PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI PADA LAZISMU KOTA ...vii ABSTRAK Nurfadillah Arifuddin 105 251 101 316....
Transcript of PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI PADA LAZISMU KOTA ...vii ABSTRAK Nurfadillah Arifuddin 105 251 101 316....
i
PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI PADA LAZISMU KOTA MAKASSAR
BERDASARKAN FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2003
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
Nurfadillah Arifuddin
NIM : 105251101316
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H/ 2020 M
ii
PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI PADA LAZISMU KOTA MAKASSAR
BERDASARKAN FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2003
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
Nurfadillah Arifuddin
NIM : 105251101316
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H/ 2020 M
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
Nurfadillah Arifuddin 105 251 101 316. Pengelolaan Zakat Profesi Pada
Lazismu Kota Makassar Berdasarkan Fatwa MUI No.3 Tahun 2003 di bimbing
oleh St. Saleha Majid dan Ulil Amri
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengelolaan Zakat Profesi
pada Lazismu Kota Makassar sesuai dengan Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003 yang
di mana jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggambarkan suatu
keadaan atau fenomena dengan kata-kata atau kalimat kemudian dipisahkan
menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data dikumpulkan dengan
menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi,
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan Zakat Profesi pada
Lazsimu Kota Makassar sudah sesuai dengan Fatwa MUI No.3 Tahun 2003 yang
di mana kadar pengeluaran zakatnya yaitu 2,5% atau setara dengan 85 gram emas
dan waktu pengeluaran zakatnya yaitu apabila sudah mencapai nishab, apabila
tidak mencapai maka semua penghasilan dikumpulkan dalam setahun, kemudian
dikeluarkan jika sudah cukup nishab. Zakat profesi merupakan sumber
pendapatan dari hasil pekerjaan yang diperoleh bagi orang-orang yang bekerja dan
memiliki profesi seperti dokter, dosen, guru, pegawai, dan profesi lainnya. Zakat
profesi itu jenis zakat yang baru karena dulu hanya dikenal zakat emas dan perak.
Kata Kunci : Zakat Profesi, Nishab, Lazismu
viii
KATA PENGANTAR
حيىاللهبســــــــــــــــى ا انش ح انش
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya.
Berkat rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, yang berjudul: “Pengelolaan Zakat
Profesi Pada Lazismu Kota Makassar Berdasarkan Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003”
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun yang
sangat besar bagi penulis. Terkhusus kepada kedua orang tua yang penulis sangat
cintai, bapak Arifuddin dan ibu Ramlah yang senantiasa mendidik, mendukung,
mendoakan serta melakukan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih yang
sebesar-besarnya atas kasih sayang dan jasa-jasanya yang tidak ternilai kepada
penulis
Pada kesempatan ini pula rasa terima kasih penulis ucapakan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE. MM selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar beserta Wakil Dekan I, II, III dan IV.
3. Bapak Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP Selaku ketua Prodi Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu St. Saleha Majid. S.Ag.,M.H.I dan Bapak Ulil Amri. S.Sy.M.H selaku
pembimbing yang rela membagi waktunya baik dalam bimbingan online
maupun bimbingan langsung dalam menyelesaikan Skripsi ini.
5. Teman-teman seperjuangan, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Angkatan 16 yang selalu setia melangkah bersama dalam suka maupun duka
terutama Arwinni Eka Putri, Rizki Amelia, Mulya Ramadhana, Ikmawati,
ix
Nurmalasari, Titania, Fatiha dan kawannya yang telah memberikan do‟a,
dorongan, bantuan, serta motivasi pada penulis.
6. Terima kasih kepada Muh. Ridjal Fikri, AM. Amar Ma‟ruf, dan Mursyid Fikri
yang selalu menolong dan memberi dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu, sehingga selesainya penulisan Skripsi ini.
Terimakasih atas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah di berikan.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, Kritik dan saran yang membangun
akan lebih menyempurnakan Skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga
Skripsi ini dapat berguna, khususnya bagi penulis sendiri dan tentunya bagi
para pembaca pada umumya.
Makassar, 1 Dzulqa‟dah 1441 H
22 Juni 2020 M
Nurfadillah Arifuddiin
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ....................................................... iv
PESRESETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
A. Zakat Profesi ................................................................................... 8
B. Fatwa MUI Tentang Zakat .............................................................. 22
C. Manajemen Zakat di Lazismu ......................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 32
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 32
B. Lokasi dan Objek Penelitian ........................................................ 32
C. Fokus Penelitian ........................................................................... 33
D. Deskripsi Fokus Penelitian .......................................................... 33
E. Sumber Data ................................................................................. 34
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 35
G. Teknik Analisis Data..................................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ......................... 40
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................ 40
xi
B. Penyajian Data (Hasil Penelitian) ................................................... 48
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 53
A. Kesimpulan .................................................................................... 53
B. Saran ................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis data........................................................ 37
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Lazismu Kota Makassar ................................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi seluruh umat
Islam. Tujuan dari adanya zakat ini adalah sebagai instrumen penyeimbang dalam
masyarakat antara orang yang memiliki kelebihan harta dengan orang yang
kekurangan harta. Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Syaltut yang dikutip
oleh Asmuni, zakat merupakan wajib bagi orang yang mampu, dari harta yang
berlebih dari kebutuhan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.1
Sesuai dengan firman Allah Swt dalam Surah At-Taubah : 11 :
و ت نق م ٱلي فص ي كى في ٱنذ ة فإخ ك ا ٱنض ءات ة ه أقايا ٱنص فإ تابا ١١يعه
Terjemahnya :
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui” (At-Taubah : 11)2
Untuk mengilustrasikan betapa pentingnya kedudukan zakat, Al-Quran
dengan gamblang menyebut kata zakat (al-zakat) yang dirangkaikan dengan kata
shalat sebanyak 72 kali, menurut hitungan Ali Yafie. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa penunaian zakat memiliki urgensi yang sebanding dengan
pendirian shalat.3 Sebagaimana dalam Firman Allah surah Al-Baqarah : 43
1Asmuni, Zakat Profesi dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial, Jurnal Ekonomi Islam
La RIba, vol. 1 no. 1 Juli 2017, h. 45. 2Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya ( Bandung; Al-Mizan Publishing
House, 2011), h. 189. 3Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas (Malang; UIN Malang Press, 2007), h.
2
2
ك ءاتا ٱنض ة ه ا ٱنص أقي كعي ٱسكعا يع ٱنش ة ٤٣
Terjemahnya :
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang
yang ruku” (Al-Baqarah :43)4
Seiring dengan perkembangan zaman yang sangat pesat, studi dan kajian
tentang hukum Islam juga mengalami perkembangan, di antaranya dalam masalah
zakat, yaitu pada objek harta yang harus dikeluarkan zakatnya. Sebab di dalam
Al- Qur‟an hanya disebutkan pokok-pokoknya saja yang kemudian dijelaskan
oleh sunnah Nabi Muhammad Saw. penjabaran yang tercantum di dalam kitab-
kitab fiqih lama sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Perumusan
tersebut banyak yang tidak tepat lagi dipergunakan untuk mengatur zakat dalam
masyarakat modern sekarang ini. Pertumbuhan ekonomi sekarang yang
mempunyai sektor-sektor industri, pelayanan jasa misalnya, tidak tertampung
oleh fiqih yang telah ada itu.5 Begitupula dengan zaman sekarang perdebatan
terkait jenis profesi yang diharuskan zakatnya banyak diperdebatkan.
Zakat Profesi adalah suatu istilah yang muncul dewasa ini. Adapun istilah
ulama salaf bagi Zakat Profesi biasanya disebut dengan al-mal al-mustafad, yang
termasuk dalam katagori zakat al-mal al-mustafad adalah pendapatan
yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji Pegawai
Negeri/Swasta, Konsultan, Dokter dan lain-lain, atau rezeki yang dihasilkan
secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur
4Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya ( Bandung; Al-Mizan Publishing
House, 2011), h. 8. 5Muhamad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer (Jakarta;
Salemba Diniyah,2002), h. 12.
3
judi) dan lain-lain.6
Profesi yang menghasilkan uang ada dua macam, pertama adalah profesi
yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan
tangan ataupun otak. Profesi yang diperoleh dengan cara ini merupakan profesi
profesional, seperti profesi seorang Dokter, Insinyur, Advokat, Seniman, Penjahit,
Tukang Kayu. Profesi yang kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang
buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan
memperoleh upah, yang diberikan dengan tangan, otak ataupun kedua-duanya.
Profesi dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah ataupun honorarium.7
Menurut Yusuf al-Qaradawi, Zakat Profesi dianalogikan dengan zakat
uang. Jumlah nishab serta besarnya presentase zakatnya disamakan dengan zakat
uang yaitu 2,5% dari sisa pendapatan bersih setahun (yaitu pendapatan kotor
dikurangi jumlah pengeluaran untuk kebutuhan hidup layak, untuk makanan,
pakaian, serta cicilan rumah setahun, jika ada). Sedangkan terkait profesi yang
wajib dizakati dalam buku ini disebutkan bahwa siapa saja yang mempunyai
pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib zakat, maka
ia wajib mengeluarkan zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan sama
sekali keadaan modal dan persyaratan-persyaratannya.8 Berdasarkan hal itu,
seorang Dokter, Advokat, Insinyur, Pengusaha, Pekerja, Karyawan, Pegawai, dan
sebangsanya, wajib mengeluarkan zakat dari pendapatanya yang besar.
Sebagaimana dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah : 267 :
6Ariana Suryorini, Sumber-Sumber Zakat dalam Perekonomian Modern, Jurnal Ilmu
Dakwah, vol. 32, No.1, (Januari-Juni 2012), h. 84. 7Yusuf al-Qaradawi, Hukum Zakat ( Bogor: Litera Antar Nusa, 1993), h. 459.
8Yusuf al-Qaradawi, Muskilah al-Faqr Wa Kaifa „Alajaha al-Islam, cet.2
(Kairo:Maktabah Wahbah,1975), h. 480.
