PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT...
i
PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM
GLUTAMAT PERORAL SELAMA 14 HARI
TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI SEL
HEPATOSIT PADA TIKUS PUTIH BETINA Sprague
dawley USIA REREPRODUKTIF (8-12 MINGGU)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Sandy Rahmando
NIM: 1113103000089
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena
dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penelitian ini tentunya tidak dapat terlaksana tanpa bimbingan, bantuan,
dukungan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, Bapak Taufik Rahman dan Ibu Marona, serta kedua adik
penulis, Shinta Dwi Nourma dan Syabil Anugrah yang memberikan semangat
dan doa tanpa henti.
2. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr. Achmad Zaki,
M.Epid., Sp.OT. selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
(PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh tenaga pendidik
yang selalu membimbing dan memberikan arahan selama menjalani masa
pendidikan di PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed. dan Bapak Chris Adhiyanto, S.Si.,
M.Biomed., Ph.D. selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing,
mengarahkan dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. dr. Riva Auda, Sp.A., M.Kes. dan dr. Jono Ulomo, Sp.PK. selaku dewan penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberi kesempatan dalam
penyajian hasil penelitian ini.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku Penanggung Jawab (PJ) Riset yang telah
membantu perizinan dan penyelenggaraan riset.
6. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. (PJ Laboratorium Riset), Ibu Silvia Fitrina
Nasution, M.Biomed. (PJ Laboratorium Parasitologi), Ibu Rr. Ayu Hapsari,
M.Biomed. (PJ Laboratorium Histologi), Ibu Nurlaely Mida Rachmawati,
M.Biomed., Ph.D. (PJ Animal House) yang telah memberikan izin penggunaan
laboratorium tersebut.
vi
7. Ibu Evi Indahwati, S.Si. (Laboran Parasitologi) dan Ibu Din Fitri Rachmawati,
S.Si. (Laboran Histologi) yang membantu penggunaan mikroskop untuk
pengamatan preparat.
8. Keluarga besar Santri Jadi Dokter Musi Banyuasin (SJD Muba) yang telah
memberikan dukungan secara moril dan materil demi kelancaran penelitian ini.
9. Keluarga besar SD Muhammadiyah Sekayu, SMP N 6 Unggul Sekayu dan MA
Negeri Model Sekayu yang telah memberikan banyak pelajaran hidup sampai
saat ini.
10. Teman-teman seperjuangan, Filzah Widha Wasilah, Eriska Muharani dan M.
Iqbal Syauqi A yang telah bekerjasama dalam persiapan dan penyelenggaraan
penelitian ini.
11. Sahabat-sahabat penulis, M. Rizki DS, Wildana AD dan Riski BG yang telah
memberikan semangat dan motivasi selama pelaksanaan penelitian ini.
12. Kaderisasi Lintas Generasi yang telah mendukung dan mendoakan kelancaran
pelaksanaan penelitian.
13. Seluruh Mahasiswa PSKPD, kakak-kakak, teman-teman, adik-adik dan alumni
yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
14. Staf FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ikut membantu pelaksanaan
penelitian.
15. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat terus
dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai pihak, serta menjadi amal ibadah di
hadapan Allah SWT.
Ciputat, 25 Oktober 2016
Sandy Rahmando
vii
ABSTRAK
Sandy Rahmando, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Pengaruh pemberian monosodium glutamat peroral selama 14 hari terhadap
gambaran histologi sel hepatosit pada tikus putih betina sprague dawley usia
reproduktif (8-12 minggu).2016.
Glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan asam amino yang banyak
ditemukan di makanan. Glutamat juga termasuk asam amino non-esensial yang
diproduksi oleh tubuh, tapi hepar mempunyai batas kesanggupan dalam
memetabolismenya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
monosodium glutamat peroral selama 14 hari terhadap gambaran histologi hepar
pada tikus betina (Sprague dawley) masa reproduktif (8-12 minggu). Metode yang
digunakan adalah analitik eksperimental. Penelitian ini dilakukan pada 24 ekor
tikus Sprague dawley betina, usia 8-12 minggu , berat 100-150 gram yang dibagi
menjadi 4 kelompok (1 kelompok kontrol negatif dan 3 kelompok perlakuan)
dengan masa perlakuan selama 14 hari. Kelompok kontrol adalah kelompok A yang
diberikan akuades 4 ml/hari. Kelompok perlakuan adalah kelompok dengan
pemberian MSG, terdiri dari kelompok B (2.400 mg/kgBB/hari, kelompok C (MSG
3.600 mg/kgBB/hari) dan kelompok D (4.800 mg/kgBB/hari). Setelah 14 hari, tikus
dibedah dan organ heparnya diambil untuk dibuat sediaan histologi dengan
pewarnaan HE dan dilihat di bawah mikroskop. Parameter histologi yang
digunakan adalah derajat kerusakan sel hepatosit. Metode perhitungan mengikuti
skoring Manja Roenigk dan diperoleh rata-rata kerusakan sel hepatosit yang
berbeda antar kelompok. Pada uji Oneway ANOVA menunjukkan hasil yang
berbeda bermakna dengan hasil p=0,000 (p<0,05). Pada uji Post Hoc menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan bermakna pada semua kelompok dengan hasil p=0,000
(p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian MSG peroral selama 14 hari pada
semua kelompok perlakuan berpengaruh secara bermakna terhadap gambaran
histologi sel hepatosit tikus putih betina (Sprague dawley) masa reproduktif (8-12
minggu).
Kata Kunci : Monosodium Glutamat, Hepatosit, Tikus Sprague dawley
viii
ABSTRACT
Sandy Rahmando, School of Medicine. The effect of monosodium glutamate
on hepatocytes in reproductive female sprague dawley mice.2016.
Glutamate in MSG is an amino acid found in many foods. Glutamate is non-
essential amino acid produced by the body and metabolized in the liver, but the liver
has the limited ability to metabolize it. This study aimed to determine the effect of
monosodium glutamate orally for 14 days to hepatocyte in reproductive female
Sprague dawley mice. This research used analytic experimental method. The study
performed on 24 female Sprague dawley mice, 8-12 weeks, 100-150 g were divided
into 4 groups (1 negative control group and 3 treatment groups) with a 14-day
treatment period. A control group was given water 4 ml/day. The treatment group
was inducted MSG with different doses, consisted of group B (MSG 2.400
mg/kgBW/day), group C (MSG 3.600 mg/kgBW/day) and group D (MSG 4.800
mg/kgBW/day). After 14 days, the mice was dissected and their liver was taken to
be made histological preparation with HE staining and viewed under a microscope.
Histological parameter is the damage of the hepatocyte by using Manja Roenigk
and obtained different average among groups . In Oneway ANOVA test showed
results that are significantly different with the p=0,000 (p<0.05). In Post Hoc test
showed results that are significantly different with the p=0,000 (p< 0.05) in all
groups. Can be concluded that the MSG induction to all treatment groups
significantly affect the hepatocyte histology in female reproductive Sprague dawley
mice.
Keywords : Monosodium Glutamate, Hepatocyte, Sprague dawley mice
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3. Hipotesis ......................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................ 4
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
1.5.1. Untuk Tenaga Kesehatan ...................................................... 5
1.5.2. Untuk Penentu Kebijakan ..................................................... 5
1.5.3. Untuk Institusi Akademis ..................................................... 5
1.5.4. Untuk Peneliti Lain ............................................................... 5
1.5.5. Untuk Masyarakat ................................................................. 5
1.5.6. Untuk Peneliti ....................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1. Monosodium Glutamat (MSG) ...................................................... 6
2.1.1. Definisi MSG....................................................................... 6
2.1.2. Sejarah MSG ....................................................................... 6
2.1.3. Struktur Kimia ..................................................................... 7
x
2.1.4. Metabolisme Asam Glutamat .............................................. 8
2.1.5. Manfaat Asam glutamat ...................................................... 11
2.1.6. Efek Toksis MSG ................................................................ 11
2.2. Hepar .............................................................................................. 13
2.2.1. Anatomi Hepar .................................................................... 13
2.2.2. Histologi Hepar ................................................................... 15
2.2.3. Fungsi Detoksifikasi Hepar ................................................. 17
2.2.4. Biokimia Hepar ................................................................... 18
2.2.5. Biotransformasi Hepar......................................................... 19
2.3. Kerangka Teori ............................................................................... 22
2.4. Kerangka Konsep ........................................................................... 23
2.5. Defenisi Operasional ...................................................................... 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 26
3.1. Desain Penelitian ............................................................................ 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 26
3.3. Populasi dan Sampel ...................................................................... 27
3.4. Cara Kerja Penelitian ..................................................................... 28
3.4.1. Pengelompokan Hewan Coba ............................................. 28
3.4.2. Alat dan Bahan Penelitian ................................................... 28
3.4.3. Induksi MSG ....................................................................... 29
3.4.4. Pengambilan Organ Hepar .................................................. 29
3.4.5. Pembuatan Preparat Histologi ............................................. 30
3.4.6. Pemotretan Preparat Histologi ............................................. 31
3.4.7. Pengamatan dan Perhitungan Sel Hepatosit ........................ 32
3.4.8. Perhitungan Sel dengan Perangkat Lunak ImageJ .............. 34
3.5. Manajemen Data ............................................................................ 34
3.6. Alur Penelitian ................................................................................ 35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 36
4.1. Hasil ............................................................................................. 36
4.1.1. Berat Badan ......................................................................... 36
xi
4.1.2. Gambaran Histologi Kerusakan Sel Hepatosit .................... 37
4.2. Pembahasan.................................................................................... 41
4.2.1. Berat Badan ......................................................................... 41
4.2.2. Gambaran Histologi Kerusakan Sel Hepatosit .................... 42
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 45
5.1. Simpulan ........................................................................................ 45
5.2. Saran ............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46
LAMPIRAN ............................................................................................. 52
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................. 26
Tabel 3.2. Skoring Histopatologi Manja Roenigk ........................................... 33
Tabel 4.1. Rata-rata Berat Badan Awal dan Akhir .......................................... 36
Tabel 4.2. Rata-rata Skoring Manja Roenigk................................................... 38
Tabel 4.3. Hasil Uji Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit ...................... 40
Tabel 4.4. Hasil Uji Post Hoc Histologi Sel Hepatosit .................................... 41
Tabel 6.1. Data Berat Badan Tikus .................................................................. 58
Tabel 6.2. Hasil Perhitungan Skor Manja Roenigk ......................................... 60
Tabel 6.3. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Histologi Sel Hepatosit ........ 67
Tabel 6.4. Hasil Uji Varians Histologi Sel Hepatosit ...................................... 67
Tabel 6.5. Hasil Uji Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit ...................... 67
Tabel 6.6. Deskripsi Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit ..................... 68
Tabel 6.7. Hasil Uji Post Hoc Histologi Sel Hepatosit .................................... 68
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Rata-rata Berat Badan Tikus Awal dan Akhir ................................. 37
Grafik 4.2. Rata-rata Skoring Manja Roenigk .................................................. 38
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Struktur Kimia Asam Glutamat ................................ 7
Gambar 2.2. Skema Struktur Kimia Monosodium Glutamat .................... 8
Gambar 2.3. Ascending Gustatory Pathway ............................................. 8
Gambar 2.4. Skema Anatomis Sistem Pengecap Perifer .......................... 9
Gambar 2.5. Skema Reaksi Sintesis dalam Pembentukan Asam Amino .. 10
Gambar 2.6. Skema Reaksi Konversi Amonia menjadi Glutamin............ 10
Gambar 2.7. Anatomi Hepar ..................................................................... 15
Gambar 2.8. Potongan Hepar .................................................................... 16
Gambar 2.9. Triad Portal ........................................................................... 16
Gambar 2.10. Sel Hepatosit dan Duktus Biliaris ........................................ 17
Gambar 2.11. Pemeriksaan Fungsi Biokimia Hepar ................................... 19
Gambar 4.1. Gambaran Histologi Hepar dengan Pewarnaan HE ............. 39
Gambar 6.1. Sampel Tikus ........................................................................ 54
Gambar 6.2. Pengukuran Berat Badan Tikus ............................................ 54
Gambar 6.3. Penimbangan Dosis MSG .................................................... 54
Gambar 6.4. Alat dan Bahan untuk Melarutkan MSG .............................. 54
Gambar 6.5. Pencampuran Bahan ............................................................. 54
Gambar 6.6. Pelarutan MSG ..................................................................... 54
Gambar 6.7. Induksi MSG ........................................................................ 55
Gambar 6.8. Proses Sacrificed Menggunakan Eter ................................... 55
Gambar 6.9. Pengambilan Organ Hepar ................................................... 55
Gambar 6.10. Preparat Histologi ................................................................. 55
Gambar 6.11. Mikroskop Olympus BX41 .................................................. 55
Gambar 6.12. Pemotretan Preparat Histologi ............................................. 55
Gambar 6.13. Pengamatan Preparat Histologi dengan ImageJ ................... 56
Gambar 6.14. Uji Statistik dengan SPSS Versi 16.0 .................................. 56
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat ................................................. 52
Lampiran 2 Identifikasi MSG ..................................................................... 53
Lampiran 3 Gambar Proses Penelitian ........................................................ 54
Lampiran 4 Cara Perhitungan Dosis Pemberian MSG ............................... 57
Lampiran 5 Data Berat Badan Tikus ........................................................... 58
Lampiran 6 Hasil Penilaian Derajat Kerusakan Sel Hepatosit.................... 60
Lampiran 7 Hasil Uji Statistik..................................................................... 67
Lampiran 8 Riwayat Hidup Penulis ............................................................ 69
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah pemenuhan nutrisi melalui kebiasaan konsumsi masyarakat
merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang dianggap penting di Indonesia.
Sekitar 14% anak usia di bawah 5 tahun dan 9,2% usia 6-13 tahun mengalami
kegemukan (Riskesdes Kemenkes 2010). Menurut Nafisah Mboi, masalah gizi
yang harus diantisipasi adalah mulai meningkatnya prevalensi balita dengan berat
badan berlebih. Hal ini bisa dilihat dari survey dalam kurun waktu 3 tahun (2007-
2010) yang menunjukkan peningkatan prevalensi anak dengan kelebihan berat
badan dari 12,2% menjadi 14,3%.1
Banyak penelitian yang menyatakan efek perubahan gaya hidup di era
modern ini. Karena kesibukan sehari-hari, terlebih lagi di masyarakat perkotaan,
terjadi perubahan gaya hidup yang mempengaruhi pola konsumsi makanan. Dengan
alasan tidak sempat memasak di rumah, masyarakat Indonesia lebih senang
mengonsumsi makanan-makanan cepat saji. Walaupun mereka tahu bahwa pola
konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan, makanan cepat saji ini
tetap saja menjadi menu favorit karena lebih mudah didapat dan lezat di lidah.
Makanan cepat saji pada umumnya kaya akan penyedap rasa. Kandungan yang
peling banyak ditemukan dari makanan cepat saji adalah MSG (monosodium
glutamat). MSG merupakan bahan yang digunakan untuk menyedapkan makanan
supaya terasa gurih dimana dapat menciptakan persepsi manis dan asin, serta dapat
mengurangi rasa pahit dan asam.2
Glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan asam amino yang banyak
ditemukan di makanan. Konsumsi glutamat bebas akan meningkatkan glutamat
dalam plasma. MSG mengandung sekitar 78% asam glutamat dan 22% Natrium.
MSG mempunyai fungsi dasar neurotransmitter sebagai mediator untuk
menyalurkan transmisi ke post sinaptik, serta peran pada metabolisme energi dan
asam amino.3-5
Hepar mempunyai batas kesanggupan untuk memetabolisme asam
glutamat.6 Keamanan penggunaan MSG masih menjadi sebuah masalah yang
2
kontroversional.7 Ada beberapa badan regulasi seperti WHO, FDA, dan EC masih
menyatakan bahwa MSG tidak berbahaya bagi kesehatan, walaupun laporan yang
menyatakan berbahaya sudah banyak.8 Dalam jurnal Nutritional Sciences tahun
2000, disebutkan bahwa konsumsi MSG sebanyak 30 mg/kgBB/hari dapat
meningkatkan kadar asam glutamat dalam darah. Belum diketahui secara pasti
jumlah MSG yang aman untuk dikonsumsi per harinya.9 Namun, Food Addative
Association (FAO) dan WHO menyebutkan bahwa MSG adalah bahan makanan
dengan Acceptable Daily Intake (ADI) 120 mg/kgBB/hari.10
Kurangnya pencantuman komposisi MSG pada kemasan seharusnya
menjadi perhatian khusus. Meskipun efeknya belum terlihat dalam jangka waktu
singkat, dikhawatirkan bahwa MSG memang baru memberikan efek ketika
konsumsinya dalam jangka waktu lama. Penggunaan MSG secara berlebihan dapat
meningkatkan kadar glukosa darah. Selain itu, konsumsi secara terus-menerus juga
dapat meningkatkan aktivitas α-ketoglutarat, nitrat oksida sintase dan protein kinase
C sehingga menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Peningkatan kadar total
Glutathione serta protein yang terikat Glutathione dan peningkatan aktivitas enzim
Glutathione Peroksidase (GR), Glutathione-S-Transferase (GST) dan Glutathione
Peroksidase (GPX) juga terjadi yang dapat menjadi gambaran sebagai adanya
proses stress oksidatif di dalam jaringan yang diantisipasi oleh tubuh juga dengan
meningkatkan kadar Glutathione dan dengan meningkatkan aktivitas enzim
metaboliknya.3 Proses stress oksidatif yang terjadi menyebabkan kerusakan pada
sel hepatosit sehingga komponen senyawa intrasel dilepas keluar dan beredar di
aliran darah, salah satunya adalah AST dan ALT. Menurut penelitian Tawfik dan
Al-Badr (2012) bahwa tikus dengan pemberian MSG dosis 600 dan 1600
mg/kgBB/hari selama 14 hari memberikan hasil kenaikan pada beberapa kadar
senyawa biokimia pada darah, salah satunya pada kadar ALT serum.11
Beberapa penelitian mengungkap hubungan antara konsumsi MSG dengan
peningkatan berat badan pada tikus. Tawfik memberikan MSG dosis 600 dan 1600
mg/kgBB/hari terhadap tikus selama 14 hari. Alhasil, terjadi peningkatan berat
badan secara signifikan.11 Kumbhare (2015) melakukan penelitian konfirmatif
dengan memberikan dosis yang lebih besar. Penelitian ini membuktikan bahwa
3
terjadi peningkatan berat badan secara signifikan pada tikus yang diberikan MSG
dosis 3000 dan 6000 mg/kgBB/hari.12
Onyema (2006) melaporkan bahwa MSG dapat meningkatkan radikal bebas
(ROS) yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid.3 Penelitian ini didukung oleh
Simanjuntak (2010) yang melakukan penelitian dengan pemberian MSG secara
subkutan. Simanjuntak menggunakan dosis 4000-8000 mg/kgBB/hari pada mencit
jantan. Perlakuan ini dilakukan selama 6 hari. Pada gambaran histologi terdapat
peningkatan peroksidasi lipid dalam mikrosom-mikrosom hepar.13 Eweka dan
Om’Iniabohs (2008) melakukan penelitian pada tikus dewasa yang diberikan dosis
1.600 mg/kgBB/hari selama 14 hari berturut-turut terjadi hambatan perkembangan
sel-sel hepatosit. Kemudian, pada dosis 3.200 mg/kgBB/hari dapat merangsang
efek parasimpatik dan menghasilkan asetilkolin dalam darah yang meningkatkan
kolinesterase dalam plasma. Perubahan ini menyebabkan dilatasi vena sentral, lisis
eritrosit, kerusakan sel hepatosit secara akut, nekrosis serta atrofi.6
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Bhattacharya (2011). Pada penelitian
tersebut, terungkap bahwa pemberian MSG dapat menyebabkan perubahan
mikroskopik pada hepar, antara lain dilatasi sinusoid, penonjolan sel kupffer,
peningkatan sel inflamasi di sekitar vena sentral, kerusakan membran sel hepatosit,
vakuola sitoplasma dan piknosis nukleus.2 Ortiz (2006) melaporkan bahwa terdapat
edema, degenerasi dan nekrosis akibat pemberian MSG.14
Fauzi (2008) juga melakukan eksperimen dengan memberikan MSG
berbagai dosis. Namun, ia mencoba menambah jenis perlakuan dengan memberikan
vitamin C sebanyak 200 mg/kgBB/hari. Hasil yang didapatkan adalah vitamin C
dapat memulihkan efek senyawa ROS.15
Maulida (2015) melaporkan perlakuan pemberian vitamin C sebanyak 260
mg/kgBB/hari dan Vitamin E sebanyak 26 mg/kgBB/hari menunjukkan perbaikan
terhadap kerusakan sel hepatosit yang disebabkan oleh MSG.16
Hepar merupakan organ pusat metabolisme. Di dalamnya terdapat proses
sintesis, modifikasi, penyimpanan, pemecahan dan ekskresi zat yang diperlukan
tubuh.17 MSG bekerja dengan menimbulkan stress oksidatif sehingga
meningkatkan senyawa oksigen reaktif (ROS) dan akhirnya meningkatkan
peroksidasi lipid.3 MSG mempunyai efek toksis terhadap sel hepatosit dengan
4
mempengaruhi integritas selular, merusak permeabilitas membrane, dan
homeostasis volume sel. Kerusakan iskemik atau gangguan farmakologik dari
transport selular dapat dikarenakan adanya pembengkakan parenkim dari sel
hepatosit.6
Dosis yang digunakan oleh baberapa peneliti pengaruh MSG terhadap
hewan coba berbeda-beda. Brilliantina (2012) menggunakan dosis MSG 1200,
2400, 4800 mg/kgBB/hari.18 Suryadi menggunakan dosis 2400, 4800, dan 9600
mg/kgBB/hari.19 Dari seluruh penelitian yang ada, dosis terendah yang digunakan
adalah 600 mg/kgBB/hari, sedangkan dosis tertinggi adalah 9.600 mg/kgBB/hari.
Lamanya perlakuanpun berbeda-beda, mulai dari 14, 28, 42 hingga 56 hari.
Dengan memperhatikan perbedaan dosis dan masa perlakuan, peneliti
tertarik untuk melihat gambaran histologi sel hepatosit dengan dosis yang beragam
walaupun dengan masa perlakuan yang relatif singkat. Peneliti menggunakan dosis
2400, 3600 dan 4800 mg/kgBB/hari selama 14 hari untuk melihat pengaruh MSG
terhadap gambaran histologi sel hepatosit.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perubahan gambaran histologi sel hepatosit pada tikus
yang diberikan MSG dengan dosis 2.400, 3.600 dan 4.800 mg/kgBB/hari?
1.3. Hipotesis
Terdapat perubahan gambaran histologi sel hepatosit pada tikus yang
diberikan MSG dengan dosis 2.400, 3.600 dan 4.800 mg/kgBB/hari.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
monosodium glutamat peroral selama 14 hari terhadap gambaran histologi
sel hepatosit pada tikus betina (Sprague dawley) masa reproduktif (8-12
minggu).
5
1.4.2. Tujuan Khusus
1.4.2.1. Mengetahui perubahan gambaran histologi sel hepatosit pada tikus yang
diberikan MSG dengan dosis 2.400 mg/kgBB/hari.
1.4.2.2. Mengetahui perubahan gambaran histologi sel hepatosit pada tikus yang
diberikan MSG dengan dosis 3.600 mg/kgBB/hari.
1.4.2.3. Mengetahui perubahan gambaran histologi sel hepatosit pada tikus yang
diberikan MSG dengan dosis 4.800 mg/kgBB/hari.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Untuk Tenaga Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan modal pemahaman tentang
konsumsi MSG terkait tindakan diagnosis, preventif dan pemeliharaan
kesehatan hepar.
1.5.2. Untuk Penentu Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan modal pemahaman untuk
memberikan kebijakan dalam menentukan batas aman konsumsi MSG
terkait tindakan preventif dan pemeliharaan kesehatan hepar.
1.5.3. Untuk Institusi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk
menunjang ilmu pengetahuan.
1.5.4. Untuk Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membuka kesempatan bagi peneliti lain
untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh MSG terhadap
kesehetan hepar.
1.5.5. Untuk Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pengaruh
konsumsi makanan cepat saji yang kaya MSG terhadap kesehatan,
khususnya bagi kesehatan hepar.
1.5.6. Untuk Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal dalam upaya promotif dan
preventif terkait pengendalian kasus penyakit hepar yang disebabkan oleh
konsumsi MSG.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Monosodium Glutamat (MSG)
2.1.1. Definisi MSG
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang
digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG
adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi
secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-
glutamic acid, karena penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi
lebih lezat. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar 600
mg/kgBB/hari.20
MSG adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa
asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses hidrolisis
protein (hydrolized vegetable protein/HVP). Glutamat adalah komponen utama
dari banyak protein dan peptida, dan banyak dalam banyak jaringan. Glutamat juga
diproduksi dalam tubuh dan memainkan peran penting dalam metabolisme tubuh.
Pada hakikatnya, semua makanan mengandung glutamat. Ia merupakan komponen
mayor dari banyak protein makanan alami, seperti daging, ikan, susu dan beberapa
sayuran.21
2.1.2. Sejarah
Senyawa ini ditemukan oleh Ritthausen (1866), namun belum mempunyai
nama. Ikeda (1908) berhasil mengisolasi MSG dari rumput laut yang mengandung
Natrium sebanyak 12,29%, glutamat 78% dan air 10%.22 Kikunae menemukan
sebuah rasa yang unik dari sebuah rumput laut (Laminaria japonica) yang
kemudian disebut umami (diambil dari Bahasa Jepang umai, yang artinya lezat).
Sejak saat itu, Jepang mulai memproduksi MSG secara massal. Rasa umami ini
dapat bertahan lama karena di dalamnya terdapat suatu komponen L-glutamat dan
5-ribonukleotida.23-24
Awalnya, produksi asam glutamat dilakukan dengan bahan alami. Namun,
karena permintaan yang semakin meningkat, cara produksinya dilakukan dengan
7
fermentasi. Dasar dari MSG adalah L-glutamic acid. Zat ini berbentuk butiran putih
seperti garam.20 MSG pada dasarnya tidak memiliki rasa, namun bila ditambahkan
ke makanan akan terbentuk asam glutamat bebas yang dipersepsikan oleh otak
menjadi lebih gurih dan lezat.25
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal
MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Setidaknya sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG
Indonesia mencapai 254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-
rata sekitar 24,1% pertahun.26 Berbagai merk dagang MSG telah dikenal di
masyarakat secara luas seperti ajinomoto, vetsin, micin, sasa, miwon dan
sebagainya.18,28
2.1.3. Struktur Kimia
Glutamat memiliki jalur biosintesis yang pendek dan merupakan asam
amino non-esensial, serta mampu menjadi penggabung metabolisme di dalam
tubuh. Selain itu, bahan ini dapat ditemukan dengan mudah di alam. Glutamat
terkandung dalam bahan makanan yang mengandung protein, seperti susu, daging,
sayuran dan lain-lain.29
Sebagai senyawa nutrisional non-essensial di dalam tubuh, senyawa ini
mengalami aminasi reduktif α-ketoglutarat yang dikatalisis oleh glutamat
dehidroginase melalui jalur asam sitrat sehingga menjadi L-glutamat.29
COOH - CH2 - CH2 - CH2 - COOH
|
NH2
Asam Glutamat
Gambar 2.1. Skema Struktur Kimia Asam Glutamat
Sumber: Sukawan UY, 2008
8
COOH – CH2 – CH2 – COONaH2O
|
Na
Monosodium Glutamat
Dilihat dari sifat kimianya, asam glutamat dan MSG sama-sama berbentuk
tepung kristal berwarna putih yang mudah larut dan tidak berbau. Dalam MSG
mengandung glutamat sebanyak 78,2%, Na (sodium) sebanyak 12,2 %, dan H2O
sebanyak 9,6 %. Dalam 1 g MSG mengandung 1, 27 g glutamat dan 0,122 Na.29
2.1.4. Metabolisme Asam Glutamat
MSG sudah banyak beredar di pasaran, sehingga sudah pasti telah menjadi
bahan yang banyak dikonsumsi masyarakat secara oral. Oleh sebab itu, bahannya
melalui proses pencernaan, dimulai dari lidah dengan taste receptor cells yang
menjadi penghantar sensasi rasa ke otak.30
Sensasi yang diterima taste buds berupa umami akan diterima oleh reseptor
mGluR4 dan berikatan dalam domain ekstrasel. Sensasi ini akan disalurkan melalui
protein reseptor ke sinyal intrasel pasangannya. Reseptor ini bekerja dengan
Gambar 2.3. Ascending Gustatory Pathway Sumber: Gill S et al, 2004
Gambar 2.2. Skema Struktur Kimia Monosoidum Glutamat Sumber: Sukawan UY, 2008
9
memutuskan ikatan L-glutamat dan akan dihantarkan ke otak melalui nervus
kranialis VII yang menuju serebrum dengan jalur N.VII, ganglia basalis,
hipokampus lalu serebrum. Kemudian, otak akan mempresentasikan sensasi yang
didapat sebagai rasa yang lezat dan gurih.31 Krisna (2010) menyatakan bahwa gugus
L-glutamat yang merangsang reseptor spesifik pada taste buds mengalami ionisasi,
seperti reseptor asam amino atau reseptor glutamat lain dalam menginduksi rasa
umami.30
Setiap hari, tubuh manusia membuat sekitar 50 g glutamat bebas. Glutamat
dalam makanan cepat dimetabolisme tubuh dan dijadikan sumber energi. Ia
merupakan asam amino non esensial, artinya ketika kita membutuhkan maka tubuh
kita dapat membuat glutamat sendiri dari protein lain. Asam glutamat juga
merupakan metabolit penting bagi metabolisme asam amino dan merupakan
sumber energi yang utama bagi sel otot jantung.5
Melalui hepar, 57% dari asam amino yang diabsorpsi dikonversi menjadi
urea, 6% menjadi plasma protein, 23% melalui sirkulasi umum sebagai asam amino
bebas. 14% sisanya belum ada laporan dan diduga disimpan sementara di dalam
hepar sebagai protein hepar /enzim. Hanya 4% dari semua glutamat yang berasal
dari bahan makanan yang keluar dari tubuh.32
Metabolisme MSG di dalam tubuh sama dengan metabolism asam glutamat
yang dihasilkan tubuh. MSG menjadi salah satu asam amino dekarboksilat yang
berperan dalam produksi energi, sintesis urea, sintesis glutathion dan
Gambar 2.4. Skema Anatomis Sistem Pengecap Perifer Sumber: Gill S et al, 2004
10
neurotransmitter. Sebagian besar sel-sel tubuh mengandung glutamat, terutama
mitokondria. Sekitar 50-70% glutamat dari total asam amino bebas. Tenaga
pereduksi yang diberikan diberikan oleh NADPH.21
NH4 + α-Ketoglutarat + NADPH L- Glutamate + NADP+ + H2O
Reaksi di atas merupakan reaksi sintesis dasar yang penting dalam
pembentukan asam amino. Glutamat merupakan donor gugus amino dalam
biosintesis asam amino yang lain melalui transaminasi. L-glutamat dehidrogenase
menempati posisi sentral dalam metabolisme nitrogen di hepar dan menggunakan
enzim di dalamnya.21
Ada beberapa fungsi penting glutamat dalam proses metabolisme di dalam
tubuh, antara lain:
1) Substansi untuk Sintesa Protein
10-40% glutamat terkandung dalam protein dan merupakan bahan yang
penting dalam sintesis protein. Rantai α pada glutamat menjadi struktur sekunder
bagi protein.33
2) Prekursor Glutamin
Dalam proses metabolisme karbohidrat dan protein, glutamat dan glutamin
merupakan mata rantai karbon dan nitrogen. Glutamin merupakan bentukan dari
glutamat yang dibentuk oleh glutamin sintetase.34
Glutamate + NH4 + ATP Glutamin + ADP + Pi + H+
Reaksi di atas menggambarkan bagaimana amonia akan dikonversikan
menjadi glutamin sebelum masuk kedalam sirkulasi. Reaksi ini juga merupakan
salah satu reaksi penting dalam metabolisme asam amino.34
3) Pasangan Transaminasi dengan α-ketoglutarat
Transaminasi yang dilakukan oleh asam glutamat dalam memindahkan
nitrogen yang reversibel dalam membentuk L-glutamat menjadi α-ketoglutarat akan
membentuk senyawa amoniak. L-glutamat dehidrogenase mempunyai peran
Gambar 2.5. Skema Reaksi Sintesis dalam Pembentukan Asam Amino
Sumber: Filer LJ et al, 2016
Gambar 2.6. Skema Reaksi Konversi Amonia Menjadi Glutamin Sumber: Ganong WF, 2003
11
penting dalam proses metabolisme nitrogen. Enzim ini memanfaatkan hepar
sebagai tempat metabolisme serta menggunakan enzim-enzim yang berada di
dalamnya.35-36
4) Neurotransmitter
Transmitter utama di otak adalah senyawa glutamat. Senyawa ini berfungsi
sebagai mediator untuk menyalurkan transmisi ke post-sinaps. Ia juga menjadi
prekursor dari neurotransmitter lainnya, seperti Gamma Ammino Butiric Acid
(GABA).21
Metabolisme MSG yang terjadi juga tergantung cara pemberiannya. Jika
diberikan secara parenteral, maka glutamatnya tidak akan melewati jalur usus dan
vena portal. Sedangkkan jika diberikan lewat oral, zat ini akan dimetabolisme oleh
hepar. Hepar mempunyai kemampuan mengubah asam glutamat menjadi alanine
yang selanjutnya akan beredar di dalam darah. Pada peningkatan pemberian
glutamat, akan terjadi perubahan dalam kadar plasma serta mempengaruhi fungsi
hepar.35
2.1.5. Manfaat Asam Glutamat
Asam glutamat berperan penting sebagai neurotransmitter dalam jaras
persarafan dari organ ke otak. Ia juga bertugas untuk mengativasi regulasi sifat-sifat
sel saraf, seperti plastisitas, sinaptik, pembelajaran, memori, aktivitas motorik dan
perkembangan saraf. Selain itu, ia juga membantu metabolism energi dan sintesis
beberapa asam amino, seperti glutathion dan protein.37
Selain sebagai neurotransmitter pada sinaps eksitatori di sistem saraf pusat
dimana diperankan oleh mGluR4 (merupakan salah satu jenis reseptor glutamat),
glutamat juga memodulasi eksitabilitas dan transmisi sinaps melalui second
messenger signaling.38
2.1.6. Efek Toksik MSG
Pemberian MSG peroral atau subkutan meningkatkan jumlah lesi pada otak
sampai 4 kali lipat, misalnya pada area nucleus arkuata. Kenaikan jumlah lesi ini
diikuti dengan peningkatan jumlah glutamat dalam plasma. Peningkatan ini
mencapai puncaknya setelah 15 menit di dalam plasma, sedangkan dalam nukleus
12
arkuata dicapai setelah 3 jam kemudian. Peningkatan kadar glutamat dalam range
tertentu memberikan gambaran lesi pada nukleus arkuata hipotalamus.39 Menurut
Stegink, hal ini tidak akan terjadi pada tikus yang kadar MSG Plasma dibawah 50
umol/dl.40 Menurut Olney, konsetrasi diatas 60 umol/dl dapat menyebabkan
kerusakan pada otak. Beberapa penelitian lain mengatakan bahwa MSG dapat
menyebabkan gangguan endokrinal melalui mekanisme HP Axis.41
Pada beberapa penelitian MSG juga mempunyai efek toksis terhadap sel
hepatosit dengan mempengaruhi integritas selular, merusak permeabilitas
membran, dan homeostasis volume sel. Pembengkakan parenkim hepar dapat
menyebabkan iskemik jaringan dan gangguan farmakologik transpor selular.
Dalam keadaan normal, di antara sel-sel hepatosit dan dinding pembuluh darah
akan ditemukan proses pembentukan darah, namun karena pemberian MSG akan
terjadi pembengkakan pada sel-sel hepatosit dan dilatasi vena sentral sehingga
fungsi hematopoietik hepar akan terganggu.6
Pada pemberian MSG jangka pendek, akan terjadi peningkatan kadar
protein total dan albumin, namun efek toksisitas dari radikal bebas ini akan lebih
berpengaruh pada penggunaan jangka panjang, efek toksisitas yang akan terjadi
antara lain, toksisitas terhadap aktivitas hepato-selular, nekrosis, serta atrofi.6
Pada keadaan seluler, glutamat akan memberikan beberapa efek reaksi,
diantaranya:
- Sintesis Suksinil CoA ligase yang menyebabkan penurunan suksinil CoA
sebagai regulator, sehingga aktifitas α-KGDH (Ketoglutarat Dehidroginase)
meningkat.
- Membentuk Gliseraldehid 3 fosfat dehidroginase (enzim yang berperan dalam
pembentukan ATP pada jalur glukosa) yang mengkatalisis NADH-dependent
superoxide yang menjadi regulator α-KGDH. Kemudian, barier untuk enzim
tersebut menurun dan mendukung peningkatan aktivitas α-KGDH.
- Salah satu reseptor untuk glutamat ini membantu dalam masuknya Ca2+. Dengan
kadar yang tinggi, maka Ca2+ yang masuk akan menigkat dan terjadi aktivasi NO
sintase dan protein kinase C, serta membentuk radikal bebas.
Peningkatan banyak senyawa-senyawa di atas menyebabkan peningkatan
ROS intraseluler dan menginisiasi stress oksidatif yang beraikat pada
13
pembengkakan pada sel, terjadinya peroksidasi lipid dan penurunan level
glutathione.42
Pada tahun 1968, terdapat laporan akibat konsumsi MSG yang berlebihan,
yaitu Sindrom Restoran Cina. Sindrom menunjukkan geja-gejala, seperti rasa
panas, tertusuk-tusuk pada wajah dan leher, dada sesak dan lain-lain.5 Terdapat juga
laporan yang menunjukkan reaksi sensitivitas yang lain, seperti sakit kepala,
migrain, kejang-kejang, mual, muntah, berdebar-debar, sesak nafas dan ruam pada
kulit.43
WHO (World Health Organitaton) dan FAO (Organisasi Pangan Dunia)
menetapkan MSG sebagai salah satu bahan tambahan penguat rasa dalam masakan
dan kemasan yang aman untuk dikonsumsi. Hal ini berdasarkan penelitian yang
dikemukakan pada sidang Codex Alimentary Commission (1970) yang membahas
rekomendasi MSG oleh BPOM di Amerika menjadi makanan sehari-hari dengan
penggunaan maksimal 600 mg/kgBB/hari. Jika lebih dari kadar tersebut, maka
dapat menimbulkan reaksi alergi bagi konsumen.43
Federation of America Society for Experimental Biology (FASEB)
menyatakan bahwa glutamat dan aspartat menimbulkan efek toksik ketika diberikan
dalam dosis yang tinggi pada spesies yang rentan. Dengan demikian, toksisitas
glutamat dapat ditentukan oleh 2 faktor, yaitu kadar glutamat yang tinggi dalam
darah dan spesies yang rentan terhadap toksisitas dari glutamat. Batasan aman dari
penggunaan MSG adalah 500 – 2.500 mg perhari.43
2.2. Hepar
2.2.1. Anatomi Hepar
Hepar adalah organ pusat metabolik terbesar (dengan berat kurang lebih
1400-1600 g) dan terpenting bagi tubuh, serta dapat dipandang sebagai pabrik
biokimia utama tubuh. Dalam sistem pencernaan, organ ini berguna membantu
jalannya proses sekresi garam empedu dan sebagai tempat penyaring senyawa-
senyawa yang didapat dari luar tubuh. Di dalam organ ini secara umum terjadi
proses sintesa, modifikasi, penyimpanan serta pemecahan dan ekskresi dari
berbagai macam zat yang dibutuhkan untuk hidup.44
14
Hepar terletak pada regio hypocondrium dextra dan epigastrium, meluas
sedikit (pada kuadran kanan atas hingga kiri atas) pada regio hypocondrium
sinistra, posisi ini membuat organ hepar terbgai menjadi 2 facies, yaitu facies
diaphragmatika ( terbentuk pada dinding inferior dari diaphragma) membentang
ke arah anterior, superior dan posterior dari hepar dan facies visceralis (yang
sebagian besar ikut tertutupi oleh peritoneum visceralis). Hepar juga berada di
antara beberapa organ lainnya, sehingga mempunyai batas-batas di setiap sisi,
dimana batas atasnya berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan, batas
bawahnya menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.44
Untuk melekatkan organ hepar dengan lapisan maupun organ sekitar, hepar
dilengkapi dengan ligamentum-ligamentum di sekitarnya yang masing-masing
berfungsi untuk tetap menjaga hepar tetap pada tempatnya seperti ligamentum teres
hepatis, ligamentum coronarium, ligamentum falciform.44
Organ hepar juga terbagi menjadi beberapa lobus, yaitu lobus dextra dan
lobus sinistra. Lobus dextra mempunyai ukuran lebih besar dibanding lobus
sinistra. Setiap lobus terbagi menjadi beberapa lobus, sehingga sering juga
dikatakan 4 lobus, yaitu 2 mayor dan 2 minor. Pada lobus dextra, terdapat 2 lobus
lagi, yakni lobus caudatus (bagian posterior) dan lobus quadratus (bagian inferior)
yang mempunyai fungsi berbeda. lobus caudatus berbentuk cekung dan terdapat
celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Secara mikroskopis,
hepar mempunyai sekitas 50.000-100.000 lobulus yang berbentuk heksagonal.42,45
Ketika dibuat garis khayalan dari garis parasagittalis yang melewati fossae
vesicae biliaris sampai ke sulcus vena cavae, maka hepar terbagi menjadi 2 bidang
yang sama. Garis bidang ini terletak pada vena hepatica media, yang penting bidang
utama membagi separuh kiri hepar dari separuh kanan. Antar lobus ini tidak
mempunyai ukuran yang sama dan memiliki sedikit relevansi dengan anatomi
pembedahan.42
Secara anatomi, teradapat delapan segmen hepar yang berhubungan dengan
arteri hepatica, porta hepatis dan drainase biliaris dari segmen-segmen tersebut.
