PENGARUH PROPORSI TEPUNG UBI JALAR UNGU Ipomoea …eprints.ums.ac.id/52050/11/NASKAH...
Transcript of PENGARUH PROPORSI TEPUNG UBI JALAR UNGU Ipomoea …eprints.ums.ac.id/52050/11/NASKAH...
PENGARUH PROPORSI TEPUNG UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) PRATANAK PADA PEMBUATAN FOOD BAR
TERHADAP DAYA PATAH DAN DAYA TERIMA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ANGGRAINI WULANDARI
J 310 120 077
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
PENGARUH PROPORSI TEPUNG UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) PRATANAK PADA PEMBUATAN FOOD BAR
TERHADAP DAYA PATAH DAN DAYA TERIMA
ABSTRAK
Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan lokal yang dapat diolah menjadi produk
food bar. Tepung kacang merah pratanak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kandungan serat. Campuran tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah
pratanak dapat berpengaruh terhadap mutu kimia, mutu fisik, dan mutu sensorik
food bar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi ubi
jalar ungu dan kacang merah pratanak terhadap daya patah dan daya terima food
bar. Penelitian ini dilakukan menggunakan proporsi ubi jalar ungu dan kacang
merah pratanak yang berbeda dengan variasi perlakuan yaitu 90 : 10; 80 : 20; dan
70 : 30. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh proporsi ubi
jalar dan kacang merah pratanak yang berbeda terhadap daya patah food bar.
Hasil uji daya terima menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan kacang
merah pratanak yang berbeda berbengaruh terhadap tekstur dan keseluruhan food
bar, tetapi tidak berpengaruh terhadap warna, aroma dan rasa. Daya terima terbaik
adalah food bar dengan proporsi 90 : 10, diikuti proporsi 80 : 20.
Kata kunci: food bar, ubi jalar ungu, kacang merah pratanak, daya patah, daya
terima.
ABSTRACTS
Purple sweet potato is local food that can be processed into food bar. Parboiled
red bean flour can be used to increase the fiber content. Purple sweet potato flour
with red beans parboiled flour may affect the chemical quality, physical quality
and sensory quality of the food bar. The purpose of the research was to determine
the effect of purple sweet potato and parboiled red beans proportion to the
brittleness and acceptance of the food bar. This research was conducted by
proportion of purple sweet potato and parboiled red beans with different treatment
variation with 90 : 10; 80 : 20; dan 70 : 30. The results showed that sweet potato
and parboiled red beans different proportions did not affect the brittleness of food
bar. The acceptence of purple sweet potato and parboiled red beans different
sample affect on texture and overall, but did not affect to the aroma, color, and
taste. The best acceptance of foodbar with proportion of 90 : 10, followed by 80 :
10.
Keywords: food bar, sweet potato, parboiled red beans, brittleness, acceptabilitty.
2
1. PENDAHULUAN
Pola hidup masyarakat modern cenderung memilih sesuatu yang bersifat
praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang lebih suka
mengkonsumsi makanan cepat saji yang banyak mengandung lemak dan memiliki
kandungan serat yang rendah (Sutisna, 2013). Kurangnya asupan serat dalam
/jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung koroner, kanker kolon, diabetes melitus, dan hipertensi
(Handajani, et al., 2010).
Upaya untuk menurunkan resiko penyakit degeneratif yaitu dengan
mengolah makanan praktis dan memiliki manfaat bagi kesehatan. Salah satu
olahan pangan yang bersifat praktis adalah food bar. Pemilihan produk food bar
karena produk ini merupakan makanan siap saji berbentuk batangan yang dapat
langsung dikonsumsi (ready to eat).
Ubi jalar ungu merupakan tanaman yang telah lama dibudayakan di
Indonesia. Ubi jalar ungu mengandung antioksidan yang berasal dari senyawa
antosianin yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas sehingga berperan
dalam pencegahan terhadap proses penuaan dini, kanker, dan penyakit degeneratif
(Jusuf et al., 2008). Menurut Suprapta et al., (2004) kandungan antosianin pada
ubi jalar ungu 110-210 mg/100 g. Ubi jalar ungu memiliki kandungan karbohidrat
yang dapat mencapai 27,9% dan dalam bentuk tepung karbohidratnya mencapai
83,81% (Susilawati dan Medikasari, 2008). Karbohidrat yang terdapat pada ubi
jalar ungu termasuk karbohidrat kompleks dengan klasifikasi Indeks Glikemik (IG
54) yang rendah (Ratnayanti, 2011).