4
ل يحب كم كفاس أثيى ٱلل ت ذق يشبي ٱنص ا ب ٱنش حق ٱلل ٢٧٢ي
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Al-Baqarah: 267)9
Sebagai bentuk zakat yang belum ada contoh konkretnya pada zaman
Rasulullah, tentu tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan. Dalam
permasalahan Zakat Profesi memerlukan hukum baru yang mampu menjawab
ketidakpastian dan keragu-raguan masyarakat banyak, misalnya pendapatan para
pekerja mandiri seperti Pengacara, serta pendapatan Pegawai-pegawai dan Buruh-
buruh berupa gaji atau upah.10
Di Indonesia sendiri kajian mengenai Zakat Profesi mulai ramai sejak
tahun 1990an yakni setelah kitab Yusuf al-Qaradawi tersebut diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan judul Fikih Zakat yang
terbit tahun 1993. Kemudian pada tahun 2003 Majelis Ulama Indonesia
mengeluarkan Fatwa Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Zakat Profesi yang pada
dasarnya sebagian besar diambil dari kajian Yusuf al-Qaradawi dari Kitab
tersebut.11
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan wadah musyawarah para
9Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya ( Bandung; Al-Mizan Publishing
House, 2011), h. 46. 10
Muhamad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, h. 2-3.
11Muhammad Adiguna Bimasakti, Meninjau Zakat Profesi pada Fatwa MUI no. 3 tahun
2003 dan Ijtihad Yusuf al-Qaradawi, Jurnal Hukum Islam, vol. XVIII 2 Desember 2018
5
ulama, zu‟ama, dan cendekiawan muslim. MUI berperan sebagai pengayom
bagi seluruh muslim Indonesia. Di samping itu MUI merupakan lembaga paling
berkompeten bagi pemecahan dan menjawab setiap masalah sosial keagamaan
yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat.
Salah satu amanah Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(Munas MUI) tahun 2010 adalah sosialisasi hasil-hasil fatwa ke masyarakat
banyak. Dengan demikian diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
keagamaan dan kemasyarakatan. Salah satu upaya sosialisasi fatwa MUI ini
adalah melalui penerbitan kompilasi fatwa, agar fatwa yang ditetapkan MUI dapat
diakses oleh masyarakat secara lebih luas dan dapat dijadikan rujukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam bidang zakat ini juga sudah terdapat sinergi antara ulama dengan
pemerintah, pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai macam regulasi yaitu
Undang-Undang No. 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan MUI sendiri
mengeluarkan Fatwa Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Profesi.12
Olehnya itu
dibutuhkan lembaga yang mampu mengelola dana zakat oleh masyarakat tersebut.
Dalam peraturan perundang-undangan diatas, ada dua jenis organisasi
pengelolaan zakat, yaitu :
1. Badan Amil Zakat (BAZ ), adalah organisasi yang dibentuk
12
Widi Nopiardo, Perkembangan Fatwa MUI tentang Masalah Zakat, Jurnal Ilmiah
Syariah, vol. 15 Juni 2016.
6
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ), adalah organisasi yang di bentuk oleh
masyarakat dan dikukuhkan oleh Pemerintah.13
Dengan adanya lembaga pengelola zakat yang berada ditengah-tengah
masyarakat maka dapat mencegah kecemburuan antara orang kaya dan orang
miskin, karena zakat merupakan salah satu bagian dari aturan jaminan sosial
dalam agama Islam, di mana aturan jaminan sosial ini tidak dikenal berat, kecuali
dalam ruang lingkup yang sempit yaitu jaminan pekerjaan, dengan menolong
kelompok orang yang lemah dan fakir.14
Mengingat di Muhammadiyah sendiri telah melakukan modernisasi
pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakatnya yang disebut dengan Lazismu,
melalui lembaga ini masyarakat dapat menyalurkan zakatnya kemudian digunakan
dan dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan yakni pendidikan, bantuan sosail,
rumah sakit dan sebagainya. Olehnya itu penelitian ini mencoba membahas terkait
Pengelolaan Zakat Profesi pada Lazismu kota Makssar Ditinjau Berdasarkan
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003.
B. Rumusan Masalah
Berdasarakan uraian latar belakang di atas, penulis merumusakan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Penerapan Zakat Profesi yang terdapat pada Fatwa MUI
No. 3 Tahun 2003 ?
13
Hertanto Widodo, Teten Kustiawan, Akuntansi dan manajemen Keuangan untuk
Organisasi pengelola Zakat.Institut Manajemen Zakat. (Bandung: 2001), h. 6. 14
Yusuf al-Qaradawi, Hukum Zakat, (Bandung; Pustaka Mizan, 1999), h. 878.
7
2. Bagaimanakah Pengelolaan Zakat Profesi Lazismu berdasarkan Fatwa
MUI No. 3 Tahun 2003 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Penerapan Zakat Profesi yang terdapat pada Fatwa
MUI No. 3 Tahun 2003
2. Untuk mengetahui Pengelolaan Zakat Profesi di Lazismu berdasarkan
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Menjadi referensi pagi pembaca terutama untuk setiap setiap lembaga
Amil Zakat yang lain agar mampu bercermin dan mengaplikasikan Fatwa
MUI No. 3 Tahun 2003 dalam proses Pengelolaan Zakatnya serta
memberikan kita gambaran Pengelolaan Zakat yang ada di Lazismu.
2. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk menambah
pengalaman, sekaligus dapat menambah wawasan penulis dalam usaha
melatih diri dalam menyusun buah pikiran secara sistematis, sekaligus
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Zakat Profesi
1. Pengertian Zakat Profesi
Dalam buku Ensiklopedi Islam, kata “zakat” berasal dari kata dasar
(masdar)-nya zaka yang berarti tumbuh, berkah, bersih, baik dan bertambah.15
Pendapat ini sejalan dengan pendapat Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul
Mu‟min dalam bukunya “Kifayatu al-Akhyar fi ghoyati al-Ikhtishor” zakat
secara bahasa diartikan tumbuh, berkah dan tambahnya kebaikan.16
Dalam
kitab Fathül Wahab juga terdapat definisi zakat sebagai berikut: “Sesuatu nama
dari harta atau badan yang dikeluarkan menurut syarat-syarat yang
ditentukan”.17
Dalam istilah fiqih, zakat adalah sebutan atau nama bagi
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT supaya diserahkan kepada
orang-orang yang berhak (mustahak).18
Adapun pengertian zakat secara terminologi (istilah) telah direspon dengan
beberapa pengertian, sebagaimana berikut ini. Dalam Ensiklopedi Al-Qur‟an
disebutkan, menurut istilah hukum Islam, zakat itu maksudnya mengeluarkan
sebagian harta, diberikan kepada yang berhak menerimanya, supaya harta yang
tinggal menjadi bersih dari orang-orang yang memperoleh harta menjadi suci
jiwa dan tingkah lakunya.19
15
Depdikbud, Ensiklopedi Islam,( Jakarta; Balai Pustaka, Jakarta, 1993), h 224. 16
Abu Bakar Tahiyuddin al-Hasaini, Kifayatu al-Akhyar fii hali ghaayati al-aiktishor,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt.) h. 161. 17
Muhammad Zakaria al-Anshori Fathul Wahab. (Beirut; Dar al-Fikr, tt.) h. 102. 18
Depdikbud. Ensiklopedi Islam., h. 224.
19Fahrudin HS, Enslikopedia Al-Qur‟an, (Jakarta; Rineka Cipta, 1992), h. 618.
9
Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang
mampu, hingga dibentuknya undang-undang tentang Pengelolaan Zakat oleh
Pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam Bab 1 tentang Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat (2) Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya
sesuai dengan syariat Islam. Pada pasal 4 ayat 2 poin H dijelaskan bahwa salah
satu Zakat Mal adalah pendapatan dan jasa. Dalam Undang-Undang ini tidak
tersurat adanya istilah Zakat Profesi akan tetapi dalam pasal 23 ayat 2
dijelaskan bahwa bukti setoran zakat dapat digunakan sebagai pengurang
profesi kena pajak.
Berdasar pemahaman diatas bahwa objek Zakat Profesi bisa disebut
dengan istilah Zakat Profesi. Dalam Ensiklopedia Islam Zakat Profesi termasuk
dalam kelompok Zakat Mal, yaitu al-maal al-mustafaad (kekayaan yang
diperoleh oleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan
syariat agama).20
Sejalan dengan hal tersebut Abdul Ghofur Anshori
menjelaskan bahwa Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil
profesi (pekerjaan) seseorang, baik Dokter, Editor, Youtuber, Arsitek, Notaris,
Ulama, Karyawan, Guru, dan lain-lain.21
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut penulis bisa memaknai bahwa
Zakat merupakan bentuk taqorrub (pendekatan diri) kepada Allah, yang
20
Depdikbud, Ensiklopedi Islam., h. 227. 21
Abdul Ghofur Anshori,. Hukum Dan Pemberdayaan Zakat.( Jakarta: Pilar Media,
2006.) h. 86.
10
merupakan sarana penting untuk membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat
tercela seperti kikir, rakus dan egois. Sebagaimana zakat juga dapat
memberikan solusi untuk menanggulangi masalah krisis ekonomi yang
menimpa umat manusia, karena penulis berpendapat seorang petani saja
diwajibkan membayar zakatnya, maka para dokter, dosen, guru, karyawan
lebih utama untuk mengeluarkan zakat profesinya, karena selain kerjanya lebih
ringan, gajinya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab.
2. Perbedaan Zakat Profesi dan Zakat Maal (Harta)
Beberapa orang sulit membedakan antara Zakat Profesi dan Zakat Maal
(Zakat Harta). Zakat Profesi merupakan bagian dari Zakat Maal. Dan ayat
tentang kewajiban mengeluarkan Zakat Maal sudah jelas. Berikut adalah
Perbedaaan dari kedua zakat tersebut :
a. Dari sisi penghasilan, profesi merupakan zakat pendapatan (kasab) dan
ayat tentang zakat pendapatan (kasab) sudah jelas di dalam Alquran
surat Al Baqarah ayat 267.
b. Dari sisi keadilan, petani yang menghasilkan 1 ton padi dikenakan
zakatnya sedangkan para profesional yang gaji bulanannya jutaan
kalau tidak dikenakan zakatnya tidak mencerminkan keadilan.
