PENGARUH PERLAKUAN SKARIFIKASI TERHADAP KUALITAS …digilib.unila.ac.id/30802/9/SKRIPSI FULL.pdf ·...
Transcript of PENGARUH PERLAKUAN SKARIFIKASI TERHADAP KUALITAS …digilib.unila.ac.id/30802/9/SKRIPSI FULL.pdf ·...
PENGARUH PERLAKUAN SKARIFIKASI TERHADAPKUALITAS BENIH Indigofera Sp.
(Skripsi)
Oleh
MARIA DWI CHRISTIANA
JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH PERLAKUAN SKARIFIKASI TERHADAPKUALITAS BENIH Indigofera Sp.
Oleh
Maria Dwi Christiana
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan skarifikasibenih Indigofera Sp., menentukan perlakuan terbaik yang menghasilkan dayakecambah tertinggi pada biji Indigofera Sp. Penelitian ini menggunakanRancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuandalam penelitian yaitu R0 tanpa perlakuan, R1 direndam menggunakan air selama24 jam, R2 direndam menggunakan air panas 60° C selama 10 menit, R3 dikikiskulitnya menggunakan amplas, R4 direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30menit. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Ragam dan dilanjutkandengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwaperendaman benih menggunakan air selama 24 jam memberikan pengaruh yangnyata (P<0,05) terhadap daya kecambah. Perlakuan terbaik yang dapatmeningkatkan daya berkecambah benih Indigofera Sp., yaitu dengan caraperendaman benih ke dalam air selama 24 jam. Dengan perlakuan ini dapatmenghasilkan rata-rata nilai daya kecambah sebesar 74%. Sedangkan perlakuanperlakuan dengan kecambah abnormal, benih mati, dan benih terserang hamatertinggi terdapat pada perlakuan dikikis kulitnya menggunakan amplas.Perlakuan dengan Benih keras tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perlakuan.
Kata kunci : Daya Kecambah, Indigofera Sp, dan Skarifikasi,
ABSTRACT
EFFECT OF TREATMENT SCARIFICATION ON SEED QUALITY OFIndigofera Sp.
By
Maria Dwi Christiana
This study aimed to determine the effect of various treatments seed scarificationIndigofera Sp., determine the best treatment that produced the highest seedgermination of Indigofera S. This study used a completely randomized design(CRD) with 5 treatments and 3 replications. The treatment in research thatwithout treatment R0, R1 soaked with water for 24 hours, R2 soaked with hotwater of 60 ° C for 10 minutes, the skin scraped using sandpaper R3, R4 soakedwith H2SO4 of 1% for 30 minutes. Data were analyzed by analysis of Variety andcontinued with Least Significant Difference Test (BNT). The results showed thatsoaking the seeds with water for 24 hours give a significant effect (P <0,05) ongermination. The best treatment that can improve seed germination of IndigoferaSp. That is by soaking the seeds in water for 24 hours. With this treatment canproduce an average value of 74% germination rate. while treatment Treatmentwith abnormal sprouts, the seed dies, and seed pests is highest in the treatment ofskin scraped using sandpaper. Seed treatment with harsh highest in the treatmentwith no treatment.
Keywords: Germination, Indigofera Sp, and Scarification,
PENGARUH PERLAKUAN SKARIFIKASI TERHADAPKUALITAS BENIH Indigofera Sp.
Oleh
MARIA DWI CHRISTIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PETERNAKAN (S.Pt.)
pada
Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Lampung 09 Oktober 1996. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara, putri pasangan Bapak Untung Agus Santoso dan Ibu Marwiyah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Kalidadi, Lampung Tengah
(2006), SMP Negeri 1 Kutowinangun, Lampung Tengah (2008), SMA N 1
Kalirejo, Lampung Tengah (2011). Pada 2011, penulis diterima di Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan Badan Eksekutif
mahasiswa (BEM) sebagai Staff Ahli Kemetrian Pendidikan dan Kepemudaan.
Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Sukanegara, Kecamatan
Ngambur, Kabupaten pesisir Barat, Provinsi Lampung pada Januari − Maret 2015
dan melaksanakan Praktik Umum di Peternakan P4S Mitra Alam Sukoharjo,
Pringsewu pada Juli − Agustus 2014. Penulis juga pernah menjadi Pendamping
Penguatan Pakan Sapi Potong Indukan di desa Purwosari Kecamatan Batanghari
Nuban, Kabupaten Lampung Timur tahun 2015.
“TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktukesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya”
(Nahum 1:7).
“Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkaumenjadi bijak di masa depan.”
(Amsal 19:20).
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenaphatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
(Kolose 3:23).
“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi,sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi,
lahir dari Allah dan mengenal Allah.”(1 Yohanes 4:7).
“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapaberteman dengan orang bebal menjadi malang.”
(Amsal 13:20).
“Jangan pernah menyerah, jangan pernah menyerah, jangan pernah,jangan pernah, jangan pernah, jangan pernah–terhadap apa pun,besar atau kecil, luas atau sempit–jangan pernah menyerah selain
pada keyakinan akan kehormatan dan akal sehat.”(Sir Winston Churchill)
Haleluya, terpujilah nama TUHAN YESUS KRISTUS sebab
karena kasih karunia dan anuggrah-Nya yang diberikan kepada
hamba. Bagi-Mu segala Puji, Hormat dan Kemuliaan sampai
selama-lamanya, Engkaulah segalanya bagiku.
Teruntuk ayah dan ibu terimakasih atas cinta dan kasih sayang darikalian, untuk doa yang selalu mengiringi langkah menuju
kemenangan. Terimakasih untuk segalanya dan TUHAN YESUSKRISTUS memberkati ayah dan ibu berlimpah-limpah dibumi dan
disorga. Amin .
Teruntuk kakak-kakaku atas doa, senyum, tawa, dan kebersamaankalian, ketulusan dan perhatian kalian.
Teruntuk keluarga besar, pendidik, sahabat, dan teman-teman atasdukungan, doa dan motivasinya.
Alamamater yang telah memberikan banyak pelajaran yang berartibagi kehidupan.
SANWACANA
Haleluya, Puji syukur kepada TUHAN YESUS KRISTUS penulis panjatkan
karena berkat kasih setia dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Skarifikasi Terhadap Kualitas Benih
Indigofera Sp.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian;
2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P., selaku Ketua Jurusan Peternakan;
3. Bapak Liman,S.Pt, M.Si., selaku pembimbing utama atas kebaikan, saran,
nasehat, arahan, bekalilmu, semangat, danmotivasi yang telah diberikan;
4. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P., selaku pembimbing anggota atas arahan,
saran, kritik, dan bimbingan selama penulisan skripsi;
5. Bapak Agung Kusuma W., S.Pt., M.P., selaku pembimbing anggota atas
arahan, saran, kritik, dan bimbingan selama penulisan skripsi;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., selaku pembahas atas kritik dan saran
yang menyempurnakan tulisan ini;
7. Bapak drh. Madi Hartono, M.P., selaku Pembimbing Akademik atas
Bimbingan dan arahan selama menjalankan studi;
8. Bapak Ibu dosen serta staf Jurusan Peternakan atas bekal ilmu yang
diberikan;
9. Bapak Hasanudin Alam, S.P.,M.Si., atas bantuan, informasi, fasilitas dan
arahan yang diberikan kepada penulis serta persaudaraan yang diberikan
kepada penulis selama prapenelitian dan selama penelitian;
10. Bapak Agus atas informasi dan bantuan dalam mendapatkan benih;
11. Ayah dan ibu yang ku sayangi, yang telah membiayai, selalu mendukung,
menggerti dan mendoakan penulis selalu, terimakasih ayah dan ibu atas
segalanya yang sangat berarti bagi penulis;
12. Kakakku Fredi yang telah, memotivasi, memberikan semangat penulis selama
masa studi dan penyusunan skripsi, terima kasih kakaku sayang;
13. Apriandi Mujauri yang selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis;
14. Uskup Trius Joko Prayitno, dan Kaum Muda Bertumbuh NAC, yang selalu
mendukung dan mendoakan, terimakasih God Bless All.
