Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan Dan Lama Masa Kerja ...
Transcript of Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan Dan Lama Masa Kerja ...
PENGARUH SISTEM INFORMASI PERPAJAKAN DAN LAMA MASA
KERJA SEBAGAI PEMERIKSA PAJAK TERHADAP KEMAMPUAN
PEMERIKSAAN PAJAK
Oleh : Eka Lestari
Abstraksi
Eka Lestari, Judul skripsi “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa
Kerja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Strata satu (S-1) jurusan Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.
Sifat penelitian ini adalah asosiatif yaitu untuk menjelaskan kedudukan variabel
yang diteliti serta pengaruh atau hubungan variabel tersebut. Tiga variabel yang
menjadi fokus penelitian ini adalah Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama
Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) adalah variabel bebas dan
Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y) adalah variabel terikat. Untuk memperoleh
data bagi ketiga variabel tersebut, diambil sampel sebanyak 53 responden.
Dari hasil penelitian diketahui nilai R sebesar 0,507 ini berarti pengaruh Sistem
Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak menunjukkan
hubungan yang kuat terhadap kemampuan pemeriksaan pajak dengan melihat nilai
Adjusted R Square sebesar 0,227, ini menunjukkan Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak memberikan kontribusi positif
sebesar 22,7% terhadap kemampuan pemeriksaan pajak.
Hasil uji F menunjukkan F teoritis (8,631) lebih besar dari nilai F tabel (3,183) dengan tingkat signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05, ini berarti Sistem
Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan
pajak. Hasil uji t untuk variabel Sistem Informasi Perpajakan menunjukkan t
teoritis (3,875) lebih besar dari nilai t tabel (1,675) dengan tingkat signifikansi
0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti Sistem Informasi Perpajakan berpengaruh
secara signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan pajak. Sedangkan untuk lama
masa kerja sebagai pemeriksa pajak menunjukkan t teoritis (1,280) lebih kecil dari
nilai t tabel (1,675) dengan tingkat signifikansi 0,206 lebih besar dari 0,05, ini
berarti tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap kemampuan pemeriksaan
pajak.
Kata kunci : Sistem Informasi Perpajakan, Masa Kerja, Pemeriksa Pajak,
Kemampuan Pemeriksaan Pajak
I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam melanjutkan pembangunan, karena sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran Negara. Menurut Direktur
Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Djoko Slamet Surjoputro dalam Media Indonesia (2007:3) pajak merupakan iuran kepada kas Negara
yang diatur berdasarkan Undang-Undang (UU), karenanya pemungutan pajak dapat dipaksakan. Hasil pembayaran pajak akan digunakan untuk pembiayaan
nasional yang mungkin tidak secara langsung bisa dirasakan pada pembayar
pajak.
Amandemen UU menjadikan kewajiban pajak lebih mudah dipahami
dan dilaksanakan oleh masyarakat selain itu berbagai peraturan perundangan
dibidang perpajakan dibawah UU pun terus disempurnakan hasilnya ternyata
cukup signifikan. Amandemen terhadap UU No.6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) melahirkan UU No. 28
tahun 2007 yang memberi lebih banyak kemudahan dan keadilan bagi
masyarakat. UU No. 28 tahun 2007 tentang KUP merupakan landasan
fundamental bagi administrasi perpajakan di Indonesia. UU itu telah disahkan
pemerintah dan DPR RI pada tanggal 17 Juli 2007 dan akan berlaku efektif
mulai 01 Januari 2008 (Media Indonesia, 2007:10).
Menurut Djalintar Sidjabat dibanding undang-undang yang lama, UU KUP terbaru memberi banyak kemudahan bagi masyarakat. UU mencakup
penyederhanaan prosedur membayar pajak dan sifatnya sangat business
friendly, mendukung perkembangan dunia usaha, contohnya pengambilan,
pengisian, penandatanganan, dan penyampaian SPT. Selain dapat dilakukan manual bisa dilakukan secara elektronik, demikian juga dengan pembayaran,
bisa dilakukan fasilitas online, jadi para WP tidak perlu lagi mengantre di
bank (Media Indonesia, 2007:3). Tantangan terbesar saat ini adalah
menumbuhkan kesadaran membayar pajak. Selama ini pelaksanaan kewajiban
WP dilakukan dengan prinsip menghitung, melapor dan membayar sendiri
kewajiban pajaknya self assessment (Media Indonesia, 2007:4).
Dalam rangka peningkatan kinerja menuju good governance Direktorat
Jendral Pajak (DJP) melakukan reformasi birokrasi di bidang perpajakan.
Tekad DJP untuk melakukan perbaikan dan pembenahan diwujudkan dalam
bentuk modernisasi semua elemen yang ada di lembaga tersebut yang
memungkinkan organisasi semakin efisien dan efektif. Modernisasi
administrasi pajak yang digulirkan mulai tahun 2002 terus dikembangkan,
akhir 2007 seluruh kantor pajak di Jawa telah modern akan disusul seluruh Indonesia pada akhir tahun 2008 (Media Indonesia, 2007:7). Ke depan, Ditjen
Pajak berencana mengimplementasikan program modernisasi perpajakan
secara komprehensif yang mencakup semua lini operasi organisasi secara
nasional. Program ini dilakukan untuk mencapai empat sasaran utama, yaitu:
1. Optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu perluasan tax base
meminimalisasi tax gap dan stimulus fiscal. 2. Peningkatan kepatuhan sukarela, yaitu melalui pemberian pelayanan prima
dan penegakan hukum yang konsisten. 3. Efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan administrasi yang
handal serta pemanfaatan Teknologi Informasi tepat guna. 4. Terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi,
yaitu kapasitas SDM yang professional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan good governance (Media Indonesia, 2007:4).
Ditjen Pajak, sebagai organisasi pemerintah yang terkait dengan
seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa
improvisasi di bidang Teknologi Informasi (TI), dinamika bisnis tidak akan
mampu diantisipasi. Lebih jelas, pemanfaatan Teknologi Informasi secara
tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan. Dimana
kemungkinan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) termasuk di
dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi. Penerapan sistem
administrasi modern akan mengintegrasikan 3 (tiga) kantor pajak yang ada,
yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(KARIKPA) menjadi satu kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) saja
(Media Indonesia, 2007:9).
Ciri khas kantor modern ini selain seluruh sistem administrasinya dibangun berbasis TI sehingga pelaksanaan pekerjaan lebih efisien, aman dan
akurat juga organisasinya dibangun berdasarkan fungsi sehingga dapat menuntaskan segala macam pekerjaan tanpa harus tumpang tindih dengan
pekerjaan lainnya, tugas-tugas dibagi sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan di satu tangan, setiap pekerjaan dilengkapi
dengan SOP (Standart Operating Procedure), untuk memudahkan
pelaksanaannya (Media Indonesia, 2007:7). Organisasi KPP modern dibangun
berdasarkan fungsi yaitu pelayanan, penagihan, pemeriksaan, pengawasan dan
konsultasi. Selain pengembangan keorganisasian, modernisasi perpajakan
ditandai dengan perbaikan business process melalui penerapan TI modern
terkini dalam pelayanan kepada WP, misalnya layanan berupa Online payment
untuk pembayaran, e-filing untuk pelaporan SPT secara online, e-SPT untuk
pelaporan SPT secara elektronik/digital, e-registration untuk pendaftaran
sebagai WP baru (Media Indonesia, 2007:9).
Pengembangan TI Dirjen Pajak dimulai awal 90-an, yaitu dengan
penerapan NPCS yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi
pembayaran pajak. Pada awal 1994, mulai diperkenalkan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) untuk menggantikan NPCS yang berfungsi sebagai sarana
pengawasan SPT sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran
pajak, serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan
keputusan. Program terbaru adalah pengembangan Sistem Informasi
Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) untuk menggantikan SIP. Sistem ini
dikembangkan hanya pada kantor yang telah menerapkan administrasi modern yang membantu penugasan pemeriksaan wajib pajak dilakukan berdasarkan
jenis usaha sehingga pemeriksaan lebih terspesialisasi, meningkatkan produtivitas dan kemampuan pemeriksaan pajak serta kualitas hasil
pemeriksaan. Selain itu, kinerja pemeriksaan dapat dimonitor dengan lebih baik karena adanya penerapan Teknologi Informasi pada administrasi
pemeriksaan (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007).
Menurut Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya
Aparatur/KITSDA Erwin Silitonga dalam Media Indonesia (2007:10)
kemajuan TI bisa menghindarkan terjadinya manipulasi data, karena akses
untuk data tertentu hanya diberikan kepada orang yang berwenang saja. Selain
membenahi moral dan mengawasi secara intensif pegawai yang memiliki
otoritas data, dilakukan juga pemasangan software pengawasan pada komputer
yang bisa mendeteksi setiap perubahan basis data maupun penyimpangan yang
dilakukan terhadap sistem informasi. Selain penggunaan TI, kunci sukses
program reformasi terletak pada perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM),
dengan pemberdayaan SDM yang modern dan profesional dalam
menggunakan Teknologi Informasi yang berkembang saat ini menghasilkan
suatu kinerja yang prima dalam memberikan pelayanan yang transparan
kepada Wajib Pajak. Khususnya pemeriksa pajak, karena pemeriksaan pajak merupakan salah satu tulang punggung keberhasilan self assessment sistem
yang berdampak secara langsung berdampak positif terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (voluntary tax compliance).
Selama ini pemeriksa pajak hanya direkrut dari lulusan Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN) dan sebagian kecil tenaga lintas disiplin ilmu yang dilakukan oleh Departemen Keuangan (DepKeu). Menurut Kepala Bagian
Organisasi dan Ketatalaksanaan (ORGANTA) Luky Alfirman dalam Media
Indonesia (2007:9) “sistem perekrutan – hiring – dan pemecatan – firing –
PNS harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
cukup menjadi kendala ketika kebutuhan akan tenaga profesional tidak bisa
dipenuhi secepatnya dari sumber daya yang ada. Untuk menggali potensi
tersebut dibutuhkan Sumber Daya Aparat yang siap dan memiliki kompetensi
tinggi untuk mengatasi berbagai tantangan mulai dari tertib administratif,
kekuatan hukum yang masih lemah, resistensi dari anggota masyarakat,
hingga tantangan dari dalam diri sendiri.
Untuk itu pegawai DJP harus meningkatkan kemampuan dan
kompetensi sehingga aktivitas perekonomian yang makin berkembang seiring
dengan peningkatan ekonomi para wajib pajak dapat diantisipasi untuk digali potensi pajaknya. Hal lain yang masih harus ditingkatkan adalah kerjasama
dengan instasi lain dalam bentuk pemberian data, informasi dan penciptaan
tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai dengan kebutuhan, maka seluruh
pegawai DJP harus mampu menggunakan TI yang terus menerus
dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman (Media Indonesia, 2007:9).
Sumber Daya Aparatur ditingkatkan kualitasnya melalui training,
pengujian (tes), peningkatan jabatan, indikator kunci kinerja,dan penerapan kode etik yang ketat. Dari jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada
dirasakan masih kurang memenuhi kebutuhan terutama tenaga pemeriksa fungsional dan TI, jumlah tenaga fungsional pemeriksa yang ada baru sekitar
2.000 orang, idealnya sekitar 25% dari 30.000 pegawai yang ada (Media Indonesia, 2007:7). Karena itu, pegawai yang ada dan telah lama bekerja harus
diberi kesempatan pengembangan diri secara adil sesuai dengan potensi dan
kemampuan pegawai. Menurut Saksono (1983), bahwa makin lama dalam
pekerjaan dan bervariasi kegiatan, serta semakin intensif pengalaman kerja
yang diperoleh orang yang bersangkutan. Demikian pula, makin banyak
kesulitan atau tantangan yang dihadapi semakin cepat pula pengembangan
kemampuan dan keterampilannnya. Dengan semakin berkembangnya
kemampuan dan keterampilan seorang petugas, maka akan semakin sering dia
melakukan tugasnya.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imam Santosa (2003) yaitu
menganalisa peran Sistem Informasi Perpajakan dalam pemeriksaan pada KPP
Jakarta Gambir I dan Karikpa Jakarta Lima dan Revosia Eliaputra Sinaga
(2000) yaitu menganalisa kemampuan pemeriksa pajak terhadap efektifitas pemeriksaan pajak. Namun seberapa besar pengaruh Sistem Informasi
Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan belum diketahui secara pasti untuk itu penulis
mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul ”Pengaruh Sistem
Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja Sebagai Pemeriksa Pajak
Terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah Sistem Informasi Perpajakan berpengaruh terhadap kemampuan
pemeriksaan pajak?
2. Apakah lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak berpengaruh terhadap
kemampuan pemeriksaan pajak?