Adapun cara menghitungnya adalah :
a. Menganalogikan nishab zakat penghasilan kepada zakat hasil
pertanian. Karena model memperoleh harta penghasilan mirip dengan
panen dari hasil pertanian. Nishabnya senilai 653 kg beras.
11
b. Sedangkan kadarnya dianalogikan kepada zakat emas atau zakat uang
sebesar 2,5%, karena model bentuk harta yang diterima sebagai
penghasilan berupa uang.
c. Waktu mengeluarkannya setiap kali menerima (panen).
Model penganalogian seperti di atas tidak asing di kalangan ulama salaf,
seperti saat para ulama menganalogikan hamba sahaya. Di satu sisi, hamba
sahaya dianalogikan dengan hewan untuk menetapkan boleh/tidaknya
diperjualbelikan. Namun disisi lain, hamba sahaya dianalogikan dengan
manusia mukallaf ketika mereka harus melaksanakan beberapa taklif,
seperti shalat dan puasa .
Pendapat ini lebih mempertimbangkan maslahat bagi muzaki dan
mustahik. Mashlahah bagi muzaki adalah apabila dianalogikan kepada
zakat hasil tani, baik nishab dan kadarnya, maka hal ini akan memberatkan
muzaki karena tarifnya adalah 5 %. Sementara itu, jika dianalogikan
dengan zakat emas, hal ini akan kurang berpihak kepada mustahik karena
tingginya nishab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai
nishab. Oleh sebab itu, pendapat ini adalah pendapat pertengahan yang
mempehatikan mashlahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahik).22
3. Tujuan, Fungsi dan Hikmah Zakat Profesi
Dasar hukum kewajiban zakat disebutkan baik dalam Al-Qur‟an maupun
Al-Hadits yang antara lain terdapat pada Surah At-Taubah : 103 :
22
Diakses pada halaman web https://percikaniman.id/2019/02/27/hukum-deposito-di-bank-
syariah-menurut-islam/ tanggal 3 Juli 2020
12
ى ن تك سك صه ى إ صم عهي ى با ي تضك ى صذقت تطشى ن أي خز ي
يع عهيى س ٱلل ١٠٣
Terjemahnya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”23
(At-
Taubah : 103)
Dari surah At-Taubah ayat 103 di atas tergambar bahwa zakat yang
dikeluarkan oleh para muzaki akan dapat membersihkan dan mensucikan
hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap harta seperti
rakus dan kikir. Secara teologis kewajiban zakat diberlakukan untuk
membersihkan harta dari berbagai syubhat dan sekaligus membersihkan jiwa
pemiliknya dari berbagai kotoran rohani. Dan secara sosial menunjukkan rasa
solidaritas dan kepedulian orang-orang kaya kepada orang-orang miskin
sehingga terjalin persaudaraan yang kokoh di masyarakat yang saling
menolong dan saling menyayangi.24
Sebagaimana sabda Rasululullah SAW sebagai berikut :
عياض ب أسهى ع صيذ ب ع ثا سفيا عقبت حذ ثا قبيصت ب أبي سعيذ حذ ع عبذ الله
شعيش ذقت صاعا ي قال كا طعى انص ع سضي الله
Terjemahnya :
23
Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya ( Bandung; Al-Mizan
Publishing House, 2011), h. 203.
24Diakses pada halaman web http://tanbihun.com/fikih/bahsul-masail/zakat-profesi/
tanggal 14 November 2019.
13
“Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin 'Uqbah telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Zaid bin Aslam dari 'Iyadh bin
'Abdullah dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami memberi
makan (orang miskin) dari zakat dengan satu sha' dari gandum"(H.R
Bukhori : no 1409)
Hadits ini memberikan petunjuk singkat mengenai tujuan dan fungsi Zakat
Profesi, baik tujuan teologis maupun tujuan sosialnya. Allah memberikan
rizki kepada hambanya berbeda-beda, ada yang diberi kemudahan-
kemudahan dan ada yang diberi kesulitan dan kesukaran. Yang demikian sudah
menjadi sunnatullah, tujuannya agar saling membutuhkan. Seorang suku
Tamim diberi harta yang melimpah dan mempunyai tanggungan keluarga yang
banyak di samping itu banyak pula orang-orang yang datang kepadanya untuk
meminta bantuan. Rasulullah Saw. memberikan petunjuk agar dikeluarkan
zakatnya sehingga secara proporsional harta yang digunakan untuk keperluan
keluarga adalah harta yang sudah bersih, sedangkan harta yang dikeluarkan
untuk kelompok fakir miskin berfungsi sebagai tali kasih yang memperkokoh
persaudaraan dan kekeluargaan. Fungsi dan hikmah zakat profesi antara lain:
a. Menghindari kecemburuan sosial sehingga harta menjadi aman,
karena kecemburuan sosial bisa menimbulkan kerawanan di
masyarakat.
b. Memberi bantuan langsung kepada fakir miskin. Apabila mereka
mempunyai keterampilan, maka uang bantuan itu dapat dipergunakan
sebagi modal usaha kecil, dan apabila tidak mempunyai kerampilan,
maka akan dipergunakan sebagai bantuan yang dapat meringankan
beban hidupnya
14
c. Membersihkan muzakki dari sifat-sifat yang tidak terpuji dan tidak
peduli kepada orang lain, karena orang mu‟min yang telah
membiasakan membayar zakat akan menjadi orang dermawan
d. Sebagai pernyataan rasa syukur kepada Allah Swt. yang telah
memberikan karunia dan memberikan kemudahan-kemudahan
mencari rizki. Bukankah banyak orang yang telah bekerja keras dan
membanting tulang tetapi rizkinya pas-pasan.25
4. Waktu Pengeluaran Zakat Profesi
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa para ulama sepakat harta
pendapatan wajib dikeluarkan zakatnya apabila mencapai batas nisab. Adapun
nisabnya sama dengan nisab uang, dengan kadar zakat 2,5%.26
Firman Allah
Swt QS. Al-Baqarah : 267 dijelaskan:
ا أفقا ي ءاي أيا ٱنزي ا ي ل تي ٱلسض ا أخشجا نكى ي ي ت يا كسبتى طيب
نستى ب تفق يذ ٱنخبيث ي نيح ح ٱلل ا أ ٱعه وا في أ تم إل ٢٢٧اخزي
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan
mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”27
(Al-Baqarah : 267)
Ayat tersebut diturunkan sebagai perintah dari Allah kepada manusia
25
Diakses pada halaman web http://tanbihun.com/fikih/bahsul-masail/zakat-profesi/
tanggal 14 November 2019. 26
Depdikbud, Ensiklopedi Islam, h. 227. 27
Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya ( Bandung; Al-Mizan
Publishing House, 2011), h. 45.
15
yang beriman untuk mengeluarkan zakat dari hasil usaha manusia yang
baik-baik. Karena seorang muslim dianjurkan untuk menyegerakan dalam
membayar zakat, tidak diperkenankan menunda- nunda dalam pelaksanaan
kewajiban tersebut Untuk menentukan waktu pengeluaran Zakat Profesi baik
itu berupa gaji, upah, profesi atau sejenisnya, Yusuf al-Qaradawi menyarankan
untuk menangguhkan pengeluaran zakat kekayaannya yang lain yang sudah
jatuh tempo zakatnya, bila dia tidak khawatir Profesinya itu akan terbelanjakan
olehnya sebelum jatuh tempo. Alasannya, agar tidak terjadi pewajiban
pembayaran dua kali pada keseluruhan kekayaan dalam satu tahun.
Zakat Profesi yang telah mencapai nisab dikeluarkan pada setiap kali
menerima/gajian, diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman setiap
kali panen. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Surah Al-An‟am : 141 :
سع يختهفا أكهۥ ٱنض ٱنخم ت نيش يعشش ت عشش ت ي ٱنزي أشأ ج ۞
ۥ ي ءاتا حق ش ۦ إرا أث ش كها ي ث بنيش يتش ا ب
يتش ا ي ٱنش يت ٱنض ۦ و حصاد
سشفي ۥ ل يحب ٱن إ ا ل تسشف ١٤١
Terjemahnya :
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”(Al-An‟am 141)28
Zakat Profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau
28Kementerian Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahannya, h. 146.
16
berapa bulan sekali. Yang jelas, bila ditotal setahun besar zakat yang
dikeluarkan harus sama. Namun zakat tersebut wajib dikeluarkan jika
profesinya, seandainya ditotal setahun setelah dikurangi kebutuhan
kebutuhannya selama setahun melebihi nisab dengan ketentuan nisab setara
dengan 85 gram emas 24 karat dan kadarnya sebesar 2.5 %. Jika tidak
mencapai nisab, tidak wajib untuk dizakati.29
Semua profesi melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah
mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-
nash yang bersifat umum, misalnya firman Allah dalam Surah At-Taubah:
103 dan Surah Al-Baqarah: 267.
5. Sasaran Zakat Profesi
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, pertama adalah
pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung pada orang lain, berkat
kecekatan tangan ataupun otak. Profesi yang diperoleh dengan cara ini
merupakan profesi profesional, seperti profesi seorang Dokter, Insinyur,
Advokat, Seniman, Pengrajin, Penjahit dan lain-lain. Kedua, adalah pekerjaan
yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan
maupun perorangan dengan memperoleh upah, gaji atau honoranium.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa setiap keahlian dan pekerjaan apapun
yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak
29Didin Hafidhuddin,. Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
h. 94.
17
lain, seperti seorang pegawai atau karyawan, guru atau dosen, apabila Profesi
dan pendapatannya mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya.30
Pekerjaan di bidang pertanian, peternakan, dan perdagangan aturan
zakatnya sudah ada sejak dulu, terdapat di kitab-kitab fiqh terdahulu, itu
karena pekerjaan-pekerjaan itu sudah ada sejak dulu. Sementara pekerjaan
profesional di kantor-kantor, baik swasta atau negeri, pabrik-pabrik, tidak
terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. Kemungkinan besar para ustadz atau
kyai yang diikuti oleh masyarakat itu masih merujuk pada kitab-kitab
terdahulu. Karena jelas, tidak akan ditemukan pendapat yang mengatur soal
Zakat Profesi.
