pengaruh program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) terhadap produktivitas kerja karyawan di RSUP...
description
Transcript of pengaruh program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) terhadap produktivitas kerja karyawan di RSUP...
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penelitian Terdahulu
Bambang (2005), meneliti dengan judul “Pengaruh Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) terhadap produktivitas kerja karyawan di RSUPN DR.
CIPTO MANGUNKUSUMA JAKARTA BAGIAN BINATU (LAUNDRY)”.
Hasil perhitungan adalah sebesar 0,967 yang berarti bahwa hubungan antara
program keselamatan dan kesehatan kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan cukup baik sehingga apabila program kesehatan dan keselamatan
kerja baik maka produktivitas kerja karyawan juga akan baik. Produktivitas
kerja karyawan (Y) adalah sebesar 121,67 pada kategori skor 103-133 yang
berarti produktivitas kerja karyawan yang ada pada RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta bagian Binatu (Laundry) adalah tinggi.
Wahyudi (2008), meneliti dengan judul “Pengaruh Program Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dan Lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan”. Di RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAGIAN
BINATU”. Hasil uji F menunjukan bahwa Program Kesehatan dan
Keselamatan kerja (K3) dan Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang
20
signifikan terhadap Produktivitas kerja Karyawan sebesar 24,044. Hasil uji T
menunjukan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan sebesar 4,259 dan lingkungan kerja
berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan sebesar 2,487.
Koefisien determinasi (R square ) hasil regresi adalah 0,381 menunjukan
bahwa variable bebas (keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan kerja
) dapat menjelaskan 38,1% terhadap variable terikat (produktivitas kerja).
2.2 Teori Tentang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
2.2.1 Pengertian dan Syarat-syarat Keselamatan dan kesehatan
kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perhatian dan
perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya.
Menurut Bambang (2006) menyatakan “keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, dan lingkungannya, serta cara-cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya.”
Kemudian Husni (2005) menyatakan bahwa “kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang ber- tujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosialnya sehingga memungkinkan karyawan dapat bekerja secara optimal.”
Bagi tenaga kerja keselamatan diri didalam bekerja adalah hal yang sangat
penting. Mereka berupaya semaksimal mungkin agar terhindar dari kecelakaan
21
dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat dikatakan keselamatan dan
kecelakaan kerja mempunyai hubungan.
Husni (2005) menyatakan bahwa,”keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dalam suatu aktivitas”.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap karyawan ini
bertujuan agar tidak terjadi kecelakaan ditempat kerja atau paling tidak
mengurangi tingkat kecelakaan di tempat kerja, sehingga proses produksi dapat
berjalan dengan semestinya.
Menurut Bambang (2006) menyatakan bahwa,”keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan”.
Selanjutnya Yusra (2008) mendefenisikan keselamatan dan kesehatan kerja atau K3,” adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila terjadi hal yang demikian”.
Perhatian yang diberikan perusahaan atas kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan dapat menurunkan terjadinya kecelakaan akibat kerja dimana tidak
terjadi kehilangan jam kerja sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik.
22
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3)
Tujuan utama dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sedapat mungkin
memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap
karyawan dan untuk melindungi sumber daya manusianya.
Husni (2005) menyatakan bahwa, “tujuan kesehatan kerja adalah :
a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial.
b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.
d. Meningkatkan produktifitas.”
Dengan demikian maksud dan tujuan tersebut adalah bagaimana melakukan
suatu upaya dan tindakan pencegahan untuk memberantas penyakit dan
kecelakaan akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan serta peningkatan
kesehatan gizi, serta bagaimana mempertinggi efisiensi dan produktivitas kerja
karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Menurut Hasibuan (2000),”Keselamatan dan kesehatan kerja harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan, dengan penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk perusahaan. Apabila banyak terjadi kecelakaan, karyawan banyak yang menderita, absensi meningkat, produksi menurun, dan biaya pengobatan semakin besar. Ini semua akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun perusahaan bersangkutan, karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja sebab cacat dan perusahaan kehilangan karyawannya”.
23
Apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan
kerja dengan baik, maka perusahaan akan mendapat manfaat-manfaat sebagai
berikut:
1. Meningkatkan produktivitas kerja sehingga menurunnya jumlah hari
kerja yang hilang.
2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen
dalam Bekerja.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa memiliki,
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan,dan
7. Meningkatkan keuntungannya secara substansial (Rivai, 2004)
Tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja ini tidak dapat
terwujud dan dirasakan manfaatnya, jika hanya bertopang pada peran tenaga
kerja saja tetapi juga perl u peran dari pimpinan.
Ivancevich (2001) menyatakan bahwa,” top management must support safety and health with an adequate budget. Managers must give it their personal support by talking about safety and health with everyone in the firm. Acting on reports about safety is another way top managers can be in volved in these efforts. Without this support, the effort to ensure safety and health is hampered. Some organizations have responded to the environmental problems that can
24
increase accidents, deaths, anddisabilities by placing the responsibility for employees’ health and safety with the chief executive officer of the organization ”.
Menurut Mathis dan Jackson (2003) tanggung jawab umum perusahaan yang
terdiri dari unit sumber daya manusia dan manajer dapat dilihat pada table
berikut ini:
HR Unit Managers
-Coordinates health and safety programs - Develops safety reporting system - Provides accident investigation expertise - Provides technical expertise on accident prevention - Develops restricted-access procedures and employee identification systems - Trains managers to recognize and handle difficult employee situations
-Monitor health and safety of employees daily -Coach employees to be safety conscious - Investigate accidents - Observe health and safety behavior of employees - Monitor workplace for security problems - Communicate with employees to identify potentially difficult employees - Follow security procedures and recommend changes as needed
Gambar II.1Tabel Unit SDM dan Manajer
25
Menurut Siagian (2002) ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu :
1. Apa pun bentuknya berbagai ketentuan formal itu harus ditaati oleh semua
organisasi.
2. Mutlak perlunya pengecekan oleh instansi pemerintah yang secara
fungsional bertanggung jawab untuk itu antara lain dengan inspeksi untuk
menjamin ditaatinya berbagai ketentuan lain de ngan inspeksi untuk
menjamin ditaatinya berbagai ketentuan formal oleh semua organisasi.
3. Pengenaan sanksi yang keras kepada orga nisasi yang melalaikan
kewajibannya menciptakan dan memelihara keselamatan dan kesehatan
kerja.
4. Memberikan kesempatan yang seluas mungkin kepada para karyawan untuk
berperan serta dalam menjamin keselama tan dalam semua proses
penciptaan dan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja dalam
organisasi.
5. Melibatkan serikat pekerja dalam semua proses penciptaan dan
pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja.
Sistem imbalan yang efektif termasuk perlindungan karyawan
ditempatnya berkarya, kiranya jelas terlihat bukan imbalan dalam bentuk uang
26
saja hal yang sangat penting, tetapi perlindungan terhadap karyawan juga tidak
kalah pentingnya.
2.3 Teori Tentang Kecelakaan kerja
2.3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja dan Kerugian Akibat Kecelakaan
Kerja
Kecelakaan bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja
atau karena persoalan nasib. Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tak
terencanakan, dan untuk setiap peristiwa tentulah ada penyebabnya, yang akan
berakibat terjadinya kerusakan baik pada barang maupun pada personalianya.
T.Sirait (2007:260)
Menurut Bambang (2006) “kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan yang tidak diharapkan terjadi yang dapat menimpa karyawan. Tidak terduga karena dilatar belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih lagi dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil maupun penderitaan yang paling ringan sampai kepada yang paling berat yang tidak diinginkan.” Hariandja (2002) menyatakan pada prinsipnya faktor penyebab kecelakaan kerja, berkisar pada : a. Faktor Manusia
Pekerja tentu saja memiliki keterbatasan-keterbatasan misalnya merasa
lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-kesalahan yang bisa disebabkan oleh
berbagai persoalan pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melaksanakan
pekerjaannya. Untuk mengatasi hal ini, maka perusahaaan harus melakukan
pelatihan-pelatihan dalam melakukan pe kerjaan secara baik, membuat
27
pedoman pelaksanaan kerja secara tertulis, meningkatkan disiplin, melakukan
pengawasan oleh atasan langsung, dan mungkin dapat memberikan reward bagi
mereka yang mengikuti prosedur dengan benar.
b.Faktor Peralatan Kerja
Peralatan kerja atau pelindung bisa rusak atau tidak memadai. Untuk
mengatasinya perusahaan harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan
yang dipakai dan melatih para karyawan untuk memahami karakteristik setiap
peralatan dan mekanisme kerja peralatan tersebut.
c.Faktor Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bisa menjadi tempat ya ng tidak aman, sumpek dan
terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya tidak memadai. Selain itu, iklim
psikologis diantara pekerja juga bisa kurang baik, misalnya tidak ada interaksi
yang saling membantu diantara para pekerja. Untuk ini perusahaan harus
membangun tim kerja yang baik melalui berbagai macam program. Kecelakaan
juga bisa terjadi
Dijabarkan lebih rinci oleh Desler (Panggabean, 2004) yang
mengemukakan bahwa,”ada tiga penyebab utama kecelakaan, yaitu secara
kebetulan ( chance occurance), kondisi yang tidak aman (unsafe condition ),
dan sikap yang tidak diinginkan ( unsafe acts on the part of employee)”.
28
a.Secara kebetulan (chance occurance)
Kecelakaan dapat terjadi secara kebetulan, misalnya seorang pekerja terkena
pecahan kaca pada saat melintas di suat u tempat dimana ada kaca jendela yang
jatuh.
b.Kondisi tidak aman (unsafe condition )
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak aman adalah
:alat pengaman yang tidak sempurna; alat dan peralatan yang sudah tidak layak
atau rusak; terjadi kemacatan ( congestion); prosedur yangbberbahaya di dalam,
di atas atau disekitar peralatan dan mesin; tempat penyimpanan yang tidak
aman; kurangnya pencahayaan dan ventilasi yang kurang ataupun berlebihan;
bising, radiasi, tempat penyimpanan yang tidak aman; kondisi suhu yang
membahayakan terpapar gas dll; alat penjaga/pengaman gedung kurang dari
estándar; ada api ditempat yang berbahaya; sistem peringatan yang berlebihan
(In adequate warning system). Disamping itu, kecelakaan dapat terjadi karena
pekerjaan itu sendiri, skedul kerja, dan iklim psychological ditempat kerja.
c. Sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts on the part of employee), yaitu:
menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan (bekerja bukan pada
kewenangannya); gagal dalam menciptakan keadaan yang baik sehingga
menjadi tidak aman atau memanas; menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan kecepatan geraknya; memakai alat pelindung diri (APD) atau safety
hanya berpura-pura; menggunakan peralatan ya ng tidak layak; pengrusakan
alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia; bekerja
29
berlebihan/melebihi jam kerja ditempat kerja; mengangkat/mengangkut beban
yang berlebihan; menggunakan tenaga yang berlebihan/tenaganya hanya untuk
main-main; peminum/pemabuk/mengkonsumsi NARKOBA.
Garis besar kecelakaan yang terjadi pada karyawan dapat dilihat dari:
kapasitas kerja dan beban kerja yang merupakan komponen utama dalam
kesehatan dan keselamatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal
dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. Kapasitas kerja yang baik
seperti status kesehatan kerja, gizi kerja serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk
melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Dimana pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi
pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan
kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan stress. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau
kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
30
Menurut Husni (2005) akibat dari kecelakaan kerja atau industri ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain:
a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan, dan bangunan.
b. Biaya pengobatan dan perawatan korban akibat dari kecelakaan.
c. Tunjangan kecelakaan.
d. Hilangnya waktu kerja
e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis :
Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat, maupun luka
ringan.
Menurut Adnan (2008) Keadaan aman yang masih wajar di dalam perusahaan
terdapat pada gambar berikut ini :
Stimulus Lingungan kerja
Pencemaran Lingkungan kerja
Batas Toleransi
Tidak Ditoleransi
Homeostatis
Teknologi
stress Adaptasi
Efek Penyakit Akibat kerja dan kecelakaan
31
Gambar II.2 Nilai Ambang Batas (Nilai Tertinggi yang Masih Aman Bagi Pekerja)
Batas toleransi ialah pada homeostatis dan yang tidak dapat ditoleransi
adalah teknologi yang tidak sesuai dengan sumber daya manusia dan stress.
Stress diakibatkan kurangnya karyawan beradaptasi dengan lingkungan kerja
serta efek lanjut diakibatkan lingkungan kerja dan me ngarah pada penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja.
2.3.2 Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan menelan biaya yang sangat banyak. Dari segi biaya saja
dapatlah dipahami, bahwa kecelakaan harus dicegah. Manajemen sumber daya
manusia, khususnya fungsi perawatan, perlu memperhatikan tindakan preventif
agar kecelakaan kerja tidak terjadi.
Menurut Sastradipoera (2002) ada beberapa tindakan preventif yang
dianjurkan, yaitu:
1. Perhatian ditujukan kepada setiap faktor keselamatan pada saat perencanaan
pembangunan sistem keamanan.
32
2. Penelitian dan penganalisisan terhadap peristiwa-peristiwa yang
mengakibatkan kecelakaan dan kerusakan dan pengambilan prakarsa untuk
mengurangi dan menghilangkannya.
3. Pembentukan rancangan perlengkapan dan pertimbangan keselamatan kerja
dan penyediaan pakaian pengamanan yang memenuhi standar.
4. Pembentukan dan pengembangan organisasi kesehatan dan keselamatan
kerja.
5. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan keselamatan kerja dan metode
untuk menghindari kecelakaan yang teratur dan bersinambung.
6. Pendokumentasian dan perawatan warkat-warkat dan statistik dan sekaligus
penentuan bagian-bagian yang berbahaya.
7. Pendokumentasian dan penganalisisan peristiwa-peristiwa kecelakaan kerja
di organisasi-organisasi lain melalui jurnal-jurnal relavan dan hasil-hasil
riset ilmiah mengenai hal yang sama.
8. Pengawasan yang teratur dengan cara memonitor setiap gerakan karyawan
(khususnya yang dianggap berbahaya) dan mengkoreksinya jika dianggap
perlu.
2.4 Program keselamatan kerja
Program keselamatan kerja bisa kompleks, bias pula sangat sederhana.
Setiap program keselamatan dapat terdiri dari salah satu atau lebih elemen-
elemen berikut ini.
33
a. Di dukung oleh manajemen puncak (top management).
b. Menunjuk seorang direktur program keselamatan.
c. Pembangunan pabrik dan operasi yang bersifat aman.
d. Mendidik para karyawan untuk bertindak aman.
e. Menganalisis kecelakaan.
f. Menyelenggarakan perlombaan keamanan/keselamatan kerja.
g. Menjalankan peraturan-peraturan keselamatan kerja.
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya
yaitu perlindungan keselamatan, Perlindungan tersebut bermaksud agar
tenaga kerja secara aman melakukan kerjaannya sehari-hari untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus memperoleh
perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat
menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya.
Menurut Mangku Negara (2000) “keselamatan kerja menunjukan pada kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja.”
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah menjamin keadaan,
keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia serta karya
dan budayanya yang tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan
manusia pada kususnya. Cara menanggulangi kesalamatan dan kesehatan kerja
antara lain dengan cara :
34
a. Meniadakan unsur penyebab kecelakaan.
b. Mengadakan pengawasan yang ketat.
Sasaran yang hendak dicapai oleh keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
a. Tumbuhnya motivasi untuk bekerja secara aman.
b. Terciptanya kondisi kerja yang tertib, aman dan menyenangkan.
c. Mengurangi tingkat kecelakaan di lingkungan kantor.
d. Tunbuhnya kesadaran akan pentingnya makna keselamatan kerja
dilingkungan kantor.
e. Meningkatnya produktivitas kerja. Sedermayanti (2011:208)
2.4.1 Undang-undang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini dikeluarkan tanggal 12 januari 1970, yang merupakan
keinginan pemerintah untuk lebih mengatur masalah keselamatan kerja di
tempat kerja. Dalam penjelasan UU ini dijelaskan bahwa perubahan
pengawasan yang bersifat resresif menjadi pengawasan yang bersifat preventif.
T.Sirait (2007-262)
Perusahaan juga harus memelihara keselamatan karyawan dilingkungan
kerja dan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja menurut undang-
undang nomor 1 tahun 1970, sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
35
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat perlindungan diri pada karyawan.
g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,hembusan angin, cuaca, sinar
laut, atau radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengandalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu udara yang baik dan cukup.
k. Memelihara kebersihan, kesehatan, ketertiban.
l. Memperoleh keserasian antara proses kerja.
m. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman,
atau barang.
n. Mengamankan dan memperlancar segala jenis bangunan.
o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan “ bongkar, muat perlakuan dan
penyimpanan barang”.
p. Mencegah terkena aliran listrik.
36
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2.4.2 Keselamatan dan Teknik Mesin
Para pemberi kerja dapat mencegah beberapa kecelakaan dengan
membuat area mesin, area peralatan, dan area kerja sehingga karyawan yang
kadang melamun atau yang kemungkinan besar melakuakan pekerjaan yang
berbahaya tidak dapat melukai diri mereka sendiri dan orang lain. Menyediakan
peralatan yang aman dan penjaga mesin, memasang tombol keadaan darurut,
memasang jeruji pengaman,mengosongkan gang,serta memasang ventilasi,
penerangan pemanas dan pendingin ruangan yang memadai dapat membantu
mebuat lingkungan kerja menjadi lebih aman dan terhindar dari kecelakaan.
Berikut ini gambar pendekatan pada manajemen keselamatan kerja yang
efektif : Sedermayanti (2011:226)
37
Gambar II.3 pendekatan pada manajemen keselamatan kerja yang efektif
kkklllPendekatan pada manajemen keselamatan
yang fektif
Hhhhh Pendekatan Individual
Menguatkan motivasi dan sikap keselamatan
Member pelatihan keselamatan karyawan
Memberi penghargaan keselamatan melalui program insentif
Pendekatan Organisasioanal
Merancang pekerjaan Mengembangkan dan
mengimplementasikan kebijakan keselamatan
Menggunakan komite keselamatan
Mengkoordinasikan investigasi kecelakaan
Pendekatan teknik mesin
Merancang lokasi dan peralatan kerja
Meninjau peralatan Menerapakan prinsip ergonomi
38
Beberapa faktor yang mempengaruhi keselamatan telah diidentifikasi,
termasuk ukuran area kerja, jenis material yang digunakan kondisi panca
indera, jarak antara kerja, serta gangguan dari kegaduhan dan arus lalu lintas.
2.4.3 Pelatihan keselamatan dan komunikasi
Salah satu cara untuk mendorong keselamatan karyawan adalah dengan
melibatkan semua karyawan dalam pelatihan keselamatan kapanpun. Pelatihan
keselamatan dapat dilaksanakan dalam bebagai cara. Sesi regular dengan
pengawas, pemimpin,dan karyawan sering dikoordinasi oleh anggota staff
sumber daya manusia. Memperlihatkan video, siaran televisi dan sumber
berbasis internet merupakan cara yang digunakan untuk mengadaka pelatihan
keselamatan. Sedermayanti. (2011:228)
2.4.4 Inpeksi, Investigasi Kecelakaan, dan Evaluasi
Tidak perlu menunngu menginspeksi area kerja karena resiko
keselamatan. Inspeksi dapat dilakukan oleh komite keselamatan atau
koordinator keselamatan. Inspeksi harus dilaksanakan secara teratur. Ketika
terjadi kecelakaan, maka harus diinvestigasi oleh komite keselamatan atau
koordinator keselamatan pemberi kerja.
Tahap pertama dalam penginvestigasian tempat kecelakaan, inspektur
harus menentukan fisik dan kondisi lingkungan yang menyebabkan kecelakaan.
39
Tahap kedua investigasi adalah wawancara terhadap karyawan yang
terluka (korban), pengawasnya, dan saksi kecelakaan.
Tahap ketiga berdasarkan observasi tempat dan wawancara, para
investigator menyelesaikan laporan investigasi kecelakaan.
Tahap keempat membuat rekomendasi mengenai cara kecelakaan
tersebut dapat dicegah, dan mengenai perubahan yang dibutuhkan untuk
menghindari kecelakaan serupa.Menyebutkan mengapa terjadi kecelakaan
adalah bermanfaat tetapi mengambil langkah untuk mencegah terjadinya
kecelakaan serupa juga penting. Sedermayanti (2011:228)
2.5 Program Kesehatan
Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu
diperhatikan oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program
kesehatan yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material,
karena karyawan akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang
lebih menyenangkan, sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu
bekerja lebih lama. Pengertian program kesehatan kerja:
Menurut Mangkunegara (2000)” Program kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.”
40
Usaha untuk mempertahankan kesehatan para karyawan menjadi salah
satu tugas bagian personalia. Salah satu cara yang sering digunakan adalah
membentuk bagian tersendiri yang bertanggung jawab terhadap persoalan
kesehatan fisik para karyawan.
Struktur organisasi yang mungkin dipergunakan adalah sebagai
berikut:
Gambar II.4 Struktur Kesehatan Kerja
Program kesehatan fisik yang dibuat oleh perusahaan, sebaiknya terdiri
dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen berikut:
a. Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima kerja.
b. Pemeriksaan kesehatan para karyawan kunci secara periodik.
c. Pemeriksaan kesehatan secara suka rela untuk semua karyawan secara
periodik.
Manajer Personalia
Direktur Kesehatan Kerja
Seksi Kesehatan Kerja Kesehatan dan Pengobatan
41
d. Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup.
e. Pemeberian perhatian yang sistematis dan preventif terhaap masalah
ketegangan industri (industry stresses). T.Sirait (2007:266)
Menurut Ranupandojo dan Husnan, (2002) Selain melindungi
karyawan dari kemungkinan terkena penyakit atau keracunan, usaha
menjaga kesehatan fisik juga perlu memperhatikan kemungkinan-
kemungkinan karyawan memperoleh ketegangan atau tekanan selama mereka
bekerja. Stess yang diderita oleh karyawan selama kerjanya, sumbernya bisa
dikelompokkan menjadi empat sebab yaitu :
a. Yang bersifat kimia
b. Yang bersifat fisik
c. Yang bersifat biologis
d. Yang bersifat sosial
Menurut Ranupandojo dan Husnan (2002) Ketegangan ini tidak hanya
menyerang tubuh manusia tetapi juga pikiran manusia. Kalau manusia tidak
tahan terhadap ketegangan ini mereka akan menjadi sakit. Karenanya usaha
yang perlu dilakukan adalah untuk menghilangkan sumber ketegangan.
Usaha-usaha untuk mencegah dan mengendalikan tekanan di dalam tempat
kerja dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut :
a. Mencari sumber dari tekanan .
b. Mencari media yang menjadi alat penyebaran tekanan tersebut.
42
c. Memberi perawatan khusus pada karyawan yang menderita
tekanan tersebut.
Usaha untuk menjaga kesehatan mental perlu juga dilakukan yaitu
dengan cara:
a. Tersedianya psychiatrist untuk konsultan.
b. Kerja sama dengan psychiatrist diluar perusahaan atau yang ada
dilembaga-lembaga konsiltan.
c. Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya kesehatan
mental.
d. Mengembangkan dan memelihara program-program human relation
yang baik. T.Sirait (2007:267)
Menurut Mangkunegara (2000) Bekerja diperlukan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan kerja, Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan, udara, penggunaan warna ruangan
kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukan dan mencegah
kebisingan.
b. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
c. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
Perusahaan memperhatikan kesehatan karyawan untuk memberikan
kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih bertanggung jawab
43
atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi yang
mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi, dibawah ini dikemukakan
beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan
kesehatan pegawai yaitu :
a. Keadaan tempat linkungan kerja
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamananya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
4. Pengaturan udara.
5. Pergantian udara diruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu dan berbau tidak enak)
6. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
b. Pengaturan penerangan
1. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
2. Ruang kerja yang kurang cahaya, reman-remang.
c. Pemakaian peralatan kerja
1. Pengaman peralatan yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunanaan mesin, alat elektronik tanpa penagaman yang baik.
d. Kondisi fisik dan mental pegawai
1. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang using atau rusak.
