PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

20
1 PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA BERBADAN HUKUM Anbiya Annisa, Bono Budi Priambodo Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dari tahun 2010 sampai tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia tidak sedikit. Salah satu faktor dari tingginya jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia adalah masalah keanggotaan, yaitu berkaitan dengan komitmen anggota- anggota koperasi yang tidak berlangsung lama hingga akhirnya meninggalkan koperasi menjadi koperasi tidak aktif. Di sisi lain, peraturan mengenai syarat pembentukan Koperasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menentukan sekurang-kurangnya dua puluh (20) orang untuk mendirikan koperasi. Dibandingkan dengan badan usaha lain jumlah sebagai syarat pendirian koperasi adalah jumlah yang terbanyak. Hal tersebut nyatanya turut meningkatkan resiko masuknya calon anggota koperasi yang tidak memiliki tujuan yang sama dengan anggota-anggota koperasi, yaitu untuk mensejahterakan hidupnya. Maka dari itu, skripsi ini disusun dengan metode yuridis normatif untuk menekankan bahwa dibutuhkan pengaturan yang lebih jelas tentang anggota seperti apa yang seharusnya masuk kedalam sebuah koperasi. Dalam undang-undang yang mengatur tentang koperasi, perlu dijelaskan lebih lanjut terkait prinsip dan asas yang khusus membahas keanggotaan koperasi. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia, seperti diadakannya Pra-Koperasi dan Pengendalian Intern Koperasi. Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Transcript of PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

Page 1: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  1  

PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN

KOPERASI SEBAGAI BADAN USAHA BERBADAN HUKUM

Anbiya Annisa, Bono Budi Priambodo

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

dari tahun 2010 sampai tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah koperasi tidak aktif di

Indonesia tidak sedikit. Salah satu faktor dari tingginya jumlah koperasi tidak aktif di

Indonesia adalah masalah keanggotaan, yaitu berkaitan dengan komitmen anggota-

anggota koperasi yang tidak berlangsung lama hingga akhirnya meninggalkan

koperasi menjadi koperasi tidak aktif. Di sisi lain, peraturan mengenai syarat

pembentukan Koperasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian menentukan sekurang-kurangnya dua puluh (20) orang

untuk mendirikan koperasi. Dibandingkan dengan badan usaha lain jumlah sebagai

syarat pendirian koperasi adalah jumlah yang terbanyak. Hal tersebut nyatanya turut

meningkatkan resiko masuknya calon anggota koperasi yang tidak memiliki tujuan

yang sama dengan anggota-anggota koperasi, yaitu untuk mensejahterakan hidupnya.

Maka dari itu, skripsi ini disusun dengan metode yuridis normatif untuk menekankan

bahwa dibutuhkan pengaturan yang lebih jelas tentang anggota seperti apa yang

seharusnya masuk kedalam sebuah koperasi. Dalam undang-undang yang mengatur

tentang koperasi, perlu dijelaskan lebih lanjut terkait prinsip dan asas yang khusus

membahas keanggotaan koperasi. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk

menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia, seperti diadakannya Pra-Koperasi

dan Pengendalian Intern Koperasi.

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 2: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  2  

Abstract

Quantitative data from 2010 to 2015, which has been released by The Ministry of

Cooperative and Small/Medium Enterprises shows that the number of inactive

cooperatives in Indonesia needs some solutions. One of the problems is cooperative

member, whose commitment only last for a short period of time, and finished with

them leaving the cooperation inactive. On the other hand, Act No. 25 Year 1992

stated that the minimum quantity to establish cooperative is twenty members.

Compared to other business entity, this quantity is pretty much higher and put

cooperative in a risk of having a lot of members who don’t share the same goals,

which is prosperity. Therefore, this thesis was made from juridical-normative method.

This thesis wants to emphasize that Indonesia critically needs a new regulations to

make a clearer definitions and requirements about cooperative members. The

regulations should have a separate article in relation to the principle of cooperative

membership. Furthermore, Pre-Cooperatives and Internal Control are needed to

minimize the number of inactive cooperatives in Indonesia.

Key words: cooperative, inactive cooperative, membership

Pendahuluan

Di Indonesia jumlah koperasi tidak aktif cukup tinggi. Koperasi tidak aktif

adalah koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota dalam tiga tahun berturut-

turut dan atau tidak melaksanakan kegiatan usaha.1 Berdasarkan data yang diperoleh

dari situs Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, didapatkan data

jumlah koperasi tidak aktif dari tahun 2010 sampai tahun 2015 sebagai berikut2:

No. Tahun Jumlah

Koperasi

Koperasi

Aktif (%)

Koperasi

Tidak

Aktif

(%)

                                                                                                               1 Indonesia, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Peraturan Menteri Koperasi

dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Revitalisasi Koperasi, No PM 25 Tahun 2015, Ps. 1 butir 4. 2 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,

http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/, diakses tanggal 17 Desember

2016

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 3: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  3  

1 2010 177.482 124.855 70 52.627 30

2 2011 188.181 133.666 71 54.515 29

3 2012 194.295 139.321 71 54.974 29

4 2013 203.701 142.117 70 60.584 30

5 2014 209.488 147.249 70 62.239 30

6 2015 212.135 150.233 70 61.912 30

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa hampir setiap tahunnya jumlah

koperasi di Indonesia selalu meningkat. Fakta ini menunjukan bahwa Indonesia masih

belum mampu untuk mengurangi jumlah koperasi tidak aktif dengan signifikan.