Disamping itu adanya pendapat sahabat dan para ulama fiqih yang
mengatakan bahwa profesi wajib zakatnya pada saat diterima bila mencapai
nisab, tetapi menurut ketentuan wajib zakat atau profesi itu bila masih bersisa
di akhir tahun dan cukup senisab. Tetapi bila harus ditetapkan nisabnya untuk
setiap kali upah, gaji, atau pendapatan yang diterima, berarti sama saja
membebaskan kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali
pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan
bila seluruh gaji itu dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab
bahkan akan mencapai beberapa nisab, begitu juga halnya kebanyakan para
pegawai dan pekerja.
30Suyitno, Heri Junaidi, M. Adib Abdushomad, Anatomi fiqh zakat, Lembaga Kajian
Hukum Islam (LKHI) Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang. (Jakarta: Pustaka Pelajar,
2005) h. 32.
18
Menurut Yusuf al-Qaradawi, atas dasar ini dapat dikatakan bahwa satu
tahun merupakan satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu
juga menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah
ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Faktanya adalah bahwa para
pemerintahan mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun
dibayarkan perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Berdasarkan hal itulah Zakat Profesi bersih seorang pegawai dan golongan
profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh, jika pendapatan bersih
setahun itu mencapai satu nisab. Semoga pendapat-pendapat sebagian ulama
fiqih yang menegaskan bahwa harta profesi wajib zakat dan cara
mengeluarkan zakatnya seperti yang diterangkan mereka, dapat membantu
dalam menetapkan kebijaksanaan wajib zakat atas profesi pegawai dan
golongan profesi tersebut.
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau
banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab dan
bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal ini untuk
menetapkan siapa yang termasuk golongan orang kaya yang wajib zakat.
Zakat hanya dibebankan kepada orang-orang kaya tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, Profesi yang mencapai nisab seperti gaji
yang tinggi dan honorarium yang besar dari para PNS, serta pembayaran-
pembayaran yang besar kepada golongan profesi wajib dikenakan zakat.
Sehingga pada akhirnya, dengan adanya batasan nisab tersebut
memungkinkan membebaskan orang-orang yang mempunyai gaji kecil (belum
19
mencapai nisab) dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya
atas pegawai-pegawai yang mempunyai gaji tinggi saja (sudah mencapai
nisab).
Oleh karenanya akan tercapai rasa keadilan dan kesamaan hak antar
sesamanya serta terpenuhinya tujuan syar'i dari zakat, yaitu kesejahteraan bagi
orang yang tidak mampu (miskin). Lain halnya dengan Yusuf al-Qaradawi,
yang juga termasuk sebagai ulama kontemporer dan seorang ahli fiqih
kontekstual. Yusuf al-Qaradawi berpendapat dengan argumentasi bahwa orang
memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik
adalah menetapkan nisab gaji itu berdasarkan nisab uang. Oleh karenanya,
berdasarkan pendapat Yusuf al-Qaradawi tersebut nisab dan presentase Zakat
Profesi adalah disamakan dengan zakat uang, emas, dan perak senilai 85 gram
dan kadarnya 2,5%.
Zakat merupakan sendi pokok ajaran Islam yang menyangkut sosial
ekonomi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,
yang merata materil dan spiritual. Dengan melihat kesenjangan sosial ekonomi
masyarakat sekarang ini, rasanya ada salah satu indikator yang menunjukan
bahwa zakat masih belum difungsikan untuk meraih tujuan sosial ekonomi
zakat sebagaimana yang dicita-citakan oleh syara‟, hal ini disebabkan antara
lain oleh faktor-faktor yang menghambat kepada seorang muslim ketika mau
mengeluarkan zakat, salah satunya adalah kurangnya kesadaran dari
masyarakat untuk mengeluarkan zakat ketika sudah terpenuhi syarat dan
rukunnya atau kurangnya pemahaman pengetahuan tentang Zakat Profesi.
20
Yusuf al-Qaradawi menyatakan bahwa di antara hal yang sangat penting
untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah profesi atau
pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang
dilakukannya secara sendiri maupun secara bersama-sama. Profesi-profesi
tersebut dalam istilah fiqih disebut dengan al-mal al-mustafad.31
6. Jenis, Nisab dan Haul Zakat Profesi
Berdasarkan definisi di atas, zakat dikeluarkan dari harta yang ditentukan
oleh syariat jenis, besaran, nisab dan haulnya. Adapun prinsip penilaian dan
perhitungan harta zakat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 32
a. Adanya Perhitungan haul, yakni persyaratan wajib zakat untuk jenis
harta tertentu yang membutuhkan perhitungan tahunan. Untuk objek
zakat tertentu, harta zakat harus memenuhi ketentuan batas atau waktu
yang berlaku berdasarkan syariah Islam.
b. Asas kepemilikan dengan sempurna, yakni bahwa zakat diwajibkan
atas harta yang sepenuhnya dimiliki. Artinya kepemilikan dan sumber
harta zakat terjamin halal sumber dan kepemilikannya.
c. Adanya Batas Minimal Harta Zakat (nisab), yakni ukuran kemampuan
dalam perhitungan harta zakat yang memiliki nilai keseluruhan 85
gram emas 24 karat.
31
Suyitno, Heri Junaidi, M. Adib Abdushomad, Anatomi fiqh zakat, Lembaga Kajian
Hukum Islam (LKHI) Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang. h. 50 32
Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis: Pengawasan, Pendampingan
Audit Syariah Dan Akreditasi Lembaga Pengelola Zakat Tahun 2018, Jakarta, Direktorat
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat Wakaf.
21
d. Zakat dikumpulkan dari laba bersih (netto), yakni zakat dikeluarkan
setelah dikurangi kebutuhan dasar, menurut beberapa pendapat ijtihad
ulama.
e. Penggabungan harta, yakni harta selain produk pertanian dan
peternakan, menurut beberapa pendapat ijtihad ulama dapat
digabungkan menjadi satu untuk efisiensi perhitungan zakat.
Menurut Yusuf Qaradawi profesi dapat dibagi menjadi dua, yakni: 33
a. Kasbul „amal, yakni pekerjaan yang dilakukan untuk keperluan orang
lain, baik ia bekerja di pemerintahan, perusahaan, atau perorangan
yang mana ia memperoleh upah. Upah yang dimaksud dapat berupa
gaji dan tunjangan lain. Contohnya adalah Aparatur Sipil Negara
(PNS dan Non-PNS), Pegawai Swasta, dan lain sebagainya
b. Mihanul Hurrah, yaitu Pekerjaan Independen atau dikerjakan sendiri
(bidang jasa professional). Upah yang diperoleh adalah berupa
Honorarium professional. Pekerjaan ini di dalam dunia modern
disebut dengan profesi. Misalnya Advokat, Notaris, Dokter dan lain
sebagainya.
Zakat Profesi, yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini
diqiyaskan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa Nomor 3 Tahun
2003 kepada Zakat Emas dan Perak (Mata uang). Kedua jenis pekerjaan
atau profesi dalam klasifikasi Yusuf Qaradawi tersebut dapat dikenakan
zakat.
33Yusuf Qaradawi, Hukum Zakat,(Bogor; Litera Antar Nusa, t.th.)
22
B. Fatwa MUI Tentang Zakat
1. Fatwa MUI Tahun 1982
1) Intensifikasi Pelaksanaan Zakat
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal
1 Rabi‟ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1982
M, menetapkan:
a. Profesi dari jasa dapat dikenakan zakat apabila sampai nisab dan
haul.
b. Yang berhak menerima zakat hanya delapan ashnaf yang tersebut
dalam Al-Qur‟an pada surah At-Taubah : 60. Apabila salah satu
ashnaf tidak ada, bagiannya diberikan kepada ashnaf yang ada.
c. Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam, maka yang tidak
dapat dipungut melalui saluran zakat, dapat diminta atas nama
infaq atau shadaqah.
d. Infaq dan shadaqah yang diatur pungutannya oleh Ulil Amri, untuk
kepentingan tersebut di atas, wajib ditaati oleh umat Islam menurut
kemampuannya.
2) Men-tasharuf-kan Dana Zakat untuk Kegiatan Produktif dan
Kemaslahatan Umum Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
sidangnya pada tanggal 8 Rabi‟ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan
tanggal 2 Februari 1982 M, setelah melalui mekanisme menetapkan:
a. Zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif.
23
b. Dana zakat atas nama Sabilillah boleh di-tasharuf-kan guna
keperluan maslahah ‟ammah (kepentingan umum).
2. Fatwa MUI Tahun 1996
Beberapa fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 1996, yaitu Pemberian
zakat untuk Beasiswa. Sebagaimana tertuang dalam Lampiran Surat Fatwa
Majelis Ulama Indonesia tentang Pemberian Zakat Untuk Beasiswa Nomor
Kep. 120/MU/II/1996. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
menyampaikan bahwa pada hari Sabtu tanggal 20 Ramadhan 1416 Hijriah,
bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1996 Miladiyah, dilanjutkan pada hari
Rabu 24 Ramadhan 1416 Hijriah, bertepatan tanggal 14 Februari 1996
Miladiyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah bersidang untuk
membahas pemberian zakat untuk beasiswa, yaitu :
“Bagaimana hukum pemberian zakat untuk keperluan pendidikan,
khususnya pemberian beasiswa?”
Sehubungan dengan masalah tersebut sidang merumuskan yaitu
memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya dalam bentuk
beasiswa, hukumnya adalah sah, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah,
yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan Alquran surah At-
Taubah ayat 60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian
ulama fiqih dari beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah “lafaznya umum”.
Oleh karena itu, berlakulah kaidah ushuliyah.
Sidang memberikan pertimbangan bahwa pelajar/mahasiswa/ sarjana
muslim, penerima zakat beasiswa, hendaknya:
24
1. Berprestasi akademik.
2. Diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu.
3. Mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa
Indonesia.
3. Fatwa MUI Tahun 2003
Fatwa tentang persoalan zakat pada tahun 2003, yaitu:
1. Zakat Profesi.
Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun
2003 tentang Zakat Profesi.
a. Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “Profesi” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang
diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara,
pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti Dokter,
Pengacara, Konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
b. Hukum
Semua bentuk Profesi halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan
syarat telah mencapai nisab dalam satu tahun, yakni senilai emas
85 gram.
c. Waktu Pengeluaran Zakat
I. Zakat Profesi dapat dikeluarkan pada saat menerima jika
sudah cukup nisab.
