PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Studi Kasus Makam...
Transcript of PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Studi Kasus Makam...
PENGELOLAAN WISATA RELIGI
(Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya
Untuk Pengembangan Dakwah)
Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Strata Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah
Oleh :
AHSANA MUSTIKA ATI
1104039
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
NOTA PEMBIMBING
Lamp : Lima (5) eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari:
Nama : Ahsana Mustika Ati
Nim : 1104039
Fak/ Jurusan : Manajemen Dakwah
Judul Skripsi : PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY KASUS
MAKAM SULTAN HADIWIJAYA UNTUK
PENGEMBANGAN DAKWAH).
Dengan ini telah kami setujui, dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Mei 2011
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & tata tulis
PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGELOLAAN WISATA RELIGI
(Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya Untuk
Pengembangan Dakwah)
Disusun oleh
Ahsana Mustika Ati
1104039
Telah Dipertahankan di Depan Penguji
Pada tanggal 16 Juni 2011
Dan Dinyatakan Telah Lulus Memenuhi Syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji /Dekan Anggota Penguji
Penguji I
Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag Dr. Awaludin Pimay, Lc.,M. Ag
NIP.19620827 199303 1 004 NIP. 19610727 200003 1 001
Sekretaris Dewan Penguji/ Penguji II
Pembimbing
Drs.H. Nurbini M.S.I Ariana Suryorini.S.E, MMSI.
NIP.19680918 199303 1 004 NIP : 19770930 200501 2 002
MOTTO
Artinya: pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan)
pekerjaan mereka
(QS. Al-Zalzalah: 6)
PERSEMBAHAN
1. Bapakku W. Joko Prayitno dan Ibundaku Sri Suwarsini yang tersayang yang
selalu memberiku semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini,
menemaniku dalam suka maupun duka dalam setiap langkahku.
2. Kakakku tercinta R. Sidiq Fitriyadi yang selalu memberiku motivasi dan
semangat.
3. Adikku tersayang Aflaha Musliha Taati dan saudara Arie Purnomo selalu
memberi semangat dan doa.
4. Teman-teman seperjuangan Erma Khanifa tersayang, Mega, Dini, Eni, Diva,
Iik, Ida, Nafis yang selalu menemaniku dalam sehari-hariku yang tidak dapat
aku sebutkan satu persatu, terima kasih ya.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian maupun yang belum /
tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Juni 2011
Deklarator,
Ahsana Mustika Ati
NIM: 1104039
ABSTRAKSI
Skripsi dengan judul: ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam
Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah). Skripsi ini memfokuskan pada:
bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah Sultan
Hadiwijaya? Sumber daya apa yang ada dan diperlukan dalam pengelolaan Makam
Sultan Hadiwijaya? Dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
Makam Sultan Hadiwijaya. Jenis penelitian ini adalah penerapan kualitatif dengan
pendekatan dakwah, sedangkan spesifikasi penelitian adalah deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan makan Sultan Hadiwijaya
sudah berjalan dengan baik yaitu meliputi pengelolaan wisata religi, pengelolaan
sumberdaya antara lain sumber daya manusia, sumber daya alam serta sumberdaya
finansial. Faktor-faktor pendukung maupun penghambat untuk pengelolaan wisata
religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya hendaknya selalu ditingkatkan, misal
pemberian informasi kepada pihak luar, menjalin kerjasama dengan pemerintah yang
paling utama Dinas Pariwisata, bekerjasama dengan Kraton Surakarta maupun
dengan masyarakat.
Dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya langsung ditangani oleh
seorang juru kunci, dimana juru kunci berperan sebagai perawat dan penjaga makam.
Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam
pengembangan dakwahnya menggunakan media berupa buku-buku bacaan serta
pada dinding makam terdapat tulisan yang berisi peringatan agar para peziarah yang
datang tidak tersesat pada kekafiran atau syirik. Aktivitas dakwah di kompleks
makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan fakir miskin
sudah berjalan sesuai dengan rencana. Kegiatan wisata religi di sebuah wilayah tidak
lengkap tanpa adanya daya tarik, maka obyek makam Sultan Hadiwijaya harus selalu
mengembangkan daya tarik kepada para peziarah karena daya tarik wisata
merupakan fokus utama yang berfungsi sebagai penggerak yang menarik para
pengunjung untuk mendatangi tempat tersebut. Misalnya dengan ditemukannya situs
sejarah makam Sultan Hadiwijaya, peziarah akan datang mengunjungi obyek untuk
melaksanakan kegiatan sesuai dengan niatan mereka masing-masing.
Upaya yang dilakukan daya tarik wisata pada kompleks makam Sultan
Hadiwijaya untuk menarik peziarah agar berkunjung ke makam Sultan Hadiwijaya
maka, pihak pengelola melakukan kiat-kiat keselamatan terhadap wisatawan,
kelestarian dan mutu lingkungan, ketertiban dan ketentraman masyarakat
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Kegiatan mengelola daya tarik wisata yang telah ada mempunyai arti
penting untuk kelanjutan dan kesinambungan pariwisata baik pembangunan tempat
wisata maupun sarana dan prasarana. Pengelolaan daya tarik wisata religi dapat
memberikan manfaat baik dalam bidang ekonomi, sosial dan menjaga cagar budaya
ini dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan
Hadiwijaya dapat berjalan dengan baik, dari waktu ke waktu secara terus menerus
dapat mengalami peningkatan pengunjung tanpa mengurangi nilai-nilai dakwah baik
melalui lisan maupun melalui tulisan-tulisan.
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan
kepada Rasulullah SAW, para kerabat, sahabatnya dan para pengikutnya hingga
hari akhir nanti.
Skripsi yang berjudul ” ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam
Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)”, disusun guna melengkapi
dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dengan selesainya penulisan Skripsi ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag selaku Dekan fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Drs. Nurbini, M.S.I, dan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum. selaku
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Dosen dan asisten dosen serta Civitas Akademika Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo yang telah memberi ilmunya baik langsung maupun tidak
langsung demi terselesainya penulisan Skripsi ini.
5. Pengelola Makam Sultan Hadiwijaya yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk wawancara dan menyediakan beberapa data yang diperlukan dalam
penelitian ini.
6. Ibu Bapak tercinta yang menjadi spirit terbesar dalam hidupku, yang tak
pernah letih memotivasi dan selalu setia menemani dalam kondisi apapun.
7. Sahabat dan teman-teman terbaikku, terima kasih segala bantuannya.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain
untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT
membalas semua amal kebaikan mereka. Amin.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum
mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat membawa berkah dan manfaat terutama bagi penulis
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semarang, Juni 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................... i
Halaman Nota Pembimbing ....................................................................... ii
Halaman Pengesahan ................................................................................. iii
Halaman Pernyataan ................................................................................... iv
Halaman Motto ........................................................................................... v
Halaman Persembahan ............................................................................... vi
Halaman Abstraksi ..................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar ............................................................................ viii
Daftar Isi ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................... 6
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 7
1.4.Tinjauan Pustaka ............................................................. 8
1.5.Metode Penelitian ........................................................... 11
1.6.Sistematika Penulisan Skripsi ......................................... 16
BAB II TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA
2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan ......................................... 18
2.1.1 Pengertian tentang Pengelolaan ................................... 18
2.1.2 Manajemen Wisata ...................................................... 20
2.1.3 Unsur-unsur Manajemen Wisata ................................. 24
2.1.4 Pengelolaan Wisata ...................................................... 26
2.1.5 Model Pengelolaan Wisata .......................................... 27
2.2 Tinjauan tentang Wisata Religi ....................................... 29
2.2.1 Pengertian Wisata Religi ............................................. 29
2.2.2 Fungsi Wisata Religi .................................................... 33
2.2.3 Bentuk-bentuk Wisata Religi ....................................... 33
2.3.4 Tujuan Wisata Religi ................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Sragen ............................. 36
3.1.1 Kondisi Geografis ........................................................ 36
3.1.2 Sejarah Kabupaten Sragen ........................................... 37
3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya ................ 41
3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan
Hadiwijaya ................................................................... 44
3.4 Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya ............................... 47
3.5 Biografi Tokoh ................................................................ 49
3.5.1 Lahirnya Sultan Hadiwijaya ........................................ 49
3.5.2 Sultan Hadiwijaya dijuluki Jaka Tingkir ..................... 49
3.5.3 Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak ..................... 50
3.5.4 Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak ......................... 50
3.5.6 Sultan Hadiwijaya mendapat Wahyu Kraton ............... 51
3.5.7 Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang .................. 52
BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY
KASUS MAKAM SULTAN HADIWIJAYA UNTUK
PENGEMBANGAN DAKWAH)
4.1 Analisis Pengelola Wisata Religi untuk Pengembangan
dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya …………………...54
4.2 Analisis Sumber Daya dalam Pengelolaan di Makam Sultan
Hadiwijaya ..................................................................... 64
4.3 Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan
di Makam Sultan Hadiwijaya ........................................ 71
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 79
5.2 Saran-saran ...................................................................... 81
5.3 Penutup ........................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada muslim
dimana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam al qur‟an dan al hadis.
Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan
problematika yang semakin kompleks.
Mengingat aktifitas dakwah tidak terlepas dari masyarakat, maka
perkembangannya pun harus berbanding lurus dengan perkembangan
masyarakat, artinya aktifitas dakwah hendaknya dapat mengikuti
perkembangan dan perubahan masyarakat (Abdul Basit, 2006: 3).
Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk selalu senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju
mundurnya umat islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang
dilakukannya, karena di dalam al qur‟an dalam menyebut kegiatan dakwah
dengan ahsanu qaula, dengan kata lain bisa menempati posisi tinggi dan mulia
dalam kemajuan agama islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan
dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor terlebih
di era globalisasi sekarang ini, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat
dan instan yang tidak dapat dibendung lagi (Munir, 2003:4)
Umat islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut
sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Karena
1
2
merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian
kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab Islam secara keseluruhan sesuai
dengan misinya “Rahmatan Lil Alamin” Islam harus ditampilkan dengan wajah
yang menarik supaya umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan
bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka
melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka
sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat (Munir,
2003: 5).
Pengelolaan merupakan implementasi dari perencanaan organisasi.
Dalam konteks pengelolaan manajemen disini lebih diarahkan pada
keberadaan organisasi salah satu ciri utama organisasi yaitu adanya
sekelompok orang yang mengabungkan diri dengan suatu ikatan norma,
peraturan, ketentuan dan kebijakan, ciri kedua adanya hubungan timbale balik
dengan maksud untuk mencapai sasaran dan tujuan,Sedangkan ciri yang
ketiga diarahkan pada satu titik tertentu yaitu tujuan yang
direalisasikan.(Siswanto,73:2005). Pengelolaan sebagai suatu proses harus
memperhatikan beberapa hal: Pertama struktur harus mencerminkan
tujuan dan rencana kegiatan, Kedua harus mencerminkan wewenang
tersedia bagi pengelola, Ketiga harus memperhatikan lingkungan sekitar
baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang
dimaksudkan disini berasal dari juru kunci makam dan yayasan Kraton
Surakarta sebagai pengelola makam, sedangkan faktor eksternal berasal dari
kelompok maupun pihak lain.(Munir,117:2006)
3
Selanjutnya membahas mengenai wisata adalah perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.(Ismayanti,2010:3)
Wisata disisi lain merupakan fenomena sosial yang muncul pada
masyarakat modern.
Wisata dibutuhkan tidak semata-mata untuk mencari kesegaran baru
namun digunakan untuk memperoleh ekses simbolik bagi yang melaksanakan.
Disini dapat kita tunjukkan berbagai bentuk konsumsi waktu senggang yang
penekanannya adalah pada konsumsi pengalaman dan kesenangan (seperti
theme park, pusat-pusat wisata dan rekreasi) serta hal-hal lain yang
didalamnya merujuk pada budaya tinggi yang lebih tradisional seperti
museum dan galeri menarik kembali untuk melayani audien yang lebih luas
melalui penjualan seni kanonik, auratik serta berbagai gagasan edukatif
formatif dengan menekankan hal yang bersifat spektakuler, populer,
menyenangkan dan dapat diterima (Featherstone, 231).
Indonesia memiliki potensi wisata yang beranekaragam mulai dari
wisata alam, wisata kuliner, wisata bahari dan lain sebagainya. Salah satu
potensi wisata yang berkembang saat ini adalah wisata ziarah. Di Jawa makam
para penyiar agama telah lama menjadi obyek kunjungan. Wisata ziarah
memiliki dampak ekonomi dan pengembangan keberagamaan yang tidak
dapat diabaikan. Beberapa contoh berikut dapat diambil representasi dari
penjabaran.
4
Pertama Makam Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Adipati
Semarang pertama, tanggal diangkatnya beliau dijadikan sebagai hari jadi
kota Semarang. Ki Ageng Pandanaran meninggal pada tahun 1496. tempat ini
banyak dikunjungi oleh para peziarah pada acara khaul meninggalnya beliau
setiap bulan Muharram / setahun sekali. Letak makam Ki Ageng Pandanaran
di Jl. Mugas Dalam II/4 Kelurahan Mugasari kurang lebih 1 KM dari Tugu
Muda, dibuka untuk umum setiap hari dan setiap saat.
(http/semarang.go.id/pariwisata/indeks.phpoption=com-contenstask
14/3/2009).
Kedua wisata religi di Pesarean gunung kawi, motivasi pengunjung ke
Pesarean gunung Kawi secara umum adalah untuk memanjatkan doa atas
keinginan-keinginan mereka sesuai dengan cara keyakinan masing-masing.
Pada hari-hari biasa pengunjung pesarean gunung kawi berkisar puluhan
hingga ratusan orang, tetapi pada malam Jum‟at Legi (kamis Kliwon) jumlah
pengunjung melonjak hingga ribuan orang. Jumlah ini mencapai puncaknya
pada tanggal 1 dan 12 Suro. Secara tidak langsung, popularitas Pesarean
gunung Kawi dan frekuensi kunjungan yang tinggi dari para pengunjung
pesarean yang berjumlah besar telah memacu aktivitas dan pertumbuhan
ekonomi masyarakat sekitar pesarean tersebut. Pasar yang ada di sebelah
timur pesarean semakin semarak, disisi-sisi jalan masuk ke Pesarean
masyarakat membuka kios lain-lain. Menjual barang-barang hasil karya lokal
seperti anyam-anyaman, ukir-ukiran, batu permata, keramik tanaman hias dan
lain-lain. Para remaja putri atau kaum perempuan dibalik kios-kios
5
menawarkan bunga untuk ditaburkan di makam atau untuk upacara
peribadatan, menarik pula untuk dinikmati di lebih spesifik dari daerah
setempat misal ketela rambat, jagung rebus dan bakar, pisang, apel malang
dan sebagainya. Disamping itu tersedia restoran yang menyajikan makanan
Indonesia dan Tionghoa. Kawasan sekitar komplek makam atau pesarean
tersebut sudah mulai tumbuh seperti „‟kota mini” yang lengkap dengan
berbagai fasilitas. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan-pengembangan
(Prastowardoyo,dkk.2009:32).
Di Indonesia ziarah dalam arti kunjungan ke makam ternyata sejalan
dengan apa yang sudah ada terlebih dahulu yaitu kebiasaan mengunjungi
candi atau tempat suci lainnya dengan maksud melakukan pemujaan roh
nenek moyang. Pada zaman dahulu ziarah dipahami yaitu untuk meneruskan
kebiasaan lama, yaitu pemujaan selain Allah yang kemudian dilarang dalam
ajaran Islam. (Soekmono,1973:85).
Makam Sultan Hadiwijaya sebagai salah satu tempat wisata letaknya
di Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen yang biasanya ramai
dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Makam Sultan Hadiwijaya
yang dikelola oleh juru kunci makam yang bernama Aziz yang diwakilkan
dari Kraton Surakarta. Tinggalan arkeologis yang dapat dilihat berupa
bangunan makam, Kyai Tambak Boro/gethek yang digunakan Sultan
Hadiwijaya semasa hidupnya, masjid yang dibangun dari pemerintah. Makam
Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi pada malam jum‟at atau pada waktu
ruwah. Adapun ritual yang dilakukan adalah tahlil, biasanya para peziarah
6
membawa dupa dan kembang dengan maksud sebagai pewangi tempatnya
aman bersih dan nyaman.
Arti penting wisata religi yang dimaksud disini bukan hanya
bersenang-senang dan mencari hiburan saja artinya bersenang-senang dan cari
hiburan diperbolehkan dan halal tetapi yang lebih penting adalah memperluas
wawasan untuk menyaksikan ayat-ayat kebesaran Allah yang tersebar di
persada bumi ciptaan Allah ini, seperti mengunjungi tempat rekreasi atau
makam orang saleh sebagai wisata rohani atau wisata spiritual.. Dengan
menyaksikan keindahan alam kemanapun mata memandang dapat merasakan
wisata rohani yang indah dan kudus, dan mata hati dapat melihat dengan jelas
keindahan sang pencipta, pelukis agung yang Maha Indah. Wisata rohani,
tamasya Spiritual dengan wisata rohani bukan hanya keindahan lahiriah yang
dapat dinikmati. Menurut pandangan Al Qur‟an wisaata diambil dari kata
siyahah yang secara populer diartikan wisata, kata itu mengandung arti
penyebaran, terbentuk dari kata sahat yang berarti lapangan yang luas. Wisata
religi dijelaskan dalam Al Qur‟an surat Yusuf 109-111. ayat ini menjelaskan
perjalanan wisata yang bertujuan untuk memperoleh pelajaran dan ibrah
(Departemen Agama RI, 1994 hlm. 365-367). Wisata religi saat ini bukan
hanya pada makam saja, pada masjid juga bisa termasuk wisata religi. Wisata
religi di indonesia yang menonjol adalah pada makam wali Allah terutama
pada makam Walisongo yang dikenal oleh umat Islam.
Wisata merupakan sebuah perjalanan yang terencana yang disusun
oleh perusahaan perjalanan menggunakan waktu seefektif dan efisien agar
7
membuat peserta wisata merasa puas. Berdasarkan uraian diatas penulis
merasa perlu untuk lebih dalam meneliti tentang pengelolaan wisata religi
(study kasus makam Sultan Hadiwijaya untuk pengembangan dakwah).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan diatas untuk melihat bagaimana pengelolaan
wisata religi disana beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah di
makam Sultan Hadiwijaya?
2. Apa saja sumberdaya yang diperlukan dalam pengelolaan makam
Sultan Hadiwijaya?
3. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan Makam
Sultan Hadiwijaya?
C. Tujuan
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan adapun tujuannya
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wisata religi kaitanya
dengan pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya.
b. Untuk mengetahui sumberdaya yang digunakan dalam
pengelolaan Makam di Makam Sultan Hadiwijaya.
8
c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat
pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini menambah khasanah ilmu
pengetahuan tentang suatu pengelolaan, terutama berkaitan dengan
pengelolaan wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran tentang pengelolaan wisata religi dimasa yang akan
datang.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiasi maka dalam
penulisan skripsi ini diantaranya penulis cantumkan beberapa hasil
penelitian yang ada kaitannya dengan skripsi ini diantara penelitian –
penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Karya Ahmad Amir Aziz, dkk, 2004 dengan judul
“Kekeramatan Makam (Study Kepercayaan Masyarakat terhadap
Kekeramatan Makam-makam Kuno di Lombok. (Pendekatan kualitatif dan
pendekatan Antropologis). Pendekatan kualitatif dipakai karena obyek
penelitian berupa gejala yang diangkakan, yang mudah dijelaskan dengan
kata-kata sehingga dinamikannya dapat ditangkap secara utuh. Penelitian ini
berusaha memotret apa adanya tentang dimensi-dimensi kepercayaan,
9
keyakinan, ritual dan tradisi yang telah berlangsung lama dan di ikuti banyak
orang. Fokus penelitian ini yaitu Makam Loang Balok Bintaro dan Batu
layar, semuanya menunjukkan kekuatan dahsyat dalam prospektif
masyarakat. Subyek penelitian adalah para peziarah di ketiga Makam
tersebut, para tokoh agama dan masyarakat. Kesimpulan berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap
kekeramatan makam tidaklah bersifat tunggal. Banyak motivasi dan tujuan
yang diinginkan oleh masing-masing peziarah sesuai dengan niatan yang
paling dalam (Aziz, dkk 2004: 78). Pada makam kuno di Lombok pada
kenyataannya masyarakat masih percaya akan tradisi, keyakinan dan ritual
pada masa lalu. Namun dalam penelitian penulis lebih menekankan pada
strategi dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya.
Kedua, Karya Zakarsyi Abdul Salam, dkk 1998 dengan judul
“Ziarah Budaya” (Pendekatan Kebudayaan atau Etnografi) Pendekatan ini
menggambarkan keterjadian unsur-unsur satu sama lain dalam satu kesatuan
secara integratif, berfungsi, beroperasi dan bergerak dalam kesatuan system
budaya. Sasaran yang dituju adalah masyarakat dan kebudayaannya. Tujuan
dan manfaat penelitiannya adalah mendeskripsikan tradisi dan tatacara
ziarah makam raja-raja mataram di Imogiri dalam kaitannya dengan persepsi
pengunjung khususnya kalangan peziarah muslim menurut latar belakang
pemahaman yang dimiliki pengembangan studi sosial, keagamaan islam.
Ketiga, Karya Arifin Suryo Nugroho, 2007 “Ziarah Wali Wisata
Spiritual Sepanjang Masa” dalam penelitian ini tentang ziarah dalam
10
pandangan islam, ziarah sebagai konsep trans ilahi dan tradisi ziarah
terhadap peninggalan para wali serta objek-objek wisata spiritual yang
selalu ramai dikunjungi orang yang berdatangan untuk berziarah karena
ziarah itu sudah menjadi fitrah manusia bahwa dirinya senantiasa
mendambakan keselamatan dan kebahagiaan serta pengakuan diri di sisi
Tuhan sehingga agama menjadi identitas diri untuk mencari Tuhan
(Nugroho, 2007:11).
Keempat, Karya Lilik Nur Kholidah, 2008 dengan judul
“Management Obyek dan Wisata Ziarah (Studi Kasus di Kasepuhan Makam
Sunan Kalijaga Kelurahan Kadilangu Kecamatan Demak Kabupaten
Demak)” penelitian ini membahas tentang penerapan fungsi manajemen
yang ada pada makam Sunan Kalijaga Kelurahan kadilangu demak
kabupaten Demak, meskipun belum diterapkan fungsi managemen untuk
pengembangan makam, akan tetapi pihak pengembangan selalu berusaha
agar bias lebih baik lagi dalam pengembangan Makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu Demak, yaitu dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen
dengan sempurna, selain memiliki nilai religi Makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu Demak juga memiliki nilai Historis, dari tahun ke tahun jumlah
pengunjung atau wisatawan mengalami peningkatan wisatawan dalam
negeri maupun wisatawan dari mancanegara. Penelitian ini menggunakan
metode analisis induktif, sedangkan metode pengumpulan data
menggunakan metode wawancara, observasi pastisipatoris serta
dokumentasi (Lilik Nur Kholidah, 2008: 15. ).
11
Dari berbagai penelitian diatas belum ada peneliti yang secara
khusus yang meneliti tentang pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya
untuk pengembangan dakwah. Peneliti memfokuskan pada tugas juru
kunci Makam sumberdaya yg digunakan dalam pengelolaan makam ,
serta faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan dakwah
dalam wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya dengan penerapan fungsi
manajemen oleh karena itu penelitian ini layak dilakukan.
Dari uraian diatas dapat diambil analisis bahwa pengelolaan
dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya memerlukan rencana yang baik
supaya tujuan dapat tercapai dan lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya
strategi fungsi managemen akan berjalan dengan baik sehingga berpengaruh
pada peningkatan kualitas Objek Makam Sultan Hadiwijaya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang mengandung prosedur dan cara melakukan
verifikasi data yang diperlukan. Untuk memecahkan atau menjawab masalah
penelitian, peranan metode dalam menyimpan data yang diperlukan dalam
penelitian, metode yang mencerminkan petunjuk bagaimana penelitian
dilaksanakan (Sudjana, 1989: 16).
