PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR...

97
PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR TANPA LABEL BAHASA INDONESIA PADA BARANG DI DKI JAKARTA TAHUN 2016-2018 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: EUIS NUR ATIKAH NIM 11140480000073 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H /2019 M

Transcript of PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR...

Page 1: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK

IMPOR TANPA LABEL BAHASA INDONESIA PADA BARANG DI DKI

JAKARTA TAHUN 2016-2018

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

EUIS NUR ATIKAH

NIM 11140480000073

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H /2019 M

Page 2: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan
Page 3: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan
Page 4: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan
Page 5: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

iv

ABSTRAK

Euis Nur Atikah. NIM 11140480000073. PENGAWASAN PEMERINTAH

TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR TANPA LABEL BAHASA

INDONESIA PADA BARANG DI JAKARTA TAHUN 2016-2018. Program

Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H / 2019 M. xi + 86

halaman + 2 halaman daftar pustaka.

Permasalahan utama didalam skripsi ini adalah mengenai pengawasan

terhadap produk impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta tahun 2016-

2018 oleh Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Studi ini menjelaskan apa dan

bagaimana mengenai pengawasan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia.

Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

menggunakan pendekatan penelitian normatif empiris. Penelitian yang dilakukan

selain melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-

buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan dengan skripsi ini, peneliti

juga melakukan penelitian langsung kelapangan dengan cara observasi dan

wawancara kepada pihak yang berhubungan, yaitu Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebenarnya regulasi hukum sudah ada

yaitu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 73/M-

DAG/PER/9/2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia pada Barang. Pelaksanaan mengenai pengawasan terhadap label dalam

bahasa Indonesia pada produk impor di DKI Jakarta tahun 20016-2018 sudah

dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, namun masih banyak ditemukan

produk impor yang tidak mencantumkan labeel dalam bahasa Indonesia di DKI

Jakarta .

Kata Kunci: Label, Label Bahasa Indonesia, Produk, Produk Impor, Pengawasan

Pembimbing : Indra Rahmatullah, S.HI, M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1979-2018

Page 6: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN

PRODUK IMPOR TANPA LABEL BAHASA INDONESIA PADA BARANG

DI JAKARTA TAHUN 2016-2018”. Sholawat serta salam peneliti panjatkan

kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam, yang telah membawa

umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan

ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie,S.H.,M.H.,M.A Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan

skripsi ini.

3. Terkhusus Indra Rahmatullah, S.HI, MH Dosen Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam

memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat

berharga kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

5. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia yang telah memberikan informasi dan memberikan data

kepada peneliti.

Page 7: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

vi

6. Semua pihak yang terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Tidak ada yang bisa penulis berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali

dengan ucapan doa dan terima kasih.

Peneliti menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak terdapat kekurangan

dan perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk

perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Sekian dan

Terima kasih.

Jakarta, 29 Januari 2019

Euis Nur Atikah

Page 8: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN BIMBINGAN ............................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Perumusan

Masalah ................................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4

D. Manfaat penelitian ................................................................ 4

E. Metode Penelitian................................................................. 4

F. Sistematika Penulisan .......................................................... 7

BAB II KEWAJIBAN LABEL BAHASA INDONESIA

DIPRODUK IMPOR ................................................................ 9

A. Kerangka Konseptual ........................................................... 9

B. Kerangka Teori..................................................................... 10

C. Label Bahasa Indonesia ....................................................... 12

1. Definisi Label .................. .............................................. 12

2. Tujuan Pelabelan ........................................................... 14

3. Fungsi Pelabelan ........................................................... 14

4. Bentuk Label .................................................................. 15

D. Produk Impor ....................................................................... 16

E. Label Bahasa Indonesia Pada Produk Impor Aspek

Perlindungan Konsumen ..................................................... 24

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................... 31

Page 9: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

viii

BAB III PERAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN

KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA KEMENTERIAN

PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA ....................... 32

A. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia .............................................................. 32

1. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia ............ 32

2. Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia ........................................................................ 35

3. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa .......... 36

B. Ruang Lingkup Pengawasan Barang .................................. 38

1. Standar Nasional Indonesia (SNI) .................................. 38

2. Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/

Garansi ........................................................................... 46

3. Label Bahasa Indonesia.................................................. 52

BAB IV ANALISIS PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN

PRODUK IMPOR TANPA LABEL BAHASA

INDONESIA .............................................................................. 58

A. Pengawasan Produk Impor Tanpa Label Bahasa Indonesia

di DKI Jakarta oleh Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia............................................................... 58

B. Penegakan Hukum Produk Impor Tanpa Label Bahasa

Indonesia di DKI Jakarta oleh Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia............................................................... 76

BAB V PENUTUP .................................................................................. 83

A. Kesimpulan .......................................................................... 83

B. Rekomendasi ........................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 87

Page 10: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah terlibat dalam

aktivitas ekspor maupun impor dengan negara lain. Untuk kegiatan impor

Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1990. Kebutuhan impor barang dan jasa

di Indonesia dirasakan meningkat setelah terjadinya krisis ekonomi. Hal ini

dikarenakan banyak kebutuhan akan barang dan jasa masyarakat konsumen di

Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri, disamping

juga kualitas produk impor dipandang mempunyai kualitas tinggi.1

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi

konsumen karena kebutuhan konsumen akan produk yang diinginkan dapat

terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis

dan kualitas produk sesuai keinginan dan kemampuan konsumen. Disisi lain,

kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha

dan konsumen menjadi tidak seimbang karena produk yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin lama semakin beraneka ragam

sehingga timbul kesenjangan terhahadap kebenaran informasi suatu produk

dan daya tanggap konsumen sebagai akibat tidak dicantumkannya informasi

dengan benar dalam bahasa Indonesia.

Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai

informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen mempunyai

gambaran yang jelas pada suatu produk. Informasi ini dapat disampaikan

dengan cara, yang salah satunya adalah mencantumkan label pada kemasan.

Informasi pada label kemasan produk sangat diperlukan bagi masyarakat agar

masing-masing individu secara tepat dapat menentukan pilihan sebelum

membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Diantara berbagai informasi

1 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Jurnal

mimbar hukum, volume 21 (Desember, 2009), h. 34.

Page 11: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

2

tentang produk barang atau jasa yang diperlukan konsumen, tampaknya yang

paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari

kalangan pelaku usaha terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa

mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi lainnya.2

Salah satu kerugian yang sering diterima oleh konsumen adalah

beredarnya barang-barang yang tidak dilengkapi keterangan, informasi dan

petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan Pasal 8

Ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Huruf (j) dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi

atau memperdagangkan barang dan jasa yang tidak mencantumkan informasi

dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha juga dilarang

untuk memproduksi dan memperdagangkan barang dan jasa yang tidak

memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,

ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang

atau dibuat.

Dalam menghadapi berkembangnya ekspor dan impor di Indonesia,

produk dari luar negeri dapat keluar masuk dengan mudah sehingga apabila

pengawasan lemah maka konsumen yang akan dirugikan. Meski Indonesia

memiliki dengan semakin maraknya kesempatan untuk memasarkan berbagai

produk di pasar luar negeri dengan lebih leluasa, aspek perlindungan

konsumen di dalam negeri sendiri juga perlu diawasi secara ketat. Hal ini

diperjelas dengan semakin maraknya produk impor di Indonesia.

Peredaran produk impor tanpa label Bahasa Indonesia masih ditemukan

dan beredar dipasaran. Maka dari itu berdasarkan uraian latar belakang

masalah yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul skripsi ”Pengawasan Pemerintah Terhadap

2 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafik,

2011), h. 71.

Page 12: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

3

Peredaran Produk Impor Tanpa Label Bahasa Indonesia Pada Barang

di Jakarta Tahun 2016 – 2018”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

a. Pengawasan terhadap peredaran produk tanpa label Bahasa

Indonesia.

b. Penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk

impor tanpa label Bahasa Indonesia.

c. Meningkatnya jumlah kasus pelanggaran terhadap terhadap produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di Jakarta.

d. Identifikasi terhadap faktor penyebab masih beredarnya produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di Jakarta

2. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian kualitatif, pembatasan masalah merupakan salah

satu tahapan yang sangat menentukan walaupun sifatnya masih tentatif.

Dalam hal ini batasan masalah ini hanya dengan pada pengawasan dan

penegakan hukum. Pembahasan skripsi ini akan berpusat pada penjelasan

mengenai pengawasan produk impor tanpa label bahasa Indonesia di

Jakarta tahun 2016-2018.

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah utama adalah mengapa masih banyak produk

impor yang beredar tanpa label bahasa Indonesia, maka pertanyaan riset

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengawasan terhadap peredaran produk tanpa label

Bahasa Indonesia di Jakarta?

b. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang

mengedarkan produk impor tanpa label Bahasa Indonesia di Jakarta?

Page 13: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

4

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan apa pokok permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengawasan terhadap peredaran produk tanpa label

Bahasa Indonesia

2. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang

mengedarkan produk impor tanpa label Bahasa Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat penelitian

dari penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Melatih kemampuan untuk untuk melakukan penelitian secara ilmiah

dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut kedalam bentuk

tulisan.

b. Menerakan teori - teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan dan

menghubungkan dengan praktik di lapangan.

c. Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dibidang hukum pada

umumnya maupun dibidang hukum bisnis pada khususnya yaitu

dengan mempelajari litelatur yang ada dikombinikasikan dengan

perkembangan yang terjadi dilapangan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah masukan

bagi perkembangan hukum mengenai peredaran produk tanpa label

Bahasa Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan yang bersifat normatif empiris yang artinya

adalah penelitian yang dilakukan selain melakukan pengkajian terhadap

peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal (library research)

Page 14: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

5

yang berhubungan dengan skripsi ini, peneliti juga melakukan penelitian

langsung kelapangan dengan cara observasi dan wawancara kepada pihak

yang berhubungan, yaitu Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.3

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, Yang

dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan

makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian

sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga

bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian

dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.4

3. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier.5

a. Bahan hukum primer

Pada penulisan penulisan ini terdapat bahan hukum yang

bersifat autoritatif yang artinya memiliki otoritas yaitu bahan-bahan

hukum yang mengikat kepada masyarakat berupa bahan-bahan

hukum primer meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi

atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau putusan-

putusan hukum.6

b. Bahan hukum sekunder

3 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:

Rajawali, 1985), h.15.

4 Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 23.

5 Sedarmayanti & Syarifuddin Hidayat, Metodelogi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju,

2002), h. 108.

6 Peter Mahmud Marzuki, Penulisan Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 141

Page 15: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

6

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-

buku, surat kabar, artikel, jurnal, serta majalah yang berkaitan

dengan penanaman modal.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder berupa kamus bahasa Indonesia, kamus

ekonomi, ensiklopedia, bibiliografi, website resmi dalam internet

dan juga melakukan wawancara.

4. Sumber Data

Dalam pengerjaan penulisan ini terdapat sumber data terdiri bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier

yang telah dapat didapatkan dari peraturan terkait, penelitian, observasi,

data dan juga wawancara.

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengerjaan penulisan penulisan ini terdapat metode

pengumpulan data dalam yang terdiri bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan hukum tersier yang telah dapat didapatkan

kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan klarifikasi

menurut sumber hierarkinya.7

6. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang

dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data

penelitian. Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah Kementrian

Perdagangan.

7. Metode Analisis data

Pendekatan data utama penelitian ini adalah normatif, maka akan

dilakukan dengan analisis isi (content analisis). Teknik analisis ini

7 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 46.

Page 16: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

7

diawali dengan mengkompilasi berbagai dokumen termasuk peraturan

perundang-udangan ataupun referensi-referensi hukum pencantuman

label berbahasa Indonesia.8 Kemudian hasil riset tersebut, selanjutnya

dikaji isi (content), baik terkait kata-katanya (word), makna (meaning),

simbol, ide, tema-tema, dan berbagai pesan lainya. Langkah-langkah

yang dilakukan dalam melakukan analisis tersebut adalah pertama, semua

bahan hukum yang diperoleh melalui normatif disistematiskan dan

klarifikasikan menurut masing-masing objek bahasannya. Kedua, setelah

disistematiskan dan diklarifikasikan kemudian di lakukan eksplikasi,

yakni diuraikan dan dijelaskan sesuai objek yang diteliti berdasarkan

teori. 9

8. Teknik Penulisan

Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis

dalam skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya

ilmiah pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2017”.

F. Sistematika Penulisan

Agar dapat memberikan penjelasan menyeluruh mengenai isi skripsi ini,

oleh karena itu dibuatlah sistematika penulisan skripsi yang terangkum

sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN, Bab ini membahas mengenai Latar Belakang

Masalah, dilanjutkan dengan Identifikasi Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka

Teori dan Konseptual, Metode Penelitian, dan Rancangan

Sistematika Penulisan.

8Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayu Media,

2005), h. 302.

9 Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam

Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.

Page 17: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

8

BAB II: KEWAJIBAN LABEL BAHASA INDONESIA DI PRODUK

IMPOR, Bab ini membahas mengenai label Bahasa Indonesia,

produk impor, label Bahasa Indonesia pada produk impor dalam

aspek perlindungan konsumen.

BAB III: PERAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN

KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA KEMENTERIAN

PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Bab ini membahas

diantaranya yaitu profil, tugas dan fungsi, ruang lingkup

pengawasan barang dari Direktorat Jenderal Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia

BAB IV: ANALISIS PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN

PRODUK IMPOR TANPA LABEL BAHASA INDONESIA

bab ini menjelaskan mengenai pengawasan produk impor tanpa

label bahasa Indonesia di DKI Jakarta oleh Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia dan penegakan hukum produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta oleh

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

BAB V: PENUTUP, Bab ini yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi.

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu

penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, di

samping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap

perlu.

Page 18: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

9

BAB II

KEWAJIBAN LABEL BAHASA INDONESIA

DIPRODUK IMPOR

A. Kerangka Konseptual

1. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain atau tidak untuk diperdagangkan.

2. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan warga negara Indonesia

atau badan usaha yang berbentuk badan hukum, atau bukan badan hukum

yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum negara kesatuan

republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang

perdagangan.

3. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak

dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau

dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

4. Label adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk tulisan,

kombinasi gambar dan tulisan, atau bentuk lain yang memuat informasi

tentang barang dan keterangan pelaku usaha, serta informasi lainnya

yang disertakan pada barang, dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau

melekat pada barang, tercetak pada barang, dan atau merupakan bagian

kemasan barang.

5. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

Salah satu hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas,

dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Informasi

barang dan atau jasa yang diperlukan konsumen, tampaknya yang paling

Page 19: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

10

berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan

pelaku usaha terutama dalam bentuk iklan atau label.1

Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa

informasi verbal tentang produk atau penjualnya, label adalah tulisan,

gambar, atau kombinasi keduanya yang disertakan pada wadah atau kemasan

suatu produk dengan cara dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau dicetak

dan merupakan bagian dari kemasan tersebut. Tujuannya untuk memberikan

informasi menyeluruh dan secara utuh dari isi wadah atau kemasan produk

tersebut. Pelabelan pada kemasan produk harus dipersyaratkan sedemikian

rupa, sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau

rusak serta terletak pada bagian kemasan yang mudah untuk dilihat dan

dibaca dengan jelas.

Keberadaan label pada suatu produk sangatlah penting. Hal ini

dikarenakan label merupakan identitas dari sebuah produk. Dengan adanya

label, konsumen bisa membedakan antara produk satu dengan yang lainnya.

Selain itu, konsumen juga dapat memperoleh produk sesuai dengan yang

diinginkannya. Adanya label juga dapat menghilangkan keraguan konsumen

dalam membeli suatu produk.2

B. Kerangka Teori

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-

kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak

sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan

hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik

sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan

1Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika, Jakarta,

2011), h. 71

2 Angipora, Marinus, Dasar-Dasar Pemasaran, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002),

h. 192

Page 20: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

11

keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam

mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan

menggunakan cara proseduralyang ditetapkan oleh hukum formal.3

Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum adalah :4

1. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

ditentukan secara normatif.

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya

berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang

kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka

pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law

enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan

hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian.

2. Faktor Penegakan Hukum

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas

petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci

keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian

penegak hukum.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak

dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah

pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung

pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi

3 DellyanaShant, Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta: Liberty,1988), h.33.

4 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum (Jakarta:

Raja Grafindo Persada,,2004), h.42

Page 21: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

12

mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah

pengetahuan tentang kejahatan komputer, dalam tindak pidana khusus

yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut

karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum

siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh

polisi begitu luas dan banyak.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum

masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono

Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan

masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana

seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka

berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah

suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan

mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

C. Label Bahasa Indonesia

1. Definisi Label

Salah satu hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar,

jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.

Informasi barang dan atau jasa yang diperlukan konsumen, tampaknya

yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber

dari kalangan pelaku usaha terutama dalam bentuk iklan atau label.5

5Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h. 71

Page 22: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

13

Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa

informasi verbal tentang produk atau penjualnya, label adalah tulisan,

gambar, atau kombinasi keduanya yang disertakan pada wadah atau

kemasan suatu produk dengan cara dimasukkan ke dalam, ditempelkan

atau dicetak dan merupakan bagian dari kemasan tersebut.

Tujuannya untuk memberikan informasi menyeluruh dan secara

utuh dari isi wadah atau kemasan produk tersebut. Pelabelan pada

kemasan produk harus dipersyaratkan sedemikian rupa, sehingga tidak

mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak serta

terletak pada bagian kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca

dengan jelas.

Keberadaan label pada suatu produk sangatlah penting. Hal ini

dikarenakan label merupakan identitas dari sebuah produk. Dengan

adanya label, konsumen bisa membedakan antara produk satu dengan

yang lainnya. Selain itu, konsumen juga dapat memperoleh produk sesuai

dengan yang diinginkannya. Adanya label juga dapat menghilangkan

keraguan konsumen dalam membeli suatu produk.6

Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan

informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label biasa merupakan

bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan tanda pengenal yang

dicantumkan pada produk. Label adalah tampilan sederhana pada produk

atau gambar yang dirancang dengan rumit yang merupakan satu kesatuan

dengan kemasan. Label bisa hanya mencantumkan merek atau

informasi.7

Label merupakan keterangan yang melengkapi suatu kemasan

barang yang berisi tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat

barang tersebut, cara pengggunaan, efek samping dan sebagainya. Label

adalah identiti suatu produk, tanpa label kita tidak dapat membedakan

6 Angipora, Marinus, Dasar-Dasar Pemasaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),

h. 192

7 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran,( Jakarta: Prenhallindo, 2000), h. 477.

Page 23: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

14

antara produk yang satu produk dengan produk yang lain. Label adalah

bagian yang sangat penting dari suatu produk agar pengguna memperoleh

produk sesuai yang diharapkan dan aman selama digunakan. Beberapa

Industri besar yang memerlukan label untuk produk-produk mereka

adalah industri makanan dan minuman, obat-obatan, penjagaan diri,

kosmetik atau kecantikan, mainan, elektronik, bahan kimia (Chemical),

rumah tangga dan lain-lain.

Semua informasi tentang sebuah produk umumnya berada pada

label yang tercantum pada produk tersebut. Label dapat didefinisikan

sebagai tulisan, tag, gambar atau pengertian lain yang tertulis, dicetak,

distensil, diukir, dihias atau dicantumkan dengan cara apapun, pemberi

kesan yang terdapat pada suatu wadah atau pengemas.

2. Tujuan Pelabelan

Tujuan pelabelan adalah sebagai berikut:

a. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi kemasan tanpa

harus membuka kemasan

b. Memberi petunjuk yang tepat bagi konsumen sehingga diperoleh

fungsi produk yang optimum

c. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen

tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk

tersebut, terutama hal-hal yang tak dapat diketahui secara fisik

d. Sarana periklanan bagi produsen

e. Memberi rasa aman pada konsumen

3. Fungsi Label

Fungsi label adalah sebagai berikut:8

a. Label mengidentifikasi produk atau merek

b. Label menentukan kelas produk

c. Label menggambarkan beberapa hal mengenai produk (siapa

pembuatnya, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana

menggunakannya, dan bagaimana menggunakan secara aman)

8 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran Jilid 2, ( Jakarta: Prenhallindo, 2000), h.478.

Page 24: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

15

d. Label mempromosikan produk lewat aneka gambar yang menarik.

4. Bentuk Label

Bentuk label adalah sebagai berikut:

Tanda dengan tulisan.

a. Gambar pada kemasan makanan minuman dan barang yang lain.

b. Brosur atau selebaran yang dimasukkan kedalam wadah atau

pembungkus.

Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk

membaca label tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi

bungkusan atau wadah produk tersebut.

Pemberian label (labeling) merupakan elemen produk yang sangat

penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk

menarik para konsumen. Pemberian label dipengaruhi oleh penetapan,

yaitu: harga unit (unit princing) menyatakan harga per unit dari ukuran

standar dan tanggal kadaluarsa (open dating) menyatakan berapa lama

produk layak dikonsumsi.

Keuntungan menggunakan label yang efektif. Adapun keuntungan

penggunaan label yang efektif adalah meningkatkan penjualan,

mendorong promosi yang lebih besar, perlindungan terhadap konsumen,

perlindungan terhadap persaingan yang tidak baik dan pejalan dengan

tujuan ekonomi.

Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, di

samping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam

kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang disengaja maupun

yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur.

Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi

“rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.9

Terdapat tiga macam label yang sering digunakan oleh beberapa

perusahaan, yaitu: Brand label adalah label yang semata-mata sebagai

9 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:

Mandar Maju, 2000), h. 18.

Page 25: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

16

brand. Misalnya pada kain atau tekstil. Nama-nama tersebut digunakan

oleh semua perusahaan yang memproduksinya. Selain brand label ini,

masing–masing perusahaan juga mencantumkan merk yang dimilikinya

pada tekstil yang diproduksi., grade label adalah label yang

menunjukkan tingkat kualitas tertentu dari suatu barang. Label ini

dinyatakan dengan suatu tulisan atau kata-kata, dan descriptive label atau

juga disebut informative label merupakan label yang menggambarkan

tentang cara penggunaan, susunan, pemeliharaan, hasil kerja darisuatu

barang.10

D. Produk Impor

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu

negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan.

Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas

dari negara lain ke dalam negeri. Kegiatan impor berarti melibatkan dua

negara. Dalam hal ini bisa diwakili oleh kepentingan dua perusahaan antar

dua negara tersebut, yang berbeda dan pastinya juga peraturan serta bertindak

sebagai supplier dan satunya bertindak sebagai negara penerima.Impor barang

secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara

pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan

internasional, lawannya adalah ekspor.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan

mendefinisikan pengertian impor, ekspor dan antar pulau (barang tertentu).

Dalam Pasal 1 Angka 13 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan impor

adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Lebih lanjut

ditetapkan dalam Pasal 2 bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah

pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.11

Kewenangan pabean mengenai pengawasan dan penindakan atas barang

10

Basu Swastha, Asas-Asas Marketing, (Yogyakarta: Liberty,1984), h.142.

11 Abidin Zainal, Modul Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, (Jakarta:

Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011), h.4

Page 26: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

17

impor, barang ekspor dan barang antar pulau (barang tertentu) ditetapkan

dalam Pasal 6 Undang-undang Kepabeanan.12

Terhadap barang yang diimpor

atau diekspor berlaku segala ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

Menurut Sadono Sukino, manfaat Impor adalah sebagai berikut:13

Menjalin Persahabatan Antar Negara, memperoleh barang yang tidak dapat

diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor-faktor yang memengaruhi

perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-Faktor tersebut di

antaranya: Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain.

Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi

kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan

perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang

diwujudkan oleh spesialisasi. Dalam pengertiannya suatu negara dapat

memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh

negara lain, tapi adakalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor

barang tersebut dari luar negeri.

Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Para pengusaha tidak

menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena

mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan

turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional,

pengusaha dapat menjalankan mesin mesinnya secara maksimal, dan menjual

kelebihan produk tersebut keluar negeri.

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk

mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen

yang lebih modern. Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan

perdagangan internasional, antara lain :14

12

Purwito M. Ali, Kepabeanan dan Cukai Lalu Lintas Barang, Konsep dan Aplikasinya,

(Jakarta: Cetakan Keempat, Kajian Hukum fiscal FHUI, 2010), h. 7

13Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 24

14 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 27

Page 27: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

18

1. Faktor Alam atau Potensi Alam

2. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

3. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan

negara

4. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

5. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk

menjual produk tersebut.

6. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga

kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya

perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.

7. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

8. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari

negara lain.

9. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat

hidup sendiri.

Indonesia mengimpor 3 jenis barang yaitu barang konsumsi, barang

modal, dan barang baku penolong.15

Barang Konsumsi adalah barang-barang

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,seperti makanan,

minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Barang-barang konsumsi

merupakan barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari,seperti makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging.

bahan baku dan bahan penolong merupakan barang- barang yang diperlukan

untuk kegiatan industri.

Bahan Baku atau Bahan Penolong merupakan barang- barang yang

diperlukan untuk kegiatan industri baik sebagai bahan baku maupun bahan

pendukung, seperti kertas, bahan-bahan kimia, obat-obatan dan kendaraan

bermotor.

15

Semedi Bambang, Pengawasan Kepabeanan, (Jakarta: Widyaiswara Pusdiklat Bea dan

Cukai, 2013), h. 22

Page 28: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

19

Barang Modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti

mesin, suku cadang, komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat. Barang

Modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku

cadang, komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat. produk impor

indonesia yang berupa hasil pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang

kedelai dan buah-buahan. produk impor indonesia yang berupa hasil

peternakan antara lain daging dan susu.

Sebelum seseorang atau suatu badan usaha melakukan impor, syarat-

syarat yang harus dipenuhi adalah: Mengajukan dan mengisi formulir dengan

melampirkan copy akte pendirian perusahaan yang terlegalisir, siup, domisili

perusahaan, nomor penggunan wajib pajak (NPWP), neraca awal,

referensi bank yang bersangkutan, bukti adanya hubungan atau kontak

dengan luar negeri, penunjukan agen yang terdaftar di Deperindag dan

tanda daftar perusahaan dan Setelah data diperiksa dengan benar dan lengkap,

Kanwil Deperindag menerbitkan API (Angka Pengenal Impor).

Dokumen-Dokumen Impor adalah sebagai berikut:

1. RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut)

2. PIB (Pemberitahuan Impor Barang) adalah pemberitahuan oleh

pemberitahu atas barang yang akan diimpor berdasarkan dokumen

pelengkap Pabean sesuai prinsip self asessment.

3. Manifest merupakan dokumen yang berisi daftar cargo. Dokumen ini

berisi tentang jenis barang, merek barang, dan jumlah barang.

4. Invoice merupakan dokumen yang digunakan sebagai pernyataan tagihan

yang harus dibayar oleh customer.

5. COO (Certificat of Origin) merupakan sertifikasi asal barang, dimana

dinyatakan dalam sertifikat tersebut bahwa barang atau komoditas yang

diekspor adalah berasal dari daerah atau negara pengekspor.

6. D/O (Delivery Order) merupakan dokumen yang berfungsi sebagai surat

perintah penyerahan barang kepada pembawa surat tersebut, yang

ditujukan kepada bagian yang menyimpan barang (Bagian gudang) milik

perusahaan atau bagian gudang perusahaan lain yang memiliki konsensus

dengan perusahaan yang menerbitkan Delivery Order.

Page 29: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

20

Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor.16

Daerah pabean adalah

wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah daratan, perairan, dan

ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi

Eksklusif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang

No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di

pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu

lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat

Jendral Bea dan Cukai.

Pemberitahuan pabean adalah Pemberitahuan Impor Barang (PIB),

dibuat dengan modul importir/PPJK. Dokumen pelengkap pabean antara lain:

PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor

untuk dipakai, invoice adalah daftar barang kiriman yang dilengkapi dengan

nama, jumlah dan harga yang harus dibayar oleh pembeli, packing List adalah

dokumen yang menerangkantentang jenis, jumlah, berat dan volume

barang/komoditi dalam perdagangan internasional, dan bill of lading adalah

dokumen perjalanan barang melalui laut/dokumen pengapalan yang

menyatakan bukti penerimaan barang bukti kepemilikan barang dan bukti

adanya kontrak atau perjanjian pengangkutan.

Surat Kuasa adalah sebuah surat yang menyatakan pemberian

wewenang untuk melakukan sebuah kegiatan dari pemberi kuasa kepada

penerima kuasa yang keduanya menyertakan buktisah dengan pernyataan

disetai materai atau tanda tangan sebagai bukti.

Impor untuk dipakai, memasukkan barang ke dalam daerah pabean

dengan tujuan untuk dipakai oleh orang yang berdomisili di Indonesia dan

memasukan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh

orang yang berdomisili di Indonesia.

Pengeluaran barang impor untuk dipakai setelah diserahkan

pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuk dan PDRI, diserahkan

16

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 24

Page 30: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

21

pemberitahuan pabean dan jaminan dan diserahkan dokumen pelengkap

pabean dan jaminan.

Penjaluran, barang impor yang telah diajukan PIB dilakukan

pemeriksaan pabean secara selektif, dalam rangka pemeriksaan pabean secara

selektif inilah ditetapkan jalur pengeluaran barang, yaitu :

1. Jalur merah

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang

impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian

dokumen sebelum diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang

(SPPB).

2. Jalur hijau

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang

impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan

penelitian dokumen setelah diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran

Barang (SPPB).

3. Jalur kuning

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang

impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan

penelitian dokumen sebelum diterbitkannya Surat Persetujuan

Pengeluaran Barang (SPPB).

4. Jalur prioritas

Adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang

impor yang tidak dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen,

setelah ada penetapan dari Pemerintah terhadap importir jalur prioritas

tersebut.

5. Kriteria Penjaluran

Arus barang impor yang masuk ke Indonesia dan melalui Kantor

Bea dan Cukai, kemudian akan didistribusikan sesuai klasifikasi dan

identifikasi barang impor. Setiap penjaluran penanganan barang impor

yang masuk memiliki kriteria masing-masing, berikut penjelasannya:

Page 31: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

22

Kriteria jalur kuning adalah Importir yang beresiko tinggi yang

mengimpor komoditi beresiko rendah, artinya importir tersebut belum terlalu

dikenal kejujurannya oleh aparat Bea dan Cukai. Lazimnya, mereka adalah

importir pemula atau importir yang pernah melakukan illegal activities dan

masuk dalam daftar hitam dan Importir yang beresiko menengah yang

mengimpor komoditi beresiko menengah.

Kriteria jalur hijau adalah importir yang berisiko menengah yang

mengimpor komoditi beresiko rendah dan importir yang beresiko rendah yang

mengimpor komoditi beresiko rendah atau menengah.

Kriteria jalur prioritas adalah importir yang ditetapkan oleh Pemerintah

sebagai importir jalur prioritas dan barang impor yang terkena pemeriksaan

acak.

Kriteria jalur merah adalah orang atau perusahaan yang memasukkan

barang-barang dari luar negeri atau mengimpor barang untuk pertama

kalinya, importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi adalah importir

yang tingkat pelanggarannya tinggi atau importir yang telah banyak

melakukan pelanggaran ketentuan pabean, barang impor sementara adalah

barang yang di impor untuk sementara waktu yang selanjutnya akan diekspor

kembali, barang re-impor adalah barang ekspor yang karena sebab tertentu

diimpor kembali karena terkena pemeriksaan acak, barang impor tertentu

yang ditetapkan pemerintah dan barang impor yang termasuk dalam komoditi

berisiko tinggi dan berasal dari negara yang berisiko tinggi.

Instansi – Instansi terkait dalam impor dalam melaksanakan kegiatan

pengurusan dokumen impor selalu berhubungan dengan instansi-instansi

pemerintah maupun swasta. Adapun instansi-instansi tersebut antara lain:17

a. Perusahaan Pelayaran

Adalah suatu perusahaan yang menitik beratkan pada usaha

pelayaran yaitu menjual jasa angkutan laut bagi siapa saja yang

membutuhkan dengan mengoperasikan kapal-kapal yang dimilikinya.

17

MS, Amir, Ekspor-Impor Teori dan Penerapannya, (Jakarta, PT. Binaman Pressindo

PPM, 2003), h.45.

Page 32: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

23

b. EMKL

Adalah suatu badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas,

yang melakukan usahanya pada kegiatan pengurusan dokumen dan

pekerjaan yang menyangkut menerima / menyerahkan muatan yang

diangkut melalui lautan, untuk diserahkan kepada / diterima dari

perusahaan pelayaran untuk kepentingan pemilik barang.

c. Bank Devisa

Adalah instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam

jasa perbankan nasional dan internasional.

d. Direktorat Jendral Bea dan Cukai

Adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi pemerintahan

tentang pembinaan, pengaturan, dan pengawasan arus lalu lintas barang

yang keluar masuk daerah pabean dan pemungutan bea masuk.

e. PT. PELINDO

Adalah suatu instansi dibawah pengawasan Menteri Perhubungan

yang berbentuk persero yang mengelola asset pelabuhan yang dapat

dimanfaatkan oleh pengguna jasa pelabuhan. Aset itu meliputi : kolam

pelabuhan, dermaga, gudang penempatan , dll.

f. Administrator Pelabuhan ( ADPEL )

Adalah kepala organik dilingkungan Departemen Perhubungan

melaksanakan tugas pelabuhan dan mengkoordinasikan instansi

pemerintah lainnya, unit kerja dan badan usaha milik negara untuk

kelancaran tugas kepelabuhan yang diusahakan badan usaha pelabuhan.

g. Perusahaan Asuransi

Adalah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa asuransi

untuk mengasuransikan barang-barang yang dikirim baik impor maupun

ekspor.

h. Perusahaan Pengangkutan

Adalah perusahaan yang menawarkan jasa dibidang angkutan darat.

i. Perusahaan Depo Kontainer

Adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan lapangan

penumpukan dan container kosong.

Page 33: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

24

Biaya – biaya yang timbul dalam kegiatan impor antara lain: biaya

pabean Bea Masuk, Cukai dan PDRI. Biaya pelayaran meliputi, biaya THC

(Terminal Handling Charge) yaitu biaya yang timbul atas penanganan

muatan dipelabuhan muat (Port of Loading) dan biaya tebus D/O, Adm.D/O,

dan Doc. Fee yaitu biaya yang dibebankan oleh Pelayaran atas pengambilan

D/O. Biaya Pelabuhan meliputi biaya penumpukan dan lift on full, yang

besarnya dapat dihitung masa I yaitu hari pertama sampai ke lima dihitung

satu hari besarnya sesuai tarif dasar dan masa II yaitu hari keenam sampai

kesepuluh dihitung lima hari besarnya dua kali tarif dasar. Dan yang terakhir,

biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan EMKL meliputi biaya

angkutan darat, biaya empty container, dan biaya non kwitansi yang tetap

dihitung dalam laporan keuangan.

E. Label Bahasa Indonesia Pada Produk Impor Dalam Aspek Perlindungan

Konsumen.

Label memiliki kegunaan untuk memberikan infomasi yang benar, jelas

dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang

diperlukan mengenai barang yang diperdagangkan. Dengan adanya label

konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai

kuantitas, isi, kualitas mengenai barang dan jasa beredar dan dapat

menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa.

Label bisa berupa gantungan sederhana yang ditempelkan pada produk atau

gambar yang direncanakan secara rumit dan menjadi bagian kemasan. Label

bisa membawa nama merek saja, atau sejumlah besar informasi. Bahkan jika

penjual memilih label sederhana, hukum mensyaratkan lebih banyak.

Salah satu hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas,

dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Informasi

barang dan atau jasa yang diperlukan konsumen, tampaknya yang paling

berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan

pelaku usaha terutama dalam bentuk iklan atau label.18

18

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h. 71.

Page 34: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

25

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan

barang dan atau jasa sebagaimana diatur oleh Pasal 8 Ayat (1) huruf i UUPK,

yaitu tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha serta

keterangan lain untuk penggunaan yang menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pencantuman label suatu produk kosmetik

merupakan suatu keharusan bagi pelaku usaha, dengan tujuan agar hak

konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi suatu

produk kosmetik dapat tercapai. Sehingga tidak menimbulkan keraguan bagi

konsumen pada saat membeli dan menggunakannya. Selain itu, larangan

tersebut dimaksudkan untuk mengupayakan agar barang dan atau jasa yang

beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain, asal

usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket,

iklan, dan lain sebagainya.19

Keberadaan Undang – Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana yang diamanatkan

dalam Pasal 1 Angka 1 merupakan upaya untuk menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen yang

merasa dilanggar hak-haknya oleh pelaku usaha telah mempunyai kepastian

hukum untuk menuntut hak-haknya. Adapun hak-hak konsumen adalah

sebagai berikut:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan atau jasa

2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan

atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan atau jasa

19

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:

Mandar Maju, 2000), h. 18.

Page 35: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

26

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya

Bagi konsumen, label mempunyai peranan yang sangat penting,

setidaknya ada tiga hal pokok yang mendasarinya yaitu20

Informasi yang

dibutuhkan sebagai pertimbangan untuk membeli atau tidak produk tertentu,

dengan pengetahuan tersebut, konsumen dapat menentukan, memilih satu

produk atas produk sejenis lainnya,dan dengan informasi yang benar dan

lengkap, konsumen juga dapat terhindar dari kemungkinan gangguan

keamanan dan keselamatan konsumsinya, bila produksi bersangkutan tidak

cocok untuk dirinya atau mengandung suatu zat yang membahayakan.

Undang - Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) menetapkan tujuan untuk melindungi kepentingan

konsumen dari dampak buruk pemakaian barang dan jasa. Pelaku usaha

dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa

yang:21

1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan

20

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2006), h. 3.

21 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h.71.

Page 36: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

27

2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut

3. Tidak sesuai dengan ukuran takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya

4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan

atau jasa tersebut

5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan komposisi, proses pengolahan,

gaya, model atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut

6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan

iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut

7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu

8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara

9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan

harus dipasang atau dibuat

10. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam

bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku larangan-larangan tersebut dimaksudkan untuk mengupayakan

agar barang dan jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang

layak edar, antara lain asal usul, kualitas sesuai dengan informasi

pengusaha baik melalui label, etiket, iklan, dan lain sebagainya.

Pencantuman label pada barang pengaturannya dikeluarkan oleh

Menteri Perdagangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman

Label dalam Bahasa Indonesia pada Barang. Setiap pelaku usaha yang

Page 37: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

28

memasarkan produk barang impor wajib untuk mencantumkan label bahasa

Indonesia pada produk nya yang dipasarkan di pasar Indonesia. Bagi pelaku

usaha yang melanggar ketentuan dengan tidak mencantumkan label bahasa

Indonesia maka akan dikenakan sanksi administratuf berupa pencabutan

perijinan di bidang perdagangan dan atau pencabutan izin usaha lainnya oleh

pejabat berwenang.

Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk

diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib mencantumkan label dalam

bahasa Indonesia yang dijelaskan di dalam pasal 2 ayat (1) dijelaskan dalam

pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam

Bahasa Indonesia pada Barang dilakukan oleh Produsen untuk barang

produksi dalam negeri dan Importir untuk barang asal Impor

Daftar jenis Barang yang diproduksi atau diimpor untuk dipedagangkan

di pasar dalam negeri yang dijelaskan di dalam Pasal 2 Ayat (3) Peraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015

Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia terdiri dari:

1. Barang elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan

informatika

2. Barang bahan bangunan

3. Barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya)

4. Barang tekstil dan produk tekstil

5. Barang lainnya

Ketentuan kewajiban pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban

Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia, tidak berlaku untuk barang

curah yang dikemas dan diperdagangkan secara langsung dihadapan

konsumen dan arang yang diproduksi pelaku usaha mikro dan pelaku usaha

kecil

Page 38: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

29

Label dalam bahasa Indonesia paling sedikit menggunakan bahasa

Indonesia yang jelas, mudah dibaca, dan mudah dimengerti. Penggunaan

bahasa, angka, dan huruf selain bahasa Indonesia, angka arab dan huruf latin

dapat digunakan jika tidak ada atau tidak dapat diciptakan padanannya.

Pencantuman label dalam bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam

Bahasa Indonesia pada Barang dapat berupa:

1. Embos atau tercetak

2. Ditempel atau melekat secara utuh

3. Disertakanatau dimaksukkan ke dalam barang dan kemasan.

4. Keterangan atau penjelasan label dalam bahasa Indonesia pada barang

dan kemasan yang terkait dengan keselamatan, kemanan, dan kesehatan

konsumen serta lingkungan hidup, harus memuat cara penggunaan dan

simbol bahaya dan tanda peringatan yang jelas dan mudah dimengerti.

Besarnya label yang ditempel atau melekat secara utuh sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) Huruf b disesuaikan dengan ukuran

barang atau kemasan secara proporsional. label sebagaimana dimaksud pada

pasal 4 Ayat (1) Huruf b rusak jika dapat dilepas dari barang atau kemasan.

Keterangan atau penjelasan label dalam Bahasa Indonesia pada barang

atau kemasan yang terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan

konsumen serta lingkungan hidup, yang dijelaskan di dalam Pasal 5 ayat (1)

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 73/M-

DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia harus memuat cara penggunaan dan simbol bahaya atau tanda

peringatan yang jelas dan mudah dimengerti

Selain keterangan atau penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

Ayat (1), pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan atau penjelasan yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan. Untuk

barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, pencantuman Label dalam

Bahasa indonesia mengikuti penandaan yang ditetapkan dalam SNI

Page 39: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

30

Keterangan mengenai identitas pelaku usaha pada label untuk barang

dijelaskan di dalam Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban

Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia paling sedikit memuat nama dan

alamat produsen untuk barang produksi dalam negeri, nama dan alamat

importir untuk barang asal impor dan nama dan alamat pedagang pengumpul

jika memperoleh dan memperdagangkan barang hasil produksi pelaku usaha

mikro dan pelaku usaha kecil

Di dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label

dalam Bahasa Indonesia Pelaku usaha dilarang mencantumkan Label dalam

Bahasa Indonesia yang memuat informasi secara tidak lengkap dan tidak

benar atau menyesatkan konsumen

Produsen, importir, atau pedagang pengumpul yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 wajib menarik barang dari

peredaran dan dilarang memperdagangkan barang yang dimaksud.

Pembinaan dan pengawasan pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia dilakukan oleh menteri Menteri mendelegasikan pembinaan dan

pengawasan sebagaimana yang dimaksud kepada Direktur Jenderal yang

menangani bidang perlindungan konsumen. Pelaksanaan pembinaan dapat

dilakukan oleh Direktur Jenderal yang menangani bidang perlindungan

konsumen secara sendiri atau bersama-sama dengan instansi teknis terkait di

pusat atau di daerah. Pembinaan dilakukan terhadap barang yang beredar

dipasar dan di tempat penyimpanan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai pengawasan barang.

Pada Pasal 13 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label

dalam Bahasa Indonesia produsen, importir, dan pedagang pengumpul yang

melanggar ketentuan dikenakan sanksi administratif berupa Pencabutan

perizinan dibidang perdagangan dan pencabutan izin usaha lainnya oleh

pejabat berwenang

Page 40: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

31

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam pembuatan proposal skripsi ini peneliti menjumpai berbagai

penelitian yang juga membahas dibidang perlindungan konsumen yang

terutama menyangkut perlindungan hukum yang terutama menyangkut

perlindungan konsumen terhadap produk impor tanpa mencantumkan label

bahasa Indonesia, diantaranya sebagai berikut:

1. Skripsi

Yuli Mega Anggraeni, Universitas Jenderal Soedirman, 2015, Judul

Skripsi “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Produk Pangan Impor

Yang Tidak Mencantumkan Label Berbahasa Indonesia Di Kabupaten

Banyumas”, dalam skripsi ini lebih membahas mengenai lebih dalam

terhadap perlindugan terhadap konsumen terhadap produk pangan impor

tanpa label Bahasa Indonesia di Kabupaten Banyumas, sedangkan

perbedaan dengan skripsi ini adalah lebih membahas pengawasan terhadap

peredaran produk tanpa label Bahasa Indonesia.

2. Buku

Happy Susanto Judul “Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan” Tahun 2008,

dalam buku ini lebih membahas mengenai panduan praktis dan peta hak

konsumen yang hanya membahas ke perlindungan konsumen saja,

sedangkan perbedaan skripsi ini lebih membahas mengenai pengawasan

terhadap peredaran produk tanpa label Bahasa Indonesia.

3. Jurnal

Ni Putu Lisna Y dan I gede Putra A, Judul “Tanggung Jawab Pelaku

Usaha Terhadap Produk Impor Yang Tidak Berlabel Bahasa Indonesia

Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen” Tahun 2014, dalam Jurnal ini lebih membahas

bagaimana tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap produk impor yang

tidak berlabel Bahasa Indonesia, sedangkan perbedaan dengan skripsi ini

membahas mengenai pengawasan terhadap peredaran produk tanpa label

Bahasa Indonesia.

Page 41: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

32

BAB III

PERAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN

DAN TERTIB NIAGA KEMENTERIAN PERDAGANGAN

REPUBLIK INDONESIA

A. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga

1. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (disingkat

Kemendag) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang

membidangi urusan perdagangan. Kementerian Perdagangan dipimpin

oleh seorang Menteri Perdagangan (Mendag) yang sejak tanggal 27 Juli

2016 dijabat oleh Enggartiasto Lukita.

a. Visi dan Misi Kementerian Perdagangan RI

Visi Kementerian Perdagangan RI adalah “Perdagangan

sebagai sektor penggerak, pertumbuhan dan daya saing ekonomi

serta pencipta kemakmuran rakyat yang berkeadilan”.

Misi Kementerian Perdagangan RI adalah untuk mewujudkan

visi pembangunan Kementerian Perdagangan RI tersebut, maka misi

yang diemban adalah:

1) Meningkatkan kinerja ekspor non-migas secara berkualitas.

2) Menguatkan pasar dalam negeri.

3) Menjaga ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan

distribusi nasional

b. Tugas dan Fungsi Kementerian Perdagangan RI

Kementerian Perdagangan RI mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan di bidang perdagangan dalam

pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan

pemerintahan Negara.