25
II. Jika tidak mencapai nishab, maka semua profesi
dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat
dikeluarkan jika profesi bersihnya sudah cukup nisab.
III. Kadar zakat
Kadar Zakat Profesi adalah 2,5%.
2. Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar
Hal ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun
2003 tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi).
MUI menetapkan:
a. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik
dari muzaki kepada amil maupun dari amil kepada mustahik.
b. Penyaluran (tauzi'/ distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq,
walaupun pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta'khir-kan
apabila mustahiqnya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih
besar.
c. Maslahat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada
aturan-aturan kemaslahatan sehingga maslahat tersebut merupakan
maslahat syar'iyah.
d. Zakat yang di-ta 'khir-kan boleh di Investasikan (istitsmar) dengan
Syarat sebagai berikut :
I. Hams disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah
dan peraturan yang berlaku (al- thuruq al-masyru 'ah)
26
II. Diinvestasikan pada bidang- bidang usaha yang diyakini
akan memberikan keuntungan atas dasar studi kelayakan.
III. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki
kompetensi.
IV. Dilakukan oleh institusi lembaga yang profesional dan
dapat dipercaya (amanah).
V. Izin investasi (Istitsmar) hams diperoleh dari Pemerintah
dan Pemerintah harus menggantinya apabila terjadi
kerugian atau pailit.
VI. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan
biaya yang tidak bisa ditunda pada saat harta zakat itu
diinvestasikan.
VII. Pembagian zakat yang di-ta'khir-kan karena diinvestasikan
harus dibatasi waktunya
4. Fatwa MUI Tahun 2009
Pada tahun ini pembahasan masalah zakat menghasilkan fatwa
MUI yang berupa Keputusan Komisi B1 Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa
MUI se-Indonesia III tentang Masail Fiqhiyyah Mu‟ashirah (Masalah
Fikih Kontemporer) pada 26 Januari 2009/ 29 Muharram 1430 H, yang
memuat:
Ketentuan Hukum
1) Defenisi, Tugas, dan Fungsi, Kewajiban, dan Hak-hak Amil.
27
a. Definisi amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang
ditunjuk/ disahkan oleh pemerintah untuk mengurus zakat,
tugas amil adalah memungut (dari orang kaya) dan
menyalurkan kepada mustahiq, fungsi amil adalah sebagai
pelaksana segala kegiatan urusan zakat yang meliputi
pengumpulan pencatatan (administrasi)
b. dan pendistribusian, kewajiban amil adalah melakukan
pencacatan data muzakki, para mustahiq, memungut atau
menerima, mengetahui jumlah dan besarnya kebutuhan
mustahiq dan menyerahkan harta zakat dengan baik dan benar,
hak „amil adalah menerima bagian dari harta zakat untuk
melaksanakan seluruh tugas-tugasnya maksimal seperdelapan
(12,5%) dari harta zakat, dan jika ada kekurangan boleh
diambilkan dana di luar zakat
c. Amil tidak boleh meminta ongkos di luar hak-hak (bagian)
amil karena amil tidak boleh menerima pemberian hadiah dari
muzakki apalagi meminta ongkos di luar hak amil meskipun
untuk operasional amil.
d. Amil tidak boleh memberikan hadiah kepada muzakki yang
berasal dari harta zakat.
e. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan
tugasnya sebagai amil.
28
f. Biaya yang ditimbulkan karena tugas penyaluran zakat baik
langsung atau tidak langsung bersumber dari porsi bagian amil.
Apabila tidak mencukupi dapat diambil dari dana di luar zakat.
g. Perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib
mengeluarkan zakat, baik sebagai syakhshiyyah i'tibariyyah
ataupun sebagai pengganti (wakil) dari pemegang saham.
Rekomendasi
1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diminta mengalokasikan
anggaran bagi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) agar dapat melaksanakan tugasnya, secara efektif dan
produktif.
Pengelola BAZ dan LAZ diminta agar melakukan konsultasi
kepada Ulama dalam setiap pengambilan kebijakan terkait dengan
masalah fikih zakatnya.
2. MUI Pusat diharapkan memberikan penjelasan lebih rinci terhadap
keputusan yang masih perlu penjelasan, misalnya tentang zakat
perusahaan.
Berdasarkan berbagai Fatwa MUI yang dijabarkan diatas, maka penelitian
ini akan menjelaskan kajian pengelolaan Zakat Profesi sesuai dengan
Fatwa MUI No.3 tahun 2003 yang menjadi dasar dari penelitian ini yakni :
1. Dalam fatwa tersebut dikatakan jika penghasilan seorang muslim
telah mencapai seharga 85 gram emas murni maka ia menjadi
wajib zakat
29
2. Pada Fatwa No. 3 Tahun 2003 tersebut MUI juga mengatakan
bahwa Zakat Penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima
jika sudah cukup nisab
3. Jika tidak mencapai nisab, maka semua penghasilan dikumpulkan
selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan
bersihnya sudah cukup nisab.
C. Manajamen Zakat di Lazismu
1. Perencanaan (Planing)
Perencanaan merupakan suatu kegiatan membuat tujuan organisasi dan
diikuti dengan berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Perencanaan menyiratkan bahwa manajer terlebih dahulu
memikirkan dengan matang tujuan dan tindakannya.Biasanya tindakan
manajer itu berdasarkan atas metode, rencana atau logika tertentu, bukan suatu
firasat.34
Dengan perencanaan yang baik dan tepat kegiatan pendistribusian dana
zakat dapat diatur sebaik mungkin, agar mengarah pada pencapaian sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya yang dilakukan Lazismu PDM
Kota Semarang dengan cabang-cabang yang dimiliki , serta lembaga-lembaga
mitra amil zakat.35
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya
manusia yang tersedia dalam organisasi untuk menjalankan rencana yang telah
34Usman Effendi, Asas Manajemen, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada), 2011.h. 19.
351Ilyas Supena, Darmuin, Manajemen Zakat, (Semarang: Walisongo Press, 2009), h.135.
30
ditetapkan serta mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian berarti bahwa
manajer mengkoordinasikan sumber daya manusia serta sumber daya bahan
yang dimiliki organisasi bersangkutan agar pekerjaan rapi dan lancar.
Keefektifan sebuah organisasi tergantung pada kemampuan untuk
mengerahkan sumber daya guna mencapai tujuannya. Jelasnya makin terpadu
dan terkoordinasi tugas-tugas sebuah organisasi, akan semakin efektiflah
organisasi itu.36
3. Pergerakan (Aktuating)
Pergerakan disebut juga fungsi manajemen yang sangat penting, berhasil
tidaknya rencana tergantung pada mampu tidaknya seorang pemimpin
melaksanakan fungsi pengarahan kepada bawahannya.
Dalam pemanfaatan pendistribusian alokasi dana zakat digolongkan
sebagai berikut:
1. Konsumtif Tradisional, zakat dimanfaatkan dan digunakan langsung
oleh mustahik, untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Misalkan zakat
fitrah yang dibagikan kepada para mustahik dan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup kemudian habis untuk sekalipakai.
2. Konsumtif kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari jenis
barang semula, misalkan beasiswa
3. Produktif Tradisional, zakat yang diberikan dalam bentuk barang
produksi, misalnya peternakan sapi, kambing, dan unggas yang dapat
menghasilkan produksi
36
Usman Effendi, Asas Manajemen., h. 20.
31
4. Produktif Kreatif, pendistribusian zakat diwujudkan dalam bentuk
modal, baik untuk membangun proyek sosial maupun menambah
modal pedagang untuk berwirausaha. Misalkan untuk modal usaha
kecil seperti, Warteg, Salon, Warung bakmi
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan merupakan suatu aktifitas menilai kinerja berdasarkan
standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan
jika diperlukan. Pengendalian berarti bahwa manajer berusaha untuk
menjamin bahwa organisasi bekerja ke arah tujuannya. Apabila ada bagian
tertentu dari organisasi itu berada pada jalan yang salah atau terjadi
penyimpangan, maka manajer berusaha menemukan penyebabnya.37
37Usman, Asas, h. 20-21.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field
research) yakni mengambil objek penelitian di Lazismu Kota Makassar
dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran dan seseorang secara individu
maupun kelompok beberapa diskripsi digunakan untuk menemukan
prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada kesimpulan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif karena penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan yakni :
pertama, menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore),
kedua, menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara analitik Zakat
Profesi dalam pandangan Islam serta tinjauan terhadap keputusan MUI
dan menggambarkan bagaimana Lazismu Kota Makassar
menginplementasikan aturan tersebut dalam pengelolaan dana zakat.
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Adapun lokasi penelitian yaitu Kantor Lazismu Kota Makassar
dan yang menjadi objek dari penelitian ini yakni Pengelolaan Zakat
dengan berpandangan pada keputusan MUI No. 3 Tahun 2003 tentang
pengelolaan Zakat Profesi.
33
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada dua hal yakni pertama, mencoba
menganalisis Pengelolaan Zakat Profesi pada Lazismu kota Makassar,
kedua menganalisis tinjauan Zakat Profesi terhadap keputusan MUI No. 3
Tahun 2003.
D. Deskripsi Fokus Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman dan untuk menyamakan presepsi,
maka terlebih dahulu penulis mengemukakan deskripsi fokus penelitian :
1. Yang di maksud Pengelolaan Zakat Profesi pada Lazismu kota
Makassar dalam penelitian ini yakni, bagaimana gambaran
pengelolaan dana Zakat Profesi di Lazismu serta aktualisasi
program dana zakat Profesi.
2. Yang di maksud Pengelolaan Zakat Profesi terhadap keputusan
MUI No. 3 Tahun 2003 dalam penelitian ini yakni sejauh mana
Lazizmu kota Makassar mengimplementasikan Fatwa MUI No 3
Tahun 2003 dalam pelaksanaan manajamen pengolaan Zakat
Profesi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa deskripsi
fokus penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengelolaan
Zakat Profesi dalam hal ini Penerapan pengelolaan Zakat di Lazismu
berdasarkan Keputusan MUI No. 3 Tahun 2003.
