Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha

15
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM LEMAK PADA PAKAN TERHADAP RASIO EPA/DHA TELUR IKAN BANDENG. Oleh: Lisa Ruliaty, M.Rizal dan Agus Basyar ABSTRAK Kegiatan pengujian pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio EPA/DHA telur ikan bandeng telah dilakukan di BBPBAP Jepara. Pengujian ini dilakukan dengan mengambil nilai rasio EPA/DHA pada telur bandeng yang telah di perkaya dan larvanya. Pendekatan nilai rasio EPA/DHA tersebut dilakukan dengan memperkaya pakan pellet induk bandeng. Di harapkan dengan pendekatan ini dapat meningkatkan mutu induk bandeng yang terlihat dari keragaan pemijahan dan kualitas nener yang di hasilkan. Pengkayaan pellet induk (perlakuan B) dengan bahan telur bebek, madu, vitamin C dan vitamin E meningkatkan nilai EPA maupun DHA pada pellet bandeng secara signifikan. Kandungan EPA dan DHA pada telur bandeng pada perlakuan B meningkat 2 kali lipatnya bila dibandingkan dengan telur bandeng pada perlakuan A. Pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah telur yang di hasilkan maupun pada nilai produktifitas induk bandeng yang di ujikan. Namun terjadi peningkatan terhadap kualitas telur yang di hasilkan yang di tandai dengan meningkatnya nilai derajat pembuahan serta hatching rate telur bandeng. Kata Kunci : rasio epa/dha, fekunditas, ikan bandeng. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya untuk meningkatkan mutu induk tidak terlepas dari faktor nutrisi dari calon induk dimana telah dibuktikan bahwa nutrisi bagi calon induk berperan dalam meningkatkan laju kematangan gonad, frekuensi pemijahan, fekunditas, daya tetas telur, tingkat kelangsungan hidup dan kualitas larva yang dihasilkan (Harrison dalam Djunaidah, 2001). Asam lemak tak jenuh rantai panjang (HUFA) biasanya sangat dibutuhkan oleh ikan, karena tidak dapat disintesa sendiri didalam tubuh ikan sehingga harus dipasok dari luar melalui pakan. Asam lemak tersebut antara lain asam linoleat, asam linilenat, asam arachidonat, asam eicosapenataenoat (EPA) dan

Transcript of Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM LEMAK PADA PAKAN TERHADAP RASIO

EPA/DHA TELUR IKAN BANDENG.

Oleh:

Lisa Ruliaty, M.Rizal dan Agus Basyar

ABSTRAK

Kegiatan pengujian pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio EPA/DHA

telur ikan bandeng telah dilakukan di BBPBAP Jepara. Pengujian ini dilakukan dengan mengambil nilai

rasio EPA/DHA pada telur bandeng yang telah di perkaya dan larvanya. Pendekatan nilai rasio

EPA/DHA tersebut dilakukan dengan memperkaya pakan pellet induk bandeng. Di harapkan dengan

pendekatan ini dapat meningkatkan mutu induk bandeng yang terlihat dari keragaan pemijahan dan

kualitas nener yang di hasilkan.

Pengkayaan pellet induk (perlakuan B) dengan bahan telur bebek, madu, vitamin C dan vitamin

E meningkatkan nilai EPA maupun DHA pada pellet bandeng secara signifikan. Kandungan EPA dan

DHA pada telur bandeng pada perlakuan B meningkat 2 kali lipatnya bila dibandingkan dengan telur

bandeng pada perlakuan A. Pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak tidak

memberikan pengaruh terhadap jumlah telur yang di hasilkan maupun pada nilai produktifitas induk

bandeng yang di ujikan. Namun terjadi peningkatan terhadap kualitas telur yang di hasilkan yang di

tandai dengan meningkatnya nilai derajat pembuahan serta hatching rate telur bandeng.