Penggunaan kacang merah pada penelitian ini dikarenakan kacang merah
memiliki indeks glikemik yang rendah yaitu 26 (Ratnaningsih dan Marsono,
2013). Tepung kacang merah (9,08%) mengandung serat yang lebih tinggi
daripada tepung ubi jalar ungu (4,72%) (Ahmed et al, 2015; Nindyarani et al,
2011). Serat pangan dapat menurunkan waktu transit makanan dalam usus halus
dan mampu menurunkan level glukosa darah postprandial dan level insulin.
Sehingga baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus (Codex, 2006
dalam Yofananda dan estiasih, 2016).
3
Proses pratanak merupakan metode untuk memperpendek waktu
pemasakan kacang-kacangan. Proses pratanak diharapkan tidak hanya mampu
mengurangi waktu pemasakan pada kacang-kacangan dan meningkatkan sifat
organoleptik saja, tetapi juga berpengaruh pada sifat fungsional kacang merah
(Anandito et al., 2016). Kacang-kacangan mentah (black bean, red bean, lima
bean) mempunyai kadar pati resisten berkisar 1,0-2,2% dan mengalami
peningkatan kadar pati resisten hingga 10 kali lipat, yaitu sebesar 18,9-30,7%
setelah proses pratanak (Ratnaningsih dan Marsono, 2013).
Tekstur diakui secara luas sebagai atribut kualitas penting bagi
penerimaan produk yang mempengaruhi presepsi konsumen (Mc Kenna dan
Kilcast, 2004). Food bar tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak
merupakan produk pangan yang berbentuk padat. Daya patah merupakan
parameter tekstur yang berperan terhadap penerimaan konsumen.
2. METODE
2.1 Bahan
Bahan utama pembuatan food bar ubi jalar ungu dan kacang merah
pratanak adalah ubi jalar ungu dan kacang merah yang diperoleh dari pasar
tradisional di kota Surakarta. Bahan lain seperti gula jagung, butter, minyak
nabati, susu skim, dan telur diperoleh dari supermarket.
2.2 Alat
Peralatan yang digunakan terbagi atas dua kelompok, yaitu alat
pengolahan dan alat analisis. Alat yang digunakan dalam pengolahan antara lain
oven, baskom, timbangan analitik. Alat untuk analisis daya patah yaitu Texture
Analyzer CT-03 merk Brokefield.
2.3 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu
Pembuatan tepung ubi jalar ungu mengikuti prosedur Hardoko et al.,
(2010). Ubi jalar disortasi, dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir.
Kemudian ubi jalar diiris tipis-tipis, di blanching selama 2 menit dan dikeringkan
menggunakan sinar matahari. Irisan ubi jalar yang sudah kering kemudian digiling
menggunakan mesin penggiling dan diayak 80 mesh.
4
2.4 Pembuatan Tepung Kacang Merah Pratanak
Prosedur pembuatan tepung kacang merah pratanak mengikuti prosedur
Chakraborty et al (2006) dalam Mustikaningrum (2011) dengan modifikasi.
Kacang merah disortasi dan dicuci menggunakan air mengalir. Kemudian kacang
merah direndam menggunakan air akuades selama 16 jam dengan perbandingan
1 : 2. Kacang merah yang telah direndam kemudian dikukus selama 15 menit dan
dikeringkan menggunakan sinar matahari. Kacang merah yang telah dikeringkan
kemudian digiling dan diayak 80 mesh.
2.5 Pembuatan Food Bar
Prosedur pembuatan food bar mengikuti prosedur modifikasi Lamaday
dan Yuwono (2014). Gula jagung, telur, susu skim , minyak nabati , butter, air
diaduk hingga tercampur rata . Kemudian ditambahkan tepung ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak . Adonan kemudian dipanggang selama 45 meni dengan
suhu 120̊ C.
2.6 Analisis Daya Patah
Analisis daya patah menggunakan alat Texture Analyzer CT-03 merk
Brokefield dengan cara sampel diukur ketebalannya dan diletakkan di meja objek.
Probe dipasang sesuai dengan sampel yang akan diukur. Probe pada alat
diturunkan hingga mneyentuh sampel kemudian alat dijalankan dan probe secara
otomatis bergerak menyentuh sampel. Komputer akan memproses data hasil
pergerakan alat.
2.7 Analisis Daya Terima
Atribut daya terima meliputi warna, aroma, rasa tekstur, dan keseluruhan.
Pengujian menggunakan lima skala hedonik yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak
suka, 3 = agak suka, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. Pengujian dilakukan oleh 30
orang panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2.8 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Terdapat empat
perlakuan proporsi ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak yaitu 70 : 30, 80 :
20, dan 90 : 10. Analisis data untuk proporsi ubi jalar ungu dan kacang merah
5
pratanak yang berbeda terhadap daya patah menggunakan uji Anova satu arah dan
daya terima menggunakan uji Kruskal Wallis. Jika terdapat perbedaan maka
dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi
95%.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Daya Patah
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh
proporsi tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak terhadap daya
patah produk food bar dengan nilai p sebesar 0,051 (p>0,05). Rata-rata nilai daya
patah bekisar dari 1.020,875 g hingga 2.414,500 g. Menurut Wiratama et al.,
(2010) adapun yang dapat mempengaruhi nilai daya patah pada suatu produk
makanan yaitu presentase kadar air, karakteristik bahan baku dan bahan pengikat.
Ubi jalar ungu dan kacang merah merupakan bahan makanan yang
mengandung serat. Tepung jalar ungu memiliki kandungan serat 4,72%
sedangkan tepung kacang merah mengandung serat sebesar 9,08% (Ahmed et al,
2015). Menurut Winarno (2004) serat berfungsi sebagai penguat tekstur. Semakin
tinggi kadar serat maka produk yang dihasilkan akan menjadi lebih keras serta
daya patahnya meningkat. Menurut Guilbert dan Biquet (1990) polisakarida yang
terkandung dalam bahan makanan berfungsi untuk menjaga kekompakan dan
kestabilan tekstur produk. Semakin banyak kandungan polisakarida yang
menyusun menyebabkan kekuatan peregangan meningkat sehingga kemampuan
meregang semakin besar dan tahan terhadap kepatahan karena rongga-rongga
yang terbentuk sedikit (padat) sehingga tekstur menjadi keras.
Komposisi pati dalam bahan baku diantaranya amilosa dan amilopektin
yang digunakan dapat mempengaruhi daya patah pada food bar. Ciri utama pati
sebagai penentu tekstur adalah sifat gelatinisasi dan retrogradasi (Zobel, 1984
dalam Nindyarani et al., 2011). Tepung dengan kadar pati yang tinggi akan
memberikan tekstur kuat dan kompak. Tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan
pati sebesar 74,57% dan 25,49% pada kacang merah (Nindyarani et al., 2011;
Ratnaningsih dan Marsono, 2013). Perbandingan amilosa dan amilopektin pada
6
tepung ubi jalar ungu sebesar 24,79%:49,78% (Nindyarani et al., 2011),
sedangkan pada tepung kacang merah 27%:73% (Ratnaningsih dan Marsono,
2013; Morthy, 2004). Penambahan tepung ubi jalar ungu dengan jumlah yang
lebih banyak pada pembuatan food bar menyebabkan nilai daya patahnya
cenderung meningkat. Hal ini berkaitan dengan kandungan amilosa pada food bar.
Carella (2016) melaporkan bahwa adanya peningkatan kandungan amilosa seiring
dengan meningkatnya perbandingan tepung ubi jalar ungu terhadap tepung kacang
merah pratanak pada food bar. Menurut Richana dan Sunarti (2004) ada hubungan
positif antara tekstur dan kadar amilosa, yang berarti semakin tinggi kadar amilosa
pada tepung dapat membentuk tekstur menjadi lebih keras.
Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin pada jenis pati dapat
mempengaruhi daya patah food bar. Muchtadi et al., (1998) menambahkan bahwa
pada produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar
(puffing), dimana produk makanan yang berasal dari pati mengandung
amilopektin tinggi maka akan bersifat ringan, porus, garing, dan renyah.
Sedangkan pati yang mengandung amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk
yang keras karena proses mekarnya terbatas. Niken dan Adepristian (2013) juga
berpendapat bahwa amilopektin mempunyai peranan untuk meningkatkan
kerenyahan sedangkan amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan. Amilosa
memiliki kemampuan retrogradasi yang lebih besar. Retrogradasi merupakan
proses terbentuknya ikatan antar amilosa-amilosa yang telah terdispersi ke dalam
air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati
semakin mungkin terjadi dan semakin keras produk pangan yang dihasilkan
(Mulyadi et al., 2014).
3.2 Daya Terima
Pengujian daya terima food bar dengan proporsi ubi jalar ungu dan kacang
merah pratanak sebesar 70 : 30, 80 : 20, dan 90 : 10 meliputi warna, aroma, rasa
tekstur, dan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
7
Tabel 1.