34
E. Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis sumber data, yakni data
primer dan data sekunder. Dibawah ini penulis menjelaskan maksud kedua
jenis data tersebut. :
1. Data primer adalah informasi yang diperoleh langsung dari pelaku
yang melihat dan terlibat langsung dalam penelitian yang dilakukan
oleh peneliti. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh
langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer
dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok,
hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan,
dan hasil pengujian. Data primer disebut juga sebagai data asli atau
data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data
primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung.38
Yang menjadi data primer dalam penelitian ini yakni buku-buku yang
membahas terkait zakat Profesi beserta sumber rujukan utama berupa
pengelolaan Zakat Profesi di Lazismu Kota Makassar
2. Data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau dokumen.
38Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press, 2011), h. 117.
35
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Pada intinya metode dokumentasi adalah metode yang digunakan
untuk menelusuri data historis.39
Metode tersebut digunakan untuk
mendapatkan sumber datayang berkaitan dengan penelitian seperti latar
belakang berdirinya Lazismu Kota Makassar, Visi dan Misi serta strategi
pengelolaan Zakat Profesi yang diperolehnya.
2. Observasi
Observasi merupakan teknik atau cara mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung.40
Dalam observasi ini peniliti ikut serta kegiatan yang sedang
berlangsung yaitu kegiatan Manajamen pengelolaan Zakat Profesi pada
Lazismu Kota Makassar.
3. Wawancara mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa
pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi
dan ide dengan tanyajawab secara lisan sehingga makna dalam suatu topik
tertentu.41
Dalam metode ini pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan
dengan Structured interview, karena dalam Indepth interview memiliki
39
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
sosial lainnya, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 121. 40
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung; PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 220. 41
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian,
(Jogjakarta; Ar-Ruz Media, 2011), h. 212.
36
tujuan untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak
responden diminta untuk mengeluarkan pendapat dan ide-idenya.42
Adapun responden yang penulis interview adalah Pengelola
Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammadiyah (LAZISMU)
Kota Makassar, dalam Hal ini semua unsur yang berperan didalamnya.
G. Teknik Analisis Data
Terdapat banyak model analis data dalam penelitian kualitatif dan
terdapat suatu variasi cara dalam penanganan dan analisis data. Pinsip
pokok metode analisis kualitatif ialah mengelola dan menganalisa data-
data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur, dan
mempunyai makna.
Penulis mengambil analisis data model miles dan Huberman yakni
terdiri dari dua langkah yaitu :
1. Analisis Data Kualitatif Sebelum di Lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data
sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun hal
ini bersifat sementara, dan berkembang setelah peneliti masuk dan selama
di lapangan.
2. Analisis Data Kualitatif Selama di Lapangan
Menurut Miles dan Huberman ada tiga metode dalam analisis data
kualitatif, yaitu reduksi data, model data, penarikan/verifikasi kesimpulan
sebagaimana yang terdapat pada gambar di bawah ini :
42Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung; Alfabeta, 2010), h. 330.
37
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis data (interactive model)43.
a. Reduksi Data
Redeksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang
terjadi dalam catatan-catatan lapangan yang tertulis. Sebagaimana kita
ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu
proyek yang diorientasikan secara kualitatif. Faktanya, bahkan
“sebelum” data secara aktual dikumpulkan.44
Sebagaimana pengumpulan data berproses, terdapat beberapa
episode selanjutnya dari reduksi data (membuat rangkuman,
pengodean, membuat tema-tema, membuat pemisah-pemisah, menulis
memo-memo). Dan reduksi data/pentransformasian proses terus-
43Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung; Alfabeta,
2010), h. 388.
44Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta; Rajawali Pers, 2011),
h. 129.
Data
Collection
Data Display
Data
Reduction
Conclution :
Drawing/Verifiying
38
menerus setelah kerja lapangan, hingga laporan akhir lengkap.45
Reduksi data bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia
merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti potongan-
potongan data untuk diberi kode, untuk ditarik ke luar, dan rangkuman
pola-pola sejumlah potongan, apa pengembangan ceritanya, semua
merupakan pilihan-pilihan analitis. Reduksi data adalah suatu bentuk
analisis yang mempertajam, memilih, memokuskan, membuang, dan
menyusun data dalam suatu cara di mana kesimpulan akhir dapat
digambarkan dan diverifikasikan.
b. Model Data/Penyajian Data
Penyajian data adalah suatu kegiatan ketika sekumpulan informasi
disusun. Seperti yang disebutkan Emzir dengan melihat sebuah
tayangan membantu kita memahami apa yang terjadi dan melakukan
sesuatu analisis lanjutan atau tindakan yang didasarkan pada
pemahaman tersebut. Bentuk penyajian data kualitatif berbentu teks
naratif (catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.46
c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Kesimpulan
Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan
verifikasi kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti
kualitatif mulai memutuskan apakah “makna” sesuatu., mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur
45Ibid.,
46Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta; Rajawali Pers, 2011),
h. 132.
39
kausal, dan proporsi-proporsi. Peneliti yang kompeten dapat
menangani kesimpulan-kesimpulan ini secara jelas, memelihara
kejujuran dan kecurigaan.
Kesimpulan “akhir” tidak akan terjadi hingga pengumpulan data
selesai, tergantung pada ukuran korpus dari catatan lapangan,
pengodean, penyimpanan, dan metode-metode perbaikan yang
digunakan, pengalaman peneliti, dan tuntutan dari penyandang dana,
tetapi kesimpulan sering digambarkan sejak awal, bahkan ketika
seorang peneliti menyatakan telah memproses secara induktif.47
Langkah-langkah analisis data tersebut dijelaskan pada gambar
tersebut.
47Ibid, h. 133.
40
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Lazismu
Didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tanggal 17 Juli 2002, selanjutnya
dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil
Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002. Dengan telah
berlakunya Undang-undang Zakat nomor 23 tahun 2011, Peraturan
Pemerintah nomor 14 tahun 2014, dan Keputusan Mentri Agama Republik
Indonesia nomor 333 tahun 2015. LAZISMU sebagai lembaga amil zakat
nasional telah dikukuhkan kembali melalui SK Mentri Agama Republik
Indonesia nomor 730 tahun 2016.
Lazismu adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam
pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana
zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan,
lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Latar belakang berdirinya Lazismu
terdiri atas dua faktor. Pertama, fakta Indonesia yang berselimut dengan
kemiskinan yang masih meluas, kebodohan dan indeks pembangunan manusia
yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan sekaligus disebabkan tatanan
keadilan sosial yang lemah.
Kedua, zakat diyakini mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan
sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai
41
negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi
zakat, infaq dan wakaf yang terbilang cukup tinggi. Namun, potensi yang ada
belum dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga tidak
memberi dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan yang ada.
Berdirinya Lazismu dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan
manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari
penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus
berkembang. Dengan budaya kerja amanah, professional dan transparan,
Lazismu berusaha mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya.
Dan seiring waktu, kepercayaan publik semakin menguat.
Adanya spirit kreatifitas dan inovasi, Lazismu senantiasa menproduksi
program-program pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan
perubahan dan problem social masyarakat yang berkembang. Saat ini,
Lazismu hampir tersebar diseluruh Indonesia yang menjadikan program-
program pendayagunaan mampu menjangkau seluruh wilayah secara cepat,
fokus dan tepat sasaran.
Di kota Makassar Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (LAZISMU)
sebagai lembaga otonom sudah ada sejak tahun 2003, namun hanya beroperasi
dikalangan terbatas khususnya di cabang Makassar dan cabang Karunrung,
setelah Muktamar Muhammadiyah ke 45 di Malang bulan Juni 2005, maka
struktur pimpinan mengalami perkembangan diantaranya “Majelis Wakaf”