3. Apakah Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai
pemeriksa pajak berpengaruh terhadap kemampuan pemeriksaan pajak?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Sistem Informasi Perpajakan
terhadap kemampuan pemeriksaan pajak.
b. Untuk mengetahui pengaruh lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak
terhadap kemampuan pemeriksaan pajak c. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Sistem Informasi Perpajakan
dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap kemampuan pemeriksaan pajak
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Peneliti
Wahana efektif untuk mengkaji, menguji dan menerapkan teori-
teori yang didapatkan, kemudian dianalisis dengan fakta yang terjadi
serta mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan sistem
informasi perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak
terhadap kemampuan pemeriksaan pajak.
b. Masyarakat
Menggambarkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap
ketentuan perpajakan, meningkatkan kepatuhan masyarakat sebagai
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemeriksa pajak dalam
melaksanakan pemeriksaan pajak.
c. Pemerintah Sebagai masukan untuk perbaikan sistem informasi perpajakan
yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan pemeriksaan pajak. d. Ilmu Pengetahuan
Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang bermanfaat pada ilmu pengetahuan dan khususnya yang ingin
mengadakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sistem Informasi Perpajakan
Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat
hubungannya satu dengan yang lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Pengertian umum mengenai sistem adalah sebagai
berikut :
1. Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur yaitu subsistem yang lebih kecil,
yang terdiri pula dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut
2. Unsur-unsur merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan, yang
berhubungan erat satu dengan yang lainnya dan sifat serta kerjasama antar
unsur sistem mempunyai bentuk tertentu 3. Unsur sistem bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem
4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar
(Mulyadi, 2001:2).
Informasi adalah data yang terkumpul dan diproses kedalam bentuk yang berguna atau dengan kata lain, informasi adalah pengertian yang
diberikan pada pengumpulan fakta atau data. McDonough dan Garrett (1965) informasi didefinisikan sebagai data yang digunakan atau dimanfaatkan untuk
pengambilan keputusan. Komputer merupakan alat yang cepat dan tepat dalam pengolahan fakta dan memproduksi informasi yang diperlukan. Kita
menggunakan data untuk menghasilkan informasi yang diperlukan membantu dalam membuat keputusan. Banyak yang membahas tentang informasi, tetapi
hanya sedikit data asli (original data), data (bentuk majemuk dari datum)
adalah bahan baku dimana informasi diturunkan.
Menurut Muller dalam Jurnal KIPAS (2000: 22) ada empat dimensi
dasar yang menentukan nilai suatu informasi adalah sebagai berikut:
1. Relevansi, yaitu suatu informasi yang berhubungan secara khusus dengan
masalah yang ada.
2. Ketepatan, yaitu suatu informasi harus akurat (tepat) secara ideal.
3. Tepat waktu, yaitu suatu informasi yang selalu harus tersedia untuk
pemecahan masalah sebelum krisis atau sebelum kesempatan hilang.
4. Kelengkapan, yaitu suatu informasi yang dapat menjelaskan masalah atau
pemecahan masalah secara lengkap.
Jadi, sistem informasi merupakan usaha untuk membangun sistem
berdasarkan komputer (Computer Based Information System/CBIS) yang digunakan untuk memberikan informasi pemecahan masalah kepada
pengguna. Sistem informasi dapat juga diartikan sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang menjadikan informasi dapat digunakan oleh para
manajer untuk kebutuhan yang sama. Informasi yang dihasilkan dapat disajikan dalam bentuk laporan berkala, laporan khusus, dan laporan dalam
bentuk simulasi matematis.
Informasi perpajakan adalah dokumen dan atau data perpajakan dalam
bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi Sistem Informasi Perpajakan di
Direktorat Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya. Menurut
peraturan direktur jenderal pajak Nomor: per-160/PJ/2006, Sistem Informasi
Perpajakan (SIP) adalah sistem informasi dalam administrasi perpajakan di
lingkungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan perangkat
keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dalam suatu jaringan kerja lokal.
B. Pengolahan data
1. Data base
Data base adalah sekumpulan record umum yang dapat dicari,
diakses, dan dimodifikasi seperti record akun bank, transkrip sekolah, seta
data pajak penghasilan. Terdapat banyak kebaikan data base, yaitu:
a. Meningkatkan independensi data karena terpisahnya data dengan aplikasinya.
b. Mengurangi (menghilangkan) data ganda (data redundancy) karena hanya ada satu file yang disimpan bersama untuk dapat digunakan oleh
beberapa aplikasi. c. Menghilangkan data yang tidak sama (data inconsistency) karena
hanya ada satu file, sehingga apabila satu record dari file tersebut diubah maka hanya file itu saja yang berubah.
d. Mempermudah manajer dalam memperoleh informasi yang diperlukan
untuk membuat perencanaan strategi atau perencanaan operasional
(Imam Santosa, 2003).
e. Sedangkan kebaikan lainnya, menurut Basalamah (1995) :
1) Data base meningkatkan efisiensi dan menghemat biaya
pemutakhiran data.
2) Data base meningkatkan keandalan data.
3) Data base menghemat tempat penyimpanan. Duplikasi data
memerlukan tempat penyimpanan ganda pula.
4) Data base mempermudah akses terhadap data. Kelemahan konsep
non data base antara lain sulitnya pihak manajer memperoleh
informasi yang diperlukan untuk membuat perencanaan strategik
atau perencanaan operasional. 5) Data base meningkatkan produktivitas pemprograman aplikasi dan
para pemakai. Sebagian sistem pengolahan data base (Data Base
Management System/DBMS) disertai sarana pengembangan
aplikasi secara mencolok sekali, 6) Data base meningkatkan administrasi dan pengendalian terhadap
data, 7) Data base meningkatkan penekanan terhadap eksistensi data
sebagai salah satu sumber daya perusahaan yang bersangkutan.
Adanya database dalam organisasi menunjukkan bagaimana
pentingnya informasi bagi para pimpinan organisasi tersebut.
Meskipun data base menawarkan cukup banyak kebaikan, ia juga
memerlukan biaya, mengandung resiko serta beberapa kelemahan lainnya,
seperti :
a. Masalah kesesuaian akses dalam hal lebih dari satu pemakaian
menggunakan sistem pengelolaan data base maka bisa saja timbul
persoalan apabila sistemnya tidak dirancang untuk memenuhi
kebutuhan beberapa pemakai. Salah satu permasalahan tersebut adalah
masalah kompabilitas (kesesuaian) akses ke record yang ada.
b. Masalah kepemilikan data. Dalam sistem non data base biasanya mereka yang menggunakan program-program aplikasi pada file
tertentu dianggap sebagai pemilik data. Dengan digunakan data base
maka tidak ada lagi yang dianggap sebagai pemilik data karena adanya
penggunaan data secara bersamaan (data sharing).
c. Masalah sumber daya. sistem pengelolaan data base biasanya
memerlukan sumber daya komputer tambahan, seperti misalnya terminal komputer, CPU yang lebih besar, peralatan komunikasi, dan
sebagainya. Hal ini disebabkan dengan digunakannya data base maka akan banyak “permintaan” terhadap informasi dari data base, baik dari
manajer maupun dari pegawai. d. Masalah keamanan. Database harus disertai pengendalian yang
memadai sehingga diperoleh jaminan bahwa data hanya disediakan bahwa data hanya disediakan bagi mareka yang berhak, serta
penambahan, penghapusan dan pemutakhiran data hanya dilakukan
oleh personil-personil tersebut.
2. Pemerosesan Data
Pemerosesan data pada ilmu komputer adalah analisa dan
organisasi data oleh penggunaan berulang-ulang pada satu atau lebih program komputer. Pemerosesan data digunakan secara meluas pada
bisnis, perakitan dan ilmu pengetahuan serta pada area yang meningkat luas pada penggunaan komputer. Bisnis menggunakan data untuk
pekerjaan seperti penyiapan, penggajian, akuntansi, penyimpanan arsip, pengontrolan persediaan, analisa penjualan serta pemerosesan rekening
koran dan kartu kredit, termasuk pula pemerosesan data. Pemerosesan data dibagi dua macam yaitu pemrosesan data base dan pemerosesan
transaksi. Pada pemerosesan data base, data base yang terkomputerisasi
digunakan sebagai sumber utama rujukan bagi komputasi. Pemerosesan
transaksi merujuk pada interaksi antara dua komputer dimana satu
komputer mengawali transaksi dan komputer lainnya menghasilkan data
atau kebutuhan komputasi bagi fungsi tersebut (Imam Santosa, 2003).
3. Siklus Pemerosesan Data
Siklus data menggambarkan rantai kegiatan pemerosesan data
kebanyakan aplikasi pemerosesan data. Proses ini terdiri dari perekaman
data, transmisi data, pelaporan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali.
Data awal adalah yang pertama kali direkam pada bentuk yang dapat
dibaca oleh komputer. Keunggulannya terletak pada berbagai macam cara seperti secara manual pemasukan informasi kedalam memori komputer
menggunakan keyboard, penggunaan sensor untuk mentransfer data kedalam peta magnetik atau disket, pengisian pada kertas komputer atau
penggesekan kartu kredit melalui suatu alat tertentu. Data tersebut kemudian dikirim ke komputer dimana dilakukan fungsi pemrosesan data.
Langkah ini melibatkan secara fisik perpindahan rekaman data ke komputer atau secara elektronik menggunakan sambungan telepon atau
internet. Sekali data dikirim ke komputer maka komputer akan
memerosesnya. Kinerja operasional komputer yang termasuk pengaksesan
dan update data base serta membuat perubahan informasi statistik setelah
pemerosesan data, komputer melaporkan ringkasan tersebut pada petugas
operator (Imam Santosa, 2003).
Seperti halnya komputer yang memeroses data, juga menyimpan
baik data awal maupun yang sudah dimodifikasi. Penyimpanannya dapat
berbentuk pemasukan data awal dan juga dibentuk data yang telah diolah
oleh komputer seperti di pita magnetik. Menurut alasan hukum dan
praktis, data seringkali disimpan lebih dari satu tempat. Sistem komputer
dapat tidak berfungsi dan kehilangan seluruh data yang tersimpan, maka
diperlukan data awal kembali untuk mengembalikan ke kondisi semula. Langkah terakhir dari siklus pemerosesan data adalah pemanggilan
kembali atas penyimpanan informasi pada tahap selanjutnya. Hal ini
seringkali dikerjakan untuk mengakses record yang terdapat pada data
base, untuk menerapkan fungsi pemerosesan data baru, atau pada situasi
dimana sebagian data telah hilang untuk mengembalikan data (Imam
Santosa, 2003).
Menurut Biro Perencanaan, Sekretariat Jendral, Depdiknas, data yang baik akan memiliki lima sifat berikut. Pertama, objektif, yaitu data
harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa unsur subjektif atau rekayasa dari seseorang atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kedua,
represantif yaitu data tidak hanya dapat mewakili seseorang atau golongan tertentu namun dapat diterima oleh semua pihak. Ketiga, data harus
memiliki kesalahan baku (standart error) yang kecil. Keempat, data harus
tepat waktu. Dan kelima, data harus relevan, yaitu data harus sesuai untuk
menyelesaikan suatu persoalan (Imam Santosa, 2003).
C. Peran Komputer
Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak dalam Jurnal KIPAS
(1999:5) komputerisasi mempunyai implikasi yang besar bagi penegakan
pajak yang menjadikan petugas pajak dapat melakukan analisis informasi
secara lebih canggih dibandingkan sebelumnya. Pengisian SPT secara
elekronik, sekarang menjadi semakin ekonomis untuk mengidentifikasi area
jumlah data perpajakan yang banyak secara potensial dapat dipilah menjadi
transaksi kecil yang banyak. Tanpa bantuan komputer, auditor secara sederhana melihat transaksi besar untuk meneliti integritasnya karena
penelaahan terhadap transaksi kecil akan sangat kompleks dan memerlukan banyak waktu untuk diproses secara manual. Pendekatan lain adalah
menganalisis SPT yang diisi oleh konsultan pajak atau praktisi. Computer-
Based Information System (CBIS) dimaksudkan untuk dapat menyediakan
seluruh informasi yang dibutuhkan pimpinan (total information system
concept) berupa suatu kemampuan mengumpulkan semua informasi dari
semua sumber; dan menggunakan semua media untuk menampilkan
informasi. Sumber-sumber informasi tersebut dapat berasal dari sumber
internal dan lingkungan luar, sistem formal dan informal, dengan media lisan
atau tertulis, informasi masa lalu, sekarang atau yang akan datang. Semua
sumber-sumber ini dimanfaatkan menurut kebutuhannya (ES Margianti,
1994:21).
Jaringan komputer yang online antarunit pelayanan dan pemeriksaan
dan dengan Kantor Wilayah/Kantor Pusat akan memotong jalur birokrasi yang
kurang perlu serta penghematan yang signifikan atas penggunaan formulir
cetakan. Akses yang mudah kepada berkas wajib pajak dan data atau
informasi lainnya pemeriksa pajak akan memiliki ‘bekal’ yang cukup pada
saat persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian pemeriksaan. Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan kriteria seleksi pemeriksaan, telah
dikembangkan sistem yang lebih obyektif dengan pemberian skor kepada
elemen SPT yang terisi atau tidak terisi serta beberapa rasio laporan keuangan
wajib pajak yang mengindikasikan tingkat kepatuhan wajib pajak serta
terdapatnya potensi pajak yang dapat digali. Sistem dijalankan dengan
penggunaan jaringan komputer yang telah tersedia. Penyempurnaan sistem kriteria seleksi harus dibarengi dengan usaha pengumpulan data dan profile
wajib pajak besar (DR. Djazoeli Sadhani dalam Jurnal KIPAS, 1999:7).