Kata Kunci : rasio epa/dha, fekunditas, ikan bandeng.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya untuk meningkatkan mutu induk tidak terlepas dari faktor nutrisi dari calon induk

dimana telah dibuktikan bahwa nutrisi bagi calon induk berperan dalam meningkatkan laju

kematangan gonad, frekuensi pemijahan, fekunditas, daya tetas telur, tingkat kelangsungan hidup

dan kualitas larva yang dihasilkan (Harrison dalam Djunaidah, 2001). Asam lemak tak jenuh

rantai panjang (HUFA) biasanya sangat dibutuhkan oleh ikan, karena tidak dapat disintesa

sendiri didalam tubuh ikan sehingga harus dipasok dari luar melalui pakan. Asam lemak tersebut

antara lain asam linoleat, asam linilenat, asam arachidonat, asam eicosapenataenoat (EPA) dan

asam docosahaexanoat (DHA). Asam lemak esensial juga sangat dibutuhkan oleh ikan karena

kemampuannya yang terbatas dalam melakukan biosintesis PUFA sehingga PUFA tersebut

harus terdapat dalam pakannya (Sunyoto, 1996). Kanazawa et al dalam Furuita et al (1996),

mengatakan bahwa EPA lebih superior pengaruhnya dibandingkan dengan DHA. DHA

berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan sedangkan EPA efektif untuk kelangsungan hidup.

Pakan pertama-tama akan dimanfaatkan oleh organisme untuk mempertahankan kelangsungan

hidup, apabila ada kelebihan baru dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Kekurangan EPA dapat

mengurangi kemampuan penglihatan dan terjadinya pigmentasi abnormal. EPA sangat berguna

untuk mengembangkan otak dan retina larva ikan, karena ikan tergantung pada mata dan otak

untuk mengidentifikasi sesuatu, untuk berburu dan untuk memangsa pakan hidup.

Kandungan EPA dan DHA pada telur maupun larva ikan bandeng lebih tinggi bila di

bandingkan pada ikan bandeng dewasa. Pada bandeng laut dewasa kandungan EPA dan DHA

sebesar 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), dan pada bandeng dewasa tambak, yaitu masing-

masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk, 2002 dalam Rachmansyah, 2004).

Asam lemak tidak hanya berperan untuk larva ikan, tetapi juga sangat penting bagi

reproduksi (Izquierdo, 2005). Nutrisi mempunyai dampak yang nyata terhadap perkembangan

ovari, jumlah telur dan perkembangan larva (Mazorra et al.2003), namun nutrisi untuk induk

masih memerlukan studi yang mendalam (Izquierdo et al., 2001). Lipida yang dimaksud di atas

terutama golongan PUFA seperti eicosapentaenoic acid (20:5 n-3; EPA) dan docosahexaenoic

acid (22:6 n-3; DHA) telah terbukti berhubungan erat dengan keberhasilan reproduksi ikan

(Watanabe & Vassallo-Agius, 2003; Li et al., 2005). Beberapa studi menunjukkan kebutuhan

lipida justru tertinggi saat vitellogenesis (pembentukan kuning telur). Kebutuhan akan EPA

dimulai pada periode previtellogenesis sampai kepada proses ovulasi. Dengan demikian EPA dan

DHA penting sekali ditambahkan sebagai zat tambahan dalam pakan induk untuk pertumbuhan

dan perkembangan larva yang normal. Penambahan asam lemak esensial dalam pakan induk

dapat dilakukan melalui pemberian pakan hidup yang telah dikayakan ataupun pakan komersial

yang sudah ditentukan formulanya (Sargent et al. 2002; Lane & Kohler, 2006). Kombinasi yang

tepat antara DHA dan AA ditemukan juga dapat mempercepat tingkat pemijahan serta laju

penetasan; juga meningkatkan ketahanan hidup larva (Furuita et al., 2003; Place & Harel, 2006;

Sawanboonchun, 2009).

Ikan air tawar tidak membutuhkan asam lemak tidak jenuh (HUFA) rantai panjang, tetapi

asam lemak jenis C18 n-3 yaitu asam linolenat (18:3-n-3) dengan konsentrasi berkisar antara 0,5

– 1,5 % dalam pakan (Craig & Helfrich, 2002). Asam lemak ini tidak dapat diproduksi dalam

tubuh dan harus diperoleh dari pakan, kemudian dengan bantuan enzim diubah menjadi rantai

hidrokarbon yang panjang. Pembentukan ikatan ganda membentuk HUFA, EPA dan DHA

sangat penting untuk fungsi metabolik dan komponen dalam membran sel (Craig & Helfrich,

