PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru...

61
i PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN MOLASES TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SILASE RUMPUT ODOT (Pennisetum purpureum Cv. Mott) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : Gunawan Wibisono NIM. 125050107111053 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru...

Page 1: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

i

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN MOLASES TERHADAP

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SILASE RUMPUT ODOT (Pennisetum

purpureum Cv. Mott) SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Oleh :

Gunawan Wibisono NIM. 125050107111053

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

Page 2: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

ii

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN MOLASES TERHADAP

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SILASE RUMPUT ODOT (Pennisetum

purpureum Cv. Mott) SECARA IN VITRO

Oleh :

Gunawan Wibisono NIM. 125050107111053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas

PeternakanUniversitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

Page 3: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

iii

Page 4: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Gunawan Wibisono, dilahirkan

di Surabaya pada tanggal 15 Juli 1991 sebagai putra terakhir dari empat bersaudara pasangan Bapak Tjhiang Sam King dan Ibu Bhe Wigati. Jenjang pendidikan formal penulis diawali dari TK Mini Kenjeran Surabaya lulus pada tahun 1997 selanjutnya, pada tahun 2003 penulis lulus dari SDN Gempol 3, Gempol Kab. Pasuruan. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMPN 37 Surabaya, dan pada tahun 2009 penulis lulus dari SMK KAL 1 Surabaya. Pada Tahun 2009 Penulis tercatat sebagai karyawan CV. Agriranch Domba Karang Ploso yang beralamat di desa Brak, Kecamatan Karangploso, Kelurahan Tawangargo, Kabupaten Malang dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club) dan perlombaan non akademik selama menjadi mahasiswa. Penulis memiliki pengalaman Praktik Kerja Lapang (PKL) selama 1 bulan di CV. Agriranch Domba dengan judul “Manajemen Penggemukan (Fattening) Domba Ekor Gemuk Di CV. Agriranch Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang”

Page 5: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Penulis juga sangat berterima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu, Bapak serta keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan doa dan moral maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo M.Agr.St., selaku dosen Pembimbing Utama atas saran dan bimbingannya hingga skripsi ini terselesaikan.

3. Artharini Irsyamawati, S.Pt. MP.,selaku Pembimbing Pendamping atas saran dan bimbingannya hingga skripsi ini terselesaikan.

4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

5. Dr. Ir. Sri Minarti, MS., selaku Ketua Jurusan Peternakan yang telah banyak membina kelancaran proses studi.

6. Dr. Agus Susilo S.Pt. MP., selaku Ketua Program Studi yang telah banyak membina kelancaran proses studi.

7. Bapak Sugiono dan Saudari Alik Trisna Wati S.Pt selaku petugas Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Page 6: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

vi

8. Dosen penguji atas segala saran dan masukan hingga terselesaikan laporan.

9. Mathilda Claudia Sahanaya, S.Pt., selaku rekan penelitian yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan pada penulisan skripsi. Saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan guna perbaikan skripsi ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan peternakan Indonesia.

Malang, November 2017

Penulis,

Page 7: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

vii

THE EFFECT OF DIFFERENT CUTTING AGE AND ADDITION OF MOLASES ON SILAGE OF DWARF

GRASS (Pennisetum purpureum Cv. Mott) BASED ON IN VITRO DIGESTIBILLITY Wibisono, G. 1),A.Irsyammawati2) I. Subagiyo2)

1) Student of Animal Husbandry, University of Brawijaya 2) Lecturer of Animal Husbandry, University of

Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRACT

This research was aimed to examine the effect of different cutting age and addition molasses on silage made of Odot elephant grass (Pennisetum purpureum cv. Mott) based on its Dry Matter Digestibillity and Organic Matter Digestibillity. This experimental employed Factorial Group Randomized Design with two factor were cutting age of the grass as main factor and additional of molasses as a second factor. Each treatment were replicated three times. Duncan Multiple Range Test (DMRT) was used if result of analysis of variance on the data was found significant. The result showed that the factors and their interaction significantly affect on Dry Matter Digestibillity (P<0.01). The result of Organic Matter Digestibillity showed that just the factor significantly affect (P<0.01) and their interaction had no affect (P>0.05).

Keywords : Molasses, silage, dry matter, organic matter, digestibility

Page 8: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

viii

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN MOLASES TERHADAP KECERNAAN

BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SILASE RUMPUT ODOT (Pennisetum purpureum Cv. Mott)

SECARA IN VITRO Gunawan Wibisono1), Ifar Subagiyo 2), Artharini

Irsyammawati 2)

1) Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

2) Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

RINGKASAN

Penelitian ini dilaksanakan di CV.Agriranch yang

terletak di Desa Brak,Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang mulai pada tanggal 10 Februari sampai dengan 7 Juni2016. Analisis kandungan nutrisi dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penambahan pemberian molase dan umur pemotongan rumput untuk menghasilkan silase rumput (Pennisetum purpureum cv.Mott) yang memiliki kecernaan terbaik. Materi yang digunakan adalah: (1) Rumput odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) yang ditanam pada tanggal 25 Mei 2015 dengan luas lahan 144m2, dipotong pada periode panen kelima yang berumur 40, 50 dan 60 hari; (2) Molasses 0,2,4 dan 6%.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pola Faktorial 12 perlakuan, 3 kelompok. U40P0 = umur pemotongan 40 hari penambahan molases 0%; U40P1 =

Page 9: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

ix

umur pemotongan 40 hari penambahan molases 2%; U40P2 = umur pemotongan 40 hari penambahan molases 4%; U40P3 = umur pemotongan 40 hari penambahan molases 6%; U50P0 = umur pemotongan 50 hari penambahan molases 0%; U50P1 = umur pemotongan 50 hari penambahan molases 2%; U50P2 = umur pemotongan 50 hari penambahan molases 4%; U50P3 = umur pemotongan 50 hari penambahan molases 6%; U60P0 = umur pemotongan 60 hari penambahan molases 0%; U60P1 = umur pemotongan 60 hari penambahan molases 2%; U60P2 = umur pemotongan 60 hari penambahan molases 4%; U60P3 = umur pemotongan 60 hari penambahan molases 6%. Variabel yang diukur adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik diuji secara in vitro menggunakan metode Tilley and Terry (1963).

Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan tingkat penambahan molasses mampu memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering (P<0.01). Penambahan molases mampu meningkatkan KcBK dari 46,17% menjadi 57,93% dan KcBO dari 43,12% menjadi 53,11%. Umur pemotongan menunjukan bahwa adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap kecernaan Bahan kering maupun bahan organik, penambahan umur pemotongan menurunkan kecernaan bahan kering dari 46,17% menjadi 43,86 % dan kecernaan bahan organik dari 43.12% menjadi 39.67%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Interaksi umur pemotongan dan penambahan molases memberikan perbedaan sangat nyata terhadap kualitas BK, BO.Pada umur pemotongan 50 hari nilai rata-rata Kecernaan BK sebesar 43,85±1,55; 63,39±1,00; 62,73±1,15; 63,86±0,91.