dikembangkan menjadi “Majelis Wakaf dan ZIS”, Lazismu diintegrasikan ke
dalam persyerikatan dengan nama “Tim Pengelola Zakat Muhamadiyah” yang
42
dibentuk pada bulan September 2008. Tim ini melakukan kegiatan
membentuk Unit Pengumpul Zakat disingkat “UPZ” di cabang-cabang
Muhammadiyah dan amal usaha Muhammadiyah, untuk melakukan pendataan
Muzakki dan Mustahik, mengumpul dan mendistribusikan ZIS tahun 1429 H-
2009 M dan menyusun pedoman pengelolaan ZIS.
Perkembangan terakhir dalam loka karya Nasional Lembaga Pengelola
ZIS Muhammadiyah yang berlangsung tangga 28 Januari 2009 di Jakarta
disepakati semua lembaga pengelola ZIS di lingkungan Muhammadiyah harus
terintegrasi dalam satu payung hukum Lazismudengan model “JEJARING”
karena itu tim pengelola zakat Muhammadiyah Makassar menyesuaikan diri
menjadi Lazismu Makassar Jejaring Lazismu Pusat Jakarta
2. Visi, Misi, Prinsip dan Tujuan Lazismu
a. Visi
Menjadi Lembaga Amil Zakat Terpercaya
b. Misi
1. Optimalisasi kualitas pengelolaan ZIS yang amanah, profesional dan
transparan
2. Optimalisasi pendayagunaan ZIS yang kratif, inovatif dan produktif
3. Optimalisasi pelayanan donator
c. Prinsip
Sesuai dengan buku pedoman Lazismu bab III pasal IV, tentang prinsip
dan tujuan Lazismu, maka pengelola dan ZISKA berprinsip
43
1. Syariat islam, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsina harus
berpedoman sesuai dengan syariat Islam, mulai dari tata cara
perekrutan pegawai hingga tata cara pendistribusian dan ZISKA
2. Amanah dan integritas, artinya harus menjadi lembaga yang dipercaya,
dengan memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral
3. Kemanfaatan, artinya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
mustahik
4. Keadilan, artinya mampu bertindak adil yakni sikap memperilakukan
setara didalam memenuhi hak-hak yang timbul berdasarkan perjanjian
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Kepastian hukum, artinya muakki dan mustahik harus memiliki
jaminan dan kepastian hukum dalam proses pengelolaan dan ZISKA
6. Terintegritasi, artinya harus dilakukan secara hirarkis sehingga mampu
meningkatkan kinerja pengumpulan, perindistribusian dan pendayan
gunaan dana ZISKA
7. Akuntabilitas, artinya pengelolaan dan ZISKA harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh
masyarakat dan piihak lain yang berkepentingan
8. Profesional, artinya perilaku yang selalu mengendepankan sikap dan
tindakan yang dilandasi oleh tingkat kompetensi, kredibilitas, dan
komitmen yang tinggi
44
9. Transparansi, artinya tindakan menyampaikan informasi secara
transparan, konsisten, dan kredibel untuk memberikan layanan yang
lebih baik dan lebih cepat kepada pemangku kepentingan
10. Sinergi, artinya sikap membangun dan memastikan hubungan
kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis
denganp ara pemangku kepentingan dana ZISKA untuk menghasilkan
karya yang bermanfaat dan berkualitas
11. Berkemajuan, artinya melakukan sesuatu secara baik dan benar yang
berorientasi kedepan
d. Tujuan
Sementara itu pengelolaan dana ZISKA bertujuan
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
dana ZISKA dalam rangka mencapai maksuud dan tujuan
persyarikatan
2. Meningkatkan manfaat dana ZISKA untuk mewujudkan kesejahteraan
msyarakat dan penanggulangan kemiskinan dalam rangka mencapai
maksud dan tujuan persyerikatan
3. Meningkatkan kemampuan ekonomi umat melalui pemberdayaan
usaha-usaha produktif.48
e. Kerangka Pengelolaan Zakat Muhammadiyah
Berdasarkan hasil rapat kerja Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
2015, pengelolaan zakat dalam persyerikatan Muhammadiyah mencakup
48 Diakses pada halaman web www.lazismumakassar.org, tanggal 5 Februari 2020
45
beberapa hal sebagai berikut :
1. Sistem Gerakan, Mengimplementasikan sistem kebijakan
Muhammadiyah dalam meningkatkan kesadaran berzakat dan
berderma serta meningkatkan sistem administrasi dan pengelolaan ZIS
dengan akuntabilitas dan transparansi ke publik sehingga nilai
produktivitas lembaga amil zakat sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
hukum islam sebagai komitmen untk memberantas kemiskinan,
keterbelakangan dan kebodohan di dalam masyarakat
2. Organisasi dan Kepemimpinan, membangun dan meningkatkan
budaya organisasi dan tata kelola zakat, infaq, dan shadaqah
Muhammadiyah melalui pembentukan sistem informasi dan
manajemen (SIM) ZIS yang terintegrasi disemua tingkat
kepemimpinan.
3. Jaringan, merumuskan model jejaring dan meningkatkan koordinasi
kelembagaan LAZISMU secara regional dan nasional serta sebagai
bentuk meningkatkan kerjasama LAZISMU dengan AUM dalam
memobilisasi, mengelola serta memanfaatkan dana ZIS.
4. Sumber Daya, meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber daya
ZIS di Muhammadiyah melalui pelatihan-pelatihan dibidang
fundraising, pendistribuasian dan pemanfaatan dan ZIS yang produktif
dan memberdayakan.
5. Aksi Layanan, meningkatkan produktivitas pemanfaatan dana ZIS
Muhammadiyah dalam program pendidikan, ekonomi, dakwah sosial,
46
dan peningkatan sumber daya manusia untuk kalangan dhuafa
mustad‟afin49
f. Struktur Organisasi Lazismu
Setiap lembaga pada umumnya mempunyai struktur organisasi.
Penyusunan struktur organisasi merupakan langkah awal dalam memulai
pelaksanaan kegiatan organisasi, dengan kata lain penyusunan struktur
organisasi adalah langkah terencana dalam suatu lembaga untuk
melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan. Struktur organisasi sering disebut dengan bagan atau skema
organisasi dengan cara memberikan gambaran secara skematis tentang
hubungan pekerjaan antara orang yang satu dengan lainnya yang terdapat
dalam satu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Demikian pula
halnya dengan Lazismu Kota Makassar, stafnya melakukan pekerjaan
sesuai dengan tanggungjawab dan wewenangnya masing-masing , dan satu
sama lainnya saling berhubungan dalam usaha menciptakan tujuan
lembaga yang akan dicapai.
Untuk lebih jelasnya, akan digambarkan struktur organisasi Lazismu
Kota Makassar, sebagai berikut :
49
Rencana Strategis LAZISMU Kota Makassar 2015-2020, h. 29
47
STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA AMIL, ZAKAT, INFAQ
DAN SHADAQAHAH (LAZISMU) KOTA MAKASSAR
Gambar 4.1 Stuktur Organisasi Lazismu Kota Makassar
DEWAN SYARI‟AH BADAN PENGAWAS
BADAN PENGURUS
EKSEKUTIF
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
KANTOR LAYANAN
48
B. PENYAJIAN DATA (HASIL PENELITIAN)
1. Penerapan Zakat Di Lazismu Berdasarkan Fatwa MUI No. 3
Tahun 2003
Penghasilan dari Profesi yang digeluti seseorang seperti pegawai
negeri, karyawan swasta, konsultan, dokter, bidan, pengacara, notaris,
guru/dosen, pendakwah dan lain-lain, merupakan sumber pendapatan yang
belum banyak dikenal oleh generasi terdahulu. Sehingga bentuk pekerjaan
ini belum banyak dibahas secara spesifik khususnya yang terkait dengan
zakat, pada hal banyak orang kaya dari hasil pekerjaan ini. Apabila
seorang muslim menjadi kaya karena profesi yang digelutinya, maka ia
wajib mengeluarkan zakat.
Berdasarkan hasil rapat kerja Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
2015 mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1. Sistem Gerakan, mengimplementasikan sistem kebijakan
Muhammadiyah dalam meningkatkan kesadaran berzakat dan
berderma serta meningkatkan sistem administrasi dan
pengelolaan ZIS dengan akuntabilitas dan transparansi ke
publik sehingga nilai produktivitas lembaga amil zakat sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar hukum islam sebagai komitmen
untuk memberantas kemiskinan, keterbelakangan dan
kebodohan didalam masyarakat
49
2. Organisasi dan Kepemimpinan, membangun dan meningkatkan
budaya organisasi dan tata kelola akat, infaq dan shadaqah
Muhammadiyah melalui pembentukan sistem informasi dan
manajemen (SIM) ZIS yang terintegrasi di semua tingkat
kepemimpinan
3. Jaringan, merumuskan model jejaring dan meningkatkan
koordinasi kelemabagaan LAZISMU secara ragional dan
nasional serta sebagai bentuk meningkatkan kerjasama
LAZISMU dengan AUM dalam memobilisasi, mengelola serta
memanfaatkan dana ZIS
4. Sumber Daya, meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber
daya ZIS di Muhammadiyah melalui pelatihan-pelatihan di
bidang fundraising, pendistribusian dan pemanfaatan dana ZIS
yang produktif dan memberdayakan
5. Aksi Layanan, meningkatkan produktivitas pemanfaatan dana
ZIS Muhammadiyah dalam program pendidikan, ekonomi,
dakwah sosial dan peningkatan sumber daya manusia untuk
kalangan dhuafa-mustad‟afin.50
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Lazismu Kota
Makassar yakni Drs. Kamaruddin Kasim mengatakan bahwa
“sejauh ini kami sudah menerapkan Zakat Profesi yang
berlandaskan fatwa MUI No. 3 Tahun 2003 dengan cara
melakukan sosialisasi baik melalui metode dakwah dan sosial
media guna menyadarkan masyarakat bahwa Zakat Profesi itu
50
Tafidz keputusan muktamar muhammadiyah ke 47, h.44-45
50
wajib dikeluarkan sebagaimana dengan zakat lainnya, meskipun
masih banyak masyarakat yang menentang adanya Zakat ini (zakat
profesi), para muballigh dan para guru serta dosen Muhammadiyah
memiliki peran penting dalam memahamkan masyarakat, para
siswa serta mahasiswanya akan pentingnya pengeluaran zakat
profesi ini dalam hal ini juga membantu kami selaku penghimpun
dana zakat” 51
2. Pengelolaan Zakat Profesi Pada LAZISMU berdasarkan Fatwa
MUI No.3 Tahun 2003
a. Pengelolaan Dana Zakat Profesi pada LAZISMU Kota Makassar.
Pengelolaan dana zakat yang dilakukan oleh Lazismu Kota
Makassar ini mengacu pada ajaran agama yang terkandung dalam Al-
Qur‟an dan Al-Hadis, majelis tarjih, serta pada Undang-undang
Republik Indonesia juga kepada Fatwa MUI yang berlaku yaitu
menghimpun dana zakat kepada para muzaki yang telah mencapai
niṣāb yang dalam hal zakat profesi ini sebagian besar para ulama dan
mujtahid, serta Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
mengqiyāskan niṣābnya zakat profesi dengan niṣāb zakat emas, yaitu
85gram emas dengan berbagai pertimbangan yang cukup kuat dan
ḥaulnya 12 bulan atau setahun dengan kadar zakat yaitu 2,5%.
Mengingat menunaikan zakat adalah sebuah kewajiban yang harus
ditunaikan oleh seorang muslim.
Pak Mufli selaku Operational Manager Lazismu kota Makassar
menambahkan
“pengelolaan Zakat di Lazismu baik itu Zakat Profesi ataupun
Zakat lainnya secara Hukum Agama akan selalu mengacu kepada
Fatwa Majelis Tarjih dan Fatwa MUI karena pada dasarnya tidak ada
51
Muflih Razak, Operational Manager, wawancara 03 Februari 2020
51
perbedaan, untuk pengelolaannya juga tidak sulit karena Zakat itu
memang hanya untuk 8 asnaf, pengelolaannya52
3.
