PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN LEVERAGE …
Transcript of PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN LEVERAGE …
0
LAPORAN HASIL PENELITIAN
KATEGORI: KOMPETITIF/DOSEN
MUDA/WAJIB*
PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN
LEVERAGE TERHADAP KUALITAS LAPORAN
KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI
VARIABEL PEMODERASI
Disusun oleh :
Etty Gurendrawati/196803141992032002
PENELITIAN INI DI BIAYAI OLEH DANA DIPA BLU SP-DIPA
042.01.2.400893/2017 REVISI 01 TANGGAL 16 FEBRUARI 2017 SESUAI
DENGAN KEPUTUSAN REKTOR NO. 359/ SP/2017 TANGGAL 23 MARET
2017
BIDANG KAJIAN : AKUNTANSI
KEUANGAN
1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Dan
Leverage terhadap Kualitas Laporan Keuangan Dengan Manajemen Laba
Sebagai Variabel Pemoderasi
2. Kategori : Wajib
3. Bidang : Akuntansi
4. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Etty Gurendrawati, SE.,M.Si, Ak
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 19680314 1992 03 2002
d. Jabatan Struktural : -
e. Jabatan Fungsional : Dosen
f. Fakultas/Jurusan : Ekonomi / Akuntansi
g. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Jakarta
h. Alamat : Jl. Rawamangun Muka Jakarta Timur
i. Telepon/Fax : 021 – 4721227
5. Anggota : -
6. Jangka Waktu Penyusunan Bahan Ajar : 8 bulan
7. Biaya yang diperlukan : Rp 10.000.000,-
Mengetahui, Jakarta, 16 Oktober 2017
Dekan Ketua,
Dr. Dedi Purwana, ES., MBuss. Dr.Etty Gurendrawati, SE., M.Si, Ak.
NIP. 196712071992031001 NIP. 19680314 1992 03 2002
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNJ
Dr. Ucu Cahyana, M.Si
NIP. 196608201994031002
2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pertumbuhan dan
leverage terhadap kualitas pelaporan keuangan dan pengaruh kualitas akrual
sebagai wujud dari diskresi manajemen. Hubungan antara kualitas laba dengan
return saham direpresentasikan dalam bentuk besaran koefisien respon laba yang
yang mencerminkan kualitas pelaporan keuangan. Kualitas pelaporan keuangan
diwujudkan dalam bentuk informasi yang digunakan dalam pengambilan
keputusan. Pertumbuhan leverage dan kualitas akrual diduga akan mempengaruhi
besaran koefisien respon laba.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan
menggunakan data empiris di Bursa Efek Indonesia dengan sampel sebanyak 82
perusahaan public dan periode penelitian dari tahun 2009 – 2014.
Hasil pengujian menunjukkan kualitas akrual sebagai variable moderasi
interaksi berpengaruh terhadap koefisien respon laba dan kualitas akrual
memoderasi pengaruh leverage terhadap koefisien respon laba, hal ini
menunjukkan bahwa dalam penelitian ini kualitas akrual merupakan variabel
moderasi murni.
Keywords : pertumbuhan, , leverage, kualitas akrual, kualitas pelaporan keuangan,
koefisien respon laba.
3
KATA PENGANTAR
Alhamdullillah, puji syukur atas rahmat dan berkah Allah SWT, penulis
telah menyelesaikan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan
Dan Leverage terhadap Kualitas Laporan Keuangan Dengan Manajemen Laba
Sebagai Variabel Pemoderasi” (Survei pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia), guna memenuhi kewajiban penelitian pada Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu penulis menyampaikan
rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak dari Universitas
Negeri Jakarta yaitu Bp. Rektor UNJ, Bp. Dekan Fakultas Ekonomi UNJ dan
Teman-teman sejawat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Jakarta, Oktober 2017
Penulis,
Etty Gurendrawati
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I.
I.1
I.2.
I.3.
I.4.
II.
II.1
II.2.
II.3
II.4.
III.
III.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
Kajian Pustaka
Tujuan Laporan Keuangan
Kualitas Laporan Keuangan
Laba Dan Pelaporan Laba
Koefisien Respon Laba
Pertumbuhan Laba
Leverage
Teori Keagenan
Manajemen Laba
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Sampel Dan Data
7
17
18
18
20
20
20
21
25
26
27
29
33
35
39
42
45
45
45
5
III.2.
III.3.
III.4.
IV.
IV.1.
IV.2.
Definisi Operasional Variabel Penelitian Dan Pengukuran
Variabel Dependen
Variabel Independen
Variabel Pemoderasi
Metode Penelitian
Teknik Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Pengujian Hipotesis
HASIL PENELITIAN DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
Deskripsi Unit Analisis
Hasil Penelitian Dan Pengujian Hipotesis
46
46
48
49
51
51
52
5 52
55
5
IV.2.1
IV.2.2
Statistik Deskriptif
Pengujian Asumsi Klasik
60
60
IV.2.2.1.
IV.2.2.2.
IV.2.2.3.
IV.2.2.4.
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
Uji Autokorelasi
Uji Heterokedastisitas
64
64
65
66
IV.2.3 Pengujian Hipotesis
IV.2.3.1 Uji t-statistik
67
69
IV.2.3.2 Uji Koefisien Determinasi 70
IV.2.4. Pembahasan 73
IV.2.4.1.
IV.2.4.2.
IV.2.4.3.
IV.2.4.4.
IV.2.4.5.
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan dengan
ERC Pengaruh Leverage Perusahaan dengan
ERC
Pengaruh Kualitas Akrual dengan ERC
Moderasi Kualitas Akrual Pada Pertumbuhan
Moderasi kualitas Akrual Pada Leverage
75
76
76
78
78
V.
V.1
V.2.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Saran
79
79
81
DAFTAR PUSTAKA 83
6
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
Tabel 4.1. Jumlah Perusahaan Untuk Purpossive Sampling
Tabel 4.2. Daftar Perusahaan Yang Menjadi Sampel Penelitian
Tabel 4.3. Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data
Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolonieritas
Tabel 4.6. Kriteria Pengujian Statistik Durbin-Watson
Tabel 4.7 Nilai Statistik Durbin-Watson
Tabel 4.8. Hasil Uji Heterokedastisitas
Tabel 4.9. Hasil Pengujian t-statistik
Table 4.10. Hasil Uji Koefisien Determinasi
57
58
61
65
66
67
67
68
71
72
7
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan sarana utama bagi perusahaan untuk
mengkomunikasikan keadaan keuangan pada pihak luar perusahaan. Laporan
keuangan juga merupakan salah satu informasi akuntansi yang penting untuk
pengambilan keputusan ekonomi investor. Permasalahan yang terkandung di dalam
aspek pengelolaan keuangan perusahaan oleh manajemen adalah adanya masalah
akuntabilitas kepada stakeholders. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah
laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian
besar pengguna laporan baik eksternal maupun internal.
Tujuan laporan keuangan secara umum adalah menyediakan informasi
akuntansi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan arus kas suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Suatu laporan
keuangan dikatakan berkualitas apabila laporan keuangan yang disajikan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan yaitu untuk memberikan informasi kepada
pengguna laporan keuangan. Dalam kerangka konseptual penyusunan dan
penyajian laporan keuangan yang merupakan bagian dari Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan, terdapat standar kualitas laporan keuangan yang diharapkan,
8
menyangkut asumsi dasar yang mendasari penyusunan laporan keuangan dan
karakteristik kualitatif laporan keuangan yang harus dipenuhi dalam menyusun
laporan keuangan yang berkualitas. Schipper dan Vincent(2003) menyatakan
bahwa kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang
menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan
keputusan investasi.
Akan tetapi pihak pihak yang berkepentingan dengan suatu perusahaan
dapat mempunyai informasi yang tidak sama. Pihak yang satu dapat mempunyai
lebih banyak informasi tentang perusahaan dibandingkan dengan pihak yang lain.
Kejadian demikian disebut dengan asimetri informasi.
Menurut Scoot (2000) terdapat dua macam asimetri informasi, yaitu:
1. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika
atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
2. Adverse selection yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang dapat
mempengaruhi keputusan yang akan di ambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
Pada tipe adverse selection, pengelola perusahaan (manajer/agent)
mengetahui informasi yang lebih banyak tentang esensi atau hakikat tersirat dari
9
pemilik / investor (investor potensial). Informasi akuntansi merupakan informasi
penting yang perlu diungkapkan oleh manajer untuk dapat digunakan oleh investor
dalam pengambilan keputusan investasinya. Yang menjadi masalah adalah apakah
informasi akuntansi tersebut telah digunakan atau telah bermanfaat bagi investor
dalam pengambilan keputusannya (decision usefullness). Akuntansi keuangan
dapat mempunyai peran yang penting dalam mengatasi masalah yang timbul karena
terdapatnya asimetri informasi.
Copeland dan Galai (dalam Krinsky dan Lee, 1996) menemukan bahwa
ketika kualitas informasi akuntansi mengalami peningkatan, maka asimetri
informasi akan mengalami penurunan. Asimetri informasi menandakan adanya
ketidakseimbangan informasi yang diperoleh investor dan manajer perusahaan.
Kondisi ketidakseimbangan informasi atau asimetri informasi diarahkan pada
hubungan antara principal dan agent. Informasi tentang perusahaan yang dimiliki
oleh agent lebih banyak dari pada yang dimiliki oleh principal. Adanya kondisi
asimetri informasi akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi tersebut, agent dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Banyak kasus tentang manipulasi pelaporan keuangan yang dilakukan oleh
pihak manajemen. Contoh klasik financial fiasco yang pernah terjadi di Amerika
Serikat adalah kasus Enron yang terungkap pada bulan Desember 2001. Dalam
kasus Enron diketahui terjadi manipulasi laporan keuangan dengan mencatat
keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.
10
Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap
diminati investor.
Selain Enron, terdapat beberapa skandal keuangan yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Tyco diketahui melakukan
manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset) dan melakukan
penyelundupan pajak. Global Crossing yang termasuk salah satu perusahaan
terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan
sejumlah investasi penuh risiko.
Worldcom yang juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$ 3.8 milyar untuk memberi kesan pihaknya menuai keuntungan
padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan
dengan menerapkan standar akuntansi secara keliru sehingga pembukuan
perusahaan mencatat laba US$ 1.4 milyar selama lima tahun.
Merck Co. & Inc., perusahaan farmasi terbesar di Amerika Serikat,
melakukan mark up pendapatan sebesar US$ 14.1 milyar. Imclone Systems,
melibatkan Martha Stewart, salah seorang anggota dewan direksi New York Stock
Exchange (NYSE) yang melakukan insider trading karena menjual sahamnya di
Imclone System. Walt Disney Co. melakukan kesalahan pembukuan untuk dua
tahun fiskal, pada tahun fiskal 2001 adalah US$ 613 juta, atau US$ 29 sen per
lembar saham. Sebelumnya dilaporkan nilainya US$ 358 juta atau US$ 17 sen per
lembar saham. Perusahaan lain yang melakukan manipulasi adalah Elan
(perusahaan sektor farmasi), Halliburton (perusahaan minyak) dan Harken Energy.
11
Tidak hanya di Amerika Serikat, di Indonesia juga pernah terjadi skandal
keuangan di perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan.
Seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan
keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi.
Penyalahgunaan informasi keuangan ini banyak merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan terutama para investor yang akan menanamkan modalnya.
Terjadinya skandal keuangan merupakan fenomena yang menunjukkan
kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna
laporan. Schipper dan Vincent(2003) menyatakan laporan keuangan yang tidak
menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan
mengakibatkan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pengambilan
keputusan menjadi diragukan kualitasnya.
Schipper dan Vincent(2003) menilai kualitas laba dan menghubungkannya
dengan pengambilan keputusan, sesuai dengan standar akuntansi, yaitu kerangka
konseptual yang terdapat dalam Financial Accounting Standard Board (FASB), dan
dengan definisi berdasarkan ekonomi mengenai laba yang dikembangkan oleh
Hicks (1939). Menurut Hicks, pendapatan mencerminkan jumlah yang dapat
dikonsumsi (yaitu, yang dibayarkan sebagai dividen) selama suatu periode, dan
perusahaan tetap dalam kondisi yang sama baik pada awal dan akhir periode (Hicks
1939). Sehingga pendapatan diukur sebagai perubahan dalam aset ekonomi bersih
bukan dari transaksi dengan pemilik.
Kualitas pelaporan keuangan melalui beberapa penelitian kemudian dikenal
dengan beberapa istilah lain seperti kualitas lab dan kualitas akuntansi. Peneliti
12
yang meneliti hal tersebut antara lain adalah Barth et.al (2007) dan Paglietti (2009)
dalam Yadiati dan Mubarok, 2017, menguji kualitas akuntansi dengan
menggunakan dimensi yang sama dengan kualitas keuangan, antara lain earning
management, timeloss recognition dan value relevance. Selanjutnya Jonas dan
Blanchet (2000) dalam Yadiati dan Mubarok, 2017, menjelaskan bahwa dalam
mendefinisikan kualitas pelaporan keuangan terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan yaitu pendekatan kebutuhan pengambilan keputusan dan pendekatan
perlindungan investor. Pendekatan pertama didasarkan pada kebutuhan pengguna
dan penentuan kualitas pelaporannya dilihat dengan mempertimbangkan kegunaan
laporan tersebut. Sedangkan pendekatan perlindungan investor menilai kualitas
pelaporan keuangan berdasarkan luasnya pengungkapan yang wajar dan cukup
untuk para pemegang saham.
