pengaturan kewajiban bank menjaga kerahasiaan data nasabah ...
Transcript of pengaturan kewajiban bank menjaga kerahasiaan data nasabah ...
i
TESIS
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA
KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN
MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN
DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
TESIS
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA
KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN
MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN
DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI
NIM. 1392461010
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA
KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN
MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN
DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister
pada Program Studi Kenotariatan Pascasarjana Universitas Udayana
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI
NIM. 1392461010
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
iv
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 15 APRIL 2015
KOMISI PEMBIMBING
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Prof.Dr.Tjok Istri Putra Astiti, SH.,MS Dr. Desak Putu Dewi Kasih SH.,M.Hum
NIP. 1947.1231 197503 2 003 NIP.1964.0402 198911 2 001
MENGETAHUI:
Ketua Program Magister Kenotariatan Direktur Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. Desak Putu Dewi Kasih SH.,M.Hum Prof.Dr.dr. AA.Raka Sudewi,Sp. S(K)
NIP. 1964.0402 198911 2 001 NIP.19590215 198510 2 001
iii
v
Tesis Ini Telah Diuji
Pada Tanggal : 13 April 2015
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana
Nomor :1119/UN14.4/HK/2015
Tanggal :10 April 2015
Ketua : Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, SH., MS
Anggota :
1. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum
2. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi., SH., MS
3. Dr. I Made Udiana, SH., MH
4. Dr. I Made Sarjana, SH., MH
iv
vi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Anak Agung Istri Chandra Pramita Sukawati
NIM : 1392461010
Program Studi : Kenotariatan
Judul Tesis : Pengaturan Kewajiban Bank Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah
Penyimpan Menurut Undang-Undang Perbankan dikaitkan dengan
Kebebasan Pers
Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis ini bebasdari
plagiat. Apabila dikemudian hari karya ilmiah tesis ini terbukti plagiat, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
Denpasar, 08 April 2015
Yang Membuat Pernyataan
(Anak Agung Istri Chandra Pramita Sukawati)
v
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini yang berjudul “PENGATURAN KEWAJIBAN BANK
MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT
UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN
PERS” Penulisan tesis ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat
memperoleh Gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan
Pascasarjana Universitas Udayana.
Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari
para pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr. Tjok istri Putra
astiti, SH.,MS., Pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan sabar dan
sepenuh hati disela-sela kesibukan beliau, memberikan nasihat serta kepercayaan
penuh kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-
besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih,
SH.,MHum. Pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan bimbingan,
nasihat, saran, kepercayaan, dan motivasi demi kemajuan penulis sehingga tesis
ini terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,
Sp.PD., KEMD., Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis tujukan kepada
vi
viii
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi
mahasiswa Program Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH. Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana atas segala dukungan dan izin yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti Program Magister. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya pula kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum. Ketua
Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana
atas kesempatan, dukungan, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Samuel Cibro,SH dan
Junaedi Kariadi, SH.,MH yang telah memberikan ide penulisan tesis ini.
Terimakasih juga kepada Prof Dr. I Wayan Parsa,SH.,MHum pembimbing
akademik yang telah dengan sabar dan penuh pengertian memberikan inspirasi,
bimbingan, nasihat, dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tesis ini dengan baik. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan
Program Pascasarjana Universitas Udayana atas ilmu yang diberikan, serta Bapak
dan Ibu staff dan karyawan Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang
telah membantu kelancaran proses administrasi selama perkuliahan. Terima kasih
vii
ix
yang tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta Ibunda
tersayang I Gusti Ayu Sri susilawati dan ayahanda Anak Agung Gde Anom
Sukawati. serta sodara tersayang A.A Gde Agung Yudha Palguna Sukawati dan
A.A Istri Manik Tirthaningrat Sukawati atas doa, nasihat, dan dukungan serta
kasih sayang yang telah diberikan tiada henti bagi penulis. Penulis mengucapkan
juga terimakasih kepada semua keluarga yang tidak dapat diucapkan satu-persatu.
Terima kasih pula penulis ucapkan kepada yang terkasih IPTU.I Gusti
Ngurah Adi Suarmita, S.IK. yang selalu dengan sabar mendampingi, memberikan
inspirasi, dukungan, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Terimakasih kepada Ida ayu Putu Swandewi ,SH,MKn, Komang Trianna, SH.,
Nirmala Sari,SH., Elik Sulistyawati,SH., Tri Indrayanti,SH., serta semua teman-
teman seperjuangan Angkatan VI Mandiri atas segala dukungannya selama ini.
Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa selalu memberikan kebahagian dan kesejahteraan bagi kita
semua. Saran dan kritik membangun dari pembaca sangat penulis harapkan dalam
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan menambah kepustakaan dibidang kenotariatan serta berguna
bagi masyarakat.
Denpasar, 01 Januari 2015
Penulis
viii
x
ABSTRAK
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA
NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN
DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang
Perbankan memberikan suatu kewajiban bagi Bank untuk merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,
dan Pasal 44A. Dengan berlakunya pengecualian tersebut maka rahasia bank
hanya dapat dibuka apabila seperti yang ditegaskan dalam Undang-Undang.
Pihak-pihak yang tidak termasuk ke dalam pengecualian tidak dapat memperoleh
rahasia bank tersebut. Namun terdapat pengaturan Pada Pasal 4 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan bahwa untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Rumusan masalah
dalam penelitian ini meliputi, bagaimana pengaturan rahasia bank dengan
berlakunya Undang-Undang Pers, bagaimana perlindungan hukum terhadap
nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang
didasarkan pada konflik norma pada Pasal Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, dengan Pasal 4 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penelitian ini menggunakan sumber
bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan dalam Undang-
Undang perbankan dan peraturan pelaksananya tidak memberikan peluang untuk
dilakukan publikasi terhadap rahasia nasabah penyimpan. Pers yang
mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank dikategorikan telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan. Perlindungan hukum
terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers dapat
diperoleh nasabah melalui ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan,
Perlindungan konsumen, dan ketentuan perdata.
Kata Kunci: Bank, Rahasia bank, Nasabah Penyimpan, Kebebasan pers
ix
xi
ABSTRACT
BANK OBLIGATION OF KEEPING DEPOSITORS CONFIDENTIAL DATA
AND SAVINGS ACCORDING TO BANK REGULATION ASSOCIATED TO
FREEDOM OF THE PRESS
Article 40 paragraph ( 1 ) of Act No. 10 of 1998 on Banking provides an
obligation for the Bank to conceal information about customers and their savings,
except in the case referred to in Article 41 , Article 41A , Article 42 , Article 43 ,
Article 44 , and Article 44A . With the exception of the entry into force of the
secret can only be opened when the bank as defined in the Act . The parties are
not included in the exceptions are not able to obtain the bank secrecy . However
there are settings In Article 4 paragraph ( 3 ) of Act No. 40 of 1999 on the Press
which confirms that to guarantee freedom of the press , the national press has the
right to seek , obtain , and disseminate ideas and information . Formulation of the
problem in this study include , how secret arrangement with the entry into force
banks Press Law, how the legal protection of bank customers who are
disadvantaged due to the freedom of the press .
This type of research is a normative legal research based on the norms
of conflict in Article Article 40 paragraph ( 1 ) of Act No. 10 of 1998 on Banking,
with Article 4 paragraph ( 3 ) of Act No. 40 of 1999 on the Press . This study
used a source of legal materials consisting of primary legal materials ,
secondary, and tertiary.
The results of this study indicate that the provisions of the Banking Act
and its implementing regulations do not provide opportunities for the publication
of the secret depositors . Press is publishing confidential information relating to
the banks categorized have violated banking regulations . Legal protection of
bank customers were harmed as a result of customers' freedom of the press can be
obtained through the provisions of the Banking Law , Consumer Protection , and
civil provisions .
Keywords: bank, bank Secret, depositors, freedom of the press.
x
xii
RINGKASAN
Penelitian ini menganalisis mengenai kewajiban bank menjaga
kerahasiaan data nasabah dan simpanannya menurut Undang-Undang Perbankan
dikaitkan dengan kebebasan Pers. Bab I Pendahuluan menguraikan latar belakang
masalah Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menegaskan bahwa, Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini bertentangan Kerahasiaan bank
yang diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan menegaskan bahwa, Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A”, yang menimbulkan suatu konflik norma
diantara undang-undang tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut maka
permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini meliputi Bagaimana pengaturan
kerahasiaan bank dengan berlakunya kebebasan pers dan Bagaimana
perlindungan hukum Nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan
pers. Selanjutnya pada Bab I diuraikan pula mengenai tujuan dan manfaat
penelitian, landasan teoritis yang digunakan untuk mengkaji permasalahan,
metode penelitian, sumber-sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan
hukum, teknik pengolahan bahan hukum dan teknik analisis bahan hukum.
Bab II Mengenai kajian pustaka yang menguraikan tentang rahasia bank
dan pers. Kajian pustaka yang dibahas terkait dengan tinjauan umum membahas
meliputi pengertian dan ruang lingkup rahasia bank, pihak-pihak yang
berkewajiban menjaga teguh rahasia bank, Perubahan mengenai rahasia bank di
indonesia, tujuan rahasia bank, pengertian dan ciri pers, fungsi pers, sejarah dan
perubahan mengenai pers di indonesia.
Bab III mengenai pembahasan hasil penelitian terhadap rumusan masalah
pertama mengenai Bagaimana pengaturan rahasia bank dengan berlakunya
kebebasan pers. Pembahasan ini diuraikan dalam 3 (tiga) sub bab yakni
pengaturan rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan, kewajiban GCG
bagi perbankan, akibat hukum rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang
pers.
Bab IV mengenai pembahasan hasil penelitian terhadap rumusan masalah
kedua mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan
akibat adanya kebebasan pers . Pembahasan ini diuraikan dalam 4 (empat) sub
bab yakni perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang
perbankan dan ketentuan pelaksananya, perlindungan hukum berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang perlindungan konsumen, perlindungan hukum
menurut ketentuan perdata untuk mendapatkan ganti rugi akibat perbuatan
melawan hukum, upaya bank menjaga keamanan rahasia bank.
xi
xiii
Bab V sebagai bab penutup pada tesis ini menguraikan mengenai
simpulan dari pembahasan dan saran. Adapun simpulan pembahasan pertama
diatas yaitu Pengaturan Rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang Pers,
adalah bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan peraturan
pelaksananya tidak memberikan peluang untuk dilakukan publikasi terhadap
rahasia nasabah penyimpan. meskipun dalam ketentuan Undang-Undang Pers
mengatur menentukan pers dapat mencari, memperoleh serta mempublikasikan
informasi. sepanjang informasi tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang
dikecualikan dalam ketentuan rahasia bank. Sehingga apabila pers
mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank dapat dikategorikan
telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Perbankan.
Simpulan kedua Perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan
akibat adanya kebebasan pers adalah sebagai berikut Perlindungan hukum
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Ketentuan
Pelaksananya baik secara internal maupun pengaturan eksternal.Perlindungan
hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan Perdata untuk memperoleh ganti
kerugian akibat perbuatan melawan hukum. Saran untuk permasalahan pertama
yaitu Bagi pemerintah hendaknya melakukan revisi terhadap Undang-Undang
Pers pada Pasal 4 ayat (3), diperjelas mengenai kebebasan pers yang sifatnya
mutlak atau terbatas. Pers dalam penyelenggaraan kebebasan pers tetap merujuk
pada ketentuan dalam Undang-Undang perbankan, hal ini dimaksudkan untuk
tetap menjaga kedudukan bank sebagai lembaga kepercayaan. Saran untuk
permasalahan kedua yaitu Agar perlindungan hukum dapat diperoleh nasabah,
maka penegak hukum harus menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan
Undang-Undang perbankan tidak terkecuali bagi pihak pers.
xii
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
PRASYARAT GELAR .................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
RINGKASAN ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 15
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 15
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................. 15
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................ 15
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 16
1.4.1. Manfaat Teoritis .............................................................. 16
1.4.2. Manfaat Praktis ............................................................... 16
1.5. Landasan Teoritis ........................................................................ 17
1.5.1. Teori ................................................................................. 17
xiii
xv
1.5.2. Konsep .............................................................................. 23
1.5.3. Pandangan Para Sarjana .................................................... 32
1.6. Metode Penelitian ...................................................................... 35
1.6.1. Jenis Penelitian ................................................................. 35
1.6.2. Jenis Pendekatan .............................................................. 35
1.6.3. Sumber Bahan Hukum ..................................................... 36
1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................... 38
1.6.5. Teknik Pengolahan Bahan Hukum .................................. 38
1.6.6. Teknik Analisis Bahan Hukum ........................................ 38
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK DAN PERS 40
2.1. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank ................................... 40
2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank .................. 40
2.1.2. Pihak-Pihak Berkewajiban Menjaga Teguh Rahasia
Bank ................................................................................. 45
2.1.3. Perubahan Mengenai Rahasia Bank di Indonesia ............. 49
2.1.4. Tujuan Rahasia Bank ....................................................... 56
2.2. Tinjauan Umum Tentang Pers ............................................ 58
2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pers .................................. 58
2.2.2. Fungsi Pers ....................................................................... 62
2.2.3. Sejarah dan Perubahan Mengenai Pers di Indonesia ...... 64
BAB III PENGATURAN RAHASIA BANK DENGAN BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG PERS ........................................................... 71
3.1. Pengaturan rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan 71
3.2. Kewajiban Good Corporate Governance bagi perbankan ....... 89
xiv
xvi
3.3. Akibat hukum rahasia bank dengan berlakunya kebebasan pers 94
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK
YANG DIRUGIKAN AKIBAT ADANYA KEBEBASAN
PERS ................................................................................................ 101
4.1. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Perbankan dan ketentuan pelaksananya ........ 101
4.2. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ............................... 110
4.3. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan perdata
untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan
melawan hukum........................................................................ 117
4.4. Upaya Bank dalam Menjaga Keamanan Rahasia Bank ........... 121
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 131
5.1. Simpulan .................................................................................... 131
5.2. Saran ........................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 133
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini bank memiliki peran penting dalam suatu
Negara baik dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran di dalam suatu
Negara. Selain itu bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya
tergantung pada kepercayaan masyarakat sebagai nasabah yang mempercayakan
simpanan mereka pada bank. Mengingat bank merupakan bagian dari sistem
tersebut maka kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan suatu hal pokok
dari eksistensi suatu bank, kepercayaan masyarakat kepada Perbankan merupakan
kepentingan masyarakat banyak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional yang berkesinambungan yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga Perbankan
merupakan salah satu sarana pendukung yang mempunyai peran strategis. Bank
sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang menegaskan bahwa, Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank memerlukan pembinaan serta
pengawasan secara berkelanjutan bagi lembaga Perbankan itu sendiri agar dapat
1
2
berfungsi secara efisien, sehat dan wajar. Hal yang terpenting yaitu mampu
bersaing secara sehat dan yang utama adalah mampu melindungi dana yang telah
dititipkan oleh masyarakat sebagai nasabah kepada bank, dan mampu
menyalurkan dana masyarakat ke bidang-bidang usaha produktif sesuai sasaran
pembangunan nasional. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam
menjalankan usahanya bank cenderung menggunakan dana masyarakat.
Pada umumnya sekitar 90% dana yang diputar berasal dari masyarakat
dan hanya sebagian kecil yang berasal dari modal sendiri bank.1 Masyarakat
sebagai nasabah bank yang mempercayakan dana mereka untuk dikelola oleh
bank juga harus mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang dilakukan
pihak perbankan yang dapat mendatangkan kerugian. Selain itu demi menjaga
nama baik nasabah serta simpanan nasabah, harus diatur kapan serta dalam hal
yang bagaimana bank baru dapat diperkenankan untuk memberitahukan pada
pihak ketiga segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Masyarakat
hanya akan memanfaatkan jasa-jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa
bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan
keadaan keuangan dari nasabahnya. oleh karena itu nasabah bank sebagai
konsumen perbankan patut dilindungi hak dan kepentingannya.2 Hal inilah yang
menjadi salah satu alasan perlunya dibentuk peraturan yang berkaitan dengan
kerahasiaan bank.
1Yunus Husein, 2010, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Pustaka
Juanda Tigalima, Jakarta, hal.79. 2 Lukman Santosa Az, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank,
Cet. I, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, hal.113.
3
Salah satu faktor untuk dapat memelihara serta meningkatkan tingkat
kepercayaan masyarakat selaku konsumen terhadap suatu bank pada khususnya
dan Perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia
bank. hal ini dimaksudkan untuk dapat atau tidaknya bank, dipercaya oleh
nasabah yang menyimpan dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari
bank tersebut. Untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi
nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. Hal
ini tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi dengan teguh rahasia bank.3 Hal itulah yang telah mendasari
diterapkannya ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan sebagai
tindak pidana bagi pelanggarnya.4
Mengenai hubungan yang terjadi antar bank dan nasabah lebih
ditekankan pada kewajiban bagi bank agar tidak membuka kerahasiaan data dari
nasabahnya kepada pihak ketiga ataupun pihak lain, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang yang berlaku. Hal inilah yang disebut rahasia bank, bahwa
rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungannya antara bank dan nasabah.
Sesuai Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perbankan menegaskan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menegaskan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
3Adrian Sutedi, 2006, Hukum Perbankan, PT. Sinar Grafika, Jakarta,
hal.2. 4 Ibid.
4
dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia Perbankan wajib dirahasiakan.
Selain hal tersebut bukan merupakan keterangan yang wajib
dirahasiakan oleh bank. Kerahasiaan informasi Perbankan yang lahir melalui
kegiatan Perbankan ini diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun untuk
kepentingan nasabah itu sendiri dikemudian hari. Ini dikarenakan hubungan
bisnis yang terjalin antara seseorang dengan bank yang ditegaskan oleh Bryan
A.Garner bahwa a person who engages in the business of banking.5 (orang yang
terlibat dalam bisnis perbankan) oleh karenanya lembaga Perbankan harus
memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya. Ketentuan ini juga berlaku
pula bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional Perbankan. Pihak terafiliasi
adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha
jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. hubungan tersebut melalui cara
menggabungkan dirinya pada bank. Penggabungan diri tersebut dilakukan karena
terikat dalam hal kepemilikan bahkan adanya keterikatan hubungan keluarga
dengan pihak tertentu, pengurusan maupun karena hubungan kerja biasa seperti
karyawan,atau hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan jasanya
kepada bank.6
Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat dihadapkan
pada dua kewajiban yang saling bertentangan. Satu pihak bank mempunyai
kewajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya
5 Bryan A.Garner, 1990, Black Law Dictionary,West Publishing Co, St
Paul minn, hal.140. 6 Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet.V,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.278.
5
yang disebut juga teori rahasia mutlak. Kewajiban ini timbul dan erat kaitannya
dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada
bank selaku lembaga keuangan pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat.
Kewajiban rahasia bank ini sering timbul atas dasar kepercayaan, disisi lain juga
berkewajiban untuk mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya
dalam keadaan-keadaan tertentu yang disebut juga teori rahasia bank nisbi.
Disinilah muncul konflik yang dihadapi bank.7 Namun Undang-Undang
Perbankan di indonesia menganut teori rahasia bank nisbi atau relatif, yang dalam
hal tertentu keadaan keuangan nasabah dapat diungkap sesuai prosedur hukum
yang sudah ditentukan.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pengaturan rahasia bank di dalam
Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44 A. Berdasarkan definisi tersebut nampaknya yang harus
dirahasiakan bukan saja simpanan nasabah (obyek), tetapi juga penyimpannya
(subyek). Rahasia bank bukan saja menyangkut keadaan keuangan nasabah yang
bersifat privacy atau personal affair, tetapi meliputi juga identitas nasabah seperti
nama, alamat rumah, serta alamat e-mail nasabah. Pengertian rahasia bank yang
demikian itu belum jelas, karena pengertian ”segala sesuatu yang berhubungan
dengan” dan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya
7Ibid, hal.112.
6
masih kurang jelas. Penjelasan Pasal 40 ayat (1) itupun tidak menjelaskan arti
“segala sesuatu yang berhubungan dengan” dan “keterangan” tersebut.
Menghindari penyalahgunaan kerahasiaan bank tersebut, dari pihak
Perbankan serta guna menjaga kepercayaan dan menimbulkan rasa aman
masyarakat mengenai keuangannya maka dibuatlah suatu aturan. Dalam hal
melarang pihak bank untuk memberikan keterangan yang tercatat di bank kepada
pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah, baik simpanan dan
penyimpannya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan kecuali
dalam hal yang secara tegas disebut dalam undang-undang tersebut, hal inilah
yang disebut “Rahasia Bank”. Demi kelancaran serta keamanan kegiatan
Perbankan, hal ini harus mendapat perhatian ekstra dari seluruh pihak perbankan
serta penegak hukum.
Maraknya tindak pidana yang terjadi di beberapa bank yang cukup
memperihatinkan. Mengenai mereka yang tanpa membawa perintah ataupun izin
tertulis dari pimpinan bank Indonesia mempublikasikan informasi rahasia bank
yang seyogyanya dirahasiakan . Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi
nasabah penyimpan, serta pihak bank dalam kedudukannya sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat. Demi mempertahankan kepercayaan masyarakat dan
eksistensi dari bank tersebut, maka disini bank wajib melindungi dana nasabah
penyimpan dan simpananya. Selain itu Bank juga berkewajiban menjaga
kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan
nasabah, bahkan hal itu tidak jarang dilakukan oleh pegawai bank sendiri. Oleh
7
sebab itu segala usaha pun harus ditempuh guna menanggulangi kejahatan
Perbankan.
Beberapa kasus perbankan yang terjadi, salah satunya berkenaan dengan
penyebarluasan kondisi bank melalui media massa, juga menjadi masalah.
Mencuatnya masalah salah satu bank swasta yang mencuri perhatian masyarakat
dimulai dari tahun 1989 dan semakin marak di tahun 2009 yang di publikasikan
oleh Pers dalam hal ini media massa. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers, media massa yang masuk kedalam kategori Pers
memiliki hak di dalam mengexspose informasi. Sebagaimana ditegaskan oleh
Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pers menegaskan bahwa, Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi. Tepat pada bulan November 2009,
diketahui data nasabah serta simpanan nasabah yang merupakan nasabah
penyimpan dari bank Swasta tersebut yaitu bank century, nasabah tersebut tidak
masuk ke dalam kategori pengecualian yang dikecualikan oleh undang-undang
dan dalam hal ini seyogyanya datanya tidak diexpose.
Salah satu media ada yang menyebutkan mengenai nama nasabah dan
jumlah simpanan dari nasabah tersebut yang merupakan nasabah penyimpan di
bank yang kebetulan menggunakan produk bank berupa deposito bank.8
Diungkapkan mengenai dana dari nasabah bank tersebut tidak dapat dicairkan
tanpa sebab yang pasti, ini terjadi tidak hanya pada satu nasabah penyimpan
8Lilix Dwi Mardjianto, 2009, ”Labirin Kasus Bank Century”, serial
online November, (cited 2010 jan. 22), available from:URL:
http://www.antaranews.com/berita/162865/labirin-kasus-bank-century.
8
namun juga nasabah penyimpan lainnya. Dalam hal ini seharusnya data nasabah
tidak diexspose baik itu dilakukan oleh pihak bank atau media massa yang
mengexpose data nasabah, karena hal ini jelas telah melanggar rahasia bank.
Namun dalam hal ini nasabah tersebut tidak terkait ke dalam permasalahan seperti
yang dikecualikan oleh Undang-Undang. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 40
ayat (1) Undang-Undang Perbankan baik itu dalam hal pajak, piutang lelang
Negara, pidana, perdata, tukar menukar informasi bank, serta ahli waris. Nasabah
tersebut murni merupakan nasabah yang tidak tersangkut dalam permasalahan
tersebut namun diexspose oleh media massa. Selain itu contoh kasus lainnya
yaitu pada awal bulan juni 1999 seorang pejabat tinggi negara atas nama Andi M
ghalib, yang memiliki sejumlah simpanan di salah satu bank swasta yaitu bank
Lippo dipublikasikan oleh media massa dalam hal ini pers. Pada saat itu Andi M
ghalib merupakan salah satu nasabah penyimpan yang memiliki simpanan
tabungan dan deposito di bank tersebut. Andi M ghalib merupakan murni nasabah
penyimpan yang tidak masuk ke dalam pengecualian oleh undang-undang
sehingga publikasi data nasabahnya pada saat itu merupakan suatu pelanggaran
terhadap Undang-Undang Perbankan. Karena hanya pihak-pihak yang masuk ke
dalam pengecualian undang-undang yang dapat mempublikasikan informasi
tersebut, tentu berdasarkan atas ijin dari pimpinan bank indonesia.
Hal ini jelas bertentangan dengan kerahasiaan bank yang diatur di dalam
Perbankan. Karena hanya pihak yang dikecualikan oleh undang-undang yang
dapat menerima informasi rahasia bank tersebut. Namun di sisi lain pers memiliki
hak kebebasan dalam hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
9
dan informasi. informasi dalam hal ini berupa informasi rahasia bank, yang
diperoleh dan dipublikasikan di media massa untuk diperlihatkan di depan
khalayak umum. Tindakan ini dapat dibenarkan dan dilindungi oleh payung
hukumnya. Sehingga pers dalam hal ini media massa dapat mencari informasi dari
berbagai sumber, baik dari pejabat, ataupun sumber-sumber lainnya.9 Beranjak
dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa,
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang merupakan cikal bakal
serta landasan pembentukan Undang-Undang Pers.
Berdasarkan Pasal 2 UU Pers menegaskan bahwa kemerdekaan pers
adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum. Pers disini seharusnya memegang prinsip
demokrasi dalam asas pers yaitu menghormati dan menjamin adanya hak asasi
manusia dan menjunjung tinggi hal tersebut. berkaitan dengan rahasia bank yang
diexspose oleh pers dalam hal ini media massa, jelas telah melanggar hak
seseorang sebagai nasabah bank. Agar dijaga kerahasiaan datanya dan
mendapatkan perlindungan hukum terkait hak pribadi dari seseorang nasabah.
Proses ini tumbuh dalam praktek perbankan melalui hubungan kepercayaan yang
dijalin oleh bank dengan nasabah. Selain itu dalam penyampaian informasinya
kepada khalayak ramai atau masyarakat itu harus memegang teguh nilai keadilan.
Dalam pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu pihak tetapi
9Shanti Rahmadsyah, 2010, Rahasia Bank Kasus Bank century,( cited
2013 Desember. 12) available from : URL : http://Hukumonline.com/rahasia-
Bank-Century.
10
harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak (berat sebelah), dalam hal
ini pers disini telah merugikan nasabah penyimpan dana yang tidak terkait ke
dalam pengecualian yang disebutkan oleh UU Perbankan, sehingga menimbulkan
ketidakpercayaan nasabah kepada bank.
Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus berlandaskan atas
hukum yaitu meletakkan hukum sebagai landasan bertindak yang diposisikan di
tingkat tertinggi. Sehingga Pers tidak lantas begitu saja bertindak meskipun telah
ada jaminan Kebebasan Pers yang diberikan oleh undang-undang. walaupun
wartawan memiliki jaminan kebebasan pers yang diberikan oleh UU Pers yang
dijadikan landasan di dalam setiap tindakan yang dilakukan serta hak ingkar yang
dimiliki. Pers tidak berarti bebas dari sanksi hukum yang harus diterima apabila
telah terbukti melanggar rahasia bank yang diatur di dalam UU Perbankan. Tetapi
segala sesuatunya harus dibuktikan terlebih dahulu mengenai penyimpangan yang
terjadi terkait permasalahan ini. Dapat dicermati bahwa, Pers dalam hal ini
wartawan yang berkaitan dengan informasi rahasia bank memiliki kebebasan di
dalam mencari, memperoleh serta menyebarluaskan gagasan maupun informasi
yang berkaitan dengan informasi rahasia bank untuk dipublikasikan di media
massa, tanpa batasan apapun yang ditentukan oleh Undang-Undang Pers.
Pers tetap harus berpatokan pada asas pers yang bebas dan
bertanggungjawab, bebas disini dalam berarti bebas berekspresi tanpa tekanan dan
paksaan dari pihak manapun tetapi tidak mengabaikan etika, nilai-nilai, dan norma
yang berlaku, serta memegang teguh kode etik jurnalistik sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Sampai saat ini dalam konsep kebebasan pers belum diatur
11
mengenai pembatasan informasi yang nantinya akan dipublikasikan ataupun
dimuat di media massa, termasuk informasi rahasia bank. Dalam seminar
“Dilema Bankir dan Dunia Usaha” para pembicara umumnya sepakat bahwa,
Wartawan bukan subyek hukum yang dilarang menerima informasi yang bersifat
rahasia bank. Sehingga apabila wartawan dalam memperoleh informasi rahasia
bank yaitu mengenai data keuangan nasabah dan kemudian membeberkannya
dalam tulisannya, misalnya dalam investigative report, maka wartawan tersebut
tidak dapat dipersalahkan.10
Adanya Undang-Undang yang mengatur tentang pers ini, bukan berarti
bahwa pers menjadi kebal terhadap hukum. Tetapi pada kenyataanya, pers seakan-
akan diberi kewenangan untuk mengetahui apapun, membicarakan apapun dan
juga memberitakan sebebas-bebasnya. Pers dalam hal ini bukan berarti kebal
hukum , apabila pers melakukan kesalahan dalam pemberitaanya, seharusnya pers
dapat dihukum pula dan juga diberi sanksi. Sebagaimana telah diuraikan bahwa,
Ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menegaskan bahwa, Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini bertentangan Kerahasiaan bank
yang diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan menegaskan bahwa, Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A, yang menimbulkan permasalahan diantara
Undang-Undang tersebut.
10
Yunus Husein, loc.cit.
12
Hal ini disebabkan karena di dalam pengecualian yang ditentukan
Undang-Undang Perbankan tidak mengatur mengenai pers yang dapat
memperoleh informasi rahasia bank atau sanksi bagi pers yang mempublikasikan
informasi rahasia bank. Sehingga dalam hal ini pers berpeluang memiliki hak
untuk mendapatkan serta dapat mempublikasikan informasi terkait informasi
rahasia bank di media massa dengan bebas karena belum ada pembatasannya.
Keadaan ini sangat merugikan nasabah Perbankan dimana simpanan tersebut
merupakan hak pribadi nasabah penyimpan yang tidak perlu diketahui oleh orang
lain. Selain itu pelanggaran dari ketentuan rahasia bank ini dapat memicu
permasalahan dikemudian hari yang mungkin akan merugikan bank, bank dalam
hal ini perlu juga memperhatikan kedudukannya sebagai lembaga kepercayaan.
Sehubungan dengan permasalahan antara Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan
dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers maka diangkatlah permasalahan ini ke dalam
suatu Penelitian dengan judul : “ PENGATURAN KEWAJIBAN BANK
MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT
UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN
KEBEBASAN PERS”.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menyangkut
masalah “Pengaturan Kewajiban Bank Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah
Penyimpan Menurut Undang Undang Perbankan dikaitkan dengan Kebebasan
Pers”, tidak ditemukan Tesis maupun karya tulis lainnya dengan judul yang sama.
Namun dapat dibandingkan dengan tiga (3) penelitian yang menyangkut
permasalahan tentang kerahasiaan nasabah bank, yaitu :
13
1. Tesis milik Nyoman Tariani, disusun pada tahun 2009, mahasiswa Magister
Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana yang berjudul
Perlindungan Hukum Internet Banking Dalam Kaitannya Dengan Data Pribadi
Nasabah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini
yaitu :
a. Bagaimanakah system internet banking memberikan perlindungan hukum
terhadap data pribadi nasabah?
b. Upaya hukum apa yang seharusnya dilakukan oleh bank maupun nasabah
di masa mendatang untuk mengurangi resiko dalam penyelenggaraan
internet banking ?
Secara umum penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi
nasabah dalam hal penyelenggaraan internet banking berkaitan dengan data
pribadi nasabah.
2. Tesis milik Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, disusun pada tahun
2008, mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana, yang berjudul Tanggung Jawab Media Penyiar Iklan Berkaitan
Dengan Siaran Iklan Yang Merugikan Konsumen. Adapun yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
a. Bagaimana pengaturan tanggung jawab media penyiar iklan berkaitan
siaran iklan yang merugikan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8
tahun 1999 ?
b. Mengenai siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas siaran iklan
yang merugikan konsumen ?
14
Secara umum penelitian ini membahas mengenai Tanggung jawab penyiar
iklan yang merugikan konsumen.
3. Tesis milik I Komang Hendri Lesmana, disusun pada tahun 2006, mahasiswa
Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, yang berjudul
Kewenangan Pemerintah Dalam Masalah Hak Atas Kebebasan Pers. Adapun
yang menjadi pokok permasalahan yaitu :
a. Mengenai bagaimana hak atas kebebasan pers?
b. Mengenai bagaimana kewenangan pemerintah dalam membatasi hak atas
kebebasan pers?
Secara umum penelitian ini membahas mengenai kewenangan
pemerintah dalam membatasi hak atas kebebasan pers. Dari hasil penelusuran
orisinalitas penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka tidak ditemukan
adanya kesamaan baik dari segi isi ataupun substansi karya tulis yang telah
dimuat sebelumnya sehingga tingkat orisinalitas penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapatlah dirumuskan
permasalahan yang perlu mendapat pembahasan lebih lanjut. Adapun
permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang
Pers ?
15
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Nasabah Bank yang dirugikan
akibat adanya kebebasan pers?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pemecahan
permasalahan antara kerahasiaan bank dan kebebasan pers.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis pengaturan rahasia bank dengan berlakunya Undang-
Undang Pers.
2. Untuk menganalisis perlindungan hukum nasabah bank yang dirugikan
akibat adanya kebebasan pers.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
pemahaman dan masukan bagi hukum Perbankan, khususnya mengenai rahasia
bank serta perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan akibat konsep
kebebasan pers.
16
1.4.2 Manfaat Praktis
Seluruh hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-
manfaat :
1. Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
penelitian dan pembelajaran, sebagai bahan referensi pada perpustakaan dan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya serta hukum
Perbankan pada khususnya.
2. Perbankan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan dan
menghasilkan pengetahuan hukum yang progresif sehingga dapat membantu
dalam menjalankan praktik Perbankan terkait dengan kerahasiaan bank.
3. Diri Sendiri
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
dan wawasan mengenai perkembangan hukum khususnya hukum Perbankan
bagi Penulis dan dapat memenuhi persyaratan untuk lulus dalam jenjang
pendidikan strata dua (2) Magister Kenotariatan.
1.5 Landasan Teoritis
Landasan teoritis terdiri dari teori, konsep, serta pandangan para sarjana.
Sedangkan Landasan teoritis yang akan digunakan untuk membahas permasalahan
dalam penelitian ini terdiri atas :
17
1.5.1 Teori
Teori-Teori yang akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam
penelitian ini terdiri atas :
a. Teori Keadilan
Teori yang digunakan dalam pemasalahan ini adalah Teori Keadilan
oleh Aristoteles. Teori Keadilan ini menegaskan bahwa keadilan adalah kelayakan
dalam tindakan manusia (fairness in human action). Kelayakan ada di tengah-
tengah antara titik yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan menurut
Aristoteles menitiberatkan pada perimbangan.11
Aristoteles mengemukakan konsepsi mengenai keadilan yang dibagi
menjadi keadilan distributif, keadilan perbaikan (remedial justice), dan keadilan
niaga (commercial justice). Keadilan distributif (distributive justice) berwujud
suatu perimbangan (proportion) agar merupakan keadilan, yang merupakan suatu
persamaan dari dua perbandingan (equality of ratios). Ketidakadilan adalah apa
yang melanggar perimbangan atau proporsi itu. Aristoteles mengilustrasikan
bahwa bagian B yang diterima sesuai dengan jasa B, dan bagian C yang diterima
sesuai dengan jasa C. Teori keadilan distributif dari Aristoteles ini mendasarkan
pada prinsip persamaan (equality).12
Keadilan Perbaikan (Remedial Justice) adalah untuk mengembalikan
persamaan dengan menjatuhkan hukuman pada pihak yang bersangkutan.
Keadilan niaga adalah perimbangan yang bercorak timbal balik dalam hal usaha
11
The Liang Gie, 1982, Teori-Teori Keadilan, Super Sukses, Yogyakarta,
hal.23-25. 12
Ibid.
18
pertukaran benda atau jasa pada para pihak di tengah masyarakat. Pertukaran ini
adalah suatu pertukaran yang mengandung unsur timbal balik secara proporsional
(proportionate reciprocity).13
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara
satu orang dengan orang lainnya dalam satu warga Negara atau dengan warga
Negara lain. Keadilan komutatif atau niaga menyangkut hubungan horizontal
antar warga Negara yang satu dengan warga Negara lain. Keadilan niaga sering
disebut dengan keadilan komutatif (commutative justice).
Relevansi rumusan permasalahan pertama dengan teori keadilan yaitu
dalam dunia bisnis, keadilan komutatif atau keadilan niaga berlaku sebagai
keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran
yang adil antar para pihak yang terlibat. Para pihak yang dimaksud disini antara
bank dengan nasabah yang menjalin suatu hubungan hukum sehingga
menimbulkan akibat hukum berupa pemenuhan hak dan kewajiban secara adil
bagi masing-masing pihak. Pemenuhan hak dan kewajiban ini menurut Prinsip
keadilan komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah
diperjanjikannya.
Salah satunya dalam hal kewajiban bank merahasiakan data nasabah
penyimpan yang merupakan hak dari nasabah yang sudah diatur di dalam undang-
undang. Sehingga tujuan dari keadilan komutatif terwujud yaitu bertujuan untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahtraan umum. Namun disisi lain pers
mengungkapkan data nasabah dan simpananya yang merupakan rahasia bank
yang sudah diatur di dalam undang-undang. ini disebabkan konsep kebebasan
13
Ibid.
19
pers yang belum dibatasi. Sehingga pers dapat mempublikasikan informasi, dalam
hal ini yaitu informasi rahasia bank. Hal ini menimbulkan ketidakadilan karena
telah melanggar proporsi ataupun batasan kerahasiaan bank sehingga merugikan
nasabah serta bank, yang nantinya berdampak menurunnya kepercayaan nasabah
kepada bank sehingga tidak terciptanya ketertiban yang merupakan tujuan dari
keadilan.
b. Teori Tanggung Jawab Hukum
Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah Teori Tanggung Jawab
Hukum oleh Hans Kelsen. Teori Tanggung Jawab Hukum ini menegaskan bahwa
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau
bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab
atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Kegagalan untuk
melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan
(negligence) dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari
kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena
mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang
membahayakan.14
Hans kelsen selanjutnya membagi tanggung jawab yang terdiri
dari :
a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung
jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan sendiri;
b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seseorang individu
bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang
lain;
14
Hans Kelsen, 2007, Teori Umum dan Negara dan Dasar-Dasar Ilmu
Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskritif Empirik, terjemahan soemardi,
BEE Media Indonesia, Jakarta, hal.81-83.
20
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa
seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan
menimbulkan kerugian;
d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan karena tidak
sengaja dan tidak diperkirakan.15
Relevansi rumusan permasalahan pertama dengan teori tanggungjawab
hukum bahwa pers dengan konsep kebebasan yang belum ada pembatasannya
telah memperoleh dan mempublikasikan informasi yaitu informasi rahasia bank.
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, bank diwajibkan untuk menjaga rahasia
bank. Hal ini dapat dikecualikan apabila berkaitan dengan pidana, lelang, pajak,
perdata, tukar menukar informasi bank, serta ahli waris. Namun informasi yang
dipublikasikan oleh pers adalah informasi rahasia bank yang mana nasabah tidak
masuk kategori yang dikecualikan oleh undang-undang. Perbuatan pers ini telah
melanggar ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan. Karena
sesuai perintah undang-undang, rahasia bank dapat dibuka apabila nasabah yang
bersangkutan tersangkut permasalahan yang dikecualikan oleh undang-undang.
Dalam hal ini pers harus bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan
tertentu yang dilakukan dalam hal pelanggaran rahasia bank dalam undang-
undang sehingga harus memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia
bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.
c. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)
Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah Teori Pemangku
Kepentingan (Stakeholder Theory) oleh John kay. Teori Pemangku Kepentingan
15
Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien,
Nuansa & Nusa Media, Bandung, hal.140.
21
ini menegaskan bahwa perusahaan sebagai institusi sosial wajib untuk
melindungi para pihak dalam perusahaan tersebut diantaranya yaitu pihak internal
dan pihak eksternal dalam suatu perusahaan .16
pihak internal dalam perusahaan
yaitu karyawan, investor dan lain lain. Sedangkan pihak eksternal dalam hal ini
nasabah selaku pengguna jasa dari perusahaan tersebut. Sejalan dengan John Kay,
David Grayson mengemukakan pendapatnya yang menguatkan Teori Pemangku
Kepentingan (Stakeholder Theory), bahwa obligations not just to investors, but to
the communities they serve and the environment as well.17
(kewajiban tidak
hanya untuk investor, tetapi untuk masyarakat yang mereka layani dan juga
lingkungan) jelas sudah bahwa perusahaan bukan hanya melindungi kepada
pemegang saham saja, namun juga melindungi kepada masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.
Relevansi rumusan permasalahan kedua dengan teori Stakeholder ini
yaitu bahwa perusahaan dalam hal ini bank sebagai institusi sosial memiliki
kewajiban untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan. Salah satunya yang
berkaitan dengan permasalahan ini adalah Konsumen yaitu pihak yang
menggunakan jasa atau produk dari suatu perusahaan.konsumen yang dimaksud
disini yaitu nasabah bank khususnya nasabah penyimpan yang patut diberikan
perlindungan bila dirugikan akibat penggunaan jasa atau produk dari pelaku
usaha.
16
Richard Smerdon, 1998, A Practical Guide To Corporate Governance,
Sweet & Maxwell, London, hal.7. 17
David Grayson, 2008, A New Mindset for corporate Sustainability,
British Telecomunication and Cisco, United Kingdom, hal.2.
22
Berkaitan dengan permasalahan pada rumusan kedua, bahwa nasabah
penyimpan wajib diberikan suatu perlindungan hukum yang merupakan akibat
hukum dari suatu hubungan hukum yang terjalin antara bank dan nasabah.
Perlindungan hukum ini lahir dari perintah undang-undang yang mengisyaratkan
bank wajib melindungi dan merahasiakan data nasabah dan simpanan nasabah
penyimpan. Perlindungan hukum ini diperuntukkan khususnya untuk nasabah
penyimpan agar bank melindungi hak dan kewajiban dari pihak nasabah.
Sehingga antara bank dan nasabah terjalin hubungan kepercayaan yang harmonis
yang merupakan dasar kepercayaan masyarakat apabila mereka selaku nasabah
menggunakan jasa-jasa bank untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
Sehingga jika masyarakat merasa dirugikan dan merasa tidak aman menyimpan
dananya di bank akibat terungkapnya rahasia nasabah maka nasabah bersangkutan
mempunyai hak untuk menuntut kepada pihak bank karena telah melanggar
ketentuan mengenai rahasia bank.
d. Teori Rahasia Bank
Ada dua teori tentang rahasia bank yang dikemukakan oleh Drs.
Muhammad Djumhana, S.H., yaitu :
a) Teori Mutlak yaitu bahwa rahasia keuangan dari nasabah ini tidak dapat
dibuka oleh siapapun dan dalam bentuk apapun. Saat ini hampir tidak ada
Negara yang menganut teori ini. Bahkan Negara yang menganut teori
perlindungan nasabah secara ketat, seperti swiss ataupun negara-negara tax
heaven seperti kepulauan bahama yang membenarkan rahasia bank dalam
hal-hal khusus.
23
b) Teori Relatif yaitu, bahwa rahasia bank tetap dijaga, namun dalam hal-hal
khusus, yaitu dalam hal yang luar biasa, prinsip kerahasiaan bank ini dapat
diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan.18
1.5.2 Konsep
Konsep – konsep yang akan digunakan untuk membahas permasalahan
dalam penelitian ini terdiri atas :
a. Kewajiban Bank
Secara umum dalam menjalankan tugas dan kegiatannya, bank wajib
berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan mematuhi ketentuan
yang berlaku serta harus menghindari praktek atau kegiatan yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup bank atau merugikan kepentingan
masyarakat.19
Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang menegaskan bahwa, Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank, sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.
Selanjutnya Pasal 29 ayat (3) menegaskan bahwa, dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha
18
Muhamad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 108. 19
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di
Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.133.
24
lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Pasal 29 ayat
(4) menegaskan bahwa, untuk kepentingan Nasabah, Bank wajib menyediakan
informasi mengenai timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.
Hubungan antara bank dan nasabah diatur di dalam perjanjian, ini berarti
bahwa, para pihak dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan
nasabah baik perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan
kewajiban.20
Sebagai gambaran umum kiranya dapat diungkap di sini,
bahwa bank mempunyai kewajiban untuk :
1. Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang
disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan Perundang-Undangan
menentukan lain;
2. Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati;
3. Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian;
4. Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu
melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga;
5. Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan
fasilitas L/C, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi;
6. Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan
simpanan dananya di bank; dan
7. Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.21
Lembaga keuangan membawa konsekuensi yang berupa tanggung jawab
atau kewajiban yang mesti harus dipenuhinya akibat hubungan hukumnya dengan
para nasabah. Kaitannya dengan dana nasabah yang disimpan pada bank dalam
hubungannya dengan perjanjian antara bank dan nasabah di bidang tabungan
maupun deposito serta produk bank lainnya menimbulkan beberapa kewajiban
dari pihak bank, yaitu:
20
Sentosa Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, CV.Mandar Maju,
Bandung, hal. 62. 21
Ibid.hal.63.
25
1) Kewajiban bank untuk tetap menjamin dan menjaga kerahasiaan
keuangan nasabah;
2) Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah;
3) Kewajiban untuk melaporkan kegiatan Perbankan secara transparan
kepada masyarakat; dan
4) Kewajiban bank untuk selalu memelihara tingkat kesehatannya.22
Dapat disimpulkan bahwa, kewajiban bank merupakan suatu akibat
hukum yang ditimbulkan antara bank dengan nasabah, untuk menjaga
kepercayaan nasabah yang telah diberikan untuk bank. diharapkan kewajiban
yang sudah ditentukan terutama yang tercantum di dalam undang-undang
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh bank dengan tidak lupa menerapkan
prinsip-prinsip perbankan dalam pengelolaan keuangan bank. Upaya perbankan
ini perlu lebih dioptimalkan agar masyarakat selaku nasabah merasa dibangkitkan
keinginannya untuk menabung serta mempercayai dananya akan aman disimpan
di bank. sehingga hal ini bisa dimanfaatkan oleh bank dalam rangka mengundang
nasabah menabung di bank. serta menggunakan jasa-jasa yang disediakan oleh
bank demi menunjang dan membantu masyarakat di dalam mempermudah
mengatur keuangan baik pribadi maupun usaha.
b. Konsep Kerahasiaan Bank
Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti
hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat kewajiban
bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana
pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Dasar
hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-mula ialah Undang-Undang
22
Muhammad Djumhana, op.cit,hal.37.
26
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pengertian rahasia bank oleh
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 angka 16 bahwa,
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-
hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia Perbankan wajib
dirahasiakan.
Berdasarkan ketentuan undang-undang ini rahasia bank mencakup
keseluruhan nasabah bank yang menyimpan dananya di bank. Pengertian ini telah
direvisi dengan pengertian oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Terhadap Undang-Undang ini rumusan yang baru diberikan dalam
Pasal 1 angka 28 UU Perbankan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
Simpanannya. Undang-Undang Perbankan saat ini mempertegas dan
mempersempit pengertian rahasia bank dibandingkan dengan ketentuannya dalam
pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan bahwa, Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44A. Dalam artian bahwa berdasarkan ketentuan ini bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Perbankan. Pasal
40 ayat (2) bahwa, Ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) untuk menjaga
27
kerahasiaan bank berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Berdasarkan penjelasan di
atas, dapat disimpulkan kerahasiaan bank yang dianut oleh Perbankan hanya
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan
simpanannya. Jadi konsep kerahasiaan bank ini adalah segala sesuatu diluar
nasabah penyimpan bukan merupakan suatu kerahasiaan, sehingga disini
diwajibkan kepada para pihak yang disebut oleh undang-undang untuk memegang
teguh rahasia bank sesuai ketentuan yang ada.
c. Konsep Nasabah Bank dan Simpanannya
Berdasarkan Pasal 1 UU Perbankan, yang dimaksud dengan pengertian
nasabah :
a. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, sesuai dengan
Pasal 1 angka 16;
b. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 1 angka 17; dan
c. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan, Sesuai dengan Pasal 1 angka 18.23
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor :2/19/PBI/2000 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka
Rahasia Bank bahwa definisi mengenai nasabah, nasabah penyimpan dan nasabah
debitur memiliki kesamaan definisi dengan yang dituangkan di dalam UU
Perbankan. Sedangkan sesuai Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor
: 5/21/PBI/2003 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
23
Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, hal. 35.
28
3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (Know your customer
principles) bahwa, Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
Sementara itu sesuai dengan Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah bahwa, Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank,
termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank
untuk melakukan transaksi keuangan (walk in customer).
Simpanan merujuk pada Pasal 1 UU Perbankan bahwa, Simpanan adalah
dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu:
a. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan pemindahbukuan;
b. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan
bank;
c. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti pemyimpananya dapat dipindahtangankan;serta
d. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.24
d. Konsep Kebebasan Pers
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pers menegaskan bahwa,
Pers adalah Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari,memperoleh dan memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
24
Rachmadi Usman, op.cit, hal.9.
29
gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran
yang tersedia. Kemerdekaan Pers atau kebebasan pers sesuai Pasal 2 UU Pers
menegaskan bahwa, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan
rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum. Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa, kemerdekaan pers dijamin sebagai
hak asasi warga negara. Landasan konstitusional kerja bagi pers di Indonesia :
1. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap orang
bebas atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap yang
sesuai dengan hati nuraninya. Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
menegaskan bahwa, Setiap orang berhak atas kebebasan yang berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Selain itu Pasal
28F menyatakan bahwa, Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Seperti Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28 dan 28F , pada amandemen ke
2, Pasal 28, Pasal 28E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F.
2. Kontrak sosial yang dibangun pada bulan agustus 1945 yang antara lain
berisikan :
a. Sekitar 365 etnis yang berbeda budaya, bahasa, dan agama bersepakat
membentuk suatu negara NKRI;
30
b. Bahwasanya negara itu bertujuan mewujudkan perlindungan,
keamanan, keadilan, kesejahtraan dan kemakmuran bagi segenap
rakyat indonesia;
c. Bahwasanya negara itu berdasarkan pancasila, bukan negara agama;
d. Bahwasanya dalam penyelenggaraan negara itu, rakyat yang berdaulat;
e. Bahwasanya kemerdekaan untuk berserikat ,berkumpul, dan berserikat
dijamin; serta
f. Bahwasanya kemerdekaan negara bersendikan hukum (rechhstaat),
bukan bersendikan kekuasaan (machstaat) , Itulah dua landasan
konstitusional yang menjadi dasar bekerjanya pers. 25
Pada kategori hukum itu, selain memiliki landasan konstitusionalnya,
Pers juga memiliki landasan yuridisnya, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers. Disebutkan di dalam undang-undang itu tentang kewenangan
pers bahwa :
1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan dan kontrol sosial sesuai dengan Pasal 3 ayat(1);
2) Pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi sesuai dengan Pasal 4 ayat (3);
3) Pers berperan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui ,
menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan ham serta kebhinekaan mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
Melakukan pengawasan kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum; dan memperjuangkan kebenaran
sesuai dengan Pasal 6; serta
25
Amirudin, 2005, Kriminalisasi atas Kebebasan Pers dalam Persfektif
Pers, pada seminar :kriminalisasi atas kerahasiaan dan kebebasan pers dalam
RUU KUHP, Semarang, tanggal 19 Desember 2005.
31
4) Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers ).
Makna kebebasan pers dalam pengertian pers pancasila adalah khas
Indonesia, yaitu bukan bebas dari dan bebas untuk melainkan bebas dan, yaitu
bebas dan bertanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan oleh pancasila.26
Dapat disimpulkan kebebasan pers adalah suatu kebebasan bagi pers di dalam
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi yang
diperoleh. Namun harus tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku agar tidak merugikan pihak lain, hal ini dilakukan karena bebas
disini tidak dalam arti sebebas-bebasnya tanpa masuk ke dalam koridor hukum
yang berlaku, bebas disini berarti tetap memperhatikan hukum yang
berlaku,kesusilaan serta peraturan lain sebagai pedoman yang membatasi pers di
dalam tindakannya.
1.5.3 Pandangan Para sarjana
a. Kewajiban Bank
Menurut Lord Denning menyebutkan bahwa kewajiban suatu bank
adalah sebagai berikut :
1. Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh
nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bils of exchange dan lain-
lain instrument perbankan;
2. Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut
apabila dimintakan oleh pihak nasabah;
3. Meminjamkan uang kepada nasabah;
26
Onong Uchajana Effendy,2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.116.
32
4. Menjaga kerahasian account nasabah dalam hubungan dengan
kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;
5. Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral
bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain; serta
6. Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang
reasonable untuk menutup rekening tersebut.27
Menurut Rimsky K Judisseno dalam melaksanakan banking duties
principles, bank memiliki kewajiban-Kewajiban untuk membuat masyarakat
memiliki kepercayaan yang semakin tinggi terhadap perbankan antara lain adalah:
1. Kewajiban umum yang meliputi pemberian pelayanan yang baik, rasa
aman, dan perlakuan yang sama (equal treatment) terhadap para nasabah
seperti penabung, peminjam, dan pengguna jasa bank lainnya; dan
2. Kewajiban khusus, yang meliputi kewajiban terhadap pemerintah,
karyawan dan pemilik.
b. Kerahasiaan data Nasabah
Menurut Munir Fuady dari pengertian yang diberikan oleh Pasal-Pasal
dalam peraturan perbankan, dapat ditarik unsur-unsur rahasia bank itu, yaitu
sebagai berikut :
1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya;
2. Hal tersebut “wajib” dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam
kategori perkecualiaan berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri
dan/atau pihak terafiliasi, yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah
sebagai berikut :
a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat
atau karyawan bank yang bersangkutan;
27
Munir Fuady ,1998, Hukum Perbankan Modern, Cet.I, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal.16.
33
b.Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau
karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi
terbatas pada akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan
lainnya; dan
d.Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, termasuk tetapi tidak terbatas pada
pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi dan keluarga pengurus.28
Munir Fuady memberikan rambu-rambu yang bersifat universal
mengenai perkecualian terhadap suatu rahasia bank, yaitu bahwa rahasia bank
dapat dibuka jika :
a. Jika disclosure diharuskan oleh perundang-undangan yang berlaku;
b. Jika ada kewajiban (duty) kepada public untuk membuka rahasia
tersebut;
c. Jika kepentingan bank menginginkan dibukanya informasi tersebut;
dan
d. Jika disclosure dilakukan dengan persetujuan (dengan tegas atau
tersirat) dari pihak nasabahnya.29
c. Kebebasan Pers
Mengenai kebebasan pers dalam istilah inggrisnya disebut freedom of
opinion and expression and freedom of the speech . Masduki menyatakan bahwa,
kebebasan pers adalah istilah yang menunjuk jaminan atas hak-hak warga
memperoleh informasi sebagai dasar guna membentuk sikap dan pendapat dalam
konteks sosial dan estetis yang untuk itu itu diperlukan media massa sebagai
institusi kemasyarakatan. Sedangkan Jhon C. Meriil menegaskan bahwa,
28
Munir Fuady, op.cit, hal. 95. 29
Munir Fuady, op.cit, hal. 93.
34
kebebasan pers sebagai suatu kondisi riil yang memungkinkan para pekerja pers
bisa memilih, menentukan dan mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka.30
A.Hamzah berpendapat bahwa, Pers pada dasarnya sebagai salah satu
media komunikasi massa yang bersifat umum dan tertib secara teratur berupa
buku , majalah-majalah, surat-surat kabar dan barang-barang cetakan yang lain ,
yang berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi dan perjuangan, dalam
rangka mencapai cita-cita perjuangan nasional.31
Kebebasan dalam Kamus
Hukum didefinisikan sebagai kemerdekaan; keadaan bebas. Sedangkan kebebasan
pers didefinisikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan mengeluarkan pikiran dan
pendapat melalui media massa.32
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif. Merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji
bahan-bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan
berbagai literatur hukum.33
30
Masduki, 2003, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press,
Jakarta, hal.102. 31
Amir Hamzah, 1987, Delik-delik Pers di Indonesia, PT. Media Sarana
Press, Jakarta, hal.66. 32
Soesilo Prajogo, 2007, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia,
Wacana intelektual, Jakarta, hal.242. 33
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.13.
35
1.6.2 Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini, digunakan tiga jenis pendekatan untuk membahas
permasalahan yang ada, yaitu :
1. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dilakukan
penelitian yang mensinkronkan perundang-undangan baik vertikal
maupun horizontal.34
pendekatan ini digunakan untuk menelaah
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini.
2. Pendekatan Konsep Hukum (the Conceptual Approach)
Pendekatan konsep hukum digunakan untuk menganalisis konsep-
konsep yang relevan dalam penelitian ini untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Dengan kata lain, dalam pendekatan konsep hukum
merujuk pada konsep-konsep hukum yang dapat ditemukan dalam
pandangan-pandangan para sarjana atau doktrin-doktrin hukum.35
3. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
Pendekatan Kasus digunakan sebagai data penunjang atau ilustrasi
untuk membantu menganalisis permasalahan yang dibahas. sehingga
diperoleh hasil yang diinginkan bagi penyusunan argumentasi dalam
mencari solusi bagi penelitian ini.
34
Rony Harnitijo Sumitro, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 27. 35
Johni Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Cet, III. Bayumedia Publishing, Malang, hal. 306.
36
1.6.3 Sumber Bahan Hukum
Untuk mengkaji dan membahas permasalahan dalam penelitian ini,
digunakan sumber bahan hukum berupa bahan-bahan hukum yang mencakup
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sumber
bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer terdiri atas :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan;
4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ;
5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
6) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
7) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan;
8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank;
9) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 Tentang Perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know your customer
principles); serta
37
10) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah.
11) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi bank Umum.
12) Peraturan Bank Indonesia 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas
peraturan bank indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah.
13) Peraturan Bank Indonesia 10/1/PBI/2008 tentang perubahan atas
peraturan bank indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi
Perbankan.
b. Bahan hukum sekunder terdiri atas :
1) Buku-buku hukum mengenai Kerahasian bank dan pers;
2) Jurnal-jurnal ilmiah; serta
3) Internet dan situs resmi.
c. Bahan hukum tersier terdiri atas Kamus Hukum Internasional dan
Indonesia.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah teknik
bola salju (Snow ball system). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dimulai
dengan mencari satu literatur tentang rahasia bank dan pers. setelah mendapatkan
satu literatur, kemudian dibaca daftar pustaka dari literatur tersebut, dengan
menggunakan rujukan yang ada pada daftar pustaka, diperoleh satu bahan hukum
38
yang dicari sesuai dengan dibahas dalam penelitian ini. kemudian dilanjutkan
dengan mencari literatur lainnya dengan menggunakan rujukan yang ada pada
daftar pustaka yang dimuat di dalam literatur tersebut. Proses ini dilakukan secara
terus menerus dari literatur satu ke literatur lain hingga diperoleh bahan hukum
yang sesuai untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
1.6.5 Teknik Pengolahan Bahan Hukum.
Teknik pengolahan bahan hukum dilakukan pertama dengan memeriksa
kembali bahan hukum yang diperoleh dari kelengkapannya, kejelasan maknanya,
kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok yang lainnya. Selanjutnya bahan
hukum tersebut diberi tanda atau catatan yang menyatakan jenis sumber bahan
hukum, nama penulis, dan tahun penerbitan. Langkah terakhir bahan hukum ini
disusun ulang secara teratur, berurutan dan logis sehingga mudah dipahami.
1.6.6 Teknik Analisis Bahan Hukum.
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain, Teknik Deskripsi, Teknik Interprestasi dan Teknik Sistematisasi. Teknik
Deskripsi digunakan untuk memaparkan isu hukum. Teknik Interprestasi
digunakan untuk mengartikan suatu ketentuan hukum dengan cara
menghubungkan dengan peraturan lainnya. Mengenai Teknik Sistematisasi
digunakan untuk melakukan pengklasifikasian terhadap bahan hukum yang ada
melalui proses analisis lalu dikaitkan dengan teori, konsep, serta doktrin para
sarjana. Dari hasil pengolahan analisis tersebut secara runtun lalu dilakukan
39
evaluasi serta pemberian argumentasi untuk mendapatkan kesimpulan atas kedua
permasalahan dalam penelitian ini.
40
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK DAN PERS
2.1 Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank
2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank
Rahasia bank adalah salah satu wujud perlindungan hukum di bidang
perbankan yang dikenal oleh dunia, terutama bagi negara yang memiliki lembaga
keuangan bank. Rahasia bank wajib dipegang teguh oleh para professional. Hal
ini ditujukan untuk melindungi nasabahnya. Bagi pihak bank yang membocorkan
rahasia bank dapat dikenakan sanksi yang berat, baik berupa pidana maupun
perdata.36
Hal ini mengakibatkan seluruh pihak yang berkaitan dengan rahasia
bank menjaga rahasia bank dengan sepenuh hati. Rahasia bank berada pada titik
terpenting mengingat jumlah kekayaan dari nasabah baik itu perorangan maupun
badan hukum merupakan sesuatu yang harus dirahasiakan dari orang lain.37
Karena rahasia bank tersebut merupakan suatu hak pribadi atau private dari setiap
subjek hukum, baik itu orang perorangan atau badan hukum.
Pada Era globalisasi pemicu berkembang pesatnya lembaga perbankan
salah satunya karena prinsip kerahasiaan bank yang dipegang teguh hingga saat
ini, yang dikenal dengan rahasia bank. Filosofi pengaturan masalah rahasia bank
ini didasarkan untuk kepentingan bank yang dalam menjalankan usahanya
36
Adolf Huala, 2004, Hukum Perdagangan Internasional, PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 30. 37
Y Sri Susilo, Sigit Triandarudan, A Totok Budi Santoso, 2000, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta, hal.35.
40
41
memerlukan kepercayaan penuh dari masyarakat.38
Kerahasiaan informasi dalam
kegiatan operasional bank, pada dasarnya adalah untuk kepentingan bank itu
sendiri agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan masyarakat
akan terjalin dengan harmonis bila seluruh hubungan antara masyarakat selaku
nasabah dengan bank selaku pihak yang menyediakan jasa penyimpanan dana
menyimpan dan merahasiakan data nasabah. hal ini membawa konsekuensi bagi
bank berupa kewajiban untuk menjaga rahasia tersebut. Tindakan ini dilakukan
sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan nasabah karena telah
mempercayakan dananya kepada bank selaku lembaga keuangan yang
menyimpan dana nasabah dan menyalurkannya ke bidang produktif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam sistem hukum perbankan di Indonesia, pengertian mengenai
rahasia bank umumnya ditentukan dalam undang-undang yang berkaitan dengan
lembaga perbankan. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan
masyarakat rumusan tentang rahasia bank itupun mengalami perubahan baik
pengertian dan ruang lingkupnya.39
Mengenai dasar hukum dari ketentuan rahasia
bank di Indonesia pada mulanya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 . Mengenai definisi rahasia bank oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 ditegaskan pada Pasal 1 angka 16 bahwa, rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank
yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Definisi ini telah
38
Yunus Husein, op.cit, hal.88. 39
Hermansyah, op.cit, hal.121.
42
diubah dengan definisi yang baru yang diatur di dalam Pasal 1 angka 28 UU
Perbankan menegaskan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menganut kerahasiaan bank yang
lebih luas tidak hanya menyangkut objek tetapi juga kedudukan nasabahnya,
karena yang dilindungi tidak hanya nasabah penyimpan, keterangan dan keadaan
keuangan serta simpanannya, melainkan juga nasabah debitor serta keadaan
keuangan atau pinjamannya. Hal ini berbanding terbalik dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 yang mempersempit cakupan rahasia bank, hanya sebatas
nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi diluar ketentuan tersebut bukan
merupakan sesuatu yang wajib dirahasiakan oleh bank. Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai siapa saja
yang wajib merahasiakan atau memegang teguh rahasia bank.
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan, bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang
tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,
yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 42, 43, dan Pasal 44. Hal ini
mengalami perubahan setelah berlakunya Undang-Undang Nnomor 10 tahun 1998
tentang perbankan, ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) yang menegaskan bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42,
43
Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A. Ayat (2) menegaskan bahwa, ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Maksud dari segala sesuatu
yang berhubungan dengan dalam definisi tersebut, dalam penjelasan Pasal 1
angka 28 hanya disebut cukup jelas. Sedangkan diuraikan di Penjelasan dalam
Pasal 40 ayat (1) adalah apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan serta
sekaligus sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang
nasabah dalam hal kedudukannya sebagai seorang nasabah penyimpan. Dalam
penjelasan ayat tersebut ditegaskan juga bahwa, keterangan mengenai nasabah
selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan
bank. berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan keterangan yaitu informasi, yang selanjutnya wajib dirahasiakan oleh bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.40
seperti nama dan alamat nasabah, penyimpan
jumlah dan jenis simpanannya, sejak kapan simpanan nasabah ditempatkan pada
produk ataupun jasa bank, kapan simpanan disetorkan dengan tunai atau melalui
kiriman atau transfer melalui bank yang sama atau beda bank atau lalu lintas giro
atau dengan menyetor cek/bilyet giro dan sebagainya.
Menurut Yunus Husein, Privasi versus kepentingan umum, memberikan
ruang lingkup pengaturan ketentuan rahasia bank yang ideal, meliputi :
1. Ruang lingkup obyek rahasia bank yang diperluas, sehingga meliputi
bukan hanya keadaan keuangan nasabah yang tercatat pada bank tetapi
juga meliputi keadaan keuangan itu sendiri;
40
Adrian Sutedi, op.cit, hal.8.
44
2. Ruang lingkup rahasia bank yang meliputi nasabah dan mantan
nasabah serta calon nasabah yang telah menjalin hubungan dengan
banknya;
3. Nasabah yang harus dirahasiakan meliputi nasabah penyimpan,
peminjam dana, dan nasabah pengguna jasa bank;
4. Subyek yang harus merahasiakan adalah komisaris, direksi, pegawai
dan pihak terafiliasi serta siapapun juga yang memperoleh keterangan
yang bersifat rahasia bank baik dengan cara yang sah maupun tidak sah;
5. Pengertian rahasia bank meliputi bank dan lembaga keuangan lainnya
seperti pensiun, asuransi, perusahaan pembiayaan, modal ventura,
perusahaan efek, perusahaan pedagang valuta asing;
6. Pengecualian untuk membuka rahasia bank diperluas untuk
mengakomodir sebanyak mungkin kepentingan umum;
7. Memperluas transparansi informasi bank yang signifikan dengan tepat
waktu kepada masyarakat.41
Menurut Yunus Husein, karena adanya suatu perbedaan kepentingan
antara pribadi dan kepentingan umum maka diberikan suatu kriteria ruang lingkup
pengaturan ketentuan rahasia bank yang ideal. namun seyogyanya itu perlu
diperbaharui dan di sesuaikan dengan undang-undang yang baru, karena
mengenai subyek yang dilindungi oleh rahasia bank saat ini hanya nasabah
penyimpan. Jadi UU Perbankan saat ini mempersempit cakupan rahasia bank
hanya sebatas nasabah penyimpan saja. Serta mengenai obyeknya yang
dirahasiakan dan dilindungi hanya berkaitan mengenai data atau informasi yang
berkaitan mengenai keuangan dari nasabah penyimpan dan identitas dari nasabah
penyimpan.
Kriteria ruang lingkup rahasia bank yang sesuai dengan UU Perbankan,
yang dipersempit atau dibatasi, yakni menyangkut :
1. Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. ini tidak
termasuk keterangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya;
2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan
keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang;
41
Yunus Husein,op.cit,hal.265.
45
3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan
dan simpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan
jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau
informasi nasabah penyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam
kualifikasi rahasia bank. 42
2.1.2 Pihak-Pihak Berkewajiban Menjaga Teguh Rahasia Bank
Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, Pihak-pihak
yang wajib memegang teguh rahasia bank ialah pihak terafiliasi. Pihak terafiliasi
adalah pihak pihak yang turut serta membantu di dalam melaksanakan tugas-tugas
operasional perbankan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan yang dimaksud dengan pihak terafiliasi pengaturannya ada di Pasal 1
angka 22 bahwa pihak terafiliasi adalah :
a. anggota dewan komisaris bank, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat
atau karyawan bank;
b. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik,
penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
d. pihak yang menurut penilaian bank indonesia turut serta mempengaruhi
pengelolaan bank, antara lain pemegang saham, dan keluarganya, keluarga
komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus;
42
Rachmadi usman,op.cit,hal.154.
46
a. Anggota dewan komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada direksi dari suatu perusahaan. Anggota dewan komisaris
tunduk kepada tugas fiduciary duty sebagaimana halnya yang diwajibkan kepada
direksi perseroan. apabila dewan komisaris disini ikut melibatkan diri ke dalam
kegiatan suatu pengurusan perseroan, yang bersangkutan juga harus turut ikut
bertanggung jawab sebagaimana tanggung jawab yuridis yang diemban oleh
anggota direksi.43
sudah seyogyanya dewan komisaris bertanggung jawab,
apabila melakukan kesalahan dalam keterlibatannya untuk mengurus suatu
perusahaan, dan tanggung jawab yang diemban oleh dewan komisaris disini juga
sama seperti yang diemban oleh direksi. Secara umum persyaratan untuk menjadi
anggota dewan komisaris sebagai berikut:
1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh bank Indonesia;
2. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya;
3. Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki
integritas yang baik.44
Mengenai pengaturan dewan komisaris dan direksi diatur secara
keseluruhan dalam Undang-Undang Perbankan pada Pasal 38 yang menegaskan:
(1) Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank, wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6)
dan Pasal 17;
(2) Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada bank
Indonesia.
43
Jonker Sihombing, 2009, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit
Macet Nasabah, PT.Alumni, Bandung, hal. 29. 44
Sentosa Sembiring, op.cit, hal.18.
47
b. Anggota Direksi bank
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Tugas dan tanggung
jawab direksi dapat digolongkan menjadi dua yaitu fiduciary duty serta duty of
skill and care.45
Tanggung jawab direksi yang didasarkan atas kedua hal di atas,
harus dilaksanakan demi kepentingan dan tujuan perseroan. 46
Tugas Fiduciary
duty mengharuskan direksi untuk mengurus perseroan yang dipercayakan
kepadanya dengan baik, jujur dan bertanggung jawab, sedangkan tugas duty of
skill and care mengharuskan direksi untuk mengurus perusahaan sebagai seorang
yang ahli dan jujur yang mengelola perusahaan dengan segenap kemampuannya
sebagaimana layaknya apabila dia mengurus perseroan tersebut sebagai miliknya
sendiri.47
Secara umum ketentuan menjadi anggota direksi dari sebuah bank harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak termasuk di dalam daftar orang tercela di bidang perbankan
sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
2. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya.
3. Menurut penilaian bank Indonesia , yang bersangkutan memiliki
integritas yang baik, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik,
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki
komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang
sehat, dan dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota direksi.48
c. Pegawai bank
45
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Cooperate law dan
eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 31. 46
Chatamarrasjid,2000, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The
Corporate Veil), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.6. 47
Jonker Sihombing, op.cit, hal.30. 48
Jonker Sihombing, op.cit, hal.32.
48
Pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank. Pejabat bank
dan karyawan bank adalah pegawai bank, yaitu orang yang diberi wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, juga mempunyai
akses terhadap informasi mengenai keadaan bank.49
Pejabat bank adalah mereka
yang memiliki tanggung jawab penuh sebagai pimpinan, atau pelaksana, atau
pengawas pada bank tersebut, yaitu meliputi direksi, dan anggota dewan
komisaris. Sedangkan karyawan adalah mereka yang melaksanakan seluruh
kegiatan operasional bank termasuk juga direksi.
Seyogyanya dalam undang-undang dijelaskan secara jelas serta rinci
mengenai siapa saja yang dimaksud pegawai bank. hal ini penting karena tidak
seluruh pegawai bank yang bekerja pada bank, memiliki akses yang sama untuk
mengetahui keterangan mengenai nasabah penyimpan serta simpanannya.
misalnya saja seperti satpam, pelayan, operator telp bank, karyawan di bidang
personalia, karyawan di unit logistic, supir bank. mengenai Peraturan tindak
pidana rahasia bank ini tidak mungkin di berlakukan terhadap karyawan bank
yang tidak memiliki akses yang sama seperti karyawan operasional bank ,
misalnya teller, customer service, head teller dan lainnya. Ternyata dalam
Undang-Undang Perbankan tidak mengatur jelas serta rinci. Selain itu juga tidak
mengatur mengenai ketentuan seorang pegawai bank yang sudah berhenti
bekerja di bank untuk memenuhi atau terikat dengan ketentuan rahasia bank
tersebut. Seyogyanya undang-undang ini menentukan bahwa kewajiban
merahasiakan itu berlaku secara terus menerus walaupun tidak lagi menjadi
49
Muhamad Djumhana, op.cit.hal.151.
49
pegawai bank. namun apabila ingin ditentukan mengenai batas waktunya,
seyogyanya disebut dengan tegas juga apakah itu seumur hidup atau hanya
sebatas 10 atau 20 tahun setelah berhenti sebagai pegawai bank. hal ini sangat
penting sebab menyangkut mengenai rahasia bank yang merupakan suatu
kewajiban yang diharuskan oleh undang-undang untuk ditaati.
d. Pihak Terafiliasi lainnya
Mengenai siapa saja yang dikategorikan pihak terafiliasi lainnya yaitu
yang memberikan jasanya kepada bank seperti akuntan publik, konsultan hukum,
pengacara serta notaris.
2.1.3 Perubahan Mengenai Rahasia Bank di Indonesia
Terbentuknya ketentuan baru di dunia perbankan, mencetak sejarah baru
dalam hal mengenai ketentuan rahasia bank di indonesia serta membawa angin
segar bagi dunia perbankan indonesia pada khususnya. Berkaitan dengan ini,
sejarah bank di indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan atas dua periode :
a. Periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang
menganut pengertian yang sangat luas mengenai rahasia bank, yang meliputi
baik itu nasabah penyimpan atau nasabah kreditur, nasabah peminjam atau
nasabah debitur, serta nasabah pengguna jasa lainnya.
b. Periode setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menganut
pengertian rahasia bank yang terbatas, yaitu hanya meliputi penyimpan dan
simpanannya saja.
Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan, tidak ditemukan
adanya peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur masalah
50
kerahasiaan bank sebelum tahun 1960.50
Pengaturan rahasia bank untuk pertama
kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 tahun 1960 tentang rahasia bank. perubahan
rahasia bank ini mengalami perubahan dari masa ke masa. Dalam ketentuan Pasal
2 dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah bank tidak boleh
memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langgannya yang harus
dirahasiakan menurut kelaziman dunia perbankan. Berdasarkan penjelasan Pasal
2 tersebut yang dimaksud langganan disini adalah seseorang yang
mempercayakan uangnya pada bank, menerima cek, bunga dari bank dan
lainnya.51
Dari penjelasan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa ketentuan rahasia
bank pada saat itu belum memiliki pembatasan, jadi bank melindungi keuangan
langganan dalam hal ini nasabah penyimpan, nasabah debitur, serta nasabah yang
menggunakan jasa-jasa bank lainnya.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan
mengatur perihal rahasia bank yang diatur dalam penjelasan dari Pasal 36 dan 37
yang menegaskan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan perlu dirahasiakan. Pasal 36 tersebut selanjutnya menjelaskan
bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri karena dalam
membangun sebuah bank yang sehat diperlukan kepercayaan masyarakat bagi
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. karena masyarakat hanya akan
mempercayakan dan menyimpan uangnya di bank bila dari pihak bank ada
50
Yunus Husein, op.cit, hal.85.
51
Hermasnyah, op.cit, hal.122.
51
jaminan, bahwa pengawasan serta pengetahuan mengenai informasi tersebut tidak
disalahgunakan.
Adanya ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu
kejelasan bahwa bank harus memegang teguh rahasianya. Namun demikian,
dalam hal untuk kepentingan umum dan Negara dapat diadakan suatu
pengecualian terhadap ketentuan tersebut, dengan tidak mengurangi kepercayaan
masyarakat, bahwa pengetahuan tentang simpanannya di bank akan
disalahgunakan. cakupan rahasia bank tersebut masih cukup luas, dalam jangka
waktu yang cukup lama dibentuklah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang perbankan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967
yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 25 maret 1992 serta dicantumkan
dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 31.
Mengenai penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran Negara
Nomor 3472. Perubahan Undang-Undang ini pun dilandasi dengan berbagai
pertimbangan diantaranya menjelaskan bahwa kemajuan yang dialami oleh
lembaga perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan memberikan
manfaat yang signifikan bagi pelaksanaan pembangunan secara nasional, dan
untuk menjamin berlangsungnya suatu demokrasi ekonomi. sehingga segala
potensi inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan
menjadi sesuatu kekuatan utama dalam proses peningkatan kemakmuran rakyat.
Disinilah diperlukan pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak
perbankan yang selama ini didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang
Perbankan Tahun 1967, perlu dikembangkan dan lebih disempurnakan. Dengan
52
penyempurnaan tersebut, diharapkan dunia perbankan menjadi lebih baik dan siap
dalam mendukung proses pembangunan yang dihadapkan pada tantangan
perkembangan perekonomian internasional. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
mengatur masalah rahasia bank dalam beberapa Pasal, antara lain :
a. Bab I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 Angka 28.
b. Bab VII berjudul rahasia bank dalam Pasal 40,41,42,43,44.45,47.
Selanjutnya Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
menegaskan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada
bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Hal
ini berarti bahwa bank dilarang untuk memberikan informasi ataupun keterangan
yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal lain dari nasabahnya,
yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan. Pasal 40
ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menegaskan bahwa ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
Sedangkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan masih terlalu luas cakupannya, belum jelas. Sehingga hal itu belum
dapat menjawab secara tuntas, permasalahan yang berkaitan dengan rahasia bank.
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ini bertujuan
untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. hal
ini hanya menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan hanya mengubah secara
53
parsial, namun cukup konkrit. Salah satu contoh konkrit perubahan serta
penyempurnaan terhadap ketentuan perbankan, khususnya mengenai rahasia bank
yang dilakukan itu dipandang telah cukup mampu mengantarkan kebutuhan dan
tuntutan yang cukup luas mengenai diperlukannya perubahan ketentuan rahasia
bank. Hal ini tentu sangat dibutuhkan demi meningkatkan kepercayaan dari
masyarakat. berikut ini akan dipaparkan mengenai beberapa perubahan yang
pokok pada ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang perbankan, sebagai berikut:
Pertama, sehubungan dengan ruang lingkup dari rahasia bank yang
dipersempit yang hanya meliputi nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditur
dan simpanannya. Namun dalam penjelasan ketentuan rahasia bank saat ini
dijelaskan, bahwa apabila nasabah bank yang bersangkutan adalah nasabah
penyimpan atau nasabah kreditur dan dalam hal ini juga menjadi nasabah debitur,
maka bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam hal
kedudukannya hanya sebagai seorang nasabah penyimpan. Dapat disimpulkan
bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut undang-
undang. Namun sebelum adanya perubahan, cakupan ruang lingkup rahasia bank
ini sangat luas, yaitu meliputi seluruh nasabah, baik itu nasabah kreditur atau
penyimpan dana, nasabah debitur atau peminjam dana, dan nasabah yang
menggunakan jasa atau produk dari bank.52
52
Yunus Husein, op.cit, hal.96.
54
Kedua, sehubungan dengan pengecualian ketentuan rahasia bank setelah
adanya perubahan, ditambahkan beberapa hal, sebagai berikut yaitu:
1. Diperbolehkannya kepala badan urusan piutang dan lelang
Negara/untuk meminta keterangan tentang keadaan keuangan nasabah
penyimpan dana.
2. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah dapat
membuka rahasia nasabah penyimpan dana di bank.
3. Ahli waris berhak untuk mengetahui keadaan keuangan dari orang yang
mewariskan.
4. Diperbolehkannya badan pemeriksa keuangan untuk memeriksa bank,
apabila bank tersebut mengelola keuangan Negara.
5. Perizinan untuk memberikan pengecualian rahasia bank oleh pimpinan
bank Indonesia. izin akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah
memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemberian izin oleh bank Indonesia
harus dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
dokumen permintaan diterima secara lengkap.
6. Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank diperberat.
Bagi pihak-pihak yang dengan sengaja memaksa bank atau pihak
terafiliasi untuk memberikan keterangan yang bersifat rahasia bank,
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun serta denda
paling banya Rp.200.000.000.000,00 ( dua ratus miliar rupiah).
Sedangkan untuk anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank dan
pihak terafiliasi yang dengan sengaja memberikan keterangan yang
wajib dirahasiakan, diancam dengan denda pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan denda paling banya Rp.8.000.000.000,00 (delapan
miliar rupiah). 53
Ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tidak secara serta merta
dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 , karena
perubahannya hanya bersifat mengurangi atau menambah beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998, yang hingga saat ini masih menjadi sumber
hukum serta peraturan perundangan pokok bagi dunia perbankan di indonesia.
Bank Indonesia tepat pada tanggal 31 desember 1998 mengeluarkan surat
53
Yunus Husein,2003, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum
Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal.203.
55
keputusan direksi bank indonesia No.31/182/KEP/DIR tentang persyaratan dan
tata cara pemberian izin atau perintah membuka rahasia bank sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Perbankan. Mengenai petunjuk teknis pelaksanaan dari surat
keputusan direksi bank indonesia tersebut dijelaskan lebih rinci dalam surat
edaran bank Indonesia Nomor 31/20/UPPB/tertanggal 31 desember 1998.
Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, surat keputusan direksi tersebut digantikan
dan dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tertanggal 7
september 2000.
Berdasarkan pemaparan diatas, perubahan-perubahan pengaturan
ketentuan rahasia bank disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal ini terjadi karena adanya desakan dari kalangan masyarakat luas termasuk
para ahli agar ketentuan rahasia bank diubah untuk memudahkan penyelesaian
kredit macet dan tindak pidana korupsi. Sedangkan faktor eksternal disebabkan
karena oleh adanya permintaan dari IMF (International Monetary Fund) untuk
mengubah Undang-Undang perbankan yang mengatur mengenai ketentuan
rahasia bank, seperti yang tercantum dalam Letter of intent supplementary
Memorandum of economic and financial policy. Permintaan dari IMF ini yang
mau tidak mau harus diikuti oleh pemerintah karena permintaan IMF ini sebagai
prasyarat restrukturisasi perbankan Indonesia. hal ini juga dipicu oleh Indonesia
yang banyak menerima bantuan dana dari IMF sehingga sulit untuk menolak
permintaan tersebut.
56
2.1.4 Tujuan Rahasia Bank
Kehidupan bank sangat tergantung kepada adanya kepercayaan
masyarakat, karena masyarakat hanya akan menjadi nasabah bank yang
bersangkutan apabila dari bank ada jaminan bahwa terhadap keadaan rekening
atas uang yang ada pada bank tersebut dapat dipertahankan kerahasiannya.54
Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini diperlukan,
baik itu untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri.
Selain itu hal ini didasarkan atas Asas kerahasiaan adalah asas yang
mengharuskan atau mewajibkan bank sebagai lembaga keuangan untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain
dari nasabah yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan.55
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa lembaga perbankan harus memegang
teguh keterangan yang tercatat olehnya, ketentuan ini juga berlaku bagi pihak
terafiliasi dalam kegiatan operasional perbankan. 56
Ketentuan Rahasia bank ini ditujukan untuk kepentingan nasabah agar
kerahasiaannya terlindungi. Kerahasiaan tersebut menyangkut keadaan
keuangannya. Selain itu rahasia bank diperuntukkan juga bagi kepentingan bank,
agar dapat dipercaya dan menjaga kelangsungan hidupnya terjaga. Di Indonesia,
pengaturan rahasia bank lebih dititikberatkan pada alasan untuk kepentingan bank,
sebagaimana jelas diatur di dalam Pasal 40 UU Perbankan yang menegaskan
54
Moch Anwar, 1986, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni,
Bandung, hal. 85.
55
Chainur Arrasjid, 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, hal.37. 56
Muhamad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 271.
57
bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yang
memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. ada 5
alasan yang mendasari kewajiban bank untuk merahasiakan segala sesuatu tentang
nasabah dan simpanannya, antara lain :
a. Personal privacy
b. Hak yang timbul dar hubungan perikatan antara bank dan nasabah
c. Peraturan perundang-undangan yang berlaku
d. Kebiasaan atau kelaziman dalam dunia perbankan
e. Karakteristik kegiatan usaha bank sebagai suatu”lembaga
kepercayaan” yang harus memegang teguh kepercayaan nasabah
yang menyimpan uangnya di bank. 57
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pers
2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pers
Pengertian Press (inggris) atau Pers (belanda) berasal dari bahasa latin
Pressare yang berarti tekan atau cetak. Pers kemudian diartikan sebagai media
massa cetak (printing media). Istilah Pers lazimnya digunakan untuk surat kabar
dan majalah. Pers memiliki tiga arti, pertama wartawan media cetak. kedua,
publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak.58
Pers adalah lembaga sosial
(social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari
sistem pemerintahan di negara di mana ia beroperasi, bersama-sama dengan
subsistem lainnya.59
Pers dalam arti sempit hanya terbatas pada surat kabar-surat
kabar (harian), mingguan, majalah saja, atau pada umumnya yang tercetak
57
Yunus Husein, op.cit, hal.139. 58
Masduki, op.cit, hal.105. 59
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.87.
58
diterbitkan, sedang dalam arti yang luas, maka pers itu mencakup radio, televisi,
dan film.60
Pers yang merupakan suatu lembaga sosial masyarakat harus mampu
menyesuaikan diri kepada perubahan dalam lingkungan demi kelangsungan
hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial
dalam masyarakat maka ia akan mati. Mati tidaknya pers atau lancarnya kegiatan
operasional pers tersebut di suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem politik di
suatu negara tempat pers beroperasi. Mengenai jenis-jenis sistem pers yang dianut
oleh negara-negara di dunia dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu :
1. Authoritarian press atau pers otoritarian
2. Liberatian press atau pers libertarian
3. Soviet communist press atau pers komunis soviet
4. Social responsibility press atau pers tanggung jawab sosial.61
Khusus untuk pers indonesia tidak menganut salah satu dari keempat
sistem yang diterangkan di atas. Pers di indonesia menganut sistem khas
indonesia, yakni pers pancasila yang oleh dewan pers dalam sidangnya yang ke-
25 didefinisikan sebagai pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya
berdasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.62
Alasan
mengapa indonesia tidak menganut salah satu teori pers barat yang dipaparkan
60
J.C.T Simorangkir, 1990, Hukum dan Kebebasan Pers, Binacipta,
Jakarta, hal. 13. 61
Fred S Siebert, 1973, Four Theories of The Press, University of lllnois
Press, Urbana, hal. 178. 62
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.89.
59
tadi, karena tidak ada satupun yang sesuai dan selaras dengan falsafah hidup
bangsa indonesia, gaya hidup rakyat indonesia, dan kepribadian bangsa indonesia.
Dasar hukum pers di indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan pers adalah
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pers sebagai
suatu lembaga memiliki hak kebebasan pers yang ditegaskan pada Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers bahwa, pers memiliki hak
mencari, memperoleh, serta mempublikasikan informasi pada khalayak umum.
Pers memiliki dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers
dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat
kabar, majalah, mingguan tabloid dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas
meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran,
sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. Film teatrikal, yakni film yang
diputar di gedung bioskop walaupun termasuk media komunikasi massa, tidak
disebut pers sebab tidak menayangkan karya jurnalistik.63
Melalui pemaparan
diatas dapat disimpulkan , pers adalah suatu lembaga atau badan atau organisasi
yang menginformasikan, menyebarkan berita sebagai suatu karya jurnalistik
63
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.90.
60
kepada khayalak ramai dengan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Ciri-ciri pers
adalah sebagai berikut :
1.Publisitas adalah penyebaran kepada publik atau khayalak. Karena
diperuntukkan kepada khayalak, maka sifat surat kabar adalah umum.
Isinya pun berkaitan dengan kepentingan umum.
2.Periodisitas adalah suatu keteraturan terbitnya surat kabar bisa satu kali
sehari, bisa dua kali sehari dapat pula satu kali atau dua kali seminggu
atau secara periodik.
3. Universalitas adalah kesemestaan isinya, aneka ragam, dan dari seluruh
dunia. Jadi berkaitan dengan berbagai segala aspek kehidupan, tidak
hanya satu sepek kehidupan saja.
4.Aktualitas adalah menurut kata asalnya berarti kini dan keadaan
sebenarnya. Yaitu mengenai suatu peristiwa yang terjadi saat ini,
peristiwa yang baru terjadi dan dilaporkan harus benar. Kecepatan
laporan pun menjadi esensi utama, namun dilakukan tanpa
mengenyampingkan pentingnya kebenaran berita. 64
Seyogyanya setiap lembaga atau badan atau organisasi yang bergerak
dalam bidang informasi kepada masyarakat atau khayalak ramai memenuhi ciri-
ciri pers yakni, publisitas, periodisitas, universalitas, dan aktualitas. Sehingga
informasi yang disampaikan kepada masyarakat memiliki kualitas tinggi dan
bermanfaat bagi aktivitas sehari-hari guna menunjang kegiatan dalam berbagai
bidang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pada zaman globalisasi ini.
Karena saat ini informasi merupakan hal yang utama dalam segala kegiatan, tanpa
informasi masyarakat baik individu maupun kelompok akan sulit untuk
berkembang. Semakin canggihnya teknologi membuat mudahnya mengakses
segala informasi terutama melalui online namun dalam penggunaan informasi
yang didapat terutama dalam dunia maya perlu diolah dan dicerna kembali, karena
tidak semua informasi yang diberikan sesuai fakta ataupun kejadian sebenarnya.
64
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.92.
61
Maka dari itu saat ini masyarakat masih cenderung menggunakan media
massa atau media cetak sebagai jembatan penghubung untuk mengetahui
kejadian, peristiwa, atau berita terhangat yang disajikan oleh insan pers. karena
kebenaran serta orisinalitasnya lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan
oleh insan pers. namun tidak sedikit insan pers yang melanggar kode etik dan
peraturan yang berhubungan dengan pers, sehingga dikenakan sanksi oleh
organisasi dan lembaga yang terkait. Oleh karena itu disinilah diperlukan agar
pers lebih banyak menggali berbagai peraturan hukum sebagai filter dalam
mengahadirkan informasi khusunya yang berkaitan dengan hukum agar tidak
melanggar aturan yang sudah berlaku.
2.2.2 Fungsi pers
Pers adalah sarana yang menyiarkan produk jurnalistik. Pada era
globalisasi saat ini, fungsi pers tidak hanya sebagai pengelola berita, namun ada
aspek-aspek lain dari bidang lainnya untuk isi suatu surat kabar. Karena fungsinya
yang penting tersebut, maka pers tidak hanya menyiarkan informasi, tetapi juga
mendidik, menghibur dan mempengaruhi agar khalayak ramai atau umum
melakukan kegiatan tertentu. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Fungsi menyiarkan informasi adalah fungsi pers yang utama dan
pertama. Informasi yang disebarkan dapat berupa peristiwa yang
terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang
lain, apa yang dikatakan orang lain dan sebagainya.
2) Fungsi mendidik adalah suatu fungsi pers sebagai sarana pendidikan
(mass education) dari massa ke massa, surat kabar ini memuat tulisan
yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak umum bertambah
pengetahuannya.
62
3) Fungsi menghibur adalah suatu fungsi pers yang sering membantu
pers dalam mengimbangi berita-berita (hard news) dan artikel-artikel
yang berbobot. Terkadang mengandung minat insani (human interest)
dan kadang-kadang tajuk rencana. Maksud dibuatnya berita yang
mengandung hiburan sebagai sarana relaksasi untuk melemaskan
ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangkan dengan artikel
dan berita yang memiliki porsi cukup berat.
4) Fungsi mempengaruhi adalah fungsi keempat pers yang memegang
peran penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi
pada surat kabar itu secara implisit terdapat pada berita, secara
ekplisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.65
Pers memiliki fungsi yang pokok di suatu negara, khususnya Negara
berkembang seperti Indonesia. melalui pers masyarakat bisa mendapatkan
informasi yang dibutuhkan, baik itu informasi yang berfungsi untuk mendidik,
informasi yang fungsinya menghibur, informasi yang fungsinya untuk
mempengaruhi dan yang terakhir peran utamanya untuk menyiarkan informasi.
Sehingga masyarakat mengetahui suatu peristiwa terkini yang terjadi, gagasan
atau pendapat orang lain, apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. fungsi
pers dalam suatu masyarakat memiliki peran yang krusial, karena tanpa informasi
maka masyarakat akan kekurangan informasi untuk menunjang dan meningkatkan
tingkat sosialnya di masyarakat. Maka sudah seyogyanya masyarakat baik
individu atau kelompok memanfaatkan media massa atau media cetak, ataupun
akses internet yang saat ini marak beredar sehingga mampu bersaing dengan
masyarakat lain dan meningkatkan pengetahuan bagi diri sendiri dan orang lain.
Selain itu hal ini akan mampu memudahkan segala urusan maupun aktivitas yang
dilakukan pemerintah,swasta ataupun masyarakat.
65
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.93-94.
63
2.2.3 Sejarah dan Perubahan Mengenai Pers di Indonesia
Pers di Indonesia mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744,
dimulai dari terbitnya sebuah surat kabar bernama bataviasche nouvelles
diterbitkan melalui usaha dari orang-orang belanda. Pada tahun 1776 terbit di
Jakarta juga vendu niews yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Ketika
menginjak ke abad 19 terbit berbagai surat kabar lainnya yang kesemuanya
diusahakan oleh orang-orang belanda untuk pembaca-pembaca orang-orang
belanda atau bangsa pribumi yang mengerti bahasa belanda yang pada umumnya
merupakan kelompok kecil saja. Surat kabar pertama sebagai bacaan kaum
pribumi dimulai pada tahun 1854 ketika majalah bianglala diterbitkan, kemudian
disusul oleh bromartani pada tahun 1885, kedua-duanya di weltervedren dan pada
tahun 1856 terbit soerat kabar bahasa melajoe di daerah Surabaya.66
Maraknya berbagai surat kabar yang bermunculan dengan
pemberitaanya yang bersifat informatif sesuai dengan situasi dan kondisi pada
saat itu. Saat itu pers lebih banyak berkembang di daerah pulau jawa, hal ini dapat
diketahui dan dimaklumi sebab sarana pokoknya yaitu berupa percetakan sebagai
suatu sarana yang vital ada di pulau jawa. Hambatan yang muncul saat itu adalah
bukan hanya sulitnya percetakan dan kurangnya kertas namun juga disertai
dengan sulitnya hubungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain.
Karena akses inilah menyebabkan informasi penting yang harus disampaikan
pada masyarakat tertunda, sehingga tidak menjadi suatu informasi yang akurat
dan faktual.
66
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.103.
64
Salah satu contohnya yaitu ketika Gunung Krakatau meletus pada tanggal
27 agustus 1883, yang menelan korban ribuan jiwa, beritanya baru dapat diterima
oleh seluruh dunia pada akhir September 1883. Penyajian beritanya pun sangat
tidak lengkap dan tidak karuan. Sehingga berita hangat yang seharusnya sampai
pada masyarakat saat itu, baru dapat disampaikan setelah satu bulan dari tragedi
tersebut. Ini menimbulkan suatu kekecewaan bagi masyarakat seluruh dunia. Hal
ini dikarenakan karena berbagai bantuan baik tenaga medis, obat dan makanan
tidak dapat langsung disalurkan pada saat dibutuhkan. Karena berita mengenai
meletusnya gunung Krakatau baru dapat diketahui setelah sebulan terjadinya
peristiwa tersebut tepatnya pada bulan September 1883.
Sejarah pers pada abad 20 ditandai dengan munculnya Koran pertama
milik bangsa Indonesia. modal dari bangsa Indonesia dan untuk bangsa Indonesia
yakni medan prijaji yang terbit di bandung. Medan prijajai yang dimiliki dan
dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias raden mas djokomono ini pada mulanya yakni
tahun 1907 berbentuk mingguan, kemudian pada tahun 1910 diubah menjadi
harian. Tirto hadisurjo merupakan pelopor dasar jurnalistik modern di Indonesia
baik dalam cara pemberitaan, pemuatan karangan, iklan dan lain-lain. Namun
karena keberaniannya tirtohadisurjo alias djokomono itu karena tulisannya oleh
pemerintah belanda disingkirkan dan dibuang ke pulau bacan. Lahirnya organisasi
boedi oetomo yang berasaskan keagaaman dan kebangsaan mengakibatkan jumlah
surat kabar semakin bertambah.67
sehingga dapat dikatakan bahwa budi oetomo
menjadi salah satu pelopor tumbuhnya perkembangan surat kabar di Indonesia.
67
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.104.
65
hingga saat ini sejarah pers Indonesia mencatat budi oetomo merupakan salah satu
lembaga atau organisasi penting dan utama dalam perkembangan pers di
Indonesia.
Setelah diumumkan mengenai proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, pers di Indonesia saat itu mulai mengalami kebebasan sepenuhnya.
Hal ini dapat dimaklumi sebab pemerintah atau pers sendiri belum sampai kepada
pemikiran mengenai kebebasan pers. Pada tahun 1945 di Jakarta terbit asia raya
yang memang diterbitkan pada zaman jepang. Baru pada tanggal 01 oktober 1945
terbit harian merdeka sebagai hasil usaha kaum buruh de unie yang berhasil
menguasai percetakan.68
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1954
penguasa perang daerah atau paperda Jakarta raya tahun 1958 mengeluarkan surat
keputusan yang mewajibkan semua surat kabar dan majalah untuk mendaftarkan
diri sebelum tanggal 01 oktober 1958 kepada paperda supaya diberi surat izin
terbit.69
Sehingga mewajibkan semua surat kabar dan majalah seluruh Indonesia
memiliki S.I.T atau surat izin terbit. Pada tanggal 01 oktober 1958 dapat
dikatakan sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia. kondisi ini
diperparah dengan pihak penguasa berturut-turut mengeluarkan peraturan
terhadap pers untuk lebih mengetatkan pengeluaran surat izin terbit serta
dilakukannya pengawasan ketat terhadap pers. Karena untuk mendapatkan surat
izin terbit harus memenuhi persyaratan yang cukup sulit.
Setelah tahun 1965 kembalilah pers Indonesia menghirup udara alam
bebas, tetapi bukan bebas ukuran seperti pers liberal. Melainkan bebas dan
68
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.107. 69
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.108.
66
bertanggung jawab, tanggung jawab pribadi, tanggung jawab sosial dan tanggung
jawab nasional.70
Setiap insan pers diwajibkan dalam melakukan tugas dan
fungsinya untuk berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pers. Serta tidak lupa juga dengan peraturan perundang-undangan lain
yang berlaku, agar tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan agama. Sehingga
apabila pers melanggar peraturan atau menyalahgunakan kewenangan yang telah
diberikan maka harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Baik bertanggung
jawab secara pribadi, sosial dan nasional.
Kemudian tepat pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1966
merupakan tahun bersejarah bagi kehidupan pers di Indonesia karena pada saat itu
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan pokok-
pokok pers.71
Semenjak dikeluarkannya undang undang tersebut, pers di
Indonesia memiliki babak baru dan aturan dalam melaksanakan tugas-tugas serta
kewenangannya yang terkait dengan pers. M.Wonohito seorang wartawan senior
mengemukakan istilah pers pancasila harus tercermin dalam isi beritanya.72
Hal
itu ditunjukkan dalam beritanya , apakah isi beritanya yang menunjukkan, apakah
berita itu disiarkan pers pancasila atau pers yang bersistem lain. Pers pancasila
tidak mungkin terlepas kaitannya dari Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 tahun 1982 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun
1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah dengan
70
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.110. 71
Onong Uchjana Effendy, loc.cit. 72
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.111.
67
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1967.73
Seperti diketahui bersama bahwa Pers
pancasila adalah suatu sistem pers yang berlaku di Indonesia serta dijadikan suatu
pedoman dalam mengemban dan melaksanakan tugas yang tercantum dalam
undang-undang tersebut. Disitu jelas dan tegas dinyatakan mengenai tugas, fungsi,
hak dan kewajiban pers yakni dalam Pasal 2 yang menegaskan :
1. Pers nasional adalah alat perjuangan nasional dan merupakan mass
media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris, dan
mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikir
kritis dan progresif meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat
Indonesia.
2. Pers nasional bertugas dan berkewajiban :
a. Melestarikan dan memasyarakatkan pancasila sebagaimana
termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan
pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila.
b. Memperjuangkan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat
berlandaskan demokrasi pancasila;
c. Memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers
yang bertangggung jawab;
d. Menggelorakan semangat pengabdian perjuangan bangsa,
memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, dan mempertebal
rasa tanggung jawab dan disiplin nasional, membantu serta
menggairahkan partisipasi rakyat dalam pembangunan;
e. Memperjuangkan terwujudnya tata internasional baru di bidang
informasi dan komunikasi atas dasar kepentingan nasional dan
percaya pada kekuatan sendiri dalam menjamin kerjasama regional,
antar regional dan internasional khususnya di bidang pers.
3. Dalam rangka meningkatkan perannya dalam pembangunan pers
berfungsi sebagai penyebar informasi yang objektif, menyalurkan
aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta
melakukan control sosial yang kontruktif. Dalam hal ini perlu
dikembangkan interkasi positif antar pemerintah, pers dan masyarakat.
Pasal 2 tersebut menggambarkan tugas, fungsi, hak dan kewajiban pers
termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila sebagai
pedoman segala perbuatan hukum termasuk pers sehingga setiap insan pers dalam
73
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.113.
68
melakukan tugas, fungsi, hak dan kewajibannya wajib berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pers dan peraturan-peraturan lainnya.
Sehingga pers nasional mampu memenuhi tugasnya dalam memperjuangkan
kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertangggung jawab.
Nantinya terwujud suatu peran dalam pembangunan pers yang memiliki fungsi
sebagai penyebar informasi yang objektif, menyalurkan aspirasi rakyat,
meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta melakukan kontrol sosial
yang kontruktif.
Pers pancasila adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab.74
Makna
bebas dalam pers pancasila itu adalah ciri khas Indonesia, serta tidak menganut
kebebasan yang lahir dari konsep kemerdekaan negatif seperti yang dianut oleh
sistem komunis soviet dan sistem libertarian. Namun Pers pancasila juga tidak
menganut kebebasan positif layaknya yang dianut oleh sistem tanggung jawab
sosial yang lahir dari konsep kemerdekaan positif yaitu bebas untuk mencapai
tujuan melalui pendapat. Pers pancasila bukan bebas dari dan bebas untuk
melainkan bebas dan, yaitu bebas dan bertanggung jawab sebagaimana tercantum
dalam definisi pers pancasila tadi.75
Dapat disimpulkan bahwa, nilai tanggung
jawab dinyatakan secara ekplisit sebagai penekanan untuk dijadikan isyarat bagi
setiap wartawan Indonesia bahwa dalam penyusunan ataupun proses pembuatan
berita, esensi yang utama yang menjadi prinsip dasar adalah tanggung jawab.
74
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.115. 75
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.116.
69
Jurnalistik pembangunan atau development journalism adalah jurnalistik
saat ini yang menyiarkan berita hasil pembangunan oleh media massa.76
Bagian
yang dipublikasikan tidak hanya suatu pembangunan mengenai pesan atau
message yang disiarkan oleh pers, tetapi juga seluruh unsur yang juga terlibat
dalam penyiaran tersebut. Menurut Spencer Crump dalam bukunya Fundamental
Of Journalism menegaskan bahwa Journalism is the key to communication. 77
(jurnalisme adalah kunci untuk komunikasi) pandangan tersebut mengibaratkan
bahwa, jurnalistik disini diibaratkan sebagai kunci pembuka suatu saluran
informasi. Jadi Tanpa kunci yang sesuai, pintu tak akan terbuka. hal ini juga
berarti bahwa tanpa jurnalistik yang tepat informasi tak akan tersalurkan. Seluruh
Informasi yang mengalir selalu ada sumbernya, serta ada tujuannya dan ada
sarana yang mengatur penyalurannya, yang keseluruhannya saling terjalin kait-
mengait antara satu dengan yang lain, bukan saja unsur-unsur tersebut, tetapi juga
dengan faktor-faktor yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
76
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.121. 77
Spencer Crump,1974, Fundamentals of Journalism, Mcgraw Hill
Book Company, Toronto,New York, hal.341.
70
BAB III
PENGATURAN RAHASIA BANK DENGAN BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG PERS
3.1 Pengaturan Rahasia Bank Menurut Undang-Undang Perbankan
Undang-Undang Perbankan merupakan peraturan atau ketentuan yang
mengatur segala sesuatu menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha. Salah satu hal penting
yang diatur dalam Undang-Undang perbankan adalah rahasia bank. Rahasia bank
merupakan salah satu cara bank dalam menjamin dana nasabah. Dana nasabah
yang kini dijamin menurut undang-undang hanya khusus nasabah penyimpan dan
simpanannya. Pihak bank diharapkan menjaga teguh ketaatan terhadap rahasia
bank. Pihak-pihak yang dimaksud diantaranya yaitu anggota dewan komisaris,
direksi, pegawai dan pihak terafiliasi.
Pihak yang dimaksud diharapkan dapat menjaga nama baik lembaga
bank yang berkedudukan sebagai lembaga kepercayaan. Rahasia bank sendiri
merupakan salah satu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh pihak bank.
Kewajiban menjaga kerahasiaan tersebut tidak bersifat absolut. Ada alasan-alasan
khusus yang menjadi syarat utama dalam membuka kerahasiaan bank tersebut.
Leden Marpaung sehubungan dengan rahasia bank mengemukakan bahwa
penerobosan rahasia bank telah diatur tata caranya.
70
71
Seperti pendapat Leden Marpaung, rahasia bank dapat dibuka bila
ditujukan untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.78
Tentunya
disesuaikan dengan perintah undang-undang untuk merahasiakan dan membuka
kerahasiaan bank. Penegasan ketentuan tersebut dapat dijumpai di Pasal 40 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 bahwa, bank dilarang memberikan
keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia
perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
42, Pasal 43, dan Pasal 44. Pada rahasia bank, seperti yang diketahui bahwa dari
keterangan yang ada di bank dapat diketahui mengenai kegiatan seseorang,
dimana saja berada pada waktu tertentu, majalah apa yang dibacanya, pola
konsumsinya, organisasi yang dimasukinya atau disumbangnya. Dengan
perkataan lain bahwa dokumen nasabah yang ada di bank merupakan cermin diri
sang nasabah.79
Berdasarkan undang-undang ini, ketentuan mengenai pembukaan rahasia
bank dapat dibuka bila berkaitan dengan pajak, peradilan, perkara perdata antara
bank dan nasabahnya dan dalam rangka tukar menukar informasi bank. melalui
uraian diatas, dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tidak
hanya melindungi nasabah penyimpan, nasabah debitur serta dalam hal
pembukaan informasi dapat dibuka sepanjang sesuai dengan empat hal yang
78
Leden Marpaung,1993, Kejahatan Perbankan, Erlangga, Jakarta,
hal.42. 79
Roberts Ellis Smith, 1979, Privacy How to Protect What Left of It,
Anchor Press, New York, hal.39.
72
dikecualikan tersebut. Sepanjang tidak disebutkan dalam pengecualian maka
informasi tidak dapat dibuka dengan alasan apapun.
Saat ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 telah mengalami
perubahan secara parsial namun cukup konkrit. Berkaitan dengan kewajiban bank
menjaga kerahasiaan bank , maka ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, menegaskan bahwa bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42A, Pasal 43, Pasal 44
dan Pasal 44A. melalui penegasan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa, saat ini
Undang-Undang perbankan hanya melindungi nasabah penyimpan dan
simpanannya, untuk pengecualian mengenai pembukaan rahasia bank mengalami
penambahan perubahan yaitu berupa untuk penyelesaian piutang lelang negara,
permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dan berkaitan dengan
waris.
Undang-Undang Perbankan tidak secara mutlak menutup segala akses
informasi tanpa pengecualian apapun. Melalui uraian ketentuan diatas diketahui
bahwa peraturan tersebut dikecualikan untuk beberapa alasan serta tujuan
tertentu. Peraturan perbankan Indonesia dikaitkan dengan rahasia bank menganut
teori relatif atau nisbi. Teori relatif atau nisbi menegaskan bahwa, bank boleh
membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk
kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara atau
73
kepentingan hukum.80
Mengenai kata kecuali yang ditegaskan oleh Pasal 40 ayat
(1) adalah suatu pembatasan mengenai berlakunya rahasia bank. mengenai
keterangan yang disebutkan dalam pasal-pasal yang dikecualikan itu, dalam hal
ini bank boleh mengungkapkannya (tidak merahasiakannya).81
Berkaitan dengan dimungkinkannya diterobosnya kerahasiaan bank yang
ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan adalah sebagai berikut :
1. Untuk Kepentingan Perpajakan ( Pasal 41)
2. Untuk penyelesaian piutang bank (Pasal 41 A)
3. Untuk Kepentingan peradilan pidana (Pasal 42)
4. Untuk penyelesaian peradilan perdata antara bank dan nasabah (Pasal
43
5.Untuk tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44)
6. Untuk kepentingan pihak lain atas persetujuan nasabah (Pasal 44A ayat
(1)
7. Untuk kepentingan pewarisan (Pasal 44A ayat (2).
Mengenai kemungkinan penerobosan rahasia bank seperti sudah
ditegaskan oleh undang-undang bahwa untuk kepentingan perpajakan, untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urusan piutang
lelang Negara/panitia urusan piutang Negara, dan untuk kepentingan peradilan
diwajibkan bagi pihak tersebut untuk terlebih dahulu memperoleh izin tertulis
untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank Indonesia. hal ini ditegaskan
oleh Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang
persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia
bank bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)
huruf a, huruf b, huruf c, wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin
80
Hermansyah,op.cit,hal.121. 81
Abdul Kadir Muhammad, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.420.
74
tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank indonesia. Prosedur ini
dijalankan demi menjaga kepercayaan nasabah. Ketika membuka informasi
rahasia bank dianggap penting, seyogyanya diharapkan mencantumkan
keterangan-keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat
yang dapat mendukung untuk membuka rahasia bank yaitu berupa seluruh
informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Beberapa alasan dan tujuan lain dari yang disebutkan diatas, juga dapat
menjadi alasan untuk membuka informasi rahasia adalah untuk kepentingan
perkara perdata antara bank dan nasabahnya, untuk kepentingan tukar menukar
informasi antar bank, untuk dan atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari
nasabah penyimpan serta untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpan yang telah meninggal yang dilakukan oleh ahli waris yang
sah. Mengenai keempat kepentingan diatas rahasia bank dapat dibuka tanpa
memerlukan ijin tertulis dan perintah dari pimpinan bank Indonesia.
Pernyataan tersebut sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank
Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian
perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank bahwa pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d, huruf e, huruf f, dan g
tidak memerlukan perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari
pimpinan bank indonesia. Melalui pemaparan tersebut, dapat diketahui kedua
belah pihak baik itu bank dan nasabah wajib untuk mentaati peraturan perbankan
yang berlaku berkenaan dengan rahasia bank. Namun untuk beberapa
permasalahan yang terkait dengan perkara perdata tidak memerlukan izin dari
75
nasabah yang bersangkutan dikarenakan untuk melindungi pihak bank, dalam hal
ini apabila bank sebagai kreditur dan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan
juga sebagai nasabah debitur yang meminjam dana di bank. Hal ini dilakukan
untuk meminimalisir debitur nakal yang mencoba untuk melakukan hal-hal yang
tentunya dapat merugikan pihak bank. Sehingga apabila antar bank ingin
melakukan tukar menukar informasi diperbolehkan asal jelas tujuan serta
kegunaan informasi yang akan dicari.
Ketaatan terhadap kerahasiaan informasi nasabah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan merupakan salah satu wujud keadilan bagi
nasabah, yang tidak lain merupakan hak nasabah sudah diatur di dalam undang-
undang. Sepanjang rahasia bank dibuka sesuai alasan yang ditegaskan dalam
pengecualian undang-undang maka itu dianggap benar dan adil bagi pihak
nasabah sesuai teori keadilan niaga atau keadilan komutatif. Dalam dunia bisnis,
keadilan niaga sering disebut dengan keadilan tukar menukar. Keadilan tukar ini
berupa pemenuhan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak secara
proporsional.
Para pihak yang dimaksud adalah bank dan nasabah. apabila rahasia
bank dibuka untuk kepentingan lainnya diluar dari yang telah disebutkan diatas,
oleh para pihak yang tidak masuk ke dalam ruang lingkup rahasia bank, serta
tanpa membawa perintah atau izin dari pimpinan bank indonesia ini dikategorikan
pelanggaran rahasia bank. dikategorikan sebagai pelanggaran karena telah
melanggar rahasia bank dalam Undang-Undang perbankan. Bank sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat, yang menyediakan jasa penyimpanan dinilai
76
telah gagal memberikan rasa keadilan bagi nasabah. Karena sesuai konsep
kerahasiaan bank yang dikemukakan oleh Sentosa Sembiring, salah satu
kewajiban bank adalah untuk menjamin kerahasiaan identitas nasabah penyimpan
beserta dengan dana yang disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan
perundang-undangan menentukan lain. Seyogyanya bank dalam melangsungkan
usahanya menerapkan prinsip-prinsip perbankan untuk menjamin kelangsungan
usaha suatu bank. Jadi berkaitan dengan pers yang mempublikasikan informasi
rahasia bank, dianggap telah melakukan pelanggaran. Pertama pihak pers, tidak
dikategorikan masuk dalam pengecualian Undang- Undang. Kedua, pihak pers
tidak membawa perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari
pimpinan bank indonesia. Ketiga, informasi yang dipublikasikan oleh pers
adalah informasi nasabah penyimpan murni yang tidak bermasalah. Keempat, pers
dianggap telah melanggar ketentuan rahasia bank sehingga merugikan pihak bank
dan nasabah bank. hal ini membuat nasabah kehilangan kepercayaan pada bank.
a. Untuk Kepentingan Perpajakan
Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Perbankan menegaskan
bahwa, untuk kepentingan perpajakan pimpinan bank Indonesia atas permintaan
menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat
mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan kepada pejabat pajak. Melalui
isi Pasal 41 tersebut telah terlihat bahwa, apabila pihak dari pajak ingin
mengetahui keadaan keuangan nasabah penyimpan dari suatu bank harus seijin
dari pimpinan bank Indonesia. Hal ini baru dapat dilakukan atas permintaan dari
77
menteri keuangan kepada pimpinan bank Indonesia. sehingga apabila prosedur
yang ditentukan oleh undang-undang sudah sesuai, dan disetujui serta dianggap
lengkap maka nantinya dari pihak bank yang bersangkutan, akan senantiasa
mengeluarkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan
nasabah penyimpan kepada pejabat pajak.
Dalam ketentuan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ditentukan
beberapa unsur yang wajib dipenuhi oleh pemohon agar rahasia bank dapat
dibuka atau diungkapkan, kriterianya adalah sebagai berikut :
1. Untuk kepentingan perpajakan
2. Atas permintaan tertulis menteri keuangan
3. Atas permintaan tertulis pimpinan bank Indonesia
4. Dilakukan oleh bank dengan memberikan keterangan dengan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan yang namanya disebutkan dalam
permintaan tertulis menteri keuangan.
5. Kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis
pimpinan bank Indonesia. 82
Pembukaan rahasia bank ini digunakan untuk proses pemeriksaan dan
penyidikan perpajakan, serta harus atas permintaan tertulis menteri keuangan
yang nantinya ditujukan kepada pimpinan bank Indonesia. adapun untuk
kepentingan perpajakan pimpinan bank Indonesia dapat mengeluarkan izin, jika
permintaan tertulis oleh menteri keuangan mencantumkan data sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI
/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis
membuka rahasia bank sebagai berikut :
a. Nama, dan jabatan pejabat pajak;
82
Abdul kadir Muhammad, op.cit, hal.421.
78
b. Nama nasabah penyimpan wajib pajak yang dikehendaki
keterangannya;
c. Nama kantor bank tempat nasabah menyimpan simpanannya;
d. Keterangan yang diminta;
e. Alasan yang diperlukan.83
Ketentuan mengenai rahasia bank yang berkaitan dengan pajak atau
untuk kepentingan pajak sendiri dijadikan suatu landasan bagi pihak pajak di
dalam bertindak cepat. Walaupun demikian, tetap saja pihak pajak wajib untuk
mematuhi segala peraturan serta prosedur yang di isyaratkan oleh undang-undang,
serta hal-hal penting apa saja yang harus diperhatikan agar tetap mematuhi
Undang-Undang Perbankan. Ini dilakukan karena rahasia bank merupakan area
atau wilayah yang cukup private bagi setiap subjek hukum, sehingga hal ini perlu
dilindungi dan diperhatikan.
b. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank
Sesuai isi dari Pasal 41 A Undang-Undang Perbankan menegaskan
bahwa, untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan
urusan piutang lelang Negara, pimpinan bank Indonesia memberikan izin kepada
pejabat badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan piutang negara
untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur. Dari
penegasan Pasal 41 A tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa seluruh
keterangan atau bukti-bukti tertulis mengenai simpanan nasabah debitur dapat
diperoleh atas seijin pimpinan bank Indonesia. dalam hal ini izin tersebut baru
akan diperoleh ketika kepala badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia
urusan piutang Negara mengajukan suatu permintaan tertulis kepada pimpinan
83
Sentosa sembiring, op.cit, hal.40.
79
bank Indonesia. Tentunya disesuaikan dengan prosedur yang telah dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan tepatnya pada Pasal 41 A ayat (2) Undang-
Undang Perbankan.
Selain itu permintaan dari kepala badan urusan piutang dan lelang
Negara/panitia urusan piutang Negara sesuai ketentuan Pasal 41 A ayat (3)
menegaskan bahwa permintaan sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama
dan jabatan pejabat badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan
piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan
diperlukannya keuangan. Selain dalam Undang-Undang Perbankan yang
mengatur mengenai rahasia bank yang berkaitan dengan lelang, ada peraturan
perbankan lain yang juga mengatur mengenai proses ini. Peraturan tersebut adalah
Peraturan Perbankan Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI
/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis
membuka rahasia bank.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI
/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis
membuka rahasia bank menegaskan bahwa, untuk penyelesaian utang piutang
melalui BUPLN akan diberikan oleh pimpinan BI jika ada permohonan tertulis
dari kepala BUPLN dengan mencantumkan:
a) Nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN
b) Nama nasabah debitur yang mempunyai simpanan
c) Nama kantor bank tempat nasabah debitur mempunyai simpanan
d) Keterangan yang diminta, dan
e) alasan yang diperlukan.84
84
Sentosa Sembiring, op.cit.hal.41.
80
c. Untuk kepentingan Peradilan
Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa,
untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan bank indonesia
dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa,hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. sesuai amanat
undang-undang, bahwa apabila ada keperluan mendesak yang diharuskan, untuk
mendukung proses penyelidikan serta penyidikan dalam rangka mengungkap
perkara pidana. para penegak hukum disini baik itu terdiri dari polisi, jaksa serta
hakim dapat memperoleh keterangan mengenai surat-surat atau bukti lain berupa
keterangan mengenai simpanan tersangka atau terdakwa yang ditujukan untuk
kepentingan peradilan. keterangan yang diperlukan itu harus atas seijin dari
pimpinan bank Indonesia, sesuai dengan perintah undang-undang.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa penegak hukum baik itu polisi,
jaksa serta hakim dapat memperoleh keterangan berupa data nasabah dan
simpanannya. peraturan ini merupakan salah satu landasan bagi penegak hukum
lain dalam mengungkap kebenaran dari suatu perbuatan hukum. hal tersebut baru
dapat diproses dengan syarat, izin ini baru diberikan apabila dibuat secara tertulis
oleh kepala kepolisian republik Indonesia, jaksa agung atau ketua mahkamah
agung. Sebagaimana sudah ditegaskan dalam Pasal 42 ayat (2) UU Perbankan
bahwa, izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari kepolisian republik Indonesia, jaksa agung atau ketua
mahkamah agung. Setelah prosedur dipenuhi dan diminta oleh salah satu pihak
seperti yang disebutkan berbentuk tertulis, maka diajukan kepada pimpinan bank
81
Indonesia, dilihat kelengkapan prosedur, surat-surat pendukung serta bukti-bukti
pendukung, agar dapat diproses dan rahasia bank dapat dibuka. Tentunya tetap
pimpinan bank Indonesia memverifikasinya sesuai pedoman yang ada dengan
menggunakan ketentuan yang berlaku sebagai syarat dibukanya rahasia bank.
Mengenai permintaan dari salah satu penegak hukum baik itu dari kepala
kepolisian republik Indonesia, jaksa agung, serta ketua mahkamah agung
mengenai rahasia bank yang diperlukan untuk penyelesaian suatu proses perkara
pidana untuk kepentingan peradilan maka harus dilakukan secara tertulis dan
mencantumkan beberapa syarat penting sebagaimana yang sudah dimuat di dalam
peraturan bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata
cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank pada Pasal 6
ayat (4) yang menegaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya :
a) Nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan jaksa, polisi atau hakim
b) Nama tersangka/terdakwa yang mempunyai simpanan
c) Nama kantor bank tempat tersangka/terdakwa mempunyai simpanan
d) Maksud pemeriksaan atau alasan diperlukannya keterangan dan
e) Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan. 85
d. Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabah
Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa
dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang
relevan dengan perkara tersebut. Undang-undang di sini jelas menegaskan bahwa
bank dapat membuka keadaan keuangan dalam hal bersengketa dengan nasabah.
85
Sentosa sembiring, op.cit, hal.43.
82
Menurut undang-undang dan peraturan perbankan Indonesia lainnya, ketentuan
rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perkara perdata antara bank dan
nasabah tidak diatur secara lengkap, jelas, dan rinci mengenai prosedur ataupun
izin untuk mendapatkan rahasia bank oleh pimpinan bank Indonesia.
e. Untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank
Sesuai penegasan dari Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Perbankan
yang menegaskan bahwa dalam rangka tukar menukar informasi antar bank,
direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank
lain. Melalui ketentuan terebut dapat diketahui bahwa tujuan tukar menukar
informasi antar bank melalui direksi yaitu untuk mengamankan, memperlancar,
melindungi, dan menjamin berlangsungnya kegiatan operasional bank yang baik,
sehingga dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan salah satunya seperti
adanya kredit rangkap, serta mengetahui mengenai suatu keadaan serta status dari
bank lain. Hal ini dilakukan untuk menilai tingkat resiko yang akan dihadapi oleh
suatu bank, dalam hal bank melakukan suatu transaksi baik antara bank ataupun
nasabah dari bank lain.
Hal ini dilakukan atas perintah undang-undang, yang tepatnya ada pada
Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999
tentang bank Indonesia yang menegaskan bahwa, bank Indonesia mengatur dan
mengembangkan sistem informasi antar bank. Sistem informasi antar bank yang
dimaksud disini bertujuan untuk memperlancar serta mengamankan kegiatan
usaha bank. Informasi bank yang dimaksud diantaranya:
83
a) Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank;
b) Informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur bank guna
mencegah penyimpangan dan pengelolaan kredit:
c) Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi
likuiditas pasar.
Guna mengembangkan sistem informasi antar bank seperti yang telah
ditentukan oleh undang-undang dapat dilakukan dan diperluas dengan
menyertakan lembaga lain sesuai amanat dari undang-undang, yang sudah
ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 tahun 1999 tentang bank Indonesia. perluasan suatu sistem informasi kepada
bank lain ini di bidang keuangan dimaksudkan serta diperlukan, karena adanya
keterkaitan antar kegiatan usaha bank dan lembaga lain tersebut. Mengenai proses
penyelenggaraannya, sistem informasi sebagaimana yang dimaksud dalam
ketentuan ini dapat dilakukan sendiri oleh bank Indonesia dan atau pihak lain
dengan persetujuan bank Indonesia.
Proses sistem informasi yang berkaitan dengan tukar menukar informasi
yang dilakukan sendiri oleh bank Indonesia kini didukung dengan adanya surat
keputusan direksi bank Indonesia Nomor 27/6/UPB pada tanggal 25 januari 1995
yang menegaskan dengan tukar menukar informasi antar bank merupakan
permintaan pemberian informasi keadaan kredit yang diberikan bank kepada
debitor tertentu serta keadaan status suatu bank. tukar menukar informasi antar
bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang ditunjuk
sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan internal dari bank bersangkutan.
84
Berkaitan dengan informasi tukar menukar bank yang dilakukan oleh direksi,
maka permintaan informasi bank dibagi ke dalam 2 bagian :
I. Permintaan informasi antar bank yaitu suatu bank dapat meminta informasi
kepada bank lainnya yang berkaitan dengan keadaan debitor tertentu yang
dilakukan secara tertulis, yang dalam hal ini dilakukan oleh direksi bank
dengan menyebutkan dan menjelaskan secara jelas dan rinci tujuan dari
penggunaan informasi yang dimaksudkan.86
suatu informasi yang berkaitan
dengan suatu keadaan kredit dapat dikeluarkan oleh :
a. Bank umum kepada bank umum
b. Bank perkereditan rakyat kepada bank perkreditan rakyat.
Selanjutnya bank yang nantinya diminta informasi wajib
memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang real atau
nyata. Kemudian bagi nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif
(nasabah aktif) diwajibkan untuk menegaskan bahwa nasabah yang dimaksud
adalah nasabah atau debitur bank yang bersangkutan. Bagi nasabah yang
tidak dicatat lagi sebagai debitur aktif informasinya berupa :
a. Data debitur
b. Data pengurus
c. Data agunan
d. Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan
e. Data keadaan koletibilitas terakhir
86
Rachmadi usman, op.cit.hal. 162-163.
85
Setelah itu maka bank peminta informasi harus merahasiakan data
informasi yang diminta. Data informasi yang bersifat rahasia tersebut
ditujukan hanya untuk digunakan sesuai dari tujuan penggunaan. Hal ini
sesuai dengan tujuan dari penggunaan data tersebut, yang disebutkan dalam
surat permintaan informasi. Kemudian apabila ada bank yang melanggar,
yang tidak menggunakan data tersebut sesuai tujuan seperti yang tercantum
dalam surat permintaan informasi, maka bank tersebut akan dikenakan sanksi
administratif, dan hal ini dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. Disinilah
diperlukan langkah-langkah kehati-hatian yang perlu diterapkan oleh lembaga
perbankan.
II. Permintaan informasi melalui bank Indonesia.
Permintaan informasi melalui bank Indonesia dapat dilakukan oleh
bank untuk mengetahui informasi mengenai nasabah debitur. Informasi ini
didapat dengan cara mengajukan permintaan tertulis, dengan menyebut
penggunaan informasi yang akan diminta. Informasi mengenai bank yang
diminta melalui bank Indonesia tersebut terdiri dari :
a. Nomor, tanggal akta pendirian, dan izin usaha
b.Status atau jenis usaha
c. Tempat kedudukan
d.Susunan pengurus
e. Permodalan
f. Neraca yang diumumkan
g.Pengikutsertaan dalam kliring dan
86
h. Jumlah kantor bank.
Apabila ada bank yang tidak mengindahkan ketentuan ini maka bank
tersebut akan dikenakan sanksi, berupa sanksi administratif yang dalam hal
ini dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. sehingga dalam hal ini bank
akan selalu berusaha untuk menjaga rahasia bank dan segala aturan yang
berlaku.
f. Untuk kepentingan Pihak lainnya yang ditunjuk langsung oleh nasabah
dan untuk kepentingan waris
Berbicara mengenai kepentingan pihak lain yang ditunjuk langsung oleh
nasabah dalam undang-undang diatur oleh Pasal 44A ayat (1) Undang-Undang
Perbankan menegaskan bahwa atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan
kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. mengenai
kepentingan pihak lain untuk kepentingan waris maka diatur di dalam Pasal 44A
ayat (2) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, dalam hal nasabah
penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan
yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan tersebut. Melalui penegasan Pasal tersebut dapat diketahui apabila ada
pihak lain yang berkepentingan yaitu ahli warisnya sesuai dengan surat-surat yang
dapat ditunjukkan dan dibuktikan kepada bank, bahwa pihak yang berkepentingan
memang benar merupakan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang
menyimpan dananya di bank. Setelah dapat dibuktikan barulah keterangan
mengenai simpanan nasabah penyimpan bisa dikeluarkan.
87
Berdasarkan uraian diatas, Pengaturan kerahasiaan bank menurut
Undang-Undang perbankan sudah jelas hanya melindungi nasabah penyimpan dan
simpanannya. Kerahasiaan bank hanya dapat dibuka, jika sudah sesuai dengan
alasan dan tujuan pengecualian yang tercantum dalam undang-undang. Selain itu
kerahasiaan dapat dibuka bila nasabah penyimpan bermasalah atau dengan kata
lain masuk ke dalam ruang lingkup yang dikecualikan. Kemudian informasi dapat
dibuka, bila atas seizin dari pimpinan bank indonesia.
Sepanjang tidak diatur dalam undang-undang bukan merupakan
kerahasiaan bank. Berkaitan dengan pengaturan rahasia bank dengan berlakunya
Undang-Undang pers, pers tidak masuk ke dalam ruang lingkup pengecualian
yang ditegaskan undang-undang. meskipun dalam ketentuan pers mengatur dan
menentukan pers dapat mencari, memperoleh, menyimpan dan mempublikasikan
informasi. Sepanjang informasi tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang
dikecualikan dalam ketentuan rahasia bank. sehingga apabila pers
mempublikasikan informasi berkaitan dengan ketentuan rahasia bank dapat
dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang
perbankan. kerahasiaan informasi data nasabah penyimpan harus dijamin terkait
dengan Undang-Undang pers. Pers dapat mempublikasikan informasi nasabah
bila nasabah tersebut bermasalah atau masuk ke dalam pengecualian yang
disebutkan oleh undang-undang. Serta informasi tersebut memang sudah
dipublikasikan oleh pihak-pihak yang dimaksud dalam pengeculian undang-
undang. Namun tetap merahasiakan data-data privacy dari nasabah.
88
Selain itu pihak bank sebagai pihak pelaksana kewajiban merahasiakan
rahasia bank, dinilai telah gagal dalam menjalankan kewajibannya. Karena
dianggap tidak mampu, sehingga informasi rahasia bank yang seyogyanya
rahasia, dapat dipublikasikan pers. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi
nasabah. Berdasarkan teori keadilan niaga, bank dianggap telah gagal menerapkan
asas prudential banking , sehingga hak nasabah untuk dirahasiakan tidak dapat
dipenuhi. Tidak terwujudnya keadilan tukar menukar dalam bentuk pemenuhan
hak dan kewajiban antara pihak bank dan nasabah menimbulkan suatu
ketidakadilan bagi pihak nasabah. Hal ini tentunya akan berdampak pada
penurunan tingkat kepercayaan nasabah pada bank. Selain itu pihak nasabah yang
merasa dirugikan terhadap keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 berhak untuk
mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat
kesalahan dalam keterangan yang diberikan sesuai yang sudah ditegaskan dalam
Pasal 45 Undang-Undang Perbankan.
3.2 Kewajiban Good Corporate Governance bagi perbankan
Perkembangan perbankan yang kian pesatnya menimbulkan suatu
persaingan usaha yang begitu dinamis, sehingga memicu bank-bank yang masih
produktif untuk aktif mengembangkan usahanya agar efektif dan efisien di dalam
menjaga kestabilan usahanya serta memajukan kelangsungan usaha suatu
perusahaan perbankan. Kelangsungan hidup dari perbankan tentunya tidak lepas
dari peran penerapan Good Corporate Governance atau sering dikenal dengan
89
tata kelola perusahaan yang baik, khususnya bagi dunia perbankan. Good
corporate governance ini telah menjadi isu sentral di sejumlah Negara sejak
beberapa tahun terakhir ini. Ini juga dilatarbelakangi oleh permasalahan yang
terkait dengan keuangan di kawasan asia, adanya berbagai skandal keuangan di
belahan dunia, trend industri pasar modal, kegiatan korporasi, serta tuntutan akan
pentingnya transparansi dan independensi.87
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum yang menjadi landasan
hukum di sektor perbankan. Ditegaskan dalam peraturan bank Indonesia tersebut
bahwa good corporate governance adalah suatu tata kelola perusahaan dalam hal
ini bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi
(independency), dan kewajaran (fairness). good corporate governance diterapkan
bagi usaha perseroan, terutama berkaitan dengan adanya kewajiban untuk
menyampaikan pertanggungjawaban dari direksi pada RUPS. Vanderloo
memberikan pengertian corporate governances sebagai berikut:
Corporate governance refers to those procedure established within a
company’s organization that allow director oversight of key officer
decisions, provide disclosure of material facts to investor and other
stakeholders, and allow for efficient and accurate decision making within
the organization. Corporate governance describes”the legal rules relating
to the perspective powers and duties of directors, officer and
87
Dorojatun, 2004, Pentingnya good governance pada government
governance, PPH, Jakarta, hal.11.
90
stakeholders”.88
(tata kelola perusahaan mengacu pada prosedur yang
ditetapkan dalam organisasi perusahaan yang memungkinkan pengawasan
direktur keputusan pejabat yang berwenang, memberikan pengungkapan
fakta material kepada investor dan stakeholder lainnya, dan
memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang efisien dan akurat
dalam organisasi. Tata kelola perusahaan menggambarkan aturan hukum
yang berkaitan dengan kekuasaan perspektif dan tugas direktur, pejabat,
dan para pemangku kepentingan).
Definisi Corporate governance diatas mengacu pada suatu prosedur yang
dibuat dalam suatu perusahaan untuk memberikan kewenangan kepada direksi
dalam memberitahukan fakta-fakta yang materiil kepada investor dan para pihak
yang memiliki kepentingan lain (stakeholders). Hal ini dilakukan agar di dalam
mengambil dan membuat keputusan penting yang sesuai dengan tujuan (goals)
perusahaan dibuat secara efisien dan pelaksanaannya dilakukan secara akurat.
Sehingga memenuhi good corporate governance pada suatu perusahaan
khususnya pada dunia perbankan. Sebuah good corporate governance pada
dasarnya mengandung prinsip-prinsip transparency, fairness, responsibility, dan
accountability. 89
Awal mula dari good corporate governance di dunia perbankan berawal
dengan terbitnya ketentuan the basel committee on banking supervision tentang
standard penerapan good corporate governance principles untuk perbankan. Basel
committee on banking supervision telah mengidentifikasi 6 kategori informasi
yang perlu diungkapkan kepada masyarakat untuk membantu pencapaian tingkat
keterbukaan bank yang memuaskan yaitu :
88
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007, Good corporate
governance serta perkembangan pemikiran dan implementasinya di Indonesia
dalam perspektif hukum, Kreasi Total Media, Yogyakarta,hal.62. 89
Anis Baridwan, 2004, ketentuan pasar modal dalam penegakan good
corporate governance, PPH, Jakarta, hal.62.
91
1) Kinerja keuangan;
2) Posisi keuangan (termasuk permodalan, solvabilitas, dan likuiditas);
3) Praktek dan strategi manajemen resiko;
4) Risk exposure (termasuk resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas,
dan resiko operasional, hukum dan lainnya) ;
5) Kebijakan akuntansi ;
6) Bisnis dasar, informasi tentang corporate governance dan
manajemen.90
Bank Indonesia juga telah menerapkan prinsip good corporate
governance bagi perbankan di Indonesia yang dikaitkan dengan transparency,
fairness, responsibility, dan accountability sesuai dengan yang ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (6) PBI No. 8/12/PBI/2006 tanggal 30 januari 2006 tentang
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum. Penjabaran dari good
corporate governance pada kegiatan perbankan mencakup :
1. Keterbukaan (transparency) bagi perbankan meliputi beberapa aspek
yang mencakup :
- Keharusan pengungkapan informasi secara tepat waktu, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan;
- Hal-hal yang secara minimal harus diungkapkan, termasuk
tetapi tidak terbatas pada visi, misi, dan kondisi keuangan;
- Keharusan memiliki kebijakan tertulis yang dapat
dikomunikasikan dengan stakeholder;
- Keterbukaan tidak mengurangi kewajiban merahasiakan
menurut Undang-Undang.
2. Akuntabilitas (accountability) dapat dijabarkan pada bank dalam
bentuk :
- Adanya tanggung jawab masing-masing organ organisasi
dalam bank yang dibuat secara jelas;
- Perlunya kompetensi dari seluruh jajaran pegawai bank;
- Check and balance system dalam organisasi perbankan antara
direksi dan dewan komisaris;
- Adanya ukuran kinerja yang jelas bagi seluruh unit pegawai.
3. Tanggung jawab (responsibility) yang dicerminkan pada
- Menaati dan melaksanakan prudential banking practices;
- Menjadikan bank sebagai warga perusahaan yang baik (good
corporate citizen).
90
Zulkaranain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, books terrace
and library, Bandung, hal.178.
92
4. Independensi (independency) untuk perbankan Indonesia dijadikan
sebagai prinsip yang ditonjolkan karena di anggap penting dalam
rangka penyehatan perbankan. Independensi dimaksud dapat
dijabarkan dalam dua hal penting yaitu :
- Menghindari dominasi tidak wajar dari stakeholder manapun
dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak (conflict of
interest);
- Keputusan diambil secara objektif dan bebas dari segala
tekanan pihak manapun.
5. Kewajaran (fairness) dilaksanakan melalui dua aspek penting yaitu :
- Asas kesetaraan dan kewajaran yang berlaku untuk semua
stakeholder (equal treatment).;
- Kesempatan akses informasi yang sama untuk semua
stakeholder, sesuai dengan fungsinya masing-masing.91
Melalui uraian diatas, Good corporate governance diharapkan mampu
meningkatkan mekanisme checks and balance di suatu perusahaan khususnya
perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dana masyarakat yaitu bank.
Penerapan good corporate governance ini tentunya akan berhasil bila didukung
oleh tiga pilar penting di dalam suatu Negara. Pertama yaitu Negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Salah satu prinsip yang harus
diterapkan oleh bank untuk mencapai tata kelola perusahaan yang baik yaitu
transparancy atau keterbukaan dengan meningkatkan kualitas keterbukaan
informasi financial maupun non financial.
Perlu diperhatikan bahwa, keterbukaan merupakan salah satu bagian dari
Good coorporate governance ini tidak mengurangi kewajiban merahasiakan
menurut undang-undang. Bank sebagai suatu perusahaan tentunya tetap
melaksanakan segala ketentuan yang berlaku demi memberikan keadilan serta
kenyamanan bagi pihak-pihak yang menjalin hubungan dengan bank. Salah
91
Jonker sihombing, op.cit, hal.39-40.
93
satunya yaitu nasabah, yang menggunakan jasa bank untuk memudahkan segala
aktivitasnya. Untuk memberikan keadilan bagi pihak nasabah,dalam hal
keterbukaan informasi atau yang sering disebut transparancy dalam Good
coorporate governance, yaitu keharusan membuka informasi secara jelas, dan
tepat maka dalam hal kerahasiaan bank hal ini dikecualikan. Jadi berkaitan dengan
kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank tetap dilaksanakan oleh bank sebagai
suatu perusahaan, sepanjang hal ini dikecualikan maka tidak berlaku transparancy
dalam Good coorporate governance.sehingga melalui uraian diatas disimpulkan
bahwa, Keterbukaan pada Good coorporate governance, tidak mengurangi
kewajiban merahasiakan menurut Undang-Undang. Pedoman good corporate
governance di Indonesia bertujuan untuk mendorong pengelolaan perseroan
secara profesional, transparan dan efisien.92
Sehingga diharapkan bank mampu
memberikan jasa terbaiknya untuk nasabah, serta profesional dalam menjalankan
usahanya.
3.3 Akibat Hukum Rahasia Bank dengan Berlakunya Kebebasan Pers
Rahasia bank adalah salah satu kunci pokok yang menjadi pegangan bagi
bank untuk tetap mendapatkan kepercayaan nasabah. Sebagai lembaga keuangan
bank berkewajiban untuk tetap menjaga kerahasiaan bank tersebut. Sebab tanpa
kerahasiaan bank, seluruh sistem perbankan akan mengalami kelemahan.93
Selain
hal tersebut merupakan perintah undang-undang, hal ini juga menjadi tolak ukur
92
Jimly E. Alias, 2004, Peranan Manajemen Risiko Strategik dalam
Mendukung Good corporate governance, Bisnis Express, Jakarta, hal.23.
93
Sjahrir, 1994, Spektrum ekonomi politik Indonesia,Jakarta, FEUI,
hal.106
94
dalam keberlangsungan usaha bank. Negara sebagai regulator memberikan
kerahasiaan bank ini sebagai jaminan untuk nasabah agar tetap percaya kepada
bank. undang-undang saat ini hanya menjamin mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Para pihak yang ditunjuk untuk menjalankan kewajiban tersebut
harus mampu melaksanakan apa yang sudah diisyaratkan undang-undang. Pihak
tersebut sering disebut dengan pihak terafiliasi.
Rahasia bank yang dianut Undang-Undang perbankan saat ini adalah
rahasia bank secara relatif. Dalam arti informasi dapat dibuka untuk beberapa
tujuan sesuai pengecualian undang-undang, tentunya dengan memperhatikan
syarat-syarat dan prosedur yang berlaku. Pihak-pihak diluar dari yang disebutkan
undang-undang jelas tidak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tersebut. Bila ada pihak-pihak lain yang melanggar ketentuan itu, tentunya hal ini
tidak hanya merugikan pihak nasabah, tetapi juga perbankan itu sendiri. Selain itu
pihak tersebut nantinya akan diberikan sanksi yang tegas, akibat mempublikasikan
kerahasiaan bank. tentunya ini tidak terlepas dari campur tangan pihak bank
karena kurangnya penerapan asas prudential banking untuk diberlakukan pada
rahasia bank.
Perbuatan pihak-pihak yang telah melanggar kerahasiaan bank yang
ditegaskan undang-undang tentunya akan menimbulkan suatu akibat hukum
baginya. akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-
akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang
bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Dalam hal ini
95
kerahasiaan bank yang diatur undang-undang merupakan obyek hukum dari suatu
perbuatan hukum antara bank dan nasabah sebagai subjek hukum. Kewajiban
untuk menjaga kerahasiaan bank tersebut adalah bagian dari kewajiban pihak
bank sesuai Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang perbankan, dengan pengecualian
dapat dibuka jika sesuai dengan tujuan pada pengecualian Undang-Undang
perbankan. pihak yang wajib merahasiakan adalah pihak bank dan pihak
terafiliasi. Artinya pihak-pihak diluar dari yang telah disebutkan tentu tidak
memiliki hak untuk mendapatkan informasi.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers,
pers menurut ketentuannya mengatur dan menentukan bahwa, pers berhak untuk
mendapatkan dan mempublikasikan informasi, yang sering dikenal dengan
kebebasan pers. kebebasan pers adalah kebebasan seseorang untuk mendapatkan
informasi dari berbagai media massa baik media massa cetak maupun media
massa elektronik. kebebasan ini merupakan hak setiap individu, namun
kebebasan pers tidak boleh melanggar asas-asas atau norma-norma yang berlaku.
Seperti uraian yang ditegaskan diatas sudah jelas, berdasarkan Undang-Undang
perbankan, pers tidak mempunyai hak untuk mempublikasikan kerahasiaan bank.
ini disebabkan karena pers tidak masuk ke dalam pengecualian alasan atau tujuan
dibukanya suatu kerahasiaan bank. perbuatan yang dilakukan pers ini berdasarkan
Undang-Undang pers hal ini dibenarkan, karena belum adanya pembatasan untuk
mendapatkan informasi kerahasiaan bank.
Kebebasan pers yang dianut oleh pers saat ini dinilai sebagai pers yang
absolut, karena tidak adanya pembatasan terhadap informasi yang diperoleh.
96
kebebasan pers dijamin secara konstitusional, namun kebebasan apapun tidak
diharapkan adanya suatu kebebasan pers yang total absolut. Sehingga informasi
kerahasiaan bank dapat dibuka, dan dibenarkan oleh pers sendiri. Akibat yang
ditimbulkan dari tindakan pers tersebut adalah perbuatan ini jelas sudah
merugikan pihak bank sebagai lembaga kepercayaan karena nasabah tentunya
akan kehilangan rasa kepercayaanya pada bank, mengingat kedudukan bank
sebagai lembaga kepercayaan. Hilangnya kepercayaan ini menimbulkan rush
dalam dunia perbankan, serta mengakibatkan domino effect bagi perekonomian
suatu negara. Publikasi kerahasiaan bank yang dilakukan pers membuat bank
dinilai gagal dalam penerapan confidential banking serta prudential banking
berkaitan dengan kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank. Ini tentunya
membuat pihak bank mendapatkan sanksi admnistratif sebagai bank yang tidak
mampu melaksanakan ketentuan tersebut.
Sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang perbankan, bahwa bank
indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Sanksi administratif yang dimaksud antara lain, denda uang, teguran tertulis,
penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu baik untuk kantor cabang tertentu
maupun untuk bank secara keseluruhan, serta pemberhentian pengurus bank.
Selain itu bagi bank yang dengan sengaja memberikan informasi tersebut pada
pihak lain, sehingga merugikan nasabah maka nasabah yang merasa dirugikan
mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian dari bank yang membocorkan
97
keterangan mengenai dana simpanannya melalui proses gugat-ginugat (litigasi) di
pengadilan perdata berdasarkan dua alasan hukum.
Pertama, hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah suatu
fiduciary relation (hubungan kepercayaan). Bahwa hubungan hukum antara bank
dan nasabah adalah suatu fiduciary relation telah diakui secara luas oleh putusan
pengadilan dibanyak negara. Sebagai suatu fiduciary relation, maka bank
mempunyai duty of fiduciary terhadap nasabah. Menurut asas hukum, dalam suatu
duty of fiduciary apabila pihak yang harus mengemban kepercayaan ternyata
mengungkapkan hal yang harus dirahasiakan mengenai pihak lainnya, maka
terhadap perbuatannya itu dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata.
Kedua, nasabah yang dirugikan itu dapat pula menggugat bank berdasarkan dalih
bahwa bank telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365
KUH Perdata. Pasal tersebut menegaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Jelas bahwa perbuatan
yang bertentangan dengan hukum yang dilanggar oleh bank itu adalah Pasal 40
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pelanggaran yang
dilakukan oleh pers ini tentunya harus dipertanggungjawabkan. Perbuatan
pelanggaran kerahasiaan bank ini menjadikan pers memikul tanggung jawab
hukum, karena perbuatan yang dilakukan. berdasarkan ketentuan dalam Undang-
Undang perbankan bahwa, pers telah melanggar Pasal 40 ayat (1) dan diancam
dengan Pasal 47 ayat (1) yang menentukan bahwa:
98
Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari
pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa pihak bank
atau pihak terafilisiasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut maka, disini pihak pers
diancam dengan tuduhan melakukan pelanggaran rahasia bank. pertama, bahwa
berdasarkan ketentuan undang-undang pihak pers bukan merupakan pihak yang
dikecualikan dalam undang-undang. kedua bahwa pihak pers mendapatkan
informasi tanpa izin dari pimpinan bank indonesia. Ketiga, bahwa pihak nasabah
yang dipublikasikan adalah nasabah yang murni tidak masuk ke dalam
pengecualian rahasia bank,sehingga sudah sepatutnya dilindungi dari tindakan-
tindakan pihak-pihak lain yang mencoba untuk merusak nama baik bank sebagai
lembaga kepercayaan. Selain itu pihak nasabah berhak untuk mendapatkan
perlindungan, karena pihak nasabah merupakan konsumen yaitu pengguna jasa
dari pelaku usaha dalam hal ini bank. jasa yang digunakan adalah jasa
penyimpanan, yang tentunya dalam undang-undang secara jelas dan tegas wajib
mendapatkan perlindungan.
Pers yang dianut Indonesia adalah pers Pancasila. Cirinya adalah bebas
dan bertanggung jawab. Bebas berarti tidak ada batasan, sedang bertanggung
jawab berarti memperhatikan kepentingan yang lebih besar, seperti kepentingan
umum atau kepentingan bangsa/ nasional. Tanggung jawab pers ditandai dengan
pengendalian dan pengawasan atau pembinaan oleh pemerintah. Dengan prinsip
pers yang bebas dan bertanggungjawab tersebut , maka kiranya dapat dipahami
99
bahwa, pers yang telah merugikan pihak bank dan nasabah karena publikasi
kerahasian bank tersebut secara bebas, tentunya wajib bertanggugjawab akan
kerugian yang diderita pihak bank dan nasabah. Hal ini sesuai dengan teori
tanggung jawab, bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran
yang telah dilakukannya. Seyogyanya pers dalam penyelenggaran kepentingan
publikasi tetap memperhatikan kepentingan umum yaitu stabilitas perekonomian
negara yang ditopang oleh perbankan, dengan tetap dalam penyelenggaran pers
merujuk kepada peraturan-peraturan yang berlaku terutama di bidang perbankan.
100
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG
DIRUGIKAN AKIBAT ADANYA KEBEBASAN PERS
4.1 Perlindungan Hukum Berdasarkan Ketentuan dalam Undang-Undang
Perbankan dan Ketentuan Pelaksananya
Perlindungan hukum adalah segala daya upaya demi menjamin adanya
suatu kepastian hukum, untuk memberikan perlindungan, kemanan dan
kenyamanan bagi nasabah. Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan
kepercayaan masyarakat, memiliki fungsi utama dalam pelaksanaan
pembangunan nasional meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan stabilitas ekonomi yang baik
ke arah peningkatan taraf hidup rakyat lebih banyak. Dengan fungsi perbankan
yang utama, diharapkan pula dapat memberikan suatu perlindungan hukum bagi
nasabah agar tercipta suatu kepastian hukum sebagai tujuan perlindungan hukum
itu.
Berkaitan dengan itu, lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang
sangat tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, tanpa
adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu
menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga tidaklah berlebihan bila
dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat
dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat,
terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan perkataan
lain, dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya
100
101
kekurangpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang saat ini tengah
gencar untuk melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka
perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya
kerugian sangat diperlukan.
Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas
suatu perjanjian. Untuk itu tentu ada sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari
pihak nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana
perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal
bahwa memang ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan
nasabah bank, terutama nasabah penyimpan dana. Ini dibuktikan dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998.
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengemukakan bahwa
dalam sistem Perbankan indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah
penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1. Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. perlindungan ini diperoleh
melalui :
102
a) Peraturan Perundang-Undangan di bidang Perbankan
Berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah penyimpan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dapat ditemukan pada
Pasal 37B yang menegaskan bahwa, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat
yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Selain itu perlindungan nasabah
penyimpan dapat ditemukan pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa, bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44
dan Pasal 44A.
Penegasan Pasal 40 tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi,
ketentuan ini dapat ditemukan pada Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998. Diharapkan seluruh pihak bank dan terafiliasi untuk tetap menjaga
kerahasiaan bank, demi mendapatkan kepercayaan dari nasabah. Pihak-pihak yang
melanggar ketentuan tersebut dan merugikan para pihak akan dikenakan sanksi
menurut Undang-Undang Perbankan. Sanksi mengenai pelanggaran rahasia bank
diatur di dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) yang diuraikan sebagai berikut :
Pasal 47 ayat (1) mengemukakan bahwa;
Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari
pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa pihak bank
atau pihak terafilisiasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
103
Pasal 47 ayat (2) mengemukakan bahwa :
Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan
yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.4.000.000.0000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)
b) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan efektif yang dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan
Pengawasan dan pembinaan yang efektif merupakan salah satu bentuk
perlindungan bagi nasabah yang dilaksanakan oleh OJK atau yang sering
disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan . Pengaturan mengenai OJK diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan menegaskan bahwa, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.
c) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada
khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya
d) Memelihara tingkat kesehatan bank
Memelihara tingkat kesehatan bank merupakan salah satu usaha bank
untuk menjaga kelangsungan usahanya yang ketentuannya dapat ditemukan
Pada Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan yang menegaskan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
104
likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
e) Melakukan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
ditegaskan bahwa, perbankan indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Melalui
penegasan tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah
satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya.
f) Cara pemberian kredit dengan tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah dan;
Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank perlu diterapkan asas
kehati-hatian agar tidak merugikan pihak nasabah dalam rangka penyaluran
kredit berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitor. Pengaturan
mengenai hal itu dapat ditemukan pada Pasal 29 ayat (3) yang menegaskan
bahwa, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya
kepada bank.
g) Menyediakan informasi resiko pada nasabah.
Ketentuan penyediaan resiko oleh bank kepada nasabah bertujuan untuk
melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan
mengenai hal tersebut ditegaskan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10
105
tahun 1998 tentang perbankan bahwa, untuk kepentingan nasabah, bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya resiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
2. Perlindungan secara eksplisit (eksplisit deposit protection), yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank gagal tersebut.
Pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Presiden RI No 26 tahun 1998 tentang jaminan
terhadap kewajiban bank umum.
Hakikat dari perlindungan hukum adalah melindungi kepentingan
nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu
terhadap suatu risiko kerugian. Perlindungan hukum ini juga merupakan upaya
untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya
nasabah, sudah sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan
hukum itu. Dengan berlakunya Undang-Undang Pers, menentukan bahwa pers
berhak untuk mencari, mendapatkan dan mempublikasikan informasi sesuai
ketentuan pers. karena dalam Undang-Undang pers, belum adanya pembatasan
mengenai informasi yang diperoleh. Sehingga informasi rahasia bank dapat
dipublikasikan oleh pihak pers. Hal ini bertentangan dengan ketentuan di
Undang-Undang Perbankan.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang perbankan, hanya pihak-pihak
yang dikecualikan yang dapat membuka kerahasiaan bank tersebut. Berkaitan
106
dengan dipublikasikannya informasi kerahasiaan bank oleh pers, tentunya
menimbulkan kerugian bagi pihak nasabah. karena data yang bersifat privacy
tersebut dipublikasikan oleh pers. Disinilah pihak bank dituntut untuk
memperjuangkan nasib nasabah yang dirugikan tersebut dalam bentuk
perlindungan-perlindungan hukum yang diberikan oleh ketentuan perbankan.
Menurut teori pemangku kepentingan (stakeholder theory) yang dikemukakan
oleh john kay bahwa, perusahaan sebagai institusi sosial tidak hanya melindungi
pihak internal yaitu investor, karyawan, dan distributor, serta wajib untuk
melindungi pihak eksternal yaitu konsumen.
Konsumen yang dimaksud disini adalah nasabah penyimpan. bank
merupakan suatu perusahaan, sudah seyogyanya bank juga melindungi pihak
konsumen dalam hal ini nasabah yang dirugikan atas publikasi pers terhadap
kerahasiaan bank yang merupakan hak private dari seorang nasabah. Tentunya hal
ini juga bertentangan dengan konsep kewajiban bank yang dikemukakan yang
dikemukakan Lord Denning bahwa, salah satu kewajiban bank adalah menjaga
kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali
apabila ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan
konsep yang dikemukakan oleh Lord Denning, seyogyanya pihak bank tetap
melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kerahasiaan account nasabah dengan
menerapkan confidential banking principles. karena dalam hal ini nasabah yang
dipublikasikan datanya adalah nasabah penyimpan murni yang tidak masuk ke
dalam pengecualian. Jadi pihak pers disini, tidak dapat mempublikasikan
107
informasi tersebut. Apabila ditentukan lain berdasarkan undang-undang baru
informasi tersebut dapat dibuka.
Berdasarkan teori pemangku kepentingan ini, nasabah merupakan pihak
yang wajib dilindungi oleh bank. nasabah berhak untuk mendapatkan hak-haknya
yang diatur dalam Undang-Undang. berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang perbankan tepatnya pada Pasal 40 ayat (1) yang menegaskan
bahwa, kewajiban merahasiakan data nasabah penyimpan dan simpanannya
merupakan kewajiban bank yang berkedudukan sebagai suatu lembaga
kepercayaan masyarakat. Seyogyanya pihak bank dalam melakukan kegiatan
usahanya wajib menerapkan prinsip prudential banking, sehingga meminimalisir
perbuatan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan.
Infomasi mengenai rahasia bank dapat dibuka sesuai pengecualian yang
ditentukan Undang-Undang perbankan diantaranya dalam hal pidana, lelang,
pajak, perdata, tukar menukar informasi antar bank, berkaitan dengan kuasa dan
waris. Sepanjang itu termasuk pengecualian maka informasi rahasia bank dapat
dibuka. Diluar dari yang disebutkan maka hal itu merupakan suatu pelanggaran
terhadap ketentuan perbankan. Berkaitan dengan pelanggaran pihak pers yang
telah mempublikasikan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
tersebut yang dikenal dengan kerahasiaan bank. pihak pers telah melakukan
pelanggaran, karena pihak pers tidak masuk ke dalam pengecualian yang
disebutkan dalam Undang-Undang perbankan. selain itu pihak-pihak yang
dikecualikan dalam hal mendapatkan informasi rahasia bank pun harus
memerlukan izin persetujuan dari pimpinan bank indonesia.
108
Sehingga dalam hal ini pihak pers telah melanggar ketentuan dalam Pasal
40 ayat (1) Undang-Undang perbankan, sehingga mengakibatkan hilangnya
kepercayaan nasabah kepada bank sebagai suatu lembaga keuangan dan
kepercayaan masyarakat. selain itu pihak pers telah merugikan nasabah karena
mempublikasikan informasi nasabah penyimpan dan simpanannya yang
merupakan hak personal dari setiap nasabah. Sehingga untuk memberikan
perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan maka, pihak pers terancam dikenakan
sanksi pada Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Perbankan. karena Pihak pers
membuka informasi tanpa seijin pimpinan bank indonesia, pers tidak masuk ke
dalam pengecualian Undang-Undang perbankan, merugikan pihak bank dan
nasabah serta nasabah yang dipublikasikan informasinya adalah murni tidak
masuk ke dalam pengecualian yang ditegaskan undang-undang. Pers dapat
diancam dengan pidana penjara 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Demi memberikan Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan
yang dirugikan oleh pihak bank disini, karena dinilai gagal menerapkan
confidential banking dan prudential banking pun akan dikenakan sanksi yang
sesuai dengan ketentuan perbankan. seyogyanya pihak bank sebagai suatu
lembaga kepercayaan melaksanakan segala sesuatu kewajiban yang telah
diisyaratkan oleh Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 13 PBI Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin
109
Tertulis membuka rahasia bank maka, bank indonesia dapat mengenakan sanksi
administratif terhadap bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Undang-
Undang ini. Sanksi administratifnya berupa denda uang, teguran tertulis,
penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu, pemberhentian pengurus bank.
4.2 Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
Selain hukum perbankan, hukum perlindungan konsumen juga
memberikan ruang bagi nasabah penyimpan selaku pengguna jasa yang
berkedudukan sebagai konsumen. Pengaturan perlindungan konsumen
ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut UUPK. Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen, sesuai Pasal 1 angka 1 UUPK.
Konsumen dalam kaitannya dengan nasabah yang dirugikan akibat adanya
kebebasan pers adalah nasabah penyimpan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPK konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan sendiri, keluarga, dan orang lain, maupun mahluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Konsumen yang dimaksud yaitu nasabah penyimpan
sebagai pengguna jasa. Sedangkan pihak berkedudukan sebagai pelaku usaha
yaitu bank. Hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 1 angka 3 bahwa, pelaku usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum
110
maupun bukan badan hukum yang bekedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum republik indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UUPK bahwa, jasa adalah setiap layanan
yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen. Dari uraian penjelasan diatas, bahwa disini bank
selaku pelaku usaha menyediakan jasa berupa layanan yang dipergunakan oleh
konsumen dalam hal ini nasabah penyimpan. Jasa yang dimaksud disini adalah
jasa penyimpanan uang berupa deposito, giro, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini terjadilah hubungan hukum antara
kedua belah pihak, sehingga menimbulkan suatu akibat hukum berupa pemenuhan
hak dan kewajiban bagi para pihak. Pihak bank selaku pelaku usaha yang
menawarkan jasa wajib untuk menjaga dana nasabah, menyimpan, memberikan
bunga seperti yang diperjanjikan, serta merahasiakan data nasabah sesuai perintah
undang-undang. Disisi lain nasabah sebagai konsumen berhak untuk mendapatkan
dananya kembali beserta bunga yang sudah diperjanjikan pada awal perjanjian,
dan berhak untuk dirahasiakan informasi data-datanya yang dikenal dengan
rahasia bank. Seyogyanya bank menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential
banking) agar rahasia nasabah tetap terlindungi.
Nasabah penyimpan yang murni tidak masuk ke dalam pengecualian
undang-undang telah dirugikan akibat adanya kebebasan pers yang belum jelas
pembatasannya, sehingga informasi yang berkaitan dengan data nasabah dapat
dipublikasikan oleh pihak pers. Tentunya hal ini telah merugikan pihak nasabah
111
sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Selain itu perbuatan tersebut juga
bertentangan dengan asas dan tujuan dari perlindungan konsumen seperti yang
ditegaskan dalam Pasal 2 bahwa, perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan , keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 UUPK Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam
pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarmya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan. Konsumen dalam hal ini
nasabah menggunakan jasa bank untuk memudahkan proses
pengelolaan transaksi keuangan nasabah sehingga memberikan
kemanfaatan bagi konsumen. namun Berkaitan dengan rahasia bank
yang dipublikasikan oleh pers, hal ini bukan memberikan kemanfaatan
tetapi merugikan nasabah, karena data-data informasi yang bersifat
private tersebut dipublikasikan pers.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil. Konsumen disini yaitu
nasabah tidak memperoleh haknya sesuai perintah undang-undang
112
untuk dirahasiakan informasinya yang dikenal dengan rahasia bank,
karena dipublikasikannya hal tersebut. Ini menimbulkan ketidakadilan
bagi nasabah, karena seyogyanya sesuai perintah undang-undang bank
wajib merahasiakan data nasabah.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah . Pelaku
usaha dalam hal ini yaitu bank tidak menjalankan kewajibannya
sehingga rahasia bank yang seyogyanya dijaga dan dilindungi dapat
dipublikasikan oleh pihak pers. Ini menimbulkan ketidakseimbangan
diantara konsumen selaku nasabah serta pelaku usaha dalam hal ini
bank.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Produk atau jasa yang
ditawarkan oleh pelaku usaha dalam hal ini bank seyogyanya mampu
memberikan jaminan atas keamanan serta keselamatan atas jasa yang
digunakan. berkaitan dengan dipublikasikannya rahasia bank yang
sangat private tersebut, yang tentunya dapat membahayakan
keselamatan dari konsumen itu sendiri. Karena simpanan serta
identitas lengkap lainnya dipublikasikan pers,tentunya ini dapat
menimbulkan niat buruk bagi pihak-pihak yang berusaha
menggunakan kesempatan ini untuk melakukan kejahatan.
113
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin
kepastian hukum. Dari penjelasan tersebut, ini tentu merugikan
nasabah akibat kebebasan pers yang belum ada pembatasannya.
pelaku usaha yang seyogyanya mentaati hukum, memberikan
perlindungan serta memberikan kepastian hukum terbukti tidak
mampu melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kepercayaan
nasabah sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum berkaitan
dengan rahasia bank ini. Konsumen yaitu nasabah dalam hal ini tidak
mendapatkan keadilan serta perlindungan karena dipublikasikannya
rahasia bank. Peraturan tentang rahasia bank yang dibuat oleh
pemerintah selaku regulator ini nampaknya belum menimbulkan suatu
kepastian hukum bagi konsumen.
Melalui uraian penjelasan diatas, diketahui bahwa dipublikasikannya
rahasia bank ini oleh pihak pers sangat bertentangan dengan asas dari UUPK.
Salah satunya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum sesuai yang ditegaskan oleh Pasal 3 UUPK.
Salah satu hak konsumen yaitu konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa, berhak mendapatkan
perlindungan, berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang/jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian sesuai yang ditegaskan dalam Pasal
4 UUPK.
114
Berdasarkan teori pemangku kepentingan bahwa sebuah perusahaan
sebagai institusi sosial tidak hanya melindungi kepentingan dari pihak internal dan
juga pihak eksternal. merujuk pada ketentuan Pasal 4 apabila pihak konsumen
dalam hal ini nasabah tidak mendapatkan haknya untuk dirahasiakan maka
berhak untuk mendapatkan ganti rugi. hal ini adalah bentuk perlindungan hukum
bank kepada nasabah sebagai suatu institusi sosial yang melindungi pihak
eksternal dalam hal ini nasabah dalam suatu perusahaan sebagai pelaku usaha. Ini
dilakukan bila konsumen telah memenuhi kewajibannya dengan mengikuti
petunjuk informasi maupun prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, serta beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa sesuai Pasal 5 UUPK.
Begitu juga dengan pihak pelaku usaha memiliki haknya untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan sesuai jasa yang ditawarkan, hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik sesuai yang tercantum dalam Pasal 6 UUPK. Selain itu pelaku usaha
juga seyogyanya memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya, berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian dengan isi dari Pasal 7 UUPK. pihak bank tidak
memenuhi kewajibannya untuk merahasiakan data nasabah penyimpan yang
menjadi hak dari pihak nasabah. Tentu ini merugikan pihak nasabah dan
seyogyanya bank memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti rugi.
115
Bank dalam hal ini telah melanggar Pasal 16 yaitu pelaku usaha tidak
menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi terhadap jasa yang
ditawarkan. Pelaku usaha bertanggungjawab dalam memberikan ganti rugi atas
kerugian konsumen atas jasa yang diperdagangkan sesuai Pasal 19 ayat (1)
UUPK. pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai unsur kesalahan sesuai
Pasal 19 ayat (4) UUPK. Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku
usaha dan/atau pengurusnya. Dari uraian diatas maka bank dalam hal ini pelaku
usaha dapat dikenakan Pasal 62 ayat (2) bahwa, pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14,
Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Demi menjaga dan menjamin dana dan kepercayaan nasabah maka bank
diharapkan untuk selalu berpegang pada peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan dunia perbankan Indonesia. selain itu bank juga diwajibkan untuk
menjaga kelangsungan usaha dengan melakukan berbagai macam usaha yang
dipandang perlu untuk menjamin dan mempertahankan kelangsungan usaha bank
itu sendiri. Baik dalam penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking)
dalam usaha yang dijalankan, dalam pemberian kredit dan untuk kepentingan
nasabah bank itu sendiri. Sebagai perlindungan lebih lanjut kepada nasabah
,melalui Penegasan Pasal 45 UU Perbankan yaitu dalam hal untuk memberikan
keterangan untuk kepentingan yang dimaksud, maka pihak yang merasa dirugikan
116
oleh keterangan yang diberikan oleh oleh bank, berhak untuk mengetahui isi
keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika mendapat kesalahan dalam
keterangan yang dimaksud.
4.3 Perlindungan hukum menurut ketentuan Perdata untuk mendapatkan
ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan bahwa bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
bank sesuai dengan yang ditegaskan oleh undang-undang dalam kegiatannya
menghimpun dana masyarakat wajib menerapkan prinsip-prinsip perbankan dan
mematuhi segala peraturan perbankan yang ada di Indonesia. perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. ini dilakukan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat
yang merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank. ini
berarti bahwa tanpa adanya suatu kepercayaan dari masyarakat, suatu bank tidak
akan mampu menjalankan kegiatan usahanya. Segala sesuatu perbuatan yang
dilakukan bank atas keinginan masyarakat selaku nasabah itu bermula dari suatu
perjanjian yang berarti dalam hal ini kedua belah pihak tersebut baik itu bank
serta nasabah mempunyai hak dan kewajiban seperti yang ditegaskan oleh
literatur hukum perbankan sebagi berikut:
The relationship between a banker and his customer is also one of
contract. It consists of a general contract and special contracts (such as
117
giving advice on investment to the customer) and other duty of secrey.94
(hubungan antara bankir dan pelanggan juga merupakan salah satu
kontrak. Terdiri dari kontrak umum dan kontrak khusus seperti
memberikan nasihat investasi kepada pelanggan dan tugas lainnya).
Hubungan antara bank dan nasabah seperti yang ditegaskan di atas
bahwa bermula dari suatu perjanjian dan diakhiri juga dengan perjanjian pada
umumnya. Dalam hal ini bank dan nasabah memiliki hak maupun kewajiban yang
sama. Sehingga masing-masing pihak memiliki kewajiban untuk mentaati dan
melaksanakan segala hak dan kewajiban yang sudah ditegaskan dalam perjanjian.
Seperti kewajiban merahasiakan yang telah diatur dalam Undang-Undang
perbankan. Disini pihak bank wajib untuk melaksanakan ketentuan tersebut.
kewajiban di satu pihak bagi bank merupakan hak disisi lain bagi pihak nasabah.
Kewajiban tersebut tentunya wajib dilaksanakan dengan menerapkan asas-asas
perbankan demi menjaga kedudukannya sebagai suatu lembaga kepercayaan
masyarakat. Dalam bidang keuangan yang memberikan jasa penyimpanan dan
peminjaman dana di bidang-bidang produktif yang membutuhkan. 95
Berlakunya Undang-Undang Pers dalam kaitanya sebagai suatu lembaga
atau wahana komunikasi masssa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Pers
memiliki hak kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers, yang
menentukan bahwa pers berhak mencari, mendapatkan, serta memperoleh dan
mempublikasikan informasi. Informasi yang dimaksud adalah berupa informasi-
94
Shultz, wilian J, dan Reinhardt, Hedwig, 1964, Credit and Collection
Management, Prentice hall, New York, hal.11.
95Try Widiyono, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi produk
perbankan di Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.23.
118
informasi apapun yang didapat oleh pers yang nantinya akan dipublikasikan pada
publik untuk konsumsi publik. Berkaitan dengan kewajiban bank menjaga
kerahasiaan bank, disini bank dinilai tidak mampu untuk menjaga kerahasiaan
bank sesuai ketentuan perbankan. Kerahasiaan bank berupa informasi data
nasabah penyimpan dan simpanannya dipublikasikan oleh pers sebagai konsumsi
publik. Hal ini tentunya merupakan suatu pelanggaran karena hanya pihak yang
dikecualikanlah yang mampu membuka informasi tersebut. Selain itu diperlukan
izin dari pimpinan bank indonesia untuk membuka informasi tersebut. Akibatnya
nasabah merasa dirugikan atas data-data yang dipublikasikan yang sifatnya
privacy tersebut oleh pers.
Pers dalam hal ini telah menimbulkan kerugian bagi nasabah sebagai
pengguna jasa berupa jasa penyimpanan yang sudah selayaknya dilindungi oleh
hukum. Pihak nasabah dalam hal ini sudah seyogyanya mendapatkan
perlindungan hukum akibat kerugian yang diderita. Pelanggaran yang dilakukan
pers ini ditinjau dari ketentuan perdata sesuai dengan Pasal 1365 KUHperdata.
Pasal 1365 KUHperdata merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi
nasabah untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum
yang telah dilakukan pihak pers. Pasal 1365 KUHperdata ini menegaskan bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya, menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut. 96
Dalam permasalahan ini, berlaku asas equality before the law
96
Ahmadi Miru, 2008, Hukum perikatan, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal.67.
119
yaitu suatu asas persamaan di depan hukum. Pers walaupun dilindungi oleh
payung hukumnya, yang belum jelas pembatasannya. pers telah melakukan
pelanggaran berkaitan dengan kerahasiaan bank, maka pers juga dapat dikenakan
sanksi hukum tanpa membeda-bedakan pihak mana yang melakukan pelanggaran.
Demi memulihkan citra dari bank di mata masyarakat maka sudah
sepatutnya penegak hukum menindak pihak-pihak yang telah melanggar
ketentuan Undang-Undang perbankan tidak terkecuali itu pers. Untuk
memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank maka merujuk pada
ketentuan perdata untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pers , pers wajib mengganti kerugian kepada pihak
nasabah yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut. Sesuai
dengan teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan hans kelsen bahwa,
seseorang harus memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung
jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Jadi pihak pers
wajib bertanggung jawab dalam hal pembayaran ganti kerugian kepada pihak
nasabah yang mengalami kerugian. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa tuntutan
ganti kerugian berdasarkan alasan perbuatan melanggar hukum ini telah
memenuhi empat unsur diantaranya yaitu ada perbuatan melanggar hukum, ada
kerugian, ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar
hukum dan ada kesalahan.97
97
R.Soebekti, 1975, Hukum perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal.1.
120
4.4 Upaya Bank Menjaga Keamanan Rahasia Bank
a. Upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank ditinjau dari
peraturan perundang-undangan di bidang perbankan
Rahasia bank merupakan hal yang penting karena bank sebagai lembaga
kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
nasabah penyimpan dan simpanannya. Oleh karena itu, baik bank sebagai entity
dan pihak terafiliasi, termasuk pegawai dan manajemen bank yang bersangkutan
wajib mengetahui mengenai peraturan rahasia bank ini, untuk menghindari sanksi
pidana dan atau administratif serta sanksi sosial dari masyarakat. Karena itulah
diharapkan lembaga yang melakukan kegiatan usaha dengan menarik dana
langsung dari masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya bank tentunya wajib
melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan bank, yaitu prinsip kepercayaan
(fiduciary principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip
kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your
customer).
Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah
satu bentuk upaya yang dapat dilakukan bank didalam menjaga keamanan rahasia
bank . diantaranya apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah,
atau aktivitasnya di bank selain dari yang disebutkan dalam pengecualian dan
seizin dari pimpinan bank indonesia , maka bank tidak memberikan informasi
apapun Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga
keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan
keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah
dan simpanannya. Pada intinya kepercayaan masyarakat ini merupakan yang
121
utama dalam kelangsungan suatu bank, sehingga bank mampu menjaga
kepercayaan nasabah. Hukum sebagai alat untuk perubahan-perubahan industri
perbankan ke depan (as a tool of banking engineering) nantinya akan terlihat
aktualisasinya disini.98
Disamping itu, upaya lain yang dilakukan oleh bank untuk
menjaga keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui :
1. Kelaziman Operasional.
Kelaziman operasi bank yang menyangkut pada penghimpunan dana
masyarakat seperti melalui giro, tabungan, deposito dan lain sebagainya. Adapun
setelah melakukan penghimpunan dana tersebut bank perlu untuk menyebarkan
dana tersebut kepada masyarakat yaitu melalui pemberian kredit. Dalam operasi
tersebut bank mengadakan pencatatan serta mengumpulkan data dan informasi
yang berhubungan dengan usahanya maupun yang berhubungan dengan
nasabahnya, contoh : dengan nasabah peminjam.
Pencatatan transaksi merupakan kewajiban bank guna memenuhi
kebutuhan akan data pokok yang harus dipenuhinya. Setiap bank harus
mengadakan pencatatan untuk memberikan data bagi pelaporan – pelaporan
seperti pelaporan pada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, pelaporan untuk
pajak, pelaporan untuk pemegang saham, pelaporan untuk nasabah dan
sebagainya. Dari pencatatan itulah sebuah data diolah menjadi suatu laporan yang
informatif dan mudah dimengerti oleh mereka yang menerimanya. Data dan
98Agus Sugiarto, 2003, Arsitektur Perbankan Indonesia, Kompas express,
Jakarta, hal.1
122
informasi tersebut merupakan milik bank yang secara umumnya bisa
dikategorikan merupakan rahasia bank.
Sebelum transaksi yang dilakukan antara bank dengan nasabah, bank
terlebih dahulu memeriksa identitas nasabah tersebut. Jika seseorang nasabah
tidak bertindak untuk dirinya sendiri, maka perlu disertai dengan tegas
wewenangnya untuk bertindak atas nama orang lain baik untuk badan hukum
maupun untuk pihak lainnya. Biasanya identifikasi juga dilakukan dengan
melakukan pengecekan terhadap referensi – referensi yang diajukan. Transaksi
yang telah dilakukan akan dikumpulkan ke dalam dokumen tertentu dan dokumen
tersebut nantinya akan disimpan secara permanen oleh bank.
2. Pencatatan Pada Bank.
Pencatatan yang teliti dan memadai dalam operasi bank atau transaksi
yang dilakukan bank merupakan suatu keharusan. Memadai atau tidaknya catatan
itu diukur dengan kesanggupannya memenuhi berbagai permintaan terhadap
informasi mengenai setiap kegiatan bank. Bila pencatatan dan administrasi
perbankan kurang baik maka kelancaran kegiatan perbankan akan mendapat
gangguan. Dengan demikian pencatatan dan pengarsipan semua kegiatan
perbankan yang dilakukan oleh bank adalah merupakan tanggung jawab dan
kewajiban yang tidak dapat dihindari. Dalam perkembangan teknologi informasi
yang ada sekarang ini, maka pencatatan kegiatan perbankan saat ini serta
penyimpanannya dapat pula dilakukan dengan menggunakan perangkat data
elektronik (computer).
123
Keuntungan bagi nasabah dengan adanya teknologi ini adalah nasabah
dapat terlayani dengan lebih cepat dan lebih nyaman. Sedangkan keuntungan bagi
bank sendiri adalah memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih baik lagi
serta dapat mengamankan dokumen penting tanpa memerlukan tempat atau
ruangan yang luas. Sebagai lembaga yang bertumpu pada kepercayaan
masyarakat, sudah seharusnya bank berusaha memberikan jaminan pada
masyarakat bahwa bank aman dan mampu merahasiakan keterangan atau
informasi mengenai nasabah dan simpanannya. Bank harus mempunyai pedoman,
kebijakan, organisasi dan prosedur kerja khususnya mengenai rahasia bank .
Pedoman-pedoman itulah yang nantinya dipergunakan oleh bank dalam
menjalankan segala kegiatannya sehingga bank dapat tetap menjaga kepercayaan
masyarakat tersebut. Selebihnya penilaian selanjutnya akan dikembalikan kepada
masyarakat itu sendiri apakah bank tersebut dapat dipercaya atau tidak. Secara
umum ketentuan rahasia bank dipandang seringkali menimbulkan benturan antara
kepentingan nasabah dan kepentingan bisnis bank itu sendiri. Akan tetapi
walaupun demikian keadaannya, bank harus tetap memegang teguh ketentuan
rahasia bank ini.
Hukum perbankan di indonesia memiliki pengaturan tersendiri dalam
upaya menjaga kepercayaan nasabah pada dunia perbankan Indonesia. Perbankan
Indonesia selain memberikan ruang bagi perlindungan nasabah khusunya nasabah
penyimpan, juga memberikan ruang bagi tempat penyelesaian sengketa
perbankan. Ini di dukung dengan lahirnya Peraturan bank Indonesia No
10/10/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah, khususnya dalam hal terjadi
124
sengketa antara bank dengan nasabah. Dalam ketentuan ini mengatur mengenai
ungkapan ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian
finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank.
Mengenai tata cara penanganan dan penyelesaian pengaduan diatur di dalam Pasal
10, yang menegaskan bahwa Bank wajib menyelesaikan Pengaduan paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan Pengaduan tertulis.
Peraturan lain yang mendukung hal ini yaitu Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Dalam peraturan ini mengatur
mengenai sengketa. Sengketa yang dimaksud adalah permasalahan yang diajukan
oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi
perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh Bank
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah. Mediasi adalah proses penyelesaian Sengketa yang
melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna
mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian
ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Umumnya penyelenggaraan
mediasi perbankan ini dikarenakan Sengketa antara Nasabah dengan Bank yang
disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial Nasabah oleh Bank dalam
penyelesaian pengaduan Nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui
Mediasi perbankan.
Pada rahasia bank, seperti yang diketahui bahwa dari keterangan yang
ada di bank dapat diketahui mengenai kegiatan seseorang, dimana saja berada
pada waktu tertentu, majalah apa yang dibacanya, pola konsumsinya, organisasi
125
yang dimasukinya atau disumbangnya. Dengan perkataan lain bahwa dokumen
nasabah yang ada di bank merupakan cermin diri sang nasabah.99
Rahasia bank
seperti yang dikenal di beberapa Negara merupakan suatu hal yang lazim dalam
proses transaksi keuangan seperti yang diungkapkan Werner de capitani that
financial privacy is a common feature in many European countries.100
(bahwa
privasi keuangan adalah fitur umum di banyak negara eropa) Layaknya Negara
eropa lainnya juga menganggap rahasia bank adalah suatu kebiasaan di banyak
Negara eropa. Sehingga berbagai upaya untuk menjaga kerahasiaan itu pun
bermunculan . Selain peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, upaya
lain yang dilakukan bank dalam menjaga keamanan rahasia bank sebagai bentuk
perlindungan hukum terhadap nasabah yaitu :
a) Perancangan peraturan baru
Dunia perbankan adalah dunia yang penuh dengan proses transaksional
antara individu dengan individu, individu dengan badan hukum, atau badan
hukum dengan badan hukum. Disini lembaga bank memiliki peran yang penting
dalam memperlancar proses perputaran perekonomian suatu Negara, maka dari itu
bank yang merupakan lembaga keuangan ini wajib memberikan perlindungan
kepada nasabah suatu bank. untuk menuju proses perlindungan tersebut,
diperlukan perancangan peraturan baru atau di revisinya peraturan yang sudah
ada. pada satu sisi politik hukum yang dimaksud merupakan bahan bagi dunia
99
Roberts Ellis Smith, 1979, Privacy How to Protect What Left of It,
Anchor Press, New York, hal.39.
100Werner de Capitani,1988, Banking Secrecy Today, Business Law Press,
Pensylvania, hal.57.
126
perbankan Indonesia yang ada pada tataran landasan teknis operasional
memerlukan perbaikan-perbaikan, termasuk perubahan pada Undang-Undang
Perbankan yang sudah dirasakan kebutuhannya pada saat ini ini.101
Ini merupakan
salah satu cara guna memberikan kenyaman dan kelancaran dalam menggunakan
jasa-jasa serta produk dari bank itu sendiri.
b) Ketaatan melaksanakan peraturan yang ada
Salah satu cara dari beberapa upaya yang dilaksanakan oleh bank dalam
menunjang proses pelaksanaan prinsip-prinsip perbankan yaitu mentaati segala
peraturan dalam dunia perbankan secara disiplin, khususnya peraturan yang
bertujuan untuk melindungi nasabah penyimpan sehingga dijamin penegakan
hukumnya dengan baik. Peraturan perbankan yang sudah ada, sudah seyogyanya
ditegakkan tanpa memandang subyek hukum, namun secara obyektif tanpa
melihat pihak-pihak yang berwenang atau berkuasa, sehingga akan dapat
menciptakan keamanan perbankan yang kondusif.
c) Memperketat proses perizinan bank
Cara lain dalam mengupayakan perlindungan kerahasiaan bank untuk
tetap menjaga kepercayaan nasabah adalah dengan lebih memperketat proses
pendirian bank baru. Hal ini dilakukan agar bank tersebut lebih mampu dan
mumpuni dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat nantinya agar tidak
merugikan keuangan suatu Negara serta masyarakat yang telah menggunakan
jasanya. Cara ini dipandang efektif karena merupakan salah satu cara agar kuat
101
Tan Kamello, 2006, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan
melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, hal.3.
127
dan qualified sehingga tujuan dari perbankan itu sendiri tercapai. Berikut ini akan
diuraikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang ingin
mengajukan pendirian bank. permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
diajukan sekurang-kurangnya oleh salah seorang calon pemilik, dengan
melampirkan :
1) Rancangan anggaran dasar (AD);
2) Daftar calon pemegang saham berikut penyertaanya masing-masing,
atau daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok, dan
simpanan wajib serta daftar pihak yang akan melakukan penyertaan
berikut jumlah penyertaanya bagi bank umum yang berbentuk hukum
koperasi;
3) Calon direksi, susunan direksi, dan dewan komisaris, susunan
organisasi;
4) Rencana kerja tahun pertama;
5) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal
disetor.102
d) Penegakan fungsi pembinaan dan pengawasan perbankan secara optimal
Cara lain yang di upayakan untuk tetap menjaga eksistensi dari
perbankan itu sendiri yaitu melakukan pengawasan yang optimal agar bank
tersebut tetap selalu dalam kondisi sehat sesuai dengan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. selain itu kerahasiaan bank yang merupakan hal
yang krusial tetap dijaga, agar sistem perbankan tidak mengalami kelemahan.103
Saat ini fungsi pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan diambil
alih oleh suatu lembaga yang independen yang diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan. OJK merupakan suatu
102
Muhamad djumhana, op.cit, hal.123.
103
Sjahrir, 1994, Spektrum Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta, FEUI,
hal.106.
128
lembaga independen yang menyelenggarkan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan,
salah satunya pengaturan dan pengawasan terhadap dunia perbankan.
b. Upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini sesuai dengan yang
ditegaskan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dari penegasan
Pasal tersebut dapat diketahui bahwa undang-undang mewajibkan Negara dan
semua warga Negara, tanpa melihat kedudukannya, tunduk pada hukum yang
berlaku. Sehingga dalam hal ini hukum diperlukan dalam kehidupan bernegara
demi ketertiban dan keadilan di suatu Negara. Tentunya hukum ini nantinya akan
mengatur segala segi kehidupan masyarakat di suatu Negara. Salah satunya bisa
dilihat dari segi perekonomian, keuangan, dan sebagainya. Hal ini terlihat jelas
dalam hal hubungan antar bank dan nasabah, yang seperti diketahui bahwa bank
adalah lembaga keuangan dalam hal ini pelaku usaha dan nasabah merupakan
konsumen. Dalam hal ini diperlukan hukum yang mengatur hubungan antara bank
dan nasabah.104
ini sangat penting demi mencapai tujuan hukum secara efektif
dan optimal.
Berbagai cara pun dilakukan untuk menciptakan hubungan hukum yang
harmonis antara lembaga keuangan dengan konsumennya. Salah satunya yaitu
melalui Pasal 7 huruf (a) yang menegaskan bahwa, kewajiban pelaku usaha adalah
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Dengan itikad baik yang
104
Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Perjanjanjian Kredit Bank, Alumni,
Bandung, hal.48.
129
dimunculkan oleh pelaku usaha dalam hal ini bank maka diharapkan nasabah
merasa aman nyaman dan terlindungi terutama berkaitan dengan kerahasiaan
bank. ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah melalui peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen untuk meminimalisir
perbuatan perbuatan atau itikad tidak baik dari pihak bank selaku pelaku usaha.
karena nasabah disini merupakan konsumen yang harus dilindungi pula haknya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang perlindungan
konsumen diharapkan menjadi payung hukum bagi konsumen untuk berusaha
memperjuangkan apa yang memang menjadi hak-haknya dari berbagai upaya-
upaya hukum. Hal ini sejalan dengan isi dari Pasal 4 UUPK bahwa konsumen
berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan perlindungan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Setelah lahirnya undang-undang ini
diharapkan konsumen senantiasa terlindungi hak-haknya, serta terwujudnya
kepastian hukum di bidang konsumen.
130
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap topik penulisan tesis ini maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaturan Rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang Pers, adalah
bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan peraturan
pelaksananya tidak memberikan peluang untuk dilakukan publikasi
terhadap rahasia nasabah penyimpan. meskipun dalam ketentuan Undang-
Undang Pers mengatur menentukan pers dapat mencari, memperoleh serta
mempublikasikan informasi. sepanjang informasi tersebut diperoleh dari
pihak-pihak yang dikecualikan dalam ketentuan rahasia bank. Sehingga
apabila pers mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank
dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
Undang-Undang Perbankan.
2. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya
kebebasan pers dapat diperoleh nasabah melalui ketentuan dalam Undang-
Undang Perbankan dan Ketentuan Pelaksananya, berupa penyelesaian
sengketa dan mediasi perbankan. selain itu berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pihak nasabah berhak untuk
menuntut kompensasi/ganti rugi kepada pihak bank. Serta pihak nasabah
130
131
dapat memperoleh ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum
berdasarkan ketentuan perdata.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan di atas
sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah hendaknya melakukan revisi terhadap Undang-Undang
Pers tepatnya pada Pasal 4 ayat (3), diperjelas mengenai kebebasan pers
yang sifatnya mutlak atau terbatas. Pers dalam penyelenggaraan kebebasan
pers tetap merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang perbankan, hal
ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kedudukan bank sebagai lembaga
kepercayaan.
2. Agar perlindungan hukum dapat diperoleh nasabah, maka penegak hukum
harus menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan Undang-Undang
perbankan tidak terkecuali bagi pihak pers.
132
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku
Adrian, Sutedi , 2006, Hukum Perbankan, PT. Sinar Grafika Offset, Jakarta.
Alias, Jimly, 2004, Peranan Manajemen Risiko Strategik dalam Mendukung Good
corporate governance, Bisnis Express, Jakarta.
Arrasjid, Chainur 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Amir, Hamzah, 1987, Delik-delik Pers di Indonesia, PT. Media Sarana Press,
Jakarta.
Anwar, Mochamad,1986, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni, Bandung.
Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung.
Baridwan,Anis, 2004, Ketentuan Pasar Modal dalam Penegakan Good Corporate
Governance, PPH, Jakarta.
Bryan A, Garner, 1990, Black Law Dictionary,West Publishing Co, St Paul minn.
Black Henry, Campbell 1991, Black’s Law Dictionary, sixth edition, West
Publishing co, St.Paul Minn.
Capitani, Werner de ,1988, Banking Secrecy Today, , Business Law Press,
Pensylvania.
Chatamarrasjid, 2000, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate
Veil), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Crump, Spencer 1974, Fundamentals of Journalism, Mcgraw Hill Book Company,
Toronto,New York.
Dorojatun, 2004, Pentingnya Good Governance Pada Government Governance,
PPH, Jakarta.
Djumhana, Muhamad, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung.
______, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan.V, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
132
133
______,2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Fuady, Munir, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Cooperate Law dan
Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Grayson, David, 2008, A New Mindset for corporate Sustainability, British
Telecomunication and Cisco, United Kingdom.
Hans, Kelsen, 2007, Teori Umum dan Negara dan Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskritif Empirik, terjemahan Soemardi,
BEE Media Indonesia, Jakarta.
______, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa dan
Nusa Media, Bandung.
Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana prenada
Media Group, Jakarta.
Huala, Adolf, 2004, Hukum Perdagangan Internasional, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Husein, Yunus ,2003, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum , Pasca
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
______, 2010, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Pustaka Juanda Tigalima,
Jakarta.
Ibrahim, Johni, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Cet,III.Bayumedia Publishing, Malang.
J.C.T Simorangkir, 1990, Hukum dan Kebebasan Pers, Binacipta, Jakarta.
Kamello, Tan, 2006, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan melalui
Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Marpaung, Leden, 1993, Kejahatan Perbankan, Erlangga, Jakarta.
Masduki, 2003, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press, Jakarta.
Miru, Ahmadi, 2008, Hukum perikatan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
134
Muhammad, Abdul Kadir, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia, PT.Citra Aditya
Bakti,Bandung.
Munir, Fuady , 1998, Hukum Perbankan Modern, Cet,I, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Onong Uchajana, Effendy, 2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007, Good corporate governance serta
perkembangan pemikiran dan implementasinya di Indonesia dalam
perspektif hukum, Kreasi Total Media, Yogyakarta.
Rimsky K, Judisseno, 2002, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Santosa, Lukman Az, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Cetakan
I, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan.
Sentosa, Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, CV.Mandar Maju, Bandung.
Sidharta, B. Arief ,1996, Refleksi tentang hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
bandung.
Siebert, Fred S, 1973, Four Theories of The Press, University of lllnois Press,
Urbana.
Sjahrir, 1994, Spektrum ekonomi politik Indonesia, FEUI, Jakarta.
Sihombing, Jonker, 2009, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet
Nasabah, PT.Alumni, Bandung.
Sitompul,Zulkaranain, 2005, Problematika Perbankan, Books Terrace and
Library, Bandung.
______, 2007, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan cetakan
I, Bookrerrace & Library, Bandung.
Soekanto,Soerjono 1986, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan ketiga, Jakarta,
UI.Press.
______, dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
135
Sugiarto, Agus, 2003, Arsitektur Perbankan Indonesia, Kompas express, Jakarta.
Sumitro Rony, Harnitijo, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Shultz, wilian J, dan Reinhardt, Hedwig, 1964, Credit and Collection
Management, Prentice hall, New York.
Smerdon, Richard, 1998, A Practical Guide To Corporate Governance, Sweet
And Maxwell, London.
Smith, Roberts Ellis, 1979, Privacy How to Protect What Left of It, Anchor Press,
New York.
The Liang Gie, 1982, Teori-Teori Keadilan, SuperSukses, Yogyakarta.
Prajogo, Soesilo, 2007, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, Wacana
intelektual, Jakarta.
Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di indonesia, Gramedia
Pustaka Utama , Jakarta.
Widiyono, Try, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi produk perbankan di
Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Y Sri Susilo, Sigit Triandarudan, A Totok Budi Santoso, 2000, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta.
b. Artikel
Amirudin, 2005, Kriminalisasi atas Kebebasan Pers dalam Persfektif Pers, pada
seminar :kriminalisasi atas kerahasiaan dan kebebasan pers dalam RUU
KUHP, Semarang, tanggal 19 Desember 2005.
Lilik Dwi Mardjianto, 2009,” Labirin Kasus Bank Century”, Serial Online
November, (cited 2010 jan.22), available from:URL:
http://www.antaranews.com/berita/162865/labirin-kasus-bank-century.
Shanti Rahmadsyah, 2010, Rahasia Bank Kasus Bank century,( cited 2013
Desember. 12) available from : URL : http://Hukumonline.com/rahasia-
Bank-Century.
136
c. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Burgerlijk Wetbook. Stb. 1847:23 (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, 2004, Cetakan 32,
Pradnya Paramita, Jakarta).
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3887).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negra Republik Indonesia Nomor 5253).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 152, Tambahan lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 3998).
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 Tentang perubahan atas
peraturan bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah (Know your customer principles) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 111, Tambahan lembaran
negara republik indonesia Nomor 4325).
137
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi
Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 4475).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan good corporate
governance (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6,
Tambahan lembaran negara Republik indonesia Nomor 4600).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan
lembaran negara Republik indonesia Nomor 4808).
Peraturan Bank Indonesia 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan bank
Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang penyelesaian pengaduan nasabah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 38, Tambahan
lembaran negara Republik indonesia Nomor 4824).