2002; Lall et al., 2002). Ikan laut tidak memiliki sistim enzim seperti yang ada pada ikan air

tawar, sehingga ikan laut sangat membutuhkan HUFA rantai panjang n-3 dan n-6 dari pakan

untuk pertumbuhan yang optimum (Ibeas et al., 2000; Yildiz, 2008). Asam lemak esensial yang

sangat dibutuhkan ini adalah asam eikosapenta-noat (EPA) (20:4n–6) dan asam dokosa-

heksaenoat (DHA) (22:6n–3) juga asam arakidonat (AA) (20:4n–6) (Higgs & Dong, 2000;

Seiffert et al., 2001; Tocher, 2003)

Biasanya asam lemak tidak jenuh ini disintesis dari asam lemak C-18. EPA dan DHA

dibutuhkan untuk fungsi membran sel, sedangkan DHA sangat penting untuk membran sel dari

jaringan saraf dan sebagai prekursor untuk pembentukan eikosanoat yaitu beberapa macam

hormon (Tocher, 2003). Kekurangan asam lemak esensial akan menyebabkan gangguan pada

kesehatan ikan termasuk di dalamnya berkurangnya fekunditas dan kemampuan membentuk

embrio, kematian larva dan pertumbuhan abnormal, pigmentasi yang salah, penglihatan yang

cacat, ketidak-mampuan untuk makan pada intensitas ca-haya yang rendah, tingkah laku yang

ab-normal dan menurunnya fungsi membran pada suhu yang rendah (Tocher, 2003). Kebutuhan

asam lemak esensial bagi spesis ikan laut berkisar antara 0,5-2% dari berat pakan kering (NRC,

1993). Kebutuh-an ini juga sangat tergantung pada kemam-puan ikan secara alami dalam

menguraikan asam lemak esensial baik secara anabolis maupun katabolis (Sargent et al., 2002).

Produksi larva yang masih berukuran sangat kecil dengan masa pertumbuhan yang cepat

serta stadia hidup yang masih rentan merupakan masalah dalam akuakultur secara komersil pada

kebanyakan spesis ikan laut. Isu utama dalam pengembangan akuakultur berkelanjutan adalah

menghasilkan telur-telur yang berkualitas baik dan penyediaan pakan larvanya (Sargent et al.,

2002; Brown et al., 2003). Pada pemeliharaan larva setelah masa penyerapan kuning telur

selesai, pemberian pakan hidup dengan nutrisi yang tepat sangat perlu bagi pertumbuhan larva.

Larva membutuhkan HUFA rantai panjang (C ≥ 20 dengan ikatan ganda ≥ 3) (Izquierdo et al.,

2000). Kebutuhan HUFA untuk ukuran juvenil berkisar antara 0,5 – 1,0 % berat kering pakan;

namun kebutuhan pada larva stadia awal lebih. tinggi lagi yaitu > 4% (Leger et al, 1986). Larva

membutuhkannya karena pertumbuhan yang cepat serta untuk pembentukkan awal dari sel dan

jaringan. Meningkatnya kandungan PUFA, khususnya DHA (docosahexaenoic) dan AA

(arachidonic acid) juga ditemukan pada ikan guppy (Poecilia reticulata) dan bandeng (Chanos

chanos) saat salinitas meningkat, menunjukkan pentingnya peran asam lemak tersebut di atas

terhadap pengaturan osmoregulasi serta ketahanan terhadap stres (Lall, 2000; Balfry & Higgs,

2001; Place & Harel, 2006). Larva ikan saat makan sangat membutuhkan visual yang optimal.

Dengan demikian perkembangan penglihatan pada ikan-ikan sangat penting. Seperti halnya pada

gilthead seabream dan red porgy (Roo et al., 1999), perkembangan struktur penglihatan terjadi

pada stadia embrio; alat penerima cahaya sangat penting untuk melihat dengan tepat meskipun

pada intensitas cahaya yang rendah (pada gilthead seabream organ mata terbentuk 18 hari setelah

menetas). Asam lemak esensial terutama DHA berperan sangat penting dalam pembentukkan

jaringan retina dan saraf. Studi menunjukkan kandungan DHA dan EPA yang tinggi pada

gilthead seabream dapat meningkatkan diameter bola mata gilthead seabream, meningkatnya

jumlah fotoreseptor, sehingga memperbaiki ketepatan penglihatan (Izquierdo et al., 2000).

1.2. Tujuan

Meningkatkan rasio EPA/DHA pada telur bandeng dengan penambahan asam lemak

sehingga dapat meningkatkan fekunditas induk ikan bandeng (Chanos chanos).