D. Peran Teknologi Informasi
Pemanfaatan teknologi informasi mencakup dua aktivitas yang berkaitan, yaitu :
1. Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses
kerja secara elektronis.
2. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat
diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah
Negara (http://www.klikpajak.com).
Teknologi Informasi (TI) telah memungkinkan pengembangan
administrasi perpajakan. Satu hal yang terpenting adalah penggantian kertas
SPT dengan yang sejenis secara elektronik. SPT elektronik itu dapat
digunakan untuk tambahan pembayaran pajak juga untuk klaim pengembalian
pajak. Pemasukan SPT secara elektronik memungkinkan SPT yang telah
disiapkan oleh komputer dengan menggunakan perangkat lunak yang
memadai untuk dikirimkan kepada petugas pajak dan diproses oleh mereka di dalam formulir tersebut. Keuntungan utama terlihat dengan meningkatkan
efisiensi dan akurasi dalam proses assessment. Ditemukan bahwa tingkat kesalahan dalam assessment SPT secara elekronis hanya 0,5% jika
dibandingkan dengan tingkat kesalahan 15-17% dengan SPT manual. Kesalahan sering terjadi dengan SPT manual karena petugas pajak harus
memasukkan informasi ke dalam komputer (Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak dalam Jurnal KIPAS, 1999:4). Morris (1995) menyatakan bahwa
untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penggunaan teknologi, manusia
penggunanya harus memiliki kemampuan memilih data, memahami dan
mengolahnya menjadi informasi. Kemampuan lain yang harus dimiliki adalah
intelektualitas dan pengalaman yang dapat mengubah informasi menjadi
pengetahuan dan kebijaksanaan.
E. Struktur Organisasi
Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha
yang selalu berubah. Direktorat Jendral Pajak (DJP) merasa perlu untuk
menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya. Selama ini
struktur organisasi DJP didasarkan pada jenis pajak, dengan struktur
organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak
optimal. Menurut Sigit dalam Media Indonesia (2007:13), penggunaan CBIS
dijajaran Ditjen pajak sebenarnya sudah dilakukan tahun 1992. Namun
pengembangan yang pesat terjadi mulai tahun 2001 seiring dengan program
modernisasi DJP dan sampai sekarang telah disempurnakan. DJP telah
melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Secara bertahap Sistem Informasi
Perpajakan (SIP) akan dikembangkan kepada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI-DJP).
Pada awalnya SIP yang sudah ada akan dimodifikasi terlebih dahulu,
sehingga dapat diaplikasikan dengan kebutuhan struktur organisasi yang baru yaitu awalnya sistem yang berorientasi ke jenis pajak kemudian dimodifikasi
kepada sistem yang berorientasi ke fungsi struktur organisasi. Selanjutnya SIP
modifikasi ini akan digantikan dengan SI-DJP yang menggunakan data base
yang tersentralisasi untuk mendukung seluruh kegiatan. Dalam sistem ini
diterapkan manajemen kasus (case management) dan alur kerja (workflow)
(Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:34). Melalui sistem manajemen kasus,
setiap kasus didistribusikan kepada para pegawai dan dimonitor oleh sistem.
Sistem alur kerja menghubungkan suatu tugas dengan tugas lainnya sampai
tugas-tugas tersebut selesai, dengan SIP setiap wajib pajak dapat diawasi
secara terus menerus melalui sistem akuntansi wajib pajak (tax payer
accounting yistem) yang menyediakan data pembayaran pajak dan kewajiban
perpajakan dari setiap wajib pajak. Sistem ini memiliki beberapa modul
administrasi perpajakan (Tim KPP Madya Jakarta Selatan, 2007:34)
Sistem manajemen kasus atau alur kerja yang diterapkan dalam SIP
dimulai dengan penerimaan masukan / input berupa data registrasi, data pembayaran pajak, data e-SPT, permohonan Wajib Pajak dan surat-surat
masuk lainnya. Selanjutnya SIP akan menghasilkan kasus yang didapat dari permohonan, surat-surat dan hasil perbandingan data (misalnya data
pembayaran pajak dengan data e-SPT). Semua kasus yang dihasilkan tersebut didaftar dalam sistem termasuk saat diterimanya penugasan dan
penyelesaiannya. Kasus-kasus tersebut akan didistribusikan secara otomatis ke
masing-masing pegawai yang terkait dan akan diselesaikan menurut skala
prioritas yang telah ditetapkan. Perkembangan penyelesaian dari masing-
masing kasus dapat dimonitor melalui sistem ini (Tim KPP Madya Jakarta
Selatan, 2007:34).
F. Pelaksanaan Sistem Informasi Pajak
DJP mengembangkan aplikasi knowledge base untuk mendukung
kelancaran tugas help desk/call center pada Kantor Pelayanan Pajak.
knowledge base berisi kumpulan ketentuan perpajakan yang komprehensif dan
diorganisir dalam file komputer yang mudah diakses serta disusun dalam
bentuk tanya jawab standar (Q&A Standard), penjelasan singkat dan flowchart. Diharapkan knowledge base akan mampu menjawab seluruh
pertanyaan yang mungkin diajukan oleh wajib pajak. Pengembangan
knowledge base di beberapa kanwil yang berisi petunjuk praktis tentang
beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan pedoman
oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari wajib pajak (Tim KPP Madya
Jakarta Selatan, 2007:32). Aplikasi baru yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak yaitu:
1. Situs intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju
program aplikasi PK-PM dan MP3. 2. Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur
Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual. 3. Program aplikasi "kriteria seleksi" sebagai sarana pemilihan pemeriksaan
pajak berdasarkan tingkat resiko.
4. Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3)
yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak secara
on-line (http://www.pajak.go.id).
Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran wajib pajak
(memperoleh NPWP) secara online. Program aplikasi e-filing, sistem
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara on-line. Program
aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi wajib pajak untuk dapat
menyampaikan SPT melalui media elektronik. Secara bertahap, pelaporan
kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak akan dikembangkan
menuju ke arah pelaporan secara elektronik yang dikenal dengan e-SPT
(aplikasinya disediakan secara gratis). Data untuk e-SPT ditransfer ke dalam SIP segera setelah diterima dan divalidasi di TPT. Data ini akan dibukukan
secara otomatis ke dalam rekening wajib pajak yang bersangkutan. Surat pemberitahuan (SPT) dengan menggunakan media komputer (e-SPT) adalah
SPT beserta lampiran-lampirannya dalam bentuk digital dan dilaporkan secara elektronik/dengan menggunakan media komputer ke KPP dimana wajib pajak
terdaftar. Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi yang diberikan secara cuma-cuma oleh Dirjen Pajak kepada WP.Dengan menggunakan aplikasi e-SPT
wajib pajak merekam, memelihara, dan mengenerate data digital SPT serta
mencetak SPT beserta lampirannya (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Kep-
383/Pj/2002). Cara pelaporan e-SPT adalah sebagai berikut :
1. Wajib pajak melakukan investasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer
yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya.
2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, yaitu antara lain :
a. Data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos,
nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti
potong/pungut, nomor awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang
yang digunakan.
b. Bukti pemotongan/pemungutan Pajak.
c. Faktur pajak.
d. Data perpajakan yang terkandung dalam SPT.
e. Data Surat Setoran Pajak (SSP) seperti: masa pajak, tahun pajak,
tanggal setor, NTPP, kode MAP/KJS dan jumlah pembayaran pajak.
3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan
sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang
sesuai dengan aplikasi e-SPT. 4. Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan
menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong.
5. Wajib pajak mencetak formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh menggunakan aplikasi e-SPT.
6. Wajib pajak menandatangani formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa
PPN dan/SPT tahunan PPh hasil cetakan aplikasi e-SPT. 7. Wajib pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi e-
SPT dan disimpan dalam media komputer (disket, CD, dan sebagainya). 8. Wajib pajak melaporkan SPT dengan menggunakan media elektronik ke
KPP dengan membawa formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani
beserta file data SPT yang tersimpan dalam media komputer sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
9. Wajib pajak melaporkan SPT secara elektronik ke KPP dengan membawa
formulir induk SPT masa PPh dan/SPT masa PPN dan/SPT tahunan PPh
hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dengan membawa berita
acara serah terima informasi SPT yang dikirim secara elektronik sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
G. Masa Kerja Pemeriksa Pajak
Menurut Hasibuan (2000:47) kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani,
dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan
memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan
luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi
juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja juga merupakan realisasi diri. Pada
hakekatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk
mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk
melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (KepMenPan
No.25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam bekerja adalah ibadah,
perintah Tuhan atau panggilan mulia. Istilah kerja dapat diganti dengan kata
“pembelajaran”. Dale (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu
kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.
Menurut Sondang (2000:60) bahwa masa kerja merupakan
keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa
yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Sedangkan Susilo Martoyo (2000:34)
berpendapat bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah mereka yang
dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya
akan diberikan disamping kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya masa kerja para pekerja usia menengah dengan
pengalaman kerja yang cukup sangat mementingkan status. Pada usia ini sangatlah menentukan apakah mereka akan sukses selanjutnya atau tidak.
Kesuksesan diperoleh melalui keinginan berkompetisi dalam pencapaian tujuan, karena pada tingkat usia menengah mereka telah sampai pada tahap
pemeliharaan karir. Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir dilakukan dengan menunjukkan prestasi kerja sebaik-baiknya. Prestasi kerja
meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian
tugas (Ghiselli & Brown, 1955; Blum & Nayer, 1968).
Pemeriksa pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh DJP, yang diberi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Auditor pajak Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam
pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pemeriksa pajak merupakan subjek
utama yang melaksanakan pemeriksaan. Kriteria atau ukuran mutu dari aparat
pemeriksa ditetapkan dalam standar umum dari standar pemeriksaan. Menurut
Standar Professional Akuntan Publik (SPAP), standar umum terdiri dari:
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
dalam sikap mental harus diperhatikan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (IAI,
1994:220-221).
Pemeriksa pajak yang mempunyai banyak pengalaman dalam jabatannya lebih mudah memecahkan masalah yang ditemukan, dibanding
dengan yang sedikit pengalamannya. Senada dengan itu, Saroja (1990) mengemukakan bahwa seorang pegawai yang memiliki kematangan kerja
(kecakapan) tinggi dalam bidangnya, memiliki pula pengalaman yang cukup dalam melakukan tugasnya, tanpa tergantung pada orang lain. Semakin lama
pegawai dalam jabatannya, maka semakin cakap ia untuk tetap dalam pekerjaannya (Moekijat,1988). Pemeriksa pajak yang telah memiliki masa
kerja yang lama dan pengalaman kerja dalam jabatannya mengisyaratkan
jangan dimutasi ke jabatan lain karena dengan pengalaman dalam jabatan akan
mempermudah melaksanakan tugasnya. Alex (2000:81) menyatakan bahwa
pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena
pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan
lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang
diperoleh dari umur atau lamanya bekerja.
H. Pengertian Pemeriksaan
Istilah pemeriksaan merupakan istilah yang lebih sering digunakan dalam kaitannya dengan perpajakan, tetapi istilah yang lebih luas adalah
auditing. Pengertian pemeriksaan/auditing yang dikemukakan oleh beberapa penulis adalah kurang lebih sama, sedangkan menurut Arens dan Loebbecke
dalam Auditing: an Integrated Approach, menyebutkan: “ Auditing is the process of accumulating and evaluating of evidence
about information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria.’’
Menurut Report of the Committee in Basic Auditing Consept of the
America Accounting Association (Accounting Review vol 47 supp.1972 p.18)
yang dikutip oleh Boynton dan Kell dalam buku Modern Auditing, pengertian
auditing adalah:
“Auditing is a systematic process of objectively obtaining and
evaluating evidence regarding assertion about economic actions and event to
ascertain the degree of correspondence between those assertions and
established criteria and communicating the result to interest user.”
Definisi senada dikemukakan oleh Mulyadi (1998:7) bahwa auditing adalah:
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan itu dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.
Dari ketiga definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
unsur-unsur pemeriksaan adalah:
1. Informasi dan kriteria
Informasi dapat berupa berbagai bentuk,yaitu berupa informasi
yang dapat di ukur, seperti laporan keuangan atau informasi yang bersifat
subjektif seperti tingkat efektifitas dan efisiensi suatu sistem komputer.
Kriteria untuk mengevaluasi informasi tersebut tergantung dari jenis
informasi yang akan diaudit, misalnya untuk laporan keuangan maka
kriterianya adalah prinsip akuntansi yang diterima umum (Generally
Accepted Accounting Principle).
2. Pengumpulan dan evaluasi bahan bukti
Bahan bukti adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit sesuai dengan criteria yang
telah ditetapkan. Bahan bukti dapat berupa lisan, tertulis atau hasil
observasi oleh auditor. Bahan bukti harus mencukupi dalam jumlah dan
kualitas untuk memenuhi tujuan audit.
3. Orang yang kompeten dan independen
Auditor harus memiliki kemampuan yang memadai agar bisa
memahami kriteria yang digunakan dan cukup kompeten untuk
mengetahui jenis dan jumlah bukti-bukti yang diperoleh untuk
mendapatkan kesimpulan yang tepat. Adapun independen berarti seorang
auditor harus dapat bersikap objektif dalam menjalankan tugasnya.
Seorang auditor tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun dan harus bebas
dari bias prasangka.
4. Suatu proses sistematik
Auditing/pemeriksaan merupakan suatu rangkaian langkah prosedur logis, berkerangka, dan terorganisir. Auditing dilaksanakan
dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisir dan bertujuan.
5. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi
Dalam hal ini yang dimaksud pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Proses akuntansi
menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan pokok: neraca, laporan laba rugi, laporan laba yang ditahan dan laporan
perubahan posisi keuangan.
6. Menetapkan tingkat kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan
Tujuan audit adalah menentukan pendapat auditor atas tingkat kesesuiaan antara pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi
yang diperiksa dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. Kriteria dapat berupa:
a. Peraturan yang ditetapkan oleh badan legislatif
b. Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen
c. Prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting
Principles)
7. Pelaporan
Hasil audit dalam bentuk laporan audit menginformasikan kepada para pemakai mengenai pendapat auditor atas tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
I. Klasifikasi Pemeriksaan akuntan
Audit/pemeriksaan memiliki jenis yang bermacam-macam. Perbedaan penggolongan menurut beberapa pakar terjadi karena masing-masing pakar
memandang dari sudut yang berbeda. Salah satu pakar yang mencoba
mengklasifikasikan audit adalah Arthur W. Holmes, sebagaimana dikutip
Karni (2000) bahwa:
“Audit yang dilakukan auditor sangat banyak macamnya, antara lain:
1. Audit Operasional, Audit Manajemen, Audit Kinerja
2. Financial audit
3. Fraud Auditing, Forensic Auditing
4. Quality Audit
5. Legal auditing
6. Tax auditing
7. Pemeriksaan kemudian (Post Audit)
8. Internal Control System Auditing, and
9. Performance Audit.”
Sementara itu berdasarkan tujuannya, Mulyadi (1998:28) membedakan
audit menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Compliance audit, adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah
yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat
kriteria, audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
2. Financial statement audit, adalah audit yang dilakukan auditor
independen terhadap laporan keuangan yang disajikan untuk menyatakan
pendapatnya tentang kewajaran laporan keuangan tersebut.
3. Operational audit, merupakan review secara sistematik kegiatan
organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu, yaitu:
a. Mengevaluasi kinerja
b. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
c. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, nampak bahwa Pemeriksaan
di bidang perpajakan termasuk dalam compliance audit, karena tujuan yang
ingin dicapai adalah mengetahui apakah para wajib pajak sudah melaksanakan
kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh DJP.
Mengembangkan pendapat para pakar tentang tujuan Pemeriksaan ditemukan
kecurangan yang kecil, dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan (compliance)
dari wajib pajak besar. Sebaliknya jika dari hasil pemeriksaan ditemukan kecurangan yang besar, maka tingkat kepatuhan dari wajib pajak rendah.
Selain itu, dengan pelaksanaan Pemeriksaan dapat menyebabkan orang
mengurangi atau bahkan tidak melaksanakan kecurangan karena rasa takut
akan diperiksa nantinya.
J. Kemampuan pemeriksaan pajak
Dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah (non linear and
discontinuity), khususnya dibidang pemeriksaan pajak maka Ditjen pajak
membutuhkan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi secara cepat
dengan perubahan situasi yang dihadapi, berwawasan luas serta mampu
memecahkan masalah dan memutuskan tindakan secara cepat dan tepat.
Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini
berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu tersedia suatu
tingkat kemampuan yang belum digunakan oleh seseorang (Gito Sudarmo dan Sudita, 1997).
Kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam
pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi. Menurut Zainun (1994), kemampuan (ability) dimaksudkan sebagai
kesanggupan (capasity) karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan mengandung berbagai unsur seperti keterampilan manual dan
intelektual, bahkan sampai kepada sifat-sifat pribadi yang dimiliki. Unsur-unsur ini juga mencerminkan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang
dituntut sesuai dengan rincian kerja. Kemampuan sesungguhnya merupakan
suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk Kemampuan adalah
kecakapan dan keterampilan seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan
atau tugas. Variabel kemampuan diukur atau dinilai dengan indikator
kecakapan dan keterampilan yang memungkinkan para pegawai bekerja
dengan cara tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:
1. Keahlian Teknis
a. Pendidikan Formal dan Diklat pemeriksaan
Pencapaian seorang auditor dimulai dengan pendidikan formal
dalam bidang auditing dan akuntansi serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang
profesional. Auditor juga harus menjalani pelatihan yang cukup yang meliputi aspek teknis dan pendidikan profesional lainnya. Selain itu
seorang auditor harus memiliki pengalaman praktek yang cukup untuk pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Disini ditegaskan bahwa
kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan. Ia tidak dapat memenuhi persyaratan
yang dimaksud dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki
pendidikan formal auditor dan pengalaman profesionalnya yang saling
melengkapi satu sama lain. Hal ini selaras dengan Statemen on
Auditing Standard (SAS) No.1 menyatakan bahwa “Auditor are
expected to have adequate academic training in accouting, taxion,
auditing and other areas that relate to their profession (Hermanson,
Loeb dan Straeser, 1983:18)
Kusriyanto (1993:10) mengatakan bahwa pendidikan dan
pelatihan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
ketrampilan pekerja dapat mempunyai dampak paling langsung
terhadap produktifitas. Dengan pengetahuan, kecakapan dan
ketrampilan yang demikian, seorang pegawai akan memiliki
kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya, menganalisis
masalah-masalah yang timbul dan menentukan alternatif
pemecahannya, serta mampu untuk mengatur dirinya dalam
menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya secara cepat, tepat waktu dan
material dapat digunakan secara efisien.
Menurut Kristiadi (1997:93) bahwa pendidikan dan pelatihan aparatur dapat dilakukan dalam dua tahapan, yakni pendidikan dan
pelatihan pra jabatan (pre service training) yaitu diklat bagi para calon pegawai baik melalui khursus singkat ataupun melalui sekolah (seperti
APDN, IIP, STAN, dan lain-lain), serat pendidikan dan pelatihan jabatan (in service training) yaitu:
1) Pendidikan perjenjangan yaitu pendidikan yang dilakukan secara
khusus, sebagai persyaratan untuk menduduki jabatan tertentu baik
struktural maupun fungsional.
2) Pendidikan teknis fungsional yaitu pendidikan yang
dilaksanaksanakan untuk menambah pengetahuan teknis dari tugas
pokok instansinya, misalnya diklat kebeacukaian, keimigrasian,
dan lain-lain.
3) Pendidikan keahlian yaitu pendidikan yang diarahkan untuk
menambah keahlian pegawai dalam bidang akademis, misalnya
untuk memperoleh Diploma, S1, S2, dan S3.
Pengembangan kualitas pegawai melalui Diklat diarahkan pada
pembentukan profesional, yang mampu mandiri dan tangguh.
Simanjuntak (1983:26) dalam analisisnya mencoba mengartikan
konsep pendidikan dan pelatihan secara terpisah, yaitu apabila pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu yang lebih cepat dan tepat sedangkan pelatihan hanya membentuk. Pendidikan berkaitan dengan produktifitas adalah
kebenaran yang jelas membuktikan dirinya sehingga hanya sedikit orang yang mempertanyakan. Pendidikan dapat membentuk pegawai
menjadi ahli sehingga dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi, memilih cara paling tepat dalam melaksanakan tugas
pokoknya, memilih alternatif yang baik dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi dan akhirnya dapat meningkatkan produktifitas
kerja.
Menurut Husein Umar (2000:9) produktivitas mengandung arti
sebagai berbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan
keseluruhan Sumber Daya yang digunakan (input). Dengan kata lain
produktivitas mempunyai dua dimensi yaitu pertama, efektifitas yang mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yang berupa
pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Kedua, efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan
input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
b. Pengalaman pemeriksa pajak
Pengalaman pemeriksa pajak merupakan hal penting dalam proses
pemeriksaan pajak. Dengan banyaknya pengalaman yang didapat
maka pengetahuan tentang perpajakan semakin bertambah. Hal itu mempermudah pemeriksa pajak dalam memecahkan masalah-masalah
yang ditemukan dalam pemeriksaan pajak.
Rosenbaum dan Turner Dreher dkk. (1991) mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal bekerja dimana ia
mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi dampak positif bagi kecerahan
prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang
memberikan arahan akan mendorong karyawan untuk lebih berhasil
dalam pencapaian karir selanjutnya. Sponsor atau yang dikenal dengan
mentor memberikan informasi tentang karir, kesempatan yang
diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan memberikan
konseling karir bagi mereka (David dan Newstrom, 1989).
2. Sikap
a. Sikap Independen, Integritas, dan Objektivitas
Seorang auditor harus menjadi independensi, integritas dan
objektivitas dalam arti tidak boleh dipengaruhi oleh pokok yang sedang diperiksa (audite). Dengan demikian auditor tidak dibenarkan
berpihak pada kepentingan siapapun, artinya auditor harus bersikap
netral terhadap pihak yang diperiksa dan konsisten dengan
bertanggung jawab kepada masyarakat.
Pentingnya independensi bagi seorang auditor, kode etik profesi
dari AICPA dalam peraturan 101 menyatakan bahwa:
“A member of a firm of which he is a partner or shareholder shall
not express on opinion on financial statement of an enterprise unless
he and his firm are independent with respect to such enterprise”
(Hermanson, Loeb & Strawser, 1983:19)
Sikap independen berarti mampu bertindak jujur dan objektif, baik
dalam perbuatan maupun dalam sikap mental. Independensi harus
dipegang teguh baik dalam kenyataan (in fact) maupun dalam penampilan (in appereance).
Konsepsi independen ada 2, yaitu:
1) Independensi yaitu pentaatan terhadap norma atau peraturan yang
mengatur hubungan auditor dengan klien, masyarakat dan sesama
auditor.
2) Independensi yaitu suatu keadaan pikiran terhadap suatu
manifestasi integritas
Integritas merupakan karakteristik pribadi yang tidak dapat
dihindari dalam diri seorang pemeriksa. Elemen ini merupakan tolak ukur dengan mana setiap anggota pada akhirnya mempertimbangkan
semua keputusan yang dibuat dalam penugasan. Integritas juga menunjukkan tingkat kualitas yang menjadi dasar kepercayaan publik
(Boynton dkk., 1996:102).
Objektivitas adalah suatu sikap mental. Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan
dengan penugasan. Kepatuhan pada prinsip ini akan meningkat jika
pemeriksa menjauhkan diri dari keadaan yang menimbulkan
pertentangan kepentingan (Boynton dkk., 1996:103).
b. Kecermatan dan Keseksamaan (due professional care)
Prinsip kecermatan dan keseksamaan adalah pusat dari pencarian
terus menerus akan kesempurnaan dalam melaksanakan jasa profesional. Keseksamaan mengharuskan setiap pemeriksa untuk
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Kompetensi adalah hasil dari pendidikan dan pengalaman.
Keseksamaan meliputi keteguhan, kesungguhan serta bersikap
energik dalam menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa
profesional. Seorang auditor harus seorang profesional yang
bertanggung jawab untuk menunaikan tugasnya. Auditor harus
menjauhi sikap lalai dan itikad buruk, tetapi manager tidak dapat
dipastikan bahwa ia akan selalu mengambil keputusan yang jitu.
Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan
melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap
pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan tersebut menyangkut
apa yang dikerjakan auditor dan kesempurnaan pekerjaannya itu
(Boynton dkk., 1996:103).
3. Kemampuan professional (Skill)
a. Perencanaan
Definisi dari perencanaan pajak :
“Tax planning is the systematic analysis of differing tax options
aimed at the minimization of tax liability in current and future tax
periods” (Crumbley D.Larry, Dictionary of Tax Term, Barron’s
Business Guide, 1994:300).
“Tax planning is arrangement of a person’s business and / or
private affairs in order to minimize tax liability” (Lyons Susan M,
International Tax, Glossary 1996:303)
Tujuan perencanaan pajak adalah mengatur pembayaran atau
meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang
berlaku. Dengan demikian, pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya maka akan membantu cash flow perusahaan.
Menurut Erly Suandy, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, yaitu :
1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan.
2) Perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
global strategi perusahaan baik jangka panjang maupun jangka
pendek.
3) Bukti-bukti pendukungnya memadai.
Dalam penyusunan perencanaan pajak yang tidak melanggar aturan
perpajakan ada lima persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Mengerti peraturan perpajakan atau peraturan terkait. 2) Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan.
3) Harus dipahami karakter usaha wajib pajak. 4) Perencanaan harus didukung oleh kebijakan akuntansi dan
didukung bukti memadai seperti faktur, perjanjian, dan sebagainya.
Tahapan dalam membuat perencanaan pajak adalah sebagai
berikut:
1) Menganalisis informasi yang ada.
2) Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya
pajak.
3) Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak.
4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana
pajak.
5) Memutakhirkan rencana pajak.
b. Supervisi
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan penentuan tujuan tersebut telah tercapai
atau belum. Unsur supervisi adalah menggambarkan instruksi kepada asisten. Auditor dengan tanggung jawab akhir untuk setiap audit harus
mengarahkan asisten untuk mengemukakan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit, sehingga auditor dapat
menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.
c. Bukti pemeriksaan pajak
Pemeriksa harus memperoleh bahan bukti yang cukup dan
kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat.
Ruang lingkup bukti pemeriksaan pajak dapat meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak baik untuk satu atau beberapa masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak yang terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan
melalui pemeriksaan lapangan. Bukti ini didapat dengan cara sebagai berikut :
1) Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolahan data
lainnya,
2) Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang
diperiksa,
3) Memasuki tempat dan ruangan yang diduga merupakan tempat
menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi
petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-
tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan
ditempat-tempat,
4) Melakukan penyegelen tempat atau ruangan apabila wajib pajak
atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk
memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak ada ditempat pada saat pemeriksaan dilakukan,
5) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang
diperiksa.
4. Pelaksanaan pemeriksaan pajak
Dalam Pedoman Pemeriksaan Pajak dikatakan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak memiliki tiga langkah, yaitu:
a. Persiapan Pemeriksaan, meliputi:
1. mempelajari berkas wajib pajak/berkas data
2. menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak
3. mengidentifikasi masalah
4. melakukan pengenalan lokasi wajib pajak
5. menentukan ruang lingkup pemeriksaan 6. menyusun program pemeriksaan
7. menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam 8. menyediakan sarana pemeriksaan
b. Pelaksanaan Pemeriksaan, meliputi: 1. memeriksa ditempat wajib pajak
2. melakukan penilaian atas pengendalian intern 3. memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
4. melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen
5. melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga (bila dianggap perlu)
6. memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak yang
diperiksa
7. melakukan siding penutup (closing conference)
c. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), meliputi:
1. menyusun laporan dengan sistematis
2. pengesahan LPP
3. pembuatan nota perhitungan dan DKHP
4. pengiriman LPP, Nota Perhitungan, dan DKHP.
K. Penelitian Terdahulu
Penulis merujuk pada dua penelitian terdahulu dalam melakukan
penelitian “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Verja
sebagai Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak”, yaitu :
1. Imam Santosa (2003)
a. Judul
Analisis Peran Sistem Informasi Perpajakan dalam Pemeriksaan
Pajak.
b. Tujuan Untuk mengetahui bahwa sistem yang diterapkan telah berjalan
efektif dan optimal dalam menunjang pemeriksaan pajak dan juga mengetahui efektifitas pemeriksa pajak sebagai penunjang (penghasil
data) Sistem Informasi Perpajakan.
c. Metodelogi penelitian Untuk pengujian dan pembahasan dilakukan penggunaan kuisioner
dan pengujian keeratan berbagai faktor pengaruh dilakukan dengan uji statistik.
d. Sampel
Pemeriksa pajak baik yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (seksi
PPh badan KPP Gambir satu) maupun Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak (Karikpa Jakarta Lima).
e. Hasil penelitian
Data SIP berguna dan digunakan dalam proses pemeriksaan pajak
belum efektif dalam penentuan wajib pajak yang harus diperiksa dan
menghasilkan koreksi pajak yang signifikan. Padahal dari proses
pemeriksaan pajak, selain sebagai pengujian terhadap kepatuhan wajib
pajak, juga diharapkan dapat menambah pemasukan pada Negara.
Selain itu, faktor nilai data yang material, kemungkinan
penyalahgunaan data dan keengganan merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi respon pemeriksa pajak sebagai penghasil data SIP.
2. Revosia Eliaputra Sinaga (2000) a. Judul
Analisis pengaruh kemampuan pemeriksaan pada terhadap efektifitas pemeriksaan pajak studi kasus pada Tim Gabungan DJP-
BPKP wilayah Jakarta Paripurna II tahun 1999/2000.
b. Tujuan Untuk memperoleh gambaran mengenai keahlian teknis, sikap
independent dan integritas, kecermatan dan keseksamaan serta kemampuan professional (skill) para pemeriksa pajak. Mengetahui
pengaruh pendidikan dan pelatihan perpajakan terhadap kemampuan
pemeriksa dalam mengefektifkan pemeriksaan pajak.
c. Metodelogi penelitian Metode survey deskriptif (dalam penerapannya perhatian
dipusatkan pada faktor-faktor yang dapat mengefektifkan pemeriksaan pajak) menggunakan kuisioner.
d. Sampel
Penelitian dengan penyebaran kuisioner kepada 58 responden yang seluruhnya pemeriksa pada perwakilan BPKP DKI Jakarta.
e. Hasil penelitian
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim gabungan masih belum
efektif yang diindikasikan dengan relative rendahnya nilai koreksi
fiskal, keterlambatan penyelesaian atau tidak tercapainya standar yang
sudah ditetapkan dalam pedoman pemeriksaan tahun 1999/2000.
Penyebabnya adalah tim pemeriksa belum dibekali dengan pendidikan
dan pelatihan perpajakan serta pemeriksaan belum dilaksanakan
secara komprehensif mengikuti pemeriksaan yang dimutakhirkan.
L. Kerangka Pemikiran
Kemajuan teknologi informasi seperti hardware dan software
computer semakin luas dimanfaatkan oleh wajib pajak di dalam
penyelenggaraan pembukuan. Data dan informasi keuangan diproses secara
elektronik untuk menghasilkan berbagai bentuk dan jenis laporan yang sesuai
dengan kebutuhan manajemen. Seiring dengan perkembangan teknologi
informasi, pemeriksa pajak harus memanfaatkan perangkat teknologi
informasi seperti computer hardware and software di dalam pemeriksaan
pajak. Teknik pemeriksaan pajak yang menggunakan alat bantu komputer
disebut sebagai Computer Tax Audit (CTA). Sesuai dengan beban kerjanya
untuk saat ini jumlah fungsional pemeriksa pajak belum memadai. Pengadaan
sumber daya manusia tidak dapat dipenuhi segera mengingat adanya
persyaratan kualifikasi dan prosedur recruitment.
Untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas antara lain adalah meningkatkan kemampuan pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi
informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak. Untuk menghadapi implikasi dari perubahan lingkungan yang sangat cepat dan dalam rangka
peningkatan efisiensi kerja, maka pengetahuan dasar perpajakan pemeriksa pajak harus juga ditambah dengan pengetahuan lain yaitu penggunaan metode
sampling dalam pemeriksaan dengan suatu pendekatan analitis serta penggunaan komputer dalam pemeriksaan (computer auditing) sebagai
tindakan antisipatif semakin meluasnya pemakaian komputer dalam
pemprosesan transaksi keuangan.
Kemampuan pemeriksaan pajak sangat dipengaruhi salah satunya
adalah lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak tersebut untuk menggunakan
teknologi informasi yang semakin berkembang dalam pelaksanaan
pemeriksaan pajak karena dengan semakin lama bekerja sebagai pemeriksa
pajak maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapat.
Seseorang yang telah bekerja sekian lama akan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan pekerjaannya sehingga dapat mencapai
kepuasan dalam menjalankan pekerjaannya karena pengalaman yang diperoleh
dari pekerjaan sebelumnya dan yang sedang dijabatnya, dapat pula
meningkatkan kemampuan kerja pemeriksa pajak. Kerangka berfikir ini dapat
dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
M. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ha : Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai
pemeriksa pajak berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan pemeriksaan pajak
Ho : Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai
pemeriksa pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan pemeriksaan pajak
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak di daerah Jakarta.
Sebagai responden dalam penelitian ini adalah pemeriksa pajak. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada responden yang
bersangkutan.
B. Metode Penentuan Sampel
Sistem Informasi
Perpajakan (X1)
Lama Masa Kerja
sebagai Pemeriksa Pajak
Kemampuan
Pemeriksaan Pajak (Y)
Populasi (population) yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala
sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Peneliti secara teknis
umumnya mengalami kesulitan untuk melakukan sensus, jika jumlah elemen populasinya relatif banyak atau bahkan sulit dihitung maka ditentukanlah
sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pemilihan
sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yang merupakan bagian dari pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling). Pemilihan
sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan
pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah
penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Teknik pemilihan sampel ini
dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan tentang
pemeriksaan pajak maka peneliti dapat memilih pemeriksa pajak sebagai
sampel penelitian. Para pemeriksa pajak merupakan subjek yang tepat untuk
memberikan informasi berdasarkan pertimbangan tertentu dibandingkan
subyek dalam KPP yang bukan pemeriksa pajak. Faktor kepraktisan
(kecepatan waktu dan biaya yang murah) merupakan pertimbangan pokok
dalam metode pemilihan sampel secara tidak acak ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:146-155) dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber yaitu:
1. Data Primer/Lapangan Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Ada dua metode yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data primer, yaitu:
a. Metode survey
1) Wawancara
Teknik pengumpulan data dalam metode survey yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian.
Teknik wawancara dilakuan jika peneliti memerlukan komunikasi
atau hubungan dengan responden. Wawancara dapat dilakukan
melalui tatap muka atau melalui telepon.
2) Kuisioner
Pengumpulan data dengan adanya pertanyaan dari peneliti
dan jawaban responden dapat dikemukakan secara tertulis melalui suatu kuisioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada
responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan.
b. Metode Observasi
Melalui proses pencatatan pola perilaku subjek (orang), obyek
(benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau
komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.
2. Data Sekunder/Kepustakaan
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan
dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan
atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter)
yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Berdasarkan
sumbernya, data sekunder dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Data Internal
Dokumen-dokumen akuntansi dan operasi yang dikumpulkan,
dicatat dan disimpan dalam suatu organisasi. Contoh data internal antara lain surat-surat, notulen hasil rapat, faktur, jurnal, memo dan
sebagainya.
b. Data Eksternal
Data yang umumnya disusun oleh suatu yang telah tersususn dalam arsip entitas selain peneliti dari organisasi (data dokumenter) yang
dipublikasikan yang bersangkutan. Contoh data eksternal antara lain
buku, jurnal, majalah atau buletin yang memuat data indeks atau
referensi, hasil sensus, statistika, dan sebagainya.
D. Metode Analisis
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir
dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu
variabel. Daftar pertanyaan ini pada umumya mendukung suatu kelompok
variabel tertentu. Hasil yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.
Dalam hasil analisis ini Buono Agung Nugroho menyatakan bahwa
“validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat dari hasil output SPSS pada table dengan judul Item-Total Statistic”. Menilai kevalidan masing-
masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total
Correlation masing-masing butir pertanyaan. Suatu butir pertanyaan
dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected
Item-Total Correlation > dari r-tabel. Uji validitas sebaiknya dilakukan
secara terpisah pada lembar kerja yang berada antara satu konstruk
variabel dengan konstruk variabel yang lain sehingga dapat diketahui
butir-butir pertanyaan variabel mana yang paling banyak tidak valid.
Uji Realibilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuisioner. Selanjutnya hasil penelitian yang reliable,
bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Menghitung reliabilitas menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Reliabilitas suatu
konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0.60 (Malhotra,1996:305).
Rumusnya adalah:
r11 = [ k ] [ 1 – Σ σ ² b ]
[ k – 1 ] [σ² t ]
r1 1 = Reliabilitas instrument
k = Banyaknya butir pertanyaan
σ ² t = Varians total
σ ² b = Jumlah varians butir
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert,
atau skala lima tingkatan yaitu skala yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, kondisi dan persepsi tentang fenomena sosial. Metode
yang sering digunakan ini dikembangkan oleh Rensis Likert. Dalam
penelitian ini pengukurannya akan digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu:
Tabel 3.1
Metode Skala dan Pengukurannya
Sangat
Setuju (SS)
Setuju
(S)
Ragu
(R)
Tidak Setuju
(TS)
Sangat Tidak
Setuju (STS)
(5) (4) (3) (2) (1)
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui variabel dependen,
variabel independen, atau keduanya dalam model regresi mempunyai
distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Deteksi ini dapat diketahui
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Hipotesis pengujiannya sebagai berikut:
Ha : Memenuhi asumsi normalitas Ho : Tidak memenuhi asumsi normalitas
Dasar pengambilan keputusan yaitu:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas
berarti Ha diterima dan Ho ditolak. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas berarti Ha ditolak dan Ho diterima.
(Singgih Santoso, 2000:212).
b. Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antar variabel independen dalam suatu model regresi. Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas
(multiko). Model regresi yang baik adalah yang tidak terdapat problem
multikolinieritas (multiko). Hipotesis pengujiannya sebagai berikut:
Ha : Tidak terdapat problem multikolinieritas (multiko)
Ho : Terdapat problem multikolinieritas (multiko)
Dasar pengambilan keputusan yaitu:
1) Model regresi yang tidak terdapat problem multikolinieritas
(multiko) berarti Ha diterima dan Ho ditolak adalah sebagai
berikut:
a) Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance
• Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1
• Mempunyai angka Tolerance mendekati angka 1
Catatan: Tolerance = 1 / VIF atau VIF = 1 / Tolerance
b) Besaran korelasi antar variabel independen.
Koefisien korelasi antar variabel independen lemah (dibawah 0,5)
2) Model regresi yang terdapat problem multikolinieritas (multiko) berarti Ha ditolak dan Ho diterima adalah sebagai berikut:
a) Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance
• Mempunyai nilai VIF jauh dari angka 1
• Mempunyai angka Tolerance jauh dari angka 1 Catatan: Tolerance = 1/VIF atau VIF = 1/Tolerance
b) Besaran korelasi antar variabel independen. Koefisien korelasi antar variabel independen kuat
(diatas 0,5) (Singgih Santoso, 2000:203).
c. Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance
residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang
lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan
Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model regresi yang baik
adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual
suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain (tidak
terjadi heterokedastisitas), atau adanya hubungan antara nilai yang
diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut
sehingga dapat dikatakan model tersebut homokedastisitas.
Hipotesis pengujiannya sebagai berikut:
Ha : Tidak terjadi heterokedastisitas
Ho : Terjadi heterokedastisitas
Dasar pengambilan keputusan yaitu: 1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas berarti
Ha ditolak dan Ho diterima.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas berarti Ha diterima dan Ho ditolak (Singgih
Santoso, 2000:208).
3. Analisis Regresi Linier Berganda (Dummy)
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
berganda, yaitu suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
Sistem Informasi Perpajakan (X1/Variabel kuantitatif) dan lama masa
kerja sebagai pemeriksa pajak (D/Variabel bebas kualitatif) terhadap
kemampuan pemeriksaan pajak (Y/Variabel terikat). Rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Y = Variabel dependen (Kemampuan Pemeriksaan Pajak)
X = Variabel bebas kuantitatif (Sistem Informasi Perpajakan)
D = Variabel Dummy / bebas kualitatif (Lama Masa Kerja
sebagai Pemeriksa Pajak) dengan nilai 0 dan 1.
Nilai 0 = Tidak lama (< 2 tahun)
Nilai 1 = Lama (> 2 tahun)
b dan b2 = Sloup / gradient
e = Error
Dalam pengujian analisis hipotesis dapat dilakukan melalui :
a. Uji R2 (koefisien determinasi)
Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai
koefisien determinasi (R-Square). Jika R-Square adalah sebesar 1
berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan
oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang
Y = a + b1X1 + b2D + e
menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R-Square
berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika
nilai R-Square semakin mendekati 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi
variabel dependen (Ghozali,2001:45).
b. Uji F Hitung
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap
variabel dependen untuk mengetahui apakah variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, maka
digunakan signifikansi sebesar 0,05. Jika nilai probability F lebih
besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk
memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel
independen secara bersama tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen. Sebaliknya nilai probability F lebih kecil dari 0,05
maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel
dependen atau dengan kata lain variabel independen secara
bersama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis
pengujiannya yaitu apabila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan
Ha diterima, artinya variabel independen secara simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha
ditolak, artinya variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen
(Ghozali,2001:47)
c. Uji t hitung
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing
variabel independen secara individual terhadap variabel dependen,
maka digunakan signifikansi sebesar 0,05. Jika nilai probability t
lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan
untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain
variabel independen secara bersama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen. Sebaliknya nilai probability t lebih kecil dari
0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi
variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen
secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis pengujiannya yaitu apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen dan variabel
dummy secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Apabila t hitung < t tabel maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen dan variabel
dummy secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen (Ghozali,2001:47).
E. Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.2
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator Skala
Relevansi
Ketepatan
Tepat waktu
Informasi
Kelengkapan
Data base
Pemrosesan data
Pengolahan data
Siklus pemrosesan data
Computer Based
Information System
(CBIS)
Peran Komputer
Manfaat komputer
Peran Teknologi
Informasi
Manfaat teknologi
informasi
Manajemen Kasus
Sistem Informasi
perpajakan (SIP)
(X1)
Struktur
Organisasi Alur Kerja
Ordinal
Program aplikasi PK
dan PM
Program MP3
Pelaksanaan
Sistem Informasi
Perpajakan
SPT online
Lama Masa Kerja
< 2 tahun
Tidak lama Lama Masa
Kerja sebagai
Pemeriksa Pajak
(X2/D) Lama Masa Kerja
> 2 tahun
Lama
Nominal
Pendidikan dan Diklat
Pemeriksaan
Pengalaman
Pemeriksa Pajak
Independen
Integritas
Kemampuan
Pemeriksaan
Pajak (Y)
Keahlian Teknis
Sikap
Objektifitas
Ordinal
Kecermatan
Keseksamaan
Perencanaan
Supervisi
Kemampuan profesional (skill)
Bukti audit
Persiapan
pemeriksaan
Pelaksanaan
pemeriksaan
Pelaksanaan
Pemeriksaan
Pajak
Pembuatan laporan
pemeriksaan pajak
IV. PENEMUAANDANPEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat
yang beralamat di Jalan Tebet Raya No.9 Jakarta Selatan 12810 lantai 2,
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan Tebet
Raya No.9 Jakarta Selatan 12810 lantai 3 dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Minggu yang beralamat di Jalan TB. Simatupang
No.39 Jakarta Selatan 12510.
Pada dasarnya, peneliti mencoba mengetahui pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Pemeriksa Pajak terhadap
Kemampuan Pemeriksaan Pajak diketiga objek penelitian tersebut tetapi setelah dilakukan penyebaran kuisioner ternyata hasilnya Tingkat Pendidikan
Pemeriksa Pajak seluruhnya merupakan lulusan perguruan tinggi. Data
tersebut tidak dapat digunakan dalam metode penelitian dengan regresi
berganda dummy.
Jadi peneliti mencoba mengetahui Pengaruh Sistem Informasi
Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak terhadap
Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Telah dikemukakan didalam metodelogi
penelitian bahwa pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran
kuisioner dimulai pada awal bulan Juli sampai dengan bulan September.
Dalam penyebaran kuisioner ini dilakukan dengan bantuan staf pemeriksa
pajak dan hasil kuisioner dapat diambil setelah ada konfirmasi dari pihak
tersebut.
2. Karakteristik Responden
Kuisioner yang dibagikan kepada pemeriksa pajak berjumlah 70 buah
dengan tingkat proporsi pembagian sebagai berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat
Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 30 kuisioner. Kuisioner yang dapat dianalisis sebayak 22 kuisioner dan 8 kuisioner sisanya tidak
dapat dianalisis karena tidak di isi atau salah. b. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan
Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 30 kuisioner. Kuisioner yang dapat dianalisis sebayak 21 kuisioner dan 9 kuisioner sisanya tidak
dapat dianalisis karena tidak di isi atau salah. c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Minggu
Jumlah keseluruhan yang disebarkan sebanyak 10 kuisioner. Kuisioner
yang dapat dianalisis sebayak 10 kuisioner.
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
Kuisioner
yg dapat
dianalisis
Kuisioner yg
tidak dapat
dianalisis/slh
NO Kantor Pelayanan
Pajak (KPP)
Σ % Σ %
Jumlah
kuisioner
yg disebar
1 Madya Jakarta Pusat
22 73,33 8 26,67 30
2 Madya Jakarta Selatan
21 70 9 30 30
3 Pratama Jakarta
Pasar Minggu
10 100 0 0 10
Jumlah 53 75,71 17 25,29 70
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Identitas Responden
Setelah 70 kuisioner dibagikan kepada responden ternyata hanya 56
kuisioner yang dapat dianalisis. Data identitas responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Data Identitas Responden
Jumlah
NO
Pertanyaan
Jawaban Σ %
a. < 5 tahun 1 1.89
b. 5 – 10 tahun 20 37,73
c. 10 – 15 tahun 17 32,08
1 Lama masa kerja
responden
d. > 15 tahun 15 28,30
Jumlah 53 100
a. < 5 tahun 17 32,08
b. 5 – 10 tahun 12 22,64
c. 10 – 15 tahun 18 33,96
2 Lama masa kerja
sebagai pemeriksa pajak
d. > 15 tahun 6 11,32
Jumlah 53 100
a. Anggota tim 24 45,28
b. Ketua tim 21 39,62
c. Ketua kelompok 4 7,55
3 Jabatan dalam
pemeriksaan
d. Lainnya 4 7,55
Jumlah 53 100
a. < 3 hari 4 7,55
b. 3 s.d 7 hari 24 45,28
c. 7 s.d 14 hari 21 39,62
4 Lama angka waktu
pengiriman surat
peminjaman dengan
penerimaan data d. Diatas 14 hari 4 7,55
Jumlah 53 100
2. Validitas dan Relibilitas
Setelah dilakukan penyebaran kuisioner kepada 70 responden ternyata
hanya 56 kuisioner yang dapat dianalisis dan 51 butir pertanyaan yang dapat
dilakukan uji validitas dan realibilitas sama seperti Try Out hanya saja
pertanyaan pada butir 2 dan 9 variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan)
diubah sebagai berikut:
Pertanyaan Try Out Penelitian
Butir 2 Informasi yang didapat dari
SIP menghasilkan data
yang akurat
Jaringan Informasi dari SIP
datanya sangat akurasi (bisa
dipertanggungjawabkan)
Butir 9 SIPmenghasilkan Informasi
dalam bentuk laporan
berkala, laporan khusus dan
laporan dlm bentuk
simulasi matematis
Informasi yang dihasilkan
oleh SIP adalah berbentuk
laporan tahunan dan laporan
berkala.
Tabel 4.3
Validitas variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SIP1 90.15 66.208 .587 .910 SIP2 90.26 68.429 .439 .913
SIP3 90.74 63.583 .653 .908
SIP4 90.11 68.872 .428 .913
SIP5 90.08 67.610 .622 .910
SIP6 90.19 67.387 .477 .912 SIP7 90.02 68.096 .658 .910
SIP8 90.06 69.631 .489 .912 SIP9 90.58 68.286 .348 .915
SIP10 91.11 65.410 .519 .912 SIP11 90.25 70.189 .189 .919
SIP12 89.92 68.148 .659 .910 SIP13 89.77 67.640 .604 .910
SIP14 89.81 67.194 .629 .909
SIP15 89.94 66.862 .585 .910
SIP16 89.81 69.502 .430 .913
SIP17 90.06 67.516 .610 .910
SIP18 90.32 64.953 .702 .907
SIP19 90.00 67.577 .639 .910
SIP20 90.08 66.763 .630 .909
SIP21 90.77 63.948 .592 .910
SIP22 89.79 68.168 .600 .910
SIP23 90.23 65.679 .506 .912
SIP24 90.11 66.756 .631 .909
Berdasarkan tabel 4.3, didapat nilai Corrected Item-Total Correlation
(r hitung) tiap butir pertanyaan variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) dengan menentukan α = 0,05 dan df = n – 2 = jumlah pertanyaan – 2 = 51– 2
= 49, maka diperoleh nilai r tabel = 0,235. Jadi nilai r-tabel untuk variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah 0,235. Jika r hitung > r tabel maka butir
pertanyaan tersebut dinyatakan valid.
Dari hasil analisis penelitian diperoleh data yang menyatakan ada 23
pertanyaan yang valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari
Corrected Item-Total Correlation lebih dari r-tabel dan 1 pertanyaan yang
tidak valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-
Total Correlation kurang dari r-tabel. Pertanyaan yang tidak valid dan pada
variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah butir 11 (r hitung = 0,189 <
r tabel = 0,235).
Tabel 4.4
Reabilitas variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan)
Cronbach's Alpha N of Items
.914 24
Untuk melihat hasil uji realible keseluruhan butir pertanyaan pada
variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah dengan melihat tabel
Cronbach’s Alpha yaitu 0,914. Karena 0,914 > 0,60 (syarat realibel), maka
konstruk pertanyaan merupakan dimensi variabel X1 (Sistem Informasi
Perpajakan) adalah realibel.
Tabel 4.5
Validitas variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
KPPJ1 113.43 79.750 .311 .949
KPPJ2 113.30 77.253 .654 .945 KPPJ3 113.19 78.041 .547 .946
KPPJ4 113.28 78.168 .541 .946 KPPJ5 113.09 77.164 .665 .945
KPPJ6 113.23 77.563 .604 .945 KPPJ7 113.25 76.996 .672 .944
KPPJ8 113.19 76.348 .745 .944 KPPJ9 113.79 79.821 .223 .951
KPPJ10 113.25 77.073 .663 .945
KPPJ11 113.38 76.355 .736 .944
KPPJ12 113.34 76.421 .770 .944
KPPJ13 113.32 76.722 .725 .944
KPPJ14 113.34 79.036 .454 .947
KPPJ15 113.42 76.440 .821 .943 KPPJ16 113.40 76.821 .756 .944
KPPJ17 113.40 76.975 .736 .944 KPPJ18 113.36 79.657 .386 .947
KPPJ19 113.58 76.132 .476 .948
KPPJ20 113.51 76.139 .744 .944
KPPJ21 113.51 76.178 .740 .944
KPPJ22 113.32 76.107 .800 .943
KPPJ23 113.36 76.427 .780 .943
KPPJ24 113.23 76.794 .694 .944
KPPJ25 113.26 78.044 .552 .946
KPPJ26 113.19 76.964 .673 .944
KPPJ27 113.25 77.343 .584 .945
Berdasarkan tabel 4.5, didapat nilai Corrected Item-Total Correlation (r hitung) tiap butir pertanyaan variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan
Perpajakan) dengan menentukan α = 0,05 dan df = n – 2 = jumlah pertanyaan – 2 = 51– 2 = 49, maka diperoleh nilai r tabel = 0,235. Jadi nilai r-tabel untuk
(Kemampuan Pemeriksaan Pajak) adalah 0,235. Jika r hitung > r tabel maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid.
Dari hasil analisis penelitian diperoleh data yang menyatakan ada 26
pertanyaan yang valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari
Corrected Item-Total Correlation lebih dari r-tabel dan 1 pertanyaan yang tidak valid karena nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-
Total Correlation kurang dari r-tabel. Pertanyaan yang tidak valid dan pada variabel X1 (Sistem Informasi Perpajakan) adalah butir 9 (r hitung = 0,223 <
r tabel = 0,235).
Tabel 4.6
Reabilitas variable Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak)
Cronbach's Alpha N of Items
.947 27
Untuk melihat hasil uji realible keseluruhan butir pertanyaan pada variabel Y (Kemampuan Pemeriksaan Pajak) adalah dengan melihat tabel
Cronbach’s Alpha yaitu 0,947. Karena 0,947 > 0,60 (syarat realibel), maka konstruk pertanyaan merupakan dimensi variabel Y (Kemampuan
Pemeriksaan Pajak) adalah realibel.
C. Data Variabel X2 / Dummy
Hasil dari penelitian ternyata seluruh responden merupakan lulusan
perguruan tinggi. Data ini dapat dilihat dalam tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Data Tingkat Pendidikan Pemeriksa pajak
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Lulusan perguruan tinggi 53 100,0
Bukan lulusan perguruan tinggi
0 0
Jumlah 53 100,0
Data ini tidak dapat digunakan dalam metode penelitian regresi berganda
dummy karena itu tingkat pendidikan pemeriksa pajak diganti dengan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak sebagai variabel X2/dummy. Jadi judul skripsi juga
berubah dari “Pengaruh Sistem Informasi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Pemeriksa Pajak terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak“ menjadi “Pengaruh
Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak
terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak.
Tabel 4.8
Data frekuensi lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak
Lama Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)
Lama ( > 5 tahun ) 37 69,8
Tidak Lama ( < 5 tahun ) 16 30,2
Jumlah 53 100.0
Untuk variabel X2 yang merupakan variabel bebas kualitatif responden hanya diberikan 1 pertanyaan umum yaitu berapa lama masa kerja sebagai
pemeriksa pajak? Ternyata mayoritas responden sebanyak 37 orang termasuk lama menjadi pemeriksa pajak karena telah bekerja lebih dari 5 tahun, dan sisanya
16 orang termasuk tidak lama menjadi pemeriksa pajak karena bekerja kurang dari 5 tahun. Banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak lama menjadi pemeriksa
pajak seperti sebelumnya mereka bekerja di bidang lain dan mereka baru lulus sarjana.
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Gambar 4.1
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Ex
pec
ted
Cu
m P
rob
R50
R22
R43R34
R11R32
R49
R23 R17
R6
R5R33
R4R9
R47
R1
R42
R7 R13R26
R21
R10
R53R8
R19R40
R31R48
R38
R36
R46
R35R45
R37R30
R41R24
R44
Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Grafik Normal P-P Plot
Berdasarkan grafik diatas, terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk prediksi kemampuan pemeriksaan pajak berdasar
masukan variabel independennya yaitu Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak.
2. Uji multikolinearitas
Tabel 4.9
Coefficients(a)
Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Dari tabel diatas dapat diketahui pada bagian Coefficients terlihat angka VIF ada di sekitar angka 1 yaitu VIF = 1,003. Demikian juga nilai
Tolerance mendekati angka 1 yaitu Tolerance = 0,997. Jadi dapat disimpulkan model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas
(MULTIKO).
Tabel 4. 10
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 TOTAL_SIP .997 1.003
TOTAL_LMK .997 1.003
Coefficient Correlations(a)
Model TOTAL_LMK TOTAL_SIP
1 Correlations TOTAL_LMK 1.000 -.056
TOTAL_SIP -.056 1.000
Covariances TOTAL_LMK 5.775 -.018
TOTAL_SIP -.018 .017
a Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Pada output bagian Coefficient Correlations yang ada pada table 4.10
dibawah terlihat angka korelasi independen jauh dibawah 0,05 yaitu korelasi antara variabel Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa kerja sebagai
pemeriksa pajak yang hanya sebesar -0.056. Hal ini menunjukkan tidak adanya problem multiko dalam model regresi ini.
3. Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.2
-3 -2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Predicted Value
-1
0
1
2
Re
gre
ss
ion
Stu
de
nti
zed
Re
sid
ua
l
R1
R2
R3
R4
R5 R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14R15R16
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R25
R27
R28
R29
R30
R31
R32
R33
R34
R35
R36
R37
R38
R39
R40
R41
R42
R43
R44
R45
R46
R47
R48
R49
R50
R51
R52R53
Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Scatterplot
Dari grafik 4.2, terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak
membentuk sebuah pola tertentu yang jelas dan tersebar baik diatas maupun
di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heterokedastisitas pada model regresi ini, sehingga regresi layak dipakai
untuk prediksi kemampuan pemeriksaan pajak berdasar masukan
independennya yaitu Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak.
E. Analisis Regresi Berganda Dummy
Berdasarkan hasil pengolahan Regresi Berganda Dummy dengan
menggunakan SPSS 12.00 for windows dapat diketahui sebagai berikut:
Tabel 4. 11
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .507(a) .257 .227 8.019
a Predictors: (Constant), TOTAL_LMK, TOTAL_SIP
Analisa Korelasi (R) antara variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan
Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) terhadap variabel Kemampuan
Pemeriksaan Pajak (Y) adalah 0,507 > 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara variabel Sistem Informasi Perpajakan dan lama masa
kerja sebagai pemeriksa pajak terhadap variabel kemampuan pemeriksaan pajak.
Analisa Koefisien Determinasi (R²) terlihat pada kolom Adjusted R Square
dalam tabel diatas, yaitu 0,227 atau jika dijadikan persen adalah 22,7%. Angka
tersebut juga dapat diartikan bahwa perubahan variabel Sistem Informasi
Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2)
memberikan kontribusi positif sebesar 22,7% terhadap Kemampuan Pemeriksaan
Pajak (Y), sedangkan 77,3% (100%-22,7%) lagi dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak termasuk dalam analisis regresi ini. Faktor lain tersebut antara lain adalah pendidikan, pengalaman dan usia.
Mandolang (1991:62), dalam penelitiannya menyimpulkan adanya
hubungan kemampuan petugas dengan tingkat pendidikan formal yang dimilikinya. Sejalan dengan itu, Sulaiman (1984) menyimpulkan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugasnya adalah tingkat pendidikan formal yang telah ditempuhnya. Untuk mencapai
dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya bagi pegawai negeri, maka
pemerintah menyelenggarakan pendidikan in-service atau pendidikan dalam
jabatan, yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian,
kemampuan dan keterampilan siap pakai (Widjaya, 1986:193). Hal ini dapat
dipahami karena pegawai negeri yang menduduki jabatan tertentu memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dalam pekerjaannya, disebabkan perkembangan IPTEK
dan kebijakan yang senantiasa berubah. Pendidikan dalam jabatan diberikan
dengan maksud agar kemampuan profesional pesertanya dapat ditingkatkan,
sehingga mereka selalu up to date dan dapat bekerja lebih baik (Nurtain 1979).
Dalam kaitan dengan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan,
Herrick (1957) dalam evaluasinya terhadap peserta pendidikan in-service,
menemukan adanya perubahan positif pada diri peserta dalam (1) pengetahuan
dan keterampilan, (2) sikap dan nilai, (3) hubungan individu dalam kelompok, (4)
kedalaman perasaan, motivasi dan aspirasi individu (Henry,1957:172). Tingkat
pendidikan tinggi hendaknya menjadi syarat diangkatnya seseorang menjadi
pemeriksa pajak. Karena didalam pemeriksaan pajak dibutuhkan pengetahuan
untuk menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan. Pemeriksa pajak yang sering mengikuti pendidikan dalam jabatan, seperti
mengikuti diklat teknis dan fungsional, seminar, lokakarya dan aktifitas pendidikan lainnya, akan menambah kemampuan kerja dan kualitas kerjanya,
sehingga dapat dicapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas.
Selain pendidikan, pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan sebelumnya dan yang sedang dijabatnya, dapat pula meningkatkan kemampuan kerja
Pemeriksa Pajak. Menurut Soeroto (1983), bahwa makin lama dalam pekerjaan
dan bervariasi kegiatan, serta semakin intensif pengalaman kerja yang diperoleh
orang yang bersangkutan. Demikian pula, makin banyak kesulitan atau tantangan
yang dihadapi semakin cepat pula pengembangan kemampuan dan
keterampilannya. Dengan semakin berkembangnya kemampuan dan keterampilan
seorang petugas, maka akan semakin sering dia melakukan tugasnya. Rosenbaum
& Turner Dreher, dkk (1991) mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman
individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam
perolehan pengetahuan, keahlian dan informasi akan memberi dampak positif bagi
kecerahan prospek karirnya.
Selain pendidikan dan pengalaman faktor usia juga mempengaruhi
kemampuan pemeriksaan pajak. Pegawai berusia tua cenderung lebih baik dibandingkan dengan pegawai usia muda. Pegawai yang berusia muda pada
umumnya belum mempunyai kedewasaan berfikir dan rasa tanggung jawab yang justru diperlukan untuk setiap jenis pekerjaan yang dilakukan, sedangkan pegawai
yang berusia lebih tua cenderung mampu berfikir secara dewasa dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menjadi tugasnya
(Saksono,1988). Dengan kemampuan berfikir secara dewasa dan rasa tanggung jawab yang dimiliki Pemeriksa pajak yang berusia lebih tua, dapat menjadikan
mereka lebih mampu dalam melaksanakan tugasnya.
Tabel 4. 12
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d Coefficients
Model B
Std.
Error Beta t Sig.
(Constant) 68.012 12.338 5.512 .000
TOTAL_SIP .505 .130 .473 3.875 .000
1
TOTAL_LMK 3.076 2.403 .156 1.280 .206
a Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Dari tabel diatas didapat nilai koefisien regresi sehingga terbentuk
persamaan y = 68,012 + 0,505 X1 + 3,076 X2 + e. Untuk menguji keberartian
koefisien regresi ini dilakukan menggunakan uji t. Dengan menentukan tingkat
kesalahan 5%, dan derajat kebebasan (df) = n – jumlah variabel independen = 53 – 2 = 51 didapat t tabel = 1,675. Dapat diketahui dari tabel diatas t hitung untuk
variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) sebesar 3,875, jadi t hitung (3,875) > t tabel (1,675). Dan terlihat pada kolom sig / significance variabel Sistem Informasi
Perpajakan (X1) mempunyai tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,000 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima maksudnya terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara Sistem Informasi Perpajakan (X1) terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Sedangkan untuk variabel Lama Masa Kerja sebagai
Pemeriksa Pajak (X2) sebesar 1,280, jadi t hitung (1,280) < t tabel (1,675). Dan
terlihat pada kolom sig/significance variabel Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa
Pajak (X2) mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 yaitu sebesar 0,206 yang
berarti Ho diterima dan Ha ditolak maksudnya tidak terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2)
terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y).
Hal ini bisa disebabkan walaupun bekerja lama sebagai pemeriksa pajak
tetapi tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri. Pengembangan diri
bertujuan meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan efisiensi, mengurangi
kerusakan, mengurangi kecelakaan, meningkatkan pelayanan, meningkatkan
moral, meningkatkan karir, meningkatkan kemampuan konseptual dan
kepemimpinan. Seseorang dapat meningkatkan diri melalui pelatihan, bahan bacaan maupun dengan mempelajari pengalaman orang-orang sekitarnya yang
telah berhasil. Jika memungkinkan ia dapat secara langsung belajar dari atasannya (mentoring) teknik-teknik yang ingin ia kembangkan.
Tabel 4. 14
ANOVA(b)
Model
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Regression 1110.017 2 555.008 8.631 .001(a)
Residual 3215.153 50 64.303
1
Total 4325.170 52
a Predictors: (Constant), TOTAL_LMK, TOTAL_SIP b Dependent Variable: TOTAL_KPPJ
Berdasarkan tabel Anova didapat nilai F sebesar 8,631 yang digunakan
untuk melakukan uji hipotesis dalam memprediksi kontribusi variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2)
terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dengan menentukan tingkat kesalahan 5% dan derajat kebebasan df1 = 2 (3 – 1) dan df2 = 50 (53 – 3), maka
didapat dari F tabel sebesar 3,183. Dari tabel Anova diatas, terlihat bahwa F
hitung (8,631) > F tabel (3,183) dengan tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar
0,001 maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti Sistem Informasi Perpajakan dan
lama masa kerja sebagai pemeriksa pajak memberikan pengaruh yang simultan
dan signifikan terhadap variabel kemampuan pemeriksaan pajak.