15. Teman-teman PTK Lasmi, Imah, Atikah, Lisa, Jenny, Fitri, Bekti, Ade,
Sarina, Eko, bang Owi, Linda, Okta, Wanda, bang Andri, bang Bomie, kak
Fredi, bang Andreas, bang dwi, kak Repilina, Ines, Indah, Elsa, Dodi, Melly,
Elly, Apri,dan teman-teman PTK 2011 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu namanya,terimakasih atas doa dan semangat kalian;
16. Semua teman-teman dan saudara yang selalu mendukung dan mendoakan,
terimakasih God Bless All.
17. Kakak dan adik tingkat Jurusan Peternakan, Universitas Lampung—atas
saran, motivasi, bantuan, kebersamaan, dan persaudaraan yang diberikan.
TUHAN memberkati semua orang yang telah memberi bantuan dan semua jasa
baik kalian kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. God Bless.
Bandar Lampung, Desember 2017
Penulis,
Maria Dwi Christiana
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.3 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 4
1.5 Hipotesis ................................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6
2.1 Deskripsi Tarum (Indigofera Sp.) ......................................................... 6
2.2 Dormansi ............................................................................................... 9
2.3 Cara-cara mematahkan dormansi Biji ................................................... 10
2.4 Perkecambahan Biji .............................................................................. 15
2.5 Viabilitas Benih ..................................................................................... 17
2.6 Pengujian Viabilitas Benih .................................................................... 21
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 24
3.3 Metode Penelitian.................................................................................. 24
3.3.1 Metode penelitan dan rancangan penelitian............................... 24
3.3.2 Prosedur Penelitian.................................................................... 25
3.4 Peubah yang Diamati ............................................................................ 25
3.6 Analisis Data ......................................................................................... 26
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 27
4.1 Daya Kecambah .................................................................................... 27
4.2 Kecambah Abnormal ............................................................................ 30
4.3 Benih Keras ........................................................................................... 31
4.4 Benih Mati ............................................................................................. 33
4.5 Benih Terserang Hama .......................................................................... 35
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 37
A. Simpulan ................................................................................................ 37
B. Saran ....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik morfologidan produksi indigofera Sp.......................... 8
2. Daya kecambah indigofera Sp. .......................................................... 28
3. Kecambah abnormal .......................................................................... 31
4. Benih keras ........................................................................................ 32
5. Benih mati .......................................................................................... 34
6. Benih terserang hama ........................................................................ 35
7. Analisis ragam daya kecambah.......................................................... 45
8. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah daya kecambah ......... 45
9. Analisis ragam kecambah abnormal .................................................. 46
10. Analisis ragam benih keras ................................................................ 46
11. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah benih keras ................ 47
12. Analisis ragam benih mati ................................................................. 47
13. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah benih mati ................. 48
14. Analisis ragam benih terserang hama ................................................ 48
15. Notasi huruf untuk membedakan nilai tengah benih
terserang hama.. ................................................................................ 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman indigofera Sp.................................................................. 7
2. Batang tanaman indigofera Sp........................................................ 9
3. Kecambah normal indigofera Sp.................................................... 49
4. Kecambah abnormal indigofera Sp................................................ 49
5. Kecambah normal dan abnormal indigofera Sp............................. 50
6. Benih terserang hama .................................................................... 50
7. Benih mati...................................................................................... 51
8. Benih keras..................................................................................... 51
1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pengembangan usaha peternakan pakan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting. Pakan sangat dibutuhkan oleh ternak untuk bertahan hidup, dan
berkembang biak. Untuk meningkatkan produktivitasnya ternak memerlukan
pakan yang berkualitas dan berkesinambungan. Ketersediaan pakan khususnya
pakan hijauan yang merupakan pakan utama ternak ruminansia adalah kendala
yang dihadapi oleh peternak khususnya pada musim kemarau. Kesulitan
penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar
protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, merupakan suatu
masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada musim kemarau
panjang. Untuk menanggulangi kekurangan pakan ternak terutama hijauan, perlu
dicari alternatif pakan yang tersedia secara berkesinambungan dan tidak bersaing
dengan manusia.
Alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan bahan pakan ternak adalah
dengan membudidayakan tanaman hijauan pakan ternak yang mampu beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Leguminosa merupakan salah satu
alternatif yang dapat dibudidayakan sebagai hijauan pakan ternak yang tahan
terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. (Saimin et al ., 2006)
2
Leguminosa pohon sebagai tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan
penting dalam penyediaan pakan hijauan yang bergizi tinggi untuk kebutuhan
konsumsi ternak. Salah satu contoh leguminosa pohon yang dapat menghasilkan
hijauan sepanjang tahun adalah tarum (Indigofera sp.). Tarum (Indigofera sp.)
adalah termasuk keluarga leguminosa (kacang-kacangan). Tumbuhan ini
mempunyai multifungsi, antara lain sebagai sumber warna biru alami untuk kain,
dan obat tradisional, antimikroba yang antara lain melawan bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli
(Selvakumar dan Karunakaran, 2004); pupuk hijau misalnya dalam sistem
pertanian yang berbasis padi PCARRD (2002), penutup tanah, misalnya 1L
arrecta (Lemmens and Cardon, 2005), sebagai pakan hijauan ternak, hijauan
Indigofera mempunyai kualitas nutrisi dan produktivitas yang tinggi dan dengan
kandungan protein yang bervariasi yaitu 21 - 25% (Tarigan et al., 2010) . Laporan
lain menyebutkan 15,9 - 29,8% (Hassen et al ., 2008).
Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak dan
mengembang biakkan tanaman (Kepmentan nomor : 017/kpts/tp .120/12/1998).
Dalam menunjang keberhasilan penanaman Indigofera Sp, benih merupakan salah
satu faktor penting. Perbenihan dari Indigofera Sp, belum banyak dilaporkan
terutama di Indonesia. .Indigofera Sp biasanya menghasilkan biji banyak.
Perbanyakan tanaman dengan biji lebih mudah dibandingkan perbanyakan dengan
stek ataupun bagian tanaman yang lain. Bentuk biji Indigofera sp. adalah
cembung ganda (biconvex) dan bervariasi dari empat persegi panjang membulat
(rectangular spherical oblong) sampai ovoid. Spesies yang berbeda mempunyai
ukuran biji yang berbeda (Gandhi et al., 2011).
3
Perlakuan biji sebelum tanam merupakan tahapan penting mengingat biji
Indigofera Sp. mempunyai kulit luar yang keras. Kulit biji yang keras merupakan
faktor pembatas terhadap masuknya air dan oksigen ke dalam biji. Kulit biji yang
keras sulit air untuk menembus dan oksigen yang sangat penting dalam proses
perkecambahan. Sehingga jika ditanam tanpa perlakuan maka daya kecambahnya
akan rendah. Pemberian perlakuan benih sebelum ditanam meningkatkan
pemecahan dormansi benih pada kebanyakan Indigofera yang diuji. Skarifikasi
lebih efektif memecahkan dormansi benih (Hassen et al., 2004) .
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengkaji pengaruh berbagai perlakuan skarifikasi biji Indigofera Sp;
2. menentukan perlakuan terbaik yang menghasilakan daya kecambah tertinggi
pada biji Indigofera Sp.
1.3 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan petunjuk kepada
peternak dan masyarakat mengenai cara terbaik dan ekonomis untuk
meningkatkan daya kecambah Indigofera Sp, sehingga lebih mudah
dikembangkan.
