Pengelolaan Keuangan Daerah

7
A. Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan Negara. Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban, berupa : 1) Laporan Realisasi Anggaran, 2) Neraca, 3) Laporan Arus Kas, dan 4) Catatan atas Laporan Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). B. Permasalahan yang Terjadi Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dari 19 sektor retribusi di Kota Palembang tidak mencapai target. Hal ini diketahui dari laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) pada saat Rapat Paripurna DPRD Ke-4.

Transcript of Pengelolaan Keuangan Daerah

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 1/7

 

A.  Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk 

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah

tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah

otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah

daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan

bagian tak terpisahkan dari keuangan Negara.

Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut

menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu

sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah

sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara

dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk 

menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah

pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan

daerah.

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,

pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban, berupa : 1) Laporan

Realisasi Anggaran, 2) Neraca, 3) Laporan Arus Kas, dan 4) Catatan atas Laporan

Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan diaudit oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

B.  Permasalahan yang Terjadi

Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dari 19 sektor retribusi di Kota Palembang

tidak mencapai target. Hal ini diketahui dari laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ)

pada saat Rapat Paripurna DPRD Ke-4.

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 2/7

 

Tercatat, dari target Rp90,795 miliar (M), penerimaan retribusi hanya terealisasi

Rp80,007 M, atau sePemkotr 88,1%.Retribusi yang diterima tersebut bersumber dari 22 jenis

retribusi yang dikelola. Dari 22 jenis tersebut, yang mencapai target hanya retribusi

pemakaian kekayaan daerah dan retribusi penggantian biaya KTP dan akta catatan sipil.

Sementara yang lainnya tidak mencapai target.

Adapun rincian 19 retribusi yang tidak mencapai target itu, yaitu retribusi izin

mendirikan bangunan (IMB), retribusi usaha pemotongan hewan dan perikanan, retribusi

pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi izin pembuangan limbah cair, dan retribusi

pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan kesehatan dari Dinkes ini,target ini tak tercapai

karena dana klaim Jamsoskes adalah dana bantuan sosial, sehingga tidak bisa dijadikan PAD

sesuai dengan juknis program tersebut.

Sementara, untuk pajak daerah, terdapat 10 jenis yang dikelola Pemkot Palembang.

Dari 10 jenis ini,hanya satu jenis pajak yang tak mencapai target.Jenis pajak tersebut adalah

hiburan yang hanya 95,06%, atau Rp5,96 M dari target Rp6,27 M, yang secara keseluruhan

di kelola Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Sementara pajak lainnya melebihi target

yang ditentukan. Nilai realisasi pajak yang didapatkan mencapai Rp207,7 M dari target

Rp172,1 M, atau 120,7%.

Tidak tercapainya pajak hiburan tersebut karena faktor penurunan film asing di

bioskop yang penayangannya dibatasi. Akibatnya, omzetnya pun menurun. Sementara, hasilpengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan pada 2011, ditargetkan Rp25,5 M, dan

terealisasi Rp35,1 M atau terealisasi 137%. Nilai ini didapatkan dari bank Sumsel Babel dan

PDAM Tirta Musi, yang pendapatannya melebihi target. Sedangkan PD Pasar Palembang

Jaya hanya Rp589 juta dari target Rp1 M, atau terealisasi 58,9%. Sedangkan, PT SP2J hanya

Rp10,9 juta dari target Rp70 juta atau terealisasi 15,6%.

Pemasukan Pemkot Palembang juga berasal dari dana perimbangan. Tahun lalu

ditargetkan sebesar Rp1.091 triliun dan terealisasi Rp1.093 atau terealisasi 100,2%.

Sementara, target pendapatan daerah Kota Palembang 2011 lalu mencapai Rp1,932 triliun

dan terealisasi Rp1,895 triliun. Upaya yang akan dilakukan seperti melaksanakan pembinaan

terhadap wajib pajak daerah melalui tatap muka dan media. Sedangkan,untuk retribusi

daerah,akan menerapkan sanksi hukum terhadap wajib retribusi yang tidak memenuhi

kewajibannya sesuai perda yang berlaku.

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 3/7

 

Untuk PBB, Pemkot juga akan meremajakan data. Sebelumnya, Kepala Dispenda

Kota Palembang Sumaiyah MZ mengatakan, pengelolaan PBB pada 2012 ini, sudah

diberikan secara penuh oleh pemerintah pusat kepada Pemkot Palembang melalui

pihaknya.Dengan begitu,Pemkot dapat mengelola pendapatan daerah ini dengan lebih fokus.

Retribusi adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk 

kepentingan orang pribadi atau badan (UU nomor 34 tahun 2000 jo. UU nomor 18 tahun

1997). Retribusi daerah dibagi atas tiga golongan yaitu :

1.  Retribusi Jasa Umum,

2.  Retribusi Jasa Usaha, dan

3.  Retribusi Perijinan Tertentu.

Salah satu retribusi yang bermasalah ialah retribusi Ijin Mendirikan Bangunan yang

merupakan pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah

kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bentuk bangunan, biaya penelitian atau

pemeriksaan konstruksi dan biaya sempadan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan

yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan

pembayaran retribusi. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan

batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan atau untuk 

memulai pelaksanan pembangunan.Sebagaimana diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum

mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat.

Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk 

mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi.

Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan

asli daerah.

Pada dasarnya sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu sudah

menjadi kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean government yang

menjadi simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk itu upaya percepatan terhadap

keberhasilan pembaruan (reformasi) manajemen keuangan bagi pemerintah daerah sudah

selayaknya mendapat perhatian serius. Pengelolaan keuangan daerah sering menghadapi

masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dan berjalan dengan baik.

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 4/7

 

Gagal dalam merencanakan sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan. Adapun yang

menajadi permasalahan dalam penganggaran keuangan daerah diantaranya:

1.  Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan

kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam

Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya

Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD

yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini

kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan

konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi

proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek 

untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap

bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan.

Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan

waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari

 pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan

memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial

(Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD

secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. Di salah satu kabupaten di

Kaltim, dana aspirasi per anggota DPRD bisa mencapai 2 milyar rupiah per tahun.2.  Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih

menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala

daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya

akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban

membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.

3.  Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena

ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih

bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali

membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga

semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.

4.  Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan

anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 5/7

 

Desember tahun sebelumnya, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh,

walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program

di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.

5.   Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung

(match). Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali

tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini

muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas

kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh

Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga

banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak 

visioner.

6.  Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal.

Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah;

indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga),

data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam

dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu

target.

7.  Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi

arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-

isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan

 pembangunan” seringkali malah disimplifikasi menjadi sector-sektor baru, misalnya isu

poverty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal

yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana setiap SKPD bisa berkontribusi

mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. Demikian pula isu gender, juga

direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian Sosial menjadi “Bagian Sosial

dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya. 

8.  Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan

yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu

kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi

disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut.

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 6/7

 

9.  SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar misal Dinas Pendidikan dan Dinas

PU seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang memadai . Akibatnya proses

perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh minimnya tenaga Bappeda

yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam penyusunan rencana.

10. APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop mempunyai

keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Selain itu belum ada instrument

yang praktis yang bisa digunakan untuk evaluasi anggaran tersebut. Hal ini berakibat

proses evaluasi memakan waktu agak lama dan berimbas pada semakin panjangnya

proses revisi di daerah (kabupaten/kota).

11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya

Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa

yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi

hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang

dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.

12. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007)

cukup rumit ( complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di

daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai

banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.13. Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang HANYA

melihat ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan bias dan

oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh kasus nyata; di sebuah desa di

daerah masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi bahwa rendahnya pengetahuan

masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber bacaan di wilayah itu. Sebagai

solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk dibangunkan “gedung perpustakaan”.

Ternyata setelah gedung perpustakaan dibangun, sampai beberapa tahun berikutnya

perpustakaan tersebut tidak pernah berfungsi bahkan kemudian dijadikan Posko Pemilu.

Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena mereka hanya berpikir soal membangun

gedung, tetapi lupa berpikir dan mengusulkan bagaimana menyediakan buku/bahan

bacaan untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan kepengurusan untuk mengelola

perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak akan terjadi kalau mereka

5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 7/7

 

 berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat baca 50 % warga

masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output yang diperlukan

misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan bacaan, tenaga pengelola

perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke perpustakaan dll. Dari contoh kasus

itu nampaknya untuk pemerintah dan masyarakat memang perlu didorong untuk 

memahami alur berpikir logis (logical framework ) sebuah perencanaan. Selain itu pola

 pikir yang ada yang cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka pendek 

dan berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan lebih

berkonotasi sebagai gerakan pembangunan).