Laba merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang mendapat
banyak perhatian. Informasi Laba sebagai informasi keuangan yang akurat dapat
meningkatkan kualitas dari laporan keuangan itu sendiri dan meningkatkan
kepercayaan investor dan kreditor pada khususnya dan stakeholder lain pada
umumnya.
Menurut Allen, etc (2010), akrual reversal yang dapat diprediksi
mengikuti akrual yang ekstrem menjelaskan tentang rendahnya persistensi dari
komponen laba akrual dan juga menjelaskan bagaimana return saham dapat
diprediksi. Jadi kualitas akrual suatu perusahaan dapat memprediksi persistensi
komponen laba akrual dimasa yang akan datang dan juga dapat memprediksi
keberadaan return saham. Akibatnya, implikasi diferensial yang dihasilkan dari arus
13
kas dan akrual menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara penggunaan
akrual dan kualitas laba.
Penggunaaan laba akuntansi untuk menilai kualitas informasi laporan
keuangan dapat dilihat dari adanya hubungan antara laba akuntansi dan harga
saham. Apabila laba dan harga saham memiliki hubungan, maka laba dikatakan
memiliki kandungan informasi. Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan
yang sangat erat antara laba dengan tingkat return saham perusahaan (Ball dan
Brown, 1968; Beaver, 1968)
Studi awal mengenai hubungan antara laba akuntansi dan harga saham
dilakukan oleh Ball dan Brown (1968). Hasil penelitian mereka menunjukkan
adanya hubungan positif secara statis signifikan antara laba akuntansi dan reaksi
pasar /harga saham. Hal ini berarti naik turunnya laba akuntansi akan
mempengaruhi naik turunnya harga saham secara searah. Salah satu kelemahan dari
penelitian yang dilakukan oleh Ball dan Brown (1968) bahwa kandungan informasi
yang diamati hanya diklasifikasikan dalam ‘good news’ dan ‘bad news’.
Seluruh informasi, baik good news ataupun bad news, yang tersedia bagi
publik dalam pasar modal yang efisien akan memberikan reaksi yang berbeda
terhadap laba yang dipublikasikan. Berita bagus (good news) tentang emiten akan
menghasilkan reaksi pasar yang positif, dan sebaliknya jika ada berita buruk (bad
news) akan menghasilkan reaksi pasar negatif. Reaksi pasar yang positif dapat
dilihat dari nilai abnormal return perusahaan lebih besar daripada yang diharapkan,
sehingga harga saham perusahaan emiten lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Dan sebaliknya jika pasar bereaksi negatif karena adanya ’bad news’
14
tentang emiten dapat dilihat dari nilai abnormal return yang lebih kecil dari yang
diharapkan, sehingga harga saham perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Besaran yang menunjukkan hubungan antara laba dan return saham ini yang
disebut dengan Koefisien Respon Laba (Earnings Reponse Coeffident - ERC). ERC
menunjukkan besarnya koefisien slope dalam regresi yang menghubungkan laba
sebagai salah satu variabel bebas dan return saham sebagai variabel terikat. Miller
dan Rock (1985) dalam Kim et al. (2000) meneliti arah dari hubungan laba non
ekspektasian dan return saham, sementara Kormendi dan Lipe (1987) menunjukkan
besaran hubungan ini secara positif berhubungan dengan revisi laba masa depan
ekspektasian dan yang diperoleh dari model runtut waktu univariat.
Menurut Beaver (1980) dan Kormendi dan Lipe (1987), koefisien respon
laba (earnings response coefficients) antar perusahaan relatif tetap. Hal ini
dibuktikan oleh Kormendi dan Lipe (1987) dengan menguji pengaruh
unexpected earnings terhadap harga saham. Hasil dari pengujian tersebut
menunjukkan bahwa reaksi harga saham terhadap laba akuntansi tidak
bergejolak secara berlebihan.
Namun, Easton dan Zmijewski (1989), Collins dan Kothari (1989)
menyatakan bahwa respon pasar terhadap laba akuntansi masing-masing
perusahaan dapat bervariasi, baik antar perusahaan maupun antar waktu. Hal
ini menunjukkan bahwa koefisien respon laba tidak konstan. Perbedaan
koefisien respon laba dipengaruhi oleh karateristik atau nilai perusahaan.
15
Rasio keuangan yang tinggi dapat menarik investor untuk memberikan
apresiasi yang tinggi terhadap perusahaan. Dan hal tersebut yang meningkatkan
nilai pasar perusahaan dibandingkan para pesaingnya. Kesuksesan bisnis
perusahaan juga berdampak pada pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan yang
berkesinambungan menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan
posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya
(Kasmir, 2009). Hal ini juga jelas bahwa perusahaan telah memiliki keunggulan
kompetitif dan keberlangsungan perusahaan.
Pertumbuhan laba perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan pendapatan yang akan mempengaruhi perusahaan dalam
menentukan dividend bagi pemegang saham. Selanjutnya kebijakan perusahaan
yang dapat mempengaruhi kesejahteraan pemegang saham tersebut pada akhirnya
akan mempengaruhi kinerja saham perusahaan. Kinerja saham perusahaan yang
tercermin dari fluktuasi harga saham dan volume perdagangan saham ini yang pada
akhirnya akan menentukan return perusahaan. Peningkatan pendapatan perusahaan
biasanya mengindikasikan kesempatan perusahaan untuk dapat tumbuh dan
berkembang (Chen, et. al, 2005)
Keputusan manager keuangan dalam menentukan kebutuhan modal
perusahaan adalah hal yang sangat penting karena akan membentuk nilai
perusahaan. Perubahan dalam struktur modal akan mempengaruhi tingkat risiko
dan biaya dari masing-masing jenis modal yang dapat mempengaruhi keputusan
penganggaran modal dan harga saham perusahaan. Weston dan Copeland (1992)
memberikan definisi struktur modal sebagai pembiayaan permanen yang terdiri
16
dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Faktor
struktur modal seringkali diproksikan dengan leverage. Dhaliwal et al. (1991)
menunjukkan bahwa earnings response coefficient berhubungan negatif dengan
tingkat leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki
utang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi
peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders.
Laba adalah salah satu hal yang paling penting dalam laporan keuangan.
Peningkatan laba merupakan kenaikan nilai perusahaan, sedangkan pendapatan
menurun mengindikasikan penurunan nilai tersebut. Karena pentingnya laba, tidak
mengherankan apabila para manajer perusahaan sangat tertarik pada bagaimana
cara laba dilaporkan. Banyak kejadian dimana manajer mencoba untuk mengubah
dan mengintrepretasikan secara salah mengenai kinerja keuangan atau laba yang
benar dan aset perusahaan dengan tujuan untuk menyajikan gambaran laba
perusahaan yang lebih menguntungkan. Dalam hal inilah terjadi praktek
manajemen laba.
Umumnya, insentif untuk manajemen laba termasuk diantaranya berupa
kontrak eksplisit seperti rencana bonus, dan perjanjian utang, kontrak implisit,
pasar modal dan kebutuhan pendanaan eksternal, proses politik dan peraturan, dan
beberapa kondisi tertentu seperti penurunan laba atau rugi.Manajemen laba dapat
menyebabkan kekeliruan dalam pelaporan keuangan sebagai bentuk akibat dari
konflik kepentingan antara agen dan prinsip.
Menurut Scott (2000) Pemahaman mengenai manajemen laba penting
untuk dipahami karena manajemen laba sangat berhubungan dengan kemanfaatan
17
laba bersih (net income), baik untuk tujuan pelaporan keuangan maupun untuk
pengambilan keputusan investor. Manajemen laba adalah pilihan bagi manajer
berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang akan diterapkan dalam mencapai
tujuan tertentu. Akan tetapi terlalu banyak manajemen laba, pada akhirnya akan
mengurangi kemampuan investor untuk menafsirkan laba bersih saat ini, terutama
jika manajemen laba ditanamkan pada laba inti atau sebaliknya tidak sepenuhnya
diungkapkan.
Faktor pertumbuhan dan leverage perusahaan erat kaitannya dengan unsur
pembentuk laba. Kualitas laba ataupun kualitas pelaporan keuangan merupakan
bagian yang menarik bagi para pengguna laporan keuangan untuk tujuan
pengambilan keputusan investasi. Kualitas laba yang rendah tidak diinginkan
karena bisa dianggap memberikan sinyal alokasi sumber daya yang tidak tepat.
Kualitas laba yang rendah bisa menjadikan ketidakefisienan dalam hal penempatan
modal yang keliru.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap fenomena yang terjadi, maka
peneliti bermaksud untuk meneliti pengaruh pertumbuhan dan leverage terhadap
kualitas laporan keuangan dengan menganalisis keinformatifan laba yaitu dengan
melihat kemampuan informasi laba dalam mempengaruhi nilai pasar perusahaan
dengan manajemen laba sebagai variabel pemoderasi.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi masalah dari penelitian ini
dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
18
1) Apakah pertumbuhan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
2) Apakah leverage perusahaan berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan.
3) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan
4) Apakah manajemen laba memoderasi pengaruh pertumbuhan dan leverage
perusahaan terhadap kualitas laporan keuangan
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka
penelitian ini bertujuan, yaitu:
1) Untuk menguji pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kualitas laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
2) Untuk menguji pengaruh leverage perusahaan terhadap kualitas laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
3) Untuk menguji pengaruh manajemen laba terhadap kualitas laporan keuangan
pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
4) Untuk menguji apakah manajemen laba memoderasi pengaruh antara
pertumbuhan dan leverage perusahaan berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
I.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1) Investor dan Masyarakat
19
Dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pertumbuhan laba, ukuran
perusahaan terhadap kualitas laporan keuangan dan selanjutnya berpengaruh
pada nilai pasar perusahaan pada perusahaan di Indonesia. Sehingga para
investor dan masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang tepat.
2) Dunia Penelitian dan Akademis
Menambah referensi bagi penelitian selanjutnya berkaitan dengan manfaat
laporan keuangan yang merupakan produk informasi akuntansi sebagai alat
bantu dalam pengambilan keputusan pada perusahaan di Indonesia. Penelitian
ini juga diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik lagi pada masa
yang akan datang.
3) Peneliti
Penelitian ini memberikan stimulus dan pengetahuan kepada peneliti untuk
mengetahui dan memahami pentingnya informasi akuntansi bagi
keberlangsungan perusahaan dan juga sebagai alat bantu dalam pengambilan
keputusan investasi.
3) Pemerintah
Pemerintah memberikan andil dalam dunia industri. Penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menetapkan regulasi terhadap
perusahaan - perusahaan di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
20
II.1. Kajian Pustaka
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan merupakan dasar awal dari struktur teori
akuntansi. Banyak pendapat tentang tujuan laporan keuangan ini, baik objek
maupun penekanannya, namun tujuan yang selama ini mendapat dukungan luas
adalah bahwa laporan keuangan bertujuan untuk dipakai dalam proses pengambilan
keputusan (Harahap, 2011 : 70).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
a. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi non keuangan.
c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen
(stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atau sumber daya yang
dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah
dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar
21
mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin
mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi
mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau
mengganti manajemen.
Kualitas Pelaporan Keuangan
Berkaitan dengan kualitas pelaporan keuangan, penelitian Cohen et al,
2004), menunjukkan faktor seperti earnings management, financial restatements,
dan fraud dengan jelas menghambat proses pelaporan keuangan yang berkualitas
baik dan adanya faktor-faktor tersebut menjadi bukti sebagai penghambat dalam
proses pelaporan keuangan. Suatu laporan keuangan dikatakan berkualitas apabila
laporan keuangan yang disajikan dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu
untuk memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan.
Dalam kerangka konseptual penyusunan dan penyajian laporan keuangan
yang merupakan bagian dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, terdapat
standar kualitas laporan keuangan yang diharapkan, menyangkut asumsi dasar yang
mendasari penyusunan laporan keuangan dan karakteristik kualitatif laporan
keuangan yang harus dipenuhi dalam menyusun laporan keuangan yang
berkualitas. Agar dapat dipahami dan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan
antar perusahaan, laporan keuangan disajikan dalam format yang seragam dan
menggunakan deskripsi yang sama untuk pos-pos yang sejenis. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan menyajikan
22
standar penyusunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu laporan
keuangan yang disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan.
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam
laporan keuangan berguna bagi pemakai. Karakteristik Kualitatif Laporan
Keuangan Menurut PSAK
a. Dapat Dipahami
Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas
ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi
dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang
seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan
hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk
dipahami oleh pemakai tertentu.
b. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas
relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa
depan, menegaskan atau mengoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu.
c. Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Informasi
dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung
23
pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus
dari kelalaian dalam mencatumkan (omission) atau kesalahan dalam
mencatat (misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu
ambang batas atau titik pemisah daripada suatu karakteristik kualitatif pokok
yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.
d. Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat
diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat
menyesatkan.
e. Penyajian Jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara
wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
f. Substansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya
pada bentuk hukumnya.
g. Netralitas
24
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak
bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu, tidak boleh ada
usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan satu atau beberapa
pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai
kepentingan yang berlawanan.
h. Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap
dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak
mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi menjadi tidak benar
atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna
ditinjau dari segi relevansi.
i. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan
antarperiode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan
kinerja perusahaan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan
keuangan antarperusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja
serta perubahan posisi keuangan yang relatif. Oleh karena itu perusahaan
perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan.