4
1.4 Kerangka Pemikiran
Tanaman Indigofera sp. adalah salah satu genus legum pohon terbesar dengan
perkiraan 700 spesies, 45 jenis tersebar diseluruh wilayah tropis (Schrire, 2005).
Spesies Indigofera kebanyakan berupa semak meskipun ada beberapa yang herba,
dan beberapa lainnya membentuk pohon kecil dengan tinggi mencapai 5 sampai 6
meter. Ciri tanaman Indigofera memiliki daun yang menyirip dengan ukuran 3-25
cm, dengan bunga kecil berbentuk raceme dengan ukuran panjang 2-15 cm.
Tanaman Indigofera sp. dapat beradaptasi tinggi pada kisaran lingkungan yang
luas, dan memiliki berbagai macam morfologi dan sifat agronomi yang sangat
penting terhadap penggunaannya sebagai hijauan dan tanaman penutup tanah
(cover crops). Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk
merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivor merupakan
potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi-
kering dan daerah kering (Hassen et al., 2006). Ciri–ciri legum Indigofera sp.
adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas
(Skerman, 1982).
Perlakuan biji sebelum tanam merupakan tahapan penting mengingat biji
Indigofera Sp. mempunyai kulit luar yang keras, bila ditanam tanpa perlakuan
maka daya kecambahnya akan rendah. Pemberian perlakuan benih sebelum
ditanam meningkatkan pemecahan dormansi benih pada kebanyakan asesi
indigofera yang diuji. Skarifikasi lebih efektif memecahkan dormansi benih
(Hassan et al., 2004).
5
Perlakuan benih lndigofera spicata sebelum ditanam dengan skarifikasi dan asam
sulfat selama 40-60 menit akan meningkatkan daya kecambah sekitar 80%
(Sunarno, 1997). Perlakuan asam sulfate sebelum biji lndigofera astragalina
ditanam dilapangan meningkatkan daya kecambah sampai >60% dan mengurangi
kekerasan kulit bijinya <15% (Tauro et al., 2007). Koleksi benih Indigofera
suffruticosa P. Mill (Wild Indigo) dari Texas, Amerika Serikat dari dari benih
yang dihasilkan hanya 17 % yang berkecambah dalam waktu 7–24 hari setelah
tanam. Sedangkan benih dari koleksi di Meksiko mempunyai daya kecambah
yang lebih tinggi yaitu 90% dan daya kecambah meningkat dengan perlakuan
skarifikasi (Moreira at.al., 1994). l tinctoria mulai berbuah 4–5 hari setelah
dikecambahkan (Takawira-Nyenya and Cardon, 2005). Sedang l arrecta
berkecambah setelah 4 hari dan jenis ini mulai berbunga 3 bulan setelah ditanam
(Lemmes dan Cardon, 2005).
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ;
1. Terdapat perbedaan pengaruh perlakuan skarifikasi terhadap daya
kecambah, kecambah abnormal, benih keras, benih mati, benih terserang
hama Indigofera Sp ;
2. terdapat perlakuan skarifikasi terbaik terhadap daya kecambah
Indigofera Sp.
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tarum (Indigofera Sp.)
Tarum (Indigofera sumatrana Sp.) merupakan tanaman dari kelompok kacangan
dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika,
Asia dan Amerika Utara. Tarum dibawa ke Indonesia tahun 1900, oleh kolonial
Eropa serta terus berkembang secara luas (Tjelele, 2006). Tanaman ini dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium.
Tarum mengandung pigmen indigo, yang sangat penting untuk pertanian
komersial pada daerah tropis dan sub tropis, selanjutnya dapat digunakan sebagai
hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak ruminansia
(Haude, 1997).
2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili :Fabaceae (suku polong-polongan)
7
Genus : Indigofera
Spesies : Indigofera sumatrana Gaertn
Gambar 1. Tanaman Indigofera Sp.
Tarum sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung
protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%.
Legum tarum (Indigofera Sp). memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran
terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas
(Hassen et al., 2007). Dengan kandungan protein yang tinggi (26% - 31%)
disertai kandungan serat yang relatif rendah dan tingkat kecernaan yang tinggi
(77%) tanaman ini sangat baik sebagai sumber hijauan baik sebagai pakan dasar
maupun sebagai pakan suplemen sumber protein dan energi, terlebih untuk ternak
dalam status produksi tinggi (laktasi).
Karena toleran terhadap kekeringan, maka tarum dapat dikembangkan di wilayah
dengan iklim kering untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan terutama
8
selama musim kemarau. Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan
tanninnya sangat rendah berkisar antara 0,6 – 1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang
dapat menimbulkan sifat anti nutrisi). Rendahnya kandungan tannin ini juga
berdampak positif terhadap palatabilitasnya.
2.2.1 Karakteristik Morfologi
Ciri-ciri Indigofera Sp. adalah daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil,
kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal. Bunganya tersusun dalam suatu
tandan di ketiak daun, daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima, daun
mahkotanya berbentuk kupu-kupu. Secara umum tipe buahnya polong, berbentuk
pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1-20 biji yang
kebanyakan bulat sampai jorong. Perkecambahannya epigeal, keping bijinya
tebal, cepat rontok, dan memiliki akar tunggang.
Tabel 1. Karakteristik morfologi dan produksi indigofera Sp.
Parameter Umur Tanaman (7 Bulan)Bentuk Daun Lonjong memanjangWarna Daun HijauPanjang Daun 6,93 cmLebar Daun 2,49 cmTinggi Tanaman 388 cmRataan Produksi/Pohom (Segar) 2,595 kgRataan Produksi Daun 697,75 g (36,43%)Rataan Produksi Batang/Pohon 1627,25 g (63,57%)Produsi (Segar) 52 ton/ha
Sumber :http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id (2010)
9
Gambar 2. Batang tanaman Indigofera Sp.
2.2 Dormansi
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo, 1984). Dormansi
pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai
beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan
tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum
dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat
dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya,
baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam.
10
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun
keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut.
Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai
pada benih-benih dari famili Leguminosae (Sutopo, 1984).
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara
lain karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur
yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk
menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari
mikroorganisme. Proses dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses
diantaranya proses pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji, zat
pengatur tumbuh, asam dan basa ataupun dengan cara biologi dengan
menggunakan bantuan mikroba (Kamil, 2006).
2.3 Cara-cara Mematahkan Dormansi Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007). Skarifikasi merupakan salah satu
upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk
mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam. Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen.
11
After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis
dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman upaya ini dapat berupa
pemberian perlakuan secara fisis, dan mekanis, maupun kimia (Hartmann, 1975).
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat
dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain
seperti (Schmidt, 2000) :
a. Perlakuan mekanis
Perlakuan mekanis pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan,
pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir,
kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi
dormansi fisik (Schmidt, 2000).
Setiap benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan individu
sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel
dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak
(Schmidt, 2000).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih
legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan
menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada
saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh
permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan
pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan (Schmidt, 2000).
12
b. Air panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila
benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas
yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu
tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu
berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis biji itu sendiri. Umumnya benih kering
yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat
dalam air mendidih (Schmidt, 2000).
Perlakuan air panas dengan suhu 60oC pada benih Casuarina equisetifolia Lum.
memberikan hasil daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan perendaman
dalam air dingin maupun dalam air suhu 40oC (Kesaulija, 1979). Proses
perkecambah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sepertiair,
cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi
masuknya O2, pengenceran protoplasma untuk aktifitas fungsi dan alat
transportasi makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi, aplikasi
fluktuasi suhu yang tinggi diharapkan akan berhasil mematahkan dormansi pada
kulit biji yang keras. Suhu yang tinggi dapat melunakkan permukaan kulit biji
sedangkan oksigen dibutuhkan untuk proses oksidasi pemben-tukan energi
perkecambahan. Dengan demikian dengan perlakuan air panas pada suhu 60°C
dapat mempercepat daya kecambah dari suatu spesies tanaman hijauan
leguminosa sebagai pakan ternak. Perlakuan air panas diharapkan dapat merubah
13
suhu pada permukaan kulit biji sehingga permukaan kulit biji menjadi lunak,
memungkinkan proses perkecambah akan berlangsung (Kuswanto, 2001).
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan
dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih
mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti
asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga
dapat dilalui air dengan mudah (Schmidt, 2000).
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan
dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan
asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Pada Cassia
siamea, Kombo dan Hellum (1984) menemukan bahwa perendaman selama 15-45
menit dalam larutan asam sulfat pekat menghasilkan perkecambahan 98%.
Perendaman selama 1-10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi,
sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan
(Schmidt 2000).
Menurut Sutopo (2004) perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering
digunakan untuk memecah dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan
kulit benih atau biji menjadi lebih mudah untuk dimasuki air pada proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang
bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit
biji menjadi lunak. Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula
14
membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Sadjad et
al. (1975) menyatakan bahwa perlakuan kimia (biasanya asam kuat) yang
digunakan dapat membebaskan koloid hidrofil sehingga tekanan imbibisi
meningkat dan akan meningkatkan metabolisme benih. Rozi (2003) mengatakan
bahwa perlakuan dengan menggunakan H2SO4 pada benih biasanya bertujuan
untuk merusak kulit benih, akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam hal
konsentrasi atau lama waktu perlakuan dapat menyebabkan kerusakan pada
embrio. Dalam hal ini benih tersebut akan rusak dan tidak dapat tumbuh.
Menurut Sadjad et al. (1975) perlakuan kimia seperti H2SO4 pada prinsipnya
adalah membuang lapisan lignin pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga biji
kehilangan lapisan yang permiabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme
dapat berjalan dengan baik. Achmad et al. (1992) mengatakan bahwa perlakuan
pendahuluan untuk benih Cendana (Satalumalbum) adalah dengan perendaman
dalam larutan H2SO4 pekat selama 50-60 menit. Muharni (2002) dalam Rozi
(2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa larutan H2SO4 memberikan
pengaruh yang paling baik terhadap benih dan pertumbuhan semai Kayu Kuku.
Hasil penelitian tentang penggunaan larutan H2SO4 untuk pematahan dormansi
kulit dapat digambarkan pada Jati (Tectona grandis Linn. F.). Penelitian Rinto
Hidayat (2005) tentang pematahan dormansi Jati dengan perendaman dalam
larutan Accu Zurr 10% selama 0, 5, 6, 7, 8, dan 9 menit. Perendaman dalam
larutan Accu Zurr selama 9 menit memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap daya kecambah, nilai perkecamahan, dan kecepatan tumbuh benih jati.
15
d. Perendaman dengan air
Menurut Sutopo (1993) perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air
oleh benih, sehingga kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis
dan melemah. Selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga
benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Menurut
Schmidt (2000) perendaman dengan air tergenang atau mengalir disebut sebagai
metode pencucian zat-zat penghambat perkecambahan dalam buah dan benih.
Menurut Schmidth (2002),Cara yang umum dilakukan adalah dengan
menuangkan benihdalam air yang mendidih dan membiarkannya untuk mendingin
danmenyerap air selama 12-24 jam.
2.4 Perkecambahan Biji
Perbanyakan tananman dengan biji lebih mudah dibandingkan perbanyakan
dengan stek ataupun bagian tanaman yang lain. Bentuk biji Indigofera adaalh
cembung ganda (bicovex) dan bervariasi dari empat persegi panjang membulat
(rectangular spherical oblong) sampai ovoid. Dalam genus, spesies yang berbeda
mempunyai ukuran yang berbeda mempunyai ukuran biji yang berbeda
(Gandhi et al.,2011).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian kompleks proses-proses
metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap
substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya
seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji
yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi
16
penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat
dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio,
endosperm, kulit biji maupun daging buah (Lakitan, 2007).
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik)
memanjang keluar menembus kulit biji (Salibury, 1995). Di balik gejala
morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis
yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis. Secara
fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting
meliputi (Lakitan, 2007):
1) absorbsi air
2) metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
3) transport materi hasil permecahan dari endosperm ke embrio yang aktif.
4) proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
5) respirasi
6) pertumbuhan
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang internal dan
eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan
antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam giberelin (GA) dan
asam abskisat (ABA) (Schmidt, 2000). Faktor eksternal yang merupkan ekologi
perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-
senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan
(Mayer, 1975).
17
Menurut Schmidt (2000), mekanismeutama yang dapat menyebabkan suatu biji
dormansi atau terjadinya dormansi yang berkepanjangan dan penyebab
terhambatnya perkecambahan adalah :
Faktor lingkungan
1. kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan;
2. suhu;
3. kurangnya air.
Faktor internal
1. kulit biji – mencegah masuknya gas;
2. kulit biji – efek mekanik;
3. embrio yang masih muda ( immature);
4. rendahnya kadar etilen;
5. adanya zat penghambat (inhibitor);
6. tidak adanya zat perangsang tumbuh.
Faktor waktu
1. setelah Pematangan – waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah;
2. hilangnya inhibitor – waktu yang diperlukan sampai inhibitor hilang;
3. sintesis zat perangsang.
2.5 Viabilitas Benih
Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya
bagian – bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang menunjukkan
kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai.
18
Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah
benih, berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu
berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti 2005).
Perbedaan daya kecambah antar varietas dapat disebabkan karena masing-masing
benih mempunyai ukuran yang berbeda-beda, kandungan zat makanan serta umur
panen yang berlainan. Perbedaan sifat terebut disebabkan oleh faktor genetik
masing-masing benih. Faktor genetic yang dimaksud adalah varietas-varietas
yang mempunyai genotype baik (good genotype) seperti produksi tinggi, tahan
terhadap hama dan penyakit, responsive terhadap kondisi pertumbuhan yang lebih
baik (Sunarto et al 2001). Menurut (Wahab dan Dewi 2003) kemampuan benih
untuk tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi yang optimum merupakan
parameter daripada suatu viabilitas potensial benih. Selain itu yang menjadi tolok
ukur dari viabilitas benih tersebut yaitu daya kecambah dan berat kering dari suatu
kecambah yang normal. Pengujian daya berkecambah parameter yang digunakan
berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur
tumbuh embrio yang diamati secara langsung, Pengujian pada kondisi lapang
biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan karena tidak dapat diulang
dengan hasil yang akurat.
Menurut Sutopo (2002) menyatakan bahwa biji/benih yang dinyatakan
berkecambah apabila telah mengeluarkan unsur-unsur utama dari lembaga, yaitu
akar dan tunas. Suatu biji tumbuhan dapat berkecambah jika syarat-syarat berikut
ini terpenuhi, yaitu:
1. embrio biji tersebut masih hidup;
19
2. biji tidak dalam keadaan dorman;
3. faktor lingkungan menguntungkan untuk pekecambahan.
Kriteria untuk kecambah normal diantaranya adalah:
a) Kecambah dengan pertumbuhan sempurna, ditandai dengan akar dan batang
yang berkembang baik, jumlah kotiledon sesuai, daun berkembang
baik dan berwarna hijau, dan mempunyai tunas pucuk yang baik
b) Kecambah dangan cacat ringan pada akar, hipokotil/epikotil, kotiledon, daun
primer, dan koleoptil
c) Kecambah dengan infeksi sekunder tetapi bentuknya masih sempurna
Dengan kriteria tersebut kecambah normal diambil lalu dipisahkan dari benih
yang belum berkecambah. Jumlah kecambah normal tersebut kemudian
dihitung. Pada evaluasi kedua yaitu melihat adanya kecambah normal,
kecambah abnormal, benih yang tidak berkecambah (benih keras, benih segar
tidak tumbuh, benih mati/ busuk).
Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk
berkembang menjadi kecambah normal. Ciri-ciri kecambah abnormal diantaranya
kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek, bentuk
kecambah cacat, perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang
seimbang. Plumula terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok, akar
pendek, kecambah kerdil, kecambah tidak membentuk klorofil, kecambah lunak
(Elam et al 2000). Sedangkan menurut Nasarudin (2009) kecambah abnormal
adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi
20
kecambah normal. Kecambah di bawah ini digolongkan ke dalam kecambah
abnormal :
a) Kecambah rusak: kecambah yang struktur pentingnya hilang atau rusak berat.
Plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh.
b) Kecambah cacat atau tidak seimbang: kecambah dengan pertumbuhan lemah
atau kecambah yang struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional.
Plumula atau radikula tumbuh tidak semestinya yaitu plumula tumbuh
membengkok atau tumbuh kebawah, sedangkan radikula tumbuh sebaliknya.
c) Kecambah lambat: kecambah yang pada akhir pengujian belum mencapai
ukuran normal. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kecambah benih
normal kecambah pada benih abnormal ukurannya lebih kecil.
Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai
akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi:
a) Benih segar tidak tumbuh: Benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah
namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi
kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih
tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari
perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan
tumbuh normal.
b) Benih keras: Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih
tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak
mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran
21
benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang
impermeabel terhadap gas dan air.
c) Benih mati: Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak
segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih
yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini
disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih.
Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilepangan tanaman yang menajdi
induk talah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut
berpotensi membawa penyakit dari induknya.
2.6 Pengujian Viabilitas Benih
Pengujian viabilitas benih dapat dilakukan secara langsung, yaitu dengan cara
menilai struktur-struktur penting kecambah dan secara tidak langsung, yaitu
dengan melihat gejala metabolismenya. Pada pengujian secara langsung,
beberapa substrat pengujian yang dapat digunakan seperti kertas, kapas,
pasir,tanah, dan lain-lain. Namun substrat kertas lebih banyak digunakan karena
lebih praktis dan memenuhi persyaratan-persyaratan dalam prosedur pengujian
mutu benih secara modern (Sajad, 1993). Substrat kertas dapat digunakan untuk
berbagai metode uji viabilitas benih, yaitu: 1) Uji Diatas Kertas (UDK),
digunakan untuk benih-benih berukuran kecil yang membutuhkan cahaya dalam
perkecambahannya; 2) Uji Antar Kertas (UAK), digunakan untuk benih-benih
yang tidak peka cahaya dalam perkecambahannya; dan 3) Uji Kertas Digulung
(UKD), digunakan untuk benih-benih berukuran besar yang tidak peka cahaya
22
dalam perkecambahannya. Jika dalam pemakaiannya digunakan plastik sebagai
alas kertas maka disebut Uji Kertas Digulung Didirikan dengan Plastik (UKDdp)
(Sadjad, 1993).
Hasil penelitian Sadjad (1999) menyatakan bahwa kertas merang dapat digunakan
sebagai substrat perkecambahan dalam pengujian viabilitas benih di Indonesia.
Selain sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia, warna kertas merang yang
coklat muda, polos dan tidak luntur akan memudahkan para penguji dalam
mengamati dan menilai kecambah yang tumbuh. Menurut Sadjad (1993), kertas
merang dipilih karena warnanya mirip dengan kertas towel di Amerika,
memiliki daya absorpsi air yang tinggi seperti lazimnya kertas saring serta
harganya yang murah.
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar
dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum. Metode perkecambahan
dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan
total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-
struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi
tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum sedangkan kecambah yang
tidak menunjukkan kemampuan tersebut dinilaisebagai kecambah yang abnormal
(Distan, 2011).
Daya berkecambah benih (AOSA,1983); sebanyak 50 butir benih dari setiap
perlakuan dan ulangan ditanam pada media pasir halus. Pengamatan dilakukan
pada hari ke tiga, empat, dan lima setelah tanam. Selain untuk pengujian daya
23
berkecambah benih, perlakuan ini juga digunakan sebagai tolok ukur kecepatan
tumbuh benih. Jumlah kecambah normal pada hari ke 4 (kumulatif), merupakan
data keserempakan tumbuh benih.
24
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 di Desa Kalisari Kecamatan
Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah termometer, amplas,
gelas ukur, pipet tetes dan stopwatch. Bahan penelitian yang digunakan antara
lain adalah 50 benih Indigofera Sp yang berasal dari Bengkulu, dan air.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Metode penelitan dan rancangan penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen dan rancanga yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 5
perlakuan dan 3 ulangan. Setiap unit percobaan mendapatkan 50 biji tanaman
Indigofera Sp yang berasal dari Bengkulu. Perlakuan yang dicobakan adalah :
R0 : tanpa perlakuan
R1 : direndam air selama 24 jam
R2 : direndam menggunakan air panas 60°C selama 10 menit
R3 : dikikis kulitnya menggunakan amplas
R4 : direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
25
3.3.2. Prosedur Penelitian
1. menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan;
2. menyiapkan benih murni yang diambil secara acak;
3. menyiapkan kertas untuk pengujian viabilitas benih;
4. menggunting kertas bentuk lingkaran seperti bentuk media,
memasukkan kertas tersebut ke dalam media dan membasahi kertas
dengan air , setelah kertas telah basah secara merata, tiriskan hingga
tidak ada lagi air yang menetes;
5. menabur 50 butir benih dari setiap perlakuan benih yang diujicobakan
untuksetiap ulangan pada kertas yang telah disiapkan di dalam media.
Setelah itu, media ditutup untuk mencegah adanya kontaminasi;
6. benih yang telah disemai setiap harinya disemprot air agar tetap lembab
dan tidak kering;
7. melakukan pengamatan terhadap benih yang berkecambah, dan
menghitung presentase daya kecambah, kecambah normal, abnormal,
benih mati.
3.4 Peubah yang Diamati
Daya Kecambah (%)
Daya kecambah dihitung menggunakan rumus ISTA (1972) dalam Kuswanto
(1996) sebagai berikut:
dimana : DK = Daya kecambah,JK = jumlah kecambah normal yg dihasilkan,JC = jumlah contoh benih yang diuji
26
Kecambah Normal (%)KN
Kecambah Abnormal (%)
KA %
Benih Keras (%)
BK %
Benih Mati (%)
BM
Benih Terserang Hama (%)
BTH
Keterangan :JKN = jumlah kecambah normalJC = jumlah contoh benih yang diujiJBK = jumlah benih kerasJBS = jumlah benih matiJBH = jumlah benih hampaJBTH = jumlah benih terserang hama
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan jika
memberikan hasil yang nyata akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil
(BNT) pada taraf 5% untuk mengetahui perlakuan yang terbaik dari lima
perlakuan (Steel dan Torrie, 1991).
27
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya Kecambah
Daya kecambah adalah persentase dari jumlah benih yang berkecambah normal
pada hari tertentu dibagi jumlah keseluruhan benih yang diuji dikali 100%. Daya
berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya
bagian – bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang menunjukkan
kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai.
Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah
benih, berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu
berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti, 2005). Daya
kecambah benih Indigofera Sp. untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pada benih Indigofera Sp.
menyebabkan bervariasinya tingkat daya kecambah Indigofera Sp. Berdasarkan
hasil analisis ragam, perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap daya kecambah Indigofera Sp. Rataan daya kecambah
Indigofera Sp. Berkisar antara 0,00 sampai 74,00%. Berdasarkan uji lanjut
menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% diperoleh
perlakuan terbaik dengan daya kecambah tertinggi didapat pada perlakuan R1
28
yaitu dengan perendaman air selama 24 jam, sedangkan daya kecambah terendah
didapat pada R0 yaitu tanpa perlakuan. Pada perlakuan R0 ini tidak ada sama
sekali benih yang berkecambah. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
skarifikasi lebih efektif meningkatkan daya kecambah. Hal ini seduai dengan
Hassen et al.,( 2004), skarifikasi lebih efektif memecahkan dormansi benih,
sehingga akan meningkatkan daya kecambah.
Tabel 2. Daya kecambah Indigofera Sp.
UlanganPerlakuan
R0 R1 R2 R3 R4-----------------------------Daya kecambah (%)--------------------------
1 0,00 64,00 50,00 22,00 32,00
2 0,00 80,00 38,00 24,00 36,00
3 0,00 78,00 40,00 16,00 42,00
Jumlah 0,00 222,00 128,00 62,00 110,00
Rata-rata 0,00a±0,00 74,00d±8,71 42,67c±6,42 20,67b±4,16 36,67b±5,03Keterangan : huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P<0,05) berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT)R0 = tanpa perlakuanR1 = direndam menggunakan air selama 24 jamR2 = direndam menggunakan air panas 60°C selama 10 menitR3 = dikikis kulitnya menggunakan amplasR4 = direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
Menurut Sutopo (1993), perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air
oleh benih, sehingga kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis
dan melemah. Selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga
benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecam bahan benih. Menurut
Schmidt (2000), perendaman dengan air tergenang atau mengalir disebut sebagai
metode pencucian zat-zat penghambat perkecambahan dalam buah dan benih.
Perendaman dalam air dingin bertujuan untuk melunakkan kulit benih yang keras
dan mungkin dapat menghilangkan substansi penghambat yang melapisi bagian
29
luar kulit, sedangkan perendaman dengan air panas, kulit benih akan menjadi
lunak dan imbibisi terjadi setelah air mendingin (Bonner et al., 1994).
Air berperan dalam melunakan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2,
pengenceran protoplasma untuk aktivitas fungsi, dan alat transportasi makanan.
O2 dibutuhkan pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan,
sehingga dengan masuknya air kedalam biji maka hal ini akan memulai suatu
proses perkecambahan (Kusmiyati, 2007).
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila
benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas
yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu
tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu
berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis biji itu sendiri. Umumnya benih kering
yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat
dalam air mendidih (Schmidt, 2000).
Perlakuan perendaman dengan H2SO4 juga memberikan respon yang cukup baik,
menurut Sutopo (2004), perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering
digunakan untuk memecah dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan
kulit benih atau biji menjadi lebih mudah untuk dimasuki air pada proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang
bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit
biji menjadi lunak. Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula
30
membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Sadjad et
al.(1975) menyatakan bahwa perlakuan kimia yang digunakan dapat
membebaskan koloid hidrofil sehingga tekanan imbibisi meningkat dan akan
meningkatkan metabolisme benih. Rozi (2003) mengatakan bahwa perlakuan
dengan menggunakan H2SO4 pada benih biasanya bertujuan untuk merusak kulit
benih, akan tetapiapabila terlalu berlebihan dalam hal konsentrasi atau lama waktu
perlakuandapat menyebabkan kerusakan pada embrio. Dalam hal ini benih
tersebutakan rusak dan tidak dapat tumbuh.
4.2 Kecambah Abnormal
Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk
berkembang menjadi kecambah normal. Ciri-ciri kecambah abnormal diantaranya
kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek, bentuk
kecambah cacat, perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang
seimbang. Plumula terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok, akar
pendek, kecambah kerdil, kecambah tidak membentuk klorofil, kecambah lunak
(Elam et al 2000). Kecambah abnormal Indigofera Sp. untuk masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan terhadap benih
Indigofera Sp menyebabkan bervariasinya nilai kecambah abnormal. Rataan
kecambah abnormal berkisar antara 0,00 sampai 6,66%. Berdasarkan hasil
analisis ragam, perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh tidak nyata (P<0,05)
terhadap kecambah abnormal Indigofera Sp kecambah abnormal tertinggi didapat
31
pada perlakuan R3 yaitu dikis kulitnya menggunakan amplas, sedangkan
kecambah abnormal terendah didapat pada perlakuan R0 yaitu tanpa perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengamplasan kurang efektif untuk meningkatkan
daya kecambah benih, pengamplasan diduga menyebabkan kerusakan pada
struktur benih. Hal ini sesuai dengan (Schmidt, 2002), kerusakan pada daerah
microphylar dimana terdapat radicle dapat merusak benih, sedangkan kerusakan
pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
Tabel 3.Kecambah abnormal
UlanganPerlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
--------------------------- Kecambah Abnormal (%)------------------------
1 0,00 4,00 2,00 10,00 6,00
2 0,00 0,00 6,00 8,00 0,00
3 0,00 2,00 8,00 2,00 4,00
Jumlah 0 6,00 16,00 20,00 10,00
Rata-rata 0,00±0,00 2,00±1,00 5,33±1,52 6,66±2,08 3,34±1,53Keterangan : R0 = tanpa perlakuan
R1 = direndam menggunakan air selama 24 jamR2 = direndam menggunakan air panas 60° C selama 10 menitR3 = dikikis kulitnya menggunakan amplasR4 = direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
4.3 Benih Keras
Benih keras adalah benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih
tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak
mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran
benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel
terhadap gas dan air. Jumlah benih keras Indigofera Sp. untuk masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
32
Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan terhadap benih
Indigofera Sp. menyebabkan bervariasinya nilai benih keras. Rataan benih keras
berkisar antara 12,00 sampai 100,00%. Berdasarkan hasil analisis ragam,
perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap benih
keras Indigofera sp., benih keras tertinggi didapat pada perlakuan R0 yaitu tanpa
perlakuan, sedangkan benih keras terendah didapat pada perlakuan R1 yaitu
perlakuan perendaman menggunakan air selama 24 jam. Hal ini menunjukkan
bahwa perendaman benih sebelum penyemaian dapat mengurangi jumlah benih
keras.
Tabel 4. Benih keras
UlanganPerlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
-------------------------------- Benih Keras (%)------------------------------
1 100,00 16,00 20,00 26,00 18,00
2 100,00 10,00 16,00 22,00 14,00
3 100,00 10,00 10,00 12,00 10,00
Jumlah 300,00 36,00 46,00 60,00 42,00
Rata-rata
100,00b±0,00 12,00a±3,46 15,33a±5,03 20,00a±7,21 14,00a±4,00
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata(P<0,05) berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT)R0 = tanpa perlakuanR1 = direndam menggunakan air selama 24 jamR2 = direndam menggunakan air panas 60° selama 10 menitR3 = dikikis kulitnya menggunakan amplasR4 = direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah benih keras pada perlakuan R0 yaitu
sebesar 100%. Hal ini karena perlakuan biji sebelum tanam merupakan tahapan
penting mengingat biji indigofera mempunyai kulit luar yang keras.
Kartasapoetra (1992) menyebutkan bahwa kerasnya kulit benih dapat
33
menyebabkan resistensi mekanis, dan ini menyebabkan embrio tidak dapat
menyobek kulit yang berarti pula tidak dapat keluar untuk tumbuh sebagaimana
mestinya. Kulit biji yang keras merupakan faktor pembatas terhadap masuknya
air dan oksigen ke dalam biji. Kulit biji yang keras sulit air untuk menembus dan
oksigen yang sangat penting dalam proses perkecambahan. Sehingga jika ditanam
tanpa perlakuan maka daya kecambahnya akan rendah. Hal ini sesuai dengan
(Hassen et al., 2004) pemberian perlakuan benih sebelum ditanam meningkatkan
pemecahan dormansi benih pada kebanyakan Indigofera yang diuji. Skarifikasi
lebih efektif memecahkan dormansi benih. Daya kecambah yang rendah mungkin
disebabkan oleh: dormansi biji legume, biji keras, kondisi penyimpanan yang
buruk dan mutu biji (benih).
Wahab dan Dewi (2003), mengatakan mutu benih biasanya dihubungkan dengan
daya dan kecepatan kecambah benih tersebut. Masa panen yang tepat sangat
berpengaruh terhadap dua faktor tersebut karena benih yang sudah mencapai
masak fisiologi memiliki cadangan makanan yang cukup untuk menjadi induvidu
baru. Cadangan makanan yang cukup dalam biji akan mendorong kecepatan dan
daya berkecambah akan tinggi.
4.4 Benih Mati
Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak
berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk,
warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit
34
primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis
dilepangan tanaman yang menajdi induk talah terserang hama dan penyakit
sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya.
Benih mati Indigofera Sp. untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Benih mati
UlanganPerlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
--------------------------------- Benih Mati (%)------------------------------
1 0,00 2,00 10,00 16,00 10,00
2 0,00 2,00 14,00 12,00 16,00
3 0,00 0,00 20,00 18,00 8,00
Jumlah 0,00 4,00 44,00 46,00 34,00
Rata-rata 0,00a±0,00 1,33a±1,15 14,68bc±5,03 15,33b±3,05 11,33b±4,16
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata(P<0,05) berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT)R0 = tanpa perlakuanR1 = direndam menggunakan selama 24 jamR2 = direndam menggunakan air panas 60° selama 10 menitR3 = dikikis kulitnya menggunakan amplasR4 = direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan terhadap benih Indigofera
Sp. menyebabkan bervariasinya nilai benih mati. Rataan benih mati berkisar
antara 0,00 sampai 15,33%. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan
skarifikasi memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap benih mati Indigofera
Sp., benih mati tertinggi didapat pada perlakuan R3 yaitu dikikis kulitnya
menggunakan amplas, sedangkan benih benih mati terendah didapat pada
perlakuan R0 yaitu tanpa perlakuan.
Pengamplasam dapat menyebabkan terjadinya penyerapan air yang berlebih pada
penyiraman, sehingga akan menyebabkan kebusukan dan kematian benih.
35
Banyaknya jumlah benih yang mati juga menunjukan adanya kerusakan pada
struktur benih, sehingga mempengaruhi perkecambahan. Hal ini sesuai dengan
(Schmidt, 2002), kerusakan microphylar dimana terdapat radicle pada saat
pengamplasan akan merusak benih.
4.5 Benih Terserang Hama
Benih terserang hama : benih yang mengandung larva serangga, jamur atau
menunjukkan adanya serangan serangga yang mempengaruhi perkecambahan.
Rata-rata hasil benih terserang hama Indigofera Sp. Untuk masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Benih terserang hama
UlanganPerlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
------------------------ Benih Terserang Hama (%)------------------------
1 0,00 2,00 0,00 20,00 6,00
2 0,00 0,00 0,00 30,00 2,00
3 0,00 0,00 6,00 48,00 6,00
Jumlah 0,00 2,00 6,00 98,00 14,00
Rata-rata 0,00 a ±0,00 0,67a±1,15 2,00a±3,46 32,67b±14,18 4,67a ±2,03Keterangan : huruf superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P<0,05) berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT)R0 = tanpa perlakuanR1 = direndam menggunakan air selama 24 jamR2 = direndam menggunakan air panas 60° selama 10 menitR3 = dikikis kulitnya menggunakan amplasR4 = direndam menggunakan H2SO4 1% selama 30 menit
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan terhadap benih Indigofera
Sp menyebabkan bervariasinya nilai terserang hama. Rataan benih terserang
hama berkisar antara 0,00 sampai 15,33%. Berdasarkan hasil analisis ragam,
36
perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap benih
terserang hama Indigofera Sp. Berdasarkan uji lanjut menggunakan uji beda
nyata terkecil (BNT) diperoleh benih terserang hama tertinggi pada perlakuan R3
yaitu dikikis kulitnya menggunakan amplas, sedangkan benih benih terserang
hama terendah didapat pada perlakuan R0 yaitu tanpa perlakuan. Dari hasil
pengamatan, jumlah presentase benih yang terserang hama tertinggi terdapat pada
perlakuan R3 mencapai 32,47% hal ini menunjukkan pengamplasan kurang
efektif untuk meningkatkan daya kecambah pada Indigofera Sp. Karena
menyebabkan tingginya jumlah benih yang terserang hama atau jamur, sehingga
menyebabkan benih tidak tumbuh. Tumbuhnya jamur pada benih dapat
mengakibatkan penurunan daya kecambah, perubahan warna, kenaikan suhu dan
kelembaban di dalam benih, perubahan susunan kimia di dalam benih dan
produksi dan akumulasi mikotoksin di dalam benih (Sutjiati dan Saenong, 2002
dalam Budiarti et al., 2013). Menurut Scmidt (2000), kondisi benih yang terbuka
penyebab serangan jamur pada benih, sehingga pada benih yang rusak banyak
terlihat spora dan dapat menular pada benih lain.
37
V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap
daya kecambah. Perlakuan yang mampu memberi respon terbaik terhadap
daya kecambah adalah perlakuan R1 yaitu direndam air selama 24 jam,
dengan rata–rata daya kecambah sebesar 74,00%.
2. Perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap
kecambah abnormal dan benih terserang hama, dan memberikan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap benih mati. Perlakuan yang memberi respon
tertinggi terhadap kecambah abnormal, benih mati dan benih terserang hama
adalah perlakuan R4 yaitu dikikis kulitnya dengan menggunakan amplas,
dengan rata–rata kecambah abnormal sebesar 6,66%, rata-rata benih mati
sebesar 15,33%, rata-rata benih terserang hama sebesar 32,47%.
3. Perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
jumlah benih keras. Perlakuan yang memberi respon tertinggi terhadap
benih keras adalah perlakuan R0 yaitu tanpa perlakuan, dengan rata–rata
benih keras sebesar 100,00%.
38
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dalam melakukan pengamplasan,
sebaiknya harus benar–benar berhati–hati, agar tidak merusak struktur penting
pada benih.
39
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S. S., M. Zanzibar dan D. Iriantono. 1992. Teknik Penanganan danPengujian Mutu Benih beberapa Jenis Pohon Prioritas HTI. Bogor: BalaiTeknologi Perbenihan. Balitbang Kehutanan
Anggrodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT.Gramedia.
AOSA. 1983. Seed Vigor Testing Handbook. Prepared by The Seed Vigor TestCommittee of The Association of Official Seed Analys Contribution.No.32.88p
Bonner, F.T., J.A. Fozzo, W.W. Elam and S.B. Land jr. 1994. Tree SeedTecnology Training Course.Instructurs Manual. United StatesDepartement of Agriculture.Forest Service. New Orleans, Lousiana.
Budiarti, S.W., H. Purwaningsih, & Suwarti. 2013. Kontaminasi FungiAspergillus sp. pada Biji Jagungdi Tempat Penyimpanan dengan KadarAir yangBerbeda. Seminar Nasional Serealia, Yogyakarta.
Danuarti 2005.Uji Cekaman Kekeringan Pada Tanaman. Jurnal IlmuPertanian.11 (1): 22-31
Elam, M., S. Land . 2000. Tree Seed Technology Training Course: InstructorsManual. United State Departmen of Agriculture. New Orleans.
Gandhi D., S. Albert and N . Pandya . 2011 . Morphological andmicro morphological characterization of some legume seeds fromGujarat, India . J. Environmental and Experimental Biology 9 :1105 - 113 .