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN
Dengan melihat hasil analisis statistik dan pembahasan yang bertujuan
untuk menguji hipotesis yang diajukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara
Sistem Informasi Perpajakan (X1) terhadap Kemampuan Pemeriksaan
Pajak (Y). Dapat diketahui dari t hitung untuk variabel Sistem Informasi
Perpajakan (X1) sebesar 3,875, jadi t hitung (3,875) > t tabel (1,675) dan
mempunyai tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,000 yang berarti Ha
diterima dan Ho ditolak.
2. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) terhadap
Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari t hitung untuk
variabel Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2) sebesar 1,280,
jadi t hitung (1,280) < t tabel (1,675) dan mempunyai tingkat signifikansi
> 0,05 yaitu sebesar 0,206 yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima. Hal ini
bisa disebabkan walaupun bekerja lama sebagai pemeriksa pajak tetapi tidak memiliki kesempatan untuk pengembangan diri, sebagian pegawai
merupakan mutasi dari bidang lain dan baru lulus dari perguruan tinggi. 3. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara
variabel Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan Lama Masa Kerja sebagai
Pemeriksa Pajak (X2/D) terhadap variabel Kemampuan Pemeriksaan Pajak
(Y). Dapat diketahui dari nilai Korelasi (R) yang lebih besar dari 0,5 yaitu
sebesar 0,507. Sistem Informasi Perpajakan dan Lama Masa Kerja sebagai
Pemeriksa Pajak memberikan kontribusi positif sebesar 22,7% terhadap
Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y), sedangkan 77,3% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini dapat diketahui
dari nilai Koefisien Determinasi (R²). Faktor lain tersebut antara lain adalah pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan in-service
atau pendidikan dalam jabatan, pengalaman dan usia. 4. Variabel bebas yang terdiri dari Sistem Informasi Perpajakan (X1) dan
Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak (X2/D) memberikan pengaruh yang simultan dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu
Kemampuan Pemeriksaan Pajak (Y). Dapat diketahui dari dengan membandingkan nilai F hitung dan F tabel. F hitung yang didapat sebesar
8,631 dan F tabel sebesar 3,183. Jadi, F hitung (8,631) > F tabel (3,183)
dengan tingkat signifikansi < 0,05 yaitu sebesar 0,01 berarti Ha diterima
dan Ho ditolak.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan diatas diartikan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara Sistem Informasi Perpajakan terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak. Bagi otoritas perpajakan, kemajuan teknologi komputer
dan pemanfaatan yang intensif dalam pemrosesan data keuangan mempunyai implikasi langsung terhadap fungsi pemeriksaan pajak dalam hal penentuan
subjek pajak dan yurisdiksi entitas yang bertransaksi. Sistem Informasi Perpajakan membantu penugasan pemeriksaan wajib pajak dilakukan
berdasarkan jenis usaha sehingga pemeriksaan lebih terspesialisasi, meningkatkan produktivitas dan kemampuan pemeriksaan pajak serta kualitas
hasil pemeriksaan. Selain itu, kinerja pemeriksaan dapat dimonitor dengan
lebih baik karena adanya penerapan teknologi informasi pada administrasi
pemeriksaan. Sedangkan untuk Lama Masa Kerja sebagai Pemeriksa Pajak
tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap Kemampuan Pemeriksaan Pajak.
Hal ini disebabkan pemeriksa pajak dalam masa kerjanya tidak memiliki
kesempatan untuk pengembangan diri, sebagian pegawai merupakan mutasi
dari bidang lain dan baru lulus dari perguruan tinggi. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan in-service atau
pendidikan dalam jabatan.
C. SARAN
Dengan melihat kesimpulan dan implikasi, maka bisa disimpulkan
beberapa saran sebagai berikut: 1. Pemerintah lebih memperhatikan lagi Sistem Informasi Perpajakan untuk
menghindarkan terjadinya manipulasi data, karena akses untuk data tertentu hanya diberikan kepada orang yang berwenang saja.
2. Pemerintah memberikan kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk mengembangkan diri secara adil sesuai dengan potensi dan kemampuan
pegawai yang bertujuan meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan, mengurangi kecelakaan, meningkatkan
pelayanan, meningkatkan moral, meningkatkan karir, meningkatkan
kemampuan konseptual dan kepemimpinan.
3. Pemerintah membantu meningkatkan kualitas pemeriksa pajak karena
jumlah tenaga fungsional pemeriksa pajak sangat kurang.
4. Pemerintah membantu meningkatkan kemampuan pemeriksaan pajak
dengan memberikan pendidikan in-service atau pendidikan dalam jabatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan I, Grafika Karya Utama,
Jakarta, 2004
Agung Buono Nugroho, “Strategi Jitu memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS”, Penerbit Andi, Yoyakarta, 2005
Alex S. Nitisemito, “Manajemen Personalia”, Penerbit Ghalia Indonesia, 2000
Algifari, “Analisis Regresi (Teori, Kasus dan Solusi)”, Edisi I, BPEF, Yogyakarta
Arens dan Loebbecke, ”Auditing: an Integrated ApproachReport of the
Committee in Basic Auditing Consept of the America Accounting
Association” , Accounting Review, vol 47, 1972
Basalamah, Anies SM. “Pengolahan Data Elektronik: Konsep untuk Manajer dan
Auditor”, Lembaga PPM. 1995
Blum, M.L., & Nayer, “Industrial Psychology and It’s Social Foundations”,
NewYork: Harper & Brothers,1968
Boynton, William C. dan Walter G. Kell, “Modern Auditing”, New York: John
Wiley Sons, Inc.1996
Crumbley D. Larry, ”Dictionary of Tax Term, Barron’s Business Guide”, 1994
Dale, M. “Developing Management Skill (Terjemahan)”. Jakarta: PT. Gramedia, 2003
Davis, K., & Newstrom, J. W, “Human Behavior at Work: Organizational
Behavior”. Singapore: Mc. Graw-Hill BookCompany, 1989
Djalintar Sidjabat, “Amandemen Undang-undang: Keseimbangan Hak dan
Kewajiban antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak”, Media Indonesia, 30
Oktober 2007
Djazoeli Sadhani, ”Pemberdayaan Fungsi Pemeriksaan Pajak dalam Lingkungan
yang Berubah dengan Cepat”, Jurnal KIPAS, vol.1, Nomor 10, Juli 1999
Djoko Slamet Surjoputro, “Pajak, Urat Nadi Kehidupan Bangsa”, Media
Indonesia, 30 Oktober 2007
Dreher, F.G. Bretz, D.R.. “Cognitive Ability and Career Attainment:
Moderating Effects of Early Career Success”, Journal of Applied
Psychology, 75, 392-397, 1991
Erly Suandy, “Perpajakan”, Edisi 2, Penerbit Salemba Empat, 2006
Erwin Silitonga, “Amandemen Undang-undang: Keseimbangan Hak dan
Kewajiban antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak”, Media Indonesia, 30 Oktober 2007
E.S. Margianti, ”Sistem Informasi Manajemen”, Gunadarma, Jakarta,1994
Ghiselli, E.E. & Brown, C.W. “Personnel and Industrial Psychology”. New
York: Mc. Graw-Hill Book. Co, 1955
Hasibuan, Malayau SP. “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Edisi Revisi,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2001
Hermanson, Loeb and Straeser, “Auditing Theory and Practice”, Boston Third
edition. Richard D.Irwin, Inc, 1983
Henry, Nelson.B, “Inservice Education For Teachers, Supervisor, and
Administrator”, Chicago: University Chicago Press, Illinous, 1957
Husein Umar, ”Riset Sumber Daya Manusia dalam organisasi”. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), “Standar Profesional Akuntan Publik”
Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta,1994
Imam Ghozali, “Aplikasi dan Analisis Multivariate dangan proses SPSS”, Badan
penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001
Imam Santosa, “Analisis Peran Sistem Informasi Perpajakan Dalam Pemeriksaan
Pajak”, 2003
Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Sudita. “Prilaku Keorganisasian”. Edisi
Pertama. Yogyakarta : BPFE, 1997
Irfan. “Artikel Menuju Good Governance Melalui Modernisasi Pajak”, Portal
Pemda Kutaikertanegara, 23 Mei 2005 dari http://www.klikpajak.com
Karni, Soejono, “Auditing: Audit khusus dan Audit Forensik dalam Praktek”,
Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000
KPP Madya Jakarta Selatan, “Sistem Administrasi Perpajakan Modern”, Jakarta,
April 2007, http://www.pajak.go.id
Kristiadi, JB. “Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur melalui
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri di Indonesia”, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta,1997
Kusriyanto, Bambang “Meningkatkan Produktivitas Karyawan”. PT.
Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1993
Luky Alfirman, ”Agar Organisasi Makin Efisien dan Efektif”, Media
Indonesia, 30 Oktober 2007
Lyons Susan M,” International Tax”, Glossary, 1996
Malhotra, NK, “Marketing Research”, Prentice Hall International,1996
McDonough, M.C. and Garrett,L.J., “Management Systems: Working Concept
and Practices”, Homewood, IL: Richard D Irwin, 1965
Moekijat, “Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai”, Remaja Karya,
Bandung,1988
Morris, Landon. ”Media Performance, Mass Communication and The Public
Interest”, London: Sage Publication, 1995
Mulyadi, ”Sistem Akuntansi”, Edisi ketiga, Penerbit Salemba Empat, Universitas
Gajah Mada, 2001
Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, “Auditing” Edisi Kelima Buku I dan II, Salemba Empat, Jakarta, 1998
Nur Indiantoro dan Bambang Supomo, ”Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajamen”, Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta,
2002
Nurtain, “Pengajaran Teori dan Praktek”, Dirjen Dikti, Proyek PLPTK, Jakarta,
1989
Revosia Eliaputra Sinaga, “Analisis Pengaruh Kemampuan Pemeriksaan
Terhadap Efektifitas Pemeriksaan Pajak”, 2000
Riska dkk. “Menuju Good Governance Melalui Modernisasi Pajak (e-SPT)”,
Accounting Dept, STIE-MCE (Malangkuçeçwara School of Economics), Malang, {n28113;n28102;n28065}@student.stie-mce.ac.id
Sagala, Muller. “Sistem Informasi Keuangan Daerah: Suatu Tinjauan Umum”,
Jurnal KIPAS, vol.2, Nomor.24, November, 2000
Saksono, Slamet, “Administrasi Kepegawaian”, Yogyakarta: Kanisius, 1983
Sarojo, Riyadi, “Kepemimpinan Organisasi (Pandangan Barat)” Pidato Ilmiah
Disnatalis VIII Universitas Katolik Widya Karya Malang, tanggal 9 Mei 1990
Sigit, ”Jaminan Keamanan Data Pajak” Media Indonesia, 30 Oktober 2007
Simanjuntak, Payaman J. “Produktivitas kerja: pengertian dan ruang
lingkupnya”, Prisma, edisi November - Desember (1983:26)
Singgih Santoso, “Buku Latihan SPSS Statistik Parametik”, Penerbit PT.Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia – Jakarta, 2000
Soeparlan, Pramono Hadi. “Pengaruh Kualitas Pemeriksaan pada Kantor
Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (KARIKPA) Jakarta Khusus I
terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)”, 2002
Sondang P. Siagian, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara, Jakarta,
2000
Sulaiman, Inam, “Hubungan antara Status Sosial Ekonomi, Kreativitas dan
Human Relatian dengan upaya Mengikutsertakan Masyarakat dalam
Pembangunan Desa di Kabupaten Malang”, PPS IKIP Malang, 1984
Susilo Martoyo, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Edisi 3, Penerbit BPFE,Yogyakarta, 2000
Tim Subdit Verifikasi Dit. PPh Ditjen Pajak, ”Perubahan Lingkungan
Perpajakan Kita”, Jurnal KIPAS, vol.1, Nomor 12, September 1999
V. Wiratna Sujarweni, “Panduan Mudah Menggunakan SPSS dan Contoh
Penelitian Bidang Ekonomi”, 2007
Widjaya, “Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar”, CV Rajawali, Jakarta,
1986
Zainun, Buchari, “Manajemen dan Motivasi”. Jakarta : Balai Aksara. 1994
Peraturan – Peraturan
____________________Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor kep- 29/PJ./1995 tentang “replikasi Sistem Informasi Perpajakan”
_____________________Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang
pekerjaan.
_____________________Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 88/PJ./2004 tentang “Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara
Elektronik”.
_____________________Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan
_____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per-
123/PJ/2006 Tentang Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan lapangan.
_____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: per-
160/PJ/2006 tentang “Tata cara penerimaan dan pengolahan surat
pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)”
_____________________Peraturan Direktur Jenderal Pajak KEP-741/PJ/2001
“petunjuk pelaksanaan pemeriksaan kantor”.
_____________________Surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor se-
04/PJ.7/2002 tentang “Kebijakan pemeriksaan” (seri pemeriksaan 01-02).
_____________________Keputusan DJP Kep-383/PJ/2002 tentang Tata Cara
Pembayaran Setoran Pajak melalui Sistem Pembayaran Online dan penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk digital.
_____________________No. Kep-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak.