Pengelolaan Jalan Napas Dasar Dan Lanjut Okt 2012

16
1 BUKU PANDUAN SKILL LAB FK UNISSULA Semester : 7 Modul : Kegawat Daruratan Medik LBM : I Topik Ketrampilan : Pengelolaan bantuan Napas Dasar dan Lanjut A. SASARAN BELAJAR 1. Menilai patensi jalan napas dan kemungkinan cedera pada C-Spine 2. Melakukan proteksi pada C-Spine (Cervical Spine) selama pengelolaan airway dasar dan lanjut 3. Melakukan manuver jalan napas dasar 4. Melakukan pengelolaan jalan napas dengan airway dasar (Orofaring atau Nasofaring airway) 5. Mengetahui definisi dan indikasi airway definitive 6. Melakukan pengelolaan airway dengan airway definitif (Intubasi endotrakea) B. RENCANA PEMBELAJARAN Waktu praktikum 2 x 100 menit Panduan tutor 1. Bantuan Napas Dasar (20 menit) 2. Bantuan Napas Lanjut (30 menit) 3. Memandu Mahasiswa berlatih (50 menit) 4. Evaluasi (100 menit) Tugas mahasiswa 1. Mempelajari Petunjuk skill lab secara mandiri C. DASAR TEORI Manajemen jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang efektif. Penyebab kematian adalah hipoksia, organ tubuh yang paling rentan terhadap hipoksia adalah otak jadi tujuan resusitasi yang utama adalah menjaga oksigenasi otak tetap terjaga. Penyebab kematian sel : 1. Hipoksia 2. Trauma 3. Infeksi 4. Reaksi imunologik 5. Gangguan genetika 6. Gangguan nutrisi

Transcript of Pengelolaan Jalan Napas Dasar Dan Lanjut Okt 2012

1

BUKU PANDUAN SKILL LAB

FK UNISSULA

Semester : 7

Modul : Kegawat Daruratan Medik

LBM : I

Topik Ketrampilan : Pengelolaan bantuan Napas Dasar dan Lanjut

A. SASARAN BELAJAR

1. Menilai patensi jalan napas dan kemungkinan cedera pada C-Spine

2. Melakukan proteksi pada C-Spine (Cervical Spine) selama pengelolaan airway dasar dan lanjut

3. Melakukan manuver jalan napas dasar

4. Melakukan pengelolaan jalan napas dengan airway dasar (Orofaring atau Nasofaring airway)

5. Mengetahui definisi dan indikasi airway definitive

6. Melakukan pengelolaan airway dengan airway definitif (Intubasi endotrakea)

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum 2 x 100 menit

Panduan tutor 1. Bantuan Napas Dasar (20 menit)

2. Bantuan Napas Lanjut (30 menit)

3. Memandu Mahasiswa berlatih (50 menit)

4. Evaluasi (100 menit)

Tugas mahasiswa 1. Mempelajari Petunjuk skill lab secara mandiri

C. DASAR TEORI

Manajemen jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh

dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Manajemen jalan napas

memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan napas dengan memberikan

oksigenasi dan ventilasi yang efektif.

Penyebab kematian adalah hipoksia, organ tubuh yang paling rentan terhadap hipoksia

adalah otak jadi tujuan resusitasi yang utama adalah menjaga oksigenasi otak tetap terjaga.

Penyebab kematian sel :

1. Hipoksia

2. Trauma

3. Infeksi

4. Reaksi imunologik

5. Gangguan genetika

6. Gangguan nutrisi

2

D. PROSEDURAL PENANGANAN PASIEN

BASIC AIRWAY CONTROL, PROTECTION OF C-SPINE

LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS :

1. LOOK:

Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun

tetap perlu evaluasi berkala.

Agitasi

Nafas cuping hidung

Sianosis

Retraksi

Accessory respiratory muscle

2. LISTEN:

Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing

Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings

(Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)

Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring

Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas

pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas

3. FEEL:

Aliran udara dari mulut/ hidung

Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

Catatan : Pada kaus henti jantung, RJP berdasarkan AHA 2010, Look, listen Feel dihilangkan

Pada Kasus trauma Look, Listen Feel tetap dilakukan

PEMBUKAAN DAN PEMELIHARAAN JALAN NAPAS ATAS

Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang terjadi adalah

akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan

menyumbat jalan napas ada bagian faring

1. Pembukaan Jalan nafaas secara manual

Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat kepala-angkat dagu

(Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif bila obstruksi napas disebabkan lidah atau

relaksasi otot pada jalan napas atas.

Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher, lakukan penarikan

rahang tanpa mendorong kepala. Karena mengelola jalan napas yang terbuka dan

memberikan ventilasi merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila

penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.

2. Pemeliharaan jalan napas atas

3

Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas atas harus dijaga agar tetap

terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks

batuk atau muntah, pasanglah OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan napas.

Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan henti napas, bukalah

mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila anda menemukannya,

keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing, mulai

lakukan RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas, bukalah

mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila ada keluarkan dengan

menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda asing, lanjutkan RJP

Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk melakukan

proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma. jalan napas pasien

tidak sadar sering tersumbat oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap

terbuka perlu dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian atau

kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin lift adalah teknik yang

sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus dihindari pada kasus cedera

tulang leher/servikal.

.

CHIN LIFT

Chin Lift

Manuver ini akan mencegah menggantung/ menurunnya dagu dan mempertahankan

mulut sedikit terbuka.Tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi leher. Aman untuk C-

spine pada pasien trauma.

4

JAW THRUST

Jaw Thrust

Jaw Thrust.

Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan (ventral). Manuver ini aman

dilakukan pada pasien trauma.

Tidak boleh memberi bantal pada pasien tidak sadar karena akan membuat posisi kepala fleksi dan

tidak boleh menyangga leher untuk mengekstensikan kepala karena bahaya cedera pada cervical

spine.

Caution !! Protect Cervical-Spine During

Airway Management

5

Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut dilakukan

dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line stabilization atau pemasangan cervical

collar.

ALAT BANTU JALAN NAFAS DASAR/SEDERHANA

Posisi jalan nafas atas yang benar harus dijaga pada pasien tidak sadar yang dapat bernapas secara

spontan. Pada pasien yang tidak sadar tanpa reflek batuk atau muntah, dapat dipasang alat bantu

napas sederhana.

1. OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan

mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus

hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.

Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu

tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan

pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi

pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk

pemasangan OPA.

Indikasi :

a. Napas spontan

b. Tidak ada reflek muntah

c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual

Komplikasi :

a. Obstruksi jalan napas

b. Laringospasme ~ ukuran OPA

c. Muntah

d. Aspirasi

Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pd sudut mulut,

ujung OPA pd angulus mandibula. Apabila terlalu

kecil maka tidak dapat efektif membebaskan airway

dan dapat mendorong lidah semakin ke belakang.

Apabila terlalu besar akan melukai epiglotis,

merangsang muntah dan laringospasme.

6

Cara penggunaan alat bantu jalan napas orofarings:

Langkah Tindakan

1 Bersihkan mulut dan faring dari sekresi, darah, atau muntahan dengan

menggunakan ujung penyedot faring yang kaku (Yaunker), bila memungkinkan

2 Pilihlah ukuran OPA yang tepat, yaitu dengan menempatkan OPA di samping

wajah, dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut

rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA akan

tepat sejajar dengan pangkal glotis

3 Masukkan OPA sedemikian sehingga ia berputar ke arah belakang ketika

memasuki mulut

4 Ketika OPA sudah masuk rongga mulut dan mendekati dinding posterior

farings, putarlah OPA sejauh 180° ke arah posisi yang tepat.

Suatu metode alternatif adalah memasukkan OPA secara lurus ketika

menggunakan penekanan lidah atau alat yang serupa untuk menahan lidah di

dasar mulut.

7

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan dagu

tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan napas. Lakukan

penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau muntahan.

Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA :

Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan

trauma pada struktur laring.

Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar

lidah dari belakang dan menyumbat jalan napas.

Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak

pada bibir dan lidah.

2. NASOPHARYNGEAL AIRWAY

Indikasi NPA :

a. Sadar/tdk sadar,

b. Napas spontan,

c. Ada refleks muntah,

d. Kesulitan dg OPA.

Kontraindikasi NPA :

a. Fraktur wajah

b. Fraktur tulang dasar tengkorak.

Jelaskan cara pemilihan NPA (ada gambar pd slide), cara pemasangan NPA (bevel

menghadap lateral).

Komplikasi NPA :

a. Trauma,

b. Laringospasme,

c. Muntah,

d. Aspirasi,

e. Insersi intrakranial (pd fr. tlg wajah/tlg. dasar tengkorak)

Cara Penggunaan alat bantu napas Nasofaring adalah :

Langkah Tindakan

1 Pilihlah ukuran NPA yang tepat

Bandingkan diameter luar NPA dengan lubang dalam hidung. NPA

tidak boleh terlalu besar sehingga menyebabkan lubang hidung

memucat. Beberapa tenaga kesehatan menggunakan diameter jari

8

kelingking pasien sebagai pedoman untuk memilih ukuran yang tepat

Panjang NPA haruslah sama dengan jarak antara ujung hidung pasien

dengan cuping telinga

2 Basahi saluran napas dengan pelumas larut air atau jelly anestesik.

3 Masukkan NPA melalui lubang hidung dengan arah posterior membentuk garis

tegak lurus dengan permukaan wajah. Masukkan dengan lembut sampai dasar

nasofaring.

Bila mengalami hambatan :

Putar sedikit pipa untuk memfasilitasi pemasangan pada sudut antara

rongga hidung dan nasofaring

Cobalah tempatkan melalui lubang hidung yang satunya karena pasien

memiliki rongga hidung dengan ukuran yang berbeda

Pemeliharaan jalan napas perlu dilakukan setelah pembukaan jalan napas, dapat dilakukan

secara manual, dengan alat sederhana ataupun dengan alat bantu lanjut. Dalam pemeliharaan jalan

napas juga perlu dilakukan pemeriksaan sumbatan jalan napas oleh cairan / benda asing secara

berkala menggunakan sapuan jari tangan.

Pemeliharaan Jalan Napas

• Manual

• Bantuan alatsederhana

• Bantuan alat

lanjutan

ACLS

Tripple airway manouvre

Oropharyngeal airway (OPA)

Nasopharyngeal airway (NPA)

Laryngeal mask airway

Combitube

Intubasi dg ETT

ADVANCED AIRWAY

Ada dua macam ;

1. Non Surgical : Intubasi orotrakea dan nasotrakea

2. Surgical : Krikotiroidotomi dan trakeotomi

9

INTUBASI ENDOTRAKEA

Adalah proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien. Bila pipa dimasukkan

melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung disebut nasotrakea

Kegunaan Pipa endotrakea adalah :

1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)

2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi

3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara

pengembangan paru yang adekuat

4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari

mulut, kerongkongan atau jalan napas atas

5. Mempermudah penyedotan dalam trakea

6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, epinefrin

dan lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena atau

intraosseus belum ada

INDIKASI

1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif

2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak

adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif

3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apnea :

Paralisis neuromuskular

Tidak sadar

Fraktur Maksilofasial berat Usaha napas yang tidak adekuat :

Takipnea

Hipoksia

Hiperkarbia

Sianosis

Bahaya aspirasi

Perdarahan

Muntah-muntah

Cedera kepala tertutup berat yang

membutuhkan hiperventilasi

Bahaya sumbatan :

Hematoma leher

Cedera laring, trakea

Stridor

Kehilangan darah yang masif dan

memerlukan resusitasi volume

Penderita yang mempunyai Skor GCS lebih rendah harus segera diintubasi. Penting

untuk memastikan ada tidaknya fraktur ruas tulang leher, tetapi pengambilan foto servikal

tidak boleh mengganggu atau memperlambat pemasangan airway definitif bila indikasinya

telah jelas. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal dapat

10

dilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya cedera ruas

tulang leher.

Persiapan Intubasi Endotrakeal

1. Alat:

A. Laryngoscope

a. Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).

b. Pilih ukuran blade yg sesuai. Dewasa : no 3 atau 4, Anak : no 2, Bayi :

no 1

c. Pasang blade dengan handle, Cek lampu harus menyala terang.

B. Endotracheal Tube (ETT)

a. Pilih ukuran yang sesuai: (ID: Internal Diameter)

b. Dewasa : ID 6.5 , 7 atau 7.5 Atau ± sebesar kelingking kiri pasien

c. Anak : ID = 4 + (Umur : 4)

d. Bayi : Prematur : ID 2.5

e. Aterm : 3.0 – 3.5

Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan diatas. Pilih ET yang High Volume Low

Pressure (ETT putih/ fortex). Bila memakai yg re-useable, cek cuff dan patensi lubang ET

C. Spuit 20 cc.

D. Stylet (bila perlu).

E. Handsgloves steril.

F. KY jelly.

G. Forcep Magill (bila perlu).

H. AMBU Bag dengan kantung reservoir dihubungkan dengan sumber oksigen.

I. Plester untuk fiksasi ETT.

J. Oropharngeal Airway.

K. H. Alat suction dg suction catheter

L. Stetoscope.

2. Obat Emergency

- Sulfas Atropin (SA) dalam spuit

- Adrenaline dalam spuit.

3. Pasien

Informed consent mengenai tujuan dan resiko tindakan. Ingat resiko/komplikasi intubasi bisa

berakibat fatal !!!

LANGKAH – LANGKAH INTUBASI ENDOTRAKEA

1. Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,

meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)

2. Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker, apron, sarung tangan, tambahan (jika

ada) : google, sepatu tidak tembus air

3. Mengenali problem airway (Look, Listen Feel) dengan kemungkinan cedera C-Spine. Apabila

terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut dilakukan

11

dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line stabilization atau pemasangan

cervical collar.

4. Sambil mempersiapkan untuk intubasi endotrakea sebagai pilihan terbaik untuk

mengamankan airway pada kasus ini, agar jalan napas tetap terbuka perlu dilakukan

manuver head tilt,chin lift (pada kasus nontruma) dan juga jaw thrust (pada kasus trauma).

Jika gagal sementara dapat dipasang OPA (sesuai indikasi ; pasien tidak sadar dan tidak ada

muntah, dengan manuver manual gagal) dan dilakukan suction dengan tetap

mempertahankan In line Stabilitation

5. Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada

6. Ventilasi tekanan positif dan oksigenasi

Harus dilakukan sebelum intubasi. Dada harus mengembang selama ventilasi diberikan.

Oksigenasi dengan oksigen 100% (10 L/menit).Bila intubasi gagal (waktu >30 detik), lakukan

ventilasi dan oksigenasi ulang, bahaya hipoksia !!!

Cara memberikan ventilasi buatan dengan kantung napas sungkup muka:

a. Menggunakan OPA bila pasien tidak mempunya reflek batuk atau reflek muntah agar

jalan napas tetap terbuka.

b. Dengan tetap melakukan ekstensi kepala, ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf “C”

menekan pinggir sungkup muka ke wajah pasien agar tidak ada kebocoran diantara

sungkup dan wajah, sedangkan tiga jari sisanya membentuk huruf “E” mengangkat

rahang bawah sehingga jalan napas tetap terbuka. Tangan yang lain menekan kantong

napas dengan lembut dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi

c. Apabila cara di atas sulit dilakukan dengan oleh satu orang penolong maka dianjurkan

dilakukan oleh dua orang penolong. Satu penolong memegang sungkup dengan 2 tangan

yang masing-masing membentuk huruf “C” dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk

menutup kebocoran diantara sungkup dan wajah, dan membentuk huruf “E” dengan 3

jari sisanya untuk mengangkat rahang bawah. Penolong kedua menekan kantong napas

dalam waktu lebih dari 1 detik setiap ventilasi, sampai dada terangkat. Kedua penolong

harus mengamati terangkatnya dada.

d. Kebocoran antara kantong napas dan sungkup muka tidak akan terjadi bila kantong

napas dihubungkan dengan alatalat bantu napas seperti pipa trakea, sungkup laring, dan

pipa esofagotrakea.

Selama melakukan pengelolaan airway dengan tetap mempertahankan in line stabilitation (bisa dari

bawah)

12

7. Posisikan pasien : ‘sniffing the morning air position’, Leher sedikit fleksi, kepala ekstensi. 1

bantal diletakkan di bawah kepala.

8. Lepaskan OPA (jika pada langkah 4 sudah terpasang).Tangan kiri memegang laringoskop.

Masukkan secara gentle pada sisi kanan mulut di atas lidah, Singkirkan lidah ke kiri cari

epiglotis. Tempatkan ujung bilah di valekula.

13

Posisi ujung bilah laringoskop di valekula, Elevasi laringoskop dan visualisasi plica vocalis

9. Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi bagian atas. Hal ini akan mengangkat

epiglotis sehingga plica vocalis terlihat (warna lebih pucat)

Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back, Up, Right

Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis(menurut AHA 2010 sudah tidak

direkomendasikan lagi)

BURP manuever

10. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing ujungnya masuk trakea sampai cuff ETT

melewati plika vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm pada wanita dewasa)

11. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-valve mask yang terhubung dengan

oksigen (flow 10-12 L/menit).

12. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara )dengan spuit 20 cc

berisi udara

13. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui stetoskop pengembangan ke-2 paru,

bila hanya terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke salah satu bronkus

kempeskan cuff & tarik ET, ulangi evaluasi (jika terdengar sama pada kedua paru, berarti

14

sudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat mengembang dan pada auskultasi

terdengar gurgling di epigastrium berarti terjadi intubasi esofagus maka kempeskan cuff &

tarik ET, ulangi pemasangan ETT.

14. Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih dahulu, kemudian putar 180 derajat

menyentuh palatum molle

15. Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas terdengar sama pd kedua paru

kemudian Fiksasi ETT dengan plester

ACLS

Teknik Intubasi ETT

15

E. CHECK LIST

No.

Aspek ketrampilan dan Medis yang dilakukan

Nilai

0 1 2

1 Informed consent : salam, memperkenalkan diri,

menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, meminta

persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)

2 Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker,

apron, sarung tangan, tambahan (jika ada) : google,

sepatu tidak tembus air

3 Mengenali problem airway (Look, Listen, Feel) dengan

kemungkinan cedera C-Spine. Apabila terdapat suspect C-

Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan

lanjut dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi

manual in line stabilization atau pemasangan cervical

collar.

3 Membuka jalan napas (Head tilt, chin lift, jaw trust) jika

gagal gunakan alat bantu jalan napas dasar (OPA)

perhatikan indikasi serta kontraindikasi

4 Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada

kemudian berikan Ventilasi tekanan positif dan

oksigenasi

5 Posisikan pasien : ‘sniffing the morning air position’,

Leher sedikit fleksi, kepala ekstensi. 1 bantal diletakkan di

bawah kepala.

6 Lepaskan OPA (jika pada langkah 3 sudah

terpasang).Tangan kiri memegang laringoskop. Masukkan

secara gentle pada sisi kanan mulut di atas lidah,

Singkirkan lidah ke kiri cari epiglotis. Tempatkan ujung

bilah di valekula.

7 Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi

bagian atas. Hal ini akan mengangkat epiglotis sehingga

plica vocalis terlihat (warna lebih pucat)

Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk lakukan

BURP manuver (Back, Up, Right Pressure) pada kartilago

krikoid sampai terlihat plika vokalis

8 Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing

ujungnya masuk trakea sampai cuff ETT melewati plika

vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm pada

wanita dewasa)

9 Masukkan ETT, bimbing ujungnya masuk trakea sampai

cuff ETT melewati plika vokalis.

16

10 Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-

valve mask yang terhubung dengan oksigen (flow 10-12

L/menit).

Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada

kebocoran udara )dengan spuit 20 cc berisi udara

11 Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui

stetoskop pengembangan ke-2 paru, bila hanya

terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke

salah satu bronkus kempeskan cuff & tarik ET, ulangi

evaluasi (jika terdengar sama pada kedua paru, berarti

sudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat

mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di

epigastrium berarti terjadi intubasi esofagus maka

kempeskan cuff & tarik ET, ulangi pemasangan ETT.

12 Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih

dahulu, kemudian putar 180 derajat menyentuh palatum

molle

13 Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas

terdengar sama pd kedua paru kemudian Fiksasi ETT

dengan plester

F. DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. Trauma Emergency Resuscitation Perioprative

Anesthesia Surgical Management Volume 1. Informa Health care, New York 2007.

2. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Lee Synopsis of Anesthesia 12 th edition.

Butterworth Heineman, Oxford, 2000

3. Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.

FK UI, Jakarta, 2010.

4. Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 8. American College Surgeon,

1997.

5. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2011, PERKI 2011

6. ABC of Practical Procedures 1st edition, Blackwell Publishing, 2010.