Goldsworthy, P. 1992. Fisiologi Tanaman Budi Daya Tropik. UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta
Hartmann, H.T. dan K. Dale. 1975 .Plant Propagation Principles andPractices.Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Hassen A., P .A. Pieterse and N .F .G. Rethman . 2004 . Effect of pre-plantingseed treatment on dormancy breaking and germination of Indigofera
40
accessi . J. Tropical Grasslands 38 : 154 -157 .
Hassen A ., W .A . Van Niekerk, N .F.G. Rethman and T .J . Tjelele . 2006 .Intakeand in vivo digestibility of Indigofera forage compared toMedicagosativa and Leucaenaleucocephala by sheep. South African J .IAnim. Sci. 36:67-70.
Hassen, A., N. F. G. Rethman, Van Niekerk, and T.J.Tjelele. 2007. Influence ofseason/year and species on chemical composition and in vitro digestibilityof five Indigofera Accessions. J. Anim. Feed Sci. Technol. 136:312-322.
Hassen A., N .F .G. Rethman, Z. Aostolides and W.A. Van Niekerk .2008.Forage production and potential nutritive value of 24 shrubby Indigoferaaccessions under field conditions in South Africa . J. Tropicai Grasslands42: 96 -103 .
Haude, M. E.1997. Identification and Classification of Colorants used duringMexicos early Colonial Period. Book and Paper Group Annual Vol.16.The American Institute of Conservation.
Heyne K, Tumbuhan Berguna Indonesia, Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan Departemen Kehutanan RI Jakarta 1987.
Hidayat R. 2005. Pematahan Dormansi Benih Jati (Tectona grandis Linn. F. )dengan Perendaman dalam Larutan Accu Zurr. Skripsi. FakultasKehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Justice, O.L dan L.N. Bass., 1990. Prinsip dan Praktek PenyimpananBenih.Rajawali Press, Jakarta
Kamil J. 2006. Dasar Teknologi Benih. Angkasa Raya. Padang
Kartasapoetra, A.G., 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta
Kartasapoetra, A. G. 2002. Teknologi Benih, Pengelolaan Benih dan TuntunanPraktikum.Bina Aksara. Jakarta. .
Kuswanto, H., 2001. Analisis Benih. ANDI. Yogyakarta
Kusmiyanti, F., W. Slamet, and E.D. Purbayanti. 2007. Daya Tumbuh Alfalfa(Medicago sativa) Pada Skarifikasi Yang Berbeda. Proceeding SeminarNasional AINI VI. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,Yokyakarta.
Lakitan, B. 2007. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lakitan, B. 1993.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja GrafindoPersada.Jakarta.
41
Lemmens, R .H.M.J. and P.C. Wessel-Riemens . 1992. Indigofera L . InLemmens, R.H.M.J . & Wulijarni-Soetjipto, N . (Eds .) : Plant ResourcesOfSouth-East Asia . No. 3: Dye and tannin-producing plants . ProseaFoundation, Bogor, Indonesia . pp . 81 - 83.
Lemmens, R .H.M.J and D . Cardon . 2005 . Indigofera arrecta Hochst. ex A.Rich . [Internet] Record from Protabase . Jansen, P .C.M and Cardon, D.(Eds.) . PROTA (Plant Resources of Tropical Africa), Wageningen,Netherlands .
Mayer, A. M. dan A. P. Mayber. 1963. The Germination of Seeds. PergawonPress,Jerussalem.
Moreira, C, P ., J .P. Grime, and M .L . Martinez . 1994 . A comparative study ofthe effects of fluctuations in temperature and moisture supply on hardcoat dormancy in seeds of coastal tropical legumes in Mexico . J .TropicalEcology 10(1) : 67 - 86.
Mugnisjah, W.Q., A. Setiawan, Suwarto, C. Santiwa., 1994. Panduan Praktikumdan Penelitian Bidang Ilmudan Teknologi Benih.PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta
PCARRD (Philippine Council for Agriculture, Forestry and Natural ResourcesResearch), 2002 . Indigofera tinctoria as a Green Manure Crop in RainfedLowland Rice-based Cropping Systems. R and D Milestones, AgriculturalResources Management. Vol .1 .
Qomara, W. 2003. Pengantar Produksi Benih. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Rozi F. 2003. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dengan Peretakan, Perendamanair (H2O2), Asam sulfat (H2SO4), dan Hormon Giberelin (GA3) terhadapViabilitas Benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) . Skripsi. Fakultaskehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih dalam dasar-dasarTeknologi benih. Capita selekta. Departemen Agronomi. Buku. InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Sadjad S, Endang M, Satriyas I. 1999. Parameter Pengujian Virgor Benih dariKomperatif ke Simulatif. Jakarta: PT Grasindo dan PT Sang Hyang Seri.
Sadjad, S., 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta
42
Saimin, A., Fanindie, and J. Herdiawan, 2006. Produktivitas Jenis-Jenis Rumputdan Palatabiliutas Pada Ternak Domba. Pross. Seminar TeknoogiPeternakan Dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan PengembanganPeternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian DepertemenPertanian Bogor.
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross., 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press, Bandung
Salisbury, F., B. Ross, dan W. Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Dua:Biokimia Tumbuhan. ITB Press, Bandung.
Schrire BD. 2005. Tribe Indigoferae. In: Marquiafa´vela, FS, Ferreirab MDS,Teixeiraa SP. Novel reports of glands in Neotropical species of IndigoferaL. (Leguminosae, Papilionoideae). J Flora 204: 189–197.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan SubTropis. Direktorat RLPS dan Danida Forest Seed Centre. Jakarta.
Schmidth L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis danSubtropis. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan PerhutananSosial Departemen Kehutanan.
Selvakumar, S and C .M. Karunakaran . 2004 . Antimicrobial efficacy of Sennaauriculata, Pongamia glabra and Indigofera tinctoria against pathogenicmicroorganisms . Int. J . Pharm. Tech . Res . 2 (3) : 2054-2059.
Skerman PJ. 1982. Tropical Forage Legumes. Food and AgriculturalOrganization: Rome.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika.Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Sunarto, T . 2001. Analisis korelasi dan koefisien lintasan hasil padi sawahpada lahan keracunan Fe. J. Penelitian Pertanian TanamanPangan. Vol. 18 (2).
Sunarno, B . 1997 . Indigofera suffruticosa Miller . In : Faridah Hanum, I . andvan der Maesen, L .J .G . (eds .) . Plant Resources of South-East Asia . No11 . Auxiliary plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands .
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Buku. Rajawali Press. Jakarta
_________. 2004. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. UNBRAW. Malang.
Takawira-Nyenya, R. and Cardon, D . 2005 . Indigofera Tinctoria L . In : Jansen,P.C.M. & Cardon, D . (Editors) . PROTA 3 : Dyes and Tannins/ColorantsEttanins. [CD-Rom] . PROTA, Wageningen, Netherlands .
43
Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.).Jurnal Agronomi. 11(1):7—14.
Tarigan, A, Abdullah L, Ginting S. P, dan Permana I.G. 2010. Produksi dankomposisi nutrisi serta kecernaan in vitro Indigofera Sp. pada interval dantinggi pemotongan Berbeda. JITV. 15:188-195.
Tauro, T.P ., H. Nezomba, F. Mtambanengwe and P. Mapfumo . 2007 . Fieldemergence and establishment of indigenous N2-fixing legumes for soilfertility restoration . Proc. African Crop Science Conference Vol . 8 .1929-1935.
Tjelele, T. J. 2006. Dry Matter Production, Intake and Nutritive Value of CertainIndigofera Spesies. Pretoria. M. Inst. Agrar. University of Pretoria.
Wahab, M. K dan Dewi R. 2003. Pengaruh Ukuran dan Pencucian BenihTerhadapViabilitas Benih. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.XIX (1): 38-41.