1) Jenis dan Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang penulis gunakan pada” Pengelolaan Wisata Religi
untuk pengembangan Dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya”
menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur penelitian yang
menghasilkan data yang eksplisit berupa kata-kata tertulis dan lisan dari
12
orang-orang dan perilaku yang dapat diambil, dan diarahkan pada latar
alamiah dan individu secara holistic (menyeluruh) (Moleong, 2002:3).
Berdasarkan pada permasalahan yang diajukan dalam penelitian
deskriptif. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai
informasi tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan
da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya.
2) Sumber Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
penulis menggunakan sumber data lapangan (field research) dan data
kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data teoritis yang dibahas
untuk itu sebagai jenis datanya sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan
data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari
(Azwar, 2001: 91). Sumber data primer diperoleh dari semua informan
melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek penelitian
tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan
dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya dalam melakukan observasi
peneliti menggunakan data primer. Data primer di peroleh dari juru
kunci makam, masyarakat, kepala desa, warga desa dan peziarah.
13
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari pihak
lain, sehingga peneliti memperolehnya tidak langsung, sumber tertulis
atas sumber buku dan sebagainya. Sumber data yakni data yang sudah
bentuk jadi seperti data dokumen dan publikasi, sumber data berupa
data yang berkait dengan wisata ziarah, berkaitan dengan wisata religi
di makam Sultan Hadiwijaya (Azwar, 2001: 91).
3) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah baik yang
digunakan berhubungan dengan studi kepustakaan maupun yang
dihasilkan dari data empiris. Studi kepustakaan penelitian dilakukan
dengan mengadakan kajian-kajian terhadap buku-buku pengembangan
da‟wah sebagai acuan dasar dalam membuat kerangka teoritis sample
diambil menurut kebutuhan. Purposive Sampling yaitu sample yang dipilih
dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian (Sumarsono,
2004: 63)
a. Metode Observasi
Dalam menggunakan metode ini dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
unsure-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada
obyek penelitian. “Unsur-unsur yang tampak itu disebut data informasi
yang harus diamati dan dicatat secara benar dan lengkap (Nawawi,
Martini 1992: 74).
14
Metode ini digunakan secara langsung tentang hasil dari
strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan da‟wah di
Makam Sultan Hadiwijaya sekaligus untuk mengetahui hambatan dan
pendukung dalam pengelolaan dakwahnya.
b. Metode Interview / Wawancara
Metode interview adalah merupakan salah satu metode
pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau
hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan
sumber data (responden) komunikasi tersebut dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung (Adi, 2005: 72).
Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari
sumber data antara lain yaitu dari juru kunci makam, masyarakat,
maupun para peziarah, baik mengenai strategi pengelolaan
pengembangan da‟wah, faktor-faktor yang menunjang keberhasilan
dan hambatan yang dihadapi dalam strategi, tujuan pengembangan
da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah peneliti mencari dan mendapatkan
data-data primer melalui data-data dari prasasti-prasasti atau naskah-
naskah kearsipan (baik dalam bentuk barang cetakan maupun
rekaman) data gambar atau foto atau blue print dan lain sebagainya
(Supardi, 2005: 138)
15
Maksudnya bahwa metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data tentang latar belakang serta dokumen-dokumen lain
berupa buku-buku, majalah dan Koran dan lain-lain yang berkaitan
dengan penelitian wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya.
4) Teknik Pengolahan Data
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan
beberapa metode, maka peneliti mengolah data tersebut dengan cara
berfikir induktif artinya berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-
peristiwa konkret, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang
khusus konkret itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.
5) Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi, langkah selanjutnya data-data tersebut disusun dan dianalisa
menggunakan analisis SWOT . Analisis SWOT digunakan dalam rangka
membuat keputusan. Strength (kekuatan) berupa modal, bangunan,
sumberdaya yang dimiliki reputasi organisasi, lembaga, hubungan yang
baik dengan pemerintah ini berkaitan dengan peluang.
Weaknesses kelemahan dapat berupa masalah yang selalu
dihadapi, ketergantungan, kekurangan sumber daya dan seterusnya.
Opportunity (peluang) dapat berupa kecenderungan masa depan
organisasi lain tidak dapat melakukan tetapi kita bisa berarti kita
berpeluang untuk merebut pasar, hubungan dengan pihak luar,
kesempatan yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk perundang-
16
undangan dan sebagainya. Threat (ancaman) dapat berupa kurangnya
minat terhadap institusi, kompetisi yang mencekam serta pengaruh
budaya asing yang tak terelakkan (Arsyad,2002:27).
F. Sistematika Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini hal yang sangat penting karena
mempunyai fungsi untuk mengatakan garis-garis besar masing-masing bab
yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kekeliruan dalam penyusunannya sehingga terhindar dari kesalahan ketika
penyajian pembahasan masalah.
1) Bagian awal berisikan: cover, hal persetujuan, hal pengesahan, nota
pembimbing, motto, persembahan, abstraksi, kata pengantar, daftar isi.
2) Bagian isi merupakan inti dari hasil laporan penelitian yang berisikan
5 bab dengan pengelolaan.
Bab Pertama, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi
Bab Kedua, berisi tentang, tinjauan pengelolaan wisata, yang meliputi
pengertian, manajemen, unsur-unsur manajemen, metode
pengelolaan, model pengelolaan kemudian dilanjutkan tinjauan
tentang wisata religi yang meliputi pengertian wisata religi,
fungsi wisata religi, bentuk-bentuk wisata religi dan tujuan
wisata religi.
17
Bab Ketiga, berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Sragen, yang
meliputi kondisi geografis, sejarah kabupaten Sragen,
kemudian dilanjutkan Gambaran Umum Makam Sultan
Hadiwijaya, Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan
Hadiwijaya, Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya dan Biografi
Tokoh Sultan Hadiwijaya.
Bab Keempat, berisi tentang Analisis Pengelola wisata religi di Makam Butuh
Sultan Hadiwijaya, Sumberdaya dalam Pengelolaan di Makam
Sultan Hadiwijaya serta Faktor-faktor Pendukung dan
Penghambat pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya.
Bab Kelima, Kesimpulan, saran-saran, penutup.
18
BAB II
TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA RELIGI
2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan Wisata
2.1.1 Pengertian tentang pengelolaan
Kata pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan
terjemahan dari bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya
menangani alat-alat, berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan.
Dalam bahasa Prancis terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi
management. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengelolaan berasal
dari kata kelola yang berarti mengendalikan, mengurus dan
menyelenggarakan.
Di sisi lain Efendi menyatakan manajemen berasal dari bahasa
Inggris yaitu to manage yang memiliki kesamaan dengan kata to hand
yang berarti “mengurus”, to control “memeriksa”, to guide “memimpin
atau membimbing”, jadi apabila dilihat dari asal katanya manajemen
berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.
Manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau
kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam skala aktivitas manajemen dapat diartikan sebagai aktivitas
mengatur, menertibkan dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang,
sehingga mampu mengemukakan, menata, merapikan segala sesuatu yang
ada di sekitarnya sesuai dengan prinsip-prinsip serta menjadikan hidup
19
lebih selaras, serasi dengan yang lainnya. Upaya mengefektifkan
pengelolaan dan pengembangan di lingkungan internal maupun eksternal
yang ada termasuk di dalamnya kecenderungan terhadap pariwisata dalam
konteks global (Suryono, 2005: 1).
Dari dua penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen merupakan aktivitas yang mencakup perencanaan adalah
proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang
terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Pengorganisasian adalah suatu
proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam
aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengarahan adalah
mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif
untuk mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah proses
pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan
ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan, 2004: 41).
Dalam pengelolaan wisata keagamaan atau wisata religi, terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan:
1) Perlu pembentukan forum rembug masyarakat setempat untuk
membahas pengembangan daya tarik wisata religi tematis keagamaan/
ziarah muslim secara tepat dengan memperhatikan potensi kekayaan
budaya lokal yang ada.
2) Perlu perlengkapan berupa pembuatan induk pengembangan (master
plan) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan dibahas
20
secara lintas sektoral. Beberapa hal termasuk pula persyaratan-
persyaratan teknis untuk pendirian suatu bangunan (building code)
3) Perlu dikembangkan pula, “Collaborative Management” antara
instansi-instansi yang berkepentingan (lintas sektor) dengan maksud
untuk tetap menjaga kelestarian sejarah dan budaya yang ada.
Adapun pola-pola lintas sektor yang harus dikembangkan untuk
pengelolaan daya tarik wisata religi adalah dengan semangat 4 M:
a) Mutual Respect (saling menghormati)
b) Mutual Trust (saling percaya)
c) Mutual Responsibility (saling bertanggungjawab)
d) Mutual Benefit (saling memperoleh manfaat) (Suryono, 2005: 11)
Arti penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah
memungkinkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasional
secara bersama-sama. Selain itu pengelolaan memungkinkan kerjasama
antar orang-orang dan individu di dalam organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu.
2.1.2 Manajemen Wisata
Manajemen yang baik dan efektif memerlukan penguasaan atas
orang-orang yang dikelola. Dalam kegiatan wisata terdiri atas beberapa
komponen utama yaitu wisatawan, elemen geografi dan Industri
pariwisata. Pengertian dari masing-masing komponen diatas adalah
sebagai berikut:
21
Wisatawan adalah aktor dalam kegiatan wisata dengan melakukan
perjalanan wisata akan menjadi sebuah pengalaman manusia untuk
menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan dalam masa-masa
kehidupan.
Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi yaitu
daerah asal wisatawan, tempat ketika dia melakukan aktivitas
keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lain.
Rutinitas ini mendorong seseorang untuk melakukan wisata dari daerah
asal, seseorang dapat mencari informasi tentang obyek dan daya tarik
wisata yang diminati, membuat pemesanan kemudian menuju ke
tempat tujuan wisata. Daerah tujuan wisata ini sering disebut dengan
ujung tombak pariwisata. Di daerah tujuan wisata dampak pariwisata
sangat dirasakan sehingga sangat dibutuhkan perencanaan dan
manajemen yang tepat.
Industri pariwisata adalah industri yang menyediakan jasa, daya tarik,
dan sarana wisata. Sebagai contoh, biro perjalanan wisata dapat
ditemukan pada daerah asal wisatawan, penerbangan dapat ditemukan
baik di daerah asal maupun pada tempat transit serta akomodasi dapat
ditemukan pada daerah tujuan wisata.
Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak
pendekatan. Dalam Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
22
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Adapun
yang dimaksud dengan pariwisata sendiri adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, dan pemerintah (Ismayanti, 2010:3).
Wisata adalah kegiatan yang tidak dapat terlepas dari kehidupan
manusia. Setiap orang akan membutuhkan kegiatan berwisata dan
pariwisata baik yang dilakukan di dalam daerah maupun diluar daerah dari
tempat tinggalnya. Wisatawan dalam melakukan perjalanan dengan
berbagai tujuan antara lain bersenang-senang, tujuan bisnis dan
professional dan tujuan lain-lain sehingga wisatawan dibedakan menjadi
wisatawan vakansi dan wisatawan bisnis dengan cara tersendiri. Para
wisatawan dapat melakukan nya di dalam negeri atau pariwisata domestik
dan perjalanan keluar negeri atau mancanegara.
Manfaat wisata menurut Kotler (2006:273) membagi wisatawan
dari manfaat yang ingin diraihnya ketika melakukan perjalanan wisata.
Wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata tentunya ingin
mendapatkan sesuatu karena perjalanan wisata harus berimbang dengan
perjalanan yang dilakukannya. Manfaat perjalanan yang dicari oleh setiap
orang beragam yaitu mulai dari kualitas yang merupakan kata kunci dalam
industri pariwisata. Kualitas disini berperan sangat penting bagi para
wisatawan yang mencari mutu yang tinggi dan berapapun akan
dibayarnya. Pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
23
memenuhi kepuasan wisatawan, pelayanan disini adalah inti dari kegiatan
wisata dan membuat produk wisata menjadi unik. Aspek ekonomis yaitu
sebagian wisatawan menginginkan manfaat ekonomis dari pariwisata,
mereka akan memperhitungkan untung dan rugi dari setiap keputusan
berwisata. Para wisatawan juga membutuhkan ketepatan dan kecepatan
dalam hal penyediaan jasa. Keragaman perjalanan wisata dibentuk dari
karakter-karakter manusia yang berbeda-beda. Wisatawan dapat
dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Para ahli mengembangkan beragam
jenis wisatawan pada prinsipnya perilaku jenis wisatawan mempunyai
jenis yang sama yaitu motivasi kegiatan dan perjalanan. Adapun fasilitas
yang digunakan wisatawan adalah transportasi yang meliputi angkutan
darat, air dan udara. Angkutan udara digunakan oleh para wisatawan
dalam jarak jauh dan waktu tempuh yang panjang, sedangkan angkutan
darat digunakan untuk menjemput kedatangan wisatawan sesuai dengan
rute perjalanan. Transportasi darat dapat mencapai daerah yang sulit
bahkan area yang sulit sekalipun. Transportasi air memberikan
kenyamanan tersendiri bagi para wisatawan misal kapal feri, kapal pesiar,
kapal danau dan perahu.
Sarana akomodasi sangat dibutuhkan untuk setiap kegiatan
wisata, karena kegiatannya membutuhkan waktu lebih dari 1 hari.
Sehingga seluruh akomodasi umumnya menyediakan jasa pelayanan
penginapan yang dilengkapi dengan makan dan minum serta jasa lain
dalam wujud yang seragam. Beragam jenis daya tarik wisata memberikan
24
peluang kunjungan yang lebih banyak dan di butuhkan. Keanekaragaman
telah melahirkan potensi daya tarik wisata memerlukan perhatian dari
pihak pengelola baik dalam menggali potensi maupun untuk melestarikan
sehingga tercipta pariwisata yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
Usaha daya tarik wisata sangat diperlukan dalam menciptakan manfaat
ekonomi, sosial dan lingkungan dari industri pariwisata. Daya tarik
merupakan fokus utama dari industri pariwisata,
2.1.3. Unsur-unsur Manajemen Wisata
Unsur adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan
satu sama lainnya. Manullang (1996:1) menyebutkan manajemen memiliki
unsur-unsur yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan yaitu 6 M
meliputi:
1) Man (Manusia)
Manusia merupakan unsur pendukung yang paling penting
untuk pencapaian sebuah tujuan yang telah ditentukan sehingga
berhasil atau gagalnya suatu manajemen tergantung pada
kemampuan untuk mendorong dan menggerakkan orang-orang ke
arah tujuan yang hendak dicapai.
2) Money (uang)
Segala aktivitas dalam sebuah lembaga tentu membutuhkan
uang operasional kegiatan.
25
3) Material
Dalam proses kegiatan, manusia membutuhkan bahan-bahan
materi, karena materi merupakan unsur pendukung manajemen dalam
rangka pencapaian tujuan.
4) Machine (mesin)
Peranan mesin sangat dibutuhkan agar proses produksi dan
pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien.
5) Method (metode)
Untuk pelaksanaan pekerjaan perusahaan perlu membuat
alternatif-alternatif cara (metode) agar produk bisa berdaya guna dan
berhasil guna dan sesuai dengan perkembangan yang menawarkan
berbagai metode baru untuk lebih cepat dan baik dalam menghasilkan
barang dan jasa.
6) Market (pemasaran)
Bagi kegiatan yang bergerak di bidang wisata, pasar sangat
penting sebagai pencapaian tujuan akhir. Pasar yang menghendaki
seorang manajer untuk mempunyai orientasi. Penjelasan tentang 6M
kaitannya dengan fungsi manajemen Menurut Leiper pengelolaan
manajemen merujuk kepada seperangkat peranan atau fungsi
manajemen yaitu planning, directing, organizing dan controlling.
26
2.1.4 Metode Pengelolaan Wisata
1) Pengonsultasian dengan semua pemangku kepentingan
Menurut WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183
pengelolaan wisata dalam hal ini dapat dilakukan dengan beragam cara,
seperti melalui pertemuan formal dan terstruktur dengan pelaku industri
pariwisata, dewan pariwisata, konsultasi publik dan subyek tertentu,
penjajakan dan survei, konsultasi kebijakan dengan beragam kelompok
dan melalui interaksi antara departemen pemerintah terkait dengan
berbagai pihak sesuai subyek yang ditentukan. (Pitana & Diarta, 2009:
88-89).
2) Pengidentifikasian Isu
Isu pariwisata akan semakin beragam seiring dengan
meningkatnya skala kegiatan yang dilakukan. Isu-isu yang mungkin
muncul dalam skala kegiatan pariwisata, misalnya penyebaran dan
ketimpangan pendapatan antar wilayah; pembangunan infrastruktur
termasuk transportasi, akomodasi dan abstraksi; investasi, termasuk
akses kepada modal dan investasi asing.
3) Penyusunan Kebijakan
Kebijakan ini yang disusun mungkin akan berdampak langsung
maupun tidak langsung dengan pariwisata. Kebijakan ini akan menjadi
tuntunan bagi pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi
pembangunan pariwisata.
27
4) Pembentukan dan Pendanaan Agen dengan Tugas khusus
Agen ini bertujuan menghasilkan rencana strategis sebagai
panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah tujuan
wisata. Agen ini juga bertugas melakukan riset pasar, pemasaran daerah
tujuan wisata dan mendorong fasilitas dan perusahaan pariwisata.
5) Penyediaan Fasilitas dan Operasi
Hal ini terutama berkaitan dengan situasi dimana pelaku usaha
tidak mampu menyediakan fasilitas secara mandiri. Pemerintah berperan
dalam memberikan modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas dan
pelayanan yang vital tetapi tidak mampu membiayai dirinya sendiri tetapi
jangka panjang menjadi penentu keberhasilan pembangunan pariwisata
(WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183).
2.1.5 Model Pengelolaan Wisata dan Dampak Sosial Budaya
Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, maka pengelola wajib melakukan
manajemen sumber daya yang efektif. Berkembangnya pariwisata
menimbulkan berbagai dampak sosial. Menurut WTO,1980:12-13 dampak
pariwisata dapat dipetakan kedalam beberapa hal antara lain sebagai
berikut:
1) Berkembang atau hilangnya budaya lokal
Beberapa daerah tujuan wisata (misalnya Bali, lihat Pitana,
2002 dan Diarta, 2006) mampu mengembangkan budaya lokalnya
akibat keberadaan interaksinya dengan pariwisata. Hal ini misalnya
28
semakin suburnya kesenian tradisional berupa seni tan, lukis, patung
dan sebagainya.
2) Perlindungan atau perusakan terhadap cagar budaya
Munculnya kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan
alam dan budaya yang berada di kawasan lingkungan tersebut. Hal ini
merupakan asset suatu daerah yang menjadi daya tarik wisata.
Terkadang keberadaan pariwisata justru menjadi pemicu perusakan
dan degradasi kualitas cagar budaya tersebut.
3) Perlindungan atau perusakan kontur alam.
Pariwisata juga berdampak pada keberadaan dan keaslian
kontur alam. Kontur alam dalam konteks ini maksudnya adalah
perlindungan lingkungan alam misalnya mencegah kebanjiran,
kekeringan dan sebagainya.
4) Perlindungan atau perusakan monumen bernilai sejarah
Monumen sejarah yang menjadi atraksi berkelas dunia sering
mengundang banyak wisatawan. Tidak jarang sebagian dan monumen
sejarah tersebut mendapat perlakuan yang berbeda. Di satu sisi
pemerintah memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap
monumen. Hal ini diikuti kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk
melestarikannya. Namun disisi lain tidak jarang pula sebagian dan
mereka justru merusak, menghancurkan dan menurunkan kualitas
objek tersebut dengan perusakan fisik langsung.
29
5) Polusi terhadap keberadaan arsitektur tradisional
Masuknya arsitektur modern ke dunia pedesaan atau daerah
tujuan wisata di satu sisi mungkin bermanfaat. Misalnya, teknik
pembangunan yang tahan gempa. Namun, arsitektur tradisional sarat
nilai dan filosofis. Tidak jarang arsitektur tradisional justru menjadi
daya tarik yang eksotik dan bersifat etnik bagi wisatawan. Dampak
positif misalnya jika dibangun menggunakan arsitektur modern
dipadukan dengan prinsip-prinsip arsitektur tradisional.
2.1 Tinjauan tentang Wisata Religi
2.1.1 Pengertian Wisata religi
Wisata berasal dari bahasa sansekerta VIS yang berarti tempat tinggal
masuk dan duduk. Kemudian kata tersebut berkembang menjadi Vicata
dalam bahasa Jawa Kawi kuno disebut dengan wisata yang berarti
berpergian. Kata wisata kemudian memperoleh perkembangan pemaknaan
sebagai perjalanan atau sebagian perjalanan yang dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata
(Khodiyat & Ramaini, 1992: 123).
Wisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada wisata
ziarah. Secara etimologi ziarah berasal dan bahasa Arab yaitu zaaru,
yazuuru, Ziyarotan. Ziarah dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal, namun dalam aktivitas
pemahaman masyarakat kunjungan kepada orang yang telah meninggal
melalui kuburannya. Kegiatannya pun lazim disebut dengan ziarah kubur.
30
Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebih-lebihkan
sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Tradisi ini pun dihidupkan
kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian (Ruslan, 2007: 6).
Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebih-
lebihkan sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Tradisi inipun
dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian.
Perkembangan pariwisata Indonesia mengalami pasang surut tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Hal tersebut berlaku pula terhadap pariwisata
religi yang berada di Indonesia, obyek wisata potensial yang dewasa ini
banyak dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kecenderungan wisatawan lebih suka memilih wisata religi dibandingkan
dengan obyek wisata lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah
sudah selayaknya mengupayakan agar obyek wisata religi lebih ditingkatkan
dengan merencanakan dan melakukan strategi yang matang serta efektif agar
pariwisata religi dapat berperan aktif dalam meningkatkan devisa di
Indonesia.
Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya menganut
beberapa agama Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, Budha. Contoh
dari wisata religi, perayaan tahun baru Agama Budha (Waisyak) di Candi
Borobudur yang mendatangkan wisatawan domestik dari seluruh Indonesia,
pemeluk agama Budha dari seluruh dunia, Perayaan Hari Eka Dasa Rudra
31
(1979) yang diselenggarakan setiap 100 tahun, dan Hari Panca Wali Krama
yang diselenggarakan setiap 10 tahun, di Pura Besakih Bali berhasil menarik
jutaan umat Hindu seluruh dunia. Di luar negeri Umar Kristen secara teratur
melakukan perjalanan agama ke pusat agama Katolik di Vatikan Roma,
Gerramergam, Lourdes dan setiap cabang gereja yang ada.
Umat Protestan berbondong-bondong mengunjungi gereja megah
seperti Notre Dame Catedral di Paris atau Saint Peter di Roma. Di antara
sekian banyak tempat ziarah yang paling terkenal yang ada di dunia adalah
kunjungan ke Mekkah dan Madinah untuk ibadah haji dan ke Israel untuk
ziarah bagi umat Islam. Bahkan di luar negeri sejak agama berkembang
beberapa ratus tahun yang lalu pariwisata religi ini telah dilakukan jutaan
umat manusia secara berkelompok. Mereka melakukan perjalanan untuk
memberikan penghormatan ke tempat suci tertentu sebagai penebusan dosa
atau untuk memenuhi janji ketika sakit (Mc. Intoch, 1972: 35-36).
Hal yang sama juga berlaku bagi umat Kristen dan Protestan di
Indonesia yang pergi ke Roma dan Yerussalem untuk turut merayakan Natal,
namun dapat dikatakan hampir tidak ada wisatawan mancanegara yang
datang ke Indonesia. Salah satu moment besar yang berkaitan dengan
perkembangan agama Islam di Indonesia dan berhasil mendatangkan
wisatawan mancanegara dalam jumlah besar adalah festival Istiqlal (1990)
(Raqayah Danasaputro, 2009).
Sesungguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban
manusia itu sendiri yang ditandai dengan adanya pergerakan manusia yang
32
melakukan ziarah atau perjalanan agama lain. Namun demikian tonggak-
tonggak sejarah dalam wisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dan
perjalanan Marcopolo (1054-1324) yang menjelajahi Eropa dan Tiongkok.
Untuk kembali ke Venesia, perjalanan pangeran Henry (1394-1460).
Christopher Colombus (1451 -1506) dan Vasco da Gama sedangkan sebagai
kegiatan ekonomi. pariwisata baru berkembang pada awal abad ke- 19 dan
sebagai industri Internasional pariwisata tahun 1869 (Crick, 1989: Grabum
dan Jafari, 1991; Pitana dan Gayatri, 2005).
Para teolog Islam merumuskan dua macam ziarah yakni:
- Ziarah Syar„iyah, yaitu ziarah yang dilakukan dengan maksud
mendo‟akan si mayat dan mengambil pelajaran (I„tibar) dengan keadaan
mereka pada waktu masih hidup. Mereka telah mati, telah dipendam,
telah menjadi tanah dan mereka telah menjumpai apa yang telah mereka
perbuat baik berupa kebaikan atau keburukan.
- Ziarah Bid’iyah (svirkiyah), yaitu ziarah yang dimaksudkan memohon
kepada si mayat untuk memenuhi hajat seseorang atau meminta do‟a dan
syafaat kepadanya atau berdoa di dekat kuburannya dengan keyakinan
bahwa do‟anya lebih terkabul.
MUI perlu mengeluarkan fatwa sehubungan dengan adanya
penyimpangan oleh praktik keagamaan dalam makam yang mengarah pada
perbuatan syirik. MUI perlu mengadakan re-edukasi terhadap masyarakat
peziarah untuk memberikan pemahaman yang benar tentang makam dan
aktivitas ritualnya, sehingga dapat mengeliminir pemahaman bahwa makam
33
adalah keramat. MUI perlu mengadakan pelurusan pemahaman agama Islam
di kalangan juru kunci makam, mubaligh dan peziarah
(http://aslibumiayu.wordpress.com/2010/08/12).
2.1.2 Fungsi Wisata Religi
Wisata religi dilakukan dalam rangka mengambil ibrah atau
pelajaran dan ciptaan Allah atau sejarah peradaban manusia untuk
membuka hati sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa hidup di dunia
ini tidak kekal.
Wisata pada hakikatnya adalah perjalanan untuk menyaksikan
tanda-tanda kekuasaan Allah, implementasinya dalam wisata kaitannya
dengan proses dakwah dengan menanamkan kepercayaan akan adanya
tanda-tanda kebesaran Allah sebagai bukti ditunjukkan berupa ayat-ayat
dalam Al qur‟an.
2.1.3 Bentuk- bentuk Wisata Religi
Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang
memiliki makna khusus, biasanya berupa tempat yang memiliki makna
khusus.
1. Masjid sebagai tempat pusat keagamaan dimana masjid digunakan
untuk beribadah sholat, i‟tikaf, adzan dan iqomah.
2. Makam dalam tradisi Jawa, tempat yang mengandung kesakralan .
makam dalam bahasa Jawa merupakan penyebutan yang lebih tinggi
(hormat) pesarean, sebuah kata benda yang berasal dan sare, (tidur).
34
Dalam pandangan tradisional, makam merupakan tempat peristirahatan
(Suryono Agus, 2004: 7)
3. Candi sebagai unsur pada jaman purba yang kemudian kedudukannya
digantikan oleh makam.
2.1.4 Tujuan Wisata Religi
Tujuan wisata religi mempunyai makna yang dapat dijadikan
pedoman untuk menyampaikan syiar islam di seluruh dunia, dijadikan
sebagai pelajaran, untuk mengingat ke-Esaan Allah. Mengajak dan
menuntun manusia supaya tidak tersesat kepada syirik atau mengarah
kepada kekufuran (Ruslan, 2007:10).
Ada 4 faktor yang mempunyai pengaruh penting dalam
pengelolaan wisata religi yaitu lingkungan eksternal, sumber daya dan
kemampuan internal, serta tujuan yang akan dicapai. Suatu keadaan,
kekuatan, yang saling berhubungan dimana lembaga atau organisasi
mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut lingkungan internal,
sedangkan suatu keadaan, kondisi, peristiwa dimana organisasi atau
lembaga tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut
lingkungan eksternal. Kaitan antara wisata religi dengan aktivitas dalam
adalah tujuan dari wisata ziarah itu sendiri (RD.Jatmiko, 2003:30).
Abidin (1991: 64) menyebutkan bahwa tujuan ziarah kubur adalah
1. Islam mensyariatkan ziarah kubur untuk mengambil pelajaran dan
mengingatkan akan kehidupan akhirat dengan syarat tidak melakukan
35
perbuatan yang membuat Allah murka, seperti minta restu dan doa
dari orang yang meninggal.
2. Mengambil manfaat dengan mengingat kematian orang-orang yang
sudah wafat dijadikannya pelajaran bagi orang yang hidup bahwa kita
akan mengalami seperti apa yang mereka alami yaitu kematian.
3. Orang yang meninggal diziarahi agar memperoleh manfaat dengan
ucapan doa dan salam oleh para peziarah tersebut dan mendapatkan
ampunan.
Muatan dakwah dalam wisata religi adalah sebagai berikut:
1. Al-Hikmah ( الحكمة )
Sebagai metode dakwah yang diartikan secara bijaksana, akal budi
yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih dan menarik perhatian
orang kepada agama atau Tuhan.
2. Al-Mauidhah Hasanah (الموعظة الحسنة)
Mauidhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang
mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan
akhirat (Munir, 2003: 17).
36
36
BAB III
TINJAUAN TENTANG OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA
MAKAM SULTAN HADIWIJAYA
3.1 Gambaran Umum Kabupaten
3.1.1 Kondisi Geografis
Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Sragen
Lokasi makam Sultan Hadiwijaya berada di Kabupaten Sragen.
Kabupaten Sragen terletak 7105’-7
030’ LS dan 110
045’-111
010’ BT.
Kabupaten Sragen berada di daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang
mengalir dari arah timur. Sebelah utara merupakan wilayah perbukitan,
yang merupakan bagian dari pegunungan Kendeng. Sementara itu di
bagian selatan berupa lereng gunung Lawu. Adapun Batas-Batas
Kabupaten Sragen adalah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Jawa Timur)
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.
37
Luas wilayah kabupaten Sragen adalah 946,49 Km2. Kabupaten
Sragen terdiri atas 20 Kecamatan yaitu Gemolong, Gesi, Gondang, JEnar,
Kalijambe, Karangmalang, Kedawung, Masaran, Miri, Mandokan,
Ngrampal, Plupuh, Sambirejo, Sambungmacan, Sidoharjo, Sragen,
Sukodono, Sumberlawang, Tangen dan Tanon. Makam Sultan Hadiwijaya
terletak di Kecamatan Plupuh Sragen. Kabupaten Sragen terletak di jalur
utama transportasi Jawa Tengah – Jawa Timur di lintas Selatan.
Kabupaten Sragen dilintasi oleh semua jalur transportasi darat, baik bus
maupun kereta api. Untuk jalur kereta api Sragen dilintasi oleh jalur
Gundih- Solo Balapan dengan Stasiun terbesarnya yaitu di Gemolong.
3.1.2 Sejarah Kabupaten Sragen
Kelahiran Kabupaten Sragen tidak terlepas dari keberadaan
Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II dari Mataram.
Pangeran Mangkubumi sangat membenci kolonialis Belanda. Kebencian
Pangeran Mangkubumi semakin bertambah setelah Belanda banyak
mengintervensi Mataram sebagai pemerintah yang berdaulat. Oleh karena
itu dengan tekad yang kuat, Mangkubumi melarikan diri dari istana dan
menyatakan perang terhadap Belanda. Peperangan antara Mangkubumi
dan Belanda disebut Perang Mangkubumen yang terjadi pada tahun 1746-
1757. Dalam Peperangan itu Mangkubumi dan pasukannya dari keraton
bergerak melewati desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari,
Ngerang, Butuh dan Gayang. Mangkubumi dan pasukan melanjutkan
38
perjalanan ke desa Pandak, Karangnangka kemudian masuk daerah
Sukowati.
Di Desa Sukowati Pangeran Mangkubumi membentuk
pemerintahan pemberontak yaitu, di desa Pandak Karangnongko yang
dijadikan pusat pemerintahan yaitu Projo Sukowati. Atas dasar itu
Mangkubumi meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta
mengangkat beberapa pejabat pemerintah.
Secara geografis Sukowati terletak di tepi Jalan Tentara Kompeni
di Jalur Surakarta-Madiun. Karena pusat pemerintahan Sukowati dianggap
kurang aman, kemudian pada tahun 1746 dipindahkan di Desa Gebang
yang terletak di sebelah Tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak saat
itu Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi
Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangrejo,
Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa lain.
Daerah kekuasaan dan jumlah pasukan Pangeran Sukowati
semakin besar. Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanan
terhadap Belanda dengan bekerjasama dengan saudaranya Raden Mas
Said. Perlawanan Pangeran Sukowati berakhir dengan perjanjian Giyanti
pada tahun 1755 yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari. Dalam
perjanjian itu wilayah dibagi menjadi Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Sukowati menjadi Sultan
Hamengkubuwono ke-1 pada perjanjian Salatiga tahun 1757, dan Raden
39
Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkubuwono I dengan mendapat
sebagian wilayah Kasunanan Surakarta.
Selanjutnya sejak tgl 12 Oktober 1840 dengan surat Sunan
Pakubuwono VII yaitu Angger-Angger Gunung (surat wasiat dari Raja)
daerah yang berlokasi strategis ditunjuk menjadi pos tundan, yang
dinyatakan sebagai tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu
lintas, pemeriksaan barang dan surat jalan serta jembatan. Salah satunya
wilayah yang dianggap strategis adalah wilayah Sragen, sehingga
diwilayah itu didirikan pos tundan Sragen.
Perkembangan selanjutnya, sejak tanggal 5 Juni 1847 Sunan
Pakubuwono VII dengan persetujuan Residen Surakarta yaitu Baron de
Geer diperintahkan untuk melakukan tugas kepolisian wilayah Sragen
dengan sebutan Kabupaten Pulisi Sragen. Berdasarkan staatsblaad no. 32
tahun 1854 di setiap Kabupaten Pulisi diangkat seorang ketua yang
dibantu oleh Kliwon,” Panewu Rangga” 1
dan kaum,”.
Sejak pemerintahan Sunan Pakubuwono VIII dan seterusnya di
Sragen dilakukan reformasi terus menerus di bidang pemerintahan yang
pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi
Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman
pemerintahan Pakubuwono X. Menurut Rijkblaad No. 23 tahun 1918
Kabupaten Pangreh Praja dijadikan daerah otonom untuk melaksanakan
kekuasaan hukum dan pemerintahan. Pada akhirnya memasuki
1 Merupakan jabatan di atas demang atau jajar
40
pemerintahan Republik Indonesia Kabupaten Pangreh Praja Sragen
menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen (Wiyono, 2007:2).
Kabupaten Sragen yang sebelumnya bernama Sukowati dan
digunakan sejak kekuasaan kerajaan (Kasunanan) Surakarta, kemudian
digunakan sebagai pusat pemerintahan yang baru.2 Hari jadi kabupaten
Sragen ditetapkan dengan Perda nomor 4 tahun 1987, yaitu hari Selasa
Pon, tanggal 27 mei 1746. Hari dan Tanggal tersebut adalah hasil
penelitian serta kajian dari fakta sejarah ketika Pangeran Mangkubumi
yang menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono yang I menjadi tonggak
pertama yang melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa
yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di desa
Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.
Pariwisata dewasa ini adalah mega bisnis. Jutaan orang
mengeluarkan triliunan dolar AS, meninggalkan rumah dan pekerjaan
untuk memuaskan dan membahagiakan diri (pleasure) dan untuk
menghabiskan waktu luang. Hal ini menjadi bagian penting dari dalam
kehidupan dan gaya hidup di negara-negara maju. Namun demikian
memposisikan pariwisata sebagai bagian esensial dalam kehidupan sehari-
hari merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini mulai terlihat sejak
berakhirnya perang dunia II disaat pariwisata meledak dalam skala besar
sebagai salah satu kekuatan sosial dan ekonomi (Mac Donald, 2004: 7).
2 Di wilayah Sragen terdapat situs arkeologi yaitu Sangiran yang ditempat itu ditemukan
manusia purba dan binatang purba yang sebagian disimpan di Musium Fosil Sangiran
41
3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya
Makam Sultan Hadiwijaya merupakan obyek dan daya tarik wisata
religi terkemuka di Kota Sragen, Makam Sultan Hadiwijaya terletak di bagian
selatan Kecamatan Plupuh.
Kec. Tanon
Kec. Gemolong
Kec. Masaran
Kab. Karanganyar
Gambar 2. Peta Kecamatan Plupuh
Adapun batas-batas wilayah kecamatan adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara kecamatan Tanon
- Sebelah Timur kecamatan Masaran
- Sebelah Selatan kabupaten Karanganyar
- Sebelah Barat kecamatan Gemolong
Makam Sultan Hadiwijaya dibangun oleh Pakubuwono X pada tahun
1930. Selanjutnya dilanjutkan dengan pembangunan masjid. Pengelolaan
makam Butuh dikelola secara turun temurun yaitu langsung dari Keraton
Surakarta diwakilkan kepada juru kunci yaitu Pak Sarjono yang telah
meninggal digantikan oleh anaknya bernama Aziz sampai sekarang yang juga
sebagai abdi dalem Keraton Surakarta. Makam Sultan Hadiwijaya pada setiap
bulan Mei diadakan acara tahunan yaitu kunjungan dari Bupati beserta staff,
42
kunjungan ke makam Sukowati, makam Butuh, dan makam para leluhur.
Keterlibatan Dinas Pariwisata dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya
sekedar mengadakan kunjungan bahwa di Sragen terdapat situs sejarah.
Tabel 1 Pembagian Wilayah Administratif
No Nama Desa Pusat Desa Jumlah
Dukuh
Jumlah
RT
1 Jembangan Jembangan 10 14
2 Sidokerto Talun 10 16
3 Jabung Jabung 9 15
4 Pungsari Tanjungsari 9 12
5 Manyarejo Manyarejo 8 12
6 Gedongan Gedongan 7 18
7 Plupuh Plupuh 17 17
8 Cangkol Cangkol 12 17
9 Somoromorodukuh Balai Rakyat 12 17
10 Sambirejo Sambirejo 16 26
11 Dari Dari 16 16
12 Karangnyar Karanganyar 6 17
13 Gentan Banaran Kangkung 15 19
14 Karungan Karungan 8 14
15 Karangwaru Karangwaru 10 15
16 Ngrombo Ngrombo 14 19
Sumber: www.sragen.go.id/home.phpmenu25 Januari 2010.
Luas kecamatan Plupuh adalah 4.836 Ha terdiri dari 16 desa dan 169
dukuh terbagi dalam 264 RT. Kecamatan Plupuh terletak di bagian Barat
Kabupaten Sragen. Kantor Kecamatan Plupuh terletak di jalan Sambirejo No.1
Plupuh Sragen.
43
3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya
Memasuki area pemakaman, peziarah melewati masjid terlebih dahulu
untuk menuju ke pesarean. Kemudian peziarah dapat beristirahat di masjid
atau langsung menuju ke pemakaman. Kendaraan para peziarah dapat parkir di
lokasi yang telah disediakan. Peziarah yang memasuki pintu gerbang di kanan
kiri akan melihat pemakaman umum. Setelah melewati pintu gerbang para
peziarah akan bertemu dengan juru kunci makam di mana di halaman
bangunan utama terdapat makam kerabat Sultan Hadiwijaya, tugas juru kunci
di sini memberikan penjelasan-penjelasan baik secara lisan maupun sesuai
dengan tulisan-tulisan yang tertera di dinding bangunan makam. Setelah
memasuki bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya para peziarah dapat
mengambil wadah yang dipersiapkan untuk menaruh bunga dan dupa
berfungsi sebagai pewangi. Peziarah dapat langsung menuju makam atau
ruang baca. Di ruang ini pengunjung yang berminat dapat membaca dokumen
– dokumen yang ada sembari beristirahat. Situasi Makam Butuh Sultan
Hadiwijaya. Para peziarah yang datang setelah beristirahat di Masjid
kemudian mereka menuju makam Sultan Hadiwijaya melewati pintu gerbang
pertama yang dilanjutkan menuju pintu gerbang utama pada Makam Sultan
Hadiwijaya. Didalam bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya terdapat
sembilan makam yang meliputi makam kedua orang tua Sultan Hadiwijaya
yaitu KA Kebo Kenongo, Ny A.Kebo Kenongo yang terletak di Sebelah
Utara,kemudian Sultan Hadiwijaya yang sejajar dengan anaknya KP Benowo
terletak disebelah Barat,sebelah Selatan terdapat tiga makam yang merupakan
44
sahabat karib Sultan Hadiwijaya yaitu KP Monconegoro, K. Tmg Wilomarto
dan K. Tmg.Wuragil. Pada sisi kanan dan kiri pintu masuk utama masih di
dalam bangunan terdapat makam KP Tedjowulan dan KRt Kadilangu putra
Sultan Hadiwijaya. Pada bagian Selatan masih satu atap dengan bangunan
utama terdapat tempat juru kunci untuk menerima tamu atau ruang informasi
dan ruang baca. Sementara itu di luar bangunan utama sebelah Barat terdapat
makam KPH Sinawung putra Sultan Hadiwijaya. Selanjutnya diluar pintu
masuk utama Sebelah Timur terdapat empat makam yaitu KR Adi Negoro,
Istri, Ray Pagedongan, dan Ray Kodok Ijo.Di bagian Selatan terdapat tiga
makam yaitu KA Ngerang, Ny. Ageng Ngerang, KPH Mas Demang Brang
Wetan. Kemudian di sebelah Utara terdapat getek tambak boro yang
digunakan sebagai kendaraan pada waktu Sultan Hadiwijaya masih hidup.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran.
Para peziarah (Gb. 1) masuk di area
masjid Makam Sultan Hadiwijaya.
Kendaraan dapat diparkir di lokasi parkir
yang telah disediakan. Satu hal yang
menarik di tempat parkir telah disediakan
kotak amal, sehingga para peziarah dapat
memasukkan uang langsung ke dalam
kotak tersebut.
45
Para peziarah memasuki pintu
gerbang makam Sultan Hadiwijaya
(Gb. 2) untuk melaksanakan tujuan
mereka datang ke makam Sultan
Hadiwijaya sesuai dengan niatan
masing-masing.
Umumnya peziarah yang datang di
kompleks makam Sultan Hadiwijaya
adalah untuk mendoakan mereka
yang telah meninggal.
Para peziarah memasuki pintu
gerbang (Gb. 3) para peziarah
memasuki bangunan utama Makam
Sultan Hadiwijaya yaitu untuk
melaksanakan tujuan mereka datang
untuk mendoakan para ahli kubur
atau dapat membaca dokumen-
dokumen di ruang baca.
46
Material wisata yang terdapat di
bangunan Makam Sultan Hadiwijaya
(Gb. 4) meliputi buku-buku bacaan
yang berisi tentang ilmu-ilmu agama.
Skema tulisan pada dinding makam
atau buku yang telah dibuat oleh juru
kunci makam yang berisi tentang
peringatan-peringatan tujuan ziarah
kubur dengan maksud agar para
peziarah terhindar dari hal-hal yang
menyimpang.
Pada kompleks Makam Sultan
Hadiwijaya (Gb.5) para pengunjung
dapat melihat makam kerabat yang
terdapat di sisi kanan dan kiri
bangunan makam Sultan Hadiwijaya
Selain itu pengunjung juga dapat
menyaksikan peninggalan ini antara
lain getek Tambakboro (Gb. 6. Getek
Tambakboro adalah alat transportasi
air yang digunakan Sultan
Hadiwijaya pada waktu masih hidup.
Getek Tambakboro digunakan Sultan
Hadiwijaya untuk menyeberang
Sungai Bengawan
47
3.4 Ritual yang dilakukan di Makam Sultan Hadiwijaya
Selama ini ada 2 macam ritual yang dilakukan di kompleks Makam
Sultan Hadiwijaya adalah sebagai berikut :
1. Dzikir dan tahlil. Pada acara dzikir dan tahlil yang diadakan secara rutin
langsung dipimpin oleh pemuka agama atau tokoh agama setempat. Acara
dimulai pada malam jum’at pada pukul 21.00,tidak ada ritual khusus pada
saat pelaksanaan diawali dengan membaca fatihah, surat al ikhlas, An-nas,
Al Falaq dilanjutkan surat Al Baqarah, Yusuf dan seterusnya. Kemudian
bacaan tahlil الاله ااّل اهلل . Dzikir dan tahlil ini ditujukan untuk senantiasa
mengingat Allah bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara.
Pelaksanaan Dzikir dan tahlil dilakukan di serambi masjid Sultan
Hadiwijaya diikuti oleh warga setempat dan juru kunci makam.
2. Khaul atau sering disebut dengan peringatan pada hari kematian. Acara
khaul di kompleks makam Sultan Hadiwijaya diadakan secara rutin pada
setiap tanggal 15 bulan Syawal. Kegiatan khaul ini meliputi pembacaan
do’a dan tahlil yang dipimpin oleh pemuka agama setempat dan santunan
fakir miskin yang diikuti oleh warga sekitar dan juru kunci makam.
Motivasi para peziarah yang datang ke makam Sultan Hadiwijaya
adalah peziarah yang datang didorong oleh motivasi agama melalui tuntunan
ajaran Islam, yaitu mereka berziarah dengan maksud mendoakan kepada ahli
kubur serta mengambil pelajaran akan arti mati bagi dirinya dan mengambil
suri tauladan terhadap jasa-jasa dan perjuangan ahli kubur ketika masih hidup.
Kedatangan para pengunjung ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan
48
para leluhur, melakukan penelitian ilmiah dan yang paling umum untuk
kunjungan ziarah untuk memanjatkan do’a .
Menurut Rais, salah satu pengunjung yang berasal dari Sragen, tidak
ada persyaratan khusus untuk berziarah ke makam Sultan Hadiwijaya, hanya
membawa bunga dan dupa jika perlu yang berfungsi sebagai pewangi dan
menyisipkan uang secara suka rela kedalam kotak yang telah disediakan atau
langsung kepada juru kunci makam. Rais mengatakan merasa nyaman dan
pikiran merasa tenang ziarah ditempat ini karena didukung suasana yang sejuk
dan bersih.
3.5 Biografi Tokoh
3.5.1 Lahirnya Sultan Hadiwijaya
Pada waktu malam hari dikisahkan dalam sebuah babad (Babad
Tanah Jawi) bahwa Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber. Pada
Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging melahirkan bayi laki-laki yang
tampan. Dikisahkan bahwa pada malam itu hujan turun dengan sangat
deras, orang yang mendalang disuruh berhenti.Bayi Sultan Hadiwijaya
kemudian dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng Tingkir. Bayi
diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata kepada Ki
Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya keyakinan
anak ini kelak tinggi derajatnya. Anak ini aku beri nama Mas Karebet,
karena lahirnya pada saat menanggap wayang beber.
49
3.5.2 Sultan Hadiwijaya Dijuluki Jaka Tingkir
Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo/ Ki ageng
Pengging sekitar 10 tahun berwajah tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang
kekar halus kulitnya berwajah ceria bagaikan emas yang diasah. Mas
Karebet sangat gemar terhadap wayang, ikut mengabdi kepada Ki dalang,
sehingga Bagus Karebet mampu memainkan wayang. Bagus Karebet yang
yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah sebabnya ia
lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai Ageng
Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di
pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin
menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka
Tingkir sering pergi ke hutan dalam waktu yang cukup lama misalnya, 3
hari atau 3 hari 3 malam. Ibu Jaka Tingkir menangis jika dia pulang.