Lobus caudatus didefinisikan sebagai Segmen I, selebihnya diberi nomer sesuai
arah jarum jam sampai segmen VIII.46
15
2.2.2. Histologi Hepar
Secara mikroskopis, hepar juga mempunyai susunan yang khas. Hepar
tersusun atas unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus (susunan jaringan
berbentuk heksagonal mengelilingi vena sentral). Pada setiap 6 sudutnya, terdapat
masing-masing 3 pembuluh : arteri hepatika, cabang vena porta dan duktus biliaris.
Darah dari arteri dan vena tersebut mengalir melalui perifer menuju sentral. Pada
bagian sentral terdapat sinusoid. Selain itu, terdapat sistem proteksi oleh sel kupffer
yang berfungsi menelan dan menghancurkan sel darah merah dan bakteri yang
melewatinya.42,47
Sel hepatosit berada di antara sinusoid dalam lempeng-lempeng yang
tebalnya 2 sel, sehingga masing-masing tepi lateral yang menjadi bagian
menghadap ke genangan darah pada sinusoid, vena sentral sebagai ujung-ujung dari
sinusoid juga akan menyatu membentuk vena hepatika yang akan mengalirkan
darah keluar dari hepar lalu ke saluran tipis pengangkut empedu, kanalikulus
biliaris yang berjalan di antara sel-sel di dalam setiap lempeng hepar.42,47
Gambar 2.7. Anatomi Hepar Sumber: Netter FH, 2014
16
Berdasarkan letaknya terhadap suplai darah dari arteri hepatik, maka
parenkim asinus dibagi menjadi 3 zona yaitu : Zona 1 (periportal) merupakan zona
yang paling dekat dengan suplai darah hepatik, Zona 2 (midzonal), Zona 3 (zona
sentral) merupakan daerah asinus zona hepar yang paling dekat dengan vena
sentral.48
Gambar 2.9. Triad Portal Sumber: Mescher AL et al, 2010
Gambar 2.8. Potongan Hepar Sumber: Tortora GJ, 2000
17
Pembagian zona tersebut sangat berarti secara fungsional karena
mempengaruhi gradien komponen di dalam darah dan sel hepatosit yang meliputi:
kadar oksigenitas darah dan heterogenitas kadar protein di dalam sel hepatosit.42
2.2.3. Fungsi Detoksikasi Hepar
Sebagai organ metabolisme, hepar berperan penting dalam proses
detoksifikasi, yaitu proses penetralan terhadap racun yang berbahaya bagi tubuh.
Berikut akan diuraikan berapa fungsi hepar sebagai organ detoksifikasi.42
1. Memetabolisme nutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak setelah diserap
oleh organ pencernaan.
2. Menguraikan zat sisa metabolisme, hormon dan obat yang dimetabolisme di
hepar.
3. Membentuk protein-protein plasma .
4. Menyimpan cadangan glukosa, lemak, zat besi, tembaga dan vitamin.
5. Menjadi jalur yang dilewati oleh senyawa provitamin D untuk membantu proses
pengaktifannya, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh.
6. Memisahkan dan mengeluarkan sel-sel darah merah yang sudah tua serta darah
bakteri yang masuk ke dalam tubuh.
7. Mengekskresi kolesterol dan bilirubin.
Gambar 2.10. Sel Hepatosit dan Duktus Biliaris Sumber: Gill S et al, 2004
18
8. Membuat garam empedu yang membantu proses pencernaan dan penyerapan
lemak.
Sebanyak 60-70% darah yang berasal dari vena porta kemudian memasuki
asinus hepar mempunyai kandungan oksigen yang rendah. Sedangkan, 30-40%
yang kaya oksigen berasal dari arteri hepatica. Hal ini terjadi karena untuk
perjalanan yang berasal dari vena porta (traktus porta) ke vena sentral, oksigen
digunakan sebagai kebutuhan metabolisme yang tinggi dari sel parenkim.
Heterogenitas kadar protein sel hepatosit sepanjang periportal sampai zona sentral
mempengaruhi gradien fungsi metabolisme sel hepatosit. Zona periportal yang kaya
mitokondria mempunyai aktivitas lebih banyak terhadap asam lemak,
glukoneogenesis, serta detoksifikasi amoniak menjadi urea.42
Sebagai organ detoksifikasi, hepar mempunyai struktur sel fagositik. Di
antara lembaran sel hepatosit, terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid (asinus)
yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica. Antar sinusoid ini dibatasi
oleh sel-sel fagositik (sel kupffer). Sel kupffer merupakan bagian sistem
retikuloendotelial yang berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing (radikal
bebas) yang masuk ke dalam tubuh dan melewati hepar.42
Gradien enzim yang terlibat dalam bioaktivasi detoksifikasi xenobiotik juga
berbeda sepanjang asinus hepar. Glutathion mempunyai kadar dan aktivitas yang
lebih tinggi di periportal dibandingkan zona sentral, sedangkan protein sitokrom
P450 (terutama isosim CYP2E1) terdapat dalam jumlah dan aktivitas yang lebih
besar di zona sentral dibandingkan periportal.42
2.2.4. Biokimia Hepar
Hepar merupakan salah satu organ terbesar yang menghasilkan senyawa-
senyawa protein dan enzim yang berguna untuk tubuh. Senyawa-senyawa tersebut
antara lain, albumin, bilirubin dan faktor-faktor pembekuan, serta mengeluarkan
enzim pendanda kerusakan. Fungsi hepar bisa diperiksa dengan beberapa
pemeriksaan biokimia, antara lain:44
1) Peningkatan enzim amino transferase (AST/ALT) = merupakan pemeriksaan
sebuah pertanda adanya perlukaan hepatoselular atau inflamasi
19
2) Pemeriksaan Fosfatasealkali dan ɣ-GT = merupakan pemeriksaan sebagai
penanda adanya keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra-dan
ekstra- hepatis
3) Pemeriksaan Albumin, urea dan faktor pembekuan (kecuali III dan IV) =
pemeriksaan yang mewakili fungsi sintesis hepar.
2.2.5. Biotransformasi Hepar
Metabolisme yang terjadi di dalam tubuh, terutama di hepar tentunya bisa
dimasuki oleh bahan-bahan asing, baik dari alam (xenobiotik) maupun sintetis.
Tubuh mempunyai mekanisme pertahanan terhadap bahan-bahan asing ini.
Mekanisme tubuh mengaktivasi dan mengekskresikan bahan-bahan asing keluar
dari tubuh ini disebut biotransformasi. Proses biotransformasi ini terdiri atas 2
reaksi, yaitu reaksi fase 1 (perubahan) dan reaksi fase 2 (pembentukan konjugasi).35
Reaksi fase 1 terjadi di dalam REH (Retikulum Endoplasma Halus). Pada
fase ini, terjadi penambahan atau pengubahan gugus fungsional pada senyawa
maupun zat asing ke dalam molekul nonpolar, sehingga menyebabkan peningkatan
polariras dan penurunan aktivitas biologic atau sifat racun. Namun, pada bahan
Gambar 2.11. Pemeriksaan Fungsi Biokimia Hepar Sumber: Sudoyo et al, 2006
20
tertentu, kejadian fase 1 ini dapat menyebabkan peningkatan aktivitas toksik.
Reaksi penting pada fase ini adalah reaksi oksidasi berupa hidroksilasi,
pembentukan epoksida, sulfoksida, dealkilasi, desaminasi, reaksi reduksi, metilasi
dan desulfurisasi.35
Reaksi fase 2 merupakan proses perangkaian substrat pada molekul yang
sangat polar dan bermuatan negatif. Substrat yang dirangkai antara lain, bilirubin,
obat-obat dan bahan-bahan xenobiotik. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim
transferase. Produk yang dihasilkan berupa konjugat. Konjugat dengan berat
molekul lebih dari 300 akan disekresikan melalui sistem bilier, sedangkan yang
kurang dari 300 akan disekresikan melalui sistem renal.35
MSG dapat meningkatkan kadar glukosa, peroksidasi lipid, glutathion dan
protein yang terikat dengan bahan tersebut. Selain itu, MSG juga menyebabkan
peningkatan aktivitas enzim Glutathione Peroksidase (GR), Glutathione-S-
Transferase (GST) dan Glutathione Peroksidase (GPX).3,49
Lipid, terutama jenis asam lemak jenuh merupakan salah satu senyawa
pembentuk struktur membran sel. Ketika terjadi reaktivitas senyawa oksigen reaktif
(ROS), maka akan menyebabkan kerusakan oksidatif berupa peroksidasi lipid,
sehingga merusak membran sel.50 Radikal bebas dapat merusak membran sel
dengan beberapa cara51.
a. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/atau reseptor yang
berbeda pada membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-komponen
yang terdapat pada membran sel tersebut.
b. Radikal bebas berikatan secara kovalen dengan komponen membran sel
sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan fungsi
membran dan/atau mengubah karakter membran menjadi seperti antigen.
c. Radikal bebas mengganggu sistem transport membran sel melalui ikatan
kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak
polyunsaturated.
d. Radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam
lemak polyunsaturated dinding sel. Peroksida-peroksida lipid akan terbentuk
dalam rantai panjang dan merusak organisasi membran sel.
21
Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran,
serta struktur dan fungsi membran.52,50
Tubuh mempunyai batas kemampuan maksimal dalam mempertahankan
diri terhadap radikal bebas. Bila produksi radikal bebas yang melebih batas
toleransi tubuh akan menyebabkan gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi
radikal bebas yang terbentuk dekan dengan DNA, maka akan terjadi perubahan
struktur DNA sehingga terjadi mutasi atau sitotoksisitas. Selain itu, radikal bebas
juga dapat bereaksi dengan nukleotida, sehingga menyebabkan perubahan
signifikan terhadap komponen biologis selulernya. Jika radikal bebas merusak grup
thiol maka akan dapat terjadi perubahan pada aktivitas enzim-enzimnya.50
22
2.3. Kerangka Teori
Monosodium Glutamat
(MSG)
↑ Konsumsi MSG
Mengandung Senyawa
Glutamat
Membentuk Radikal Bebas
↑ Enzim oksidasi
untuk FFA
Stress Oksidatif
↑ Influks Ca2+ ke
intrasel lewat NMDA
↑Aktivitas α-KGDH
Aktivasi NO sintase dan PKC
↑ ROS
Memberikan rasa umami ↑ Sintesis Suksinil
co-A ligase
↑ Konsumsi suksinil coA
sebagai regulator sel
(+) Phospholipase
↑ Ca intrasel
↑ Influx Ca
Gangguan fungsi pompa kalsium
↓ Energi untuk transpor aktif
↓ Produksi ATP
Metabolisme sel anaerob
Hipoksial sel-sel
Iskemia jaringan
Gangguan suplai O2
Gangguan pada retikulum
endoplasma dan mitokondria
Bengkak organel-organel
Berlangsung terus-menerus
Kerusakan membran sel
Sitoplasma pucat
Edema
Menarik air
↑ Na intrasel
↓ Pompa Na keluar sel
↓ Sintesis protein dan lipid
↓ Regenerasi membran sel
Gangguan fungsi
enzim-enzim intrasel
↓ pH cairan intrasel
Penumpukan asam
laktat intrasel
↑ Jaringan Adiposa (Lemak)
↑ Produksi Hidroksietil,
XO, NADPH Peroksidasi Lipid
↓ Level glutathion
pada sel
Sitotoksisitas Seluler
Kerusakan mitokondria
Pelepasan sitokrom c
Berikatan dengan Apoptotic
protease activating factor 1
(apaf-1)
Aktivasi proses
Apoptosis sel hepar
Gambaran histologi
kerusakan sel
hepatosit
23
2.4. Kerangka Konsep
2.5. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
opersional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Berat Badan
Tikus
Ukuran dari berat
tikus yang diukur
pada hari pertama
sebelum
dilakukannya
pemberian MSG
(Dengan Syarat
100-150)
Timbangan
Analitik
Tikus
diletakkan pada
sebuah toples,
sebelumnya
timbangan telah
di kalibrasi
dengan berat
toples terlebih
dahulu, lalu
ditimbang
Numerik
Induksi monosodium
glutamat (MSG) berbagai
dosis selama 14 hari
Kerusakan mitokondria dan
membran sel
Kerusakan
Hepatosit
Gambaran
Histologi Sel
Hepatosit
Hepar tikus Sprague dawley
24
2. Tikus usia
reproduktif
Merupakan tikus
jenis sprague-
dowly dengan
usia reproduktif
kisaran 8-12
minggu
- Dengan menilai
aktifitas
reproduksi,
serta surat
keterangan usia
tikus
Kategorik
3.
Sel Hepatosit Adalah kelompok
sel epitelial yang
berbentuk
polyhedral
dengan 6
permukaan atau
lebih, memiliki
batas yang jelas,
dan memiliki inti
yang bulat di
tengah. nalberada
dalam lapisan
interkoneksi
hepar.
Mikroskop
Olympus
BX41
Jumlah sel
hepatosit
normal dan
patologis
Numerik
4. Degenerasi
Parenkimatosa
Adalah
perlemakan pada
parenkim hepar.
Gambaran
histologi berupa
bercak, zonal atau
merata
Manual
dengan
bantuan
Software
ImageJ
Jumlah sel
hepatosit
dengan
degenerasi
parenkimatosa
Numerik
25
5. Degenerasi
Hidropik
Adalah gangguan
pompa ion sel
sehingga air
masuk ke dalam
sel. Gambaran
histologi berupa
vakuola-vakuola
dan pembekakan
sel hepatosit
sampai dua kali
normal
Manual
dengan
bantuan
Software
ImageJ
Jumlah
hepatosit
dengan
degenerasi
hidropik
Numerik
6. Nekrosis Adalah kematian
sel atau jaringan.
Gambaran
histologi berupa
inti sel yang
mengecil dan
serabut halus
kromatin hilang.
Manual
dengan
bantuan
Software
ImageJ
Jumlah sel
hepatosit
dengan
nekrosis
Numerik
5. Skor Manja
Roenigk
Adalah metode
perhitungan sel
hepatosit untuk
mengetahui
derajat kerusakan
sel hepatosit.
Manual
dengan
bantuan
Software
ImageJ
Skor derajat
kerusakan
Numerik
26
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik eksperimental.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi : Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Laboratorium Parasitologi
dan Kandang Hewan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H
Juanda No.95 Ciputat Tangerang Selatan. Pembuatan preparat histologi
dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Cito, Depok.
Waktu : Penelitian dimulai April 2016 – Oktober 2016
Berikut peneliti tampilkan jadwal penelitian.
No. Kegiatan
Bulan Kegiatan
April Mei Jun Jul Agu Sep Okt
1.
Studi Pustaka
dan penulisan
proposal
x
2.
Persiapan bahan
dan peranti
penelitian
x
3. Penelitian x x x
4. Analisis Data x x
5. Penulisan x
27
3.3. Populasi dan Sampel
Hepar termasuk salah satu kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon.
Pengaruh hormonal lebih tinggi pada tikus betina. Atas dasar ini, peneliti
menggunakan hewan coba berupa tikus betina karena bertujuan untuk melihat
perubahan sel hepatosit yang dipengaruhi oleh kondisi hormonal akibat pemberian
perlakuan dalam jangka waktu relatif singkat (14 hari).
Penelitian ini menggunakan tikus putih betina (Ratus Novergicus) strain
Sprague dawley, usia 8-12 minggu, berat 100-150 gram. Jumlah sampel dihitung
dengan Rumus Federer53:
( t - 1 ) ( n - 1 ) > 15
( t – 1 ) ( n – 1 ) > 15
( 4 – 1 ) ( n – 1 ) > 15
3 ( n – 1 ) > 15
n – 1 > 5
n > 6
Ket: t = jumlah kelompok penelitian
n = jumlah ulangan sampel
Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
perlakuan, sebanyak 3 kelompok dan kelompok kontrol, jumlah kelompok
penelitian adalah 4 kelompok. Berdasarkan perhitungan, maka dibutuhkan minimal
6 tikus perkelompok untuk diambil organ heparnya, sehingga pada total ulangan
untuk sampel adalah dibutuhkan sebanyak 24 sampel. Untuk masing-masing
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dibutuhkan organ hepar dari sejumlah
6 tikus masibg-masing kelompok. Jadi, total ada 24 organ hepar yang didapat.
Kelompok penelitian terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol yang masing-masing kelompok terdiri dari:
1. Kelompok Kontrol
(A) Kelompok A : kelompok dengan kontrol murni positif, diberikan
akuades 4 ml/hari
2. Kelompok Perlakuan
(B) Kelompok B : kelompok dengan pemberian MSG 2.400
mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades
28
(C) Kelompok C : kelompok dengan pemberian MSG 3.600
mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades
(D) Kelompok D : kelompok dengan pemberian MSG 4.800
mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades
3.4. Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Pengelompokkan Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Masing-masing akan ditempatkan di tempat yang berbeda,
sesuai dengan pembagian dosis masing-masing. Tempat yang digunakan berupa
kandang hewan berbentuk baskom plastik dan diberi label. Satu kandang diisi oleh
2 tikus. Kelompoknya berupa: kontrol murni, kelompok perlakuan dosis MSG
2.400 mg/kgBB/hari, kelompok perlakuan dosis MSG 3.600 mg/kgBB/hari, dan
kelompok perlakuan dosis MSG 4.800 mg/kgBB/hari. Tiap kelompok terdiri dari
minimal 6 tikus. 1 kelompok memakai minimal 3 kandang hewan, 3 tempat makan
dan minimal 3 tempat minum. Tikus yang digunakan telah melewati penyeleksian
hewan percobaan dengan syarat hewan yang digunakan adalah hewan sehat, usia 8-
12 minggu dan berat badan 100-150 g. Sebelum memulai perlakuan, hewan coba
diaklimatisasi di kandang hewan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 1
minggu. Selama masa aklimatisasi, hewan coba hanya diberi pangan dan minum.
3.4.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.4.2.1 Alat Penelitian
- Alat timbangan tikus
- Alat ukur bahan ( Timbangan untuk MSG )
- Alat dan wadah pembuatan serta penyimpanan bahan: Gelas Ukur 500 cc dan
250 cc, Alat pengaduk, Tabung Erlyn Meyer
- Sonde lambung
- Spuit 5 cc dan 3cc Merk Terumo
- Minor set bedah
- Meja operasi
- Kandang tikus dan alat makan-minum
29
3.4.2.2. Bahan Penelitian
- Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan tikus putih strain Sprague-Dawley usia reproduksi
8-12 minggu, berat 100-150 g, sebanyak 24 ekor di dapat dari iRATCo Animal
Facility and Modeling Provider, Bogor.
- Monosodium Glutamat (MSG)
MSG merupakan sodium I Glutamate onohydrate ( C5H8NnaO4) M=187,13
g/mol diperoleh dari Merck Jerman. Preparat bentuk kristal putih, LD50 15.800
mg/kgBB. Cat No. K39104445 935 .
- Pakan dan air minum
Pakan : Pakan tikus berupa pellet ayam buatan PT. Comfeed (Cirebon)
Air Minum : Berupa air ledeng dengan penyaringan menggunakan Pure it yang
dimasukkan kedalam botol minum hewan terbalik
Pemberian makan dan minum dilakukan secara ad libitum
- Akuades Destilata
- Pembius Eter aktif
3.4.3. Induksi MSG
Tikus yang telah diaklimatisasi akan diberi perlakuan secara induksi,
masing-masing dosis tiap tikus akan diberikan secara peroral sekali perhari.
Kemudian, diletakkan lagi ke dalam kandang sesuai pembagian kelompok dan
diberi makan pellet dan minum dengan hasil dari penyaring air yang tersedia sesuai
jadwal. Induksi ini dilakukan selama 14 hari.
3.4.4. Pengambilan Organ Hepar
Setelah dilakukan perlakuan sesuai kelompok selama 14 hari, selanjutnya
tikus dianestesi. Mulanya tikus dimasukan kedalam toples yang sebelumnya telah
diisi kapas yang ditumpahkan eter. Lalu, hewan coba diletakkan di atas meja bedah
untuk diambil organ heparnya dengan minor set. Kemudian, organ yang telah
diambil dibersihkan dari darah dengan dimasukkan ke dalam tempat yang sudah
berisi larutan fisiologis (NaCl). Setelah itu, organ dimasukkan ke dalam plastik
biohazard yang telah terisi formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan
30
preparat di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3.4.5. Pembuatan Preparat Histologi
Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi
Cito, Depok. Pewarnaan yang digunakan adalah Hematoxylin Eosin (HE).
Pewarnaan ini bertujuan untuk melihat gambaran sel hepatosit. Organ hepar yang
akan dibuat preparat terlebih dahulu direndam di dalam larutan formalin 10%
selama 24 jam, proses ini disebut proses fiksasi.
Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, untuk menghilangkan kandungan
air dan larutan fiksasi yang ada di dalam jaringan. Proses ini dilakukan dengan
merendam organ secara berseri dalam urutan sebagai berikut :
Etanol 70% selama 2 jam
Etanol 80% selama 2 jam
Etanol 90% selama 2 jam
Etanol absolut selama 2 jam
Etanol absolut selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Setelah proses dehidrasi, proses selanjutnya adalah embedding, yaitu
perendaman organ ke dalam parafin cair dengan suhu 60⁰C di dalam tempat
cetakan. Posisikan jaringan sedemikian rupa sehingga seluruh bagian jaringan
terendam oleh parafin. Parafin yang merendam jaringan dibiarkan membeku lalu
keluarkan dari cetakan sehingga membentuk blok parafin. Blok parafin kemudian
disimpan dalam suhu -20⁰C.
Selanjutnya adalah proses pemotongan blok paraffin. Pemotongan
dilakukan dengan alat pemotong mekanis berupa mikrotom dengan ketebalan 3-4
μm. Setelah terbentuk irisan, kemudian diletakkan di atas permukaan air di dalam
waterbath dengan suhu 46⁰C. Irisan tersebut selanjutnya ditempelkan pada kaca
objek yang telah diolesi albumin kemudian tempatkan kaca objek pada suhu 60⁰C.
31
Selanjutnya kaca objek yang berisi jaringan dilakukan proses pewarnaan.
Proses pewarnaan dilakukan dengan merendam object glass ke dalam larutan secara
berseri dengan urutan sebagai berikut :
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol 90% selama 3 menit
Etanol 80% selama 3 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Larutan hematoksilin selama 6-7 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Alkaline selama 1 menit
Akuades selama 1 menit
Larutan eosin selama 1-5 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Etanol 80% sebanyak 10 celupan
Etanol 90% sebanyak 10 celupan
Etanol absolut pertama sebanyak 10 celupan
Etanol absolut kedua selama 1 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Kemudian object glass diangkat dalam keadaan basah kemudian diteteskan
Canada Balsom dan ditutup dengan kaca penutup. Selanjutnya preparat sudah dapat
diamati pada mikroskop.54-55
3.4.6. Pemotretan Preparat Histologi
Pemotretan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Preparat dilihat menggunakan Mikroskop
32
Olympus BX41 dengan perangkat lunak DP2-BSW pada perbesaran 400x dengan
5 lapang pandang.
3.4.7. Pengamatan dan Penghitungan Sel Hepatosit
Pengamatan sel hepatosit dilakukan dengan membuat foto preparat dan
menghitung hepatosit secara kuantitatif dengan bantuan perangkat lunak ImageJ
sebanyak 5 lapang pandang pada tiap preparat. Dari setiap lapang pandang, peneliti
membagi menjadi 4 bagian sama rata untuk diambil satu bagian saja. Pengambilan
bagian ini dilakukan dengan cara randomisasi menggunakan undian. Gambaran sel
hepatosit yang dilihat adalah normal, degenerasi parenkimatosa, degenerasi
hidropik dan nekrosis.16,57-62
Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang
nonfatal. Perubahan-perubahan ini bersifat reversibel. Ada banyak penyebab
terjadinya degenerasi dan apabila berjalan lama dan dalam derajat yang berlebihan
dapat mengakibatkan kematian sel, yaitu nekrosis. Jejas sel dan kematian sel
merupakan kerusakan yang berbeda dalam derajat kerusakannya. Pada jejas sel
yang berbentuk degenerasi masih dapat pulih (reversibel), sedangkan pada nekrosis
tidak dapat pulih (ireversibel). Ada banyak jenis degenerasi yang dapat terjadi,
namun khusus pada penelitian ini peneliti menggunakan parameter degenerasi
parenkimatosa dan degenerasi hidropik. 56
Degenerasi parenkimatosa adalah perubahan seluler yang terjadi pada
sitoplasma berupa perlemakan, yaitu penimbunan lemak pada parenkim hepar.
Nama lain degenerasi ini adalah degenerasi keruh, degenerasi albuminosa dan
cloudly swelling. Pembekakan dan kekeruhan sitoplasma yang terjadi merupakan
akibat dari pengendapan protein. Gambaran histologi yang didapat berupa bercak,
zonal atau merata. Degenerasi parenkimatosa merupakan degenerasi yang paling
ringan derajatnya dan bersifat reversibel. Kerusakan yang terjadi hanya pada
sebagian kecil struktur sel dan menyebabkan oksidasi sel terganggu. Oksidasi yang
teganggu ini menyebabkan proses eliminasi air tidak maksimal sehingga terjadi
penimbunan air di dalam sel.56
Degenerasi Hidropik terjadi karena adanya gangguan membran sel
sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma. Gangguan keseimbangan cairan ini
33
Sumber: Roenigk et al, 1998
Ramachandran et al, 2009
Prasetiawan et al, 2012
Sutrisna et al, 2013
Maulida et al, 2015
Andreas et al, 2015
Arifuddin et al, 2016
Tabel 3.2. Skoring Histopatologi Manja Roenigk
menimbulkan vakuola-vakuola yang berukuran kecil hingga besar. Terjadi
akumulasi cairan karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang
masuk. Karakteristik gambaran histologi yang terlihat adalah pembekakan sel
hepatosit sampai dua kali normal. Kerusakan ini bersifat reversibel dan sering
disebut juga ballooning degeneration. Derajat keparahannya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan degenerasi parenkimatosa.56
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan. Kematian sel ini ditandai
dengan inti sel yang mati dan menjadi kecil, kromatin kehilangan serabut halus
retikuler dan menjadi berlipat-lipat, sel menjadi lebih padat, eosinofilik dan
homogen. Berdasarkan lokasi dan luasnya nekrosis dapat dibedakan menjadi
nekrosis fokal, nekrisis zonal dan nekrosis masif.56
Kerusakan sel hepatosit ditentukan menggunakan skor gambaran
histopatologi hepar modifikasi Manja Roenigk, yaitu dari sel yang diamati pada tiap
bagian dari lapang pandang, jumlah sel normal dikalikan 1, sel dengan degenerasi
parenkimatosa dikalikan 2, sel dengan degenerasi hidropik dikalikan 3 dan sel
dengan nekrosis dikalikan 4. Seluruh skor dijumlahkan hingga 5 lapang pandang
sebagai nilai kerusakan hepar yang terjadi. Setelah didapatkan nilai kerusakan hepar
setiap sampel dalam 1 kelompok, peneliti mencari nilai rata-rata yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam SPSS versi 16.00 untuk diuji statistik.16,57-62
Tingkat Perubahan Nilai
Normal 1
Degenerasi Parenkimatosa 2
Degenerasi Hidropik 3
Nekrosis 4
34
3.4.8. Perhitungan Sel dengan Perangkat Lunak ImageJ
1. Membuka perangkat lunak ImageJ
2. Buka gambar yang akan dihitung jumlah sel nya dengan meng-klik File, lalu
pilih Open, pilih gambar yang akan dihitung.
3. Klik Plugins, sorot pada Analyze, pilih Grid, atur Grid line sesuai kebutuhan
dan klik OK. Akan muncul grid line sebagai garis bantu untuk meminimalisir
kesalahan
4. Double Klik Multipoint tool pada toolbar
5. Arahkan kursor ke inti sel yang akan dihitung lalu klik kursor. Akan muncul
titik yang menandakan bahwa sel tersebut sudah dihitung. Ulangi hingga
seluruh sel terhitung
6. Jumlah sel akan ditampilkan pada kotak Configure
3.5. Manajemen Data
Setelah mendapatkan data dari pengamatan, data dikalkulasikan dan dicari
nilai rata-rata (mean) dari setiap kelompok dan standar deviasi. Kemudian,
dilakukan pengujian asumsi normalitas data terhadap variabel yang akan dilakukan
analisis. Data yang terkumpul dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
program SPSS versi 16.0.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik numerik yang tidak
berpasangan, selain itu jumlah kelompok lebih dari dua kelompok, karena itu
digunakan uji Oneway ANOVA jika distribusi dan varians data normal.
Sebelumnya dilakukan dulu uji normalitas dan homogenitas varians. Uji
normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas varians
menggunakan uji statistik Levene. Jika distribusi data tidak normal maka
digunakan uji Kruskall-Wallis. Jika normal, maka dilanjutkan dengan uji Oneway
ANOVA. Bila hasilnya signifikan (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc
untuk mengetahui angka signifikan dari setiap kelompok. dan uji homogenitas
varians.63
35
3.6. Alur Penelitian
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(8) (7)
(9) (10)
(11)
Tikus tiba di animal house dan
dimasukkan ke masing-masing
kandang
Masa adaptasi hewan coba, dan pemberian makan, minum,
serta mengganti sekam sebagai alas kandang
Tikus dikelompokkan
dan diberi tanda sesuai
kelompok perlakuan
Berat badan ditimbang setiap sebelum
melakukan induksi
Tikus diinduksi selama 14 hari dan tetap diberi makan, minum dan
dibersihkan kandangnya
Kelompok Dosis 1
dengan MSG
2.400 mg/4ml/hari
Kelompok kontrol
dengan akuades
4ml/hari
Kelompok Dosis 2
dengan MSG
3.600 mg/4ml/hari
Kelompok Dosis 3
dengan MSG
4.800 mg/4ml/hari
Sacrificing
Pengukuran Berat Badan, Pembiusan, Pembedahan,
Pengambilan organ hepar
Pembuatan preparat histologi dilakukan di
Laboratorium Cito, Depok dengan pewarnaan
Hematoxylin Eosin (HE).
Pemotretan preparat dengan Mikroskop
Olympus BX41 dengan perangkat lunak DP2-
BSW pada perbesaran 400x dengan 5 lapang
pandang
Didapatkan hasil pengolahan data perubahan
histologi sel hepatosit
Hari ke-1
Hari ke-14
Hari ke-15
Pengamatan dan Penghitungan Sel Hepatosit
dengan bantuan perangkat lunak ImageJ
sebanyak 5 lapang pandang pada tiap preparat,
kemudian dirata-rata
Manajemen Data dengan SPSS versi 16.0
36
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Kelompok yang digunakan selama penelitian terdiri dari Kelompok Kontrol
(kelompok A) dan Kelompok Perlakuan (Kelompok B, C dan D). Kelompok A
yang menjadi kelompok normal diberi akuades tanpa MSG. Kelompok B adalah
kelompok tikus dengan pemberian MSG 2.400 mg/kgBB/hari. Kelompok C adalah
kelompok tikus dengan pemberian MSG 3.600 mg/kgBB/hari. Kelompok D adalah
kelompok tikus dengan pemberian MSG 4.800 mg/kgBB/hari. Data yang didapat
berupa kenaikan berat badan tikus dan gambaran histologi kerusakan sel hepatosit
akibat induksi MSG dengan berbagai dosis.
4.1.1. Berat Badan
Pengukuran berat badan dilakukan setiap sebelum induksi akuades
(kelompok A) dan MSG berbagai dosis (kelompok B, C dan D) dengan
menggunakan timbangan digital. Setelah mendapatkan hasil pengukuran semua
tikus (data terlampir), peneliti melakukan pengukuran rata-rata berat badan awal
(saat perlakuan pertama) dan akhir (sebelum sacrificed). Berikut peneliti tampilkan
tabel hasil pengukuran rata-rata berat badan tikus.
Kelompok
Rata-rata Berat Badan (gram) ± SD Peningkatan Berat Badan
(g) ± SD Awal Akhir
A 117,5±12.03 132,5±7,94
15±10,60
B 115±12,31 136±12,03
21±14,85
C 119,5±7,26 139,3±14,39
19,83±14,02
D 121,83±10,68 141,83±11,92
20±14,14
Tabel 4.1. Rata-rata Berat Badan Sebelum dan Sesudah Perlakuan
37
Tabel dan grafik hasil pengukuran berat badan di atas menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan berat badan pada masing-masing kelompok tikus antara
sebelum dilakukan perlakuan dan setelah dilakukan perlakuan. Pada kelompok A
terdapat peningkatan berat badan sebesar 15 g. Pada kelompok B terdapat
peningkatan berat badan sebesar 21 g. Pada kelompok C terdapat peningkatan berat
badan sebesar 19,83 g. Pada kelompok D terdapat peningkatan berat badan sebesar
20 g.
4.1.2. Gambaran Histologi Kerusakan Sel Hepatosit
Penelitian dilakukan selama 14 hari terhadap 24 ekor tikus putih betina
Sprague dawley usia reproduktif (8-12 minggu) yang diinduksi akuades dan MSG
berbagai dosis. Pengukuran histologis kerusakan sel hepatosit dengan berbagai
tingkatan menggunakan skoring Manja Roenigk. Berikut hasil rata-rata skoring
Manja Roenigk setiap kelompok.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
A B C D
Berat Badan Awal dan Akhir Tikus
Berat Badan Awal (g) Berat Badan Akhir (g)
Grafik 4.1. Rata-rata Berat Badan Tikus Awal dan Akhir
38
Kelompok N Rata-rata Skoring Manja Roenigk
A 6 477,17
B 6 842,17
C 6 1194
D 6 1484,67
Tabel dan grafik di atas menunjukkan nilai rata-rata skoring Manja Roenigk
dari masing-masing kelompok. Rata-rata ini menjelaskan derajat kerusakan sel
hepatosit. Semakin tinggi nilai rata-rata, maka semakin tinggi juga derajat
kerusakan. Nilai rata-rata terendah terdapat pada kelompok A (induksi akuades 4
ml/hari), diikuti oleh kelompok B (induksi MSG dosis 2.400 mg/kgBB/hari) dan
kelompok C (induksi MSG dosis 3.600 mg/kgBB/hari). Nilai rata-rata tertinggi
terdapat pada kelompok D (induksi MSG dosis 4.800 mg/kgBB/hari). Jadi, bisa
disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin tinggi
derajat kerusakan sel hepatosit. Berikut gambaran histopatologi dari keempat
kelompok.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
A (akuades) B (MSG 2.400) C (MSG 3.600) D (MSG 4.800)
Tabel 4.2. Rata-rata Skoring Manja Roenigk
Grafik 4.2. Rata-rata Skoring Manja Roenigk
Kelompok (Perlakuan mg/kgBB/hari)
Ra
ta-r
ata
Sk
ori
ng
Ma
nja
Ro
enig
k
39
Gambar 4.1. Gambaran Histologi Hepar dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 400x
(A) Kelompok dengan kontrol murni positif, diberikan akuades 4 ml/hari;
(B) Kelompok dengan pemberian MSG 2.400 mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades;
(C) Kelompok dengan pemberian MSG 3.600 mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades;
(D) Kelompok dengan pemberian MSG 4.800 mg/kgBB/hari dalam 4 ml akuades.
Panah biru : sel hepatosit normal.
Panah kuning : sel hepatosit yang mengalami degenerasi parenkimatosa.
Panah hijau : sel hepatosit yang mengalami degenerasi hidropik.
Panah hitam : sel hepatosit yang mengalami nekrosis.
A B
C D
40
Setelah mendapatkan nilai skoring Manja Roenigk dari semua preparat
histologi yang dihitung manual dengan bantuan software ImageJ, selanjutnya
peneliti memasukkan data-data ke dalam SPSS versi 16.00 untuk diuji secara
statistik (data terlampir). Pertama, peneliti melakukan uji normalitas dengan
menggunakan Shapiro-Wilk. Uji Shapiro - Wilk digunakan karena dalam penelitian
ini jumlah sampel kurang dari lima puluh. Dalam uji Shapiro - Wilk didapatkan
nilai p = 0.118 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data dalam
penelitian ini normal (data terlampir).63
Selanjutnya, peneliti melakukan uji homogenitas varians. Peneliti
mendapatkan nilai p = 0.304 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi
data dalam penelitian ini memiliki varians yang sama (data terlampir). Karena
distribusi data yang normal dan varians yang sama, maka data dapat diuji dengan
uji Oneway ANOVA.63
Kelompok N Rata-rata Skoring Manja Roenigk ± SD Nilai p
A 6 477,17 ± 71,76
0,000
B 6 842,17 ± 147,63
C 6 1194 ± 109,48
D 6 1484,67 ± 115,77
Pada uji Oneway ANOVA didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna rata-rata skoring Manja
Roenigk pada semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan
perlakuan dan dosis MSG yang diinduksi berpengaruh terhadap rata-rata derajat
kerusakan sel hepatosit tikus putih betina Sprague dawley usia reproduktif. Dengan
demikian, peneliti dapat melanjutkan dengan uji Post Hoc untuk mengetahui pada
kelompok manakah terdapat perbedaan yang bermakna.63
Tabel 4.3. Hasil Uji Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit
41
Kelompok yang Diuji Kelompok Pembanding Nilai p
Kelompok A
Kelompok B 0,000
Kelompok C 0,000
Kelompok D 0,000
Kelompok B
Kelompok A 0,000
Kelompok C 0,000
Kelompok D 0,000
Kelompok C
Kelompok A 0,000
Kelompok B 0,000
Kelompok D 0,000
Kelompok D
Kelompok A 0,000
Kelompok B 0,000
Kelompok C 0,000
Hasil analisis Post Hoc menunjukkan bahwa pada semua kelompok
dibandingkan dengan kelompok lain mempunyai nilai p = 0,000 (p<0,05). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada semua
kelompok yang diuji.63
4.2. Pembahasan
4.2.1. Berat Badan
Terjadi peningkatan berat badan pada semua kelompok perlakuan. Namun,
tidak terlihat peningkatan yang cukup bermakna karena tidak ada peningkatan yang
berbeda jauh antar perlakuan. Tawfik dan Al-Badr melaporkan bahwa terjadi
peningkatan berat badan secara signifikan terhadap tikus yang diberikan MSG dosis
600 dan 1600 mg/kgBB/hari selama 14 hari.11 Kemudian, Kumbhare (2015)
melakukan penelitian konfirmatif dengan memberikan dosis yang lebih besar.
Penelitian ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan berat badan secara
signifikan pada tikus yang diberikan MSG dosis 3000 mg/kgBB dan 6000
mg/kgBB/hari.12
Tabel 4.4. Hasil Uji Post Hoc Histologi Sel Hepatosit
42
4.2.2. Gambaran Histologi Kerusakan Sel Hepatosit
Pehitungan derajat kerusakan dengan skoring Manja Roenigk yang telah
dimasukkan ke dalam analisis statistik menunjukkan perbedaan tingkat kerusakan
sel hepatosit antar kelompok perlakuan. Dari table 4.3. dan grafik 4.2., dapat dilihat
bahwa kelompok A merupakan kelompok dengan derajat kerusakan terkecil
(normal) dan kelompok D merupakan kelompok dengan derajat kerusakan terbesar.
Sedangkan, di antara keduanya terdapat derajat kerusakan ringan sampai sedang,
yaitu kelompok B dan C.
Kelompok A merupakan kelompok dengan induksi akuades 4 ml/hari
selama 14 hari dan tidak diinduksi MSG sama sekali. Pada gambaran histologi,
terlihat bahwa sel hepatosit yang paling banyak adalah sel hepatosit normal. Pada
beberapa preparat histologi, terdapat sel hepatosit dengan degenerasi parenkimatosa
dan degenerasi hidropik dalam jumlah yang sangat terbatas. Pada umumnya, setiap
preparat memberikan gambaran sel hepatosit yang mengalami nekrosis. Kematian
sel seperti ini normal terjadi dalam hepar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cheville (1999) bahwa nekrosis sel tidak termasuk ke dalam
kejadian patologi karena dalam keadaan normal nekrosis juga dapat terjadi. Namun,
ketika terjadi peningkatan jumlah nekrosis, ini menandakan terdapat suatu proses
patologis.64
Kelompok B merupakan kelompok dengan induksi MSG 2.400
mg/kgBB/hari selama 14 hari. Pada gambaran histologi, terlihat bahwa sel hepatosit
normal masih banyak, namun terjadi peningkatan jumlah sel hepatosit degenerasi
parenkimatosa dan nekrosis. Keadaan ini menunjukkan derajat kerusakan yang
lebih berat dibandingkan dengan kelompok A.
Kelompok C merupakan kelompok dengan induksi MSG 3.600
mg/kgBB/hari selama 14 hari. Pada gambaran histologi, sel hepatosit normal
semakin berkurang jumlahnya, terjadi peningkatan progresif jumlah sel hepatosit
dengan degenerasi parenkimatosa dan degenerasi hidropik melebihi kelompok B.
Selain itu, sel hepatosit yang mengalami nekrosis juga semakin mudah ditemukan.
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok C mengalami derajat kerusakan lebih tinggi
dibandingkan kelompok A dan B.
43
Kelompok D merupakan kelompok dengan induksi MSG 4.800
mg/kgBB/hari selama 14 hari. Gambaran histologi menunjukkan kerusakan yang
sangat tinggi, dibuktikan dengan pengamatan mata dan perhitungan skor. Berbeda
dengan kelompok A, B dan C, pada penampakan histologisnya, kelompok D
menunjukkan gambaran kerusakan masif berupa nekrosis yang terjadi dimana-
mana dan semakin jarangnya terlihat sel hepatosit normal. Hal ini membuktikan
bahwa kelompok D merupakan kelompok dengan derajat kerusakan tertinggi.