Munculnya koperasi tidak aktif bukanlah tanpa alasan, hal ini berindikasi pada

lemahnya semangat perangkat organisasi koperasi untuk mencapai tujuan yang dicita-

citakan saat membentuk koperasi. Bahkan mengindikasikan bahwa sebenarnya

maksud dan tujuan dalam mendirikan koperasi tersebut bukanlah untuk mendapatkan

kesejahteraan dengan usaha bersama-sama namun untuk maksud dan tujuan lain yang

tidak sejalan dengan asas dan prinsip koperasi. Apalagi, salah satu fenomena yang

terjadi adalah pembentukan koperasi yang dilandasi oleh pemberian bantuan dari

partai politik kepada koperasi-koperasi di daerah tertentu, sehingga menyebabkan

maksud didirikannya koperasi adalah hanya untuk menerima aliran dana tersebut dan

bukan untuk menjalankan koperasi. Salah satu faktor inilah yang turut

menyumbangkan jumlah koperasi tidak aktif.3

Di sisi lain, menurut Pasal 6 Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun

1992, untuk dapat membentuk sebuah koperasi primer4 dibutuhkan 20 (dua puluh)

orang. Jumlah ini dapat dikatakan cukup banyak bila dibandingkan dengan badan

usaha lain seperti PT, CV, atau Firma hanya dibutuhkan dua orang dalam

pendiriannya.

                                                                                                               3 Hasil wawancara dengan Bpk. Eko Puryanto SE, MM, Kepala Bidang Partisipasi Modal dan

Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, tanggal 14 Desember 2016 4 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.25 Tahun 1992, LN No. 116 Tahun

1992, Pasal 1 butir 3. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-

seorang.

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 4: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  4  

Melihat awal mula pembentukan koperasi yang didasari oleh perkumpulan,

maka timbul pertanyaan terkait jumlah persyaratan pembentukan koperasi yang cukup

banyak karena perkumpulan dapat terbentuk oleh dua orang.5 Kemudian, apabila

merujuk pada peraturan yang membahas tentang perkumpulan di Indonesia, seperti

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan, tidak diatur mengenai jumlah minimum

anggota untuk mendirikan sebuah perkumpulan. Begitupun pada Undang-Undang

tentang Organisasi Kemasyarakatan, hanya dipersyaratkan minimal tiga orang untuk

melakukan pendirian.6

Hal ini menimbukan sebuah ketidakjelasan terkait dengan maksud dari

ditetapkannya jumlah dua puluh orang sebagai syarat pembentukan koperasi primer.

Dengan menetapkan 20 (dua puluh) orang sebagai jumlah minimal dalam mendirikan

koperasi, maka upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja anggota

menjadi lebih sulit. Jangan sampai, koperasi hanya berisi anggota yang menunggu

Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya tanpa melakukan kegiatan perkoperasian

atau bahkan hanya menjadi anggota “bayangan” yang hanya digunakan untuk

memenuhi ketentuan minimal 20 (dua puluh) orang dalam mendirikan koperasi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan pokok yang akan

dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perkumpulan koperasi di Indonesia?

2. Bagaimanakah ketentuan mengenai keanggotaan dalam perkumpulan

koperasi dalam hukum Indonesia?

3. Bagaimanakah seharusnya perkumpulan dan keanggotaan koperasi diatur

untuk menjamin kesinambungan dan efektivitas perkumpulan koperasi

sebagai badan usaha berbadan hukum?

Adapun, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu

hukum, terutama dalam bidang Hukum Koperasi terkait dengan analisis pengaturan

keanggotaan dalam koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum. Sedangkan

tujuan khusus dalam penelitian ini adalah memberikan penjelasan mengenai

                                                                                                               5  Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia (Jakarta:

Dian Rakyat, 1978) hlm. 2  6 Indonesia. Undang-Undang Organisasi Masyarakat, UU No,17 Tahun 2013, LN Nomor

5430 Tahun 2013, Ps.9

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 5: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  5  

pengaturan perkumpulan koperasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia,

memberikan penjelasan mengenai pengaturan keanggotaan yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta memberikan analisis mengenai

peraturan keanggotaan koperasi yang seharusnya diatur untuk menjamin

kesinambungan dan efektivitas koperasi.

Tinjauan Teoritis

Untuk mengetahui konsep-konsep yang berkaitan dan akan muncul dengan

penelitian ini, maka dibutuhkan istilah-istilah yang akan digunakan. Hal ini juga

dilakukan untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran oleh pembaca. Berikut ini

adalah penjelasan dan pengertian dari konsep-konsep tersebut yang diambil dari judul

dan permasalahan penelitian:

1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan

hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan.7

2. Anggota koperasi adalah orang-orang / badan hukum koperasi yang

merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi yang tercatat dalam

buku anggota.8

3. Menurut Utrecht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut

hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan,

bahwa badan hukum ialah pendukung hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih

tepatnya bukan manusia.9

4. Menurut H.M.N Purwosutjipto, yaitu yang dimaksud dengan perkumpulan

dalam arti luas adalah perkumpulan yang merupakan bentuk asal dari

persekutuan koperasi dan perkumpulan saling menanggung.10 Sedangkan yang

dimaksud dengan perkumpulan dalam arti sempit adalah perkumpulan yang

tidak menjadi bentuk asal dari persekutuan dan sebagainya. Perkumpulan itu

berdiri sendiri terpisah dari lainnya dan diatur dalam perundang-undangan.11                                                                                                                

7 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps.1 butir 1 8 Ibid., ps.17(1) 9 Chaidir Ali. Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987. Hlm.18 10 Ibid., Hlm. 130 11 Ibid., Hlm. 119

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 6: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  6  

Metode Penelitian

Berdasarkan bentuknya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian yuridis

normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan

pustaka atau data sekunder.12 Tujuan metode ini adalah untuk meneliti bagaimana

perkembangan pengaturan keanggotaan koperasi lewat perundang-undangan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data-

data yang diperoleh dari studi dokumen atau studi literatur. Namun, jika dianggap

perlu, peneliti akan menggunakan jenis data primer demi tercapainya keakuratan data

dan informasi. Kemudian, bahan hukum yang digunakan penulis adalah bahan hukum

primer, sekunder, dan tersier13:

1. Bahan hukum primer, seperti perundang-undangan dan yurisprudensi. Dalam

penelitian ini, peneliti akan menggunakan: (a) UU Nomor 14 tahun 1965

tentang Perkoperasian; (b) UU Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok

Perkoperasian; (c) UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, (d)

Perundang-Undangan lain.