II. METODA

2.1. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan pada pengujian ini antara lain : induk ikan bandeng, bahan

pengkaya, pellet induk ikan bandeng dengan kandungan protein >40%, telur ikan bandeng, larva

ikan bandeng dan air laut. Sedangkan untuk peralatan yang diperlukan antara lain: bak induk

ikan bandeng, sarana aerasi, pompa dan pressure sand filter, mesin blender, ember, gayung dan

plastik.

2.2. Metode

Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil nilai rasio EPA/DHA pada telur bandeng yang

telah di perkaya. Pendekatan nilai rasio EPA/DHA tersebut dilakukan dengan memperkaya

pakan pellet induk bandeng. Di harapkan dengan pendekatan ini dapat meningkatkan mutu induk

bandeng yang terlihat dari keragaan pemijahan dan kualitas nener yang di hasilkan.

Induk di pelihara pada bak beton dengan kedalaman ± 2 m dan di lengkapi dengan aerasi

kuat sampai dasar bak serta di tutup dengan jarring. Pergantian air minimal 200 % setiap hari

dan sisa makanan disiphon setiap minggu. Pemberian pakan diberikan 2~3 % dari bobot biomas

per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan telah di perkaya

dengan bahan pengkaya dengan cara mencampurkannya pada pakan. Bahan pengkaya pellet

berupa campuran 10 butir telur bebek, 100 ml madu, 6 g vitamin C dan 3 g vitamin E yang di

blender menjadi satu hingga menjadi emulsi. Bahan tersebut kemudian di campurkan untuk 10

kg pellet menggunakan alat semprot sehingga merata ke permukaan pellet.

Kepadatan induk tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air. Pemijahan umumnya pada

malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga

fertilisasi terjadi secara eksternal. Induk Bandeng memijah pada malam hari. Telurnya bersifat

melayang dan akan terkumpul di egg colector yang telah diberi saringan ukuran 500 µm.

Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari sebelum sinar matahari panas atau sebelum pukul 7

pagi. Selanjutnya telur diseleksi, telur yang baik akan mengapung dan yang jelek akan

mengendap. Telur hasil seleksi lalu di tebar di bak larva yang sudah dipersiapkan. Untuk

penebaran telur pada bak ukuran 10 m3

dengan ketinggian air 75 cm sebanyak 100.000 – 150.000

butir telur. Setelah 18 – 21 jam telur akan menetas.

Pengamatan

Dilakukan pengamatan terhadap rasio EPA/DHA pada telur bandeng yang tidak di

perkaya pakannya, rasio EPA/DHA terhadap terlur bandeng yang diperkaya pakan, dan keragaan

pemijahan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisa asam lemak

Pengkayaan pellet induk (perlakuan B) dengan bahan telur bebek, madu, vitamin C dan

vitamin E meningkatkan nilai EPA maupun DHA pada pellet bandeng secara signifikan. Selain

itu, dengan pengkayaan selain EPA dan DHA juga terdeteksi 4 jenis asam lemak lain pada pellet

yang di perkaya tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisa asam lemak pada pellet induk ikan bandeng

No. Perlakuan Asam Lemak (mg/100 g b/b) Keterangan

EPA DHA

1. Tanpa pengkayaan

(Perlakuan A)

0 0 Tidak terdeteksi

asam lemak lain

2. Diperkaya madu + telur

bebek + vit C + vit E

(Perlakuan B)

63,86 170,32 Terdeteksi 4 jenis

asam lemak lain

Telur bandeng pada perlakuan A sudah memiliki kandungan EPA dan DHA, berdasarkan

hasil analisa di dapatkan nilai EPA sebesar 8,4197 mg/100 g b/b dan DHA sebesar 16,2679

mg/100 g b/b. Kandungan EPA dan DHA pada telur bandeng pada perlakuan B meningkat 2

kali lipatnya bila dibandingkan dengan telur bandeng pada perlakuan A. Nilai EPA pada

perlakuan B sebesar 28,6600 mg/100 g b/b dan nilai DHA sebesar 26,0420 mg/100 g b/b.

Peningkatan kandungan EPA dan DHA pada perlakuan B memberikan pengaruh terhadap rasio

EPA/DHA. Dimana rasio EPA/DHA pada perlakuan B memberikan nilai sebesar 1,1005

sedangkan pada perlakuan A hanya sebesar 0,5176 (Tabel 2 dan Grafik 1).