Perbedaan derajat kerusakan ini menunjukkan perbedaan tingkatan efek
toksik MSG dengan berbagai dosis terhadap hepar, dalam hal ini hepatosit. Hal ini
sesuai dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang sama-
sama menggunakan skoring Manja Roenigk sebagai dasar perhitungan sel
hepatosit. Hasil penelitiannya berupa peningkatan jumlah kerusakan berupa
degenerasi hidropik dan nekrosis sesuai dengan lama pajanan induksi MSG.16,61
Maulida (2015) menambahan vitamin C dan E pada tikus yang diinduksi MSG.
Setelah masa perlakuan, didapatkan bahwa terjadi perbaikan terhadap kerusakan sel
hepatosit. Gambaran histologi hepar tikus yang hanya diberikan MSG tanpa vitamin
C dan E menunjukkan kerusakan sel hepatosit akibat zat toksik dalam MSG.16
Sel-sel hepatosit kelompok B dan C merupakan kelompok yang mengalami
degenerasi terbanyak. Sedangkan kelompok D merupakan kelompok yang
mengalami nekrosis terbanyak. Dari bukti-bukti yang didapatkan, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan tingkat dosis MSG yang diberikan menyebebakan
derajat kerusakan yang berbeda pula.65
Mekanisme kerusakan sel hepatosit pada dasarnya disebabkan oleh iskemik,
yaitu keadaan berkurangnya suplai oksigen terhadap jaringan atau organ. Banyak
faktor yang menyebabkan iskemia, yang tersering adalah cedera sel. Senyawa
glutamat dalam MSG akan membentuk radikal bebas dan meingkatkan ROS
(Reactive Oxygen Species) yang menyebabkan gangguan suplai oksigen.65
Penurunan suplai oksigen menyebabkan metabolisme di dalam sel berubah
sehingga menurunkan produksi ATP (adenosine trifosfat). Penurunan sumber
energi ini menyebabkan gangguan aktivitas sel, termasuk transport aktif. Pada
keadaan normal, transport aktif menggerakkan pompa natrium memompa natrium
dari intrasel ke ekstrasel. Ketika terjadi gangguan transport aktif, maka terjadi
44
kelebihan natrium di dalam sel. Ion natrium yang berlebihan di intrasel ini menarik
air ke dalam sel sehingga terjadi penumpukan cairan intrasel membentuk edema
sel. Pada kondisi ini sitoplasma secara mikroskopik akan tampak pucat. Jika kondisi
ini teratasi dengan cepat, maka secara berangsur struktur dan fungsi sel akan
kembali seperti semula.65
Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus, organel-organel dapat
mengalami pembengkakan, termasuk retikulum endoplasma dan mitokondria.
Retikulum endoplasma yang terganggu menyebabkan penurunan sintesis protein
dan lipid, sehingga proses regenerasi membran sel terganggu. Kerusakan membrane
sel juga terjadi karena terganggunya fungsi pompa kalsium sehingga meningkatkan
influks kalsium ke intrasel dan meningkatkan aktivitas enzim phospholipase
sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel.65
Iskemia juga menyebabkan metabolism anaerob sehingga terjadi
penumpukan asam laktat intrasel. Asam laktat ini menyebabkan gangguan fungsi
enzim-enzim intrasel dan menurunkan pH cairan intrasel. Dengan kondisi-kondisi
akan mempercepat kerusakan sel hepatosit.65
Efek toksik akibat induksi MSG dalam dosis tinggi dan dalam jangka
panjang tidak mampu dihadapi oleh hepar. Stimulus yang berat dan lama melebihi
kapasitas adaptif sel hepatosit sehingga menyebabkan kematian sel karena sel
hepatosit tidak mampu lagi mengompensasi perubahan yang terjadi. Selain karena
stimulus yang bersifat patologis seperti senyawa glutamate, sel hepatosit dan sel
tubuh lain pada umumnya mempunyai mekanisme kematian sel yang terprogram
karena telah mencapai masa hidup tertentu. Mekanisme ini disebut apoptosis. Tapi,
dengan adanya keadaan iskemik mengakibatkan kerusakan mitokondria sehingga
melepaskan sitokrom c yang akan berikatan dengan apaf-1 (apoptotic protease
activating factor 1). Ikatan sitokrom c dengan apaf-1 ini akan mengaktivasi proses
apoptosis sel hepar.65
45
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Pemberian MSG peroral selama 14 hari pada semua kelompok perlakuan
berpengaruh secara bermakna terhadap gambaran histologi sel hepatosit
tikus betina (Sprague dawley) masa reproduktif (8-12 minggu).
5.2 Saran
Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut tentang efek pemberian MSG
terhadap gambaran histologi sel hepatosit dengan dosis yang lebih beragam
dan waktu perlakuan yang lebih lama.
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan lapang
pandang yang lebih luas agar hasil lebih representatif.
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan teknik
perhitungan sel hepatosit yang lebih objektif, misalnya dengan
menggunakan IHK (Imunohistokimia) atau Histology and Imaging Core
(HIC) seperti yang sudah dimiliki oleh University of Washington.
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya membahas berat badan
sebelum dan sesudah masa perlakuan dengan lebih baik dengan
memperhatikan jenis dan porsi makan tiap hari agar bisa mengetahui efek
pemberian MSG terhadap peningkatan nafsu makan.
Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan
perhitungan dosis berdasarkan Luas Permukaan Tubuh (m2).
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
2. Bhattacharya, T., Bhakta, A., Ghosh, SK. Long Term Effect of Monosodium
Glutamate in Liver of Albino Mice After Neo-natal Exposure. Nepal Med Coll
J, 2011;Volume 13(1), p. 11-16.
3. Onyema, OO., Farombi, EO., Emerole, GO., Ukoha, AI., Onyeze, GO. Effect
of Vitamin E on Monosodium Glutamate Induced Hepatoxixity and Oxidative
Stress in Rats. Indian J Biochem Biophys, 2006;Volume 43, p. 20-3.
4. Sharma, V., Deshmukh, R. Ajinomoto (MSG): A Fifth Taste or A Bio Bomb.
EJPMR, 2015 Jan 21;Volume 5(2), p. 381-400.
5. Geha, RS., Beiser, A., Ren, C., et al. Multicenter, Double-Blind, Placebo-
Controlled, Multiple-Challenge Evaluation of Reported Reactions to
Monosodium Glutamate. J Allergy Clin Immunol, 2000 Nov;Volume 106(5), p.
973-80.
6. Eweka, A., Om'Iniabohs, F. Histological Studies of The Effects of Monosodium
Glutamate on The Liver of Adult Wistar Rats. J Gastroenterol Hepatol,
2007;Volume 6, p. 2.
7. Shaumburg, HH., Byck, R., Gerstyl, R., Mashman, JH. Monosodium L-
glutamate: Its Pharmacology and Role in the Chinese Restaurant Syndrome.
Science, 1969;Volume 163, p. 826-8.
8. Erb J. The Slow Poisoning of Mankind: A Report on The Toxic Effects of The
Food Additive Monosodium Glutamate; 2006. Presented to the Joint
FAO/WHO Expert Committee On Food Additives. Available at:
www.holisticmed.com/msg/TheErbreportonMSGtotheWHO.pdf. [Accessed:
27 August 2016].
9. FDA. FDA and monosodium glutamate (MSG); 1995. Available at:
www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html. [Accessed: 28 August 2016].
10. Suratmah. Ilmu Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Liberty; 1997.
47
11. Tawfik, MS., Al-Badr, N. Adverse Effect of Monosodium Glutamate on Liver
and Kidney Functions in Adult Rats and Potential Protective Effect of Vitamins
C and E. J Nutr Food Sci, 2012 Feb 18;Volume 3, p. 651-9.
12. Kumbhare, V., Gajbe, U., Singh, BR., Reddy, AK., Shukla, S. Histological and
Histochemical Changes in Liver of Adults Rats Treated with Monosodium
Glutamate : a Light Microscopic Study. WJPPS, 2015;Volume 4(04), p. 898-
911.
13. Simanjuntak, L. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran
Histologis Hati Mencit (Musculus L.) yang Dipapari Monosodium Glutamate.
Tesis. Medan: FK USU; 2010.
14. Ortiz, GG., Bitzer-Quintero, OK., Zarate, CB., et al. Monosodium Glutamate-
Induced Damage in Liver and Kidney: A Morphological and Biochemical
Approach. Biomed Pharmacother, 2006;Volume 60, p. 86-91.
15. Fauzi TM. Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C Terhadap Kadar
Malondaldehyde dan Kuantitas Spermatozoa di dalam Sekresi Epididimis
Mencit Albino (Musculus L) Strain Balb/C. Tesis. Medan: FK USU; 2008.
16. Maulida, A., Ilyas, S., Hutahaean, S. Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E
Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Musculus L.) yang Dipajankan
Monosodium Glutamat (MSG). Medan: USU; 2015.
17. Lu, FC. Toksikologi Dasar. 2ed. Jakarta : Universitas Indonesia Press; 1994.
18. Brilliantina, L. Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat pada Induk Tikus
Hamil Terhadap Berat Badan dan Perkembangan Otak Anaknya pada Usia 7
dan 14 Hari. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
19. Suryadi, E., Iryani, D., Suyono, SK. Perubahan Sel-Sel Leydig Tikus Putih
(Rattus Norvegicus) Jantan Dewasa Setelah Pemberian Monosodium Glutamat
Peroral. Jurnal Anatomi Indonesia, 2007;Volume 1(3), p. 129-32.
20. Prawirohardjono, W., Dwiprahasto, I., Astuti, I., Hadiwandowo, S., Kristin, E.,
Muhammad, M., et al. The Administration to Indonesians of Monosodium L-
Glutamate In Indonesian Foods: An Assessment of Adverse Reactions in A
Randomized Double-Blind, Crossover, Placebo-Controlled Study. J Nutr,
2000;Volume 130, p. 1074-76.
48
21. Filer, LJ., Garattini, S., Kare, MR., Reynolds, WA., Wurtman, RJ. Free and
Bound Glutamate in Natural Products. New York: Raven Press; 1979, p. 25-
34. Available at: www.jn.nutrition.org/cgi/content/full/130/4/892S. [Accessed:
28 August 2016].
22. Sukawan, U. Efek Toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada Binatang
Percobaan. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008.
23. Rangkuti, RH., Suwarso, E., Hsb, PAZ. Pengaruh Pemberian Monosodium
Glutamat (MSG) pada Pembentukan Mikronukleus Sel Darah Merah Mencit. J
Pharm Pharmacol, 2012;Volume 1(1), p. 29-36.
24. Wakidi, RF. Efek Protektif Vitamin C Dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit
Jantan Dewasa yang Dipajan dengan Monosodium Glutamat. Tesis. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara; 2012.
25. Halpern, BP. Glutamate and The Flavor of Foods. J Nutrit, 2000;Volume 130,
p. 910-14.
26. Invesment Opportunities in Indonesia, PT Holdiko Perkasa. Available
at: www.holdiko.com/subcatindov.php?sctid=19&ctid=10. [Accessed: 28
August 2016].
27. Donatus, IA. Toksikologi Pangan. 1st ed.. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi
UGM; 1990.
28. Maidawilis. Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat Terhadap Kadar
Follicle Stimulating Hormon dan Luteinizing Hormon Mencit (Mus Musculus)
Betina Strain Jepang. Tesis. Padang: Universitas Andalas; 1990.
29. Sukawan, UY. Efek Toksik Monosodium Glutamate (MSG) pada Binatang
Percobaan. Sutisning, 2008;Volume 3(2), p. 306-14.
30. Gill, S., Pulido, O. Glutamate Receptors in Peripheral Tissue : Excitatory
Transmission Outside The CNS. Library of Congress Cataloging in Publication
Data; 2004.
31. Chaudhari, N., Landin, AM., Roper, SD. A Metabotropic Glutamate Receptor
Variant Functions as A Taste Receptor. Nat Neurosci, 2000;Volume 3, p. 113–
19.
32. YH, Uke. Efek Toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada Binatang
Percobaan. Jakarta. Sutisning, Jan 2008;Volume 3, p. 306–14.
49
33. Molina, PE. Endocrine Physiology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.
34. Barret, KE., Barman, SM., Boitano, S., Brooks, HL. Ganong’s Review of
Medical Physiology. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2012, p. 713.
35. Murray, RK., Granner, DK., Rodwell, VW. Biokimia Harper. 27 ed. Jakarta:
EGC; 2009, p. 250-1.
36. Guyton, AC., Hall, JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2006, p. 856.
37. Cooper, AJL., Jeitner, TM. Central Role of Glutamate Metabolism of Nitrogen
Homeostasis in Normal and Hyperammonemic Brain. Biomolecules, 2016
Mar;Volume 6, p. 16.
38. Ardyanto, TD. MSG dan Kesehatan: Sejarah, Efek dan Kontroversinya.
Inovasi, 2004 Aug;Volume 1(16), p. 52-6.
39. Khrisna, VN., Karthika, D., Surya, DM., Rubini, MF., Vishalini, M., Pradeepa,
YJ. Analysis of Monosodium L-Glutamate in Food Products by High-
Performance Thin Layer Chomatography. J Young Pharm, 2009;Volume 2(3),
p. 297-300.
40. Stegink, LD., Filer, J. Effects of Aspartame Ingestion on Plasma Aspartate,
Phenylalanine, and Methanol Concentrations in Normal Adults. In: The Clinical
Evaluation of A Food Additive: Assessment of Aspartame. CRC Press, 1996:
p. 67-86.
41. Olney, JW. Brain lesions, Obesity, And Other Disturbances in Mice Treated
with Monosodium Glutamate. Science, 1969 May 9;Volume 164(3880), p. 719-
21.
42. Sherwood, L. Fisiologi Manusia. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.
43. FDA. Questions and Answer on Monosodium Glutamate (MSG); 2012.
Available at: www.fda.gov/Food/IngredientsPackagingLabeling/ [Accessed:
28 August 2016].
44. Sudoyo., Aru, W., et al. Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 4th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2006.
45. Drake, R., Vogl, AW., Adam, WMM. Dasar-dasar Anatomy Gray. Singapore:
Elsevier; 2014.
50
46. Netter, FH. Atlas of Human Anatomy. 25th Ed. Singapore: Elsevier; 2014, p.
272.
47. Mescher, AL. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. 12th Ed. Jakarta: EGC;
2010, p. 288.