2. Badan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, yaitu buku, laporan penelitian, artikel ilmiah, jurnal,

surat kabar, makalah dan lain-lain.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi keterangan bahan

hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.

Alat pengumpulan data yang digunakan ialah studi dokumen. Peneliti

melakukan studi dokumen untuk merumuskan kerangka teori dan konsep dari

penelitian yang dilakukan.. Namun, apabila peneliti merasakan bahwa terdapat data

yang harus diambil melalui wawancara terhadap narasumber dan informan, maka hal

tersebut akan dilakukan. Dalam mengolah data, peneliti menggunakan metode

kualitatif, yaitu suatu metode yang menggunakan pendekatan terhadap prinsip-prinsip

umum yang mendasari perwujudan satuan gejala yang ada di dalam kehidupan

                                                                                                               12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2005), hlm.6.

 

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 7: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  7  

manusia.

Hasil Penelitian

No. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tentang Perkumpulan

Koperasi

Peraturan dari tahun 1915 hingga tahun 1985

menggunakan kata “perkumpulan koperasi”.

Peraturan yang terdapat didalamnya tidak banyak

menyinggung tentang prinsip dan asas koperasi.

Kecuali bagi undang-undang di tahun 1958, dimana

walaupun masih disebut sebagai perkumpulan

koperasi, peraturan tersebut sudah mengatur koperasi

secara khusus. Sedangkan, dari tahun 1967 hingga

1992 koperasi daitur secara detail dan perkumpulan

semakin sedikit disinggung.

2. Tentang Keanggotaan

Koperasi

a. Perangkat koperasi adalah rapat anggota, pengurus

dan pengawas. Namun diperlukan pula peran

manajer untuk menunjang kerja koperasi.

b. Dalam hal pengaturan keanggotaan, tahun 1915

tidak banyak menyinggung keanggotaan koperasi,

begitupun pada tahun 1927, 1933 dan 1949 walau

sedkiit demi sedikit peraturan mengenai

keanggotaan bermunculan. Barulah tahun 1958

hingga 1992, keanggotaan diatur khusus dan

memiliki hak dan kewajiban yang tertulis dalam

undang-undang.

3. Analisis Keanggotaan

dalam Undang-

Undang Koperasi

a. Undang-Undang Perkoperasian dari tahun 1958

hingga tahun 1992 tidak menjelaskan dengan pasti

tentang ditentukannya jumlah minimal

pembentukan koperasi

b. Undang-Undang Perkoperasian tahun 1992 tidak

cukup jelas menggambarkan anggota seperti apa

yang diinginkan oleh koperasi. Padahal Undang-

Undang Perkoperasian tahun 1965 sudah

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 8: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  8  

menjelaskannya dengan cukup terperinci.

c. Pentingnya peran manajer koperasi, pengendalian

internal dan pelaksanaan Pra-Koperasi.

Pembahasan

Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa perkumpulan diisi oleh orang-orang

perseorangan yang merasa mempunyai kepentingan, dan kepentingannya tersebut

hanya/mungkin bisa tercapai apabila dikerjakan bersama-sama.14 Kepentingan ini

tidak hanya bersifat materil, namun juga bersifat moril spiritual.15

Perkumpulan dibagi menjadi dua, yaitu perkumpulan dalam arti luas dan

perkumpulan dalam arti sempit. Perkumpulan dalam arti luas adalah perkumpulan

yang merupakan bentuk asal persekutuan, koperasi dan perkumpulan saling

menanggung. 16 Perkumpulan dalam arti luas melakukan kegiatannya untuk

mendapatkan keuntungan. Perkumpulan dalam arti luas kemudian dibagi menjadi

yang berbadan hukum seperti:

1. Perseroan Terbatas, yaitu badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.17

2. Koperasi, yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan

hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan.18 Persamaan koperasi dengan bentuk usaha lain adalah sama-

sama mengejar suatu keuntungan kebendaan, namun perbedaan yang

mencolok diantaranya adalah bahwa koperasi biasanya didirikan oleh orang-

orang yang benar-benar memerlukan sekali kerja sama ini untuk mencapai

suatu tujuan.19

                                                                                                               14 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan, hlm. 1 15 Ibid. 16 Ali, Badan Hukum, hlm.21 17 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No.40 Tahun 2007, TLN No. 4756

Tahun 2007, Ps. 1 butir 1 18 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 1 butir 1 19 Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi di

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 9: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  9  

3. Yayasan, yang menurut Rochmat Soemitro adalah suatu badan usaha yang

lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk

mencari keuntungan, melainkan tujuannya adalah untuk melakukan usaha

yang bersifat sosial.20 Yayasan sebenarnya diperbolehkan melakukan kegiatan

usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan

yang berlaku.21

4. Perkumpulan Saling Menanggung yang diatur dalam Pasal 286 sampai dengan

Pasal 308 KUHD.