Tabel 2. Hasil analisa asam lemak pada telur ikan bandeng dan rasio EPA/DHA

NO Perlakuan Asam Lemak (mg/100 g b/b) Rasio

EPA/DHA EPA DHA

1. Telur Perlakuan A 8,4197 16,2679 0,5176

2. Telur Perlakuan B 28,660 26,042 1,1005

Grafik 1. Rasio EPA/DHA pada telur bandeng

Kandungan EPA dan DHA pada telur maupun larva ikan bandeng lebih tinggi bila di

bandingkan pada ikan bandeng dewasa. Pada bandeng laut dewasa kandungan EPA dan DHA

sebesar 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), dan pada bandeng dewasa tambak, yaitu masing-

masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk, 2002 dalam Rachmansyah, 2004). Upaya

untuk meningkatkan mutu induk tidak terlepas dari faktor nutrisi dari calon induk dimana telah

dibuktikan bahwa nutrisi bagi calon induk berperan dalam meningkatkan laju kematangan gonad,

frekuensi pemijahan, fekunditas, daya tetas telur, tingkat kelangsungan hidup dan kualitas larva

yang dihasilkan (Harrison dalam Djunaidah, 2001). Asam lemak tak jenuh rantai panjang

(HUFA) biasanya sangat dibutuhkan oleh ikan, karena tidak dapat disintesa sendiri didalam

tubuh ikan sehingga harus dipasok dari luar melalui pakan. Asam lemak tersebut antara lain

asam linoleat, asam linilenat, asam arachidonat, asam eicosapenataenoat (EPA) dan asam

docosahaexanoat (DHA). Asam lemak esensial juga sangat dibutuhkan oleh ikan karena

kemampuannya yang terbatas dalam melakukan biosintesis PUFA sehingga PUFA tersebut

harus terdapat dalam pakannya (Sunyoto, 1996). Kanazawa et al dalam Furuita et al (1996),

mengatakan bahwa EPA lebih superior pengaruhnya dibandingkan dengan DHA. DHA

berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan sedangkan EPA efektif untuk kelangsungan hidup.

Pakan pertama-tama akan dimanfaatkan oleh organisme untuk mempertahankan kelangsungan

hidup, apabila ada kelebihan baru dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Kekurangan EPA dapat

mengurangi kemampuan penglihatan dan terjadinya pigmentasi abnormal. EPA sangat berguna

untuk mengembangkan otak dan retina larva ikan, karena ikan tergantung pada mata dan otak

untuk mengidentifikasi sesuatu, untuk berburu dan untuk memangsa pakan hidup.

2. Keragaan pemijahan

Pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak tidak memberikan

pengaruh terhadap jumlah telur yang di hasilkan maupun pada nilai produktifitas induk bandeng

yang di ujikan. Namun terjadi peningkatan terhadap kualitas telur yang di hasilkan yang di

tandai dengan meningkatnya nilai derajat pembuahan serta hatching rate telur bandeng pada

perlakuan B dengan pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak (Tabel 3

dan Grafik 3).

Tabel 3. Jumlah Telur (butir), Produktifitas (butir/hari) dan Derajat Pembuahan (%)

Perlakuan Jumlah telur Produktivitas Derajat Pembuahan

(butir) (butir/hari) (%)

Perlakuan A

Bulan 1 3.107.380 388.423 ± 109.248 75,0 ± 5,7

Bulan 2 926.288 463.144 ±21.208 69,8 ±2,2

Perlakuan B

Bulan 1 1.522.700 217.529 ± 35.756 97,2 ± 8,9

Bulan 2 1.262.613 252.523 ± 71.399 98,3 ± 4,1

Pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak memberikan pengaruh

nyata terhadap derajat pembuahan pada telur bandeng. Nilai rerata Derajat pembuahan pada

perlakuan B sebesar 97,7 % ± 0,39 sedangkan pada perlakuan A sebesar 72,4 % ± 1,8 (Grafik

2).

Grafik 2. Derajat pembuahan (%) pada pengujian

Demikian juga terhadap hatching rate telur bandeng dengan pengkayaan pellet induk

memberikan pengaruh yang nyata. Nilai hatching Rate pada perlakuan A adalah sebesar 68,1 %

± 1, dan pada perlakuan B sebesar 84,9 % ± 2,5 (Grafik 3).

