PENGARUH SELF-ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL...
Transcript of PENGARUH SELF-ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL...
i
PENGARUH SELF-ESTEEM DAN DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP RESILIENSI MANTAN PECANDU NARKOBA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Bias Rembulan Smestha
NIM : 1110070000034
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Berbuat baiklah kepada semua makhluk yang ada di
alam semesta ini” –Papa-
“Kesabaran itu tiada bertepi maka bersabarlah dan
terus berjuang” –Papa-
Persembahan:
Karya sederhana ini aku persembahkan kepada Mama dan Papa
terkasih, adik dan saudaraku tersayang, serta sahabat-sahabat
segala rasa.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Desember 2014
C) Bias Rembulan Smestha
D) Pengaruh Self-Esteem dan Dukungan Sosial terhadap Resiliensi Mantan
Pecandu Narkoba
E) xv + 113 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh self-
esteem dan dukungan sosial terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah variabel self-esteem yaitu dimensi
perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup, dan perasaan tentang
orang lain, dan juga variabel dukungan sosial yaitu dukungan emosi,
dukungan nyata, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan, serta
pekerjaan mempengaruhi resiliensi mantan pecandu narkoba.
Populasi pada penelitian ini bersifat infinite sedangkan sampel berjumlah
154 orang mantan pecandu yang diambil dengan teknik non probability
sampling yaitu purposive sampling. Untuk mengukur self-esteem,
mengadaptasi dari skala Minchinton (1993), sedangkan untuk mengukur
dukungan sosial, peneliti menggunakan skala berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Sarafino dan Smith dengan dimensi dukungan emosi
atau penghargaan, dukungan nyata atau dukungan instrument, dukungan
informasi, dan dukungan persahabatan. CFA (Confirmatory Factor
Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan Multiple
Regression digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Semua teknik
pengujian dilakukan menggunakan software SPSS 16.0 dan LISREL 8.70.
G) Hasil penelitian menunjukkan bahwa model self-esteem, dukungan sosial,
dan pekerjaan yang mempengaruhi resiliensi mantan pecandu narkoba fit
dengan data (P>0.05) dan memberikan kontribusi sebesar 58,2% dari
bervariasinya resiliensi mantan pecandu narkoba dalam satuan logit.
Namun, dilihat dari tabel koefisien regresi, dari keseluruhan delapan
variabel independen, hanya terdapat empat variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba, yaitu
dimensi perasaan tentang hidup, perasaan tentang orang lain, orang yang
memiliki pekerjaan, dan yang bekerja sebagai konselor (P>0.05).
H) Bahan bacaan: 13 buku + 10 jurnal + 14 artikel internet.
ABSTRAK
A) Faculty of Psychology
B) December 2014
C) Bias Rembulan Smestha
D) The influence of Self-Esteem and social support to Drug Addict Formers’
Resilience.
E) xv + 113 pages + attachments
F) This observation main goal is to know the influence of self-esteem and
social support to drug addict formers’ resilience. The hypothesis of this
observation is the variable of self-esteem which is the feeling about
themselves, the feeling of life, and the feeling of other people, and also the
variable of social support that is the emotional support, real support,
friendship support, and also job influences drug addict formers’ resilience.
Population in this observation is infinite and has 154 samples from drug
addict formers that have been collected with non-probability sampling
technique which is purposive sampling. The observer uses Michinton’s
scale (1993) to measure self-esteem and uses scale from Sarafino and
Smith to measure social support with dimension of emotional support or
appreciation. CFA (Confirmatory Factor Analysis) is used to assess the
validity of measurement and Multiple Regression is used to assess
observation hypothesis. All techniques is done by using software SPSS
16.0 and LISREL 8.70
G) The result of this observation shows that self-esteem model, social support,
and job which influences drug addict formers’ resilience fit with the data of
(P>0.05) and give 58.2% of contribution from variety drug addict formers’
resilience in logit unit. But, refer to coefficient regression table from eight
independent variables, there are only four independent variable that are
signicifant influenced by drug addict formers’ resilience, which are feeling
of life dimention, feeling of other people, feeling of a person who has a job,
and whom who work as counselor (P>0.05).
H) Reading equipments: 13 books + 10 journals + 14 internet articles
vii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah peneliti tujukan kepada Allah SWT. atas segala rahmat,
hidayah, dan karunia yang telah diberikannya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Self-Esteem dan Dukungan
Sosial terhadap Resiliensi Mantan Pecandu Narkoba ”. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., atas segala
perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah
naungan Islam. Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Abdul Mujib,
M.Ag, M.Si. Berkat bimbingan, arahan, nasehat dan cerita-cerita beliau
mengenai pengalaman dan hal bermanfaat sehingga membuat penulis
termotivasi untuk terus belajar dan berjuang menjadi lebih baik.
2. Moh. Avicenna, M.H.Sc., Psy Dosen Pembimbing skripsi, yang telah
memberikan banyak nasehat, masukan, motivasi, serta saran dan kritik yang
membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
3. Dosen Pembimbing Akademik, Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi, serta untuk
seluruh dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas seluruh ilmu pengetahuan yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.
viii
4. Seluruh staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu peneliti dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi.
5. Untuk yang paling penulis sayangi, kasihi, dan hormati, malaikat yang
diberikan Tuhan kepada penulis, Mamaku tercinta Lina Priswati dan
Papaku tercinta Marwani Udjang juga adikku tersayang Bagas Rangga
Ranaswari serta sepupu sepupuku, putri dan juga seluruh keluarga besarku
yang tidak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang
yang tulus kepada penulis.
6. Terima kasih kepada seluruh responden yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk berpartisipasi dalam pengisian angket penelitian penulis.
Terima kasih yayasan Sahabat Rekan Sebaya, Natura Addiction Center,
yayasan Al-Jahu, dan Rumah Damping BNN.
7. Saudari-saudari seAllisan tercinta Adikku Lala, Bang Eki, Uci, Nia, Endep
terima kasih atas keceriaan, kebahagiaan, ketidak jelasan, dukungan dan
semangat yang telah diberikan serta terima kasih telah dengan rela selalu
penulis ganggu, dan yang paling spesial Tetehku tercinta Mega Ziadatun
Ni’mah, terima kasih atas segala kesabaran, kasih sayang, kegalakan,
perhatian, motivasi dan ketulusan yang telah diberikan kepada penulis,
terima kasih teteh terbaikku.
8. Sahabat sepermainan dan seperjuanganku, Afada Alhaque dan Ira Octavia
Safitri. Terima kasih atas semua hari-hari yang telah kita lalui bersama, baik
dalam keadaan senang, sedih maupun menyebalkan, dan juga atas segala
ix
nasihat, perhatian, kasih sayang, kehebohan dan juga kebersamaan yang
telah kita lalui selama ini, itu akan selalu penulis rindukan. Semoga mimpi
kita bersama dapat terwujud di kemudian hari dan persahabatan ini akan
terus berlangsung dan hangat hingga seterusnya, serta memberikan
kebaikan untuk kita semua.
9. Sahabat-sahabat Emmeletus, Aulia, Lintang,Ditta, Hanna, Rava, Silmi,
Iyus, Dina, Okta, terima kasih telah menemani penulis menjalani hari-hari
selama kulih, sehingga menjadi lebih berwarna, terkhusus Raina Fathia
Karima yang juga sahabat seperjuangan skripsi, untuk dukungan, bantuan,
dan hiburannya selama proses penyelesaian skripsi penulis.
10. Kepada teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu dan tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.
Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik atas segala kebaikan dan
bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan
manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 11
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................. 11
1.2.2 Perumusan Masalah .............................................. 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 12
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................. 12
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................ 13
1.3.3 Sistematika Penulisan ........................................... 13
BAB 2 KAJIAN TEORI ...................................................................... 15
2.1 Resiliensi .............................................................................. 15
2.1.1 Pengertian Resiliensi ............................................. 15
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi ...... 19
2.1.3 Aspek Resiliensi .................................................... 20
2.1.4 Pengukuran Resiliensi ........................................... 30
2.2 Self-Esteem ........................................................................... 31
2.2.1 Pengertian Self-Esteem .......................................... 31
2.2.2 Kategori Self-Esteem .................................... 34
2.2.3 Dimensi Self-Esteem ............................................. 36
2.2.4 Pengukuran Self-Esteem ........................................ 40
2.3 Dukungan Sosial .................................................................. 41
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial ................................. 41
2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial ..................................... 43
2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial ............................... 46
2.4 Pekerjaan ........................................................................ 47
..... 2.4.1 Pengertian Pekerjaan .............................................. 47
..... 2.4.2 Pekerjaan dan Resiliensi ........................................ 47
2.5 Mantan Pecandu Narkoba .................................................... 47
2.6 Kerangka Berpikir ................................................................ 48
2.7 Hipotesis Penelitian .............................................................. 53
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 55
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........... 55
3.2 Variabel Penelitian ............................................................... 55
xi
3.3 Definisi Oprasional .............................................................. 56
3.4 Pengumpulan Data ............................................................... 58
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data .................................... 58
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ............................... 59
3.5 Teknik Uji Instrumen ........................................................... 61
3.5.1 Uji Instrumen ........................................................ 61
3.5.2 Uji Validitas Self-Esteem ...................................... 63
3.5.2.1 Perasaan tentang Diri Sendiri ................. 63
3.5.2.2 Perasaan tentang Hidup .......................... 66
3.5.2.3 Perasaan tentang Orang Lain ................. 69
3.5.3 Dukungan Sosial ................................................... 72
3.5.3.1 Dukungan Emosi .................................... 72
3.5.3.2 Dukungan Nyata ..................................... 74
3.5.3.3 Dukungan Informasi ............................... 77
3.5.3.4 Dukungan Persahabatan ......................... 78
3.5.4 Uji Validitas Konstruk Skala Resiliensi ................ 81
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................... 84
3.7 Teknik Analisis Data ............................................................. 85
BAB 4 HASIL PENELITIAN .............................................................. 89
4.1 Deskriptif Data Penelitian .................................................... 89
4.2 Uji Hipotesis ......................................................................... 91
4.2.1 Analisi Regresi Variabel Penelitian ....................... 91
4.2.2 Uji Proporsi Varians Independent Variabel …… 98
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ............................. 103
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 103
5.2 Diskusi .................................................................................. 103
5.3 Saran ...................................................................................... 107
5.3.1 Saran Metodelogis .................................................. 107
5.3.2 Saran Praktis .......................................................... 108
xii
DAFTAR TABEL
3.1 Blue Print Skala Self-Esteem .............................................................. 60
3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial ...................................................... 60
3.3 Blue Print Skala Resiliensi .................................................................. 61
3.4 Muatan Faktor Item Perasaan Tentang Diri Sendiri ........................... 65
3.5 Muatan Faktor Item Perasaan tentang Diri Sendiri Setelah Di-drop 65
3.6 Muatan Faktor Item Perasaan tentang Hidup ...................................... 68
3.7 Muatan Faktor Item Perasaan tentang hidup Setelah Di-drop ............ 68
3.8 Muatan Faktor Item Perasaan tentang Orang Lain ............................. 71
3.9 Muatan Faktor Item Perasaan tentang Orang Lain Setelah Di-Drop 71
3.10 Muatan Faktor Item Dukungan Emosi ………………………….... 73
3.11 Muatan Faktor Item Dukungan Emosi Setelah Di-drop …………. 74
3.12 Muatan Faktor Item Dukungan Nyata ……………………………. 76
3.13 Muatan Faktor Item Dukungan Nyata Setelah Di-drop ………….. 76
3.14 Muatan Faktor Item Dukungan Informasi ………………………… 78
3.15 Muatan Faktor Item Dukungan Persahabatan …………………….. 79
3.16 Muatan Faktor Item Dukungan Persahabatan Setelah Di-drop … 80
3.17 Muatan Faktor Item Resiliensi ............................................................ 83
4.1 Deskriptif Data .................................................................................... 89
4.2 Tabel R square . ................................................................................... 92
4.3 Hasil Uji F ........................................................................................ 93
4.4 Koefisien Regresi ............................................................................. 94
4.5 Priporsi Varians Independen Variabel ............................................ 98
4.6 Priporsi Varians Independen Variabel ............................................ 99
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Skema Self-Esteem dan Dukungan Sosial terhadap Resiliensi ................................... 52
3.1 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Diri Sendiri ................. 64
3.2 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Hidup .......................... 67
3.3 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Orang Lain ................. 70
3.4 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Emosi ..................................... 73
3.5 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Nyata ...................................... 75
3.6 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Informasi ................................ 77
3.7 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Persahabatan .......................... 79
3.8 Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Resiliensi ................................................. 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya, yang lebih dikenal dengan Napza atau Narkoba telah menjadi masalah
yang besar bukan hanya bagi bangsa Indonesia namun juga bagi dunia.
Berdasarkan laporan World Drug Report, 2012 yang diterbitkan oleh UNODC,
diperkirakan terdapat 300 juta orang berusia produktif, yaitu antara 15 sampai
dengan 64 tahun yang mengkonsumsi narkoba dan ± 200 juta orang meninggal
dunia setiap tahunnya akibat penyalahgunaan narkoba (Badan Narkotika
Nasional, 2013).
Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah memasuki tahap
yang berbahaya. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Universitas
Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa terdapat
1,75% pengguna narkoba pada tahun 2005 dan pada tahun 2011 meningkat
menjadi 4,9%. Pengguna narkoba yang berusia 10-20 tahun juga mengalami
peningkatan hingga 2,5% (Dara, 2013).
1
2
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap narkoba adalah dengan mengikuti rehabilitasi narkoba.
Akan tetapi, rehabilitasi memiliki proses yang cukup panjang dan tidak mudah
untuk dilalui. BNN (2013) menjelaskan terdapat empat fase dalam proses
rehabilitasi, yaitu fase detoksifikasi, fase entry unit, fase primary, dan fase Re-
Entry. Dimulai dengan pelepasan dari zat-zat narkotika atau disebut fase
detoksifikasi. Fase ini menggunakan terapi medis. Pecandu akan melakukan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh oleh dokter ahli. Fase yang berlangsung
selama satu bulan ini akan sangat sulit dilalui oleh pasien karena pasien akan
sering mengalami sakau yang sangat menyakitkan bagi tubuh mereka, selain itu
pasien akan berada di ruangan khusus yang terisolasi, dimana hubungan pasien
dengan dunia diluar ruangan tersebut akan terputus. Pada fase ini pasien juga
tidak boleh dikunjungi oleh siapa pun termasuk keluarganya. Setelah selesai
menjalani detoksifikasi maka akan lanjut ke fase entry unit. Fase entry unit
merupakan fase “istirahat” dimana pasien akan memulihkan keadaan fisiknya.
Setelah itu pasien melanjutkan ke program primary. Fase ini akan berlangsung
selama ± enam bulan dengan menggunakan terapi psikososial. Fase primary ini
merupakan salah satu tahapan dalam therapeutic community (TC). Pada fase ini
pasien ditempa untuk memiliki stabilitas fisik dan emosi. Pasien juga diberikan
motivasi untuk melanjutkan ketahap selanjutnya. Terakhir adalah fase Re-Entry
Stage yang merupakan lanjutan dari fase primary dan tahapan lanjutan dalam
TC. Dalam fase ini pasien memantapkan keadaan psikologis dalam dirinya,
3
mendayagunakan nalarnya, menggali dan mengembangkan keterampilan.
Setelah menyelesaikan tahapan ini, barulah pasien dapat dinyatakan bebas dari
rehabilitasi dan dapat kembali ke keluarga mereka.
Dari proses rehabilitasi tersebut dapat diketahui bahwa proses tersebut
sangat sulit untuk dilalui dan membuat seseorang merasa tertekan, sehingga
sering kali banyak masalah yang muncul dalam rehabilitasi, diantaranya adalah
sering kali ditemui pasien rehabilitasi yang melarikan diri karena tidak tahan
menjalani proses rehabilitasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya media
massa (seperti, sindonews, 2013, rakyatsulsel, 2013, sumutpos, 2014) yang
kerap kali memberitakan mengenai kaburnya pasien rehabilitasi dari berbagai
tempat rehabilitasi. Selain melarikan diri, masalah yang muncul adalah masih
adanya pasien rehabilitasi yang mengalami relaps (kambuh). Yayasan Cinta
Anak Bangsa (YCAB) yang menyatakan bahwa bahkan pada tahun 2008, 9 dari
10 pecandu narkoba akan kambuh menjadi pecandu lagi. Hal serupa juga
diungkapkan oleh Profesor George Koob MD bahwa rata-rata dunia, 8 dari 9
pecandu akan relaps (Nugraha, 2012).
Bukan hanya pasien yang masih menjalani rehabilitasi saja yang
mengalami relaps, namun pasien yang telah diizinkan pulang dan dinyatakan
sembuh pun masih ada yang kembali menggunakan narkoba (relaps). Salah
satu contohnya adalah artis senior Indonesia yang kembali menjadi pecandu
narkoba setelah sebelumnya pernah dinyatakan sembuh dari ketergantungan
narkoba. Selain itu bahkan adapula pecandu narkoba yang sama sekali tidak
4
bisa terlepas dari narkoba bahkan sampai akhir hayatnya. Diantaranya adalah
Whitney Houtson yang merupakan penyanyi ternama yang tidak bisa terlepas
dari narkoba, bahkan dia ditemukan meninggal di kamar hotelnya karena over
dosis (www.tempo.com, 2012, www.bbc.co.uk, 2012).
Meskipun terlepas dari ketergantungan terhadap narkoba adalah hal
yang sulit untuk dijalani, namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat
sembuh dari ketergantungan tersebut. Tidak sedikit yang dapat bangkit dari
keterpurukan sebagai pecandu narkoba. Selain mereka sembuh dari
ketergantungan narkoba, mereka pun dapat menjalani hidup mereka seperti
sediakala bahkan lebih baik lagi. seperti halnya yang pernah dialami oleh
Sammy Simorangkir yang merupakan vocalist band terkenal. Sammy diketahui
sebagai pecandu narkoba sehingga harus menjalani rehabilitasi, karena itu pula,
Sammy dikeluarkan dari band yang membesarkan namanya. Akan tetapi
Sammy tetap dapat menjalankan rehabilitasinya sampai dia dinyatakan sembuh,
bahkan setelah keluar dari rehabilitasi, Sammy tetap menjadi penyanyi
walaupun bersolo karir, dan telah memiliki album solonya sendiri (Supri, 2012,
www.regional.kompas.com).
Selain itu, banyak juga mantan pecandu narkoba yang dapat bangkit
kembali, Raditya Oloan, berhasil mendirikan suatu komunitas untuk para
remaja. Komunitas tersebut memiliki visi membangun bangsa dan anak-anak
muda yang takut akan Tuhan (www.bnn-dki.com). Banyak pula mantan
pecandu narkoba yang berperan sebagai konselor bagi para pasien rehabilitasi
5
narkoba. Bahkan ada mantan pecandu narkoba yang menjadi pengemuka agama
yang terkenal, salah satunya adalah (Alm) Ustad Jefri Al Buchori.
(www.MNCTV.com, 2013, www.jawaban.com, 2013, www.luar-
negeri.kompasmania.com, 2013).
Dalam upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap
narkoba dan dapat melanjutkan kembali kehidupan, maka dibutuhkanlah suatu
kemampuan untuk dapat bertahan dalam keadaan yang sulit tersebut,
kemampuan untuk bertahan dalam keadaan yang menyulitkan seperti itu
disebut dengan resiliensi. McCuubbin (2001) menyatakan bahwa resiliensi
adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk kembali bangkit
dari keterpurukan dan keadaan yang mudah terserang atau kemampuan untuk
mengatasi kesulitan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan.
Resiliensi merupakan faktor penting yang dapat membuat seseorang
mampu bertahan dan dapat beradaptasi dalam keadaan yang sulit. Individu yang
dapat bertahan adalah individu resilient. Oleh karena itu, mantan pecandu
narkoba harus resilient untuk dapat mempertahankan diri mereka agar tidak
relaps, serta dapat membangun kembali kehidupan mereka dan menjadi lebih
baik. Conner (1992) dalam bukunya Managing at the Speed of Change
menyatakankan bahwa resiliensi sangat penting untuk kesuksesan dalam
menerapkan perubahan. Dia menyimpulkan bahwa orang yang resilient adalah
yang dapat memandang hidup dan diri mereka sendiri dengan positif, memiliki
6
pemikiran dan hubungan sosial yang fleksibel, fokus, terorganisasi dan proaktif
(dalam Wang, tanpa tahun).
Mantan pecandu narkoba telah berhasil melalui proses yang tidak
mudah untuk melepaskan dirinya pada ketergantungan terhadap narkoba dan
juga telah dapat kembali masuk ke tengah-tengah masyarakat untuk
menjalankan kehidupannya seperti sediakala, maka dari itu mantan pecandu
narkoba seharusnya memiliki kemampuan resiliensi yang baik, karena resiliensi
dapat mengurangi seseorang terkena faktor-faktor resiko. Baik secara langsung
maupun tidak langsung, resiliensi dapat mengurangi timbulnya kondisi mudah
terserang dalam keadaan yang sulit dan membuat tertekan (vulnerabilities) serta
dapat meningkatkan kompetensi dan kekuatan individu dalam menghadapi
tantangan dan kesulitan. Resiliensi juga dapat mengubah kondisi faktor resiko
dan faktor pelindung yang muncul untuk dihubungkan dengan kelemahan dan
kekuatan individu untuk melawan serangan-serangan dari gangguan sehingga
dapat menghasilkan resiliensi dalam menghadapi tantangan yang serius. Karena
itulah resiliensi berperan penting bagi mantan pecandu narkoba agar dapat
kembali ke lingkungan masyarakat dan tidak kembali relaps.
Dalam jurnal karya Grotberg, 1995 dinyatakan bahwa terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu hubungan saling mempercayai,
dukungan emosional dari selain keluarga, self-esteem (penghargaan diri),
dorongan untuk mandiri, harapan, mengambil tanggung jawab dan resiko, rasa
yang menimbulkan kasih sayang, prestasi sekolah, serta cinta yang tidak
7
bersyarat. Dengan demikian penulis mengambil hipotesis bahwa terdapat faktor
inernal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kemampuan resiliensi yang
dimiliki oleh seseorang.
Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi resiliensi adalah
self-esteem. self-esteem dipilih sebagai faktor internal yang mempengaruhi
resiliensi dalam penelitian ini karena apabila seseorang telah mampu menerima
dirinya sendiri tanpa syarat serta menilai positif dirinya dan kehidupan yang dia
jalani, maka akan membantu individu tersebut untuk dapat beradaptasi secara
positif dan dapat melepaskan diri dari kesulitan yang sedang dialaminya. Dalam
jurnal yang ditulis oleh Guindon (2010), Wells dan Marwell (1976)
mendefinisikan self-esteem sebagai bagian dari kepribadian, diri dan sistem diri,
yang mana merupakan bagian dari kepribadian yang terkait dengan motivasi
dan self-regulation (peraturan diri). Adapun Owens, Stryker, dan Goodman
(2006) mengambil definisi self-esteem dari beberapa tokoh dalam jurnal mereka
yang berjudul Extending self-esteem theory and research: sociological and
research: sociological and psychosocial current, diantaranya Burns, 1979 dan
Covington, 1992 menjelaskan bahwa self-esteem merupakan pelindung orang
untuk melawan efek sakit yang didapat dari banyaknya masalah dalam hidup.
Pernyataan ini mengasumsikan bahwa orang yang memiliki self-esteem tinggi
menunjukkan perilaku yang lebih dapat diterima secara sosial, lebih
bertanggung jawab, lebih resilien pada perubahan dalam hidup, dan biasanya
8
menunjukkan prestasi yang tinggi, sehingga akhirnya memiliki kesejahteraan
sosioemosional yang lebih besar.
Akan tetapi, sebagian besar mantan pecandu narkoba memiliki perasaan
bersalah, tidak berguna, dan mudah tersinggung sehingga mengakibatkan
pecandu tidak memiliki kesejahteraan sosioemosional. Perasaan-perasaan
tersebut pun masih sering muncul pada mantan pecandu narkoba, hal itu yang
membuat mantan pecandu narkoba memiliki keinginan untuk kembali
menggunakan narkoba. Oleh karena itu, agar mantan pecandu narkoba tidak
kambuh lagi, maka mereka harus dapat mengatur dirinya sehingga perasaan
yang tidak menyenangkan tersebut tidak muncul kembali
(www.sinarbnn.co.id).
Selain faktor internal yang dapat mempengaruhi baik atau buruknya
resiliensi seseorang, terdapat juga faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal
adalah dukungan sosial. Dukungan sosial adalah bentuk penerimaan dari
seseorang atau suatu kelompok terhadap individu, sehingga individu tersebut
merasa diperhatikan, disayangi, dihargai, dan ditolong, serta mendapatkan
dukungan yang meliputi dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan penghargaan dan dukungan jaringan sosial. House dan
Kahn, 1985 menyatakan bahwa dukungan sosial biasanya berkaitan dengan
fungsi perilaku individu yang berkaitan dengan orang yang berharga baginya,
seperti keluarga, teman dan rekan kerja. Orang yang berarti ini dapat
memberikan instrumen, informasi, dan atau pertolongan emosi (dalam Thoits,
9
1995). Dukungan sosial dipilih karena sebagai makhluk sosial, lingkungan
memiiki pengaruh yang besar dalam kehidupan individu, dimana lingkungan
memiliki peran dalam membentuk karakter individu. Dengan memiliki
dukungan sosial yang tinggi maka individu tersebut akan lebih kuat untuk
bertahan dalan keadaan yang sulit dan dapat bangkit kembali dari keadaan yang
membuatnya terpuruk.
Sayangnya, mantan pecandu narkoba sangat jarang mendapatkan
dukungan sosial dari masyarakat bahkan orang-orang terdekat mereka. bahkan
dari hasil wawancara peneliti dengan mantan pecandu narkoba, banyak dari
mereka yang tidak mendapat dukungan bahkan diasingkan dan diusir dari
keluarganya. Hal ini terjadi karena adanya stigma sosial yang menyatakan
bahwa mantan pecandu narkoba adalah sampah masyarakat yang hanya
menyusahkan dan tidak dapat diandalkan (www.pelita.or.id, 2014).
Padahal, setelah terbebas dari kecanduan terhadap narkoba, mantan
pecandu narkoba membutuhkan banyak dukungan yang diberikan oleh orang-
orang terdekat dan masyarakat agar pecandu merasa dihargai, disayangi,
ditolong, dan diterima dilingkungan masyarakat sehingga mereka dapat
melanjutkan kehidupan mereka kembali dan terhindar dari kecenderungan
untuk kembali menggunakan narkoba.
Selain dukungan sosial, pekerjaan juga merupakan salah satu faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi resiliensi. Berdasarkan The North West
Mental Wellbeing Survey, 2009 bekerja atau tidak bekerjanya seseorang dapat
10
mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan dan kesehatan perilaku seseorang
sehingga dapat berdampak pada resiliensinya dan kemampuan dalam
menghadapi perubahan status. Anne dan Marie, 2007 mengatakan bahwa secara
signifikan menganggur dapat meningkatkan symptom depresi. National Survey
of Mental Health and Wellbeing 1993 menemukan bahwa 22% orang-orang
yang tidak memiliki pekerjaan dilaporkan memiliki symptom depresi (dalam
Anne dan Marie, 2007).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan mantan pecandu dan ditemui
oleh peneliti, mereka memiliki perasaan bersalah yang besar kepada
keluarganya saat mereka tidak memiliki pekerjaan. Hal tersebut membuat
mereka tertekan dan kembali ke pergaulan sebelumnya, sehingga mereka
kembali menggunakan narkoba. Sedangkan mereka yang mendapatkan
pekerjaan setelah menjalani rehabilitasi, menjadi lebih tahan dalam
mengkontrol diri untuk tidak kembali menggunakan narkoba. Hal ini
disebabkan karena mereka memiliki lingkungan pergaulan yang baru dan lebih
sehat, serta adanya kesibukan yang positif, dan juga adanya ketakutan akan
kehilangan pekerjaannya.
Resiliensi sangat dibutuhkan oleh mantan pecandu narkoba untuk dapat
bangkit dari keterpurukannya selama menjadi pecandu narkoba, oleh karena itu
penulis tertarik untuk meneliti mengenai resiliensi pada mantan pecandu
narkoba dan seberapa besar pengaruh self-esteem, dukungan sosial, dan
pekerjaan dalam meningkatkan resiliensi pada mantan pecandu sehingga
11
mantan pecandu dapat resilient. Self-esteem dan dukungan sosial akan diukur
berdasarkan masing-masing dimensi dan pekerjaan akan dilihat berdasarkan
memiliki pekerjaan atau pengangguran. Diasumsikan bahwa apabila self-
esteem, dan dukungan sosial pada mantan pecandu tinggi serta memiliki
pekerjaan maka resiliensi mereka juga tinggi sehingga mereka dapat bangkit
dari keterpurukan setelah menjadi pecandu narkoba, tidak mengalami relaps
dan dapat kembali ke lingkungan masyarakat.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh
self-esteem, dukungan sosial, dan pekerjaan terhadap resiliensi pada mantan
pecandu narkoba. Oleh karena itu peneliti memberikan batasan pada masalah
yang akan dibahas, adapun yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Self-esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita, penilaian atas
‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan dan
pengingkaran atas diri dan perilaku kita (dalam Minchinton, 1993).
2. Dukungan sosial adalah kesenangan, kepedulian, penghargaan atau
tersedianya bantuan yang akan diterima oleh individu dari orang lain
atau kelompok, dukungan tersebut dapat diperoleh dari pasangan hidup
atau kekasih, keluarga, teman, atau organisasi dan komunitasnya (dalam
Sarafino dan Smith, 2011).
12
3. Resiliensi dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari, atau berubah
melalui berbagai kesulitan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
ini (dalam Grotberg, 2003).
4. Pekerjaan yang dimaksud adalah adanya suatu kegiatan rutin yang
dilakukan oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu dan dapat
menghasilkan pendapatan.
5. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mantan
pecandu narkoba yang berusia 18 tahun sampai 40 tahun dan berada di
daerah Jakarta.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam latar belakang,
peneliti mengajukan rumusan masalah yang akan dijadikan sebagai dasar dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: apakah ada pengaruh yang signifikan
antara self-esteem, dukungan sosial, dan pekerjaan terhadap resiliensi pada
mantan pecandu narkoba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan antara self-esteem, dukungan sosial, dan pekerjaan terhadap
resiliensi pada mantan pecandu narkoba.
13
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:
a) Secara teoritis: diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah
wacana dan perkembangan bagi ilmu psikologi khususnya psikologi
klinis sarta dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai
resiliensi yang dikaitkan dengan self-esteem, dukungan sosial, dan
pekerjaan.
b) Secara praktis: diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan
wawasan kepada masyarakat dan juga kepada keluarga pasien dalam
memberikan dukungan sosial dan pembinaan psikologis kepada para
mantan pecandu, agar mereka dapat resilien sehingga dapat terbebas
dari narkoba, tidak relaps dan dapat melanjutkan hidupnya kembali.
1.3.3 Sistematika Penulisan
Laporan penelitian (skripsi) ini terdiri dari lima bab. Perincian dari setiap bab
adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
14
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dilakukan penguraian tentang teori resiliensi, teori self-esteem,
teori dukungan sosial, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian.
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penguraian mengenai variable penelitian, populasi dan sampel
penelitian, teknik pengambilan sampel, desain penelitian, teknik pengambilan
data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB IV: HASIL PENELITIAN
Merupakan presentasi dan analisis data yang berisi tentang analisis deskriptif
dan uji hipotesis.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi Kesimpulan, Diskusi, dan Saran.
15
BAB 2
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas teori masing-masing variabel dalam penelitian,
faktor-faktor yang mempengaruhi, dimensi-dimensi pada tiap variabel, dan
kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.
2.1 Resiliensi
Definisi dan karakteristik dalam variasi resiliensi sangatlah banyak, meskipun
demikian terdapat konsep-konsep yang menjelaskan mengenai resiliensi.
2.1.1 Pengertian Resiliensi
Tidak semua individu memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi
perubahan dalam hidupnya seperti situasi yang negatif dan kesengsaraan.
Wagnild dan Young (1993) menyatakan bahwa perbedaan, karakteristik dan
kemampuan seorang individu untuk mengatasi perubahan atau kemalangan
dengan sukses disebut dengan resiliensi (dalam Resnick, Grotberg, dan Karen,
2011).
Grotberg (1995) dalam The International Resilience Project: Research
And Application, menyatakan bahwa “Resiliensi adalah kapasitas universal
yang memungkinkan seseorang, kelompok, atau komunitas untuk mencegah,
meminimalisir atau mengatasi pengaruh yang merugikan dari kesengsaraan.”
15
16
Dalam sumber yang berbeda, Resilience For Today: Gaining Strength
From Adversity, menurut Grotberg (2003) resiliensi adalah kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari, atau
berubah melalui berbagai kesulitan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
ini.
Dalam The Resilience Factor, Reivich dan Shatte (2002)
mengungkapkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk dapat bertahan
dengan teguh dan beradaptasi dalam keadaan yang sulit. Menurut McCubbin
(2001) Secara luas, resiliensi dianggap sebagai suatu kemampuan untuk bengkit
kembali atau untuk mengatasi kesulitan.
Luthar (dalam MacDermin et.all. 2008) menyatakan bahwa resiliensi
didefinisikan sebagai sebuah fenomena atau proses yang secara relative
mencerminkan adaptasi positif meskipun saat mengalami kesengsaraan
(ancaman) atau trauma yang signifikan. Resiliensi adalah konstrak yang lebih
tinggi yang menggolongkan dua dimensi yang berbeda yaitu kesulitan yang
signifikan dan adaptasi positif, dimana ini tidak pernah diukur secara langsung,
tapi secara tidak langsung dapat disimpulkan berdasarkan bukti dua
penggolongan konstruk tersebut.
Wolin dan Wolin (dalam Waxman, et.al. 2003) menjelaskan bahwa
istilah resiliensi dapat digunakan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena
seperti kondisi yang tidak mudah terancam, tak terkalahkan, dan tabah. Hal ini
dikarenakan fenomena tersebut merupakan proses untuk menjadi resilien.
17
Secara umum, resiliensi menunjuk pada faktor-faktor dan proses-proses pada
perilaku negatif yang dihubungkan dengan stress sehingga dapat
beradaptasisecara positif meskipun dalan keadaan yang sengsara.
Banyak tokoh yang mendefinisikan resiliensi, sehingga definisi
resiliensi berbeda-beda dan sangat bervariasi. Kaplan (dalam McCubbin 2001)
menyebutkan bahwa terdapat empat perspektif pada konsep resiliensi yang
menghasilkan variabilitas dalam definisi resiliensi. Dalam “Challenges to the
Definition of Resilience” McCubbin (2001) menjabarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi bervariasinya definisi resiliensi, yaitu:
1) Pertama: Hubungan antara resiliensi dan faktor-faktor akibat
(outcome faktors) contohnya: mendefinisikan resiliensi menjadi
sebagai variabel penengah (moderator variabel) ketika menguji
hubungan antara kesengsaraan dan akibat yang dihasilkan.
2) Kedua: Variasi dalam konseptualisasi resiliensi sebagai seperangkat
akibat yang utama. Hasil ini didefinisikan dalam banyak perbedaan,
seperti penambahan keterampilan sosial, perkembangan emosi, dan
atau pencapaian akademik. Atau outcome yang negatif seperti
menggunakan narkoba, kenakalan remaja dan meningkatnya
aktivitas seksual. Outcome ini juga dekat dengan perspektif faktor
positif seperti kesejahteraan psikologi, self-efficacy atau Self-esteem.
3) Ketiga: Mendefinisikan dan mengatur unsur resiliensi yang dapat
mempengaruhi akibat yang akan dimunculkan.
18
Contohnya: variabel yang mempengaruhi keterampilan koping,
sikap-sikap dalam menghadapi rintangan, atau faktor-faktor
lingkungan seperti dukungan keluarga dan keterlibatan komunitas.
4) Resiliensi dipandang sebagai sekelompok faktor-faktor resiko (risk
faktors), yang memberikan makna pada respon manusia yang
bertahan dan kembali pulih dari kesengsaraan, seperti:
a. Mengukur signifikansi dalam satu periode waktu kehidupan
seseorang. Kejadian ini bisa merupakan kejadian yang positif
seperti kelahiran anak, pernikahan, dan bisa merupakan
kejadian negatif, seperti kematian keluarga dan sakit (tidak
sehat).
b. Mengukur stressor yang spesifik seperti bencana alam atau
kejadian yang khusus seperti perceraian atau kehilangan
orang tua.
c. Menguji faktor resiko untuk memperhatikan stressor yang
kronis atau stress yang beruntun atau konstelasi.
Berdasarkan pemaparan dari beberapa definisi resiliensi diatas, serta
uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi bervariasinya definisi
resiliensi, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa resiliensi adalah suatu
kemampuan untuk dapat mempelajari, bertahan, dan mengatasi segala keadaan
yang sulit untuk dihadapi dan tidak dapat dihindari.
19
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Werner dan Smith (dalam Reich, et.al. 2010) melakukan penelitian panjang,
selama 40 tahun yang diikuti oleh anak-anak dari sebuah pulau daerah Kauai
sejak mereka kecil sampai dewasa. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa
faktor penting yang mempengaruhi resilience outcomes, yaitu:
1. Karakteristik individu, seperti Self-esteem dan tujuan hidup
2. Karakteristik keluarga seperti kasih sayang ibu dan dukungan keluarga,
dan
3. Lingkungan sosial yang lebih luas, terutama mendapatkan contoh dari
orang dewasa yang menyediakan dukungan tambahan
Hjemdal, Friborg, Stiles,Rosenvinge, and Martinussen (dalam Reich, et.al.
2010) mengidentifikasikan faktor internal yang dapat memprediksi resiliensi
seseorang seperti kemampuan personal dan sosial dan juga faktor eksternalnya
seperti keselarasan keluarga dan sumber sosial.
Menurut Siebert (2005) kekuatan resiliensi datang dari motivasi diri, usaha-
usaha mengatur diri untuk mengembangkan kemampuan resiliensi. Dimana
terdapat lima langkah untuk mengembangkan kemampuan resiliensi, yaitu:
1. Mengoptimalkan kesehatan dan kesejahteraan diri
2. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
3. Mengembangkan kekuatan Inner gatekeepers
4. Mengembangkan kemampuan resiliensi yang lebih tinggi
5. Menemukan bakat untuk serendipity
20
Menurut Resnick, Gwyther, Roberto (2011) terdapat empat faktor yang
mempengaruhi resiliensi pada individu, yaitu: Self-esteem, dukungan sosial,
spritualitas atau keberagamaan, dan emosi positif.
Garmezy, Greef & Ritman, Rutter, Shiner (dalam Reich, et.al. 2010)
menjelaskan bahwa kepribadian resilien adalah karakteristik dari trait yang
mencerminkan kekuatan, dapat dibedakan dengan baik dan menyatukan
perasaan diri dan trait yang dapat meningkatkan kekuatan, hubungan timbal
balik interpersonal dan orang lain. (Garmezy, 1991; Greef & Ritman, 2005;
Rutter, 1987; Shiner, 2000) Kekuatan rasa dari diri ditunjukkan oleh:
1) Self-esteem;
2) Kepercayaan diri atau self-efficacy;
3) Pemahaman diri;
4) Orientasi masa depan yang positif, dan
5) Kemampuan untuk mengatur perilaku-perilaku dan emosi-emosi
negatif.
2.1.2 Aspek Resiliensi
Reivich dan Shatte (2002) dalam bukunya “the Resilience Faktor”
menjelaskan bahwa kemampuan resiliensi terdiri dari tujuh aspek, yaitu
regulasi emosi, mengkontrol dorongan, empati, optimis, menganalisa sebab-
akibat, self-efficacy, dan berinteraksi dengan lingkungan (racing out).
21
1. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)
Regulasi emosi merupakan suatu kemampuan dimana individu
dapat tetap tenang meskipun sedang berada dalam keadaan tertekan.
Individu dengan regulasi emosi yang baik dapat mengontrol emosi,
perhatian dan perilaku mereka, sehingga individu dapat
mengekspresikan emosi mereka dengan tepat sesuai situasi dan
lokasinya (Reivich dan Shatte, 2002).
Tidak semua emosi perlu diperbaiki dan dikontrol. Emosi yang
dirasakan oleh individu harus diekspresikan, namun cara
mengekspresikannya haruslah tepat. Menurut Reivich dan Shatte (2002)
Ekspresi emosi baik negatif maupun positif merupakan sesuatu yang
sehat dan bersifat membangun apabila emosi diekspresikan dengan
tepat. Kemampuan untuk mengekpresikan emosi dengan tepat dimiliki
oleh individu yang resilien.
Menurut Reivich dan Shatte (2002) ketenangan dan kefokusan
merupakan keterampilan yang dimiliki untuk membantu individu dalam
meregulasi emosi. Dengan dua keterampilan ini individu dapat
merespon suatu hal dengan emosi yang tepat.
2. Pengendalian Impuls (Impluse Control)
Reivich dan Shatte (2002) menyatakan Pengendalian impuls
memiliki hubungan yang dekat dengan regulasi emosi. Individu yang
memiliki regulasi rendah juga memiliki pengendalian impuls yang
22
rendah. Sehingga apabila individu memiliki kontrol impuls yang rendah,
maka individu tersebut akan percaya pada dorongan impulsifnya yang
pertama dan menganggap situasi merupakan kenyataan dan melakukan
perbuatan yang sesuai dengan kenyataan tersebut. Hal ini dapat
membuat resiliensi individu menjadi rendah. Individu dengan control
impuls yang baik adalah ketika individu berada dalam situasi yang
menantang, maka individu tersebut akan sanggup untuk memunculkan
pengendalian impuls dan menghasilkan lebih banyak pemikiran yang
lebih cermat sehingga melakukan regulasi emosi yang lebih baik dan
menghasilkan perilaku yang lebih resilien.
3. Optimis
Orang yang resilien adalah orang yang optimis. Mereka percaya
bahwa sesuatu itu bisa berubah menjadi lebih baik. Mereka punya
harapan untuk masa depan dan percaya bahwa mereka mengkontrol dan
mengarahkan hidup mereka. optimis membuat fisik lebih sehat karena
dengan optimis hanya sedikit kemungkinan menderita depresi, menjadi
lebih baik disekolah, lebih produktif saat kerja, dan lebih sering
memenangkan perlombaan olahraga (Reivich dan Shatte, 2002).
Individu yang optimis adalah individu yang percaya bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk menangani kesengsaraan yang akan
muncul di masa yang akan datang. Optimis juga menggambarkan
kemampuan self-efficacy, yakni kemampuan untuk mempercayai
23
kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri untuk menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi dan siapa yang mengkontrol kehidupan
diri sendiri. Kunci untuk menjadi resilien dan mencapai kesuksesan
dikemudian hari adalah dengan memiliki optimis yang realistis dan
dipadukan dengan self-efficacy (Reivich dan Shatte, 2002).
4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)
Analisis kausal adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam
mengidentifikasi dengan teliti penyebab dari masalah yang dihadapinya.
Jika masalah tersebut tidak diidentifikasi dengan akurat, maka akan
terjadi beberapa kesalahan secara berulangkali (Reivich dan Shatte,
2002).
Seligman dan rekannya (dalam Reivich dan Shatte, 2002)
mengidentifikasi cara yang merupakan hal penting dalam analisis kausal
dikenal denga explanatory style, yakni merupakan cara untuk
menjelaskan hal baik dan buruk yang dialami oleh individu.
explanatory style terdiri dari tiga dimensi, yaitu: personal (saya-bukan
saya); permanent (selalu-tidak selalu); pervasive (segalanya-bukan
segalanya).
Individu yang resilien adalah individu yang memiliki
kefleksibelan kognitif dan bisa mengidentifikasi semua penyebab dari
kesulitan yang dihadapinya. Individu dapat bersikap realistis dan tidak
24
memfokuskan diri pada situasi yang tidak dapat diubah. Individu juga
tidak menyalahkan orang lain terhadap kesalahan yang dilakukannya
dalam rangka untuk membebaskan diri dari perasaan bersalah. Mereka
juga berusaha mengontrol faktor yang bisa dikontrol dan mengatasi
masalah yang akan datang (Reivich dan Shatte, 2002).
5. Empati
Empati merupakan kemampuan individu dalam menangkap
isyarat yang diberikan orang lain untuk menunjukkan keadaan
psikologis dan emosi mereka. Tidak semua orang memiliki kemampuan
empati yang baik, ada juga yang tidak dapat mengembangkan
kemampuan ini sehingga mereka tidak dapat menempatkan diri mereka
pada posisi orang lain, memperkirakan apa yang orang lain rasakan dan
memprediksi apa yang akan dilakukan oleh orang lain (Reivich dan
Shatte, 2002).
Orang-orang dengan empati yang rendah, orang yang tetap
memiliki maksud yang baik, cenderung sering mengulangi pola tidak
resilien dalam berperilaku, dan mereka dapat “mengancam” keinginan
dan emosi orang lain. Akan tetapi skor empati bisa meningkat (Reivich
dan Shatte, 2002).
6. Self-Efficacy
Self efficacy adalah sebuah pemahaman yang menganggap
bahwa dirinya adalah orang yang mengesankan dalam dunia. Ini
25
menggambarkan kepercayaan individu bahwa dirinya bisa memecahkan
sendiri masalahnya, memiliki pengalaman dan kepercayaan bahwa
dirinya mampu meraih sukses (Reivich dan Shatte, 2002).
Individu yang memiliki Self efficacy yang tinggi dapat mengatasi
masalahnya dan tidak menyerah bahkan saat mereka menemukan bahwa
solusi yang dia pikirkan tidak berhasil. Mengetahui talenta dan
kemampuan yang dimiliki. Tetap percaya diri saat mengatasi masalah,
dan membuat mereka lebih kuat ketika dihadapkan pada tantangan.
Pada individu yang efikasi dirinya rendah, respon yang muncul
adalah lebih pasif saat dihadapkan pada sebuah tantangan atau masalah
seperti ditempatkan di situasi baru. Saat ada masalah mereka mundur
atau meminta orang lain mencari solusi bagi mereka. Jika mereka
dihadapkan untuk mengatasi masalah mereka sendiri, mereka
kekurangan kepercayaan diri atau merasa tidak mampu menyelesaikan
masalah tersebut.
7. Peningkatan Aspek Positif (Reaching Out)
Menurut Reivich dan Shatte (2002) resiliensi tidak hanya
mengenai menanggulangi, terus mengendalikan dan menghilangkan
kesengsaraan. Resiliensi juga memungkinkan kita untuk meningkatkan
aspek positif dalam hidup. Resiliensi adalah sumber dari kemampuan
kita untuk dapat meningkatkan aspek positif dan memberikan kejutan
mengapa beberapa orang yang dapat melakukan itu. Orang yang tidak
26
reaching out merasa lebih baik untuk tidak melakukan sesuatu daripada
dia melakukan sesuatu tapi banyak orang yang mengetahui bahwa
dirinya mengalami kegagalan dan ditertawakan (Reivich dan Shatte,
2002).
Resiliensi juga penting untuk memperkaya hidup, memperdalam
hubungan, dan mencari pembelajaran dan pengalaman baru. Untuk
dapat meningkatkan aspek positif dalam hidup, individu yang resiliensi
mampu menaksir resiko dengan baik memahami diri sendiri, dan
mempunyai makna dan tujuan dalam hidup. Adanya kemampuan untuk
menaksir risiko dengan baik ini kemudian menghadapi masalah,
memampukan individu merasa aman untuk mengejar pengalaman yang
baru dan membentuk hubungan yang baru.
Sementara itu Grotberg (2003) dalam bukunya “Resilience for Today:
Gaining Strength from Adversity” menjelaskan untuk lebih mudah memahami
dimensi dalam resiliensi yang berupa external supports, inner strengths, dan
interpersonal and problem-solving skill, menurut Grotberg aspek resiliensi
dalam tiga hal, yaitu: I HAVE, I AM dan I CAN.
1. Sumber-sumber yang Dimiliki (External Supports)
Sumber-sumber yang dimiliki oleh individu atau yang disebut I have
oleh Grotberg, berupa dukungan yang didapatkan individu dari
lingkungan sekitarnya, sehingga individu merasa memiliki keluarga dan
27
orang-orang yang dapat diandalkan, mendukung dan peduli
terhadapnya. Secara spesifik dimensi ini mencakup:
a) Aku memiliki satu orang atau lebih dalam keluargaku yang bisa
aku percayai dan mencintaiku tanpa syarat;
b) Aku memiliki satu orang atau lebih diluar keluargaku yang bisa
aku percayai tanpa syarat;
c) Aku memiliki batasan dalam berperilaku;
d) Aku memiliki orang-orang yang mendukungku untuk menjadi
mandiri;
e) Aku memiliki orang yang dapat dijadikan teladan yang baik;
f) Aku memiliki akses untuk kesehatan, pendidikan, dan sosial,
serta pelayanan keamanan yang aku butuhkan, dan
g) Aku memiliki keluarga dan komunitas yang stabil
2. Kekuatan Dalam Diri (Inner Strengths)
Kekuatan dalam diri merupakan pemahaman individu mengenai
dirinya sendiri, Grotberg menyebutnya dengan I am. Hal ini mencakup
potensi dalam diri individu yang bersifat positif, sehingga dapat merasa
percaya diri, optimis, memililiki harga diri, dan bertanggung jawab.
Secara spesifik dimensi ini mencakup:
a) Aku adalah orang yang paling disukai oleh orang-orang;
b) Secara umum aku dalah orang yang tenang dan memiliki sifat
yang baik;
28
c) Aku adalah orang yang dapat mencapai apa yang telah aku
rencanakan untuk masa depan;
d) Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan orang
lain;
e) Aku adalh orang yang berempati dan peduli terhadap orang lain;
f) Aku adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perilaku
sendiri dan mau menerima semua konsekuensinya, dan
g) Aku adalah orang yang percaya diri, optimis, penuh harapan dan
keyakinan.
3. Kemampuan Diri (Interpersonal and Problem-Solving Skill)
Kemampuan diri merupakan pemahaman individu mengenai segala
hal yang dapat dilakukan sendiri, Grootberg menyebutnya dengan I can,
dimana mencakup keterampilan individu dalam melakukan hubungan
interpersonal dan keterampilan dalam memecahkan masalah. Secara
spesifik dimensi ini mencakup:
a) Aku bisa menghasilkan ide-ide baru atau cara baru dalam
melakukan sesuatu;
b) Aku bisa mengerjakan tugas sampai selesai;
c) Aku bisa menyaksikan humor dan menggunakannya untuk
mengurangi ketegangan;
d) Aku bisa mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam
berkomunikasi dengan orang lain;
29
e) Aku bisa memecahkan masalah dalam berbagai keadaan
(akademik, pekerjaan, personal, dan sosial);
f) Aku bisa mengontrol perilaku (perasaan, dorongan, dan
tindakan), dan
g) Aku bisa mendapatkan pertolongan ketika aku butuh.
Menurut Grotberg (1995) aspek pada resiliensi tersebut dapat
ditingkatkan secara terpisah, namun untuk menghadapi kesengsaraan butuh
untuk mengkombinasikan ketiga aspek tersebut, baru kemudian mengambil
beberapa kategori yang dibutuhkan. Terdapat beberapa orang yang dapat
resilein pada suatu situasi, namun tidak dapat resilien pada situasi yang lain.
Hal ini terjadi karena mereka hanya dapat resilien pada situasi mengancam
yang telah dikenal dan lebih sedikit, tapi bila dalam keadaan yang baru dan
lebih mengancam mereka akan kehilangan kontrol sehingga mereka butuh
belajar untuk mendapatkan bantuan.
Dimensi resiliensi yang dikemukakan oleh Grotberg menjelaskan bahwa
tidak hanya keadaan internal saja yang dapat membuat seseorang dikatakan
resilien, keadaan eksternal juga memiliki peran dalam resiliensi. Seseorang
mungkin saja memiliki kekuatan dalam diri dan keterampilan sosial yang baik,
namun apabila tidak memiliki orang yang membantu dan mencintai, maka dia
bukanlah orang yang memiliki resiliensi. Berdasarkan penjelasan aspek
resiliensi diatas, penelitian ini akan menggunakan aspek-aspek resiliensi yang
30
diungkapkan oleh Grotberg (2003), yaitu: Sumber-sumber yang Dimiliki,
Kekuatan Dalam Diri dan Kemampuan Diri.
2.1.3 Pengukuran Resiliensi
Berdasarkan teori mengenai aspek-aspek resiliensi yang telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat dua skala pengukuran. Pertama skala yang dikembangkan
oleh Reivich dan Shatte yang berbentuk skala bernama Resilience Quotient
(RQ). Skala ini terdiri dari 56 item berdasarkan 7 aspek resiliensi menurut
Reivich-Shatte, yaitu Regulasi Emosi, Pengendalian Impuls, Empati, Optimis,
Analisis Penyebab Masalah, Self-Efficacy, dan Peningkatan Aspek Positif
(Racing Out) (Reivich dan Shatte, 2002).
Selain itu terdapat juga alat ukur resiliensi milik Grotberg. Skala ini
tidak memiliki nama khusus, dan hanya terdiri dari item-item saja. Pada skala
ini terdapat 21 item berdasarkan 3 aspek resiliensi menurut Grotberg, yaitu
Sumber-sumber yang Dimiliki, Kekuatan Dalam Diri dan Kemampuan Diri.
Pengukuran resiliensi dalam penelitian ini akan mengadaptasi alat ukur
resiliensi yang dikembangkan oleh Grotberg karena menurut penulis, dalam
penelitian ini lebih cocok menggunakan alat ukur tersebut, selain itu dengan
menggunakan alat ukur ini juga lebih dapat mengefisienkan waktu dan tenaga.
31
2.2 Self-esteem
2.2.1 Pengertian Self-esteem
Wells dan Marwell (dalam Guindon,2010) mengklasifikasikan definisi
self-esteem. Mereka memiliki kesimpulan bahwa definisi self-esteem dapat
dibagi kedalam empat kategori yang dapat menghasilkan perspektif yang
berbeda dari setiap kategorinya, definisi self-esteem menurut Wells dan
Marwell adalah:
1. Pendekatan objek/sikap (object/attitudinal approach),
Diri adalah suatu objek perhatian seperti hal lainnya. Kita bisa
memiliki pemikiran, perasaan, dan perilaku terhadap apapun yang
menjadi objek. Dengan demikian kita juga bisa memiliki reaksi atas
diri kita sendiri, hal seperti inilah yang disebut dengan self-esteem.
2. Pendekatan hubungan (relational approach)
Hubungan atau perbedaan antara seperangkat sikap. Ini juga
merupakan reaksi. Contohnya: kita bisa memiliki pemikiran,
perasaan dan perilaku yang bermacam-macam dan berbeda ketika
kita membandingkan antara diri ideal kita (ideal self) dengan diri
kita yang sebenarnya (real self), atau antara harapan kita dan
prestasi kita. Well dan Marwell menemukan bahwa hubungan yang
berbeda ini merupakan tipe dari definisi self-esteem.
3. Pendekatan respon-respon psikologis (psychological responses
approach,)
32
Sebagaimana namanya, perhatian reaksi-reaksi psikologis dan
emosi yang mengacu pada diri. Kita dapat merasa positif atau
negatif mengenai beberapa elmen dalam diri kita sendiri, seperti
perilaku kita atau penampilan kita. Self-esteem yang didefinisikan
disini cenderung alami. Pendekatan respon psikologis ini salah satu
cara dalam mendefinisikan self-esteem.
4. Pendekatan fungsi/komponen kepribadian (personality
function/component approach)
Self-esteem merupakan bagian dari kepribadian (sebuah konstrak
itu sendiri), diri, atau sistem diri, yang menjadi bagian kepribadian
yang terkait dengan motivasi dan regulasi diri. Contohnya, individu
menilai diri mereka sendiri berdasarkan bagaimana mereka tampail
pada standar yang diterima di lingkungan sosialnya.
Menurut Minchinton (1993) dalam bukunya Maximum Self-esteem, self-
esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-esteem juga berarti
penilaian atas ‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan
atau pengingkaran atas diri dan perilaku kita. Sedangkan William James (dalam
Guindon,2010) mendefinisikan self-esteem sebagai penghargaan diri yang
terdiri atas perasaan dan emosi yang mengacu pada diri. Wells dan Marwell
menyimpulkan bahwa hampir semua definisi dari self-esteem konsisten pada
dua aspek utama, yaitu: penilaian dan mempengaruhi atau pengalaman emosi.
33
Horney (dalam Guindon,2010) manyatakan bahwa setiap orang
dilahirkan dengan potensi yang unik dan self-esteem diperoleh dari pencapaian
tersebut. Sedangkan dalam sumber yang sama, Sullivan mengusulkan bahwa
self-esteem adalah kebutuhan sosial yang harus diterima, disukai, dan dimiliki,
hal ini diperoleh dari interaksi sosial yamg mencerminkan penilaian diri. Self-
esteem dipertahankan oleh penyesuaian diri terhadap harapan. Allport
menyamakan self-esteem dengan perasaan bangga yang datang dari sesuatu
yang bisa dilakukan oleh seseorang (Guindon,2010).
Rogers (dalam Guindon,2010) mendefinisikan self-estem suatu
perluasan atas apa yang orang-orang sukai, nilai dan diterima oleh diri mereka
sendiri. Menurutnya, self-esteem merupakan pengembangan diri dari kombinasi
atas yang dialami dan didapatkan dari nilai-nilai dan pilihan-pilihan afektif.
Maslow (dalam Guindon,2010) memasukkan self-esteem sebagai
kebutuhan dasar kedua untuk mencapai aktualisasi diri. Ia mendefinisikan self-
esteem sebagai suatu hasrat untuk kekuatan, pencapaian, kecukupan,
penguasaan, dan kemampuan untuk kemandirian dan kebebasan.
Rosenberg (dalam Guindon,2010) menyimpulkan bahwa self-esteem
adalah suatu sikap yang mengacu pada objek spesifik, yaitu diri. Setiap
karakteristik diri dari penilaian dan hasil di kalkulasikan sebagai karakter.
Setiap elmen dalam diri dievaluasi berdasarkan pada suatu penilaian yang
dikembangkan sejak anak-anak dan remaja. Masukan dari orang lain, terutama
orang-orang terdekat adalah unsur penting dalam self-esteem.
34
Sedangkan Guindon sendiri dalam bukunya Self-esteem Across the
Lifespan Issues and Interventions manyebutkan self-esteem adalah sikap,
komponen evaluasi diri; penilaian tempat afektif yang terdiri atas konsep diri
terdiri atas perasaan bermanfaat dan penerimaan yang mengembangkan dan
merawat akibat dari kesadaran kompetensidan umpan balik dari dunia luar.
Smelser (dalam Guindon,2010) menyatakan bahwa elemen kognitif,
afektif dan evaluasi adalah komponen universal dari self-esteem. Komponen ini
menunjukkan perbedaan kegunaan. Elmen kognitif mengungkapkan bagian dari
diri dalam bagian deskriptif. Elmen afektif adalah aspek positif atau negatif dari
setiap atribut ini atau valensi ini. Ini menentukan rendah atau tingginya self-
esteem. Elmen evaluasi adalah level ketepatan menugaskan setiap atribut. Ini
merupakan standar ideal bermasyarakat.
Dari beberapa pemaparan mengenai definisi self-esteem diatas, dapat
disimpulkan bahwa self-esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-
esteem juga berarti penilaian terhadap harga diri berdasarkan perlakuan yang
diterima dari lingkungan.
2.2.2 Kategori Self-esteem
Branden (1985) dalam bukunya “The Self: Self-esteem And Personal
Transformation” menyebutkan bahwa self-esteem dapat dikategorikan menjadi tiga
bagian, yaitu:
35
1. Low Self-esteem
Individu dengan self-esteem yang rendah memiliki kecenderungan untuk
lebih mudah mengalami depresi dan kecemasan. Seseorang dengan self-
esteem yang rendah akan merasa tidak pantas mendapatkan
kebahagiaan, merasa tidak layak untuk mendapatkan kegembiraan atau
penghargaan dalam hidupnya. Mereka juga merasa bahwa diri mereka
tidak memiliki kemampuan dan tidak berharga, hal ini dapat terjadi
karena adanya pengalaman hidup yang menakutkan dan mengalami
kegagalan.
2. Good Self-esteem
Ketika seseorang telah memiliki suatu elmen yang penting untuk
kebahagiaannya serta tidak memerlukan jaminan untuk mendapatkan
kebahagiaan, dan juga memiliki self-confidence dan self-respect yang
tinggi, mereka dapat dikatakan memiliki self-esteem yang baik. Individu
dengan self esteem yang baik bukan berarti tidak memiliki katakutan
ataupun ketidak yakinan terhadap dirinya, terkadang mereka juga
memiliki keraguan pada beberapa hal misalnya, mereka tidak yakin
untuk mendapatkan penghargaan khusus seperti meraih Nobel. Namun
mereka dapat menikmati kehidupan dan dapat menenukan sumber
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup.
36
3. High Self-esteem
Individu dengan self-esteem yang tinggi memiliki kekuatan yang besar
dalam menjalankan kehidupannya.
2.2.3 Dimensi Self-esteem
Minchinton (1993) dalam bukunya “Maximum Self-esteem” memaparkan
tiga aspek dalam self-esteem, yaitu:
1. Perasaan tentang Diri Sendiri
Individu dengan self-esteem yang tinggi merupakan individu
yang dapat menerima diri seutuhnya tanpa syarat, dan juga menghargai
dirinya sebagai seseorang yang berharga. Penerimaan tanpa syarat
berarti menerima dan menghargai diri sendiri tanpa bergantung pada
apapun, menerima diri apa adanya secara penuh, merasa nyaman dengan
apa yang dilakukan, dan tidak berfokus pada kekurangan yang dimiliki.
Individu dengan self-esteem yang tinggi juga mampu menilai keunikan
dalam dirinya sebagai seorang individu tanpa menghiraukan sifat,
kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya ataupun tidak.
Individu dengan self-esteem yang tinggi dapat menerima segala
kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya dan tidak terpengaruh oleh
apa yang dikatakan orang lain mengenai diri sendiri. Ketika
mendapatkan pujian, tidak merasa lebih baik, dan ketika dikritik juga
tidak merasa lebih buruk. Perasaan tentang diri sendiri tidak tergantung
37
pada kondisi eksternal atau apapun yang dilakukan. Seseorang dengan
self-esteem yang tinggi juga dapar mengontrol emosi dengan baik.
Bebas dari perasaan yang tidak menyenangkan, seperti perasaan
bersalah, marah, sedih, dan takut. Emosi yang sering muncul pada orang
dengan self-esteem yang tinggi adalah perasaan bahagia, karena ia
merasa senang dan menerima dirinya dan kehidupannya apa adanya.
Individu dengan self-esteem yang rendah adalah individu yang
percaya bahwa penilaian mengenai dirinya diukur berdasarkan pada
pencapaian yang diperolehnya. Ia akan bekerja dengan sangat keras dan
kooperatif untuk memperoleh suatu pencapaian dan untuk membuktikan
bahwa dirinya telah mencapai suatu kesuksesan. Individu dengan self-
esteem yang rendah akan perfeksionisme, menentukan tujuan yang tidak
realistis, dan meletakkan tuntutan yang tidak rasional pada diri sendiri.
Memiliki cita-cita yang tidak realistis hanya akan lebih banyak
menghukum dan menyalahkan diri sendiri, karena ketika tujuan itu
tercapai, ia akan merasa kecewa, karena merasa tidak puan dan kurang,
meskipun berbagai upaya telah dilakukan.
Individu yang memiliki self-esteem rendah juga akan takut untuk
mencoba. Ketika ada orang yang menilai rendah diri dan pekerjaannya,
maka ia akan meragukan kemampuannya dan akan takut dalam
mempertanyakan tujuan yang ditetapkannya. Apabila terbatasnya
penghargaan pada diri akan membuatnya akan meletakkan batasan yang
38
kaku atas apa yang ingin dicapai. Jika dia telah meletakkan tujuan yang
ingin dicapai, maka mereka tidak meyakini bahwa bisa mencapainya.
Self-esteem yang rendah juga ditunjukkan dengan penilaian diri yang
tergantung pada pendapat atau komentar orang lain. Dia akan berusaha
bahkan dengan susah payah untuk mendapatkan mengakuan dan
penghargaan orang lain, yang terkadang melalui upaya yang beresiko
dan berbahaya bagi dirinya sendiri.
2. Perasaan tentang Hidup
Individu yang memiliki self-esteem tinggi adalah individu yang
merasa memiliki tanggungjawab dan kontrol atas hidupnya. Mereka
merasa bahwa apapun yang terjadi pada kehidupannya adalah karena
pilihan dan keputusannya, bukan karena faktor eksternal. individu
dengan self-esteem yang tinggi juga dapat memiliki pilihan untuk
mempertimbangkan pendapat orang lain tentang hidupnya, namun tetap
memiliki otoritas penuh untuk menentukan mana yang benar dan terbaik
untuk hidupnya.
Individu denganself-esteem yang rendah akan cenderung salah
dalam menggambarkan realitas kehidupannya. Dan tidak
memperdulikan apa yang terjadi pada lingkungan sekitar. Beberapa dari
mereka merasa terasingkan dari realitas kehidupan, dan apa yang terjadi
pada kehidupannya seringkali tampak diluar kendali. Mereka juga
merasa dirinya tidak berdaya, lemah, dan setiap saat mudah terserang,
39
seperti tidak memiliki kekuatan untuk sedikitpun mengatasi tantangan
yang terjadi pada kehidupannya sehari-hari.
3. Perasaan tentang Orang Lain
Individu dengan self-esteem yang tinggi memiliki toleransi dan
penghargaan kepada semua orang, sepanjang ia meyakini bahwa ia
memiliki hak yang sama seperti manusia pada umumnya. Ketika
seseorang merasa nyaman dengan dirinya, ia akan menghargai hak-hak
orang lain, apa yang orang lain lakukan, dan pilihan serta kehidupan
yang mereka jalani, selama orang lain juga memiliki kehendak untuk
menghargai dirinya. Sehingga mereka mampu menjalin hubungan
dengan orang lain secara bijak.
Individu dengan self-esteem yang rendah akan memiliki dasar
penghargaan yang rendah pada orang lain, tidak memiliki toleransi dan
memiliki keyakinan bahwa orang lain harus hidup berdasarkan pada
cara pandangnya terhadap mereka. orang dengan self-esteem yang
rendah akan berhubungan dengan orang lain secara kaku dan tidak
fleksibel, terlalu sibuk dengan urusan sendiri dan tidak mau memikirkan
tentang orang lain. Saat memikirkan orang lain, ia hanya khawatir
mengenai apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Mereka
cenderung melakukan sabotase terhadap hubungan dengan orang lain. Ia
seringkali merasa tidak aman dan tidak nyaman berada dengan orang
40
lain, bahkan bersikap malu dan mempermalukan atau marah dan
defensif.
Dalam penelitian ini, akan digunakan aspek-aspek resiliensi
yang diungkapkan oleh Minchinton (1993), yaitu: Perasaan Tentang
Diri Sendiri, Perasaan Tentang Hidup, dan Perasaan Tentang Orang
Lain.
2.2.4 Pengukuran Self-esteem
Guindon (2010) dalam bukunya “Self Esteem Across The Lifespan”
menjelaskan beberapa instrumen dalam pengukuran self-esteem, yaitu sebahai
berikut:
Self-esteem Scale (SES) yang dikembangkan oleh Rosenberg, 1965.
Instrumen ini hanya mengukur self-esteem secara umum, melakukan
pengukuran unidimensional dari perasaan secara umum terhadap harga diri dan
penerimaan diri. Memperkirakan perasaan positif atau negative mengenai diri
sendiri. SES terdiri dari 10 item, dimana pada setiap pernyataan terdapat 4
pilihan respon. SES dapat digunakan pada remaja hingga dewasa.
Self-esteem Inventory (SEI), dikembangkan oleh Coopersmith, 1981.
SEI terdiri dari 2 bentuk, yaitu tipe A yang dapat mengukur self-esteem secara
umum dan khusus, pada tipe A ini terdapat 4 sub skala, yaitu hubungan sosial
diri dan teman sepermainan, rumah-orangtua, akademik disekolah, dan skala
kebogongan. Tipe B hanya mengukur self-esteem secara umum. Pada SEI,
41
responden dilinta memilih seperti aku atau bukan aku pada pernyataan yang
tersedia. Pada tipe A terdapat 50 item dan tipe B terdapat 25 item. SEI dapat
digunakan pada anak usia 8 tahun sampai 15 tahun.
Tennessee Self-Concept Scale (TSCS) dikembangkan oleh Roid dan
Fitts, 1988. TSCS terdiri dari 100 item, dimana dalam setiap pernyataan
terdapat 5 pilihan respon terhadap pernyataan tersebut. Dalam TSCS terdapat
pernyataan yang dapat mengukur self-esteem secara umum ataupun khusus,
seperti sosial, keluarga,fisik, etika moral, dan kategori personal. TSCS dapt
digunakan pada yang telah berusia diatas 12 tahun.
Dalam penelitian ini akan menggunakan alat pengukur self-esteem
berbentuk skala yang akan diadaptasi dari alat pengukuran self-esteem yang
dikembangkan oleh Minchinton. Alat pengukuran self-esteem ini terdiri dari 25
item bardasarkan 3 dimensi self-esteem menurut Minchinton, yaitu Perasaan
tentang Diri Sendiri, Perasaan tentang Hidup, dan Perasaan tentang Orang Lain.
Tujuan dari pengukuran ini adalah ingin mengetahui keadaan dan tingkat self-
esteem responden.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Reitschlin dan Allen Dukungan sosial didefinisikan sebagai
informasi yang diberikan oleh orang lain yang mencintai dan memperdulikan
untuk menghormati dan menghargai, dan bagian dari jaringan komunikasi dan
42
kewajiban bersama dari orang tua, pasangan hidup atau orang yang mencintai,
ahli-ahli lain, teman, hubungan dengan sosial dan komunitas dan juga
memelihara binatang peliharaan (dalam Taylor, 2006)
Menurut Cutrona (1986) dukungan sosial didefinisikan dan diterapkan
dalam banyak bentuk, yang bisa dirasakan sebagai sumber pelindung dalam
melawan segala hal yang merugikan baik bagi kesehatan fisik maupun psikis.
(cutrona, 1986)
Sarafino dan Smith (2011) mengungkapkan bahwa dukungan sosial
merupakan kesenangan, kepedulian, penghargaan atau tersedianya bantuan
yang yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelompok. Dukungan
tersebut dapat diperoleh dari pasangan hidup atau kekasih, keluarga, teman,
dokter, atau organisasi dan komunitasnya.
Menurut Sarason et.all. (1983) dukungan sosial biasanya didefinisikan
sebagai adanya atau tersedianya orang yang bisa diandalkan, orang yang
menunjukkan bahwa dia memperdulikan, menghargai, dan mencintai kita.
Dari berberapa pengertian dari dukungan sosial diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan persepsi seseorang mengenai
kepedulian, penghargaan, penerimaan, dan kasih sayang yang didapatkan dari
orang-orang yang berada dilingkungan sekitar.
43
2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial
Weiss dalam jurnal Cutrona dan Russell yang berjudul “The Provisions of
Sosial Relationship and Adaptation to Stress” menyebutkan bahwa terdapat
enam fungsi sosial yang berbeda atau “ketentuan” yang mungkin dapat
diperoleh dari orang lain. Dia berpendapat bahwa keenam ketentuan ini
dibutuhkan oleh individu untuk mendapatkan dukungan yang cukup serta untuk
menghindari rasa kesepian ketika mengalami kesengsaraan, meskipun
ketentuan yang berbeda mungkin dapat menjadi sangat penting dalam suatu
keadaan tertentu atau pada tingkat tertentu dalam siklus kehidupan. Keenam
aspek ketentuan tersebut adalah:
1. Guidance (Pembimbing) guidance merupakan nasihat atau informasi
yang didapatkan baik dariguru, mentor, ataupun orang tua.
2. Reliable Alliance (Kelompok yang Dapat Dipercaya) adanya jaminan
bahwa individu memiliki orang yang bisa diperhitungkan dalam
memberikan bantuan yang nyata. Dukungan ini biasanya didapatkan
dari keluarga.
3. Reassurance of Worth, adanya pengakuan dari orang lain bahwa
individu merupakan seseorang yang berharga, memiliki kompetensi dan
kecakapan.
4. Opportunity for Nurturance (Kesempatan Untuk Mengasuh) adanya
perasaan bahwa seseorang mempercayakan sesuatu untuk kesejahteraan
mereka kepada individu yang berhubungan dengan skema
44
konseptualnya. Menurut Weiss, sumber yang paling sering dalam
kesempatan untuk diasuh adalah keturunan seperti anak atau cucu,
meskipun suami atau istri juga merupakan sumber yang lain.
5. Attachment (Kasih Sayang) adanya kedekatan emosional dari dari
seseorang yang memberikan rasa aman. Kasih sayang (attachment)
paling sering didapatkan dari suami atau istri, tapi tidak menutup
kemungkinan juga dapat berasal dari hubungan keluarga dan
pertemanan.
6. Sosial Integration (Integrasi Sosial) ssebuah rasa memiliki suatu
kelompok yang memiliki kesamaan minat, perhatian, dan aktivitas.
Integrasi sosial paling banyak didapat dari teman. Yang dikaitkan
dengan memberikan kebahagiaan, keamanan, kesenangan, dan adanya
identitas.
Sarafino dan Smith (2011) dalam buku Health Psychology: Biopsychososial
Interactions menyatakan bahwa terdapat empat aspek dalam dukungan sosial,
yaitu:
1. Dukungan Emosi atau Penghargaan
Dukungan emosi dapat diekspresikan dengan cara menunjukkan empati,
memberikan perhatian dan kepedulian, memandang positif, serta
memberikan dorongan. Hal ini dapat memberikan kesenangan dan
menentramkan hati karena mereka merasa memiliki seseorang yang
45
perduli dan mencintai mereka ketika sedang berada dalam keadaan yang
sulit dan mengalami stress.
2. Dukungan Nyata atau Dukungan Instrument
Dukungan instrument merupakan dukungan yang berbentuk pelibatan
diri secara langsung dalam memberikan bantuan. Dukungan ini dapat
berupa pemberian dana, atau pemberian bantuan berupa tindakan nyata
atau benda.
3. Dukungan Informasi
Dukungan informasi dapat diberikan dalam bentuk memberikan nasihat,
dorongan, masukan, atau umpan balik mengenai bagaimana individu
dalam menyikapi masalah yang sedang dihadapinya dan apa yang harus
individu tersebut lakukan.
4. Dukungan Persahabatan
Dukungan ini terjadi dengan adanya orang lain yang menghabiskan
waktu dengan individu tersebut, dengan cara memberikan palajaran,
melakukan aktivitas sosial bersama, melakukan hal yang disukai dan
melibatkan diri dalam keanggotaan pada suatu kelompok.
Berdasarkan penjelasan mengenai dimensi dukungan sosial diatas,
peneliti akan menggunakan dimensi-dimensi dukungan sosial dari Sarafino dan
Smith (2011), yaitu: Dukungan Emosi atau Penghargaan, Dukungan Nyata atau
Dukungan Instrument, Dukungan Informasi, dan Dukungan Persahabatan.
Peneliti menggunakan dimensi-dimensi ini karena berdasarkan penjelasannya,
46
dimensi-dimensi inilah yang cocok digunakan dalam penelitian ini. Selain itu,
dimensi-dimensi ini yang cukup untuk melangkapi persyaratan dimensi dalam
melakukan penelitian ini.
2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial
Cutrona dan Russell (1984) dalam jurnalnya “The Provisions Of Social
Relationships And Adaptation To Stress” menuliskan skala dukungan sosial
yang disebut dengan Social Provisions Scale. Skala ini terdiri dari 24 item,
dimana terdapat 4 pilihan respon pada setiap pernyataan.
Zimet, et al (1998) dalam jurnalnya “The Multidimentional Scale of
Perceived Social Support” menuliskan instrumen pengukuran dukungan sosial
yang berupa skala, disebut dengan Multidimentional Scale of Perceived Social
Support. Skala ini terdiri dari 12 item, setiap pernyataan terdapat 7 pilihan
respon.
Dalam penelitian ini akan menggunakan alat pengukur dukungan sosial
berbentuk skala yang akan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan indikator
dari Sarafino dan Smith karena landasan teori untuk dukungan sosial yang
dipakai dalam penelitian ini adalah teori dari Sarafino dan Smith. Instrument ini
dibuat berdasarkan 4 aspek dukungan sosial Sarafino dan Smith, yaitu:
Dukungan Emosi atau Penghargaan, Dukungan Nyata atau Dukungan
Instrument, Dukungan Informasi, dan Dukungan Persahabatan. Tujuan dari
pengukuran ini adalah ingin mengetahui seberapa besar dukungan sosial yang
didapatkan oleh responden.
47
2.4 Pekerjaan
2.4.1 Pengertian Pekerjaan
Menurut Kamus Besat Bahasa Indonesia, pekerjaan diartikan sebagai
pencaharian yang dijadikan pokok kehidupan; dan sesuatu yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah. Adapun pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah suatu kegiatan aktif yang dilakukan oleh seseorang. Kegiatan tersebut
memiliki suatu tujuan tertentu dan dapat memberikan penghasilan.
2.4.2 Pekerjaan dan Resiliensi
Pekerjaan memiliki peran penting dalam kehidupan individu. Selain dapat
menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk melanjutkan kehidupan,
pekerjaan juga dapat meningkatkan kesejahteraan individu. Berdasarkan The
North West Mental Wellbeing Survey, 2009 bekerja atau tidak bekerjanya
seseorang dapat mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan dan kesehatan
perilaku seseorang sehingga dapat berdampak pada resiliensinya dan
kemampuan dalam menghadapi perubahan status. Helen, et.al. 2011 juga
menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan akan lebih sejahtera dan
resilien daripada yang tidak memiliki pekerjaan.
2.5 Mantan Pecandu Narkoba
Mantan pecandu narkoba dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
mengalami ketergantungan terhadap narkoba, kemudian menjalankan proses
48
rehabilitasi ataupun tidak melakukan rehabilitasi dan terlepas dari
ketergantungan terhadap narkoba serta tidak kembali menggunakan narkoba,
dan juga dapat bangkit dari keterpurukan selama sebagai pecandu narkoba.
2.6 Kerangka Berpikir
Melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba bukanlah hal
yang mudah untuk dilalui. Untuk dapat terlepas dari jeratan narkoba, seseorang
harus melalui proses rehabilitasi yang panjang dan tidak mudah untuk dilalui.
Bahkan setelah bebas dari jeratan narkoba, mantan pecandu tetap akan melalui
kesulitan dalam menjalani kehidupannya sehingga dapat membuat mereka
relaps.
Dalam upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap
narkoba dan dapat melanjutkan kembali kehidupan serta tidak kembali relaps,
dibutuhkanlah suatu kemampuan untuk dapat bertahan dalam keadaan yang
sulit tersebut. Kemampuan yang baik untuk mempelajari kehidupan dengan
ketakutan yang terjadi secara terus menerus dan ketidaktentuan, yang disebut
juga sebagai kemampuan untuk menunjukkan adaptasi yang positif dalam
keadaan yang secara signifikan tidak menyenangkan bagi kehidupan dan
kemampuan untuk beradaptasi terhadap pengalaman hidup yang sulit dan
menantang adalah resiliensi, hal ini dipaparkan oleh Meichenbaum dalam
jurnalnya.
49
Banyak faktor yang mempengaruhi resiliensi, hal ini dipaparkan oleh
banyak ahli psikologi yang telah mengkaji resiliensi. Resiliensi dapat
dipengaruhi oleh faktor instinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik dapat diwakili
oleh self-esteem dan faktor ekstrinsik adalah dukungan sosial dan pekerjaan.
Kedua faktor inilah yang akan peneliti gunakan sebagai variabel bebas bagi
resiliensi.
Self-esteem merupakan faktor yang berperan penting dalam segala aspek
kehidupan manusia. Hal ini didukung oleh pemaparan Greenberg (dalam
Guindon,2010) yang menyatakan bahwa Self-esteem dapat mempengaruhi
motivasi, fungsi perilaku, dan kepuasan hidup, dan secara signifikan
berhubungan dengan kesejahteraan seluruh aspek kehidupan. Adapun kerangka
hubungan self-esteem sebagai faktor bagi resiliensi salah satunya dijelaskan
oleh Werner dan Smith (dalam Reich, et.al, 2010) melalui penelitian
longitudinal selama 40 tahun, mendapatkan bahwa faktor-faktor utama yang
mempengaruhi resiliensi adalah self-esteem, karakteristik keluarga, dan
lingkungan sosial. Diketahui bahwa seseorang yang memiliki self-esteem tinggi
menunjukkan perilaku yang lebih dapat diterima secara sosial, lebih
bertanggung jawab, biasanya menunjukkan prestasi yang tinggi, sehingga
akhirnya memiliki kesejahteraan sosioemosional yang lebih besar sehingga
lebih resilien pada perubahan dalam hidup. Akan tetapi sebagian dari pecandu
narkoba memiliki perasaan bersalah, tidak berguna, dan mudah tersinggung.
Hal inilah yang membuat mantan pecandu narkoba memiliki keinginan untuk
50
kembali menggunakan narkoba dan berujung relaps. Oleh karena itu self-esteem
yang tinggi sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan resiliensi bagi pecandu
narkoba, sehingga tidak kembali relaps.
Dukungan sosial menurut Sarafino (2011) adalah merupakan
kesenangan, kepedulian, penghargaan atau tersedianya bantuan yang akan
diterima oleh individu dari orang lain atau kelompok. Dukungan tersebut dapat
diperoleh dari pasangan hidup atau kekasih, keluarga, teman, dokter, atau
organisasi dan komunitasnya. Dukungan sosial memiliki peran yang sangat
penting dalam proses penyembuhan yang sedang dialami oleh seseorang atau
pun ketika seseorang sedang mengalami tekanan yang menyebabkan stress.
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
resiliensi, hal ini juga disebutkan oleh Hjemdal, Friborg, Stiles,Rosenvinge, and
Martinussen (dalam Reich, et.al. 2010) mengidentifikasikan faktor internal
yang dapat memprediksi resiliensi seseorang seperti kemampuan personal dan
sosial dan juga faktor eksternalnya seperti keselarasan keluarga dan dukungan
sosial. Pengaruh dukungan sosial terhadap resiliensi juga didukung oleh
Resnick, Gwyther, Roberto (2011) yang menyatakan terdapat empat faktor
yang mempengaruhi resiliensi pada individu, yaitu: Self-esteem, dukungan
sosial, spritualitas atau keberagamaan, dan emosi positif.
Mantan pecandu narkoba membutuhkan banyak dukungan yang
diberikan oleh orang-orang terdekat dan masyarakat agar pecandu merasa
dihargai, disayangi, ditolong, dan diterima dilingkungan masyarakat sehingga
51
mereka dapat melanjutkan kehidupan mereka kembali dan terhindar dari
kecenderungan untuk kembali menggunakan narkoba. Diasumsikan bahwa
semakin banyak dukungan sosial yang didapatkan oleh mantan pecandu, maka
mantan pecandu tidak akan mudah relaps dan dapat lebih resilien, sedangkan
semakin sedikit dukungan sosial yang didapat, mantan pecandu akan merasa
sendiri, ditinggal dan tidak diterima sehingga mereka akan kembali
menggunakan narkoba dan sulit untuk resilien.
Bekerja atau tidak bekerjanya seseorang dapat mempengaruhi
kesehatan, kesejahteraan dan kesehatan perilaku seseorang sehingga dapat
berdampak pada resiliensinya dan kemampuan dalam menghadapi perubahan
status. Secara umum, kesejahteraan seseorang yang bekerja lebih baik dari pada
yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga juga dapat meningkatkan resiliensi
seseorang (dalam Helen, et.al. 2011). Anne dan Marie (2007) dalam jurnalnya
mengatakan bahwa secara signifikan menganggur dapat meningkatkan
symptom depresi. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang menganggur
cenderung akan lebih tidak resilien.
Oleh karena itu, mantan pecandu narkoba butuh untuk memiliki
pekerjaan sehingga mereka memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dan
dapat meningkatkan resiliensi mereka sehingga memperkecil kemungkinan
mereka untuk kembali menggunakan narkoba. Diasumsikan bahwa apabila
mantan pecandu telah memiliki pekerjaan, maka mereka memiliki
kemungkinan relaps yang lebih kecil dan dapat lebih resilien, sedangkan
52
apabila tidak memiliki pekerjaan, mantan pecandu akan lebih tertekan dan
depresi sehingga akan lebih mudah relaps dan sulit untuk resilien.
Kerangka hubungan antara self-esteem, dukungan sosial, dan pekerjaan
sebagai faktor bagi resiliensi melalui dimensi-dimensi yang ada didalamnya,
digambarka dalam bagan dibawah ini
Self-esteem
Dukungan Sosial
Gambar 2.1
Skema Self-Esteem dan Dukungan Sosial Terhadap Resiliensi
Perasaan Tentang
Diri Sendiri
Perasaan Tentang
Hidup
Perasaan Tentang
Orang Lain
Dukungan Emosi
atau Penghargaan
Dukungan Nyata
atau Dukungan
Instrumen
Dukungan
Informasi
Dukungan
Persahabatan
RESILIENSI
Pekerjaan
53
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor
Ada hubungan yang signifikan antara self-esteem (perasaan tentang diri,
perasaan tentang hidup, dan perasaan tentang orang lain), dukungan
sosial (dukungan emosi, dukungan nyata, dukungan informasi, dan
dukungan persahabatan) dan pekerjaan terhadap resiliensi pada mantan
pecandu narkoba
Hipotesis Minor
H1: Ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang diri
sendiri terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba
H2: Ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang hidup
terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba
H3: Ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang orang
lain terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba
H4: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosi atau
penghargaan terhadap resiliensi pada mantan pecandu
narkoba
H5: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan nyata atau
dukungan instrumen terhadap resiliensi pada mantan
pecandu narkoba
54
H6: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasi
terhadap resiliensi pada mantan pecandu narkoba
H7: Ada hubungan yang signifikan antara dukungan persahabatan
terhadap resiliensi pada mantan pecandu narkoba
H8: Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan terhadap
resiliensi pada mantan pecandu narkoba
55
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang pendekatan dan metode penelitian, variable
penelitian, yaitu definisi konseptual, dan definisi oprasional, populasi dan
sampel termasuk teknik pengambilan sampel, dan pengumpulan serta analisis
data.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para mantan pecandu narkoba yang berada
di daerah Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak
154 orang. Penetapan jumlah tersebut disesuaikan dengan kemampuan peneliti
berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga, dan dana penelitian. Adapun
karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah mantan pecandu narkoba yang
berusia antara 18 tahun sampai 40 tahun. Dimana teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah teknik non-probability sampling.
3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang diteliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Resiliensi
2. Perasaan tentang diri sendiri
3. Perasaan tentang hidup
4. Perasaan tentang orang lain
55
56
5. Dukungan emosi
6. Dukungan nyata
7. Dukungan informasi
8. Dukungan persahabatan
9. pekerjaan
Variabel dependen (outcome variable) dalam penelitian ini adalah resiliensi
sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor
variable).
3.3 Definisi Operasional
1) Resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
menghadapi dan mengatasi keadaan yang sulit dalam kehidupan,
terdapat tiga aspek resiliensi menurut Grotberg (2003):
a. Apa yang dimiliki oleh individu (I have), berupa dukungan yang
didapatkan individu dari lingkungan sekitarnya, sehingga
individu merasa memiliki keluarga dan orang-orang yang dapat
diandalkan, mendukung dan peduli terhadapnya.
b. Pemahaman individu mengenai dirinya sendiri (I am), mencakup
potensi dalam diri individu yang bersifat positif, sehingga dapat
merasa percaya diri, optimis, memililiki harga diri, dan
bertanggung jawab.
57
c. Pemahaman individu mengenai segala hal yang dapat dilakukan
sendiri (I can), mencakup keterampilan individu dalam
melakukan hubungan interpersonal dan keterampilan
memecahkan masalah.
2) Self-esteem adalah nilai yang melekat pada diri individu, dan juga
merupakan penilaian terhadap harga diri berdasarkan perlakuan yang
diterima dari lingkungan, dimana terdapat tiga aspek self-esteem
menurut Michington (1993):
a. Perasaan Tentang Diri Sendiri adalah penilaian dan penerimaan
individu terhadap dirinya sendiri.
b. Perasaan Tentang Hidup adalah penilaian individu mengenai
kehidupan yang dijalaninya.
c. Perasaan Tentang Orang Lain adalah penghargaan dan
penghormatan individu terhadap orang disekitarnya.
3) Dukungan sosial adalah dukungan yang diterima oleh individu dari
orang lain atau kelompok dimana dalam penelitian ini, peneliti melihat
persepsi seseorang mengenai dukungan sosial yang didapatkannya.
Terdapat empat aspek dukungan sosial menurut Sarafino dan Smith
(2011):
a. Dukungan Emosi atau Penghargaan adalah dukungan yang dapat
memberikan kesenangan dan menentramkan hati karena merasa
memiliki seseorang yang peduli dan mencintai dirinya.
58
b. Dukungan Nyata atau Dukungan Instrument merupakan
dukungan yang berbentuk pelibatan diri secara langsung dalam
memberikan bantuan.
c. Dukungan Informasi adalah dukungan yang diberikan dalam
bentuk nasihat, dorongan, masukan atau umpan balik mengenai
bagaimana individu dalam menyikapi masalah yang
dihadapinya.
d. Dukungan Persahabatan adalah adanya orang lain yang
menghabiskan waktu bersama untuk melakukan hal yang
disukai bersama, memberikan pelajaran, dan melakukan
aktivitas sosial bersama.
4) Pekerjaan merupakan ssuatu kegiatan rutin yang dilakukan oleh
seseorang dalam suatu lingkungan tertentu dan dapat menghasilkan
pendapatan.
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik skala. Teknik skala digunakan karena dengan responden yang besar
dapat tetap mengungkap hal-hal yang sifatnya rahasia dengan tetap
mengefisienkan waktu. Tujuan penggunaan skala ini adalah untuk memperoleh
data mengenai self-esteem dan dukungan sosial terhadap resiliensi. Bentuk
59
skala yang digunakan adalah skala likert. Skala likert terdiri dari sejumlah
pernyataan dan responden harus merespon pernyataan tersebut dengan memilih
empat alternatif jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan dibuat dengan kategori positif
(favorable) dan item kategori negative (unfavorable).
Untuk menghitung skor pada setiap jawaban pada pernyataan favorable
adalah SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1. Sementara pada pernyataan unfavorable
adalah SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4.
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala, yaitu (1)
skala self-esteem, (2) skala dukungan sosial, dan (3) skala resilirnsi yang
menggunakan skala model Likert
1. Skala Self-esteem
Instrumen penelitian self-esteem akan mengadaptasi dari skala
Minchinton (1993) dan disusun kembali menggunakan skala likert yang berisi
empat alternative jawaban: sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju. Skala self-esteem meliputi tiga dimensi self-esteem menurut
Michington,, yaitu: a) Perasaan Tentang Diri; b) Perasaan Tentang Hidup; dan
c) Perasaan Tentang Orang Lain.
60
Tabel 3.1
Blue Print Skala Self-Esteem
Variabel Dimensi No. Item
Jumlah Favorable Unfavorable
Self-
Esteem
Perasaan Tentang
Diri Sendiri
1, 5, 6, 7, 10,
16, 20, 21 - 8
Perasaan Tentang
Hidup
2, 4, 8,
13,15, 17,
19, 24
- 8
Perasaan Tentang
Orang Lain
3, 9, 11, 12,
14, 18, 22,
23, 25
- 9
Jumlah 25 0 25
2. Skala Dukungan sosial
Instrumen penelitian dukungan sosial menggunakan skala likert yang
berisi empat alternative jawaban: sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju. Skala dukungan sosial meliputi empat dimensi dukungan sosial menurut
Sarafino dan Smith, yaitu: a) Dukungan Emosi atau Penghargaan, b) Dukungan
Nyata atau Dukungan Instrument, c) Dukungan Informasi, dan d) Dukungan
Persahabatan.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Dukungan Sosial
Variabel Dimensi No. Item
Jumlah Favorable Unfavorable
Dukungan
Sosial
Dukungan Emosi atau Penghargaan 1, 2, 3, 4 5 5
Dukungan Nyata atau Dukungan
Instrument 6, 7, 8 9 4
Dukungan Informasi 10, 11, 12,
14 13 5
Dukungan Persahabatan 15, 16, 17,
18 19 5
Jumlah 15 4 19
61
3. Skala Resiliensi
Instrumen dari resiliensi menggunakan skala yang diadopsi dari skala
Grotberg (2003) dan disusun kembali menggunakan skala likert yang berisi
empat alternative jawaban: sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak
setuju. Skala resiliensi mencakup dimensi-dimensi resiliensi menurut Grotberg ,
yaitu: a) I HAVE, b) I AM, c) I CAN
Tabel 3.3
Blue Print Skala Resiliensi
Variabel Dimensi No. Item
Jumlah Favorable Unfavorable
Resiliensi
I HAVE 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7 - 7
I AM 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14 - 7
I CAN
15, 16, 17,
18, 19, 20,
21
- 7
Jumlah 21 0 21
3.5 Teknik Uji Instrumen
3.5.1 Uji Instrumen
Sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya, peneliti terlebih dulu
melakukan pengujian terhadap validitas konstruk ketiga instrumen yang
dipakai, yaitu self-esteem, dukungan sosial, dan resiliensi. Peneliti melakukan
uji validitas konstruk instrumen tersebut dengan menggunakan CFA
(Confirmatory Factor Analysis). Adapun logika dari CFA (Umar, 2011) yaitu:
62
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang
didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau
pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor,
sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis
terhadap respon atas item-itemnya.
2. Teori setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
subtes bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang
unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian
dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S.
Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada
perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan
dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji
dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka
hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas
tersebut dapat diterima bahwa item ataupun subtes instrumen hanya
mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item
signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan
63
menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut
tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu
item yang demikian di drop dan sebaliknya.
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak
sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan
software LISREL 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 1999)
3.5.2 Uji Validitas Self-Esteem
3.5.2.1 Perasaan tentang Diri Sendiri
Peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional,
artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur perasaan tentang diri
sendiri. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan Chi Square = 103.08, df = 20, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.165. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model dengan
membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara item-item yang
dianalisis, maka kemudian diperoleh model fit dengan nilai Chi Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan). Artinya model satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu perasaaan tentang diri sendiri. Model fit tersebut ditunjukkan
pada gambar di bawah ini :
64
Gambar 3.1
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Diri Sendiri
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran perasaan tentang diri sendiri disajikan pada tabel 3.4
65
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item Perasaan Tentang Diri Sendiri
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 5 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 3 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 1, 4, dan 5.
Dengan demikian, item tersebut akan di-drop yang berarti item tersebut tidak
akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 5.19, df = 5, P-value = 0.39267, RMSEA = 0.016.
Kemudian, koefisien muatan faktor perasaan tentang hidup disajikan pada tabel
3.5
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Perasaan tentang Diri Sendiri Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.36 0.09 4.10 V
2 0.79 0.09 9.32 V
3 0.49 0.09 5.67 V
4 0.40 0.09 4.48 V
5 0.73 0.08 8.64 V
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1
2
3
4
5
6
7
8
0.14
0.35
0.77
0.04
0.11
0.49
0.41
0.75
0.10
0.09
0.08
0.09
0.09
0.09
0.09
0.08
1.40
3.98
9.22
0.38
1.14
5.72
4.64
8.97
X
V
V
X
X
V
V
V
66
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.2.2 Perasaan tentang Hidup
Peneliti menguji apakah 8 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur perasaan tentang hidup. Dari hasil analisis
CFA dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 157.25,
df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.212. Namun, setelah dilakukan
modifikasi terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan
pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi Square = 17.45, df = 12 , P-value = 0.13359 , RMSEA =
0.054. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu perasaan tentang
hidup. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
67
Gambar 3.2
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Hidup
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran perasaan tentang hidup disajikan pada tabel 3.6.
68
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Perasaan tentang Hidup No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.22 0.09 2.48 V
2 0.12 0.09 1.34 X
3 0.45 0.09 5.00 V
4 0.12 0.10 1.30 X
5 0.83 0.09 9.65 V
6 0.50 0.09 5.70 V
7 0.68 0.09 8.03 V
8 0.26 0.09 2.88 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 6 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 2 dan 5.
Dengan demikian, item tersebut akan di-drop yang berarti item tersebut tidak
akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 11.50, df = 6, P-value = 0.07145, RMSEA = 0.078.
Kemudian, koefisien muatan faktor perasaan tentang hidup disajikan pada tabel
3.7
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Perasaan tentang hidup Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.18 0.09 1.97 V
2 0.56 0.08 6.62 V
3 0.50 0.09 9.10 V
4 0.50 0.09 5.78 V
5 0.79 0.08 9.90 V
6 0.23 0.09 2.57 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
69
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.2.3 Perasaan tentang Orang Lain
Peneliti menguji apakah 9 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur perasaan tentang orang lain. Dari hasil
analisis CFA dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square =
103.10, df = 27, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.136. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan
pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi Square = 29.20 , df = 21 , P-value = 0.10918 , RMSEA =
0.051 . Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu perasaan tentang
orang lain. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
70
Gambar 3.3
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Perasaan Tentang Orang Lain
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran perasaan tentang orang lain disajikan pada tabel 3.8
71
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Perasaan tentang Orang Lain No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.41 0.09 4.35 V
2 0.49 0.08 5.76 V
3 0.17 0.09 1.92 X
4 0.44 0.09 4.96 V
5 0.68 0.08 8.49 V
6 0.46 0.09 5.31 V
7 0.29 0.09 3.30 V
8 0.36 0.09 4.05 V
9 0.73 0.08 9.79 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 8 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 3. Dengan
demikian, item tersebut akan di-drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 23.16, df = 17, P-value = 0.14408, RMSEA = 0.049.
Kemudian, koefisien muatan faktor perasaan tentang orang lain disajikan pada
tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Perasaan tentang Orang Lain Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.18 0.09 1.97 V
2 0.56 0.08 6.62 V
3 0.50 0.09 9.10 V
4 0.50 0.09 5.78 V
5 0.79 0.08 9.90 V
6 0.23 0.09 2.57 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
72
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.3 Dukungan Sosial
3.5.3.1 Dukungan Emosi
Peneliti menguji apakah 5 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur dukungan emosi. Dari hasil analisis CFA
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 20.10, df = 5,
P-value = 0.00120, RMSEA = 0.141. Namun, setelah dilakukan modifikasi
terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara
item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square =
1.48, df = 4 , P-value = 0.83028 , RMSEA = 0.000 . Artinya, model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima, dimana seluruh item hanya mengukur
satu faktor saja yaitu dukungan emosi. Model fit tersebut ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
73
Gambar 3.4
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Emosi
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran dukungan emosi disajikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Dukungan Emosi No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.63 0.09 6.77 V
2 0.63 0.09 6.79 V
3 0.70 0.10 7.39 V
4 0.26 0.10 2.57 V
5 -0.08 0.10 -0.88 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
74
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 4 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 1 item yang bermuatan koefisien negatif sehingga tidak signifikan (t
< 1,96) yaitu item nomor 5. Dengan demikian, item tersebut akan di-drop yang
berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 0.14, df = 1, P-value = 0.71269, RMSEA = 0.000.
Kemudian, koefisien muatan faktor dukungan emosi disajikan pada tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Dukungan Emosi Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.34 0.09 3.85 V
2 1.16 0.17 6.74 V
3 0.38 0.09 4.11 V
4 0.48 0.10 4.71 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.3.2 Dukungan Nyata
Peneliti menguji apakah 4 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur dukungan nyata. Dari hasil analisis CFA
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 14.27, df = 2,
P-value = 0.00080, RMSEA = 0.200. Namun, setelah dilakukan modifikasi
terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara
75
item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square =
0.00 , df = 1 , P-value = 0.97046 , RMSEA = 0.000 . Artinya, model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dimana seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu dukungan nyata. Model fit tersebut ditunjukkan
pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.5
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Nyata
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran dukungan nyata disajikan pada tabel 3.12.
76
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Dukungan Nyata No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.52 0.10 5.03 V
2 0.37 0.09 3.95 V
3 0.93 0.14 6.56 V
4 0.15 0.09 1.66 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 4 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 4. Dengan
demikian, item tersebut akan di-drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Kemudian, koefisien muatan faktor dukungan nyata disajikan pada tabel 3.13.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Dukungan Nyata Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.53 0.12 4.45 V
2 0.38 0.10 3.75 V
3 0.93 0.17 5.55 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
77
3.5.3.3 Dukungan Informasi
Peneliti menguji apakah 5 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur dukungan informasi. Dari hasil analisis
CFA dengan model satu faktor dinyatakan fit dengan Chi Square = 10.82, df =
5, P-value = 0.05501, RMSEA = 0.087. Artinya, model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, dimana seluruh item hanya mengukur satu
faktor saja yaitu dukungan informasi. Model fit tersebut ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
Gambar 3.6
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Informasi
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
78
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran dukungan informasi disajikan pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Dukungan Informasi No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.73 0.08 8,85 V
2 0.33 0.09 3.37 V
3 0.62 0.08 7.48 V
4 0.20 0.09 2.19 V
5 0.79 0.08 9.59 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan
semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.3.4 Dukungan Persahabatan
Peneliti menguji apakah 5 item benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur dukungan persahabatan. Dari hasil analisis
CFA dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square =23.58, df
= 5, P-value = 0.00026, RMSEA = 0.156. Namun, setelah dilakukan modifikasi
terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara
item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi Square =
6.75 , df = 3 , P-value = 0.08032 , RMSEA = 0.090 . Artinya, model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dimana seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu dukungan persahabatan. Model fit tersebut
ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
79
Gambar 3.7
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Dukungan Persahabatan
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran dukungan persahabatan disajikan pada tabel 3.15.
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item Dukungan Persahabatan
No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.57 0.11 5.01 V
2 0.40 0.10 4.13 V
3 0.75 0.12 5.98 V
4 0.19 0.10 1.18 X
5 -0.29 0.11 -2.70 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
80
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 3 item yang signifikan ( t >
1.96) dan 1 item yang bermuatan koefisien negative dan I item yang tidak
signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 4 dan 5. Dengan demikian, item tersebut
akan di-drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam
perhitungan faktor skor.
Setelah itu kembali dilakukan analisis dengan tidak diikutsertakannya
item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil analisis CFA
dengan Chi Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Kemudian, koefisien muatan faktor dukungan persahabatan disajikan pada tabel
3.16.
Tabel 3.16
Muatan Faktor Item Dukungan Persahabatan Setelah Di-drop No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.48 0.13 3.61 V
2 0.31 0.11 2.95 V
3 0.92 0.22 4.20 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.4 Uji Validitas Konstruk Skala Resiliensi
Peneliti menguji apakah 21 item yang benar-benar bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur Resiliensi. Dari hasil
analisis CFA dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square =
81
869.26, df = 189, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.153. Sehingga peneliti
melakukan modifikasi terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan
pengukuran diantara item yang dianalisis. Akan tetapi setelah 46 kali
modifikasi, modifikasi mengalami eror sehingga tidak dapat dilanjutkan. Oleh
sebab itu, item 16 didrop karena memiliki nilai yang kurang baik. Setelah item
16 di drop, ternyata masih tidak fit dengan Chi Square = 780.56, df = 170, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.153. Namun, setelah dilakukan modifikasi
sebanyak 72 kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan
pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi Square = 120.90, df = 98, P-value = 0.0581, RMSEA = 0.039.
Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu perilaku seksual pranikah.
Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
82
Gambar 3.8
Analisis Konfirmatori dari Faktor Variabel Resiliensi
83
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran resiliensi disajikan pada tabel 3.17.
Tabel 3.17
Muatan Faktor Item Resiliensi No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan
1 0.56 0.07 7.55 V
2 0.46 0.08 5.48 V
3 0.48 0.08 6.08 V
4 0.62 0.08 8.07 V
5 0.39 0.08 5.16 V
6 0.42 0.08 5.17 V
7 0.40 0.07 4.42 V
8 0.36 0.08 4.42 V
9 0.58 0.07 7.99 V
10 0.52 0.08 6.73 V
11 0.71 0.08 9.08 V
12 0.35 0.08 4.16 V
13 0.55 0.08 7.00 V
14 0.54 0.07 7.54 V
15 0.59 0.07 8.18 V
16 0.61 0.08 7.98 V
17 0.61 0.08 7.98 V
18 0.63 0.07 8.50 V
19 0.54 0.07 7.40 V
20 0.85 0.07 11.99 V
21 0.35 0.08 4.67 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96)
dan semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
84
3.6 Prosedur Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti melakukan prosedur sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah menentukan latar belakang, perumusan masalah,
dan pembatsan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian.
2. Tahap kedua adalah melakukan studi pustaka untuk mendapatkan
landasan teori yang sesuai dengan variable dalam penelitian
3. Tahap selanjutnya adalah menguraikan kerangka teoritis dari masing-
masing variable yang akan diuji dalam penelitian, dan juga menentukan
kerangkan berpikir.
4. Dilanjutkan dengan menentukan pendekatan dan metode penelitian,
termasuk menentukan populasi dan sampel serta teknik pengambilan
sampel yang akan dilakukan.
5. Kemudian peneliti menghubungi dan mendatangi beberapa yayasan
menanyakan ketersediaan program after care atau kumpul rutin yang
diadakan bagi yang telah selesai menjalankan rehabilitasi di yayasan
tersebut. Peneliti juga meminta bantuan kepada teman peneliti yang
memiliki teman yang pernah mengkonsumsi narkoba, serta bertemu
dengan mantan pecandu diluar yayasan.
85
6. Setelah itu, peneliti melengkapi administrasi yang dibutuhkan agar
dapat melakukan penelitian di yayasan-yayasan tersebut.
7. Kemudian melakukan pengambilan data dilapangan, pengambilan data
dilakukan dengan menemui langsung responden yang telah terbebas dari
ketergantungan terhadap narkoba sebanyak 154 responden.
8. Dari data yang terkumpul, peneliti memberikan kode dan melakukan
skoring dengan menggunakan program Microsoft office Excel 2007.
Kemudian melanjutkan uji validitas menggunakan CFA dengan Lisrel.
Dari hasil uji validitas ini akan diperoleh item yang valid dan tidak
valid, dimana hanya item yang valid saja yang dapat diikutsertakan
dalam analisis data pada tahap selanjutnya.
9. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data secara statistik
dengan teknik Statistic Multiple Regresion Analysis melalui program
SPSS
10. Tahap terakhir adalah membuat laporan hasil penelitian, kesimpulan,
diskusi dan saran.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui pengaruh
independent variabel terhadap dependent variabel dan untuk menjawab semua
pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah mengenai setiap aspek-aspek atau
86
dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap DV, oleh karenanya penulis
menggunakan teknik Multiple Regression dengan software SPSS 16.0.
Adapun persamaan umum analisis regresi berganda adalah sebagai berikut:
Y’= a+bıXı+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7
Keterangan:
Y’ : Dependent variabel (DV) ‘Resiliensi’
X1 : Dimensi Self-Esteem Perasaan Tentang Diri Sendiri
X2 : Dimensi Self-Esteem Perasaan Tentang Hidup
X3 : Dimensi Self-Esteem Perasaan Tentang Orang Lain
X4 : Dimensi Dukungan Sosial Dukungan Emosi
X5 : Dimensi Dukungan Sosial Dukungan Nyata
X6 : Dimensi Dukungan Sosial Dukungan Informasi
X7 : Dimensi Dukungan Sosial Dukungan Persahabatan
a : Intercept/konstan
b1,b2, …b7 : Koefisien regresi untuk masing-masing
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara Resiliensi (DV) terhadap Self-Esteem dan Dukungan
Sosial (IV). Besarnya resiliensi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah
disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R². R²
menunjukkan variasi atau perubahan variabel terikat (Y) disebabkan variabel
bebas (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas
(X) tehadap variabel terikat (Y) atau merupakan proporsi varians dari intensi
87
yang dijelaskan oleh religiusitas dan pola asuh. Untuk mendapatkan nilai R²
digunakan rumus:
Keterangan:
R² = Proporsi varians
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
Selanjutnya R² dapat diuji signifikansinya yang dilakukan dengan tujuan
melihat apakah pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi
disini adalah R² itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan ‘k’), yaitu sejumlah
IV yang dianalisis sedangkan penyebutnya (1- R²) dibagi dengan df-nya (N-k-
1) dimana N adalah total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator
sedangkan df penyebut sebagai denumerator. Jika dirumuskan, maka:
Keterangan:
R² = Proporsi varians
K = Jumlah independent variabel
N = Jumlah sampel
Kemudian selanjutnya dilakukkan uji koefisiensi regresi dari tiap-tiap
IV yang dianalisis. Uji tersebut untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan
IV signifikan terhadap DV secara parsial. Uji ini digunakan untuk menguji
88
apakah sebuah IV benar-benar memberikan kontribusi terhadap DV. Sebelum
didapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai standart error estimate
dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar Msres dibagi dengan
SSx. Setelah didapat nilai Sb kemudian dilakukan uji t, yaitu hasil bagi b
(koefisien regresi) dengan Sb. Dapat dirumuskan:
89
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan.
4.1 Deskriptif Data Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 154 orang yang telah tidak mengkonsumsi
narkoba lagi di kota Jakarta berusia sekitar 19-40 tahun. Sampel diperoleh dari
yayasan Sahabat Rekan Sebaya, yayasan Natura Addiction Center, yayasan Al-
Huda, Rumah Damping BNN dan meminta bantuan dari rekan peneliti.
Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling. Gambaran
subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, status pernikahan,
dan frekuensi rehabilitasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
Deskriptif Data
Kriteria Frekuensi Percent
Jenis Kelamin Laki-Laki 141 91.5
Perempuan 13 8.5
Total 154 100.0
Usia
18 - 20 tahun
21 - 34 tahun
13
109
8.4
70.8
35 - 40 tahun 31 20.1
Total 154 100.0
Pekerjaan Bekerja sebagai konselor 17 11.0
Bekerja selain konselor 83 53.9
Tidak memiliki pekerjaan 8 5.2
Aftercare 46 29.9
Total 154 100.0
Status Pernikahan Belum menikah 78 50.6
Menikah 59 38.3
Cerai 12 7.8
Duda/Janda 5 3.2
Total 154 100.0
Frekuensi
Rehabilitasi
Tidak rehab 24 15.6
1 kali 87 56.5
2 kali 24 15.6
3-5 kali 14 9.1
›5 kali 5 3.2
Total 154 100.0
89
90
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah sampel laki-laki dalam
penalitan yang dilakukan terhadap populasi mantan pecandu narkoba di Jakarta
jumlahnya lebih banyak dibandingkan sampel perempuan, dengan persentase
jumlah laki-laki sebesar 91.5% atau sebanyak 141 orang dan sampel perempuan
dengan persentase 8.5% atau sebanyak 13 orang.
Dapat dilihat pula bahwa jumlah sampel yang paling banyak adalah
yang berusia antara 21 - 34 tahun memiliki persentase sebesar 70.8% atau
sejumlah 109 orang. Sedangkan yang berusia 35 – 40 tahun sebanyak 31 orang
atau sebesar 20.1%. Sampel yang paling sedikit yaitu dengan usia 18 - 20 tahun
memiliki persentase 8.4% atau sejumlah 13 orang.
Dalam tabel 4.1 dijelaskan bahwa sebagian besar dari sampel memiliki
pekerjaan, namun ada yang bekerja sebagai konselor yairu sebanyak 17 orang
atau 11%, memiliki pekerjaan selain konselor sebanyak 83 orang atau denagn
persentase 53,9%. Terdapat 5,2% sampel yang tidak memiliki pekerjaan atau
sebanyak 8 orang sedangkan yang menjalani program aftercare memiliki
persentase 29,9% atau 46 orang.
Tabel diatas juga menjelaskan bahwa terdapat 50.6% atau sejumlah 78
sampel yang belum menikah. Sampel yang telah menikah memiliki persentase
38.3% atau sejumlah 59 orang. Sampel yang bercerai memiliki persentase 7.8%
atau sejumlah 12 orang dan yang paling sedikit adalah sampel duda/janda
dengan persentase 3.2% atau sejumlah 5 orang.
91
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sampel yang tidak pernah
melakukan rehabiltasi dipersentasekan 15.6% atau sejumlah 24 orang. Sampel
yang pernah satu kali rehabilitasi sejumlah 87 orang atau 56.5%. Sampel yang
pernah dua kali melakukan rehabilitasi sejumlah 24 orang atau 15.5%. 3-5 kali
melakukan rehabilirasi memiliki persentase 9.1% atau sejumlah 14 orang dan
terakhir yang lebih dari 5 kali memiliki persentase 3.2% atau sejumlah 5 orang.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Sebelum diuraikan secara lebih terperinci tentang beberapa sub bab
selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis
statistik adalah skor murni (t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari
raw score. Proses ini ditujukan agar mudah dalam membandingkan antar skor
hasil pengukuran variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw
score pada setiap variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis
komputasinya yang ditempuh adalah dengan melakukan transformasi dari raw
score menjadi z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score,
semua skor ditransformasi keskala T yang semuanya positif dengan
menetapkan mean = 50 dan standar deviasi = 10.
Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistik
deskriptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi
patokan adalah mean, median, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan
92
minimal dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2
berikut ini:
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Resiliensi 154 23.66 74.67 49.9998 9.25819
PTDS 154 27.62 69.25 49.9997 8.43172
PTH 154 23.95 66.21 49.9999 8.38014
PTOL 154 23.75 70.89 50.0006 8.35228
DE 154 17.20 66.45 49.9981 9.39664
DN 154 21.17 63.23 49.9990 8.46912
DI 154 17.66 65.16 49.9999 8.54641
DP 154 22.04 65.96 49.9990 9.28887
Valid N (listwise) 154
Mengingat semua skor telah diletakkan pada skala yang sama, maka
semua mean pada setiap skala adalah 50 dan standar deviasi adalah 10. Dari
tabel 4.2 juga dapat diketahui skor terendah DV (resiliensi) adalah 23.66 dan
skor tertinggi adalah 74.67. Skor terendah pada variabel self-esteem (perasaan
tentang diri sendiri) 27.62 dan skor tertinggi 69.25. Pada variabel self-esteem
(perasaan tentang hidup) skor terendah adalah 23.95 dan skor tertinggi 66.21.
Kemudian pada variabel self-esteem (perasaan tentangorang lain) skor terendah
adalah 23.75 dan skor tertinggi 70.89. Untuk variabel dukungan sosial
(dukungan emosi) skor terendah adalah 17.20 dan skor tertinggi 66.45. Skor
terendah dari dukungan sosial (dukungan nyata) 21.17 dan skor tertinggi 63.23.
Skor terendah dari dukungan sosial (dukungan informasi) 17.66 dan skor
tertinggi 65.16. Pada variabel dukungan sosial (dukungan persahabatan) skor
93
terendah adalah 22.04 dan skor tertinggi 65.96. Nilai rentangan (nilai maximal-
minimun) pada setiap variabel tersebut menunjukkan data yang bervariasi
(heterogen).
4.3 Uji Hipotesis
4.3.1 Analisi Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis
berganda dengan menggunakan software SPSS 16.0. Dalam regresi berganda
terdapat 3 hal yang dilihat yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen kontribusi IV secara keseluruhan (mayor) terhadap DV, melihat
pengaruh IV secara keseluruhan dan signifikansinya, kedua melihat apakah dari
11 IV (minor) berpengaruh secara positif maupun negatif dan signifikansi
terhadap DV, kemudian terakhir melihat besarnya kontribusi dan signifikansi
masing-masing IV terhadap DV.
Langkah pertama peneliti menganalisis seberapa besar sumbangsih yang
diberikan oleh seluruh IV terhadap DV. Tabel R square dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Tabel R square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .763a .582 .537 6.299
a. Predictors: (Constant), TIDAK MEMILIKI PEKERJAAN, MENIKAH, Dukungan Persahabatan,
Frekuensi Rehab, Perasaan Tentang Diri Sendiri, MEMILIKI PEKERJAAN, CERAI, Dukungan
Informasi, KONSELOR,Dukungan Emosi, Usia, Perasaan Tentang Hidup, Perasaan Tentang
Orang Lain, Dukungan Nyata, BELUM MENIKAH
94
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar
0.582 atau 58.2%. Artinya sebesar 58.2% variasi dari resiliensi dapat dijelaskan
oleh variasi seluruh IV (perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup,
perasaan tentang orang lain, dukungan emosi, dukungan nyata, dukungan
informasi, dukungan persahabatan, status pernikahan, pekerjaan, usia, dan
frekuensi rehabilitasi), sedangkan 41,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
diluar penelitian ini.
Langkah selanjutnya yaitu menganalisis dampak atau pengaruh dari
seluruh IV (perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup, perasaan
tentang orang lain, dukungan emosi, dukungan nyata, dukungan informasi,
dukungan persahabatan, status pernikahan, pekerjaan, usia, dan frekuensi
rehabilitasi) terhadap DV. Adapun hasil uji F dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 4.4
Hasil Uji F ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7638.223 15 509.215 12.833 .000a
Residual 5476.018 138 39.681
Total 13114.241 153
a. Predictors: (Constant), TIDAK MEMILIKI PEKERJAAN, MENIKAH, Dukungan Persahabatan, Frekuensi Rehab, Perasaan Tentang Diri Sendiri, MEMILIKI PEKERJAAN, CERAI, Dukungan Informasi, KONSELOR,Dukungan Emosi, Usia, Perasaan Tentang Hidup, Perasaan Tentang Orang Lain, Dukungan Nyata, BELUM MENIKAH
b. Dependent Variable: Resiliensi
Berdasarkan tabel diatas didapatkan signifikansi sebesar 0.000
(sig<0.005), maka hipotesis (Ho) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan antara seluruh IV terhadap resiliensi tidak ditolak, artinya ada
95
pengaruh yang signifikan dari perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang
hidup, perasaan tentang orang lain, dukungan emosi, dukungan nyata,
dukungan informasi, dukungan persahabatan, status pernikahan, pekerjaan,
usia, dan frekuensi rehabilitasi terhadap resiliensi.
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisiens regresi tiap independent
variabel. Hal ini dapat dilihat pada kolom paling kanan. Jika nilai sig<0.05
maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut
memiliki dampak yang signifikan terhadap resiliensi. Adapun penyajiannya
ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Koefisien Regresi Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.188 6.414 -.185 .853
Perasaan Tentang Diri Sendiri
.071 .074 .065 .966 .336
Perasaan Tentang Hidup
.361 .081 .327 4.447 .000
Perasaan Tentang Orang Lain
.245 .086 .221 2.844 .005
Dukungan Emosi .044 .068 .045 .650 .517
Dukungan Nyata .174 .166 .160 1.050 .296
Dukungan Informasi .055 .160 .050 .340 .734
Dukungan Persahabatan
.065 .069 .065 .935 .351
Usia .001 .116 .000 .006 .995
Status Pernikahan1 .217 3.099 .012 .070 .944
Status Pernikahan2 .096 3.133 .005 .031 .976
Status Pernikahan3 .334 3.416 .010 .098 .922
Frekuensi Rehab -.771 .629 -.077 -1.226 .222
Pekerjaan1 5.580 1.941 .189 2.874 .005
Pekerjaan2 2.468 1.270 .133 1.944 .050
Pekerjaan3 .948 2.579 .023 .368 .714
a. Dependent Variable: Resiliensi
96
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel diatas, dapat disimpulkan
bahwa persamaan pada resiliensi adalah:
Resiliensi= -1.188 + 0.071 perasaan tentang diri sendiri + 0.361 perasaan
tentang hidup* + 0.245 perasaan tentang orang lain* + 0.044 dukungan
emosi + 0.174 dukungan nyata + 0.055 dukungan informasi + 0.065
dukungan persahabatan + 0.001 usia + 0.217 status pernikahan1 + 0.96
status pernikahan2 + 0.334 status pernikahan3 -0.771 Frekuensi Rehab +
5.580 pekerjaan1* + 2.468 pekerjaan2* + 0.948 pekerjaan3
Keterangan: Signifikan (*)
Dari persamaan diatas hanya empat koefisien regresi yang signifikan,
yaitu perasaan tentang hidup, perasaan tentang orang lain, yang memiliki
pekerjaan sebagai konselor, dan yang memiliki pekerjaan sedangkan sisa
variabel lain tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel perasaan tentang diri sendiri: diperoleh nillai koefisien regresi
sebesar 0.071 dengan signifikansi 0.336 (sig>0.05), yang berarti bahwa
variabel perasaan tentang diri sendiri tidak mempengaruhi resiliensi
secara signifikan.
2. Variabel perasaan tentang hidup: diperoleh nillai koefisien regresi
sebesar 0.361 dengan signifikansi 0.000 (sig<0.05), yang berarti bahwa
variabel perasaan tentang hidup mempengaruhi resiliensi secara
signifikan. Jadi semakin tinggi skor perasaan tentang hidup maka
97
semakin tinggi pula resiliensi dan variabel perasaan tentang diri
berpengaruh signifikan.
3. Variabel perasaan tentang orang lain: diperoleh nillai koefisien regresi
sebesar 0.245 dengan signifikansi 0.005 (sig<0.05), yang berarti bahwa
variabel perasaan tentang orang lain mempengaruhi resiliensi secara
signifikan. Jadi semakin tinggi skor perasaan tentang orang lain maka
semakin tinggi pula resiliensi dan variabel perasaan tentang diri
berpengaruh signifikan.
4. Variabel dukungan emosi: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.044 dengan signifikansi 0.517 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
dukungan emosi tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
5. Variabel dukungan nyata: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.174 dengan signifikansi 0.296 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
dukungan nyata tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
6. Variabel dukungan informasi: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.055 dengan signifikansi 0.734 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
dukungan informasi tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
7. Variabel dukungan persahabatan: diperoleh nillai koefisien regresi
sebesar 0.065 dengan signifikansi 0.351 (sig>0.05), yang berarti bahwa
variabel dukungan persahabatan tidak mempengaruhi resiliensi secara
signifikan.
98
8. Variabel usia: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar 0.001 dengan
signifikansi 0.995 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel usia tidak
mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
9. Variabel status pernikahan1: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.217 dengan signifikansi 0.944 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
belum menikah tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
10. Variabel status pernikahan2: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.096 dengan signifikansi 0.976 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
menikah tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
11. Variabel status pernikahan3: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
0.334 dengan signifikansi 0.922 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
cerai tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
12. Variabel frekuensi rehabilitasi: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar
-0.771 dengan signifikansi 0.222 (sig>0.05), yang berarti bahwa
variabel frekuensi rehabilitasi tidak mempengaruhi resiliensi secara
signifikan.
13. Variabel pekerjaan1: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar 5.580
dengan signifikansi 0.005 (sig<0.05), yang berarti bahwa variabel
pekerjaan1 mempengaruhi resiliensi secara signifikan. Jadi konselor
mempengaruhi nilai resiliensi dengan signifikan.
14. Variabel pekerjaan2: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar 2.468
dengan signifikansi 0.05 (sig<0.05), yang berarti bahwa variabel
99
pekerjaan2 mempengaruhi resiliensi secara signifikan. Sampel yang
memiliki pekerjaan mempengaruhi nilai resiliensi dengan signifikan
15. Variabel pekerjaan3: diperoleh nillai koefisien regresi sebesar 0.948
dengan signifikansi 0.714 (sig>0.05), yang berarti bahwa variabel
pekerjaan3 tidak mempengaruhi resiliensi secara signifikan.
Pada tabel 4.4 koefisien regresi diatas, dari empat IV yang berpengaruh
signifikan terhadap DV dapat diketahui IV mana yang memiliki pengaruh lebih
besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antarra tiap IV
terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai
signifikansinya (sig.) dan melihat standardized coefficient (beta). Maka tabel
diatas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh
terbesar sebagai berikut:
1. Perasaan tentang hidup dari Self-Esteem dengan nilai beta 0.361
2. Perasaan tentang orang lain dari Self-Esteem dengan nilai beta 0.245.
3. Pekerjaan1 dari demografis dengan nilai 5.580
4. Pekerjaan2 dari demografis dengan nilai 2.468
5.
4.3.2 Uji Proporsi Varians Independent Variabel
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui seberapa besar sumbangan dari
masing-masing IV terhadap resiliensi. Besarnya sumbangan masing-masing IV
terhadap resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini:
100
Tabel 4.6
Proporsi Varians Independent Variabel
Keterangan:
V=signifikan, X=tidak signifikan
X1 : Self-Esteem
X2 : Dukungan Sosial
X3 : Demografis Dari tabel 4.5 diatas dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel self-esteem yang terdiri perasaan tentang diri sendiri, perasaan
tentang hidup dan perasaan tentang orang lain memberikan sumbangan
sebesar 48.6% dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan
dengan Sig.F Change=0.000 (p<0.05).
2. Variabel dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosi, dukungan
nyata, dukungan informasi dan dukungan persahabatan memberikan
sumbangan sebesar 6.3% dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut
signifikan dengan Sig.F Change=0.001 (p<0.05).
3. Variabel demografis yang terdiri dari usia, status pernikahan, frekuensi
rehabilitasi, dan jenis pekerjaan memberikan sumbangan sebesar 3.4%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.202 (p>0.05).
Adapun untuk sumbangan masing-masing dimensi IV terhadap
resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
IV Rsquare Rsquare
change
Sumbangan Sig. F
change
Keterangan
X1
X2
X3
0.486
0.549
0.582
0.486
0.063
0.034
48.6%
6.3%
3.4%
0.000
0.001
0.202
V
V
X
101
Tabel 4.7
Proporsi Varians Independent variable
Keterangan:
V=signifikan, X=tidak signifikan
X1 : Perasaan Tentang Diri Sendiri
X2 : Perasaan Tentang Hidup
X3 : Perasaan Tentang Orang Lain
X4 : Dukungan Emosi
X5 : Dukungan Nyata
X6 : Dukungan Informasi
X7 : Dukungan Persahabatan
X8 : usia
X9 : Belum Menikah
X10 : Menikah
X11 : Cerai
X12 : Frekuensi Rehab
X13 : Memiliki Pekerjaan
X14 : Konselor
X15 : Tidak Memiliki Pekerjaa
Dari tabel 4.6 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel perasaan tentang diri sendiri memberikan sumbangan sebesar 17%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F
Change=0.000 (p<0.05).
2. Variabel perasaan tentang hidup memberikan sumbangan sebesar 25.6%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F
Change=0.000 (p>0.05).
3. Variabel perasaan tentang orang lain memberikan sumbangan sebesar 6.1%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F
Change=0.000 (p<0.05).
IV Rsquare Rsquare
change
Sumbangan Sig. F
change
Keterangan
X1
X12
X123
X1234
X12345
X123456
X1234567
X12345678
X123456789
X12345678910
X1234567891011
X123456789101112
X12345678910111213
X1234567891011121314
X123456789101112131415
0.170
0.425
0.486
0.497
0.545
0.546
0.549
0.549
0.549
0.549
0.549
0.554
0.571
0.582
0.582
0.170
0.256
0.061
0.011
0.048
0.000
0.003
0.000
0.001
0.000
0.000
0.005
0.017
0.011
0.000
17%
25.6%
6.1%
1.1%
4.8%
0.0%
0.3%
0%
0.01%
0%
0%
0.05%
1.7%
1.1%
0%
0.000
0.000
0.000
0.075
0.000
0.730
0.320
0.857
0.685
0.944
0.857
0.223
0.021
0.050
0.714
V
V
V
X
V
X
X
X
X
X
X
X
V
V
X
102
4. Variabel dukungan emosi memberikan sumbangan sebesar 1.1% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.075 (p>0.05).
5. Variabel dukungan nyata memberikan sumbangan sebesar 4.8% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F
Change=0.000 (p<0.05).
6. Variabel dukungan informasi memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.730 (p>0.05).
7. Variabel dukungan persahabatan memberikan sumbangan sebesar 0.3%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.320 (p>0.05).
8. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam varian resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change=0.857 (p>0.05).
9. Variabel status pernikahan1 memberikan sumbangan sebesar 0.01% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.685 (p>0.05).
10. Variabel status pernikahan2 memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.944 (p>0.05).
103
11. Variabel status pernikahan3 memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam
varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.857 (p>0.05).
12. Variabel frekuensi rehabilitasi memberikan sumbangan sebesar 0.05%
dalam varian resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F
Change=0.223 (p>0.05).
13. Variabel pekerjaan1 memberikan sumbangan sebesar 1.7% dalam varian
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig.F Change=0.021
(p<0.05).
14. Variabel pekerjaan2 memberikan sumbangan sebesar 1.1% dalam varian
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change=0.050
(p>0.05).
15. Variabel pekerjaan3 memberikan sumbangan sebesar 0.0% dalam varian
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig.F Change=0.741
(p>0.05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat lima IV yang
signifikan sumbangannya terhadap resiliensi, yaitu: Perasaan Tentang Diri
Sendiri, Perasaan Tentang Hidup, Perasaan Tentang Orang Lain, dukungan
nyata, pekerjaa1, dan pekerjaan2 sedangkan ketiga IV lainnya tidak signifikan.
Hal ini dilihat dari besarnya pertambahan yang dihasilkan setiap kali
penambahan IV (sumbangan proporsi varians yang diberikan). Dari kelima IV
tersebut dapat dilihat mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap
104
DV. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nya, semakin besar
nilai maka semakin banyak sumbangan yang diberikan terhadap DV. Dari tabel
4.6 diatas diketahui IV yang signifikan memberikan sumbangan yang terbesar
perasaan tentang hidup dengan presentase 25.6%.
105
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab lima ini akan dipaparkan kesimpulan, diskusi, dan saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dari penelitian ini adalah ada
pengaruh yang signifikan dari self-esteem, dukungan sosial, dan pekerjaan
terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba di Jakarta. Dari hasil uji hipotesis
minor yang menguji masing-masing koefisien regresi terhadap dependent
variabel, diperoleh dua koefisien regresi yang signifikan, yaitu perasaan tentang
hidup dan perasaan tentang orang lain terhadap resiliensi mantan pecandu
narkoba di Jakarta. Diketahui pula bahwa sampel yang memiliki pekerjaan,
baik sebagai konselor maupun pekerjaan yang lain dapat mempengaruhi
resiliensinya sebagai mantan pecandu narkoba.
Dalam penelitian ini, terdapat data tambahan yang dimasukkan oleh
peneliti. Dalam data tersebut dapat ditemukan bahwa demografis tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi mantan pecandu narkoba di
Jakarta.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa self-esteem,
dukungan sosial dan pekerjaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
105
106
resiliensi mantan pecandu narkoba di Jakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Grotberg, 1995 yang menyatakan bahwa terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi resiliensi, diantaranya hubungan saling mempercayai, dukungan
emosi dari selain keluarga, self-esteem, dorongan untuk mandiri, serta cinta
yang tidak bersyarat. Sedangkan Resnick, Gwyther, dan Roberto (2011)
menyatakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu self-
esteem, dukungan sosial, spritualitas atau keberagamaan, dan emosi positif.
Penelitian Helen, et.al. 2011 juga menyatakan bahwa seseorang yang memiliki
pekerjaan akan lebih sejahtera dan resilien daripada yang tidak memiliki
pekerjaan.
Dalam self-esteem terdapat dua dimensi yang secara positif signifikan
mempengaruhi resiliensi, yaitu dimensi perasaan tentang hidup dan perasaan
tentang orang lain. Dimensi perasaan tentang hidup memiliki pengaruh yang
signifikan secara positif terhadap resiliensi, artinya semakin tinggi perasaan
tentang hidup yang dimiliki oleh seseornag maka semakin tingi pula
resiliensinya, dan sebaliknya. Dimensi perasaan tentang hidup melihat
tanggung jawab dan kontrol individu atas hidupnya (Minchinton, 1993).
Mantan pecandu yang memiliki rasa tanggung jawab atas kehidupannya
akan lebih beresiliensi dimana dia dapat bangkit dari masa-masa suramnya
bahkan membangun kembali kehidupannya agar lebih baik karena mereka
merasa bahwa keberhasilan hidupnya adalah tanggung jawab dia dimana
dirinyalah yang dapat memperbaiki itu semua, serta dapat menahan dirinya
107
untuk tidak menggunakan narkoba kembali karena memiliki kontol diri yang
baik dan mengerti bahwa hal tersebut dapat merusak dirinya kembali. Dengan
demikian, mantan pecandu yang resilien adalah yang memiliki perasaan tentang
hidup yang baik, dan begitu sebaliknya.
Dimensi perasaan tentang orang lain juga memiliki pengaruh yang
signifikan secara positif terhadap resiliensi, artinya semakin tinggi perasaan
tentang orang lain maka semakin tinggi pula resiliensinya. Dimensi ini
menunjukkan bagaimana seseorang memiliki toleransi dan penghargaan
terhadap orang lain serta dapat membangun hubungan yang baik dengan orang
lain (Minchinton, 1993).
Individu dengan perasaan tentang orang lain yang baik berarti mampu
memahami dan menerima dirinya apa adanya sehingga mereka tidakakan
mudah tergoda untuk kembali menggunakan narkoba. Mereka dapat menjalin
hubungan yang baik dengan orang lain dan bersikap bijak, serta fleksibel dan
mudah bergaul sehingga disukai banyak orang dan memiliki banyak teman.
Dengan demikian, mereka memiliki pergaulan yang lebih luas sehingga mereka
tidak kembali ke pergaulannya yang lama dimana membuat mereka terjerumus
menggunakan narkoba dan mendapatkan banyak dukungan sosial yang
membuat mereka dapat kembali membangun kehidupannya menjadi lebih baik
lagi. karena itulah mantan pecandu yang memiliki perasaan tentang orang lain
yang baik akan memiliki resiliensi yang baik pula.
108
Sampel yang memiliki pekerjaan, baik yang sebagai konselor maupun
pekerjaan lainnya juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi,
artinya apabila seseorang memiliki pekerjaan maka akan memiliki resiliensi
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Helen, et.al. (2011) yang
menyatakan bahwa seseorang yang bekerja akan lebih sejahtera dan resilien
dari pada yang tidak memiliki pekerjaan.
Dengan bekerja, mantan pecandu memiliki lebih banyak aktivitas yang
positif sehingga waktu mereka lebih produktif karena dihabiskan untuk hal-hal
yang positif dan dapat mengalihkan pikiran dan perasaan untuk menggunakan
narkoba kembali. Mereka akan memiliki pandangan yang positif terhadap masa
depan, sehingga mereka dapat membangun kembali kehidupannya agar menjadi
lebih baik lagi. Mereka juga akan lebih merasa berguna dan merasa tidak
membebani dan menjadi lebih bertanggung jawab. Oleh karena itulah
sebaiknya mantan pecandu narkoba memiliki pekerjaan dan disibukkan dengan
kegiatan yang positif sehingga dapat membangun kehidupannya kembali.
Akan tetapi, tidak ada satupun dimensi dalam dukungan sosial yang
berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Hal ini bertolak belakang
dengan pernyataan Grotberg (1995), salah satu faktor yang mempengaruhi
resiliensi adalah dukungan emosi dari selain keluarga. Dari hasil wawancara
peneliti dengan beberapa sampel, mereka menyatakan memiliki dukungan
sosial yang sangat besar, akan tetapi hal tersebut tidak cukup membantu mereka
untuk melepaskan diri seutuhnya dari narkoba, karena mereka tidak sanggup
109
menahan keinginan untuk kembali menggunakan zat tersebut, mereka merasa
frustasi dengan kehidupan mereka, atau mereka bertemu dengan teman-teman
mereka saat mengkonsumsi narkoba. Ketidaksesuaian atau perbedaan dalam
penelitian ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti latar belakang
budaya yang berbeda, berbedanya latar belakang lingkungan sekitar, sampling
error, serta beberapa hal lain yang tidak ikut diteliti dalam penelitian ini. Selain
itu, partisipan yang kurang serius dalam mengisi skala juga dapat
mempengaruhi perbedaan hasil karena respon menjadi tidak berpola, atau
kondisi serta situasi pada saat partisipan mengisi skala dalam keadaan yang
kurang kondusif sehingga partisipan menjadi tidak konsentrasi dalam
memberikan responnya.
5.3 Saran
Peneliti menyadari banyaknya kekurangn dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
peneliti membagi saran menjadi dua yaitu saran metodelogis dan saran praktis.
Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan
meneliti dengan variabel depanden yang sama.
5.3.1 Saran Metodelogis
1. Untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan resiliensi, mantan
pecandu narkoba sudah tepat untuk digunakan sebagai sampel, namun
110
disarankan untuk menggunakan jumlah sampel penelitian yang lebih
banyak agar sampel yang diteliti lebih barvariasi.
2. Menelaah lebih lanjut secara teliti tiap-tiap item, dan meminta bantuan
dari beberapa rekan sejawat untuk mengoreksi item-item tersebut agar
tidak terjadi kesalahan dalam penulisan item dan item tersebut dapat
dipahami dengan mudah serta tidak adanya social desirability.
3. Untuk penelitian selanjutnya yang meneliti resiliensi, disarankan untuk
melibatkan variabel lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap
resiliensi, misalnya religiusitas atau self-regulation.
5.3.2 Saran Praktis
1. Yayasan rehabilitasi dan BNN menambahkan materi mengenai self-
esteem dan memperbanyak kegiatan yang dapat meningkatkan self-
esteem residen.
2. Untuk para mantan pecandu narkoba, sebaiknya lebih membuka diri
kepada orang terdekat. Sehingga saat sedang terpuruk dan mengalami
masalah, ada yang mendukung, membantu, dan melindungi.
3. BNN dan yayasan rehabilitasi memberikan penyuluhan atau seminar
kepada keluarga atau orang terdekat dari residen mengenai pentingnya
dukungan sosial bagi para mantan pecandu narkoba.
111
4. BNN dan yayasan rehabilitasi lain memberikan penyuluhan atau
seminar rutin kepada masyarakat umum terutama yang memiliki orang
terdekat dengan riwayat ketergantungan narkoba mengenai bagaimana
menangani dan menjaga agar mereka tidak kembali relaps dan dapat
beresiliensi dengan baik.
5. BNN dan yayasan rehabilitasi menambahkan program kerja mengasah
keterampilan dan minat residen seperti dengan pelatihan menjahit,
memasak, otomotif dan lain lain.
6. BNN dan yayasan rehabilitasi lain memberikan bantuan kepada mantan
residen yang belum memiliki tujuan setelah menyelesaikan rehabilitasi
berupa menyalurkannya sebagai tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ariwibowo, K. (2013). Balai besar rehabilitasi BNN layani rehabilitasi medis dan sosial.
Diunduh tanggal 19 Agustus 2013 dari http://www.dedihumas.bnn.go.id
Ariwibowo, K. (2013). Therapeutic Community. Diunduh Januari 2013 dari
http://www.dedihumas.bnn.go.id
BBC Indonesia. (2012). Whitney Houston meninggal akibat tenggelam setelah mengkonsumsi
kokain. Diunduh Setember 2014 dari http://www.bbc.co.uk
Carlin, H. et. all. (2011). North west mental wellbeing survey: employment and resilience.
Liverpool: Northwest Publict Health Observation
Cutrona, C. E. (1986). Behavioral manifestation of social support: A microanalytic investigation.
Journal of American Psychology Association. 0022-3514-86-S00.75.
Cutrona, C. E., & Russell, D. W. (1987). The provisions of social relationships and adaptation to
stress. JAI Press Inc. ISBN: 0-89232-774-X.
Dara, T. T. (2013). BNN: 2013, pengguna narkoba tambah 2,3 persen. Diunduh tanggal 12 April
2013 dari http://www.Metrotvnews.com
Grotberg, E. H. (1995). A guide to promoting resilience in children: Strengthening the human
spirit. Senior Scientist Civitan International Research Center Universitas of Alabama at
Birmingham.
Grotberg, E. H. (1995). The international resilience project: Research and application.
Birmingham: Applied Image, Inc.
Grotberg, E. H. (ed). (2003). Resilience for today: Gaining strength from adversity. Wesport:
Preager Publisher.
Guindon, M. H. (2010). Self-esteem across the lifespan: issue and interventions. New York:
Routledge Taylor and Francis group.
Kerlinger, F. N. Foundation of behavioral research third edition, Asas-asas penelitian behavioral.
Landung R. Simatupang (terj), 2006. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kompasmania. (2011). Menggapai cahaya: kisah inspirasi mantan pecandu narkoba dari
singapura. Diunduh September 2014 dari http://www.luar-negeri.kompasmania.com
MacDermid, S. M. et. all. (2008). Understanding and Promoting resilience in military families.
Lafayette: MFRI.
McCubbin, l. (2001). Challenges to the definitionof resilience. San Francisco: American
Psychological Association.
Meichenbaum, D. (n.d). How educators can nurture resilience in high-risk children and their
families. University of Waterloo Department of Psychology.
Minchinton, J. (2003). Maximum self-esteem: The handbook of for reclaiming tour sense of self-
worth. Kuala Lumpur: Golden Books Center SDN, BHD.
Moorthouse, A. & Marie, .L. C. (2007). Resilience and unemployment: exploringrisk and
protective influences for the outcome variables of depression and assertive job searching.
Amerika: American Counseling Association
News, MNC. (2014). Perjalanan Ustad Jeffry penuh gejolak. Diunduh September 2014 dari
http://116.90.165.206/~n3ws
Owens, T. J., Stryker, S. & Goodman, N. (2006). Extending self-esteem theory and research:
Sociological and research: sociological and psychological current. New York:
Cambridge University Press.
Qunsul, R. (2013). Pers release hari anti narkoba internasional (HANI) 2013. Diunduh tanggal
24 Juni 2013 dari http://www.bnn.go.id
Reich, J. W., Alex J. Zautra & John Stuart Hall. (2010). Handbook of Adult resilience. New
York: The Guilford Press.
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience Factor. New York: Random House, Inc.
Resnick, B., Lisa P. Gwyther & Karen A. Roberto. (2011). Resilience in aging: Concepts,
research, and outcomes. London: Springer Science + Business Media, Inc.
Sarafino, E. P. & Smith, T. W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial interaction. United
States: John Wiley & Sons, Inc.
Siebert, A. (2005). The resiliency advantage: Master chance, thrive under pressure, and bounce
back form setbacks. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Taylor, S. E. (2006). Health psychology. New York: Mc Graw Hill.
Tempo. (2012). Penyebab kematian Whitney Houston diumumkan. Diunduh September 2014
dari http:// www.tempo.co
Thoits, P. A. (1995). Stress, coping, and social support processes: where are we? What next?.
Nashville: Vanderbilt University.
Tof. (2010). Diduga konsumsi narkoba, Sammy “Ketispatih” ditangkap. Diunduh September
2014 dari http://www.regional.kompas.com
W, Lestari. (2014). Stigma negatif, musuh para mantan pecandu narkoba. Diunduh Desember
2014 dari http://www.pelita.or.id
Wang, J. (n.d). Using resilience characteristics and traditional background factors to study
adjustment of international Graduate student in U.S. Florida: Florida State University.
Waxman, H. C., Jon P. Gray & Yolanda n. Pardon. (2003). Review of research on educational
resilience. Washington DC: Institute of Education Science.