PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE, KECERDASAN...
Transcript of PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE, KECERDASAN...
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE,
KECERDASAN EMOSIONAL, JENIS KELAMIN, USIA
PERKAWINAN DAN PENGHASILAN
TERHADAP PENYESUAIAN PERKAWINAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Amelia Suci Latifah
NIM: 1113070000125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
v
KUTIPAN DAN PERSEMBAHAN
Allah tidak membebani seseorang itu melainkan
sesuai dengan kesanggupannya
(QS. Al-Baqarah: 286)
Berdoa, Hadapi, Yakin
“ Skripsi ini ku persembahkan untuk mamaku yang terhebat, juga
Bapak dan kakakku yang baik hati, serta orang terkasih yang setia
menemani dan mendukung dalam penyelesaian skripsiku ”
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Oktober 2019
C) Amelia Suci Latifah
D) Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five, Kecerdasan Emosional, Jenis Kelamin,
Usia Perkawinan dan Penghasilan terhadap Penyesuaian Perkawinan
E) xii + 86 halaman + lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kepribadian big five
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticsm, openness,
kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan
terhadap penyesuaian perkawinan. Penelitian ini dilakukan pada 220 individu
Betawi yang telah menikah dengan usia perkawinan 1-5 tahun.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability
sampling yaitu purposive sampling. Penelitian ini menggunakan alat ukur
Dyadic Adjustment Scale (DAS) dikembangkan oleh Spanier (1976), Big Five
Inventory (BFI) dikembangkan oleh John, O. P & Srivastava, S. (1999) dan
Emotional Intelligence Scale dikembangkan Salovey & Mayer (1990).
Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan teknik Confirmatory Factor
Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70 dan untuk menguji hipotesis
penelitian menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan
software SPSS 21.
Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh variabel bebas yang digunakan
berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian perkawinan dengan proporsi
varian sebesar 16,4%, sedangkan sisanya 83,6% dipengaruhi oleh variabel lain
diluar penelitian. Sementara, hasil analisis masing-masing variabel secara
terpisah menunjukan bahwa variabel tipe kepribadian conscientiousness dan
openness to experience berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian
perkawinan. Sedangkan tipe kepribadian extraversion, agreeableness,
neuroticsm, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan
penghasilan tidak signifikan berpengaruh terhadap penyesuaian perkawinan.
G) Bahan Bacaan: 57 ; jurnal:38 + buku: 11 + artikel: 7 + skripsi:1
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) Oktober 2019
C) Amelia Suci Latifah
D) Influence of the Big Five Personality Types, Emotional Intelligence, gender,
duration of marriage and income on Marital Adjustment
E) xii + 86 pages + appendix
F) This study aims to examine the effect of big five personality types extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticsm, openness, emotional
intelligence, gender, duration of marriage and income on marital adjustment.
The study was conducted to 220 Betawi individuals who were married with a
marriage duration of 1-5 years.
The sampling technique used in this study is non-probability sampling
technique that is purposive sampling. In this study used Dyadic Adjustment
Scale (DAS) developed by Spanier (1976), Big Five Inventory (BFI) developed
by John, O. P & Srivastava, S. (1999) and Emotional Intelligence Scale
developed by Salovey & Mayer (1990). The validity of the measuring
instrument was tested using the Confirmatory Factor Analysis (CFA) technique
with Lisrel 8.70 software and to test the research hypothesis using multiple
regression analysis using SPSS 21 software.
The results of the study using multiple regression analysis showed that all
independent variables used had a significant effect on marital adjustment with
a variant proportion of 16.4%, while the remaining 83.6% is influenced by
other variables other than research. Meanwhile, the results of the analysis of
each variable separately show that the personality type variables
conscientiousness and openness to experience have a significantly to marital
adjustment. While personality types extraversion, agreeableness, neuroticsm,
emotional intelligence, gender, duration of marriage and income not significant
effect on marital adjustment.
H) Reference: 57 ; journal:38 + books: 11 + article: 7 + thesis: 1
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini penulis dibantu oleh berbagai pihak oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D., selaku wakil dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah beserta jajarannya.
3. Bapak Bahrul Hayat, Ph.D., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan memebrikan ilmu dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi, Psikolog., selaku dosen pembimbing skripsi
dan juga dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran serta memberikan
wawasan baru terhadap penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selama
ini memberikan ilmu, serta pengalaman selama masa studi penulis.
6. Seluruh responden penelitian yang bersedia meluangkan waktunya untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
ix
7. Kepada kedua orangtuaku Mama dan Bapak yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan tiada henti agar penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan dengan baik. Dan Kakakku Nur Annisa M, Kak Fauzi juga jagoan
kecilku Ghani sebagai moodbosterku.
8. Untuk teman seperjuanganku Mega Anggraeni dan Noor Uyun Nadhifah
terima kasih sudah berjuang bersama, saling support dan mendoakan satu sama
lain.
9. Raiza Gumala dan Ratna Dani terima kasih untuk waktu dan tenaga dalam
membantu penulis. Serta Zakia, Ria, Tami, Dea, Lia, Fathia dan Tisa terima
kasih sudah memberikan semangat dan dukungan
10. Juga untuk Vivi, Dewi Ratih, Riri, Donna, Shofi dan Annisa Mufliyanti
terimakasih sudah memberikan arahan, bantuan dan motivasi kepada penulis,
Dan teman-teman angkatan 2013 terutama kelas D yang telah memberikan
pengalaman baru selama penulis kuliah.
11. Kepada Dharma Adi Nugroho terima kasih sudah mendukung, memotivasi,
mendoakan dan bersedia menyempatkan waktu dalam membantu dan
menemani penulis.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan agar dapat
terselesaikannya penelitian ini.
Akhir kata sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat
untuk saat ini ataupun masa yang akan datang, khususnya bagi penulis dan bagi
siapa saja yang membaca.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 10
1.2.1 Pembatasan Masalah.................................................................... 10
1.2.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 12
1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................ .12
1.3.2 Manfaat Penelitian ...................................................................... .13
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 15
2.1 Penyesuaian Perkawinan ....................................................................... 15
2.1.1 Definisi Penyesuaian Perkawinan ............................................... 15
2.1.2 Dimensi Penyesuaian Perkawinan ............................................... 16
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan ................ 17
2.1.4 Alat Ukur Penyesuaian Perkawinan ............................................ 20
2.2 Tipe Kepribadian Big Five..................................................................... 20
2.2.1 Definisi Kepribadian Big Five ..................................................... 20
2.2.2 Trait-trait Kepribadian Big Five .................................................. 21
2.2.3 Alat Ukur Kepribadian Big Five .................................................. 26
2.3 Kecerdasan Emosional........................................................................... 27
2.3.1 Definisi Kecerdasan Emosional .................................................. 27
2.3.2 Dimensi Kecerdasan Emosional .................................................. 28
2.2.3 Alat Ukur Kecerdasan Emosional ............................................... 28
2.4 Faktor Demografi................................................................................... 29
2.5 Kerangka Berfikir Penelitian ................................................................. 29
2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 34
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 35
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.............................. 35
3.2 Variabel Penelitian................................................................................. 35
3.2.1 Definisi Operasional Variabel ..................................................... 35
3.3 Instrumen Pengumpulan Data................................................................ 38
xi
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................... 41
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Penyesuaian Perkawinan ........................ 43
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Tipe Kepribadian Big Five ..................... 45
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosional ........................... 50
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 52
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 58
4.1 Gambaran Subjek Penelitian.................................................................. 58
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................... 59
4.3 Kategorisasi Skor ................................................................................... 60
4.4 Hasil Uji Hipotesis ................................................................................. 63
4.5 Pengujian Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable ....... 68
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 72
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 72
5.2 Diskusi ................................................................................................... 73
5.3 Saran ...................................................................................................... 79
5.3.1 Saran Teoritis ............................................................................... 79
5.3.2 Saran Praktis ................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
LAMPIRAN ......................................................................................................... 87
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Skala Penyesuaian Perkawinan ................................. 39
Tabel 3.2 Blueprint Skala Tipe Kepribadian Big Five .............................. 40
Tabel 3.3 Blueprint Skala Kecerdasan Emosional .................................... 41
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Penyesuaian Perkawinan .......................... 44
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Extraversion ............................................. 46
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Agreeableness ........................................... 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Conscientiousness ..................................... 48
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Neuroticism ............................................... 49
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openess to Experience ............................. 50
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Kecerdasan Emosional ........................... 51
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ..................................................... 58
Tabel 4.2 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ..................................... 59
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ........................................................ 60
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ........................................................ 61
Tabel 4.5 Compare Mean Jenis Kelamin .................................................. 61
Tabel 4.6 Compare Mean Usia Perkawinan .............................................. 62
Tabel 4.7 Compare Mean Penghasilan ...................................................... 62
Tabel 4.8 Model Summary Analisis Regresi ............................................. 64
Tabel 4.9 Tabel Anova .............................................................................. 64
Tabel 4.10 Koefisien Regresi .................................................................... 65
Tabel 4.11 Proposi Varians Masing-Masing Independent Variable ......... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ...................................................... 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ............................................................... 87
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian .............................................................. 88
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram ....................................................... 97
Lampiran 4 Output Statistik Hasil Regresi .............................................. 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya, salah satu ikatan yang sah
dalam kehidupan dewasa adalah perkawinan. Menurut UU nomor 1 tahun 1974
pasal 1 tentang perkawinan definisi perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa (Kemenag, 2018). Adapun salah satu konsep yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kebahagiaan dan kepuasan perkawinan ialah penyesuaian
perkawinan. Kualitas penyesuaian perkawinan dapat mempengaruhi kebahagiaan
dan kepuasan pasangan suami dan istri pada berbagai tahap siklus hidup keluarga
(Manyam & Junior, 2014).
Penyesuaian perkawinan adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru
dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan
menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri (Duvall &
Miller, 1985). Penyesuaian perkawinan harus dilakukan secara terus menerus oleh
pasangan suami dan istri sepanjang rentang kehidupan. Hurlock (1980)
menjelaskan empat pokok yang paling umum dan paling penting bagi kebahagiaan
perkawinan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual,
penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing
pasangan.
2
Penyesuaian perkawinan paling banyak dilakukan pada usia awal
perkawinan. Tahun-tahun awal perkawinan merupakan periode pasangan suami dan
istri untuk memulai menyesuaikan satu sama lain. Clinebell dan Clinebell (dalam
Anjani, 2006) periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri, krisis
muncul saat pertama kali memasuki jenjang perkawinan. Hal ini karena pasangan
suami dan istri memasuki orientasi kehidupan baru sehingga penyesuaian
perkawinan perlu dilakukan.
Menurut Gultom (2018) dalam usia dua tahun pertama perkawinan
merupakan tahun yang sulit bagi pasangan suami dan istri. Setelah menikah
kebiasaan yang baik dan buruk akan nampak dalam suatu hubungan. Banyak
masalah yang harus diselesaikan bersama seperti masalah yang mengatur keuangan,
menangani mertua atau keluarga besar lainnya, serta kehadiran bayi akan mengubah
pola hidup pengantin baru yang awalnya masih lajang.
Penyesuaian terhadap latar belakang budaya juga diperlukan dalam
kehidupan rumah tangga. Karena setiap budaya memiliki ciri khas dan tradisi
perkawinan yang berbeda-beda, salah satunya ialah budaya Betawi. Budaya Betawi
adalah kelompok etnis asli yang tinggal di kawasan Jakarta. Menurut Saidi (2018)
perkawinan budaya Betawi zaman dahulu tidak terjadi karena cinta dengan cinta,
tetapi didasarkan kepada pilihan orang tua. Banyak suami tidak mengizinkan istri
bekerja dan aktif di luar rumah. Istri hanya diizinkan mengurus anak dan pergi
mengaji ke majelis taklim. Wanita yang telah menikah juga dikenal dengan “3UR”
yakni dapur, sumur dan kasur.
3
Saat ini kaum wanita salah satunya wanita Betawi memiliki kesempatan
memberdayakan diri. Sehingga citra wanita yang biasanya hanya dikaitkan dengan
ranah domestik, telah banyak mengalami perubahan. Banyak wanita Betawi yang
saat ini telah bekerja dengan suka rela bekerja dan membuka usaha demi membantu
perekonomian keluarga (Elfira, 2012).
Dalam institusi perkawinan terdapat dua hal yang khas dalam kejiwaan
masyarakat Betawi yang tampak yaitu sifat egaliter dan sifatnya yang humoris. Sifat
egaliter Betawi ialah dapat menikah dengan suku mana saja dan ras mana saja
asalkan sama-sama beragama Islam seperti prinsip yang dianut orang Betawi. Dan
juga sifat humoris dari orang Betawi sangat menonjol pada keseharian dalam
berinteraksi. Sehingga individu Betawi dalam membangun hubungan dengan orang
lain cenderung lebih mudah (Chaer, 2015).
Muntaco (dalam Hamdan, 2005) juga mengatakan karakteristik masyarakat
Betawi adalah sebuah kebudayaan etnis yang tahan banting, kukuh terhadap
keyakinan dan pandangan hidup yang dianut. Kejujuran dan keterbukaan dalam
masyarakat Betawi tampak dalam keseharian mereka, terlihat dalam komunikasi
mereka sehari-hari. Perbedaan karakteristik dengan budaya dalam berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain masyarakat Betawi terkenal dengan “nyablak”
yaitu spontanitas dan ceplas-ceplos, sedangkan budaya seperti Jawa dan Sunda
terkenal dengan kelembutan, pemalu dan pendiam (Diah, 2017).
Seiring perkembangan zaman hingga saat ini juga terdapat beberapa
perubahan sosial dan kekhasan Betawi yang semakin menurun dan cenderung
hilang salah satu faktornya adalah perbedaan kepribadian. Nursyifa (2017)
4
perubahan masyarakat Betawi saat ini lebih individual dalam berinteraksi dan
hubungan dengan orang lain berdasarkan keuntungan saja. Kegiatan sosial seperti
gotong royong juga sudah jarang dilakukan khususnya pada anak muda baik yang
belum menikah maupun yang baru menikah. Sehingga kurangnya interaksi dan
komunikasi membuat individu sulit dalam melakukan penyesuaian dengan orang
lain.
Menurut data perceraian Pengadilan Agama di Jakarta Selatan yang
mayoritas masyarakat Betawi dalam tiga tahun terakhir cenderung tinggi.
Perceraian di Jakarta Selatan tahun 2016 sejumlah 3.249, tahun 2017 sejumlah
2.921 dan tahun 2018 sejumlah 3.052. Salah satu penyebab perceraian adalah
perselisihan dan pertengkaran terus menerus, ekonomi dan meninggalkan salah satu
pihak (Hidayat, 2018). Dan perceraian tertinggi didominasi oleh usia perkawinan
di bawah lima tahun (Nasrullah, 2017).
Berdasarkan tingginya angka perceraian dan penyebabnya dapat dijelaskan
bahwa masyarakat Betawi masih terjadi kesulitan dalam melakukan penyesuaian di
dalam rumah tangga. Pertengkaran dan perselisihan sering terjadi karena
ketidakmampuan dalam mengelola emosi dengan baik. Terutama pada saat usia
perkawinan satu hingga lima tahun pertama. Seringkali bahasa Betawi yang
nyablak dapat menyebabkan ketersinggungan. Sehingga kecerdasan emosional
sangat diperlukan dalam hubungan masyarakat terutama dalam hubungan rumah
tangga (Saidi, 2018).
Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab suami istri dalam perkawinan
akan berdampak pada keberhasilan hidup rumah tangga (Hurlock, 1980). Dalam
5
penelitian yang dilakukan oleh Manju (2016) menunjukkan bahwa penyesuaian
perkawinan yang baik memiliki tingkat depresi yang lebih rendah dan penyesuaian
perkawinan yang buruk memiliki tingkat depresi lebih tinggi. Sehingga
penyesuaian perkawinan diperlukan untuk proses-proses dalam memperoleh suatu
hubungan suami istri yang seimbang dan fungsional (Bradbury, Fincham & Beach,
2000).
Penyesuaian perkawinan juga menuntut kematangan untuk menerima dan
memahami pertumbuhan dan perkembangan pasangan, jika pertumbuhan tidak
terwujud, maka terjadi kematian dalam hubungan perkawinan (Nema, 2013). Pada
kenyataannya tidak ada perkawinan yang di dalamnya tanpa permasalahan rumah
tangga. Masalah muncul saat suami dan istri mulai memasuki lingkungan baru dan
mulai belajar berinteraksi kepada pasangan dan keluarga masing-masing pasangan.
Walau sudah matang dipersiapkan dan pasangan telah menjalani perkenalan yang
cukup mendalam, perselisihan dan konflik rumah tangga tidak dapat dihindari.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan
adalah tipe kepribadian. Salah satu tipe kepribadian yaitu lima dimensi atau yang
sering disebut dengan tipe kepribadian big five. Lima dimensi tipe kepribadian big
five seperti extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness to experiences (Costa & McCrae, 1992). Boucard, Lussie dan Sabourin
(1999) menunjukkan bahwa tipe kepribadian merupakan faktor yang signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan pria dan wanita.
Hasil penelitian yang dilakukan Boucard, Lussie & Sabourin (1999)
menunjukkan bahwa wanita yang tinggi pada agreeableness dan openness dan laki-
6
laki yang tinggi pada agreeableness, openness dan conscientiousness lebih mudah
menyesuaikan perkawinan dibanding dengan neuroticism yang tinggi. Individu
dengan neuroticism mengalami emosi negatif dan cenderung melihat pasangannya
dengan cara yang ideal yang pada gilirannya mempengaruhi penyesuaian yang
lebih rendah.
Penelitian yang dilakukan Ghaemian & Glholami (2010) menunjukkan
terdapat korelasi negatif antara neurotisme terhadap penyesuaian perkawinan dan
korelasi positif antara tipe kepribadian lainnya agreeableness, extraversion,
openness terhadap penyesuaian perkawinan. Penelitian lainnya yang juga dilakukan
Nemechek (1999) penyesuaian perkawinan yang lebih besar dikaitkan dengan skor
yang lebih tinggi pada extraversion dan openness to experience. Dan tidak ada
hubungan yang signifikan pada neuroticism, agreeableness, dan conscientiousness.
Selain tipe kepribadian, yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan
adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional juga memiliki peran penting
dalam membentuk penyesuaian perkawinan. Penelitian yang dilakukan Tabinda
dan Amina (2013) menunjukkan kecerdasan emosional sebagai prediktor
penyesuaian perkawinan. Seseorang yang cerdas secara emosi mampu membangun
hubungan seumur hidup. Kompetensi ini membantu orang mengembangkan
toleransi dan mengatasi stres kehidupan ketika individu mempengaruhi pasangan,
diri mereka sendiri, dan hubungan mereka. Kecerdasan emosional memfasilitasi
dalam mengenali motivasi, perasaan, dan keinginan seseorang yang penting dalam
komunikasi yang efektif dengan pasangan.
7
Penelitian lain yang dilakukan Dildar, Bashir dan Shoaib (2012)
menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional berkorelasi positif dengan
penyesuaian perkawinan. Kecerdasan emosional dan penyesuaian perkawinan
sangat terkait satu sama lain. Pemahaman persepsi emosi dan penalaran tentang
emosi dan mengatur atau mengelola emosi adalah penting dalam perkawinan.
Penelitian juga dilakukan oleh Pandey & Anand (2010) orang yang cerdas secara
emosional memperhatikan saat orang lain mengalami emosi dan dapat secara akurat
mengidentifikasi emosi.
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan adalah
faktor demografi seperti jenis kelamin, usia perkawinan, dan penghasilan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nema (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan pada laki-laki serta wanita terhadap penyesuaian perkawinan. Laki-
laki memiliki tingkat penyesuaian yang lebih baik daripada wanita. Laki-laki
memiliki kemampuan menjaga keseimbangan antara keluarga dan masyarakat.
Bertanggung jawab atas kebutuhan anggota keluarga dan kelancaran fungsi
keluarga, mampu membuat distribusi peran yang sama di antara anggota keluarga
dibanding dengan wanita dalam menyesuaikan waktu dan energi untuk anak-anak,
pasangan, dan kegiatan rumah tangga, kegiatan keagamaan dan sosial.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ozmen dan Atik (2010) hasil
penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dalam hubungan perkawinan lebih baik
menyesuaikan daripada wanita. Hal ini karena laki-laki kurang fleksibel dalam
membahas kesetaraan antara pasangan dan berbicara tentang kebutuhan dan
harapan dan membatasi ekspresi emosional. Sedangkan wanita lebih cenderung
8
menunjukkan pengungkapan diri dan kedekatan dalam perkawinan hubungan
daripada laki-laki.
Faktor usia perkawinan juga dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan.
Usia perkawinan adalah waktu yang telah berlalu sejak hari perkawinan dan
digunakan sebagai ukuran perjalanan hidup (Jalovaaraa, 2002). Hurlock (1980)
menyatakan bahwa tahun-tahun pertama perkawinan, pasangan harus
menyesuaiakan terhadap satu sama lain. Sementara dalam melakukan penyesuaian
perkawinan sering timbul ketegangan emosional yang dipandang sebagai periode
rentan bagi pasangan yang baru menikah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hinchliff dan Gott (2004) menunjukkan
bahwa usia perkawinan yang lama meningkatkan keintiman seksual pada pasangan
karena mampu saling mengenal lebih baik, tahu hal yang disuka dan yang tidak
disuka satu sama lain dan memiliki hubungan yang lebih dekat sebagai pasangan.
Penelitian lain yang dilakukan Manju (2016) mengatakan bahwa wanita yang
memiliki usia perkawinan 1-5 tahun mengalami penyesuaian perkawinan yang
lebih baik dibanding wanita yang memiliki usia perkawinan 5 sampai 10 tahun.
Faktor penghasilan juga dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan.
Hurlock (1980) mengatakan adanya dan kurangnya uang memiliki pengaruh yang
besar terhadap penyesuaian pasangan suami istri dalam perkawinan. Istri cenderung
memiliki sedikit pengalaman dalam hal mengelola keuangan untukkelangsungan
hidup keluarga. Suami juga terkadang mengalami kesulitan dalam menyesuaiakan
diri dengan keuangan, khususnya jika istri bekerja di luar rumah dan berhenti
setelah memiliki anak pertama sehingga mengurangi pendapatan keluarga.
9
Penelitian yang dilakukan Conger dan Martin (2010) menunjukkan bahwa
pendapatan yang rendah, ketidakstabilan keuangan, atau masalah ekonomi
dikaitkan dengan tingkat kualitas perkawinan yang lebih rendah. Hal ini karena
faktor pendapatan yang rendah menyebabkan stress dan kerenggangan dalam suatu
hubungan. Iloyd (dalam Jamabo & Urdu, 2012) mengungkapkan bahwa ekonomi
merupakan faktor pendukung penyesuaian perkawinan, hal itu menyimpulkan
bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin rendah kemungkinan perceraian.
Penelitian yang dilakukan oleh Kinnunen dan Feldt (dalam Makvana, 2014)
menyimpulkan bahwa pengangguran suami sangat terkait dengan penyesuaian
perkawinan. Pasangan dengan sumber daya ekonomi yang lebih baik dapat
menyesuaikan perkawinan dibandingkan dengan mereka yang memiliki sumber
daya ekonomi terbatas.
Individu yang memiliki jumlah penghasilan yang tinggi dan memiliki sedikit
tanggungan keluarga yang dibiayai lebih mudah dalam melakukan penyesuaian dan
semakin rendah dalam tingkat perceraian. Dibanding dengan individu dengan
penghasilan tinggi dan memiliki banyak tanggungan yang dibiayai akan lebih sulit
menyesuaikan perkawinan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi harapan yang
melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan
dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah
dalam perkawinan (Fowers & Olson, 1993)
Berdasarkan fenomena dan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang tipe kepribadian big
five, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan yang
10
berkaitan dengan penyesuaian perkawinan. Oleh karena itu penulis akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five, Kecerdasan
Emosional, Jenis Kelamin, Usia Perkawinan dan Penghasilan terhadap
Penyesuaian Perkawinan”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, ada banyak faktor yang mempengaruhi penyesuaian
perkawinan, namun masalah utama yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
pengaruh tipe kepribadian big five, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia
perkawinan dan penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan. Untuk menghindari
ketidakjelasan dan meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis
perlu memberikan batasan penelitian sebagai berikut:
1. Penyesuaian perkawinan adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada diri pasangan dan
lingkungan dalam kehidupan perkawinan (Spanier dalam Graham, Liu &
Jeziorski, 2006).
2. Tipe Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian
big five, yaitu extraversion, agreeableness, counscientiousness, neuroticism,
openness to experiences (Costa & McCrae, 1992).
3. Kecerdasan Emosional adalah mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
kemampuan memahami, mengakses dan menghasilkan emosi sehingga dapat
membantu dalam berpikir untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional
11
serta mengatur emosi untuk mendorong pertumbuhan emosi dan intellektual
(Salovey & Mayer, 1997)
4. Faktor Demografi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Jenis kelamin laki-laki dan wanita.
2. Usia perkawinan 1-5 tahun pertama.
3. Penghasilan total pada pasangan suami istri dalam satu bulan berdasarkan
tinggi dan rendah serta jumlah tanggungan dalam keluarga.
5. Sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki dan wanita Betawi yang telah
menikah yang bukan pasangan suami dan istri dan usia perkawinann satu hingga
lima tahun pertama.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian big five
terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian extraversion
terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian agreeableness
terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian
conscientiousness terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian neuroticism
terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
12
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian openness to
experience terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel tipe kepribadian kecerdasan
emosional terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel jenis kelamin terhadap
penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel usia perkawinan terhadap
penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel penghasilan terhadap
penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
11. Variabel manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi?
12. Seberapa besar proporsi varians penyesuaian perkawinan dari masing-masing
variabel?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian big five extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism dan openness to experience terhadap
penyesuaian perkawinan budaya Betawi.
2. Untuk menguji pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian
perkawinan budaya Betawi.
13
3. Untuk menguji pengaruh faktor demografi (jenis kelamin, usia perkawinan, dan
penghasilan) terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi.
4. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian big five, kecerdasan emosional dan
faktor demografi terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi.
1.3.2 Manfaat Penelitian :
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pengaruh tipe kepribadian big five, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia
perkawinan dan penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan wawasan tentang
kajian ranah psikologi terutama psikologi keluarga, psikologi perkembangan dan
psikologi sosial.
3. Penelitian ini dapat memberikan gambaran serta informasi bagi pembaca yang
berniat melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh tipe kepribadian big
five, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan, dan penghasilan
terhadap penyesuaian perkawinan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
1. Mendorong pasangan suami dan istri untuk dapat melakukan penyesuaian yang
lebih baik saat memasuki kehidupan perkawinan. Hal ini sebagai bentuk
motivasi untuk mencapai pada kualitas perkawinan.
14
2. Memberikan gambaran kepada pemerintah untuk dapat mewajibkan konseling
pranikah kepada calon pasangan yang akan melaksanakan perkawinan. Hal ini
sebagai penunjang dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang akan
dihadapi oleh pasangan suami dan istri.
3. Sebagai bentuk upaya pembelajaran untuk meningkatkan penyesuaian
perkawinan dalam kehidupan sehari-hari, melalui referensi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penyesuaian Perkawinan
2.1.1 Definisi Penyesuaian Perkawinan
Penyesuaian perkawinan berasal dari kata penyesuaian dan perkawinan.
Penyesuaian menurut Chaplin (2001) adalah variasi dalam kegiatan organisme
untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan;
menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Duvall
dan Miller (1985) perkawinan adalah hubungan yang diakui secara sosial antara
pria dan wanita yang memberikan hubungan seksual, keturunan, dan membagi
peran antara suami dan istri.
Spanier (dalam Graham, Liu & Jeziorski, 2006) mendefinisikan penyesuaian
perkawinan adalah tindakan yang dilakukan individu untuk melakukan adaptasi
terhadap perubahan yang terjadi pada diri pasangan dan lingkungan dalam
kehidupan perkawinan. Duvall dan Miller (1985) menyatakan bahwa penyesuaian
perkawinan adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai
hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung
jawab dan memainkan peran sebagai suami istri.
Menurut Degenova (2008) penyesuaian perkawinan adalah proses perubahan
dan penyesuaian pola perilaku antara suami dan istri untuk mencapai kesepahaman
dalam perkawinan. Nema (2013) penyesuaian perkawinan adalah proses panjang
dalam hidup, bahkan jika dua orang saling mengenal sebelum atau pada saat
perkawinan, ada kemungkinan bahwa orang berubah selama siklus hidup.
16
Sinha (2016) penyesuaian perkawinan adalah keadaan di mana ada perasaan
keseluruhan pada suami dan istri tentang kebahagiaan dan kepuasan dengan
pernikahan mereka dan dengan satu sama lain. Kendrick dan Drentea (2016)
menggambarkan penyesuaian perkawinan ialah bagaimana pasangan beradaptasi
dan digunakan dalam memprediksi keberhasilan perkawinan.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas definisi penyesuaian
perkawinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang dikemukakan
oleh Spanier (dalam Graham, Liu & Jeziorski, 2006) penyesuaian perkawinan
adalah tindakan yang dilakukan individu untuk melakukan adaptasi terhadap
perubahan yang terjadi pada diri pasangan dan lingkungan dalam kehidupan
perkawinan.
2.1.2 Dimensi-dimensi Penyesuaian Perkawinan
Dimensi-dimensi penyesuaian perkawinan menurut Spanier (dalam Graham, Liu &
Jeziorski, 2006) terdiri dari empat dimensi, diantaranya:
1. Dyadic Consensus atau Kesepakatan Hubungan
Dyadic Consensus adalah sejauh mana pasangan memiliki kesepakatan tentang
aspek-aspek penting dalam kehidupan perkawinan. Kesepakatan antara pasangan
suami dan istri dalam berbagai masalah perkawinan seperti keuangan, rekreasi,
keagamaan.
2. Dyadic Satisfaction atau Kepuasan Hubungan
Dyadic satisfaction adalah sejauh mana masing-masing pasangan mampu
merasakan kepuasan dalam kehidupan perkawinan yang mereka jalani. Derajat
17
kepuasan dalam hubungan adalah bagaimana pasangan suami dan istri mampu
menjalankan peran dalam rumah tangga dengan baik.
3. Dyadic Cohesion atau Kedekatan Hubungan
Dyadic cohesion adalah mengacu pada kebersamaan pasangan atau sejauh mana
pasangan melakukan kegiatan secara bersama-sama dan menikmati kebersamaan
yang ada. Banyaknya waktu yang dihabiskan bersama akan mempengaruhi
kepuasaan individu terhadap perkawinan.
4. Affectional Expression atau Afeksi Ekspresi
Affectional Expression adalah sejauh mana pasangan mampu menunjukkan
perasaan atau kasih sayang yang dimilikinya kepada pasangannya dalam berbagai
keadaan. Pada sebagian orang tidak mudah membiarkan orang lain mengetahui
siapa mereka, apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka pikirkan, mereka
mungkin takut jika orang lain benar-benar mengetahui mereka, mereka akan ditolak
oleh lingkungan dan orang yang dicinta.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan pada individu ada
bermacam-macam. Beberapa ahli menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan
dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
perkawinan adalah sebagai berikut :
1. Ekonomi
Penelitian yang dilakukan Iloyd (dalam Jamabo & Urdu, 2012) mengungkapkan
bahwa ekonomi merupakan faktor pendukung penyesuaian perkawinan, mereka
percaya bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin rendah kemungkinan
18
perceraian. Conger dan Martin (2010) menunjukkan bahwa pendapatan yang
rendah, ketidakstabilan keuangan, atau masalah ekonomi dikaitkan dengan tingkat
kualitas perkawinan yang lebih rendah. Hal ini karena faktor pendapatan yang
rendah menyebabkan stress dan kerenggangan dalam suatu hubungan. Hasil
penelitian yang dilakukan Dildar, Bashir dan Shoaib (2012) pendapatan keluarga
memiliki hubungan langsung dengan penyesuaian perkawinan.
2. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan Nema (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan terhadap laki-laki serta wanita terhadap penyesuaian perkawinan. Laki-
laki memiliki kemampuan menjaga keseimbangan antara keluarga dan masyarakat.
Bertanggung jawab atas kebutuhan anggota keluarga dan kelancaran fungsi
keluarga, mampu membuat distribusi peran yang sama di antara anggota keluarga
dan dibanding dengan wanita yang memikul lebih banyak tanggung jawab daripada
laki-laki, menyesuaikan waktu dan energi untuk anak-anak, pasangan, dan kegiatan
rumah tangga, kegiatan keagamaan dan sosial.
3. Usia Perkawinan
Dalam penelitian Manju (2016) menunjukkan bahwa usia perkawinan
mempengaruhi penyesuaian perkawinan. Wanita yang menikah kurang dari lima
tahun lebih baik menyesuaikan dibandingkan dengan wanita yang lebih dari lima
tahun menikah. Kebahagiaan perkawinan lebih rendah dalam perkawinan durasi
panjang daripada durasi pendek juga memberi alasan untuk mengharapkan
perubahan perkembangan karena hubungan menjadi rutin, evaluasi keseluruhan
dari hubungan juga menurun (Johnson, Amoloza & Booth, 1992).
19
4. Tipe Kepribadian
Penlitian yang dilakukan oleh Boucard, Lussie dan Sabourin (1999) menunjukkan
bahwa tipe kepribadian merupakan prediktor yang signifikan penyesuaian
perkawinan untuk pria dan wanita. Ghaemian & Glholami (2010) menunjukkan
bahwa terdapat korelasi negatif antara neurotisme terhadap penyesuaian
perkawinan dan korelasi positif antara tipe kepribadian lainnya agreeableness,
extraversion, openness terhadap penyesuaian perkawinan.
5. Kecerdasan Emosional
Dalam penelitian menemukan bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi kualitas
perkawinan, salah satunya adalah penyesuaian perkawinan. Batool dan Khalid
(2012) dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat hubungan positif yang
signifikan antara kecerdasan emosional dan indikator kualitas perkawinan, yaitu
penyesuaian perkawinan.
6. Coping Strategies
Strategi coping seseorang mempengaruhi penyesuaian perkawinan. Penelitian
Belanger, et al (2014) menemukan bahwa seseorang yang cenderung menghindari
masalah menunjukkan kurangnya penyesuaian perkawinan. Penelitian lainnya
menunjukkan seseorang yang lebih menggunakan strategi problem-focused
memiliki penyesuaian perkawinan yang lebih baik (Hooda & Singh, 2014).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan faktor tipe kepribadian, kecerdasan
emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan ekonomi (penghasilan).
20
2.1.4 Alat Ukur Penyesuaian Perkawinan
Dalam penelitian ini alat ukur yang akan digunakan adalah alat ukur baku Diadic
Adjustment Scale (DAS) yang dikembangkan oleh Spanier (dalam Graham, Liu &
Jeziorski, 2006). Untuk mengukur penyesuaian perkawinan. Alat ukur ini
berbentuk skala yang terdiri dari empat dimensi yaitu dyadic consensus, dyadic
statisfaction, dyadic cohesion dan affectional expressiondengan total item
keseluruhan 32 item. Pada dimensi dyadic consensus terdiri dari 13 item, pada
dimensi dyadic statisfaction terdiri dari 10 item, dyadic cohesion terdiri dari 5 item
dan affectional expression terdiri dari 4 item.
2.2 Tipe Kepribadian Big Five
2.2.1 Definisi Kepribadian Big Five
Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Suryabarata, 2011) adalah organisasi
dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang
khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Sedangkan Pervin dan John
(2005) mendefinisikan kepribadian adalah karakteristik seseorang yang
menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan tindakan.
Costa dan McCrae (1992) mengembangkan dan menguji five-factor model,
yang dikenal dengan big five yaitu neuroticism, extraversion, openness,
conscientiousness, dan agreeableness. Definisi model lima faktor kepribadian
menurut Costa dan McCrae (1992) adalah organisasi hierarkis karakteristik
kepribadian dalam lima tipe dasar Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness,
Neuroticism, dan Openness to Experience. Pervin (2005) mengatakan bahwa model
lima faktor dibangun berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana.
21
Feist dan Feist (dalam Pervin, 2005) menjelaskan tipe kepribadian big five
merupakan suatu pendekatan yang digunakan di bidang psikologi untuk melihat
kepribadian melalui traits yang tersusun dari lima aspek yang telah dibentuk dengan
faktor analisis. Soto (2018) kepribadian lima besar yaitu extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experienceadalah
serangkaian lima dimensi sifat bipolar yang luas yang membentuk model struktur
kepribadian yang paling banyak digunakan.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan definisi tipe kepribadian big five
dari Costa dan McCrae (1992) model lima faktor kepribadian adalah organisasi
hierarkis karakteristik kepribadian dalam lima tipe dasarExtraversion,
Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to Experience.
2.2.2 Trait-trait Tipe Kepribadian Big Five
Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif menetap secara terus menerus
dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan. Trait-trait dari tipe
dari kepribadian Big Five yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae (1992)
adalah sebagai berikut :
1. Extraversion (E)
Tipe kepribadian extraversion adalah dimensi yang mendasari kelompok luas ciri-
ciri, termasuk kemampuan bersosialisasi, aktivitas, dan kecenderungan untuk
mengalami emosi positif seperti kegembiraan dan kesenangan (Costa & McCrae,
1992). Seseorang yang memiliki extraversion yang tinggi dapat bersosialisasi, aktif,
senang bercakap-cakap, berorientasi pada orang, optimis, menyukai kesenangan.
Seseorang dengan extraversion yang rendah menggambarkan orang yang menahan
22
diri, tidak gembira, menyendiri, berorientasi pada tugas, menarik diri,
pendiam.Terdapat facet-facet dalam extraversion, yaitu:
a. Gregariousness (E1) kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi
dengan orang banyak.
b. Assertiveness (E2) individu yang cenderung tegas.
c. Activity (E3) individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki energi
dan semangat yang tinggi.
d. Excitement-seeking (E4) individu yang suka mencari sensasi dan suka
mengambil resiko.
e. Positive Emotion (E5) kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang
positif seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan.
f. Warmth (E6) kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih sayang.
2. Agreeableness (A)
Tipe kepribadian yang menilai orientasi interpersonal seseorang dalam pemikiran,
perasaan, dan tindakan. Seseorang yang memiliki agreeableness yang tinggi dapat
digambarkan sebagai seseorang yang lembut, ramah, dipercaya, membantu,
memaafkan, mudah dibujuk, terang-terangan. Seseorang dengan agreeableness
yang rendah digambarkan orang yang kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam,
bengis, pemarah, manipulatif. Terdapat facet-facet dalam agreeableness, yaitu :
a. Trust (A1) individu yang memiliki tingkat kepercayaan individu terhadap orang
lain.
b. Straightforwardness (A2) individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam
menyatakan sesuatu.
23
c. Altruism (A3) individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk
membantu orang lain.
d. Compliance (A4) karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal.
e. Modesty (A5) individu yang sederhana dan rendah hati.
f. Tender-mindedness (A6) simpati dan peduli terhadap orang lain.
3. Conscientiousness (C)
Tipe kepribadian menilai tinggi organisasi, ketekunan, dan motivasi dalam perilaku
berarah tujuan. Berlawanan dengan orang yang bergantung kepada orang lain dan
cerewet dengan mereka yang malas dan pembangkang. Seseorang yang memiliki
conscientiousness yang tinggi dapat digambarkan orang yang terorganisir, dapat
diandalkan, pekerja keras, disiplin diri, tepat waktu, cermat, rapi, ambisius, keras
hati. Seseorang dengan conscientiousness yang rendah digambarkan sebagai orang
yang tidak berjuang, tidak dapat diandalkan, malas, acuh, sembrono, lemah niat,
hedonistis. Terdapat facet-facet dalam conscientiousness:
a. Competence (C1) individu yang memiliki kesanggupan, efektifitas, dan
kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu.
b. Order (C2) individu yang memiliki kemampuan mengorganisasi.
c. Dutifulness (C3) individu yang memegang erat prinsip hidup.
d. Achievement-striving (C4) aspirasi individu dalam mencapai prestasi.
e. Self-disciplin (C5) individu yang mampu mengatur diri sendiri.
f. Deliberation (C6) selalu berpikir dahulu sebelum bertindak.
24
4. Neuroticism (N)
Tipe kepribadian yang menilai penyesuaian versus ketidakstabilan emosional.
Mengindentifikasikan individu yang rentan terhadap tekanan psikologis, ide yang
tidak realistis, kecanduan atau dorongan yang berlebihan, dan respon coping yang
maladapif. Seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi dapat digambarkan
sebagai seseorang yang cemas, gugup, emosional, tidak aman, tidak cakap.
Seseorang dengan neuroticism yang rendah digambarkan orang yang tenang, rileks,
tidak emosional, kukuh, aman, puas diri. Terdapat facet-facet dalam neuroticism
yaitu:
a. Anxiety (N1) kecenderungan gelisah, penuh ketakukan, merasa khawatir, gugup
dan tegang.
b. Hostility (N2) kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh
dengan kebencian.
c. Depression (N3) kecenderungan untuk mengalami depresi pada diri sendiri.
d. Self-consciousness (N4) kecenderungan menunjukkan rasa malu, merasa tidak
nyaman di antara orang lain, terlalu sensitif, merasa rendah diri.
e. Impulsive (N5) tidak mampu mengontrol keinginan yang berlebihan atau
dorongan untuk melakukan sesuatu.
f. Vulnerability (N6) kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stres,
bergantung pada orang lain, mudah menyerah, dan panik bila menghadapi
sesuatu yang datang mendadak.
25
5. Openness to Experience (O)
Tipe kepribadian yang menilai pencarian proaktif dan penghargaan terhadap
pengalaman untuk dirinya sendiri, toleransi dan eksplorasi terhadap yang tidak
biasa. Seseorang yang memiliki openness to experience yang tinggi dapat
digambarkan sebagai orang ingin tahu, minat yang luas, kreatif, orisinal, imajinatif,
tidak tradisional. Seseorang dengan openness to experience yang rendah dapat
dicirikan sebagai orang yang konvensional, ketertarikannya sempit, dan tidak
analitis. Terdapat facet-facet dalam openness to experience, yaitu:
a. Fantasy (O1) individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif.
b. Aesthetic (O2) individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan
keindahan.
c. Feeling (O3) individu yang menyadari dan menyelami emosi dan perasaannya
sendiri.
d. Action (O4) individu yang memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal baru.
e. Ideas (O5) individu yang memiliki pikiran terbuka dan mau menyadari ide baru
dan tidak konvensional.
f. Values (O6) kesiapan individu untuk menguji ulang nilai-nilai sosial, politik dan
agama.
26
Tabel 2.1 Karakteristik Tipe Kepribadian Big Five
Skala Trait Skor Tinggi Skor Rendah
Extraversion Dapat bersosialisasi, aktif, senang
bercakap-cakap, berorientasi
pada orang, optimis, menyukai
kesenangan,
Menahan diri, tidak gembira,
menyendiri, berorientasi pada
tugas, menarik diri, pendiam
Agreeableness Lembut, ramah, dapat dipercaya,
membantu, pemaaf, mudah
dibujuk, terus terang
Kasar, curiga, tidak
kooperatif, pendendam,
pemarah, manipulatif
Conscientiousness Terorganisir, dapat diandalkan,
pekerja keras, disiplin diri, tepat
waktu, cermat, rapi, ambisius
Tidak berjuang, tidak dapat
diandalkan, malas, acuh,
sembrono, tanpa tujuan,
hedonistis.
Neuroticism Cemas, gugup, emosional, merasa
tidak aman, tidak cakap, depresi,
impulsif, kerentanan
Tenang, santai, tidak
emosional, tabah, merasa
aman, puas terhadap dirinya.
Openness Ingin tahu, minat yang luas,
kreatif, inovatif, imajinatif, tidak
tradisional
Konvensional,
ketertarikannya sempit dan
tidak analitis
2.2.3 Alat Ukur Tipe Kepribadian Big Five
Dalam penelitian ini alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur Tipe
Kepribadian big five dengan menggunakan Big Five Inventory (BFI). Penulis
adaptasi alat ukur baku Big Five Inventory dari John, O. P & Srivastava, S. (1999)
yang mengacu pada teori dari Costa & McCrae (1992). Alat ukur ini berbentuk
skala yang terdiri dari lima tipe yaitu extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism dan openess to experience dengan total item
keseluruhan 44 item yang mewakili 5 trait. Pada dimensi extraversion terdiri dari 8
item, pada dimensi agreeableness terdiri dari 9 item, conscientiousness terdiri dari
9 item dan neuroticism terdiri dari 8 item, openess to experience terdiri dari 10 item.
27
2.3 Kecerdasan Emosional
2.3.1 Definisi Emosi Kecerdasan Emosional
Salovey dan Mayer (1997) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
kemampuan memahami, mengakses dan menghasilkan emosi sehingga dapat
membantu dalam berpikir untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional
serta mengatur emosi untuk mendorong pertumbuhan emosi dan intellektual.
Menurut Gardner (dalam Salovey & Mayer, 1990) kecerdasan emosi merupakan
bagian dari kecerdasan sosial yang terdiri dari kemampuan interpersonal dan
intrapersonal. Kemampuan-kemampuan tersebut yang dimiliki seseorang dalam
membina hubungan dengan orang lain dan memahami perasaannya sendiri.
Goleman (1998) kecerdasan emosional adalah kapasitas untuk mengenali
perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri sendiri dan untuk
mengelola emosi dengan baik diri dalam hubungan. Menurut Wong dan Law (2002)
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk dapat memahami dan
mengekspresikan emosi diri sendiri, memahami dan merasakan perasaan emosi
orang di sekitarnya serta mengatur dan menggunakan emosi untuk mengarahkan
individu dalam beraktivitas dan bekerja
Bar-On (dalam Batool dan Khalid, 2012) kecerdasan emosional adalah
berpusat untuk memahami diri sendiri dan orang lain secara efektif, menjalin
hubungan baik dengan orang lain, beradaptasi dan menghadapi tuntutan lingkungan
sekitar menjadi lebih sukses. Berdasarkan beberapa definisi yang dipaparkan di atas
penulis menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Salovey dan Mayer (1997)
mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan memahami, mengakses
28
dan menghasilkan emosi sehingga dapat membantu dalam berpikir untuk
memahami emosi dan pengetahuan emosional serta mengatur emosi untuk
mendorong pertumbuhan emosi dan intellektual.
2.3.2 Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional memiliki 3 dimensi (Salovey & Mayer, 1990), yaitu :
1. Appraisal and Expressing Emotion
Cara individu dalam menilai dan mengekspresikan emosinya. Ada dua hal dalam
hal ini, yaitu emosi terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Individu mengenal
emosi pada dirinya sendiri dan emosi terhadap orang lain lebih mengarah pada
perilaku empati, dan seberapa paham individu terhadap perasaan orang lain.
2. Regulation of Emotion
Cara Individu mengatur, memantau serta mengevaluasi emosi dirinya. Individu
berusaha mempertahankan suasana positif dan menghindari suasana negatif dengan
mencari informasi yang membantu mempertahankan pandangan positif tentang diri
mereka sendiri. Selanjutnya, individu dapat membantu orang lain sebagai cara
untuk mengakhiri suasana negatif dan mempertahankan suasana positif.
3. Utilization of Emotion
Cara individu dalam pemakaian dan penempatan emosi dalam berkegiatan. Emosi
dan suasana hati dapat digunakan untuk memotivasi dan membantu kinerja pada
tugas-tugas intelektual yang kompleks.
2.3.3 Alat Ukur Kecerdasan Emosional
Dalam penelitian ini alat ukur yang akan digunakan adalah alat ukur baku
Emotional Intelligence Scale Developed yang dikembangkan oleh Salovey dan
29
Mayer (1990). Alat ukur ini digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional
dengan berbentuk skala terdiri dari tiga dimensi yaitu Appraisal and Expression of
Emotion, Regulation of Emotion, dan Utilization of Emotion dengan total
keseluruhan 33 item.
2.4 Faktor Demografi
Faktor demografi yang digunakan dalam perkawinan cukup bervariasi. Seperti
penelitian Manju (2016) melaporkan bahwa faktor demografi yang terkait dengan
penyesuaian perkawinan mungkin berdampak pada keberhasilan atau kegagalan
pada perkawinan. Dalam penelitian ini faktor demografi yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan total
kesuluruhan dari pasangan suami dan istri dalam satu bulan.
2.5 Kerangka Berpikir
Penyesuaian perkawinan merujuk pada proses-proses yang dianggap perlu untuk
mencapai hubungan perkawinan yang harmonis. Sehingga hal inilah yang memicu
pasangan suami dan istri harus dapat melakukan penyesuaian perkawinan dengan
baik. Penyesuaian dikatakan baik pada bagaimana pasangan memiliki kesepakatan,
kedekatan, kepuasan dan pasangan mampu menunjukkan perasaan atau kasih
sayang yang dimilikinya dalam berbagai keadaan.
Batool dan Khalid (2012) penyesuaian perkawinan melibatkan sejauh mana
pasangan merasa puas dalam perkawinan dan kesepakatan atau ketidaksetujuan
mereka yang berpusat pada seputar masalah keluarga seperti penanganan keuangan
keluarga, rekreasi, agama, kasih sayang, teman, hubungan intim, merawat anak,
30
bahasa, komunikasi, pandangan hidup, cara berhubungan dengan mertua, istri yang
bekerja, pembagian tugas rumah tangga, dan politik.
Budaya Betawi dalam melakukan penyesuaian, tercermin pada sikap, kata
dan perbuatan. Sikap orang dan etnik Betawi adalah lugas (lugu), polos, dan tidak
dibuat-buat. Kata yang disampaikan umumnya komunikatif (mudah dicerna), terus
terang, jelas, tegas. Perbuatan orang Betawi apa adanya, menyenangkan, bisa
melayani, dan berani kapan dan dimana saja. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penyeseuaian perkawinan adalah kepribadian.
Kepribadian berhubungan dengan penyesuaian perkawinan dengan
berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Boucard, Lussie dan Sabourin
(1999) menunjukkan bahwa tipe kepribadian merupakan prediktor yang signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan pria dan wanita. Beberapa tipe kepribadian salah
satunya adalah big five seperti extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, openness to experience. Penelitian yang dilakukan oleh Boucard,
Lussie & Sabourin (1999) menunjukkan bahwa laki-laki lebih tinggi dan lebih
mudah menyesuaikan perkawinan pada conscientiousness, openness,
agreeableness dan sedangkan wanita tinggi pada agreeableness dan openness to
experience lebih baik mudah menyesuaikan perkawinan.
Seseorang yang memiliki tipe kepribadian extraversion cenderung mudah
dalam melakukan interaksi sosial, dapat membangun hubungan pribadi dengan
sangat mudah dan mencerminkan emosi positif terhadap pasangan mereka yang
mengarah pada penyesuaian dan kepuasan perkawinan. Seseorang dengan tipe
kepribadian agreeableness lebih mudah kerja sama dan kepercayaan, sifat ini akan
31
mempengaruhi gaya interaksi pasangan. Dan tingkat agreeableness yang tinggi
akan mencari kesepakatan tentang masalah penting bagi pasangan.
Seseorang yang memiliki tipe kepribadian conscientiousnessperilaku yang
diarahkan pada tugas dan tujuan, seperti berpikir sebelum bertindak, menunda
kepuasan, mengikuti norma dan aturan, dan merencanakan, mengatur, dan
memprioritaskan tugas. Sehingga membuat kebutuhan dalam pencapaian tujuan
menjadi lebih energik dan bertekad untuk menjaga dan mempertahankan hubungan.
Seseorang yang mendapat skor tinggi dalam neurotisme kurang bisa menyesuaikan
diri secara marital. Seseorang dengan neuroticism mengalami emosi negatif dan
cenderung melihat pasangannya dengan cara yang ideal yang pada gilirannya
mempengaruhi penyesuaian yang lebih rendah.
Hubungan negatif yang kuat antara neurotisisme dan penyesuaian
perkawinan menjelaskan kegelisahan, dan ketidakstabilan emosional telah terbukti
merusak fungsi hubungan dan mengurangi kepuasan hubungan (Watson & Clark,
1984). Seseorang yang dengan openess to experience dapat mentolerir dan
menghormati perbedaan dalam perilaku dan pemikiran pasangan yang akan
mengurangi jumlah konflik dan meningkatkan kesepakatan di antara pasangan.
Selain tipe kepribadian big five, kecerdasan emosional juga mempengaruhi
penyesuaian perkawinan. Tabinda dan Amina (2013) menunjukkan seseorang yang
cerdas secara emosi mampu membangun hubungan seumur hidup. kompetensi ini
membantu orang mengembangkan toleransi dan mengatasi stres kehidupan ketika
individu mempengaruhi pasangan, diri mereka sendiri, dan hubungan mereka.
32
Kecerdasan emosional memfasilitasi dalam mengenali motivasi, perasaan, dan
keinginan seseorang yang penting dalam komunikasi yang efektif dengan pasangan.
Seseorang juga mampu memahami penyebab-penyebab emosi yang muncul
dan mengelola emosi menjadi strategi yang efektif dalam pemecahan masalah
hingga mencapai tujuan. Memahami emosi serta mengaplikasikannya secara baik
pada diri sendiri atau orang lain, memiliki potensi yang lebih besar dalam
mengelola hubungannya dengan baik.
Individu yang dapat mengelola dan memahami emosi diri dan pasangan, akan
dapat menunjukan rasa kasih sayang dengan baik, menjalankan komitmen
perkawinan, bekerjasama dengan pasangan dalam berbagai hal dengan baik. Ketika
dihadapkan konflik rumah tangga pasangan yang memiliki kecerdasan emosional,
mereka dapat menyesuaikan dirinya terhadap permasalahan di dalam perkawinan.
Jenis kelamin juga di duga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
penyesuaian perkawinan yaitu faktor demografi yaitu jenis kelamin. Penelitian
menunjukkan laki-laki dan wanita melihat dan memiliki peran yang berbeda dari
hubungan seperti pembagian kerja, pengasuhan dan keintiman seksual dan
mengevaluasi dengan cara yang berbeda (Heaton dan Blake, 1999). Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian perkawinan laki-laki lebih tinggi daripada
wanita (Nema, 2013).
Usia perkawinan juga mempengaruhi penyesuaian perkawinan. Hinchliff dan
Gott (2004) menunjukkan semakin lama usia perkawinan dapat meningkatkan
keintiman seksual pada pasangan karena mampu saling mengenal lebih baik, tahu
hal yang disuka dan yang tidak disuka satu sama lain dan memiliki hubungan yang
33
lebih dekat sebagai pasangan. Faktor terakhir yaitu penghasilan pasangan juga
diduga menjadi prediktor penyesuaian perkawinan.
Individu yang memiliki jumlah penghasilan yang tinggi dan sedikit
tanggungan keluarga yang dibiayai lebih mudah dalam melakukan penyesuaian dan
semakin rendah dalam tingkat perceraian. Dibanding dengan individu dengan
penghasilan tinggi dan memiliki banyak tanggungan yang dibiayai akan lebih sulit
menyesuaikan perkawinan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi harapan yang
melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan
dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah
dalam perkawinan (Fowers & Olson, 1993). Kerangka berpikir seperti yang
dipaparkan di atas selanjutnya dapat dilihat pada bagan berikut :
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Tipe Kepribadian Big Five
Kecerdasan Emosional
Demografi
Openness to Experience
Neuroticsm
Conscientiousness
Agreeableness
Extraversion
Penghasilan
Usia Perkawinan
Jenis Kelamin
Penyesuaian
Perkawinan
34
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu pendekatan yang masih
harus diuji, maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan antara tipe kepribadian big five extraversion,
agreableness, conscientiousness, neuroticism dan openess to experience,
kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan terhadap
penyesuaian perkawinan.
2.6.2 Hipotesis Minor
H1 : Ada pengaruh tipe kepribadian extraversion terhadap penyesuaian
perkawinan.
H2 : Ada pengaruh tipe kepribadian agreeableness terhadap penyesuaian
perkawinan.
H3 : Ada pengaruh tipe kepribadian conscientiousness terhadap penyesuaian
perkawinan.
H4 : Ada pengaruh tipe kepribadian neuroticism terhadap penyesuaian
perkawinan
H5 : Ada pengaruh tipe kepribadian openess to experience terhadap penyesuaian
perkawinan.
H6 : Ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian perkawinan.
H7 : Ada pengaruh jenis kelamin terhadap penyesuaian perkawinan.
H8 : Ada pengaruh usia perkawinan terhadap penyesuaian perkawinan.
H9 : Ada pengaruh penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambil Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita dan laki-laki Betawi yang telah
menikah. Jumlah sampel penelitian yang digunakan sebanyak 220 orang.
Karakteristiknya adalah wanita dan laki-laki yang telah menikah yang bukan
pasangan suami istri dengan usia perkawinan 1 sampai 5 tahun, orang Betawi yang
tinggal di perkampungan Betawi Setu Babakan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling yaitu
purposive sampling. Teknik pengambilan sampel ini tidak memberikan peluang
atau kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk menjadi sampel.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sengaja karena ada pertimbangan
tertentu.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel
terikat dan variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah penyesuaian
perkawinan. Sedangkan variabel bebas pada penelitian ini tipe kepribadian big five,
kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan.
3.2.1 Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel-variabel dalam penelitian ini
yaitu :
1. Penyesuaian perkawinan diukur dengan menggunakan skala yang menekankan
berdasarkan empat dimensi yaitu dyadic consensus berdasarkan kesepakatan
37
suami dan istri mengenai agama, tugas rumah tangga, teman, dan menghabiskan
waktu bersama, dyadic satisfaction berdasarkan pada kepuasan pasangan dan
komitmen untuk mempertahankan hubungan, dyadic cohesion berdasarkan pada
melakukan berbagai kegiatan dengan pasangan dan affectional expression
berdasarkan pada ekspresi kasih sayang yang ditunjukan pasangan (Spanier
dalam Graham, Liu & Jeziorski, 2006).
2. Tipe kepribadian big five adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan
munculnya konsistensi perasaan, pikiran, dan perilaku dalam kehidupan sehari-
hari. Diukur dengan indikator yang didapat dari dimensi-dimensi, yakni:
extraversion (mudah bergaul, tegas, aktif, bersemangat, memiliki antusias yang
tinggi, penuh kasih sayang), agreeableness (mudah percaya, pemaaf, jujur, suka
membantu orang lain, lembut, sederhana, rendah hati, ramah), conscientiousness
(kompeten, efisien, terorganisir, taat pada peraturan, dapat diandalkan, pekerja
keras, teliti, menyelesaikan tugas dengan segera, penuh pertimbangan),
neuroticism (mudah merasa cemas, marah, depresi, sensitif, mudah murung,
merasa rendah diri, sulit mengontrol dorongan, tidak mampu mengatasi situasi
sulit dan mudah panik), openness to experience (imajinatif, menyukai seni,
kemampuan menyelami perasaan, memiliki minat yang luas, rasa ingin tahu
yang tinggi).
3. Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk menyadari, mengatur
dan memahami emosi yang diukur dengan Emotional Intelligence Scale
developed berdasarkan tiga aspek yaitu Appraisal and expressing emotion, yaitu
memahami, mengatur, persepsi dan menyadari emosi diri dan orang lain;
38
regulation of emotion, yaitu tentang bagaimana individu mengatur emosi diri
sendiri dan orang lain; utilization of emotion, yaitu mencakup komponen
perencanaan yang fleksibel, pemikiran kreatif, perhatian dan motivasi yang
diarahkan.
4. Jenis Kelamin adalah kategori yang diperoleh dengan memilih pilihan jenis
kelamin, yaitu laki-laki atau wanita.
5. Usia Perkawinan adalah kategori dari jumlah tahun sepasang suami-istri yang
telah menikah satu sampai lima tahun.
6. Penghasilan adalah kategori dari jumlah penghasilan pasangan suami-istri yang
diperoleh setiap bulan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala yang digunakan
adalah skala penyesuaian perkawinan, skala tipe kepribadian big five, skala
kecerdasan emosional yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi pernyataan-
pernyataan sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Ketiga skala
disusun dalam model skala likert dengan empat kategori jawaban, Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) dan menghindari
jumlah respon yang bersifat netral. Peneliti membagi dua kategori item pernyataan,
favorable dan unfavorable dan menentukan bobot nilai.
1. Skala Penyesuaian Perkawinan
Untuk mengukur penyesuaian perkawinan penulis melakukan adaptasi alat ukur
Dyadic Adjustment Scale (DAS) yang terdiri dari 32 item. Skala ini pertama kali
39
dibuat oleh Graham B. Spanier (1976). Dimensi yang akan diukur adalah
consensus, satisfaction, cohesion dan affection expression.
Tabel 3.1 Blue Print skala Penyesuaian Perkawinan
2. Skala Tipe Kepribadian Big Five
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Big Five Inventory (BFI).
Skala ini berjumlah 44 item dibuat oleh Costa & McCrae (dalam Pervin & Jhon,
2005) yang mengukur dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, dan openness to experience.
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Consensus Kesepakatan dalam mengatur
keuangan, masalah rekreasi,
agama, teman, tugas rumah
tangga, prinsip hidup
1,2,3,5,7,8,
9,10,11,12,
13,14,15
13
2 Satisfaction Persepsi kebahagian atau
ketidakbahagiaan dalam hubungan
pasangan seperti frekuensi
pertengaran, kepuasan
menghabiskan waktu bersama
atau sebaliknya, merenungkan
perpisahan atau perceraian
16, 17, 18,
19, 20, 21,
22, 23, 31,
32
10
3. Cohesion Jumlah waktu yang dihabiskan
oleh pasangan untuk kegiatan
yang saling menyenangkan seperti
minat sosial, dialog, atau memiliki
tujuan bersama
24, 25, 26,
27, 28
5
4 Affectional
Expression
Pasangan mengekspresikan
perasaan, cinta, dan seksualitas
batin mereka
4, 6, 29, 30 4
Jumlah 32
40
Tabel 3.2 Blue Print Skala Tipe Kepribadian Big Five
3. Skala Kecerdasan Emosional
Pengukuran skala Kecerdasan Emosional menggunakan skala Emotional
Intelligence Developed dibuat dan dikembangkan Salovey & Mayer (1990),
memiliki 3 dimensi yaitu Appraisal and Expression of Emotion, Regulation of
Emotion, dan Utilization of Emotion yang diadaptasi ke dalam bahasa indonesia.
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Extraversion Gregariousness
Assertiveness
Activity
Excitement-seeking
Positive emotions
Warmth
1,11,16,26,36 6,21,31 8
2 Agreeableness Trust
Straightforwardness
Altruism
Compliance
Modesty
Tender-mindedness
7,17,22,32,42 2,12,27,
37
9
3. Conscientiousness Competence
Order
Dutifulness
Achievement
striving
Self-disciplin
Deliberation
3,13,28,33,38 8,18,23,
43
9
4 Neuroticism Anxiety
Angry
Depression
Self-Consciousness
Impulsiveness
Vulnerability
4,14,19,29,39 9,24,34 8
5 Openness to
experience Fantasy
Aesthetics
Feeling
Action
Ideas
Values
5,10,15,20,25,
30,40,44
35,41 10
Jumlah 28 16 44
41
Tabel 3.3 Blue Print skala Kecerdasan Emosional
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software Lisrel 8.70.
Umar dalam Febriana (2015) menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk
mendapatkan kriteria hasil CFA yang baik adalah:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Appraisal and
expression of
emotion
Memahami,
mengetahui, persepsi,
menyadari emosi diri
sendiri dan orang lain
1,2,3,4,6,
7,8,9,10,
11,12,13
5 13
2 Regulation of
Emotion
Regulasi emosi dalam
diri dan regulasi emosi
pada orang lain
14,15,16,
17,18,19,
20,21,
22, 23
10
3. Utilization of
Emotion
Mencakup komponen
perencanaan yang
fleksibel, pemikiran
kreatif, perhatian dan
motivasi yang diarahkan
24,25,26,
27,29,30,
31,32
28, 33 5
Jumlah 30 3 33
42
korelasi ini disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data
empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidemensional) maka
tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ - matriks S atau bisa juga
dinyatakan dengan Σ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-
square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p > 0.05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima
bahwa item ataupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor saja.
Sedangkan, jika nilai Chi–Square signifikan (p<0.05), artinya bahwa item
tersebut mengukur lebih dari satu faktor atau bersifat multidimensional. Maka
perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran.
5. Adapun dalam memodifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara
membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi
ketika suatu item mengukur selain faktor yang hendak diukur. Setelah beberapa
kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh
model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah
selanjutnya.
6. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan yang hendak di ukur, dengan
menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan (t<1,96) maka item tersebut
tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang
demikian dieliminasi dan sebaliknya.
43
7. Selain itu, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya
negatif, maka item tersebut juga harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan
sifat item, yang bersifat positif (favorable).
8. Kemudian, apabila terdapat korelasi parsial atau kesalahan pengukuran item
terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran lainnya, maka item
tersebut akan dieliminasi. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang
hendak diukur, ia juga mengukur hal lain (multidimensi). Adapun asumsi
dieliminasi atau tidaknya item adalah jika tidak terdapat lebih dari tiga korelasi
parsial atau kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan item lainnya.
9. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah seperti yang telah disebukan di
atas. Dan mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t>1.96) dan
positif. Maka, selanjutnya item-item yang signifikan (t>1.96) dan positif tersebut
diolah untuk nantinya didapatkan faktor skornya.
3.4.1 Uji Validitas Skala Penyesuaian Perkawinan
Dalam sub bab ini penulis menguji apakah 32 item yang ada dalam alat ukur
penyesuaian perkawinan bersifat unidimensional atau tidak. Artinya benar hanya
mengukur penyesuian perkawinan. Berdasarkan hasil awal analisis CFA yang
dilakukan pertama kali didapatkan chi-square = 549.34, df = 464, P-value =
0.00382, RMSEA = 0.029 yang artinya model tersebut belum fit. Oleh karena itu,
penulis melakukan modifikasi sebanyak 1 (satu) kali terhadap model, yaitu dengan
membebaskan kesalahan pengukuran pada tiap item saling berkorelasi. Kemudian
diperoleh model fit, dengan chi-square = 507.36, df = 463, P-value = 0.07560,
RMSEA = 0.021. Dengan P-value lebih dari 0.05 dan RMSEA kurang dari 0.05
44
menunjukkan model ini sudah fit. Dengan demikian semua item yang ada pada
variabel ini mengukur penyesuaian perkawinan.
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala masing-masing
dimensi penyesuaian perkawinan, disajikan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Penyesuaian Perkawinan
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 1 0.59 0.1 5.89 V
ITEM 2 0.53 0.1 5.27 V
ITEM 3 0.37 0.1 3.64 V
ITEM 5 0.35 0.1 3.42 V
ITEM 7 0.51 0.1 5.05 V
ITEM 8 0.49 0.1 4.86 V
ITEM 9 0.32 0.1 3.15 V
ITEM 10 0.5 0.1 4.96 V
ITEM 11 0.55 0.1 5.44 V
ITEM 12 0.55 0.1 5.49 V
ITEM 13 0.52 0.1 5.19 V
ITEM 14 0.55 0.1 5.51 V
ITEM 15 0.41 0.1 4.02 V
ITEM 16 -0.17 0.1 -1.59 X
ITEM 17 -0.49 0.1 -4.84 X
ITEM 18 0.5 0.1 4.94 V
ITEM 19 0.61 0.1 6.08 V
ITEM 20 -0.51 0.1 -5.09 X
ITEM 21 -0.41 0.1 -3.99 X
ITEM 22 -0.34 0.1 -3.34 X
ITEM 23 0.61 0.1 6.15 V
ITEM 31 0.6 0.1 5.98 V
ITEM 32 0.41 0.1 3.99 V
ITEM 24 0.28 0.1 2.71 V
ITEM 25 0.69 0.1 7.07 V
ITEM 26 0.65 0.1 6.57 V
ITEM 27 0.79 0.1 8.27 V
ITEM 28 0.37 0.1 3.64 V
ITEM 4 0.72 0.1 7.38 V
ITEM 6 0.56 0.1 5.58 V
ITEM 29 0.27 0.1 2.56 V
ITEM 30 0.44 0.1 4.36 V
Keterangan : tanda V= Signifikan (t >1.96); X= Tidak Signifikan (t <1.96)
45
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat dua puluh tujuh item
signifikan (t > 1.96) dan memiliki koefisien positif. Sedangkan lima item tidak
signifikan (t < 1.96) dan memiliki koefisien bermuatan negatif yaitu item 16, item
17, item 20, item item 21, item 22. Dengan demikian lima item tersebut harus di
drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Sehingga hanya terdapat
dua puluh tujuh item yang telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk
menghitung faktor skor.
3.4.2 Uji Validitas Skala Tipe Kepribadian Big Five
3.4.2.1 Extraversion
Penulis menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur extraversion. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan
pertama kali didapatkan chi-square = 186.02, df = 20, p-value = 0.00000, RMSEA
= 0.195. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi sebanyak 10 (sepuluh) kali
terhadap model. Kemudian diperoleh model fit, dengan nilai chi-square = 11.57, df
= 10, p-value = 0.31453, RMSEA = 0.027. Dengan P-value lebih dari 0.05 dan
RMSEA kurang dari 0.05 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan demikian
semua item yang ada pada variabel ini mengukur extraversion.
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor
yang hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala
masing-masing dimensi extraversion, disajikan pada tabel 3.4.
46
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Extraversion
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 1 0.72 0.07 10.98 V
ITEM 6 0.99 0.06 15.5 V
ITEM 11 0.03 0.07 0.47 V
ITEM 16 0.26 0.09 2.91 V
ITEM 26 0.16 0.07 2.42 V
ITEM 21 -0.15 0.08 -1.78 X
ITEM 31 0.54 0.07 8.2 V
ITEM 36 0.47 0.07 7.02 V
Keterangan : tanda V= Signifikan (t >1.96); X= Tidak Signifikan (t <1.96)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat tujuh item yang signifikan (t
> 1.96) dan memiliki koefisien positif. Sedangkan satu item yang tidak signifikan
(t < 1.96) dan memiliki koefisien bermuatan negatif yaitu item 21. Dengan
demikian satu item tersebut harus di drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis
selanjutnya. Sehingga hanya terdapat tujuh item yang telah memenuhi kriteria dan
digunakan untuk menghitung faktor skor.
3.4.2.2 Agreeableness
Penulis menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur agreeableness. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan
pertama kali didapatkan chi-square = 76.18, df = 27, p-value = 0.00000, RMSEA
= 0.091. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi sebanyak 5 (lima) kali
terhadap model. Kemudian diperoleh model fit, dengan nilai chi-square = 32.66, df
= 22, p-value = 0.06681, RMSEA = 0.047. Dengan p-value lebih dar 0.05 dan
RMSEA kurang dari 0.0505 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan demikian
semua item yang ada pada variabel ini mengukur agreeableness.
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
47
sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala masing-masing
dimensi agreeableness, disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Agreeableness
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan (t < 1.96)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat delapan item yang signifikan
(t > 1.96) dan memiliki koefisien positif. Sedangkan satu item yang tidak signifikan
yaitu memiliki nilai koefisien (t < 1.96) yaitu item 22. Dengan demikian satu item
tersebut harus di drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Sehingga
hanya terdapat delapan item yang telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk
menghitung faktor skor.
3.4.2.3 Conscientiousness
Penulis menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur conscientiousness. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan pertama kali didapatkan chi-square = 139.84, df = 27, p-value = 0.00000,
RMSEA = 0.138. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi sebanyak 7 (tujuh)
kali terhadap model. Kemudian diperoleh model fit, dengan nilai chi-square =
27.11, df = 20, p-value = 0.13226 , RMSEA = 0.040. Dengan P-value lebih dari
0.05 dan RMSEA kurang dari 0.05 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan
demikian semua item yang ada pada variabel ini mengukur conscientiousness.
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifiikan
ITEM 2 0.6 0.07 8.74 V
ITEM 7 0.76 0.07 11.57 V
ITEM 12 0.61 0.07 8.73 V
ITEM 17 0.59 0.07 8.53 V
ITEM 22 0.07 0.08 0.96 X
ITEM 27 0.23 0.08 3.1 V
ITEM 32 0.48 0.07 6.67 V
ITEM 37 0.38 0.07 5.23 V
ITEM 42 0.28 0.08 3.71 V
48
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala masing-masing
dimensi conscientiousness, disajikan pada tabel 3.7.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Conscientiuosness
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 3 0.18 0.07 2.83 V
ITEM 8 0.44 0.07 6.43 V
ITEM 13 0.14 0.07 2.2 V
ITEM 18 0.88 0.09 10.26 V
ITEM 23 0.44 0.07 6.31 V
ITEM 28 0.77 0.09 8.62 V
ITEM 33 0.43 0.07 6.23 V
ITEM 38 0.47 0.07 6.8 V
ITEM 43 0.43 0.07 6.21 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan (t > 1.96) dan semua
koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.4.2.4 Neuroticism
Penulis menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur neuroticism. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan
pertama kali didapatkan chi-square = 107.24, df = 20, p-value = 0.00000, RMSEA
= 0.141. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi sebanyak 4 (empat) kali
terhadap model. Kemudian diperoleh model fit, dengan nilai chi-square = 20.23, df
= 16, P-value = 0.20992, RMSEA = 0.035. Dengan p-value lebih dari 0.05 dan
RMSEA kurang dari 0.05 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan demikian
semua item yang ada pada variabel ini mengukur neuroticism.
49
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor
yang hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
begitu juga sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala
masing-masing dimensi neuroticism, disajikan pada tabel 3.8.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Neuroticism
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 4 0.54 0.07 7.93 V
ITEM 9 0.26 0.07 3.61 V
ITEM 14 0.87 0.06 15.06 V
ITEM 19 0.44 0.07 6.35 V
ITEM 24 0.43 0.07 6.19 V
ITEM 29 0.59 0.07 8.93 V
ITEM 34 0.6 0.07 9.12 V
ITEM 39 0.66 0.06 10.24 V
Keterangan: tanda V= signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua item signifikan (t > 1.96) dan semua
koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.4.2.5. Openess to Experience
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur openness to experience. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan pertama kali didapatkan chi-square = 188.02, df = 35, p-value = 0.00000,
RMSEA = 0.141. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi sebanyak 9
(sembilan) kali terhadap model. Kemudian diperoleh model fit, dengan nilai chi-
square = 38.43, df = 26, p-value = 0.05526, RMSEA = 0.047. Dengan P-value lebih
dari 0.05 dan RMSEA kurang dari 0.05 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan
demikian semua item yang ada pada variabel ini mengukur openness to experience.
50
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala masing-masing
dimensi openness to experience disajikan pada tabel 3.9.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openess to Experience No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 5 0.67 0.06 10.43 V
ITEM 10 0.42 0.07 5.99 V
ITEM 15 0.74 0.06 12.02 V
ITEM 20 0.71 0.06 11.49 V
ITEM 25 0.71 0.06 11.49 V
ITEM 30 0.61 0.07 9.24 V
ITEM 35 -0.62 0.07 -9.39 X
ITEM 40 0.39 0.07 5.63 V
ITEM 41 -0.23 0.07 -3.17 X
ITEM 44 0.4 0.07 5.61 V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan (t < 1.96)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat delapan item yang signifikan
(t > 1.96) dan memiliki koefisien positif. Sedangkan dua item yang tidak signifikan
(t < 1.96) dan memiliki koefisien bermuatan negatif yaitu item 35 dan item 41.
Dengan demikian dua item tersebut harus di drop dan tidak diikutsertakan dalam
analisis selanjutnya. Sehingga hanya terdapat delapan item yang telah memenuhi
kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor.
3.4.3 Uji Validitas Kecerdasan Emosional
Penulis menguji apakah 33 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosional. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan pertama kali didapatkan chi-square = 2032.42, df = 495, p-value =
0.00000, RMSEA = 0.119. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
sebanyak 112 (serratus dua belas) kali terhadap model. Kemudian diperoleh model
51
fit, dengan nilai chi-square = 582.61, df = 383, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.049.
Dengan RMSEA kurang dari 0.05 menunjukkan model ini sudah fit. Dengan
demikian semua item yang ada pada variabel ini mengukur kecerdasan emosional.
Setelah itu, penulis melihat apakah tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Berikut merupakan tabel koefisien muatan faktor skala masing-masing
dimensi kecerdasan emosional, disajikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Kecerdasan Emosional No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
ITEM 1 0.41 0.07 5.87 V
ITEM 2 0.66 0.06 10.44 V
ITEM 3 0.52 0.07 7.68 V
ITEM 4 0.43 0.07 6.21 V
ITEM 5 0.08 0.07 1.11 X
ITEM 6 0.61 0.07 9.27 V
ITEM 7 0.41 0.07 5.96 V
ITEM 8 0.21 0.07 2.99 V
ITEM 9 0.4 0.07 5.71 V
ITEM 10 0.58 0.07 8.63 V
ITEM 11 -0.16 0.07 -2.17 X
ITEM 12 0.53 0.07 7.6 V
ITEM 13 0.57 0.07 8.41 V
ITEM 14 0.61 0.07 9.36 V
ITEM 15 0.55 0.07 8.12 V
ITEM 16 0.38 0.07 5.39 V
ITEM 17 0.68 0.06 10.61 V
ITEM 18 0.3 0.07 4.39 V
ITEM 19 0.57 0.07 8.41 V
ITEM 20 0.61 0.06 9.48 V
ITEM 21 0.65 0.06 10.06 V
ITEM 22 0.6 0.07 8.81 V
ITEM 23 0.69 0.06 10.72 V
ITEM 24 0.41 0.07 5.8 V
ITEM 25 0.54 0.07 8.02 V
ITEM 26 0.47 0.07 6.76 V
ITEM 27 0.6 0.06 9.38 V
ITEM 28 0.46 0.07 6.63 V
ITEM 29 0.21 0.07 3.01 V
ITEM 30 0.53 0.08 7.09 V
ITEM 31 0.5 0.07 6.99 V
ITEM 32 0.23 0.07 3.34 V
ITEM 33 0.04 0.07 0.56 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan (t < 1.96)
52
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga puluh item yang
signifikan (t >1.96) dan memiliki koefisien positif. Sedangkan tiga item tidak
signifikan (t < 1.96) dan memiliki koefisien bermuatan negatif yaitu item 5, item
11, item 33. Dengan demikian tiga item tersebut harus di drop dan tidak
diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Sehingga hanya terdapat tiga puluh item
yang telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor.
3.5 Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan estimasi faktor skor dari item-
item yang telah memenuhi kriteria item yang valid. Sehingga didapat faktor skor
pada tiap variabel. Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item
dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung
faktor skor (true score). True score inilah yang akan dianalisis dalam analisis
berikutnya. Selanjutnya penulis mentransformasikan faktor skor yang diukur
kedalam T score, dengan Mean = 50 dan standar deviasi (SD)=10. Sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif dan setiap variabel memiliki satuan yang
sama. Adapun rumus T score adalah :
T score = (10*faktor skor) + 50
Selanjutnya untuk analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis regresi berganda. Teknik analisis regresi berganda ini digunakan
untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditunjukkan untuk mengetahui besarnya
pengaruh dari variabel bebas (independent variable), yaitu Tipe Kepribadian Big
Five (extraversion, agreeableeness, conscientiousness, Neuroticism, Openness to
Experience), kecerdasan emosional dan faktor demografi (jenis kelamin, usia
53
perkawinan, penghasilan) terhadap penyesuaian perkawinan (dependent variable).
Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk membentuk
model hubungan antara dependent variable dengan lebih dari satu independent
variable.
Persamaan regresi berganda penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e
Keterangan:
Y = Nilai prediksi Y (Penyesuaian Perkawinan)
a = Konstan intersepsi
b = Koefisien regresi untuk masing-masing independent variable
X 1 = Extraversion
X 2 = Agreeableness
X 3 = Conscientiousness
X 4 = Neuroticism
X 5 = Openness to Experience
X 6 = Kecerdasan Emosional
X 7 = Jenis Kelamin
X 8 = Usia Perkawinan
X 9 = Penghasilan
e = Residual dari Penyesuaian Perkawinan
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang
paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis berganda, digunakan agar dapat
menjawab hipotesis penelitian. Untuk mendapat hasil analisis regresi berganda
penulis menggunakan teknik analisis berganda. Penulis menggunakan software
SPSS versi 22.0. Selanjutnya dari analisis berganda ini akan diperoleh nilai R2 (R
square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan dependent variable yang
54
dijelaskan oleh independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variable.
Adapun rumus untuk menghitung R2, digunakan rumus sebagai berikut:
R2 - 𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
Keterangan:
R2 = Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan independent variable
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh
SSy = Jumlah kuadrat dari dependent variable (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya dengan uji F. Adapun rumus
untuk uji F terhadap R2 adalah:
F = 𝑹𝟐/𝒌
(𝟏−𝑹𝟐)/(𝑵−𝒌−𝟏)dengan df=K dan (N-K-1)
Keterangan:
K = banyaknya independent variable
N = besarnya sampel
Apabila nilai F itu signifikan (p <0.05), maka berarti seluruh independent
variable secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependent variable. Adapun jika F signifikan, langkah berikutnya menguji
signifikansi pengaruh masing-masing independent variable terhadap dependent
variable. Hal ini dilakukan melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi.
Jika nilai t > 1.96 maka independent variable yang bersangkutan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap dependent variable dan sebaliknya.
55
Adapun rumus uji t yang digunakan adalah:
Keterangan:
bi = koefisien regresi untuk independent variable (i)
Sbi = standar deviasi sampling atau standar error dari
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varians yang
disumbangkan oleh masing-masing independent variable dalam mempengaruhi
dependent variable. Dalam hal ini penulis melakukan analisis regresi berganda
yang bersifat berjenjang atau stepwise. Artinya dilakukan analisis regresi berulang-
ulang dimulai dengan hanya satu independent variabel kemudian dengan dua
independent variable, dilanjutkan dengan tiga independent variable dan seterusnya
sampai independent variable ke sepuluh. Setiap kali dilakukan analisis regresi akan
diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan independent variable baru diharapkan
terjadi peningkatan R2 secara signifikan.
Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik maka berarti
independent variable baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara
estatistik maupun dalam upaya memprediksi dependent variable serta untuk
menguji hipotesis apakah independent variable bersangkut signifikan pengaruhnya.
Setiap pertambahan R2 ketika satu independent variable baru ditambahkan adalah
menunjukan besarnya sumbangan unik independent variable tersebut terhadap
bervariasinya dependent variable setelah pengaruh dari beberapa dependent
variable terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh sebab itulah analisis regresi
secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan stepwise regression.
56
Adapun rumus yang digunakan untuk menguji signifikan tidaknya pertambahan
proporsi varian (R2change) adalah sebagai berikut:
dengan
Disini, adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah IV baru ditambahkan ke dalam
persamaan dan adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum IV baru ditambahkan.
Sedangkan T adalah banyaknya independent variable pada , dan S adalah
banyaknya independent variable pada N adalah besarnya sampel penelitian.
Rumus ini bersifat generik, artinya bisa digunakan untuk menguji signifikan
tidaknya pertambahan R2 baik untuk pertambahan satu independent variable
maupun untuk pertambahan beberapa independent variable. Jika nilai F yang
dihasilkan signifikan berarti proporsi varian yang dapat dijelaskan dan merupakan
sumbangan dari independent variable yang ditambahkan adalah signifikan secara
statistik. Jadi, rumus ini bisa diuji signifikan tidaknya pertambahan independent
variable baik hanya dengan menambahkan satu independent variable maupun
dengan menambahkan beberapa independent variable sekaligus.
3.6 Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan penelitian
Penulis memulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan
diteliti, melakukan kajian teori untuk mendapatkan gambaran, dan penjelasan yang
tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun dan
menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu skala tipe kepribadian big five,
skala kecerdasan emosional dan skala penyesuaian perkawinan.
57
2. Tahap pengambilan data
Penulis melakukan pengambilan data penelitian dengan memberikan instrument
yang telah dipersiapkan kepada subjek penelitian. Penulis menyebar data penelitian
pada akhir bulan oktober 2018 sampai dengan bulan januari 2019 di perkampungan
Betawi Setu Babakan. Penulis menyebarkan kuesiner sejumlah 250 kuesioner pada
wanita dan laki-laki yang telah menikah pada usia perkawinan 1-5 tahun orang
Betawi. Namun jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 243 kuesioner.
Dikarenakan terdapat beberapa responden yang tidak memenuhi kriteria penelitian,
maka tidak semua diikutsertakan dalam pengolahan data penelitian. Total sampel
dalam penelitian yang ditetapkan dan diolah sebanyak 220 kuesioner, terdiri dari
126 responden wanita orang dan 94 responden laki-laki.
3. Tahap pengolahan data
Penulis melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden,
selanjutnya menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh kemudian
membuat tabel data. Dan pada tahap ini diakhiri dengan melakukan analisis data
dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian.
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 220 responden Betawi yang telah menikah,
yang terdiri dari 126 responden wanita dan 94 responden laki-laki yang bukan
pasangan suami istri dan tinggal di perkampungan Betawi Setu Babakan. Pada tabel
4.1 berikut dijelaskan gambaran subjek berdasarkan data demografi jenis kelamin,
usia perkawinan, dan penghasilan.
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Data Demografi N = 220 Persentase (%)
Jenis Kelamin Wanita 126 57.3
Laki-laki 94 42.7
Usia Perkawinan 1-2 tahun 102 46.4
3-4 tahun 63 28.6
5 tahun 55 25.0
Penghasilan <1.000.000-5.000.000 178 80.9
6.000.000-10.000.000 35 15.9
>10.000.000 7 3.2
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden wanita lebih banyak daripada
jumlah responden laki-laki. Jumlah responden wanita sebanyak 126 orang (57.3%).
Jumlah responden laki-laki sebanyak 94 orang (42.7%). Selanjutnya, berdasarkan
usia perkawinan dapat diketahuibahwa jumlah usia perkawinan pada 1-2 tahun
sebanyak 102 orang (46.4%). Jumlah usia perkawinan 3-4 tahun sebanyak 63 orang
(28.6%). Jumlah usia perkawinan 5 tahun sebanyak 55 orang (25.0%). Berdasarkan
penghasilan total pasangan suami dan istri perbulan, penghasilan sebesar
<1.000.000-5.000.000 sebanyak 178 orang (80.9%). Penghasilan sebesar
59
6.000.000-10.000.000 sebanyak 35 orang (15.9%). Dan penghasilan sebesar
>10.000.000 sebanyak 7 orang (3.2%).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Skor yang digunakan dalam analisis statistik pada penelitian ini adalah skor murni
(true score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil
penelitian variabel-variabel yang diteliti, dengan demikian semua raw score pada
setiap variable harus diletakkan pada skala yang sama. Hal ini dilakukan dengan
mentrasformasikan raw score menjadi z-score, agar nilai z-score menjadi positif
perlu dilakukan perhitungan t-score = (10*factor score) + 50.
Untuk menjelaskan gambaran umum deskripsi dari variabel-variabel yang diteliti,
indeks yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah skor mean, standar deviasi,
nilai minimum dan maksimum dari setiap variabel penelitian. Skor tersebut
disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor penyesuaian perkawinan, extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, kecerdasan
emosional diletakkan pada skala yang sama dengan mean 50.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Penyesuaian Perkawinan 220 11.84 66.49 49.9999 9.43649
EXTRA 220 24.16 68.70 50.0001 9.04080
AGREE 220 27.57 64.04 50.0004 8.33068
CONSCIEN 220 21.22 73.47 50.0002 8.38020
NEUROTIC 220 27.41 75.80 49.9996 8.91251
OPENESS 220 16.18 72.10 50.0005 8.83876
KE 220 25.67 78.19 50.0000 9.40969
Valid N (listwise) 220
60
Dari tabel 4.2 juga dapat diketahui skor terendah dari penyesuaian
perkawinan adalah 11.84 dan skor tertinggi adalah 66.49. Skor terendah dari
extraversion adalah 24.16 dan skor tertinggi adalah 68.70. Skor terendah dari
agreeableneess adalah 27.57 dan skor tertinggi adalah 64.04. Skor terendah dari
conscientiousness adalah 21.22 dan skor tertinggi 73.47. Skor terendah dari
neuroticism adalah 27.41 dan skor tertinggi adalah 75.80. Skor terendah dari
openness adalah 16.18 dan skor tertinggi adalah 72.10. Skor terendah dari
kecerdasan emosional adalah 25.67 dan skor tertinggi adalah 78.19.
4.3 Kategorisasi Skor
Setelah melakukan deskripsi dari masing-masing variabel, maka hal yang perlu
dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data penelitian dengan
menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Kategorisasi dalam penelitian
ini dibuat menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dalam hal ini
ditetapkan norma sebagai berikut:
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Rendah X < Mean - 1SD
Sedang M -1SD ≤ X ≤ M + 1SD
Tinggi X > Mean + 1SD
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi, sedang dan
rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan pada tabel
di bawah ini.
61
Table 4.4 Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisaasi Skor Variabel
Variabel Rendah % Sedang % Tinggi %
Penyesuaian
Perkawinan
25 11.4% 158 71.8% 37 16.8%
Extraversion 29 13.2% 171 77.7% 20 9.1%
Agreeableness 25 11.4% 163 74.1% 32 14.5%
Conscientiousness 22 10.0% 175 79.5% 23 10.5%
Neuroticism 27 12.3% 164 74.5% 29 13.2%
Openness 29 13.2% 167 75.9% 24 10.9%
Kecerdasan Emosional 29 13.2% 165 75.0% 26 11.8%
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel penyesuaian perkawinan cenderung
tinggi sebanyak 37 orang (16.8%). Untuk variabel extraversion cenderung rendah
sebanyak 29 orang (13.2%). Untuk variabel agreeableness cenderung
tinggisebanyak 32 orang (14.5%). Untuk variabel conscientiousness cenderung
tinggin sebanyak 23 orang (10.5%). Untuk variabel neuroticism cenderung tinggi
sebanyak 29 orang (13.2%). Untuk variabel openness cenderung sebanyak 29 orang
(13.2%). Untuk variabel kecerdasan emosional cenderung rendah sebanyak 29
orang (13.2%).
Tabel 4.5 Compare Mean Jenis Kelamin
Penyesuain Perkawinan
N Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
Wanita 1 126 50.1744 10.02750 .89332
Laki-laki 0 94 49.7660 8.62825 .88994
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penyesuaian perkawinan pada responden wanita
sebanyak 126 orang dengan nilai rata-rata sebesar 50.1744 dan penyesuaian
perkawinan pada responden laki-laki sebanyak 94 orang dengan nilai rata-rata
49.7660.
62
Tabel 4.6 Compare Mean Usia Perkawinan
Penyesuaian Perkawinan
Usia
Perkaw
inan
N Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minim
um
Maxi
mum Lower
Bound
Upper
Bound
1-2 102 51.5942 8.32914 0.82471 49.9582 53.2302 25.07 66.49
3-4 63 49.2819 9.16206 1.15431 46.9745 51.5893 23.57 66.49
5 55 47.8656 11.1785 1.50731 44.8437 50.8876 11.84 66.49
Total 220 49.9999 9.43649 0.63621 48.746 51.2538 11.84 66.49
Tabel 4.6.1 ANOVA
Penyesuaian Perkawinan
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 542.275 2 271.137 3.103 .047
Within Groups 18959.101 217 87.369
Total 19501.376 219
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa usia perkawinan pada penyesuaian
perkawinan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.047 artinya usia perkawina satu
hingga lima tahun berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian perkawinan
individu Betawi. Pada usia perkawinan 1-2 tahun sebanyak 102 orang dengan nilai
rata-rata sebesar 51.5942. Pada usia perkawinan 3-4 tahun sebanyak 63 responden
dengan nilai rata-rata 49.2819. Dan 5 tahun perkawinan sebanyak 55 responden
dengan nilai rata-rata 47.8656.
Tabel 4.7 Compare Mean Penghasilan
Penyesuaian Perkawinan
Juta N Mean
Std.
Devi
ation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Min Max
Lower
Bound
Upper
Bound
<1- 5 178 49.45 9.63 .72 48.03 50.88 11.84 66.49
5-10 35 52.41 6.77 1.15 50.09 54.74 39.83 66.49
>10 7 51.87 14.34 5.42 38.61 65.13 21.10 63.67
Total 220 49.99 9.44 .64 48.75 51.25 11.84 66.49
63
Tabel 4.7.1 Anova
Penyesuaian Perkawinan
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 281.797 2 140.898 1.591 .206
Within Groups 19219.579 217 88.569
Total 19501.376 219
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa usia perkawinan pada penyesuaian
perkawinan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.206 artinya penghasilan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian perkawinan individu Betawi.
Pada penghasilan <1.000.000-5.000.000 sebanyak 178 responden berada pada
kategori rendah dengan nilai rata-rata sebesar 49.4519. Pada penghasilan
5.000.000-10.000.000 sebanyak 35 responden berada pada kategori sedang dengan
nilai rata-rata 52.4137. Dan penghasilan >10.000.000 sebanyak 7 responden berada
pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 51.8671.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Selanjutnya, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing independent
variable terhadap dependent variable dalam penelitian ini, analisisnya dengan
menggunakan multiple regression. Data yang dianalisis yaitu true score yang
diperoleh dari hasil analisis faktor. Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis
dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 22.0.
Dalam analisis regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan
oleh independent variable, kedua apakah secara keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, ketiga melihat
signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari independent variable. Pengujian
64
hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama penulis melihat
besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable
yang dijelaskan oleh Gambaran Umum Subjek Penelitian independent variable.
Tabel 4.8 Model Summary Analisis Regresi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .405a .164 .128 8.81206
Berdasarkan data tabel 4.7 dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0.164
atau 16.4%. Artinya proporsi varians dari penyesuaian perkawinan yang dijelaskan
oleh variabel tipe kepribadian big five extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, openness to experience, kecerdasan emosional,
jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan
adalah sebesar 16.4%. Sedangkan 83.6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di
luar penelitian ini. Langkah kedua penulis menganalisis pengaruh dari seluruh
independen variabel terhadap penyesuaian perkawinan. Adapun hasil uji F dapat
dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.9 Tabel Anova
Model Sum of Square Df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 3194.356 9 354.928 4.571 .000b
Residual 16307.020 210 77.652
Total 19501.376 219
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), Penghasilan, Kecerdasan, Jenis Kelamin, Usia Perkawinan,
Extraversion, Agreeableness, Neuroticism, Openness, Conscientiousness
Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat perolehan uji F terhadap R2 bahwa pengaruh
tipe kepribadian big five, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan
65
penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan signifikan yaitu 0.000 (p<0.05). Hal
ini menolak hipotesis nihil (mayor) yang berbunyi “tidak ada pengaruh yang
signifikan dari dimensi tipe kepribadian big five extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openess, kecerdasan emosional, jenis kelamin,
usia perkawinan, penghasilan dan terhadap penyesuaian perkawinan”. Artinya ada
pengaruh tipe kepribadian big five extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, openness, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan
penghasilan terhadap penyesuaian perkawinan.
Langkah terakhir yaitu melihat koefisien regresi dari masing-masing
independent variable. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, dapat dilihat melalui kolom Sig., (kolom keenam). Jika Sig., < 0.05
maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap
penyesuaian perkawinan, begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi
dari masing-masing independent variable terhadap penyesuaian perkawinan dapat
dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.10 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 28.560 9.415 3.033 .003
EXTRA -,059 .070 -.057 -.839 .402
AGREE .084 .082 .074 1.028 .305
CONSCIEN .198 .100 .176 1.976 .049*
NEUROTIC .025 .084 .023 .294 .769
OPENESS .227 .094 .213 2.429 .016*
KE .009 .082 .009 .107 .915
JK 1.572 1.289 .083 1.220 .224
UP -2.313 1.230 -.123 -1.880 .061
PE -2.998 1.542 -.126 -1.944 .053
66
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.9 dapat disampaikan persamaan regresi
sebagai berikut:
Penyesuaian Perkawinan’ = 28.560 - 0.059 (EXTRAVER) + 0.084 (AGREE) +
0.198 (CONSCIEN)* + 0.025 (NEUROTIC) + 0.227 (OPENESS)* + 0.009
(KECERDASAN EMOSIONAL) + 1.5872 (JENIS KELAMIN) - 2.313 (USIA
PERKAWINAN) – 2.998 (PENGHASILAN)
Dari hasil koefisien regresi di atas terdapat dua independent variable yang
signifikan pengaruhnya terhadap penyesuaian perkawinan, yaitu conscientiousness
dan openess to experience. Penjelasan dari masing-masing koefisien regresi yang
diperoleh masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:
1. Variabel extraversion: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.057 dengan
signifikansi 0.402 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya extraversion pada
variabel tipe kepribadian big five tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan.
2. Variabel agreeableness: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.074 dengan
signifikansi 0.305 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, agreeablenes pada
variabel tipe kepribadian big five tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan.
3. Variabel conscientiousness: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.176
dengan signifikansi 0.049 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya,
conscientiousness pada variabel tipe kepribadian big five ada pengaruh secara
signifikan terhadap penyesuaian perkawinan. Tanda pada koefisien adalah
67
positif, artinya semakin tinggi nilai conscientiousness, maka semakin baik
penyesuaian perkawinan.
4. Variabel neuroticism: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.023 dengan
signifikansi 0.769 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, neuroticism pada
variabel tipe kepribadian big five tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan.
5. Variabel openess to experience: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.213
dengan signifikansi 0.016 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan openness pada variabel tipe kepribadian big five
terhadap penyesuaian perkawinan. Tanda pada koefisien adalah positif, artinya
semakin tinggi openness yang diperoleh, maka semakin tinggi penyesuaian
perkawinan.
6. Variabel kecerdasan emosional: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.009
dengan signifikansi 0.915 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, kecerdasan
emosional pada variabel kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penyesuaian perkawinan.
7. Variabel Jenis Kelamin: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.083 dengan
signifikansi 0.224 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya variabel jenis
kelamin pada variabel demografi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan.
68
8. Variabel Usia Perkawinan: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.123
dengan signifikansi 0.061 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya variabel
usia perkawinan pada variabel demografi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan.
9. Variabel Penghasilan: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.126 dengan
signifikansi 0.053 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya variabel
penghasilan pada variabel demografi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan.
4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Independent Variable
Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians
dari masing-masing independen variabel terhadap penyesuaian perkawinan. Pada
tabel 4.8 kolom pertama adalah independent variable yang dianalisis secara satu
per satu. Kolom kedua merupakan penambahan varians dependent variable dari tiap
independent variable yang dimasukkan secara satu per satu tersebut. Kolom ketiga
merupakan nilai murni varians dependent variable dari tiap independent variable
yang dimasukkan secara satu per satu. Kolom keempat adalah nilai F hitung bagi
independent variable yang bersangkutan. Kolom DF adalah derajat bebas bagi
independent variable yang bersangkutan, yang terdiri dari numerator dan
denumerator yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan
dibandingkan dengan nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F
tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi akan dituliskan dan
sebaliknya.
69
Penulis selanjutnya juga melihat besarnya proporsi varian dependent variable
yang merupakan sumbangan atau pengaruh dari masing-masing independent
variable, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varian
dependent variable yang merupakan sumbangan atau pengaruh dari masing-masing
independent variable, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi
varians setiap kali independent variable dimasukkan dalam persamaan. Besarnya
R2 (R2change) ini dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini.
Tabel 4.11 Proporsi varians untuk masing-masing independent variable
Dari tabel 4.8 dapat dijelakan sebagai berikut:
1. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.764 (sig > 0.05)
dan df 1 = 1 dan df 2 = 218. Artinya sumbangan extraversion tidak signifikan
terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian perkawinan.
2. Variabel agreeableness memberikan sumbangan sebesar 3.4% dalam
varianspenyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.006 (sig
< 0.05) dan df 1 = 1 dan df 2 = 217. Artinya sumbangan agreeableness signifikan
terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian perkawinan.
Model R R
Square Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1
df2
Sig. F
Change
1 .020a .000 -.004 9.45614 .000 .091 1 218 .764
2 .185b .034 .025 9.31583 .034 7.616 1 217 .006
3 .294c .087 .074 9.08100 .052 12.368 1 216 .001
4 .297d .088 .072 9.09278 .002 .441 1 215 .508
5 .350e .123 .102 8.94197 .034 8.313 1 214 .004
6 .352f .124 .099 8.95658 .001 .303 1 213 .583
7 .363g .131 .103 8.93824 .008 1.875 1 212 .172
8 .386h .149 .116 8.86994 .017 4.277 1 211 .040
9 .405i .164 .128 8.81206 .015 3.781 1 210 .053
70
3. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 5.2 % dalam
varians penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.001 (sig
< 0.05) dan df 1 = 1 dan df 2 = 216. Artinya sumbangan conscientiousness
signifikan terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian
perkawinan.
4. Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam varians
penyesuaian perkawinan dengan signifikan F change sebesar 0.508 (sig > 0.05)
dan df 1 = 1 dan df 2 = 215. Artinya sumbangan neuroticism tidak signifikan
terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian perkawinan.
5. Variabel openess to experiencememberikan sumbangan sebesar 3.4% dalam
varians penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.004 (sig
< 0.05) dan df 1 = 1 dan df 2 = 214. Artinya sumbangan openness signifikan
terhadap penambahan proporsi varians penyesuaian perkawinan.
6. Variabel kecerdasan emosional memberikan sumbangan sebesar 0.1% dalam
varians penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.583 (sig
> 0.05) dan df 1 = 1 dan df 2 = 213. Artinya sumbangan kecerdasan emosional
tidak signifikan terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian
perkawinan.
7. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam varians
penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.172 (sig > 0.05)
dan df 1 = 1 dan df 2 = 212. Artinya sumbangan jenis kelamin tidak signifikan
terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian perkawinan.
71
8. Variabel usia perkawinan memberikan sumbangan sebesar 2.2 % dalam varians
penyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.71 (sig < 0.05)
dan df 1 = 2 dan df 2 = 210. Artinya sumbangan usia perkawinan signifikan
terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian perkawinan.
9. Variabel penghasilan memberikan sumbangan sebesar 1.9% dalam
varianspenyesuaian perkawinan, dengan signifikan F change sebesar 0.324 (sig
> 0.05) dan df 1 = 4 dan df 2 = 206. Artinya sumbangan penghasilan tidak
signifikan terhadap penambahan proporsi varians keseluruhan penyesuaian
perkawinan.
72
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian ini
adalah adanya pengaruh bersama yang signifikan dari variabel tipe kepribadian big five
dan kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan terhadap
penyesuaian perkawinan budaya Betawi.
Pengaruh terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi yang dapat
diprediksi secara bersama oleh variabel tipe kepribadian big five dan kecerdasan
emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan penghasilan adalah sebesar 16.4%,
sedangkan 83.6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Jika dilihat dari masing-masing independen variabel diketahui bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan yaitu tipe kepribadian big five conscientiousness dan
openness to experience terhadap penyesuaian perkawinan. Artinya semakin tinggi
conscientiousness dan openness to experience semakin baik pula penyesuaian
perkawinan.
Sementara itu diketahui variabel tipe kepribadian big five extraversion,
agreeableness, neuroticism, kecerdasan emosional, jenis kelamin, usia perkawinan dan
penghasilan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian
perkawinan budaya Betawi. Prediktor dengan pengaruh paling besar terhadap
penyesuaian perkawinan pada penelitian ini adalah tipe kepribadian big five openness
to experience.
73
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian penyesuaian perkawinan yang telah dilakukan
kepada responden budaya Betawi diketahui nilai R-Square sebesar 16.4% dan 83.6%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Hal ini bisa saja terjadi
karena jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian masih kurang banyak
sehingga hasil penelitian ini memiliki pengaruh yang kecil terhadap penyesuaian
perkawinan budaya Betawi.
Dalam penelitian ini bahwa tipe kepribadian big five conscientiousness dan
openness to experience mempengaruhi penyesuaian perkawinan budaya Betawi. Tipe
kepribadian conscientiousness secara signifikan memiliki arah pengaruh yang positif
terhadap penyesuaian perkawinan Betawi. Hal ini karena orang Betawi pekerja keras,
kompeten dalam mengerjakan sesuatu, dapat diandalkan dan memegang erat prinsip
hidup. Sesuai dengan yang dikatakan Chaer (2015) bahwa orang Betawi terutama laki-
laki bekerja sebagai pegawai, pedagang dan buruh. Adapun yang memiliki lahan
mereka bekerja mengurus lahan untuk dijadikan rumah kontrakan atau dijadikan
kebun.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Buss dan
Shackelford (1997) mengatakan bahwa individu dengan tingkat conscientiousness
yang tinggi membuat kebutuhan pencapaian tujuan menjadi lebih energik dan bertekad
untuk menjaga dan mempertahankan hubungan. Penelitian lainnya juga dilakukan
Cook, Casillas, Robbins dan Dougherty (2005) menggambarkan conscientiousness
adalah kontrol impuls yang memfasilitasi perilaku yang diarahkan pada tugas dan
74
tujuan, seperti berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti norma dan
aturan, dan merencanakan, mengatur, dan memprioritaskan tugas.
Tipe kepribadian openness to experience secara signifikan memiliki arah
pengaruh yang positif terhadap penyesuaian perkawinan budaya Betawi. Hal ini karena
Budaya Betawi dikenal dengan keterbukaan, bahasa nyablak, spontanitas, menyukai
hal-hal baru, sangat menyukai kesenian, dan memiliki nilai sosial, politik dan agama
yang tinggi. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boucard,
Lussie & Sabourin (1999) menunjukkan bahwa wanita tinggi openness dan
agreeableness dan laki-laki tinggi pada openness, agreeableness dan
conscientiousness lebih mudah menyesuaikan perkawinan. Dikarenakan individu yang
terbuka dapat mentolerir dan menghargai lebih banyak perbedaan dalam perilaku dan
pemikiran, sehingga mengurangi jumlah konflik dan meningkatkan kesepakatan di
antara pasangan.
Penelitian juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Madugah dan Nuako
(2016) mengatakan individu dengan sifat-sifat kepribadian openess to experience
cenderung lebih menunjukkan kasih sayang dalam perkawinan daripada orang-orang
dengan sifat kepribadian neuroticism yang sulit mengungkapkan perasaan karena
dicirikan dengan cemas, khawatir, impulsif dan mudah marah.
Pada hasil penelitian ini tipe kebpribadian extraversion, agreeablenesss, dan
neuroticism tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian
perkawinan budaya Betawi. Variabel ekstraversion tidak memiliki pengaruh
signifikan, dikarenakan saat ini masyarakat Betawi cenderung menurun dalam
75
bersosialisasi dan aktif berorganisasi sehingga dalam melakukan penyesuaian
perkawinan pada hubungan yang lebih intim masih mengalami kesulitan.
Tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Akram dan Malik (2011)
bahwa individu extraversion mudah dalam interaksi sosial menikmati hubungan
dengan orang lain dan membangun hubungan pribadi dan membantu dalam perjanjian
dan persahabatan dengan pasangan. Penelitian lainnya pada variabel extraversion
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boucard, Lussie dan
Sabourin (1999) yang mengatakan extraversion bukan prediktor yang signifikan karena
kecenderungan untuk mencari kehadiran orang lain hampir tidak dapat memprediksi
kualitas hubungan dekat seperti hubungan diadik.
Pada variabel agreeableness tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan individu Betawi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Boucard, Lussie dan Sabourin (1999) menunjukkan bahwa wanita dan
laki-laki yang tinggi agreeableness lebih mudah menyesuaikan, karena agreeableness
menilai kerjasama dan kepercayaan yang akan mempengaruhi gaya interaksi pasangan.
Pada variabel neuroticism, tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Boucard, Lussie & Sabourin (1999) menunjukkan bahwa wanita dan laki-
laki yang tinggi dalam neuroticism, rendah dalam penyesuaian perkawinan. Karena
neuroticism didefinisikan efektivitas negatif sehingga individu dengan neuroticism
tinggi cenderung melihat pasangannya dengan cara yang ideal yang pada gilirannya
memprediksi penyesuaian perkawinan yang lebih rendah.
76
Pada variabel kecerdasan emosional, tidak menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap penyesuaian perkawinan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Tabinda dan Amina (2013) menunjukkan seseorang yang cerdas secara emosi mampu
membangun hubungan seumur hidup. Kompetensi ini membantu orang
mengembangkan toleransi dan mengatasi stres kehidupan ketika individu
memengaruhi pasangan, diri mereka sendiri, dan hubungan mereka. Kecerdasan
emosional memfasilitasi dalam mengenali motivasi, perasaan, dan keinginan seseorang
yang penting dalam komunikasi yang efektif dengan pasangan.
Penelitian ini juga tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Dildar,
Bashir dan Shoaib (2012) bahwa kecerdasan emosional berkorelasi positif dengan
penyesuaian perkawinan. Kecerdasan emosional dan penyesuaian perkawinan sangat
terkait satu sama lain. Pemahaman persepsi emosi dan penalaran tentang emosi dan
mengatur atau mengelola emosi adalah penting dalam perkawinan.
Dalam penelitian ini bisa terjadi karena masyarakat Betawi yang dijadikan
sampel dalam pemahaman kecerdasan emsoional yang kurang memahami maknanya
mengenai emosi. Dalam penilaian mengenai definisi emosi banyak responden menilai
emosi adalah semua bentuk hal yang negatif, hal ini dilihat dari item-item kusioner
yang diisi oleh responden. Sehingga dalam mengisi pada beberapa item pada skala
kecerdasan emosional terdapat kekeliruan dan item terbanyak yang diisi responden
cenderung tinggi pada skala setuju.
Variabel terakhir adalah variabel jenis kelamin, usia perkawinan, dan
penghasilan. Berdasarkan hasil penelitian variabel jenis kelamin, usia perkawinan, dan
77
penghasilan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian
perkawinan. Variabel jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap penyesuaian perkawinan.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nema (2013)
menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat penyesuaian yang lebih baik daripada
wanita. Laki-laki memiliki kemampuan menjaga keseimbangan antara keluarga dan
masyarakat. Bertanggung jawab atas kebutuhan anggota keluarga dan kelancaran
fungsi keluarga, mampu membuat distribusi peran yang sama di antara anggota
keluarga dan dibanding dengan wanita dalam menyesuaikan waktu dan energi untuk
anak-anak, pasangan, dan kegiatan rumah tangga, kegiatan keagamaan dan sosial.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ghaemian dan Gholami (2010) tidak ada
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan wanita terhadap penyesuaian
perkawinan. Hal ini karena pasangan menikmati peran kesetaraan dan kesetaraan,
berpartisipasi dan bekerja sama dalam semua jenis tanggung jawab yang mengarah
pada penyesuaian perkawinan yang baik.
Variabel usia perkawinan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan. Penelitian ini tidak sejalan dengan Hurlock (1980)
menyatakan bahwa tahun-tahun pertama perkawinan, pasangan harus menyesuaiakan
terhadap satu sama lain. Sementara dalam melakukan penyesuaian perkawinan sering
timbul ketegangan emosional yang dipandang sebagai periode rentan bagi pasangan
yang baru menikah. Namun hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Ghoroghi,
78
Hassan dan Baba (2015) tidak ada korelasi antara usia perkawinan dan penyesuaian
perkawinan, penyesuaian perkawinan tetap cukup stabil dari waktu ke waktu.
Variabel terakhir yaitu penghasilan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
penyesuaian perkawinan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Conger dan Martin
(2010) menunjukkan bahwa pendapatan yang rendah, ketidakstabilan keuangan, atau
masalah ekonomi dikaitkan dengan tingkat kualitas perkawinan yang lebih rendah. Hal
ini karena faktor pendapatan yang rendah menyebabkan stress dan kerenggangan
dalam suatu hubungan. Hasil penelitian lain juga tidak selaras dengan yang dilakukan
Iloyd (dalam Jamabo & Urdu, 2012) mengungkapkan bahwa ekonomi merupakan
faktor pendukung penyesuaian perkawinan, hal itu menyimpulkan bahwa semakin
tinggi pendapatan, semakin rendah kemungkinan perceraian.
Kelebihan penelitian ini adalah pengambilan sampel tidak menggunakan form
online artinya penulis mendampingi responden dalam mengisi kuesioner agar dapat
meminimalisir kerancuan dalam mengisi item-item, dan juga penulis dapat
mengobservasi responden dalam mengisi kuesioner. Sampel penelitian hanya
ditujukan salah satu pasangan yang bersedia dalam mengisi kuesioner. Hal ini agar
menghindari kesamaan jawaban antara suami dan istri dan agar tidak menimbulkan
konflik rumah tangga setelah menjadi responden penelitian karena adanya beberapa
item mengenai permasalahan rumah tangga.
Keterbatasan penelitian ini adalah durasi pengambilan sampel lama dikarenakan
mencari responden satu persatu setiap rumah sesuai kriteria penelitian dan kesediaan
responden. Penelitian ini tidak semua wilayah besar penduduk Betawi menjadi sampel.
79
Penelitian ini juga hanya meneliti pada satu budaya sehingga tidak dapat melihat
perbedaan penyesuaian perkawinan setiap budaya. Hal ini dikarenakan keterbatasan
jarak, waktu dan biaya.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan saran
praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan pertimbangan
untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga menguraikan saran
secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi pembaca sehingga dapat
mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1. Saran Teoritis
1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan faktor-faktor lain yang menarik
yang dapat dijadikan variabel independent untuk melihat pengaruhnya terhadap
penyesuaian perkawinan, seperti religiusitas, social support, dan variabel psikologi
lainnya.
2. Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adaptasi dari skala baku dalam bahasa
asing. Penulis menyarankan dalam menerjemahkan skala untuk menggunakan
bahasa penerjemahan yang lebih luwes, mudah dipahami dan tidak ambigu,
sehingga mempermudah responden dalam memahami pernyataan dan
menjawabnya.
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyesuaian perkawinan pada
individu yang berasal dari budaya Betawi. Pada penelitian selanjutnya mungkin
dapat menggunakan budaya lainnya seperti Jawa, Sunda, Padang dan sebagainya.
80
Dan juga antar budaya seperti Betawi dengan Jawa, Jawa dengan Sunda, atau
Betawi dengan Sunda dan sebagainya.
5.3.2. Saran Praktis
Mengingatnya variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan
maka penulis menyarankan beberapa hal yaitu:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tipe kepribadian conscientiousness
dan openess to experience memiliki pengaruh yang signifikan bagi penyesuaian
perkawinan, sehingga untuk meningkatkan penyesuaian perkawinan, diharapkan
individu yang telah menikah untuk saling dapat diandalkan, ambisius dalam
mencapai tujuan, terbuka mengenai aspek penting dalam kehidupan rumah tangga.
2. Untuk calon pasangan suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan
hendaknya mengikuti pelatihan atau konseling pranikah dengan baik agar dapat
melakukuan penyesuaian perkawinan dan menjalankan peran, tugas dan tanggung
jawab dengan baik dan membina hubungan yang harmonis dan kemampuan untuk
saling terbuka saling terbuka satu sama lain.
81
DAFTAR PUSTAKA
Akram, H., & Malik, N. I. (2011). Relationship between personality traits and marital.
Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3 (4).
Anjani, C., & Suryanto. (2016). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal.
Insan, 8 (3).
Batool, S. S., & Khalid, R. (2012). Emotional Intelligence: A predictor of marital
quality in pakistani couples. Pakistan Journal of Psychological Research, 27
(1), 65-88.
Belanger, C., Schiavi, M. F., Sabourin, S., Dugal, C., Baalbaki, G. E., & Lussier, Y.
(2014). Self-esteem, coping effort and marital adjustment. Europe's Journal
Psychology, 10 (4), 137-147.
Bouchard, G., Lussier, Y., & Sabourin, S. (1999). Personality and marital adjustment:
Utility of the five-factor model of personality. Journal of Marriage and Family,
651-660.
Bradbury, T. N., Fincham, F. D., & Beach, S. R. (2000). Research on the nature and
determinants of marital. Journal of Marriage and the Family, 964-980.
Buss, D.M., & Shackelford, T.K. (1997). Susceptibility to Infidelity in the First Year
of Marriage. Journal of Research in Personality, 193-221.
Chaplin, J. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Chaer, A. (2015). Betawi tempo doeloe: Menelusuri sejarah kebudayaan betawi.
Jakarta: Masup Jakarta.
Cook, D. B., Casillas, A., Robbins, S. B., & Dougherty, L. M. (2005). Goal continuity
and the "big five" as predictors of older adult marital adjustment. Personality
and Individual Differences, 38. 519–531 doi:10.1016/j.paid.2004.05.006.
Conger, R. D., Conger, K. J., & Martin, M. J. (2010). Socioeconomic status, family
processes, and individual development. Journal of Marriage and Family, 72,
685-704. doi:10.1111/j.1741-3737.2010.00725.x.
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1992). Normal personality assessment in clinical
practice: The neo personality inventory. Psychological Assessment, 4 (1), 5-13.
82
Diah, H (2017). Perempuan betawi dalam adaptasi zaman. Diunduh tanggal 17 Agustus
2019 dari https://www.academia.edu/37684283/Perempuan-Betawi-dalam-
Adaptasi-Zaman
Dildar, S., Bashir, S., Shoaib, M., Sultan, T., & Saeed, Y. (2012). Chains do not hold
a marriage together: Emotional intelligence and marital adjustment (a case of
gujrat district, pakistan). Journal of Scientific Research, 11 (7), 982-987.
Degenova, M. K. (2008). Intimate relationship, marriage & families. New York:
McGraw-Hill.
Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985). Marriage and family development. New York:
Harper & Row.
Elfira, M. (2012). Aktivitas kaum perempuan betawi dalam masyarakat multikultural
dalam tradisi dan modernisasi. Prosiding Seminar Internasional
Muldonetikultural & Globalisasi, 33-43.
Febriana, R. (2015). Uji validitas konstruk pada instrument pass (procrastination
assessment scale for student) dengan metode confirmatory factor analysis
(CFA). Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, 3 (4), 267-
277.
Fower, B. J., & Olson, D. H. (1993). Enrich marital satisfaction scale: A brief research
and clinical tool. Journal of Family Research, 7 (2), 176-185.
Ghaemian, A., & Gholami, J. (2010). An investigation into the relationship between
personality types and interpersonal problem solving styles with marital
adjustment in the married students at islamic azad university. The Arab Journal
of Psychiatry, 21 (1), 70-84.
Ghoroghi, S., Hassan, S. A., & Baba, M. (2015). Marital adjustment and duration of
marriage among postgraduate iranian students in malaysia. International
Education Studies, 8 (2). doi:10.5539/ies.v8n2p50.
Goleman, D. (1998). The emotional intelligence of leaders. Journal of leader to leader,
10. 20-26.
83
Graham, J. M., Liu, Y.j., & Jeziorski, J. L. (2006). The dyadic adjustment scale: a
reliability generalization meta-analysis. Journal of Marriage and the Family,
68, 701–717.
Gultom, H.E.P (2018). Tahun-tahun rawan dalam pernikahan yang sebaiknya anda
tahu. Diunduh tanggal 17 Agustus 2019 dari
https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/lifestyle/2018/01/31/t
ahun-tahun-rawan-dalam-pernikahan-yang-sebaiknya-anda-tahu.
Hamdan, M. (2005). Nilai kebetawian sebagai identitas masyarakat jakarta di era
global. Diunduh tanggal 24 Mei 2019 dari
https://mencos.wordpress.com/2010/10/07/nilai-kebetawian-sebagai-identitas-
masyarakat-di-era-global/.
Heaton, T. B., & Blake, A. M. (1999). Gender differences in determinants of marital
discruption. Journal of Family Issues, 20 (1).
Hidayat, R (2018). Melihat tren perceraian dan dominasi penyebabnya. Diunduh
tanggal 9 Mei 2019 dari
https://hukumonline.com/berita/baca/lt5b1fb923cb04f/melihat-tren-
perceraian-dan-dominasi-penyebabnya.
Hinchliff, S., & Gott, M. (2004). Intimacy, commitment, and adaptation: Sexual
relationships within long-term marriages. Journal of Social and Personal
Relationships, 21 (5). 595–609. doi: 10.1177/0265407504045889
Hooda, S., & Singh, S. (2014). Marital adjustment, coping, and happines in career
woman. International Journal for Research Publication & Seminar, 5(3), 132-
142.
Hurlock, E. (1980). Development psychology: A life-span approach, fifth Edition.
psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan,
edisi kelima. Istiwidyanti & Soedjarwo (terj). Jakarta: Erlangga.
Jalovaara, M. (2002). Socioeconomic differentials in divorce risk by duration of
marriage. Demographic Research, 7 (16), 537-564.
Jamabo, T., & Ordu, S. N. (2012). Marital adjustment of working class and non-
working class women in port harcourt metropolis, Nigeria. International
Journal of Psychology and Counselling, 4 (10), 123-126. doi:
10.5897/IJPC10.051.
84
John, O.P., & Srivastava, S. (1999). The big five inventory. New York:Willguilford
press
Johnson, D.R., Amoloza, T. O., & Booth, A. (1992). Stability and developmental
change in marital quality: A three-wave panel analysis. Journal of Marriage
and Family. 54 (3), 582-594.
Kemenag (2018). Undang-undang republik indonesia tentang perkawinan. Diunduh
tanggal 29 April 2019 dari
https://kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf
Kendrick, H. M., & Drentea, P. (2016). Marital Adjustment. The Wiley Blackwell
Encyclopedia of Family Studies. doi:10.1002/9781119085621.wbefs071.
Madugah, J., & Nuako, C. O. (2016). Marriage is better for certain personality types:
exploring the relationship between personality and marital adjustment in a
sample of Nungua Residents. Proceedings of Incedi, 842-853.
Mahkamah Agung (2018). Direktori putusan mahkamah agung republik indonesia.
Diunduh tanggal 20 Juli 2019 dari
https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pa-
jakarta/periode/putus/2019/1.
Makvana, S. (2014). Marital adjustment among serving and non-serving married
couples . The International Journal of Indian Psychology, 1 (3).
Manju. (2016). Marital adjustment and depression. The International Journal of Indian
Psychology, 3 (59).
Manyam, S. B., & Junior, V.Y. (2014). Marital adjustment trend in asian indian
families. Journal of Couple & Relationship Therapy, 13 (2), 114–132. doi:
10.1080/15332691.2013.852491.
Nasrullah, Y. G (2018). Angka perceraian kian meningkat 70 persen atas keinginan
istri. Diunduh tanggal 16 Mei 2019 dari
https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018/03/15/137967/angka-
perceraian-kian-meningkat-70-persen-atas-keinginan-istri.html.
Nema, S. (2013). Effect of marital adjustment in middle-aged adults. International
Journal of Scientific and Research Publications, 3 (6).
85
Nemechek, S., & Olson, K. R. (1999). Five-factor personality similarity and marital
adjustment. Social Behavior and Personality, 27 (3). 309-318.
Nursyifa, A. (2017). Perubahan sosial masyarakat perkampungan budaya betawi setu
babakan pada era globalisasi. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia. Retrived
from http://repository.upi.edu/28746/
Ozmen, O., & Atik, G. (2010). Attachment styles and marital adjustment of Turkish
married individuals. Procedia Social and Behavioral Sciences, 367–371.
Pandey, R., & Anand, T. (2010). Emotional intelligence and its relationship with
marital adjustment and health of spouse. Indian Journal of Social Science
Researches, 7 (2), 38-46.
Pervin, L., Daniel, C., & Jhon, P. (2005). Personality: Theory and research. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Saidi, R. (2018). Facta Documenta Jakarta: Bukti Kedatangan Bangsa Kaukasus di
Jakarta Abad 10M. Jakarta: Buku Pintar Indonesia.
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. Yale University : Baywood
Pub1ishing Co., Inc.
Sinha, C. (2016). Adjustment of married women in relation to age and job status.
International Journal of Scientific and Research Publications, 6 (1), 42-45.
Soto, C. J. (2018). Big five personality traits. The Sage Encyclopedia of Lifespan
Human Development, 240-241).
Spanier, G. B. (1976). Measuring dyadic adjustment: New scales for assessing the
quality of marriage and similar dyads. Journal of Marriage and Family, 38 (1),
15-28.
Suryabrata, S. (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Tabinda, J., & Amina, M. (2013). Emotional intelligence as a predictor of marital
adjustment to infertility. International Journal of Research Studies in
Psychology , 2 (3). 45-58.
Watson, D., & Clark, L. A. (1984). Negative affectivity: The disposition to experience
negative aversive emotional states. Psychological Bulletin, 96, 465-490. doi:
10.1037/0033-2909.96.3.465.
86
Wong, C. S., & Law, K. S. (2002). The effects of leader and follower emotional
intelligence on performance and attitude: An exploratory study. The Leadership
Quarterly, 13, 243–274.
88
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum. Wr.Wb.
Saya Amelia Suci Latifah Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian dalam
rangka menyelesaikan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Saya
memohon kesediaan Anda untuk menjadi responden dengan mengisi kuesioner
dalam penelitian ini.
Silahkan anda mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk yang
diberikan dan TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan jawaban anda sejujur-jujurnya sesuai dengan
keadaan anda saat ini. Kuesioner ini digunakan hanya untuk tujuan penelitian dan
setiap jawaban yang anda berikan akan TERJAMIN KERAHASIAANNYA.
Bila Anda ingin menanyakan informasi terkait penelitian yang saya
lakukan, silahkan menghubungi ke 089626145288 atau email
[email protected]. Atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini, saya
ucapkan terimakasih.
Hormat Saya
Amelia Suci Latifah
89
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki
Pendidikan Terakhir :
Suku :
Usia Perkawinan : 1 tahun - 2 tahun
3 tahun - 4 tahun
5 tahun
Perkawinan Ke- :
Pekerjaan Suami : Wiraswasta, Sebutkan
PNS, Sebutkan
Guru / Dosen
Karyawan, Sebutkan
Ojek Online
Lainnya
Pekerjaan Istri : Wiraswasta, Sebutkan
PNS, Sebutkan
Guru / Dosen
Karyawati, Sebutkan
Lainnya
Jumlah Anak :
C
C
90
Total Penghasilan Pasangan Perbulan :
< 1.000.000
1.000.000 - 3.000.000
4.000.000 - 5.000.000
6.000.000 - 10.000.000
> 10.000.000
Total Pengeluaran Rumah Tangga Perbulan :
< 1.000.000
1.000.000 - 3.000.000
4.000.000 - 5.000.000
6.000.000 -10.000.000
> 10.000.000
91
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut disajikan beberapa pernyataan, mohon baca dan pahami baik-baik
setiap pernyataan. Anda diminta untuk memberikan salah satu tanda checklist ()
pada kolom yang anda rasa paling sesuai dengan keadaan anda.
Contoh
SKALA I
Dalam sebuah hubungan sering terjadi kesepakatan atau ketidaksepakatan
dalam pengambilan keputusan. Harap memilih perkiraan tingkat kesepakatan atau
ketidaksepakatan dalam hubungan Anda dengan pasangan Anda pada setiap
pernyataan berikut.
No. Pernyataan Selalu
Sepakat
Hampir
Selalu
Sepakat
Kadang-
kadang
Sepakat
Selalu
Tidak
Sepakat
1 Menangani keuangan
keluarga.
2 Masalah rekreasi.
3 Masalah agama.
4 Menunjukkan kasih sayang.
5 Pertemanan.
6 Hubungan seks.
7 Perilaku yang dianggap tepat
8 Pandangan hidup.
9 Cara berhubungan dengan
orang tua atau mertua.
10 Prinsip, keyakinan, tujuan,
dan hal-hal yang dianggap
penting.
11 Jumlah waktu yang dihabiskan
bersama.
12 Membuat keputusan besar.
13 Tugas-tugas rumah tangga.
14 Melakukan aktifitas dan minat
di waktu luang.
15 Keputusan karir.
No Pernyataan Selalu
Sepakat
Hampir
Selalu
Sepakat
Kadang-
kadang
Sepakat
Selalu
Tidak
Sepakat
1. Menangani keuangan keluarga
92
Seberapa sering Anda mengatakan peristiwa berikut yang terjadi pada Anda
dan pasangan Anda?
No Pernyataan Sangat
Sering Sering Jarang
Tidak
Pernah
25. Saling bertukar pikiran atau ide.
26. Tertawa bersama.
27. Tenang dalam mendiskusikan
sesuatu.
28 Bekerja bersama dalam sebuah
projek atau kegiatan.
No Pernyataan Sangat
Sering Sering Jarang
Tidak
Pernah
16
Seberapa sering anda berdiskusi
atau mempertimbangkan
perceraian, perpisahan, atau
pemutusan hubungan Anda?
17
Seberapa sering Anda atau
pasangan Anda meninggalkan
rumah setelah bertengkar?
18
Secara umum, seberapa sering
anda berpikir bahwa hubungan
antara anda dan pasangan
berjalan dengan baik?
19 Apakah Anda curhat dengan
pasangan Anda?
20 Apakah Anda pernah kecewa
terhadap pernikahan Anda ?
21 Seberapa sering Anda dan
pasangan Anda bertengkar?
22
Seberapa sering Anda dan
pasangan Anda merasa saling
kesal atau jengkel?
23 Apakah anda mencium pasangan
Anda?
No Pernyataan Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
24. Apakah Anda dan pasangan Anda
terlibat dalam kepentingan di luar
secara bersama-sama ?
93
Berikut beberapa hal tentang pasangan yang terkadang setuju dan kadang
tidak setuju. Tunjukkan jika salah satu pernyataan di bawah ini yang
menyebabkan perbedaan pendapat atau masalah dalam hubungan Anda selama
beberapa minggu terakhir. (Beri tanda checklist () pada kolom Ya atau Tidak).
No Pernyataan Ya Tidak
29 Terlalu lelah untuk berhubungan seksual.
30 Tidak menunjukkan rasa cinta.
31. Setelah mempertimbangkan segala hal dalam perkawinan Anda, pilihlah satu
jawaban yang menurut Anda mewakili tingkat kebahagiaan dalam perkawinan
Anda.
Sangat Bahagia Tidak Bahagia
Cukup Bahagia Sangat Tidak Bahagia
32. Manakah dari pernyataan berikut yang paling menggambarkan bagaimana
perasaan Anda tentang masa depan hubungan Anda? Beri tanda checklist ()
pada kolom di bawah ini.
Saya sangat ingin perkawinan saya berhasil dan akan berusaha sekuat
tenaga untuk memastikan hal itu terjadi.
Saya sangat menginginkan agar pernikawinan saya berhasil, dan akan
melakukan semua yang saya bisa untuk memastikan hal itu terjadi.
Saya sangat menginginkan agar perkawinan saya berhasil, dan akan
melakukan pembagian yang adil untuk memastikan hal itu terjadi.
Akan menyenangkan jika perkawinan saya berhasil, tapi saya tidak dapat
melakukan lebih dari yang saya lakukan sekarang untuk membantu
kesuksesan itu.
Akan lebih baik jika berhasil, tapi saya menolak melakukan lebih dari
yang saya lakukan sekarang untuk menjaga hubungan tetap berjalan
Perkawinan saya tidak akan pernah berhasil, dan tidak ada lagi yang bisa
saya lakukan untuk menjaga hubungan agar tetap berjalan.
94
Petunjuk Pengisian Bagian II
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk memberikan salah satu tanda checklist () pada
kolom yang anda rasa paling sesuai dengan keadaan anda. Adapun pilihan
jawaban yang disediakan adalah :
STS : Sangat Tidak Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju SS : Sangat Setuju
SKALA II
No Pernyataan STS TS S SS
1. Banyak bicara.
2. Cenderung mencari kesalahan orang lain.
3. Melakukan pekerjaan secara menyeluruh.
4. Mudah depresi.
5. Banyak ide.
6. Pendiam.
7 Suka membantu dan tidak egois pada orang lain.
8 Agak ceroboh.
9. Rileks, mengatasi stres dengan baik.
10. Ingin tahu tentang banyak hal.
11. Penuh semangat.
12. Memulai pertengkaran dengan orang lain.
13. Pekerja yang dapat diandalkan.
14. Mudah merasa tegang.
15. Banyak akal, pemikir yang dalam.
16. Sangat antusias.
17. Pemaaf.
18. Cenderung tidak teratur.
19. Sering merasa khawatir.
20. Memiliki imajinasi yang aktif.
21. Cenderung tenang.
22. Mudah percaya.
23. Cenderung malas.
24. Stabil secara emosional, dan tidak mudah marah.
25. Menciptakan sesuatu yang baru.
26. Asertif / tegas.
27. Dingin dan menyendiri.
28. Tekun hingga tugas selesai.
29. Moody (perasaan mudah berubah).
95
No Pernyataan STS TS S SS
30. Suka dengan seni.
31. Kadang pemalu.
32. Perhatian dan murah hati hampir pada semua orang.
33. Melakukan hal-hal secara efisien.
34. Tenang dalam situasi yang tegang.
35. Mqenyukai pekerjaan yang rutin.
36. Ramah, mudah bergaul.
37. Terkadang kasar pada orang lain.
38. Membuat rencana dan menindaklanjutinya.
39. Mudah gugup.
40. Suka menyampaikan gagasan.
41. Sedikit minat pada seni.
42. Suka kerjasama dengan orang lain.
43. Mudah teralihkan.
44. Ahli dalam seni, musik atau sastra.
SKALA III
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya tahu kapan harus berbicara masalah pribadi Saya
kepada orang lain.
2 Ketika saya dihadapkan dengan rintangan, saya ingat saat
saya menghadapi hambatan yang sama dan mengatasinya.
3 Saya berharap bahwa saya akan melakukan dengan baik
pada kebanyakan hal yang saya coba.
4 Orang lain merasa mudah untuk
bercerita kepada saya.
5. Saya merasa sulit untuk memahami pesan non-verbal
orang lain.
6. Beberapa peristiwa besar dalam hidup saya telah
membuat Saya mengevaluasi kembali apa yang penting
dan tidak penting.
7. Saat mood Saya berubah, Saya melihat
kemungkinan baru.
8. Emosi adalah salah satu hal yang membuat hidup saya
layak untuk di jalani.
9. Saya menyadari emosi yang Saya alami.
10. Saya berharap sesuatu yang baik terjadi.
11. Saya suka berbagi emosi dengan orang lain.
12. Ketika Saya mengalami emosi positif, Saya tahu
bagaimana membuatnya bertahan.
96
No Pernyataan STS TS S SS
13. Saya mengatur acara atau kegiatan yang disukai orang
lain.
14. Saya mencari kegiatan yang membuat Saya bahagia.
15. Saya menyadari akan pesan non-verbal yang saya
sampaikan kepada orang lain.
16. Saya menunjukkan diri saya dengan cara yang membuat
kesan baik pada orang lain.
17. Ketika Saya berada dalam suasana hati yang positif,
memecahkan masalah itu mudah bagi saya.
18. Dengan melihat ekspresi wajah mereka, Saya mengenali
emosi yang dialaminya.
19. Saya mengetahui mengapa emosi Saya berubah.
20. Ketika Saya berada dalam suasana hati yang positif, Saya
bisa menemukan ide baru.
21. Saya memiliki kendali atas emosi Saya.
22. Saya dengan mudah mengenali emosi Saya saat Saya
mengalaminya.
23. Saya memotivasi diri Saya dengan membayangkan hasil
yang baik pada sesuatu yang Saya lakukan.
24. Saya memuji orang lain ketika mereka telah melakukan
sesuatu dengan baik.
25. Saya sadar akan pesan non-verbal yang dikirim orang
lain.
26. Ketika orang lain bercerita tentang sebuah peristiwa
penting dalam hidupnya, Saya hampir merasa seolah-olah
telah mengalami peristiwa itu sendiri.
27. Ketika saya merasakan perubahan emosi, Saya cenderung
mengemukakan gagasan/ide baru.
28. Ketika saya menghadapi rintangan, Saya menyerah
karena Saya yakin saya akan gagal.
29. Saya tahu apa yang orang lain rasakan hanya dengan
melihat mereka.
30. Saya membantu orang lain untuk merasa lebih baik saat
mereka down.
31. Saya menggunakan suasana hati yang baik untuk
membantu diri Saya untuk terus berusaha menghadapi
rintangan.
32. Saya dapat mengetahui bagaimana perasaan orang dengan
mendengarkan nada suaranya.
33. Sulit bagi Saya untuk mengerti mengapa orang merasakan
apa yang mereka lakukan.
97
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram
1. Penyesuaian Perkawinan
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK PENYESUAIAN PERKAWINAN
DA NI=32 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32
PM SY FI=PP.cor
MO NX=32 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PP
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10
1 LX 11 1
FR LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX
20 1 LX 21 1
FR LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1 LX 27 1 LX 28 1 LX 29 1 LX
30 1 LX 31 1 LX 32 1
FR TD 20 19
PD
OU SS TV MI
Path Diagram
2.
98
2. Extraversion
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK EXTRAVERSION
DA NI=8 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=extraver.cor
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EXTRAVER
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1
FR TD 8 5 TD 6 4 TD 6 3 TD 8 3 TD 5 3 TD 6 5 TD 6 2 TD 8 7
FR TD 7 4 TD 4 2
PD
OU SS TV MI
Path Diagram
99
3. Agreeableness
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK AGREEBLENESS
DA NI=9 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=AGREE.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
AGREE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1
FR TD 9 5 TD 8 5 TD 7 5 TD 9 3 TD 9 6
PD
OU SS TV MI
Path Diagram
100
4. Conscientiousness
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK CONSCIENTIOUSNESS
DA NI=9 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=conscien.cor
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CONSCIEN
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1
FR TD 8 7 TD 7 1 TD 6 4 TD 8 3 TD 5 2 TD 9 2 TD 5 1
PD
OU TV SS MI
Path Diagram
101
5. Neuroticism
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK NEUROTICISM
DA NI=8 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=neurotic.cor
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
NEUROTIC
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1
FR TD 2 1 TD 5 4 TD 7 2 TD 8 1
PD
OU TV SS MI
Path Diagram
102
6. Openess to Experience
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK OPENESS
DA NI=10 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=openess.cor
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
OPENESS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1
FR LX 10 1
FR TD 10 6 TD 10 2 TD 7 2 TD 8 2 TD 8 5 TD 9 2 TD 10 4 TD 6 1 TD 7 6
PD
OU TV SS MI
Path Diagram
103
7. Kecerdasan Emosional
Syntax
UJI VALIDITAS KONSTRUK KECERDASAN EMOSIONAL
DA NI=33 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33
PM SY FI=ke.cor
MO NX=33 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
KE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1
FR LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1
FR LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1
FR LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1 LX 27 1 LX 28 1 LX 29 1 LX 30 1 LX 31 1
FR LX 32 1 LX 33 1
FR TD 32 29 TD 31 30 TD 25 15 TD 27 18 TD 8 7 TD 25 17 TD 32 18
FR TD 29 18 TD 15 6 TD 19 9 TD 19 1 TD 9 3 TD 11 8 TD 33 28 TD 22 21
FR TD 14 10 TD 15 10 TD 9 8 TD 33 19 TD 19 15 TD 30 29 TD 30 16
FR TD 14 12 TD 27 12 TD 21 9 TD 24 5 TD 24 12 TD 12 3 TD 24 15 TD 24
FR TD 24 22 TD 31 22 TD 31 8 TD 26 10 TD 27 13 TD 27 5 TD 28 16
FR TD 16 15 TD 26 8 TD 28 4 TD 30 3 TD 18 3 TD 33 3 TD 31 12 TD 28 19
FR TD 22 6 TD 29 11 TD 19 18 TD 15 14 TD 24 4 TD 9 2 TD 23 17 TD 22 1
FR TD 25 23 TD 22 2 TD 5 2 TD 6 5 TD 30 24 TD 30 15 TD 30 6 TD 30 17
FR TD 30 19 TD 31 19 TD 15 5 TD 14 6 TD 30 11 TD 22 11 TD 29 04
FR TD 25 9 TD 26 3 TD 18 4 TD 4 2 TD 26 1 TD 13 10 TD 26 9 TD 29 26
FR TD 22 10 TD 21 16 TD 22 7 TD 29 22 TD 32 4 TD 23 2 TD 18 11
FR TD 33 30 TD 30 28 TD 33 10 TD 19 3 TD 22 3 TD 21 7 TD 23 22
FR TD 22 13 TD 19 13 TD 18 16 TD 32 31 TD 29 16 TD 24 3 TD 9 7 TD 19 7
FR TD 7 2 TD 31 7 TD 28 21 TD 12 7 TD 24 2 TD 32 12 TD 32 10 TD 17 10
FR TD 17 12 TD 17 14 TD 15 3 TD 22 15 TD 25 13 TD 9 6
PD
OU AD=OF IT=500 TV SS MI
105
Lampiran 4 Output Statistik Hasil Regresi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .405a .164 .128 8.81206
a. Predictors: (Constant), Penghasilan, Kecerdasan emosional, Jenis kelamin,
Usia perkawinan, Extraversion, Openness, Neuroticism, Conscientiousness
Model Sum of Square Df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 3194.356 9 354.928 4.571 .000b
Residual 16307.020 210 77.652
Total 19501.376 219
a. Dependent Variable : PP
b. Predictors: (Constant), Penghasilan, Kecerdasan emosional, Jenis Kelamin,
Usia Perkawinan, Extraversion, Agreeableness, Neuroticism, Openness, Conscientiousness.
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 28.560 9.415 3.033 .003
EXTRA -,059 .070 -.057 -.839 .402
AGREE .084 .082 .074 1.028 .305
CONSCIEN .198 .100 .176 1.976 .049
NEUROTIC .025 .084 .023 .294 .769
OPENESS .227 .094 .213 2.429 .016
KE .009 .082 .009 .107 .915
JK 1.572 1.289 .083 1.220 .224
UP -2.313 1.230 -.123 -1.880 .061
PE -2.998 1.542 -.126 -1.944 .053
106
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .020a .000 -.004 9.45614 .000 .091 1 218 .764
2 .185b .034 .025 9.31583 .034 7.616 1 217 .006
3 .294c .087 .074 9.08100 .052 12.368 1 216 .001
4 .297d .088 .072 9.09278 .002 .441 1 215 .508
5 .350e .123 .102 8.94197 .034 8.313 1 214 .004
6 .352f .124 .099 8.95658 .001 .303 1 213 .583
7 .363g .131 .103 8.93824 .008 1.875 1 212 .172
8 .386h .149 .116 8.86994 .017 4.277 1 211 .040
9 .405i .164 .128 8.81206 .015 3.781 1 210 .053
a. Predictors: (Constant), EXTRA
b. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE
c. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN
d. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC
e. Predictors: (Constan), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS
f. Predictors: (Constan), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE
g. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK
h. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK, UP
i. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK, UP, PE
107
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8.108 1 8.108 .091 .764b
Residual 19493.268 218 89.419
Total 19501.376 219
2 Regression 669.099 2 334.549 3.855 .023c
Residual 18832.277 217 86.785
Total 19501.376 219
3 Regression 1689.042 3 563.014 6.827 .000d
Residual 17812.334 216 82.465
Total 19501.376 219
4 Regression 1725.465 4 431.366 5.217 .000e
Residual 17775.910 215 82.679
Total 19501.376 219
5 Regression 2390.170 5 478.034 5.978 .000f
Residual 17111.206 214 79.959
Total 19501.376 219
6 Regression 2414.448 6 402.408 5.016 .000g
Residual 17086.928 213 80.220
Total 19501.376 219
7 Regression 2564.226 7 366.318 4.585 .000h
Residual 16937.149 212 79.892
Total 19501.376 219
8 Regression 2900.761 8 362.595 4.609 .000i
Residual 16600.614 211 78.676
Total 19501.376 219
9 Regression 3194.356 9 354.928 4.571 .000j
Residual 16307.020 210 77.652
Total 19501.376 219
a. Predictors: (Constant), EXTRA
b. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE
c. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN
d. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC
e. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS
f. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE
g. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK
h. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK, UP
i. Predictors: (Constant), EXTRA, AGREE, CONSCIEN, NEUROTIC, OPENESS, KE,
JK, UP, PE