Grafik 3. Hatching Rate (%) telur bandeng pada pengujian

Asam lemak tidak hanya berperan untuk larva ikan, tetapi juga sangat penting bagi

reproduksi (Izquierdo, 2005). Nutrisi mempunyai dampak yang nyata terhadap perkembangan

ovari, jumlah telur dan perkembangan larva (Mazorra et al.2003), namun nutrisi untuk induk

masih memerlukan studi yang mendalam (Izquierdo et al., 2001). Lipida yang dimaksud di atas

terutama golongan PUFA seperti eicosapentaenoic acid (20:5 n-3; EPA) dan docosahexaenoic

acid (22:6 n-3; DHA) telah terbukti berhubungan erat dengan keberhasilan reproduksi ikan

(Watanabe & Vassallo-Agius, 2003; Li et al., 2005). Beberapa studi menunjukkan kebutuhan

lipida justru tertinggi saat vitellogenesis (pembentukan kuning telur). Kebutuhan akan EPA

dimulai pada periode previtellogenesis sampai kepada proses ovulasi. Dengan demikian EPA dan

DHA penting sekali ditambahkan sebagai zat tambahan dalam pakan induk untuk pertumbuhan

dan perkembangan larva yang normal. Penambahan asam lemak esensial dalam pakan induk

dapat dilakukan melalui pemberian pakan hidup yang telah dikayakan ataupun pakan komersial

yang sudah ditentukan formulanya (Sargent et al. 2002; Lane & Kohler, 2006). Kombinasi yang

tepat antara DHA dan AA ditemukan juga dapat mempercepat tingkat pemijahan serta laju

penetasan; juga meningkatkan ketahanan hidup larva (Furuita et al., 2003; Place & Harel, 2006;

Sawanboonchun, 2009).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Pengkayaan pellet induk (perlakuan B) dengan bahan telur bebek, madu, vitamin C dan

vitamin E meningkatkan nilai EPA maupun DHA pada pellet bandeng secara signifikan.

Kandungan EPA dan DHA pada telur bandeng pada perlakuan B meningkat 2 kali

lipatnya bila dibandingkan dengan telur bandeng pada perlakuan A.

Pengkayaan pellet induk bandeng dengan bahan tinggi asam lemak tidak memberikan

pengaruh terhadap jumlah telur yang di hasilkan maupun pada nilai produktifitas induk

bandeng yang di ujikan. Namun terjadi peningkatan terhadap kualitas telur yang di

hasilkan yang di tandai dengan meningkatnya nilai derajat pembuahan serta hatching rate

telur bandeng.

4.2. Saran

Pengkayaan pellet induk dengan bahan tinggi asam lemak harus terus dilakukan untuk

dapat meningkatkan kualitas dan mutu telur bandeng yang di hasilkan sehingga dapat

meningkatkan hasil produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Budji, R.G. 2010. Skrining senyawa antibakteri dari Caulerpa racemosa dan Caulerpa

sartularioides asal perairan Pulau Lae-Lae Makassar. Skripsi Fakultas MIPA Jurusan

Biologi Universitas Hasanuddin. Makassar

Brown, J.A., Minkoff, G. & Puvanendran, V., 2003. Larviculture of Atlantic cod (Gadus

morhua): progress, protocols and problems. Aquaculture, 227, 357 – 372.

Craig, S. & Helfrich, L.A., 2002. Understanding Fish Nutrition, Feeds, and Feeding. Virginia

Polytechnic Institute and State University. 18 p.

Djunaidah,I.S dkk. 2001. Penampilan Reproduksi dan Kualitas Larva Kepiting Bakau Scylla

paramamosain Yang Diberi Pakan Biomasa Artemia. Makalah pada Seminar Akuakultur

Indonesia. Semarang. 30 – 31 Oktober 2001.

De Val, A.G., G. Platas, A. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E.

Portilllo, M.J. del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2001. Screening of antimicrobial activities in

red, green and brown macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands, Spain). Int.

Microbiol. 4: 35-40.

Furuita, H., Yamamoto, T., Shima, T., Suzuki, N., & Takeuchi, T., 2003. Effect of arachidonic

acid levels in broodstock diet on larval and egg quality of Japanese flounder Paralichthys

olivaceus. Aquaculture, 220, 725 – 735.

Furuita,H, Takeuchi,Watanabe,Fujimoto,H.Sehiya,s and Imazuki,K. 1996. Requirements of

Larva Yellowtail for Eicosapentaenoic Acid, Decosahexaenoic Acid and ω 3 Highly

Unsaturated Fatty Acid. Fisheries Science. Vol.63. pp 372 – 379.

Higgs, D.A. and Dong, F. M., 2000. Lipids and fatty acids. In: Encyclopedia of Aquaculture (ed.

R.R. Stickney), John Wiley and Sons, Inc., New York, 476 – 496.

Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton Telaah terhadap Ilmu Perikanan dan

kelautan. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Ibeas, C., Rodriguez, C., Badia, P., Cejas, J.R., Santamaria, F.J., Lorenzo, A., 2000. Efficacy of

dietary methyl esters of n-3 HUFA vs. triacylglycerols of n-3 HUFA by gilthead seabream

(Sparus aurata L.) juveniles. Aquaculture, 190, 273 – 287.

Izquierdo, M. S., Fernandez-Palacios, H., and Tacon, A. G. J., 2001. Effect of aquaculture. Rev.

Fish. Sci., 16, 73 – 94.

Izquierdo, M., 2005. Essential fatty acid requirements in Mediterranean fish species. Cahiers

Options Mediterraneennes, 63, 91 – 102.

Kandhasamy, M. and K.D. Arunachalam. 2008. Evaluation of in vitro antibacterial property of

seaweeds of southeast coast of India. African Journal of Biotechnology 7(12): 1958-1961.

Lane, R.L. and Kohler, C.C., 2006. Comparative Fatty Acid Composition of Eggs from White

Bass Fed Live Food or Commercial Feed. North American Journal of Aquaculture, 69, 11

– 15.

Lall, S.P., Milley, J.E., Higgs, D.A., and Balfry, S.K., 2002. Dietary lipids, immune function and

pathogenesis of disease in fish. http://www-heb.pac.dfo-mpo.gc.ca/congress/2002

/Biochem/Lall.pdf. diambil tanggal 18 Maret 2014, Jam 11.10 wib.

Leger, P., Bengston, D.A., Simpson, K.L. and Sorgeloos, P., 1986. The use and nutritional value

of artemia as a food source. Oceanog. Mar. Biol.. Ann. Rev., 24, 521 – 624.

Li, Y.Y., Chen, W.Z., Sun, Z.W., Chen, J.H. and Wu, K.G., 2005. Effects of n-3 HUFA content

in broodstock diet on spawning performance and fatty acid composition of eggs and larvae

in Plectorhynchus cinctus. Aquaculture,

Lindequist, U. and T. Schweder. 2001. Marine biotechnology. In: Rehm, H.J., Reed, G. (Eds.),

Biotechnology, vol. 10. Wiley-VCH, Weinheim, pp. 441–484.

Mahasneh, I., M. Jamal, M. Kashashneh, M. Zibdeh. 1995. Antibiotic activity of marine algae

against multiantibiotic resistant bacteria. Microbios 83: 23–26.

Manilal, A., S. Sujith, J. Selvin, G.S. Kiran, C. Shakir, A.P. Lipton. 2010. Antimicrobial

potential of marine organisms collected from the southwest coast of India against

multiresistant human and shrimp patogens. Scientia Marina 74(2): 287-296.

Mayer, A.M.S. and M.T. Hamann. 2002. Marine pharmacology in 1999: compounds with

antibacterial, anticoagulant, antifungal, anthelmintic, anti-inflammatory, antiplatelet,

antiprotozoal and antiviral activities affecting the cardiovascular, endocrine, immune and

nervous systems, and other miscellaneous mechanism of action. Comp. Biochem. Physiol.,

Part C 132, 315–339.

Mazorra, C., Bruce M., Bell J. G., Davie A., Alorend E., Jordan, N., Rees J., Papanikos N.,

Porter M. and Bromage N., 2003. Dietary lipid enhancement of broodstock reproductive

performance and egg and larval quality in Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus).

Aquaculture, 227, 21 – 33.

Mtolera, M.S.P.and A.K. Semesi. 1996. Antimicrobial activity of extraxts from six green algae

from Tanzania. Curr. Trends Mar. Bot. Res. East Afr.Reg. pp. 211-217.

Newman, D.J., G.M. Cragg, K.M. Snader. 2003. Natural products as source of new drugs over

the period 1981–2002. J. Nat. Prod. 66: 1022–1037

NRC (National Research Council), 1993. Nutrient Requirements of Fish. National Acad. Press,

Washington, DC. 114 p.

Place, A.R. and Harel, M., 2006. Use of arachidonic acid for enhanced culturing of fish larvae

and broodstock. University of Maryland Biotechnology Institute (Baltimore, MD, US).

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten

Barru Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring

Apung [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Rao, P.S. and K.S. Parekh. 1981. Antibacterial activity of Indian seaweed extracts. Botanica

Marina 24: 577-582.

Roo, F., Socorro, J., Izquierdo, M.S., Caballero, M.J., Hernandez-Cruz, C.M., Fernandez, A. and

Fernandez-Palacios, H., 1999. Development of red porgy Pagrus pagrus visual system in

relation with changes in the digestive tract and aquaculture. Aquaculture Research, 31, 703

– 711.

Sachithananthan, K. and A. Sivapalan. 1975. Antibacterial properties of some marine algae of Sri

Lanka. Bulletin of Fisheries Research Station, Sri Lanka. 26: 5-9.

Saptasari, M. 2010. Variasi ciri morfologi dan potensi makroalga jenis Caulerpa di pantai

Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang. Variasi Ciri Morfologi (19-22).

Sargent, J.R., Tocher, D.R., Bell, J.G., 2002. The lipids, In: Halver, J.E., Hardy, R.W. (Eds.),

Fish Nutrition, 3rd edition. Academic Press, San Diego, 181–257.

Sawanboonchun, J., 2009. Atlantic Cod (Gadus morhua L.) Broodstock Nutrition: The Role Of

Arachidonic Acid And Astaxanthin As Determinants Of Egg Quality. Institute of

Aquaculture, University of Stirling, Scotland. Doctoral Thesis, 212 p.

Serkedjieva, J. 2004. Antiviral activity of the red marine alga Ceramium rubrum. Phytotherapy

Research, 18(6): 480-483.

Seiffert, M.E.B., Cerqueira, V.R. and Madureira, L.A.S., 2001. Effect of dietary (n−3) highly

unsaturated fatty acids on growth and survival of fat snook (Centropomus parallelus,

Pisces: Centropomidae) larvae during first feeding. Brazilian Journal of Medical and

Biological Research, 34, 645 – 651.

Siddhanta, A.K, K.H. Mody, B.K. Ramavat, V.D. Chauhan, H.S. Garg, A.K. Goel, M. Jinandra

Doss, M.N. Srivastava, G.K. Patnaik, V.P. Kamboj. 1997. Bioactivity of marine

organisms: Part VIII-Screening of some marine flora of Western coast of India. Indian

Journal Experimental Biology 35: 638-643.

Sridhar, K.R. and N. Vidyavathi. 1991. Antimicrobial activity of seaweeds. Acta Hydrochim.

Hydrobiol. 5: 455-496.

Sunyoto, P, Waspada dan Mustahal. 1996. Peningkatan Gizi Nauplius Artemia Salina untuk

Larva Ikan Laut dengan Pengkayaan Menggunakan Emulsi Lemak Scott’s Emulsion.

Skripsi. Undip Semarang (tidak dipublikasikan). 67 hal.

Tuney, I., B.H. Cadirci, D. Unal, A. Sukatar. 2006. Antimicrobial activities of the extracts of

marine algae from the coast of Urla (zmir, Turkey). Turk. J. Biol. 30: 1-5

Tocher, D.R., 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Rev. Fish

Sci., 11, 107 – 184.

Watanabe, T., and Vassallo-Agius, R., 2003. Broodstock nutrition research on marine finfish in

Japan. Aquaculture, 227, 35 – 61.

Yildiz, M., 2008. Fatty Acid Composition of Some Commercial Marine Fish Feeds Available in

Turkey. Turk. J. Vet. Anim. Sci, 32, 3, 151 – 158.

Zainuddin, E.N. 2010. Antibacterial potential of marine algae collected from South

Sulawesi coast against human patogens. Proceedings of International Conference and Talkshow

on Medicinal Plants. BPPT, Jakarta, Indonesia. ISBN 978-602-95911-1-8.