Dasar pengelolaan ZIS Muhammadiyah Kota Makassar adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahn 2014 tentang pelaksanaan
undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
3. Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Pedoman Hidup
Islami Muhammadiyah
4. Pedoman Zakat yang disusun Dewan Syariah Lazis
Muhammadiyah Pusat53
Selain dari apa yang dijelaskan diatas Drs. Kamaruddin Kasim juga
menjelaskan bahwa
“Lazismu ini menghimpun semua Zakat dan segala jenis Zakat di
Lazismu itu pengelolaannya tidak kami pisah, tapi kami gabung dan
dana yang terkumpul itu kami gunakan sesuai program yang kami
rencanakan dan intinya dana Zakat itu tidak boleh keluar dari 8 asnaf,
dan kadar Zakatnya yaitu 2,5% atau senilai 85 gram emas sebagaimana
yang tertuang dalam fatwa MUI No. 23 Tahun 2003, undang-undang
serta Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah”54
Selain itu ibu Muminati selaku dosen FEB juga memberikan
tanggapan mengenai zakat profesi
“saya mengeluarkan zakat profesi dari tahun 2017 yakni 2,5% dari
penghasilan saya. Saya mendapatkan informasi mengenai zakat ini dari
mahasiswa yang bekerja di sana, saya sebagai seorang muslim sadar
akan kewajiban membayar zakat profesi. Bagi saya pribadi saya
mempercayai Lazismu sebagai lembaga pengelolaan zakat, karena
52
Drs. Kamaruddin Kasim, Ketua Lazismu, wawancara 04 Februari 2020 53
PP ZIS (Pedoman Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah) Lazismu Kota Makassar, h.
52. 54
Drs. Kamaruddin Kasim, Ketua Lazismu, wawancara 15 Juni 2020
52
saya bagian dari Unismuh dan Muhammadiyah itulah kenapa saya
mengeluarkan zakat saya di sana untuk dikelola”55
Jadi dapat disimpulkan bahwa selain mengacu kepada peraturan
pengelolaan perundang-undangan, Lazismu juga mengelola Zakat
berdasarkan dengan Fatwa MUI No.3 Tahun 2003 yang di mana di
dalamnya tertuang mengenai kadar pengeluaran zakat profesi, waktu
dan hukumnya.
55
Mu‟minati, Dosen FEB, wawacara 24 Juni 2020
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai Pengelolaan Zakat Profesi Pada
Lazismu Kota Makassar berdasarkan Fatwa MUI No.3 Tahun 2003, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Zakat profesi memiliki kedudukan penting dan termasuk ke dalam
harta yang wajib untuk dibayarkan atau dizakati ketika harta dari suatu
profesi seseorang telah mencapai niṣābnya yaitu 85 gram emas dengan
kadar zakat yaitu 2,5% nya. Dengan demikian sudah menjadi
keharusan untuk lembaga-lembaga amil zakat untuk melakukan
pengelolaan zakat profesi ini dengan cara profesional dan sesuai
dengan hukum Islam yaitu al-Qur‟an dan al-Hadis serta sesuai pula
dengan Fatwa Mui No. 3 Tahun 2003 juga undang-undang No. 23
tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, agar dana zakat dapat
tersampaikan kepada mereka yang berhak untuk menerima zakat.
2. Pengelolaan zakat profesi di Lazismu Kota Makassar sudah sesuai
dengan Fatwa MUI No.3 Tahun 2003 dan masih perlu dilakukan
sosialisasi untuk lebih meningkatkan pemahaman masyarakat
mengenai zakat profesi dan masih perlu didorong agar semakin tinggi
tingkat kesadarannya untuk berpartisipasi membayar zakat profesinya
agar dapat membantu saudara-saudara kita diluar sana yang
54
membutuhkan. Karena dalam harta kekayaan yang dimiliki ada hak
orang lain didalamnya.
B. Saran
1. Terbentuknya Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah yang
dilatarbelakangi oleh kenyataan sosioligis, bahwa masyarakat
Indonesia mayoritas beragama islam, jadi sebaiknya Lazismu
khususnya di Kota Makassar ini bisa meningkatkan fungsinya dalam
membimbing masyarakat muslim guna membayar Zakat Profesi
sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat bisa ditingkatkan melalui
zakat ini.
2. Untuk pimpinan Lazismu kota Makassar beserta jajarannya, harus
lebih meningkatkan sosialisasinya mengenai zakat profesi agar
masyarakat bisa memahami lebih dalam mengenai pentingnya
mengeluarkan zakat profesi guna membersihkan harta kita dan
mensucikan jiwa.
3. Untuk peneliti selanjutnya maka harus lebih menyempurnakan dalam
pengelolaan zakat profesi agar semua para pegawai baik dosen, guru,
dokter dan profesi-profesi lainnya lebih meningkatkan lagi
partisipasinya untuk mengeluarkan zakat profesi.
55
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Kementrian Agama RI, 2011. Bandung: Al-Mizan
Publishing House.
Asmuni, 2017. Zakat Profesi dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial, Jurnal
Ekonomi Islam La Riba.
Al-Qaradawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat, Bogor: Litera Antar Nusa.
Al-Qaradawi, Yusuf. 1975. Muskilah al-Faqr Wa KaifaAlajaha al-Islam. Kairo:
Maktabah Wahbah. Cet.2.
Al-Hasaini Tahiyuddin, Abu Bakar. tt. Kifayatu al-Akhyar fii hali ghaayati al-
aiktishor. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Anshori, Muhammad Zakaria. tt, Fathul Wahab. Beirut: Dar al-Fikr.
Akmaluddin, Syahputra. tt. Butir-butir Pemikiran Islam Prof. Dr. H. Abdullah
Syah MA. Bandung: Cipta Pustaka Media
Abdushomad, M. Adib dan Suyitno Heri Junaidi. 2005. Anatomi fiqh zakat,
Lembaga Kajian Hukum Islam (LKHI) Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah
Palembang
Bimasakti, Muhammad Adiguna. 2018. Meninjau Zakat Profesi pada Fatwa MUI
no. 3 tahun 2003 dan Ijtihad Yusuf Qaradawi. Jurnal Hukum Islam vol.
XVIII.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu sosial lainnya, Jakarta; Kencana Prenada Media Group.
Depdikbud, 1993. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Balai Pustaka .
Diakses pada halaman web http://tanbihun.com/fikih/bahsul-masail/zakat-profesi/
tanggal 14 November 2019.
Diakses pada halaman web www.lazismumakassar.org, tanggal 5 Februari 2020
Emzir, 2011. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali
Pers.
Effendi, Usman. 2011. Asas Manajemen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ghofur, Anshori Abdul. 2006. Hukum Dan Pemberdayaan Zakat, Jakarta: Pilar
Media.
HS, Fahrudin, 1992. Enslikopedia Al-Qur‟an, Jakarta: Rineka Cipta.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema
Insani.
Muhamad, 2002. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer,
Jakarta: Salemba Diniyah.
56
Nopiardo, Widi. 2016. Perkembangan Fatwa MUI tentang Masalah Zakat, Jurnal
Ilmiah Syariah, vol. 15.
Nawawi, Hadari. 2011. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta; Gadjah
Mada University Press.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan
Penelitian, Jogjakarta; Ar-Ruz Media.
PP ZIS (Pedoman Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah) Lazismu Kota
Makassar, h. 52.
Rencana Strategis LAZISMU Kota Makassar 2015-2020, h. 29
Sudirman, 2007. Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN Malang
Press
Suryorini, Ariana. 2012. Sumber-Sumber Zakat dalam Perekonomian
Modern, Jurnal Ilmu Dakwah
Supena, Ilyas, Darmuin. 2009. Manajemen Zakat, Semarang: Walisongo Press.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung;
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung; PT.
Remaja Rosdakarya.
Tafidz keputusan muktamar muhammadiyah ke 47, h.44-45
Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan. 2001. Akuntansi dan manajemen
Keuangan untuk Organisasi pengelola Zakat.Institut Manajemen Zakat.
Bandung
RIWAYAT HIDUP
NURFADILLAH ARIFUDDIN, lahir di Pinrang,
tanggal 06 Juni 1998. Putri Pertama dari pasangan
Arifuddin dan Ramlah. Penulis mengawali Pendidikan di
bangku Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Pinrang Timur
lulus tahun 2006. Sekolah Dasar di SDN 1 Pinrang lulus
pada tahun 2010. Kemudian peneliti melanjutkan
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pinrang, lulus pada
tahun 2013. Selanjutnya menempuh Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 1 Pinrang jurusan IPA dan lulus pada tahun 2016. Dan atas ridho Allah
SWT dan restu kedua orang tua, Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan
S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar dan memilih jurusan Hukum
Ekonomi Syariah (HES), Fakultas Agama Islam (FAI).
Selama di perguruan tinggi, penulis bergabung dalam organisasi
kemahasiswaan internal di Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah periode 2018-2019 sebagai Anggota Bidang Keilmuan. Penulis menjalani
program kuliah selama delapan semester. Atas Ridho Allah SWT dan dengan
kerja keras, pengorbanan, serta kesabaran, pada tahun 2020 penulis mengakhiri
masa perkuliahan S1.
LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Judul Skripsi :
“Pengelolaan Zakat Profesi Pada Lazismu Kota Makassar Berdasarkan
Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003”
Informan yang diwawancarai adalah Ketua dan Manager Lazismu Kota
Makassar.
1. Apa yang melatarbelakangi sehingga terbentuknya lazismu kota makassar
ini?
2. Bagaimana gambaran pengelolaan dana zakat profesi di lazismu kota
makassar serta aktualisasi program dana zakat profesinya?
3. Zakat profesi yang ada di lazismu ini dananya dikemanakan? Apakah
digunakan untuk pembangunan masjid, pendidikan atau ada yang lain?
4. Bagaimana sistem pemungutan zakat profesi di lazismu kota makassar ?
5. Apakah zakat profesi dari setiap orang itu harus dikeluarkan? Mengapa?
6. Apakah zakat profesi ini digabungkan dengan zakat-zakat yang lainnya?
7. Bagaimana cara mengajak masyarakat untuk mengeluarkan zakat
profesinya?
DOKUMENTASI
(Wawancara dengan Bapak Drs. Kamaruddin Kasim Selaku Ketua Lazismu Kota
Makassar)
(Wawancara dengan Bapak Muflih Razak Selaku Operational Manager Lazismu
Kota Makassar)
(wawancara via whatsapp dengan ibu Mu‟minati salah satu dosen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis)