PENGARUH STRATEGI SCAFFOLDING PADA …digilib.unila.ac.id/26750/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PENGARUH STRATEGI SCAFFOLDING PADA …digilib.unila.ac.id/26750/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH STRATEGI SCAFFOLDING PADA PEMBELAJARANSIMAYANG DALAM MENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN
PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTANELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT
Skripsi
Oleh
LEZY MAIDELA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRAK
PENGARUH STRATEGI SCAFFOLDING PADA PEMBELAJARANSIMAYANG DALAM MENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN
PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTANELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT
Oleh
LEZY MAIDELA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh strategi scaffolding pada
pembelajaran SiMaYang dalam meningkatkan self efficacy dan penguasaan
konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada
semester genap tahun 2016/2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
yaitu teknik cluster random sampling dan diperoleh sampel kelas X MIA 3
sebagai kelas eksperimen dan X MIA 4 sebagai kelas kontrol. Metode penelitian
ini adalah kuasi eksperimen dengan Pretest-Posttest Control Group Design.
Pengaruh strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang diukur berdasarkan
rata-rata nilai n-Gain self efficacy dan penguasaan konsep siswa, kemudian ukur-
an besar pengaruh strategi scaffolding tersebut diukur berdasarkan perhitungan
effect size. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen rata-rata
nilai n-Gain self efficacy berkriteria “sedang” dan penguasaan konsep berkriteria
Lezy Maidela
“tinggi”. Selanjutnya, strategi scaffolding pada model pembelajaran SiMaYang
memiliki pengaruh “sedang” terhadap peningkatan self efficacy siswa dan
memiliki pengaruh “besar” terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa pada
materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang ber-
pengaruh dalam meningkatkan self efficacy dan penguasaan konsep pada materi
larutan elektrolit dan non-elektrolit.
Kata kunci: penguasaan konsep, self efficacy, SiMaYang, strategi scaffolding.
PENGARUH STRATEGI SCAFFOLDING PADA PEMBELAJARANSIMAYANG DALAM MENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN
PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTANELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT
Oleh
LEZY MAIDELA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan KimiaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Pada tanggal 24 Desember 1995 penulis dilahirkan di Kabupaten Muara Enim
Sumatera Selatan dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Ayahanda
Maizal Kasran,S.Sos., M.Si. dan Ibunda Linda Artati, Am.Keb.
Pendidikan formal diawali di Taman Kanak-kanak Pertiwi Kabupaten Muara
Enim pada tahun 2000, Sekolah Dasar Negeri 18 Muara Enim pada tahun 2001
dan diselesaikan pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Muara Enim pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010, dan
meneruskan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Unggulan Muara Enim pada
tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013.
Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung. Tahun 2016
penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) SMA Negeri 1
Kotagajah yang terintergrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Pekon
Kotagajah Timur I, Kecamatan Kotagajah Kabupaten Lampung Tengah.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alaamiin..Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah SWT karena telah memberikankuridho, kesabaran, ketabahan, kekuatan, dan kesempatan dalam menyelesaikantugas akhir ini dengan segala kekuranganku. Hanya kepadaMu lah tempatkumengadu dan mengucap rasa syukur. Semoga keberhasilan ini menjadi satulangkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk…
Kedua orang tuaku tersayang, Ayahanda Maizal Kasran, S.Sos., M.Si., danIbunda Linda Artati, Am.Keb., yang selalu memberikan semangat, nasehat,kebahagiaan, dukungan, kasih sayang yang sangat tulus dan amat banyakserta yang selalu mendo’akanku di siang maupun malam dengan tiadahentinya.
Kakak-kakakku tersayang, Ledy Mailiza, S.Pd., dan Dwi Setia Adiansyah,S.T. Keponakanku, Fathian Ar Sakha Gibran, dan semua keluarga besarkuyang selalu memberikan semangat, kecerian, dan terus mendo’akanku.
Hendy Mizirwan yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan kasihsayang, serta yang selalu menemaniku dan mendo’akanku.
Sahabat-sahabat terbaikku, Ekha, Elsie, Feby, Iqbal, Nisa, Novita, Rizqa,Shella, dan Reaction’13 yang telah bersama-sama berjuang dengan penuhsuka duka selama perkuliahan hingga selesai.
Almamater tercintaku, Universitas Lampung yang telah menjadi tempatkumenimba ilmu dan belajar tentang arti kehidupan.
MOTTO
Daripada mengeluh mendapatkan mawar bertangkai duri,lebih baik bersyukur mendapatkan
duri yang berbunga mawar
~ Treat others as you wish to be treated ~
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Scaffolding pada
Pembelajaran SiMaYang dalam Meningkatkan Self Efficacy dan Penguasaan
Konsep pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit” sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Rasulullah
Muhammad SAW atas suri tauladan serta syafa’atnya kepada seluruh umat
manusia.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis haturkan kepada:
1. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA;
3. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia dan Dosen Pembahas atas kesediannya untuk memberikan bimbingan,
saran dan kritik, dalam proses penyelesaian kuliah dan penyusunan skripsi;
4. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan,
keikhlasan, dan kesabarannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik
dalam proses perbaikan skripsi ini;
5. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S., selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan
dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, masukan, kritik dan saran;
6. Ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
kesediaannya memberikan nasehat dan motivasi, serta seluruh Dosen
Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memfasilitasi penulis dalam
menuntut ilmu selama menjadi mahasiswa FKIP Universitas Lampung;
7. Kepala SMA Negeri 5 Bandar Lampung bapak Drs. Hi. Ahyauddin, M.Pd.,
dan guru mitra penelitian Ibu Puji Astuti, S.Si.;
8. Ayahanda Maizal Kasran, S.Sos., M.Si., Ibunda Linda Artati, Am.Keb.,
Ayunda Ledy Mailiza, S.Pd., dan Hendy Mizirwan atas segala pengorbanan,
do’a, cinta, semangat dukungan, serta bimbingannya;
9. Teman seperjuangan, Restu Dwi Aprian atas kerja sama, dukungan, dan
kekompakannya selama penyusunan skripsi ini. Sahabat-sahabat terbaikku
selama perkuliahan, teman-teman Pendidikan Kimia 2013 (Reaction’13),
serta semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, 27 Mei 2017Penulis,
Lezy Maidela
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tiga level fenomena kimia........................................................................ 15
2. Fase-fase model pembelajaran Si-5 Layang-Layang ................................ 18
3. Prosedur pelaksanaan penelitian ............................................................... 34
4. Rata-rata perolehan nilai self efficacy awal dan self efficacy akhir
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol .................................................. 53
5. Rata-rata perolehan nilai n-Gain self efficacy pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol ....................................................................................... 54
6. Rata-rata perolehan nilai pretes dan postes penguasaan konsep pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol........................................................... 59
7. Rata-rata perolehan nilai n-Gain penguasaan konsep pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.................................................................... 60
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian......................................................................................... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Scaffolding ..................................................................................................... 10
B. Representasi Kimia........................................................................................ 14
C. Model Pembelajaran SiMaYang.................................................................... 16
D. Self Efficacy ................................................................................................... 19
E. Penguasaan Konsep ....................................................................................... 24
F. Analisis Konsep ............................................................................................. 26
G. Kerangka Berpikir ......................................................................................... 27
H. Anggapan Dasar ............................................................................................ 30
I. Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 30
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian ........................................................................................ 31
B. Metode Penelitian........................................................................................ 31
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 32
D. Variabel Penelitian ...................................................................................... 34
E. Perangkat Pembelajaran .............................................................................. 35
F. Instrumen Penelitian .................................................................................... 35
G. Analisis Data .............................................................................................. 36
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 48
1. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes Penguasaan Konsep ............. 482. Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang.................................. 503. Dimensi Keterlaksanaan Scaffolding .................................................... 524. Pengaruh Strategi Scaffolding Pada Pembelajaran SiMaYang ............. 53
a. Self Efficacy ....................................................................................... 53b. Penguasaan Konsep........................................................................... 60
B. Pembahasan ................................................................................................. 63
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 70
B. Saran............................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Analisis Konsep .......................................................................................... 792. Analisis KI-KD ........................................................................................... 813. Silabus......................................................................................................... 854. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model SiMaYang ............................. 93
5. Lembar Kerja Siswa Model SiMaYang ...................................................... 996. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model SiMaYang dengan Strategi
Scaffolding ................................................................................................. 1137. Lembar Kerja Siswa Model SiMaYang dengan Strategi Scaffolding........ 1198. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang ........ 1329. Rekapitulasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang ................. 13410. Lembar Pengamatan Dimensi Scaffolding................................................. 14011. Rubrik Penilaian Scaffolding Kelas Eksperimen ....................................... 14212. Rekapitulasi Pengamatan Scaffolding Kelas Eksperimen.......................... 14513. Rubrik Penilaian Scaffolding Kelas Kontrol.............................................. 14614. Rekapitulasi Pengamatan Scaffolding Kelas Kontrol ................................ 14915. Kisi-Kisi Angket Efikasi Diri (Self Efficacy)............................................. 15016. Angket Efikasi Diri (Self Efficacy) ............................................................ 15117. Rekapitulasi Angket Efikasi Diri (Self Efficacy) ....................................... 15318. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, dan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Nilai n-Gain Self Efficacy Siswa................................................................ 15919. Perhitungan Effect Size terhadap Self Efficacy........................................... 16020. Kisi-Kisi Soal Penguasaan Konsep............................................................ 16121. Soal Penguasaan Konsep ........................................................................... 16222. Rubrik Penilaian Soal Penguasaan Konsep ............................................... 16623. Analisis Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Penguasaan Konsep........... 17124. Analisis Data Pemeriksaan Jawaban Soal Penguasaan Konsep ................ 17425. Rekapitulasi Data Penguasaan Konsep ...................................................... 17826. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, dan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Nilai n-Gain Penguasaan Konsep Siswa.................................................... 18027. Perhitungan Effect Size terhadap Penguasaan Konsep............................... 181
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Fase-fase pembelajaran dengan model SiMaYang ................................... 19
2. Desain penelitian....................................................................................... 32
3. Kriteria tingkat keterlaksanaan ................................................................ 38
4. Dimensi dan indikator scaffolding ........................................................... 38
5. Kriteria scaffolding pada proses pembelajaran ........................................ 39
6. Instrumen self efficacy............................................................................... 40
7. Penskoran pada angket self efficacy .......................................................... 41
8. Tafsiran skor (persen) ............................................................................... 42
9. Data hasil validasi soal penguasaan konsep.............................................. 49
10. Data hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang...... 50
11. Data hasil observasi dimensi keterlaksanaan scaffolding ......................... 52
12. Data self efficacy siswa dalam kegiatan pembelajaran ............................. 54
13. Data hasil uji perbedaan dua rata-rata nilai n-Gain self efficacy siswa..... 57
14. Hasil uji t nilai self efficacy awal dan akhir .............................................. 58
15. Data hasil uji perbedaan dua rata-rata nilai n-Gain penguasaan konsep
siswa.......................................................................................................... 62
16. Hasil uji t nilai pretes dan postes penguasaan konsep............................... 63
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari berbagai
fenomena alam yang berkaitan dengan struktur, komposisi, sifat, dinamika,
kinetika, dan energetika yang melibatkan keterampilan dan penalaran (BSNP,
2006). Oleh karena itu, proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
harus lebih diperhatikan dan dikembangkan agar dapat membantu siswa me-
mahami konsep dalam pembelajaran kimia.
Banyak konsep kimia yang bersifat abstrak dan sulit dipelajari sehingga pelajaran
kimia kurang disukai siswa (Middlecamp dan Kean, 1985). Hal ini berdampak
pada rendahnya penguasaan konsep kimia siswa yang ditunjukkan oleh
rendahnya nilai hasil belajar siswa (Mertasari, 2005). Secara garis besar, hasil
belajar dipengaruhi banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal menyangkut faktor-faktor psikologis. Salah satu faktor tersebut adalah
self efficacy (Martiani, 2012). Harahap (2011) juga mengemukakan bahwa ada
hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi diri siswa terhadap hasil
belajar kimia siswa.
Self efficacy (efikasi diri) merupakan salah satu kemampuan yang dikembangkan
oleh Albert Bandura dari teori kognitif sosial. Bandura (1997) mendefinisikan
2
efikasi diri sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk meng-
organisasikan dalam melaksanakan serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki. Individu dengan efikasi diri yang tinggi me-
milih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah serta meyakini bahwa
dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Zulkosky (2009) bahwa tingkat efikasi
diri seseorang akan mempengaruhi tindakan yang diambil.
Fakta di lapangan masih banyak siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah.
Menurut Isnadini dkk. (2014) efikasi diri yang rendah merupakan salah satu
penyebab siswa mencontek. Hal ini didukung dari hasil penelitiannya yang
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa cenderung mengerjakan tugas sekolah
yang sulit secara bersama-sama dengan temannya. Mereka menganggap bahwa
temannya dapat mengerjakan tugas lebih baik dibandingkan dirinya sendiri.
Selain itu, siswa juga menyatakan bahwa apabila guru meminta salah satu siswa
mengerjakan soal ke depan kelas, mereka cenderung untuk menunjuk temannya
yang lebih pintar dan hanya akan maju jika mereka yakin akan kemampuannya
untuk menyelesaikan soal tersebut. Jika soal tersebut mereka anggap sulit, maka
mereka tidak akan maju untuk mengerjakannya. Perilaku siswa tersebut
menunjukkan efikasi diri siswa yang masih rendah sehingga harus ditingkatkan.
Hasil penelitian Kartika dkk. (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
kuat antara efikasi diri dengan kemandirian belajar siswa dalam mata pelajaran
kimia. Hal ini didukung oleh pendapat Bandura (1997) yang menyatakan bahwa
siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah akan ragu pada kemampuannya
3
sendiri, merasa tidak nyaman, mudah menyerah, lambat, dan mudah stress saat
dihadapkan pada tugas yang sulit. Sehingga, akan berdampak pada rendahnya
hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian Afdila (2015) menunjukkan
bahwa rendahnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh rendahnya penguasa-
an konsep.
Winkel (1991) mengartikan penguasaan konsep sebagai suatu pemahaman
dengan menggunakan konsep, kaidah, dan prinsip. Selain itu, menurut Dahar
(1989) penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna
secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep
adalah usaha yang harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer
kembali sejumlah informasi dari suatu materi pelajaran, dan kemudian di-
interpetasikan pada kehidupan nyata (Silaban, 2014).
Rendahnya penguasaan konsep siswa pada pembelajaran kimia yang abstrak,
contohnya pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dikarenakan sebagian
besar siswa masih kesulitan dalam mempresentasikan pelajaran kimia pada level
submikroskopik. Hal ini sesuai dengan pengamatan di lapangan di salah satu
SMA Negeri di Bandar Lampung, dimana proses pembelajaran pada SMA ini
belum merepresentasikan materi kimia yang bersifat abstrak dalam bentuk sub-
mikroskopis, sehingga siswa masih merasa kesulitan untuk mengimajinasikan
materi yang dibelajarkan.
Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sopiandi
dan Murniati (2007) terhadap siswa SMA bahwa siswa masih sulit
4
mempresentasikan level submikroskopik. Diduga kesulitan tersebut akibat
kurang dikembangkannya level submikroskopik melalui visualisasi yang tepat
pada pembelajaran. Dugaan tersebut diperkuat kenyataan pengamatan di
lapangan dan kajian literatur bahwa umumnya guru membatasi pada level
representasi, yaitu makroskopik dan simbolik dengan harapan pembelajar dapat
mengembangkan sendiri model dunia molekular, sehingga menghambat
kemampuan pembelajar dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan
dengan sains terutama kimia. Menurut Sunyono (2011) kebanyakan pembelajar
cenderung hanya menghafalkan representasi submikroskopik dan simbolik yang
bersifat abstrak secara verbal (dalam bentuk deskripsi kata-kata) akibatnya siswa
tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat
yang mengalami reaksi.
Salah satu cara untuk membantu siswa dalam menyelesaikan kesulitan me-
mahami konsep-konsep kimia yang bersifat abstrak adalah dengan menggunakan
model pembelajaran yang berbasis multipel representasi dan dapat membantu
dalam mengarahkan imajinasi siswa yaitu dengan menggunakan model pem-
belajaran SiMaYang. Salah satu materi yang dapat menggunakan model
pembelajaran SiMaYang adalah materi larutan elektrolit dan non elektrolit,
dengan penerapan model pembelajaran SiMaYang tersebut diharapkan siswa
mampu menjelaskan penyebab perbedaan kemampuan daya hantar arus listrik
larutan elektrolit dan non elektrolit melalui gambar atau analogi. Hal ini di-
dukung berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Afdila
(2015) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung, yang mana dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran berbasis multipel representasi terbukti praktis dan efektif
5
dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit.
Model pembelajaran SiMaYang merupakan salah satu model pembelajaran
berbasis multipel representasi yang telah dikembangkan oleh Sunyono (2012).
Pembelajaran dengan multipel representasi diharapkan mampu untuk men-
jembatani proses pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kimia. Representasi
kimia dikembangkan berdasarkan urutan dari fenomena yang dilihat, persamaan
reaksi, model atom dan molekul, dan simbol. Johnstone (2000) membedakan
fenomena kimia ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat makroskopis yang bersifat
nyata dan mengandung bahan kimia yang kasat mata, tingkat submikroskopis
juga nyata tetapi tidak kasat mata yang terdiri dari tingkat partikulat yang dapat
digunakan untuk menjelaskan pergerakan elektron, molekul, partikel atau atom,
dan terakhir adalah tingkat simbolik yang terdiri dari berbagai jenis representasi
gambar maupun aljabar.
Model pembelajaran SiMaYang merupakan model pembelajaran yang menekan-
kan pada interkoneksi tiga level fenomena kimia, yaitu level submikro yang
bersifat abstrak, level simbolik, dan level makro yang bersifat nyata dan kasat
mata (Sunyono, 2014). Hasil kajian empiris menunjukkan lebih dari 80% siswa
memberikan respon positif dan senang dengan pelaksanaan pembelajaran meng-
gunakan model SiMaYang (Sunyono, 2012). Dalam penerapan model pem-
belajaran SiMaYang dapat menggunakan beberapa strategi pembelajaran. Salah
satunya adalah strategi yang dapat mendorong siswa menjadi mandiri dan dapat
berkembang dalam Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD didefinisikan
6
sebagai kemampuan dalam memecahkan suatu masalah dengan bantuan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky, 1978). Strategi yang
memiliki karakteristik tersebut adalah strategi scaffolding.
Strategi scaffolding merupakan strategi pembelajaran yang memberikan bantuan
(scaffold) kepada siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan. Dengan
pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak
hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri (Cahyono, 2010).
Selain itu, Amiripour dkk. (2012) mendefinisikan scaffolding adalah mekanisme
untuk mengamati proses dimana seorang pelajar dibantu untuk mencapai potensi
belajar pada dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitiannya yang menyimpul-
kan bahwa dengan penerapan strategi scaffolding, siswa akan mampu memecah-
kan masalahnya sendiri setelah mendapatkan bantuan dari guru maupun teman
sebanyanya yang lebih mampu. Dengan karakteristik scaffolding tersebut, di-
harapkan proses scaffolding memiliki efek positif pada proses belajar mengajar
dan penguasaan konsep serta self efficacy siswa. Oleh karena itu, dengan meng-
gunakan strategi scaffolding dalam model SiMaYang ini diharapkan dapat lebih
meningkatkan self efficacy dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan
elektrolit dan non elektrolit. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah
penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Scaffolding Pada Pembelajaran
SiMaYang dalam Meningkatkan Self Efficacy dan Penguasaan Konsep Pada
Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”.
7
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang
dalam meningkatkan self efficacy siswa pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit?
2. Apakah terdapat pengaruh strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang
dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit
dan non elektrolit?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang dalam
meningkatkan self efficacy siswa pada materi larutan elektrolit dan non
elektrolit.
2. Pengaruh strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang dalam
meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan
non elektrolit.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah bagi:
1. Siswa:
Strategi scaffolding pada proses pembelajaran SiMaYang dapat membantu
siswa belajar mandiri dan mengarahkan imajinasi siswa terhadap fenomena
sains yang terdapat pada topik-topik yang bersifat abstrak serta dipercaya dapat
8
meningkatkan kemampuan self efficacy dan penguasaan konsep pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit.
2. Guru:
Sebagai rujukan strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang dapat
diterapkan guru dalam meningkatkan self efficacy dan penguasaan konsep pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
3. Sekolah:
Sebagai bahan referensi strategi dan model pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Strategi Scaffolding atau pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa
dapat berupa gambar, petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah–
masalah ke dalam langkah–langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Scaffolding
adalah mekanisme untuk mengamati proses dimana seorang pelajar dibantu
untuk mencapai potensi belajar pada dirinya (Amiripour dkk., 2012).
2. Pengaruh strategi scaffolding dalam model pembelajaran SiMaYang diukur
berdasarkan perbedaan yang signifikan dari rata-rata nilai n-Gain self efficacy
dan penguasaan konsep kimia siswa.
3. Self efficacy (efikasi diri) sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan-
nya untuk mengorganisasikan dalam melaksanakan serangkaian tindakan
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki (Bandura, 1997).
9
Efikasi diri siswa diukur dengan hasil jawaban angket efikasi diri diawal dan
diakhir pembelajaran.
4. Penguasaan konsep adalah kemampuan mengungkapkan pengertian-
pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan
kedalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan inerpretasi dan
mampu mengaplikasikannya (Bloom, 1956). Penguasaan konsep kimia siswa
diukur dengan menggunakan hasil tes penguasaan konsep siswa diawal
pembelajaran dan diakhir pembelajaran.
5. Keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang diukur melalui pengamatan
pada aspek penerapan sintak, sistem sosial, dan prinsip reaksi (Sunyono,
2013).
6. Materi larutan elektrolit dan non-elektrolit mencakup uji daya hantar arus
listrik, penyebab perbedaan kemampuan daya hantar arus listrik, dan senyawa
yang dapat atau tidak dapat menghantarkan arus listrik berdasarkan jenis
ikatan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Scaffolding
Scaffolding biasanya terkait dengan teori sosial-budaya Vygotsky (Wood dkk.
1976) menyatakan bahwa pengertian scaffolding adalah dukungan pembelajaran
kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang
tidak dapat diselesaikannya sendiri. Istilah ini berasal dari istilah ilmu teknik sipil
yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari
bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung.
Scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada
peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan
interaksi yang bersifat positif. Scaffolding diartikan ke dalam bahasa Indonesia
“perancah”, yaitu bambu (balok dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak
mendirikan rumah, membuat tembok, dan sebagainya (Agustina, 2013).
Menurut Vygotsky (dalam Stone, 1998), peserta didik mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan
(scaffolding) dari seorang yang lebih ahli atau melalui teman sejawat yang me-
miliki kemampuan lebih tinggi. Menurut Cahyono (2010) scaffolding adalah
salah satu prinsip pembelajaran yang efektif yang memungkinkan para pembelajar
11
untuk mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing. Berdasarkan
definisi- definisi diatas dapat disimpulkan bahwa scaffolding merupakan bantuan
yang besar kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung
jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang me-
mungkinkan siswa dapat mandiri.
Menurut Vygotsky (dalam Holton dan David, 2013) bahwa pembelajaran terjadi
apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-
tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu per-
kembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan
atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu ter-
serap ke dalam individu tersebut.
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat
adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat saling terkait, perkembangan
kemampuan seseorang tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai
bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Menurut pendapat para ahli diatas, dapat dijelaskan bahwa pendekatan scaffolding
perlu digunakan sebagai upaya peningkatan proses belajar mengajar, sehingga
12
siswa memiliki kemampuan dalam memahami konsep materi, sikap positif juga
keterampilan. Dalam pelaksanaan pembelajaran scaffolding, siswa akan diberikan
tugas kompleks, sulit dan pemberian bantuan kepada siswa hanya pada tahap-
tahap awal pembelajaran. Kemudian mengurangi bantuan dan memberi ke-
sempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya (Agustina, 2013).
Scaffolding diartikan ke dalam bahasa Indonesia “perancah”, yaitu bambu (balok
dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak mendirikan rumah, membuat
tembok, dan sebagainya. Vygotsky (dalam Budiningsih, 2008) menjelaskan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan
yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensi-
nya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkat bantuan (helps / cognitive scaffolding) yang dapat memfasilitasi anak agar
mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa dukungan terhadap peserta
didik dalam menyelesaikan proses belajar dapat berupa keaktifan peserta didik
dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran, keragaman model pembelajar-
an, bimbingan pengalaman dari pembelajar, fasilitas belajar, dan iklim belajar
peserta didik dari orang tua di rumah dan pembelajar di sekolah. Dukungan
belajar yang dimaksud di sini adalah dukungan yang bersifat konkrit dan abstrak
sehingga tercipta kebermaknaan proses belajar peserta didik. Di samping
penguasaan materi, pembelajar juga dituntut memiliki keragaman model atau
strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat di-
13
gunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila
konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para pembelajar, maka upaya men-
desain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang
menantang.
Menurut Gasong (2009) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam
pendidikan. Pertama, perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif
antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan
saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam
masing-masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran
menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajaran sendiri. Ringkasnya, siswa perlu belajar dan bekerja
secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan
bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum,
Gasong (2009) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran scaffolding sebagai
berikut:
a. Menjelaskan materi pembelajaran.
b. Menentukan Zone Of Proximal Development (ZPD) atau level perkembangan
siswa berdasarkan tingkat kognitifnya dengan melihat nilai hasil belajar
sebelumnya.
c. Mengelompokkan siswa menurut ZPD-nya.
d. Memberikan tugas belajar berupa soal-soal berjenjang yang berkaitan dengan
materi pembelajaran.
e. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-soal secara
mandiri dengan berkelompok.
f. Memberikan bantuan berupa bimbingan, motivasi, pemberian contoh, kata
kunci atau hal lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar.
g. Mengarahkan siswa yang memiliki ZPD yang tinggi untuk membantu siswa
yang memilki ZPD yang rendah.
h. Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.
14
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan di atas dapat dijelaskan bahwa
scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang yang
lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan
penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya
kemampuan belajar sehingga terdapat tingkat penguasaan konsep materi dan
efikasi diri yang lebih tinggi.
B. Representasi Kimia
McKendree dkk. dalam Nakhleh dan Postek (2008) mengemukakan bahwa
representasi adalah struktur yang berarti dari sesuatu: suatu kata untuk suatu
benda, suatu kalimat untuk suatu keadaan hal, suatu diagram untuk suatu susunan
hal-hal, suatu gambar untuk suatu pemandangan. Menurut The Australian
Concise Oxford Dictionary (dalam Chittleborough, 2004), representasi adalah
sesuatu yang dapat menggambarkan yang lain. Representasi dikategorikan ke
dalam dua kelompok, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi
internal diartikan sebagai konfigurasi kognitif individu yang diduga berasal dari
perilaku yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan
masalah, sedangkan representasi eksternal dapat digambarkan sebagai situasi fisik
yang terstruktur yang dapat dilihat sebagai perwujudan ide-ide fisik (Huevelen
dan Zou, 2001).
Johnstone (1982) dan Talanquer (2011) membedakan representasi kimia ke dalam
tiga tingkatan (dimensi). Dimensi pertama adalah makroskopik yang bersifat
nyata dan kasat mata. Dimensi ini menunjukkan fenomena-fenomena yang terjadi
15
dalam kehidupan sehari-hari maupun yang dipelajari di laboratorium menjadi
bentuk makro yang dapat diamati.
Dimensi kedua adalah mikroskopik juga nyata tetapi tidak kasat mata. Dimensi
makroskopik menjelaskan dan menerangkan fenomena yang dapat diamati
sehingga menjadi sesuatu yang dapat dipahami. Dimensi ini terdiri dari tingkat
partikular yang dapat digunakan untuk menjelaskan pergerakan elektron, molekul,
partikel atau atom. Dimensi makroskopik dan mikroskopik memiliki keterkaitan
satu sama lain (Johnstone, 1982; Talanquer, 2011).
Dimensi yang terakhir adalah simbolik yang menggambarkan tanda atau bahasa
serta bentuk-bentuk lainnya yang digunakan untuk mengomunikasikan hasil peng-
amatan. Dimensi ini terdiri dari berbagai jenis representasi gambar, aljabar dan
bentuk komputasi representasi mikroskopik (Johnstone, 1982; Talanquer, 2011).
Ketiga dimensi tersebut dapat dihubungkan dalam gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Tiga level fenomena kimia (Sunyono, 2012)
Ketiga level tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk
dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh
pernyataan Tasker dan Dalton (2006), bahwa kimia melibatkan proses-proses
MAKROSKOPIK
SUB MIKROSKOPIK SIMBOLIK
16
perubahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya perubahan warna, bau,
gelembung) pada dimensi makroskopik atau laboratorium, namun dalam hal
perubahan yang tidak dapat diamati dengan indera mata, seperti perubahan
struktur atau proses di tingkat submikro atau molekul imajiner hanya bisa di-
lakukan melalui pemodelan. Perubahan-perubahan ditingkat molekuler ini
kemudian digambarkan pada ting-kat simbolik yang abstrak dalam dua cara, yaitu
secara kualitatif menggunakan notasi khusus, bahasa, diagram, dan simbolis, dan
secara kuantitatif dengan menggunakan matematika (persamaan dan grafik).
C. Model Pembelajaran SiMaYang
Model pembelajaran SiMaYang adalah model pembelajaran sains berbasis
multipel representasi yang dikembangkan dengan memasukkan faktor interaksi
(tujuh konsep dasar) yang mempengaruhi kemampuan pembelajar untuk me-
representasikan fenomena sains ke dalam kerangka model IF-SO (Sunyono dkk.,
2011).
Tujuh konsep dasar pembelajar tersebut yang telah diidentifikasi oleh Schӧ nborn
and Anderson (2009) adalah kemampuan penalaran pembelajar (Reasoning; R),
pengetahuan konseptual pembelajar (Conceptual; C) dan keterampilan memilih
model representasi pembelajar (Representation modes; M). Faktor M dapat
dianggap berbeda dengan faktor C dan R, karena faktor M tidak bergantung pada
campur tangan manusia selama proses interpretasi dan tetap konstan kecuali jika
ER (representasi eksternal) dimodifikasi, selanjutnya empat faktor lainnya adalah
faktor R-C merupakan pengetahuan konseptual dari diri sendiri tentang ER, faktor
17
R-M merupakan penalaran terhadap fitur dari ER itu sendiri, faktor C-M adalah
faktor interaktif yang mempengaruhi interpretasi terhadap ER, dan faktor C-R-M
adalah interaksi dari ketiga faktor awal (C-R-M) yang mewakili kemampuan
seorang pembelajar untuk melibatkan semua faktor dari model agar dapat meng-
interpretasikan ER dengan baik. Berdasarkan pertimbangan faktor interaksi R-C
dan C-M maka dalam model pembelajaran diperlukan tahapan kegiatan
eksplorasi, sedangkan pertimbangan terhadap interaksi R-M dan C-R-M
diperlukan tahapan kegiatan imajinasi. Kegiatan eksplorasi lebih ditekankan pada
konseptualisasi masalah-masalah sains yang sedang dihadapi berdasarkan
kegiatan diskusi, eksperimen laboratorium atau demonstrasi, dan pelacakan
informasi melalui jaringan internet (webblog atau webpage). Imajinasi diperlukan
untuk melakukan pembayangan mental terhadap representasi eksternal level
submikroskopik, sehingga dapat mentransformasikannya ke level makroskopik
atau simbolik atau sebaliknya (Sunyono, 2013).
Kedua kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan dalam proses pembelajaran,
sehingga kedua kegiatan tersebut digambarkan dengan anak panah bolak-balik.
Hasil kegiatan eksplorasi dan imajinasi perlu diinternalisasikan dalam pembelajar-
an melaui presentasi, tugas, dan latihan sebagai perwujudan hasil eksplorasi dan
imajinasi. Tahap terakhir adalah tahap evaluasi sebagai tahap untuk mendapatkan
umpan balik selama proses pembelajaran. Sebelum kegiatan eksplorasi dan
imajinasi, guru perlu melakukan orientasi kemampuan awal pembelajar sebagai
dasar untuk melakukan tahap eksplorasi dan imajinasi. Oleh sebab itu, model
pembelajaran berbasis multipel representasi yang dikembangkan ini terdiri dari 4
tahapan, yaitu orientasi, eksplorasi-imajinasi, internalisasi serta evaluasi. Ke-
18
empat fase dalam model pembelajaran yang dikembangkan ini memiliki ciri
dengan berakhiran “si” sebanyak lima “si”. Fase-fase tersebut tidak selalu ber-
urutan bergantung pada konsep yang dipelajari oleh pembelajar, terutama pada
fase dua (eksplorasi - imajinasi) (Sunyono, 2012). Oleh sebab itu, fase-fase
model pembelajaran yang dikembangkan ini disusun dalam bentuk layang-layang
yang selanjutnya model pembelajaran berbasis multipel representasi yang di-
kembangkan dinamakan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang seperti pada
gambar 2:
Gambar 2. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang)
(Sunyono, 2012)
Model pembelajaran teoritis SiMaYang ini merupakan model pembelajaran sains
yang mencoba menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains, sehingga topik-
topik pembelajaran yang sesuai dengan model ini menurut penulis adalah topik-
topik sains yang lebih bersifat abstrak yang mengandung level submikroskopik,
makroskopik dan simbolik (Sunyono, 2014). Selain menginterkoneksikan ketiga
level fenomena sains, keterlaksanaan SiMaYang dikelas harus meliputi: Pertama,
penerapan sintaks, dimana setiap tahap pada sintaks harus dioperasionalkan dalam
Rencana Pembelajaran (RP). Kedua, penerapan sistem sosial yang difokuskan
pada peran hubungan antara guru/dosen dengan pembelajar dan pembelajar
19
dengan pembelajar lain. Ketiga, penerapan prinsip reaksi yang merupakan prinsip
yang berkaitan dengan bagaimana guru/dosen memperhatikan respon terhadap
pertanyaan, jawaban, tanggapan, atau apa yang dilakukan pembelajar (Sunyono,
2013). Sintaks model SiMaYang diuraikan pada Tabel 1. Adapun fase-fase model
pembelajaran SiMaYang adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Fase-fase pembelajaran dengan model SiMaYang (Sunyono et al., 2015)
Fase Aktivitas Dosen dan Mahasiswa
Fase I: Orientasi 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Memberikan motivasi dengan berbagai fenomena sains yang terkait dengan
pengalaman peserta didik.
Fase II:
Eksplorasi-Imajinasi
1. Mengenalkan konsep dengan memberikan beberapa abstraksi yang berbeda
mengenai fenomena alam secara verbal atau dengan demonstrasi dan juga
menggunakan visualisasi: gambar, grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau
analogi dengan melibatkan siswa untuk menyimak dan bertanya jawab.
2. Memberikan bimbingan pada peserta didik untuk melakukan imajinasi
representasi terhadap fenomena sains yang sedang dihadapi secara kolaboratif
(berdiskusi).
3. Mendorong dan memfasilitasi diskusi peserta didik untuk mengembangkan
pemikiran kritis dan kretif dalam membuat interkoneksi diantara level-
level fenomena sains dengan menuangkannya ke dalam lembar kegiatan peserta
didik. Misalnya: diberikan gambar sub-mikro tentang reaksi, peserta didik juga
menyimpulkan peristiwa yang terjadi dan peserta didik dapat membuat gambar
sub-mikro tentang fenomena tersebut bila diberikan informasi verbal tentang
fenomena yang lain yang serupa.
Fase III: Internalisasi 1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan/
mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja
kelompok.
2. Memberikan dorongan kepada peserta didik lain untuk memberikan komentar
atau menanggapi hasil kerja dari kelompok peserta didik yang sedang
presentasi.
3. Memberikan latihan atau tugas untuk menciptakan aktivitas individu dalam
mengartikulasikan imajinasi (latihan individu tertuang dalam lembar kegiatan
(LK) yang berisi pertanyaan dan/ atau perintah untuk membuat interkoneksi
ketiga level fenomena sains dan/ atau berisi teka-teki silang belajar sains
(TTSBS).
Fase IV: Evaluasi 1. Memberikan reviu terhadap hasil kerja peserta didik.
2. Memberikan tugas-tugas untuk berlatih menginterkoneksikan ketiga level
fenomena sains.
3. Melakukan evaluasi diagnostik, formatif, dan sumatif.
D. Self Efficacy
Self efficacy dikembangkan oleh Albert Bandura dari teori kognitif sosial. Self
efficacy (efikasi diri) menurut Bandura (1997) merupakan persepsi individu akan
keyakinan kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan
20
efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha
dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu
dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang me-
nyerah. Bandura (1997) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan seseorang
terhadap kemampuannya untuk mengorganisasikan dalam melaksanakan se-
rangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Gist dan Mitchell (Schwoerer dan May, 1996) menyatakan bahwa efikasi diri
dapat membawa pada perilaku yang berbeda diantara individu dengan kemampu-
an yang sama, karena efikasi diri mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan
masalah, dan kegigihan dalam berusaha.
Menurut Zimmerman dkk. (1992) semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka
semakin percaya ia pada kemampuannya untuk berhasil dalam suatu tugas dan
mereka akan memiliki akurasi presepsi diri yang akurat. Efikasi diri tidak boleh
dikacaukan dengan penilaian tentang konsekuensi yang akan dihasilkan dari
sebuah perilaku, tetapi akan membantu menentukan hasil yang diharapkan.
Kepercayaan diri pada individu akan membantu mencapai keberhasilan. Bandura
(1986) berpendapat bahwa efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang di-
miliki melainkan berkaitan dengan keyakinan individu mengenai apa yang dapat
dilakukan dengan kecakapan yang dimiliki seberapapun besarnya. Efikasi diri
menekankan pada komponen keyakinan yang dimiliki seseorang dalam meng-
hadapi situasi yang akan datang yang mengandung ketidakpastian, tidak dapat
diramalkan, dan sering kali penuh tekanan.
21
Ahli psikologi lain, seperti Alwisol (2006) menyatakan bahwa efikasi diri sebagai
persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi
tertentu, efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki ke-
mampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi diri adalah pertimbangan
seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menampilkan
tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tidak ter-
gantung pada jenis keterampilan dan keahlian tetapi lebih berhubungan dengan
keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan dengan berbekal keterampilan dan
keahlian.
Selanjutnya Woolfolk (dalam Anwar, 2009) mengatakan bahwa efikasi diri
merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan
mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu
untuk mencapai sebuah hasil tertentu. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
Shcunk (dalam Anwar, 2009) bahwa efikasi diri sangat penting perannya dalam
mempengaruhi suatu usaha yang akan dicapai. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa efikasi diri hampir sama dengan motivasi, namun efikasi diri
berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari motivasi, yaitu merupakan keyakinan
seseorang dalam melakukan sesuatu hal atau menyelesaikan masalah dengan
penuh kegigihan dan kerja keras agar dapat meraih kesuksesan tanpa
memperhatikan resiko yang terjadi.
Bandura (1982) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap
individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality.
Pertama, magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan
22
dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada
pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada
tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia
persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku
yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya. Kedua, strength (kekuatan
keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas ke-
mampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong
untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki
pengalaman-pengalaman yang menunjang begitu sebaliknya. Ketiga, generality
(generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana
individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin
terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya
yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian
aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. Jadi perbedaan efikasi diri
pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu (1) magnitude, (tingkat
kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas
individu, (2) strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada
keyakinan individu atas kemampuannya, dan (3) generality (generalitas), yaitu hal
yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah-laku di mana individu merasa yakin
terhadap kemampuannya.
Pujiati (2010) menyatakan bahwa aspek magnitude adalah aspek yang memiliki
pengaruh terbesar dalam variabel efikasi diri dibandingkan kedua aspek lainnya,
namun aspek generality dan aspek strength juga ikut serta mempengaruhi efikasi
diri secara keseluruhan walaupun tidak sebesar aspek magnitude. Rata-rata
23
efikasi diri siswa ditinjau dari aspek magnitude yang berada pada kategori tinggi,
artinya siswa sudah merasa mampu untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dari
tugas-tugas akademiknya serta dapat mengatur dirinya serta memperkirakan
tindakan yang dirasa mampu. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi, saat
dihadapkan pada mata pelajaran yang sulit akan mempersepsi dirinya mampu
mengerjakan atau menguasai materi pelajaran tersebut karena memiliki ke-
percayaan diri untuk mampu mengatasi kesulitan sendiri. Pada taraf ini siswa
juga mulai mampu mengembangkan keterampilan merencanakan aktivitas
belajarnya dari pengalaman sebelumnya.
Tingkat efikasi diri siswa ditinjau dari aspek strength yang berada pada kategori
tinggi diartikan bahwa siswa sudah memiliki tingkat daya usaha dan ketahanan
diri dalam menghadapi berbagai hambatan untuk memenuhi tuntutan akademik
sebagai pelajar. Hambatan-hambatan yang dihadapi siswa dapat berupa
pengalaman kegagalan atau kesulitan yang dihadapinya. Ketercapaian aspek ini
juga mengindikasikan siswa dapat meningkatkan usaha dengan baik dan
komitmen terhadap tugas-tugas belajarnya (Pujiati, 2010).
Aspek generality berkaitan dengan luas keyakinan atas kemampuan diri, artinya
siswa dapat saja menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas yang cukup luas atau
aktivitas-aktivitas tetentu saja dimana siswa menampilkan kemampuan dirinya
dalam situasi-situasi sosial. Ketika siswa berada pada situasi belajar di kelas,
siswa yang memiliki tingkat generality yang tinggi mampu mengolah materi
belajar dengan baik walaupun situasi di kelas kurang mendukung proses belajar
(Pujiati, 2010).
24
Berdasarkan uraian di atas efikasi diri juga sudah ada dalam diri peserta didik,
dimana sesungguhnya peserta didik mempunyai kemampuan dan keyakinan
dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam kegiatan pem-
belajaran. Oleh karena itu, penting penerapan strategi dan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan efikasi diri peserta didik, strategi dalam
model pembelajaran yang akan diterapkan dan diharapkan akan mampu me-
ningkatkan kemampuan efikasi peserta didik adalah strategi scaffolding dalam
model pembelajaran SiMaYang.
E. Penguasaan Konsep
Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami makna
secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
(Dahar, 2006). Selanjutnya Bloom dan Benjamin (1956) mengemukakan
penguasaan konsep merupakan suatu kemampuan menangkap pengertian-
pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam
bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu meng-
aplikasikannya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Winkel (1991) mengartikan
penguasaan konsep sebagai suatu pemahaman dengan menggunakan konsep,
kaidah, dan prinsip.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep
adalah usaha yang harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer
kembali sejumlah informasi dari suatu materi pelajaran tertentu yang dapat di-
pergunakan dalam memecahkan masalah, menganalisa, menginterpetasikan pada
25
suatu kejadian tertentu. Lebih ringkasnya penguasaan konsep adalah hasil dari
kegiatan intelektual.
Penguasaan konsep merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa
mampu menguasai atau memahami arti atau konsep, situasi dan fakta yang di-
ketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak mengubah artinya. Penguasa-
an konsep sangat penting dimiliki oleh siswa yang telah mengalami proses belajar.
Penguasaan konsep yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki (Djmarah dan
Zain, 1996).
Penguasaan konsep pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit berarti
kemampuan menguasai pokok utama yang mendasari keseluruhan dari materi
larutan elektrolit dan non elektrolit yang diukur melalui hasil tes penguasaan
konsep, sebagai hasil dalam proses pembelajaran. Penguasaan konsep merupakan
salah satu aspek dalam ranah (domain) kognitif dari tujuan kegiatan belajar
mengajar. Ranah kognitif ini meliputi berbagai tingkah laku dari tingkatan
terendah sampai tertinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis dan evaluasi. Penguasaan merupakan kemampuan menyerap arti dari
materi suatu bahan yang dipelajari, tetapi menguasai lebih dari itu yakni melibat-
kan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis (Dahar,
2006).
26
F. Analisis Konsep
Konsep adalah suatu abstraksi mengenai suatu kelompok benda atau stimulasi
yang mempunyai persamaan karakteristik (Sunaryo, 1989). Hasil dan abstraksi
tersebut dinamakan konsep. Sedangkan menurut Moore (dalam Skeel, 1995)
konsep adalah sesuatu yang tersimpan dalam pikiran-suatu pemikiran, suatu ide
atau gagasan.
Flavell (1970) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda tujuh dimensi,
yaitu atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, generalitas atau keumuman, ke-
tepatan, dan kekuatan. Berdasarkan dimensi-dimensi tersebut, manusia tidak bisa
sesuka hati dalam memberi label konsep atas suatu fakta. Karena berbagai fakta
yang ada dipermukaan bumi sudah memiliki sebutan, kecuali sebutan dengan
deskripsi dan fakta yang baru.
Di dalam kegiatan pembelajaran, guru mempunyai peran yang sangat besar dalam
proses transfer pengetahuan, karena guru mempunyai tugas memfasilitasi dan
mengkondisikan terjadinya situasi dimana siswa mampu memahami suatu fakta
dan konsep. Berdasarkan tugas tersebut, maka salah satu syarat utama untuk
menjadi guru adalah memahami fakta dan konsep dengan benar sesuai dengan
bidang ilmu masing-masing sehingga diperlukan suatu analisis konsep yang me-
mungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan
konsep-konsep lain yang berhubungan (Klausmeier, 1977).
Herron dkk. (1977) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu
prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-
urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Klausmeier (1977) menghipotesiskan
27
ada empat tingkat pencapaian konsep, yaitu tingkat konkret, tingkat identitas,
tingkat klasifikatori, dan tingkat formal. Dalam analisis konsep, perlu di-
identifikasi karakteristik konsep, yang meliputi nama atau label konsep, definisi
konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan
non contoh (Herron dkk., 1997).
G. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi scaffolding dalam
model pembelajaran SiMaYang untuk meningkatkan self efficacy dan penguasaan
konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Prinsip dasar
model pembelajaran SiMaYang adalah guru mengenalkan konsep materi dengan
dengan menyajikan beberapa abstraksi mengenai fenomena sains kemudian siswa
dibimbing dan difasilitasi untuk mengemukakan dan mengembangkan pemikiran-
nya menggunakan strategi scaffolding.
Strategi scaffolding merupakan sebuah teknik pemberian dukungan belajar secara
terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa belajar secara
mandiri. Model SiMaYang yang berbasis multiple representasi akan membantu
siswa memahami materi kimia yang abstrak, pada model ini terdiri dari 4 fase
pembelajaran, yaitu fase orientasi, fase eksplorasi-imajinasi, fase internalisasi, dan
fase evaluasi.
Tahap awal adalah fase orientasi dimana guru memberikan motivasi dengan ber-
bagai fenomena sains yang terkait dengan pengalaman atau kegiatan sehari-hari
peserta didik sehingga peserta didik dapat lebih termotivasi dalam mempelajari
28
sains. Pada tahap ini, pemberian motivasi dapat dilakukan dengan pemberian
reviu pada materi sebelumnya atau pemberian pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetahui kemampuan awal peserta didik yang berhubungan dengan topik yang
akan dibahas. Pertanyaan- pertanyaan yang diberikan diharapkan mampu me-
rangsang peserta didik untuk merangsang informasi mengenai materi larutan
elektrolit dan non elektrolit. Adanya motivasi pada diri siswa diharapkan dapat
menumbuhkan keyakinan dalam menyelesaikan masalah sehingga self efficacy
meningkat. Pada tahap ini pula guru sudah bisa memulai strategi scaffolding
dimana guru dapat membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan Zone
of Proximal Development (ZPD) atau level perkembangan siswa berdasarkan
tingkat kognitifnya dengan melihat pemahaman dari hasil belajar sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah fase eksplorasi-imajinasi. Pada tahap ini guru dituntun
merancang proses pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan melalui pe-
ningkatan pemahaman dari suatu fenomena dengan menulusuri informasi melalui
berbagai sumber dan media misalnya berupa gambar, grafik, simulasi atau
animasi, dan atau analogi. Selanjutnya, siswa akan berimajinasi representasi
terkait fenomena sains yang diberikan dan bekerja keras untuk memahami dan
mengembangkan pemikiran mereka. Dengan menggunakan strategi scaffolding
pada tahap ini guru tetap memiliki peran tetapi hanya berfungsi sebagai fasilitator,
guru memberikan bantuan pada awal-awal penyelesaian tugas untuk memancing
kemandirian siswa yang selanjutnya tugas tersebut akan diambil alih oleh siswa
dan menjadi tanggung jawab siswa sepenuhnya.
29
Tahap selanjutnya fase internalisasi, pada tahap ini guru membimbing dan mem-
fasilitasi siswa dalam mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi
hasil kerja kelompok. Peserta didik akan meyampaikan komentar atau menang-
gapi presentasi dari kelompok lain. Proses scaffold mulai diterapkan ketika terjadi
proses saling tukar pendapat antar siswa dalam memecahkan suatu masalah, dan
guru mengarahkan siswa yang lebih pandai atau dari kelompok ZPD yang tinggi
untuk memberi bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk
bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.
Pada tahap ini juga peserta didik akan diberikan latihan untuk dapat meng-
artikulasikan imajinasi peserta didik setelah mengalami fase eksplorasi-imajinasi.
Pada tahap ini peserta didik juga dilatih mengenai efikasi diri agar tertantang dan
termotivasi mengerjakan soal atau pertanyaan yang sulit. Siswa yang mengalami
kesulitan tersebut terbantu oleh guru dan atau teman yang lebih pandai. Ketika
guru dapat menerapkan scaffold secukupnya kepada siswa yang mengalami ke-
sulitan dalam belajarnya. Semakin besar peran aktif siswa dalam berbagai
kegiatan diskusi, maka akan semakin terlihat peningkatan self efficacy dan
penguasaan konsep siswa tersebut sehingga akan mempengaruhi hasil belajar
kimia yang baik pula.
Tahap terakhir merupakan fase evaluasi. Pada tahap ini guru dapat meng-
scaffold (membantu) dengan cara menuntun siswa untuk meriviu hasil kerja
kelompoknya dan berlatih menginterkoneksikan ketiga level fenomena sains dan
melakukan evaluasi diagnostik, formatif, dan sumatif. Kemudian mendapatkan
kesimpulan pada pelajaran hari ini dan siswa juga dipersilahkan untuk bertanya
30
tentang pembelajaran yang akan datang kepada guru agar siswa lebih siap meng-
ikuti pembelajaran selanjutnya dengan baik.
Berdasarkan penjelasan dan tahapan-tahapan di atas, maka dengan adanya strategi
scaffolding pada pembelajaran SiMaYang diyakini dapat berpengaruh dalam
meningkatkan self efficacy dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit.
H. Anggapan Dasar
Sampel yang digunakan merupakan siswa yang hanya mendapatkan pelajaran dari
guru di sekolah atau tidak mengikuti bimbingan belajar dan private, sehingga self-
efficacy dan penguasaan konsep siswa hanya dipengaruhi oleh faktor penerapan
strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang dan faktor lainnya diabaikan.
I. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang berpengaruh terhadap
peningkatan self efficacy siswa pada materi larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit.
2. Strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang berpengaruh terhadap
peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan
larutan non elektrolit.
31
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua siswa kelas X MIA SMA Negeri 5 Bandar Lampung
tahun pelajaran 2016/2017 yang tersebar dalam 5 kelas. Sampel diambil secara
acak dengan teknik cluster random sampling, sehingga mendapatkan 2 kelas
penelitian sebagai sampel yaitu X MIA 3 (sebagai kelas eksperimen) dan X MIA
4 (sebagai kelas kontrol).
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Pretest-Posttest Control Group
Design (Sugiyono, 2012). Desain penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2, desain
ini melihat perbedaan hasil pretes maupun postes pada kelas kontrol dan eks-
perimen sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Kelas kontrol dan eksperimen
menerapkan model pembelajaran SiMaYang. Penelitian ini dilakukan dengan
memberi suatu perlakuan yaitu strategi scaffolding pada kelas eksperimen sebagai
replikasi kemudian diobservasi untuk melihat kecenderungan peningkatan self
efficacy dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
32
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelas Pretes Perlakuan Postes
X MIA 3 (kelas eksperimen) O1 X O2
X MIA 4 (kelas kontrol) O1 C O2
Keterangan:
O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretes
X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan strategi scaffolding
O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi postes
C : Pembelajaran kimia tanpa menggunakan strategi scaffolding
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Menurut
Sugiyono (2012), analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk meng-
analisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi.
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Tahap pendahuluan
Prosedur tahap pendahuluan, yaitu:
a. Meminta izin kepada Kepala SMAN 5 Bandar Lampung untuk melaksana-
kan penelitian.
b. Menentukan subyek penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Prosedur tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan
33
Mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi silabus, rencana pe-
laksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), dan mempersiap-
kan instrumen penelitian meliputi angket self efficacy dan soal tes penguasa-
an konsep.
b. Tahap validasi instrumen penelitian
Pada tahap ini, instrumen yang divalidasi adalah instrumen tes penguasaan
konsep.
c. Tahap penelitian
Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan pada dua kelas yaitu kelas
kontrol yang diterapkan tanpa strategi scaffolding dan kelas eksperimen
yang diterapkan strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang.
Urutan prosedur pelaksanaan tahap penelitian, yaitu:
1) Melakukan tes awal self efficacy dan pretest penguasaan konsep.
2) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit
dan non-elektrolit pada kelas kontrol tanpa menggunakan strategi
scaffolding sedangkan pada kelas eksperimen diberikan perlakuan
dengan menggunakan strategi scaffolding.
3) Melakukan tes akhir self efficacy dan postes penguasaan konsep.
3. Tahap akhir penelitian
Prosedur tahap akhir penelitian, yaitu:
a. Analisis data.
b. Pembahasan hasil penelitian.
c. Kesimpulan.
34
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
pada gambar 3 :
Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdiri dari satu variabel kontrol dan bebas, serta dua variabel
terikat. Variabel kontrol adalah model pembelajaran SiMaYang. Variabel bebas
adalah strategi scaffolding. Variabel terikatnya adalah kemampuan self efficacy
dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
Izin Penelitian
Menentukan populasi dan sampel penelitian
Mempersiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian
Validasi instrumen penelitian
Tah
ap
Pen
dah
ulu
an
Tes self
efficacy awal
Pretes
Penguasaan
Tes self
efficacy akhir
Postes
Pembahasan
Kesimpulan
Tah
ap
Per
siap
an
T
ah
ap
Ak
hir
T
ah
ap
Pen
elit
ian
Kelas Kontrol
(Pembelajaran
tanpa
menggunakan
strategi
scaffolding )
Kelas
Eksperimen
(Pembelajaran
menggunakan
strategi
scaffolding)
Analisis Data
35
E. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus diadopsi dari Afdila (2015).
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model SiMaYang dan RPP model
SiMaYang dengan strategi scaffolding dimodifikasi dari Afdila (2015).
3. Lembar kerja siswa (LKS) yang menggunakan model SiMaYang pada materi
larutan elektrolit dan non-elektrolit diadopsi dari Putrizal (2015). LKS yang
menggunakan strategi scaffolding pada model SiMaYang dimodifikasi dari
Putrizal (2015) yang berjumlah 6 buah LKS yang terdiri dari 3 LKS kelompok
dan 3 LKS individu. LKS 1 mengenai daya hantar arus listrik larutan elektrolit
dan non-elektrolit, LKS 2 mengenai penyebab perbedaan kemampuan daya
hantar arus listrik larutan elektrolit dan non-elektrolit, dan LKS 3 mengenai
jenis senyawa yang dapat atau tidaknya menghantarkan arus listrik berdasarkan
jenis ikatan.
F. Instrumen Penelitian
1. Angket self efficacy diadopsi dari Sunyono (2015) yang telah divalidasi secara
teoritir (validasi ahli).
2. Tes penguasaan konsep terdiri dari soal prestes dan postes.
3. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang diadopsi dari
Sunyono (2014).
4. Rubrik penilaian scaffolding dimodifikasi dari Dimyati dan Mudjiono (2004).
36
G. Analisis Data
1. Analisis validitas dan reliabilitas instrumen tes penguasaan konsep
Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui dan mengukur apakah instrumen
yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai pengumpul
data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid
dan reliabel (Arikunto, 2006).
a. Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen tes (Arikunto, 2006). Instrumen dikatakan valid
apabila nilai koefisien korelasi (rxy) lebih besar dibandingankan dengan rtabel. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0.
b. Reliabilitas
Untuk mengetahui seberapa besar kepercayaan instrumen penelitian maka
instrumen tersebut harus dilakukan uji reliabilitas. Suatu alat evaluasi disebut
reliabel jika alat tersebut mampu memberikan hasil yang dapat dipercaya dan
konsisten. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha
Cronbach yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan derajat relia-
bilitas alat evaluasi menurut Guilford (Suherman, 2003), dalam hal ini analisis
dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Kriteria derajat reliabilitas (r11) alat
evaluasi menurut Guilford:
0,80 < r11 ≤ 1,00; derajat reliabilitas sangat tinggi
37
0,60 < r11 ≤ 0,80; derajat reliabilitas tinggi
0,40< r11≤ 0,60; derajat reliabilitas sedang
0,20< r11≤ 0,40; derajat reliabilitas rendah
0,00 < r11 ≤ 0,20; tidak reliabel
2. Analisis keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang
Keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang diukur melalui penilaian terhadap
keterlaksanaan RPP yang memuat unsur-unsur model pembelajaran yang meliputi
sintak pembelajaran, sistem sosial, dan prinsip reaksi. Analisis terhadap keter-
laksanaan RPP model pembelajaran SiMaYang, dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek
pengamatan, kemudian dihitung persentase ketercapaian dengan rumus:
% Ji =
x 100% (Sudjana, 2005)
Keterangan :
%Ji = Persentase ketercapaian dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan
pada pertemuan ke-i
∑Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat
pada pertemuan ke-i
N = Skor maksimal (skor ideal)
b. Menghitung rata-rata persentase ketercapaian untuk setiap aspek pengamatan
dari dua orang pengamat.
c. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian pelaksanaan
pembelajaran (RPP) sebagaimana tertera pada tabel 3 sebagai berikut.
38
Tabel 3. Kriteria tingkat keterlaksanaan (Ratumanan dalam Sunyono, 2012)
Persentase Kriteria
80,1% - 100,0%
60,1% - 80,0%
40,1% - 60,0%
20,1% - 40,0%
0,0% - 20,0%
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
3. Analisis dimensi keterlaksanaan scaffolding
Analisis data scaffolding dilakukan dengan cara memberikan skor pada setiap
dimensi sesuai dengan indikator yang dipenuhi siswa. Dimensi beserta indikator
yang dinilai dalam rubrik penilaian scaffolding disajikan pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Dimensi dan Indikator Scaffolding (dimodifikasi dari Lange, 2002)
No Dimensi yang diamati
(Scaffolding) Indikator
1 Intensionalitas
a. Siswa aktif dalam kegiatan mencari informasi
b. Siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran
melalui aktivitas bertanya
2 Kesesuaian a. Siswa terbuka menerima arahan dari guru
b. Siswa berani dalam bertanya
3 Struktur
a. Siswa tahu cara mendapatkan konsep melalui
aktivitas bertanya
b. Siswa dapat mengembangkan konsep melalui
aktivitas bertanya
4 Kolaborasi
a. Siswa mampu bekerja sama
b. Siswa mengkaji informasi dan menerapkan
dalam diskusi
5 Internalisasi
a. Siswa dapat menyebutkan contoh dalam
kehidupan sehari-hari
b. Siswa dapat menjelaskan penerapan konsep
dalam kehidupan sehari-hari
Pedoman penskoran scaffolding diberikan berdasarkan kriteria :
Skor 3 bila keterampilan sangat baik (2 indikator dilaksanakan)
Skor 2 bila keterampilan baik ( 1 indikator dilaksanakan)
Skor 1 bila keterampilan buruk (indikator tidak dilaksanakan)
39
Teknik presentasi skor dapat dihitung menggunakan rumus:
Keterangan:
S = nilai yang diharapkan
R = jumlah skor dari indikator scaffolding yang dilaksanakan
N = jumlah skor maksimum
Kemudian hasil perhitungan akan dikriteriakan berdasarkan presentase skor yang
dicapai. Adapun kriteria scaffolding siswa dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Kriteria scaffolding pada proses pembelajaran
Persentase Kriteria
80,1% - 100,0%
60,1% - 80,0%
40,1% - 60,0%
20,1% - 40,0%
0,0% - 20,0%
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
4. Analisis pengaruh strategi scaffolding pada model pembelajaran
SiMaYang
Pengaruh strategi scaffolding pada model pembelajaran SiMaYang diukur ber-
dasarkan data pretes dan postes penguasaan konsep serta data angket self efficacy
awal dan akhir siswa.
a. Analisis data self efficacy
Data yang diungkap dalam penelitian ini adalah data mengenai self efficacy.
Instrumen yang digunakan berupa angket. Angket self efficacy yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat dari Tabel 6 berikut ini:
40
Tabel 6. Instrumen self efficacy
No. Indikator No. Pernyataan Jumlah
A Magnitude/ Tingkat kesulitan
1 Memiliki pandangan yang optimis 1(f), 14(u), 26(f) 3
2 Berminat terhadap tugas 2(u), 15(f), 27(u) 3
3 Memandang tugas sebagai tantangan
bukan sebagai beban
3(u), 16(f), 28(f) 3
4 Merencanakan penyelesaian tugas 4(f), 29(u) 2
5 Mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
belajar
5(u), 17(u), 30(f) 3
6 Kemampuan dalam menyelesaikan
tugas
6(u), 18(f), 31(u) 3
7 Berkomitmen dalam melaksanaka tugas 7(f), 19(f), 32(u) 3
B Strength
1 Bertahan menyelesaikan soal dalam
kondisi apapun
8(u), 20(u), 33(f) 3
2 Memiliki keuletan dalam
menyelesaikan soal / ujian
9(u), 21(u), 34(f) 3
3 Yakin akan kemampuan yang dimiliki 10(f), 22(f), 35(u) 3
4 Belajar dari pengalaman 11(f), 23(u), 36(f) 3
C. Generality
1 Menyikapi situasi dan kondisi yang be-
ragam dengan cara yang baik dan
positif.
12(u), 24(f) 2
2 Memiliki cara menangani stres dengan
tepat
13(f), 25(u) 2
Jumlah 36
Berdasarkan Tabel 6, butir-butir pertanyaan disajikan dalam dua bentuk, yaitu
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Analisis data angket self efficacy
menggunakan cara sebagai berikut:
1) Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokan jawaban
berdasarkan pertanyaan angket. Pengkodean data ini dibuat buku kode yang
merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur,
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode
jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya.
41
2) Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk
memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-
dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket).
3) Memberi skor jawaban responden berdasarkan tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Penskoran pada angket self efficacy.
No Pilihan Jawaban Skala Pemberian Skor
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
1 SL (selalu) 3 1
2 KD (kadang-kadang) 2 2
3 TP (tidak pernah) 1 3
4) Mengolah jumlah skor jawaban responden
Pengolahan jumlah skor (Ʃ S ) jawaban angket adalah sebagai berikut :
a) Skor untuk pernyataan Selalu (SL)
(1) Pernyataan positif : skor = 3 x jumlah responden
(2) Pernyataan negatif : skor = 1 x jumlah responden
b) Skor untuk pernyataan Kadang-kadang (KD)
(1) Pernyataan positif : skor = 2 x jumlah responden
(2) Pernyataan negatif : skor = 2 x jumlah responden
c) Skor untuk pernyataan Tidak Pernah (TP)
(1) Pernyataan positif : skor = 1 x jumlah responden
(2) Pernyataan negatif : skor = 3 x jumlah responden
5) Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
% Xin =
x 100% (Sudjana, 2005)
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i pada model pembelajaran SiMaYang
42
dengan strategi scaffolding pada materi larutan elektrolit non-
elektrolit
Ʃ S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
6) Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat self efficacy
pada model pembelajaran SiMaYang dengan strategi scaffolding dengan
rumus sebagai berikut:
=
(Sudjana, 2005)
Keterangan :
= Rata-rata persentase angket-i pada model pembelajaran
SiMaYang dengan strategi scaffolding pada materi larutan
elektrolit non elektrolit
= Jumlah persentase angket-i pada model pembelajaran SiMaYang
dengan strategi scaffolding
n = Jumlah butir soal
7) Menvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan
dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan
dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang ter-
sedia (Marzuki, 1997).
8) Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan
tafsiran Arikunto (2008) pada tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Tafsiran skor (persen)
Persentase Kriteria
43
Persentase Kriteria
80,1%-100% Sangat tinggi
60,1%-80% Tinggi
40,1%-60% Sedang
20,1%-40% Rendah
0,0%-20% Sangat rendah
9) Mengubah skor menjadi nilai dengan rumus sebagai berikut:
Nilai =
x 100 (Sudjana, 2005)
10) Menghitung dan mengkriteria nilai n-Gain dari nilai awal dan akhir self
efficacy dengan rumus Hake (dalam Sunyono, 2014).
b. Analisis data penguasaan konsep
Peningkatan penguasaan konsep siswa ditunjukkan melalui skor n-Gain, yaitu
selisih antara skor postes dan skor pretes, dan dihitung berdasarkan rumus berikut:
Kriterianya adalah (1) pembelajaran dengan skor n-Gain “tinggi”, jika n-Gain >
0,7 ; (2) pembelajaran dengan skor n-Gain “sedang”, jika n-Gain terletak antara
0,3 < n-Gain ≤ 0,7 ; dan (3) pembelajaran dengan skor n-Gain “rendah”, jika n-
Gain ≤ 0,3 (Hake dalam Sunyono, 2014).
5. Teknik pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji persamaan dua
rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata. Uji ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh strategi scaffolding terhadap sampel dengan melihat gain ternormalisasi
44
self efficacy dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non-
elektrolit yang lebih tinggi. Sebelum dilakukan uji kesamaan dua rata-rata pretes
dan uji perbedaan dua rata-rata nilai n-Gain, harus dilakukan uji prasyarat telebih
dahulu yaitu uji normalitas dan uji homogenitas dua varians.
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Nisfianoor, 2009). Untuk uji
normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kolmogorov-smirnov test, langkah-langkah uji normalitas sebagai berikut:
1) Hipotesis: H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
2) Memasukkan data penelitian berupa (pretes dan nilai n-Gain) self-efficacy
dan penguasaan konsep ke dalam program SPSS versi 17.0 dengan
menggunakan taraf signifikan (α) sebesar 0,05.
Kriteria uji: terima H0 jika nilai sig. dari Kolmogorov-Smirnov > 0,05 dan terima
H1 jika nilai sig. dari Kolmogorov-Smirnov < 0,05.
b. Uji homogenitas dua varians
Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang di-
gunakan dalam percobaan ini adalah levene statistics test, langkah-langkah uji
homogenitas sebagai berikut :
1) Hipotesis: H0 : =
= sampel mempunyai variansi yang homogen
45
H1 :
= sampel mempunyai variansi yang tidak homogen
Keterangan :
= varians nilai kelompok 1
= varians nilai kelompok 2
2) Memasukkan data penelitian berupa (pretes dan nilai n-Gain) self-efficacy
dan penguasaan konsep ke dalam program SPSS versi 17.0 dengan
menggunakan tara signifikan (α) sebesar 0,05.
Kriteria uji: terima H0 jika nilai sig. dari Levene’s Test > 0,05 dan terima H1 jika
nilai sig. dari Levene’s Test < 0,05. Jika data berdistribusi normal dan homogen,
maka pengujian hipotesis menggunakan uji parametrik, yaitu menggunakan uji t
(Sudjana, 2005).
c. Uji perbedaan dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai n-
Gain self efficacy dan rata-rata nilai n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas
kontrol berbeda secara signifikan dengan rata-rata nilai n-Gain self efficacy dan
rata-rata nilai n-Gain penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen sehingga
dapat diketahui pengaruh strategi scaffolding dalam meningkatkan self efficacy
dan penguasaan konsep siswa. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan indepent sampel t-test, langkah-langkah uji perbedaan dua
rata-rata sebagai berikut :
1) Hipotesis:
46
Hipotesis 1 (self efficacy)
H0 : μ1x > μ2x : Rata-rata nilai n-Gain self efficacy siswa kelas eksperimen
lebih tinggi daripada rata-rata nilai n-Gain self efficacy siswa
kelas kontrol.
H1 : μ1x ≤ μ2x : Rata- rata nilai n-Gain self efficacy siswa kelas eksperimen
lebih rendah daripada rata-rata nilai n-Gain self efficacy siswa
kelas kontrol.
Hipotesis 2 (Penguasaan Konsep)
H0 : μ1y > μ2y : Rata-rata nilai n-Gain penguasaan konsep siswa kelas
eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai n-Gain
penguasaan konsep siswa kelas kontrol.
H1 : μ1y ≤ μ2y : Rata-rata nilai n-Gain penguasaan konsep siswa kelas
eksperimen lebih rendah daripada rata-rata nilai n-Gain
penguasaan konsep siswa kelas kontrol.
Keterangan:
μ1 = Rata-rata nilai n-Gain (x,y) kelas eksperimen.
μ2 = Rata-rata nilai n-Gain (x,y) kelas kontrol.
x = Self efficacy
y = Penguasaan konsep
2) Memasukkan data penelitian berupa pretes ke dalam program SPSS versi 17.0
dengan menggunakan taraf signifikan (α) sebesar 0,05.
Kriteria uji: terima H0 jika nilai sig. (2-tailed) dari t-test for equality of means <
0,05 dan terima H1 jika nilai sig. (2-tailed) dari t-test for equality of means > 0,05.
d. Analisis ukuran pengaruh strategi scaffolding (Effect Size)
47
Analisis ukuran pengaruh strategi scaffolding terhadap peningkatan self efficacy
dan penguasaan konsep siswa dalam penelitian ini menggunakan uji effect size.
Uji ini dilakukan setelah mendapatkan nilai t dari uji perbedaan dua rata-rata.
Untuk menghitung effect size strategi scaffolding dengan rumus:
(Abujahjouh, 2014)
Keterangan:
µ = effect size
t = t hitung dari uji-t
df = derajat kebebasan
Kemudian, mengkategorikan data dengan menggunakan kriteria effect size
menurut Dincer, 2015 sebagai berikut:
µ ≤ 0,15; efek diabaikan (sangat kecil)
0,15 < µ ≤ 0,40; efek kecil
0,40 < µ ≤ 0,75; efek sedang
0,75 < µ ≤ 1,10; efek besar
µ > 1, 10; efek sangat besar
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian analisis kemampuan
self efficacy dan penguasaan konsep siswa menggunakan strategi scaffolding pada
model pembelajaran SiMaYang dapat disimpulkan bahwa :
1. Strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang berpengaruh terhadap
peningkatan self efficacy siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit
dengan kriteria besar.
2. Strategi scaffolding pada pembelajaran SiMaYang berpengaruh terhadap
peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non-
elektrolit dengan kriteria besar.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa :
1. Jika ingin melakukan penelitian mengenai strategi scaffolding sebaiknya
peneliti harus benar-benar sudah paham dan mempersiapkan dengan baik agar
mempermudah penerapan strategi saat penelitian.
2. Penerapan strategi scaffolding harus disertai keterampilan dalam pengelolaan
pembelajaran yang baik, seperti pengelolaan kelas, pengelolaan waktu
71
pembelajaran, pengaturan diskusi kelompok yang baik agar strategi ini dapat
berlangsung dengan efektif.
