PENGELOLAAN SAMPAH

25
PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA A. Latar belakang Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi. Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit. Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah 1

description

Cara mengelola sampah

Transcript of PENGELOLAAN SAMPAH

Page 1: PENGELOLAAN SAMPAH

PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYA

A.    Latar belakang

Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi.

Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit.

Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan”, ujar Menkes.

Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya.

Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat,  guna melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar, sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang

1

Page 2: PENGELOLAAN SAMPAH

harus diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,  bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. “Limbah RS berbeda dengan limbah rumah tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit”, tandas Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.

Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama  (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara.

B.     Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah

2

Page 3: PENGELOLAAN SAMPAH

mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.

Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

C.    Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.

Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

3

Page 4: PENGELOLAAN SAMPAH

4. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc

5. Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6. Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.

8. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).

Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan

4

Page 5: PENGELOLAAN SAMPAH

(Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

D.    Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

E.     Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

1. Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

Golongan A :

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan

dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D :

5

Page 6: PENGELOLAAN SAMPAH

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a.      Pemisahan

Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.

Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :

1) Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.

(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

2) Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan

6

Page 7: PENGELOLAAN SAMPAH

interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b.      Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

1)       Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2)      Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3)      Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.

4)     Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.

5)      Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c.       Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :

1)      Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

2)      Tidak akan menjadi sarang serangga

3)      Mudah dibersihkan dan dikeringkan

4)      Sampan tidak menempel pada alat angkut

5)      Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

1)      Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

7

Page 8: PENGELOLAAN SAMPAH

2)      Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

2. Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

1)      Pump Swap (pompa air kotor).

2)      Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

3)      Bak Klorinasi

4)      Control room (ruang kontrol)

5)      Inlet

6)      Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7)      Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Oxidation Ditch (pompa air kotor)

3)      Sedimentation Tank (bak pengendapan)

4)      Chlorination Tank (bak klorinasi)

5)      Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

8

Page 9: PENGELOLAAN SAMPAH

6)      Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Septic Tank (inhaff tank)

3)      Anaerobic filter.

4)      Stabilization tank (bak stabilisasi)

5)      Chlorination tank (bak klorinasi)

6)      Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

7)      Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

1)      Volume septic tank

2)      Jumlah anaerobic filter

3)      Volume stabilization tank

4)      Jumlah chlorination tank

5)      Jumlah sludge drying bed

6)      Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

9

Page 10: PENGELOLAAN SAMPAH

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)° Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai

desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5. IncineratorBeberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah

10

Page 11: PENGELOLAAN SAMPAH

sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

F.      Kesimpulan

Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.

Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.

Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.

11

Page 12: PENGELOLAAN SAMPAH

Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.

Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.

G.    Saran

Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.

Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta

Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta

Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta

Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta

Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang

Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

12

Page 13: PENGELOLAAN SAMPAH

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id

Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI

Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong

Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar

By ansharbonassilfa • Tagged cara mengelola, incenerator, infection control, ipcn, kesehatan lingkungan, limbah, manajemen, pengendalian infeksi, ppirs, rumah sakit, rumah sakit berseri 1

Latar belakang penerapan Clinical Pathway adalah semakin meningkatnya tuntutan pelayanan kesehatan yang bermutu, yang bebas dari kesalahan medik, malpraktek, dan terhindar dari bahaya, tuntutan patient safety, masih tingginya angka disebabkan infeksi, timbulnya penyakit degeneratif dan penyakit-penyakit baru, serta biaya yang tinggi dalam pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.

Banyak rumah sakit telah memiliki format perencanaan tindakan medis harian, format ini disusun untuk tujuan rencana tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien secara periodik harian, pengisiannya dilakukan oleh dokter residen dengan supervisi dokter spesialis.

Format perencanaan tindakan medis harian akan lebih mengandung nilai informatif, apabila selain mengandung perencanaan tindakan medis, juga terkandung unsur perencanaan biaya pelayanan medis, dan format ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan format clinical pathway yang merupakan kesepakatan bersama dari komite medik.

Dengan adanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang mulai berlaku sejak hari Senin, tanggal 01 Januari 2014, maka tugas Komite Medik, yang diperkuat oleh jajaran staf medik dan staf koders menjadi tulang punggung keberhasilan institusi Rumah Sakit, berpartisipasi dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini.

13

Page 14: PENGELOLAAN SAMPAH

INA CBGs

Seperti diungkapkan oleh Kayun Kusmidi dari tim koding INA CBGs, dalam acara workshop INA CBGs sebagai Cara Pembayaran Prospektif di Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dalam kerangka Jaminan Kesehatan Nasional di Jakarta, pada tanggal 2 Januari 2014, dan workshop ini diikuti sedikitnya oleh 103 peserta dari berbagai Rumah Sakit di Indonesia, yang sebagian besar adalah dari Rumah Sakit Swasta.