Ibunya berkata pada Jaka Tingkir lebih baik kamu membantu mencangkul
di ladang bersama para pembantu. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul
pembantunya ke sawah sebelah timur sungai. Juru sawah tahu bahwa
tuannya datang, tetapi ketika saat makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin
menunggui sawah saja. Ketika itu Sunan Kalijaga datang dari sebelah
selatan sawah Jaka Tingkir sambil berteriak-teriak begini, hai anak muda
yang ada di sawah lekas pulang, karena kau calon Raja yang menguasai
tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke Demak .
50
3.5.3 Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak
Jaka Tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak,
menemui Ki Ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka
bertemu Ki Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng
kepada Ki Ganjur, yakni menyerahkan Jaka Tingkir agar mengabdi kepada
Baginda Sultan. Ki Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu
sudah kuterima putranya, tapi aku tidak memastikan diterima atau
tidaknya. Hal itu bergantung pada nasib anak sendiri, kemudian kedua
santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di tempat Ki Ganjur pekerjaannya
menghadap Baginda manakala ada pertemuan atau menyerahkan sesuatu
di masjid kecil Suranatan.
3.5.4 Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak
Dikisahkan, ada seorang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung
Awuk. Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya.
Ki Dadung Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama.
Lalu disampaikan kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat
tampang orang itu, sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang
oleh Jaka Tingkir. Krena di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau
dicoba dengan ditusuk keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu
ditusuk oleh Jaka Tingkir. Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman
tamtama disuruh ikut menusuknya dengan keris. Jenazah Ki Dadung
Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin terkenal kesaktiannya.
51
3.5.5 Sultan Hadiwijaya Berguru Ki Buyut Banyu Biru
Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian
diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan
dengan Mas Manca. Ki Buyut menghabiskan nasehatnya kepada Jaka
Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada
Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng
Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata.
Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu
kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau
Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada
yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan
keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya disuruh
membuang terlebih dahulu. Kerbau itu pasti mati kamu bunuh dan kamu
kuberi teman adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya
Ki Wiragil, serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga
orang itu jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi.
3.5.6 Sultan Hadiwijaya mendapat Ilham dari Kraton
Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya,
kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat
Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu.
Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir,
yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole,
bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah
52
kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka
dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil.
Mereka menasehati Jaka Tingkir karena pulung kraton Demak sudah pindah
kepada dirinya. Dia akan menggantikan Sultan Demak, tinggal dimohonkan
kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia dinasehati tentang laku
yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua orang Kiai tadi kepada
Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta siap menjalankan ajaran
itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta teman-temannya. Mereka
naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di desa Bulu, daerah Majenang,
kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali ke Kedung Srengenge. Jaka
Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan berjalan darat. Sejak saat
itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak.
3.5.7 Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang
Dikisahkan, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya
perempuan, dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran
Langgar. Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan,
kawin dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan
Pangeran Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir.
Bungsunya laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah
menikah, lalu diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya.
Dia menghadap ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah
gemah raharja, subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana.
53
Dikisahkan, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak,
Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak
ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah
Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada
yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang
menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata.
dia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu,
yang bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati
Madiun. Dari uraian di atas dapat diketahui siapa sebenarnya tokoh Sultan
Hadiwijaya,yang menjadi raja Pajang setelah melalui perjalanan panjang
mulai dari Sultan Hadiwijaya menjadi seorang tamtama sampai menjadi
menantu Sultan Trengono dari Demak. Setelah menjadi menantu Sultan
Trengono kemudian Sultan Hadiwijaya diangkat menjadi seorang Raja di
wilayah Pajang sekaligus sebagai raja penyebar agama Islam pada daerah
pedalaman jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur pada peralihan Hindu
menuju Islam.
54
BAB IV
ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Study Kasus Makam
Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)
4.1 Analisis Pengelolaan Wisata Religi untuk pengembangan dakwah di
Makam Sultan Hadiwijaya.
Makam Sultan Hadiwijaya terletak di desa Gedongan Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen. Makam Sultan Hadiwijaya ini berada dalam jarak
sekitar 20 km dari kota Surakarta dan berada dekat dengan aliran sungai
Bengawan Solo. Luas Makam Sultan Hadiwijaya sekitar 4000 meter persegi
dan terdiri dari tiga teras yaitu bangunan makam Sultan Hadiwijaya beserta
kerabat, pemakaman umum yang berada di sebelah timur masjid dan serambi
masjid di area Makam Sultan Hadiwijaya. Pengembangan Dakwah di Makam
Sultan Hadiwijaya mengunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan
dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al hikmah dan Mauidhah
hasanah. Pengembangan makam ini menyangkut pengembangan wisata religi
implementasinya melalui program dzikir dan tahlil serta santunan fakir
miskin. Sebagai makam dari tokoh Keraton Pajang, makam ini menarik untuk
para wisatawan untuk beberapa tujuan, yaitu pertama adalah untuk
mendoakan para ahli kubur dan kerabat Sultan Hadiwijaya, kedua untuk
melakukan wisata, ketiga melakukan penelitian ilmiah, keempat untuk niat
beribadah dengan berziarah. Untuk tujuan kebutuhan para pengurus, makam
Sultan Hadiwijaya dikelola dengan cara tertentu. Lokasi wisata religi
kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam kesehariannya dijaga dan dirawat
55
oleh seorang juru kunci. Juru kunci ini saat ini dipegang oleh Aziz yang
sekaligus menjadi abdi dalem Keraton Surakarta. Aziz adalah anak dari
Sarjono juru kunci sebelumnya yang telah meninggal. Sebelum Sarjono
Makam ini dipegang oleh Gito Hastono kakek dari Aziz yang telah
meninggal. Status juru kunci makam ini selalu dipegang oleh orang-orang
dalam keluarganya sejak dulu secara turun temurun. Juru kunci makam yang
sekarang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi makam, berada di sebelah
utara makam. Kunjungan ke makam ini dapat dilakukan setiap saat dan
setiap waktu dalam hal ini juru kunci siap melayani.
Berkait pengelolaannya, makam ini langsung dikelola oleh Kraton
Surakarta. Pelaksana dari pengelola itu adalah juru kunci. Juru kunci dipilih
dan ditentukan oleh Kraton melalui proses penunjukan. Sejarah juru kunci
makam Sultan Hadiwijaya berawal sejak 3 generasi sampai saat ini yang
dipegang oleh anak Sarjono yang bernama Aziz, Aziz menggantikan ayahnya
semenjak ayahnya meninggal sampai sekarang. Tugas dari juru kunci makam
yang paling utama adalah menjaga dan merawat makam, hal ini dilakukan
dengan tujuan supaya makam terawat dengan baik dan terjaga keamanannya
dan terhindar dari kerusakan pada bangunan. Adapun tindakan yang
dilakukan oleh juru kunci jika terjadi kerusakan pada bangunan makam
adalah melaporkan kepada Kraton Surakarta untuk meminta dana perbaikan.
Selanjutnya dana yang diperoleh dari Kraton maupun dari hasil kotak amal
yang dibukukan pada setiap bulan dipergunakan untuk membiayai perawatan
makam, listrik dan kebutuhan lainnya. Pembangunan ruas jalan pada makam
56
Sultan Hadiwijaya mendapat bantuan dari pemerintah Kabupaten Sragen
yaitu berupa jalan aspal. Sehingga para peziarah yang datang dari daerah asal
maupun luar daerah dapat memasuki area makam dengan mudah.
Pengawasan pada makam juga dilakukan langsung oleh juru kunci
yang dibantu oleh warga sekitar beserta dinas yang terkait maupun dari
pemerintah. Tugas dari juru kunci disini adalah mengawasi secara langsung
segala kegiatan para peziarah yang datang ke makam. Pengawasan dilakukan
semata-mata untuk menjaga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Untuk pelaksanaan pengawasan dalam merealisasikan tujuan dilakukan
beberapa tindakan yaitu sebagai berikut :
1. Menetapkan Standar
Dalam menetapkan standar program pengembangan makam Sultan
Hadiwijaya sebagai obyek wisata religi, juru kunci menetapkan standar
operasional yang terkait dengan kuantitas maupun kualitas pengunjung.
Terkait dengan kuantitas, jumlah pengunjung belum menunjukkan
peningkatan menurut juru kunci hal ini terjadi karena masih minimnya
informasi kepada pihak luar bahwa di Sragen terdapat situs sejarah makam
tokoh Sultan Hadiwijaya yang sebenarnya sudah tidak asing dalam
pendengaran khalayak secara umum. Juru kunci dalam menetapkan
standar peningkatan jumlah pengunjung tidak ada batasannya. Sedangkan
terkait dengan kualitas juru kunci di samping mengawasi para pengunjung
yang datang juga melakukan semacam pengarahan atau membimbing
kaitannya dengan dakwah, untuk memberikan peringatan supaya para
57
pengunjung tidak tersesat. Sebagai contoh melarang mengkultuskan
makam secara berlebihan, minta berkah dan lain sebagainya. Hal ini
dilakukan juru kunci dengan tujuan baik supaya para pengunjung tidak
mengarah pada perbuatan syirik ini sejalan dengan arahan dari juru kunci.
Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan
aqidah dikalangan para peziarah makam yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam, Keyakinan yang dimaksud disini adalah animisme dan dinamisme
yang masih berkembang dikalangan masyarakat Islam dan kepercayaan itu
masih mengakar dan membudaya dalam bentuk upacara tradisional,
sejalan dengan apa yang diyakini oleh masyarakat terdapat upacara yang
dilakukan di makam yang mempunyai motivasi menyimpang dari
keyakinan Islam. Dinas pariwisata kabupaten Sragen selama ini hanya
sekedar tahu bahwa di Sragen terdapat situs makam Sultan Hadiwijaya,
dalam pengembangan menjadikan wisata ziarah belum, makam ini masih
dibawah pengawasan Kraton Surakarta yang merupakan pengelolanya.
2. Mengadakan Penilaian
Penilaian yang dimaksudkan disini adalah penilaian terhadap
pelaksanaan ziarah. Pelaksanaan ziarah di kompleks makam ini menurut
juru kunci sudah berjalan dengan baik meskipun pengunjung yang datang
rata-rata dari masyarakat lokal atau masyarakat yang berasal dari Jawa
Tengah maupun Jawa Timur yang sudah mengetahui bahwa di Sragen
terdapat situs sejarah makam Sultan Hadiwijaya sebagaimana
diungkapkan oleh juru kunci bahwa pelaksanaan ziarah dilakukan dengan
58
berbagai cara. Adapun cara melalui penyebaran informasi terhadap pihak
luar melalui pondok-pondok pesantren, dari orang per orang maupun
instansi terkait misal bupati beserta staff dan lain sebagainya. Juru kunci
dalam hal ini berharap ke depannya makam ini menjadi obyek wisata yang
dikenal masyarakat luas demi bertahannya cagar budaya ini. Obyek wisata
ziarah Sultan Hadiwijaya semakin berkembang dengan baik adapun
tujuannya adalah agar proses penyelenggaraan dakwah dapat berjalan
sehingga akan tercapai hasil yang efektif.
3. Mengadakan tindakan-tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan di makam ini dilakukan secara terus-menerus
tidak hanya dilakukan jika terjadi penyimpangan-penyimpangan. Tindakan
perbaikan dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk
menyesuaikan hasil pekerjaan juru kunci dalam mengawasi segala
kegiatan di kompleks makam dengan nyata apabila terjadi penyimpangan
agar segera dapat diatasi dengan standar atau rencana yang telah
ditentukan sebelumnya. Dari hasil penelitian dapat diketahui makam ini
dalam melaksanakan kegiatan langsung diawasi oleh juru kunci tujuannya
agar mencapai hasil yang maksimal. Apabila kurang maksimal juru kunci
dapat melakukan perbaikan secara terus menerus guna mendapatkan hasil
yang maksimal. Perbaikan yang dimaksudkan disini adalah perbaikan
dalam bentuk fisik maupun pada lingkungan. Perbaikan dalam bentuk fisik
misalnya dengan menjaga dan merawat bangunan makam supaya tidak
terjadi perilaku yang menyimpang dari para peziarah misalnya secara
59
sengaja melakukan pengrusakan pada bangunan. Adapun perbaikan lebih
diarahkan pada lingkungan yaitu dengan cara menjaga keamanan
sehingga dapat membuat para peziarah merasa nyaman dalam melakukan
aktivitas ziarah.
Menurut Manullang, 171 dalam melakukan tugas, hanya dapat
berjalan dengan baik bila seseorang yang melaksanakan tugas itu mengerti
arti dan tujuan dari tugas yang dilaksanakan. Dalam hal ini seorang juru
kunci yang melakukan tugas pengawasan harus mengetahui arti dan tujuan
dari pelaksanaan tugas pengawasan
Pengendalian adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil
pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk memperbaiki dan mencegah agar
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang telah ditentukan. Setelah
pengelolaan terlaksana dengan baik kemudian diperlukan suatu system
pengawasan yang efektif, artinya system pengawasan yang efektif juru
kunci dapat langsung merealisasikan suatu tujuan.
Tujuan utama juru kunci mengadakan pengawasan di kompleks
makam ini agar apa yang sudah dilaksanakan sesuai dengan kenyataan.
Pengawasan yang dilakukan oleh juru kunci meliputi pengawasan yang
bersifat pencegahan yang dilakukan terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Obyek yang perlu diawasi oleh juru kunci adalah tempat atau kompleks
makam ini dengan cara menjaga keamanannya. Para pengunjung dalam
hal ini para peziarah juga perlu diawasi tujuannya agar tidak terjadi
60
penyimpangan contoh dengan memberikan peringatan jangan memuja
kuburan, minta- minta pada kuburan dan lain sebagainya.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan di kompleks
makam Sultan Hadiwijaya diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh juru kunci, bagaimana tugas
dilaksanakan, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu dengan adanya
pengawasan dapat diambil tindakan pencegahan terhadap adanya
penyimpangan dan hal ini ternyata telah dilakukan dengan baik oleh juru
kunci dengan bekerjasama dengan warga setempat, para tokoh masyarakat
maupun pemerintah tetap dibawah pengawasan Kraton Surakarta.1
Selain itu esensi dakwah kompleks makam ini untuk membangun
kualitas kehidupan manusia secara utuh untuk memperoleh keselamatan,
kesejahteraan dan kedamaian di dunia maupun di akhirat. Kualitas ini
tidak hanya menyangkut persoalan sosial, ekonomi, politik maupun
budaya melainkan juga persoalan agama. Islam memiliki kualitas yang
hendak di capai melalui dakwah Islam yaitu kualitas yang seimbang yang
tidak hanya bersifat material tetapi juga bersifat spiritual yang sudah di
kenal secara kodrati oleh manusia, oleh karena itu dakwah Islam
merupakan kegiatan yang menyangkut seluruh dimensi kehidupan
manusia (Pimay, 2005:47-48).
Pengelolaan obyek-obyek wisata ziarah Islam di seluruh Nusantara
pada dasarnya berada dalam pengelolaan lembaga formal struktural, yaitu
1 Wawancara, Aziz 24 Oktober 2010
61
pemerintah dan organisasi non formal seperti kerapatan adat, badan
kesejahteraan masjid, keturunan / ahli waris khususnya untuk Istana dan
Kraton (http//abril.susiloady.net/2007/02/21).
Sejauh ini ada beberapa kecenderungan kuat yang dapat dijadikan
rujukan dalam mengarahkan wisata ziarah Islam agar lebih professional,
antara lain luasnya penyebaran dan tingginya minat mayoritas masyarakat
muslim Nusantara yang berdampak pada ramainya kunjungan terhadap
peninggalan sejarah purbakala dari masa awal masuknya Islam ke
Nusantara.
Kedatangan para peziarah sangat didukung dengan suasana alam
yang ada di sekitar makam, udaranya yang bersih dan sejuk terdapat
pepohonan yang besar rindang dan subur terlihat sangat asri. Keheningan
adalah bagian yang mendatangkan ketenangan pada suasana makam,
suasana seperti ini mendukung kekhusukan para peziarah untuk
memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa.2
Mereka mengatakan bahwa Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya
adalah seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, mempunyai sifat
kepemimpinan yang tegas dan disiplin. Sehingga dalam waktu cepat sultan
Hadiwijaya mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati di seluruh Jawa
Tengah maupun Jawa Timur. Dalam perkembangan selanjutnya Pangeran
Benowo putra dari Sultan Hadiwijaya lebih suka menyebarkan agama
Islam dari pada menjadi seorang Raja. Makam Sultan Hadiwijaya lebih
2 Wawancara, Rizky Aditya 26 oktober 2010
62
dikenal dengan sebutan Makam Butuh karena terletak di dukuh Butuh
yang juga nama lain dari makam pakdenya yang bernama Ki Ageng Butuh
atau semasa hidupnya bernama Kebo Kanigara.
Menurut Muhammad Husein Aziz yang merupakan juru kunci
makam, makam Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi oleh para peziarah
pada bulan Sya’ban, Muharram dan Syawal. Sedangkan setiap hari jum’at
pengunjung yang berziarah cukup banyak berkisar antara 50-100 orang
saja, tetapi jumlah itu meningkat pada bulan Sya’ban, Syawal dan
Muharram hingga mencapai 400 orang. Beberapa hal yang menjadi tradisi
ziarah makam Sultan Hadiwijaya misalnya menyediakan bunga tabur dan
dupa yang fungsinya sebagai pewangi saja untuk ditaburkan di atas
makam.3
Pada abad pertengahan ziarah ternyata jauh lebih umum bagi
masyarakat di Barat dalam hal ini tidak hanya dilakukan di Jerussalem
yang merupakan tempat penyaliban tetapi juga di berbagai tempat yang
tersebar di berbagai daerah seperti Canterbury di Inggris dan Santiago de
Compostela di Spanyol. Kepentingan ziarah di dalam Islam dewasa ini
harus dibandingkan dengan praktik – praktik serupa yang terjadi pada era
awal sejarah Kristen dan bukan dengan praktik umat Kristen sekarang ini
apalagi di Amerika. Di Dunia Islam, orang-orang yang melaksanakan
ibadah haji juga mengunjungi makam Nabi Muhammad di Madinah dan
3 Wawancara, Aziz 25 oktober 2010
63
sebelum tahun 1967 sewaktu Israel merebut Jerussalem, sejumlah besar
umat Islam juga berziarah ke kota suci umat Islam ini (Nasr,167:2007).
Mengunjungi dan menziarahi makam- makam wali sangat
ditentang oleh kelompok Wahabi dan kelompok pembaru puritan serta
kaum modernis. Adapun alasan kaum Wahabi didasarkan atas bahwa
mengunjungi makam seorang wali sufi adalah menyerupai penyembahan
berhala dan menjauhkan pemikiran orang akan transendensi Tuhan.
Sementara pada kaum modernis tidak mendukung kegiatan ziarah ini
karena mereka memiliki tujuan sekularisasi pada kehidupan sosial, tetapi
penentangan mereka tidak sehebat yang dilakukan oleh kelompok Wahabi.
Di dalam agama Islam terdapat anjuran untuk menziarahi kubur
maksudnya adalah agar dengan ziarah kubur tersebut orang akan
mengingat bahwa dirinya akan meninggal dan diharapkan orang tersebut
mendapat dorongan untuk selalu berbuat baik serta memperbanyak amal.
Namun dalam kenyataan pelaksanaan ziarah kubur lebih terlihat sebagai
suatu upacara gembira dari pada upacara agama yang dilakukan secara
khusuk.
Pelaksanaan tradisi ziarah kubur sekarang pada hakekatnya
mempunyai tujuan yang sama dengan kunjungan ke tempat keramat pada
zaman dahulu, pada saat ini masih ada yang melakukan secara personal.
Tradisi ziarah kubur masih ada yang mengandung unsur pemujaan dan
penghormatan terhadap nenek moyang dan orang- orang yang telah
meninggal dunia. Dalam hal ini kelompok Muhammadiyah kurang setuju
64
menurut mereka tradisi ziarah kubur belum sesuai dengan yang dianjurkan
oleh agama pada masa sekarang ini, masih banyak terjadi penyimpangan –
penyimpangan aqidah. Disisi lain banyak ulama lain yang menyetujuinya
(Lutfi,1980:60).
4.1 Analisis Sumber Daya Dalam Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya
Sumberdaya yang dibutuhkan diantaranya adalah sumberdaya
manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya
manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi
karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan
organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif manusia.
Selanjutnya setelah sumberdaya manusia dilanjutkan peran dari sumberdaya
alam meliputi pemeliharaan lingkungan hidup merupakan penentu
keseimbangan. Dalam konteks pelestarian lingkungan pemahaman ini sudah
kita kenal sejak lama, semua komponen ekosistem baik berwujud makhluk
hidup maupun komponen lainnya merupakan sebuah kesatuan yang harus
seimbang supaya tidak terjadi bencana. (Mangunjaya,2005 xiv).
Perencanaan dalam sumber daya manusia sangat penting bagi
organisasi. Perencanaan sumber daya manusia ini harus mempunyai tujuan
yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi maupun kepentingan
nasional. Tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah menghubungkan
kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Perencanaan sumber daya
manusia atau perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses
65
untuk menentukan kebutuhan akan tenaga kerja yang didasarkan pada
peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan
kebutuhan yang berintegrasi dengan rencana organisasi agar tercipta jumlah
pegawai secara tepat dan bermanfaat secara ekonomis (Mangkunegara,
2000:5).
Sumber daya dalam hal ini mencakup warga, juru kunci, para
peziarah. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya tidak
hanya orang Islam saja, namun berasal dari agama lain misal kristen dapat
dijadikan sebagai sarana dan pemersatu atau toleransi antara umat beragama.
Motivasi para pengunjung makam Sultan Hadiwijaya beraneka ragam sesuai
dengan niatan mereka yang paling dalam. Kebanyakan informan menjelaskan
bahwa tujuan mereka berziarah adalah untuk menenangkan hati dan pikiran,
mendoakan orang yang meninggal dan mengambil hikmah dari kunjungan
tersebut. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya melakukan
ritual ziarah dengan tata cara yang dicontohkan Nabi. Menurut pendapat
mereka meminta pertolongan kepada orang–orang yang dikubur, meminta
kebutuhan mereka baik dari dekat maupun jauh, bernazar untuk mereka dan
bersumpah kepada selain Allah merupakan bid’ah dan termasuk dosa besar
yang wajib diperangi. Kegiatan para peziarah pada setiap makam selalu
diadakan upacara yang sifatnya tradisional yaitu diselenggarakan setiap tahun
sekali. Tradisi ini mempunyai corak yang hampir sama yaitu peringatan
kematian para ahli kubur. Tradisi ini disebut dengan istilah Khaul inti adalah
mengirim do’a secara bersama-sama. Pada penyelenggaraan khaul dilihat dari
66
motivasinya yang dilakukan oleh para peziarah pada umumnya kembali pada
dasar keyakinan mereka masing-masing, pada kenyataannya masih saja
terjadi penyimpangan akidah. Penyimpangan akidah yang dimaksud tidak
sesuai dengan ajaran Islam, sebagai contoh pada upacara khaul di makam
Raden Patah dan Makam Sunan Kalijaga. Pada makam Raden Patah ada
upacara Tumpeng Sembilan, sedangkan di makam Sunan Kalijaga terdapat
Penjamasan benda pusaka.
Pengunjung berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan
masyarakat lokal saja karena makam Sultan Hadiwijaya belum dijadikan
objek wisata secara komersial dan dikenal oleh banyak kalangan diseluruh
pelosok tanah air. Adapun tujuan ziarah ke makam Sultan Hadiwijaya di
Butuh Kabupaten Sragen ini adalah sebagai berikut :
a. Mengingat Kematian
Nabi SAW bersabda: “Ingatlah kematian, ingatlah demi Dzat yang
diriku dalam kekuasaannya, seandainya kamu mengetahui apa yang aku
ketahui, maka kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR.
Ibnu Abid Dunya). Keadaan orang-orang sholeh ketika mengingat mati,
Nabi Dawud As ketika mengingat mati dan kiamat, maka ia menangis
sehingga persendian anggota tubuhnya serasa lepas, namun bila mengingat
Allah, keadaannya pulih kembali. Nabi Isa As bila mengingat mati, atau
ketika diingatkan kematian, maka meneteslah darah di kulitnya. Umar Bin
Abdul Aziz sering mengumpulkan pada setiap ahli fiqih dan ulama, lalu
mereka saling menyampaikan perihal ingat mati, hari kiamat dan akhirat,
67
kemudian mereka menangis, sehingga seolah-olah dihadapan mereka ada
jenazah.
Faedah mengingat mati Nabi SAW bersabda: “Perbanyaklah ingat
mati itu dapat menghilangkan dosa-dosa dan menjadikan zuhud pada
keduniaan. (HR. Ibnu Ad Dunya).
Zuhud pada keduniaan artinya mengurangi keinginan yang
terlampau lebih terhadap kebutuhan dunia, sehingga menyebabkan
kelalaian akan kematian. Dimana kematian adalah akhir dari hidup di
dunia, padahal masih ada kehidupan sesudah dunia ini, yaitu alam kubur.
Jalan untuk sampai mengingat kematian adalah salah satu diantaranya
dengan melakukan ziarah kubur. Para sahabat Nabi sebelumnya memang
dilarang ziarah kubur, sebab pada waktu itu akidah belum begitu kuat,
namun setelah mendapat pengajaran dari Nabi, akhirnya diperbolehkan
ziarah kubur, bahkan dianjurkan, karena dapat mengingatkan kematian dan
akhirat.
b. Menuju Anak Shaleh
Pengertian anak sholeh bukanlah seperti anak-anak dalam usia
anak-anak atau remaja atau dalam pengertian secara umum, namun anak
sholeh disini adalah orang yang beramal menurut amalan yang benar.
Anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya ketika masih hidup
maupun ketika sudah meninggal.
c. Menuju Syukur
68
Menuju syukur maksudnya, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan dia
memberi kamu pendengaran dan penglihatan dan supaya kamu
bersyukur.” (an-Nahl 78)
Nikmat-nikmat yang perlu disyukuri adalah nikmat keimanan, hidup,
umur kecukupan, merasakan, melihat, bergerak, melakukan aktivitas
dengan normal dan berpikir.
d. Menuju Kemuliaan di sisi Allah
Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah
kemuliaan itu semuanya, Kepada Nya-lah naik perkataan-perkataan yang
baik dan amal sholeh dinaikannya. Dan orang-orang yang merencanakan
kejahatan, bagi mereka azab yang keras. Dan rencana Mereka akan hancur
(Fathir ayat : 10).
Ziarah kubur akan menjadi nasehat yang baik bagi hati. Pada saat
seseorang melihat rumah kegelapan yang terkubur itu, seseorang pasti akan
melihat akhirnya orang-orang yang mengantarkan jenasah dan menimbunnya
dengan tanah akan meninggalkannya sendirian. Berkunjung ke tempat orang-
orang shaleh, hati seseorang menjadi tergugah. Motivasi untuk beribadah juga
akan tumbuh lagi (Thalbah,2008:275).
Sumber daya alam meliputi pengelolaan tempat, sarana, dan prasarana
yang baik, lingkungan yang bersih menjadikan objek wisata Makam Sultan
Hadiwijaya menarik untuk dikunjungi. Program Sapta Pesona dalam kegiatan
wisata religi makam Sultan Hadiwijaya hendaknya dilakukan.
69
Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat lintas
sektoral dan menyentuh berbagai aspek kehidupan baik pemerintah maupun
kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas dimana kepariwisataan sesuatu
hal yang menawarkan alam, budaya, keunikan dan kenyamanan. Lintas
sektoral pengelolaan wisata akan terwujud secara nyata dengan adanya
program Sapta Pesona di dalam kehidupan sehari-hari. Sapta Pesona yang
mempunyai 6 unsur tersebut menentukan citra baik pariwisata. Kehadirannya
memang begitu penting sudah saatnya disuguhkan sebagai tolak ukur program
peningkatan pariwisata.
Program pesona pariwisata tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pesona Aman
Bila kita menghendaki wisatawan atau para peziarah yang
berkunjung ke makam merasakan suatu keamanan, maka hal tersebut
harus diciptakan, faktor keamanan bukan hanya mencakup situasinya saja,
tetapi keamanan secara menyeluruh.
b. Pesona Tertib
Pada dasarnya para pengunjung berkeinginan untuk memperoleh
suasana tertib di setiap tempat yang akan dikunjungi baik dalam peraturan
waktu, pelayanan dan niaga segi informasi. Para pengunjung atau
wisatawan pada dasarnya mendambakan suasana kehidupan dan
kemasyarakatan yang tertib. Mereka akan senang bila memperoleh
suasana pelaksanaan peraturan yang taat dan teratur.
70
c. Pesona Bersih
Para pengunjung yang datang dari manapun asal usulnya akan
mendambakan dan suka menikmati lingkungan yang bersih dan terbebas
dari berbagai macam yang mengganggu kesehatan dan lain sebagainya.
d. Pesona Sejuk dan Indah
Para pengunjung yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya dapat
merasakan kesejukan di lingkungan tersebut terbebas dari polusi. Dengan
kata lain terpeliharanya suatu kondisi yang nyaman. Kesejukan yang
hakiki adalah kesejukan alam hasil karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
dilimpahkan kepada manusia dalam bentuk panorama yang indah (penuh
penghijauan dan teratur).
e. Pesona Ramah Tamah
Pesona ramah tamah adalah bagian dari mutu pelayanan yang perlu
ditumbuhsuburkan, dimana hal tersebut akan mampu mengajak para
pengunjung makam untuk kembali melihat objek-objek wisata tanpa
mereka terpaksa.
Manfaat kepariwisataan adalah memperluas dan memanfaatkan
lapangan pekerjaan, meningkatkan pergaulan antar suku dan bangsa saling
berkenalan, meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup mandiri,
membina diri dan kepribadian sebagai bagian dari kekuatan dan ketahanan
71
nasional serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui
pembudayaan potensi yang dimilikinya.
Sumber pemasukan atau dana operasional berasal dari Keraton
Surakarta, yang sekaligus sebagai pelindung. Partisipasi dari warga sekitar
serta orang-orang yang melakukan ziarah di makam Sultan Hadiwijaya demi
bertahannya cagar budaya ini.
4.2 Analisis Mengenai Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat
Pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya
Tabel II
Analisis mengenai faktor-faktor Internal dan eksternal Makam Sultan
Hadiwijaya.
Faktor internal
Pendukung
1)Karena
banyak orang
yang melakukan
ziarah menjadi
pendukung
untuk
mengembangkan
wisata religi
makam Sultan
Penghambat
1)Kurangnya
penyebar
informasi
kepada pihak
luar. Sehingga
makam Sultan
Hadiwijaya ini
belum dikenal
oleh masyarakat
Faktor eksternal
Peluang
1)Peran juru
kunci, Yayasan
Kraton Surakarta
sebagai
pengelola
menjadi prioritas
utama.
2)Aktivitas
dakwah melalui
Ancaman
1)Obyek wisata
ini tidak
dikenal
masyarakat
luas jika tidak
segera
dipromosikan.
dengan cara
bekerjasama
72
Hadiwijaya.
2)warga sekitar
yang membantu
keamanan.
3) Pemerintah
yang
memberikan
keleluasaan
4)Sumberdaya
alam,
sumberdaya
manusia dan
sumberdaya
finansial
menjadi faktor
penting dalam
pengelolaan
Makam Sultan
Hadiwijaya.
luas diseluruh
Indonesia.
2)Promosi yang
masih sangat
terbatas, dana
yang diperoleh
masih kurang.
3) Perlu adanya
kerjasama
dengan
berbagai pihak
terutama Dinas
Pariwisata
setempat guna
perkembangan
obyek wisata
ini.
program dzikir
dan tahlil sudah
berjalan dengan
baik. Sehingga
menambah
suasana yang
nyaman dan
tentram jika
melakukan
ziarah.
3)Menumbuhkan
kesadaran dan
pengertian
penduduk lokal
manfaat
melakukan
ziarah di makam
Sultan
Hadiwijaya.
4)Pengembangan
pusat wisata
religi baru.
dengan instansi
yang terkait
sebagai contoh
Dinas
Pariwisata.
2)Bahaya
Polusi
lingkungan
yaitu system
untuk
melindungi
lingkungan
yang masih
lemah.
3) Bahaya
dikhawatirkan
diambil alih
para pesaing
pada makam
yang sudah
terkenal contoh
Makam
Walisongo.
73
Tradisi ziarah memang memiliki banyak manfaat, selain
mengingatkan para peziarah bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan
penuh kefanaan, juga berkontribusi pada sisi lainnya. Kontribusi ini dapat
digolongkan ke dalam dua segi yaitu intern maupun ekstern pengalaman
spiritual pribadi para peziarah merupakan manfaat intern yang bisa mereka
74
raih. Sedangkan manfaat ekstern sifatnya lebih pada sisi-sisi sosial
kemasyarakatan dan inilah yang dapat diperoleh dari tradisi ziarah. Selain itu,
di tengah kehidupan yang sudah banyak melupakan sejarah dan maraknya
program relokasi serta penataan fungsi situs sejarah yang tidak pada
tempatnya, sehingga terputusnya kisah sejarah, maka tak pelak sejarah
hanyalah menjadi masalah kelam yang terjadi masa silam. Namun tidak
demikian halnya dengan tradisi ziarah. Para peziarah ternyata ikut serta dalam
menjaga tempat-tempat sejarah yang berkaitan dengan penyebaran Islam di
Nusantara.
Sebagaimana diketahui, makam para wali yang sering dikunjungi
mereka yang banyak berjasa dalam mengislamkan Nusantara. Dengan
berbagai metode mereka berusaha menarik masyarakat yang telah
mendapatkan pengaruh kuat agama Hindu Budha selama berabad-abad.
Tidaklah mudah melakukan ini semua, halangan dan tantangan tentunya
kerap membayangi, oleh karena itu tidak semua wali berhasil melakukan misi
dakwahnya.
Adapun mereka yang banyak berhasil mempengaruhi masyarakat
Nusantara pra-Islam adalah Walisongo. Sekali lagi nama ini tidak
menunjukkan kualitas tapi lebih pada kualitasnya. Mereka berdakwah dengan
jalan damai dan tanpa kekerasan mereka akhirnya banyak mengislamkan
masyarakat bukan hanya di Jawa tetapi wilayah Nusantara lainnya.
4.3 Daya Tarik Makam Sultan Hadiwijaya
75
Corak bangunan Makam Sultan Hadiwijaya di atap pintu gerbang terdapat
simbol mahkota raja yang artinya Sultan Hadiwijaya dulu semasa hidupnya adalah
seorang raja yang memerintah kerajaan Pajang, kemudian di makamkan di desa
Gedongan Kec. Plupuh Kabupaten Sragen. Bentuk bangunan masjid sudah
mengalami renovasi yaitu masjid yang berbentuk bangunan modern, namun
mimbarnya masih pada zaman dulu. Terdapat getek tambak bara yang digunakan
Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya.
Media yang digunakan untuk pengembangan dakwah Sultan Hadiwijaya
berupa buku-buku diruang baca, tulisan-tulisan yang berada pada bangunan
makam yang diletakkan pada dinding-dinding, serta tulisan yang diletakkan pada
dinding pintu gerbang. Masjid sebagai tempat ibadah dan memanjatkan do’a.
Dakwah untuk pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya
menggunakan metode dakwah bil-lisan atau secara langsung disampaikan oleh
juru kunci. Muatan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al-hikmah dan
Mauidhah Hasanah. Pengembangan makam Sultan Hadiwijaya ini menyangkut
pengembangan wisata keagamaan . Makam Sultan Hadiwijaya belum mempunyai
jaringan yang terlalu luas sebatas warga sekitar, orang daerah lain yang
mengetahui, pemerintah Kabupaten Sragen, Pondok- Pondok pesantren yang
berada di sekitar Sragen dan Kraton Surakarta. Dalam pengembangan ke depan
diharapkan kompleks makam ini dapat dikenal oleh masyarakat luas yaitu dengan
cara menyebarkan informasi kepada pihak luar, kerjasama dengan pemerintah
maupun dinas pariwisata dan lain-lain. Pengembangan wisata kompleks makam
Sultan Hadiwijaya sudah melibatkan peran dari masyarakat, pemerintah
76
Kabupaten Sragen, juru kunci sendiri serta Kraton Surakarta yang menjadi
Pengelola intinya.
Makam Sultan Hadiwijaya sebenarnya juga mempunyai potensi dan daya
tarik wisata yang cukup besar hal ini didasarkan bahwa tokoh yang dimakamkan
adalah seorang Raja dan Bijaksana yang sebenarnya namanya tidak asing di
khalayak umum. Peringatan yang berupa tulisan yang ditempel pada dinding
makam jarang ditemukan di kompleks makam yang telah menjadi kompleks
wisata besar.
Makam sebagai tempat yang sakral, di dalam tradisi Jawa, tempat yang
mengandung kesakralan. Dalam bahasa Arab, Makam berasal dari kata maqam
yang berarti tempat, status secara hierarki. Tempat menyimpan jenazah sendiri
dalam bahasa Arab disebut Qabr, yang di dalam lidah orang Jawa disebut dengan
kubur atau lebih tegas dikatakan dengan kuburan. Baik kata kuburan maupun
makam biasanya memperoleh akhiran-an, sehingga diungkapkan kuburan atau
makam atau memakamkan mayat. Namun demikian, ada hal yang khusus, jika
yang dikubur seorang wali atau orang suci maka tempat penguburannya disebut
dengan makam wali dan bukan kuburan wali. Padahal semestinya, jika mengikuti
bahasa Arab tempat tersebut adalah kubur atau qabr, seperti qabr Hud dan
Hadramaut, bukan maqam Hud dan maqam Ibrahim di Mekkah. Selain dua istilah
ini, juga terdapat istilah lain yang dikaitkan dengan kuburan yakni astana, sentana
dan pesarean. Menurut Issatriyadi (1977: 7) pesarean adalah bahasa Jawa yang
berarti tempat tidur atau kuburan, sedangkan astana berasal dari bahasa
77
Sansekerta “stha” yang berarti berdiri, tinggal, tetap, diam, dan istirahat. Astana
berarti tempat kediaman (mandala), pertapaan.
Makam bagi sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya
sekedar tempat menyimpan mayat, akan tetapi adalah tempat yang keramat karena
disitu dikuburkan jasad orang keramat. Jasad orang keramat itu tidak sebagaimana
jasad orang kebanyakan karena diyakini jasadnya tidak akan hancur dimakan
binatang tanah seperti cacing ulat pemangsa dan sebagainya. Memang benar tak
semua orang yang menziarah makam itu benar tujuannya, sebab ada diantara
mereka yang justru meminta kepada roh para wali untuk mengabulkan
permohonannya. Bahkan ada juga diantara mereka yang pulang dengan
mengambil barang tertentu dapat berupa air, atau kayu yang ada di makam itu,
sebagai “jimat”.
Berbagai makam wali tersebut hingga sekarang tetap mendapat
pengkramatan dari sebagian umat Islam melalui wisata ziarah, peringatan tahunan
(khaul) dan pemeliharaan yang kontinyu. Makam yang sebenarnya berfungsi
sebagai tempat menyimpan jenazah berubah fungsi ritual keagamaan dan
ekonomi. Ziarah dan khaul adalah ritual keagamaan, sedangkan pendapatan
yayasan pengelola makam dari kaum peziarah dan perdagangan di sekitar makam
adalah contoh kongkrit mengenai sisi ekonomi makam (Nursyam, 2005: 138-141)
Kehadiran peziarah untuk mengunjungi makam bukan hanya didorong
oleh motif sejarah, melainkan karena adanya tradisi untuk mengunjungi makam
keluarga atau tokoh yang dianggap berperan penting dalam sejarah hidupnya dan
sejarah masyarakatnya kunjungan yang disebut ziarah ini ke tempat makam
78
maupun tokoh ini sebenarnya bukan hanya menjadi tradisi umat Islam. Sebagian
masyarakat kecil Belanda juga masih suka mengunjungi makam keluarga mereka
yang dikuburkan di Menteng, dan kota-kota lain di Indonesia. Namun ziarah
sudah menjadi fenomena tersendiri yang unik bagi masyarakat muslim Indonesia,
tetapi juga di seluruh dunia.
Sementara secara sosiologis pariwisata mencerminkan tiga interaksi : yaitu
interaksi bisnis, interaksi politik, dan interaksi kultural. Pengembangan kawasan
pariwisata menggunakan model terbuka, maka muncullah kontak antara aktivitas
masyarakat lokal yang berperan sebagai penyedia jasa kebutuhan wisatawan.
Akibatnya, terjadi pengaruh pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat
setempat. Tempat-tempat makam yang mempunyai budaya khas, sekarang sudah
tampak seragam. Sentuhan modernitas tampak disana-sini mulai dari tampilan
bangunan, cara berpakaian, perilaku dan secara umum simbol-simbol yang
lainnya.
Disinilah sebenarnya competitive advantage pariwisata ziarah. Keragaman
merupakan khasanah yang tidak ternilai yang telah mengantarkan bangsa ini
kepada kekayaan-kekayaan nilai-nilai budaya dan sebagainya. Masing-masing
makam sesungguhnya memiliki kondisi khas yang tidak ditemui di makam lain.
Keragaman yang terdapat pada tiap-tiap makam akan semakin meneguhkan
pembentukan budaya nasional. Kemunculan budaya yang mendasar pada
pluralitas tersebut akan membuat masyarakat tidak tercabut dari akarnya, dan
sekaligus akan mengantarkan mereka kepada emosional dam rasional yang kuat
terdapat nilai-nilai kebangsaan mereka. Pada tataran ini, semua elemen bangsa
79
dapat menyumbangkan nilai-nilai yang dianutnya, sebab nilai-nilai yang
dikedepankan adalah nilai-nilai kemanusiaan secara universal dengan segala
karakteristiknya yang telah terjadi selama ini. Justru kita akan disadarkan dalam
perspektif post kolonial mengenai cultural different sebagai budaya sehingga
bersifat knowledgeable, otoratif dan adekuat bagi konstruksi terhadap sistem
identifikasi budaya (Bhabha, 1993 : 34)
Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya menggunakan fungsi-fungsi
manajemen antara lain :
Perencanaan wisata religi komplek makam Sultan Hadiwijaya sudah berjalan
dengan baik artinya semua kegiatan apapun dan sasaran beserta tujuan yang
akan dicapai hanya dapat berjalan dengan baik efektif dan efisien apabila
semua sudah dipersiapkan. (Saleh, 2005 : 28)
Pengorganisasian artinya setelah rencana tersusun diperlukan penyusunan
kelompok-kelompok kegiatan yang telah ditentukan yang akan dilaksanakan
dalam hal ini di kompleks makam Sultan Hadiwijaya belum ada tugas khusus
yang diberikan pada keanggotaan namun dilakukan oleh juru kunci makam
sendiri sebagai pengelola.
Penggerakan adalah kegiatan yang meliputi; memberikan penerangan,
penjelasan, informasi tentang kegiatan yang berhubungan dengan tujuan yang
hendak dicapai. Contoh penggerakan di komplek makam Sultan Hadiwijaya
adalah mengajak orang yang berziarah yang belum mau shalat supaya
menjalankan sholat dan memberikan keterangan mengenai tujuan ziarah yang
benar.
80
Penilaian atau controlling bertujuan untuk mengetahui sampai dimana tujuan
yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Upaya yang akan dilakukan ke depan menurut M. Husein Aziz di Makam
Sultan Hadiwijaya adalah tetap mempertahankan kegiatan yang telah terlaksana
dapat berjalan dengan rutin, dapat menarik para peziarah untuk mengunjungi
makam Sultan Hadiwijaya dengan cara menyebarkan informasi kepada pihak luar
dan mengingat kembali para toko wali penyebar Islam yang ada di tanah Jawa.
Adapun cara mensyukurinya adalah dengan mendo’akannya, menjaga dan
melestarikan warisannya, berupaya melanjutkan perjuangannya. Perlunya
mengingat raja atau para leluhur menumbuhkan rasa syukur dan menumbuhkan
semangat untuk meneruskan perjuangannya.
52
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab satu sampai bab empat sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya langsung
ditangani oleh juru kunci makam, dimana juru kunci ini dipercaya oleh Kraton
Surakarta sebagai abdi dalem sekaligus menjadi perawat dan penjaga makam.
Kraton Surakarta disini berperan sebagai pengelola sekaligus pelindung.
Selanjutnya makam Sultan Hadiwijaya dalam pengembangan dakwahnya
menggunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan dakwah di makam ini
adalah al hikmah dan mauidhah hasanah. Pengembangan makam ini
menyangkut pengembangan wisata religi melalui program dzikir dan tahlil serta
santunan fakir miskin.
2. Sumberdaya manusia sangat berperan dalam pengembangan dan pengelolaan
wisata religi makam Sultan Hadiwijaya. Peran itu antara lain sebagai berikut
peran dalam menjaga dan merawat makam, peran dalam mengembangkan
obyek wisata ini, peran dalam menjaga keamanan dan kenyamanan di kompleks
makam ini dan lain sebagainya. Sementara itu sumberdaya alam yang tersedia
yang sepantasnya dikelola secara bijaksana sepanjang keperluan manusia dan
tidak menggunakannya secara berlebihan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kerusakan pada cagar budaya ini. Dalam pemahaman lain bahwa
manusia harus pandai memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal,
sumberdaya alam yang dimaksudkan disini berupa air, pepohonan yang rindang
80
81
untuk dirawat dan diambil manfaatnya, namun bukan untuk dirusak.
Selanjutnya sumberdaya finansial diperoleh dari para peziarah serta berasal dari
Kraton Surakarta digunakan oleh juru kunci dan masyarakat sekitar makam
untuk terus menerus mengembangkan kompleks makam ini sebagai tempat
untuk wisata ziarah. Pengelolaan dakwah wisata religi di makam Sultan
Hadiwijaya telah berjalan sebagaimana mestinya. Adapun Aktivitas-aktivitas
dakwah di makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan
fakir miskin sudah berjalan sesuai rencana. Pengelolaan dakwah wisata religi di
kompleks makam Sultan Hadiwijaya tidak dapat terlepas dari tiga unsur yaitu
sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial, ketiga
unsur tersebut sangat diperlukan dalam pengembangan dan peningkatan jumlah
kunjungan peziarah pada obyek wisata religi di Makam ini.
3. Faktor-faktor pendukung berasal dari masyarakat ataupun instansi terkait baik
pemerintah, Dinas Pariwisata maupun pengelola Keraton Surakarta ditunjang
dengan sarana dan prasarana yang memadai, suasana alam yang sejuk serta
keamanan dan kenyamanan. Faktor penghambatnya adalah masih kurangnya
penyebar informasi kepada pihak luar.
5.2 Saran-Saran
Ada beberapa saran yang penulis sampaikan dalam penelitian ini
diantaranya :
1. Potensi-potensi yang ada di makam Sultan Hadiwijaya kaitannya dengan
pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah lebih ditingkatkan
lagi, agar potensi wisata ziarah di makam Sultan Hadiwijaya berkembang
82
secara optimal hendaknya juru kunci makam melakukan gebrakan baru
dengan menyebarluaskan informasi kepada pihak luar, supaya cagar budaya
ini tetap dapat dilindungi dan dapat menarik para peziarah dari pelosok
tanah air maupun mancanegara. Dalam hal ini hendaknya Dinas Pariwisata
mendekati Kraton untuk mengembangkan obyek wisata religi makam ini
yaitu Dinas Pariwisata berperan secara langsung sebagai penyebar informasi
kepada pihak luar.
2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan objek dan
daya tarik wisata misal dengan Dinas pariwisata dan biro perjalanan wisata
dan lain-lain. Adanya Promosi dari Dinas Pariwisata bahwa di Sragen
terdapat obyek wisata ziarah.
3. Hendaknya pengelolaan wisata religi makam Sultan Hadiwijaya untuk
pengembangan dakwahnya ditetapkan konsep sebagai berikut :
Pengembangan keterkaitan ke dalam dan keluar,
Pemberdayaan peran masyarakat dan pemerintah,
Stabilitas keamanan dan kenyamanan,
4. Dalam wisata ziarah perlu adanya pemandu pariwisata. Pemandu wisata
adalah orang yang memberi petunjuk informasi secara langsung kepada
peziarah atau wisatawan sebelum dan selama perjalanan wisata. Selama ini
pemandu wisata baru sebatas juru kunci makam, di kompleks makam Sultan
Hadiwijaya belum ada secara khusus.
5. Meningkatnya sarana dan prasarana yang menunjang wisatawan dalam
mengunjungi makam Sultan Hadiwijaya. Sehingga wisatawan itu merasa
83
nyaman dan aman dan dapat menarik perhatian untuk mengunjungi makam
Sultan Hadiwijaya.
5.3 Penutup
Alhamdulillah dengan memanjat puji dan syukur kehadirat Allah SWT
akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu bagi kalangan akademis hasil skripsi ini dapat
ditindaklanjuti kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal. 1991. Alam Kubur dan Seluk Beluknya, Solo: Rineka Cipta.
Amir Abdul Aziz, Jum’ah. 2000. Ad Dakwah, Qowaidu wa Ushul, (Fiqih dan
Kaidah Asasi Dakwah Islam) Surakarta : Era Inter Media.
Arsyad, Ashar. 2002. Pokok-pokok Manajemen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Aziz, dkk. 2004. Kekeramatan Makam (Studi Kepercayaan Masyarakat Terhadap
Kekeramatan Makan-Makam Kuno di Lombok), dalam” Jurnal Penelitian
Keislaman”. Vol. 1. No. 1,Desember 2004.
Azwar, Syaifudin.2001. Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka pelajar.
Basith, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer, STAIN Purwokerto Press :
Pustaka Pelajar.
Bhaba, Homik. 1993. The Location of Culture. London dan New York Roudledge.
Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang. Rasail (Ranah
Ilmu-Ilmu sosial dan Interdisipliner)
Dirjen Pariwisata, Pariwisata Tanah air Indonesia, Jakarta, 1987
Featherstone, Mike. 2001. Costumer Culture and Posmodernism, Yogyakarta,
Pustaka pelajar.
Hossein Nasr, Sayyed. 2002. The Heart Of Islam. New York=USA.
Kadarman, dkk. 1997. Perencanaan Sebagai Fungsi Managemen. Jakarta : Bina
Akisara.
Khodiyat, Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Gramedia
Widiasarana Indonesia
Luthfi, Amir. 1980. Laporan Pendidikan Agama dan Tradisi pada Masyarakat
Limo Koto Kampar Riau, Lembaga penelitian Institut Agama Islam Negeri
Sulthan Syarif Qasim.
Mc. Intoch, Hobert. 1972. Tourism Principles, Practices and Philosophies. Ohio :
Grid Inc. Iim Rogayah Dana Saputra (2 Nov 2009)
Mochtar, Efendi. 1986. Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam.
Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
Makmun, H Ismail.2000.Tinjauan Tentang Penangulangan Korupsi dan Wisata,
dalam “ Jurnal Al Qalam”, jurnal Ilmiah bidang Keagamaan dan
Kemasyarakatan Vol XX1/Desember/2000.
Mangunjaya, Fachruddin M.2005.Konservasi Alam Dalam Islam. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Munir, Ilahi. 2006. Manajemen Dakwah, Jakarta : Prenada Media.
Munir, M. 2006. Management Dakwah. Jakarta : Kencana.
Nasir, M. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia.
Nawawi, Martini. 1992. Instrumen Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajah
Mada Universitas Press.
Nur, Syam. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta :LKIS
Nurhadi, Agus. 1997. Transformasi Kehidupan Beragama Dalam Masyarakat
Daerah Pariwisata (Studi Kasus di Bandungan),dalam” Himpunan
abstraksi Laporan Hasil Penelitian IAIN dan STAIN” Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Jakarta, 1998.
Perpustakaan Nasional RI (KDT) Katalog dalam terbitan. Bekasi : PT Sapta
Sentosa
Pitana, Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta : CV ANDI
OFFSET
Prabu Mangkunegara, Anwar. 2000. Managemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Purwadi, Azzah Zaimul dkk. 2006. Jejak Para Wali dan ziarah Spiritual. Jakarta
Kompas Media Nusantara.
Purwadi, Toyoda Kazunori. 2006. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta : gelombang
Pasang.
Purwadi. 2004. Ramalan Zaman Edan Ronggowarsita. Yogyakarta : Media
Abadi.
Rianto, Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit.
Ruslan, Arifin S. N. 2007. Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta :
Pustaka Timur.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik. Jakarta : Grasindo.
Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta:
Kanisisus (Anggota IKAPI)
Sudjana, Nana dan Ibrahim, 1989. Penelitian dan Pendidikan, Bandung: Sinar
Baru.
Sumarsono. Sony, 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Graha
Ilmu
Supardi. 2005. Metodologi Penelitian dan Bisnis. Yogyakarta : UII Press.
Suryono, Agus. 2004. Paket Wisata Ziarah Umat Islam. Semarang : Kerjasama
Dinas Pariwisata Jawa Tengah dan Stiepari Semarang.
Thalbah, Hisyam. 2008. Ensiklopedia Al_Qur’an dan Hadist.
Wardoyo. Prasto. 2009. Gunung Kawi fakta dan mitos, Surabaya : Lingua Kata
PT Kawan Pustaka.
Wiyono, Untung. 2007. Ringkasan Sejarah Hari Jadi Sragen. Dokumen
Kabupaten Sragen.
http://abril.susiloady.net 2007 02/21)
http:asli bumi ayu.wordpress.com/2010/08/12)
http // isnoe82.blogspot.com / 2009/03/wisata religi-antara tantangan dan html.
(maret,2009)
http/semarang.go.id/pariwisata/index.php option=com-content task
http/en.wikipedia.org/wiki/management
http://semarang.go.id/pariwisata/indeks.php.option=com.contenstask
Sragen Online www.sragen.go.id/home.php?menu 25 01/02/2010
BIOGRAFI TOKOH
A. Lahirnya Mas Karebet
Pada waktu malam hari Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber.
Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging yang melahirkan bayi laki-laki yang
tampan. Bertepatan dengan itu hujan deras, orang yang mendalang disuruh
berhenti. Jabang bayi lalu dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng
Tingkir. Bayi diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata
kepada Ki Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya
keyakinan anak ini kelak tinggi derajatnya. Beruntunglah orang yang
mengetahui. Anak ini aku beri nama Mas Karebet, karena lahirnya sedang
menanggap wayang beber.
Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang setelah
sepuluh hari di Pengging lalu kembali. Tidak lama kemudian Ki Ageng
Tingkir wafat. Ki Ageng Pengging dipanggil istri Ki Ageng Tingkir. Mereka
di Tingkir lima hari, kemudian kembali lagi ke Pengging. Sekembalinya dari
Tingkir, Ki Ageng Pengging sangat susah, karena istri Ki Ageng Tingkir
ingin segera mati menyusul suaminya.
Sultan Bintara lama menunggu datangnya Ki Ageng Pengging.
Waktunya sudah lebih 2 tahum. Sultan Bintara berpikir sudah jelas kalau Ki
Ageng Pengging membangkang dan tidak mau menghadap. Sultan Bintara
mengutus Sunan Kudus ke Pengging, agar menyampaikan amanahnya. Sunan
Kudus berangkat dengan membawa tujuh sahabat, serta membawa bende kadi
dinamai Kyai Macan.
1
Alkisah, Sunan Kudus di Jalan-jalan menamai daerah-daerah seperti
desa Sima, Jimbungan, Derana, Aru-aru. Saat perjalanan sunan Kudus sampai
di Pengging bertemu dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus berdebat
dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus tahu maksud hati Ki Ageng
Pengging. Maka Dia pun menjatuhkan hukuman sebagai orang yang yang
membangkang kepada Raja. Ki Ageng Pengging tewas ditangan sunan
Kudus. Keluarganya geger mereka membela Ki Ageng Pengging yang sudah
wafat. Mereka mengejar sunan Kudus. Sunan Kudus mengeluarkan kesaktian
sahabatnya yang hanya tujuh orang dilihat orang Pengging seperti dua ribu
serta bersenjata lengkap. Akan tetapi orang Pengging tidak takut. Mereka
mengamuk dan memukul bende bernama Kyai Udan Arum. Sunan Kudus
kemudian mengeluarkan kesaktian lagi. Tekonya dilemparkan orang
Pengging hilang nafsunya dan menyerah. Merka lalu mengurusi jenazah
Gustinya dan menguburnya disebelah timur laut rumahnya. Setelah sudah 40
hari, Istri Ki Ageng Pengging wafat. Mas Karebet sebatang kara dan dirawat
oleh para saudaranya.
B. Mas Karebet Dijuluki Jaka Tingkir
Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo sekitar 10
tahun. Tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang kekar halus kulitnya berwajah
ceria bagaikan emas yang diasah. Sangat gemar terhadap wayang, ikut
mengabdi kepada Ki dalang, akhirnya mampu memainkan wayang. Bagus
Karebet yang yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah
sebabnya ia lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai
2
Ageng Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di
pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin
menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka
Tingkir sering pergi ke hutan selama 3 hari baru pulang kadang 3 hari 3
malam. Begitu Jaka pulang ditangisi ibunya, katanya oh anakku belahan
jiwaku lebih baik kau bantu aku ke ladang mencangkul bersama pembantu
semua. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul pembantunya ke sawah sebelah
timur sungai. Juru sawah tahu bahwa tuannya datang, tetapi ketika saat
makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin menunggui sawah saja. Ketika itu
Sunan Kalijaga rawuh datang dari sebelah selatan sawah Jaka Tingkir sambil
berteriak-teriak begini, hai anak muda yang ada di sawah lekas pulang, karena
kau calon Raja yang menguasai tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke
Demak .
Setelah itu, sunan Kalijaga berjalan ke Utara kemudian menghilang.
Jaka Tingkir terbengong, dia tidak mengenal siapakah orang yang
memberitahukan kenyataan dirinya itu, namun demikian ia tetap menuruti
perintah. Jaka Tingkir pulang dan memberitahukan kepada ibunya,
mendengar keterangan Jaka Tingkir, ibunya kaget, Engger bagaimana bentuk
orang yang memanggil-manggil kamu nak? Jaka menjawab, tubuhnya tinggi
berjalan agak membongkok-bongkok, berpakaian serba hitam. Nyai Ageng
terhenyak. “lho itu kan kanjeng Sunan Kalijaga, aduh kau mendapatkan
wahyu, nak. Dia seorang wali, laksanakanlah perintah itu mengabdilah di
sana, sekarang lebih baik kau kuserahkan kepada pamanmu saja yang
3
mengabdi di sana, menjadi lurah Suranata bernama Ki Ganjur, dia adalah
saudaraku sendiri”. Jaka Tingkir tidak menolak. (Babad Tanah Jawa
(Majapahit-Demak-Pajang)
C. Jaka Tingkir Mengabdi Mengabdi ke Demak
Jaka tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak, ,menemui
Ki ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka bertemu Ki
Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng kepada Ki Ganjur,
yakni menyerahkan Jaka tingkir agar mengabdi kepada Baginda Sultan. Ki
Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu sudah kuterima putranya,
tapi aku tidak memastikan diterima atau tidaknya. Hal itu bergantung pada
nasib anak sendiri, kemudian kedua santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di
tempat Ki Ganjur pekerjaannya menghadap Baginda manakala ada pertemuan
atau menyerahkan sesuatu di masjid kecil Suranatan.
Pada suatu hari ketika sang Sultan bersembahyang, keluar dari masjid
kecil seperti biasanya didampingi 30 orang Suranata (pengawal) mereka
bersiap di tepi kolam, dia hendak menyingkir tetapi tidak bisa, sebab
terhalang kolam. Jaka tingkir melompat sambil membelakangi. Sultan Demak
kaget melihat hal itu, lalu menanyainya “Hai anak darimana dan anak siapa?
Ki Ganjur yang dekat Baginda Sultan menjawab : tuanku dia anak hamba,
anak dari desa putra Kyai Ageng Tingkir, saudara tua hamba. Kanjeng Sultan
sangat suka pada Jaka Tingkir karena tampan dan digdaya. Lama-lama dia
diambil sebagai putra, diberi hak asuh ke dalam istana serta dijadikan lurah
tamtama. Jaka dikenal oleh orang senegara Demak. Setelah cukup lama, sang
4
raja ingin menambah prajurit tamtama 400 orang lagi. Kerajaan merekrut dan
memilih para pemuda dari kota dan pedesaan. Salah satu tesnya adalah diadu
dengan banteng, kalau mampu memukul kepala banteng sampai remuk,
masuk menjadi tamtama, kalau tidak gugur.
D. Jaka Tingkir Diusir dari Demak
Alkisah, ada orang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung Awuk.
Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya. Ki Dadung
Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama. Lalu disampaikan
kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat tampang orang itu,
sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang oleh Jaka Tingkir. Krena
di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau dicoba dengan ditusuk
keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu ditusuk oleh Jaka Tingkir.
Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman tamtama disuruh ikut menusuknya
dengan keris. Jenazah Ki Dadung Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin
terkenal kesaktiannya.
Peristiwa itu disampaikan kepada Sultan, kalau Jaka Tingkir
membunuh orang yang hendak masuk menjadi tamtama. Kanjeng Sultan
sangat marah, karena Kanjeng Sultan terkenal sebagai raja yang adil. Maka
Jaka Tingkir lalu dijatuhi hukuman diusir dari negeri Demak. Kanjeng Sultan
memberi diyat kepada ahli waris Ki Dadung Awuk sebanyak lima ratus real.
Adapun Jaka Tingkir lalu pergi dari negeri Demak. Mereka yang melihat
sangat kasihan. Teman-teman tamtamanya banyak yang menangisi. Jaka
Tingkir sangat malu karena kesalahannya itu. Ia malu bertemu dengan orang
5
Demak. Ia begitu masgul. Ia putus asa dan ingin mati saja. Perjalanannya ke
arah timur laut. Menuju hutan besar, tidak tentu arah tujuannya karena
bingung hatinya.
Di tengah hutan, ia berjalan tanpa arah dan tujuan sampai lima bulan.
Ketika itu, perjalanannya sampai di hutan jati di t engah Gunung Kendeng.
Disana ia bertemu dengan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng sangat kaget dan
berkata sambil mendekati, “Thole, berhentilah. Wajahmu mirip Kakangku
Pengging yang sudah mati. Kalau kamu jadi putranya pantas. Akan tetapi
kamu tampan dan gagah. Ki Ageng Pengging dulu agak lebih tinggi sedikit.
Cepat jawablah. Dari mana asalmu?” Jaka Tingkir berkata, “Kalau mau tahu,
ya saya ini anaknya Ki Ageng Pengging.” Mendengar jawaban itu, Ki Ageng
segera memeluk Jaka Tingkir sambil berkata, “Ada apa, anakku, kamu kok
ada di tengah hutan begini?” Jaka Tingkir lalu menceritakan dari awal sampai
akhir. Ki Ageng sangat haru.
Ki Ageng kemudian pulang. Jaka Tingkir diajaknya serta. Setibanya
di Butuh, Jaka Tingkir disanjung-sanjung. Ki Ageng Butuh kemudian
memanggil Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Ngerang segera ke Butuh. Ia lantas
diberi tahu, kalau Jejaka ini adalah anak Ki Ageng Pengging. Ki Ageng
Ngerang segera memeluk sambil menangis. Ia berkata, “Thole, beberapa
waktu lalu aku ke Pengging, akan tetapi kamu tidak ada, sudah dibawa ibumu
ke Tingkir. Jadi sudah senang hatiku. Sekarang kamu mendapat kesusahan
begitu. Thole, terimalah dengan lapang dada. Semua tindakanmu yang tidak
6
benar, itu sudah takdir Allah, dan sudah lumrah orang yang akan mendapat
kemuliaan itu mesti perjuangannya sulit.”
Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang banyak-banyak menasehati
Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat berterima kasih. Jaka Tingkir tinggal dua
bulan di rumah Ki Ageng Butuh. Setelah banyak-banyak menasehati, Ki
Ageng Butuh berkata, “Thole, karena sudah antara tujuh bulan kamu pergi
dari Demak, maka kamu dapat kembali ke Demak, atau pulang ke Tingkir
dan Pengging. Mudah-mudahan Kanjeng Sultan sudah ingat serta memanggil
terhadap kamu. Aku yakin, lama-lama kamu dicari di mana tinggalmu.” Jaka
Tingkir patuh lalu berangkat sendirian. Setibanya di pinggir kota Demak, lalu
mencari temannya para tamtama. Satu persatu mereka datang secara
sembunyi-sembunyi. Jaka Tingkir bertanya kepada para tamtama, karena
perginya sudah lama, apakah Kanjeng Sultan sudah pernah bertanya tentang
dirinya. Jawab para tamtama, Sang Raja belum pernah bertanya. Mendengar
hal itu Jaka Tingkir sangat susah hati. Ia lalu pamit kepada teman-temannya,
hendak mengembara lagi.
Perjalanan Jaka Tingkir menuju di Pengging. Di suatu malam, ia tidur
di kebun, di kuburan ayahandanya sampai empat malam. Kemudian ia
mendengar suara yang sangat jelas, “Thole, pergilah kamu ke arah tenggara.
Dekat Desa Getas Ali ada orang tinggal disitu, namanya Ki Buyut Banyu
Biru. Mengabdilah kepadanya. Jalanilah apapun perintahnya.“ Jaka Tingkir
sangat kaget. Lalu ia bangun dari tidurnya, lalu berangkat sendirian.
7
Ganti alkisah, di Dukuh Caltujuh, kakinya Gunung Lawu, di situ ada
orang bertapa, bernama Ki Jaba Leka – masih trah Majapahit. Ki Jaba Leka
punya anak satu laki-laki, tampan wajahnya, bernama Mas Manca. Ki Mas
Manca tadi pergi dari Caltujuh, hendak bertapa ke pesisir selatan. Tapi ia
berhenti di sebuah telaga yang berwarna biru, lalu diambil putra oleh Ki
Buyut Banyu Biru. Ia sangat dikasihi, diperbolehkan berbuat sesukanya
supaya segera mendapat derajat. Sebab Ki Buyut tahu kalau Mas Manca tadi
akan menjadi pendamping raja. Ketika itu, Ki Buyut berkata kepada Ki Mas
Manca. “Kulup, cpelan rajamu hampir sampai disini. Kalau sudah tiga bulan
di Banyu Biru, berarti sudah hampir menjadi raja. Kelak akan beristana di
Pajang. Raja itu sangat sakti, ditakuti para musuh. Kratonnya terhormat. Ia
adalah keturunan Adipati Jayaningrat di Pengging. Kamu yang akan menjadi
patihnya. Aku besok yang mengupayakan, agar cepat bertahta.“ Ki Mas
Manca mengucapkan banyak terimakasih.
E. Jaka Tingkir Berguru Ki Buyut Banyu Biru
Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian
diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan
dengan Mas Manca. Ki Buyut menghabiskan nasehatnya kepada Jaka
Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada
Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng
Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata.
Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu
kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau
8
Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada
yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan
keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya
buanglah dulu. Kerbaui tu pasti bisa kamu bunuh. Dan kamu kuberi teman
adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya Ki Wiragil,
serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga orang itu
jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi.
Ki Buyut lalu memerintahkan anak cucunya agar membuat getek,
untuk kendaraan Jaka Tingkir. Setelah sudah selesai, kemudian berangkat
naik getek. Ki Buyut Banyu Biru mengantar sampai dipinggir sungai, sambil
berdo’a menengadah ke langit. Ki Majasta mengantar ikut naik getek. Getek
mengalir di Sungai Dengker. Sesudah sampai di Desa dekat rumah Ki
Majasta, mereka menginap disitu selama tiga hari, lalu berangkat. Ki Majasta
tidak ikut. Getek berjalan lagi sampai di bengawan picis. Empat sekawan tadi,
dua orang mengayuh, yang dua di depan. Setelah pukul empat sore sampai di
kedung Srengenge. Hujan gerimis campur hujan. Di Kedung Srengenge itu
ada raja buaya, bernama Baureksa. Patihnya bernama Jalu Mampang.
Prajuritnya Buaya tak terhitung jumlanya. Buaya Jalu Mampang memimpin
dua ratus buaya, mengejar getek. Maka terjadilah perang dengan Mas Manca
di daratan. Patih Jalu Mampang beserta tujuh puluh buaya mati, dipukuli
dengan kayu-kayuan oleh Mas Manca. Jaka Tingkir masuk ke dalam air
seperti di daratan saja. Ia membunuhi banyak buaya. Baya, raja buaya yang
bernama Baureksa menyerah kepada Jaka Tingkir, serta berjanji hendak
9
mengantar perjalanan Jaka Tingkir di air dan berjanji akan memberi satu
buaya sebagai persembahan setiap tahun.
Jaka Tingkir kemudian meneruskan perjalanan naik getek lagi. Getek
ini disunggi empat puluh buaya. Mereka tinggal enak-enak naik getek. Kayuh
dan bilahnya dibuang. Waktu malam hari, mereka sampai di Butuh. Getek
dipinggirkan. Buaya tahu adanya wangsit. Getek diistirahatkan. Jaka Tingkir
beserta ketiga kawannya yang kelelahan tertidur di atas getek.
F. Wahyu Kraton untuk Jaka Tingkir
Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya,
kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat
Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu.
Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir,
yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole,
bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah
kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka
dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil.
Mereka menasehati banyak-banyak kepada Jaka Tingkir karena pulung kraton
Demak sudah pindah kepada dirinya. Ia akan menggantikan Sultan Demak,
tinggal dimohonkan kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia
dinasehati tentang laku yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua
orang Kiai tadi kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta
siap menjalankan ajaran itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta
teman-temannya. Mereka naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di
10
desa Bulu, daerah Majenang, kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali
ke Kedung Srengenge. Jaka Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan
berjalan darat. Sejak saat itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak.
Perjalanan Jaka Tingkir ke arah barat laut keluar sampai di Grobogan.
Setibanya di Prawata, Jaka Tingkir tahu, kalau Kanjeng Sultan masih
bercengkrama disitu, belum pulang ke Demak. Jaka Tingkir kemudian
mencari Kerbau Danu. Setelah ketemu, lalu diberi tanah dari Majasta. Kerbau
itu segera lari mengamuk menuju pesanggrahan Prawata, mengobrak abrik
pesanggrahan, serta menerjang orang-orang. Banyak prajurit yang terluka dan
tewas. Orang-orang Prawata geger. Kerbau itu dihujani senjata tidak
mempan. Kanjeng Sultan memerintahkan kepada prajurit tamtama untuk
menghadang amukan Kerbau Danu. Para prajurit membawa senjata lengkap.
Para Prajurit tamtama itu sudah diajari menempeleng kepala banteng, sekali,
remuk kepalanya, mati. Prajurit tamtama lalu keluar menghadapi amukan
kerbau, seorang demi seorang bergantian. Akan tetapi tidak ada yang bisa
memukul hancur kerbau tadi. Malah banyak yang terkena tanduk, dan
terinjak-injak. Kerbau itu mengamuk sampai tiga hari tiga malam. Kalau
matahri terbenam, kerbau itu kembali ke hutan. Kalau pagi hari mengamuk
lagi ke pesanggrahan. Kerbau itu mencari manusia dan mengejarnya. Tiap
hari Kanjeng Sultan melihat dari panggung. Ketika itu Kanjeng Sultan
melihat kerbau itu mengamuk lagi. Belliau segera berkata kepada hambanya
yang bernama Jebad, “Jebad, Aku seperti melihat itu Si Tingkir, bersama tiga
orang baturnya. Iya. Aku tidak pangling. Tanayailah, apakah ia berani aku
11
adu dengan Kerbau yang mengamuk itu. Kalau si Tingkir bisa membunuh
kerbau itu, aku ampuni dosanya yang sudah-sudah.” Jaka Tingkir begitu
mendapat perintah, langsung bertindak. Kanjeng Sultan memerintahkan untuk
mengepung kerbau itu serta disuruh untuk menyoraki Jaka Tingkir beradu
dengan kerbau dan disuruh menabuh gamelan monggang. Sang Raja melihat
pertarungan dengan kerbau itu. Kerbau itu menerjang. Jaka Tingkir ditanduk,
diterjang, akan tetapi tidak mempan. Tanduk dan ekor kerbau itu dipegang
dan ditarik. Kerbau jatuh tergeletak, tanah syarat dari Banyu Biru keluar.
Kepala kerbau itu segera ditempelenng oleh Jaka Tingkir.
Kerbau itu pun mati terkapar. Semua yang melihat senang. Demikian
pula Kanjeng Sultan. Jaka Tingkir lalu dikembalikan kedudukannya seperti
dahulu, sebagai lurah prajurit tamtama. Kanjeng Sultan kembali sangat
mengasihi seperti yang dahulu. Kanjeng Sultan kemudian pulang ke negeri
Demak.
Tidak lama kemudian, Kanjeng Sultan pergi ke Cirebon. Ia ingin
membujuk Sunan Kalijaga, agar mau tinggal di Demak. Sunan Kalijaga
menurut, lalu dibangunkan rumah di Adi Langu. Ia bertugas mengajar agama
Islam. Murid beliau sangat banyak.
Alkisah, Ki Ageng Sela ingin masuk sebagai prajurit tamtama.
Kemudian beliau dicoba, diadu dengan banteng. Banteng dipukul kepalanya
sekali mampus. Darahnya mencurat. Ki Ageng Sela menjawab kecipratan
darah. Ki Ageng Sela kemudian ditolak menjadi tamtama, karena takut darah.
Ki Agneg Sela sangat malu, lalu kembali. Ia marah dan mengumpulkan para
12
pemuda Sela. Ia marah dan mengamuk istana Demak. Ki Ageng naik kuda,
diiring kawan-kawannya juga naik kuda, dan masih banyak pula yang jalan
darat. Setibanya di antara dua buah pohon beriring kurung di alun-alun
Demak, lalu dipanah oleh Sultan Bintara. Kuda Ki Ageng terkena panah
hingga meronta dan menubruk kuda kawannya. Kawan-kawannya pontang
panting, terkena serangan panah. Kuda Ki Ageng lari kembali ke Sela.
Kawannya bubar semua. Kanjeng Sultan melihat dengan tersenyum dan
berkata kepada Patih Wanasalam, “Ternyata Kecil hatinya Ki Ageng Sela.
Kukira, tidak bisa ia menjadi raja. Tapi tak tahulah di belakang hari.”
KASULTANAN PAJANG HADININGRAT
A. Jaka Tingkir Menjadi Sultan Pajang Tahun 1946-1987
Alkisah, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya perempuan,
dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran Longgar.
Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan, kawin
dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan Pangeran
Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir. Bungsunya
laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah sudah menikah, lalu
diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya. Ia menghadap
ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah gemah raharja,
subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana.
Alkisah, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak,
Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak
ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah
13
Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada
yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang
menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata.
Ia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu, yang
bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati Madiun.
Ada sebuah cerita lagi, pada masa Sultan Demak ini, Ki Ageng Sela
sedang berangkat ke sawah. Tiba-tiba hujan lebat. Ia membawa cangkul.
Waktu itu menjelang Asar. Setibanya di sawah ia lalu mencangkul. Baru saja
tiga cangsayan, tiba-tiba ada petir datang, berwujud seorang kakek-kakek. Ki
Ageng tahu, kalau orang ini adalah perwujudan petir. Maka segera
ditangkapnya. Petir berbunyi menggelegar. Ki Ageng semakin kuat
memegangnya. Petir lalu dirangket, dibawa ke Demak. Petir lalu dipenjara di
kurungan besi. Kanjeng Sultan memerintahkan agar tidak diberi minum.
Seorang nenek-nenek datang, memberi minum memakai beruk. Ini adalah
istrinya petir yang dipenjara tadi. Petir yang dipenjara ketika mendapat air,
lalu menggeleger lagi, penjara besi hancur seketika, dua petir itu menghilang.
B. Asal Mula Bende Ki Bicak
Alkisah, di Demak ada dakang ringgit purwa, bernama Ki Bicak.
Istrinya cantik. Ia ditanggap oleh Ki Ageng Sela. Kyai Ageng melihat istri
dalang itu jatuh hati. Dalang Ki Bicak lalu dibunuhnya. Wayang dan Bende
pusaka serta istrinya diambil oleh Ki Ageng Sela. Ki Ageng begitu mendapat
Bende, tidak jadi suka kepada istri Dalang Ki Bicak. Ia jatuh hati pada Bende
pusaka itu. Bende dinamakan Ki Bicak. Menurut firasat Kanjeng Sultan
14
Kalijaga, Bende tadi akan menjadi pusaka keraton, serta akan menjadi
pertanda perang. Kalau Bende ditabuh dan bunyinya menggeleger, perangnya
pasti akan menang. Kalau ditabuh tapi tidak berbunyi, pertanda akan kalah
perangnya.
Pada waktu itu, Ki Ageng Sela sedang mengemban anaknya yang
masih kecil di dekat tanaman waloh. Ki Ageng memakai kain cinde, tidak
memakai sawuk. Tiba-tiba ia mendengar ramai-ramai. Ki Ageng berniat akan
kembali, menaruh putranya. Akan tetapi orang yang mengamuk itu keburu
datang, lalu menyerang Ki Ageng. Ki Ageng tidak mempan, akan tetapi Ki
Ageng terserat batang waloh. Ia jatuh terlentang. Kain cindenya lepas dari
badannya, jadi telanjang. Ki Ageng kemudian bangun. Orang yang
mengamuk itu ditempeleng. Pecah kepalanya dan tewas. Ki Ageng lalu
bersumpah, kelak seketurunannya jangan berkain cinde, serta jangan
menanam waloh dan memakan buahnya.
Alkisah, Ki Ageng Sela sudah berputra tujuh, semua sudah
berkeluarga. Pertama bernama Ki Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba,
Ketiga Nyai Ageng Bangsri, keempat Nyai Ageng Jati, kelima Nyai Ageng
Patanen, keenam Nyai Ageng Pakis Dadu dan bungsunya laki-laki bernama
Ki Ageng Ngenis. Setelah berputra tujuh, Ki Ageng Sela wafat. Adapun Ki
Ageng Ngenis tadi juga sudah berputra laki-laki satu, bernama Ki
Pemanahan. Ia dikawinkan dengan anak Nyai Ageng Saba yang sulung. Anak
bungsu Nyai Ageng Saba adalah laki-laki bernama Kyai Juru Martani. Jadi Ki
Pemanahan tadi dengan Kyai Juru Martani adalah saudara Ipar. Ki Ageng
15
Nngenis mengambil satu anak angkat laki-laki, masih keponakan misan,
bernama Ki Panjawi. Ia dipersaudarakan dengan Ki Pemanahan dan Ki Juru
Martani. Mereka menjadi saudara yang sangat rukun. Ketiga orang tadi
kemana saja tidak berpisah. Mereka lalu berguru kepada Sunan Kalijaga,
bersamaan dengan Sultan Pajang. Atas inisiatif Sunan Kalijaga, Sunan Pajang
dipersaudarakan dengan ketiga orang tadi. Mereka sangat rukun bersaudara
seperti saudara kandung.
C. Para Sahabat Sultan Pajang
Kemudian atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Ngenis diberi
rumah di Lawiyan. Setelah lama, Ki Ageng Ngenis wafat dan dikubur di
Lawiyan. Ki Pemanahan dan Ki Panjawi sudah diabdikan di Pajang dan
dijadikan lurah Tamtama. Mereka sangat tekun menjalankan tugas, sehingga
dipercaya mengatasi segala persoalan negeri Pajang, dan disebut kakang oleh
Sultan Pajang. Adapun Ki Juru Martani tugasnya adalah momong Ki Panjawi
dan Ki Pemanahan. Sedang yang menjadi patih Pajang adalah Ki Mas Manca.
Sultan juga dibantu oleh para Tumenggung Manca Negara. Ki Wila dan Ki
Wiragil menjadi Bupati.
Alkisah, Ki Pemanahan sudah berputra tujuh, laki-laki lima dan
perempuan dua. Sulungnya bernama Raden Jambu, kedua Raden Bagus,
Ketiga Raden Santri, keempat Raden Tompe, kelima Raden Kadawung,
keenam perempuan dikawinkan dengan Tumenggung Mayang. Bungsunya
perempuan masih kecil. Ketika itu kanjeng Sultan Pajang belum berputra.
Anak Ki Pemanahan yang bernama Raden Bagus tadi diambil putra sulung
16
oleh Sultan Pajang. Ia sangat dikasihi, seperti anaknya sendiri. Waktu itu
oranng jawa banyak berguru agama Islam dan ilmu kadigjayaan serta
keteguhan. Guru yang terkenal ada dua, pertama Kanjeng Sunan Kalijaga,
dan kedua Kanjeng Sunan Kudus. Sunan Kudus memiliki murid tiga orang,
satu Arya Penangsang di Jipang, kedua Sunan Prawata, dan ketiga Sultan
Pajang. Yang paling dikasihi adalah Pangeran Arya Penangsang. Pada waktu
itu, Sunan Kudus sedang duduk di rumahnya dengan Panngeran Arya
Penangsang. Sunan Kudus berkata kepada Arya Penangsang, “Orang berani
melawan guru itu hukumnya apa?” Arya Jipang menjawab pelan, “Hukumnya
dibunuh. Tapi saya belum tahu, siapa yang punya niat demikian itu.” Sunan
Kudus berkata, “Kakangmu Prawata.” Arya Penanngsang, mendengar kata
Sunan Kudus, lalu bertekad membunuh Sunan Prawata. Segera ia berangkat.
Setibanya di Prawata ia sudah bertemu dengan Sunan Prawata. Sunan
Prawata sedang sakit, didampingi istrinya. Arya Penangsang menyuruh
abdinya masuk. Setelah melihat kedatangan abdi itu, sunan Prawata bertanya,
“Kamu itu siapa?” rangkud berkata, “Hamba utusan Arya Penangsang,
disuruh membunuh paduka.” Sunan Prawata berkata, “Iya sekehendakmu.
Akan tetapi aku saja yang kau bunuh, jangan kau ikutkan orang lain.”
Rangkud lalu menusuk Sunan Prawata sekuatnya. Dada Sunan Prawata
tembus sampai punggung. Lalu dada istrinya. Sunan Prawata melihat istrinya
terluka, segera menarik kerisnya, bernama Kyai Betok, dan dilemparkan
kepada abdi yang bernama Rangkud itu. Rangkud terkena ujung keris, roboh
17
ke tanah dan mati. Sunan Prawata dan Istrinya juga tewas. Pada waktu itu
tahun 1453
Alasan utama Arya Penangsang membunuh Sunan Prawata adalah
karena ayah Arya Penangsang telah dibunuh oleh Sunan Prawata. Ketika baru
saja pulang Jum’atan, ia dihadang dijalan oleh utusan Sunan Prawata,
bernama Surayata. Ki Surayata lalu dibunuh oleh seorang Sunan teman ayah
Arya Jipang. Demikianlah kisah kematian Ayah Arya Jipang.
D. Sumpah Ratu Kalinyamat
Alkisah, sunan Prawata punya saudara perempuan, bernama Ratu
Kalinyamat. Ia mendendam atas kematian saudara laki-lakinya. Ia lalu
berangkat ke Kudus dengan suaminya, hendak meminta keadilan sunan
Kudus. Dihadapan Sunan Kudus, ia mengutarakan permintaannya itu.
Jawaban Sunan Kudus, “Kakangmu itu sudah hutang pati terhadap Arya
Penangsang. Maka kematiannya itu adalah tebusannya.” Ratu Kalinyamat
mendengar jawaban Sunan Kudus demikian, sangat sakit hatinya. Ia lalu
kembali pulang. Dijalan ia dirampok oleh utusan Arya Penangsang. Suami
Ratu Kalinyamat dibunuh. Ratu Kalinyamat sangat menderita, sebab baru
saja kematian saudaranya, kini malah suaminya menyususl, jadi sangat
prihatin.
Ratu Kalinyamat lalu bertapa telanjang di Gunung Danaraja. Sebagi
penutup tubuhnya hanyalah rambutnya yang digerai. Ratu Kalinyamat
bersumpah, tidak mau memakai kain selama hidup, kalau Arya Jipang belum
18
mati, dan janji siapa yang bisa membunuh Arya Jipang, Ratu Kalinyamat
akan mengabdi kepadanya dan semua miliknya diserahkan semua.
Alkisah, Sunan Kudus sedang bermusyawarah dengan Arya
Penangsang. Sunan Kudus berkata, “Kakangmu Prawata dan Kalinyamat
sekarang sudah mati dan istrinya menangis-nangis. Tapi belum lega hatiku,
kalau kamu belum bertahta menjadi raja tanah Jawa. Dan kalau masih ada
adikmu Sultan Pajang, kukira kamu tidak bisa jadi raja, sebab itu yang
menyulitkan.”
Arya Penangsang, setelah mendengar laporan kajineman (polisi
rahasia), sangat susah hatinya. Ia lalu memberi tahu Sunan Kudus, kalau
utusannya membunuh Sultan Pajang tidak berhasil. “Kalau Kanjeng Sunan
berkenan, sebaiknya Sultan Pajang saja yang sebaiknya diperintah kesini,
dengan alasan, akan diajak bermusyawarah tentang ilmu. Kalau sudah disini,
mudahlah itu.”
Sunan Kudus menuruti permohonan Arya penangsang. Ia Lalu
mengirim utusan untuk memanggil Sultan Pajang. Sultan Pajang gugup
menerima perintah Sunan Kudus, karena artinya diperintah oleh guru. Beliau
kemudian bersiap-siap
E. Dialog Politik Arya Penangsang dengan Sultan Pajang
Akan tetapi Ki Pemanahan dan Ki Panjawi segera mengingatkan agar
Sultan Pajang waspada. Katanya, “Kanjeng Sultan, menurut batinku, Adimas
diperintah oleh Sunan Kudus ini tidak akan diajak musyawarah bab ilmu.
Menurut pikiranku, ini ada hubungannya dengan pencuri dulu itu. Maka
19
meskipun Adimas datang ke Kudus, jangan kurang hati-hati. Sebaiknya
bawalah prajurit secukupnya..” mendengar nasihat Ki Pemanahan dan
Panjawi, Sultan Pajang sangat senang. Ia lalu memerintahkan menyiapkan
prajurit dengan senjata perang lengkap. Anak Ki Pemanahan, yang ikut
adalah putra sulung Sultan Pajang, yang diberi nama Raden Ngabehi Loring
Pasar, serta dijadikan Lurah Prajurit Tamtama. Prajurit Pajang telah siap.
Sultan Pajang lalu berangkat bersama prajuritnya. Akan tetapi Sultan Pajang
mendahului dengan pasukan Kuda. Adapun Prajurit infanteri berjalan di
belakang, yang memimpin oleh Patih Pajang, Tumenggung Manca Negara.
Perjalanan Sultan Pajang sudah sampai di Kudus. Ia berhenti di Alun-
alun. Lalu ia memberi tahu kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus lalu
menyuruh Pangeran Arya Jipang duduk di Sitinggil. Arya Penangsang
waspada, kemudian keluar duduk di sitinggil dengan prajurit pilihan
dibelakangnya. Maksud Arya Penangsang, kalau Sultan Pajang datang, akan
dilihat kerisnya, lalu ditusukkan. Prajuritnya pasti akan segera mengeroyok.
Adapun Sultan Pajang tadi sudah menerima utusan Sunan Kudus, disuruh
duduk di sitinggil dengan Arya Penangsang. Sultan Pajang lalu duduk pula.
Ki Panjawi dan Ki Pemanahan serta Raden Ngabehi Lorong Pasar
mendampingi kiri kanan agak ke belakang, sambil waspada. Sultan Pajang
duduk berhadap-hadapan dengan Arya Penangsang, saling bertukar pandang.
Arya Penangsang kemudian bertanya kepada Sultan Pajang, “Adik, sudah
lama saya tidak bertemu dengan kamu. Sekarang kita ada disini. Keris apa
yang kamu pakai sekarang?” Sultan Pajang menjawab, “Keris saya yang
20
lama.” Arya Penangsang berbicara lagi, “Mana, Adik? Saya ingin melihat
kerismu.” Keris lalu dihunus. Ki Pemanahan segera mencubit. Sultan Pajang
merenung keris sudah diulurkan kepada Arya Penangsang. Sultan Pajang
segera menarik Kyai Setan Kober, sambil berkata, ”Kakang Arya
Penangsang, masih bagusan keris saya ini. Melebihi yang Kakang lihat itu.”
Arya Penangsang tersenyum sambil berkata, “Menurutku, yang kupakai ini
juga bagus, masih ampuh pun Kyai Crubuk. Luwang-nya yang jadi sekali
tusuk mesti mati.”
Sunan Kudus datang ke sitinggil. Ia melihat yang dua orang yang
duduk dengan keris terhunus. Sunan Kudus segera mendekati sambil berkata,
“Ini ada apa, mengapa kok menghunus keris segala? Apa akan blantikan, apa
akan tukar keris? Cepat masukkan ke sarungnya, tidak baik dilihat orang
banyak.” Keris lalu dikembalikan kepada Sultan Pajang, serta disarungkan
kembali. Arya Penangsang berkata, “Pantas belum waktunya aku akan
membuat janda.” Sultan Pajang membalas, “Memang belum saatnya aku mau
memberi pakan burung gagak.” Sunan Kudus menimpali, “Sudah jangan
diperpanjang ocehan kalian. Rukunlah jadi saudara itu. Sudah sekarang
kembalilah ke Pesanggrahanmu sendiri-sendiri. Besok kalau para Bupati
sudah kumpul, kalan aku panggil.” Arya Penangsang lalu kembali ke
pesanggrahannya di sebelah timur Bengawan Sore. Sultan Pajang
pesanggrahannya sebelah barat Bengawan Sore. Prajurut Pajang yang
berjalan di belakang pun sudah datang.
F. Menembus Sumpah Batu Kalinyamat
21
Pada suatu malam, Sultan Pajang duduk berbincang-bincang dengan
Ki Pemanahan serta Ki Panjawi. Ki Pemanahan berkata, “Saya mendengar
kabar, setelah wafatnya Sunan Prawata dan kakangnya, Kangmbok Ratu
Kalinyamat sangat Prihatin, kemudian bertapa di Gunung Danaraja sambil
telanjang. Sumpahnya, ia tidak mau berkain, kalau Arya Penangsang belum
mati. Kalau Adimas berkenan, mari kita menjenguknya ke sana.” Sultan
Pajang sepakat dengan usulan Ki Pemanahan. Sultan Pajang lalu pergi ke
Gunung Danaraja pada waktu malam hari. Yang mengikuti adalah Ki
Pemanahan, Ki Panjawi, dan ketiga Raden Ngabehi Loring Pasar. Setibanya
Gunung Danaraja, mereka terhenti di Regol. Para putri penjaga melaporkan
kepada Ratu Kalinyamat, kalau Sultan Pajang ingin bertemu. Kata Ratu
Kalinyamat, “Segera panggilah kemari, akan tetapi beritahu terlebih dulu,
kalau aku tidak bisa menemui langsung. Persilahkan duduk di luar gerbang
saja.” Dayang yang diperintah tadi segera menyampaikan pesan itu kepada
Sultan Pajang. Sultan Pajang dan ketiga kawannya lalu masuk, duduk di luar
gerbang. Ratu Kalinyamat berkata, “Adimas Prabu, apa maksud
kedatanganmu kemari?” Sultan Pajang menjawab, ”Mbakyu, saya ke sini
karena saya mendengar berita, kalau Mbakyu meninggalkan negeri, bertapa di
Gunung Danaraja serta tidak berkain. Apa yang menjadi kesusahan hati
Mbakyu? Adapun kematian Kakang Kalinyamat, orang sudah takdir Allah.
Kalau boleh, hilangkanlah kesedihan Mbakyu yang berlebihan itu.” Ratu
Kalinyamat berkata, “Aku mengucapkan terima kasih, Adimas, atas
nasehatmu kepadaku. Akan tetapi sumpahku sudah terlanjur, bagaimana?
22
Aku tidak memakai kain, kalau si Arya Jipang belum mati. Meskipun aku
sampai mati, kujalani. Malah kedatanganmu ke sini itu membuatku senang
sekali. Karena aku perempuan, siapa yang akan kumintai tolong
menghilangkan keprihatinanku. Kalau Adimas bisa membunuh si Arya
Penangsang, maka Kalinyamat dan Prawata, juga seluruh harta bendaku
semua kuserahkan kepada Adimas, serta aku numpang hidup
kepadamu.”Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, saya takut melawan Arya
Jipang, sebab ia sangat sakti dan kuat.” Ratu kalinyamat berkata, “Adimas,
siapa yang bisa mendengar tangis Mbakyumu ini, kecuali kamu? Apakah
kedatanganmu kesini itu tak berguna.” Ki Pemanahan berbisik-bisik kepada
Sultan Pajang, “Kalau menurut saya, sebaiknya dipikir dahulu. Adimas Prabu
sebaiknya sanggupi dulu, nanti malam kita bicarakan lagi. Besok pagi
Adimas Sultan Kemari lagi.” Sultan Pajang menurut. Ia lalu berkata, “Baiklah
Mbakyu. Akan aku pikirkan semalam ini.” Ratu Kalnyamat berkata, ”Iya,
Adimas, besuk kembalilah ke sini. Benar lho, aku tunggu-tunggu.” Sultan
Pajang lalu pamit kembali ke pesanggrahan. Ki Pemanahan mengikuti Sultan
Pajang mundur. Akan tetapi kemudian ia kembali menemui Ratu Kalinyamat,
lalu ditanyai, “Adimas Pemanahan, ada apa lagi, kok ke sini lagi?” Ki
Pemanahan berkata, “Mbakyu, saya ada gagasan untuk Sampeyan, tentang
cara minta tolong kepada Kanjeng Sultan Pajang. Ketika tadi saya melihat
dua dayang putri Sampeyan yang cantik-cantik itu, besok pagi suruhlah
berdandan. Kalau Sultan Pajang datang ke sini, suruhlah mereka dekat di
gerbang ini. Karena, wataknya Sultan Pajang, kalau melihat perempuan
23
cantik, ia lalu timbul keberanian. Pasti lalu menyanggupi untuk membunuh
Arya Jipang. Apalagi kalau putri tadi sampeyan berikan . hanya ini usul saya
sehingga saya kembali ke sini.” Ratu kalinyamat tersenyum sambil berkata,
“Terima kasih , Adimas, atas gagasanmu serta akan aku turuti.” Ki
Pemanahan lalu pamit kembali ke pesanggrahan.
Esoknya, Sultan Pajang bermusyawarah dengan Ki Panjawi dan
Pemanahan. Sultan Pajang berkata, “Bagaimana menurutmu Kakang, tentang
permintaan tolong Kakang saya itu?” Ki Pemanahan menjawab, “Sebaiknya
disanggupi, sebab yang berkewajiban menolong hanya Sampeyan. Sampeyan
pasti tidak kekurangan akal. Abdi Sampeyan para Bupati ditanyai, siapa yang
bisa membunuh Arya Jipang, sampeyan ganjar Negeri dan raja Brana.
Mustahil, kalau tidak ada yang sanggup.” Mendengar gagasan Ki Pemanahan,
Sultan Pajang sangat lega hatinya. Ia lalu berkata, “Kakang, nanti malam kita
kembali. Kasihan Kakangmbok, agar berhenti kesusahannya.”
Setelah malam mulai jatuh, mereka kembali menuju Gunung
Danaraja. Setibanya disitu, Sultan Pajang kaget melihat dua putri cantik,
duduk di kiri kanan gerbang. Sultan Pajang sangat terpesona hatinya. Ia lalu
menoleh bertanya kepada Ki Pemanahan, “Kakang, dua orang itu istri siapa,
kok cantik sekali. Saya belum pernah melihat.” Ki Pemanahan berkata, hanya
putri, meskipun yang lain pasti diberikan, kalau Adimas Prabu bisa
memenuhi permintaannya.”
Ratu Kalinyamat kemudian bertanya kepada Sultan Pajang,
“Bagaimana, Dimas, kedatanganmu kemari apakah sudah memikirkan apa
24
permintaanku kemarin?” Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, Sampeyan jangan
khawatir. Enakkan saja hati Sampeyan. Saya sanggup membunuh Arya
Penangsang. Akan tetapi dua putri ini saya minta, itu lho yang duduk dekat
gerbang.” Ratu Kalinyamat berkata, “Adimas, jangankan dua orang putri itu,
negara Kalinyamat dan Prawata dan kekayaanku semua ku berikan. Asalkan
kamu memenuhi permintaanku.”
Dua putri tadi lalu diberikan, disuruh duduk di dekat Sultan.
Keduanya lalu maju, duduk menunduk. Sebenarnya, dua putri ini sudah
bersuami. Yaitu Kajineman di Prawata. Setelah menerima dua putri itu, lalu
Sultan Pajang berkata, ”Mbakyu, jangan khawatir Sampeyan. Arya Jipang
mesti mati oleh saya.” Ratu Kalinyamat berkata, “Baik, Adimas, siapa yang
kupercaya lagi selain dirimu?”
Sultan pamit pulang ke pesanggrahan, membawa dua orang putri.
Adapun Kajineman yang punya istri tadi waktu malam hari berniat
membunuh Sultan Pajang, dengan membawa teman-teman Kajineman empat
orang kajineman. Waktu itu Sultan sedang tidur, lalu dihujani senjata oleh
empat orang kajineman itu. Akan tetapi tidak mempan. Ketika Sultan bangun,
empat kajineman itu bertobat. Sultan lalu mengampuni mereka, serta
diijinkan pulang kembali. Mereka merelakan istrinya.
G. Gugurnya Pahlawan Besar Arya Penangsang
Pada malam harinya, Sultan Pajang memerintahkan kepada semua
pengikutnya, siapa yang bernai membunuh Arya Jipang, Sultan akan
memberi hadiah daerah Pati dan Mataram. Akan tetapi para Bupati dan
25
menteri tidak ada yang sanggup, sebab takut melawan Arya Penangsang.
Sultan Pajang kemudian mengatakan, semua orang di kota maupun desa,
meskipun tukang rumput sekalipun, kalau bisa membunuh Arya Penangsang,
akan dihadiahi negeri Pati dan Mataram.
Alkisah, Ki Panjawi dan Ki Pemanahan, ketiga Ki Juru Martani dan
keempat Raden Ngabehi Loring Pasar sedang berkumpul di rumah Ki
Pemanahan. Ki Juru bertanya tentang kabar terakhir mengenai sayembara itu.
Ki Pemanahan menjawab, “kanjeng sultan menyebarkan sayembara, siapa
yang bisa membunuh arya penangsang, mesti dihadiahi pati dan Mataram.
Akan tetapi para buapati dan menteri takut semua, jadi belum ada orang yang
mempunyai kesanggupan.”
Ki Juru berbicara lagi,”Menurut saya, sebaiknya dua orang, sampeyan
dan Ki Penjawi manyanggupi. Sebab negeri pati dan mataram sayang sekali,
kalau sampai jatuh ke tangan orang lain.” “Ki Juru, mudah orang menerima
hadiah demikian. Sebaliknya, membunuh Arya Penangsang bagaimana?”
jawab Ki Pemanahan.
Ki Juru Martani berbicara lagi, “Umpamanya orang mengadu jago,
kalau botohnya bisa, mesti jagonya menang. Demikian juga orang perang,
kalau bisa mengatur senopatinya, mesti perangnya menang. Karena saya tahu
watak Arya Penangsang, sangat berangasan dan mudah panas hati. Begini
saja Arya Penangsang itu kirimilah surat tantangan. Suruhlah ia datang
sendiri jangan membawa pasukan. Kalau sudah datang, lalu di keroyok
dengan saudara sampeyan semua. Mesti mati. Kalau kamu setuju dengan usul
26
saya ini. Besok pagi, aku menghadap Sultan. “Ki Pemanahan dan Ki penjawi
menuruti usulan itu.
Esok paginya, empat orang itu lalu menghadap. Para bupati menteri
lengkap. Sultan bertanya kepada para bupati, “siapa yang sanggup
menghadapi dan membunuh Arya Penangsang?”
Kata para bupati, Tidak ada yang sanggup. Ki Pemanahan berkata,
“Saya dan Adimas Penjawi sanggup membunuh Arya Jipang. Adimas Prabu
saksikanlah dari kejauhan saja. Yang mengahdapi perang saya sendiri dan
saudara saya. Apabila Adimas Prabu kelihatan oleh Arya Penangsang, mesti
hanya Adimas Prabu yang dikejar, tidak melayani orang banyak. “Mendengar
kesanggupan itu, Sultan Kanjeng sangat gembira dan berkata, “Syukur,
Kakang. Kakang sendiri yang sanggup membunuh Arya Jipang. Negeri Pati
dan Mataram untuk kakang rencanamu bagaimana?” Ki Pemanahan berkata,
“esok pagi pasukan pajang semua bersiaplah. Akan tetapi di pesanggrahan
saja. Saya dan saudara saya sendiri saja yang maju perang.” Sultan menuruti
kata Ki Pemanahan.
Pagi harinya, Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru Martani,
keempat Raden Ngabehi Loring Pasar, serta sekeluarganya semua, kira-kira
dua ratus, berangkat ke sebelah barat sungai, sambil bersikap waspada. Ki
Pemanahan dan Ki Penjawi dan Ki Juru, lalu pergi tanpa pasukan menuju
tempat para pencari rumput, mencari tukang rumput. Ada seorang pektik atau
tukang rumput satu orang yang terpisah. Lalu ditanyai oleh ki pemanahan,
“Kamu itu tukang rumputnya siapa?” Ki Pekatik menjawab, “Saya pekerja
27
untuk Adipati Jipang. Sayalah yang mencarikan rumput untuk kudanya yang
bernama Gagak Rimang.”
Setelah memastikan bahwa tukang rumput abdi arya penangsang, ki
penjawi lalu segera menangkapnya. Tukang rumput tak bisa berkutik. Ki
pemanahan bebrbicara sambil tersenyum, “Kisanak, saya minta maklum
kamu, telingamu itu aku minta satu.” “Aduh, paduka ini siapa, telinga kok
diminta. Lebih baik paduka ambil keranjang dan pisau sabit ini. Pasti saya
berikan.”
“Kalau kamu tidak memberi, ya saya beli. Berapa harganya?” kata Ki
Pemanahan. Meskipun paduka beli, tidak saya berikan. Saya tidak kepingin
uang. Seumur saya belum pernah melihat orang menjual telinga.” Pilih mana,
ku sobek telingamu?” ancam Ki Pemanahan.
Pekatik tidak bisa mengelak. Ia lalu menyerahkan telinganya. Ia
kemudian diberikan uang lima belas real. Telinganya terpotong sebelah. Yang
sebelah lagi ditangguntungi surat tantangan, disuruh menyampaiakan kepada
tuannya. Ki Pekatik kemudian lari ke timur sungai. Setibanya di
pesanggrahan ia menyerudug para punggawa Arya Penangsang yang sedang
menghadap. Patih Jipang yang bernama Ki Mataun sangat kaget, melihat
Pekatik sang Adipati mandi darah, telinganya terpotong sebelah serta
dikalungi surat. Ia lari hendak menghadap gustinya. Orang itu segera di
pegang Ki Mataun, lantas ditanyai. Ki Pekatik meronta ingin segera masuk
menghadap Arya Penangsang.
28
Waktu itu, Arya Penangsang sedang makan. Ia kaget mendengar
ramai-ramai. Ia menyuruh orang memanggil Ki Mataun. Arya Penangsang
berkata, “Mataun ada apa ramai-ramai diluar itu?”
“Bendara, silahkan paduka menyelesaikan makan dahulu. Nanti saja
saya berkata, “Sebab berita tidak baik,” jawab Ki Mataun. Ki Mataun berkata
demikian sebab tau watak gustinya, kalau sangat beranngasan dan nekad.
Kalau sudah tahu berita tadi, pasti ia kemudian berangkat, meninggalkan
pengiring. Arya Jipang berkata, “Mataun, segera katakan kepadaku, jangan
takut-takut.”
Ki Mataun belum mau berkata, diam saja. Tiba-tiba pekatik tadi lepas
dari pegangan para prajurit, lalu nyelonong masuk, menghadap di depan sang
adipati. Arya Jipang berkata, “Kamu kenapa, kok berlumuran darah?” Ki
Mataun berkata sambil menyembah, inilah yang menyebabkan keributan
diluar tadi, tukang rumput paduka, dipotong telinganya sebelah, dan dikalungi
surat.”
H. Ki Penjawi Menjadi Bupati Pati
Surat lalu diambil, diterima tangan kiri. Tangan kanan masih
memegang nasi. Surat dibaca bunyinya, ”Pahamilah suratku. Dari sultan
pajang ke arya penangsang. Kalau kamu nyata-nyata jantan dan pemberani,
ayo, perang satu lawan satu, jangan membawa prajurit. Seberangilah sungai
aku di sebelah barat sungai sekarang. Aku tunggu kamu disitu.”
29
Sesudah membaca surat itu, arya penangsang sangat marah. Darahnya
mendidih. Nasi sewakul dipukul sambil menge[pal nasi. Meja panjang
terbelah menjadi dua. Arya Penangsang segera berdiri, memakai busana
perang, serta menyuruh agar kudanya yang bernama gagak rimang diambil. Ia
kemudian naik kuda sambil membawa tombak bernama dandang musuh. Ki
Mataun berkata, “Bendara, tunggulah prajurit sebentar, kalau buru-buru
paduka bisa celaka.”
Arya Penangsang tidak mendengarkan kata Ki Mataun, malah
semakin marah saja. Seperti dikipasi. Kemudian ada saudara muda Arya
Penangsang, bernama Arya Mataram. Ia segera mendekati dan berkata,
“Kakang, sabar dulu. Tunggulah prajurit.” Arya Penangsang berkata, “Sudah
diam, jangan cerewet. Aku tidak takut. Sudah semestinya orang perang itu
dikerubut orang banyak.” Adiknya berkata banyk-banyak. Arya Penangsang
menghardik keras, “Pergi sana! Aku tidak mengajak kamu, sebab kamu
saudaraku lain Ibu, mesti tidak pemberani seperti aku.”
Arya Penangsang melecut kudanya, lari sendirian. Arya Mataram
kembali dengan sakit hati. Ki Mataun mengejar, tapi tidak terkejar, sebab
sudah tua dan punya sakit jantung. Perjalanan Arya Jipang sudah sampai
sebelah timur bengawan Sore.
Alkisah, mitos orang jaman malam, kalau orang berhadap-hadapan
hendak berperang, siapa yang menyeberang sungai pasti kalah perangnya.
Adapun Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru, dan keempat Raden
Ngabehi Loring Pasar serta prajuritnya semua sudah menunggu di sebelah
30
barat dekat sungai. Mereka melihat Arya Penangsang datang sendirian. Orang
sesela suka hatinya. Arya Penangsang berteriak, “Hai, orang Pajang, siapa
yang membuat layang tantangan kepadaku? Cepat menyeberanglah ke timur.
Keroyoklah aku! Itu kesukaanku, perang dikeroyok orang banyak.” Orang
sesela menjawab, “Gusti kami Sultan Pajang yang membuat surat kepadamu.
Kalau kamu memang pemberani, cepat menyeberanglah ke barat! Aku
tandingi satu lawan satu.”
Arya Penangsang mendengar sesumbar demikian, telinga seperti
disobek-sobek, darahnya mendidih. Kudanya segera digebrag sertav dicemeti,
disebrangkan sungai. Kuda lalu menyebrang sungai. Punggungnya tidak
basah. Kuda Arya Penangsang sudah hampir sampai di tepi barat. Lalu
dihutani senjata oleh orang Sesela. Ada tombak, ada panah, akan tetapi tidak
ada yang kena.
Kuda Arya Penangsang kemudian dicemeti, melompat dari air,
dampai di tengah barisan orang Sesela. Banyak yang roboh, diterjang oleh
kuda Arya Penangsang. Kuda lalu menerjang dan menggigit. Orang sesela
banyak yang terluka dan mati. Arya Penangsang marah sambil berkata, “Si
Karebet ada di mana, kalau berani lawan aku! Mana batang hidungnya tidak
kelihatan?” Arya Penangsang marah-marah, berkitar-kitar mencari Sultan
Pajang.
Arya Penangsang kemudian dikeroyok orang banyak, dilempari
tombak dari kiri, kanan, depan dan belakang. Arya Penangsang terluka
lambung kanannya. Ususnya keluar, lalu disampirkan dihulu keris, serta
31
semakin marah. Prajurit Sesela semakin banyak yang terluka dan mati. Raden
Ngabehi Loring Pasar segera maju menerjang ap dengan naik kuda yang
masih muda, sambil memegang tombak Kyai Plered. Di kanannya Ki
Pemanahan, sebelah kiri Ki Penjawi, Ki Juru menjaga dibelakangnya. Mereka
menyongsong Arya Penangsang. Kyai Juru segera melepaskan kuda betina.
Kuda itu lalu berlari-lari, menjingkat-jingkat, meloncat-loncat, dan menabrak-
nabrak. Kuda yang dinaiki Raden Ngabehi malah lari mmenjauh. Raden
Ngebehi hampir saja jatuh, lalu ditarik tali kekang kuda itu. Setelah kudanya
berhenti, Raden Ngabehi segera turun sambil menuntun kuda. Raden Ngebehi
berkata, “Besok seketurunanku, kalau perang, jangan ada yang naik kuda
muda begini, sebab membahayakan diri.”
Kuda lalu diberikan kepada kawannya. Raden Ngabehi terus berjalan,
serta sambil memegang Kyai Plered. Ia berhadapan dengan Arya Penangsang.
Arya Penangsang berkata, ”Siapa namamu, anak muda berani-beraninya maju
didepanku? Lebih baik mundur saja, dari pada mati. Panggilah si Pajang,
kalau berani hadapi aku satu lawan satu.” Akan tetapi, kuda yang dinaiki
Arya Penangsang tadi masih daja menjingkrak-jingkrak, jadi tidak bisa
menyiapkan lemparan tombaknya. Keburu dada Arya Penangsang dilempar
tombak oleh Raden Ngabehi, hingga tembus punggungnya. Ia tewas dan
ambruk. Jenazahnya lalu dibawa oleh orang-orang Sela. Raden ngabehi
menarik tombaknya yang berlumuran darah. Tidak lama kemudian, Ki
Mataun datang dan mengamuk. Tapi langsung dihadapi oleh orangn-orang
32
Sesela hingga mati. Lehernya dipenggal, lalu kepalanya dipajang dipinggir
sungai. Pada waktu itu tahun 1471.
Tak lama kemudian, prajurit Jipang datang dengan senjata lengkap,
sangat banyak. Namun mereka terhenti di pinggir sungai. Mereka mendengar
kalau Gustinya serta Ki Mataun sudah tewas. Raden Ngabehi berteriak sambil
tangannya menunjuk dari sebelah barat sungai, “Hai, orang Jipang, ketahuilah
bendaramu dan patihmu sudah pada tewas binasa. Lihatlah ini kepalanya.
Yang akan kalian rebut apa? Lebih baik, menyerahlah kepadaku. Adapun Ki
Mataun memang pantas kalau dia bela mati, karena selama hidupnya ikut
mukti kepada Arya Jipang.”
Orang-orang Jipang mendengarkan hal tersebut kemudian
menyerahkan diri. Senjata-senjata dikumpulkan, lalu menyeberang ke barat
sungai, menyembah Raden Ngabehi. Mereka lalu dibawa ke pesanggrahan.
Malam harinya, Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru, serta Raden
Ngabehi, berembug tentang siapa yang membunuh ap adalah Raden Ngabehi,
apakah akan dilaporkan terus terang kepada Kanjeng Sultan?”
Ki Pemanahan berkata, “Kakang, kalau saya akan melaporkan
bagaimana kenayataan yang terjadi saja.” Ki Juru berbicara lagi, “Menurutku,
sebaiknya kamu saja yang mengaku telah membunuh Arya Penangsang
adalah Raden Ngabehi, pasti hanya diberi hadiah berupa pakaian-pakaian
iindah dan sebagainya. Pasti tidak akan dihadiahi negara, sebab Raden
Ngabehi ini masih anakanak, pasti suka pakaian yang bagus-bagus. Kedua, ia
sudah diambil anak pertama oleh Kanjeng Sultan, maka pastilah Kanjeng
33
Sultan hanya akan menghadiahi sekehendak hatinya saja. Lain kalau kamu
yang mengaku serta Ki Penjawi, pasti jadi menerima hadiah negeri Pati dan
Mataram.”
Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, setelah mendengar gagasan Ki Juru,
sangat senang hatinya, serta menurut. Raden Ngabehi juga setuju dengan
keputusan itu, serta diumumkan kepada prajuritnya semua, kalau yang
membunuh Arya Penangsang adalah Ki Pemanahan dan Ki Penjawi. Pagi
harinya, mereka segera berangkat, hendak menghadap kepada sultan pajang
serta membawa tawanan dari Jipang yang sudah menyerah. Kanjeng sultan
sangat suka. Ia lalu bertanya kepada menteri Jipang, “Menteri Jipang, Si Arya
Penangsang dulu punya saudara muda, namanya Arya Mataram. Sekarang
ada dimana?”
Menteri Jipang menyembah, “Gusti, ketika Arya Penangsang hendak
berangkat perang, Arya Mataram memohon kepada Kakangnya, agar
menunggu pasukan, akan tetapi ia malah dimarahi. Arya Mataram sakit hati,
lalu pergi. Saya tidak tahu kemana perginya.” Kanjeng Sultan berkata kepada
Ki Pemanahan, “Kakang, terimakasihku kepada Kakang dan juga Ki Penjawi.
Adapun hadiahku adalah negara Pati dan Mataram. Bagilah sendiri dengan Ki
Penjawi. Karena Kakang yang lebih tua, saya sarankan agar memilih terlebih
dahulu, mana yang Kakang senangi.”
Ki Pemanahan berkata, “ Karena saya menjadi yang lebih tua, pantas
mengalah saja. Saya memilih yang masih hutan saja. Adimas, saya di
Mataram saja, yang masih hutan belantara.” Sultan berkata lagi, “Kalau
34
Kakang sudah terima, Kakang Penjawi segera berangkatlah ke Pati Sekarang
juga. Negara Pati tatalah baik-baik. Adapun Negara Mataram besok, kalau
saya sudah kembali ke Pajang, akan saya berikan kepada Kakang Pemanahan.
Dan lagi Kakang Pemanahan, Kakang jangan pulang bersam saya. Tolong
Kakang ke Danaraja dulu memberi tahu Kakang mbok, kalau ap sudah mati.
Adapun pesanku, Kakangmbok saya mohon sudahi tapanya. Segeralah
memakai kain. Jangan lama-lama di sana, segeralah Kakang kembali.”
Banyak orang tersesat karena mereka mengharap berkah dari Makam,
seperti berkahnya ma’unah, karomah, ilmu, harta dan seseorang . maka,
jadikanlah ziarah ke makam untuk mengingat mati.
Ikutilah perjuangan para ulama dan orang-orang yang telah berjasa
menanamkan nilai-nilai agama yang sampai sekarang kita rasakan. Insya
Allah selamat dunia khirat. (dari Makam Butuh- Sultan Hadiwijaya) Butuh,
Gedongan, Plupuh, Sragen.
35
APENDIK II
HASIL WAWANCARA I
Informasi : Widodo
Jabatan : Peziarah
Hari/ tgl : 25 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : mengikuti sunah Rosul
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : hati jadi tenang
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dijaga keasliannya
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : ingin masuk surga
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Raja Pajang, penyebar agama islam
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak ada.
36
HASIL WAWANCARA II
Informasi : Risky Aditya
Jabatan : Pelajar
Hari/ tanggal : 26 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : ingin mengerti dan menambah pengetahuan tentang agama.
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : tenang dan damai
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : bangunan yang perlu diperbaiki atau dikembangkan harus dijaga
keasliannya
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mendo’akan leluhur kita karena adanya kita masih terikat dengan
orang-orang yang terdahulu
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Raja yang berwibawa dapat menumbuhkan rasa hormat saat
mengenalinya
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : ada, yaitu kendaraan. Karena saya selalu jalan kaki ketika mau
ziarah
37
HASIL WAWANCARA III
Informasi : Muhammad Katno Nur Said
Jabatan : Peziarah
Hari, tanggal : 27 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : cari ketenangan karena keadaannya sepi
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : suasana tenang, hening dan sepi
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dipasang penunjuk jalan ke arah Makam, di jalan-jalan supaya
peziarah lebih tahu
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mengingat mati dan mendo’akannya
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Raja Pajang Raden Mas Karebet
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : gak ada
38
HASIL WAWANCARA IV
Informasi : Hendri Setiawan
Jabatan : Mahasiswa
Hari/ tanggal : 28 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : takut mati, rasa takut mati menjadi pendorong saya untuk
berziarah ke Makam-makam
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : hati menjadi tenteram
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : pengembangan dari segi bangunan
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : yang pertama mengingat mati, kedua berhubungan orang harus
mempunyai hubungan dengan alam adalah bagian dari hidup
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : orang yang mempunyai martabat dan kewibawaan yang tinggi,
pahlawan Solo
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak sama sekali
39
HASIL WAWANCARA V
Informasi : Endri
Jabatan : Peziarah
Hari/ tanggal : 29 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : keinginan mendekatkan diri pada Allah SWT
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : suasana dingin mendorongku untuk berdzikir
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : menjaga keasliannya, dengan pembangunan yang aman agar tidak
terjadi pencurian benda-benda malam
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mengingat mati, serta belajar mendekatkan diri pada Allah SWT
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : beliau termasuk penyebar islam di tanah Jawa
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak ada.
40
HASIL WAWANCARA VI
Informasi : Mahendra
Jabatan : Pelajar
Hari/ tanggal : 30 oktober 2010
Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawab : menjalankan sunah nabi
Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan
Hadiwijaya?
Jawab : gelap
Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam
pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dijaga keasliannya
Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Mendo’akan leluhur
Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Raja Pajang
Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam
Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak.
41
Gambar 3. Situasi Makam / Pasarean Butuh
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahsana Mustika Ati
NIM : 1104039
Jurusan : Manajemen Dakwah
Tempat / Tgl Lahir : Wonogiri, 8 April 1985
Alamat : Ds. Karangtengah RT 02 RW 01
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri
Jenjang pendidikan
1. TK Dharma Wanita lulus tahun 1992
2. SDN 1 Karangtengah lulus tahun 1998
3. SMPN 1 Karangtengah lulus tahun 2001
4. SMAN 1 Purwantoro lulus tahun 2004
5. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah angkatan 2004
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang, Juni 2011
Ahsana Mustika Ati
NIM. 1104039