44
2. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa
resiko.
2.6 Teori tentang produktivitas kerja
2.6.1 Pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas kerja
Produktivitas berasal dari kata product yang berarti hasil. Hasil dari
kegitan atau proses memproduksi sesuatu (the act of producing), dan
Productive adalah kata sifat yang diberikan kepada sesuatu yang mempunyai
kekuatan dan kemampuan untuk memproduksi sesuatu.
Produktivitas adalah suatu sikap mental; menciptakan hari ini yang lebih
baik dari kemarin dan mengusahakan hari esok yang lebih baik dari ini. T.Sirait
(2007:247)
Sedarmayanti (2004) menyatakan bahwa, “produktivitas berarti kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu, karena di dalam organisasi kerja yang akan dihasilkan adalah perwujudan tujuannya , maka produktivitas berhubungan dengan sesuatu yang bersifat material dan non material, baik yang dapat dinilai dengan uang maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang.”
Produktivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan organisasi kerja, diantaranya dapat diperhitungkan baik secara
45
meterial dan non material yang dapat dinilai dengan uang. Di samping itu
terdapat juga yang tidak dapat diukur karena hasilnya bersifat non material
yang tidak dapat dinilai dengan uang.
Produktivitas bukan ukuran produksi ataupun yang diproduksi, tetapi
produktivitas merupakan ukuran seberapa baik karyawan menggunakan sumber
daya dalam mencapai hasil yang diinginkan. Hasil yang diperoleh berhubungan
dengan efektivitas dalam mencapai prestasi, sedangkan sumber daya yang
dipergunakan berhubungan dengan efisiensi dalam mendapatkan hasil dengan
menggunakan sumber daya minimal.
Umar (2005) menyatakan bahwa,”produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output ) dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan (input) memiliki dua dimensi, Dimana dimensi pertama, adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Yang kedua, yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.”
Untuk menentukan produktivitas, orang harus memperhatikan dua hal
yaitu apakah hasil yang diinginkan telah dicapai (menyangkut hasil guna atau
efektivitas), serta sumber apa yang digunakan untuk mencapai hasil-hasil
tersebut (menyangkut daya guna dan efisiensi). Hasil guna dihubungkan
dengan hasil sedangkan daya guna dihubungkan dengan pemanfaatan sumber-
sumber.
46
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas itu
beraneka ragam yang dapat dibedakan atas strata atau tingkatan, dimana
produktivitas yang paling bawah adalah produktivitas individu (tenaga kerja).
Akan tetapi strata ini memegang peranan paling penting untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan.
Perusahaan harus menetapkan peningkatan produktivitas disetiap
fungsi sebagai satu kesatuan dari masing-masing bidang yang ada dalam
perusahaan. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa produktivitas sangat
diperlukan karena manfaat produktivitas dapat dirasakan oleh semua pihak baik
pihak perusahaan maupun karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah diuraikan
dibawah ini. T. Sirait (2007:249)
1. Pendidikan dan latihan
Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan
membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan latihan seseorang semakin tinggi pula tingkat
produktivitasnya.
2. Gizi dan kesehatan
47
Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam rangka
kelangsungan hidup. Untuk menjaga kesehatan diperlukan makanan yang
mengandung gizi yang cukup. Dengan makanan yang mengandung gizi
yang cukup akan membuat seseorang tidak cepat lelah dalam bekerja.
3. Motivasi/ kemauan
Motivasi merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau
melakukan sesuatu. Semakin tinggi seseorang untuk melakukan sesuatu
pekerjaan, semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya dengan anggapan
bahwa kemampuan orang tersebut tidak berubah.
4. Kesempatan kerja
Kesempatan kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam
pengertian mikro, kesempatan kerja berarti
a. Adanya kesempatan untuk bekerja;
b. Pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan pekerja (the
right man of the right place)
c. Adanya kesempatan untuk mengembangkan diri, yang akan dapat
menjadikan pekerja menjadi lebih kreatif.
Rendahnya produktivitas kerja sesorang sering diakibatkan oleh kesalahan
penempatan, dalam arti bahwa seseorang tidak ditempatkan dalam
pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya.
Penempatan yang salah ini disebabkan oleh dua hal adalah sebagai berikut.
48
a. Kelemahan manajemen atau plmpinan yang kurang mengetahui
gambaran tugas yang sebenarnya dan kemempuan bawahannya
dilingkungan kerja.
b. Ketidak seimbangan pasar tenaga kerja.
5. Kemampuan Manajerial Pemimpin
Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi. Sumber-sumber digunakan
secara maksimal, termasuk tenaga kerja sendiri. Penggunaan sumber-
sumber tersebut dikendalikan secara efisien dan efektif.
6. Kebijaksanaan pemerintah
Usaha peningkatan produktivitas sangat sensitive terhadap kebijaksanaan
pemerintah dibidang produksi, investasi, perizinan usaha, teknologi,
moneter, fiscal, distribusi da lainlain.
Siagian (2002) menyatakan masalah produktivitas kerja dapat dilihat
sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga da pat mengandung aspek-aspek
teknis. Untuk mengatasi hal inilah perlu adanya pemahaman yang tepat tentang
faktor-faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja. Faktor-
faktor tersebut adalah:
a. Perbaikan Terus menerus
Dalam hal ini diharapkan tidak adanya titik jenuh dalam upaya
meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa
49
seluruh komponen perusahaan harus melakukan perbaikan secara terus-
menerus.
b. Peningkatan Mutu Hasil Pekerjaan
Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus
ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan komponen
perusahaan. Jika secara tradisional ditekankan pentingnya orientasi hasil
untuk dianut oleh manajemen, dewasa ini lebih ditekankan lagi orientasi
hasil kerja dengan mutu yang semakin tinggi.
c. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik di dalam
organisasi. Tidak ada pilihan lagi bagi manajemen kecuali menerima hal ini.
Memberdayakan manusia dengan berbagai kiat seperti: mengangkat harkat
dan martabat manusia, manusia mempunyai hak-hak yang bersifat asasi dan
tidak ada manusia lain termasuk manajemen yang dibenarkan untuk
melanggar hak-hak tersebut. Suatu kiat yang terbukti ampuh dalam
pemberdayaan sumber daya manusia dalam organisasi ialah penerapan gaya
manajemen yang berpartisipatif melalui proses demokratisasi dalam
kehidupan berorganisasi, dan pemerkayaan mutu kekaryaan.
50
2.6.2 Ukuran-ukuran Produktivitas Kerja
Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan dan lingkungan perusahan.
Produktivitas adalah lebih dari sekedar ilmu, teknologi dan teknik-
teknik manajemen.Produktivitas mengandung pola filosofi dan sikap mental
yang didasarkan pada motivasi yang kuat untuk secara terus-menerus berusaha
mencapai mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Schuler dan Jackson (1996), beberapa ukuran dari
produktivitas antara lain: kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu
penyelesaian tugas, kehadiran, dan kerjasama dengan yang lain.
Relevan dengan ukuran-ukuran di atas , Mangkunegara (2000)
mengemukakan beberapa faktor ukuran produktivitas kerja, antara lain :
a. Kualitas kerja, yaitu : ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan.
b. Kuantitas kerja, yaitu : output, dan penyelesaian kerja dengan ekstra.
c. Keandalan, yaitu : mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hat ian, dan
kerajinan.
d. Sikap, yaitu : sikap terhadap perusahaan dan pimpinan, sikap terhadap
karyawan lain, sikap terhadap peke rjaan, sikap kerja sama.