Adapun, perkumpulan yang tidak berbadan hukum adalah:

1. Persekutuan Perdata, yaitu terjemahan dari maatschap (partnership) yang

berarti, dua orang atau lebih mengikat diri untuk memberikan sesuatu berupa

uang, barang, atau tenaga dalam bentuk suatu kerja sama.22 Terdapat tiga

unsur penting dalam Persekutuan Perdata: Pertama, persekutuan perdata

adalah perjanjian (kontrak). Kedua, adalah adanya pemasukan (kontribusi).

Ketiga, tujuan dibentukanya persekutuan perdata adalah untuk membagi

keuntungan. 23

2. Persekutuan Firma, yaitu kerjasama di antara orang yang bersifat pertemanan

atau perkawanan ataupun persekutuan, karena sifat kerjasama tersebut, firma

bertindak sebagai suatu perusahaan yang bernaung dibawah satu nama.24

3. Persekutuan Komanditer diatur dalam KUHD Pasal 16-35. Dalam persekutuan

ini terdapat sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Sekutu komanditer

hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan atau sering

disebut dengan istilah “sleeping partner” atau “sekutu diam”.25 Sedangkan

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 22

 20 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Waqaf (Bandung: Eresco,

1993), Hlm 9 21 Indonesia, Undang-Undang Yayasan, UU Nomor 16 Tahun 2001, LN No. 112 Tahun 2001,

Ps. 3, 7, dan 8 22 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Cetakan V (Jakarta: PT Sinar Grafika,

2015), hlm.2

23 Sardjono, Pengantar Hukum Dagang, hlm.29

24 Harahap, Hukum Perseroan, hlm.8-9 25 Ibid., hlm.17

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 10: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  10  

sekutu komplementer melakukan pengurusan meskipun wajib pula baginya

untuk memasukkan modal. 26

Sedangkan yang dimaksud dengan Perkumpulan dalam arti sempit ialah apa

yang dalam perundang-undangan Hindia Belanda dinamakan sebagai “Vereeniging”

yaitu badan berkumpulnya orang-orang selain dari perkumpulan yang diklasifikasikan

sebagai perkumpulan dalam arti luas.27 Dalam “perkumpulan” atau “perhimpunan” ini

beberapa orang berkumpul untuk mencapai suatu tujuan dalam bidang non-ekonomis

(tidak untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang

bentuk dan caranya diletakan dalam apa yang dinamakan “anggaran dasar” atau

“reglemen” atau “statuten”. 28 Perkumpulan dalalm arti sempit menitikberatkan

fokusnya pada hal-hal yang bersifat kerohanian, ilmu pengetahuan, hobi, kebudayaan

dan lain-lain.29

Di Indonesia, perkumpulan koperasi awalnya diatur dalam Penetapan

Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi pengertian koperasi saat itu

masih sangat serupa secara redaksional dengan definisi asli dari perkumpulan, yaitu

perkumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama (materiil).

Kedua, koperasi diatur oleh Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-

Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1927 Nomor 91). Berbeda

dengan sebelumnya, peraturan ini sedikit banyak mulai mengatur peraturan yang

bersifat lebih detail. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya jumlah pasal dalam

Penetapan Peraturan No. 91 tahun 1927. Meskipun demikian, dari sisi subtansi yang

sudah diatur dalam peraturan terdahulu tidak banyak berubah. Dalam mendefinisikan

Perkumpulan Koperasi, terdapat suatu penambahan, yaitu dijelaskan bahwa suatu

perkumpulan koperasi bukan hanya diisi oleh orang perorangan Indonesia, namun

juga oleh badan-badan hukum Indonesia. 30 Perubahan juga terdapat dalam hal

substansi akta pendirian dan pembubaran yang diatur lebih terperinci. Dalam

peraturan ini, muncul penasehat dengan tugas yang mengemban tugas seperti

                                                                                                               26 Sardjono, Pengantar Hukum Dagang, hlm.62 27 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, hlm. 15 28 Ali, Badan Hukum, hlm.119 29 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, hlm. 3-4

 30 Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 91 Tahun

1927, Ps.1

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 11: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  11  

notaris.31

Ketiga, adalah Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan

Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1933 Nomor 108). Perlu diketahui, bahwa

menurut pasal 40, ordonansi ini tidak berlaku atas perkumpulan Koperasi yang

didirikan oleh orang-orang Indonesia berdasarkan ordonansi tanggal 19 Maret 1927

Nomor 91. Pada intinya peraturan ini tidak banyak berubah dari pengaturan

sebelumnya. Namun, dalam hal definisi, peraturan ini menghilangkan klausa dalam

definisi dimana perkumpulan bisa dibentuk oleh badan-badan hukum.32

Keempat, Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan

Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1949 Nomor 179). Peraturan ini tidak berbeda

dengan peraturan-peraturan sebelumnya, begitupun dengan definisi dari perkumpulan

yang intinya adalah sama namun semakin dilengkapi. Perlu diketahui bahwa

Penetapan Peraturan Umum Tahun 1933 tidak merubah koperasi yang sudah berdiri

atas Penetapan Peraturan Tahun 1927. Definisi perkumpulan yang diatur dalam

peraturan ini kembali menuliskan klausa bahwa perkumpulan juga dibentuk oleh

perkumpulan badan-badan hukum Indonesia.33

Kelima, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1958 Tentang

Perkumpulan Koperasi. Dalam undang-undang ini, mulai dituliskan asas, prinsip dan

tujuan koperasi. Dalam peraturan ini, tentang pendirian dan perubahan anggaran

dasar, pertanggungan, cara bekerja perkumpulan dan pembubaran diatur sebagaimana

yang telah diatur dalam Peraturan Tahun 1927.

