PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, PENGELUARAN RIIL ...
Transcript of PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH, PENGELUARAN RIIL ...
PENGARUH RATA-RATA LAMA SEKOLAH,
PENGELUARAN RIIL PERKAPITA, PERTUMBUHAN
EKONOMI DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN DI PROVINSI D.I YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)
Oleh
Ahmad Rafiqi S.
NIM 1113084000065
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H / 2020
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Rafiqi S.
NIM : 1113084000065
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya,dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 30 April 2020
Ahmad Rafiqi S.
1113084000065
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Ahmad Rafiqi S.
Tempat, Tanggal Lahir : Sumenep, 22 Mei 1994
Alamat : Dusun Tambiayu RT 012 RW 006 Desa Aendake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep, Jawa Timur
Nomor Handphone : 081282837736
E-mail : [email protected]
Latar Belakang Keluarga
Nama Ayah : Abd. Sukkur
Tempat, Tanggal Lahir : Sumenep, 03 Maret 1969
Nama Ibu : Khotimah
Tempat, Tanggal Lahir : Sumenep, 01 Agustus 1977
Anak Ke dan Dari : 1 dari 2 bersaudara
Pendidikan Formal
1. MI At-Taufiqiyah Aengbaja Raja Tahun 2001 – 2006
2. MTs At-Taufiqiyah Aengbaja Raja Tahun 2006 – 2009
3. MA At-Taufiqiyah Aengbaja Raja Tahun 2009 – 2012
4. FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 – Sekarang
vi
Seminar dan Workshop
1. Kuliah Umum “Fungsi Pengawasan Keuangan Negara sebagai
Katalisator Tercapainya Tujuan Memajukan Kesejahteraan Umum”,
BPK RI dan HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015
2. Dinas Pariwisata, Pengembangan SDM dan profesionalisme bidang
Pariwisata (sub-sektor UMKM Kuliner Tangerang Selatan)
3. Seminar Antikorupsi Transparency International Indonesia dan HMJ
IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015
4. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan
Jurusan Sendiri”, HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
vii
ABSTRACT
The research is aimed to know the influence Average Length of School,
Adjusted Expenditure per Capita, Economic Growth Rate, and Unemployment to
affect Poverty Rate in 5 district at D.I Yogyakarta Province for 2009-2018 period.
The research used secondary data of time series (2009-2018) and cross
section (5 regencies in D.I Yogyakarta Province). Are supported by eviews 8. While
panel data ware used in analyzing with Fixed Effect Model methode.
The results showed that the Average School Duration, Economic Growth
has a negative and significant effect on the Poverty Rate in the Yogyakarta D.I
Province. Real Per capita expenditure has a positive but not significant effect on
the Poverty Rate in the D.I Province of Yogyakarta. Unemployment has a positive
and significant effect on the Poverty Rate in Yogyakarta's D.I Province.
Keywords : Average Length of School, Adjusted Expenditure Per Capita,
Economic Growth, Unemployment, Poverty Rate .
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Rata-Rata Panjang
Sekolah, Pengeluaran Disesuaikan per Kapita, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, dan
Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di 5 kabupaten di D.I Provinsi
Yogyakarta untuk periode 2009-2018.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk time series (2009-2018) dan cross section (5 Kabupaten/Kota di Provinsi
D.I Yogyakarta). Alat analisis yang digunakan adalah panel data dengan bantuan
eviews 8 yang dianalisis dengan metode Fixed effect Model (FEM).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rata-rata Lama Sekolah,
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta. Pengeluaran Riil Perkapita berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I
Yogyakarta. Pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta.
Kata kunci: Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran Riil Perkapita,
Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Tingkat Kemiskinan
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dengan judul “Pengaruh Rata-Rata Lama
Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta Tahun 2009-2018”.
Sholawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada baginda agung Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa ajaran islam dari zaman kegelapan ke
zaman terang benderang seperti sekarang ini. Dan semoga kita di hari akhir nanti
mendapat safaat dari beliau.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
pengarahan, bimbingan serta dukungan berupa semangat dan do’a baik secara
langsung dan tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Adapun pihak-pihak terserbut adalah:
1. Kedua orang tua penulis, Bapak Sukkur dan Ibu Hotim yang selalu
memberikan do’a, dukungan, motivasi serta kasih sayang
sepanjang masa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E, Ak, M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas
kesempatan berharga yang diberikan kepada penulis untuk
menimba ilmu di bangku perkuliahan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
dan mengeyam pendidikan di kampus ini.
3. Bapak Hartana Iswandi Putra, M.Si, selaku Kepala Jurusan
Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas
x
perannya untuk selalu memberikan bimbingan kepada penulis baik
dalam bentuk akademik maupun non-akademik.
4. Ibu Najwa Khairina, S.E., M.A, selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan juga meluangkan waktu
serta selalu menerima kehadiran penulis dengan kehangatan dan
keramahan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih banyak untuk segalanya. Semoga dengan kebaikan
bapak selama membimbing penulis senantiasa diberikan kesehatan
dan keberkahan oleh Allah SWT.
5. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis
selama perkuliahan serta jajaran karyawan dan staff akademik UIN
Syarif Hidatayullah Jakarta yang telah melayani dan membantu
penulis selama perkuliahan.
6. Untuk istriku tercinta, Eva Nuviyanti, S.Pd.I dan buah hatiku
Muhammad Nadhif Qiandra Rafiqi, yang senantiasa saling
memberikan dorongan semangat dan motivasi selama masa
skripsian.
7. Para Sahabat “Kosan Berkah” (Kober) yaitu Jihad Adhias, S.E,
Dimas Satrio, S.E, Akhadi, Iqbal Hafidz, S.E, Izzudin, S.E,
Zannuar, S.E, Ahmad Rafiqi, Wiweka Surya, Derma, S.E, Risky,
S.E, Ekoju dan Fauzan Karim, S.E. yang telah memberikan
kenangan indah semasa berkuliah. Ditunggu untuk pembuatan
kenangan selanjutnya, kawan.
8. Seluruh rekan-rekan jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan
2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Tanpa
mengunrangi rasa hormat penulis, terima kasih karena telah
menjadi bagian kehidupan perkuliahan penulis.
9. Seluruh dosen dan staf kepegawaian Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu, namun tentunya tidak mengurangi rasa terimakasih
xi
penulis atas segala bantuan yang diberikan selama penulis
menimba ilmu disini.
10. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih memilik i
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu segala
bentuk saran, masukan, dan kritik dari pembaca akan diterima oleh penulis guna
memperbaiki dan mengembangkan penelitian ini. Akhir kata, semoga penelitian ini
dapat berguna serta bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, Mei 2020
Ahmad Rafiqi S.
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING............................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH..................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
ABSTRAK ..............................................................................................................viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................11
A. Landasan Teori ............................................................................................11
1. Kemiskinan ..............................................................................................11
2. Rata-Rata Lama Sekolah .........................................................................19
3. Pengeluaran Rill Perkapita ......................................................................20
4. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................21
5. Pengangguran ..........................................................................................26
B. Hubungan Antar Variabel ...........................................................................30
1. Hubungan Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan .......30
2. Hubungan Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Tingkat Kemiskinan ....31
3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan ..........31
4. Hubungan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan ........................32
C. Penelitian Terdahulu....................................................................................33
D. Kerangka Berfikir........................................................................................38
xiii
E. Hipotesis ......................................................................................................38
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................40
A. Jenis Penelitian ............................................................................................40
B. Definisi Operasional .....................................................................................40
C. Jenis data dan Sumber data .........................................................................41
D. Metode Analisis Data ...................................................................................41
1. Analisis Data Panel...................................................................................41
2. Estimasi Model Data Panel.......................................................................44
3. Pemilihan Model Data Panel ....................................................................48
E. Uji Asumsi Klasik ........................................................................................50
1. Uji Heteroskedastisitas .............................................................................50
2. Uji Multikolinearitas ................................................................................50
F. Uji Hipotesis.................................................................................................51
1. Koefisien Determinasi (R2) .......................................................................51
2. Uji t-Statistic (Uji Parsial).........................................................................51
3. Uji F (Uji Simultan) ..................................................................................52
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................................53
A. Gambaran Umum Objek Penelitian.............................................................53
1. Letak Geografis Provinsi D.I Yogyakarta ................................................53
2. Pemerintahan ...........................................................................................54
3. Kependudukan .........................................................................................55
4. Sosial ........................................................................................................55
5. Keuangan Daerah ....................................................................................56
B. Analisa Dan Pembahasan.............................................................................57
1. Analisis Deskriptif ....................................................................................57
2. Estimasi Data Panel..................................................................................64
3. Uji Asumsi Klasik.....................................................................................66
4. Pengujian Signifikansi ..............................................................................70
5. Analisis Ekonomi......................................................................................77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................83
A. Kesimpulan ..................................................................................................83
xiv
B. Saran ...........................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................86
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................90
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia 2009-2018 ................. 2
Tabel 1.2 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi-provinsi Pulau
Jawa 2009-2018 ...................................................................... 3
Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi D.I Yogyakarta 2009-2018 ....... 6
Tabel 1.4 Tingkat Pengangguran Terbuka D.I Yogyakarta 2009-2018 .. 7
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................... 33
Tabel 4.1 Persentase Penduduk Miskin D.I Yogyakarta 2009-2018 ...... 58
Tabel 4.2 Rata-rata Lama Sekolah D.I Yogyakarta 2009-2018 .............. 59
Tabel 4.3 Pengeluaran Riil Perkapita D.I Yogyakarta 2009-2018 ......... 60
Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota D.I
Yogyakarta 2009-2018 ........................................................... 62
Tabel 4.5 Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota D.I Yogyakarta
2009-2018 ............................................................................... 63
Tabel 4.6 Uji Chow ................................................................................. 65
Tabel 4.7 Uji Hausman ........................................................................... 66
Tabel 4.8 Uji Normalitas ......................................................................... 67
Tabel 4.9 Uji Multikolinearitas ............................................................... 68
Tabel 4.10 Uji Heterokedastisitas ............................................................. 69
Tabel 4.11 Uji Autokorelasi ...................................................................... 70
Tabel 4.12 Model Penelitian ..................................................................... 71
xvi
Tabel 4.13 Hasil Uji Persamaan ................................................................ 72
Tabel 4.14 Uji T-statistic .......................................................................... 74
Tabel 4.15 Uji F-statistic .......................................................................... 76
Tabel 4.16 Uji Adjusted R2 ....................................................................... 77
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir.................................................................. 38
Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi D.I Yogyakarta................................. 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi
pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting
untuk mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan adalah tersedianya
data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik
dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap
kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta
menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaik i
kondisi mereka (BPS, 2008).
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang
tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap
sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper,
kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk
menjamin kelangsungan hidup. Menurut World Bank dalam Jurnal
(Nunung, 2008), salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya
pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan
pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu kemiskinan
juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya
mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada
umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat
dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan,
kesehatan dan masalah- masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat
dengan masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus
2
dilakukan lintas sektor, lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan
terintegrasi (www.bappenas.go.id).
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global yang
dihadapi setiap bangsa, tidak ada satupun Negara di dunia ini yang bebas
dari kemiskinan. Kemiskinan merupakan problema kemanusiaan yang
menghambat kesejahteraan dan peradaban. Kemiskinan pada hakikatnya
menunjuk pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami
seseorang, baik akibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup,
maupun akibat ketidakmampuan Negara atau masyarakat dalam
memberikan perlindungan sosial kepada warganya. Jumlah Penduduk
Miskin di Indonesia pada periode 2009-2018 mengalami penurunan setiap
tahunnya yakni pada tahun 2009 sebesar 32,53 juta jiwa menjadi 25,67 juta
jiwa penduduk di tahun 2018.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (Juta Orang)
(Tahun 2009-2018)
Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di
Indonesia tahun 2018 mencapai 25,95 juta orang Dari total penduduk miskin
0
5
10
15
20
25
30
35
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
3
tersebut, Pulau Jawa masih memiliki jumlah terbanyak dari pulau-pulau
lainnya. Terdapat 13,34 juta orang miskin di Pulau Jawa dengan tingkat
persentase sebesar 8,94 %.
Baik pemerintah pusat maupun daerah telah berupaya dalam
melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan
kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan
program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih
terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada
program sektoral. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi penanggulangan
kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.
Tabel 1.2
Persentase Penduduk Miskin Di Provinsi-Provinsi Pulau Jawa
(Tahun 2009-2018)
Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2019
Dari tabel 1.2 diatas menunjukkan persentase jumlah penduduk
miskin 6 Provinsi yang berada di Pulau Jawa dalam kurun waktu 10 tahun
yakni dari tahun 2009 – 2018 dimana Provinsi yang mempunyai persentase
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
4
tertinggi dari provinsi lainnya yang berada di Pulau Jawa yakni Provinsi D.I
Yogyakarta.
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi D.I Yogyakarta dari tahun
2009 - 2018 mengalami penurunan. Dimana pada tahun 2009 Jumlah
Penduduk
Miskin di DIY 585,78 ribu jiwa naik hingga tahun 2018 menjadi 460,10 ribu
jiwa penduduk miskin di Provinsi D.I Yogyakarta.
Jumlah Penduduk Miskin di D.I Yogyakarta merupakan Jumlah
Penduduk Miskin dari 5 kabupaten/kota di D.I Yogyakarta. Jumlah
Penduduk Miskin di 5 Kabupaten/kota di D.I Yogyakarta masih tidak
merata, dan sebagian besar Jumlah Penduduk Miskin masih cukup tinggi.
Untuk itu perlu dicari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Jumlah
Penduduk Miskin di seluruh kabupaten/kota, sehingga dapat digunakan
sebagai acuan bagi tiap kabupaten/kota dalam usaha mengatasi kemiskinan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin
di suatu wilayah, salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk
miskin adalah kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Salah satu
indikator dalam melihat baik atau tidaknya tingkat pendidikan di suatu
wilayah/negara dapat dilihat melalui angka rata-rata lama sekolah. Rata-rata
lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan
pendidikan penduduk di suatu wilayah. Rata-rata lama sekolah merupakan
lamanya pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang.
Cara berpikir seseorang dalam menghadapi masalah sangat
dipengaruhi oleh luasnya pengetahuan orang tersebut. Pangkal utama dari
pengetahuan adalah melalui pendidikan. Dengan tingginya pendidikan
maka makin banyak pilihan bagi manusia untuk hidup lebih sejahtera.
Peranan pendidikan dalam pengurangan ketimpangan dan kemiskinan
(Rika, Munawaroh, & Puruwita, 2012). Demikian pula menurut Jeffrey
Sachs di dalam bukunya The End of Poverty salah satu mekanisme dalam
5
penuntasan kemiskinan ialah pengembangan human capital terutama
pendidikan dan kesehatan (Ustama, 2009). Pendidikan dalam penelitian ini
diwakili oleh angka rata-rata lama sekolah.
Di Provinsi D.I Yogyakarta, Rata-rata Lama Sekolah dari tahun
2009 – 2018 selalu mengalami peningkatan yakni tahun 2009 rata-rata
sebesar 8,78 tahun naik menjadi 9,32 tahun di tahun 2018. Tetapi kenaikan
tersebut masih sangat kecil karena hanya berkisar 0,4 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di Indonesia khususnya
Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta.
Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk
miskin di suatu wilayah/negara yaitu pengeluaran riil perkapita, dimana
dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis
kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Di Provinsi
D.I Yogyakarta sendiri dari tahun 2009 – 2018 Pengeluaran Riil
Perkapitanya tiap tahunnya mengalami peningkatan yaitu dari Rp 11.294
sampai Rp 13.946. kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan.
Adapun faktor lainnya yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan
ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah.
Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan
permasalahan mendasar, Karena pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan
ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.
6
Adapun dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-
tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk.
Dengan cara tersebut, angka pendapatan per kapita akan meningkat
sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat
dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Akibatnya,
sasaran utama dalam pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada usaha-
usaha pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing provinsi
mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Dengan ini
pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat
kemiskinan.
Tabel 1.3
Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2010
D.I Yogyakarta tahun 2009-2018
Sumber : BPS D.I Yogyakarta tahun 2019
Tabel 1.4 menunjukkan pertumbuhan ekonomi di D.I Yogyakarta
dari tahun 2009 hingga tahun 2018 selalu mengalami peningkatan,
meskipun pada tahun 2015 mengalami penurunan yakni dari 4,95 persen
0
1
2
3
4
5
6
7
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi D.I Yogyakarta
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DI Yogyakarta
7
dari 5,17 persen di tahun 2014. Ditahun – tahun berikutnya laju
pertumbuhan ekonomi D.I Yogyakarta mengalami kenaikan yakni pada
tahun 2018 mencapai 6,20 persen. Hal ini disebabkan oleh sektor yang
dominan yakni industri pengolahan, masih menjadi tumpuan dalam
mendorong pertumbuhan tersebut. Dan secara bergantian pertumbuhan
tersebut turut pula disetorkan dari sektor akomodasi makan minum dan
lapangan usaha konstruksi seiring dengan digenjotnya pembangunan NYIA
(New Yogyakarta International Airport) serta infrastruktur lainnya.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan
adalah pengangguran. Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran
suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat
mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja
penuh (full employment) dapat terwujud.
Menurut Sadono Sukirno (2000), Pengangguran akan menimbulkan
efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat
kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran
akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan.
Tabel 1.4
Tingkat Pengangguran di D.I Yogyakarta (Persen) (2009-2018)
0
1
2
3
4
5
6
7
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi D.I Yogyakarta
Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi DI Yogyakarta
8
Sumber : BPS D.I Yogyakarta tahun 2019
Tabel 1.5 menunjukkan Tingkat Pengangguran di D.I Yogyakarta
yang tidak stabil, mengalami beberapa kali fase naik turun. Di tahun 2009
Tingkat Pengangguran sebesar 6,00 persen dan mengalami penurunan yang
signifikan setiap tahunnya hingga tahun 2015 naik menjadi 4,07 persen dan
hingga tahun 2018 menjadi 3,35 persen tingkat pengangguran terbuka di
Provinsi D.I Yogyakarta.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan
lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran
yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius. Besarnya tingkat
pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di
suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan
berbagai cara (Tambunan, 2001).
Sementara itu, walaupun keempat variabel, Rata-rata Lama Sekolah,
Pengeluaran Riil Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Pengangguran dalam penelitian ini menunjukkan tren positif setiap
tahunnya yaitu mengalami peningkatan dan penurunan namun hal tersebut
tidak bisa menjadikan Provinsi D.I Yogyakarta menurunkan tingkat
kemiskinan yang ada di wilayahnya dan masih terbesar di antara provinsi-
provinsi yang ada di Pulau Jawa meskipun Pulau Jawa merupakan pusat
perputaran ekonomi Indonesia selama periode 2009 – 2018.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih
lanjut tentang Pengaruh Rata- rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill
Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Jumlah
Penduduk Miskin di Provinsi D.I Yogyakarta, sehingga penelitian ini diberi
judul : Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita,
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
penelitian ini akan membahas mengenai Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah,
Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta Tahun 2009-
2018. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta pada periode
2009-2018?
2. Bagaimana pengaruh Pengeluaran riil per kapita terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta pada periode
2009-2018?
3. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan ekonomi terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta pada periode
2009-2018?
4. Bagaimana pengaruh Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah terhadap
Tingkat Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta.
2) Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Rill Perkapita terhadap
Tingkat Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta.
3) Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Tingkat Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta.
4) Untuk mengetahui pengaruh Pengangguran terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta.
10
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan penjelasan tujuan penelitian yang sudah dijelaskan,
maka manfaat dari hasil penelitian ini, yaitu:
1) Pengambil Kebijakan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informas i
yang bermanfaat mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta
sehingga kedepannya dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang
harus dipacu atau dibenahi dalam upaya mengatasi permasalahan
kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta.
2) Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini umumnya diharapkan mampu menambah
bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dengan persoalan
kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta
khususnya dapat menambah wawasan dan pengetahuan penelit i
sendiri mengenai persoalan kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemiskinan
Ada banyak definisi dan konsep tentang kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Secara umum, kemiskinan
adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar
standar atas setiap aspek kehidupan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar antara lain: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan; (2)
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumberdaya alam dan lingkungan; (3) rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan; (4) hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial-politik.
Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/
BKKBN adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan
juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya
untuk memenuhi kebutuhannya.
a) Penyebab Kemiskinan
Ditinjau dari sumber penyebabnya, kemiskinan dapat dibagi
menjadi kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu pada sikap
12
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup,
kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan kultural biasanya
dicirikan oleh sikap individu atau kelompok masyarakat yang
merasa tidak miskin meskipun jika diukur berdasarkan garis
kemiskinan termasuk kelompok miskin. Sedangkan kemiskinan
struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur
masyarakat yang timpang, baik karena perbedaan kepemilikan,
kemampuan, pendapatan dan kesempatan kerja yang tidak
seimbang maupun karena distribusi pembangunan dan hasilnya
yang tidak merata. Kemiskinan struktural biasanya dicirikan oleh
struktur masyarakat yang timpang terutama dilihat dari ukuran-
ukuran ekonomi.
Kemiskinan memang merupakan masalah multidimensi yang
mencakup berbagai aspek kehidupan. Kondisi kemiskinan
setidaknya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: Pertama,
rendahnya taraf pendidikan dan kesehatan berdampak pada
keterbatasan dalam pengembangan diri dan mobilitas. Hal ini
berpengaruh terhadap daya kompetisi dalam merebut atau
memasuki dunia kerja. Kedua, rendahnya derajat kesehatan dan
gizi berdampak pada rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan
selanjutnya akan mengurangi inisiatif. Ketiga, terbatasnya
lapangan pekerjaan semakin memperburuk kemiskinan. Dengan
bekerja setidaknya membuka kesempatan untuk mengubah
nasibnya. Keempat, kondisi terisolasi (terpencil) mengakibatkan
pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain tidak
dapat menjangkaunya. Kelima, ketidak stabilan politik berdampak
pada ketidak berhasilan kebijakan pro-poor. Berbagai kebijakan
dan program-program penanggulangan kemiskinan akan
mengalami kesulitan dalam implementasi jika tidak didukung oleh
kondisi politik yang stabil.
13
Sharp, et al dalam (Mudrajad Kuncoro, 2006) mencoba
mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi
ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena
adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang
menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk
miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan
dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya
manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada
gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya
manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung,
adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan
muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
b) Teori Kemiskinan
Teori-teori yang digunakan antara lain adalah : Menurut
Thorbecke dalam (Tambunan, 2001) kemiskinan dapat lebih cepat
tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena,
pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada
beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti
konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak
negatif terhadap pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk
pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka
sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU
Research Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum
tentu dapat menanggulangi kemiskinan, namun perlu pertumbuhan
yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta
kemudahan akses bagi rakyat miskin.
Menurut Nurkse dalam Jurnal (Togar Saragih, 2006) ada dua
lingkaran perangkap kemiskinan yaitu :
14
1. Dari segi penawaran (supply): tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah diakibatkan oleh tingkat
produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan
menabung masyarakat rendah. Kemampuan untuk menabung
yang rendah menyebabkan tingkat pembentukan modal
(investasi), yang kemudian akan menyebabkan kekurangan
modal dan demikian tingkat produktifitasnya rendah.
2. Dari segi permintaan (demand): di Negara-negara yang
miskin perangsang untuk menanamkan modal sangat rendah,
karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, hal ini
disebabkan oleh pendapatan masyarakat sangat rendah
tersebut dikarenakan tingkat produkti vitas yang rendah
sebagai wujud dari tingkat pembentukan modal yang terbatas
dimasa lalu, disebabkan kekurangan perangsang untuk
menanam modal dan seterusnya.
c) Ukuran Kemiskinan
Kemiskinan adalah konsep yang relatif, bagaimana cara kita
mengukurnya secara objektif dan bagaimana cara kita memastikan
bahwa ukuran kita dapat diterapkan dengan tingkat relevasi yang
sama dari waktu ke waktu.
Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indikator yang sering
digunakan di dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence
of poverty : persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis
kemiskinan. Kedua, the depth of poverty yang menggambarkan
dalamnya kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan indeks
jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap
index. Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan indeks
keparahan kemiskinan (IKK). Secara umum ada dua macam
15
ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut
dan kemiskinan relative.
1. Kemiskinan Absolut
Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan
perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan
kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang
untuk hidup secara layak. Bila pendapatan tidak dapat
mencapai kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatakan
miskin. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan
memperbandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat
pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan
dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan
pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau
sering disebut sebagai garis batas kemiskinan (Todaro,1997
dalam Lincolin Arsyad 2004).
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok
minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan
dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai
ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan
minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah
garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah
garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu
menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
16
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar
minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara
pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan
penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen
lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan
menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan
penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran
kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribus i
pendapatan/pengeluaran penduduk.
Ukuran kemiskinan juga bisa dihitung melalui
pendekatan pendapatan. Pendekatan pendapatan untuk
mengukur kemiskinan ini mengasumsikan bahwa seseorang
dan rumah tangga dikatakan miskin jika pendapatan atau
konsumsi minimumnya berada di bawah garis kemiskinan.
Ukuran-ukuran kemiskinan ini dihitung menurut Coudouel
dalam artikel (Putrakunto, 2009) adalah:
1) Head Count Index
Head Count Index ini menghitung persentase
orang yang ada di bawah garis kemiskinan dalam
kelompok masyarakat tertentu.
2) Sen Poverty Index
Sen Poverty Index memasukkan dua faktor yaitu
koefisien Gini dan rasio H. Koefisien Gini mengukur
ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu
faktor-faktor tersebut naik, tingkat kemiskinan
bertambah besar diukur dengan S.
3) Poverty Gap Index
Poverty Gap Index mengukur besarnya distribus i
pendapatan orang miskin terhadap garis kemiskinan.
Pembilang pada pendekatan ini menunjukkan jurang
17
kemiskinan (poverty gap), yaitu penjumlahan
(sebanyak individu) dari kekurangan pendapatan orang
miskin dari garis kemiskinan. Sedangkan penyebut
adalah jumlah individu di dalam perekonomian (n)
dikalikan dengan nilai garis kemiskinan. Dengan
ukuran ini, tingkat keparahan kemiskinan mula i
terakomodasi. Ukuran kemiskinan akan turun lebih
cepat bila orang-orang yang dientaskan adalah rumah
tangga yang paling miskin, dibandingkan bila
pengentasan kemiskinan terjadi pada rumah tangga
miskin yang paling tidak miskin.
4) Foster-Greer-Torbecke Index
Seperti Indeks-indeks di atas, indeks FGT ini
sensitif terhadap distribusi jika α>1. Bagian (Z-Yi/Z)
adalah perbedaan antara garis kemiskinan (Z) dan
tingkat pendapatan dari kelompok ke-i keluarga miskin
(Yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis
kemiskinan.
d) Kriteria Kemiskinan
Ada berbagai macam kriteria yang digunakan untuk mengukur
tingkat kemiskinan, salah satunya kriteria miskin menurut
Sayogyo. Komponen yang digunakan sebagai dasar untuk ukuran
garis kemiskinan Sayogyo adalah pendapatan keluarga yang
disertakan dengan nilai harga beras yang berlaku pada saat itu dan
rata anggota tiap rumah (lima orang). Berdasarkan kreteria
tersebut, (sayogyo, 1999) membedakan masyarakat ke dalam
beberapa kelompok yaitu :
1) Sangat Miskin
18
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang pendapatannya dibawah setara 250 kg beras ekuivalen
setiap orang dalam setahun penduduk yang tinggal di
perkotaan.
2) Miskin
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang berpendapatan setara dengan 240 kg beras sampai 320
kg beras selama setahun untuk penduduk yang tingga l
didesa, dan 360 kg beras sampai 480 kg beras pertahun
untuk tinggal di perkotaan.
3) Hampir Cukup
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang pendapatannya setara dengan 320 kg beras sampai 480
kg beras dalam setahun untuk penduduk yang tinggal di
pedesaan, dan 720 kg beras pertahun untuk yang tinggal di
perkotaan.
4) Cukup
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang pendapatannya setara dengan lebih dari 480 kg beras
setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang tinggal di
pedesaan, dan di atas 720 kg beras setiap orang pertahun
untuk yang tinggal di perkotaan.
Sedangkan kriteria penduduk miskin BPS, rumah tangga
dikatakan miskin (BPS, 2008), apabila:
a) Luas lantai hunian kurang dari 8 m² per anggota
rumah tangga.
b) Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya.
c) Fasilitas air bersih tidak ada.
d) Fasilitas jamban atau WC tidak ada.
e) Kepemilikan aset tidak tersedia.
19
f) Konsumsi lauk-pauk dalam seminggu tidak
bervariasi.
g) Kemampuan membeli pakaian minimal 1 stel dalam
setahun tidak ada.
h) Pendapatan (total pendapatan per bulan kurang dari
atau sama dengan Rp350.000)
2. Rata-Rata Lama Sekolah
Menurut Todaro (2000), menyatakan bahwa pendidikan
merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana
pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan
sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan.
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya
pendidikan formal yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin
tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan
yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas di seluruh jenjang
pendidikan formal yang diikuti. Rata-rata lama sekolah dapat
dirumuskan:
Menurut Todaro (2000), tingkat penghasilan ini sangat
dipengaruhi oleh lamanya seseorang memperoleh pendidikan. Rata-rata
lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human
capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang
diharapkan dengan biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi
20
optimal bagi seseorang adalah berusaha menyelesaikan pendidikan
setinggi mungkin. Investasi dalam modal manusia akan terlihat lebih
tinggi manfaatnya apabila kita bandingkan antara total biaya
pendidikan yang dikeluarkan selama menjalani pendidikan terhadap
pendapatan yang nantinya akan diperoleh ketika mereka sudah siap
bekerja. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan memulai kerja
penuh waktunya pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka
akan cepat naik dari pada orang yang bekerja lebih awal (Todaro, 2000).
3. Pengeluaran Rill Perkapita
Pengeluaran perkapita disesuaikan merupakan pengeluaran
perkapita yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan
penurunan utilitas marginal. Pengeluaran perkapita disesuaikan
memberikan gambaran tingkat daya beli (PPP) masyarakat, dan sebagai
salah satu komponen yang digunakan dalam melihat status
pembangunan manusia di suatu wilayah. PPP (Purchasing Power
Parity) memungkinkan dilakukan perbandingan harga-harga riil antar
provinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai tukar yang biasa
digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang
terukur dari konsumsi perkapita yang telah disesuaikan.
UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk
Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam
menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran
per kapita riil yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan
penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formula Atkinson.
C (I) = C(i) jika C(i ) < Z
= Z + 2 (C(i) – Z)1/2 jika Z < C(i) < 2Z
= Z + 2(Z)1/2 + 3(C(i) – 2Z)1/3 jika 2Z < C(i) < 3Z
dan seterusnya.
Dimana:
21
C(i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita
Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter
sebesar Rp 549.000 per kapita per tahun atau Rp 1500 per
kapita per hari.
Penghitungan paritas daya beli (PPP) dilakukan berdasarkan 27
komoditas kebutuhan pokok, antara lain beras lokal, tepung terigu,
singkong, tuna, teri, daging sapi, ayam, telur, susu kental manis, bayam,
kacang panjang, kacang tanah, tempe, jeruk, pepaya, kelapa, gula, kopi,
garam, merica, mie instan, rokok kretek, listrik, air minum, bensin,
minyak tanah, dan sewa rumah.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam
kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti
perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik
yang terjadi di suatu negara adalah pertambahan produksi barang dan
jasa, dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya
diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu
negara dalam periode tertentu.
Robert Solow (dikutip oleh Todaro dan Smith, 2006),
mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang disebut sebagai
Model Pertumbuhan Solow. Model tersebut berangkat dari fungs i
produksi agregat sebagai berikut:
Y = Kα (AL)1-α
dimana Y adalah pendapatan domestik bruto, K adalah stok modal fisik
dan modal manusia (akumulasi pendidikan dan pelatihan), L adalah
tenaga kerja, dan A merupakan produktivitas tenaga kerja, yang
pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Faktor penting yang
22
mempengaruhi modal fisik adalah investasi. Adapun simbol α
melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau persentase
kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik
dan modal manusia).
Menurut Mankiw (2004) suatu negara yang memberikan
perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris
paribus akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik
daripada tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap
sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan
pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif merata, termasuk
terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan
berkurang.
Menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga faktor utama dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Akumulasi modal
Termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah
(lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human
resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari
pendapatan sekarang di tabung yang kemudian di investas ikan
kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa
mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investas i
infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas
sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi
produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia
dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada
akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap
angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus
bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program
23
pendidikan dan pelatihan kerja perlu lebih di efektifkan untuk
mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang
terampil.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.
Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan
dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) secara
tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak
angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan
semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar
domestiknya.
3. Kemajuan Teknologi.
Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi caracara
baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan
teknologi, yakni :
a) Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat
output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan
kombinasi-kombinasi input yang sama.
b) Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor
saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat
output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga
kerja atau input modal yang sama.
c) Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika
penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita
memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih
produktif.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
24
oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Untuk lebih jelas dalam
menghitung angka-angka Produk Domestik Regional Bruto ada tiga
pendekatan yang cukup sering digunakan dalam melakukan suatu
penelitian :
1. Menurut Pendekatan Produksi
Dalam pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto
adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang
diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut
dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap
kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai
tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya
antara yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam
proses produksi (Robinson Tarigan, 2005).
2. Menurut Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa
yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus
usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto pada sektor
pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung,
surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga
yang dibayarkan neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode
pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi
tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan.
Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya
metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai
produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama
kegiatan yang tidak mengutip biaya (Robinson Tarigan, 2005).
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam
25
negeri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total
penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak
mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
bruto (investasi), perubahan stok dam ekspor neto.
Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam
dua bentuk, yaitu:
1. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan
Menurut BPS pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran
atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara
menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga
pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen.
Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang
sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riilnya.
2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul
dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud
nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada
barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses
produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama
dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses
produksi. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
konstan digunakan untukmengetahui pertumbuhan ekonomi dari
tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2005), sedangkan menurut BPS
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku
digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian
dan peranan sektor ekonomi.
26
5. Pengangguran
Menurut Sukirno (2004) pengangguran adalah seseorang yang
sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang
mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat
memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Dari tahun ketahun
pengangguran mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Hal ini
menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia karena indikator
pembangunan yang berhasil salah satunya adalah mampu mengangka t
kemiskinan dan mengurangi pengangguran secara signifikan. Apalagi
di era globalisasi ini persaingan tenaga kerja semakin ketat terutama
karena dibukanya perdagangan bebas yang memudahkan penawaran
tenaga kerja asing yang diyakini lebih berkualitas masuk ke dalam
negeri. Penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi;
satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi
permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi
penawaran penduduk bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu
perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan
penghambat bagi jalan pembangunan ekonomi jika penduduk ini
mempunyai kapasitas tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil
produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan penduduk
yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Jadi
pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan rendah tidak ada
gunanya bagi pembangunan ekonomi.
Bagi negara-negara berkembang keadaan perkembangan
penduduk yang cepat justru akan menghambat perkembangan ekonomi.
Karena akan selalu ada perlombaan antara tingkat perkembangan
output dengan tingkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan
dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Jadi, karena penduduk
juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka paling tidak akan terdapat
kesulitan memperoleh, kesempatan kerja. Jika mereka tidak
27
memperoleh pekerjaan atau menganggur, maka akan justru menekan
standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah. Penduduk yang selalu
berkembang menuntut adanya perkembangan ekonomi yang
terusmenerus. Semua ini memerlukan lebih banyak investasi. Bagi
negara berkembang, cepatnya perkembangan penduduk menjadi sebuah
ganjalan dalam perkembangan ekonomi, karena negara-negara ini
memiliki sedikit kapital.
Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian
setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai
salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah
angkatan kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga
produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti
meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin
banyak angkatan kerja yang digunakan dalam proses produksi maka
output hasil produksi akan mengalami peningkatan sampai batas
tertentu.
Mankiw (2006), dalam bukunya menyatakan bahwa orang
dewasa yang berumur 16 tahun keatas digolongkan dalam 3 tingkatan,
a. Bekerja, kategori ini mencakup seseorang yang bekerja sebagai
pegawai yang menerima upah, bekerja pada usaha milik sendiri,
atau bekerja sebagai pegawai yang tidak menerima upah pada
usaha keluarga. Kategori ini juga mencakup mereka yang memilik i
pekerjaan namun tidak sedang bekerja karena untuk sementara
waktu absen. Missal karena liburan, sakit, atau cuaca yang buruk.
b. Tidak bekerja, kategori ini mencakup mereka yang tidak bekerja,
memiliki keinginan untuk bekerja, memiliki keinginan bekerja, dan
telah mencoba mencari pekerjaan selama 4 minggu terakhir.
Kategori ini juga mencakup mereka yang sedang menunggu
28
panggilan kerja kembali dari tempat dimana mereka diberhentikan
dari pekerjaannya.
c. Tidak masuk dalam angkatan kerja, kategori ini mencakup mereka
yang tidak termasuk dalam dua kategori awal seperti pelajar, ibu
rumah tangga, atau pensiunan. Pada masa sekarang usaha-usaha
mengurangi pengangguran adalah dengan menggunakan rencana
pembangunan ekonomi yang menyertakan rencana
ketenagakerjaan secara matang. Di samping itu, disertai pula
kesadaran akan ketenagakerjaan yang lebih demokratis
menyangkut hak-hak memilih pekerjaan, lapangan pekerjaan,
lokasi pekerjaan sesuai kemampuan, kemauan tenaga kerja tanpa
diskriminasi.
Pemecahan masalah pengangguran terutama menjadi peran dan
tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan prinsip desentralisas i.
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah lebih
serius menangani masalah ketenagakerjaan setempat. Pengangguran
yang terjadi disuatu negara menimbulkan masalah yang kompleks dan
pembangunan yang dilakukan akan terhambat. Pengangguran
berdampak negatif terhadap kehidupan, baik pribadi maupun
masyarakat. Akibat tuntutan hidup meningkat maka gejala sosial yang
terjadi yaitu,
a. Meningkatnnya kriminalitas
b. Lingkungan kumuh
c. Kualitas hidup yang semakin menurun
d. Kesehatan penduduk menurun karena kekurangan gizi dan
lingkungan yang tidak sehat.
e. Kualitas tenaga kerja menurun karena biaya pendidikan mahal
Masalah besar untuk saat ini di negara kita adalah meningkatnya
angka pengangguran pada setiap tahunnya. Dan menyangkut faktor
utama dalam permasalahan tersebut bisa saja beragam, itu artinya tidak
29
hanya satu faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengangguran di
Indonesia pada setiap tahunnya meningkat. Dalam mengatas i
permasalahan tersebut diharapkan pemerintah sangat mengharapkan
agar seluruh warga tenaga Indonesia dapat ikut berpartisipasi untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan tingkat pengangguran di negara ini semakin meningka t,
yaitu sebagai berikut :
a. Rendahnya Pendidikan
Masalah pertama yang kerap terjadi dalam penerimaan pegawai
yaitu rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh sebagian orang.
Jika mereka hanya memiliki tingkat pendidikan yang minim, itu
bisa menjadikan seseorang kesulitan dalam mencari setiap
pekerjaan.
b. Keterampilan Yang Kurang
Mungkin untuk saat ini telah banyak diantaranya mahasiswa atau
lulusan SMA yang memiliki kriteria yang diinginkan oleh para
perusahaan. Akan tetapi hal tersebut tidak akan berguna tanpa
adanya keterampilan yang mereka miliki. Karena perusahaan
bukan hanya mencari kandidat yang memiliki jenjang pendidikan
yang luas, akan tetapi keterampilan yang mereka punya yang pihak
perusahaan inginkan.
c. Lapangan Kerja Yang Kurang
Untuk setiap tahunnya mungkin negara kita ini memiliki sejumlah
lulusan dengan angka yang tidak sedikit. Akan tetapi dengan angka
yang tidak sedikit ini tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan
yang tersedia di negara ini.
d. Tidak Ada Kemauan Untuk Berwirausaha
Umumnya sesorang yang baru lulus sekolah/kuliah terpaku dalam
mencari pekerjaan, seolah itu adalah tujuan yang sangat mutlak.
30
Sehingga persaingan mencari pekerjaan lebih besar di bandingkan
membuat suatu usaha.
e. Tingginya Rasa Malas
Dalam masalah ini tingkat kemalasan yang menjadikan mereka
menjadi pengangguran berat, mereka hanya mengandalkan orang
lain tanpa adanya usaha maksimal yang dilakukan.
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa
konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan ini, maka
bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi
income poverty rate dengan consumption poverty rate.
b. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti
bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan
saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan
peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu
berpengaruh dalam jangka pendek.
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Tingkat
Kemiskinan
Menurut Todaro (2000), semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin cepat pula peningkatan penghasilan yang
diharapkannya. Dengan meningkatnya penghasilan dapat mengurangi
tingkat kemiskinan di suatu daerah. Seseorang yang mengenyam
pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki akses yang lebih besar
untuk mendapat pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi, dibandingkan
dengan individu dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Melalui
pendidikan yang memadai, penduduk miskin akan mendapat
31
kesempatan yang lebih baik untuk keluar dari status miskin di masa
depan.
2. Hubungan Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Tingkat
Kemiskinan
Terdapat tiga dimensi dari ukuran kualitas hidup manusia yakni
pertama dimensi kesehatan, kedua dimensi pendidikan dan yang ketiga
adalah standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas standar hidup
layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh
penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi.
Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok
yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai
pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk
hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi
peningkatan konsumsi riil perkapita, yaitu peningkatan nomina l
pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode
yang sama.
3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan
Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan
kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap
awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningka t
dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin
berangsur-angsur berkurang.
Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary
condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya
(sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam
mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah
menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan
penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti
pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana
32
penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya).
Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan peran
pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan
yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan
manufaktur.
4. Hubungan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting yang
menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat
pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan.
Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat, hal ini yang dapat
mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.
Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan
berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan para pengangguran harus
mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu
negara adalah sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku
dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat
dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin
turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan
meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak
memiliki pendapatan.
33
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Terdahulu Judul
Variabel Yang
Digunakan
Alat
Analisis Hasil
1. Widiatma
Nugroho (2012)
Analisis
Pengaruh
PDRB,Agrishar
e, Rata-rata
Lama Sekolah
dan Angka
Melek Huruf
terhadap Jumlah
Penduduk
Miskin di
Indonesia.
Variabel
Independent :
PDRB,Agrish
are, Rata-rata
Lama Sekolah
dan Angka
Melek Huruf
Variabel
dependent :
Jumlah
Penduduk
miskin
Data
Panel
Variabel
PDRB,
Agrishar
e, dan
Rata-rata
lama
sekolah
berpenga
ruh
signifika
n
terhadap
jumlah
pendudu
k miskin
di
Indonesi
a
sedangka
n Angka
Melek
Huruf
tidak
berpenga
ruh
signifika
n
terhadap
jumlah
pendudu
34
No Nama Peneliti
Terdahulu Judul
Variabel Yang
Digunakan
Alat
Analisis Hasil
k miskin
di
Indonesi
a.
2 Fatkhul Mufid
Cholili (2014)
Analisis
pengaruh
pengangguran,
PDRB, dan IPM
terhadap jumlah
penduduk
miskin (studi
kasus 33
provinsi di
Indonesia)
Variabel
Independent :
Penganggura n,
PDRB dan IPM
Variabel
dependent :
Jumlah
penduduk
miskin
Analisis
panel
data
Pengang
gguran
memiliki
pengaruh
positif
dan
signifika
n
terhadap
jumlah
pendudu
k miskin
di
Indonesi
a, PDRB
memiliki
pengaruh
positif
namun
tidak
signifika
n
terhadap
jumlah
pendudu
k miskin
di
Indonesi
a, dan
IPM
35
No Nama Peneliti
Terdahulu Judul
Variabel Yang
Digunakan
Alat
Analisis Hasil
mempuy
ai
pengaruh
negatif
dan
signfikan
terhadap
jumlah
pendudu
k miskin
di
Indonesi
a.
3 Rahmawati
Faturrohmin
(2011)
Pengaruh
PDRB,Harapan
hidup, dan
Melek Huruf
terhadap
Tingkat
Kemiskinan
(Studi kasus 35
kabupaten/ko ta
di Jawa Tengah)
Variabel
Independent :
PDRB,Harapan
hidup,Melek
Huruf. Variabel
dependent :
Tingkat
Kemiskinan
Estimasi
regresi
dengan
data
panel.
PDRB
dan
Harapan
hidup
berpenga
ruh
signifika
n
terhadap
tingkat
kemiskin
an di 35
kabupate
n/kota di
Jawa
Tengah
dengan
tingkat
keyakina
n 95
persen,
36
No Nama Peneliti
Terdahulu Judul
Variabel Yang
Digunakan
Alat
Analisis Hasil
sedangka
n Melek
Huruf
tidak
signifika
n
terhadap
tingkat
kemiskin
an di 35
kabupate
n/kota di
Jawa
Tengah.
4 Nurul Fadlillah
(2016)
Analisis
pengaruh
pendapatan
perkapita,tingka
t pengangguran,
IPM dan
pertumbuhan
penduduk
terhadap
kemiskinan di
Jawa Tengah
tahun 2009-
2013
Variabel
Independent:
Pendapatan
perkapita,
tingkat
pengangguran,
IPM dan
pertumbuhan
penduduk
Variabel
Dependent
Kemiskinan
Regresi
Data
panel
IPM
berpenga
ruh
negatif
dan
Signifika
n
terhadap
jumlah
pendudu
k miskin
di Jawa
tengah.
Pertumb
uhan
pendudu
k
berpenga
ruh
positif
37
No Nama Peneliti
Terdahulu Judul
Variabel Yang
Digunakan
Alat
Analisis Hasil
dan tidak
signifika
n di Jawa
Tengah.
5 Merna
Kumalasari
(2011)
Analisis
Pertumbuhan
Ekonomi,
Angka Harapan
Hidup, Angka
Melek Huruf,
Rata-rata Lama
Sekolah,
Pengeluaran
Perkapita dan
Jumlah
Penduduk
terhadap
Tingkat
Kemiskinan di
Jawa Tengah
Variabel
Independent :
Pertumbuhan
Ekonomi,
Angka Harapan
Hidup, Angka
Melek Huruf,
Ratarata Lama
Sekolah,
Pengeluaran
Perkapita dan
Jumlah
Penduduk.
Variabel
Dependent :
Tingkat
Kemiskinan
Data
Panel
Variabel
Angka
Harapan
Hidup,
Pengelua
ran
Perkapita
dan
Jumlah
Pendudu
k
Berpeng
aruh
negatif
dan
signifika
n
terhadap
Tingkat
Kemiski
nan di
Jawa
Tengah.
38
D. Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelit ian
maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara/ kesimpulan yang diambil untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang
sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan
dengan penelitian di bidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. H1
:
Diduga ada pengaruh signifikan dari Rata-Rata Lama Sekolah
secara parsial terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di
D.I Yogyakarta Tahun 2009 – 2018.
Rata- Rata Lama Sekolah
(X1)
Pengeluaran Riil
Perkapita (X2)
Pertumbuhan Ekonomi
(X3)
Pengangguran (X4)
Tingkat Kemiskinan (Y)
39
2. H1
:
Diduga ada pengaruh signifikan dari Pengeluaran Rill Perkapita
secara parsial terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di
D.I Yogyakarta Tahun 2009 – 2018.
3. H1
:
Diduga ada pengaruh signifikan dari Pertumbuhan Ekonomi
secara parsial terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di
D.I Yogyakarta Tahun 2009 – 2018.
4. H1
:
Diduga ada pengaruh signifikan dari Pengangguran secara
parsial terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di D.I
Yogyakarta Tahun 2009 – 2018.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang
menjelaskan kedudukan antar variabel yang menggunakan analisa data
dengan statistik dan ekonometrika. Variabel penelitiannya yaitu Tingkat
Kemiskinan, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita,
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran. Rata-rata Lama Sekolah,
Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
sebagai variabel independen dan Tingkat Kemiskinan sebagai variabel
dependen.
B. Definisi Operasional
1. Kemiskinan dalam penelitian ini digambarkan menggunankan
persentase jumlah penduduk miskin di masing-masing daerah di
Provinsi D.I Yogyakarta yang penghasilannya berada dibawah garis
kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan
dalam satuan jiwa. Variabel kemiskinan yang digunakan adalah data
persentase jumlah penduduk miskin tahun 2009-2018 yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Rata-Rata Lama Sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan
oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan
formal yang diikuti di masing-masing 5 kabupaten/kota D.I Yogyakarta
selama periode 2009-2018 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (dalam
tahun).
3. Pengeluaran Rill Perkapita adalah Kemampuan daya beli masyarakat
terhadap sejumlah kebutuhan pokok di masing-masing 5
kabupaten/kota D.I Yogyakarta selama periode 2009-2018 menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) (dalam rupiah).
41
4. Pertumbuhan Ekonomi adalah persentase pertambahan produksi barang
dan jasa, dan perkembangan infrastruktur di 5 kabupaten/kota D.I
Yogyakarta selama periode 2009-2018 menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) (dalam satuan persen)
5. Pengangguran adalah jumlah penduduk menganggur di 5
kabupaten/kota D.I Yogyakarta selama periode 2009-2018 menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) (dalam satuan jiwa).
C. Jenis data dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapatkan melalui studi literatur baik dari buku, jurnal, penelitian, serta
sumber data publikasi instansi terkait. Data yang digunakan merupakan data
panel yaitu gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang
(cross section) di 5 kabupaten/kota D.I Yogyakarta selama periode 2009-
2018. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) D.I
Yogyakarta.
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Data Panel
Peneliti menggunakan data sekunder, metode yang digunakan
yaitu metode data panel yakni gabungan antara data antar tempat atau
ruang (cross section) dan data antar waktu (time series). Adapun data
time series yang digunakan adalah data tahunan yaitu tahun 2009-2018
serta data cross section sebanyak jumlah Kabupaten/Kota di Provins i
D.I Yogyakarta.
Analisis regresi data panel adalah analisis regresi yang didasarkan
pada data panel untuk mengamati hubungan antara variabel terikat
(dependen) dan variabel bebas (independen). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan mengenai masalah Rata-rata lama
sekolah, pengeluaran riil perkapita, pertumbuhan ekonomi dan
42
pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi DIY
dengan tahun yang akan diteliti 2009-2018.
Model dengan data cross section:
Yi = α + β Xi + Ɛi ; i = 1,2, ... , N
N = Banyaknya data cross section
Model dengan data time series:
Yt = α + β Xi + Ɛi ; i = 1,2, ... , T
T = Banyaknya data time series
Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section
dan data time series maka model yang dapat disimpulkan adalah
sebagai berikut:
Yit = α + β Xit + Ɛit ; I = 1,2, ... , N; t = 1,2, ... , T
Dimana:
N : Banyaknya data cross section
T : Banyaknya data time series
NT : Banyaknya data panel
Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh Rata-rata Lama
Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pengangguran secara simultan terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan
metode statistik data panel dan alat dalam pengolahan datanya yaitu
menggunakan program Eviews. Estimasi model regresi menggunakan
Metode Ordinary Least Squares. Dalam OLS, terdapat sepuluh asumsi
yang harus dipenuhi, yang dikenal dengan asumsi klasik. Asumsi-
asumsi ini meliputi (Widarjono, 2007):
1. Linear Reression Model, yang berarti model harus linear dalma
parameter.
2. Nilai X (variabel bebas) adalah tetap (nonstochastic).
43
3. Nilai rata-rata ei (error term) adalah nol (0).
4. Homoskedastisitas, yaitu varian masing-masing ei (error term)
adalah sama (konstan) untuk setiap X.
5. Tidak ada autokorelasi antar ei (error term) namun biasanya dalam
data panel hal tersebut tidak dilakukan secara terperinci seperti
dalam regresi linear berganda.
6. Tidak ada covarians antara ei (error term) dan X (variabel bebas).
7. Jumlah observasi (n) harus lebih besar daripada jumlah parameter
untuk diestimasi. Variabilitas dalam nilai X (variabel bebas)
8. Model regresi tidak bias atau error.
9. Tidak terdapat multikolinearitas sempurna.
Regresi data panel merupakan teknik regresi yang
menggabungkan data time series dengan cross section. Metode regresi
data panel mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
data time series atau cross section, yaitu (Widarjono, 2007):
1. Data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan
cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak
sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar.
2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section
dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah
penghilangan variabel (omitted-variabel).
Data panel juga memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya
sebagai berikut (Widarjono, 2007):
1. Pada metode Common Effect teknik yang digunakan hanya dengan
mengkombinasi data time series dan cross section. Dengan hanya
menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan
metode OLS untuk mengestimasi model data panel. Dalam
pendekatan ini tidak memperlihatkan dimensi maupun waktu. Dan
dapat diasumsikan bahwa perilaku data antar perusahaan sama
dalam berbagai rentan waktu. Asumsi ini jelas sangat jauh dari
44
realita sebenarnya, karena karakteristik antar perusahaan baik dari
segi kewilayahan jelas sangat berbeda.
2. Pada metode Fixed Effect teknik yang digunakan adalah metode
variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.
Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap
antar perusahaan dan antar waktu (time invariant). Namun metode
ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya drajat kebebasan
(degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiens i
parameter.
3. Pada metode Random Effect teknik yang digunakan adalah dengan
menambahkan variabel gangguan (error term) yang mungkin saja
akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar
Kabupaten/Kota. Teknik OLS tidak dapat digunakan untuk
mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk
menggunakan metode Generalized Least Square (GLS).
2. Estimasi Model Data Panel
Menurut (Kusrini, 2010), beberapa hal yang dihadapi saat
menggunakan data panel adalah koefisien slope dan intercept yang
berbeda pada setiap individu dan setiap periode waktu. Oleh karena itu,
asumsi yang dibuat terhadap intersept, slope, dan error-nya ada
beberapa kemungkinan yang muncul, yaitu:
a. Asumsi bahwa koefisien slope dan intercept konstan sepanjang
waktu dan individu, dan residual/error-nya berbeda sepanjang
waktu, pada setiap individu;
b. Asumsi bahwa koefisien slope konstan, tetapi intercept bervariasi
pada setiap individu;
c. Asumsi bahwa koefisien slope konstan, tetapi intercept bervariasi
pada setiap individu dan waktu;
d. Asumsi bahwa semua koefisien (baik slope maupun intercept)
bervariasi pada setiap individu;
45
e. Asumsi bahwa semua koefisien (baik slope maupun intercept)
bervariasi sepanjang waktu, pada setiap individu;
Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalma
mengestimasi parameter model data panel, yaitu: 1) Pendekatan OLS
biasa (Pooled Least Square atau Common Effect); 2) Pendekatan Efek
Tetap (Fixed Effect Method); dan 3) Pendekatan Efek Acak (Random
Effect Method).
a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect
Pendekatan ini menggabungkan data cross-section dengan
data time series (pool data), kemudian data gabungan ini
diperlakukan sebagai suatu kesatuan pengamatan untuk
mengestimasi model. Sehingga, metode ini dapat pula disebut
sebagai model OLS biasa karena menggunakan kuadrat terkecil,
atau dikenal dengan estimasi Common Effect. Akan tetapi,
dengan menggunakan metode ini tidak dapat melihat perbedaan
baik antar individu maupun antar waktu, atau dengan kata lain
dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu
maupun waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar individu
(negara) sama dalam berbagai kurun waktu (Munandar, 2017).
b. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)
Regresi data panel memungkinkan untuk dapat mengetahui
intercept masing-masing individu karena adanya perubahan
keadaan pada masing-masing individu, model ini dikenal dengan
model regresi Fixed Effect Method (Model Efek Tetap)
(Suliyanto, 2010). Struktur model Fixed Effect merupakan model
yang memperhatikan adanya keberagaman dari variabel
independen menurut individu. Jika menggunakan asumsi slope
konstan tetapi intercept bervariasi antar individu, maka variasi
terletak pada individu yang faktor waktunya diabaikan sehingga
model regresi yang digunakan adalah model regresi variabel
46
dummy. Lalu, jika menggunakan asumsi slope konstan tetapi
intercept bervariasi antarwaktu, maka variasi terletak pada waktu
dan variasi individu diabaikan (Setiawan dan Kusrini, 2010).
Menurut Winarno (2015), keuntungan metode efek tetap ini
adalah dapat membedakan efek individual dan efek waktu dan
tidak perlu mengamsumsikan bahwa komponen error tidak
berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi.
Kelemahan metode efek tetap ini yaitu ketidaksesuaian model
dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi setiap obyek saling
berbeda, bahkan satu obyek pada suatu waktu akan sangat
berbeda dengan kondisi obyek tersebut pada waktu yang lain.
c. Pendekatan Random Effect Model (REM)
Keputusan untuk memasukkan variabel berbeda dalam
model efek tetap (fixed effect) tidak dapat dipungkiri akan dapat
menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel
boneka (dummy) ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat
kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya dapat
menghalangi untuk mengetahui model aslinya (Setiawan dan
Kusrini, 2010). Model panel data yang didalamnya melibatkan
korelasi antar error term karena berubahnya waktu karena
berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model
komponen error (error component model) atau disebut juga
Model Efek Acak (Random Effect Method). Menurut Winarno,
metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek
tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model
mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu,
metode efek menggunakan residual, yang diduga memilik i
hubungan antar waktu dan antar obyek. Syarat untuk
menganalisis efek random yaitu obyek data silang harus lebih
besar dari pada banyaknya koefisien (Winarno, 2015).
47
Pemilihan metode Fixed Effect atau metode Random Effect
dapat dilakukan dengan pertimbangan tujuan analisis, atau ada
pula kemungkinan data yang digunakan sebagai dasar pembuatan
model hanya dapat diolah oleh salah satu metode saja akibat
bebagai persoalan teknis matematis yang melandasi perhitungan.
Selain itu, menurut beberapa ahli ekonometri dikatakan bahwa,
jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (t) lebih
besar dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan
menggunakan metode Fixed Effect. Sedangkan jika data panel
yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (t) lebih kecil
dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan menggunakan
metode Random Effect (Munandar, 2017).
Dari ketiga teknik diatas kita harus memilih teknik terbaik yang
digunakan untuk data. Cara memilih salah satu dari tiga teknik yang ada
sebagai berikut:
a. Memilih antara Model common effect dan fixed effect
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara
common effect dan fixed effect untuk melakukan regresi data
panel, dapat digunakan Uji Chow (Chow Test) dengan hipotesis :
H0 : Model common effect lebih baik daripada fixed effect
H1 : Model fixed effect lebih baik daripada common effect
Kriteria pengambilan keputusan adalah dengan melihat nilai
probabilitas (P-Value), dengan asumsi jika nilai probabilitas (P-
Value) lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5% maka menolak
H0, artinya model fixed effect lebih baik digunakan untuk regresi
data panel. Sebaliknya, jika H0 diterima, berarti model common
effect yang digunakan. Namun, jika H0 ditolak maka model fixed
effect harus diuji kembali untuk memilih antara fixed effect atau
random effect yang lebih baik.
48
b. Memilih antara model fixed effect dan random effect
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara fixed
effect dan random effect, dapat digunakan Uji Hausman
(Hausman Test) dengan hipotesis:
H0 : model random effect lebih baik daripada fixed effect
H1 : model fixed effect lebih baik daripada random effect
Kriteria pengambilan keputusan adalah dengan melihat nilai
probabilitas (P-Value), dengan asumsi jika nilai probabilitas (P-
Value) lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5% maka menolak
H0, artinya model fixed effect lebih baik digunakan untuk regresi
data panel. Sebaliknya, jika H0 diterima, berarti model random
effect yang digunakan.
c. Memilih antara Model common effect dan random effect
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara
common effect dan random effect untuk melakukan regresi data
panel, dapat digunakan Uji Lagrange Multiplier (LM Test)
dengan hipotesis:
H0 : Model common effect lebih baik daripada random effect
H1: Model random effect lebih baik daripada Common effect
Kriteria pengambilan keputusan adalah dengan melihat nilai
probabilitas (P-Value) Breush-Pagan, dengan asumsi jika nila i
probabilitas (P-Value) cross section Breush-Pagan lebih kecil
dari tingkat signifikansi α 5% maka menolak H0 , artinya model
random effect lebih baik digunakan untuk regresi data panel.
Sebaliknya, jika H0 diterima, berarti model common effect yang
digunakan.
3. Pemilihan Model Data Panel
Sebelum melakukan regresi pada data panel, peneliti melakukan
beberapa pengujian spesifikasi model agar mendapatkan estimas i
model yang paling tepat untuk digunakan. Terdapat dua uji spesifikas i
49
model antara lain Uji Chow dan Uji Hausman. Kedua uji tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Chow
Uji Chow bertujuan untuk menentukan Pooled Least Square atau
Fixed Effect Model yang akan digunakan dalam mengestimas i
model. Dalam pengujian ini memiliki hipotesa sebagai berikut:
H0 : Model Pooled Least Square
H1 : Fixed Effect Model
Jika hasil menunjukkan nilai probabilitas cross section F lebih kecil
dari tingkat signifikansi α = 5% (0,05), maka H1 diterima sebagai
model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Namun jika
hasil Uji Chow menunjukkan nilai probabilitas cross section F
lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0,05), maka H0
diterima sebagai model yang digunakan adalah Pooled Least
Square. Saat H1 diterima maka kita harus memastikan apakah
Fixed Effect Model yang terbaik untuk mengestimasi model
dengan melakukan Uji Hausman.
2. Uji Hausman
Uji Hauman bertujuan untuk menentukan Random Effect model
atau Fixed Effect Model yang akan digunakan. Dalam pengujian
ini memiliki hipotesa sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Jika hasil menunjukkan nilai probabilitas cross-section random
lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0,05), maka H1
diterima sebagai model yang digunakan adalah Fixed Effect
Model. Namun jika hasil Uji Hausman menunjukkan nilai
probabilitas cross-section random lebih besar dari tingkat
signifikansi α = 5% (0,05), maka H0 diterima sebagai model yang
50
harus digunakan untuk mengestimasi model adalah Random Effect
Model.
E. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menguji kelayakan
atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Uji-uji yang yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi memiliki variasi residual atau tidak untuk semua
observasi. Apabila terdapat variansi, maka dalam model regresi
terdeteksi adanya heteroskedastisitas. Dalam model regresi, asumsi
yang dipenuhi adalah mempunyai nilai varian yang sama
(homoskedastisitas) atau dapat dikatakan residual tidak memilik i
variansi untuk semua observasi. Untuk menguji ada atau tiddaknya
heteroskedastisitas dalam model regresi maka digunakn uji White-
heteroskedasticity yang ada didalam program Eviews. Prinsip yang
digunakan adalah dengan meregresi residual yang dikuadratkan dengan
variabel independen pada model, sehingga menghasilkan Obs*R-
Squared pada uji White-heteroskedasticity. Jika nilai probabilitas
Obs*R-Squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah ada
keterkaitan antara hubungan yang sempurna antara variabel-variabe l
independen. Jika didalam pengujian ternyata didapatkan sebuah
kesimpulan bahwa antara variabel independen saling terikat maka
model regresi yang digunakan tidak baik. Untuk menguji
multikolinearitas peneliti menggunakan uji correlation. Jika nilai dari
51
keempat variabel independen menunjukkan nilai lebih kecil dari 0,8
maka terbebas dari maslah multikolinearitas, sebaliknya menunjukkan
nilai lebih besar dari 0,8 maka terdapat masalah multikolinearitas.
F. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien regresi
yang sudah didapat pada penelitian ini signifikan atau tidak. Terdapat tiga
uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi merupakan uji yang menjelaskan
seberapa besar proporsi variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen yang digunakan dalam penelitian (uji goodness of
fit). Nilai koefisien determinasi berada diantara nol dan satu. Semakin
nilai koefisien determinasi mendekati angka satu maka dapat diartikan
bahwa variabel independen mampu menjelaskan hampir semua
perubahan pada variabel dependen. Sedangkan jika nilai koefisien
determinasi mendekati angka nol maka diartikan bahwa variabel
independen tidak memiliki kemampuan dalam menjelaskan variabel
dependen sangat terbatas.
2. Uji t-Statistic (Uji Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi variabel
independen terhadap variabel dependen. Dalam menentukan
signifikansi atau tidaknya variabel independen terhadap variabel
dependen dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas
dengan tingkat signifikansi α = 5% atau 0,05. Hipotesis pada uji ini
sebagai berikut:
H0 : Tidak berpengaruh signifikan antara variabel independen
terhadap variabel dependen.
52
H1 : Berpengaruh signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen.
Apabila nilai probabilitas nilai t-hitung > tingkat signifikansi 5%
atau 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak, sedangkan jika nila i
probabilitas nilai t-hitung < tingkat signifikansi 5% atau 0,05 maka H0
ditolak dan H1 diterima.
3. Uji F (Uji Simultan)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.
Dalam menentukan berpengaruh secara simultan tidaknya variabel
independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Hipotesis pada uji ini
sebagai berikut:
H0 : Tidak berpengaruh signifikan antara variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan.
H1 : Berpengaruh signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan.
Dengan taraf signifikan 5% atau 0,05 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Jika F hitung < F tabel maka H1 diterima berarti variabel
independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
2) Jika F hitung > F tabel maka H0 diterima berarti variabel
independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
53
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Letak Geografis Provinsi D.I Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta (bahasa Jawa: Dhaérah Istiméwa
Ngayogyakarta) adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di
Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta
dan Negara Kadipaten Paku Alaman, Daerah Istimewa Yogyakarta
terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provins i
Jawa Tengah dan Samudera Hindia, Daerah Istimewa yang memilik i
luas 3,185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya, dan empat kabupaten,
yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan,
Menurut sensus penduduk 2018 memiliki populasi 3.762.167 jiwa
penduduk.
DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara
geografis terletak pada 7º.33' - 8º.12' Lintang Selatan, dan 110º.00' -
110º.50' Bujur Timur, Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat
dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiogra fi
Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau
Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan
satuan fisiografi Dataran Rendah.
Secara administratif DIY terbagi dalam 5 wilayah daerah tingkat
II, yaitu :
1) Kotamadya Yogyakarta dengan luas 32,5 km2
2) Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2
3) Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,36 km2
4) Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 km2
5) Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km2
54
Gambar 4.1
Peta Wilayah D.I Yogyakarta
Sumber: www.google.com/petayogyakarta
2. Pemerintahan
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan
Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian
Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara
Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Negara
Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan Keraton Yogyakarta
maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak
pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem Keprajan
Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon
pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kabupaten dan Kota yang berada di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta juga merupakan metamorfosis dari Kabupaten-kabupaten
Kesultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualaman. Kabupaten-
kabupaten tersebut merupakan kabupaten administratif tanpa ada
perwakilan rakyat. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah:
55
1. Kabupaten Kota Kasultanan dengan bupatinya KRT
Hardjodiningrat,
2. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
3. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
4. Kabupaten Kulonprogo yang beribu kota di Sentolo dengan
bupatinya KRT Secodiningrat.
5. Kabupaten Kota Pakualaman dengan bupatinya KRT
Brotodiningrat,
6. Kabupaten Adikarto yang beribu kota di Wates, dengan bupatinya
KRT Suryaningprang.
3. Kependudukan
Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) mencapai 3,8 juta jiwa pada 2018. Dari jumlah
tersebut, hampir sepertiganya (1,2 juta jiwa) merupakan penduduk
Sleman.
Sementara wilayah dengan jumlah penduduk terbesar berikutnya
adalah Bantul sebanyak 1 juta jiwa. Kemudian, penduduk Gunung
Kidul sebanyak 736 ribu Jiwa, Kota Yogyakarta 427 ribu jiwa, dan
Kulon Progo 426 ribu jiwa.
Wilayah D.I. Yogyakarta memiliki luas dengan kepadatan
penduduk sebesar 1.194 jiwa per km persegi. Sementara kepadatan
penduduk Kota Yogyakarta mencapai 13.154 jiwa per km persegi.
4. Sosial
Pada tahun 2018, penduduk Provinsi D.I Yogyakarta usia 7-24
tahun yang masih bersekolah sebesar 71,09 persen. Untuk kelompok
umur 7-12 tahun yang masih bersekolah sebesar 107,37 persen, lalu
kelompok umur 13-15 tahun yang masih bersekolah sebesar 114,71
persen, kelompok umur 16-18 tahun sebesar 75,94 persen, dan
kelompok umur 19-24 tahun sebesar 21,33 persen. Di Provinsi D.I
56
Yogyakarta terdapat 2.028 Sekolah Dasar (SD) dengan 19.864 guru dan
298.647 murid. Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada tahun
2018 terdapat 439 unit SMP dengan 9.819 guru dan 128.851 murid.
Sementara itu, utnuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), di
Provinsi D.I Yogyakarta terdapat 162 unit Sekolah Menengah Atas
(SMA) dengan 5.159 guru dan 55.535 murid. Dan untuk Perguruan
tinggi, terdapat 84 perguruan tinggi dengan 11.703 dosen dan 392.295
mahasiswa (BPS Provinsi D.I Yogyakarta 2019).
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Provinsi D.I Yogyakarta pada
tahun 2018 antara lain tersedia 73 unit Rumah Sakit, 121 Puskesmas,
dan 278 Klinik/Balai Kesehatan. Tenaga kesehatan yang tersedia di
Provinsi D.I Yogyakarta sebanyak 4.704 tenaga medis, 7.794 tenaga
keperawatan, 2.019 tenaga kebidanan, 1.020 tenaga kefarmasian, dan
1.972 tenaga kesehatan lainnya.
Jumlah penduduk miskin pada September 2018 di D.I.
Yogyakarta sebanyak 450,25 ribu orang atau 11,81 persen terhadap
total penduduknya. Sementara itu, penduduk miskin pada periode
Maret 2018 adalah 460,10 ribu orang atau 12,13 persen dari penduduk
D.I. Yogyakarta.
5. Keuangan Daerah
Sumber utama pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), dana transfer (DAU dan DAK), serta dana otonomi khusus yang
meningkat pesat pasca implementasi UUD Keistimewaan DIY tahun
2012. Komposisi belanja langsung dan tidak langsung hampir
seimbang, belanja langsung terbesar digunakan untuk belanja barang
dan jasa serta barang modal, sementara biaya tidak langsung terbesar
untuk belanja pegawai serta bagi hasil dan bansos. Pemanfaatan belanja
pemerintah terbesar menurut fungsi digunakan untuk pelayanan umum
dan pendidikan.
57
Pada Tahun Anggaran 2018, realisasi pendapatan Pemerintah
Provinsi D.I Yogyakarta mencapai 5,44 triliun rupiah, sementara
belanja daerah Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta mencapai 5,30
triliun rupiah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih merupakan
sumber penerimaan rutin terbesar Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta
yaitu memberi kontribusi sekitar 59,16 persen dari total penerimaan.
Untuk belanja daerah, porsi pengeluaran tertinggi digunakan untuk
belanja langsung yang mencapai 50,06 persen dari total belanja daerah,
sementara sisanya sebanyak 49,94% digunakan untuk belanja tidak
langsung (BPS Provinsi D.I Yogyakarta 2019).
B. Analisa Dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Tingkat Kemiskinan Provinsi D.I Yogyakarta
Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai
bidang yang ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan
kekurangan seperti ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan,
akses fasilitas air bersih, fasilitas jamban, dan kesehatan yang memadai,
serta kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan
dan papan.
Penduduk Miskin merupakan kategori penduduk yang memilik i
pengeluaran per kapita dibawah garis kemiskinan. Di Provinsi D.I
Yogyakarta, persentase jumlah Penduduk Miskin berfluktuas i,
khususnya ketika terjadi guncangan ekonomi seperti krisis moneter dan
kenaikan harga BBM, maupun ketika terjadi perbaikan ekonomi.
Berikut data jumlah persentase penduduk miskin di 5 Kabupaten/Kota
Provinsi D.I Yogyakarta:
58
Tabel 4.1
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/kota di D.I
Yogyakarta tahun 2009-2018 (Persen)
Tahun Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 24,65 17,64 24,44 11,45 10,05
2010 23,15 16,09 22,05 10,7 9,75
2011 23,62 17,28 23,03 10,61 9,62
2012 23,32 16,97 22,72 10,44 9,38
2013 21,39 16,48 21,7 9,68 8,82
2014 20,64 15,89 20,83 9,5 8,67
2015 21,4 16,33 21,73 9,46 8,75
2016 20,3 14,55 19,34 8,21 7,7
2017 20,03 14,07 18,65 8,13 7,64
2018 18,3 13,43 17,12 7,65 6,98
Sumber : BPS D.I Yogyakarta 2019
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Provinis i
D.I Yogyakarta mengalami penurunan tiap tahunnya Persentase Jumlah
Penduduk Miskin dari tahun 2009 hingga tahun 2018. Tetapi meningka t
di tahun 2015 hal ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) dan imbas dari perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2018 kota Yogyakarta merupakan wilayah dengan
persentase penduduk miskin paling kecil yakni 8,75 % dan
Gunungkidul merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin
paling tinggi yakni 21,73 %.
b. Analisis Deskriptif Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi D.I
Yogyakarta
Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human
capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan
59
formal yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-
rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang
dijalani.
Rata-rata Lama Sekolah adalah Rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh
semua jenis pendidikan yang pernah dijalani. Untuk mereka yang tamat
SD diperhitungkan lama sekolah selama 6 tahun, tamat SMP
diperhitungkan lama sekolah selama 9 tahun, tamat SM diperhitungkan
lama sekolah selama 12 tahun tanpa memperhitungkan apakah pernah
tinggal kelas atau tidak. Berikut adalah Tabel Rata-Rata Lama Sekolah
di Kabupaten/Kota D.I Yogyakarta.
Tabel 4.2
Rata-Rata Lama Sekolah menurut Kabupaten/Kota di D.I
Yogyakarta tahun 2009-2018 (dalam satuan tahun)
Tahun Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 7,79 7,64 5,61 9,18 10,48
2010 7,85 8,34 5,59 9,78 10,88
2011 7,88 8,35 5,74 10,03 11,01
2012 7,93 8,44 6,08 10,03 11,22
2013 8,02 8,72 6,22 10,03 11,36
2014 8,20 8,74 6,45 10,28 11,39
2015 8,40 9,08 6,46 10,30 11,41
2016 8,50 9,09 6,62 10,64 11,42
2017 8,64 9,20 6,99 10,65 11,43
2018 8,65 9,35 7,00 10,66 11,44
Sumber : BPS D.I Yogyakarta 2019
Tabel 4.2 menunjukkan Rata-rata Lama Sekolah di DIY
mengalami peningkatan yakni dari tahun 2009 sebesar 8,14 hingga
tahun 2018 sebesar 9,32. Dimana terdapat 3 Kabupaten/Kota yang
memiliki Rata-Rata Lama Sekolah diatas Provinsi. Dan Kota
60
Yogyakarta menjadi Kota yang memiliki Rata-Rata Lama Sekolah
tertinggi yakni 11,44. Sedangkan Kabupaten Gunung Kidul menjadi
wilayah dengan Rata-Rata Lama Sekolah terendah yakni 7,00 di tahun
2018. Hal ini menunjukkan Wilayah Kota cenderung memiliki Rata-
Rata Lama Sekolah lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten.
c. Analisis Deskriptif Pengeluaran Riil Perkapita Provinsi D.I
Yogyakarta
Pengeluaran Rill Perkapita merupakan salah satu indikator
mengukur kualitas hidup manusia. Kemampuan daya beli masyarakat
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili
capaian pembangunan untuk hidup layak. Berikut adalah Pengeluaran
Rill Perkapita di Kabupaten/Kota D.I Yogyakarta.
Tabel 4.3
Pengeluaran Rill Perkapita menurut Kabupaten/Kota di D.I
Yogyakarta tahun 2009-2018 (Ribuan)
Tahun Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 6295 6438,90 6230,9 6460,8 6475,9
2010 8274,24 13724,58 8092,86 13847,86 16461,51
2011 8329,85 13778,46 8137,65 13882,15 16497,48
2012 8341,61 13797,53 8170,07 13916,45 16497,73
2013 8467,97 13901,51 8202,49 14085,15 16645,48
2014 8479,94 13920,75 8235,16 14170,27 16754,82
2015 8687,81 14320,1 8336,07 14561,89 17316,78
2016 8938 14880 8467 14921 17770
2017 9277 14995 8788 15365 18005
2018 9698 15386 9163 15844 18629
Sumber : BPS D.I Yogyakarta 2019
Tabel 4.3 menunjukkan Pengeluaran Rill Perkapita di DIY
mengalami kenaikan dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Dimana
61
terdapat 3 Kabupaten/Kota yang memiliki Pengeluaran Rill Perkapita
diatas Provinsi. Kota Yogyakarta menjadi wilayah di DIY dengan
Pengeluaran Rill Perkapita tertinggi yaitu 18629 dan Kabupaten
Gunung Kidul menjadi wilayah di DIY dengan Pengeluaran Rill
Perkapita terkecil sebesar 9163 di tahun 2018.
d. Analisis Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Provinsi D.I
Yogyakarta
Pembangunan ekonomi memiliki beberapa dimensi, misalnya
pola alokasi sumber daya produksi, peningkatan komposisi produksi,
kelembagaan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi dinilai memiliki dimensi tunggal, berkaitan dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa di dalam aktivitas-aktivitas
ekonomi masyarakat. Sumatera Utara sebagai salah satu provins i
terbesar memerlukan beberapa ideal pembangunan, misalnya
pertumbuhan yang terus meningkat sesuai proporsi pertumbuhan
penduduk, pembangunan yang berkelanjutan, dan pertumbuhan yang
disertai dengan pemerataan. Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan akan bermuara pada
perekonomian yang stagnan. Demikian juga pertumbuhan ekonomi
tanpa disertai pemerataan distribusi pendapatan akan menghasilkan
ketimpangan ekonomi. Di dalam penentuan proxy pertumbuhan
ekonomi, produksi barang dan jasa di dalam aktivitas-aktivitas ekonomi
masyarakat Sumatera Utara dapat dilihat melalui laju pertumbuhan
ekonomi dengan harga konstan. Berikut adalah tabel Laju Pertumbuhan
Ekonomi atas Dasar Harga Konstan 2010 di Kabupaten/Kota D.I
Yogyakarta.
62
Tabel 4.4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta tahun 2009-2018
(dalam satuan persen)
Tahun Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 2,69 3,56 4,15 4,48 4,97
2010 3,61 4,37 3,64 5,08 5,52
2011 4,23 5,07 4,52 5,42 5,84
2012 4,96 5,29 4,8 5,37 5,4
2013 5,12 5,57 5,19 5,7 5,47
2014 4,53 5,25 5,64 5,23 5,64
2015 4,62 4,48 4,11 4,46 5,13
2016 4,76 5,06 4,88 5,25 5,12
2017 5,97 5,29 5,01 5,48 5,79
2018 10,84 5,47 5,16 6,42 5,49
Sumber : BPS D.I Yogyakarta 2019
Tabel 4.4 menunjukkan Laju Pertumbuhan Ekonomi di DIY dari
tahun 2009-2018 mengalami fluktuasi. Dimana di tahun 2018 Laju
Pertumbuhan Ekonomi DIY sebesar 6,2 % yang meningkat dari tahun
sebelumnya yakni 5,26 %. Dimana terdapat 2 Kabupaten/Kota yang
memiliki Laju Pertumbuhan Ekonomi diatas provinsi. Dan Laju
Pertumbuhan Ekonomi tertinggi pada Kabupaten Kulonprogo sebesar
10,84 % dan Kabupaten Gunung Kidul sebagai Kabupaten dengan Laju
Pertumbuhan Ekonomi terendah sebesar 5,16 %.
e. Analisis Deskriptif Pengangguran Provinsi D.I Yogyakarta
Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena
63
jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian,
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran suatu
masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan masyarakat
mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh
dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat,
hal ini yang dapat mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.
Berikut adalah tabel Jumlah Pengangguran di Kabupaten/Kota D.I
Yogyakarta.
Tabel 4.5
Tingkat Pengangguran menurut Kabupaten/Kota di D.I
Yogyakarta tahun 2009-2018 (persen)
Tahun Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 4,31 5,85 3,94 7,4 8,07
2010 4,18 5,24 4,04 7,71 7,41
2011 3,03 4,39 2,23 5,36 6,7
2012 3,04 3,7 1,38 5,64 5,33
2013 2,85 3,36 1,69 3,28 6,45
2014 2,88 2,57 1,61 4,21 6,35
2015 3,72 3 2,9 5,37 5,52
2016 2,37 2,97 2,1 4,23 5,27
2017 1,99 3,12 1,65 3,51 5,08
2018 1,49 2,72 2,07 4,4 6,22
Sumber : BPS D.I Yogyakarta 2019
Tabel 4.6 menunjukkan tingkat Pengangguran dari tahun 2009
hingga tahun 2018 di DIY mengalami fluktuasi. Dimana tingkat
64
Pengangguran di DIY tahun 2018 sebesar 3,35 %. Di tahun 2018, Kota
Yogyakarta menjadi Kota di DIY yang memiliki tingkat pengangguran
paling besar yaitu 6,22 dan Kabupaten Kulonprogo menjadi Kabupaten
di DIY yang memiliki tingkat pengangguran diangka paling kecil yaitu
sebesar 1,49 %.
2. Estimasi Data Panel
Terdapat 3 model pendekatan estimasi data panel yaitu, (a)
pendekatan kuadrat kecil Common Effect Model (CEM); (b) pendekatan
efek tetap Fixed Effect Model (FEM); dan (c) pendekatan efek acak
Random Effect Model (REM). Yang mana untuk memilih mana metode
terbaik yang digunakan dalam data panel maka dilakukan Uji Chow
(CEM vs FEM) dan juga Uji Hausman (REM vs FEM).
a. Uji Chow
Uji Chow dilakukan guna memilih apakah yang akan
digunakan dalam data panel Common Least Square Model atau
Fixed Effect Model, maka digunakan uji F Restricted dengan
membandingkan nilai cross-section F. Dalam uji chow ini
dilakukan dengan hipotesis seperti berikut:
H0: Common Effect Model
H1: Fixed Effect Model
Pengujian ini dilakukan dengan kriteria seperti berikut:
Jika nilai probabilitas cross-section F > dari α (0,05) maka
diterima H0 dan tolak H1.
Jika nilai probabilitas cross-section F < dari α (0,05) maka
terima H1 dan tolak H0.
65
Tabel 4.6
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 84.766655 (4,41) 0.0000
Cross-section Chi-square 111.338724 4 0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dari pengolahan data seperti dalam Tabel 4.1 diperoleh nila i
probabilitas cross-section F adalah sebesar 0,0000 yang
menunjukkan bahwa nilai probabilitas cross-section F < 0,05 yang
menunjukkan bahwa tolak H0 dan terima H1. Maka dari itu model
yang digunakan adalah model Fixed Effect Model (FEM).
b. Uji Hausman
Selanjutnya setelah kita melakukan Uji Chow maka kita akan
melakukan pengujian berikutnya, yaitu Uji Hausman. Uji Hausman
sendiri merupakan pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan
kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau
Random Effect Model (FEM vs REM). Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Random Effect Model
H1: Fixed Effect Model
Yang menjadi dasar penolakan H0 maka digunakan statistik
Hausman dan membandingkannya dengan Chi-square.
66
Tabel 4.7
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 4.950955 4 0.0294
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dari hasil Uji Hausman seperti yang dapat kita lihat dalam
tabel 4.2 diperoleh nilai probabilitas cross-section random sebesar
0,0294 yang berarti menunjukan bahwa nilai probabilitas cross-
section F < 0,05 yang menunjukkan bahwa tolak H0 dan terima H1.
Maka dari itu model yang digunakan adalah model Fixed Effect
Model (FEM).
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Guna mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak,
maka dilakukan dengan melihat koefisien Jarque-Bera dan nilai
probabilitasnya. Karena salah satu asumsi dalam penerapan data
panel adalah distribusi probabilitas dari gangguan uji-t memilik i
rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi dan
memiliki varian yang konstan. Adapun di dalam pengujian ini
adalah menggunakan hipotesis seperti berikut:
H0: Data terdistribusi normal
H1: Data tidak terdistribusi normal
Dengan syarat pengujian, apabila nilai probabilitas < nila i
signifikansi (0,05) maka tolak H0 dan terima H1, dan jika nilai
67
probabilitasnya > nilai signifikansi (0,05) maka tolak H1 dan terima
H0.
Tabel 4.8
Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Series: Standardized Residuals
Sample 2009 2018
Observations 50
Mean 1.74e-14
Median -0.648086
Maximum 5.229057
Minimum -4.907933
Std. Dev. 2.623825
Skewness 0.258272
Kurtosis 2.239198
Jarque-Bera 1.761747
Probability 0.414421
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dari hasil pengujian normalitas pada tabel 4.8 didapatkan
nilai p value Jarque-Bera adalah sebesar 1,761747 yang artinya
nilai probabilitas 1,761747 > nilai signifikan (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa hasilnya adalah terima H0 yang artinya dalam
penelitian ini data terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Cara agar dapat mengetahui atau melihat terdapat
multikolinearitas adalah dari koefisien korelasi masing-mas ing
variabel bebas. Apabila koefisien korelasi di antara masing-mas ing
variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka dapat dikatakan terjadi
multikolinearitas dan sebaliknya apabila nilai koefisien korelasi
masing-masing variabel bebas kurang dari 0,8 maka tidak terjadi
multikolinearitas.
68
Tabel 4.9
Uji Multikolinearitas
LOGPR RLS PE TPT
LOGPR 1.000000 0.780595 0.358989 0.323123
RLS 0.780595 1.000000 0.326608 0.648317
PE 0.358989 0.326608 1.000000 -0.131072
TPT 0.323123 0.648317 -0.131072 1.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dari hasil Uji Multikolinearitas seperti dalam Tabel 4.9
dapat dilihat bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel bebas
tidak melebihi 0,8. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas
atau variabel independen di dalam model regresi penelitian ini
adalah terbebas dari masalah multikolinearitas.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji Glejser merupakan salah satu metode yang dipakai guna
menguji apakah tedapat heterokedastisitas atau tidak pada model
regresi yang kita uji. Uji Glejser yaitu dengan meregresi semua
variabel, sebagai variabel dependennya menggunakan nilai
absolute residual (Winarno, 2015). Adapun di dalam pengujian ini
adalah menggunakan hipotesis seperti berikut:
H0: Tidak terjadi heterokedastisitas
H1: Terjadi heterokedastisitas
Apabila nilai variabel bebas < 0,05 atau secara signifikan
mempengaruhi residual absolute (reabs) maka terdapat indikasi
heterokedastisitas. Sebaliknya apabila nilai probabilitas variabel
independen > 0,05 atau tidak mempengaruhi reabs maka tidak
terdapat indikasi heterokedastisitas.
69
Tabel 4.10
Uji Heterokedastisitas
Dependent Variable: REABS Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/20/20 Time: 12:51 Sample: 2009 2018 Periods included: 10 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 50 Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.190265 5.173423 -0.036777 0.9708
RLS -0.109292 0.093184 -1.172857 0.2470 TPT 0.041179 0.057065 0.721613 0.4743 PE -0.121348 0.067061 -1.809509 0.0771
LOGPR 0.132507 0.349317 0.379331 0.7062
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dapat dilihat pada Tabel 4.10 dari pengujian yang telah
dilakukan diperoleh nilai probabilitas variabel independen > 0,05
yang menunjukan variabel tidak mempengaruhi reabs sehingga
dapat dikatakan model regresi dalam penelitian ini terbebas dari
masalah heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi merupakan hubungan antara residual satu
observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih
mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, dikarenakan
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi data masa
sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi
dijumpai pada data yang bersifat antar objek (Winarno, 2015). Uji
Autokorelasi digunakan guna mengetahui apakah terdapat korelasi
antar residul pada satu pengamatan dengan residual pengamatan
lainnya. Salah satu cara mengetahui gejala autokorelasi adalah
dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (D-W test).
70
Tabel 4.11
Uji Autokorelasi
R-squared 0.985046 Mean dependent var 15.40660
Adjusted R-squared 0.982128 S.D. dependent var 5.770000
S.E. of regression 0.771377 Akaike info criterion 2.480271
Sum squared resid 24.39594 Schwarz criterion 2.824435
Log likelihood -53.00677 Hannan-Quinn criter. 2.611330
F-statistic 337.5828 Durbin-Watson stat 1.775179
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Berdasarkan hasil pengujian seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 4.11 diperoleh hasil pengujian autokorelasi dengan melihat
nilai Durbin-Watson stat yaitu sebesar 1.775179. Untuk melihat
ada tidaknya masalah autokorelasi diketahui dengan cara
membandingkan nilai Durbin Watson dengan tabel Durbin
Watson. Dalam penelitian ini n = 50 serta k = 4, di dapat dl=1.3779
dan du=1.7214. Oleh karena nilai du (1.7214) < d (1.775179) < 4-
du (2.224821) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah
autokorelasi.
4. Pengujian Signifikansi
a. Model Penelitian
Berdasarkan tabel, maka ditemukan hasil dari perhitungan
Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran Riil Perkapita, Pertumbuhan
Ekonomi dan Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
di Provinsi D.I Yogyakarta sebagai berikut:
71
Tabel 4.12
Hasil Regresi Data Panel Fix Effect Model
Dependent Variable: TK?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/11/20 Time: 12:15
Sample: 1 10
Included observations: 10
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 28.31625 11.25587 2.515688 0.0159
RLS? -3.672272 0.453427 -8.098935 0.0000
PE? -0.397780 0.124382 -3.198043 0.0027
LOGPR? 1.400966 0.758067 1.848078 0.0718
TPT? 0.230912 0.167158 1.381400 0.0176
Fixed Effects (Cross)
_BANTUL—C -0.664045
_GKIDUL—C -3.983003
_KPROGO--C 3.814389
_SLEMAN--C -1.134007
_YOGYAKARTA--C 1.966667
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Kemiskinan = 28.31625 – 3.672272 RLS + 1.400966 PR –
0.397780 PE + 0.230912 TPT
Dari model di atas dapat dibuat interpretasi sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 28.31625 menunjukkan bahwa jika variabel
independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka jumlah
tingkat kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta adalah sebesar
28.31625.
2) Nilai koefisien regresi Rata-rata Lama Sekolah sebesar -
3.672272 yang berarti setiap kenaikan Rata-rata Lama Sekolah
naik 1 % maka jumlah tingkat kemiskinan mengalami
penurunan sebesar 3.672272.
3) Nilai koefisien regresi Pengeluaran Riil Perkapita sebesar
1.400966 yang berarti setiap kenaikan Pengeluaran Riil
Perkapita naik 1 % maka jumlah tingkat kemiskinan
mengalami kenaikan sebesar 1.400966.
72
4) Nilai koefisien regresi Pertumbuhan Ekonomi sebesar -
0.397780 yang berarti setiap kenaikan Pertumbuhan Ekonomi
naik 1 % maka jumlah tingkat kemiskinan mengalami
penurunan sebesar 0.397780.
5) Nilai koefisien regresi Tingkat Pengangguran sebesar
0.230912 yang berarti setiap kenaikan Tingkat Pengangguran
naik 1 % maka jumlah tingkat kemiskinan mengalami
kenaikan sebesar 0.230912.
Tabel 4.13
Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian
Fixed Effects (Cross) Coeficient
_BANTUL—C -0.664045
_GKIDUL—C -3.983003
_KPROGO—C 3.814389
_SLEMAN—C -1.134007
_YOGYAKARTA--C 1.966667
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
1) Persamaan model regresi Kabupaten Bantul
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Bantul = -0.664045 -
3.672272 RLS + 1.400966 PR – 0.397780 PE + 0.230912 TPT.
Konstanta sebesar -0.664045 menunjukkan bahwa jika
variabel independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka
jumlah tingkat kemiskinan di Kabupaten Bantul adalah
sebesar -0.664045.
2) Persamaan model regresi Kabupaten Gunung Kidul
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Gunung Kidul = -3.983003 -
3.672272 RLS + 1.400966 PR – 0.397780 PE + 0.230912 TPT.
Konstanta sebesar -3.983003 menunjukkan bahwa jika
variabel independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka
73
jumlah tingkat kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul adalah
sebesar -3.983003.
3) Persamaan model regresi Kabupaten Kulon Progo
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kulon Progo = 3.814389 -
3.672272 RLS + 1.400966 PR – 0.397780 PE + 0.230912 TPT.
Konstanta sebesar 3.814389 menunjukkan bahwa jika variabel
independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka jumlah
tingkat kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo adalah sebesar
3.814389.
4) Persamaan model regresi Kabupaten Sleman
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sleman = -1.134007 -
3.672272 RLS + 1.400966 PR – 0.397780 PE + 0.230912 TPT.
Konstanta sebesar -1.134007 menunjukkan bahwa jika
variabel independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka
jumlah tingkat kemiskinan di Kabupaten Sleman adalah
sebesar -1.134007.
5) Persamaan model regresi Kota Yogyakarta
Tingkat Kemiskinan Kota Yogyakarta = 1.966667 - 3.672272
RLS + 1.400966 PR – 0.397780 PE + 0.230912 TPT.
Konstanta sebesar 1.966667 menunjukkan bahwa jika variabel
independen ( RLS, PR, PE dan TPT) adalah nol, maka jumlah
tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta adalah sebesar
1.966667.
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
1) Berdasarkan Probalitas
Pengujian ini dilakukan guna mengetahui apakah
variabel bebas berpengaruh secara parsial (secara individu)
terhadap variabel terikat dan seberapa besar pengaruhnya
secara parsial. Dengan persyaratan membandingkan nilai
probabilitas masing-masing variabel. Apabila nilai
74
probabilitas masing-masing variabel < 0,05 maka tolak H0 dan
terima H1, dan apabila nilai probabilitas masing-mas ing
variabel > 0,05 maka terima H0 dan tolak H1.
Tabel 4.14
Uji T-statistic
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TPT 0.230912 0.167158 1.381400 0.0176
RLS -3.672272 0.453427 -8.098935 0.0000
LOGPR 1.400966 0.758067 1.848078 0.0718
PE -0.397780 0.124382 -3.198043 0.0027
C 28.31625 11.25587 2.515688 0.0159
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Dalam penelitian ini memakai Fix Effect Model (FEM),
peneliti menguraikan hipotesis penelitian yang telah disusun,
di antaranya adalah sebagai berikut:
a) H0 : diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang
signifikan pada variabel Rata-rata Lama Sekolah terhadap
Tingkat Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di
dalam Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
H1 : diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan pada
variabel Rata-rata Lama Sekolah terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di dalam
Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
b) H0 : diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang
signifikan pada variabel Pengeluaran Riil Perkapita
terhadap Tingkat Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang
terdapat di dalam Provinsi D.I Yogyakarta pada periode
2009-2018.
H1 : diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan pada
variabel Pengeluaran Riil Perkapita terhadap Tingkat
75
Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di dalam
Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
c) H0 : diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang
signifikan pada variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Tingkat Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di
dalam Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
H1 : diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan pada
variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di dalam
Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
d) H0 : diduga tidak terdapat pengaruh parsial yang
signifikan pada variabel Tingkat Pengangguran Terbuka
terhadap Tingkat Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang
terdapat di dalam Provinsi D.I Yogyakarta pada periode
2009-2018.
H1 : diduga terdapat pengaruh parsial yang signifikan pada
variabel Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Tingkat
Kemiskinan di 5 kabupaten/kota yang terdapat di dalam
Provinsi D.I Yogyakarta pada periode 2009-2018.
Dengan berdasarkan hasil estimasi yang telah diperoleh
seperti tercantum dalam Tabel 6 maka pembuktian dari
hipotesis-hipotesis yang sebelumnya telah diuraikan di atas
adalah sebagai beikut:
a) Variabel TPT (Tingkat Pengangguran)
Nilai t parsial variabel TPT terhadap Y = -1.381400 dengan
p value 0.1746. Dikarenakan 0.0176 > 0,05 yang berarti H1
diterima maka variabel TPT signifikan dalam
mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini.
b) Variabel RLS (Rata-rata Lama Sekolah)
76
Nilai t parsial variabel RLS terhadap Y = -8.098935 dengan
p value 0.0000. Dikarenakan 0.0000 < 0,05 yang berarti H1
diterima maka variabel RLS signifikan dalam
mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini.
c) Variabel PR (Pengeluaran Riil Perkapita)
Nilai t parsial variabel PR terhadap Y = 1.848078 dengan p
value 0.0718. Dikarenakan 0.0718 > 0,05 yang berarti H1
ditolak maka variabel PR tidak signifikan dalam
mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini.
d) Variabel PE (Pertumbuhan Ekonomi)
Nilai t parsial variabel PE terhadap Y = -3.198043 dengan
p value 0.0027. Dikarenakan 0.0027 < 0,05 yang berarti H1
diterima maka variabel PE signifikan dalam mempengaruhi
variabel terikat (Y) dalam penelitian ini.
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Guna menguji apakah terdapat pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama atau secara simultan terhadap variabel
terikat, maka dari itu digunakan Uji F yaitu dengan cara
membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Jika model signifikan
maka model bisa digunakan untuk prediksi/peramalan, sebaliknya
jika non/tidak signifikan maka model regresi tidak bisa digunakan
untuk peramalan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F
hitung dengan F tabel, jika F hitung > dari F tabel, (Ho di tolak Ha
diterima) maka model signifikan.
Tabel 4.15
Uji F-statistic
F-statistic 337.5828
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
77
Dapat dilihat pada Tabel 4.8 bahwa diperoleh nilai F =
337.5828 dengan p value = 0,000000 < 0,05 maka yang berarti
sekumpulan variabel bebas secara serentak signifikan
mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi ceteris paribus.
d. Uji Adjusted R2
Penggunaan pengujian koefisien determinasi (r-squared)
adalah untuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Nilai
koefisien determinasi bernilai di antara nol dan satu (0 ≤ R-squared
≤ 1). Semakin besar nilai adjusted r-squared maka semakin tinggi
variabel independen menjelaskan variabel dependennya.
Tabel 4.16
Nilai R-Squared
R-squared 0.985046
Adjusted R-squared 0.982128
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.7 diperoleh nila i
adjusted r-squared sebesar 0.982128 atau 98%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas atau variabel
independen dapat menjelaskan variabel terikat atau variabel
dependen sebesar 98%, sedangkan 2% sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar model yang terdapat dalam penelitian ini.
5. Analisis Ekonomi
a. Rata-rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil pengujian di dalam penelitian ini,
menunjukan bahwa nilai t parsial variabel Rata-rata Lama Sekolah
terhadap Tingkat Kemiskinan sebesar -8,0989351 dengan
probabilitas sebesar 0,0000. Dikarenakan 0,0000 < 0,05 yang
berarti H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Rata-
78
rata Lama Sekolah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap variabel Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta
tahun 2009-2018.
Hasil analisis regresi linier dengan model data pooling time
series menunjukkan bahwa Rata-rata Lama Sekolah berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. Hal ini
berarti, jika Rata-rata Lama Sekolah mengalami peningkatan,
maka Tingkat Kemiskinan akan menurun. Hasil penelitin ini juga
mendukung penelitian Saputro (2010) yang menunjukkan bahwa
pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap di Lima
Belas Provinsi Tahun 2007. Hasil penelitin ini juga mendukung
penelitian Leasiwal (2013) yang menunjukkan Rata-rata Lama
Sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kemiskinan
di Provinsi Maluku. Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu
indikator sosial di bidang pendidikan yang mencerminkan lama
bersekolah masyarakat yang ada di suatu daerah.
Besarnya angka rata-rata lama sekolah masyarakat di suatu
daerah akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan masyarakat
di daerah tersebut. Apabila kualitas rata-rata lama sekolah
masyarakat meningkat, maka akan berpengaruh meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan
peningkatan kesejahteraan akan mendorong produktivitas atau
meningkatkan aktivitas dalam bekerja ataupun melaksanakan
pendidikan. Meningkatnya taraf kesejahteraan ini akan
berpengaruh mengurangi jumlah penduduk miskin di daerah
tersebut. Berdasarkan mekanisme tersebut, maka rata-rata lama
sekolah berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di suatu
daerah. Pembangunan ekonomi maupun pembangunan pada
bidang-bidang lainnya selalu melibatkan sumber daya manusia
sebagai salah satu pelaku pembangunan, oleh karena itu jumlah
79
penduduk di dalam suatu negara adalah unsur utama dalam
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjamin
keberhasilan pembangunan bahkan dapat menjadi beban bagi
keberlangsungan pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang
terlalu besar dan tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan
kerja akan menyebabkan sebagian dari penduduk yang berada pada
usia kerja tidak memperoleh pekerjaan.
b. Pengeluaran Riil Per Kapita terhadap Tingkat Kemiskinan
Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak
menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh
penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi.
Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan
pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita
sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian
pembangunan untuk hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan
meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi rill perkapita, yaitu
peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari
tingkat inflasi pada periode yang sama. Hasil koefisien angka
regresi Pengeluaran Rill Perkapita angka positif 1,400966, yang
berarti bahwa kenaikan 1 persen pada Pengeluaran Rill Perkapita
maka akan menaikkan tingkat kemiskinan 1,40 persen, cateris
paribus. Pada hasil regresi dalam model penelitian ini adalah
Pengeluaran Rill Perkapita memiliki hubungan yang positif dan
secara signifikan tidak berpengaruh pada Tingkat Kemiskinan. Hal
ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merna
Kumalasari (2011).
80
c. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat
Kemiskinan
Berdasarkan hasil pengujian di dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa nilai t parsial variabel Tingkat Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan sebesar -3.198043 dengan
probabilitas sebesar 0.0027. Dikarenakan 0.0027 < 0,05 yang
berarti H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Upah
Minimum mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap
variabel Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta tahun
2009-2018.
Hasil analisis regresi linier dengan model data pooling time
series menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. Hal ini
berarti, jika Pertumbuhan Ekonomi mengalami peningkatan, maka
Jumlah Penduduk Miskin akan menurun. Hasil penelitin ini
mendukung penelitian Saleh (2002) yang menunjukkan bahwa
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Jumlah
Penduduk Miskin. Hasil penelitin ini juga mendukung penelit ian
Amalia (2014) yang menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Kota
Samarinda.
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah mencerminkan rata-
rata kemampuan pendapatan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya terutama kebutuhan-kebutuhan pokok.
Pembangunan dilaksanakan mewujudkan kemakmuran masyarakat
melalui pengembangan perekonomian mengatasi berbagai
permasalahan pembangunan dan sosial kemasyarakatan seperti
pengangguran dan kemiskinan. Selain pertumbuhan ekonomi,
salah satu aspek penting untuk melihat kinerja pembangunan
adalah seberapa efektif penggunaan sumber-sumber daya yang ada
sehingga lapangan kerja dapat menyerap angkatan kerja yang
81
tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat berarti
produksi barang/jasa yang dihasilkan meningkat.
Besarnya rata-rata kemampuan pendapatan ini akan
berpengaruh terhadap kemampuan untuk mengakses sejumlah
fasilitas kesehatan termasuk dalam mencukupi kebutuhan akan
kesejahteraan. Kemampuan untuk mengakses kesejahteraan ini
selanjutnya akan berpengaruh terhadap Jumlah Penduduk Miskin
di suatu daerah. Apabila PDRB per kapita meningkat, maka
kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat akan meningkat yang
selanjutnya akan berpengaruh meningkatkan kemampuan untuk
kebutuhan akan kesejahteraan. Jika kebutuhan akan kesejahteraan
ini semakin dapat dicukupi, maka Tingkat Kemiskinan di daerah
tersebut telah berkurang. Begitupun sebaliknya, berdasarkan
mekanisme tersebut, maka PDRB per kapita berpengaruh negatif
terhadap Tingkat Kemiskinan.
d. Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Tingkat
Kemiskinan
Berdasarkan hasil pengujian di dalam penelitian ini,
menunjukan bahwa nilai t parsial variabel Tingkat Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan sebesar 1.381400 dengan
probabilitas sebesar 0.0176. Dikarenakan 0.0176 < 0,05 yang
berarti H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
Pengangguran Terbuka mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap variabel Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I
Yogyakarta tahun 2009-2018.
Hubungan positif dan signifikan antara Tingkat
Pengangguran Terbuka dengan tingkat kemiskinan di Provinsi D.I
Yogyakarta tentunya sesuai dengan teori yang ada serta hipotesis
yang telah dibuat. Dengan kata lain meningkatnya Tingkat
Pengangguran Terbuka turut meningkatkan Tingkat Kemiskinan,
82
begitupun sebaliknya menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka
maka akan berdampak pada menurunnya Tingkat Kemiskinan.
Pengaruh antara Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat
Kemiskinan ini telah dijelaskan oleh teori yang dikemukakan oleh
Sadono Sukirno (2004), menurutnya efek buruk dari pengangguran
adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya
mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang.
Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur
tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam
kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Oleh sebab itu
diperlukannya strategi dari Pemerintah Provinsi Banten untuk
mengurangi angka Tingkat Pengangguran Terbuka agar angka
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Banten dapat menurun.
Hasil dalam penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Listyaningrum Kusuma Wardani (2013) dimana
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran
Terbuka mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
83
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
hubungan antara Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill
Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta Tahun 2009-2018. Penulis ingin
melihat faktor seperti apa sebenarnya yang dapat mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan pada kabupaten/kota yang terdapat di dalam Provinsi D.I
Yogyakarta. Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan analis is
data panel, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai t parsial variabel Rata-rata Lama Sekolah terhadap Y = -8.098935
dengan p value 0,0000. Dikarenakan 0,0000 < 0,05 yang berarti H1
diterima maka variabel Rata-rata Lama Sekolah signifikan dalam
mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini, yang berarti
bahwa Rata-rata Lama Sekolah di 5 kabupaten/kota yang terdapat di
Provinsi D.I Yogyakarta memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta. Artinya, jika
Rata-rata Lama Sekolah meningkat maka menurunkan angka Tingkat
Kemiskinan.
2. Nilai t parsial variabel Pengeluaran Riil Perkapita terhadap Y =
1.8480785 dengan p value 0,0718. Dikarenakan 0,0718 > 0,05 yang
berarti H1 ditolak maka variabel Pengeluaran Riil Perkapita tidak
signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelit ian
ini, yang berarti bahwa Pengeluaran Riil Perkapita di 5 kabupaten/kota
yang terdapat di Provinsi D.I Yogyakarta memiliki pengaruh yang
positif dan tidak signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Provins i
84
D.I Yogyakarta. Artinya, jika Pengeluaran Riil Perkapita meningka t
maka menaikkan angka Tingkat Kemiskinan.
3. Nilai t parsial variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Y = -3.198043
dengan p value 0,0027. Dikarenakan 0,0027 < 0,05 yang berarti H1
diterima maka variabel Pertumbuhan Ekonomi signifikan dalam
mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini, yang berarti
bahwa Pertumbuhan Ekonomi di 5 kabupaten/kota yang terdapat di
Provinsi D.I Yogyakarta memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi D.I Yogyakarta. Artinya, jika
Pertumbuhan Ekonomi meningkat maka menurunkan angka Tingkat
Kemiskinan.
4. Nilai t parsial variabel Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Y =
1.381400 dengan p value 0.0176. Dikarenakan 0,0176 < 0,05 yang
berarti H1 diterima maka variabel Tingkat Pengangguran Terbuka
signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat (Y) dalam penelit ian
ini, yang berarti bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka di 5
kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi D.I Yogyakarta memilik i
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di
Provinsi D.I Yogyakarta. Artinya, jika Tingkat Pengangguran Terbuka
meningkat maka meningkatkan angka Tingkat Kemiskinan.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan penulisan, adapun saran yang dapat
penulis berikan adalah sebagai berikut:
1. Rata-Rata Lama Sekolah sebagai komponen pendidikan memilik i
pengaruh yang negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Kebijakan kuliah
gratis di perguruan tinggi hendaknya segera terlaksana bagi mereka-
mereka yang berprestasi namun tergolong dalam keluarga miskin.
Memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta
85
meningkatkan fasilitas- fasilitas pendidikan secara merata tidak hanya
terpusat di suatu daerah tetapi merata ke seluruh daerah lainnya.
2. Pengeluaran Rill Perkapita memiliki pengaruh yang besar terhadap
Tingkat Kemiskinan. Konsumsi yang tinggi menunjukkan tingkat
kesejahteraan yang baik maka dari itu perlu dioptimalkan nya
pemerataan pendapatan pada masyarakat agar dapat memenuhi
kebutuhannya sehingga menekan kemiskinan dengan mendorong
tumbuhnya industri padat karya di pedesaan dan di perkotaan.
3. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif terhadap Tingkat
Kemiskinan, maka dari itu pemerataan pendapatan baik secara nasiona l
maupun regional hendaknya merata menyebar ke setiap golongan
penduduk miskin yang ada di kota maupun yang ada di desa, serta
dilakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-mas ing
wilayah dengan mengandalkan potensi-potensi yang dimiliki.
4. Diperlukannya peran Pemerintah daerah untuk menanggulangi
tingginya angka Tingkat Pengangguran Terbuka dengan cara membuat
terobosan-terobosan ataupun metode baru supaya tenaga kerja di
Provinsi Banten dapat terserap secara maksimal.
5. Untuk penelitian selanjutnya, penulis berharap penelitian selanjutnya
dapat memperkaya penelitian dengan memperbanyak variabel-variabe l
yang dianggap berpengaruh terhadap pengentasan Tingkat Kemiskinan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Siti, 2014, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap
Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan di Kota Samarinda, Jurnal:
Ekonomika-Bisnis, Vol. 5 No.2. Hal 173-182.
Arsyad, Lincolin, 2004. Ekonomi Pembangunan, STIE-YKPN, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. (2008). Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan
Tahun 2008. Jakarta : BPS.
Badan Pusat Statistik. (2009). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2009. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta.
--------------------------.(2010). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2010. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2011). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2012. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2012). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2012. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2013). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2013. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2014). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2014. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
87
--------------------------.(2015). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2015. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2016). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2016. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2017). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2017. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2018). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2018. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
--------------------------.(2019). D.I Yogyakarta Dalam Angka 2019. Provinsi D.I
Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta
Bappenas, 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional .Jakarta:
Bappenas.
Kumalasari, Merna, 2011. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan
Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran
Perkapita dan Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa
Tengah. Semarang : Skripsi, Universitas Diponegoro.
Kuncoro, Mudrajat, 2006. Ekonomi Pembangunan, Salemba Empat, Jakarta.
Leasiwal, Teddy Christianto, 2013, Determinan dan Karakteristik Kemiskinan
di Provinsi Maluku, Jurnal: Citra Ekonomika, Volume VII, No. 2.
Mankiw, N Gregory, 2004. Teori Makroekonomi, Erlangga, Jakarta.
88
Nugroho, Widiatma,2012. Analisis Pengaruh PDRB, Agrishare, Rata-Rata
Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf terhadap Jumlah Penduduk Miskin
di Indonesia. Semarang : Skripsi, Universitas Diponegoro.
Nunung Nurwati, 2008. Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan
Alternatif Kebijakan, Jurnal Kependudukan Padjajaran Volume 10 No.1.
Rika, Munawaroh dan Puruwita, 2012. Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pendapatan Perkapita dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di DKI
Jakarta, Jurnal: Econosains, Volume 10, No. 02, Edisi Agustus (149-150).
Sajogyo, 1999. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa.
Prisma No.3.
Saputro, Agung Eddy Suryo, 2010, Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan Secara Makro di Lima Belas Provinsi Tahun 2007, Jurnal:
Organisasi dan Manajemen, Volume 6, Nomor 2, 89-100.
Saragih, Togar, 2006, Pengangguran, Pendidikan dan Kemiskinan di Indonesia,
Jurnal Ekonomi Teleskop STIE Y.A.I Volume 5 edisi 9, Salemba empat,
Jakarta.
Sukirno, Sadono, 2000. Makroekonomi Modern, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.
Sukirno, Sadono, 2004. Makroekonomi, Edisi Ketiga, Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta.
89
Sukirno, Sadono, 2005. Makroekonomi teori Pengantar, Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta.
Sukirno, Sadono,2010. Makroekonomi : teori Pengantar, Edisi 3, Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H, 2001. Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Tarigan, Robinson, 2005. Ekonomi Regional, Bumi Aksara, Jakarta.
Todaro, Michael P dan Stephen C.Smith, 2006. Pembangunan Ekonomi,
Erlangga, Jakarta.
Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, Erlangga,
Jakarta.
Utsama, 2009. Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Kemiskinan, Jurnal:
Dialogue JIAKP, Volume 06, No. 01, Edisi Januari (4-5).
Wardani, Kusuma, L. 2013. Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah
dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan di Kab/Kota di Jawa Tengah.
Winarno, Wahyu Wing. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews, Edisi empat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
90
LAMPIRAN-LAMPIRAN
91
Lampiran 1: Uji Model Data Panel
A. Fix Effect Model
Dependent Variable: TK?
Method: Pooled Least Squares
Date: 04/11/20 Time: 13:27
Sample: 1 10
Included observations: 10
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 28.31625 11.25587 2.515688 0.0159
RLS? -3.672272 0.453427 -8.098935 0.0000
TPT? 0.230912 0.167158 1.381400 0.0176
PE? -0.397780 0.124382 -3.198043 0.0027
LOGPR? 1.400966 0.758067 1.848078 0.0718
Fixed Effects (Cross)
_BANTUL--C -0.664045
_GKIDUL--C -3.983003
_KPROGO--C 3.814389
_SLEMAN--C -1.134007
_YOGYAKARTA--C 1.966667 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.985046 Mean dependent var 15.40660
Adjusted R-squared 0.982128 S.D. dependent var 5.770000
S.E. of regression 0.771377 Akaike info criterion 2.480271
Sum squared resid 24.39594 Schwarz criterion 2.824435
Log likelihood -53.00677 Hannan-Quinn criter. 2.611330
F-statistic 337.5828 Durbin-Watson stat 1.707922
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
92
B. Random Effect Model
Dependent Variable: TK
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 03/20/20 Time: 12:42
Sample: 2009 2018
Periods included: 10
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 50
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TPT -0.176759 0.149050 -1.185903 0.2419
RLS -3.434699 0.378415 -9.076552 0.0000
LOGPR 1.234494 0.751551 1.642595 0.1074
PE -0.397087 0.124356 -3.193139 0.0026
C 28.68091 11.20161 2.560427 0.0139 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 2.576571 0.9177
Idiosyncratic random 0.771377 0.0823 Weighted Statistics R-squared 0.795651 Mean dependent var 1.452091
Adjusted R-squared 0.777487 S.D. dependent var 1.652458
S.E. of regression 0.779485 Sum squared resid 27.34188
F-statistic 43.80298 Durbin-Watson stat 1.587869
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.793215 Mean dependent var 15.40660
Sum squared resid 337.3385 Durbin-Watson stat 0.261803
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
93
C. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 84.766655 (4,41) 0.0000
Cross-section Chi-square 111.338724 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 03/20/20 Time: 12:42
Sample: 2009 2018
Periods included: 10
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TPT -0.787154 0.285784 -2.754368 0.0085
RLS -1.598894 0.422369 -3.785538 0.0005
LOGPR -4.948650 1.619787 -3.055124 0.0038
PE -0.507983 0.357732 -1.420011 0.1625
C 115.8353 24.03719 4.819001 0.0000 R-squared 0.861374 Mean dependent var 15.40660
Adjusted R-squared 0.849051 S.D. dependent var 5.770000
S.E. of regression 2.241767 Akaike info criterion 4.547045
Sum squared resid 226.1483 Schwarz criterion 4.738247
Log likelihood -108.6761 Hannan-Quinn criter. 4.619856
F-statistic 69.90342 Durbin-Watson stat 0.513595
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
94
D. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 4.950955 4 0.0294
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. TPT -0.230912 -0.176759 0.005726 0.4742
RLS -3.672272 -3.434699 0.062398 0.3416
LOGPR 1.400966 1.234494 0.009836 0.0932
PE -0.397780 -0.397087 0.000007 0.7857
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 03/20/20 Time: 12:43
Sample: 2009 2018
Periods included: 10
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 28.31625 11.25587 2.515688 0.0159
TPT 0.230912 0.167158 1.381400 0.0176
RLS -3.672272 0.453427 -8.098935 0.0000
LOGPR 1.400966 0.758067 1.848078 0.0718
PE -0.397780 0.124382 -3.198043 0.0027 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.985046 Mean dependent var 15.40660
Adjusted R-squared 0.982128 S.D. dependent var 5.770000
S.E. of regression 0.771377 Akaike info criterion 2.480271
Sum squared resid 24.39594 Schwarz criterion 2.824435
Log likelihood -53.00677 Hannan-Quinn criter. 2.611330
F-statistic 337.5828 Durbin-Watson stat 1.775179
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
95
Lampiran 2 : Uji Asumsi Klasik
A. Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Series: Standardized Residuals
Sample 2009 2018
Observations 50
Mean 1.74e-14
Median -0.648086
Maximum 5.229057
Minimum -4.907933
Std. Dev. 2.623825
Skewness 0.258272
Kurtosis 2.239198
Jarque-Bera 1.761747
Probability 0.414421
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
B. Uji Multikolinearitas
LOGPR RLS PE TPT
LOGPR 1.000000 0.780595 0.358989 0.323123
RLS 0.780595 1.000000 0.326608 0.648317
PE 0.358989 0.326608 1.000000 -0.131072
TPT 0.323123 0.648317 -0.131072 1.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
C. Uji Heterokedastisitas
Dependent Variable: REABS
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 03/20/20 Time: 12:51
Sample: 2009 2018
Periods included: 10
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 50
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.190265 5.173423 -0.036777 0.9708
RLS -0.109292 0.093184 -1.172857 0.2470
TPT 0.041179 0.057065 0.721613 0.4743
PE -0.121348 0.067061 -1.809509 0.0771
LOGPR 0.132507 0.349317 0.379331 0.7062
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
96
D. Uji Autokorelasi
R-squared 0.985046 Mean dependent var 15.40660
Adjusted R-squared 0.982128 S.D. dependent var 5.770000
S.E. of regression 0.771377 Akaike info criterion 2.480271
Sum squared resid 24.39594 Schwarz criterion 2.824435
Log likelihood -53.00677 Hannan-Quinn criter. 2.611330
F-statistic 337.5828 Durbin-Watson stat 1.775179
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8.0
97
Lampiran 3: Data Penelitian
1. Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi D.I Yogyakarta
Tahun 2009-2018 (Y)
Tahun
Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 24,65 17,64 24,44 11,45 10,05
2010 23,15 16,09 22,05 10,7 9,75
2011 23,62 17,28 23,03 10,61 9,62
2012 23,32 16,97 22,72 10,44 9,38
2013 21,39 16,48 21,7 9,68 8,82
2014 20,64 15,89 20,83 9,5 8,67
2015 21,4 16,33 21,73 9,46 8,75
2016 20,3 14,55 19,34 8,21 7,7
2017 20,03 14,07 18,65 8,13 7,64
2018 18,3 13,43 17,12 7,65 6,98
Sumber : BPS Provinsi D.I Yogyakarta
98
2. Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi D.I
Yogyakarta Tahun 2009-2018 (X1)
Tahun
Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 7,79 7,64 5,61 9,18 10,48
2010 7,85 8,34 5,59 9,78 10,88
2011 7,88 8,35 5,74 10,03 11,01
2012 7,93 8,44 6,08 10,03 11,22
2013 8,02 8,72 6,22 10,03 11,36
2014 8,20 8,74 6,45 10,28 11,39
2015 8,40 9,08 6,46 10,30 11,41
2016 8,50 9,09 6,62 10,64 11,42
2017 8,64 9,20 6,99 10,65 11,43
2018 8,65 9,35 7,00 10,66 11,44
Sumber : BPS Provinsi D.I Yogyakarta
99
3. Pengeluaran Rill Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Provinsi D.I
Yogyakarta Tahun 2009-2018 (X2)
Tahun
Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 6295 6438,90 6230,9 6460,8 6475,9
2010 8274,24 13724,58 8092,86 13847,86 16461,51
2011 8329,85 13778,46 8137,65 13882,15 16497,48
2012 8341,61 13797,53 8170,07 13916,45 16497,73
2013 8467,97 13901,51 8202,49 14085,15 16645,48
2014 8479,94 13920,75 8235,16 14170,27 16754,82
2015 8687,81 14320,1 8336,07 14561,89 17316,78
2016 8938 14880 8467 14921 17770
2017 9277 14995 8788 15365 18005
2018 9698 15386 9163 15844 18629
Sumber : BPS Provinsi D.I Yogyakarta
100
4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi D.I
Yogyakarta Tahun 2009-2018 (X3)
Tahun
Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 2,69 3,56 4,15 4,48 4,97
2010 3,61 4,37 3,64 5,08 5,52
2011 4,23 5,07 4,52 5,42 5,84
2012 4,96 5,29 4,8 5,37 5,4
2013 5,12 5,57 5,19 5,7 5,47
2014 4,53 5,25 5,64 5,23 5,64
2015 4,62 4,48 4,11 4,46 5,13
2016 4,76 5,06 4,88 5,25 5,12
2017 5,97 5,29 5,01 5,48 5,79
2018 10,84 5,47 5,16 6,42 5,49
Sumber : BPS Provinsi D.I Yogyakarta
101
5. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota Provinsi D.I
Yogyakarta Tahun 2009-2018 (X4)
Tahun
Kabupaten/Kota
Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta
2009 4,31 5,85 3,94 7,4 8,07
2010 4,18 5,24 4,04 7,71 7,41
2011 3,03 4,39 2,23 5,36 6,7
2012 3,04 3,7 1,38 5,64 5,33
2013 2,85 3,36 1,69 3,28 6,45
2014 2,88 2,57 1,61 4,21 6,35
2015 3,72 3 2,9 5,37 5,52
2016 2,37 2,97 2,1 4,23 5,27
2017 1,99 3,12 1,65 3,51 5,08
2018 1,49 2,72 2,07 4,4 6,22
Sumber : BPS Provinsi D.I Yogyakarta
102
6. Data Penelitian Secara Keseluruhan
No. Kabupaten dan
Kota Tahun
Y X1 X2 X3 X4
TK RLS PR
(LOG) PE TPT
1 Kab. Kulon Progo 2009 24.65 7.79 6295000 2.69 4.31
2 Kab. Kulon Progo 2010 23.15 7.85 8274000 3.61 4.18
3 Kab. Kulon Progo 2011 23.62 7.88 8330000 4.23 3.03
4 Kab. Kulon Progo 2012 23.32 7.93 8340000 4.96 3.04
5 Kab. Kulon Progo 2013 21.39 8.02 8470000 5.12 2.85
6 Kab. Kulon Progo 2014 20.64 8.2 8480000 4.53 2.88
7 Kab. Kulon Progo 2015 21.4 8.4 8688000 4.62 3.72
8 Kab. Kulon Progo 2016 20.3 8.5 8938000 4.76 2.37
9 Kab. Kulon Progo 2017 20.03 8.64 9277000 5.97 1.99
10 Kab. Kulon Progo 2018 18.3 8.65 9698000 10.84 1.49
11 Kab. Bantul 2009 17.64 7.64 6438900 3.56 5.85
12 Kab. Bantul 2010 16.09 8.34 13724000 4.37 5.24
13 Kab. Bantul 2011 17.28 8.35 13778000 5.07 4.39
14 Kab. Bantul 2012 16.97 8.44 13797000 5.29 3.7
15 Kab. Bantul 2013 16.48 8.72 13900000 5.57 3.36
16 Kab. Bantul 2014 15.89 8.74 13921000 5.25 2.57
17 Kab. Bantul 2015 16.33 9.08 14320000 4.48 3
18 Kab. Bantul 2016 14.55 9.09 14880000 5.06 2.97
19 Kab. Bantul 2017 14.07 9.2 14995000 5.29 3.12
20 Kab. Bantul 2018 13.43 9.35 15386000 5.47 2.72
21 Kab. Gunung kidul 2009 24.44 5.61 6230900 4.15 3.94
22 Kab. Gunung kidul 2010 22.05 5.59 8093000 3.64 4.04
23 Kab. Gunung kidul 2011 23.03 5.74 8137000 4.52 2.23
24 Kab. Gunung kidul 2012 22.72 6.08 8170000 4.8 1.38
25 Kab. Gunung kidul 2013 21.7 6.22 8202000 5.19 1.69
103
26 Kab. Gunung kidul 2014 20.83 6.45 8235000 5.64 1.61
27 Kab. Gunung kidul 2015 21.73 6.46 8336000 4.11 2.9
28 Kab. Gunung kidul 2016 19.34 6.62 8467000 4.88 2.1
29 Kab. Gunung kidul 2017 18.65 6.99 8788000 5.01 1.65
30 Kab. Gunung kidul 2018 17.12 7 9163000 5.16 2.07
31 Kab. Sleman 2009 11.45 9.18 6460800 4.48 7.4
32 Kab. Sleman 2010 10.7 9.78 13848000 5.08 7.71
33 Kab. Sleman 2011 10.61 10.03 13882000 5.42 5.36
34 Kab. Sleman 2012 10.44 10.03 13916000 5.37 5.64
35 Kab. Sleman 2013 9.68 10.03 14085000 5.7 3.28
36 Kab. Sleman 2014 9.5 10.28 14170000 5.23 4.21
37 Kab. Sleman 2015 9.46 10.3 14562000 4.46 5.37
38 Kab. Sleman 2016 8.21 10.64 14921000 5.25 4.23
39 Kab. Sleman 2017 8.13 10.65 15365000 5.48 3.51
40 Kab. Sleman 2018 7.65 10.66 15844000 6.42 4.4
41 Kota Yogyakarta 2009 10.05 10.48 6475900 4.97 8.07
42 Kota Yogyakarta 2010 9.75 10.88 16461000 5.52 7.41
43 Kota Yogyakarta 2011 9.62 11.01 16497000 5.84 6.7
44 Kota Yogyakarta 2012 9.38 11.22 16498000 5.4 5.33
45 Kota Yogyakarta 2013 8.82 11.36 16645000 5.47 6.45
46 Kota Yogyakarta 2014 8.67 11.39 16755000 5.64 6.35
47 Kota Yogyakarta 2015 8.75 11.41 17317000 5.13 5.52
48 Kota Yogyakarta 2016 7.7 11.42 17770000 5.12 5.27
49 Kota Yogyakarta 2017 7.64 11.43 18005000 5.79 5.08
50 Kota Yogyakarta 2018 6.98 11.44 18629000 5.49 6.22