Page 10: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

x

Umur pemotongan 50 hari nilai rata-rata Kecernaan BO sebesar 39,67±2,93; 53,12±3,70; 59,08±3,70; 57,02±2,37.

Disarankan penelitian ini agar melakukan pemotongan rumput odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) pada umur pemotongan 50 hari dan penambahan molasses 6%. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan serat kasar pada rumput odot untuk menunjang hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Page 11: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

xi

DAFTAR ISI

Isi Halaman

RIWAYAT HIDUP .............................................................. i KATA PENGANTAR ......................................................... ii ABSTRACT......................................................................... iii RINGKASAN ......................................................................iv DAFTAR ISI ........................................................................v DAFTAR TABEL ..............................................................vi DAFTAR GAMBAR ..........................................................vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 3 1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................... 3 1.5 Kerangka Pikir ................................................................ 3 1.6Hipotesis .......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Rumput Odot (Pennisetum purpureum Cv.Mott) .............. 7 2.2 Umur Pemotongan .......................................................... 9 2.3.Molases .......................................................................... 10 2.4 Silase ............................................................................. 11 2.5 Ensilase .......................................................................... 13 2.6 Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Dan Bahan Organik

(KcBO) ........................................................................... 14 2.7 Kecernaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ......... 16

Page 12: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

xii

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 19 3.2 Materi Penelitian ............................................................ 19 3.2.1. Alat ............................................................................ 19 3.2.2. Bahan......................................................................... 19 3.3 Metode Penelitian .......................................................... 20 3.3.1.Tahapan pembuatan silase rumput Odot ..................... 21 3.3.2. Pengukuran Kecernaan BK dan BO Silase .................. 21 3.4 Analisis Data ................................................................. 22 3.5 Batasan Istilah................................................................ 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Silase .............................................................................. 25 4.2Kecernaan Bahan Kering (KcBK) .................................. 26 4.3.Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ............................... 31

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................... 35 5.2 Saran ............................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 37 LAMPIRAN ...................................................................... 45

Page 13: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai pH, kandungan nutrisi dan nilai fleigh (%) (Sahanaya,2017) ............................................................ 25

2. Kecernaan Bahan Kering pada silase rumput odot .......... 27 3. Kecernaan Bahan Organik rumput odot.......................... 31

Page 14: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Kerangka Pikir ................................................ 5

Page 15: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Penetapan Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar .......................................................... 45

2. Pengambilan Cairan Rumen ........................................... 46 3. Data dan Analisa Ragam Kecernaan Bahan Kering Silase

Rumput Odot ................................................................ 47 4. Data dan Analisa Ragam Kecernaan Bahan Organik

Silase Rumput Odot ....................................................... 53

Page 16: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring bertambahnya tahun maka lahan untuk hijauan semakin berkurang, karena banyak menjadi area pemukiman dan infrastruktur lainnya, sehingga peternak mulai kesulitan mencari hijauan untuk ternak. Menghadapi kondisi itu maka peternak perlu memikirkan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan ternak dan salah satunya membudidayakan tanaman berproduksi tinggi seperti rumput odot.

Rumput odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) adalah jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dapat mencapai 60 ton/ha/panen asalkan kebutuhan hara, air dan intensitas matahari terpenuhi. Jika dalam 1 tahun dilakukkan 5 kali panen maka produksi kumulatif rumput ini mencapai 300 ton/ha/tahun (Putra,2014). Tanaman ini merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan memiliki palatabilitas serta kandungan zat gizi cukup tinggi. Menurut Syarifuddin (2006) rumput ini dapat mencapai tinggi sekitar 1–1,5 meter apabila pemeliharaanya baik, batangnya kecil dibandingkan dengan rumput gajah lainnya, dan tingkat produksi daunnya tinggi, pada musim hujan rumput odot tumbuh dengan lebat namun pada musim kemarau sebaliknya, sehingga ketersediaan hijauan ini tetap stabil maka dibutuhkan teknologi pengawetan rumput odot seperti pembuatan silase.

Silase adalah salah satu teknologi pengawetan hijauan yang umum dipraktikkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas silase adalah umur hijauan pada saat pemotongan tanaman, karena semakin tua umur tanaman maka proporsi karbohidrat non struktural semakin menurun dan

Page 17: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

sebaliknya proporsi karbohidrat struktural semakin meningkat. Adapun cara meningkatkan karbohidrat terlarut yang dibutuhkan dalam pembuatan silase dapat digunakan aditif seperti molases.

Molases adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Bahan ini merupakan media fermentasi yang baik, karena mengandung gula, sejumlah asam amino dan mineral. Keunggulan dari molases menurut Jovitry (2011) adalah memiliki kandungan sukrosa sekitar 30% disamping gula reduksi sekitar 25% berupa glukosa dan fruktosa. Sebab itu, penambahan molases dapat membantu proses ensilase dan meningkatkan nilai nutrisi sulase yang dihasilkan.

Salah satu parameter nutrisi tentang nutrisi silase adalah tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik yang dikandungannya. Metode In-Vitro umum digunakan untuk memprediksi nilai kecernaan pakan dalam saluran pencernaan ruminansia. Menurut Mulatsih (2003) kecernaan yang tinggi menunjukan nutrien bahan pakan yang dapat dimanfaatkan ternak, sedangkan kecernaan yang rendah menunjukan bahan pakan tersebut kurang mampu memberikan nutrien bagi ternak untuk hidup pokok ataupun untuk produksi. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan penelitian mengenai pengaruh umur pemotongan dan penambahan molases terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik silase rumput odot.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh umur pemotongan rumpu odot dan penambahan molases pada pembuatan silase (ensilase) rumput odot

Page 18: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

3

terhadap kecernaan Bahan Kering(BK) dan Bahan Organik(BO) silase yang dihasilkan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terbaik umur pemotongan dan penambahan molases yang berbeda pada silase rumput odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik secara In-Vitro.

1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : a. Sebagai bahan informasi kepada peternak untuk

mendapatkan umur pemotongan rumput odot dan pembuatan silase agar mendapatkan kualitas dan kuantitas yang terbaik.

b. Mengetahui pengaruh penambahan molases dengan level yang berbeda pada kecernaan BK dan BO

c. Sebagai bahan acuan untuk penelitian berikutnya.

1.5. Kerangka Pikir Rumput odot adalah rumput gajah yang mempunyai

proporsi daun yang lebih banyak dibandingkan batangnya, namun ketersediaan rumput odot tidak sepanjang tahun dan hanya tersedia secara melimpah pada musim penghujan dan mampu memenuhi kebutuhan ternak secara optimal bahkan lebih, maka dari itu perlu adanya usaha pengawetan rumput odot dan salah satunya adalah teknologi pakan berupa silase. Silase rumput odot bertujuan untuk meningkatkan produktifitas pakan ternak ruminansia di negara tropis seperti Indonesia karena pada musim kemarau umumnya tingkat

Page 19: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

4

produktifitas hijauan akan menurun padahal hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan. Selain itu, konsumsi hijauan segar pada ternak ruminansia rata-rata 10-15%/PBB/Hari, sehingga perlu adanya penambahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Kualitas silase dapat diukur menggunakan kecernaan In-Vitro karena semakin tinggi umur pemotongan rumput maka kandungan lignin dalam rumput akan semakin tinggi dan hal ini menyebabkan turunnya kecernaan silase. Menurut Tillman dkk. (1998) yang menyatakan bahwa serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar dicerna bila mengandung lignin. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik. Kadar lignin tanaman bertambah dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga daya cerna semakin rendah dengan bertambahnya lignifikasi.

Berdasarkan pemikiran diatas,dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan penambahan molases 0,2,4 dan 6% dimana fungsi dari penambahan zat aditif adalah untuk menambahkan bahan kering, mengurangi kadar air silase, mempercepat proses ensilase dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Perbedaan umur pemotongan rumput odot yakni 40,50 dan 60 hari dapat berpengaruh kandungan kadar air dan serat kasar terhadap kecernaan In-Vitro.

Page 20: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

5

Gambar 1.Kerangka pikir penelitian

Page 21: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

6

1.6.Hipotesis

a. Semakin tua umur pemotongan rumput akan menurunkan kecernaan BK dan BO

b. Semakin tinggi pemberian molases pada silase rumput odot akan meningkatkan kecernaan BK dan BO.

c. Ada interaksi antara umur pemotongan dan level penambahan molases terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Page 22: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Odot (Pennisetum purpureum Cv.Mott) Rumput Odot(Pennisetum purpureum Cv.

Mott) adalah salah satu jenis rumput gajah yang baru dikenal di Indonesia. Ukurannya lebih kecil dari rumput gajah lainnya, sehingga sering disebut rumput gajah kerdil. Menurut Syarifuddin (2006), rumput ini merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas, disukai ternak, dapat hidup diberbagai tempat, tahan lingkungan dan respon terhadap pemupukan serta menghendaki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Rumput gajah mini tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur. Selain itu rumput gajah mini ini dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil dan dapat digunakan untuk pertanian/peternakan skala kecil. Rumput ini dapat diberikan dalam bentuk segar tetapi dapat juga diawetkan sebagai silase.

Rumput odot mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan kultivar rumput gajah lainnya. Dibandingkan dengan kultivar-kultivar rumput gajah lainnya perbedaan yang nyata tinggi rumput ini terlihat dibandingkan kultivar lain seperti Taiwan dan King Grass. Sehingga kami juga menyebutnya rumput gajah mini. Perbedaan lain dari rumput gajah ini dengan yang lain adalah ruas pada batang pendek (3-4 cm) sedangkan pada kultivar lainnya panjangnya sekitar 10-12 cm dari jumlah (Widodo,dkk 2012).

Page 23: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

Menurut Rukmana (2005), klasifikasi ilmiah dari tanaman rumput odot (Pennisetum purpureum Cv. Mott) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Pennisetum

Spesies : Pennisetum purpureum Cv. Mott

Rumput odot merupakan salah satu rumput unggul yang berasal dari Philipina dimana rumput ini mempunyai produksi yang cukup tinggi. Selain itu menghasilkan banyak anakan, mempunyai akar kuat, batang yang tidak keras dan mempunyai ruas-ruas daun yang banyak serta struktur daun yang muda sehingga sangat disukai oleh ternak. Santoso, Lekito dan Umiyati (2007) menambahkan komposisi kimia rumput gajah terdiri atas bahan kering 19,94%, protein kasar (PK) 12,23% dan bahan organik (BO) 88,83%.

Rumput odot yang memiliki kemampuan menghasilkan biomasa yang tinggi dan kualitas nutrisi yang tinggi. Beberapa keunggulan rumput unggul adalah :

Page 24: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

3

kandungan protein 10-15% tergantung umur panen, tanaman tahunan yang tinggi produksi dan tanaman rumput tropis yang tinggi nilai nutrisinya karena kandungan serat kasar yang rendah dan respon ternak domba terhadap rumput odot cukup tinggi, baik konsumsi bahan kering maupun daya cerna bahan organik maupun serat kasar. Rumput ini terdapat struktur serat yang kurang kuat pada dinding sel, sehingga banyak terdapat karbohidrat mudah tercerna, (Lasamadi,2013).

Rumput odot pada ternak domba menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tidak dipengaruhi umur panen tetapi nilai nutrisi mulai menurun pada umur regrowth yang semakin panjang terutama pada interval panen 70 hari. Mansyur (2008) menyatakan bahwa level konsumsi bahan kering hay rumput odot1,5; 1,75 dan 2,25% dari bobot badan ternyata tidak berbeda nyata terhadap daya cerna bahan kering, bahan organik, TDN dan nitrogen. 2.2. Umur Pemotongan

Menurut Mulatsih (2003) pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia ataumanajemen. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput perlu diperhatikan sebelum penanaman agar didapatkan hasil yang optimal.

Interval waktu pemotongan tanaman yang lebih cepat dalam suatu periode akan memacu pertumbuhan tanaman dan pembelahan serta pembentukan sel-sel baru pada tanaman, dengan demikian pemotongan tanaman dengan waktu yang lebih singkat atau dengan umur tana man yang lebih pendek akan memacu pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan

Page 25: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

4

jumlah daun, tetapi ukuran daunnya lebih kecil serta pertambahan berat basah dan pertambahan berat kering lebih besar. (Jovitry,2011)

Nisa,dkk (2004) menyatakan bahwa semakin lama tanaman tidak dipotong maka daun akan mengalami proses fotosintesis yang semakin lama, sehingga meningkatkan produksi gula yang berakibat kandungan BO meningkat. Kandungan BO yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya umur pemotongan akan meningkatkan produksi BO. Tillman, dkk (1991) menyatakan hasil fotosintesis yang berupa PK, LK, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) dan Serat Kasar (SK) merupakan senyawa komplek komponen BO. Mansyur, Djuned dan Dhalika (2005) menyatakan bahwa jika umur pemotongan diperpanjang maka akan terjadi penurunan kandungan PK, selain karena umur tanaman juga disebabkan oleh penurunan proporsi helai daun dan batang.

2.3. Molases

Molases adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum L). Molases berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molases tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Molases kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur. Selain itu juga mengandung gula yang terdiri dari sukrosa 30-40%, glukosa 4-9%, dan fruktosa 5-12%. Tetes tebu digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya perairan. Karbohidrat dalam tetes tebu telah siap

Page 26: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

5

digunakan untuk fermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena sudah berbentuk gula (Zulbardi dkk., 1999).

Molases sebagai media fermentasi digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi bakteri selama proses fermentasi berlangsung. Bakteri akan menggunakan sumber karbohidrat sebagai sumber makannya. Sumber karbohidrat di dalam medium telah habis terpakai, maka bakteri beralih menggunakan sumber nitrogen. Penambahan karbohidrat seperti tetes dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia bagi bakteri (Widodo dkk., 2012). Lebih lanjut Winata dkk., (2012) menyatakan bahwa penambahan molases sebagai sumber energi mikrobia sehingga mikrobia berkembang lebih banyak dalam proses pemeraman dan dengan bertambahnya mikrobia maka bermanfaat sebagai penyumbang kadar protein kasar. Komposisi nutrisi tetes dalam 100% bahan kering adalah 0,3% lemak kasar 0,4% serat kasar, 84,4 % BETN, 3,94 % protein kasar dan 11% abu (Eko dkk., 2012). 2.4. Silase

Silase adalah pakan dari limbah pertanian atau dari hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40-80%) sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan atau gizi di dalamnya. Maksud pembuatan silase adalah pengawetan hijauan makanan ternak dengan memperhatikan kehilangan nutisi yang minimal dan menghindarkan dari perubahan komposisi kimianya. Kualitas yang baik diperlihatkan melalui beberapa parameter seperti pH, asam laktat, warna, tekstur, suhu, persentase kerusakan dan kandungan nutrisi dari silase (Parakkasi,1999).

Page 27: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

6

Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. Mikroba yang paling dominan adalah dari golongan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu melakukan fermenasi dalam keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Rendahnya kandungan bahan kering dan WSC (watersoluble carbohydrate) HMT tropis yang dipotong segar manyebabkan rendahnya kualitas fermentasi.(Ridwan,2005).

Pembuatan silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau. Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak.

Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim atau lainnya (Ratnakomala,2006).

Silase merupakan awetan segar yang disimpan dalam silo pada kondisi anaerob. Pada suasana tanpa udara tersebut

Page 28: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

7

akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob untuk membentuk asam laktat. Penambahan karbohidrat tersedia seperti tetes, onggok dan bekatul untuk mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia bagi bakteri. Kelebihan dan kekurangan dari masing–masing bahan jenis additive dapat dilihat dari komposisi gizinya karena masing–masing memiliki komposisi gizi yang berbeda, sehingga diduga menghasilkan kualitas silase yang berbeda pula. Jenis additive bakteri asam laktat juga diduga berpengaruh terhadap kualitas silase dan yang mempengaruhi kualitas silase antara lain spesies tanaman yang dibuat silase, fase pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen dan mikroorganisme (bakteri asam laktat) yang terlibat.Kadar air dan pH silase perlu diketahui karena merupakan tolak ukur dari keberhasilan silase. Dapat diketahui kadar air dan pH silase diharapkan akan menghasilkan silase yang berkualitas sehingga disukai ternak.(Sahanaya, 2017)

2.5. Ensilase

Ensilase merupakan proses kimiawi yang terjadi dalam pembuatan silase. Menurut Ranjhan (1980), proses ensilase berlangsung dalam tiga tahap proses yakni respirasi, fermentasi dan proteolisis. Proses respirasi berlangsung setelah hijauan dimasukan kedalam silo. Pada tahap ini sel hijauan yang masih hidup dibawah pengaruh enzim akan terus bernapas dan dengan cepat menggunakan oksigen yang ada dalam hijauan dan menghasilkan CO2, H2, O dan panas yang meningkatkan temperatur hijauan. Bakteri-bakteri asam organik mulai bertumbuh dan berkembang pada tahap respirasi ini. Selanjutnya terjadi proses fermentasi dimana senyawa karbohidrat dirombak menjadi alkohol, asam-asam organik

Page 29: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

8

(asam laktat, asetat dan propionat) dan air. Proses terakhir yakni proteolisis, pada proses ini terjadi perombakan protein menjadi asam-asam amino, asam organik, CO2 dan air.

Cullison (1978) menyatakan bahwa proses fermentasi terjadi dengan cepat 2-3 hari pertama, selanjutnya proses fermentasi akan meningkat dan secara normal akan terhenti pada 2-3 minggu. Fermentasi biasanya berakhir setelah terjadi penggumpalan sisa-sisa produk dari metabolisme mikrobial.

2.6. Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Dan Bahan

Organik (KcBO) Kecernaan atau daya cerna adalah bagian dari nutrien

pakan yang tidak diekskresikan dalam feses terhadap konsumsi pakan (Tillman dkk., 1991). Tingkat kecernaan nutrien makanan dapat menentukan kualitas dari ransum tersebut, karena bagian yang dicerna dihitung dari selisih antara kandungan nutrien dalam ransum yang dikonsumsi dengan nutrien yang keluar lewat feses atau berada dalam feses.

Kecernaan dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan nilai pakan dan selanjutnya dikatakan tingginya nilai kecernaan suatu bahan pakan penting karena: (1). semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan makin besar zat-zat makanan yang diserap, (2). walaupun tinggi kandungan zat makanan, jika nilai kecernaannya rendah, maka tidak ada gunanya dan (3). untuk mengetahui seberapa besar zat-zat yang dikandung pakan yang dapat diserap untuk kehidupan pokok, pertumbuhan dan produksi.

Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi

Page 30: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

9

nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%. Menurut Parrakasi (1999) bahwa bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya.

In-Vitro atau teknik rumen buatan adalah suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam tabung fermentor dan menggunakan larutan penyangga yang merupakan saliva buatan (Widodo dkk, 2012). Prinsip dari teknik In-Vitro dilakukan dalam dua tahap, yang pertama adalah pencernaan struktural atau secara fermentatif oleh mikrobia dengan menginkubasi bahan pakan selama 48 jam dalam cairan rumen yang mengandung buffer dalam kondisi anaerob. Tahap kedua yaitu pencernaan enzimatis oleh larutan asam dan pepsin selama 48 jam seperti kondisi abomasum. Ketepatan hasil kecernaan In-Vitro dipengaruhi oleh pH cairan rumen, jumlah cairan rumen, jumlah dan ukuran partikel

Page 31: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

10

sampel sarta suhu inkubasi dan lama fermentasi (Rahmadi et al., 2003).

Metode In-Vitro dilakukan dalam dua tahap, diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu dengan memasukkan 0,25 gr sampel ke dalam tabung fermentor. Kemudian ditambah 25mL larutan McDougall (buffer) dan cairan rumen yang sudah dicampur sebelumnya dengan suhu 39ºC, serta dialiri gas CO2 selama 30 detik. Setelah itu sampel diinkubasi selama 48 jam dalam keadaan anaerob. Tahap kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan asam hidroklorit (HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Tahap kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat tersebut dapat digunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik (Tilley and Terry, 1963).

Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 40-42ºC. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila pH rumen berkisar antara 6,7 - 7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat (Johnson, 1996).

2.7.Kecernaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kecernaan suatu pakan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bahwa bagian tersebut diserap oleh hewan (McDonald et al, 2010). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pengukuran daya cerna merupakan suatu usaha untuk menentukan jumlah zat

Page 32: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

11

makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna dapat ditentukan dengan cara mengukur bahan makanan yang dimakan dan kotoran yang dikeluarkan.

Nilai kecernaan adalah tanda awal ketersediaan nutrien dalam bahan pakan ternak tertentu. Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya nutrien yang disalurkan pada ternak, sedangkan kecernaan yang rendah menunjukkan bahan pakan tersebut belum bisa memberikan nutrien bagi ternak baik untuk hidup pokok ataupun untuk produksi. Kecernaan dapat dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan organik sehingga dalam prosentase dapat disebut koefisien cerna (Jovitry, 2011). Nilai koefisien cerna bahan kering maupun organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan serta seberapa besar manfaat pakan bagi ternak (McDonald et al., 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan yang lain, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Menurut Tillman et al. (1998), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecernaan suatu pakan adalah kandungan serat kasar. Tinggi rendahnya kandungan serat kasar akan mempengaruhi kemampuan mikroba rumen dalam mencerna serat kasar sehingga mempengaruhi nilai KcBK (Van Soest, 1994). Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrien dalam pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi Kecernaan bahan organik (Tillman et al., 1991).

Page 33: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

12

Page 34: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pelaksanaan penelitian berada di CV. Agriranch.Ds Brak, Kelurahan Tawang Argo, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang. Waktu Pelaksanaan penelitian mulai 10 Februari sampai 7 Juni 2016. Analisis kandungan nutrisi kecernaan BK dan BO dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. 3.2. Materi Penelitian

3.2.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah

a. Rumput odot ( Pennisetum purpureum cv. Mott) yang ditanam pada tanggal 25 Mei 2015 dengan luas lahan 144m2, dipotong pada periode panen kelima pada interval panen 40 hari (7 Maret 2016), 50 hari (20 April 2016) dan 60 hari (8 Juni 2016)

b. Molases dibeli dari Pasar Karang Ploso 3.2.2. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah a. Peralatan pembuatan silase adalah ember

plastik kapasitas 5 kg, plastik, chopper, timbangan digital dan timbangan salter

b. Peralatan untuk analisis BK adalah timbangan analitik, labu ukur, penagas dengan stier, tabung fermentor, tabung gas CO2, inkubator, karet penutup, rak,

Page 35: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

centrifuge 2500rpm, kertas saring, oven 105 C dan eksikator (menurut AOAC, 2005)

c. Peralatan untuk analisis BO adalah timbangan analitik, cawan porselen, tanur 600 C dan eksikator (menurut AOAC, 2005)

3.3. Metode Penelitian Pembuatan silase dilakukan oleh Sahanaya (2017) dan digunakan dalam penelitian ini, karakteristik silase yang digunakan disajikan dalam Tabel 1. Metode penelitian menggunakan percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial. Perlakuan dalam penelitian ini terdiri atas 3 level umur pemotongan rumput dan 4 level pemberian molases.

Metode penelitian menggunakan percobaan dengan rancangan acak kelompok pola factorial. Faktor 1 adalah umur pemotongan rumput (Umur 40,50,60 hari) dan faktor 2 penambahan molases yang berbeda P (0,2,4 dan 6%) v/w, secara keseluruhan terdapat 12 perlakuan sebagai berikut :

U40 P0 = Umur Pemotongan 40 hari + Penambahan Molases 0% U40 P1 = Umur Pemotongan 40 hari + Penambahan Molases 2% U40 P2 = Umur Pemotongan 40 hari + Penambahan Molases 4% U40 P3 = Umur Pemotongan 40 hari + Penambahan Molases 6% U50 P0 = Umur Pemotongan 50 hari + Penambahan Molases 0% U50 P1 = Umur Pemotongan 50 hari + Penambahan Molases 2% U50 P2 = Umur Pemotongan 50 hari + Penambahan Molases 4% U50 P3 = Umur Pemotongan 50 hari + Penambahan Molases 6% U60 P0 = Umur Pemotongan 60 hari + Penambahan Molases 0% U60 P1 = Umur Pemotongan 60 hari + Penambahan Molases 2% U60 P2 = Umur Pemotongan 60 hari + Penambahan Molases 4% U60 P3 = Umur Pemotongan 60 hari + Penambahan Molases 6%

Page 36: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

3

3.3.1Tahapan pembuatan silase rumput Odot adalah sebagai berikut

a. Rumput Odot 102kg (estimasi 8,5 kg/ember/periode panen) segar diangin-anginkan selama 1 hari pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari

b. Dicacah dengan chopper kurang lebih panjangnya 5-10 cm

c. Molases ditakar sesuai dosis masing-masing perlakuan (2,4 dan 6%) kemudian dicampur dengan rumput odot.

d. Dimasukkan kedalam ember sesuai masing-masing perlakuan,ditutup rapat sampai tidak ada rongga udara dan diulang 3kali dengan penekanan pada saat memasukkan rumput untuk menciptakan kondisi anaerob

e. Diinkubasi selama 21 hari pada ruang fermentasi bahan pakan di Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

f. Dilakukan analisa KcBK dan KcBO secara In-vitro.

3.3.2Pengukuran Kecernaan BK dan BO Silase

Dilakukan pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik diuji secara in vitro menggunakan metode Tilley and Terry (1963). Prosedur pengukurannya seperti disajikan pada lampiran 3 dan setelah itu dihitung menggunakan rumus :

Page 37: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

4

a. Kecernaan bahan kering (KcBK) Kecernaan bahan kering ditentukan dengan metode Tilley and Terry (1963). Kecernaan bahan kering dihitung dengan rumus: KcBK = BK sampel – (BK residu – BK Blanko) / BK sampel x 100%

b. Kecernaan bahan organik (KcBO) Kecernaan bahan organik ditentukan dengan metode Tilley and Terry (1963). Kecernaan bahan organik dihitung dengan rumus : KcBO = BO sampel – (BO residu – BO Blanko) / BO sampel x 100% 3.4. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisi menggunakan analisis ragam (Analysis of variance/ANOVA). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Model Matematis untuk RAK Pola Faktorial adalah :

Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + ɠik + ɛijk

Keterangan = Yijk = Nilai Pengamatan pada taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B dan ulangan ke-k ɥ = Nilai Tengah Umum αi = Pengaruh taraf ke i dari faktor A βj = Pengaruh taraf ke j dari faktor B (αβ)ij = Pengaruh taraf ke i dari faktor A dengan taraf ke j dari faktor B ɠik = Pengaruh acak untuk petak utama ɛijk = Pengaruh acak untuk anak petak

Page 38: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

5

3.5. Batasan Istilah a. Rumput odot : Rumput Gajah yang

mempunyai ukuran yang kecil dengan tinggi sekitar 1 - 1.5 meter dengan proporsi daun lebih banyak dibandingkan batang.

Silase : Bahan pakan dari hijauan pakan ternak maupun limbah pertanian yang diawetkan melalui proses fermentasi anaerob dengan kandungan air 60 -70%.

Ensilase : Proses fermentasi anaerobik dari bahan hijauan pakan dengan hasil berupa silase

Molases : Hasil samping dari proses pembuatan gula tebu

KcBK : Kecernaan Bahan Kering

KcBO : Kecernaan Bahan Organik

Page 39: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

6

Page 40: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Silase

Silase yang digunakan penelitian ini termasuk dalam kriteria baik dengan nilai pH, kandungan nutrisi dan nilai fleigh seperti telah disampaikan oleh Sahanaya (2017) dan dirangkai pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Nilai pH, kandungan nutrisi dan nilai fleigh (%) (Sahanaya, 2017).

Umur Molases pH BK BO PK Nilai

Fleigh

40 Hari

0% 6,43 d 9,10 a 78,35 13,29 -34,39

2% 3,83 a 10,83 abcd 79,81 12,82 73,17 4% 3,70 a 9,95 abc 79,94 13,11 76,84 6% 3,68 a 11,41 bcd 80,25 14,51 80,58

50 Hari

0% 5,73 c 9,65 ab 78,73 10,64 -5,18

2% 4,17 a 10,96 abcd 79,50 12,68 59,97 4% 3,93 a 12,75 d 81,36 12,04 73,16 6% 3,80 a 14,40 e 81,75 13,68 77,78

60 Hari

0% 5,62 b 12,34 d 80,48 8,23 42,19

2% 4,01 a 11,69 cd 80,49 11,73 67,55 4% 3,86 a 12,44 d 79,01 12,17 72,68 6% 3,80 a 12,78 d 80,75 12,17 78,87

Page 41: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

Keterangan : Superskrip a-e yang berbeda pada rata rata nilai pH menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Superskrip a-e yang berbeda pada rata rata BK menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Berdasarkan tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai fleigh yang tertinggi pada perlakuan umur 40 hari dengan penambahan molases 6% (80,58). Kandungan PK perlakuan tersebut juga paling tinggi (14,51%), kandungan BO (80,25%) serta pH 3,68.

Hal ini menunjukan adanya pengaruh umur pemotongan terhadap kualitas silase, semakin muda umur pemotongan maka kualitas silase semakin tinggi. Selain itu semakin tinggi level penambahan molases juga meningkatkan nilai fleigh. Semakin tinggi pemberian molases maka semakin cepat pH turun sehingga semakin rendah pH maka nilai fleigh semakin tinggi. Tinggi rendahnya nilai fleigh tergantung pada kandungan bahan kering dan pH silase, semakin tinggi kandungan BK serta semakin rendah pH maka nilai fleigh semakin tinggi yang artinya kualitas silase juga semakin baik. 4.2 Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan adanya pengaruh perlakuan dan interaksi yang sangat nyata (P<0,01) terhadap KcBK silase. Adapun rata rata KcBK silase rumput odot dalam penelitian ini tersaji dalam Tabel 2.

Page 42: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

3

Tabel 2. Kecernaan Bahan Kering pada silase rumput odot (%)

Umur Molases Rata – rata

Perlakuan umur P0 P1 P2 P3

U40 46,17ab 57,93cd 59,72cd 62,22de 56,51ab

U50 43,86a 63,39e 62,74de 63,86e 58,46 b

U60 48,96b 56,93bc 56,74cd 58,53cd 55,29 a

Rata – rata perlakuan molases

46,33a 59,41b 59,73bc 61,53c

Keterangan : Superskrip a-e yang berbeda pada rata rata nilai KcBK menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).

Kecernaan bahan kering merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas pakan. Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan maka semakin baik kualitasnya.Berdasarkan analisis ragam menunjukan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada pengaruh umur pemotongan, penambahan molases pada level yang berbeda serta interaksinya. Nilai rata rata KcBK silase rumput odot pada umur 40 hari adalah sebesar (P0) 46,17% dan (P1) 57,93% semakin tinggi pemberian molases akan meningkatkan kecernaan bahan kering pada silase rumput odot hal ini

Page 43: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

4

sebanding dengan pernyataan Gunawan, Tangendaja,. Zainuddin, Darma dan Thalib, (1988) yang menyatakan bahwa bahan pengawet (aditif) memiliki fungsi antara lain: 1) meningkatkan ketersediaan zat nutrisi, 2) meningkatkan nilai nutrisi silase, 3) meningkatkan palatabilitas, 4) mempercepat terciptanya kondisi asam, 5) memacu terbentuknya asam laktat dan asetat, 6) mendapatkan karbohidrat mudah terfermentasikan sebagai sumber energi bagi bakteri yang berperan dalam fermentasi, 7) menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri lain dan jamur yang tidak dikehendaki, 8) mengurangi oksigen yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung, 9) mengurangi produksi air dan menyerap beberapa asam yang tidak diinginkan.

Rata-rata perlakuan umur pada silase rumput odotpada Tabel 2 diketahui bahwa umur pemotongan 50 hari mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata rata umur pemotongan 40 dan 60 hari. Kecernaan silase rumput odot pada umur 50 hari (58,46%) lebih tinggi jika dibandingkan kecernaan rumput signal segar umur 50 hari hal ini dibuktikan dengan Penelitian Mansyur dkk. (2008) menunjukkan ada pengaruh umur pemotongan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput signal. Kecernaan bahan kering rumput umur panen 30 hari (44,02%), kecernaan rumput umur pemotongan 40 hari (41,62%), umur pemotongan 50 hari (35,5%) dan 60 hari (34,47%). Umur pemotongan 50 hari kecernaan bahan kering cenderung tinggi karena pada saat umur 50 hari rumput odotmencapai fase sebelum pertumbuhan bunga dan buah oleh karena itu kandungan nutrisi dalam rumput cukup tinggi jika dibandingkan umur 60 hari dan hal ini sebanding dengan Lugiyo (2006) menyatakan bahwa pemotongan tanaman pakan

Page 44: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

5

umumnya dilakukan pada akhir masa vegetative atau menjelang berbunga untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizinya tinggi. Winata, Karno dan Sutarno (2012) berpendapat bahwa tanaman tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rumput odot pada umur pemotongan 50 hari cenderung lebih tinggi daripada umur 40 hari dan umur 60 hari, pada perlakuan pertama (P0) terlihat lebih kecil nilainya daripada umur 40 hari dan 60 hari, namun pada saat perlakuan kedua dan seterusnya terlihat umur 50 hari lebih tinggi nilai kecernaannya dibandingkan umur 40 hari dan 60 hari sebesar (P1) 63,39 (P2) 62,74 dan (P3) 63,86% hal ini disebabkan oleh semakin tingginya umur pemotongan maka semakin rendah kecernaannya dikarenakan adanya proses lignifikasi tanaman dan hal ini sependapat dengan pernyataan Nisa. Sarwar, and Khan (2004) yang menyatakan bahwa tanaman rumput dan leguminosa yang dipangkas pada interval lebih lama nilai kecernaanya menurun, karena adanya peningkatan konsentrasi serat kasar yang dihasilkan dari proses lignifikasi. Anderson, (1982) menyatakan bahwa, hal ini juga kemungkinan bahwa dapat terjadi akibat tertundanya efektivitas degradasi pada dinding sel ternak yang mengkonsumsi hijauan silase yang lebih panjang, dengan demikian, berarti waktu retensi di reticulum dari fraksi yang tidak tercerna akan lebih lama, sehingga dapat menurunkan nilai kecernaan.

Pemberian molases pada silase rumput odot memberikan hasil yang nyata pada kecernaan bahan kering menurut Tabel 1 rata-rata KcBK tertinggi adalah dengan

Page 45: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

6

penambahan molases sebanyak 6%. Penambahan molases 6% mampu meningkatkan kecernaan dari 46,33% menjadi 61,53%, peningkatan kecernaan bahan kering dikarenakan molases mengandung karbohidrat (sukrosa) yang merupakan golongan disakarida yang mampu mempercepat proses ensilase sehingga nutrisi dalam silase tidak banyak yang terlarut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurul dkk (2012) menyataan bahwa penambahan molases sebagai sumber energi mikrobia sehingga mikrobia berkembang lebih banyak dalam proses pemeraman dan dengan bertambahnya mikrobia maka bermanfaat sebagai penyumbang kadar protein kasar.

Pemberian molases yang semakin tinggi memberikan efek kecernaan yang tinggi pula, karena molases selain mempunyai mineral yang disukai oleh ternak dan bau khas yang manis, molases juga mampu meningkatkan konsumsi ransum dalam pakan hal ini disampaikan oleh Budiarsana, Sutama, dan Djajanegara. (1994), menunjukkan bahwa penambahan tetes sebanyak 20% dalam konsentrat, dapat meningkatkan konsumsi ransum sebesar 58%. Pemberian tetes dalam konsentrat dimaksudkan untuk sumber energi siap pakai dan meningkatkan palatabilitas ransum. Interaksi antara penambahan molases dengan umur pemotongan berbeda sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering silase, penambahan molases mampu meningkatkan kecernaan bahan kering namun umur pemotongan menurunkan tingkat kecernaan bahan kering . Rata-rata perlakuan pemotongan umur dan molases yang terbaik adalah umur 50 hari dan pemberian molases sebanyak 6% dari jumlah segar rumput.

Page 46: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

7

4.3 Kecernaan Bahan Organik (KcBO) Kandungan nilai kecernaan bahan organik tersaji

dalam Tabel 2 yang menunjukan bahwa perbedaan umur pemotongan dan interaksi antara umur pemotongan dan level penambahan molases tidak memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Tabel 2. Kecernaan Bahan Organik rumput odot (%)

Umur

Molases Rata – rata

Perlakuan umur

P0 P1 P2 P3

U40 43,12 bc 53,11 fg 52,60 fg 54,89 fgh 50,93b

U50 39,67 ab 53.12 fg 59,09 h 57,02 gh 52,22b

U60 38,16 a 44.49 cde 43,85 bcd 50,40 f 44,22a

Rata – rata perlakuan molasses

40,31a 50,24b 51,84b 54,10b

Keterangan : Superskrip a-k yang berbeda pada rata rata nilai KcBO menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada perbedaan umur pemotongan dan penambahan molases.

Hasil penelitian memperlihatkan umur 50 lebih tinggi nilai kecernaannya jika dibandingkan dengan umur 40 hari dan umur 60 hari hal ini terlihat dari (P0) 39,67% (P1) 53,12 (P2)

Page 47: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

8

59,09 dan (P3) 57,02% hal ini disebabkan oleh semakin tua umur rumput maka kecernaan bahan organik akan cenderung turun hal ini disebabkan oleh menebalnya dinding sel tanaman yang dipengaruhi oleh umur tanaman dan hal ini sependapat dengan Surono, Soejono dan Budhi (2003) yang menyatakan bahwa kandungan dan nutrien bahan pakan menentukan kecernaan bahan pakan. Tanaman yang tua kandungan dinding selnya tinggi sehingga nilai kecernaannya bahan pakan menjadi rendah, sebaliknya tanaman yang belum tua kandungan isi sel (karbohidrat dan protein) yang tinggi menyebabkan kecernaan bahan pakan menjadi tinggi.

Rata-rata perlakuan umur pada silase rumput odot pada Tabel 2 diketahui bahwa umur pemotongan 50 hari mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata umur pemotongan 40 hari dan 60 hari, kecernaan silase rumput odotpada umur 50 hari (52,22%) lebih tinggi jika dibandingkan kecernaan rumput signal segar umur 50 hari hal ini dibuktikan dengan penelitian Mansyur dkk. (2008) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan organik menunjukkan umur pemotongan 30 hari (46,013%), umur pemotongan 50 hari (34,468%), umur pemotongan 60 hari (32,795%), dari hasil tersebut menunjukkan terjadi penurunan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik sejalan dengan meningkatnya umur pemotongan rumput.

Nilai rata-rata KcBO pada umur 40 hari mengalami kenaikan seiring dengan perlakuan penambahan molases yaitu sebesar (P0) 43,12, (P1) 53,11, (P2) 52,60 dan (P3) 54,89% hal ini disebabkan oleh semakin tinggi pemberian molases kecernaan bahan organik akan meningkat pula karena molases adalah karbohidrat mudah larut yang mampu mendukung bakteri asam laktat dalam proses ensilase dan hal ini

Page 48: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

9

sependapat dengan pernyataan Gunawan et al. (1988) menyatakan tujuan penambahan akselerator diantaranya yaitu untuk mendapatkan karbohidrat mudah terfermentasikan sebagai sumber energi bagi bakteri yang berperan dalam fermentasi sehingga mencepat kondisi asam dan menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri lain dan jamur yang tidak dikehendaki.

Penambahan molases 6% memberikan nilai kecernaan tertinggi hal ini dikarenakan molases adalah sumber karbohidrat yang digunakan mikrobia dalam proses ensilase, sehingga kandungan nutrisi silase tidak berkurang terlalu banyak, oleh karena itu dengan penambahan molases 6% mampu meningkatkan kecernaan dari 40,31%menjadi 54,10% hal ini sependapat dengan pernyataan Nurul dkk., (2012) menyataan bahwa penambahan molases sebagai sumber energi mikrobia sehingga mikrobia berkembang lebih banyak dalam proses pemeraman dan dengan bertambahnya mikrobia maka bermanfaat sebagai penyumbang kadar protein kasar.

Semakin tua umur pemotongan maka semakin tinggi produksi namun berbanding terbalik dengan kualitas nutrisinya (kandungan serat kasar meningkat, protein kasar menurun). Kualitas nutrisi hijauan dapat mempengaruhi tingkat kecernaan pada ternak ruminansia, hal ini sependapat dengan Zulbardi, Sugiarti, Hidayati dan Karto (1999) batas toleransi lignin untuk ternak ruminansia adalah 7%. Penurunan kecernaan bahan kering tanaman rami pada umur pemotongan 60 hari disebabkan oleh meningkatnya kandungan serat kasar dan lignin serta menurunnya kandungan protein kasar sehingga zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen sedikit.

Page 49: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

10

Interaksi antara penambahan molases dengan umur pemotongan berbeda sangat nyata (P<0.01)terhadap kecernaan bahan organik, penambahan molases mampu meningkatkan kecernaan bahan organik namun penambahan umur pemotongan menurunkan tingkat kecernaan bahan organik. Rata-rata perlakuan pemotongan umur dan molases yang terbaik adalah umur 50 hari dan pemberian molases sebanyak 6% dari jumlah segar rumput.

Page 50: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

11

Page 51: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecernaan yang terbaik dalam penelitian ini adalah silase rumput Odot yang dipanen umur 50 hari dan pemberian molases 6% dengan nilai KcBK 63,86% dan KcBO 57,2% jika dibandingkan umur pemotongan 50 hari dan 60 hari dengan pemberian molases 6%. 5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan untuk melakukan pemotongan rumput odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada umur pemotongan 50 hari dan penambahan molases 6%, karena cenderung memiliki nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik paling tinggi jika dibandingkan pada umur pemotongan 40 dan 60 hari dengan penambahan molases 6%.

Page 52: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

Page 53: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

1

DAFTAR PUSTAKA Anderson, R. 1982. Effect Of Stage Of Maturity and

Chop Length The Chemical Composition and Utilization Of Formic Acid-treated Ryegrass and Formic Acid Silage By Sheep. Grass Forage Sci. 27:139.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Budiarsana, I.G.M., I. K. Sutama, dan A. Dajajanegara. 1994. Molases dalam pakan domba ekor gemuk (DEG) fase pertumbuhan. Pros. Usahaternak Skala Kecil sebagai Basis Industri Peternakan di Daerah Padat Penduduk. Sub-Balai Penelitian Ternak Klepu. Semarang. p. 563-566.

Cullison, A.E. 1978. Feed And Feeding. Pretince – Hall Of India Private Hall. New Delhi – India

Gunawan, B. Tangendaja, D. Zainuddin, J. Darma dan A. Thalib. 1988. Silase. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Page 54: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

2

Hartadi, et al. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. :Yogyakarta.

Jhonson, R. 1966. Techniques and procedures for in vitro and in vivo rumen studies. J.Animal Science. 25 : 825 – 875.

Jovitry, I. 2011. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Daun Tanaman Indigofera sp. yang Mendapat Perlakuan Pupuk Cair untuk daun. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lasamadi, Rahman D., 2013, Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang Diberi Pupuk Organik EM4. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi : Manado

Lugiyo. 2006. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Produksi Hijauan Rumput Sorghum SP Sebagai Tanaman Pakan Ternak. Temu Teknis Tenaga Fungsional Pertanian, Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Mansyur, H. Djuned, N. P. Indrani, A. R. Tarmidi dan T. Dhalika. 2008. Kecernaan Rumput Signal (Brachiaria decumbens) yang Ditanam di

Page 55: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

3

Naungan Perkebunan Pisang pada Berbagai Umur Pemotongan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Fakultas Peternakan Universita Padjajaran.

Mansyur, L., A. H. Djuned dan T. Dhalika. 2005. Perubahan dalam Hasil Panen dan Kandungan Fraksi Serat Pada Tingkat Umur Pemotongan Rumput Setaria. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 8:29-36.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2010. Animal Nutrition. Seventh Edition. Ashford Colour Press. Gosport.

Muir, J.P., W.R. Ocumpaugh, and J.C. Read. 2003. Spring forage yield and nutritive value of Texas black medic accessions. Agron Journal. 95: 908-912.

Mulatsih,RT. 2003,Pertumbuhan Kembali Rumput Gajah Dengan Interval Devoliasi dan Dosis Pupuk yang Berbeda, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro : Semarang

Nisa M., M. Sarwar, and M.A. Khan. 2004. Influence of Urea Treated Wheat Straw With or Without Corn Steep Liquor on Feed Consumption, Digestibility and Milk Yield and Its

Page 56: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

4

Composition in Lactating Nili-Ravi buffaloes. Asian-Aust J Anim Sci. 17:825-830.

Nurul, A., M., M. Nasich, 2012 Pengaruh Penambahan Molases Terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas Bio. Fakultas Petrnakan, Universitas Brawijaya : Malang.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.

Purwawangsa, H. dan B. W. Putera. 2014. Pemanfaatan Lahan Tidur Untuk Penggemukan Sapi. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1(2). ISSN: 2355-6226.

Rahmadi, D., A. Muktiani, E. Pangestu, J. Achmadi, M. Christiyanto, Sunarso, Surono dan Surahmanto. 2003. Ruminologi Dasar. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Sekawan, Semarang.

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing House. New Delhi

Ratnakomala, Shanti, Gina Kartika, Yantyati Widyastuti. 2006, Pengaruh Inokulum Lactobacillus

Page 57: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

5

plantarum 1A-2 dan 1BL-2 terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) : Cibinong

Ridwan,R, Dkk 2005, Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus planlarum lBL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI : Cibinong

Rukmana, R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul, Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.

Sahanaya, M.C.C.D. 2017. Kualitas Fisik Dan Konsentrasi Nutrisi Silase Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv Mott) Pada Perbedaan Umur Pemotongan Dan Level Penambahan Molases. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya : Malang.

Santoso B., M. N. Lekito dan Umiyati. 2007. Komposisi Kimia dan Degradasi Nutrien Silase Rumput Gajah yang Diensilase dengan Residu Daun Teh Hitam. J. Animal Production Vol. 9 (3) : 160-165.

Surono,M.Soejono dan S.P.S.Budhi. 2003. Kecernaan Bahan Kerin g dan Bahan Organik In Vitro Silase Rumput Gajah pada Umur Pemotongan

Page 58: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

6

dan Level Aditif yang Berbeda, Animal Agricultural Journal. 1 (4)

Syarifuddin, N.A., 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum dan Setelah Enzilase Pada Berbagai Umur Pemotongan. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian UNLAM :Lampung

Tilley, J. M. A dan R. A. Terry. 1963. A Two Stage Technique For The In Vitro Digestion of Forage Crops. Journal of British Grassland 18 : 104 – 111.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Turangan, D., 2005, Pengaruh penambahan level pupuk N,P,K Terhadap Tanaman Brachiaria humidinola cv. Tully dan Pennisetum purpureum cv Mott Di Areal Penanaman

Page 59: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

7

Kelapa Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi: Manado

Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2th Ed Comstock Publishing Associates Advision of Corhell University Press. Ithaca, New York.

Widodo, F. Wahyono dan Sutrisno. 2012. Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, Produksi VFA dan NH3 Pakan Komplit dengan Level Jerami Padi Berbeda Secara In Vitro. Animal Agricultural Journal. 1 (1) : 215-230.

Winata, N. A. S. H., Karno, dan Sutarno. 2012. Pertumbuhan dan produksi hijauan gamal (Glirisidia sepium) dengan berbagai dosis pupuk organik. Animal Agriculture Journal Vol.1 (1) : 797-807.

Zulbardi, M., T Sugiarti, N. Hidayati dan A A Karto. 1999. Peluang Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu untuk Penggemukan Sapi Potong di Lahan Kering. Jurnal Wartoza Vol 8 No. 2. Balai Penenlitian Ternak, Bogor.

Page 60: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

8

Page 61: PENGARUH UMUR PEMOTONGAN DAN PENAMBAHAN …repository.ub.ac.id/8541/1/Gunawan Wibisono.pdf · Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti BCC(Brawijaya Chess Club)

9