Hasil Uji Daya Terima Food Bar pada Penelitian Utama
Proporsi Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
70% : 30% 3,47±0,57 3,70±0,70 3,27±0,82 3,07±0,58 3,27±0,58a
80% : 20% 3,60±0,62 3,70±0,70 3,37±0,85 3,43±0,81 3,57±0,67ab
90% :10% 3,80±0,71 3,67±0,66 3,53±0,81 3,50±1,00 3,67±0,66b
Nilai p 0,131 0,924 0,341 0,022 0,039
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata.
Angka yang dicetak tebal menunjukkan hasil tertinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan kacang
merah pratanak yang berbeda berpengaru terhadap atribut tekstur dan
keseluruhan.
a. Warna
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak tidak memberikan pengaruh terhadap warna food bar.
Semakin besar proporsi ubi jalar ungu maka nilai kesukaan panelis terhadap
warna food bar cenderung meningkat. Warna pada produk makanan dikarenakan
adanya pigmen alami yang terkandung pada bahan pangan. Pigmen antosianin
yang terkandung dalam tepung ubi jalar ungu memberikan kontribusi besar pada
pembentukan warna ungu (Deman, 2013). Food bar yang dihasilkan memiliki
warna ungu sedikit kecoklatan. Warna kecoklatan diakibatkan pada saat proses
pemanggangan terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amino primer pada
protein yang disebut dengan reaksi Maillard (Winarno, 2004). Semakin besar
proporsi ubi jalar ungu yang digunakan maka warna food bar yang dihasilkan
cenderung lebih gelap. Hal ini sesuai dengan pendapat (Widowati, 2010) yang
menyatakan bahwa peningkatan proporsi tepung ubi jalar akan menurunkan
kecerahan warna tepung maupun produk akhirnya.
b. Aroma
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak tidak memberikan pengaruh terhadap aroma food bar.
daya terima panelis terhadap atribut aroma memiliki nilai rata-rata 3,67 hingga
8
3,70. Aroma yang timbul karena pada saat proses pemanggangan senyawa volatil
yang terdapat pada bahan pangan menguap (Soekarto, 1990). Mayasari (2015)
melaporkan aroma biskuit dengan penambahan 60% ubi jalar ungu dan 10%
tepung kacang merah memiliki kesukaan tertinggi. Aroma food bar juga dapat
disebabkan oleh berbagai komponen bahan lain yang digunakan dalam pembuatan
food bar seperti margarin dan gula (Subandoro et al, 2013).
c. Rasa
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak tidak memberikan pengaruh terhadap rasa food bar.
Panelis menyukai rasa food bar dengan proporsi 90 : 10. Nilai rata-rata kesukaan
pada atribut rasa meningkat seiring dengan peningkatan proporsi ubi jalar ungu.
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2015)
yang melaporkan bahwa semakin tinggi penambahan ubi jalar ungu dari tepung
kacang merah pada biskuit cenderung lebih disukai panelis. Produk food bar ini
memiliki paduan rasa yang berasal dari bahan-bahan pembentuknya. Food bar
tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak memiliki rasa yang agak
pahit, rasa pahit ini berasal dari tepung kacang merah pratanak. Kacang merah
mengandung tanin sebesar 0,197 g/100 g (Almasyhuri et al, 1990). Tanin
merupakan senyawa astringent yang memiliki rasa pahit (Ismarani, 2012).
d. Tekstur
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak memberikan pengaruh terhadap tekstur food bar. Analisis
kemudian dilanjutkan menggunakan uji Duncan dan menunjukkan tidak adanya
beda nyata terhadap atribut tekstur. Daya terima panelis terhadap atribut tekstur
adalah agak suka dengan nilai rata-rata 3,07 hingga 3,50. Menurut Meilgrad et al.,
(2000) faktor pengujian tekstur makanan diantaranya yaitu rabaan oleh tangan,
keempukan, kemudahan saat dikunyah, dan juga kerenyahan makanan.
e. Keseluruhan
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak memberikan pengaruh terhadap keseluruhan food bar.
Analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan. Hasil Duncan menunjukkan
9
bahwa food bar tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak dengan
proporsi 70 : 30 memiliki beda nyata jika dibandingkan dengan proporsi food bar
90 : 10. Sedangkan food bar proporsi 80 : 20 tidak berbeda nyata jika
dibandingkan dengan food bar proporsi 70 : 30 dan 90 : 10.
Panelis menyukai food bar dengan proporsi 90 : 10 dengan nilai rata-rata
skor 3,67. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi penambahan
tepung ubi jalar ungu semakin meningkatkan daya terima keseluruhan food bar.
Penilaian daya terima keseluruhan dipengaruhi oleh warna, aroma, rasa dan
tekstur. Penilaian daya terima secara keseluruhan dilakukan untuk mengetahui
respon secara keseluruhan (Mutmainah, 2008). Menurut Carpenter et al., (2000)
rasa dan tekstur sebagai peranan penting dalam uji daya terima secara keseluruhan
dibandingkan aspek warna dan aroma.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Nilai daya patah tertinggi dengan nilai daya patah 2.414,50 g pada food
bar dengan proporsi ubi jalar dan kacang merah pratanak 90:10. Nilai daya patah
terendah terdapat pada food bar dengan proporsi ubi jalar ungu dan kacang merah
pratanak 70 : 30 dengan nilai daya patah1.020,87 g.
Daya terima tertinggi diberikan oleh food bar dengan proporsi tepung ubi
jalar dan tepung kacang merah pratanak 90 : 10 dengan rata-rata skor 3,67 diikuti
oleh proporsi 80 : 20 dengan rata-rata skor 3,57.
Tidak terdapat pengaruh proporsi ubi jalar ungu dan kacang merah
pratanak yang berbeda terhadap daya patah pada food bar dengan nilai p 0,051
(p>0,050).
Terdapat pengaruh proporsi ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak
yang berbeda terhadap daya terima food bar berdasarkan tekstur (nilai p 0,22) dan
keseluruhan (nilai p 0,039), namun tidak terdapat pengaruh terhadap warna (nilai
p 0,131), aroma (nilai p 0,924) dan rasa (nilai p 0,341).
Food bar tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak
merupakan produk halal, karena menggunakan bahan baku halal.
10
4.2 Saran
Perlu dilakukan uji proksimat pada food bar dan kadar serat pada food bar
ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak untuk mengetahui nilai gizinya,
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S., Hasan, M. M., dan Mahmood, Z. A. 2015. Total, Insoluble And
Soluble Dietary Fiber Contents of Macrotyloma Uniflorum (Lam.) Verdc.,
Phaseolus Lunatus Linn And Phaseolus Vulgaris Linn Legume Flours.
World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 23-30.
Almasyhuri, Yuniati, H., dan Slamet, D. S. 1990. Kandungan Asam Fitat dan
Tanin Dalam Kacang-kacangan Yang Dibuat Tempe. Bogor: Puslitbang
Gizi.
Andarwulan, N., Kusnandar., dan Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian
Rakyat.
Atchibri, O. A., Kuoakout, H., Brou, K. D., Koudio, Y. J., & Gnakri, D. 2010.
Evaluation of bioactive components in seeds of Phaseolus vulgaris L.
(fabaceae) cultivated in Côte d’Ivoire. Journal of Applied Biosciences.
1928-1934.
BPS Provinsi Jawa Tengah. (2013). Dipetik Maret 14, 2017, dari
http://jateng.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/978
Carella, H. 2016. Formulasi Food Bar Sebagai Snack Bagi Penderita Diabetes
Mellitus Berbahan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L. Poir) dan Kacang
Merah Pratanak (Phaseolus Vulgaris L.) Dilihat Dari Kadar Amilosa dan
Gula Reduksi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Carpenter, R.P., Lyon, D.H., dan Hasdell, T.A. 2000. Guidilines for Sensory
Analysis in Food Product. Development and Quality Control.
Gaithersburg: Aspend Publisher.
Guilbert, S and B. Biquet. 1996. Edible Film in Food Packaging Technology.
New York : Publisher Inc.
Handanjani, A., Roosihermiatie, B., dan Maryani, H. 2010. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Penyakit Degeneratif di Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Surabaya. 13 (1) : 42-53.
Hardoko, Hendarto, L., dan Siregar, T.M. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L. Poir) Sebagai Pengganti Sebagian Tepung Terigu
dan Sumber Antioksidan pada Roti Tawar. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan. Universitas Brawijaya. 21 (1).
11
Ismarani. (2012). Potensi Senyawa Tanin dalam Menunjang Produksi Ramah
Lingkungan. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 3(2).
Jusuf, M., Rahayuningsih, A., dan Ginting, E. 2008. Ubi Jalar Ungu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(4): 13-14.
Kusumawati, Aan, Ujang, H., dan Evi, E. 2000. Dasar-dasar Pengolahan Hasil
Pertanian. Jakarta: Central Grafika.
Lamaday, N.A., dan Yuwono, SS. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal dalam
Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau dan
Proporsi CMC). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Universitas Brawijaya.
2(1).
Mc Kenna, B.M dan Kilcast, D. 2004. Texture in Food: Solid Foods. New York:
CRC Press.
Meilgard, Morten C., Thomas C., dan Gail V. V. 2000. Sensory Evaluation
Techniques. US: CRC Press.
Moorthy, S. N. 2004. Tropical Source Of Starch. Florida: CRC Press.
Muchtadi, D., TR., Purwiyatno dan Basuki, A. 1988. Teknologi Pemasakan
Ekstrusi. LSI. Institut Pertanian Bogor.
Mulyana, Susanto, W.H., dan Purwantiningrum, I. 2014. Pengaruh Proporsi
(Tepung Tempe Semangit : Tepung Tapioka) dan Penambahan Air
terhadap Karakteristik Kerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Universitas Brawijaya. Malang. 2 (4) : 113-120.
Mustikaningrum, F. 2011. Pengaruh Pratanak Kacang Kapri (Pisum sativum L)
Terhadap Kadar Pati Resisten Dan Sifat Hipoglikemik Pada Tikus
Diabetik Induksi Alloksan. Thesis. Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.
Mutmainah. 2008. Daya Terima Makanan dan Tingkat Konsumsi Energi-Protein
Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam di Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi. Skripsi. Program Sarjana Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Niken, A dan Adepristian, D. 2013. Isolasi Amilosa dan Amilopektin dari Pati
Kentang. Jurnal Teknologi dan Industri. Universitas Diponegoro. 2 (3) :
57-62.
Nindyarani, A.K., Sutardi, dan Suparmo. 2011. Karakteristik Kimia, Fisik dan
Inderawi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas P.) dan Produk Olahannya.
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada.
31 (4).
12
Ratnaningsih, N., dan Marsono, Y. 2013. Potensi Fungsional Resistant Starch
Tipe 3 dari Kacang-kacangan dengan Perlakuan Autoclaving Multisiklus
untuk Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II. Laporan Penelitian Hibah
Bersaing. Universitas Negeri Yogyakarta.
Ratnayati. 2011. Pengembangan Makanan Fungsional Mengandung Antioksidan
Berbahan Baku Ubi Jalar Ungu yang Aman Dikonsumsi Bagi Penderita
Diabetes Melitus. Yogyakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan.
Richana, N., dan Sunarti, T. C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung
Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan
Gembili. Jurnal Pascapanen. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor. 1(1).
Subandoro, R. H., Basito, & Atmaka, W. 2013. Pemanfatan Tepung Millet
Kuning dan Tepung Ubi Jalar Kuning Sebagai Subsitusi Tepung Terigu
dalam Pembuatan Cookies Terhadap Karakteristik Organoleptik dan
Fisikokimia. Jurnal Teknosains Pangan. 2 (4).
Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung
Dari Berbagai Jenis Ubi Jalar sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit
non-Flaky Crackers. Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008.
Suprapta, D.N., Antara, M., Arya, N., Sudana, M., Duniaji, A.S., dan Sudarma,
M. 2004. Kajian Aspek Pembibitan, Budidaya, dan Pemanfaatan Umbi-
Umbian Sebagai Sumber Pangan Alternatif. Laporan Hasil Penelitian.
Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian Universitas
Udayana.
Sutisna, E. 2013. Penyakit Degeneratif. Makalah pada Seminar Nasional Preventif
Penyakit Degeneratif dengan Pola Hidup Ala Rasulullah SAW. 31 Maret
2013. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widowati, S. 2010. Tepung Aneka Umbi Solusi Ketahanan Pangan.Tabloid Sinar
Tani. Balai Besar Penelitian dan Pegembangan Pascapanen Pertanian.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Wiratama, A. Shadiq, R. K., Supriyadi, D. 2010. Formulasi Produk Ekstruksi
Berbahan Dasar Sorgum: Snack Sehat, Kaya Serat dan Antioksidan.
Bogor : IPB.
Yofananda, O dan Estiassih, T. 2016. Potensi Senyawa Bioaktif Umbi-umbian
Lokal Sebagai Penurun Kadar Glukosa Darah: Kajian Pustaka. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Universitas Brawijaya Malang. 4(1).