Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

17
Universitas Indonesia Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Korupsi Kementerian/Lembaga di Indonesia Khaliful Azhar, Dyah Setyaningrum 1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia 2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia [email protected], [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh temuan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan terhadap tingkat korupsi dan jumlah temuan audit pada Kementerian/Lembaga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel dengan sampel 24 Kementerian/Lembaga yang terindikasi terdapat korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode tahun 2010-2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi dan tingkat keparahan korupsi juga berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit.Tindak lanjut hasil pemeriksaan terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Hal ini menunjukan bahwa hasil audit dapat digunakan sebagai deteksi awal terjadinya tindakan korupsi di Kementerian/Lembaga dan juga keparahan tingkat korupsi mengindikasikan banyaknya temuan audit di instansi tersebut. Upaya melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi auditor perlu terus ditingkatkan oleh Kementerian/Lembaga karena dapat secara signifikan menurunkan tingkat korupsi. Kata kunci: Tingkat korupsi, temuan audit, tindak lanjut hasil pemeriksaan, Kementerian/Lembaga. The Effect of Audit Findings and Follow up of Audit Recomendation on Corruption of Ministry / Agency in Indonesia ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the influence of findings and follow-up audit results to level of corruption and number of audit findings in the ministry / Agency in Indonesia. This research uses panel data with a sample of 24 Ministries / Agency in Indonesia indicates that there is corruption handled by the Corruption Eradication Commission (KPK) over the period 2010-2013. The results shows that the number of audit findings has a positive influence on the level of corruption and the degree of severity of corruption is also positively affects audit findings. Follow-up of audit recommendation has negative influence on the level of corruption. Results of this research implied that audit result can be used as an early detection of the occurrence of acts of corruption in the Ministry / Agency and also the severity of corruption levels can indicate the number of audit findings in the institution. In addition, efforts to follow-up audit recommendation in accordance with the auditor's recommendations should be increased since it can significantly lower the level of corruption. Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Transcript of Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Page 1: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Korupsi Kementerian/Lembaga di Indonesia

Khaliful Azhar, Dyah Setyaningrum

1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia 2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh temuan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan terhadap tingkat korupsi dan jumlah temuan audit pada Kementerian/Lembaga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel dengan sampel 24 Kementerian/Lembaga yang terindikasi terdapat korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode tahun 2010-2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi dan tingkat keparahan korupsi juga berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit.Tindak lanjut hasil pemeriksaan terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Hal ini menunjukan bahwa hasil audit dapat digunakan sebagai deteksi awal terjadinya tindakan korupsi di Kementerian/Lembaga dan juga keparahan tingkat korupsi mengindikasikan banyaknya temuan audit di instansi tersebut. Upaya melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi auditor perlu terus ditingkatkan oleh Kementerian/Lembaga karena dapat secara signifikan menurunkan tingkat korupsi. Kata kunci: Tingkat korupsi, temuan audit, tindak lanjut hasil pemeriksaan, Kementerian/Lembaga.

The Effect of Audit Findings and Follow up of Audit Recomendation on Corruption of Ministry / Agency in Indonesia

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of findings and follow-up audit results to level of corruption and number of audit findings in the ministry / Agency in Indonesia. This research uses panel data with a sample of 24 Ministries / Agency in Indonesia indicates that there is corruption handled by the Corruption Eradication Commission (KPK) over the period 2010-2013. The results shows that the number of audit findings has a positive influence on the level of corruption and the degree of severity of corruption is also positively affects audit findings. Follow-up of audit recommendation has negative influence on the level of corruption. Results of this research implied that audit result can be used as an early detection of the occurrence of acts of corruption in the Ministry / Agency and also the severity of corruption levels can indicate the number of audit findings in the institution. In addition, efforts to follow-up audit recommendation in accordance with the auditor's recommendations should be increased since it can significantly lower the level of corruption.

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 2: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

Keywords: Level of corruption, the audit findings, the follow-up of audit results, the Ministry/ Agency in Indonesia.

Pendahuluan

Saat ini kasus korupsi di Indonesia masih dalam tahap memprihatinkan. Meskipun

Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada tahun 2014 meningkat 2 poin menjadi 34,

Indonesia masih menempati urutan 107 sebagai negara terkorup dari 175 negara yang diukur

(www.transparency.org). Dan skor 34 ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat

keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar (Trisasongko, 2015). Jumlah kasus korupsi

yang ditangani baik oleh Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) cenderung meningkat di setiap tahunnya. Data kasus-kasus korupsi yang ditangani

oleh KPK pada tahap penyidikan berdasarkan instansi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tabulasi Data Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2004-2014

Instansi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

DPR RI 0 0 0 0 7 10 7 2 6 2 2 36

Kementerian/Lembaga 1 5 10 12 13 13 16 23 18 46 26 183

BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 5 7 3 1 0 0 22

Komisi 0 9 4 2 2 0 2 1 0 0 0 20

Pemerintah Provinsi 1 1 9 2 5 4 0 3 13 4 11 53

Pemkab/Pemkot 0 0 4 8 18 5 8 7 10 18 19 97

Jumlah 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 52 405

(Sumber : acch.kpk.go.id)

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah korupsi pada Kementerian/Lembaga

(K/L) selalu mendominasi tiap tahunnya dari keseluruhan kasus korupsi yang ditangani oleh

KPK. Masih maraknya korupsi di lembaga pusat atau kementerian terjadi salah satunya

karena ketidakseriusan K/L dalam menindaklanjuti temuan-temuan dari hasil audit yang

seharusnya merupakan indikator dugaan terjadinya korupsi atau fraud pada K/L tersebut.

Auditor pemerintah dapat berperan menurunkan tingkat korupsi dengan melakukan

monitoring dalam pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Audit pemerintah mempunyai tujuan dasar untuk memonitor, memastikan dan menilai

akuntabilitas pemerintah. Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam

penegakan good government. Secara keseluruhan pada praktek pemerintahan diberbagai

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 3: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

negara, proses audit di sektor publik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

(Dwiputrianti, 2008) serta membantu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi (Dye dan

Staphenhurst 1998, Khan 2006). Khan (2006) menekankan bahwa auditor berperan dalam

membantu menunjukkan wilayah dimana kemungkinan tindakan korupsi dapat terjadi,

misalnya dengan mendeteksi pengeluaran sumber daya publik yang berlebihan atau hilang

(Olken 2007, Schelker dan Eichenberger 2010). Begitu juga sebaliknya, tingkat korupsi yang

terjadi di suatu wilayah atau instansi dapat menjadi indikator bahwa di tempat tersebut juga

banyak terdapat temuan audit, karena pada umumnya kasus korupsi dan penyimpangan

mencerminkan kualitas tata kelola pemerintahan. Di sebuah instansi dengan tingkat korupsi

yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak kegiatan yang tidak teratur atau ilegal yang

dapat dilacak sehingga temuan audit semakin banyak (Liu dan Lin, 2012). Penelitian ini fokus

pada peran audit pemerintah dalam mendeteksi adanya tindak pidana korupsi di lingkungan

Kementerian/Lembaga.

Berdasarkan pendahuluan diatas, tujuan penelitian ini adalah menganalisis (1) apakah

temuan audit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi dan sebaliknya

apakah tingkat korupsi berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit, (2) apakah tindak

lanjut atas hasil pemeriksaan berpengaruh negatif terhadap korupsi, dan (3) apakah tindak

lanjut atas hasil pemeriksaan berpengaruh negatif terhadap jumlah temuan audit.

Tinjauan Teoritis

Teori Keagenan merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan mengenai tata

kelola organisasi (Cornforth, 2003). Hubungan keagenan merupakan hubungan antara pihak

principal dengan agent dimana pihak agent melaksanakan aktivitasnya atas nama dan untuk

kemaslahatan pihak principal. Dalam hal ini pihak agent memperoleh kewenangan dari pihak

principal untuk mengelola sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan

kepentingan pihak principal. Dalam suatu negara pemerintah di analogi kan sebagai agen dari

rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah

diberi wewenang untuk memungut dana dari rakyat berdasarkan Undang-undang dan

menggunakannya untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sesuai dengan teori keagenan

maka pemerintah berkewajiban untuk membuat laporan pertanggungjawaban dan

melaporkannya kepada rakyat.

Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban

pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan

(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 4: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak

yang memberi kewenangan (principal), dalam hal ini rakyat yang diwakili DPR. Mardiasmo

(2005) juga menyebutkan bahwa terdapat tiga hal utama yang mendukung terciptanya

akuntabilitas publik dan tata kelola pemerintahan yang baik (good public governance).

Pertama adalah pengawasan, yaitu mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh

pihak di luar eksekutif (masyarakat dan DPR/DPRD) yang ikut serta dalam mengawasi

kinerja pemerintahan. Kedua pengendalian, yaitu mengacu pada aktivitas yang dilakukan oleh

eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik

sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dan ketiga adalah pemeriksaan, yaitu mengacu

pada aktivitas audit atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan

kompetensi profesional untuk memastikan bahwa hasil dari kinerja pemerintah telah sesuai

dengan standar kinerja yang ditetapkan.

Ketiga hal diatas merupakan fungsi dan peran dari auditor. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa terciptanya akuntabilitas publik dan tata kelola pemerintahan yang baik

juga bergantung pada keadaan auditornya. Berdasarkan UUD 1945 di Indonesia lembaga

yang berperan sebagai auditor eksternal pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK). Auditor Eksternal merupakan audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada

di luar organisasi yang diawasi.

Pedoman audit yang dilakukan terhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia

adalah Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) pada tahun 1995. Tetapi kemudian SAP dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan

dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan

maka untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus

menyusun standar pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Di awal tahun 2007 ini,

BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara atau disingkat dengan SPKN.

Dalam melakukan proses audit, auditor akan melaporkan temuan audit dan

mengungkapkannya dalam laporan hasil audit. Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa temuan

audit merupakan “building blocks” atas laporan audit yang menunjukkan permasalahan yang

relevan dan material yang ditemukan selama proses audit. Relevan berarti temuan audit yang

diperoleh sesuai dengan permasalahan dalam lingkup dan tujuan audit, sedangkan materialitas

berhubungan dengan sejauh mana kondisi-kondisi yang ada berpengaruh secara signifikan

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 5: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

terhadap organisasi yang diaudit. Temuan audit juga harus dilengkapi dengan argumentasi

yang logis dan bukti-bukti yang cukup untuk mendukung auditor dalam membuat kesimpulan

atau memberikan pendapat (Abror, 2014).

Setelah melakukan audit, yang selanjutnya dilakukan adalah tahap penindaklanjutan

yang dilakukan untuk memastikan atau bahwa rekomendasi yang diusulkan oleh auditor

diimplementasikan dengan sesuai oleh organisasi yang telah diaudit. Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang bertugas melakukan audit pemerintahan,

menuangkan hasil pemeriksaan berupa opini audit, hasil pemeriksaan atas sistem

pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan. Opini audit

tersebut diberikan atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan

(BPK, 2011). Hal ini didasarkan pada penjelasan pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, bahwa

opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan

yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria berikut:

1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan

2. Kecukupan pengungkapan

3. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan

4. Efektivitas sistem pengendalian intern

Berikut merupakan opini audit yang dapat diberikan oleh BPK:

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian-WTP (unqualified opinion).

2. Opini Wajar Dengan Pengecualian-WDP (qualified opinion).

3. Opini Tidak Wajar-TW (adverse opinion).

4. Tidak Memberikan Pendapat-TMP (disclaimer of opinion).

Selain memberikan opini audit, BPK juga memberikan laporan atas pemeriksaan

sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan.

Penelitian mengenai korupsi telah banyak dilakukan di berbagai negara. Ata dan Arvas (2011)

mengelompokkan penyebab timbulnya korupsi menjadi tiga faktor yaitu faktor ekonomi,

faktor politik dan hukum, serta faktor sosial dan budaya. Faktor ekonomi yang dapat

menimbulkan adanya korupsi diantaranya adalah ukuran pemerintahan, gaji pegawai,

pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan, kompetisi ekonomi,

keterbukaan ekonomi, kebebasan ekonomi, inflasi, serta regulasi. Faktor politik dan hukum

yang dapat mempengaruhi timbulnya tindakan korupsi diantara adalah demokrasi, kompetisi

politik, partisipasi publik dan kebebasan media, ketidakstabilan politik, akuntabilitas,

birokrasi, sistem hukum, serta hak kekayaan dan intelektual. Sedangkan faktor sosial dan

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 6: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

budaya yang terkait dengan korupsi yaitu berdasarkan etnis, agama, pendidikan, jenis

kelamin, budaya, sumber daya alam, serta urbanisasi.

Hasil pengamatan Olken (2007) tersebut menunjukkan bahwa pengawasan berperan

penting dalam penurunan pengeluaran yang hilang, terutama pengawasan yang dilakukan oleh

auditor pemerintah. Di Indonesia, Undang-Undang yang menjadi landasan dalam melakukan

pemberantasan tindak korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan

Undang-Undang tersebut, KPK (2006) secara terperinci mengelompokkan jenis tindak pidana

korupsi ke dalam tujuh kategori yaitu kerugian keuangan negara dengan melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara menyalahgunakan

kewenangan, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,

benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.

Penelitian terkait audit pemerintah dan pengendalian korupsi masih sangat jarang

dilakukan. Salah satu referensi internasional mengenai peran auditor dalam mendeteksi

adanya potensi korupsi yaitu penelitian yang dilakukan oleh Liu dan Lin (2012) di Cina.

Penelitian tersebut melihat adanya indikasi korupsi dari penyimpangan yang ditemukan oleh

auditor di lingkungan pemerintah daerah dan juga menganalisis peran dari upaya tindak lanjut

atas hasil audit yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menurunkan tingkat potensi

korupsi. Hasil penelitian Liu dan Lin (2012) menyimpulkan bahwa jumlah temuan yang

dideteksi oleh audit pemerintah berhubungan positif dengan tingkat korupsi di provinsi

tersebut yang berarti, semakin parah kasus korupsi didaerah tersebut maka semakin banyak

jumlah temuan penyimpangan yang ditemukan oleh lembaga audit di provinsi tersebut. Upaya

perbaikan setelah audit (tindak lanjut) berhubungan negatif dengan tingkat korupsi di provinsi

tersebut, mengindikasikan semakin banyak upaya tindak lanjut maka semakin sedikit korupsi.

Di Indonesia penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Masyitoh (2014). Masyitoh

(2014) melakukan penelitian terhadap pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut

hasil pemeriksaan terhadap persepsi korupsi pada pemerintahan daerah tingkat II di Indonesia.

Dan hasilnya menunjukan bahwa opini audit berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi,

dimana semakin baik opini audit yang diperoleh maka pemerintah daerah memiliki persepsi

korupsi yang lebih rendah. Temuan audit atas kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan

pelaporan tidak berpengaruh terhadap persepsi korupsi tetapi hasil pengujian tambahan

membuktikan bahwa temuan audit yang terkait dengan kelemahan sistem pengendalian

akuntansi dan pelaporan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap persepsi korupsi. Hal

ini disebabkan karena dengan ditemukannya kelemahan dalam sistem pengendalian akuntansi

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 7: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

dan pelaporan, informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi

diragukan atau tidak akuntabel. Selain itu temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap

peraturan dan perundang-undangan berpengaruh positif terhadap persepsi korupsi. Hasil

pengujian tambahan membuktikan bahwa ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian

daerah dan potensi kerugian daerah memiliki pengaruh yang positif secara signifikan terhadap

persepsi tingkat korupsi di pemerintahan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi terjadi

pada pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian dalam

keuangan daerah baik yang terjadi secara nyata maupun yang masih bersifat potensi. Dan

hasil penelitian Masyitoh (2014) yang terakhir adalah tindak lanjut atas hasil audit

berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi, dimana semakin banyak rekomendasi auditor

yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah menunjukkan persepsi korupsi yang lebih rendah.

Pengembangan Hipotesis

Nicoll (2005) menyatakan bahwa pemeriksaan mengenai kepatuhan terhadap landasan

hukum mendukung program anti korupsi di beberapa negara salah satunya adalah Indonesia.

Adanya pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan menunjukkan buruknya

penyelenggaraan pada suatu instansi pemerintah (Masyitoh, 2014). BPK juga menyebutkan

bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan dapat menimbulkan

adanya kerugian ataupun potensi kerugian, adanya kekurangan penerimaan sehingga

memperkecil penerimaan, ketidakhematan, ketidakefisienan serta ketidakefektifan.

Kementerian/Lembaga yang tidak patuh terhadap peraturan perundang-undang yang berlaku

berpotensi memiliki kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang buruk dan tingkat

penyimpangan yang tinggi sehingga peluang untuk melakukan tindakan korupsi semakin

besar. Dalam penelitian ini, temuan audit yang digunakan adalah temuan audit tahun lalu (t-1)

karena ada masa waktu antara proses audit dengan waktu publikasi LK Kementerian/Lembaga

oleh BPK. Maka hipotesis yang akan diuji adalah:

H1: Total jumlah temuan audit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap korupsi.

Korupsi adalah penyalahgunaan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi.

Penyalahgunaan selalu dibandingkan dengan standar yang legal. Menurut Sevensson (2005)

tipe-tipe korupsi meliputi penjualan secara ilegal aset pemerintah, kickbacks dalam pengadaan

pemerintah dan penyuapan serta penggelapan dana pemerintah. Tingkat korupsi di suatu

instansi merupakan suatu tindakan penyimpangan dalam penyelenggaraan kegiatan suatu

instansi pemerintah dan auditor pemerintah mempunyai kecakapan dalam mendeteksi adanya

penyimpangan ataupun fraud dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset pemerintah.

Temuan penyimpangan tersebut juga mencerminkan bagaimana sumberdaya publik

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 8: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

disalahgunakan oleh sektor pemerintah dan departemen terkait. Ketika lembaga audit bekerja

secara independen dan pekerjaan audit sangat teknis serta tidak memihak, temuan

penyimpangan dan pelanggaran yang dilaporkan oleh lembaga audit dapat digunakan sebagai

alat ukur atau indikator yang bagus mengetahui korupsi yang dilakukan pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dinyatakan

dalam hipotesis 2 berikut:

H2: Tingkat korupsi berpengaruh positif terhadap jumlah temuan audit.

Dwiputrianti (2008) berpendapat bahwa adanya laporan tindak lanjut hasil temuan dan

rekomendasi dalam laporan pemeriksaan menunjukkan kualitas dari suatu laporan hasil

pemeriksaaan dan keseluruhan proses audit ini akan menjadi lebih efektif jika rekomendasi

tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang telah diperiksa. Dengan melaksanakan apa yang

telah direkomendasikan oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga telah berupaya untuk

memperbaiki kesalahan dalam pertanggungjawaban penyelenggaraan negara. Jika tidak hasil

audit akan tidak berguna dan pelanggaran dalam praktik yang salah atau temuan audit itu pun

akan terus berulang di periode-periode selanjutnya (Liu dan Lin, 2012).

Liu dan Lin (2012) juga berpendapat bahwa perbaikan setelah adanya proses audit

(audit rectification) lebih penting dari deteksi atas temuan audit itu sendiri karena upaya

untuk melakukan perbaikan setelah audit dapat meningkatkan efektivitas proses audit dan

juga mengantisipasi adanya temuan yang sama di masa yang akan datang sehingga

diharapkan jumlah temuan akan berkurang setelah melaksanakan perbaikan tersebut. Tanpa

adanya tindak lanjut maka temuan audit tidak bermanfaat untuk menciptakan akuntabilitas

dalam proses audit. Dan juga, hasil temuan dari pemeriksaan dapat menjadi acuan dalam

melakukan pemeriksaan lanjut yang bersifat investigasi atas temuan yang mengarah kepada

tindakan korupsi. Hal ini sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006

tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan akan

menjadi bukti awal bagi pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan investigasi, termasuk

polisi, kejaksaan agung dan komisi pemberantasan korupsi (KPK). Berdasarkan uraian

tersebut, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dinyatakan dalam hipotesis 3 dan

hipotesis 4.

H3: Tindak lanjut audit yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga periode sebelumnya

berpengaruh negatif terhadap korupsi.

H4: Tindak lanjut audit yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga periode sebelumnya

berpengaruh negatif terhadap jumlah temuan audit.

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 9: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

Metode Penelitian

Data yang digunakan adalah data primer dengan sampel penelitian

Kementerian/Lembaga yang terdapat dalam laporan kasus korupsi yang ditindak lanjuti oleh

KPK pada tahap penyelidikan selama Tahun 2010 sampai dengan 2013 atau disebut juga data

panel (pooled data). Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis

yang telah dirumuskan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua.

CORRUPTit = α0 + α1 AUIRRi.t-1 + α2 AURECi.t-1 + α3 AUOPIi.t-1 + α4 WAGESit + α5

CHARCit+ Є. . . (3.1)

Di mana:

CORRUPTit = Tingkat Korupsi

AUIRRi i.t-1 = Total jumlah temuan audit periode sebelumnya

AURECi.t-1 = Tindak lanjut atas temuan audit periode sebelumnya

AUOPIi.t-1 = Opini audit periode sebelumnya

WAGESit = Tingkat Belanja Pegawai

CHARCit = Karakteristik Irjen

Model 1 digunakan untuk menguji hipotesis 1, dilihat dari koefisien α1 dengan

ekspektasi α1 > 0 dan hipotesis 3, dilihat dari koefisien α2 dengan ekspektasi α2 < 0 dapat

dilihat pada persamaan 3.1 diatas. Dan model 2 dapat dilihat pada persamaan 3.2.

AUIRRit = β0 + β1 C_CORRUPTit + β2 AURECi.t-1 + β3 AUOPIi.t-1 + β4 SIZEit + β5

CHARCit+ Є. . . (3.2)

Di mana:

AUIRRit = Total jumlah temuan audit

C_CORRUPTit = Tingkat Korupsi

AURECi.t-1 = Tindak lanjut atas temuan audit periode sebelumnya

AUOPI i.t-1 = Opini audit periode sebelumnya

SIZEit = Ukuran Pemerintahan

CHARCit = Karakteristik Irjen

Model 2 digunakan untuk menguji hipotesis 2, dilihat dari koefisien β1 dengan

ekspektasi β1 > 0 dan hipotesis 4, dilihat dari koefisien β2 dengan ekspektasi β2 < 0. Penelitian

ini juga menggunakan metode   Two Stage Least Square (2SLS) untuk menguji persamaan

simultan. Persamaan simultan adalah suatu himpunan persamaan dimana variabel dependen

dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel independen dalam persamaan

lainnya, yaitu keadaan dimana didalam sistem persamaan suatu variabel sekaligus memiliki

dua peranan yaitu sebagai variabel dependen dan variabel independen. Karena tingkat korupsi

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 10: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

dalam penelitian ini merupakan variabel endogen, yaitu variabel yang diduga mempengaruhi

dan juga dipengaruhi oleh variabel lain, maka variabel tingkat korupsi yang digunakan dalam

model 2 ini menggunakan cap, yaitu nilai perkiraan tingkat korupsi yang diperoleh dengan

cara menghitung hasil regresi dengan memasukan nilai parameter dan data variabel korupsi

pada model 1.

Tabel 2. Definisi Variabel

Tingkat Korupsi (CORRUPT) : Jumlah Laporan yang ditindak lanjuti pada

Tahap Penyelidikan di KPK.

Temuan Audit (AUIRR) : Jumlah temuan atas kelemahan sistem

pengendalian intern + temuan atas

ketidakpatuhan terhadap peraturan dan UU.

Tindak lanjut hasil pemeriksaan (AUREC) : Jumlah rekomendasi BPK yang ditindaklanjuti

sesuai rekomendasi / jumlah total rekomendasi

Opini Audit (AUOPI) : 1=Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian),

0=Opini selain WTP.

Ukuran Pemerintahan (SIZE) : Total aset Kementerian/Lembaga.

Tingkat Belanja Pegawai (WAGES) : Total Biaya Belanja Pegawai

Kementerian/Lembaga.

Karakteristik Irjen (CHARC) : 1=Latar Belakang Pendidikan Ekonomi

(Akuntansi, Keuangan, Manajemen), 0=Latar

Belakang Pendidikan selain Ekonomi.

Hasil Penelitian

Hasil statistik deskriptif yang diperoleh dengan program stata dapat dilihat pada tabel

3 sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil perhitungan analisis deskriptif

Variabel  Jumlah  Data   Mean   Standar  Deviasi   Minimal   Maksimal  

CORRUPT   96   3.844   9.318   0   45  

AUIRR   96   28.615   16.891   5   86  

AUREC   96   0.719   0.310   0.004   1  

Proporsi    

1  =  Opini  WTP   0  =  Opini  selain  WTP  

AUOPI   96   51%   49%  

Proporsi    

1  =  Latar  Belakang  Pendidikan  Ekonomi  0  =  Latar  Belakang  Pendidikan  selain  

Ekonomi  

CHARC   96   37.5%   62.5%  

WAGES   96   2,261,256.54  Juta   3,866,103.71  Juta   6,350,528.09  Juta   20,540,487,51  Juta  

SIZE   96   47,237,636.52  Juta   119,908,441.36  Juta   51,970,247.31  Juta   729,777,310.35  Juta  

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 11: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan statistika deskriptif untuk keseluruhan variabel yang digunakan. CORRUPT menunjukan tingkat korupsi, AUIRR menunjukan jumlah temuan audit, AUREC menunjukan jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan, AUOPI menunjukan opini audit, CHARC menunjukan karakteristik Inspektorat Jenderal, WAGES menunjukan tingkat belanja pegawai dan SIZE menunjukan ukuran pemerintahan pada K/L.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 3, maka diketahui bahwa jumlah

sampel yang berhasil diobservasi adalah sebanyak 96 data pengamatan. Berdasarkan tabel 3,

secara rata-rata tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga yang menjadi sampel adalah

sebesar 3.844 atau 4 kasus (pembulatan) per instansi. Kejaksaan Agung memiliki tingkat

korupsi tertinggi dengan jumlah 45 kasus. Pada variabel temuan audit, secara rata-rata temuan

audit pada Kementerian/Lembaga yang menjadi sampel adalah sebesar 28.615 atau 29 temuan

per instansi. Temuan audit terbanyak 86 ada pada Departemen Agama pada tahun 2012.