Dalam melaksanakan fungsi Kementerian Perdagangan

menyelenggarakan fungsi:

Page 42: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

33

1) Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penguatan dan

pengembangan perdagangan dalam negeri, pemberdayaan

konsumen, standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu

barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau

jasa di pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan,

peningkatan dan fasilitasi ekspor barang nonmigas yang bernilai

tambah dan jasa, pengendalian, pengelolaan dan fasilitasi impor

serta pengamanan perdagangan, peningkatan akses pasar barang

dan jasa di forum internasional, promosi, pengembangan dan

peningkatan produk, pasar ekspor serta pelaku ekspor, serta

pengembangan, pembinaan dan pengawasan di bidang

perdagangan berjangka komoditi, sistem resi gudang dan pasar

lelang komoditas

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan

perdagangan dalam negeri, pemberdayaan konsumen,

standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib

ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa di pasar,

serta pengawasan kegiatan perdagangan, peningkatan dan

fasilitasi ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa,

pengendalian, pengelolaan dan fasilitasi impor serta

pengamanan perdagangan, peningkatan akses pasar barang dan

jasa di forum internasional, promosi, pengembangan dan

peningkatan produk, pasar ekspor serta pelaku ekspor, serta

pengembangan, pembinaan dan pengawasan di bidang

perdagangan berjangka komoditi, sistem resi gudang dan pasar

lelang komoditas

3) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan

kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan perdagangan

dalam negeri, pemberdayaan konsumen, standardisasi

perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan

pengawasan barang beredar atau jasa di pasar, serta pengawasan

Page 43: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

34

kegiatan perdagangan, peningkatan dan fasilitasi ekspor barang

nonmigas yang bernilai tambah dan jasa, pengendalian,

pengelolaan dan fasilitasi impor serta pengamanan perdagangan,

promosi, pengembangan dan peningkatan produk, pasar ekspor

serta pelaku ekspor, serta pengembangan, pembinaan dan

pengawasan di bidang sistem resi gudang dan pasar lelang

komoditas

4) Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan di bidang

perdagangan

5) Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh

unsur organisasi di lingkungan Kementerian Perdagangan

6) Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan

Kementerian Perdagangan

7) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi

tanggung jawab Kementerian Perdagangan

8) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Perdagangan.

c. Struktur Organisasi Kementerian Perdagangan RI

1) Staf Ahli Menteri

2) Sekretariat Jenderal

3) Inspektorat Jenderal

4) Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri

5) Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri

6) Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional

7) Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional

8) Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

9) Badan Pengkajian dan Pengemban Perdagangan

10) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.

Page 44: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

35

2. Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia

Bahwa Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga (disingkat DJPKTN) merupakan bagian dari Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga (DJPKTN) dijabat oleh Veri Anggriono

Sutiarto.

a. Tugas Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga:

Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di

bidang pemberdayaan konsumen,standardisasi perdagangan dan

pengendalian mutu barang,tertib ukur, dan pengawasan barang

beredar dan/atau jasadi pasar, serta pengawasan kegiatan

perdagangan.

b. Fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga :

1) Perumusan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen,

standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib

ukur, pengawasan barang beredar dan/atau jasa di pasar, serta

pengawasan kegiatan perdagangan

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen,

standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib

ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa di pasar,

serta pengawasan kegiatan perdagangan

3) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria dibidang

pemberdayaan konsumen, standardisasi perdagangan dan

pengendalian mutu barang, tertib ukur, pengawasan barang

beredar dan/atau jasa

4) Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di

bidang pemberdayaan konsumen, standardisasi perdagangan dan

pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan pengawasan barang

Page 45: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

36

beredar dan/atau jasa di pasar, serta pengawasan kegiatan

perdagangan

5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pemberdayaan

konsumen, standardisasi perdagangan dan pengendalian mutu

barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau

jasa di pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan

6) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga; dan

7) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

c. Struktur Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga

1) Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan

Tertib Niaga

2) Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu

3) Direktorat Pemberdayaan Konsumen

4) Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

5) Direktorat Metrologi

6) Pusat Pengawasan Mutu Barang

7) Direktorat Tertib Niaga

3. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

Bahwa berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku

untuk mengawasi terkait dengan label bahasa Indonesia pada produk

impor, pemerintah telah membentuk sebuah Direktorat khusus untuk

menangani hal tersebut yaitu Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan

Jasa. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa ini merupakan

bagian dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib

Niaga (DJPKTN). Direktorat Jenderal Pengawasan Barang Beredar dan

Jasa dijabat oleh Ojak Simon Manurung.

a. Tugas Direktorat Jenderal Pengawasan Barang Beredar dan Jasa:

Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian

Page 46: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

37

bimbingan teknis dan supervisi, serta evaluasi dan pelaporan di

bidang pengawasan barang beredar dan jasa.

b. Fungsi Direktorat Jenderal Pengawasan Barang Beredar dan Jasa:

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk

logam, mesin dan elektronika, pengawasan produk hasil

pertanian, kimia dan aneka, pengawasan jasa, analisa kasus

perlindungan konsumen dan bimbingan operasional Petugas

Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK), serta penegakan

hukum perlindungan konsumen

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk

logam, mesin dan elektronika, pengawasan produk hasil

pertanian, kimia dan aneka, pengawasan jasa, analisa kasus

perlindungan konsumen dan bimbingan operasional Petugas

Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri

SipilPerlindungan Konsumen (PPNS-PK) dan penegakan hukum

perlindungan konsumen

3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di

bidang pengawasan produk logam, mesin dan elektronika,

pengawasan produk hasil pertanian, kimia dan aneka,

pengawasan jasa, analisa kasus perlindungan konsumen dan

bimbingan operasional Petugas Pengawas Barang dan Jasa

(PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil-Perlindungan

Konsumen (PPNS-PK), serta penegakan hukum perlindungan

konsumen

4) Penyiapan pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan

supervisi di bidang pengawasan produk logam, mesin dan

elektronika, pengawasan produk hasil pertanian, kimia dan

aneka, pengawasan jasa, bimbingan operasional Petugas

Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri

Page 47: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

38

Sipil-Perlindungan Konsumen (PPNS-PK), serta penegakan

hukum perlindungan konsumen

5) Penyiapan evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan produk

logam, mesin dan elektronika, pengawasan produk hasil

pertanian, kimia dan aneka, pengawasan jasa, bimbingan

operasional Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-

PK), serta penegakan hukum perlindungan konsumen.

B. Ruang Lingkup Pengawasan Barang

Berdasarkan kebijakan pengawasan barang beredar bahwa ruang lingkup

pengawasan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga

dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Standar Nasional Indonesia (SNI)

a. Standar

Standar sebenarnya telah menjadi bagian dari kehidupan kita

sehari-hari meskipun seringkali kita tak menyadarinya, tanpa juga

pernah memikirkan bagaimana standar tersebut diciptakan ataupun

manfaat yang dapat diperoleh.

Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat

merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”.

Istilah “norme” dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk

dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis atau standar

pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah standar

tersebut, maka istilah “standard” diberi makna sebagai “norme”,

sedangkan “etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai

“measurement standard”.1

Standar pada hakikatnya adalah spesifikasi teknis yang

ditetapkan oleh pihak yang berkepentingan, Pengertian Standar

1 Purwanggono Bambang,Pengantar Standarisasi, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional,

2009), h.12.

Page 48: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

39

menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional adalah

spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara

dan metode yang disusun berdasarkan consensus semua pihak yang

terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,

kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini, dan masa

yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-

besarnya.

Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan

termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus

semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat

keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman,

perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk

memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya.

b. Standarisasi

Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan,

menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan

mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama

dengan semua pemangku kepentingan.2

Di dalam Pasal 1 Angka (1) Undang - Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan

Penilaian Kesesuaian, L.N.R.I Tahun 2014 Nomor 216 (selanjutnya

disingkat dengan UUSPK) Standardisasi dilaksanakan berdasarkan

asas:

1) Manfaat

2) Konsensus dan tidak memihak,

3) Transparansi dan keterbukaan,

2 Tim Penyusun, Pengantar Standarisasi, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009),

h.10.

Page 49: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

40

4) Efektif dan relevan,

5) Koheren,

6) Dimensi pembangunan nasional, dan

7) Kompeten dan tertelusur.

Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian,

standardisasi bertujuan untuk:

1) Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing

nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam

perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha,

serta kemampuan inovasi teknologi.

2) Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha,

tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari

aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian

fungsi lingkungan hidup, dan

3) Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi

perdagangan barang dan/ atau jasa di dalam negeri dan luar

negeri.

Standardisasi memberikan manfaat secara umum bagi

masyarakat, dalam hal:3

1) Memperlancar transaksi arus barang dan jasa dalam

perdagangan domestik maupun internasional. Selain itu, berguna

untuk menghilangkan hambatan teknis dalam perdagangan

melalui harmonisasi standar.

2) Membantu mempercepat desiminasi sistem manajemen,

teknologi dan inovasi.

3) Meningkatkan daya saing bisnis dengan fokus terhadap mutu,

keamanan, keselamatan, kesehatan dan pelestarian lingkungan.

4) Memfasilitasi penilaian dan pembuktian kesesuaian.

3 Tim Penyusun, Pengantar Standarisasi, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009),

h.14.

Page 50: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

41

5) Optimalisasi infrastruktur standardisasi.

c. Standar Nasional Indonesia

Standar Nasional Indonesia adalah dokumen berisi ketentuan

teknis dari suatu kegiatan yang hasilnya dirumuskan secara

konsensus (untuk menjamin agar suatu standar merupakan

kesepakatan pihak yang berkepentingan) dan ditetapkan (berlaku di

seluruh wilayah nasional) oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN)

untuk dipergunakan oleh seluruh pemangku kepentingan dengan

tujuan untuk mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari

konteks keperluan tertentu. SNI saat ini diusahakan agar menjadi

standar nasional yang efektif (harus setara dengan Standar

Internasional) untuk memperkuat daya saing nasional, meningkatkan

keamanan produk, transparansi dan efisiensi pasar, sekaligus

melindungi (keamanan produk), keselamatan konsumen, kesehatan

masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan hidup.4

Pada prinsipnya standar dilakukan secara sukarela khususnya

dipergunakan oleh produsen sebagai acuan dalam pengendalian mutu

internal atau untuk kepentingan promosi bahwa produk terkait

memiliki kualitas yang baik atau terjamin. Penerapan dan

pemberlakuan SNI secara wajib terhadap produk apabila dipandang

bahwa produk menyangkut dengan keselamatan, keamanan,

kesehatan dan kelestarian lingkungan.5 Sesuai dengan keperluan dan

kepentingan nasional melalui regulasi teknis, SNI dapat diterapkan

secara wajib. Standar terkait dengan kesehatan, keamanan,

keselamatan, kepentingan perkembangan ekonomi nasional dan

kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka standar dapat diacu dalam

suatu regulasi teknis yang selanjutnya pemenuhannya bersifat wajib

(mandatory).

4 Tim Penyusun, Pengantar Standarisasi, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009),

h.70.

5 Tim Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, “Analisis Pengembangan SNI Dalam

Rangka Pengawasan Barang Beredar”, h.8

Page 51: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

42

Pemberlakuan SNI secara wajib perlu dilakukan secara hati-

hati untuk menghindari sejumlah dampak yang menghambat

persaingan sehat, menghambat inovasi dan menghambat

perkembangan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang

perlu didukung oleh pengawasan pasar baik pengawasan pra-pasar

dan pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi atau mengkoreksi

produk yang tidak memenuhi SNI tersebut.6

Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan daya saing,

pemerintah telah menetapkan tujuan dari pengembangan

standardisasi nasional tahun 2015-2025 yaitu ”Mewujudkan Sistem

Standardisasi Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing dan

Kualitas Hidup Bangsa”, yang diarahkan antara lain terwujudnya

sistem standardisasi nasional untuk melindungi keselamatan,

keamanan, dan kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan

hidup. Untuk mewujudkannya, terdapat 5 sasaran pokok yaitu:7

1) Tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menetapkan

persyaratan minimal bagi produk, proses, sistem maupun aspek

lain yang berpotensi membahayakan keselamatan, keamanan

dan kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.

2) Diterapkannya good regulatory practice dalam regulasi teknis

berbasis SNI dengan skema yang tepat dan didukung oleh

pengawasan dan penegakan hukum yang adil dan konsisten.

3) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari

laboratorium, lembaga inspeksi, dan lembaga sertifikasi untuk

memfasilitasi produk, proses, sistem maupun aspek lain yang

dihasilkan oleh pelaku usaha nasional untuk memenuhi

persyaratan regulasi teknis berbasis SNI.

6 Tim Penyusun, Pengantar Standarisasi, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009),

h.34-35

7 Tim Penyusun Departemen Luar Negeri, “Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN

(ASEAN Economic Blue Print)”, h.16

Page 52: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

43

4) Termanfaatkannya saling pengakuan regional dan internasional

antar lembaga badan akreditasi dan antar lembaga penilaian

kesesuaian untuk mencegah masuknya produk impor yang

berpotensi membahayakan keselamatan, keamanan, dan

kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.

5) Tersedianya Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU), bahan

acuan bersertifikat, dan laboratorium kalibrasi untuk mendukung

kegiatan produksi dan kegiatan penilaian kesesuaian yang

diperlukan untuk penerapan regulasi teknis berbasis SNI.

6) Meningkatnya kesadaran pelaku usaha untuk mematuhi regulasi

teknis berbasis SNI dan kesadaran konsumen untuk memilih

produk bertanda SNI untuk menjamin keselamatan, keamanan

dan kesehatannya serta menjaga kelestarian lingkungan

hidupnya.

Berdasarkan hal tersebut, secara umum standardisasi nasional

memiliki peranan yang sangat penting untuk memastikan produk

yang dapat melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan

segenap bangsa, dan perlindungan kelestarian lingkungan di seluruh

wilayah tanah air, serta untuk memastikan daya saing produk yang

diperlukan untuk membentuk kepercayaan di pasar domestik

maupun pasar global.8

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan,

mengatur bahwa SNI atau standar lain yang diakui yang belum

diberlakukan secara wajib dapat diberlakukan berdasarkan atas

kriteria keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.

Produsen atau importir yang memperdagangan barang yang terkait

dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup

wajib: a.mendaftarkan barang yang diperdagangkan kepada menteri;

dan b.mencantumkan nomor tanda pendaftaran pada barang dan

kemasannya.

8 Tim Penyusun Departemen Luar Negeri, “Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN

(ASEAN Economic Blue Print)”, h.16

Page 53: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

44

Pengawasan SNI diatur pelaksanaannya dalam Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/9/2015 Tentang

Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib

Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, bahwa

pengawasan SNI secara wajib terhadap barang yang diperdagangkan

dilakukan baik terhadap barang produksi dalam negeri maupun

impor, yang dilakukan melalui pengawasan pra pasar dan di pasar.

Untuk itu, pemerintah menetapkan Program Pengembangan

Standardisasi Nasional yang difokuskan untuk memantapkan peran

Standardisasi Nasional dalam hal untuk:9

1) Melindungi kepentingan publik dan lingkungan

2) Meningkatkan kepercayaan terhadap produk nasional di pasar

domestik, dan

3) Membuka akses produk nasional di pasar global.

Prosedur perjanjian penerapan SNI terhadap barang dan jasa

produk dalam negeri maupun impor adalah sebagai berikut :

1) Penerapan SNI terhadap barang dan jasa produksi dalam negeri

a) Manurut Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

72/M-DAG/PER/9/2015 Tentang Standardisasi Jasa Bidang

Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang

dan jasa yang diperdagangkan Pengawasan pra pasar

terhadap barang produksi dalam negeri yang

diperdagangkan, dikecualikan terhadap pangan olahan, obat,

kosmetik, dan alat kesehatan, dilakukan melalui Nomor

Registrasi Produk (NRP) yang diterbitkan oleh Direktur

Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Pengawasan

dan Mutu Barang.

b) Salah satu syarat untuk memperoleh NRP adalah adanya

sertifikasi kesesuaian (SPPT SNI) yang dikeluarkan oleh

9 Eddy Herjanto, “Standardisasi: Peran Dan Perkembangannya Dalam Memfasilitasi

Perdagangan Di Indonesia”, h.7

Page 54: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

45

Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam hal ini Lembaga

Sertifikasi Produk (LS Pro).

c) Pasal 9 jo Pasal 8 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor

86 Tahun 2009 tentang Standar Nasional Indonesia di

Bidang Industri Produsen yang memproduksi barang dan

jasa wajib memiliki SPPT ANI yang diterbitkan oleh LS

Pro dan wajib membubuhkan tanda SNI pada setiap barang,

kemasan dan atau label pada hasil produksinya, sedangkan

yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pembubuhan

wajib disertakan salinan SPPT SNI.

2) Penerapan SNI terhadap barang dan jasa berasal dari impor

menurut Pasal 9 Ayat 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

72 Tahun 2015:

a) Pengawasan pra pasar terhadap barang impor dilakukan

melalui Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang didalamnya

terdapat Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang diterbitkan

oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur

Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang.

b) Barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib dan akan

memasuki daerah pabean untuk memperoleh NPB wajib

dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian yang diterbitkan

oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang telah

terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

c) Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang belum

diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai

dengan ruang lingkupnya, apabilan ditunjuk oleh Pimpinan

Instansi Teknis sesuai ketentuan yang berlaku, dapat

melakukan Penilaian Kesesuaian.

d) LPK dari luar negeri dapat melakukan penilaian kesesuaian

terhadap barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib,

apabila terakreditasi oleh KAN atau Badan Akreditasi di

Page 55: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

46

negara yang bersangkutan yang memiliki perjanjian saling

pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) dengan

KAN.

e) Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib berada di

Kawasan Pabean tidak dapat memasuki Daerah Pabean

apabila tidak dilengkapi dengan SPB.

f) Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib berada di

Kawasan Pabean wajib di re-ekspor atau dimusnahkan oleh

Pelaku Usaha apabila permohonan SPB ditolak atau tidak

memiliki Sertifikat Kesesuaian.

2. Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan / Garansi

Dalam era Globalisasi manusia berkembang sangat dinamis, oleh

karenanya ilmu pengetahuan dan teknologi pun berkembang sangat pesat.

Sehingga orang sekarang lebih banyak menggunakan teknologi didalam

kehidupan sehari-harinya. Seperti mengugunakan motor atau mobil

menuju tempat tujuan tidak lagi berjalan kaki, menggunakan mesin cuci

untuk mencuci pakiannya, komputer atau laptop serta handphone untuk

berhubungan dengan orang yang jaraknya jauh dan untuk mengetahui

perkembangan dunia. Manusia sudah sangat jarang menggunakan sesuatu

yang manual dengan kemampuan sendiri, manusia lebih menyukai yang

otomatis atau yang praktis digunakan. Manusia dewasa ini hidup

dikelilingi dan sangat bergantung pada produk elektronik.

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk

Penggunaan Manual Dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam

Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan Elektronika menyebutkan

bahwa “Produk elektronika adalah produk-produk elektronika konsumsi

yang dipergunakan di dalam kehidupan rumah tangga.”

Ketika membeli produk elektronik, manusia sebagai konsumen akan

mendapatkan kartu garansi. Pada Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009

Page 56: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

47

tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan Manual) Dan Kartu

Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk

Telematika Dan Elektronika menyatakan bahwa “Kartu jaminan/garansi

purna jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut kartu

jaminan adalah kartu yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan

suku cadang serta fasilitas dan pelayanan purna jual produk telematika

dan elektronika.”

Untuk menjamin tidak adanya kecacatan suatu produk. Hukum

perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena

menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja

masyarakat selalu konsumen saja yang mendapt perlindungan, namun

pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat

perlindungan, masing-masing ada hak dan kewajiban.10

Kartu Jaminan atau Garansi (warranty) adalah surat keterangan dari

suatu produk bahwa pihak produsen menjamin produk tersebut bebas dari

kesalahan pekerja dan kegagalan bahan dalam jangka waktu tertentu.11

Biasanya konsumen sebagai pengguna terakhir dan penjual melengkapi

pengisian data pada surat keterangan tersebut untuk kemudian dikirim ke

pelaku agar didaftarkan tanggal mulai periode garansi.

Kartu garansi yang didapat dalam pembelian suatu produk elektronik

untuk membuktikan keaslian dan menjamin bahwa barang itu tidak

mengalami kecacatan. Pemberian kartu jaminan atau garansi pada produk

elektronik diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk

Penggunaan Manual) Dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam

Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan Elektronika yang

menyatakan bahwa “Setiap produk telematika dan elektronika yang

10

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika, Jakarta,

2011) h.13

11 Sutedi adrian, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Ghalia

Indonesia,Bogor,2008) h.76

Page 57: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

48

diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri

wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan

(garansi purna jual) dalam Bahasa Indonesia.”

Garansi pada dasarnya merupakan suatu kesepakatan antara dua

pihak yang berupa tanggungan atau jaminan dari seorang penjual bahwa

barang yang dijual tersebut bebas dari kerusakan atau cacat yang tidak

diketahui atau diberi tahu sebelumnya oleh penjual, dan lazimnya garansi

atau jaminan ini mempunyai jangka waktu tertentu (lazimnya 1 tahun, 2

tahun atau 3 tahun).12

Konsumen yang akan mengklaim garansi layanan purna jual

memerlukan suatu bukti bahwa produk tersebut dijamin oleh produsen

apabila terjadi kerusakan selama masa garansi yaitu dengan adanya kartu

garansi. Kewajiban pencantuman kartu garansi yang dikeluarkan oleh

Menteri Perdagangan tahun 2009 pada pasal 2 Permendag Nomor 19

tahun 2009 mengatur bahwa setiap produk telematika dan elektronika

yang diproduksi dan diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam

negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan

atau garansi dalam Bahasa Indonesia.

Petunjuk penggunaan (manual) dalam Bahasa Indonesia adalah

buku, lembaran, atau bentuk lainnya yang berisi petunjuk atau cara

menggunakan produk telematika dan elektronika.

Kartu jaminan atau garansi dalam Bahasa Indonesia adalah kartu

yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan suku cadang serta

fasilitas dan pelayanan purna jual produk telematika dan elektronika.13

Kewajiban ini sebenarnya ditentukan dalam rangka menjamin

diperolehnya hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan,

atau dimanfaatkan oleh konsumen.

12

Chairuman Pasaribu dan Suwahardi K.Lubis,Hukum Perjanjian dalam Islam,(Sinar

grafika,Jakarta,2009)h.43.

13 Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Kebijakan Pengawasan Barang

Beredar dan Jasa, Jakarta,2018

Page 58: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

49

Petunjuk Penggunaan (manual) dan Kartu Jaminan atau Garansi

Purna Jual menurut Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk

Penggunaan Manual) dan Kartu Jaminan atau Garansi Purna Jual Dalam

Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan Elektronika:

Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau

diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi

dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia.

Kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia dapat disandingkan dengan

bahasa asing sesuai kebutuhan.

Menurut Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19

tahun 2009 petunjuk penggunaan harus memuat informasi sekurang-

kurangnya mengenai:

a. Nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan/pabrik) untuk

produk dalam negeri

b. Nama dan alamat tempat usaha importir untuk produk impor

c. Merek, jenis, tipe, dan/atau model produk

d. Spesifikasi produk

e. Cara penggunaan sesuai fungsi produk

f. Petunjuk pemeliharaan.

Menurut Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19

tahun 2009 kartu jaminan harus memuat informasi sekurang-kurangnya:

a. Masa garansi

b. Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang diperjanjikan

c. Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan ketersediaan suku

cadang dalam masa garansi dan pasca garansi

d. Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service center)

e. Nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan/pabrik) untuk

produk dalam negeri

f. Nama dan alamat tempat usaha importir untuk produk impor.

Page 59: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

50

Tata Cara Pendaftaran:

a. Pendaftaran petunjuk penggunaan dan kartu jaminan produk

telematika dan elektronika dilakukan sebelum produk beredar di

pasar dalam negeri

b. Pendaftaran produk dalam negeri dilakukan oleh produsen dan

produk luar negeri dilakukan oleh importir

c. Produsen mengajukan permohonan pendaftaran petunjuk

penggunaan dan kartu jaminan kepada Direktur dengan

menggunakan format dan melampirkan persyaratan sebagai

berikut:

1) Fotokopi Surat Izin Usaha Industri (IUI)/Tanda Daftar

Industri (TDI)

2) Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

4) Surat pernyataan bermeterai cukup mengenai jaminan

ketersediaan suku cadang dan memiliki pusat pelayanan

purna jual (service center)

5) Surat perjanjian kerjasama dengan pusat pelayanan purna

jual (service center) milik perusahaan lain bagi produsen

yang tidak memiliki pusat pelayanan purna jual (service

center)

6) Contoh petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dengan

memuat informasi

7) Surat pernyataan bermeterai cukup mengenai kesesuaian isi

petunjuk penggunaan dengan produk telematika dan

elektronika

8) Rekomendasi dari Bupati/Walikota dalam hal ini Kepala

Dinas kabupaten/kota setempat, kecuali Provinsi DKI

Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta dalam hal ini Kepala

Dinas Provinsi DKI Jakarta bagi produsen yang belum

memiliki tanda pendaftaran.

Page 60: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

51

d. Menurut Pasal 12 Ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 19 tahun 2009 importir mengajukan permohonan

pendaftaran petunjuk penggunaan dan kartu jaminan kepada

Direktur dengan menggunakan format dan melampirkan

persyaratan sebagai berikut:

1) Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

2) Fotokopi Angka Pengenal Importir (API)

3) Fotokopi Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK), khusus

bagi produk telematika dan elektronika yang dipersyaratkan

mempunyai NPIK

4) Fotokopi bukti pembayaran bea masuk dan/atau bukti

pembayaran pajak pemasukan produk telematika dan

elektronika dengan menunjukkan aslinya

5) Surat pernyataan bermeterai cukup mengenai jaminan

ketersediaan suku cadang dan memiliki pusat pelayanan

purna jual (service center)

6) Surat perjanjian kerjasama dengan pusat pelayanan purna

jual (service center) milik perusahaan lain bagi importir

yang tidak memiliki pusat pelayanan purna jual (service

center)

7) Contoh petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dengan

memuat informasi

8) Surat pernyataan bermeterai cukup mengenai kesesuaian isi

petunjuk penggunaan dengan produk telematika dan

elektronika

9) Rekomendasi dari Bupati/Walikota dalam hal ini Kepala

Dinas kabupaten/kota setempat, kecuali Provinsi DKI

Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta dalam hal ini Kepala

Dinas Provinsi DKI Jakarta bagi importir yang belum

memiliki tanda pendaftaran.

Page 61: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

52

Menurut Pasal 18 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 tahun

2009 pembinaan dan Pengawasan:

a. Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan

terhadap petunjuk penggunaan dan kartu jaminan, baik secara sendiri

maupun bersama-sama dengan instansi teknis terkait sesuai dengan

kewenangan masing-masing

b. Pembinaan dilakukan dalam bentuk pelayanan dan penyebarluasan

informasi, edukasi, dan konsultasi secara langsung kepada pelaku

usaha dan/atau konsumen

c. Pengawasan terhadap ketentuan petunjuk penggunaan dan kartu

jaminan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

mengenai ketentuan dan tata cara pengawasan terhadap barang

dan/atau jasa yang beredar di pasar.

3. Label Bahasa Indonesia

Salah satu hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar,

jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.

Informasi barang dan atau jasa yang diperlukan konsumen, tampaknya

yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber

dari kalangan pelaku usaha terutama dalam bentuk iklan atau label.14

Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa

informasi verbal tentang produk atau penjualnya, label adalah tulisan,

gambar, atau kombinasi keduanya yang disertakan pada wadah atau

kemasan suatu produk dengan cara dimasukkan ke dalam, ditempelkan

atau dicetak dan merupakan bagian dari kemasan tersebut. Tujuannya

untuk memberikan informasi menyeluruh dan secara utuh dari isi wadah

atau kemasan produk tersebut. Pelabelan pada kemasan produk harus

dipersyaratkan sedemikian rupa, sehingga tidak mudah lepas dari

kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak serta terletak pada bagian

kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca dengan jelas. Keberadaan

14

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika, Jakarta,

2011), h. 71

Page 62: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

53

label pada suatu produk sangatlah penting. Hal ini dikarenakan label

merupakan identitas dari sebuah produk. Dengan adanya label, konsumen

bisa membedakan antara produk satu dengan yang lainnya. Selain itu,

konsumen juga dapat memperoleh produk sesuai dengan yang

diinginkannya. Adanya label juga dapat menghilangkan keraguan

konsumen dalam membeli suatu produk.15

Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan

informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label biasa merupakan

bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal)

yang dicantumkan pada produk. Label adalah tampilan sederhana pada

produk atau gambar yang dirancang dengan rumit yang merupakan satu

kesatuan dengan kemasan. Label bisa hanya mencantumkan merek atau

informasi.16

Semua informasi tentang sebuah produk umumnya berada pada label

yang tercantum pada produk tersebut. Label dapat didefinisikan sebagai

tulisan, tag, gambar atau pengertian lain yang tertulis, dicetak, distensil,

diukir, dihias atau dicantumkan dengan cara apapun, pemberi kesan yang

terdapat pada suatu wadah atau pengemas. Secara garis besar, tujuan

pelabelan adalah sebagai berikut:

a. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi kemasan tanpa

harus membuka kemasan

b. Memberi petunjuk yang tepat bagi konsumen sehingga diperoleh

fungsi produk yang optimum

c. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen

tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk

tersebut, terutama hal-hal yang tak dapat diketahui secara fisik

d. Sarana periklanan bagi produsen

15

Angipora, Marinus, Dasar-Dasar Pemasaran, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2002), h. 192

16 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran,( Prenhallindo, Jakarta, 2000), h. 477.

Page 63: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

54

e. Memberi rasa aman pada konsumen

f. Fungsi label adalah sebagai berikut:17

g. Label mengidentifikasi produk atau merek

h. Label menentukan kelas produk

i. Label menggambarkan beberapa hal mengenai produk (siapa

pembuatnya, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana

menggunakannya, dan bagaimana menggunakan secara aman)

j. Label mempromosikan produk lewat aneka gambar yang menarik.

k. Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintah kepada para

konsumen yang baru.yang berupa pelaksanaan tertib suatu undang-

undang bahan makanan dan minuman atau obat.dalam hal ini

pemerintah mewajibkan produsen untuk melekatkan label/etiket

pada hasil produksinya sesuai dengan peraturn yang tercantum

dalam undang-undang bahan makan.

l. Dengan melekatkan label sesuai dengan peraturan berarti produsen

memberikan keterangan yang diperlakukan oleh para konsumen agar

dapat memilih memebeli serta meneliti secara bijaksana

m. Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidak berbahaya

bila digunakan ,untuk megatasi hal ini maka para konsumen

mmembiasakan diri untuk membaca label terlebih dahulu sebelum

membelinya d)Bagi produsen label dipergunakan untuk alat promosi

dn perkenalan terhadap barang tersebut.

n. Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca

label tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi

bungkusan /wadah barng tersebut.hampir semua makanan jadiyang

dijual berada dalam kemasan sehingga konsumen tidak dapat

memeriksa apa dan bagaimana keadaan isinya waktu membeli

Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca

label tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi

bungkusan atau wadah produk tersebut.

17

Philip Kotler, Manajemen Pemasaran Jilid 2..., h.478.

Page 64: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

55

Bentuk label adalah sebagai berikut:

a. Tanda dengan tulisan.

b. Gambar pada kemasan makanan minuman dan barang yang lain.

c. Brosur atau selebaran yang dimasukkan kedalam wadah atau

pembungkus.

Di samping itu ada beberapa macam label secara spesifik yang

mempunyai pengertian berbeda antara lain:

a. Label produk (product label) adalah bagian dari pengemasan sebuah

produk yang mengandung informasi mengenai produk atau

penjualan produk.

b. Label merek (brand label) adalah nama merek yang diletakkan pada

pengemasan produk.

c. Label tingkat (grade label) mengidentifikasi mutu produk, label ini

bisa terdiri dari huruf, angka atau metode lainya untuk menunjukkan

tingkat kualitas dari produk itu sendiri.

d. Label diskriptif (descriptive label) mendaftar isi, menggambarkan

pemakaian dan mendaftar ciri-ciri produk yang lainya.

Pemberian label (labeling) merupakan elemen produk yang sangat

penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk

menarik para konsumen.

Pemberian label dipengaruhi oleh penetapan, yaitu:

a. Harga unit (unit princing) menyatakan harga per unit dari

ukuran standar

b. Tanggal kadaluarsa (open dating) menyatakan berapa lama

produk layak dikonsumsi

Keuntungan menggunakan label yang efektif. Adapun keuntungan

penggunaan label yang efektif adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan penjualan

b. Mendorong promosi yang lebih besar

c. Perlindungan terhadap konsumen

d. Perlindungan terhadap persaingan yang tidak baik

Page 65: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

56

e. Sejalan dengan tujuan ekonomi.

Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, di

samping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam

kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang disengaja

maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang

mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label

dalam memberi “rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.18

Terdapat tiga macam label yang sering digunakan oleh

beberapa perusahaan, yaitu:

a. Brand label adalah label yang semata-mata sebagai brand.

Misalnya pada kain atau tekstil. Nama-nama tersebut digunakan

oleh semua perusahaan yang memproduksinya. Selain brand

label ini, masing–masing perusahaan juga mencantumkan merk

yang dimilikinya pada tekstil yang diproduksi.

b. Grade label adalah label yang menunjukkan tingkat kualitas

tertentu dari suatu barang. Label ini dinyatakan dengan suatu

tulisan atau kata-kata.

c. Descriptive label atau juga disebut informative label merupakan

label yang menggambarkan tentang cara penggunaan, susunan,

pemeliharaan, hasil kerja darisuatu barang.19

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan

bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan

informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa

Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

18

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Mandar Maju,

Bandung, 2000), h. 18.

19 Basu Swastha, Asas-Asas Marketing, (Liberty, Yogyakarta,1984), h.142.

Page 66: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

57

Pencantuman label berbahasa Indonesia sifatnya wajib pada

saat barang diperdagangkan di pasar dalam negeri bukan pada saat

barang masuk wilayah pabean Indonesia. Pelaku usaha dilarang

untuk memperdagangkan atau memproduksi suatu barang tanpa

mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam

Bahasa Indonesia.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor

73/M- Dag/Per/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label

Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang sebagai peraturan pelaksana

menjelaskan bahwa setiap barang yag masuk ke pasar dalam negeri

harus berlabel bahasa Indonesia. Keterangan atau penjelasan label

dalam bahasa Indonesia pada barang dan/atau kemasan yang terkait

dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen, serta

lingkungan hidup, harus memuat:

a. Cara penggunaan

b. Simbol bahaya dan/atau tanda peringatan yang jelas dan mudah

dimengerti.

Tujuan dari adanya aturan itu sendiri adalah untuk melindungi

konsumen untuk mendapatkan hak atas keamanan, kenyamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang serta hak atas informasi

yang jelas dan benar dalam bahasa Indonesia.

Page 67: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

58

BAB IV

ANALISIS PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN PRODUK

IMPOR TANPA LABEL BAHASA INDONESIA

A. Pengawasan Produk Impor Tanpa Label Bahasa Indonesia di DKI

Jakarta oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 69 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa,

pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh petugas

pengawas untuk memastikan kesesuaian Barang Beredar dan Jasa dalam

memenuhi Standar mutu produksi Barang Beredar dan/atau Jasa,

pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia, Petunjuk Penggunaan, Jaminan

Layanan Puma Jual, Cara Menjual, Pengiklanan, Jaminan dan/atau Garansi

yang disepakati dan/atau diperjanjikan dan/atau Klausula Baku.

Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia adalah instansi terkait yang mengawasi peredaran produk

barang di Indonesia. Ruang Lingkup Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia disini mengawasi barang beredar dan jasa yang beredar di pasar

terhadap standar mutu, pencantuman label dalam bahasa Indonesia, klausula

baku, jaminan layanan purna jual, cara menjual dan pengiklanan produk yang

beredar. Pengawasan ini dilakukan terhadap barang yang berasal dari

produksi dalam negeri dan impor.1

Berdasarkan hasil wawancara dengan Michael Indra Junias, Kepala Sub

Direktorat Pengawasan Produk Hasil Pertanian, Kimia dan Aneka

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,2 pengawasan barang beredar

1 Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa, Kebijakan Pengawasan Barang Beredar dan

Jasa, (Jakarta, 15 maret 2018).

2Wawancara dengan Michael Indra Junias,tanggal 12 Oktober 2018 di Direktorat Jenderal

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Inodnesia

Page 68: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

59

dimulai saat barang tersebut masih berada di pelabuhan. Pengawasan yang

dilakukan oleh pihak Bea dan Cukai sedangkan saat di pasar maka

pengawasan barang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia. Pegawai pengawas yang melakukan pengawasan haruslah

diberikan pendidikan dan pelatihan agar dapat menjadi pengawas, jadi tidak

semua pegawai pengawas berwenang melakukan pengawasan barang beredar.

Berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen huruf j dijelaskan bahwa pelaku usaha

dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang dan jasa yang tidak

mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa

Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku

usaha juga dilarang untuk memproduksi dan memperdagangkan barang dan

jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi,

aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang atau dibuat.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia telah melakukan

pengawasan barang beredar untuk kategori barang yang tidak mencantumkan

label dalam bahasa Indonesia di wilayah DKI Jakarta berikut adalah hasil

pengawasan barang beredar yang tidak mencantumkan label dalam bahasa

Indonesia selama Tahun 2016-2018.3

Tahun

Pengawasan

Total Barang

yang Diawasi

Sesuai

Standar

Tidak Sesuai

Standar

2016 111 51 60

2017 255 189 66

2018 263 195 68

3 Data Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yang Tidak Mencantumkan Label dalam

Bahasa Indonesia di DKI Jakarta 2016-1018 yang Diperoleh dari Direktorat Barang Beredar dan

Jasa Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia

Page 69: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

60

Dalam pengawasan barang beredar terdapat pelaku usaha yang masih

melanggar peraturan yang berlaku, maka pelaku usaha akan dikenakan sanksi

berupa sanksi administratif dan sanksi pidana yang terdapat di Pasal 62 Ayat

1 dan Pasal 63 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun

1999. Berikut adalah jumlah pelaku usaha yang dikenakan sanksi terhadap

barang beredar yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia di

DKI Jakarta selama Tahun 2016-2018.4

Tahun

Pengawasan

Total Barang

Tidak Sesuai

Standar

Sanksi

Administrasi

Sanksi

Pidana

2016 60 48 12

2017 66 52 14

2018 68 51 17

Dapat disimpulkan bahwa pengawasan terhadap produk barang impor

yang tidak mencantumkan label bahasa Indonesia di wilayah DKI Jakarta

belum berlaku secara efektif. Hal ini dilihat dari masih terdapat produk

barang impor yang masuk dan beredar di wilayah DKI Jakarta tanpa

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan serta masih ditemukan produk

yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang berlaku.

Mengutip dari hasil wawancara dengan Michael Indra Junias, Kepala

Sub Direktorat Pengawasan Produk Hasil Pertanian, Kimia dan Aneka

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia5 pengawasan dilaksanakan

berdasarkan peraturan sehingga pengawasan dilakukan secara terbuka.

4 Data Pengawasan Barang Beredar dan Jasa yang Tidak Mencantumkan Label dalam

Bahasa Indonesia di DKI Jakarta 2016-1018 yang Diperoleh dari Direktorat Barang Beredar dan

Jasa Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia.

5 Wawancara dengan Michael Indra Junias, tanggal 12 Oktober 2018 di Direktorat Jenderal

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Inodnesia.

Page 70: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

61

Kementerian Perdagangan memberitahukan apabila akan melakukan

pengawasan, sehingga jika diberitahu terlebih dahulu akan dilakukannya

pengawasan oleh Kementerian Perdagangan maka artinya memberitahu

identitas dari Kementerian Perdagangan yang mana pelaku usaha memiliki

peluang untuk menjadi lebih peka, jadinya produk yang seharusnya dibawah

proses pengawasan malah disembunyikan oleh pihak pelaku usaha. Selain

kurangnya pengawasan dari pemerintah, hal ini disebabkan oleh perilaku

pelaku usaha yang kerap masih melanggar peraturan meski mengetahui

bahwa produk barang impor yang diedarkan tidak layak untuk di edar.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun

2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa memberikan pedoman

dan wewenang kepada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap

produk barang yang beredar di Indonesia, termasuk tata cara pengawasan

produk yang beredar. Dalam hal ini produk barang impor yang tidak

mencantumkan label dalam bahasa Indonesia yang terakreditasi juga

termasuk salah satu produk yang diawasi oleh Kementerian Perdagangan.

Pengawasan yang dilakukan merupakan salah satu upaya untuk

memberikan perlindungan konsumen sekaligus menumbuhkan kesadaran dan

tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi dan memperdagangkan

produk barang. Maka untuk melaksanakan pengawasan dengan baik

dikeluarkan peraturan Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia pada Barang sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 73/M-

DAG/PER/9/2015.

Semua barang yang beredar harus menggunakan label bahasa Indonesia

dikarenakan tidak semua orang Indonesia terutama orang tua yang tidak

mengerti bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Thailand, bahasa China

dan bahasa asing lainnya, mereka akan mengalami kesulitan pada saat

belanja, contohnya seperti komposisi dan ukuran ternyata yang dibeli berbeda

tidak sesuai dengan kebutuhan dikarenakan didalam keterangan tersebut

Page 71: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

62

memakai bahasa asing. Hal seperti ini yang harus disampaikan dari pelaku

usaha ke konsumen yang intinya konsumen harus mendapatkan informasi

keterangan yang benar baik dari segi ukuran, takaran, timbangan, komposisi

dan penjelasan produk harus sesuai dengan barang tersebut, maka dikeluarkan

Peraturan Menteri Nomor 73 Tahun 2015 tentang Kewajiban Pencantuman

Label Bahasa Indonesia pada Barang.

Latar belakangan dari pengawasan barang beredar yang dilakukan oleh

Kementerian Perdagangan ini dikarenakan adanya pengaduan dari konsumen

secara langsung dan banyaknya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat

terhadap produk barang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

upaya untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang yang terkait dengan

aspek keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen, dan lingkungan hidup

(K3L) dan mendorong pelaku usaha untuk berusaha dengan jujur dan

bertanggung jawab.6

Tujuan dari pengawasan Produk Impor Tanpa Label Bahasa Indonesia

oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga adalah

untuk memperlancar arus perdagangan, mengantisipasi dimulainya

perdagangan bebas, memajukan produktivitas dalam rangka meningkatkan

daya saing yang kuat di pasar dalam negeri maupun luar negeri, memberikan

perlindungan kepada konsumen dan mewujudkan jaminan mutu. Sehingga

produk yang di perjual-belikan dapat memajukan industri dalam

mengembangkan daya saing dan mutu produk yang beredar di dalam negeri.

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2018 tentang

Standarisasi Bidang Perdagangan, pengawasan yang dilakukan oleh

Kementerian Perdagangan terbagi menjadi dua yaitu pengawasan pra pasar

(dilakukan sebelum barang beredar di pasar oleh Pusat Pengawasan Mutu

Barang Kementerian Perdagangan Republik Indonesia) dan Pengawasan di

Pasar (dilakukan setelah barang beredar di pasar oleh Direktorat Pengawasan

6 Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa, Kebijakan Pengawasan Barang Beredar dan

Jasa,(Jakarta, 15 maret 2018).

Page 72: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

63

Barang Beredar dan Jasa). Barang beredar di pasar dalam negeri pada

dasarnya dibentuk oleh barang hasil produksi perusahaan-perusahaan di

dalam negeri, ditambah barang yang diimpor dari luar negeri.

Tahap pra pasar dimaksudkan untuk memastikan bahwa barang yang

akan beredar, telah memenuhi standar dan ruang lingkup pengawasan lainnya

sesuai peraturan yang ada. Tahap pra pasar meliputi pengujian mutu dan

pendaftaran barang kepada Kementerian Perdagangan, atau badan lain yang

ditunjuk. Kementerian Perdagangan, dalam upaya melindungi konsumen,

telah mengeluarkan tata cara dan ketentuan yang harus diikuti oleh suatu

barang sebelum memasuki pasar untuk dipertukarkan kepada konsumen

(tahap Pra-Pasar) wajib dicantumkan pada setiap barang dan kemasan, yaitu:7

1. Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk produksi dalam negeri

2. Nomor Pendaftaran Barang (NPB) untuk produk impor.

Setelah pengawasan pada tahap Pra-Pasar, pengawasan kemudian

dilanjutkan pada tahap setelah barang beredar di pasar. Pengawasan barang

beredar dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang dan/atau Jasa,

yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

(Ditwas), bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang

berhubungan, dan masyarakat. Menurut mekanismenya, pengawasan

dilakukan secara berkala (yang terjadwal) dan pengawasan khusus yaitu

pengawasan dilakukan secara cepat yang dilakukan oleh Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan

Konsumen (PPNS-PK) berdasarkan laporan dan pengaduan konsumen atau

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Objek pengawasan terhadap barang beredar dalam memenuhi

pencantuman label dalam bahasa Indonesia menurut Pasal 19 Peraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018 Tentang

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa berupa :

7 Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan jasa, Kebijakan Pengawasan barang beredar,

(Jakarta,29 Januari 2018)

Page 73: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

64

1. Pencantuman label dalam bahasa Indonesia pada barang dan kemasan

sekurang-kurangnya memuat merek atau logo, nama perusahaan, tipe

atau model, dan ukuran

2. Keterangan atau penjelasan label dalam bahasa Indonesia pada barang

atau kemasan terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan

konsumen serta lingkungan hidup (K3L)

3. Kesesuaian keterangan label pada barang atau kemasan dengan kondisi

barang

4. Kelengkapan keterangan atau informasi label yang sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

Berdasarakan lampiran Peraturan Menteri perdagangan Nomor73/M-

DAG/PER/9/2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia pada Barang, lingkup barang yang wajib mencantumkan label

dalam bahasa Indonesia yaitu:

1. Barang keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika

(lampiran I).

2. Barang bahan bangunan (lampiran II).

3. Barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang lainnya) (lampiran

III).

4. Barang tekstil dan keperluan tekstil (lampiran IV)

5. Barang kebutuhan lainnya (lampiran V)

Mekanisme pengawasan terhadap barang beredar dalam memenuhi

pencantuman label dalam bahasa Indonesia menurut Pasal 7 Peraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018 Tentang

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa :

1. Persiapan pelaksanaan pengawasan ( pra pengawasan )

a. Penyusunan rencana kerja atau proposal yang memuat merek dan

klasifikasi barang yang dibeli, wilayah pasar, waktu pelaksanaan,

jumlah petugas dan biaya pelaksanaan

b. Pembuatan surat perintah tugas pengawasan

Page 74: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

65

c. Pelatihan dan bimbingan teknis PPNS-PK (Penyidik Pegawai Negeri

Sipil Perlindungan Konsumen) dan PPBJ (Petugas Pengawasan

Barang atau Jasa), persyaratan untuk mengikuti pendidikan dan

pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

d. Direktur atau Kepala Dinas selaku Kepala Unit Kerja menugaskan

PPNS-PK (Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen)

dan PPBJ (Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) dan Pegawai

Negeri Sipil yang bertugas pada unit yang bertanggung jawab di

bidang perdagangan atau di bidang perlindungan konsumen untuk

malakukan proses pengawasan.

2. Pelaksanaan pengawasan barang beredar meliputi :

a. Pengawasan berkala

Menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 69 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

pengawasan berkala dilaksanakan dalam waktu tertentu berdasakan

prioritas barang beredar yang diawasi dan terencana sesuai dengan

program dan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1) Membahayakan konsumen dalam aspek keselamatan, keamanan,

kesehatan konsumen, dan lingkungan hidup

2) Pengamanan pasar dalam negeri

3) Sering terjadi pengelabuan atau penyesatan yang dibuat oleh

pelaku usaha kepada konsumen dalam pemenuhan ketentuan label

petunjuk dalam bahasa Indonesia

4) Terjadi cara menjual melalui pemaksaan baik fisik maupun psikis

terhadap konsumen

5) Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang pelindungan konsumen.

Pengawasan berkala dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Kepala Unit Kerja menugaskan kepada Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) untuk menyusun rencana kerja

Page 75: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

66

pelaksanaan pengawasan barang di pasar, yang telah ditetapkan

sebagai salah satu daftar prioritas barang yang diawasi.

2) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) menyiapkan dan

menyampaikan konsep rencana kerja berupa usulan proposal

kepada Kepala Unit Kerja untuk mendapatkan persetujuan.

3) Setelah menyetujui usulan proposal, Kepala Unit Kerja

memberikan surat perintah tugas kepada Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) untuk melaksanakan pengawasan barang.

4) PPBJ ( Petugas Pengawasan Barang atau Jasa ) membawa surat

perintah tugas pengawasan dan menggunakan tanda pengenal

(bila dibutuhkan) pada saat melaksanakan tugas pengawasan.

5) Pembelian sampel produk di pasar (kios, toko, pasar swalayan,

dan lain-lain).

6) Jumlah sampel yang diambil sebanyak 9 buah untuk setiap merek

barang dan jenis dengan ukuran yang boleh berbeda, antara lain :

8 buah untuk pengujian dan 1 untuk arsip.

7) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) melakukan

kodefikasi terhadap produk dan kemasan barang.

8) PPBJ (Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) melakukan

pengamatan kasat mata dengan membuat tabulasi hasil

pengamatan terhadap kelengkapan label yang dibeli sebagai data

dan bahan untuk analisa dan evaluasi.

9) PPBJ (Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) dapat

menyampaikan kepada Kepala Dinas selaku Kepala Unit Kerja

laporan sementara berdasarkan tabulasi hasil pengamatan kasat

mata barang yang dibeli.

10) Dalam rangka kelengkapan bahan pengambilan keputusan,

bilamana diperlukan Kepala Unit Kerja dapat memerintahkan

PPBJ (Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) untuk mengirimkan

barang yang dibeli ke laboratorium uji yang ditunjuk atau

terakreditasi.

Page 76: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

67

11) Dengan surat pengantar uji barang dari Kepala Unit Kerja, PPBJ

(Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) mengirimkan barang

yang dibeli ke laboratorium uji dan meminta bukti tanda terima

dari petugas laboratorium uji atas pengujian barang yang dibeli.

12) Setelah hasil uji barang diterima, PPBJ (Petugas Pengawasan

Barang atau Jasa) melakukan evaluasi dan tanggapan terhadap

hasil uji barang yang dibeli.

13) PPBJ (Petugas Pengawasan Barang atau Jasa) menyampaikan

laporan akhir hasil pengawasan barang kepada Kepala Unit Kerja.

14) Berdasakan laporan akhir tersebut, Kepala Unit Kerja dapat

menentukan tindak lanjut hasil pengawasan barang di pasar,

apakah dilakukan publikasi hasil pengawasan berkala, pembinaan,

maupun pelaksanaan pengawasan khusus.

b. Pengawasan khusus

Menurut Pasal 13 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 69 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

pengawasan khusus dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan:

1) Pengaduan dari mayarakat, LPKSM (Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat), pelaku usaha atau Asosiasi

Pelaku Usaha.

2) Informasi melalui media cetak, media elektronik, dan media

lainnya.

3) Informasi lain tentang barang beredar di pasar yang memerlukan

tindak lanjut.

Pengawasan khusus dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Kepala Unit Kerja menugaskan kepada Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) untuk menyiapkan rencana

kerja pengawasan khusus barang secara terpadu.

2) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)

Page 77: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

68

menyampaikan kepada Kepala Unit Kerja tentang konsep rencana

kerja, berupa usulan proposal untuk mendapatkan persetujuan.

3) Setelah menyetujui usulan proposal, Kepala Unit Kerja

memberikan surat perintah tugas kepada Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) beserta Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) untuk melaksanakan

pengawasan khusus barang.

4) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) membawa Surat

Perintah Tugas Pengawasan dan menggunakan tanda pengenal

(bila dibutuhkan) pada saat melaksanakan tugas pengawasan.

5) Pengawasan khusus barang dilakukan Petugas Pengawasan

Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) melalui pengecekan ulang di

lokasi atau pasar dimana barang dibeli (yang hasilnya tidak sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku)

6) Bila diperlukan bersama pelaku usaha (produsen atau importir),

Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)

melakukan pengkajian (analisis, evaluasi, dan penyidikan)

terhadap barang yang dibeli ulang dalam aspek kelengkapan

pencantuman label dan standar mutu produk.

7) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)

bersama pelaku usaha membuat kesepakatan tertulis dalam bentuk

Berita Acara Pengecekkan (BAP) ulang barang.

8) Petugas Pengawasan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)

menyampaikan kepada Kepala Unit Kerja tentang laporan hasil

pengecekan ulang yang disertai Berita Acara Pengecekan (BAP).

9) Berdasarkan laporan tersebut Kepala Unit Kerja (KUK) dapat

melakukan publikasi ke masyarakat bila dinyatakan hasilnya tidak

Page 78: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

69

melanggar, apabila hasilnya melanggar, Kepala Unit Kerja dapat

menindak lanjuti melalui penegakan hukum (penarikan barang

atau proses penyidikan).

Laporan hasil pengawasan disusun oleh Tim Pengawas Barang

Beredar, dan disampaikan kepada :

1. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ditingkat Pusat

2. Gubernur di tingkat Provinsi

3. Bupati atau Walikota di tingkat Kabupaten atau Kota

4. Instansi-instansi terkait.

Hasil pengawasan yang dilakukan Departemen Perdagangan, Gubernur,

Bupati atau Walikota dapat di publikasikan kepada masyarakat. Hasil

pengawasan tersebut digunakan sebagai dasar bagi Menteri Teknis untuk

melakukan pembinaan dan penerapan sanksi sesuai dengan kewenangan

masing-masing.

Tindak lanjut hasil pengawasan:

1. Pembinaan :

a. Hasil pengawasan disampaikan kepada instansi pembina untuk

produk terkait untuk dilakukan pembinaan kepada pelaku

usaha dalam rangka memenuhi persyaratan label dalam bahasa

Indonesia.

b. Kepada pelaku usaha yang diduga memproduksi,

memperdagangkan barang yang tidak memenuhi persyaratan

label dalam bahasa Indonesia dalam pengawasan berkala

diberikan persyaratan agar memenuhi persyaratan label dalam

bahasa Indonesia.

c. Kepada pelaku usaha diberikan sosialisasi mengenai kewajiban

untuk memproduksi dan memperdagangkan barang yang

memenuhi standar mutu label dalam bahasa Indonesia yang

telah ditetapkan.

Page 79: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

70

2. Publikasi hasil pengawasan tim pengawas

Hasil pengawasan dapat dipublikasikan melalui media cetak

dan elektronik dalam rangka memberikan penghargaan kepada

pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan barang

yang konsisten memenuhi persyaratan label dalam bahasa

Indonesia serta edukasi bagi pelaku usaha lainnya dan konsumen.

Pelaku usaha diberikan apresiasi secara tertulis yaitu dorongan

kepada pelaku usaha untuk selalu memperdagangkan produk sesuai

dengan ketentuan yang berlaku, menjaga konsistensi mutu barang

yang diperdagangkan, apresiasi karena telah berpartisipasi dalam

memberikan perlindungan terhadap konsumen.

3. Tindak lanjut pengawasan

Dengan adanya dugaan tindak pidana, hasil pengawasan

diteruskan melalui proses penyidikan. Serta dilakukan kordinasi

dengan instansi teknis yang berwenang dan institusi terkait lainnya

untuk mendapatkan masukan dalam rangka menyimpulkan tindak

lanjut sebagai berikut :

a) Pelaku usaha ditegur secara tertulis

b) Penarikan produk barang yang tidak sesuai standar

c) Penegakan hukum jika diduga terdapat indikasi terjadi tindak

pidana melalui proses pengadilan.

d) Larangan memperdagangkan barang

e) Ancaman pemberian sanksi adminisratif berupa pencabutan

izin usaha atau legalitas lain

f) Ancaman pemberian sanksi pidana apabila sanksi administratif

tidak dilaksanakan.

Pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan karena

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia melanggar

beberapa peraturan. Oleh karena itu, akan diuraikan berdasarkan

peraturan perundangan-undangan yaitu pelanggaran-pelanggaran

Page 80: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

71

bagi pelaku usaha yang mengedarkan barang yang tidak

mencantumkan label dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf J Undang-undang No.8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur bahwa

pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan

barang atau jasa yang tidak mencantumkan informasi atau

petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Maka pelaku usaha yang menjual barang impor tanpa

mencantumkan keterangan mengenai label dalam bahasa

Indonesia melanggar perbuatan yang dilarang dengan menjual

barang impor yang tidak memiliki keterangan dalam bahasa

Indonesia. Maka pelaku usaha melanggar Pasal 8 Ayat 1 huruf

j Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen karena telah menjual barang yang tidak memiliki

keterangan dalam bahasa Indonesia.

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdangangan

Dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun

2014 tentang Perdangangan menekankan bahwa setiap pelaku

usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa

Indonesia pada barang yang diperdagangkan didalam negeri.

Apabila merujuk pada Pasal tersebut maka setiap orang

yang mengimpor barang untuk kemudian dijual di pasar dalam

negeri memiliki kewajiban untuk mencantumkan keterangan

mengenai label dalam bahasa Indonesia. Apabila pelaku usaha

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, maka

pelaku usaha melanggar Pasal 6 Ayat 1 Undang-undang

Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan karena telah

menjual barang yang tidak memiliki keterangan dalam bahasa

Indonesia.

Page 81: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

72

3. Peraturan Menteri Perdagangan No.73 Tahun 2015 tentang

Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada

Barang

Menurut Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Perdagangan

No.73 Tahun 2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label

dalam Bahasa Indonesia pada Barang menjelaskan bahwa

pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang

untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib

mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

Maka bagi pelaku usaha yang memproduksi dan

memasukkan barang impor ke dalam wilayah Indonesia untuk

diperdagangkan di pasar dalam negeri tanpa mencantumkan

label dalam bahasa Indonesia telah melanggar kewajiban

pencantuman label dalam bahasa Indonesia pada kemasan

barang, sehingga apabila mengacu kepada penelitian penulis,

importir yang mengimpor produk barang impor dan

memasukkannya ke pasar melanggar Pasal 2 Ayat 1 karena

mengimpor barang tanpa mencantumkan label dalam bahasa

Indonesia.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa masih

ditemukan barang impor yang tidak layak edar dan tetap

beredar di Indonesia terutama di DKI Jakarta. Barang impor

masuk dan diedarkan di pasar dalam negeri melalui importir

lalu didistribusikan secara luas ke wilayah Indonesia. Barang

impor tersebut diedarkan secara tidak layak yaitu tidak

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Kemudian,

sesuai dengan hasil wawancara Michael Indra Junias, selaku

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Produk Hasil Pertanian,

Kimia dan Aneka Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia8 bahwa masih sering ditemukan barang yang tidak

8 Wawancara dengan Michael Indra Junias, tanggal 12 Oktober 2018 di Direktorat Jenderal

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Inodnesia

Page 82: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

73

mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, terdapat

beberapa importir yang mengimpor barang yang tidak

mencantumkan label dalam bahasa Indonesia. Maka akan

timbul pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab

atas pelanggaran tersebut.

Pasal 21 Ayat 1 Undang-undang No.8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa importir

bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor

apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen

atau perwakilan produsen luar negeri. Importir bertanggung

jawab atas produk yang diimpornya sehingga apabila produk

yang diimpornya tidak memenuhi ketentuan Undang-undang

dan dinilai tidak layak untuk diedarkan di pasar dalam negeri

maka yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah

importir yang mengimpor barang tersebut.

Apabila barang tersebut menimbulkan kerugian terhadap

konsumen, berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 Undang-undang

Perlindungan konsumen, disebutkan bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan kerugian akibat mengkonsumsi barang yang

dihasilkan atau diperdagangkan.

Barang impor yang beredar di pasar dalam negeri seperti

dijual di pasar, di supermarket dapat masuk melalui importir,

sehingga jika ternyata barang tersebut menimbulkan kerugian

akibat mengkonsumsi barang tersebut, importir bertanggung

jawab selayaknya pembuat barang yang diimpor tersebut

karena yang melakukan impor barang tersebut adalah importir,

maka konsumen dapat meminta pertanggung jawaban kepada

importir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha

yang memasukkan barang barang impor tanpa memenuhi

ketentuan undang-undang yaitu pencantuman label dalam

bahasa Indonesia dapat dimintai pertanggung jawaban.

Page 83: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

74

Sedangkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia

sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pelaku usaha

yang melanggar akan dikenakan sanksi

1. Perampasan barang tertentu

2. Pengumuman keputusan hakim

3. Pembayaran ganti rugi

4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen

5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran

6. Pencabutan izin usaha

Selain sanksi administratif, pelaku usaha juga dapat dikenakan sanksi

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Ayat 1 Undang-undang

Perlindungan Konsumen yang menjelaskan bahwa pelaku usaha yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal

10, Pasal 13 Ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 Ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c,

huruf e, Ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Page 84: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

75

RANTAI KEGIATAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR DI PASAR

PENGAWASAN BERKALA

Sampling melalui pembelian

PENGAMATAN

KASAT MATA

LABEL

UJI LAB

- STANDAR

- SPESIFIKASI

INDIKASI

PELANGGARAN

PENGAWASAN KHUSUS

PENGAMATAN

KASAT MATA

LABEL

UJI LAB

- STANDAR

- SPESIFIKASI

SESUAI

KETENTUAN

TIDAK

SESUAI

KETENTUAN

PROJUSTISIA

PROSES PENYIDIKAN

PUBLIKASI

Page 85: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

76

B. Penegakan Hukum Produk Impor Tanpa Label Bahasa Indonesia di

DKI Jakarta oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan

hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi

pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar

itu supaya ditegakkan kembali.9 Penegakan hukum senantiasa mendorong

pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing dengan menghasilkan produk

yang bermutu sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku dan menciptakan

iklim perdagangan yang sehat dan kondusif. Penegakan hukum merupakan

usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang

diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu

proses yang melibatkan banyak hal.10

Barang yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia sampai

sekarang masih beredar luas di pasar, supermarket, dan minimarket di DKI

Jakarta. Penindakan terhadap produk barang yang tidak mencantumkan label

dalam bahasa Indonesia sejauh ini belum maksimal dalam proses tindak

lanjut oleh instansi terkait yang berwenang dalam menindak masalah ini, dan

apa yang terjadi diatas tentu saja bertentangan, yang mana sudah dijelaskan

didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahum 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pada Pasal 8 Ayat 1 huruf j yaitu “pelaku usaha dilarang

memproduksi dan memperdagangkan barang atau jasa yang tidak

mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa

Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.

Serta bagi pelaku usaha yang melanggar Pasal diatas juga akan

dikenakan sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 62 Ayat 1 yang berbunyi

“pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam

9 Tri Novita Sari Manihuruk, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Phedofilia di

Wilayah Hukum Polisi Resor Kota Pekanbaru, Skripsi, Program Kekhususan Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Riau, (Pekanbaru, 2015) h.41-42

10 Shant Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta, Liberty, 1988) h. 32

Page 86: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

77

Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua milyar rupiah)”.

Menurut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia untuk

peredaran produk yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia di

pasaran diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 73 Tahun 2015

tentang Kewajiban Pencantuman Label Bahasa Indonesia pada Barang, semua

harus menggunakan label bahasa Indonesia.

Sehingga dari permasalahan yang masih terjadi sekarang penulis

berpendapat bahwasanya penegakan hukum terhadap produk barang yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia di DKI Jakarta saat ini

bisa dikatakan kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia), karena barang

tersebut sebagian masih beredar dipasaran mengakibatkan kurangnya

pengawasan dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dalam

melakukan sidak, penyitaan, pengawasan, dan uji laboratorium terhadap

barang yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, dengan tidak

adanya keterangan label dalam bahasa Indonesia pada barang tersebut maka

informasi yang tercantum pada barang diragukan.