3. Pelaksanaan pembelajaran dengan model SiMaYang memerlukan infrastruktur
tambahan seperti LCD projector, ketersediaan layanan internet, dan lembar
kerja siswa yang full color, agar pembelajaran berjalan dengan baik dan lebih
menarik.
4. Penerapan model pembelajaran SiMaYang dengan strategi scaffolding dapat
meningkatkan self efficacy dan penguasaan konsep siswa, khususnya pada mata
pelajaran sains yang mengedepankan mulitipel representasi. Sehingga, peneliti
merekomendasikan kepada guru-guru IPA untuk mengimplementasikan dan
mengembangkan model pembelajaran dan strategi tersebut di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Abujahjouh, Y. M. A. 2014. The effectiveness of Blended E-Learning Forum inPlanning for Science Instruction. Journal of Turkish Science Education. 11(4): 3-16.
Afdila, D. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II BerbasisMultipel Representasi Untuk Meningkatkan Efikasi Diri Dan PenguasaanKonsep Larutan Elektrolit Dan Non-Elektrolit. Skripsi. FKIP. UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Agustina, T. 2013. Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) Pada AktivitasBelajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil BelajarFisika Siswa SMA. Skripsi. FKIP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang.
Amiripour, P., Somayeh A. M., dan Ahmad S. 2012. Scaffolding as EffectiveMethod for Mathematical Learning. Indian Journal of Science andTechnology. 5 (9): 3328-3331.
Anwar, A. I. D. 2009. Hubungan Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara diDepan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas SumateraUtara. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
_________. 2008. Penilaian Program Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusun Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta.
Bandura, A. 1982. Self-Efficacy Mechanism In Human Agency. AmericanPsychologist. 37 (2): 122-147.
__________.1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social CognitiveTheory. Englewood Cliffs, Prentice. New Jersey.
__________. 1997. Self Efficacy The Exercise of Control. W.H Freeman andCompany. New York.
Bloom, dan Benjamin, S. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: TheClassification of Educational Goals, Handbook I Cognitive Domain.Longmans, Green and Co. New York.
Budiningsih, C. A. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Cahyono, A. N. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untukMencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalamPembelajaran Matematika. Seminar Nasional Matematika dan PendidikanMatematika. 27 November 2010. Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta.
Casem, R. Q., dan Alicia, F. O. 2013. Scaffolding strategy in teachingmathematics: Its effects on students’ performance and attitudes.Comprehensive Journal of Educational Research. 1 (1): 9-19.
Chittleborough, G. D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Re-presentations in Developing Mental Models of Chemical Phenomena.Thesis. Science and Mathematics Education Centre.
Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
__________. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Erlangga. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Proyek Pembinaan danPeningkatan Mutu Kependidikan, Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Dincer, S. 2015. Effect of Computer Assisted Learning on Students’ Achievementin Turkey; A Meta-Analysis. Journal of Turkish Science Education. 12 (1):99-118.
Djamarah dan Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Flavell, J. H. 1970. Concept development. In P. H. Mussen (Ed.), Carmichael'smanual of child psychology. Journal of Psychology New York Wiley. (1):983-1059.
Gasong, D. 2009. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Meng-atasi Masalah Pembelajaran. Jurnal Penelitian. PPs. Teknologi PendidikanUNJ. Jakarta
Harahap, D. 2011. Analisis Hubungan antara Efikasi Diri Siswa dengan HasilBelajar Kimianya. Padangsidimpuan. UMTS. 3 (1): 42-53
Herron, J. D., Luis, L., Cantu, R. W., dan Srinivasan, V. 1977. ProblemsAssociated with Concept Analysis. Journal Science Education. 61 (2): 185-199.
Holton, D. dan David, C. 2013. Scaffolding and Metacognition. JurnalInternasional Pendidikan Matematka dalam Sains dan Teknologi. 37 (2):127-143.
Huevelen, V. dan Zou. X. L. 2001. Multipel Representations of Work EnergyProcesses. American Journal of Physics. 69 (2): 184-194.
Isnadini, W., Hairida, dan Rasmawan, R. 2014. Pemberian Corrective FeedbackDisertai Reward Terhadap Efikasi Diri dan Hasil Belajar Kimia di SMA.Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. UNTAN. 3 (8): 1-12.
Izzati, S. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II BerbasisMultipel Representasi untuk Meningkatkan Efikasi Diri dan PenguasaanKonsep Asam Basa. Skripsi. FKIP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Johnstone, A. H. 1982. Why is Science Difficult to Learn? Things are SeldomWhat They Seem. Journal of Computer Assisted Learning. 7 (2): 75-83.
_____________. 2000. Teaching of Chemistry – Logical or Psycological?.Chemistry Education : Research and Practice in Europe. 1 (1): 9-15.
Kartika, D., Eny, E., dan Erlina. 2010. Hubungan Antara Self-Efficacy denganKemandirian Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Kimia di SMA. JurnalPendidikan dan Pembelajaran. 2 (2): 8-15.
Klausmeier, H. J, Shaw, J., Luker, A. H., dan Reid, H. T. 1977. Guidance inTeacher Education. The Association for Student-Teaching. Cedar Falls,Iowa.
Lange, V. L. 2012. Instructional scaffolding. Retrieved on September 25, 2007.[Online]. Tersedia di http://condor.admin.ccny.cuny.edu/group4/Cano/-Cano%20paper.doc. [4 Oktober 2016].
Martiani, K. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe StrukturalThink Pair Share Dan Numbered Heads Together Terhadap Self EfficacyPeserta Didik: Studi Kuasi Eksperimen pada Mata Pelajaran Ekonomi KelasX di SMA Negeri 5 Cimahi. Tesis. UPI. Bandung
Marzuki. 1997. Metodologi Riset. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta
Mertasari, NMS. 2005. Peningkatan Penguasaan Konsep dan Hasil BelajarMahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi dalam Mata Kuliah Kalkulus Idengan Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui PendekatanPemecahan Masalah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP NegeriSingaraja. 2 (2): 27-42
Middlecamp, C., dan Kean, E. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. PT.Gramedia. Jakarta.
Nakhleh, M. B., dan Postek, B. 2008. Learning chemistry using multiple externalrepresentations. In Visualization: Theory and practice in science education:209-231. Springer Netherlands.
Nieveen. 1999. Prototyping to Reach Product Quality, In Alker, Jan Vander,“Design Approaches and Tools in Education and Training”. KluwerAcademic Publisher. Dordrecht.
Nisfianoor, M. 2009. Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. SalembaHumanika. Jakarta
Panji, S., dan Haninda, B. 2015. Pembelajaran Matematika MenggunakanScaffolding Berbasis Team Assisted Individualization (TAI). SeminarNasional Matematika Dan Pendidikan Matematika. Universitas NegeriYogyakarta. Yogyakarta.
Pujiati, I. N. 2010. Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kemandirian BelajarSiswa. Tesis. UPI. Bandung.
Schӧnborn, K. J., dan Anderson, T. R. 2009. A Model of Factors DeterminingStudents’ Ability to Interpret External Representations in Biochemistry.International Journal of Science Education. 31 (2): 193-232.
Schwoerer, C. E. dan May D. R. 1996. Age and Work Outcomes: The ModeratingEffects of Self Efficacy and Tool Design Effectiveness. Journal ofOrganizational Behavior. 17 (5): 469-487.
Silaban, B. 2014. Hubungan Antara Penguasaan Konsep Fisika dan Kreativitasdengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Materi Pokok ListrikStatis. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. 20 (1): 65-75.
Skeel, D. J. 1995. Elementary Social Studies: Challenges for Tomorrow’s World.Harcourt Brace and Company. Orlando, Florida.
Sopiandi dan Murniati. 2007. Microscopic Level Misconceptions on Topic AcidBase, Salt, Buffer, and Hydrolysis : A Case Study at a State Senior HighSchool. Seminar Proceeding of The First International Seminar of ScienceEducation. 27 Oktober 2007. UPI. Bandung.
Stone, C. A. (1998). The metaphore of scaffolding: Its utility for the field oflearning disabilities. Journal of learning Disabilities. 31(4): 344-364.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.Bandung.
Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UniversitasPendidikan Indonesia. Bandung.
Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. Transito. Bandung
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar dalam Pengajaran Ilmu PengetahuanSosial. Debdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ObjekPengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta
Sunyono. 2012. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multiple Representasi(Model SiMaYang). Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.
_______. 2013. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi(Model SiMaYang). Aura Press. Bandar Lampung.
_______. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalamMenumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan KonsepKimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas NegeriSurabaya : tidak diterbitkan.
_______. 2015. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi. MediaAkademi. Yogyakarta.
Sunyono, L., danYuanita, M. I. 2011. Model Mental Pembelajar Tahun Pertamadalam Mengenal Konsep Stoikiometri (Studi Pendahuluan pada PembelajarProgram Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung). ProsidingSeminar Nasional V. 6 Juli 2011. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Sunyono dan Yulianti D. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia SMABerbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental danMeningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelas X. LaporanPenelitian Hibah Bersaing Tahun I. Lembaga Penelitian UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Sunyono, L., dan Yuanita, M. I. 2015. Supporting Students in Learning withMultiple Representation to Improve Student Mental Models on AtomicStructure Concepts. International Journal of Science Education. 26 (2):104-125.
Talanquer, V. 2011. Macro, Submicro, and Symbolic: The Many Faces of theChemistry "Triplet". International Journal of Science Education, 33 (2): 179-195.
Tasker, R., dan Dalton, R. 2006. Research into practice: visualisation of themolecular world using animations. Chemistry Education Research andPractice. 7 (2): 141-159.
Vigotsky, L. 1978. Mind in Society, The Developmental of Higher PsycologicalProcess. Harvard University Press. Cambridge.
Wakhidah, N. 2017. Improving Learning Outcomes of Ecological Concept UsingScaffolding Strategy on Scientific Approach. International Journal ofEducation. 9 (1): 19-29.
Winkel, WS. 1991. Psikologi Pengajaran. PT. Grafindo. Jakarta
Wood, D., Bruner, J. S., dan Ross, G. 1976. The role of tutoring in problemsolving. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines.17: 89–100.
Zimmerman, B. J., Bandura, A., dan Martinez-Pons, M. 1992. Self-motivation foracademic attainment: The role of self-efficacy beliefs and personal goalsetting. American Educational Research Journal, 29. 663–676.
Zulkosky, K. 2009. Self-Efficacy: A Concept Analysis. Nursing Forum. JournalCompilation. 44 (2): 93-102.