JK db KT Fhit P-value F tabel

Between Groups 26,07254 6 4,3454 35,932 6E-05 3,866

Within Groups 0,846544 7 0,1209

Total 26,91908 13

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

7 4,77 a

6 4,35 0,42 ns a

1 2,01 2,76 ** 2,34 ** b

5 1,77 3,00 ** 2,58 ** 0,24 ** c

4 1,60 3,17 ** 2,75 ** 0,41 ** 0,17 ns c

2 1,44 3,33 ** 2,91 ** 0,56 ** 0,33 ns 0,15 ns c

3 1,17 3,60 ** 3,18 ** 0,84 ** 0,60 ns 0,43 ns 0,27 ns c

P (p,7) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 3,35 4,49 1,45 1,94

3 3,47 5,22 1,50 2,26

4 3,54 5,37 1,53 2,32

5 3,58 5,45 1,55 2,36

6 3,6 5,53 1,56 2,39

7 3,61 5,61 1,56 2,43

Sy = 0,2459

Page 91: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

79

C. Glukoamilase

UlanganLama fermentasi

1 2

1 33,417 31,406

2 26,604 35,209

3 24,872 28,066

4 38,456 35,348

5 54,574 57,365

6 57,392 58,198

7 59,594 65,943

Lama fermentasi Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

1 2 64,823 32,411 2,0212

2 2 61,813 30,907 37,019

3 2 52,938 26,469 5,1022

4 2 73,804 36,902 4,8313

5 2 111,94 55,97 3,8949

6 2 115,59 57,795 0,3255

7 2 125,54 62,769 20,156

ANOVA

Sumber keragaman JK db KT Fhit P-value Ftabel

Between Groups 2692,033 6 448,67 42,818 4E-05 3,866

Within Groups 73,35002 7 10,479

Total 2765,383 13

Uji lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

7 62,77 a

6 57,79 4,97 ** b

5 55,97 6,80 ** 1,83 * c

4 36,90 25,87 ** 20,89 ** 19,07 ** d

1 32,41 30,36 ** 25,38 ** 23,56 ** 4,49 ** e

2 30,91 31,86 ** 26,89 ** 25,06 ** 6,00 ** 1,50 * f

3 26,47 36,30 ** 31,33 ** 29,50 ** 10,43 ** 5,94 ** 4,44 ** g

P (p,7) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 3,35 4,49 1,45 1,94

3 3,47 5,22 1,50 2,26

4 3,54 5,37 1,53 2,32

5 3,58 5,45 1,55 2,36

6 3,6 5,53 1,56 2,39

7 3,61 5,61 1,56 2,43

Sy = 2,28895

Page 92: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

80

D. Perubahan pH selama fermentasi produksi enzim Selulase

UlanganHari

1 2Jumlah Rata-rata Stdev

0 4 4 8,00 4,00 0,00

1 4,03 3,99 8,02 4,01 0,03

2 4,01 3,98 7,99 4,00 0,02

3 4,02 4,01 8,03 4,02 0,01

4 3,88 3,83 7,71 3,86 0,04

5 3,66 3,55 7,21 3,61 0,08

6 3,49 3,55 7,04 3,52 0,04

7 3,32 3,23 6,55 3,28 0,06

E. Perubahan pH selama fermentasi produksi enzim AMG

UlanganHari

1 2Jumlah Rata-rata Stdev

0 4 4 8,00 4,00 0,00

1 2,9 2,91 5,81 2,91 0,01

2 2,78 2,9 5,68 2,84 0,08

3 2,62 2,73 5,35 2,68 0,08

4 2,74 2,92 5,66 2,83 0,13

5 3,09 3,02 6,11 3,06 0,05

6 3,23 3,1 6,33 3,17 0,09

7 3,39 3,4 6,79 3,40 0,01

Page 93: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

81

Lampiran 6 Analisis keragaman hasil hidrolisis tepung ubi kayu

A. Total gula

UlanganPerlakuan

1 2 3

Ratarata

Stdev

Asam H2SO4 380,617 396,667 390,494 389,259 8,096

α-amilase, AMG 341,111 346,049 360,864 349,342 10,280

α-amilase, AMG, selulase komersial 350,988 355,926 391,728 366,214 22,234

α-amilase, AMG, selulase kasar 346,049 353,457 368,272 355,926 11,315

Anova: Faktor tunggal

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

Asam H2SO4 3 1167,778 389,259 65,539

α-amilase, AMG 3 1048,025 349,342 105,675

α-amilase, AMG, selulase komersial 3 1098,642 366,214 494,335

α-amilase, AMG, selulase kasar 3 1067,778 355,926 128,029

ANOVA

Sumber keragaman JK db KT Fhit P-value Ftabel

Perlakuan 2752,121 3 917,374 4,624 0,037 4,066

Galat 1587,156 8 198,395

Total 4339,278 11

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

Asam H2SO4 389,26 a

α-amilase, AMG, selulase komersial 366,21 23,05 ns ab

α-amilase, AMG, selulase kasar 355,93 33,33 ns 10,29 ns ab

α-amilase, AMG 349,34 39,92 * 16,87 ns 6,58 ns b

P (3,8) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 4,50 8,26 36,59 67,17

3 4,50 8,50 36,59 69,12

4 4,50 8,60 36,59 69,94

Sy = 8,13213

Page 94: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

82

B. Gula pereduksi

Ulangan Rata StdevPerlakuan

1 2 3 rata

Asam H2SO4 219,727 216,697 224,879 220,434 4,136

α-amilase, AMG 199,121 193,667 192,203 194,997 3,646

α-amilase, AMG, selulase komersial 266,727 264,576 261,545 264,283 2,603

α-amilase, AMG, selulase kasar 209,121 211,242 212,991 211,118 1,938

Anova: Faktor tunggal

SUMMARY

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

Asam 3 661,303 220,434 17,110

Enzim amilolitik 3 584,991 194,997 13,293

Enzim amilolitik +selulase komersial 3 792,848 264,283 6,777

Enzim amilolitik + selulase kasar 3 633,355 211,118 3,755

ANOVA

Sumber keragaman JK db KT Fhit P-value Ftabel

Perlakuan 7907,583 3 2635,861 257,563 0,000 4,066

Galat 81,871 8 10,234

Total 7989,454 11

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

α-amilase, AMG, selulase kasar 264,28 a

Asam H2SO4 220,43 43,85 ** b

α-amilase, AMG 211,12 53,16 ** 9,32 * c

α-amilase, AMG, selulase komersial 195,00 69,29 ** 25,44 ** 16,12 ** d

P (3,8) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 4,50 8,26 8,31 15,26

3 4,50 8,50 8,31 15,70

4 4,50 8,60 8,31 15,88

Sy = 1,84697

Lampiran 7 Perubahan total gula selama fermentasi

Page 95: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

83

Perlakuan P1

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 390,494 396,667 380,617 389,259 38,926 8,095603

6 381,852 371,975 374,444 376,091 37,609 5,139916

12 374,444 367,037 370,741 370,741 37,074 3,703704

18 350,988 339,877 358,395 349,753 34,975 9,320783

24 347,284 337,407 342,346 342,346 34,235 4,938272

36 290,494 250,988 271,975 271,152 27,115 19,76594

48 210,247 199,136 217,654 209,012 20,901 9,320783

72 183,086 178,148 191,728 184,321 18,432 6,873783

96 159,630 162,099 170,741 164,156 16,416 5,83434

Perlakuan P2

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 386,790 383,086 379,383 383,086 38,309 3,703704

6 383,086 359,630 371,975 371,564 37,156 11,73381

12 369,506 348,519 359,630 359,218 35,922 10,49988

18 323,827 344,815 346,049 338,230 33,823 12,48888

24 246,049 301,605 263,333 270,329 27,033 28,43082

36 242,346 281,852 260,864 261,687 26,169 19,76594

48 238,642 269,506 250,988 253,045 25,305 15,53464

72 234,938 260,864 246,049 247,284 24,728 13,00698

96 213,951 247,284 222,593 227,942 22,794 17,29864

Perlakuan P3

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 336,173 332,469 352,222 340,288 34,029 10,49988

6 320,123 291,728 309,012 306,955 30,695 14,30892

12 315,185 231,235 285,556 277,325 27,733 42,57619

18 257,160 226,296 258,395 247,284 24,728 18,18632

24 101,519 98,062 97,815 99,132 9,913 2,07074

36 83,741 67,321 75,840 75,634 7,563 8,21181

48 62,383 42,753 59,914 55,016 5,502 10,69191

72 31,272 21,519 33,247 28,679 2,868 6,279328

96 21,025 20,407 33,000 24,811 2,481 7,098855

Perlakuan P4

Page 96: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

84

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 383,086 375,679 374,444 377,737 37,774 4,673999

6 358,395 346,049 350,988 351,811 35,181 6,213856

12 294,198 304,074 311,481 303,251 30,325 8,67132

18 123,642 95,593 58,926 92,720 9,272 32,4535

24 68,704 58,679 36,457 54,613 5,461 16,50346

36 32,506 32,753 35,099 33,453 3,345 1,430892

48 29,543 31,765 30,778 30,695 3,070 1,113395

72 28,679 27,815 29,543 28,679 2,868 0,864198

96 23,494 17,938 20,654 20,695 2,070 2,778006

Perlakuan P5

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 321,358 346,049 339,877 335,761 33,576 12,84979

6 290,494 279,383 295,432 288,436 28,844 8,220158

12 265,802 271,975 268,272 268,683 26,868 3,106928

18 252,222 260,864 264,568 259,218 25,922 6,33531

24 115,000 91,543 120,556 109,033 10,903 15,39914

36 96,086 87,815 98,062 93,988 9,399 5,436306

48 80,407 77,074 89,543 82,342 8,234 6,455661

72 53,000 58,062 55,593 55,551 5,555 2,531115

96 27,568 36,580 32,012 32,053 3,205 4,506314

Perlakuan P6

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 392,963 386,790 360,864 380,206 38,021 17,03227

6 360,864 348,519 355,926 355,103 35,510 6,213856

12 358,395 320,123 336,173 338,230 33,823 19,21859

18 257,160 237,407 259,630 251,399 25,140 12,17996

24 76,457 54,358 80,160 70,325 7,033 13,95135

36 45,222 34,852 36,704 38,926 3,893 5,530809

48 34,975 34,728 36,086 35,263 3,526 0,723391

72 28,309 33,000 23,864 28,391 2,839 4,568457

96 21,395 21,889 22,753 22,012 2,201 0,687378

Perlakuan P7

Page 97: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

85

Total Gula (g/L)Jam ke-

1 2 3Rata-rata

%-ase Stdev

0 388,025 383,086 359,630 376,914 37,691 15,17062

6 376,914 374,444 354,691 368,683 36,868 12,17996

12 370,741 341,111 343,580 351,811 35,181 16,44032

18 247,284 239,877 234,938 240,700 24,070 6,213856

24 99,049 97,568 99,790 98,802 9,880 1,1315

36 31,519 40,901 37,568 36,663 3,666 4,756426

48 27,321 28,309 27,815 27,815 2,781 0,493827

72 27,074 25,716 26,086 26,292 2,629 0,702005

96 25,222 24,605 22,506 24,111 2,411 1,423773

Lampiran 8 Perubahan pH selama fermentasi

Page 98: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

86

Perlakuan P1

pHJam ke-

1 2 3Rata-rata

Stdev

0 5,02 5,00 5,00 5,01 0,012

6 4,99 5,00 4,98 4,99 0,010

12 4,40 4,47 4,46 4,44 0,038

18 4,14 4,21 4,19 4,18 0,036

24 4,15 4,20 4,18 4,18 0,025

36 4,15 4,19 4,18 4,17 0,021

48 4,15 4,18 4,18 4,17 0,017

72 4,14 4,19 4,17 4,17 0,025

96 4,15 4,19 4,16 4,17 0,021

Perlakuan P2

pHJam ke-

1 2 3Rata-rata

Stdev

0 5,00 5,01 5,01 5,01 0,006

6 5,00 5,00 5,01 5,00 0,006

12 4,70 4,70 4,79 4,73 0,052

18 4,27 4,28 4,31 4,29 0,021

24 4,26 4,28 4,30 4,28 0,020

36 4,25 4,30 4,28 4,28 0,025

48 4,25 4,31 4,28 4,28 0,030

72 4,27 4,30 4,27 4,28 0,017

96 4,27 4,29 4,26 4,27 0,015

Perlakuan P3

pHJam ke-

1 2 3Rata-rata

Stdev

0 5,01 5,00 5,00 5,00 0,006

6 4,74 4,12 4,44 4,43 0,310

12 4,33 4,00 4,26 4,20 0,174

18 4,12 3,95 4,04 4,04 0,085

24 4,10 3,85 3,96 3,97 0,125

36 4,07 3,85 3,96 3,96 0,110

48 4,05 3,86 3,89 3,93 0,102

72 4,14 3,91 3,90 3,98 0,136

96 4,21 3,92 3,91 4,01 0,170

Perlakuan P4

Page 99: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

87

pH

Jam ke- 1 2 3Rata-rata

Stdev

0 4,90 4,98 5,01 4,96 0,057

6 4,37 4,21 4,32 4,30 0,082

12 3,74 3,90 3,81 3,82 0,080

18 2,70 3,46 3,07 3,08 0,380

24 2,67 3,45 3,02 3,05 0,391

36 2,74 3,54 3,01 3,10 0,407

48 2,73 3,58 3,12 3,14 0,425

72 2,73 3,58 3,15 3,15 0,425

96 2,76 3,60 3,15 3,17 0,420

Perlakuan P5

pHJam ke-

1 2 3Rata-rata

Stdev

0 5,11 5,20 5,00 5,10 0,100

6 5,02 5,19 4,97 5,06 0,115

12 4,60 4,28 4,54 4,47 0,170

18 4,44 4,05 4,25 4,25 0,195

24 4,33 4,04 4,20 4,19 0,145

36 4,20 4,01 4,11 4,11 0,095

48 4,19 4,05 4,09 4,11 0,072

72 4,21 4,09 3,99 4,10 0,110

96 4,24 4,11 4,00 4,12 0,120

Perlakuan P6

pH

Jam ke- 1 2 3Rata-rata

Stdev

0 4,93 5,10 5,00 5,010 0,085

6 4,30 4,31 4,24 4,283 0,038

12 4,22 2,85 3,55 3,540 0,685

18 3,78 2,76 3,30 3,280 0,510

24 3,77 2,68 3,23 3,227 0,545

36 3,90 2,69 3,44 3,343 0,611

48 3,98 2,69 3,37 3,347 0,645

72 3,99 2,71 3,36 3,353 0,640

96 4,05 2,76 3,39 3,400 0,645

Perlakuan P7

Page 100: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

88

pH

Jam ke- 1 2 3Rata-rata

Stdev

0 4,80 4,90 5,03 4,910 0,115

6 4,35 3,94 4,85 4,380 0,456

12 3,80 3,90 4,18 3,960 0,197

18 3,63 2,46 3,75 3,280 0,713

24 3,66 2,40 2,98 3,013 0,631

36 3,70 2,50 2,98 3,060 0,604

48 3,72 2,50 3,02 3,080 0,612

72 3,72 2,50 3,01 3,077 0,613

96 3,69 2,50 3,02 3,070 0,597

Lampiran 9 Hasil produksi etanol

Page 101: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

89

% EtOH dl substrat (v/v) % EtOH dl substrat (b/v) Rata2 Rata2 Stdev StdevPerlakuan

1 2 3 1 2 3 (v/v) %(b/v) (v/v) (b/v)

P1 5,343 7,487 7,492 4,216 5,907 5,912 6,774 5,345 1,239 0,978

P2 4,659 4,827 5,403 3,676 3,808 4,263 4,963 3,916 0,390 0,308

P3 11,257 10,047 6,865 8,882 7,927 5,417 9,390 7,408 2,268 1,790

P4 10,978 14,295 10,060 8,661 11,279 7,937 11,777 9,292 2,228 1,758

P5 8,756 7,155 8,341 6,909 5,646 6,581 8,084 6,379 0,831 0,655

P6 11,953 11,441 10,505 9,431 9,027 8,288 11,300 8,915 0,734 0,579

P7 5,906 7,438 7,029 4,660 5,869 5,546 6,791 5,358 0,793 0,626

a. Konsentrasi etanol % (b/v)

PerlakuanEtanol% (b/v)

Konsumsiglukosa (g/L)

Efisiensisubstrat (%)

Etanolteoritis (%)

EfisiensiFermentasi (%)

P1 5,345 225,103 57,829 11,480 46,557

P2 3,916 155,144 40,498 7,912 49,488

P3 7,408 315,477 92,709 16,089 46,045

P4 9,292 357,041 94,521 18,209 51,032

P5 6,379 303,708 90,453 15,489 41,181

P6 8,915 358,193 94,210 18,268 48,804

P7 5,358 349,593 92,751 17,829 30,053

KeteranganS = Konsentrasi total gula akhir (sisa) (gram/liter)So = Konsentrasi total gula awal ( gram/ liter)

Eff. Fermentasi = %100xteoritissecaraetanoliKonsentras

diperolehyangetanoliKonsentras

Yp/s = %100xkonsumsiyggulatotaliKonsentras

diperolehyangetanoliKonsentras

ds/s = %100xS

S-S

o

o

Konsumsi glukosa = S - So

b. Perhitungan rendemen berdasarkan basis konsentrasi etanol % (b/v)

Page 102: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

90

Rendemen (b/b) = %100xkayuubingBobot tepu

diperolehyangetanoliKonsentras

PerlakuanTotal vol substrat

(ml)% Etanol

(b/v)Vol Etoh dlmsubstrat (g)

Berat tepungdl substrat (gr)

P1 966,286 5,345 51,647 300

P2 966,286 3,916 37,837 300P3 1046,809 7,408 77,551 300P4 885,762 9,292 82,309 300

P5 1046,809 6,379 66,772 300P6 885,762 8,915 78,969 300P7 885,762 5,358 47,462 300

Rendemen Rendemen Kebutuhan SingkongPerlakuan

(% b/b)* (% v/b)** tepung (kg)*** segar ( kg)

P1 17,216 21,820 4,583 11,02

P2 12,612 15,985 6,256 15,04

P3 25,850 32,764 3,052 7,34

P4 27,436 34,773 2,876 6,91

P5 22,257 28,209 3,545 8,52

P6 26,323 33,362 2,997 7,21

P7 15,821 20,051 4,987 11,99* gr Etoh/gr tepung** vol Etoh/gr tepung*** untuk 1 Lt Etoh (Kg)

P1 = 805,238 substrat + 80,52 ml T. viride + 80,52 S. cerevisiae

P2 = 805,238 substrat + 80,52 ml T. viride + 80,52 S. cerevisiae

P3 = 805,238 substrat + 80,52 ml T. viride + 80,52 ml A.niger + 80,52 S. cerevisiae

P4 =805,238 substrat + 80,52 S. cerevisiae

P5 = 805,238 substrat + 80,52 ml T. viride + 80,52 ml A.niger + 80,52 S. cerevisiae

P6 = 805,238 substrat + 80,52 S. cerevisiae

P7 = 805,238 substrat + 80,52 S. cerevisiae

Lampiran 10 Hasil analisis keragaman terhadap produksi etanol

Page 103: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

91

Ulangan Rata-rataPerlakuan

1 2 3 % (b/v)Stdev

P1 4.216 5.907 5.912 5.345 0.978

P2 3.676 3.808 4.263 3.916 0.308

P3 8.882 7.927 5.417 7.408 1.790

P4 8.661 11.279 7.937 9.292 1.758

P5 6.909 5.646 6.581 6.379 0.655

P6 9.431 9.027 8.288 8.915 0.579

P7 4.660 5.869 5.546 5.358 0.626

Anova: Faktor tunggal

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

P1 3 16.035 5.345 0.956

P2 3 11.747 3.916 0.095

P3 3 22.225 7.408 3.203

P4 3 27.877 9.292 3.091

P5 3 19.136 6.379 0.430

P6 3 26.746 8.915 0.335

P7 3 16.075 5.358 0.392

Sumber Keragaman JK df KT Fhit P-value Ftabel

Perlakuan 70.832 6 11.805 9.721 0.000 2.848

Galat 17.002 14 1.214

Total 87.834 20

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

P4 9.29 a

P6 8.92 0.38 ns a

P3 7.41 1.88 ns 1.51 ns ab

P5 6.38 2.91 ** 2.54 * 1.03 ns bc

P7 5.36 3.93 ** 3.56 ** 2.05 * 1.02 ns cd

P1 5.34 3.95 ** 3.57 ** 2.06 * 1.03 ns 0.01 ns cd

P2 3.92 5.38 ** 5.00 ** 3.49 ** 2.46 * 1.44 ns 1.43 ns d

P (6,14) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 2.95 4.02 1.88 2.56

3 3.10 4.22 1.97 2.68

4 3.18 4.33 2.02 2.75

5 3.25 4.40 2.07 2.80

6 3.30 4.47 2.10 2.84

7 3.37 4.53 2.14 2.88

Sy = 0.63625

Lampiran 11 Hasil analisis keragaman konsentrasi serat kasar sisa.

Page 104: PENGEMBANGAN ALTERNATIF TEKNOLOGI BIOPROSES PEMBUATAN ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4594/2009iwa.pdf · Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan

92

Ulangan Rata2Perlakuan

1 2 3 (b/b)

Stdev

P1 0,53 0,47 0,5 0,500 0,030

P2 0,77 0,75 0,8 0,773 0,025

P3 1,08 0,96 1,03 1,023 0,060

P4 0,89 0,83 0,88 0,867 0,032

P5 0,88 0,99 0,93 0,933 0,055

P6 0,69 0,57 0,62 0,627 0,060

P7 1,01 1,08 1,03 1,040 0,036

Anova: Single factor

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata Variance

P1 3 1,500 0,500 0,001

P2 3 2,320 0,773 0,001

P3 3 3,070 1,023 0,004

P4 3 2,600 0,867 0,001

P5 3 2,800 0,933 0,003

P6 3 1,880 0,627 0,004

P7 3 3,120 1,040 0,001

ANOVA

Sumber Keragaman SS db KT Fhit P-value Ftabel

Perlakuan 0,740 6 0,123 60,936 0,000 2,848

galat 0,028 14 0,002

Total 0,768 20

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan Rata-rata selisih Notasi

P7 1,04 a

P3 1,02 0,02 ns a

P5 0,93 0,11 * 0,09 * b

P4 0,87 0,17 ** 0,16 ** 0,09 * c

P2 0,77 0,27 ** 0,25 ** 0,19 ** 0,09 * d

P6 0,63 0,41 ** 0,40 ** 0,33 ** 0,24 ** 0,15 ** e

P1 0,50 0,54 ** 0,52 ** 0,46 ** 0,37 ** 0,27 ** 0,13 ** f

P (6,14) JND 0.05 JND 0.01 BJND 0.05 BJND 0.01

2 2,95 4,02 0,08 0,10

3 3,10 4,22 0,08 0,11

4 3,18 4,33 0,08 0,11

5 3,25 4,40 0,08 0,11

6 3,30 4,47 0,09 0,12

7 3,37 4,53 0,09 0,12

Sy = 0,026