48. Tortora, GJ, Grabowski, SR. Principles of Anatomy and Physiology. New York:
Wiley; 2000, p. 946.
49. Husarova, V., Ostatnikova, D. Monosodium Glutamate Toxic Effects and Their
Implications for Human Intake: A Review. JMED Research; 2013.
50. Powers, SK., Jackson, MJ. Exercise-induced Oxidative Stress : Cellular
Mechanisms and Impact on Muscle Force Production. Physiol Rev,
2008;Volume 88, p. 1243-76.
51. Sikka, SC., Rajasekaran, M., Hellstrom WJ. Role of Oxidative Stress and
Antioxidants in Male Infertility. Int J Androl, 1995;Volume 16, p. 464-8.
52. Slater, TF. Free-Radical Mechanisms in Tissue Injury. Biochem J, 1984 Aug
15;Volume 222(1), p. 1–15.
53. Federer, WT. Randomization and Sample Size in Experimentation. Wahington
D. C: Food and Drug Administration Statistics Seminar; 1966 Sept 19.
54. Muntiha, M. Teknik Pembuatan Preparat Histologi dari Jaringan Hewan
Dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE). Temu Teknis Fungsional
Non Peneliti; 2001.
55. Waheed, U. Histotechniques. Saarbrucken: Lap Lambert Academic Publ; 2012.
56. Sarjadi., Wijaya, I, Endro, PB., Sadhana, U. Panduan Praktikum Patologi
Anatomi. 2nd ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2003.
57. Roenigk, HH., Aurbach, R., Maibach, H., Weinstein, G., Lebwohl, M.
Methotrexate in Psoriasis: Consensus Conference. J Am Acad Dermatol,
1998;Volume 38, p. 478-85.
58. Ramachandran, R., Kakar, S. Histological Patterns in Drug-Induced Liver
Disease. J Cin Pathol, 2009;Volume 62, p. 481-92.
59. Prasetiawan, E., Sabri, E., Ilyas, S. Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus
Musculus L.) Strain Ddw Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah
Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium Dc.) Selama Masa Pra Implantasi
dan Pasca Implantasi. Medan: USU; 2012.
51
60. Sutrisna, E., Fitriani, AA., Setiawati., Salim, IA., Maskoen, AM., Sujatno, M.,
Sastramihardja, HS. Efek-efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Sendok
(Plantago Major L) pada Tikus Model Hepatotoksik: Tinjauan Anatomi dan
Histopatologi. Pharmacy, 2013 Jul 01; volume 10, p. 5.
61. Andreas, H., Trianto, HF., Ilmiawan, AI. Gambaran Histologi Regenerasi Hati
Pasca Penghentian Pajanan Monosodium Glutamat pada Tikus Wistar. E-
Jurnal Kedokteran Indonesia, 2015 Apr 1;Volume 3(1), p. 29-36.
62. Arifuddin., Asri, A., Imatris. Efek Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran
Histopatologi Hati Tikus Wistar yang Terpapar Timbal Asetat. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2016;Volume 5(1), p. 217-18.
63. Dahlan, MS. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. Jakarta: Epidemiologi
Indonesia; 2014.
64. Wardanella, M. Studi Histopatologi Pengaruh Pemberian Enteroksin
Enterobacter Sakazakii pada Mencit (Mus Musculus) Neonatus. Skripsi. FKH
IPB; 2008, p. 58-62.
65. Darwin, M. Alcor Live Extension Foundation: The Pathophysiology of
Ischemic Injury. Biopreservation; 1995. Available at:
www.alcor.org/Library/html/ischemic.html [Accessed: 11 October 2016].
52
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
53
Lampiran 2
Identifikasi MSG
54
Gambar 6.2. Pengukuran Berat
Badan Tikus
Gambar 6.6. Pelarutan MSG Gambar 6.5. Pencampuran Bahan
Gambar 6.4. Alat dan Bahan untuk
Melarutkan MSG
Gambar 6.3. Penimbangan dosis MSG
Gambar 6.1. Sampel Tikus
Lampiran 3
Gambar Proses Penelitian
55
Gambar 6.10. Preparat
Histologi
Gambar 6.9. Pengambilan
Organ Hepar
Gambar 6.7. Induksi MSG Gambar 6.8. Proses Sacrificed
Menggunakan Eter
Gambar 6.11. Mikroskop
Olympus BX41
Gambar 6.12. Pemotretan
Preparat Histologi
56
Gambar 6.13. Pengamatan Preparat
Histologi dengan ImageJ
Gambar 6.14. Uji Statistik dengan
SPSS Versi 16.0
57
Lampiran 4
Cara Perhitungan Dosis Pemberian MSG
1. 2.400 mg/kgBB/hari = 2,4 g/kgBB/hari
Dosis 2,4g/kgBB/hari = 2,4 g
1000gx150g
= 0,36g/hari
Konsentrasi = 0,36g/4mL
=0,09g/mL
2. 3.600 mg/kgBB/hari = 3,6 g/kgBB/hari
Dosis 3,6g/kgBB/hari= 3,6 g
1000gx150g
= 0,54g/hari
Konsentrasi = 0,54g/4mL
=0,135g/mL
3. 4.800 mg/kgBB/hari = 4,8 g/kgBB/hari
Dosis 4,8g/kgBB/hari= 4,8 g
1000gx150g
= 0,72g/hari
Konsentrasi = 0,72g/4mL
=0,18g/mL
58
Tabel 6.1. Data Berat Badan Tikus
Lampiran 5
Data Berat Badan Tikus
Perlakuan BB Sebelum Perlakuan (g)
BB Sesudah Perlakuan (g)
K 1 105
132
2 117
127
3 123
143
4 122
133
5 103
121
6 135
139
P1 1 125
141
2 106
125
3 133
155
4 105
126
5 103
127
6 118
142
P2 1 106
118
2 123
149
3 127
158
4 119
128
5 123
141
59
6 119
142
P3 1 135
157
2 113
136
3 133
154
4 120
135
5 122
143
6 108
126
60
Tabel 6.2. Hasil Perhitungan Skor Manja Roenigk
Lampiran 6
Hasil Penilaian Derajat Kerusakan Sel Hepatosit
KELOMPOK A
P1T1 A B C D
SKOR
1 44 16 2 9
2 68 0 2 19
3 45 9 0 13
4 44 10 1 15
5 56 10 0 6
257 45 5 62
257 90 15 248 610
P1T2 A B C D
SKOR
1 133 1 0 5
2 35 0 0 11
3 33 0 0 9
4 19 7 0 11
5 24 7 0 8
244 15 0 44
244 30 0 176 450
P1T3 A B C D
SKOR
1 32 3 0 13
2 76 0 0 6
3 57 0 0 10
4 47 0 0 11
5 28 1 0 15
240 4 0 55
240 8 0 220 468
61
P1T4 A B C D
SKOR
1 21 0 18 5
2 42 0 8 6
3 33 0 1 12
4 31 0 7 13
5 21 0 10 4
148 0 44 40
148 0 132 160 440
P1T5 A B C D
SKOR
1 42 0 9 6
2 44 0 7 11
3 38 0 11 7
4 38 0 6 8
5 32 0 12 9
194 0 45 41
194 0 135 164 493
P1T6 A B C D
1 15 0 12 4
SKOR
2 31 0 5 9
3 35 0 9 10
4 32 0 2 10
5 20 0 7 8
133 0 35 41
133 0 105 164 402
NILAI RATA-RATA KEL. A 477.1666667
62
KELOMPOK B
P2T1 A B C D
SKOR
1 46 25 0 23
2 32 23 2 25
3 17 35 0 18
4 38 29 0 29
5 48 15 1 27
181 127 3 122
181 254 9 488 932
P2T2 A B C D
SKOR
1 25 4 4 23
2 51 5 0 16
3 29 11 9 15
4 5 37 4 29
5 15 12 10 26
125 69 27 109
125 138 81 436 780
P2T3 A B C D
SKOR
1 23 35 0 9
2 15 25 0 15
3 11 42 0 9
4 12 26 0 25
5 10 28 0 11
71 156 0 69
71 312 0 276 659
P2T4 A B C D
SKOR
1 17 35 0 44
2 8 35 0 44
3 43 12 2 18
4 15 25 4 33
5 31 23 6 30
114 130 12 169
114 260 36 676 1086
63
KELOMPOK C
P3T1 A B C D
SKOR
1 5 8 15 44
2 4 21 7 48
3 7 9 8 51
4 12 26 6 36
5 8 6 27 40
36 70 63 219
36 140 189 876 1241
P2T5 A B C D
SKOR
1 12 19 0 26
2 10 26 0 20
3 12 18 0 28
4 8 21 2 35
5 6 30 0 18
48 114 2 127
48 228 6 508 790
P2T6 A B C D
SKOR
1 19 34 4 24
2 45 14 2 28
3 26 30 0 15
4 23 29 1 12
5 26 18 0 20
139 125 7 99
139 250 21 396 806
NILAI RATA-RATA KEL. B 842.1666667
64
P3T2 A B C D
SKOR
1 39 5 0 44
2 19 13 0 37
3 10 24 5 33
4 22 16 4 37
5 12 53 2 22
102 111 11 173
102 222 33 692 1049
P3T3 A B C D
SKOR
1 17 13 6 41
2 9 13 13 38
3 11 3 15 43
4 9 0 19 36
5 24 22 4 31
70 51 57 189
70 102 171 756 1099
P3T4 A B C D
SKOR
1 3 35 7 35
2 21 20 0 52
3 10 31 0 40
4 6 28 0 29
5 12 29 0 44
52 143 7 200
52 286 21 800 1159
P3T5 A B C D
SKOR
1 7 18 7 44
2 13 15 7 43
3 31 10 15 52
4 18 13 14 47
5 18 24 5 47
87 80 48 233
87 160 144 932 1323
65
P3T6 A B C D
SKOR
1 9 24 0 46
2 8 18 0 64
3 5 24 0 48
4 17 15 0 40
5 20 22 0 59
59 103 0 257
59 206 0 1028 1293
NILAI RATA-RATA KEL. C 1194
KELOMPOK D
P4T1 A B C D
SKOR
1 7 7 10 51
2 0 1 13 56
3 0 6 8 75
4 0 2 12 50
5 0 4 14 56
7 20 57 288
7 40 171 1152 1370
P4T2 A B C D
SKOR
Total 0 1 8 72
Total 1 1 7 74
Total 3 3 3 91
Total 0 1 18 52
Total 0 4 11 64
4 10 47 353
4 20 188 1412 1624
66
P4T3 A B C D
SKOR
Total 1 6 19 63
Total 0 10 12 78
Total 0 8 9 56
Total 3 8 9 57
Total 6 2 24 52
10 34 73 306
10 68 219 1224 1521
P4T4 A B C D
SKOR
Total 9 16 12 70
Total 0 19 9 51
Total 8 35 2 51
Total 7 18 4 58
Total 9 22 6 42
33 110 33 272
33 220 99 1088 1440
P4T5 A B C D
SKOR
Total 1 7 16 69
Total 8 9 18 59
Total 0 5 15 45
Total 4 2 10 48
Total 0 15 6 46
13 38 65 267
13 76 195 1068 1352
P4T6 A B C D
SKOR
Total 13 14 17 56
Total 20 13 23 65
Total 15 6 6 66
Total 18 5 22 52
Total 22 10 19 50
88 48 87 289
88 96 261 1156 1601
NILAI RATA-RATA KEL. D 1484.666667
67
Tabel 6.3. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Histologi Sel Hepatosit
Tabel 6.4. Hasil Uji Varians Histologi Sel Hepatosit
Lampiran 7
Hasil Uji Statistik
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor Manja Roenigk .105 24 .200* .934 24 .118
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Skor Manja Roenigk
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.294 3 20 .304
Skor Manja Roenigk
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3424817.000 3 1141605.667 87.260 .000
Within Groups 261655.000 20 13082.750
Total 3686472.000 23
Tabel 6.5. Hasil Uji Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit
68
Skor Manja Roenigk
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
KELOMPOK A 6 477.167 71.7619 29.2967 401.857 552.476 402.0 610.0
KELOMPOK B 6 842.167 147.6271 60.2685 687.242 997.092 659.0 1086.0
KELOMPOK C 6 1.194E3 109.4769 44.6938 1079.111 1308.889 1049.0 1323.0
KELOMPOK D 6 1.485E3 115.7682 47.2622 1363.175 1606.158 1352.0 1624.0
Total 24 999.500 400.3516 81.7214 830.446 1168.554 402.0 1624.0
Skor Manja Roenigk LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
KELOMPOK A KELOMPOK B -365.0000* 66.0372 .000 -502.751 -227.249
KELOMPOK C -716.8333* 66.0372 .000 -854.585 -579.082
KELOMPOK D -1007.5000* 66.0372 .000 -1145.251 -869.749
KELOMPOK B KELOMPOK A 365.0000* 66.0372 .000 227.249 502.751
KELOMPOK C -351.8333* 66.0372 .000 -489.585 -214.082
KELOMPOK D -642.5000* 66.0372 .000 -780.251 -504.749
KELOMPOK C KELOMPOK A 716.8333* 66.0372 .000 579.082 854.585
KELOMPOK B 351.8333* 66.0372 .000 214.082 489.585
KELOMPOK D -290.6667* 66.0372 .000 -428.418 -152.915
KELOMPOK D KELOMPOK A 1007.5000* 66.0372 .000 869.749 1145.251
KELOMPOK B 642.5000* 66.0372 .000 504.749 780.251
KELOMPOK C 290.6667* 66.0372 .000 152.915 428.418
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tabel 6.6. Deskripsi Oneway ANOVA Histologi Sel Hepatosit
Tabel 6.7. Hasil Uji Post Hoc Histologi Sel Hepatosit
69
Lampiran 8
Riwayat Hidup Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas:
Nama : Sandy Rahmando
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Musi Banyuasin, 1 Maret 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Merdeka, Lk.I, No. 369, Kelurahan Balai Agung,
Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin,
Propinsi Sumatera Selatan.
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2000 : TK Negeri Pembina Sekayu
2001 – 2007 : SD Muhammadiyah Sekayu
2007 – 2010 : SMP Negeri 6 Unggul Sekayu
2010 – 2013 : MA Negeri Model Sekayu
2013 – sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta