Pengaruh Politik Pintu Terbuka

21
PENGARUH POLITIK PINTU TERBUKA TERHADAP MASYARAKAT PEDESAAN DI JAWA Santi Muji Utami Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Paruh kedua abad kesembilanbelas, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan aturan terkait dengan politik ekonomi di Hindia Belanda, di mana pembangunannya dihiasi oleh sejumlah fenomena sosial, terutama di antara para penduduk pribumi. Pengaruh politik pintu terbuka telah memberikan dampak pada masyarakat perkotaan, karena mereka yang secara langsung berkonfrontasi dengan kepentingan kolonial pada arena Internasional. Banyknya eksploitasi dalam berbagai kehidupan masyarakat kota tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, memasuki abad kedua puluh pembusukan dari kondisi hidup pimpinan itu ke kemiskinan tidak dapat dihindari. Struktur sosial ekonomi komunitas berasal dari yang pedesaan pada dasarnya terganggu. Selama pemerintahan Belanda, daya tarik pribadi asing cukup kuat berhubungan dengan pasar internasional. Pasar internasional mempunyai mencenderungkan tindakan sebagai satu "tepi" d i m a n a e k o n o m i I n d o n e s i a ad a l a h hung. Kemerdekaan dari komunitas dan ekonomi pedesaan pada periode kolonial hampir tidak menandai perubahan apapun. Kata kunci: eksploitasi kolonial, populasi bumi putera, kemiskinan PENDAHULUAN Paket kebijakan Pemerintah Kolonial menyangkut pengaturan penguasaan tanah dan perdagangan di dalam maupun luar negeri mengacu pada bekerjanya sektor ekonomi modern dan berkaitan erat dengan kerangka ekonomi internasional. Oleh karena itu kondisi ekonomi masyarakat dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian luar negeri. Selama pelaksanaan politik kolonial akhir abad ke -19, terlihat produksi domestik bruto

Transcript of Pengaruh Politik Pintu Terbuka

Page 1: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

PENGARUH POLITIK PINTU TERBUKATERHADAP MASYARAKATPEDESAAN DI JAWASanti Muji UtamiJurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang

ABSTRAKParuh kedua abad kesembilanbelas, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan aturan terkait dengan politik ekonomi di Hindia Belanda, dimana pembangunannya dihiasi oleh sejumlahfenomena sosial, terutama di antara para pendudukpribumi. Pengaruh politik pintu terbukatelah memberikan dampak pada masyarakat perkotaan,karena mereka yang secara langsungberkonfrontasi dengan kepentingan kolonial padaarena Internasional. Banyknya eksploitasi dalamberbagai kehidupan masyarakat kota tidak dapatdihindari. Oleh karena itu, memasuki abad keduapuluh pembusukan dari kondisi hidup pimpinanitu ke kemiskinan tidak dapat dihindari. Struktursosial ekonomi komunitas berasal dari yang pedesaanpada dasarnya terganggu. Selama pemerintahanBelanda, daya tarik pribadi asing cukupkuat berhubungan dengan pasar internasional.Pasar internasional mempunyaimencenderungkan tindakan sebagai satu "tepi"d i m a n a e k o n o m i I n d o n e s i a ad a l a hhung. Kemerdekaan dari komunitas dan ekonomipedesaan pada periode kolonial hampir tidakmenandai perubahan apapun.Kata kunci: eksploitasi kolonial, populasibumi putera, kemiskinan

PENDAHULUANPaket kebijakan Pemerintah Kolonialmenyangkut pengaturan penguasaantanah dan perdagangan di dalammaupun luar negeri mengacu padabekerjanya sektor ekonomi modern danberkaitan erat dengan kerangka ekonomiinternasional. Oleh karena itukondisi ekonomi masyarakat dalamnegeri sangat dipengaruhi oleh kondisiperekonomian luar negeri. Selama pelaksanaanpolitik kolonial akhir abad ke-19, terlihat produksi domestik brutopada awal abad ke-20 tumbuh denganbaik. ”Dualisme ekonomi” tetap berjalan,sektor tradisional di pedesaan dansektor informal di kota merupakanfenomena ekonomi subsistensi yang

nyata dirasakan kehadirannya. Di sisilain sektor modern dengan industri

Page 2: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

padat modal harus memperhatikanpasar di luar negeri, sehingga secara tidaklangsung harus mampu mengeksploitasiekonomi tradisional dan informal.Sejak abad ke-19 desa-desa di Indonesiakhususnya di Jawa telah mengalamiperubahan yang cukup signifikanakibat masuknya sistem perekonomianbaru ke pedesaan, yakni kapitalisme.Di pedesaan Jawa, kapitalismemasuk dalam usaha perkebunan besar.Dua kebutuhan utama dari sistemekonomi ini adalah bagaimana mendapatkanlahan dan tenaga kerja murah.Dalam usaha membantu pemilik modalmengembangkan usahanya, PemerintahKolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria 1870 dan peraturanpajak baru. Semula pajak dapatdibayar oleh petani dalam bentuk naturaatau dalam berbagai heerendiensten ataukerja wajib kemudian diubah cara pembayarannyayaitu harus membayar pajakdengan uang tunai. Peraturan baruini berhasil menimbulkan kebutuhanakan uang tunai pada masyarakat pedesaanJawa.Usaha pertanian dengan teknologisangat sederhana tidak dapat menghasilkansurplus poduksi yang dapat dipasarkanpetani guna memperoleh uangtunai yang cukup untuk membayar pajakdan membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak tanah, korekapi dan barang konsumtif lainnya(Penders, 1984:16). Penduduk harusbekerja keras untuk mendapatkanpenghasilan berupa uang tunai, yaitudengan jalan menjadi buruh atau kuli diberbagai perusahaan.METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenispenelitian historis dengan kajian bidangsejarah perekonomian. Pendekatan yangdigunakan adalah pendekatan ekonomidengan analisis deskriptif. Dengan carademikian akan diperoleh gambaranmasyarakat pedesaan dan perkembanganperekonomian pada masa PemerintahKolonial Belanda di Indonesia. Sumberdata penelitian ini adalah arsip, suratkabar, majalah, dan buku ilmiah sejarahlain yang dipilih sesuai dengantema penelitian. Prosedur penelitian

Page 3: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

melalui tahap awal yaitu pengumpulansumber berupa studi kearsipan dankepustakaan. Setelah itu dilakukankritik sumber dengan tujuan menilaiatau menguji keontetikan dan kebenaransumber yang ditemukan. Selanjutnyadilakukan interpretasi dengan caramenghubungkan fakta-fakta yang adauntuk kemudian ditafsirkan sehinggadiperoleh makna dari suatu kegiatan,peristiwa atau kejadian. Tahapan akhiradalah penyusunan fakta-fakta dalamsuatu sintesis utuh sebagai satu kesatuandari seluruh rangkaian prosesyang berkesinambungan dan saling terkaitsatu dengan lainnya.HASIL DAN PEMBAHASANPenduduk Bumiputra PedesaanSejak zaman muncul dan berkembangnyakerajaan-kerajaan di nusantara,potret perekonomian selalu terkait dengankebijakan politik penguasa. Dalamtatanan budaya politik bangsa Indonesiawaktu itu, pribumi/rakyat tidak pernahmendapat tempat yang layak. Merekahanya ditugaskan untuk mengelolatanah dan tenaga kerja untuk keperluanpenguasa. Kolusi antara penguasa danpihak asing selalu mewarnai perekonomianIndonesia. Kondisi demikian jugatampak dalam penataan suatu wilayahdisertai dengan kebijakan pemerintah dibidang pertanahan pada masa kolonial.

pribumi dan swasta asing memunculkanperubahan atau pergeseran polapenguasa tanah.Pergeseran kepemilikan diakibatkanadanya berbagai kepentingan pemerintahkolonial, terutama di bidangpertanian, perkebunan dan industri.Oleh karena itu, penduduk pedesaanyang semula menggarap tanah bersifattradisional dituntut menggunakan sistemmodern. Semuanya itu ditujukanuntuk kepentingan memenuhi berbagaipermintaan komoditas ekspor yang lakudi pasaran Eropa. Sistem yang diterapkanoleh penguasa pribumi secara berangsurhancur seiring masuknya parapengusaha asing berinvestasi di Indonesia.Awal abad ke-19, PemerintahanRaffles berupaya meletakkan dasardasarsistem pajak tanah sebagai bagian

Page 4: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

integral dari sistem sewa tanah di tempatjajahan. Penetapan pajak dan sistemsewa dalam bentuk uang tunai ternyatamenemui banyak hambatan sehinggatidak selalu dengan uang tapi bisa denganbarang atau beras. Sistem sewatanah didasarkan pada anggapan bahwaPemerintah Kolonial Belanda adalahpemilik tanah karena dianggap penggantiraja-raja Indonesia. Oleh karenaitu, para petani yang menggarap tanahdianggap penyewa tanah pemerintahdan harus membayar sewa.Penduduk bumiputra yang kehilanganmata pencaharian bertani akibatsistem sewa tanah masa Raffles mencariusaha di luar pertanian dengan membukausaha dari hasil penyewaan tanahyang dimilikinya, yaitu sebagai tenagakuli kontrak. Kondisi demikian semakinterasa pada akhir abad ke-19 saatberkembangnya liberalisme dan imperialismeBarat semakin kuat menapak dibumi Indonesia. Penduduk bumiputrapedesaan yang mayoritas adalah petanidan pengusaha bumiputra yang mayoritasusahawan kecil dan menengah harusbersaing dengan pemilik modal besardari perusahaan asing Eropa danTimur Asing.Rasionalisasi Petani di PedesaanPopkin (1979) berasumsi bahwakehidupan ekonomi petani sangatdipengaruhi oleh keputusan individualpetani dalam menghadapi tantangan.Melalui analisis individual dia membuatgeneralisasi tentang pandangan petaniterhadap ekonomi pasar, keberanianberspekulasi, menghadapi risiko,hubungan patron-klien, konflik yangterjadi, dan sebagainya. Dia berpendapatbahwa dalam kenyataannya, petanimiskin berani melakukan investasi untukkepentingan jangka pendek maupunpanjang, dan itu berarti menghadapirisiko. Di satu sisi, mereka memutuskanuntuk melakukan investasi yang diwujudkandalam bentuk anak, binatangternak, tanah, dan barang-barang individualatau keluarga. Di sisi lain investasidilakukan di tingkat desa berupaprogram asuransi dan kesejahteraanatau meningkatkan kemampuan desa.Punya anak, bagi petani miskin,

Page 5: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

adalah investasi. Di Jawa misalnya, seseorangmerasa aman jika mereka mempunyaianak sendiri sebagai tempat berlindungdi hari tua. Inilah salah satucara berpikir petani miskin untukmenghindari risiko jangka pendek maupunjangka panjang. Ungkapan Jawa,sugih anak sugih rejeki mencerminkancara berpikir orang Jawa yang memandanganak sebagai bentuk investasi.Fenomena ini pernah dicatat oleh BenjaminWhite (1973:231) ketika Jawa beradadi bawah tekanan kolonialisme Belanda.Tingginya permintaan jumlah buruholeh Belanda direspons oleh keluargaJawa melalui “investasi demografis”dalam jumlah anak yang akan mendatangkan keuntungan ekonomis.Analisis moral petani yang menekankanpada pentingnya norma-normakebersamaan, solidaritas, komunalitas,dan hubungan patron-klien sebagai sesuatuyang mapan dan bagian dari kebudayaanpetani, kurang bisa diterima.Sebaliknya, norma-norma itu bersifatluwes, dapat berubah, dinegosiasikanulang, dan berubah sejalan dengan perubahankekuasaan dan strategi interaksiantar individu. Masalahnyaadalah penerapan norma-norma tersebuttidak menjamin kepastian bagi kesejahteraanpetani di masa depan. Konsekuensinya,petani ingin melakukan investasisendiri untuk menjamin kesejahteraanmasa depan, melalui anakatau tabungan daripada investasi dalambentuk hubungan resiprositas dan asuransidi tingkat desa. Jadi dapat dicatatbahwa menanggung risiko bersamaataupun membagi kemiskinan bersamaseperti dibayangkan Geertz (1976)dalam komunitas desa tidak selamanyaterjadi.Istilah “rasional” yang digunakanPopkin (1979) diartikan bahwa individu(petani) mengevaluasi kemungkinanmemperoleh keuntungan berkaitan denganpilihan mereka yang disesuaikandengan nilai-nilai yang ada. Keterlibatanpetani dalam ekonomi pasar ataupertanian komersial bukan sebagai responterhadap situasi yang buruk(krisis) tetapi sebagai respon terhadapsituasi baru. Demikian pula hubungandesa dengan lembaga/otoritas supradesa

Page 6: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

yang oleh pandangan moralekonomi dianggap sebagai bentukpenetrasi, sesungguhnya merupakantindakan rasional petani yang terusmengalami perubahan. Hubungan itujustru akan menciptakan peluang barudalam memberi jaminan keamanan dankepastian. Demikian pula terjadinya kegagalaninovasi atau penolakan terhadapinovasi bukan disebabkan oleh penolakanterhadap risiko dan bertentangandengan tradisi, melainkan karenakualitas kepemimpinan yang rendahdan saling tidak percaya dalam membagibiaya yang harus ditanggung ataupunlemahnya koordinasi.Hubungan antar Petani di PedesaanAnalisis moral ekonomi memandangbahwa politik petani dan proteskeagamaan sebagai hembusan nafasterakhir, reaksi defensif dari kelas yanghampir mati. Para ahli sejarah selanjutnyamenggunakan istilah-istilah sepertikemunduran, krisis, ketidakseimbangan,pembusukan, kehilangan legitimasi,atau erosi ikatan tradisional untukmenjelaskan kondisi di mana protesakan terjadi. Namun di sisi lain anggapanbahwa kemunduran jangka pendektidak perlu atau tidak cukup untuk dijadikanalasan melakukan protes. Tanpasituasi yang burukpun, petani baik secaraindividual maupun kolektif berusahamemperbaiki situasi. Protes adalahtindakan kolekif dan sangat tergantungpada kemampuan kelompok atau kelasuntuk mengorganisasi. Oleh karena itumunculnya beberapa gerakan protesadalah sebuah ekspresi dari “kekuatanhijau” sebagai suatu cerminan meningkatnyakemampuan petani berorganisasidan memperjuangkan hak-hakmereka yang semula tidak diakui. Perjuanganpetani pada umumnya untukmenjinakkan pasar dan birokrasi, bukangerakan untuk memperbarui sistem“tradisional” (Popkin, 1979:35).Penjelasan terhadap fenomena kemiskinandi pedesaan memang harusdilakukan secara diakronis sehinggaakan diperoleh gambaran yang lebihkomprehensif mengenai situasi desadan dinamika penduduknya. Desa tidakdiromantisasi lagi sebagai tempat yang