Pengaruh total jumlah temuan audit terhadap tingkat korupsi

Model 1 menguji adanya pengaruh jumlah temuan audit (Auirr) terhadap tingkat

korupsi dan juga menguji adanya pengaruh tindak lanjut audit terhadap tingkat korupsi.

Ringkasan hasil pengujian model 1 disajikan pada tabel 4.

Tabel 4 Hasil Persamaan Regresi Berganda Model 1

Variabel  Independen   Uji   Prediksi   Koefisien   T-­‐Stat   Prob.  C         2.379   4.47   0.000***  Auirrt-­‐1   H1   +   0.711   1.45   0.076*  Aurec  t-­‐1   H3   -­‐   -­‐0.145   -­‐1.46   0.074*  Auopi  t-­‐1     -­‐   -­‐0.234   -­‐1.37   0.0875*  Wages     -­‐   -­‐0.095   -­‐2.85   0.002***  Charc     -­‐   -­‐0.318   -­‐1.76   0.041**  R-­‐squared     0.3025  

     Prob  (F-­‐Stat)     0.0000        N     96        Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk model 1 . Variabel dependen

CORRUPT yaitu tingkat korupsi yang diukur dengan jumalah kasus yang ditangani KPK pada

tahap Penyelidikan, Variabel Independen AUIRRt-1 yaitu jumlah temuan audit BPK periode

sebelumnya, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya.

Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor

opini audit, WAGES yaitu tingkat belanja pegawai yang diukur dengan total biaya belanja

pegawai, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy.

Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%

Pengaruh tingkat korupsi terhadap jumlah temuan audit

Model 2 menguji adanya pengaruh tingkat korupsi (C_Corrupt) terhadap jumlah

temuan audit. Tingkat korupsi yang digunakan dalam model ini menggunakan nilai cap, yaitu

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 12: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

nilai perkiraan tingkat korupsi yang diperoleh dengan cara menghitung hasil regresi dengan

memasukan nilai parameter dan data variabel pada model 1. Ringkasan hasil pengujian model

2 disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Hasil Persamaan Regresi Berganda Model 2

Variabel  Independen   Uji   Prediksi   Koefisien   T-­‐Stat   Prob.  C         2.220   12.38   0.000***  C_Corrupt   H2   +   0.106   20.88   0.000***  Aurec  t-­‐1   H4   -­‐   -­‐0.055   -­‐1.25   0.1075  Auopi  t-­‐1     -­‐   -­‐0.227   -­‐11.33   0.000***  Size     -­‐   -­‐0.093   -­‐6.48   0.000***  Charc     -­‐   0.417   16.68   0.000***    R-­‐squared     0.8900  

     Prob  (F-­‐Stat)     0.0000        N     96        Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk model 2 . Variabel dependen AUIRR

yaitu jumlah temuan audit BPK, Variabel Independen C_Corrupt yaitu nilai cap dari variabel Corrupt pada model 1, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya. Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor opini audit, SIZE menunjukan ukuran pemerintahan pada K/L yang diukur dengan total aset, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy. Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%

Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis 1 dalam model 1 yang terlihat pada tabel 4 menunjukan

bahwa jumlah temuan audit berbanding lurus dengan tingkat korupsi, artinya hasil temuan

audit seharusnya dapat menjadi bahan atau referensi utama untuk melihat indikasi adanya

dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada Kementerian/Lembaga di Indonesia. Temuan

audit yang dihasilkan oleh auditor pemerintah yang terdiri dari temuan atas kelemahan sistem

pengendalian intern dan temuan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-

undangan berpengaruh terhadap tingkat korupsi disebabkan karena temuan audit menunjukan

adanya kelemahan terhadap fungsi pengawasan sehingga terdapat potensi terjadinya

penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian secara materil baik secara nyata maupun

yang berpotensi mengakibatkan kerugian di masa yang akan datang. Hasil pengujian

tambahan yang ditunjukan pada tabel 6 juga menunjukkan bahwa semakin banyak temuan

atas kelemahan sistem pengendalian intern, tingkat korupsi juga semakin tinggi. Hal ini

disebabkan karena pengendalian internal tingkat menjalankan fungsi pengawasan dalam suatu

organisasi. Oleh karena itu semakin banyak temuan atas kelemahan sistem pengendalian

internal berarti fungsi pengawasan belum berjalan efektif sehingga menyebabkan tingginya

potensi adanya fraud dan juga korupsi. Hal ini juga dibuktikan pada banyaknya kasus korupsi

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 13: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

terkait pengadaan barang dan jasa dan juga penyalahgunaan anggaran yang terungkap oleh

KPK seperti kasus pengadaan sarana olahraga Hambalang yang terjadi pada Kementerian

Pemuda dan Olah Raga dan kasus pengadaan alat kesehatan pada Kementerian Kesehatan

yang seharusnya dapat terdeteksi sejak awal dengan adanya sistem pengendalian internal yang

baik.

Tingkat korupsi berpengaruh signifikan terhadap jumlah temuan audit yang ditunjukan

pada tabel 5 untuk menguji hipotesis 2 dikarenakan tindakan korupsi merupakan suatu

tindakan penyimpangan dalam penyelenggaraan kegiatan suatu instansi pemerintah. Pada

instansi dengan tingkat korupsi yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak kegiatan

yang tidak teratur atau ilegal yang dapat dilacak sehingga temuan audit semakin banyak. Hasil

penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Glaeser and

Saks, 2006; Zhao and Tao, 2009; Wu and Rui, 2010; Liu dan Lin 2012. Di Indonesia, temuan

adanya dugaan tindak pidana korupsi pada suatu lembaga akan mendorong Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai internal auditor pemerintah dan

juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor independen pemerintah untuk

melakukan pemeriksaan lebih atau audit investigasi pada lembaga (area terjadinya korupsi)

untuk menemukan kelemahan-kelemahan dari fungsi pengawasan dan pengendalian yang

menyebabkan terjadinya korupsi dan juga menentukan besarnya kerugian negara yang terjadi

akibat tindakan korupsi tersebut sehingga jumlah temuan audit yang dihasilkan pun semakin

banyak.

Hasil pengujian model 1 pada tabel 4 juga menunjukan adanya pengaruh signifikan

dari variabel tindak lanjut audit terhadap tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga

dikarenakan dengan melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah

direkomendasikan oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga tersebut telah berupaya untuk

memperbaiki kelemahan dan meningkatkan sistem pengendalian internal sehingga diharapkan

tingkat korupsi akan menurun. Sedangkan pada tabel 5, tindak lanjut audit tidak berpengaruh

terhadap jumlah temuan audit. Hasil ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan

pemahaman terkait implementasi atas tindak lanjut, tindak lanjut perbaikan yang dilakukan

membutuhkan waktu lebih dari satu periode, belum efektifnya pengawasan terhadap

pelaksanaan tindak lanjut, tidak dilakukannya tindakan perbaikan secara kontinyu dan juga

adanya kemungkinan kesalahan dari pihak auditor dalam memberikan rekomendasi terkait

tindak lanjut yang seharusnya dilakukan agar temuan audit tersebut tidak terulang kembali.

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 14: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

Pengujian tambahan

BPK mengelompokkan temuan audit menjadi dua kategori yaitu kelemahan atas

sistem pengendalian intern (TKSPI) dan ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-

undangan (TKTKPU). Penelitian ini melakukan pengujian tambahan untuk model 1 dengan

meregresi kedua kelompok temuan audit tersebut untuk menguji adanya pengaruh terhadap

tingkat korupsi yang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Regresi Pengujian Tambahan

Variabel  Independen   Prediksi   Koefisien   T-­‐Stat   Prob.  C       2.339   3.77   0.000***  TKSPI   +   0.429   2.25   0.0135**  TKTKPU   +   -­‐0.959   -­‐0.36   0.361  Aurec   -­‐   -­‐0.185   -­‐1.98   0.0255**  Auopi   -­‐   -­‐0.219   -­‐1.24   0.109  Wages   -­‐   -­‐0.084   -­‐2.70   0.004***  Charc   -­‐   -­‐0.351   -­‐2.01   0.0235**  R-­‐squared   0.3134  

     Prob  (F-­‐Stat)   0.0000        N   96        Keterangan Tabel: Tabel ini menunjukan hasil regresi untuk pengujian tambahan. Variabel

dependen Corrupt yaitu tingkat korupsi, Variabel Independen TKSPIt-1 yaitu jumlah temuan audit kelemahan atas sistem pengendalian intern periode sebelumnya, TKTKPUt-1 yaitu temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan periode sebelumnya, AURECt-1 yaitu jumlah tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK periode sebelumnya. Variabel Kontrol AUOPIt-1 yaitu opini audit periode sebelumnya yang diukur dengan dummy skor opini audit, WAGES yaitu tingkat belanja pegawai yang diukur dari total biaya belanja pegawai, dan CHARC yaitu karakteristik Inspektorat Jenderal yang diukur dengan dummy. Signifikansi pada tingkat *10%, **5%, ***1%.

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu, jumlah temuan audit berpengaruh

positif terhadap tingkat korupsi, dimana semakin banyak jumlah temuan audit yang

dilaporkan BPK sebagai auditor pemerintah maka semakin tinggi tingkat korupsi pada

Kementerian/Lembaga tersebut. Pengujian tambahan juga menunjukan bahwa temuan atas

kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh positif terhadap tingkat korupsi, artinya

semakin buruk sistem pengendalian internal maka potensi terjadinya fraud dan korupsi pun

semakin tinggi. Tingkat korupsi pada Kementerian/Lembaga juga berpengaruh positif

terhadap jumlah temuan audit. Dimana semakin parah tingkat korupsi maka semakin banyak

pula jumlah temuan audit pada Kementerian/Lembaga tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

pada instansi dengan tingkat korupsi yang parah, ada kemungkinan akan lebih banyak

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 15: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

kegiatan yang tidak teratur atau ilegal yang dapat dilacak sehingga temuan audit semakin

banyak.

Tindak lanjut atas hasil audit berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi dimana

semakin baik tindak lanjut perbaikan yang dilakukan maka tingkat korupsi semakin rendah

karena dengan melaksanakan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah direkomendasikan

oleh auditor, maka Kementerian/Lembaga tersebut telah berupaya untuk meningkatkan sistem

pengendalian internal sehingga dapat mendeteksi adanya fraud atau korupsi yang terjadi.

Sedangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan tidak berpengaruh terhadap jumlah temuan audit,

hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman terkait pelaksanaan atas tindak

lanjut, tindak lanjut perbaikan yang dilakukan memerlukan waktu lebih dari satu periode,

belum efektifnya pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut, tidak dilakukannya

tindakan perbaikan secara kontinyu dan juga adanya kemungkinan kesalahan dari pihak

auditor dalam memberikan rekomendasi terkait tindak lanjut yang seharusnya dilakukan agar

temuan audit tersebut tidak terulang kembali.

Implikasi, keterbatasan dan saran

Saran yang dapat penulis berikan dari hasil penelitian ini adalah Melanjutkan program

pemberian dukungan bagi pemerintah pusat untuk memberikan enforcement bagi

Kementerian/Lembaga dalam menindaklanjuti hasil temuan BPK. Selain itu, penelitian ini

juga dapat mendorong pemanfaatan hasil audit BPK untuk pemerintah pusat dan juga penegak

hukum sebagai salah satu media untuk melakukan pengawasan terhadap instansi

Kementerian/Lembaga, karena hasil pengujian dalam penelitian ini membuktikan bahwa

semakin banyak temuan audit yang diperoleh secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat

korupsi, Kementerian/Lembaga sebaiknya lebih memperhatikan jumlah temuan audit

terutama temuan atas kelemahan sistem pengendalian intern karena jumlah temuan audit yang

dilaporkan BPK terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat korupsi,

perlunya meningkatkan kesejahteraan pegawai karena tingkat pendapatan pegawai terbukti

berpengaruh terhadap tingkat korupsi dan juga karakteristik irjen karena latar belakang

pendidikan irjen juga terbukti berpengaruh terhadap tingkat korupsi sehingga dengan memperkuat

sistem pengendalian, peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemilihan irjen berdasarkan

latar belakang pendidikan ini diharapkan dapat menurunkan tingkat korupsi di

Kementerian/Lembaga, bagi BPK sebagai auditor pemerintah dapat meningkatkan

pengawasan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh Kementerian/Lembaga.

Diharapkan dengan adanya peran auditor dalam memberikan rekomendasi perbaikan dan

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 16: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

pengawasan tindak lanjut audit ini dapat menurunkan tingkat korupsi di

Kementerian/Lembaga.

Daftar Referensi

Association of Certified Fraud Examiners. (2012). Report to the nations on occupational fraud and abuse.

Badan Pemeriksa Keuangan. (2014). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2013). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2012). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2011). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2010). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I. ---------------. (2009). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II. Bhattacharyya, S. dan Jha, R. (2009). Economic growth, law and corruption:

Evidence from India. Cameron, L., Chaudhuri, A., Erkal, N., and Gangadharan, L. (2009). Propensities

to engage in and punishcorrupt behaviour: Experimental evidence from Australia, India, Indonesia and Singapore. Journal of Public Economies, Vol. 93, pp. 843-851.

Cornforth, C. (2003). The governance of public and non-provit organizations. Routledge Studies in Managemenet of Voluntary and Non-Profit Organizations.

DeFond, M. L., and Jiambalvo, J. (1991). Incidence and circumtances of accounting errors. The Accounting Review, Vol. 66, No. 3, pp. 643-655.

Dwiputrianti, S. (2008). Efektivitas laporan hasil temuan pemeriksaan dalam mewujudkan reformasi transparansi fiskal dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi, vol. V, no. 4.

Dye, K. M., and Stapenhurst, R. (1998). Pillars of integrity: The importance of supreme audit institution in curbing corruption. Working Papers – Economic Development Institute of the World Bank.

Huefner, R. J. (2011). Fraud risks in local government: An analysis of audit findings. Journal of Forensic & Investigative Accounting, vol. 3, issue 3, pp. 111-125.

Gong, T., 2010. Auditing, accountability, and corruption in China: prospects and problems. Journal of Public Administration 2, 69–84 (in Chinese).

Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behaviour, agency costs, and ownership structure. Journal of Finance Economics, vol. 3, no. 4, pp. 305-360.

Khan, M. A. (2006). Role of audit in fighting corruption. Ad Hoc Group Meetingon “Ethics, Integrity, and Accountability in the Public Sector: RebuildingPublic Trust in Government through the Implementation of the UN Convention against Corruption. St. Petersburg, Russia.

Lessmann, C., and Markwardt, G. (2010). One size fits all? Decentralization,

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015

Page 17: Pengaruh Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK ...

Universitas Indonesia  

corruption, and the monitoring of bureaucrats. World Development, vol. 38, no. 4,pp. 631-646.

Liu, J. and Lin, B. (2012). Government auditing and corruption control: Evidence from China’s provincial panel data. China Journal of Accounting Research, vol. 5, pp. 163-186.

Mardiasmo. (2005). Akuntansi sektor publik. Penerbit Andi: Yogyakarta. Masyitoh, Rizki Diyah (2014). Pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak

lanjut audit terhadap persepsi korupsi pada pemerintah daerah tingkat II periode 2008-2010

Olken, B. A. (2007). Monitoring corruption: Evidence from a field experiment in Indonesia. Journal of Political Economy, vol. 115, no. 2, pp. 200-249.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Setyaningrum, Dyah. (2015). Kualitas Auditor, Pengawasan Legislatif dan Pemanfaatan Hasil Audit Dalam Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Schelker, M., and Eichenberger, R. (2010). Auditors and fiscal policy: Empirical evidence on a little big institution. Journal of Comparative Economics, no. 38, pp. 357-380.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Undang-undang KPK No.30 Tahun 2002.

Pengaruh temuan..., Khaliful Azhar, FEB UI, 2015