Pembahasan kemudian dijabarkan melalui peraturan yang tidak khusus

membahas tentang perkumpulan koperasi, diatur dalam lima undang-undang, yaitu

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1965 Tentang Perkoperasian,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967 Tentang Perkoperasian,

dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967

Tentang Perkoperasian, koperasi diatur sebagai organisasi ekonomi rakyat dengan

watak sosial dengan didasari oleh azas kekeluargaan.34 Namun, Undang-Undang

                                                                                                               31 Ibid., Ps.5 dan 7 32 Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 108

Tahun 1933, Ps. 1 butir 1 33 Ibid., Ps. 1 butir 1 34 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.12 Tahun 1967, LN No. 23 Tahun

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 12: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  12  

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian memiliki

penjelasan yang berbeda, yaitu undang-undang ini menjelaskan bahwa koperasi

merupakan badan usaha.35

Setelah membahas perkumpulan dan peraturan perkumpulan koperasi,

selanjutnya akan dibahas mengenai keanggotaan koperasi. Pembahasan dimulai dari

prinsip dan asas keanggotaan koperasi yang dikemukakan oleh Rochdale, Mohammad

Hatta, dan Kamaralsjah.

Menurut Rochdale, prinsip dan asas-asas tersebut ialah: open membership and

voluntary; democratic member control; member economic participation; autonomy

and independence; autonomy and independence; education, training and information;

cooperatives among cooperatives; dan concern for community.36 Mohammad Hatta,

kemudian mengemukakan bahwa dalam membangun dan menjalankan Koperasi,

terdapat dua pilar utama, yaitu Solidarita dan Individualita. Solidarita adalah

diutamakannya kepentingan masyarakat daripada kepentingan diri sendiri, yang

dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang anggota koperasi memiliki rasa

kekeluargaan terhadap anggota lainnya. Sedangkan individualita adalah bagaimana

seseorang insyaf akan harga dirinya dan percaya kepada dirinya sendiri. 37 Perlu

digarisbawahi bahwa solidarita dan individualita bukanlah seperti apa yang diartikan

oleh barat dan komunis. Individualita ala Barat diartikan sebagai gejala terisolasinya

seorang individu dari masyarakat38, sehingga ia mengutamakan kepentingan pribadi

dibandingkan dengan kepentingan masyarakat. Padahal apa yang diartikan oleh

individualita oleh koperasi adalah semangat untuk percaya dengan diri sendiri.

Sedangkan, perbedaan solidarita yang ditekankan dalam koperasi dan solidarita yang

diajarkan oleh komunis adalah adanya pertentangan kelas (majikan dan buruh),

sedangkan membeda-bedakan kelas tidak sesuai dengan prinisp dan asas koperasi.

Menurut Kamarlsjah, apabila ingin koperasi terus maju, maka anggota harus memiliki

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             1967, Ps. 3

35 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 1 butir 1 36 Brett Fairbairn, The Meaning Of Rochdale: The Rochdale Pioneers and The Co- Operative

Principle, (Saskatoon, Canada: Centre for The Sutdy of Co-Operatives, 1994)   37 Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 204- 205 38 Tjipto Susana, Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme:

Sebuah Studi Meta Analisis, Jurnal Psikologi Volume 33 No.1, hlm.1

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 13: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  13  

kesetiaan, kejujuran dan keadilan, serta kerukunan.39

Prinsip dan asas ini tidak hanya diterapkan oleh anggota koperasi, namun

seluruh perangkat organisasi yaitu pengawas, dan pengurus sesuai dengan hak dan

kewajiban yang diatur didalam undang-undang. Selain itu, terdapat pula perangkat

organisasi yang dapat menunjang terciptanya tujuan koperasi, yaitu manajer koperasi.

Manajer adalah orang yang bertanggung jawab atas jalannya koperasi. 40

Tanggungjawab tersebut didasarkan pada tugas yang dibebankan dan wewenang yang

dilimpahkan oleh pengurus. Manajer atau pengelola dipilih dan diangkat oleh

pengurus untuk melakukan fungsi operasional usaha koperasi. Keanggotaan yang

diatur oleh undang-undang semakin berkembang dan mendetail.

Awalnya, dalam Peraturan Mengenai Keanggotaan Dalam Perundang-

Undangan yang Khusus Mengatur Mengenai Perkumpulan Koperasi yaitu Penetapan

Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara

Indonesia 1915 Nomor 431), Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-

Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1927 Nomor 91), Penetapan

Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara

Indonesia 1933 Nomor 108), dan Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-

Perkumpulan Koperasi (Lembaran Negara Indonesia 1949 Nomor 179), keanggotaan

tidak diatur dengan khusus dan terperinci, terutama dalam pembahasan prinsip dan

asas-asas keanggotaan yang biasanya ditemukan dalam prinsip dan asas-asas

koperasi. Pengaturan tentang keanggotaan koperasi mulai berkembang dan dijelaskan

lebih mendetail lewat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1958

Tentang Perkumpulan Koperasi. Walaupun undang-undang ini masih menyebut

koperasi sebagai perkumpulan koperasi, namun didalamnya dapat ditemukan

pengaturan berkaitan dengan keanggotaan yang bersifat materil. Salah satunya

dituliskan upaya untuk mencapai kesejahteraan koperasi lewat anggota, yaitu dengan

mewajibkan dan menggiatkan anggotanya untuk menyimpan secara teratur; mendidik

anggotanya kearah kesadaran berkoperasi; menyelenggarakan salah suatu atau

beberapa usaha dalam lapangan perekonomian.41 Setelahnya, dalam Undang-Undnag

Republik Indonesia tentang Perkoperasian dari tahun 1965 hingga tahun 1992, prinsip                                                                                                                

39 Kamaralsjah, Tentang Pengertian Hal Organisasi Perkumpulan Koperasi (Jakarta: J.B

Wolters, Groningen, 1954), hlm.65

40 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, (1992), Ps. 39 41 Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi (1958), Ps.3 (1)

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 14: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  14  

dan asas koperasi dijelaskan lebih terperinci.