Page 7: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

statis, homogen dan tertutup, serta mengembangkan pranata sosial yangberbeda sama sekali dengan masyarakatdi luarnya. Sebaliknya, dalam merespontantangan yang ada petani cukup rasionalterutama ketika harus mengambilkeputusan secara individual. Petaniyang rasional cukup berani mengambilrisiko, berspekulasi, dan menerima inovasidalam rangka menciptakan peluangbaru dan jaminan keamanan bagi kelangsunganhidup mereka.Kemiskinan yang terjadi di pedesaanmasa kolonial terkait dengan masalahkultur dan moralitas petani. Petanimiskin pada dasarnya sebagai kelompokyang relatif tertutup (closed corporatecommunity). Oleh karena itu banyak diantara petani cenderung menyukai sesuatuyang telah mapan, sepertipemilikan komunal, anti pasar, resiprositas,menolak perubahan, dan sebagainya.Mereka menolak segala bentukpembaruan, inovasi, dan ide-idebaru lainnya yang dianggap akan mengancamkelangsungan hidup mereka.Gerakan protes pada petani disebabkanpetani kehilangan jaminan subsistensi,rasa aman, dan kehilangan kesejahteraanselama terjadi perubahan.Respon dan reaksi sosial pendudukdesa terhadap kemiskinan melibatkanstruktur internal desa dengansegala pranata dan nilai-nilai budayanyamampu menjadi katup pengamanbagi orang miskin untuk memperolehjaminan hidup. Baik secara individualmaupun komunitas, pendudukdesa menciptakan sistem dan pranatapranatabaru yang sesuai dengan sistembudaya yang telah ada untuk bertahanhidup. Kekerasan yang dilakukan petaniadalah sebagai bentuk reaksi terhadapkapitalisme dan sebagai usahamengembalikan struktur lama yangmenjamin kesejahteraan petani. Perubahanyang terjadi dianggap akan mengancamlembaga-lembaga di luar keluarga,khususnya akan mengubah relasisosial di desa. Institusi lama sepertitolong menolong, pemilikan komunal,hubungan patron-klien dianggap akanmenjamin kelangsungan hidup petani.Terbentuknya negara, kapitalisme dankolonialisme, dianggap telah merusak

Page 8: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

tatanan lama, meningkatkan ketidakadilandan stratifikasi dan menempatkanpetani semakin lemah sehingga tidakada lagi perlindungan dan jaminan keamanan.Desa menjadi institusi kunci yangmemberi rasa aman bagi petani tradisional.Berbagai pranata sosial yangberkembang di desa seperti kolektivitasdan kebersamaan memberi jaminanmemperoleh pendapatan minimum danhidup sama rata. Mereka mengorganisasidiri untuk meminimalisasirisiko yang mungkin dihadapi. Penolakanterhadap inovasi mencerminkankuatnya solidaritas mekanisdalam komunitas petani. Menerima inovasiberarti akan menggoyahkan strukturmapan yang telah memberi jaminankeamanan subsistensi, baik melaluihubungan sosial horisontal maupunvertikal seperti patron-klien. Ketika terjadipeningkatan kebutuhan sumberdaya sebagai akibat pertambahan penduduk,mereka menciptakan mekanismebertahan hidup yang didasarkanpada solidaritas mekanis itu. Salahsatunya adalah memperluas kesempatankerja yang mampu menampungbanyak orang.Lembaga suprakeluarga yang lainadalah hubungan patron-klien, yaituhubungan timbal balik di mana patronberperan sebagai bapak yang bertanggungjawabterhadap segala kebutuhananak buah. Sebaliknya, klien memberikanpenghormatan dan kesetiaankepada patron. Hubungan petani kayadan miskin bukan didasarkan padahubungan rasional dengan hak dan kewajibanyang jelas, tetapi didasarkanpada moralitas kesetiaan klien terhadap patron. Legitimasi kedudukan patronakan t e r jaga sel ama hubungankeduanya tidak terganggu oleh perubahan-perubahan yang terjadi, seperti,tumbuhnya negara pusat, komersialisasipertanian, dan pertambahan penduduk.Suatu perubahan terjadi tetapi tidakmengindikasikan pertumbuhanatau peningkatan di bidang pertanianmerupakan penggambaran pendudukdesa masa kolonial. Gambarandemikian meminjam istilah involusi sebagaikonsep analitis umum Geertz(1976). Ia menggambarkan pola-pola

Page 9: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

kemandegan, suatu pola perubahan“obat nyamuk bakar”, yang berputar kedalam. Penduduk desa tidak selamanyaberkutat di dalam komunitasnya,karena mereka akan mencari sesuatuyang bisa dijadikan sebagai pendukungkehidupannya. Memang, pada periodetertentu masyarakat hanya bisa berinvolusitetapi pada periode tertentu akanmengalami evolusi bahkan menunjukkangejala mengarah kepada revolusi,sebagai upaya perubahan menujukepada perbaikan. Hubungan antar petani,petani dengan pengusaha dan penguasaatau sebaliknya akan selalu terjadidan menunjukkan simbiosis mutualisme.Terciptanya simbiosis yangdemikian pastinya akan terjadi peningkatandan perbaikan dalam kegiatanyang dijalaninya.Perubahan di dalam Komunitas DesaProses perubahan dalam aspekaspekteknis dan organisasi produksipetani mencerminkan suatu usaha untukmemberi tempat bagi semua orang,bagaimanapun kecilnya, dalam keseluruhansistem. Perubahan dalam komunitaspedesaan tidak saja terbatas padapertanian, tapi telah merasuk kehidupansosial budaya orang Jawa. Perubahanproses produksi pertanianorang Jawa diimbangi dan didukungoleh budaya kekeluargaan di pedesaan,pelapisan sosial, tata politik, praktik keagamaan,dan sistem nilai “kebudayaanrakyat” (pandangan hidup abangan).Pada masa kolonial perubahan hampirtidak menunjukkan peningkatan, karenapolitik-ekonomi yang diberlakukan PemerintahKolonial Belanda adalah bagaimanamendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari tanah jajahan. Pemerintahkolonial melakukan eksploitasitanah dan tenaga kerja dibarengidengan pemanfaatan espek budayayang dimilikinya.Gambaran penduduk pedesaanJawa dan Luar Jawa bisa didapat darianalisis Geertz (1976) yang melihat denganpendekatan ekologis, agronomis,demografis, ekonomis, sosial, dan budayayang membantu menjelaskan responskhusus petani Jawa terhadappembebanan produksi tanaman ekspor

Page 10: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

oleh pemerintah kolonial. Ia juga menjelaskanmengapa respon berbeda antaraJawa dan luar Jawa. Ciri-ciri ekologisekosistem-sawah memungkinkan responspetani Jawa terhadap pemaksaantanaman tebu oleh pemerintah kolonial,mula-mula pada zaman Tanam Paksadan kemudian selama periode sistemPerkebunan Besar. Dari segi produksiatau agronomi melibatkan intensifikasitenaga kerja dalam produksi subsistensimelalui beraneka ragam teknik pengolahanpertanian di kalangan pendudukpedesaan. Proses itu juga mempengaruhisegi distribusi dengan polanyayang khas.Di bawah tekanan penduduk yangterus meningkat dan sumber daya yangtetap terbatas, masyarakat Jawa tidakterbelah dua menjadi golongan tuantanah besar dan golongan setengah budakyang diperas. Mereka tetap mempertahankantingkat homogenitas sosialekonomi yang relatif tinggi dengan caramembagi-bagi lahan (kue ekonomi) menjadi potongan-potongan yangmakin banyak, namun tetap sangat kecil- suatu proses yang dengan kata laindinamakan shared poverty.Pedesaan Jawa harus menangungbeban yang sangat berat terhadap beroperasinyaperkebunan tebu terlebihdengan berdirinya pabrik gula. Dampakyang sangat berat dan memunculkanproses pemiskinan adalah salah satudari sekian tanaman ekspor yangdikembangkan (tebu) terhadap pertanianrakyat Jawa periode 1830-1920. Industrigula kolonial dan kebijaksanaanpemerintahan yang terkait, mempengaruhikondisi alam dan sosial ekonomipenduduk yang satu sama lain salingberhubungan dan memberi arah padakegiatan pertanian rakyat (Schaik,1986:28). Perubahan yang mengindikasi k a n a d a p e m i n d a h a n h a k(vervreemdding) melalui sistem sewamenyewasecara individual. Pada periodeini terjadi perombakan strukturagraria di Jawa yaitu dihapusnya kepemilikantanah-tanah komunal menjaditanah-tanah perseorangan. Olehkarena itu salah satu upaya para investorasing untuk mendapatkan lahan perluasanusaha yang dijalankan di bidang

Page 11: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

pertanian, perkebunan, dan industriadalah dengan cara penyewaan kepadaperseorangan. Para investor asing mendapatkanberbagai hak dari tanah yangdikuasainya.Sikap hidup petani tradisionaladalah mengutamakan/mendahulukanselamat (safety-first). Bagi petani miskinyang secara sosial ekonomi sangat rentan,penurunan atau bahkan kegagalanpanen dari sebagian tanah yang tidakdisewa, akan membawa dampak burukbagi kelangsungan hidup keluarganya.Moralitas subsisten menjadikan petanimenghindari risiko dan memusatkanperhatian pada kemungkinan penurunanpanen. Dalam konteks itulah petanimenolak ekonomi pasar yang berorientasipada perolehan keuntungan sebesar-besarnya. Etos yang dikembangkanadalah saling tolong menolong yang sebagiandilakukan sebagai bentuk penolakanterhadap ekonomi pasar. Inovasibaru di bidang pertanian misalnya,juga dianggap akan mengancam jaminankeamanan subsistensi sehingga selaluditolak dan dihindari. Dengandemikian mereka sulit menerima perubahandan ingin selalu menjaga pranatalama yang dianggap memberi jaminankeamanan terhadap kelangsunganhidup mereka.Pola hidup masyarakat desa semakinbergeser manakala pemerintahkolonial semakin mengintensifkanpenggunaan mata uang. Kredit atau hutangmerupakan salah satu cara untukmendukung kehidupan masyarakatpedesaan. Untuk bertahan, golongan initerpaksa mendiversivikasikan sumberpendapatan mereka. Seorang buruh tanitidak sekadar bekerja sebagai buruhpencangkul tetapi dia akan bekerja pulasebagai buruh matun (membersihkanrumput), buruh panen, dan sebagainya.Keresahan buruh tani berasal dari kenyataanbahwa mereka selalu tidakmemiliki uang tunai untuk memenuhikehidupan dasar sehari-hari. Untukmengatasi masalah di atas golongan inimengikuti pola ekonomi ”gali lubangtutup lubang”Perubahan Sosial DesaHasil penelitian para sejarawan

Page 12: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

menunjukkan bahwa periode kolonialtelah mewariskan berbagai fenomenasosial masyarakat pedesaan. Kebijakanproduksi ekspor kolonial mengakibatkanlingkungan alam makin rusak, buruhdan tenaga kerja kontrak semakinbesar sehingga petani dan tanah garapansemakin sedikit. Sumber daya alampotensial sebagian besar diserap pemilik perkebunan besar. Begitu juga air, sebagianbesar dipakai untuk mengairilahan milik pemodal besar. Kondisidemikian menyebabkan berkurangnyaproduktivitas petani dan menjadi alasanutama adanya respons kecil terhadapperubahan menuju kemandirian.Desa didesak oleh keadaan untukmenyesuaikan diri dengan berbagai tuntutanbaru yang berakibat pada perubahanpada struktur sosialnya. Di sampingitu ada berbagai kondisi baru yangberasal dari perkembangan industri bersifatintern yang mengharuskan terjadinyaperubahan struktur, seperti bertambahnyapenduduk dan tidak adakemungkinan memperluas tanah pertaniandesa. Namun demikian persoalanyang bersifat pada kondisi internal padasetiap wilayah di pedesaan Jawa tidaklahsama (Anonim, 1981).Schaik (1986) dalam penelitiannyamenggambarkan sosial ekonomi pendudukpedesaan masyarakat Jawa sebagaimasa yang homogen dan tidak terdeferensiasi.Dalam perjalanan sejarahterjadi hubungan agraris antara berbagaikelompok dalam masyarakat pedesaanseperti pejabat desa, pemilik tanahdan petani kaya, menengah, kecil, dankelas buruh tani yang besar jumlahnya.Masyarakat pedesaan berdasarkan databaik kuantitatif maupun kualitatif, rataratamenggantungkan kehidupannyapada tanah. Meskipun demikian terdapatperbedaan-perbedaan akses atastanah, kekayaan, dan kekuasaan dikalangan penduduk pedesaan.Dalam menganalisis proses-prosessejarah yang membentuk masyarakatpedesaan Jawa masa kolonial, harusmengikutsertakan paling sedikit duamacam hubungan dinamis serta interaksikedua macam hubungan itu,yaitu: (1) hubungan antara dua macam

Page 13: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

pertanian yaitu komoditas ekspor danpangan, dan (2) hubungan di dalammasyarakat Jawa sendiri, antara beberapakelompok dalam masyarakatyang ditentukan oleh peluang memperolehsumber-sumber produksi dankekuasaan yang berbeda. Perangkatkedua hubungan ini sangat mempengaruhidinamika sosial penduduk pedesaan,yang dalam perkembangannyapenduduk pedesaan yang mayoritasadalah petani berusaha memperjuangkannasib dan haknya melalui berbagaiperkumpulan atau organisasi dalamtataran sederhana yaitu kelompokkelompokmasyarakat.Pandangan bahwa moralitas petanitradisional pada periode tertentumasih belum tersentuh perubahan tidakdibenarkan, karena yang terjadi sesungguhnyaadalah petani yang mengembangkanrasionalitas ekonomi secarameyakinkan. Proses komersialisasi pertanianyang cepat melanda pedesaanmemunculkan institusi-institusi baru didesa dan mereka kemudian mencari pemecahansosial-ekonominya. Masyarakatpedesaan tidak jarang menggunakanjalur keagamaan sebagai salah satu carauntuk memobilisasi massa memperjuangkankehidupan sosial-ekonomibeserta hak-haknya. Hal ini terjadiseperti di Banten, Kediri, Pemalang, dankota-kota lain di Jawa dalam upaya melawanatau menentang eksploitasi KolonialBelanda terhadap masyarakat didaerahnya.Kemiskinan StrukturalProses proletarisasi yang terjadi dipedesaan seiring munculnya institusiinstitusibaru dalam dunia pertanianJawa yang diciptakan oleh petani kayadalam rangka penghematan biaya produksi,mengurangi kesempatanmasyarakat desa untuk memperolehpendapatan dari sektor pertanian. Komersialisasipertanian begitu cepatmelanda pedesaan Jawa sehingga indus tri pedesaan yang secara tradisionalmenampung kelebihan tenaga kerjadalam sektor pertanian banyak yanggulung tikar, karena membajirnya produkimpor. Salah satu kesempatan bagikelompok periferal desa pada waktu ituadalah menjadi kuli kontrak dan bekerja