Francis et al. (2004) membagi dua kelompok besar atribut kualitas
pelaporan keuangan, yaitu atribut-atribut berbasis akuntansi dan berbasis pasar.
Atribut kualitas pelaporan keuangan berdasarkan akuntansi adalah kualitas akrual,
persistensi, prediktabilitas, dan perataan laba. Sedangkan untuk atribut kualitas
pelaporan keuangan berbasis pasar terdiri dari relevansi nilai, ketepatwaktuan, dan
25
konservatisme. Kualitas pelaporan keuangan dalam penelitian ini adalah atribut
kualitas pelaporan keuangan berbasis akuntansi.
Laba dan Pelaporan Laba
Setiap perusahaan menginginkan laba guna kelangsungan kehidupan
perusahaan. Menurut Wild et, al (2005) Laba (earning) dan laba bersih (net income)
mengidentifikasikan profitabilitas perusahaan. Laba mencerminkan pengembalian
kepada pemegang ekuitas untuk periode yang bersangkutan. Laba merupakan
perkiraan atas kenaikan atau penurunan ekuitas sebelum distribusi kepada dan
kontribusi dari pemegang ekuitas. Menurut Warren et, al (2005) laba bersih atau
keuntungan bersih (net income atau net profit) merupakan kelebihan pendapatan
terhadap beban-beban yang terjadi.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa laba adalah perkiraan
atas kenaikan (penurunan) ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal yang diakibatkan karena adanya kenaikan manfaat ekonomi selama satu
periode dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban.
Sedangkan pelaporan laba menurut warren et, al (2005) Laporan laba rugi
melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan
konsep penandingan. Konsep ini diterapkan dengan menandingkan beban dengan
pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan laba
rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi
26
yang disebut dengan laba bersih. Sebaliknya jika beban melebihi pendapatan, maka
disebut rugi bersih.
Pengertian Koefisien Respon Laba Akuntansi
Laba merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang mendapat
banyak perhatian dan banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan yang
sangat erat antara laba dengan tingkat return saham perusahaan (Ball dan Brown,
1968; Beaver, 1968; Foster, 1977). Besaran yang menunjukkan hubungan antara
laba dan return saham ini yang disebut dengan Koefisien Respon Laba (Earnings
Reponse Coeffident/ERC). Koefisien respon laba merupakan besarnya koefisien
slope dalam regresi yang menghubungkan laba sebagai salah satu variabel bebas
dan return saham sebagai variabel terikat.
Miller dan Rock (1985) dalam Kim et al. (2000) meneliti arah dari hubungan
laba non ekspektasian dan return saham, sementara Kormendi dan Lipe (1987)
menunjukkan besaran hubungan ini secara positif berhubungan dengan revisi laba
masa depan ekspektasian dengan menguji apakah dampak besaran dari laba kejutan
pada return saham secara positif berkorelasi dengan nilai sekarang terhadap revisi
pada kejutan laba masa depan yang diperoleh dari sebuah model time series
univariat. Hasil penelitian Easton dan Zmijewski (1989), serta Collins dan Kothari
(1989) menunjukkan bahwa respon pasar terhadap laba bervariasi tergantung jenis
perusahaan serta rentang waktu. Penelitian-penelitian ini mengungkapkan sebuah
dimensi baru untuk kandungan informasi dari laba dan dalam prosesnya, mereka
27
tidak menemukan bahwa reaksi return saham terhadap laba kejutan sangat mudah
berubah.
Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara laba dan return saham
tersebut semula sebagian besar menggunakan data pool dan mengasumsikan bahwa
hubungan tersebut tidak bervariasi antar perusahaan. Kenyataannya,pada
perkembangan penelitian selanjutnya terbukti bahwa sebenarnya hubungan tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini mendukung pemahaman kita adanya
perbedaan hubungan laba dengan return saham antar perusahaan dan hal itu tidak
didasarkan semata-mata pada formulasi teoritis hubungan laba dan return saham.
Scott (2000) menyatakan bahwa ERC mengukur besarnya abnormal return
saham dalam merespon komponen kejutan dari laba yang dilaporkan perusahaan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan tidak adanya variasi ERC (Kormendi dan
Lipe, 1987), dengan kata lain ERC relatif stabil. Sebaliknya, hasil penelitian Easton
dan Zmijewski (1989), serta Collins dan Kothari (1989) menunjukkan bahwa
respon pasar terhadap laba bervariasi tergantung jenis perusahaan serta rentang
waktu.
Pertumbuhan (Growth)
Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah
pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya (Kasmir, 2009). Pertumbuhan
laba mengukur perubahan di dalam laba perusahaan. Kenaikan laba biasanya
28
memberi sinyal peluang pertumbuhan perusahaan dan pertumbuhan laba
mengindikasikan kenaikan laba dari tahun ke tahun
Growth in revenue (GR) mengukur perubahan pendapatan perusahaan.
Peningkatan pendapatan perusahaan biasanya mengindikasikan kesempatan
perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen, et. al, 2005). Rumus yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus yang digunakan oleh
penelitian yaitu:
GR= {(Pendapatan penjualan tahun ke-t ÷ Pendapatan penjualan tahun ke-t-1) –
1} x 100% .
Menurut Collin dan Kothari (1989), pertumbuhan dapat diukur dengan
melihat perusahaan yang terus menerus tumbuh, yang dengan mudah menarik
modal, dan merupakan sumber pertumbuhan, informasi laba pada perusahaan-
perusahaan ini akan direspon positif oleh pemodal dengan menggunakan rasio nilai
pasar ekuitas terhadap nilai buku ekuitas.
Nilai perusahaan adalah rasio penilaian (Valuation Ratio), yaitu rasio yang
memberikan ukuran kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar
usahanya di atas biaya investasi (Kasmir, 2009).
Kesempatan bertumbuh dan koefisien respon laba telah dikemukakan
oleh Collins dan Kothari (1989) mempunyai hubungan positif. Perusahaan
bertumbuh akan mempunyai koefisien respon laba yang lebih tinggi, karena
perusahaan tersebut mempunyai kesempatan memperoleh laba di masa akan
datang lebih tinggi. Kandungan informasi laba tersebut merupakan berita baik
sehingga dapat meningkatkan respon pasar. Collins dan Kothari (1989)
29
mengukur pertumbuhan laba menggunakan rasio nilai pasar terhadap nilai buku
ekuitas (market to book value of equity). Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan laba mempunyai hubungan positif dengan
koefisien respon laba. Nilai pasar ekuitas direfleksikan dengan harga saham.
Pembentukan harga saham pada perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh
dipengaruhi oleh jumlah aliran kas atau kas masa depan yang dinilai sekarang.
Perusahaan bertumbuh mempunyai aliran kas atau kas masa depan yang dinilai
sekarang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan tidak bertumbuh (Foster,
1986).
Collins dan Kothari (1989) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki
kesempatan bertumbuh yang lebih besar akan memiliki earnings response
coefficient tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan
bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan perusahaan mendapatkan
atau menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.
Leverage
Pembahasan tentang struktur modal (capital structure) sangat berkaitan
dengan sumber pendanaan untuk keputusan pembelanjaan (financial decision)
yang akan dilakukan oleh perusahaan. Keputusan dari manager keuangan untuk
struktur modal perusahaan sangat penting karena akan membentuk nilai
perusahaan. Perubahan dalam struktur modal akan mempengaruhi tingkat risiko
dan biaya dari masing-masing jenis modal yang dapat mempengaruhi keputusan
penganggaran modal dan harga saham perusahaan.
30
Weston dan Copeland (1992) memberikan definisi struktur modal sebagai
pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan
modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham
biasa, modal disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila
perusahaan memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada
modal pemegang saham.
Kebijakan struktur modal untuk sumber pendanaan perusahaan dibagi ke
dalam 2 (dua) bagian yaitu sumber pendanaan intern dan sumber pendanaan
ekstern. Sumber pendanaan intern diperoleh dari laba ditahan dan cadangan
sedangkan sumber pendanaan eksternal diperoleh dari hutang, penerbitan saham
maupun penerbitan obligasi. Kombinasi pemilihan struktur modal merupakan hal
penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan
struktur modal tersebut juga akan mempengaruhi biaya modal (cost of capital) yang
dikeluarkan perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk mendapatkan dana untuk membiayai investasinya.
Menurut Harahap (2011) kewajiban adalah saldo kredit atau jumlah yang
harus dipindahkan dari saat tutup buku ke periode tahun berikutnya berdasarkan
pencatatan yang sesuai dengan prinsip akuntansi (saldo kredit bukan akibat saldo
negatif aktiva). Dalam keuangan, leverage adalah istilah umum untuk teknik
apapun untuk melipatgandakan keuntungan dan kerugian. Cara umum untuk
mencapai leverage yaitu meminjam uang, membeli aktiva dan menggunakan
turunan. Dalam penelitian ini, leverage atau biasa disebut juga financial leverage
menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya.
31
Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri
100%.
Kieso dan Weygand (2011) mendefinisikan hutang sebagai semua
kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana
hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari
kreditur. Pada umumnya terdapat dua kategori hutang, yaitu:
1. Hutang jangka pendek (hutang lancar)
Hutang jangka pendek didefinisikan sebagai kewajiban keuangan
perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam
jangka pendek (satu tahun) dengan menggunakan aktiva lancar yang
dimiliki oleh perusahaan. Hutang jangka pendek antara lain berupa: hutang
dagang, hutang wesel, hutang pajak, hutang jangka panjang yang segera
jatuh tempo dan penghasilan yang diterima di muka.
2. Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka
waktu pembayaran (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari
setahun). Hutang jangka panjang meliputi kredit investasi yang disediakan
oleh perbankan, hutang hipotik dan hutang obligasi.
Penggunaan hutang sebagai sumber dana (modal) perusahaan, memiliki
keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan tersebut. Keuntungan dari penggunaan
hutang adalah biaya bunga yang dibayarkan perusahaan dapat mengurangi
penghasilan kena pajak sehingga dapat menurunkan biaya efektif atas hutang yang
digunakan perusahaan tersebut. Keuntungan yang kedua adalah pemegang hutang
32
(debt holder) mendapat pengembalian yang tetap atas biaya bunga yang relatif tetap
sehingga kelebihan keuntungan merupakan klaim pemilik perusahaan.
Struktur modal perusahaan yang diproksikan dengan leverage
berpengaruh negatif terhadap Koefisien respon laba (Dhaliwal dkk,1991).
Untuk perusahaan dengan hutang yang banyak, peningkatan laba akan
menguatkan posisi dan keamanan pemberi pinjaman daripada pemegang
saham. Barclay dan Smith (1998) konsisten dengan teori contracting yang
mengisyaratkan bahwa perusahaan yang mempunyai opsi untuk tumbuh lebih
besar akan mempunyai hutang lebih sedikit. Perusahaan bertumbuh akan
menggunakan free cash flow untuk investasi yang menguntungkan
dibandingkan dengan pembayaran dividen. Perbedaan kebijaksanaan
pendanaan dan deviden akan menimbulkan perbedaan respon pasar yang
berbeda sehingga koefisien respon laba juga akan berbeda.
Jika nilai hutang rendah maka kompensasi terhadap bondholder juga
rendah sehingga kompensasi terhadap investor tinggi. Hal ini memotivasi
investor untuk kurang mempertimbangkan faktor leverage pada perusahaan
bertumbuh sehingga koefisien pengaruh leverage terhadap koefisien respon
laba (ERC) pada perusahaan bertumbuh akan lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan tidak bertumbuh.
Gaver dan Gaver (1993) menyatakan nilai pasar (market
capitalization) mengindikasikan kesempatan perusahaan untuk tumbuh dan
berinvestasi di masa depan. Perusahaan bertumbuh mempunyai kesempatan
investasi di masa datang lebih besar (Kallapur dan Trombley, 1999) sehingga
33
aliran kas atau kas masa depan yang dinilai sekarang juga besar (Foster,
1996). Aliran kas atau kas masa depan yang dinilai sekarang besar akan
meningkatkan nilai pasar (market capitalization).
Teori Keagenan (Agency Theory)
Adanya pemisahan antara pemilik (principal) dengan manajer (agen) di
suatu perusahaan, maka terdapat kemungkinan terjadinya konflik kepentingan
diantara keduanya. Fakta ini yang merupakan dasar bagi munculnya suatu gagasan
yang bermanfaat yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Ketika
pemilik (atau manajer) mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan pada pihak
lain, terdapat hubungan keagenan antara kedua pihak. Hubungan keagenan, seperti
hubungan antara pemegang saham dengan manajer, akan efektif selama manajer
mengambil keputusan investasi yang konsisten dengan kepentingan pemegang
saham. Namun, ketika kepentingan manajer berbeda dengan kepentingan pemilik,
maka keputusan yang diambil oleh manajer kemungkinan besar akan
mencerminkan preferensi manajer dibandingkan dengan pemilik (Pearce dan
Robinson, 2009:47).
Secara umum, para pemilik ingin memaksimalkan nilai saham. Ketika
manajer juga memiliki sejumlah besar saham perusahaan tersebut, maka manajer
pasti akan memiliki strategi yang menghasilkan kenaikan nilai saham. Namun,
ketika lebih berperan sebagai agen, bukan sebagai pemilik, manajer lebih memilih
strategi yang akan meningkatkan kompensasi pribadi dan bukan pengembalian
kepada pemilik.