Setelah mengetahui perkumpulan dan keanggotaan koperasi, pembahasan dilakukan terkait pengaturan perkumpulan dan keanggotaan yang seharusnya berada dalam undang-undang dengan dikaitkan dengan tingginya jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia dan pengaturan jumlah minimal untuk mendirikan koperasi.

Asal mula koperasi yang berawal dari perkumpulan berdampak pada tidak

lepasnya asas-asas dan prinsip-prinsip perkumpulan sejauh apapun sebuah koperasi

berkembang. Perkumpulan sediri dapat dibentuk oleh paling sedikit dua orang.42

Apabila dibandingkan dengan undang-undang yang berlaku saat ini, dapat

disimpulkan bahwa kedua jumlah ini memiliki perbedaan yang cukup besar. Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992 mengatur bahwa untuk membuat sebuah koperasi

primer memerlukan sekurang-kurangnya dua puluh orang.43 Padahal perkumpulan

adalah cikal bakal dari koperasi. Memang tidak tepat apabila sepenuhnya

menyamakan perkumpulan dan koperasi berkaitan dengan jumlah anggota yang

dipersyaratkan saat melakukan pembentukan. Namun, hal tersebut tidak serta merta

menghapuskan fakta bahwa persyaratan pembentukan koperasi dari segi jumlah

anggota adalah yang terbanyak. Bahkan apabila dibandingkan dengan badan usaha

lain, masing-masing hanya membutuhkan sekurang-kurangnya dua orang untuk

melakukan pendirian.

Apabila dikaji dari perkembangan undang-undang yang mengatur koperasi,

persyaratan berkaitan dengan jumlah anggota saat pembentukan pertama kali muncul

dalam Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi yaitu

25 orang, kemudian berubah pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 menjadi

20 orang hingga sekarang.

Penjelasan terkait ditentukannya jumlah minimal pembentukan koperasi

adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 dalam penjelasannya

tidak secara jelas menyinggung arti ditetapkannya jumlah tersebut. Hanya dijelaskan

bahwa penentuan jumlah tersebut merupakan hal yang penting dilakukan untuk

menjamin lancarnya usaha dan asas koperasi.44 Sedangkan, bagi Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1965, dalam penjelasannya menuliskan bahwa jumlah tersebut

                                                                                                               42 Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan, hlm. 2 43 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1992), Ps. 6. 44 Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi (1958), Penjelasan Ps.3

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 15: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  15  

adalah jumlah yang wajar untuk menjamin prinsip keseimbangan pembangunan

koperasi45. Berbeda dari sebelumnya, dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965

dapat dilakukan analisis lebih mendalam. Undang-undang ini mengatur bahwa yang

dapat menjadi anggota koperasi adalah rakyat pekerja dan produsen kecil yang

merupakan tenaga-tenaga produktif.46 Maka, koperasi berorientasi kepada anggota

yang lemah kedudukan ekonominya. Masyarakat dengan ekonomi yang lemah tidak

bisa memberikan modal yang cukup banyak bagi sebuah koperasi. Maka dari itu,

ditentukan jumlah yang cukup banyak untuk pembentukan koperasi agar modal yang

terkumpul cukup untuk menjalankan kegiatan usaha.

Sayangnya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 kembali tidak

menjelaskan sama sekali ���berkaitan tentang latar belakang ditentukannya jumlah

sekurang-kurangnya 20 anggota dalam pembentukan koperasi. Kemudian, Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang masih digunakan hingga sekarang, tidak

memberikan penjelasan yang mendetail tentang ditetapkannya jumlah tersebut. Dalam

penjelasannya, hanya dikatakan bahwa persyaratan ini dimaksudkan untuk menjaga

kelayakan usaha dan kehidupan Koperasi. Kata “sesuai”, ”wajar”, “cukup” atau

“memungkinkan” yang sering dituliskan dalam pembahasan mengenai latar belakang

ditentukannya jumlah-jumlah tersebut belum pernah memberikan penjelasan dengan

tolak ukur yang jelas. Padahal setidaknya dalam menentukan persyaratan minimum

jumlah anggota pendirian koperasi dapat dijelaskan dengan tolak ukur perangkat

organisasi koperasi yaitu pengurus, pengawas, anggota, dan pengemban tugas lain.

Sebagai perkumpulan orang, muncul anggapan bahwa semakin banyak orang

yang terdapat dalam koperasi akan membuat koperasi semakin berhasil. Hal tersebut

mungkin benar adanya, namun justru dengan semakin banyaknya orang yang

terkumpul didalam sebuah koperasi, maka semakin besar tantangan koperasi dimasa

yang akan datang. Dalam membentuk koperasi, yang dibutuhkan bukanlah kuantitas

anggota koperasi, namun kualitas anggota koperasi. Maka dari itu, Kementerian

Koperasi dan UKM melakukan upaya dengan penggabungan koperasi. Penggabungan

itu dilakukan untuk koperasi-koperasi yang berada diambang pembubaran.

                                                                                                               45 Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian (1965), Penjelasan Ps.20 46 Ibid., Ps.9 huruf c

 

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 16: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  16  

Selanjutnya pembahasan dilakukan dari sisi prinsip dan asas keanggotaan

yang terdapat dalam Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.