Berbicara penegakan hukum itu sendiri tidak terlepas dari adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi, sehingga ada teori yang mendukung di

dalam untuk memberikan pengawasan terhadap suatu produk, seperti berikut

ini menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum adalah :11

1. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah

ditentukan secara normatif.

11

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum(Jakarta,

Raja Grafindo Persada, 2004) h.42

Page 87: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

78

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya

berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang

kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum, karena

penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian.

Maka dari itu didalam melaksanakan penegakan hukum produk

impor tanpa label dalam bahasa Indonesia di DKI Jakarta dibutuhkan

penegakan hukum, seperti landasan hukum seperti peraturan perundang-

undangan, di DKI Jakarta landasan hukum terhadap produk impor tanpa

label Bahasa Indonesia diatur didalam:

a) Peraturan Menteri Perdagangan Rapublik Indonesia Nomor 73/M-

DAG/Per/9/2015 Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam

Bahasa Indonesia pada Barang. Di dalam peraturan ini menjelaskan

aturan-aturan mengenai pencantuman label dalam bahasa Indonesia

pada barang.

b) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69

Tahun 2018 Tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Di

dalam peraturan ini menjelaskan cara pengawasan yang dilakukan

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia terhadap label dalam

bahasa Indonesia.

c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Di dalam Undang-Undang ini sudah mengatur kewajiban

pelaku usaha untuk mencantumkan informasi barang dalam bahasa

Indonesia dan ancaman sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar

ketentuan.

2. Faktor Penegak Hukum

Fungsi Hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak

hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik tetapi

kualitas petugas kurang baik akan menjadi masalah dalam melakukan

penegakan hukum. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan

hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.

Page 88: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

79

Maka dari itu didalam melaksanakan penegakan hukum produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta dibutuhkan kebijakan

dan tindakan dari para lembaga-lembaga yang terkait. Untuk pengawasan

produk barang yang beredar tanpa label dalam bahasa Indonesia di

pasaran, Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa Direktorat Jenderal

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia adalah instansi yang terkait untuk mengawasi barang

tersebut.

Semula Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

mempunyai perpanjangan tangan sampai ke Kabupaten Kota tetapi

semenjak adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah, dikarenakan dengan adanya Undang-undang yang

mengikat dan Undang-undang yang mengurangi kewenangan Direktorat

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa tidak bisa menyentuh ke semua

atau keseluruh wilayah Indonesia dikarenakan keterbatasan SDM

(Sumber Daya Manusia) yang jumlahnya tidak banyak.

Direktorat Jenderal Pengawasan Barang dan Jasa mengalami

keterbatasan kewenangan, jadi untuk kewenangan di Kabupaten sudah

tidak ada lagi baik untuk pembinaan maupun pengawasan barang

beredar. Kewenangan Kabupaten Kota sudah tidak ada lagi maka

kewenangan ada di tingkat Provinsi, ada di Kementerian Pusat dan

Provinsi.12

Sebagian besar karyawan di Provinsi sudah berusia lanjut yang

mana untuk pengawasan yang sebegitu luasnya mereka juga mengalami

keterbatasan fisik. Rata-rata di Provinsi untuk penerimaan pegawai baru

juga berkurang kapasitasnya dan tidak semua pegawai baru di Provinsi

itu jenjang pendidikannya Strata-1, karena persyaratan untuk menjadi

12

Wawancara dengan Michael Indra Junias,tanggal 12 Oktober 2018 di Direktorat Jenderal

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Inodnesia

Page 89: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

80

penyidik adalah Strata-1 karena penyidik dilatih di kepolisian selama dua

bulan di Pusat Pendidikan Reserse dan Kriminal (Pusdik Reskrim) Mega

Mendung untuk lulus dalam status penyidik, PPNS-PK (Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen) yang mana mereka bisa

melakukan penegakan hukum.

Karena faktor SDM (Sumber Daya Manusia) untuk penegak

hukum yang melakukan pegawasan jumlahnya terbatas terkait dengan

produk barang yang tidak mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia

menjadi permasalahan yang belum ada penyelesaiannya, karena dalam

melakukan pengawasan terhadap peredaran barang impor yang tidak

mencantumkan label dalama bahasa Indonesia membutuhkan banyak

SDM (Sumber Daya Manusia) untuk pemerataan sampai ke daerah

tingkat Kabupaten dan Kota bukan hanya tingkat Provinsi dan Pusat saja.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Fasilitas atau sarana sangat penting untuk mengefektifkan suatu

aturan tertentu.13

Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar, sehingga

sulit rasanya bisa terwujud penegakan hukum sebagaimana mestinya atau

sebagaimana yang diharapkan.

Maka dari itu didalam melaksanakan penegakan hukum produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta dibutuhkan sarana dan

fasilitas pendukung, di DKI Jakarta sendiri sarana dan fasilitas

pendukung didalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk

impor tanpa label Bahasa Indonesia yang dibutuhkan terkait hal tersebut

tidak ada.14

13

Ledy Diana, Penyakit Sosial dan Efektivitas Hukum di Indonesia, (Jurnal Ilmu Hukum,

Vol 2 No.1 Februari,2011),h.153.

14 Wawancara dengan Michael Indra Junias,tanggal 12 Oktober 2018 di Direktorat Jenderal

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga

Kementerian Perdagangan Republik Inodnesia

Page 90: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

81

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau

kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum

masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.

Konsumen di Indonesia banyak yang tidak mengerti atau bisa

dikatakan tidak terlalu pintar dalam hal menggunakan haknya sebagai

konsumen. Dari sekian banyak konsumen yang tidak mengerti akan

haknya sebagai konsumen sering dimanfaatkan kelemahan oleh pelaku

usaha dengan tidak memberikan informasi pada label dalam bahasa

Indonesia yang jelas dan benar akan produk yang mereka produksi.

Maka dari itu didalam pelaksanaan penegakan hukum produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta masih banyak

peredaran dan penjualan produk impor tanpa label Bahasa Indonesia.

Kondisi ini semakin diperburuk karena masyarakat masih apatis terhadap

Undang-undang yang berlaku, dengan lemahnya dan tidak memadainya

pendidikan masyarakat terhadap akibat buruk dari penggunaan barang

yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

5. Faktor Budaya

Berdasarkan konsep budaya sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan. Budaya menurut Soerjono Soekanto,

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu

mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,

berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan

orang lain. Dengan demikian, budaya adalah suatu garis pokok tentang

perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus

dilakukan, dan apa yang dilarang.

Page 91: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

82

Adanya perkembangan zaman yang kian pesat pada bidang

perdagangan memungkinkan berbagai jenis barang yang akan masuk ke

wilayah Indonesia dari berbagai macam negara, dengan banyaknya

barang yang masuk ke Indonesia membuat perubahan yang ada di

masyarakat.

Maka dari itu didalam pelaksanaan penegakan hukum produk

impor tanpa label bahasa Indonesia di DKI Jakarta masih banyak

peredaran dan penjualan produk impor tanpa label Bahasa Indonesia

karena produk tersebut memang muncul karena kebiasaan masyarakat,

seperti contohnya ialah penulis telah melakukan observasi di daerah Pluit

Jakarta Utara pada tanggal 14 Agustus 201, disana terdapat toko-toko

kelontong menjual beraneka macam makanan dan juga barang yang

menjual produk dari China, seperti produk elektronik, keperluan rumah

tangga, dan makanan. Produk yang dijual merupakan produk yang

langsung diimpor dari China, terdapat banyak produk impor yang tidak

memenuhi syarat yaitu tidak mencantumkan label dalam bahasa

Indonesia.

Hal tersebut muncul dikarenakan kebudayaan masyarakat

keturunan China di Indonesia yang membutuhkan produk-produk impor

dari China untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka. Dan juga

karena rata-rata dari yang membutuhkan produk tersebut paham bahasa

China maka dari itu mereka tidak mempermasalahkan produk impor yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

Page 92: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengawasan yang dilakukan merupakan salah satu upaya untuk

memberikan perlindungan konsumen sekaligus menumbuhkan kesadaran dan

tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi dan memperdagangkan

produk barang. Maka untuk melaksanakan pengawasan dengan baik

dikeluarkan peraturan Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa

Indonesia pada Barang sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 73/M-DAG/PER/9/2015. Pemerintah berharap hal ini dapat

mengurangi beredarnya produk impor yang tidak mencantumkan label dalam

bahasa Indonesia pada barang.

Pemerintah sendiri sudah melakukan pengawasan di pasar dengan

memberi wewenang kepada Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa

Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia untuk memantau keadaan produk barang

dengan melakukan pengamatan, pengujian, penelitian dan survei terhadap

barang impor yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia

dipasaran. Pengawasan ini dilakukan atas pedoman Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan

Barang Beredar dan Jasa.

Pengawasan peredaran produk impor yang tidak mencantumkan label

dalam bahasa Indonesia oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

belum dapat dikatakan sudah efektif. Masih terdapatnya produk impor yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia yang beredar bebas di

Indonesia terutama di DKI Jakarta. Belum efektifnya pengawasan dari

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia terhadap produk impor yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia yang beredar dipasaran

tersebut dapat merugikan konsumen, sehingga perlindungan terhadap

Page 93: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

84

konsumen yang menjadi cita-cita yang ingin dicapai oleh peraturan

perundang-undangan menjadi tidak terwujud.

Sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak mencantumkan label

dalam bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 63 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang

melanggar akan dikenakan sanksi perampasan barang tertentu, pengumuman

keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan

tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban

penarikan barang dari peredaran, pencabutan izin usaha.

Selain sanksi administratif, pelaku usaha juga dapat dikenakan sanksi

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Ayat 1 Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen yang menjelaskan bahwa pelaku usaha yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,

Pasal 13 Ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 Ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e

Ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar

rupiah).

Kendala-kendala yang dihadapi oleh Kementerian Perdagangan

Republik Indonesia dalam pengawasan terhadap peredaran produk impor

yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia yaitu

keterbatasannya SDM (Sumber Daya Manusia) dari Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia untuk pengawasan barang beredar. Jumlah

SDM (Sumber Daya Manusia) yang terbatas ini tentu mempengaruhi

pelaksanaan tugas pengawasan dari Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia, ditambah lagi dengan dibatasinya kewenangan pengawasan yang

mana kewenangan tingkat Kabupaten atau Kota sudah tidak ada lagi, maka

kewenangan pengawasan hanya ada di tingkat Provinsi dan Pusat. Sehingga,

hal ini akan berpengaruh pada intensitas pengawasan yang rendah ataupun

lingkup pengawasan barang yang lebih sempit.

Hal ini terjadi dikarenakan masih rendahnya kesadaran masyarakat

selaku konsumen untuk melakukan pengaduan atau laporan kepada

Page 94: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

85

pemerintah ataupun Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM), terkait adanya produk impor yang tidak mencantumkan label

bahasa Indonesia pada barang.

B. Rekomendasi

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 73/M-

DAG/PER/9/2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia

pada Barang untuk memberikan perlindungan konsumen sekaligus menumbuhkan

kesadaran dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi dan

memperdagangkan produk barang. Namun hal ini harus juga disertai beberapa

langkah untuk mengedukasi masyarakat agar memilih barang yang mencantumkan

label dalam bahasa Indonesia yang beredar di pasar secara teliti dan bukan karena

harganya yang murah saja. Dan harus dihimbau pula kepada pelaku usaha, untuk

tidak memasarkan barang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh konsumen, pelaku usaha, maupun

pemerintah yaitu :

1. Bagi konsumen hendaknya selalu berhati-hati terhadap produk barang

impor yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia yang akan

dibeli untuk menghindari timbulnya kerugian, yaitu dengan membeli

produk barang yang memiliki label dalam bahasa Indonesia. Dan

dibutuhkan peran serta masyarakat selaku konsumen untuk mengatasi

pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak patuh dengan

ketentuan perundang-undangan. Peran serta masyarakat dapat membantu

aparat penegak hukum dalam mengatasi masalah tersebut, masyarakat

diharapkan dapat bekerja sama denga aparat penegak hukum agar

terciptanya kedamaian dan keadilan.

2. Bagi pelaku usaha hendaknya tidak hanya memikirkan keuntungan

semata, tetapi juga memperhatikan syarat dan ketentuan mengenai

pelabelan serta memperhatikan pemenuhan hak-hak konsumen

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha selaku

importir seharusnya tidak memproduksi serta menjual barang impor yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia karena hal ini dapat

Page 95: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

86

dikenai sanksi pidana maupun sanksi administratif dari negara. Selain itu

peredaran barang impor yang tidak mencantumkan label bahasa

Indonesia juga dapat merugikan masyarakat yang membeli barang

tersebut.

3. Pemerintah sudah menerapkan sistem label dalam bahasa Indonesia pada

barang impor, hal ini juga secara tidak langsung menjaga kualitas produk

yang beredar di pasar serta membuat konsumen tidak dirugikan oleh

produk impor yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

Namun hal ini masih belum mendapatkan pengawasan baik karena masih

banyak barang impor yang beredar tanpa label dalam bahasa Indonesia.

Juga dikarenakan SDM (Sumber Daya Manusia) di Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia khususnya Direktorat Peredaran Barang

Beredar dan Jasa, penulis mendorong legislator agar dapat merevisi Pasal

13 Ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah terkait dibatasinya kewenangan pengawasan yang mana

kewenangan pengawasan hanya ada di tingkat Provinsi dan Pusat.

Penulis berpendapat sebaiknya untuk mengatasi permasalahan yang ada

dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran barang impor yang

tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, maka diperlukan

adanya penambahan SDM (Sumber Daya Manusia) pada Direktorat

Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Perlindungan

Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia.

Page 96: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

87

DAFTAR PUSTAKA

Bahan Buku

Amir, MS, Ekspor-Impor Teori dan Penerapannya, Jakarta, PT. Binaman

Pressindo PPM, 2003.

Bambang, Purwanggono, Pengantar Standarisasi, Jakarta: Badan

Standardisasi Nasional, 2009.

Bambang, Semedi Pengawasan Kepabeanan, Jakarta: Widyaiswara Pusdiklat

Bea dan Cukai, 2013.

Burhan, Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafik, 2011.

Chairuman Pasaribu dan Suwahardi K.Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

Sinar grafika, Jakarta, 2009.

Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1988.

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,

Bandung: Mandar Maju, 2000.

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:

Bayu Media, 2005.

Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Prenhallindo, 2000.

Marinus, Angipora, Dasar-Dasar Pemasaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002.

Marzuki, Peter Mahmud, Penulisan Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.

Sari Manihuruk, Tri Novita, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana

Phedofilia di Wilayah Hukum Polisi Resor Kota Pekanbaru”, Skripsi

S1, Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Riau, 2015.

Sedarmayanti & Syarifuddin Hidayat, Metodelogi Penelitian, Bandung:

Mandar Maju, 2002.

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2006.

Page 97: PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PEREDARAN PRODUK IMPOR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45564/1/EUIS NUR...ndungan Konsumen dan Tertib Niaga . Kementerian Perdagangan

88

Soekanto, Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Soekanto, Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta: Rajawali, 1985.

Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan

Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumentasi

Universitas Indonesia, 1979.

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Kepabeanan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Swastha, Basu, Asas-Asas Marketing, Yogyakarta: Liberty,1984.

Tim Penyusun, Pengantar Standarisasi, Jakarta: Badan Standardisasi

Nasional, 2009.

Zainal, Abidin Modul Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.

Bahan Jurnal

Diana, Ledy, Penyakit Sosial dan Efektivitas Hukum di Indonesia, Jurnal Ilmu

Hukum, Vol 2 No.1 Februari, 2011.

M. Ali, Purwito Kepabeanan dan Cukai Lalu Lintas Barang, Konsep dan

Aplikasinya, Jakarta: Cetakan Keempat, Kajian Hukum fiscal FHUI,

2010.

Tim Penyusun Departemen Luar Negeri, Cetak Biru Komunitas Ekonomi

ASEAN” ASEAN Economic Blue Print

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2015

Tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada

Barang

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018

tentang Pengawasan Barang Beredar dan Jasa