34
Jadi sesuai dengan yang dinyatakan dalam teori keagenan, manajer yang
egois akanbertindak dalam cara-cara yang meningkatkan kesejahteraan mereka
sendiri dengan mengorbankan keuntungan pemegang saham, maka pemilik yang
telah mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan pada agen mereka akan
kehilangan potensi keuntungan yang seharusnya dapat dihasilkan dari strategi yang
mengoptimalkan keinginan pemilik dan adanya biaya sistem pemantauan dan
pengendalian yang dirancang untuk meminimalkan konsekuensi dari keputusan
manajemen yang berfokus pada kepentingan sendiri. Secara keseluruhan, biaya
masalah keagenan dan biaya dari tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan
masalah keagenan tersebut sebagai biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan
ditemukan ketika terdapat perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan
manajer, atasan dengan bawahan, antar manajer dari departemen, atau kantor
cabang yang saling bersaing.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai
hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Di
dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau
lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas
nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan
yang terbaik bagi prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal) yang menyewa orang lain
(agen) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi
pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Timbulnya
35
masalah keagenan disebabkan ketika prinsipal kesulitan untuk memastikan bahwa
agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan pemilik.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah kontrak
antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Agar hubungan kontraktual ini
dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan
keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan
kepentingan manajer dan pemilik dalam hal konflik kepentingan inilah yang
merupakan inti dari agency theory. Namun untuk menciptakan kontrak yang tepat
merupakan hal yang sulit diwujudkan. Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk
memberi hak pengendalian residual kepada manajer (residual control right) yakni
hak untuk membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya
belum terlihat di kontrak.
Manajemen Laba
Manajemen laba dapat dilihat dari kedua perspektif yaitu pelaporan
keuangan dan perspektif kontraktor. Dari perspektif pelaporan keuangan, manajer
dapat menggunakan manajemen laba untuk memenuhi peramalan laba oleh analis,
sehingga dapat menghindari reaksi negatif yang kuat pada harga saham yang
bereaksi dengan cepat akibat kegagalan perusahaan untuk memenuhi harapan
investor. Juga, mereka dapat mencatat adanya penghapusan asset atau hutang
secara berlebihan, atau melakukan penekanan pada sumber pendapatan lain selain
laba bersih. Beberapa taktik menunjukkan bahwa manajer tidak sepenuhnya
menerima efisiensi pasar sekuritas. (Scott, 2000) Manajemen dapat melakukan
36
manajemen laba untuk menciptakan semacam arus kenaikan laba yang lebih stabil
dan dan berkembang dari waktu ke waktu. Manajemen laba dapat dapat menjadi
semacam alat untuk mengkomunikasikan informasi dari dalam manajemen kepada
investor. Akan tetapi, terlalu banyak manajemen laba, pada akhirnya akan
mengurangi kemampuan investor untuk menafsirkan laba bersih saat ini, terutama
jika manajemen laba ditanamkan pada laba inti atau sebaliknya tidak sepenuhnya
diungkapkan. Pemahaman mengenai manajemen laba penting untuk dipahami
karena manajemen laba sangat berhubungan dengan kemanfaatan laba bersih (net
income), baik untuk tujhuan pelaporan keuangan maupun untuk pengambilan
keputusan investor.
Menurut Scoot (2000), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Taking a Bath.
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim
rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada
periode
sebelumnya atau sesudahnya. Taking a bath terjadi selama periode adanya
tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian
CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan
datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan buruk
yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva atau
37
membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada
periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
2. Income Minimization.
Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan
cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rend
ah daripada laba sesungguhnya. Income minimization biasanya dilakukan pada
saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendap
at perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan
atas
barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan,
pengeluaran biaya R&D, dan lain-lain. Cara ini mirip dengan taking a bath
tetapi lebih halus. Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis
dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization.
Maksimisasi laba (income maximization) adalah pola manajemen laba yang
dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan
lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income maximization
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar,
meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari dari pelanggaran atas
kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara
mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya
38
untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan
bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing.
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk
manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi
relatif konsisten (rata atau smooth) dari periode ke periode. Dalam hal i
ni pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba
untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat
stabil atau tidak berisiko tinggi. Sebagai contoh, ketika penghasilan saat
sekarang relatif rendah, tetapi penghasilan di masa mendatang diperkirakan
relatif tinggi, maka pihak
manajer akan melakukan pemilihan metode akuntansi yang dapat mening
katkan discretionary accruals pada saat sekarang. Dampaknya,
manajer dalam lingkungan pekerjaan seperti ini akan meminjam
penghasilannya di masa mendatang. Sedangkan jika pada saat sekarang
penghasilan relatif bernilai tinggi, tetapi penghasilan dimasa mendatang
diperkirakan relatif rendah, maka pihak manajer akan melakukan pemilihan
metode akuntansi yang dapat menurunkan discretionary accruals untuk saat
sekarang. Pihak manajer dengan efektif akan menabung penghasilannnya saat
sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa mendatang. Dilakukan
perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
39
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor
lebih menyukai laba yang relatif stabil.
II. 2. Penelitian Terdahulu
Review penelitian ini berupa hasil penelitian terdahulu sebelumnya yang
memiliki kemiripan dan atau perbedaan tertentu dengan penelitian yang akan
dilakukan, objek yang diteliti, waktu dan tempat penelitian, metode penelitian,
jumlah dan jenis sampel yang digunakan maupun temuan yang telah dan akan
dihasilkan. Review penelitian terdahulu ini bersumber dari jurnal hasil penelitian
yang telah dipublikasikan.
Hasil penelitian Easton dan Zmijewski (1989), serta Collins dan Kothari
(1989) menunjukkan bahwa respon pasar terhadap laba bervariasi tergantung jenis
perusahaan serta rentang waktu. Penelitian-penelitian ini mengungkapkan sebuah
dimensi baru untuk kandungan informasi dari laba dan dalam prosesnya, mereka
tidak menemukan bahwa reaksi return saham terhadap laba kejutan sangat mudah
berubah.
Pertumbuhan dan koefisien respon laba telah dikemukakan oleh Collins
dan Kothari (1989) mempunyai hubungan positif. Perusahaan bertumbuh akan
mempunyai koefisien respon laha yang lehih tinggi, karena perusahaan tersebut
mempunyai kesempatan memperoleh laba di masa akan datang lebih tinggi.
Kandungan informasi laba tersebut merupakan berita baik sehingga dapat
meningkatkan respon pasar.
40
Dhaliwal et al. (1991) menunjukkan bahwa earnings response coefficient
berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage
yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Untuk
perusahaan dengan hutang yang banyak, peningkatan laba akan menguatkan
posisi dan keamanan pemberi pinjaman daripada pemegang saham.
Penelitian untuk menguji kegunaan informasi akuntansi dapat dilakukan
dengan menguji apakah pemilihan kebijakan akuntansi yang berdampak terhadap
laba mempunyai konsekuensi ekonomi bagi pihak - pihak yang berkepentingan
terhadap informasi akuntansi. Dalam penelitian akuntansi berbasis economic
consequences, penentuan kebijakan akuntansi yang berdampak terhadap laba
adalah penting, karena mempunyai konsekuensi ekonomi bagi pihak - pillak yang
berkepentingan terhadap perusahaan, misalnya manajer, investor, ,dan kreditor.
Laba menjadi dasar keputusan bagi pihak - pihak yang berkepentingan pada
perusahaan.
Penelitian-penelitian earnings management banyak dilakukan dengan
motivasi-motivasi seperti program bonus berbasis laba (Healy, 1985). Penelitian
Healy yang berdasarkan pada teori akuntansi positif berusaha menjelaskan dan
meramalkan pilihan manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi. Healy
menyimpulkan bahwa perusahaan yang menerapkan skema bonus plan untuk
kompensasi manajer, cenderung akan memaksimalkan laba periode sekarang. Dari
hasil penelitiannya dapat disimpulkan mengenai bagaimana dan dalam kondisi
seperti apa manajer akan menerapkan praktek manajemen laba.
41
Penelitian yang mengkaitkan praktek manajemen laba dengan ekspektasi
investor terhadap laba dilakukan oleh Bartov, Givoly dan Hayn (2002) dan Skinner
dan Sloan (2002). Dari kedua penelitian tersebut ditemukan bahwa perusahaan
dengan manajemen laba yang diindikasikan dengan adanya pelaporan laba lebih
besar dari yang diharapkan akan mengalami kenaikan harga saham yang signifikan
yang bagi investor ini mencerminkan kemungkinan kinerja dimasa depan yang
baik. Sebaliknya perusahaan yang gagal dalam memenuhi ekspektasi pelaporan
laba, akan mengalami penurunan harga saham yang signifikan. Bartov et al,
meneliti dari abnormal return yang lebih besar pada perusahaan yang memenuhi
ekspektasi investor dengan melaporkan laba lebih besar dari pada perusahaan yang
gagal memenuhi ekspektasi investor. Skinner dan Sloan (2002) menemukan adanya
return saham negative pada perusahaan yang gagal memenuhi ekspektasi laba
investor.
Penelitian Jones (1991) menguji manajemen laba pada perusahaan yang
melaporkan laba yang lebih rendah dalam periode investigasi, apakah perusahaan
tersebut menerapkan kebijakan akrual. Cara yang efektif untuk melaporkan laba
yang lebih rendah dari seharusnya dan sulit untuk dideteksi adalah dengan cara
memanipulasi kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan akuntansi akrual. Ini
yang sering dinamakan dengan discretionary accruals. Konsep estimasi akrual
diskresioner ini adalah model yang saat ini diterima untuk metodologi estimasi ada
tidaknya manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.
42
II.3. Kerangka Pemikiran
Schipper dan Vincent (2003) menyatakan bahwa kualitas laporan keuangan
pada umumnya adalah penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan
karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi. Laporan
keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis
perusahaan mengakibatkan informasi yang diharapkan dapat mendukung
pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya.
Pertumbuhan perusahaan menandakan bahwa perusahaan memiliki
prospek yang menguntungkan di masa depan. Perusahaan yang mempunyai
prospek dimasa depan seharusnya akan menarik minat investor dan mempengaruhi
nilai pasar perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Collins dan Kothari
(1989) yang membuktikan bahwa pertumbuhan dan koefisien respon laba
mempunyai hubungan positif.
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki utang
yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan
laba (sebelum bunga) pada perusahaan dengan leverage yang tinggi, maka yang
diuntungkan adalah pemberi pinjaman. sedangkan pada perusahaan dengan
tingkat leverage yang rendah maka kompensasi terhadap pemberi pinjaman
juga rendah sehingga kompensasi terhadap investor tinggi. Oleh karenanya
perusahaan dengan tingkat leverage tinggi memiliki koefisien respon laba
yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang leverage nya
rendah.
Manajemen laba dapat dapat menjadi semacam alat untuk
43
mengkomunikasikan informasi dari dalam manajemen kepada investor. Akan
tetapi, terlalu banyak manajemen laba, pada akhirnya akan mengurangi
kemampuan investor untuk menafsirkan laba bersih saat ini, terutama jika
manajemen laba ditanamkan pada laba inti atau sebaliknya tidak sepenuhnya
diungkapkan. Dalam hal ini manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dapat
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pengambilan keputusan
investor yang dicerminkan dalam nilai pasar perusahaan.
II. 4. Hipotesis Penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan antara lain
adalah pertumbuhan dan leverage.
Menurut Collin dan Kothari (1989), pertumbuhan dapat diukur dengan
melihat perusahaan yang terus menerus tumbuh, yang dengan mudah menarik
modal, dan merupakan sumber pertumbuhan, informasi laba pada perusahaan-
perusahaan ini akan direspon positif oleh pemodal. Penggunaaan laba akuntansi
untuk menilai kualitas informasi laporan keuangan dapat dilihat dari adanya
hubungan antara laba akuntansi dan harga saham. Apabila laba dan harga saham
memiliki hubungan, maka laba dikatakan memiliki kandungan informasi. Kinerja
saham perusahaan yang tercermin dari fluktuasi harga saham dan volume
perdagangan saham ini yang pada akhirnya akan menentukan return perusahaan.
Peningkatan pendapatan perusahaan biasanya mengindikasikan kesempatan
perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen, et. al, 2005)
44
H1 : Pertumbuhan berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Weston dan Copeland (1992) memberikan definisi struktur modal sebagai
pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan
modal pemegang saham. Faktor struktur modal seringkali diproksikan dengan
leverage. Dhaliwal et al. (1991) menunjukkan bahwa earnings response coefficient
berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Jadi dapat dikatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat leverage tinggi memiliki koefisien respon laba
yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang leverage nya
rendah.
H2 : Leverage berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Bartov, Givoly dan Hayn (2002) dan Skinner dan Sloan (2002) menemukan
bahwa perusahaan dengan manajemen laba yang diindikasikan dengan adanya
pelaporan laba lebih besar dari yang diharapkan akan mengalami kenaikan harga
saham yang signifikan dan sebaliknya perusahaan yang gagal dalam memenuhi
ekspektasi pelaporan laba, akan mengalami penurunan harga saham yang
signifikan. Manajemen laba dapat menyebabkan kekeliruan dalam pelaporan
keuangan sebagai bentuk akibat dari konflik kepentingan antara agen dan prinsip.
Menurut Scott (2000) Pemahaman mengenai manajemen laba penting
untuk dipahami karena manajemen laba sangat berhubungan dengan kemanfaatan
laba bersih (net income), baik untuk tujuan pelaporan keuangan maupun untuk
pengambilan keputusan investor. Manajemen laba adalah pilihan bagi manajer
berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang akan diterapkan dalam mencapai
tujuan tertentu. Akan tetapi terlalu banyak manajemen laba, pada akhirnya akan
45
mengurangi kemampuan investor untuk menafsirkan laba bersih saat ini, terutama
jika manajemen laba ditanamkan pada laba inti atau sebaliknya tidak sepenuhnya
diungkapkan.
H3 : Manajemen Laba berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
H4 : Terdapat pengaruh pertumbuhan dan leverage terhadap koefisien respon laba
dengan dimoderasi oleh manajemen laba.
BAB III
OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Sampel dan Data
Populasi penelitian ini meliputi seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel ditentukan secara purposive
sampling. Pada teknik ini sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki
kriteria-kriteria tertentu. Perusahaan yang dijadikan sampel merupakan perusahaan
yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang
menerbitkan laporan keuangan yang menerbitkan laporan keuangan auditan tiap
31 Desember, periode 2009 sampai dengan desember 2014, (2) Emiten yang saham
biasanya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia selama masa amatan,
karena emiten yang sahamnya tidak aktif diperdagangkan akan mengganggu proses
analisis, sehingga dikeluarkan. Pemilihan sektor manufaktur sebagai sampel
mengacu pada penelitian Chen, et. al (2005) dan untuk tujuan homogenitas sampel
sehingga hasil yang bias bisa dihindari.
46
Sedangkan data yang dibutuhkan antara lain :
1. Data laporan keuangan tahunan untuk periode yang berakhir pada tanggal
31 Desember (laporan laba rugi) dan per tanggal 31 Desember (neraca)
selama tahun yang bersangkutan.
2. Data abnormal return
3. Return saham dan return saham ekspektasi
4. Harga saham dan Volume perdagangan saham
5. Laporan arus kas perusahaan
III.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Variabel Dependen
Koefisien Respon Laba / Earnings Response Coefficient (ERC)
Besarnya ERC diperoleh dengan melakukan beberapa tahap perhitungan.
Tahap pertama menghitung cumulative abnormal return(CAR) masing-masing
sampel dan tahap kedua menghitung unexpected earnings (UE) sampel.
1). Cumulative abnormal return (CAR). Cumulative abnormal return
(CAR)merupakan proksi dari harga saham atau reaksi pasar.
Ab(R) = Rit – RI
Di mana :
- Ab(R) :Abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke t
- Rit :Return saham ke-i pada periode peristiwa ke t
- Ri :Return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke t
47
Pendapatan saham yang sebenarnya (actual return) merupakan pendapatan yang
telah diterima investor berupa capital gain yang didapatkan dari perhitungan:
Rit = P t – Pt -1 / Pt-1
Di mana :
- Rit =Actual return Saham Perusahaan i pada hari t
- Pt =Harga saham pada hari ke t
- Pt-1 =Harga saham pada hari t-1
Model Return Ekspektasi yang digunakan untuk estimasi abnormal return adalah
Mean-adjusted return (Brown dan Warner, 1985) yang didefinisikan:
T2
∑ E(Rit)
J=t1
Ri = ------------
T
Di mana:
- Ri =Return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
- E(Rit) =Return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-t
- T =Lamanya periode estimasi, yaitu dari t1 sampai dengan t2
Periode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 hari. Alasan
digunakan periode pengamatan ini adalah untuk memperkecil confounding effect
yang kemungkinkan mempengaruhi perilaku data.
Rumus perhitungan CAR adalah:
48
CARit = ∑ ARit
-ARit = abnormal return untuk saham i pada hari t
2). Unexpected Earnings (UE)Unexpected earnings diukur sebagai berikut :
(Eit – Eit-1)
UEit = --------------
Eit-1
Di mana:
- UEit = unexpected earnings perusahaan i pada periode (tahun) t
- Eit = Laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun) t
- Eit-1 = Laba akuntansi perusahaan i pada periode (tahun) sebelumnya (t-1)
Variabel Independen
1. Pertumbuhan Pendapatan
Growth in revenue (GR) mengukur perubahan pendapatan perusahaan. Peningkatan
pendapatan perusahaan biasanya mengindikasikan kesempatan perusahaan untuk
dapat tumbuh dan berkembang (Chen, et. al, 2005). Rumus yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada rumus yang digunakan oleh penelitian sebelumnya
(Chen, et. al, 2005), yaitu:
GR= {(Pendapatan penjualan tahun ke-t ÷ Pendapatan Penjualan tahun ke-t-1) –
1} x 100%
2. Leverage
Variabel ini sesuai dengan penelitian Dhaliwal dkk, 1991 menyatakan bahwa
default risk perusahaan di ukur dengan leverage. Leverage adalah rasio total
hutang dengan total aset perusahaan.
49
TUit
Lev it =-----------
TAit
Di mana :
- TU = Total utang perusahaan i pada tahun t
- TA = Total aset perusahaan i pada tahun t
Variabel Pemoderasi
Manajemen Laba
Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan
intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal
sehingga meratakan, menaikkan, dan menurunkan pelaporan laba. Pengukuran
manajemen laba menggunakan kualitas akrual dengan memperhitungkan
discretinary accrual (DAC). Dalam penelitian ini penggunaan discretionary
accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified
Jones Model (Dechow et al., 1995). Untuk mengukur DAC, terlebih dahulu akan
mengukur total akrual. Total akrual diklasifikasikan menjadi komponen
discretionary dan nondiscretionary dengan tahapan:
a. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang
dimodifikasi. Total Accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income)
– arus kas operasi (cash flow from operating).
b. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS
(Ordinary Least Square):
50
TACt/ A
t-1 = α
1(1/ A
t-1) + α
2((ΔREV
t - ΔREC
t) / A
t-1) + α
3(PPE
t / A
t-
1) + e
Dimana
TACt
: total accruals perusahaan i pada periode t
At-1
: total aset untuk sampel perusahaan i pada akhit tahun t-1
REVt
: perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
RECt
: perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
PPEt
:aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan tahun
c. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA) adalah sebagai
berikut:
NDAt = α1(1/ A
t-1) + α
2((ΔREV
t - ΔREC
t) / A
t-1) + α
3(PPE
t / A
t-1
Dimana
NDAt : nondiscretionary accruals pada tahun t
α : fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan
total accruals
d. Menghitung discretionary accruals
DACt : (TACt / A
t-1) - NDA
t
Dimana
DACt : discretionary accruals perusahaan i pada periode t
III. 3. Metode Penelitian
51
Sebelum melakukan uji statistik langkah awal yang harus dilakukan adalah
screening terhadap data yang akan diolah. Salah satu asumsi penggunaan statistik
parametrik adalah asumsi normalitas multivariat. Normalitas multivariat
merupakan asumsi bahwa setiap variabel dan semua kombinasi linier dari variabel
berdistribusi normal. Jika asumsi ini dipenuhi,maka nilai residual dari analisis juga
berdistribusi normal dan independen.
Asumsi normalitas multivariat berlaku baik untuk distribusi variabel itu
sendiri (dalam ungroup data) atau terhadap sampling distribution means variable
(dalam group data). Dalam group data, jika terdapat normalitas multivariat hal ini
berarti setiap variabel dengan sendirinya terdistribusi secara normal dan hubungan
antar pasang variabel adalah linier dan homoskedastik (variance dari satu variabel
adalah sama untuk semua nilai variabel lainnya). Asumsi normalitas multivariate
ini dapat diuji dengan melihat normalitas linieritas, dan homoskedastisitas variabel
atau melalui residualnya (Ghozali, 2011).
Teknik Analisis Data
Persamaan atau model yang digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan
earnings response coefficient masing-masing sampel, adalah :
CARit = α0 + α1UEit + Ɛit
Di mana :
- α1 = Koefisien respon laba
- CARit = return abnormal kumulatif perusahaan i selama periode jendela
- UEit =Unexpected Earnings
52
- Ɛit =Komponen error dalam model atas perusahaan i pada periode t
Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis
regresi, akan dilakukan uji asumsi klasik. Asumsi dasar yang harus dipenuhi
yaitu tidak terjadi multikolinieritas, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi
heteroskedastisitas (Gujarati, 1995).
Berikut ini adalah cara untuk mendeteksi munculnya gejala penyimpangan
dari ketiga asumsi klasik di atas.
(1) Multikolinieritas, untuk menguji multikolinieritas dengan melihat nilai VIF
= 1/(1-𝑟2), jika mendekati 1 berarti multikol tidak berbahaya (Gujarati,
1995).
(2) Autokorelasi, untuk mendeteksi adanya gejala autokolerasi ini dapat
digunakan uji Durbin-watson test.
(3) Heterokedastisitas, untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dapat
dilakukan dengan cara uji korelasi Rank Sperman.
III. 4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menghitung nilai Cumulative Abnormal Return (CAR) untuk sepanjang
tahun amatan (2009-2014) untuk tiap perusahaan
2. Tahap kedua menghitung unexpected earnings (UE) sampel
53
3. Melakukan regresi :
Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan, kesempatan bertumbuh, struktur modal
dan ukuran perusahaan terhadap ERC dengan manajemen laba sebagai variabel
pemoderasi, Secara matematis persamaannya adalah :
ERCit = β0 + β 1GRit + β 2LEVit + β 3KAit + β 4 GRKAit + β 5LEVKAit + Ɛit
Di mana :
ERCit =Koefisien respon laba perusahaan i pada periode t
GRit = Pertumbuhan perusahaan i pada periode t
LEVit = Leverage perusahaan i pada periode t
KAit = Manajemen Laba Perusahaan i pada periode t
Untuk keperluan pengujian hipotesis maka persamaan regresi yang diadopsi adalah
persamaan yang sesuai dengan Dhaliwal et al, 1991 (Kim, Willet dan Jang,2002).
Persamaan regresi untuk pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :
CARit = β0 + β1UEit + β2GRit + β3LEVit + β4KAit + β5GRKAit + β6LEVKAit
+ Ɛit
Di mana :
CARit = return abnormal kumulatif perusahaan i selama periode jendela
UEit =Unexpected Earnings
GRit = Pertumbuhan perusahaan i pada periode t
LEVit = Leverage perusahaan i pada periode t
KAit = Manajemen Laba
54
GRKAit = Variabel interaksi antara pertumbuhan dengan variabel pemoderasi
manajemen laba
LEVKAit = Variabel interaksi antara leverage dengan variabel pemoderasi
manajemen laba
Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan
antar variabel dependen maupun variabel independen. Pengujian statistik yang
dilakukan meliputi :
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pengukuran koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui persentase
variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil tersebut akan memberikan
gambaran seberapa besar variabel dependen akan mampu dijelaskan oleh variabel
independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai
koefisien determinasi (R2) yang mendekati 1 berarti variabel independen
memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk menguji variabel dependen
(Ghozali, 2011:97).
Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(terpisah). Dasar pengambilan keputusan :
55
a. Jika t hitung < t tabel maka variabel independen secara individual tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Jika t hitung > t tabel maka variabel independen secara individual
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Uji t dapat juga dilakukan dengan hanya melihat nilai signifikansi t masing-
masing variabel yang terdapat pada output hasil regresi menggunakan SPSS. Jika
angka signifikansi t lebih kecil dari α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada
pengaruh yang kuat antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali,
2011:98).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Deskripsi Unit Analisis
Unit analisis adalah perusahaan, dan populasi adalah perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, khususnya untuk sektor utama dan manufaktur.
Penentuan unit analisis tersebut tepat karena dalam penelitian ini yang diuji adalah
kualitas informasi laba atau kualitas informasi keuangan. Untuk pengujian
kebermanfaatan informasi keuangan tersebut mengacu pada kemampuan informasi
keuangan dalam memenuhi tujuannya. Laporan keuangan dibuat untuk
mengkomunikasikan informasi keuangan perusahaan kepada para pemakai,
sehingga untuk menguji kebermanfaatan informasi tersebut penelitian ini
mengamati reaksi investor terhadap informasi yang disajikan oleh perusahaan. Hal
56
ini merupakan perspektif dari tujuan pelaporan keuangan yaitu kegunaan
pengambilan keputusan dan perspektif konsekuensi ekonomis.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Variabel
pertumbuhan dan leverage perusahaan diperoleh dari perhitungan unsur- unsur
laporan keuangan sebagaimana tersaji sebagai informasi bagi pengguna laporan
keuangan, yaitu laba akuntansi, penjualan, total asset, total hutang dan total ekuitas.
Kualitas akrual sebagai variabel pengujian manajemen laba dalam hal ini
diberlakukan sebagai variabel pemoderasi. Untuk perhitungan kualitas akrual
dipergunakan data informasi laporan keuangan perusahaan seperti laba akuntansi,
arus kas operasi, total asset, pendapatan, piutang usaha, dan total asset tetap.
Variabel koefisien respon laba sebagai variabel dependen dalam penelitian ini
diperoleh dengan cara melakukan perhitungan terlebih dahulu atas sumber data
selain berupa informasi laporan keuangan juga informasi pasar yang
dipublikasikan dan diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory berupa
harga saham harian. Langkah-langkahnya dengan terlebih dahulu mencari besaran
return ekspektasi dengan periode estimasi 100 hari dari -105 hingga -6 dari tanggal
penyampaian laporan keuangan untuk publikasi dan selanjutnya menghitung
abnormal return untuk periode jendela 11 hari disekitar tanggal pelaporan
keuangan.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur dan
sektor utama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2007-
2014. Sedangkan periode untuk penelitian adalah antara tahun 2009 hingga 2014.
Periode waktu yang ditentukan mengacu pada penelitian-penelitian pasar modal di
57
Indonesia yang menggunakan periode antara 3 hingga 5 tahun dan dengan
mempertimbangkan asumsi pada teori efisiensi pasar modal, bentuk efisiensi pasar
modal Indonesia adalah setengah kuat (Indra, 2003; Zahrohnaimah, 2005; Sunarto
2010).
Berdasarkan data yang didapatkan dari www.idx.co.id maupun dari
www.icamel.go.id terdapat 110 perusahaan sektor manufaktur dan 22 perusahaan
sektor utama yang terdaftar aktif di BEI dan aktif selama periode yang diteliti.
Diantara perusahaan tersebut terdapat perusahaan yang tidak memenuhi kriteria dan
tidak memiliki kelengkapan data, sehingga berdasarkan purposive random
sampling diperoleh sampel sebanyak 82 perusahaan manufaktur dan perusahaan
sektor utama, sebagai jumlah observasi penelitian.
Tabel 4.1.Jumlah Perusahaan Untuk Puposive Sampling
Jumlah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI hingga
periode Desember 2014
507
Perusahaan dengan masa listing dari tahun 2007 hingga 2014
untuk sektor manufaktur dan sektor utama
132
Perusahaan yang menyerahkan laporan kuartalan per 30 Juni
selama peride penelitian (2008-2014)
82
Tabel 4. 2. Daftar Perusahaan Sektor Utama Yang Menjadi Sampel Penelitian
No. Kode Nama Tanggal Pendaftaran
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk 09-Des-1997
2 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk 27-Nop-1997
3 BUMI Bumi Resources Tbk 30-Jul-90
4 CKRA Cakra Mineral Tbk. 19-Mei-1999
5 INCO Vale Indonesia Tbk 16-Mei-1990
58
6 KKGI Resource Alam Indonesia Tbk 1-Jul-91
7 MITI Mitra Investindo Tbk 16-Jul-97
8 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 23-Des-2002
9 PTRO Petrosea Tbk 21-Mei-1990
10 SMAR SMART Tbk 20-Nop-1992
11 UNSP Bakrie Sumatera Plantations Tbk 6-Mar-90
12 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 13-Jun-94
13 ADMG Polychem Indonesia Tbk 20-Okt-1993
14 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11-Jun-97
15 AKPI Argha Karya Prima Ind. Tbk 18-Des-1992
16 ALKA Alakasa Industrindo Tbk 12-Jul-90
17 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk 2-Jan-97
18 APLI Asiaplast Industries Tbk 01-Mei-2000
19 ARNA Arwana Citramulia Tbk 17-Jul-01
20 ASII Astra International Tbk 4-Apr-90
21 AUTO Astra Otoparts Tbk 15-Jun-98
22 BATA Sepatu Bata Tbk 24-Mar-82
23 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 30-Agust-1994
24 BRAM Indo Kordsa Tbk 5-Sep-90
25 BRNA Berlina Tbk 06-Nop-1989
26 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 18-Jul-01
27 BUDI PT Budi Starch & Sweetener Tbk./budi acid 08-Mei-1995
28 CNTX Centex Tbk 22-Mei-1979
29 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk 18-Mar-91
30 CTBN Citra Tubindo Tbk 28-Nop-1989
31 DLTA Delta Djakarta Tbk 12-Feb-84
32 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 08-Agust-1990
33 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk 11-Nop-1994
34 EKAD Ekadharma International Tbk 14-Agust-1990
35 ERTX Eratex Djaja Tbk 21-Agust-1990
36 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 13-Okt-1992
59
37 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk 16-Mei-1997
38 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk 01-Des-1994
39 FPNI PT Lotte Chemical Titan Tbk. 21-Mar-02
40 GDYR Goodyear Indonesia Tbk 01-Des-1980
41 GGRM Gudang Garam Tbk 27-Agust-1990
42 GJTL Gajah Tunggal Tbk 08-Mei-1990
43 IGAR Champion Pacific Indonesia Tbk 05-Nop-1990
44 IKAI Intikeramik Alamasri Industri Tbk 4-Jun-97
45 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk 15-Sep-93
46 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 14-Jul-94
47 INDR Indorama Synthetics Tbk 03-Agust-1990
48 INDS Indospring Tbk 10-Agust-1990
49 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk 16-Jul-90
50 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 06-Agust-1997
51 JPFA JAPFA Comfeed Indonesia Tbk 23-Okt-1989
52 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk 4-Jul-01
53 KBLI KMI Wire and Cable Tbk 6-Jul-92
54 KICI Kedaung Indah Can Tbk 28-Okt-1993
55 KLBF Kalbe Farma Tbk 30-Jul-91
56 LION Lion Metal Works Tbk 20-Agust-1993
57 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk 17-Okt-1994
58 LMSH Lionmesh Prima Tbk 4-Jun-90
59 MERK Merck Tbk 23-Jul-81
60 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk 17-Jan-94
61 MRAT Mustika Ratu Tbk 27-Jul-95
62 MYOR Mayora Indah Tbk 4-Jul-90
63 NIPS Nipress Tbk 24-Jul-91
64 PBRX Pan Brothers Tbk 16-Agust-1990
65 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 23-Sep-96
66 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk 18-Okt-1994
67 PYFA Pyridam Farma Tbk 16-Okt-2001
60
68 SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk 8-Jun-90
69 SKLT Sekar Laut Tbk 8-Sep-93
70 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk 8-Jul-91
71 SRSN Indo Acidatama Tbk 11-Jan-93
72 STTP Siantar Top Tbk 16-Des-1996
73 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk 30-Sep-93
74 TCID Mandom Indonesia Tbk 23-Sep-93
75 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 26-Feb-80
76 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk 13-Des-1999
77 TRST Trias Sentosa Tbk 2-Jul-90
78 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk 17-Jun-94
79 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Tbk 2-Jul-90
80 UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk 18-Apr-02
81 UNVR Unilever Indonesia Tbk 11-Jan-82
82 VOKS Voksel Electric Tbk 20-Des-1990
IV.2. Hasil Penelitian dan Pengujian Hipotesis
IV.2.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan statistik penelitian yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sesuai kondisi sesungguhnya. Statistik deskriptif bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai data atau sampel, yang menyajikan pemilihan
sampel, nilai minimum (min), nilai maksimum (max), nilai rata-rata (mean) dan
standar deviasi. Berikut adalah statistik deskriptif pada penelitian ini.
Tabel 4.3. Hasil Statistik Deskriptif
61
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
CAR 407 -.349 .676 .02558 .005527 .111493 .012
UE 407 -48.063 24.382 .00175 .170716 3.444068 11.862
GR 407 -5.4741 37.3908 1.865714 .1857078 3.7465132 14.036
LEV 407 .006 3.210 .54513 .021748 .438754 .193
KA 407 -4.8450 2.6030 .104006 .0171395 .3457761 .120
Valid N (listwise) 407
Sumber : Data Yang Diolah
Hasil perhitungan statistik deskriptif yang dapat dilihat pada tabel hasil
statistik deskriptif menunjukkan bahwa ada variabel yang memiliki nilai minimum
yang negatif. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah data yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak observasi yang diambil dan diolah dari laporan
keuangan publikasi perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI dan dari ICMD
periode 2009 sampai 2014. Variabel yang dianalisis adalah cummulative abnormal
return, unexpected earning, pertumbuhan pendapatan, leverage dan manajemen
laba sebagai variabel moderasi
Berdasarkan output SPSS diatas, dapat diketahui nilaiminimum, nilai
maksimum, rata-rata dan simpangan baku dari masing-masing data penelitian. CAR
memiliki nilai maksimum sebesar 0,68; nilai minimum sebesar -0,35; rata-rata
sebesar 0,03 dan standar deviasi sebesar 0,11. Unexpected Earnings memiliki nilai
maksimum sebesar 24,38; nilai minimum sebesar -48,06; rata-rata sebesar 0,02 dan
standar deviasi sebesar 3,44. Growth memiliki nilai maksimum sebesar 37.39; nilai
minimum sebesar -5.47; rata-rata sebesar 1.87 dan standar deviasi sebesar 3.75.
Leverage memiliki nilai maksimum sebesar 3,21; nilai minimum sebesar 0,01; rata-
62
rata sebesar 0,55 dan standar deviasi sebesar 0,44. Dan Kualitas Akrual memiliki
nilai maksimum sebesar 2.60; nilai minimum sebesar -4.85; rata-rata sebesar 0.10
dan standar deviasi sebesar 0.35.
Koefisien Respon Laba
CARit = α0 + α1UEit + Ɛit
Di mana :
- α1 = Koefisien respon laba
- CARit = return abnormal kumulatif perusahaan i selama periode jendela
- UEit =Unexpected Earnings
- Ɛit =Komponen error dalam model atas perusahaan i pada periode t
Besarnya ERC diperoleh dengan melakukan beberapa tahap perhitungan.
Koefisien respon laba diperoleh dengan melakukan perhitungan untuk
mendapatkan data :
1. Pendapatan saham yang sebenarnya (actual return) merupakan pendapatan
yang telah diterima investor berupa capital gain
2. Return Ekspektasi yang digunakan untuk estimasi abnormal return adalah
Mean-adjusted return (Brown dan Warner, 1985)
3. Abnormal Return perusahaan
4. Cumulative abnormal return (CAR).
5. Unexpected Earnings
Pertumbuhan Perusahaan
63
Growth in revenue (GR) mengukur perubahan pendapatan perusahaan.
Peningkatan pendapatan perusahaan biasanya mengindikasikan kesempatan
perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen, et. al, 2005). Rumus yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus yang digunakan oleh
penelitian sebelumnya (Chen, et. al, 2005), yaitu:
GR= {(Pendapatan penjualan tahun ke-t ÷ Pendapatan Penjualan tahun ke-
t-1) – 1} x 100%
Leverage
Variabel ini sesuai dengan penelitian Dhaliwal dkk, 1991 menyatakan
bahwa default risk perusahaan di ukur dengan leverage. Leverage adalah rasio
total hutang dengan total aset perusahaan.
TUit
Lev it =-----------
TAit
Di mana :
- TU = Total utang perusahaan i pada tahun t
- TA = Total aset perusahaan i pada tahun t
Manajemen Laba
Dalam penelitian ini penggunaan discretionary accruals sebagai proksi
manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et
al., 1995). Untuk mengukur DAC, terlebih dahulu akan mengukur total akrual.
64
Total akrual diklasifikasikan menjadi komponen discretionary dan
nondiscretionary. Tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut :
e. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang
dimodifikasi.
f. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS
(Ordinary Least Square)
g. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA)
h. Menghitung discretionary accruals
IV.2.2. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik untuk memenuhi persyaratan analisis maupun
analisis regresi untuk menguji hipotesa dalam penelitian ini menggunakan program
SPSS.
IV.2.2.1. Uji Normalitas
Untuk memenuhi syarat normalitas selain dilakukan analisis regresi untuk
menghasilkan normalitas data. Hasil uji normalitas adalah sebegai berikut :
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
65
1 (Const
ant) .026 .010 2.709 .007
UE .000 .002 .009 .175 .861
GR -.001 .001 -.039 -.780 .436
LEV .000 .013 -.001 -.027 .979
KA .019 .016 .059 1.179 .239
a. Dependent Variable: CAR
Sumber : Data Yang Diolah
Berdasarkan output SPSS di atas diperoleh nilai Sig. uji normalitas dengan
menggunakan metode regresi menunjukkan signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data yang diambil untuk penelitian berdistribusi normal dan
variabel dapat digunakan untuk pengujian hipotesis
IV.2.2.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen), karena model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Multikolonieritas
dapat dilihat dengan nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Model
regresi yang bebas multikolinieritas adalah jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF
< dari 10. Dengan menggunakan bantuan aplikasi program SPSS versi 22, didapat
output nilai VIF untuk masing-masing variabel bebas sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolonieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
UE .998 1.002
GR .993 1.007
66
LEV .993 1.007
KA 1.000 1.000
Sumber : Data Yang Diolah
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai VIF masing-masing
variabel bebas dibawah 10, yakni GR = 1,007; LEV = 1,007; UE = 1,002 dan KA
= 1,000 Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
multikolinieritas antar variabel bebas dalam model, sehingga dapat dilakukan
pengujian hipotesis
IV.2.2.3. Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi
satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi
metode kuadrat terkecil (OLS), autokorelasi merupakan korelasi antara satu
residual dengan residual yang lain. Sedangkan satu asumsi penting metode OLS
berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu
dengan residual yang lain. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode (t-1).
Kriteria pengujian seperti dalam tabel 4.6,Dengan menggunakan bantuan
aplikasi program SPSS versi 22, diperoleh output hasil perhitungan statistik
Durbin-Watson seperti terdapat pada tabel 4.7.
Tabel 4.6.Kriteria Pengujian Statistik Durbin-Watson
67
Kesimpulan Daerah Pengujian
Terdapat autokorelasi positif d < dL
Ragu-ragu dL < d < dU
Tidak terdapat autokorelasi dU < d < 4-dU
Ragu-ragu 4-dU < d < 4-dL
Terdapat autokorelasi negatif 4-dL < d
Tabel 4.7.Nilai Statistik Durbin-Watson
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .070a .005 -.005 .111768 2.057
a. Predictors: (Constant), KA, UE, LEV, GR
b. Dependent Variable: CAR
Sumber : Data Yang Diolah
Dari tabel 4.7. diperoleh nilai d sebesar 2.057. Nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai dL dan dU pada tabel Durbin-Watson. Untuk α = 0.05, k
= 4 dan n = 410, diperoleh dL= 1,823 dan dU = 1,853. Karena d terletak di antara
dU (1,853) dan 4-dU (2,147), maka disimpulkan bahwa pada model tidak terdapat
masalah autokorelasi dan dapat dilakukan uji hipotesis.
IV.2.2.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Model regresi yang baik adalah yang homokesdatisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antar nilai prediksi
variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.
68
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Model regresi yang baik adalah apabila terjadi homokedastisitas. Untuk
menguji heterokedastisitas dilakukan uji park dengan program spss. Regresi antara
variabel independen terhadap logaritma natural residual yang sudah dikuadratkan
(Ghozali, 2006)
Berdasarkan tabel 4.8. dan gambar 4.1. dapat dilihat bahwa nilai signifikansi
dari seluruh variabel independen lebih besar dari 0,05 yang berarti model regresi
menunjukkan semua variabel independen yang akan diuji tidak terdapat
heteroskedastisitas. Setelah melalui seluruh pengujian dari sumsi klasik dapat
disimpulkan bahwa data yang digunakan pada penelitian ini tidak ada yang
melanggar asumsi klasik. Oleh karena itu data penelitian ini dapat dianalisis lebih
lanjut.
Tabel 4.8. Hasil Uji Heterokedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .026 .010 2.709 .007
UE .000 .002 .009 .175 .861 .998 1.002
GR -.001 .001 -.039 -.780 .436 .993 1.007
LEV .000 .013 -.001 -.027 .979 .993 1.007
KA .019 .016 .059 1.179 .239 1.000 1.000
a. Dependent Variable: CAR
Dependent Variable: CAR
Sumber : Data Yang Diolah
69
IV.2.3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah untuk mengetahui respon pasar terhadap laba
perusahaan yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keinformatifan pertumbuhan
dan leverage dan untuk mengetahui respon pasar terhadap laba perusahaan yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor keinformatifan pertumbuhan, dan leverage yang
dimoderasi oleh kualitas akrual.
Setelah dilakukan uji asumsi klasik, maka dilanjutkan dengan perhitungan
regresi. Model persamaan yang digunakan adalah morel regresi sebagai berikut :
ERCit = β0 + β 1GRit + β 2LEVit + β 3KAit + β 4 GRKAit + β 5LEVKAit + Ɛit
Sedangkan untuk keperluan pengujian hipotesis model tersebut di rumuskan
sebagai berikut :
70
CARit = β0 + β1UEit + β2GRit + β3LEVit + β4KAit + β5GRKAit + β6LEVKAit +
Ɛit
Perhitungan regresi dilakukan dengan menggunakan bantuan program
SPSS 22 dan hasilnya perhitunganya dijelaskan dalam table 4.8.
IV.2.3.1. Uji t-Statistik
Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t-statistik (nilai t yang
dihasilkan dari proses regresi) dan nilai t yang diperoleh dari tabel. Hipotesis yang
digunakan dalam uji t yaitu.
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif/negatif yang signifikan antara variabel
independen secara individu terhadap variabel dependen
H1 : Terdapat pengaruh positif/negatif yang signifikan antara variabel
independen secara individu terhadap variabel dependen
Pengujian dilakukan dengan pengujian dua arah pada tingkat signifikansi
5%, dengan kriteria. bila t-statistik ≥ t-tabel, maka disimpulkan bahwa variabel
independen tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen.
Sebaliknya jika t-statistik < dari t-tabel, maka variabel independen tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.9. Hasil Pengujian t-statistik
Coefficientsa
71
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .035 .010 3.588 .000
UE .001 .002 .017 .344 .731
GR -.001 .002 -.040 -.664 .507
LEV -.016 .013 -.062 -1.201 .231
KA -.122 .040 -.379 -3.026 .003
COMPUTE MODGRKA=GR*KA .000 .009 .002 .029 .977
COMPUTE MODLEVKA=LEV*KA .253 .065 .481 3.926 .000
Sumber : Data diolah
Hasil uji t statistik menunjukkan penelitian ini mempunyai model regresi sebagai
berikut :
ERCit = β0 -0,664GRit -1,201LEVit -3,026KAit + 0,029GRKAit + 3,926LEVKAit
+ Ɛit
Penjelasan hasil uji t dalam model regresi atas variabel-variabel yang
mempengaruhi koefisien respon laba sebagai berikut.
Pengaruh variabel pertumbuhan terhadap koefisien respon laba
Nilai tstatistik variabel GR sebesar – 0,664 dengan signifikansi sebesar 0.507
lebih besar dari 0.05, maka H1 ditolak dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel
variabel GR tidak berpengaruh signifikan terhadap ERC.
Pengaruh variabel leverage terhadap koefisien respon laba
Nilai tstatistik variabel LEV sebesar -1,201 dengan signifikansi sebesar 0.231
lebih besar dari 0.05, maka H1 ditolak dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel
LEV tidak berpengaruh signifikan terhadap ERC.
Pengaruh variabel kualitas akrual terhadap koefisien respon laba
72
Nilai tstatistik variabel KA sebesar -3,026 dengan signifikansi sebesar 0.003
lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel
variabel KA berpengaruh signifikan terhadap ERC.
Variabel kualitas akrual dalam memoderasi pengaruh variable pertumbuhan
terhadap koefisien respon laba
Nilai tstatistik variabel GR*KA sebesar 0,029 dengan signifikansi sebesar 0.977
lebih besar dari 0.05, maka H1 dittolaak dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel
variabel GR*KA tidak berpengaruh berpengaruh signifikan terhadap ERC
Variabel kualitas akrual dalam memoderasi pengaruh variable leverage
terhadap koefisien respon laba
Nilai tstatistik variabel LEV*KA sebesar 3,926 dengan signifikansi sebesar 0.000
lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima dan diperoleh kesimpulan bahwa variabel
LEV*KA berpengaruh signifikan terhadap CAR
IV.2.3.2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.10. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .205a .042 .028 .109942
a. Predictors: (Constant), COMPUTE MODLEVKA=LEV*KA, GR, UE, LEV, COMPUTE
MODGRKA=GR*KA, KA
b. Dependent Variable: CAR
Sumber : Data diolah
Tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mengetahui besarnya kemampuan
variabel independen untuk menjelaskan variabel dependen secara bersamaan.
Pengujian ini bermanfaat juga untuk mengukur kebaikan dan kebenaran hubungan
73
antar variabel dalam model yang digunakan. Nilai R2 berkisar antara nol dan satu.
Semakin mendekati satu. maka semakin dekat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Sebaliknya, jika R2 semakin mendekati nol, maka
semakin jauh hubungan antara variabel independen dan dependen.
Pada hasil estimasi, diperoleh besaran R2 sebesar 0.042. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel independen menjelaskan variabel CAR sebesar 4,2%,
sedangkan sisanya sebesar 95,8% dijelaskan faktor-faktor lain yang tidak diamati
dalam penelitian ini.
.
IV.2.4. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keinformatifan laporan keuangan
dalam memenuhi tujuan pelaporan keuangan. Tujuan pelaporan keuangan antara
lain adalah menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan, sehingga kualitas
pelaporan keuangan dapat diuji dengan melihat reaksi investor yang tercermin pada
aktivitas emiten di pasar modal. Pengujian reaksi pasar dengan melihat adanya
hubungan positif antara laba akuntansi dengan harga saham. Sedangkan untuk
menguji apakah dengan adanya tingkat diskresi manajemen tertentu dalam proses
pelaporan keuangan akan mempengaruhi kualitas informasi tersebut diuji dengan
manajemen laba dengan melihat kualitas akrualnya.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model pengujian untuk
menguji pengaruh variabel independen pertumbuhan, leverage dan kualitas akrual
terhadap variabel dependen yaitu koefisien respon laba.
74
Dalam pengujian hipotesis pada awalnya diuji hubungan antara laba
akuntansi terhadap return saham, untuk memperkuat maksud penggunaan koefisien
respon laba dalam menguji kualitas informasi laporan keuangan. Untuk mengetahui
kualitas informasi laporan keuangan dilakukan pengujian koefisien respon laba
yang mencerminkan hubungan empiris antara informasi laba akuntansi dengan
return saham. Koefisien ini mengukur respon harga saham atau nilai pasar ekuitas
terhadap informasi yang terkandung dalam laba akuntansi. Dari hasil pengujian
diperoleh hasil bahwa unexpected earning berkorelasi dengan cumulative abnormal
return dan dapat digunakan sebagai prediksi return saham dengan menunjukkan
arah positif, semakin tinggi unexpected earning maka akumulasi abnormal return
juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Ball dan Brown (1968),
Beaver (1968), Kormendi dan Lipe (1987), Nichols dan Wahlen (2004), Miller
dan Rock (1985), Easton dan Zmijewski (1989), serta Collins dan Kothari (1989)
yang menunjukkan hubungan laba akuntansi baik laba non ekspektasian, laba
abnormal, laba dimasa depan secara positif berkorelasi dengan respon pasar.
Investor menyukai laba abnormal atau laba yang tidak diharapkan, karena
memberikan potensi return yang lebih tinggi dari return aktual, akan tetapi secara
statistik tidak signifikan.
IV.2.4.1. Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Koefisien Respon Laba.
Pertumbuhan menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan secara statistik
sesuai dengan hipotesis, dan dalam hal ini arahnya negatif. Pertumbuhan
perusahaan bukan merupakan ukuran kinerja yang digunakan oleh investor dalam
pengambilan keputusan, walaupun pertumbuhan ini mencerminkan kemampuan
75
perusahaan dalam menghasilkan laba dan oleh karenanya diharapkan dapat
meningkatkan nilai buku ekuitas perusahaan tersebut. Pertumbuhan perusahaan
yang tinggi dapat diartikan bahwa dalam kondisi perusahaan bertumbuh dan
mengalami peningkatan laba, maka peningkatan laba tersebut juga dibarengi
dengan peningkatan nilai pasar. Perusahaanyang terus menerus bertumbuh akan
mempunyai kesempatan memperoleh laba di masa akan datang lebih tinggi.
Akan tetapi kandungan informasi laba dalam hal ini dianggap merupakan berita
buruk tanpa dibarengi dengan return saham yang sesuai dengan harapan
investor, sehingga informasi tentang pertumbuhan perusahaan menurunkan
respon positif investor.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Collins dan
Khotari, 1989) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan yang diukur dengan
menggunakan rasio nilai pasar terhadap nilai buku ekuitas (market to book value
of equity) dan koefisien respon laba mempunyai hubungan positif.
IV.2.4.2. Pengaruh Leverage Terhadap Koefisien Respon Laba.
Leverage berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba dan tidak
signifikan secara statistik. Semakin tinggi leverage maka koefisien respon laba juga
semakin rendah, walaupun tidak signifikan secara statistik.
76
Leverage merupakan ukuran kinerja perusahaan yang ditentukan oleh pihak
ketiga perusahaan/kreditur. Tingkat leverage juga menunjukkan tingkat resiko
perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat leverage tinggi, kemungkinan bagi
investor untuk memperoleh imbal hasil kecil, karena dalam perusahaan yang
leveragenya tinggi, perusahaan akan lebih mengutamakan kewajiban pada pihak
ketiga, dibanding membagi dividen kepada pemilik perusahaan. Dalam penelitian
ini investor merespon negatif terhadap informasi laba pada perusahaan dengan
tingkat leverage yang tinggi, dan ini menunjukkan bahwa berita buruk direspon
negatif oleh investor akan tetapi tidak signifikan secara statistic. Hasil penelitian
sesuai hipotesis yang disusun berdasarkan teori dan penelitian terdahulu ini dan
tidak sesuai dengan penelitian terdahulu (Dhaliwal et al.,1991; Zahroh, 2006) yaitu
leverage dan koefisien respon laba mempunyai hubungan negatif.
IV.2.4.3. Pengaruh Kualitas Akrual Terhadap Koefisien Respon Laba.
Pengujian kualitas akrual sebagai variabel moderasi dimaksudkan untuk
menguji ada tidaknya diskresi manajemen dalam proses penyajian laporan
keuangan, sebagai wujud dari manajemen laba. Kualitas akrual yang tinggi
menunjukkan bahwa tingkat diskresi manajemen dalam penyusunan laporan
keuangan rendah. Hasil pengujian menunjukkan kualitas akrual berpengaruh positif
terhadap koefisien respon laba dan signifikan secara statistik. Dalam penelitian ini
kualitas akrual diproksi dengan akrual diskresioner, apabila akrual diskresioner
rendah, maka kualitas akrual tinggi, sehingga koefisien respon laba juga tinggi.
77
Sehingga kualitas akrual berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba terlihat
dari koefisien yang negatif.
Perusahaan dengan kualitas akrual yang tinggi berarti dalam proses
pelaporan keuangan tidak banyak terdapat diskresi manajemen dalam bentuk
manajemen laba. Informasi mengenai kualitas akrual, manajemen laba dan ada
tidaknya diskresi manajemen merupakan informasi yang direspon oleh investor.
Informasi mengenai diskresi manajemen bukan merupakan informasi yang
dipublikasikan, akan tetapi menjadi informasi kinerja yang ditentukan oleh
principal, agen maupun pihak ketiga, sehingga informasi diskresi manajemen
sebagai informasi yang tidak dipublikasikan memberikan nilai tambah bagi
peningkatan nilai pasar yang disebabkan adanya respon positif investor terhadap
infomasi yang disajikan oleh perusahaan.
Hasil pengujian ini mengacu pada penelitian dan pendapat peneliti
sebelumnya seperti penelitian Cohen et, al. (2003) yang menghubungkan
konsekuensi ekonomis dengan pemilihan kebijakan pelaporan keuangan
perusahaan dalam meneliti kualitas pelaporan keuangan. Schipper dan Vincent
(2003) yang dalam konteks pengambilan keputusan menggunakan arus kas dari
operasi dan akuntansi akrual sebagai driver utama dari laba akuntansi. Kualitas
akrual juga sebagai atribut kualitas pelaporan keuangan dalam menguji kualitas
informasi pelaporan keuangan (Francis, 2004).
IV.2.4.4. Moderasi Kualitas Akrual Pada Pengaruh Pertumbuhan Terhadap
Koefisien Respon Laba
78
Pengujian Kualitas akrual dalam memoderasi pengaruh antara pertumbuhan
terhadap koefisien respon laba diuji dalam model regresi. Kualitas akrual sebagai
variabel pemoderasi, ketika pertumbuhan dan kualitas akrual juga tinggi, maka
koefiseen respon labanya semakin tinggi, atau apabila pertumbuhan sedangkan
kualitas akrual rendah, maka koefisien respon laba rendah.
Pengaruh pertumbuhan terhadap koefisien respon laba tidak signifikan
secara statistik, dan dengan adanya diskresi manajemen hal ini tidak memperkuat
pengaruh pertumbuhan terhadap kualitas pelaporan keuangan. Pada perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, ada tidaknya diskresi manajemen dalam
proses pelaporan keuangan tidak meningkatkan respon invesrtor terhadap informasi
laba perusahaan.
IV.2.4.5. Moderasi Kualitas Akrual Pada Pengaruh Leverage Terhadap
Koefisien Respon Laba
Pengujian Kualitas akrual dalam memoderasi pengaruh antara leverage
terhadap koefisien respon laba diuji dalam model regresi. Kualitas akrual sebagai
variabel pemoderasi pada pengaruh leverage terhadap koefisien respon laba adalah
apabila leverage meningkat dan kualitas akrual rendah maka koefisien respon laba
semakin rendah.
Pengaruh leverage terhadap koefisien respon laba negatif dan tidak
signifikan secara statistik akan tetapi dengan adanya moderasi kualitas akrual yang
diuji dengan melihat ada atau tidak adanya diskresi manajemen, kualitas akrual
memperkuat pengaruh leverage terhadap kualitas pelaporan keuangan. Pada
79
perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, ada tidaknya diskresi manajemen
dalam proses pelaporan keuangan meningkatkan respon invesrtor terhadap
informasi laba perusahaan. Dan signifikan secara statistik.
Informasi ada tidaknya manajemen laba dan diskresi manajemen
memberikan nilai tambah pada nilai informasi leverage perusahaan dalam
mempengaruhi respon investor terhadap laba akuntansi sehingga diskresi
manajemen walaupun sebagai informasi yang tidak dipublikasikan dan berkaitan
dengan informasi leverage akan menjadi perhatian investor dalam pengambilan
keputusan investasi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1. Simpulan
Dalam teori pasar modal efisien maka semua informasi akan direspon
dengan tepat, karena informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan sudah
mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Harga pasar saham sudah
mencerminkan semua informasi perusahaan baik yang dipublikasikan maupun yang
tidak dipublikasikan, sehingga arah hubungan antara laba dan harga saham
cenderung statis signifikan (ball and brown, 1968).
Dari hasil pengujian membuktikan bahwa informasi laporan keuangan
berpengaruh signifikan terhadap respon pasar. Hasil ini mengindikasikan bahwa
harga saham mencerminkan informasi perusahaan yang tersedia untuk publik
80
terutama informasi berupa laporan keuangan. Kondisi ini antara lain berkaitan
dengan kemampuan pengguna laporan keuangan dalam memanfaatkan informasi
yang tersedia untuk pengambilan keputusan. Pihak pasar hanya mampu
memanfaatkan informasi publik seperti laporan keuangan dan pengungkapan-
pengungkapan wajib dan sukarela yang disyaratkan dalam pelaporan keuangan
sehingga informasi lain yang tidak dipublikasikan tidak dapat dimanfaatkan oleh
investor. Sementara itu dari pihak perusahaan, informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan dan dipublikasikan sudah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, dan sudah melalui proses audit terlebih dahulu.
Konsekuensi ekonomis dalam penetapan kebijakan pelaporan keuangan erat
kaitannya dengan praktek manajemen laba. Walaupun peran kualitas akrual sebagai
alat analisis manajemen laba tidak mempengaruhi besaran koefisien respon laba,
akan tetapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diskresi manajemen dalam
proses pelaporan keuangan mempengaruhi respon investor terhadap informasi laba
yang disajikan perusahaan.
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba akan tetapi tidak selau dibarengi
dengan meningkatnya harga pasar saham perusahaan, sehingga investor
tidak merespon informasi tingkat pertumbuhan.
2. Tingkat leverage perusahaan yang tinggi menunjukkan tingkat resiko
perusahaan dan kewajiban utama perusahaan terhadap pihak ketiga yang
81
juga tingga, investor tidak merespon terhadap informasi yang disajikan oleh
perusahaan terkait leverage.
3. Kualitas akrual berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Respon
investor terhadap informasi laba yang disajikan oleh perusahaan
dipengaruhi oleh ada tidaknya diskresi manajemen dalam proses pelaporan
keuangan.
4. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, ada tidaknya
diskresi manajemen dalam proses pelaporan keuangan tidak meningkatkan
respon invesrtor terhadap informasi laba perusahaan.
5. Pada perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, ada tidaknya diskresi
manajemen dalam proses pelaporan keuangan meningkatkan respon
invesrtor terhadap informasi laba perusahaan.
V.2. Saran
V.2.1. Saran Operasional
1) Informasi akuntansi yang tersaji dalam laporan keuangan digunakan oleh
investor sebagai alat pengambilan keputusan dalam kegiatan penanaman
modal. Untuk melindungi para investor, regulator pasar modal dalam hal ini
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai badan formal bertanggungjawab atas
pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya manipulasi dalam
penyusunan laporan keuangan.
82
2) OJK pasar modal sebagai badan yang mengatur pelaksanaan pasar modal
melalui regulasi harus dapat mendorong perusahaan-perusahaan untuk
meningkatkan keterbukaan informasi berupa pengungkapan yang memadai.
3) Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia sebagai
lembaga profesi juga berperan dalam mengantisipasi terjadinya manipulasi
dalam proses pelaporan keuangan tersebut melalui penyusunan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Sebagai lembaga yang
bertanggung jawab dalam penyusunan pedoman pelaporan keuangan
hendaknya Dewan Standar secara periodic meninjau kesesuaian pedoman
penyusunan pelaporan keuangan tersebut dengan kondisi social ekonomi di
Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam
memanfaatkan informasi yang tersaji dari pelaporan keuangan tersebut.
4). Dalam proses penyampaian informasi ke publik, laporan keuangan yang
berisi informasi keuangan tersebut harus melalui proses audit, sebelum
dipublikasikan bersama dengan informasi-informasi non keuangan lainnya.
Dalam hal ini peran organisasi profesi melalui regulasi dan kode etik profesi
diharapkan dapat mendorong proses pelaporan keuangan, sehingga
menghasilkan informasi yang berkualitas, atau bahkan menekan
kemungkinan terjadinya kecurangan dalam proses pelaporan keuangan
akibat kerjasama antara pihak kantor akuntan publik dengan klien yang
dapat merugikan investor.
V.2.2. Saran Pengembangan Ilmu
83
1) Penelitian tentang pasar modal selama ini lebih menguji reaksi pasar dengan
asumsi bahwa pengambilan keputusan investor berdasarkan informasi
pihak-pihak emiten. Penelitian selanjutnya tentang kualitas informasi
pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan menguji beberapa aspek-aspek
yang berhubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan baik itu dari
Regulator Pasar Modal, Dewan Standar Akuntansi Keuangan dan
keterlibatan Auditor.
2) Penelitian pasar modal menyangkut pengambilan keputusan investor belum
meneliti kaitannya dengan perilaku investasi maupun gaya investasi yang
bias melibatkan unsur psikososial, sebagai cikal bakal akuntansi perilaku.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji faktor-faktor eksternal
emiten maupun perilaku investasi dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan investasi, baik berupa informasi-informasi kualitatif maupun
informasi-informasi yang dapat dikuantifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Larson and Sloan. “Accrual Reversals, Earnings and Stock Returns.”2010.
Ball, Ray dan Philip Brown. "An Empirical Evaluation of Accounting Numbers."
Journal of Accounting Research. Autumn 1968: 159-177.
Bartov, Eli, Dan Givoly and Carla Hayn. The Rewards to meeting or beating
earnings expectations. Journal of Accounting and Economics. 33, 2002 : 173-204.
Beaver, William H. “The Information Content of Annual Earnings
Announcements.” Empirical Research of Accounting. 1968
Belkaoui, A.R. Accounting Theory.Third edition. The University Press.
Cambridge. 1993.
84
Cho, Jang Youn dan Kooyul Jung. "Earnings ResponseCoefficient: A Synthesis of
Theory and Empirical Evidence." Journal of Accounting Literature Vol. 10,1991:
85-116.
Cohen Daniel A. “Quality of Financial Reporting Choice : Determinants and
Economic Consequences. 2003.
Collins, Daniel W. dan S.P. Kothari. "An Analysis of Intemporal and Cross-
sectional Determinants of Earnings ResponseCoefficient." Journal of Accounting
and Economics 11. 1989: 143-181.
Francis, LaFond, Olsson and Schipper. Cost of Equity and Earning Attributes. The
Accounting Review , 1979:967-1010.
Han dan Wang. Political costs and earning management of oil companies during
the 1990. Persian Gulf crisis . The Accounting Review. 73,January, 1998 : 103-1 J
7
Healy. The effect of bonus schemes on accounting decisions. Journal of
Accounting and Economics 7, 1985 : 85-107.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Universitas Diponogoro, Semarang.
Kasmir, SE.,MM. 2009. Analisis Laporan Keuangan Ed. 1-2. Jakarta: Rajawali Pers
Kieso, Weigandt, Warfield. Intermediate Accounting. IFRS. 2010.
Kim, Yeo Hwan, Roger J. Willet, dan Jee In Jang. "Default Risk as a Factor
Affecting the Earnings ResponseCoefficient." Working Paper.
QueenslandUniversity of Technology. December 2000.
Kirnsky and Lee. “Earning Announcements and The Components of The Bid-Ask
Spread.” The Journal Of Finance; 1996.
Katherine Schipper, Linda Vincent. Earnings quality. Accounting Horizons;
Sarasota; 2003. Vol . 17
Milgrom Paul R. 1981. Good News and Bad News : Representation Theorems and
Applications. The Bells Journal of Economics, Vol. 12, No. 2, Autumn 1981. P.
380-39
85
Nichols and Wahlen. “How Do Earnings Numbers Relate to Stock Return ? A
Review of Classic Accounting Research With Updated Evidence.” Accounting
Horizons; 2004.
Scott, William R. Financial Accounting Theory. Prentice Hall International Inc.:
New Jersey, 2006.
Skinner, Douglas J. Skinner and Richard G. Sloan. Earnings Surprises, Growth
Expectations, and Stock Returns: Don't Let an Earnings Torpedo Sink Your
PortfolioReview of Accounting Studies .June 2002, Volume 7, Issue 2-3, pp 289-
312.
Warren, et al. Pengantar Akuntansi 1. Edisi 21. Jakarta: Salemba Empat, 2005.
Watts, R. “Systematic Abnormal Return After Quartely Earnings Announcement”.
Journal of Financial Economics No. 6. 1978.
Weston, J. Fred. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga, 2002.
Yadiati, Winwin dan Abdulloh Mubarok. Kualitas Pelaporan Keuangan, Kajian
Teoritis Dan Empiris. Jakarta : Kencana, 2017
Zahrohnaimah. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan, Dan Profitabilitas
Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba Dan Koefisien Respon Nilai Buku
Ekuitas: Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Padang: 2006.
Zahrohnaimah dan Sidharta Utama. Pengaruh Persitensi Laba dan Laba Negatif
Terhadap Koefisien Respon Laba dan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas Pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta : Jurnal Riset Akuntansi Indonesia :
Januari, 2007
www.forbes.com
www.srcibd.com
http://articles.chicagotribune.com