Pembahasan tentang “kepentingan yang sama” yang tertulis dalam undang-undang

tersebut dirasa tidak cukup untuk merepresentasikan seluruh prinsip-prinsip yang

khusus mengatur keanggotaan. Begitupun dengan kewajiban anggota koperasi yang

hanya menyinggung permukaan dari ketentuan persyaratan anggota koperasi secara

materil. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 telah mengatur asas

keanggotaan koperasi dengan cukup baik. Didalamnya diatur bahwa selain

keanggotaan yang bersifat sukarela, keanggotaan koperasi sesuai dengan kesadaran

dan kemampuannya, mempunyai tugas untuk mengembangkan modal, tenaga,

maupun pikiran untuk koperasi dan sesuai dengan keadaannya menerima bagian dari

setiap kemanfaatan koperasi dalam batas-batas kepentingan negara dan masyarakat.47

Ditambah lagi dengan pengaturan mengenai kewajiban keanggotaan koperasi, yang

didalamnya termasuk membantu pengurus dalam mengemban tugasnya. Melalui pasal

tersebut, dapat diketahui bahwa Nomor 14 Tahun 1965 menginginkan anggota

koperasi yang secara konsisten dan berkomitmen dapat terus melakukan kontribusi-

kontribusi terhadap kehidupan perkoperasian.

Selain memperbaiki pengaturan terkait dengan keanggotaan koperasi dari sisi

perundang-undangan, menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia juga perlu

dilakukan dengan usaha-usaha yang salah satunya dilakukan oleh Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Pertama, dengan mengoptimalkan

manajemen koperasi melalui pengendalian intern yang dilakukan untuk meningkatkan

keandalan informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keangan������, kepatuhan para

manajer dan personel terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku, mendorong

peningkatan efisiensi dan efektivitas koperasi.48 Kedua, meningkatkan peran manajer

koperasi. Di Indonesia, per tanggal 31 Desember 2015, jumlah manajer yang dimiliki

tiap provinsi adalah tidak lebih dari setengah jumlah koperasi aktif.49 Padahal peran

manajer sangat penting yaitu mengemban tugas sebagai penghubung antara pengurus                                                                                                                

47  Indonesia,  Undang-­‐Undang  Perkoperasian  (1965),  Ps.  4  huruf  i       48 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Modul Sistem Pengendalian Intern Koperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2005). Hlm.2

49 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,

http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/, diakses tanggal 17 Desember

2016

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 17: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  17  

koperasi sebagai pembuat kebijakan koperasi dan anggota koperasi sebagai pelaksana

kebijakan. Pun dalam pelaksanaan pekerjaan teknis di satu pihak dan peletak dasar

kerja dan kebijaksanaan di lain pihak.50 Ketiga, dilakukannya Pra-Koperasi sebelum

membadanhukumkan koperasi. Pra-Koperasi adalah istilah yang digunakan sebagai

teknik dan metode pembinaan yang diterapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah kepada seluruh anggota koperasi yang pada saat itu koperasinya

belum berdiri. 51 Secara teknis, proses Pra-Koperasi ini berjalan dengan cara

diberikannya simulasi berkoperasi selama kurang lebih enam bulan dengan diiringi

dengan pembinaan dan pengawasan koperasi. Pra koperasi dilakukan dengan tujuan

agar seluruh anggota koperasi telah mengetahui seluk beluk perkoperasian.

Kesimpulan

Pada kesimpulannya, masyarakat Indonesia yang dahulu hidup dalam segala

keterbatasan cenderung berkumpul untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja sama ini

kemudian menjadi perkumpulan-perkumpulan yang bergerak hingga sekarang.

Perkumpulan didefinisikan sebagai berkumpulnya lebih dari satu orang yang memiliki

kepentingan yang sama untuk mencapai cita-cita tertentu. Pengaturan mengenai

perkumpulan koperasi di Indonesia diawali tahun 1915. Hingga tahun 1958,

peraturan-peraturan tersebut menyebut koperasi sebagai Perkumpulan Koperasi.

Peraturan-peraturan tersebut sedikit banyak masih melekatkan makna koperasi

dengan perkumpulan. Dimulai dari tahun 1965, peraturan yang mengatur koperasi

melepaskan kata “perkumpulan” dalam koperasi dan lebih banyak mengatur peraturan

yang khusus mengatur koperasi. Pengaturan tentang koperasi pun jauh lebih

berkembang dan terperinci.

Dari segi keanggotaan, koperasi memiliki tiga perangkat organisasi yaitu rapat

anggota, pengawas dan pengurus. Ketiga perangkat juga ditunjang oleh adanya

manajer koperasi. Perangkat koperasi memiliki tanggungjawab besar sebagai

penggerak koperasi, maka dari itu dibutuhkan perangkat organisasi koperasi yang

menjalani prinisp dan asas-asas koperasi. Di Indonesia, pengaturan keanggotaan

                                                                                                               50 Suwandi, Hubungan Kerja Pengurus – Manager Koperasi. (Jakarta: Departemen

Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi, s.a.), Hlm.1 51 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan Kominfo, Indonesia

Berkoperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2011), Hlm.16  

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 18: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  18  

koperasi terus berkembang lewat Penetapan Peraturan Mengenai Perkumpulan-

Perkumpulan Koperasi Nomor 431 Tahun 1915 hingga Penetapan Peraturan

Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi Nomor 179 Tahun 1949 yang tidak

menjabarkan keanggotaan koperasi dengan jelas. Namun pada Undang-Undang

Nomor 79 tahun 1958 tentang Perkoperasian, keanggotaan koperasi mulai

dirumuskan dengan lebih mendetil. Khususnya pada hak dan kewajiban anggota

koperasi serta prinsip dan asas keanggotaan yang harus dimiliki oleh anggota

koperasi.

Berkaitan dengan jumlah minimum pendirian yang dipersyaratkan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992, seharusnya tidak perlu diatur. Koperasi adalah badan

usaha yang terbanyak mengatur syarat minimum keanggotaan, yaitu 20 orang,

padahal koperasi berasal dari perkumpulan yang dapat dibentuk oleh dua orang. Hal

ini menyebabkan anggota-anggota koperasi masuk atas dasar paksaan dan bukan

karena kepentingan yang sama. Jumlah persyaratan yang besar membuat pendiri

koperasi lebih berfokus pada memenuhi jumlah tersebut melainkan dengan mencari

anggota yang sesuai dengan prinsip dan asas keanggotaan koperasi.

Kemudian, apabila melihat substansi undang-undang perkoperasian khususnya

dalam pembahasan mengenai keanggotaan, dibutuhkan peraturan-peraturan tambahan

yang sifatnya prinsipil. Undang-undang dalam persyaratan keanggotaan yang dapat

masuk kedalam koperasi, hanya diatur sangat umum dan tidak menyinggung banyak

prinsip keanggotaan. Padahal, apabila berkaca dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1965 telah mengatur persyaratan keanggotaan dengan cukup baik dan memasukan

banyak konsiderasi yang berkaitan langsung dengan prinsip keanggotaan kedalamnya.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 telah menggambarkan seperti apa anggota

yang diinginkan didalam koperasi.

Selain peraturan yang terdapat dalam undang-undang, upaya untuk menekan

koperasi tidak aktif juga perlu dilakukan dalam koperasi. Koperasi perlu

meningkatkan dan mempertahankan kinerja anggotanya. Untuk itu, manajemen

koperasi penting untuk dilakukan dengan Pengendalian Intern Koperasi, optimalisasi

peran dan fungsi manajer koperasi, serta diadakannya Pra-Koperasi sebelum

membentuk koperasi.

Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah kepada Kementerian Koperasi

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 19: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  19  

dan Usaha Kecil dan Menengah, yaitu mengadakan pendidikan dan latihan bagi

anggota koperasi secara berkala untuk mempertahankan semangat anggota koperasi

agar terus aktif dan partisipatif dalam setiap kegiatan perkoperasian. Pelatihan

seharusnya tidak hanya dilakukan sebelum dan sesaat setelah koperasi berdiri.

Selanjutnya adalah saran untuk segera mengatur keanggotaan koperasi secara

terperinci dan khusus dalam undang-undang perkoperasian. Rinci yang dimaksudkan

disini adalah adanya peraturan yang khusus tentang asas dan prinsip keanggotaan

serta mencerminkan anggota seperti apa yang diinginkan oleh undang-undang

perkoperasian. Dengan didasari oleh pentingnya eksistensi anggota dalam sebuah

koperasi, maka tidaklah berlebihan apabila dalam undang-undang perkoperasian yang

akan dirancang, tentang prinsip dan asas keanggotaan koperasi dipisahkan dalam

pasal tersendiri.

Daftar Referensi

Abbas, Anwar, Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Jakarta: Kompas, 2010)

Ali, Chaidir Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987

Fairbairn, Brett, The Meaning Of Rochdale: The Rochdale Pioneers and The Co-

Operative Principle, (Saskatoon, Canada: Centre for The Sutdy of Co-

Operatives, 1994)    

Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas Cetakan V (Jakarta: PT Sinar Grafika,

2015),

Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor

431 Tahun 1915

Indonesia, Peraturan Mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN Nomor 91

Tahun 1927

Indonesia, Penetapan Peraturan Mengnai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN

Nomor 108 Tahun 1933

Indonesia, Penetapan Peraturan Mengnai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, LN

Nomor 179 Tahun 1949

Indonesia, Undang-Undang Perkumpulan Koperasi, UU No.79 Tahun 1958, LN

No.139 Tahun 1958

Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.14 Tahun 1965, LN No. 75

Tahun 1965

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017

Page 20: PENGATURAN MENGENAI KEANGGOTAAN DALAM PERKUMPULAN KOPERASI ...

  20  

Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.12 Tahun 1967, LN No. 23

Tahun 1967

Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No.25 Tahun 1992, LN No. 116

Tahun 1992

Indonesia. Undang-Undang Organisasi Masyarakat, UU No,17 Tahun 2013, LN

Nomor 5430 Tahun 2013

Indonesia, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Peraturan Menteri

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Revitalisasi Koperasi, No PM 25

Tahun 2015

Kamaralsjah, Tentang Pengertian Hal Organisasi Perkumpulan Koperasi (Jakarta:

J.B Wolters, Groningen, 1954)

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Modul Sistem Pengendalian

Intern Koperasi, (Jakarta: Kemenkop dan UKM, 2005)

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,

http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/,

diakses tanggal 17 Desember 2016

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Data Koperasi 2010-2015,

http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-koperasi/,

diakses tanggal 17 Desember 2016

Pachta, Andjar, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum

Koperasi di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005)

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia

(Jakarta: Dian Rakyat, 1978)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)

Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2005)

Soemitro, Rahmat, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Waqaf (Bandung:

Eresco, 1993)

Susana,Tjipto, Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis Individualisme dan Kolektivisme:

Sebuah Studi Meta Analisis, Jurnal Psikologi Volume 33 No.1

Suwandi, Ima, Hubungan Kerja Pengurus – Manager Koperasi. (Jakarta: Departemen

Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi, s.a.)

Pengaturan Mengenai ..., Anbiya Annisa, FH UI, 2017