Menurutnya Komite Medik bertugas menyusun clinical pathway, dan standar pelayanan medik serta melakukan audit medik, sementara staf medik merawat pasien sesuai clinical pathway, mengisi rekam medis dan resume medis dengan lengkap dan tepat waktu, sedangkan staf koders, melakukan pengkodean semua diagnosa atau tindakan dokter, dan melakukan audit kelengkapan pengisian kode.

Mutu pelayanan kesehatan memang sulit diukur, namun dengan penerapan clinical pathway dengan mengacu pada pembiayaan INA CBGs, maka dengan mudah dapat diketahui kualitas pelayanan kesehatan, apabila pelayanan kesehatan pada sebuah Rumah Sakit berkualitas baik, maka dengan sendirinya Rumah Sakit akan untung, dan begitu pula sebaliknya.

Beragam artikel memiliki pemahaman tentang pengertian Clinical Pathway, dan semuanya mengarah terhadap dokumen dengan perincian metode tercapainya tujuan peningkatan standar mutu pelayanan kesehatan yang terukur, diantaranya :

Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah tang diberikan kepada pasien, berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis  bukti, dengan hasil yang terukur, dan dalam jangka waktu tertentu di Rumah Sakit. (Dody Firmanda).

Clinical Pathway adalah suatu cara atau metode untuk menggambarkan suatu aktivitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Clinical Pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawat pasien

14

Page 15: PENGELOLAAN SAMPAH

yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan atau dapat diartikan sebagai suatu alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan, secara sederhana dapat dibilang bahwa clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien, dimana dalam pelaksanaannya menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan secara sistematik, tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien.

Clinical Pathway adalah dokumen perencanaan pelayanan kesehatan terpadu yang merangkum setiap langkah yang dilakukan pada pasien mulai masuk rumah sakit, sampai keluar rumah sakit, berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelayanan kesehatan lainnya yang berbasis bukti yang dapat diukur. (Tim Casemix).

Clinical Pathway adalah istilah yang digunakan untuk mempermudah dalam pendokumentasian perjalanan kegiatan suatu tindakan klinis baik medis, keperawatan maupun penunjang medis lainnya, secara ringkas dan komunikatif.

Clinical Pathway adalah merupakan rencana kolaboratif pelayanan kesehatan yang terdiri dari multidisiplin yaitu dokter, perawat, ahli gizi, laboratorium, farmasi yang terdokumentasi dalam formulir yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit.

Clinical Pathway adalah merupakan metode dokumentasi klinis yang merefleksikan standar praktik dan pelayanan klinis baik dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya.

Clinical Pathway adalah merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan kesehatan, Clinical Pathway menggabungkan standar asuhan tenaga kesehatan secara sistematik, tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien. (Mareli, 2000).

Clinical Pathway adalah panduan penatalaksanaan pelayanan pasien sesuai standar terapi sehingga terjadi efisiensi biaya dan mutu pelayanan terjamin.

Clinical Pathway juga memiliki banyak nama lain, diantaranya Critical Care Pathway, Integrated Care Pathway, Coordinated Care Pathway, Caremaps, atau Anticipated Recovery Pathway.

Menurut Hill, 1998 dalam Feuth and Claes, 2007, terdapat empat komponen utama Clinical Pathway meliputi :

15

Page 16: PENGELOLAAN SAMPAH

*   Kerangka Waktu, yang menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau berdasarkan tahapan pelayanan, sep : fase pre, intra dan pasca operasi.*   Kerangka Asuhan, berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien, dan aktivitas tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan, sep : tindakan medik, pemberian obat, pemeriksaan penunjang medik, nutrisi dan aktivitas pada jangka waktu tertentu.*   Kriteria Hasil, yang memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang (menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan), dan kriteria jangka pendek (menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan).*   Lembar Pencatatan Varian, yang mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang ditetapkan dalam Clinical Pathway, kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan, kesemuanya dicatat dalam lembar varian ini.

Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, konsultan dari PMPK FK UGM, tujuan utama implementasi Clinical Pathway, adalah menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan kesehatan yang dilupakan, Clinical Pathway memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu, dengan mendorong staf klinik untuk bersikap proaktif dalam perencanaan pelayanan, Clinical Pathway diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay, dan tetap memelihara mutu pelayanan, dan secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut :*   Memilih pola praktek terbaik dari berbagai macam variasi pola praktek.*   Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan prosedur klinik yang seharusnya.*   Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam suatu proses dan menyusun strategi untuk melakukan koordinasi agar dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahap yang lebih sedikit.*   Memberikan informasi kepada seluruh staf yang terlibat mengenai tujuan yang harus tercapai dari sebuah pelayanan dan apa peran mereka dalam proses tersebut.*   Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data proses pelayanan sehingga penyedia layanan dapat mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar.*   Mengurangi beban dokumentasi klinik.*   Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien (sep. misalnya dengan menyediakan informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan kesehatannya).

Proses tahapan penyusunan Clinical Pathway :

16

Page 17: PENGELOLAAN SAMPAH

Pembentukan Tim Penyusun Clinical Pathway.

Tim Penyusun terdiri dari staf multi disiplin dari semua tingkat dan jenis pelayanan, bila diperlukan, Tim dapat mencari dukungan dari konsultan atau institusi diluar Rumah Sakit seperti organisasi profesi sebagai nara sumber, yang bertugas untuk menentukan dan melaksanakan langkah-langkah penyusunan Clinical Pathway.

Identifikasi Key Players.

yang bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam penanganan kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan dan untuk merencanakan fokus group dengan key players bersama dengan pelanggan internal dan eksternal.

Pelaksanaan Site Visit di Rumah Sakit.

yang bertujuan untuk mengenal praktek yang berlangsung, menilai sistem pelayanan yang ada dan memperkuat alasan mengapa Clinical Pathway perlu disusun, jika perlu dilanjutkan dengan site visit eksternal setelah sebelumnya melakukan identifikasi partner benchmarking, guna untuk mengembangkan ide.

Studi Literatur.

diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah, dan diharapkan menghasilkan laporan dan rekomendasi tertulis.

Diskusi Kelompok Terarah.

Hal ini dilakukan untuk mengenal kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal), dan menyesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan tersebut, serta untuk mengenal kesenjangan antara harapan pelanggan dan pelayanan yang diterima, lebih lanjut diperlukan untuk memberikan masukan dalam pengembangan indikator mutu pelayanan klinis dan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan.

Penyusunan Pedoman Klinik.

Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil studi literatur berbasis bukti ilmiah dan hasil diskusi kelompok daerah atau Focus Group Discussion, pedoman klinik ini perlu disusun dalam bentuk alur pelayanan untuk diketahui juga oleh pasien.

Analisis Bauran Kasus.

17

Page 18: PENGELOLAAN SAMPAH

Dilakukan untuk menyediakan informasi penting baik pada saat, sebelum, dan setelah penerapan Clinical Pathway, meliputi : LOS (length of stay), biaya per kasus, obat-obatan yang digunakan, tes diagnosis yang dilakukan, intervensi yang dilakukan, praktek klinis yang terlibat dan komplikasinya.

Menetapkan Sistem Pengukuran Proses dan Outcome.

Contoh ukuran proses antara lain pengukuran fungsi tubuh dan mobilitas, tingkat kesadaran, temperatur tubuh, tekanan darah, fungsi dan skala kesehatan pasien (wellness indicator).

Mendisain dokumentasi Clinical Pathway.

Penyusunan dokumentasi Clinical Pathway perlu memperhatikan format Clinical Pathway, ukuran kertas, tepi dan perforasi untuk filling, dan agar diperhatikan bahwa penyusunan dokumentasi perlu mendapatkan ratifikasi oleh instalasi Rekam Medik untuk melihat kesesuian dengan dokumentasi lain.

Setelah Clinical Pathway tersusun, perlu dilakukan uji coba sebelum penerapan implementasi pada Rumah Sakit bersangkutan, dan saat uji coba, agar dilakukan penilaian secara periodik, tentang kelengkapan pengisian data dan diikuti dengan pelatihan kepada para staf untuk menggunakan Clinical Pathway tersebut, sebagai tindak lanjut berikutnya perlu dilakukan analisis variasi dan penelusuran mengapa praktek di lapangan berbeda dari yang direkomendasikan dalam Clinical Pathway.

Dari hasil analisis, diharapkan akan menghasilkan identifikasi variasi umum dalam pelayanan, memberi sinyal kepada staf akan adanya pasien yang tidak mencapai perkembangan yang diharapkan, memperbaiki format Clinical Pathway dengan menyetujui perubahan dan perlu dilakukan identifikasi aspek-aspek yang dapat diteliti lebih lanjut.

Hasil analisis variasi dapat menetapkan jenis variasi yang dapat dicegah dan yang tidak dapat dicegah, untuk selanjutnya menetapkan solusi bagi variasi yang dapat dicegah (variasi yang tidak dapat dicegah, dapat berasal dari penyakit penyerta yang menyebabkan pelayanan menjadi kompleks bagi seorang individu).

Manfaat penerapan atau implementasi Clinical Pathway, diharapkan pasien benar-benar mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan sesuai kondisi penyakitnya, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat sesuai dengan hasil perawatan yang diharapkan diterimanya, dan sebagai

18

Page 19: PENGELOLAAN SAMPAH

panduan dokter dalam melakukan detail tahapan perawatan terhadap pasiennya.

19