Page 14: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

sebagai buruh perkebunan besar milikkapitalis Belanda.Kaum strukturalis melihat kemiskinansebagai akibat ketimpanganstruktural terkait keterbatasan sumberdaya dan akses terhadap berbagai peluang.Kemiskinan semacam inicenderung sebagai akibat ketimpangansruktural, baik akibat lingkungan fisikyang menghambat seperti kondisitanah, jarak, teknologi, ataupun aksesyang terbatas untuk berbagai peluang.Orang miskin yang sebagian besaradalah buruh tani di pedesaan, dalamhal ini tersubordinasi dalam suatu sistemyang hegemon sehingga merekatidak dapat membebaskan diri sendiri.Samuel Popkin (1979), Penders(1984), Jan Breman (1989) antara lainmengungkapkan bahwa kehidupanpedesaan dan respon petani dan petanirasional dalam konteks ekonomi politik.Pada masa kolonial ada dua kecenderunganyang yang tampak darikemiskinan di pedesaan. Pertama, kemiskinandilihat sebagai akibat dari proseskebudayaan berkaitan dengan mentalitasmasyarakat desa atau merupakanreaksi kultural masyarakat. Hal ini tampakdalam bentuk reaksi fatalistik, pasif,tidak bersemangat yang melahirkanpemitosan penduduk desa sebagai“pribumi malas”. Kedua, melihat kemiskinansebagai akibat dari ketimpanganketimpanganstruktural yang menyangkutketerbatasan sumber daya dan aksesterhadap berbagai peluang yangtersedia.Tekanan sosial ekonomi yang dihadapipenduduk miskin umumnyaberkaitan dengan masalah pemenuhankebutuhan dasar dan terbatasnya aksesterhadap sumber daya serta tertutupnyapeluang. Kebutuhan dasar (basic humanneed) dapat dijelaskan sebagai kebutuhanyang sangat penting guna kelangsunganhidup manusia sejak dahuluhingga sekarang. Oleh karena itu, seseorangatau komunitas yang tidak mampumenyediakan kebutuhan dasar dianggapsebagai kelompok/golongan miskin.Fenomena kemiskinan yang ditemukandi wilayah pedesaan sudah adasejak lama dan hingga pasca kemerdekaan.

Page 15: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

Para ahli ilmu sosial dan sejarahtelah banyak mencurahkan perhatianuntuk menjelaskan sebab-sebab dan berlangsungnyakemiskinan di pedesaanserta mencoba mencari solusi alternatifguna mengatasi kemiskinan itu. Membicarakankemiskinan di pedesaan tidakterbatas hanya pada kemiskinan yangdiderita secara perorangan/individutetapi juga menyangkut komunitas.Dengan demikian setting daerah pedesaanmenjadi faktor penting sebagai wadahatau tempat terjadinya kemiskinanitu.Kemiskinan pada masa kolonialtidak saja terjadi dalam kevakumansosial ekonomi desa, melainkan berlangsungdalam sebuah struktur tertentuyang melibatkan banyak aspek. Disamping itu, kemiskinan tidak bisa dilihatsebagai fenomena sosial yang statis,tetapi merupakan gejala yang terusberubah baik menyangkut kuantitasmaupun kualitasnya. Dengan demikiansecara diakronis, sesungguhnya kemiskinanmenampilkan wajah yang terusberubah dan berbeda-beda sejalan denganperubahan struktur/sistem sosialyang ada. Akar penyebab dan prosesberlangsungnya kemiskinan akandipengaruhi oleh perubahan struktursosial itu dan kemiskinan sekaligus dapatmempengaruhi atau bahkan melahirkanstruktur/sistem baru. Juga harus ditambahkan, kemiskinan juga telahmemunculkan sejumlah respons danreaksi sosial. Bentuknya bisa bermacammacam,mulai dari involusi, membagikemiskinan, hubungan patron-klien,mengutamakan selamat, pengaturanakses dan kontrol terhadap sumberdaya, resiprositas, sampai ke bentuk resistensiyang tersembunyi maupun terbukaterhadap struktur yang hegemonik.Penders (1984) misalnya, menjelaskankemiskinan di Bojonegoro denganpendekatan ekologi. Tanah yangtandus, kekeringan, banjir, dan lain-lain,dianggap sebagai penyebab terjadinyakegagalan panen dan kemiskinan yangendemik. Kebijakan kolonial bukan satu-satunya penyebab kemiskinan. Politiketis gagal memperbaiki taraf hidup pendudukpedesaan, karena kondisi lingkunganalam natural environment tidak

Page 16: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

mendukung upaya Politik etis. Gerakanprotes merupakan salah satu bentukketidakberdayaan masyarakat dalammemperbaiki taraf hidupnya, dan responpenduduk dalam menghadapi wabahpenyakit, kekurangan kesempatan/lapangan pekerjaan, mengatasi banjir,kekurangan pangan, dan lain-lain.Kemampuan orang miskin dalammemecahkan masalahnya sendiri sangatberagam tergantung lingkungan yangmenyertainya. Tantangan yang merekahadapi tidak selalu ditanggapi secarapasif, tetapi seringkali direspons secarakreatif dan rasional. Perspektif inidalam banyak kasus mendapatkan pembenarannyaketika komunitas petaniyang tinggal di pedesaan tidak lagidicitrakan sebagai komunitas yang statisyang hidup dalam norma-norma keharmonisan,kebersamaan, komunalisme,menjauhi konflik, persaingan, danotonom (Breman, 1989). Dalam kerangkaseperti itu, petani selalu memegangnorma/moralitas subsisten,mendahulukan selamat dengan caramenolak segala bentuk inovasi ,cenderung hidup tertutup.SIMPULANAdanya laporan-laporan tentangwilayah Hindia Belanda yang menyatakan”kesejahteraan yang menurun”,menyebabkan Pemerintah Kolonialpada tahun 1901 mencanangkan Politiketis sebagai suatu kebijakan fiskal secaraluas dan sebagai suatu politik balas budiuntuk masyarakat pribumi. Sikap tradisionalleissez fire mengindikasikandana-dana publik masyarakat diarahkanpada proyek pembangunan pada skalaimpresif (Booth, 1980:225-232). Sejakpolitik etis diberlakukan ada pemikirankeberadaan usaha kecil dan menengahmenjadi salah satu ujung tombak perekonomianmasyarakat pribumi. Komunitaspedesaan merupakan sasaranpenting dari politik ini karena bagaimanapunbentuknya, politik etis adalahpolitik kolonial Belanda yang jugamemiliki muatan kepentingan internaldan eksternal pemerintah.Struktur sosial-ekonomi masyarakatbumiputra di pedesaan padadasarnya tidak seimbang dan tidak

Page 17: Pengaruh Politik Pintu Terbuka

merata. Selama pemerintahan kolonialBelanda, kepentingan pihak swasta asingcukup kuat terkait dengan pasar internasional.Pasar internasional justrucenderung berperan sebagai “ujung“tempat perekonomian Indonesia digantungkan.Kemandirian masyarakat danperekonomian pedesaan pada masa kolonialhampir tidak menunjukkanadanya perubahan.Anggapan terhadap pendudukpedesaan terjadi karena hegemoni kekuasaanpolitik, terbatasnya akses dankontrol, keterbatasan sumber daya, danlain-lain. Penduduk pedesaan seringdianggap dekat dengan kemiskinan.Penduduk miskin selalu dikaitkan den gan fatalistik, malas, tidak bersemangat,dan menyerah pada takdir, ditempatkansebagai korban yang tak berdayadari sebuah sistem yang hegemonik,sehingga ada anggapan bahwa petanimiskin tidak memungkinkan mengembangkankreativitas dan potensinya.DAFAR PUSTAKAAnonim. 1981. Laporan- laporan tentangGerakan Protes di Jawa pada AbadXX. Jakarta: Arsip Nasional RepublikIndonesia.Booth, Anne. 1980. Sejarah Ekonomi Indonesia.Jakarta: Gramedia.Breman, Jan. 1989. The Shattered Image:Construction and Deconstruc-tion ofthe Village in Colonial Asia. Amsterdam:CASA.Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian:Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.Jakarta: Bhratara K.A.Penders, C.L.M. 1984. Bojonegoro 1900-1942. A Story of Endemic Poverty inNorth-east Java Indonesia. Singapore:Gunung Agung.Popkin, Samuel L. 1979. The RationalPeasant. The Political Economy ofRural Society in Vietnam. Berkeley:University of California Press.Schaik, Arthur van, 1986. “ColonialControl and Peasant Resources inJava”. Doctor Academisch Proefschrijft,Universiteit van Amsterdam.White, Benjamin, 1973. “Demand forLabor and Population Growth inColonial J a v a ” , HumanEcology, Vol. I, No. 3, hlm. 217-235.