PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN · PDF filetekanan darah pada lansia penderita hipertensi...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN · PDF filetekanan darah pada lansia penderita hipertensi...
2
PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN BELIMBING WULUH
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI
Arimina Hartati Pontoh*
*Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan : Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Berdasarkan survey
awal di wilayah kerja puskesmas balongsari-surabaya tahun 2014, prevalensi hipertensi pada lansia
bulan maret terdapat 40 lansia dan yang mengalami hipertensi sebanyak 19 orang. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas balongsari-surabaya tahun
2014. Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pre eksperimen dengan
pendekatan One Grup Pre Test Post Test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia yang
mempunyai tekanan darah tinggi dengan jumlah 19 orang. Dengan tehnik pengambilan sampel adalah
total sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer dan hasil penelitian di analisis dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil : Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan tekanan darah
sebelum pemberian air rebusan daun belimbing wuluh 160-179/100-109 mmHg sedangkan sesudah
pemberian nilai rata-rata tekanan darah 140-159/90-99 mmHg, dengan demikian tekanan darah
systole dan diastole setelah pemberian air rebusan daun belimbing mengalami penurunan. Nilai yang
didapatkan yaitu ρ-value=0,000 dan ρ-value=0,001, hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan H1
diterima,jadi kesimpulannya terdapat penurunan tekanan darah systole dan diastole sebelum dan
sesudah diberikan air rebusan daun belimbing wuluh. Diskusi : Responden dapat mengkonsumsi air
rebusan daun belimbing wuluh sebagai terapi non farmakologi yang dapat menurungkan tekanan
darah pada lansia di wilayah kerja puskesmas Balongsari Surabaya Tahun 2014.
Kata kunci: hipertensi, air rebusan daun belimbing wuluh, lansia
PENDAHULUAN Pemerintah telah mewujudkan hasil yang
positif diberbagai bidang dalam Pembangunan
Nasional, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknolongi, terutama dibidang medis dan ilmu
kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk serta meningkatkan umur
harapan hidup manusi. Akibatnya jumlah penduduk
yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). Peningkatan
jumlah lansia ini tentunya berdampak pada berbagai
aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama
kesehatan, dan munculnya penyakit degeneratif akibat
proses penuaan tersebut (Azizah, 2011).
Permasalahan lanjut usia menjadi perhatian
baik pemerintah,lembaga masyarakat, maupun
masyarakat itu sendiri. Untuk mengatasi masalah
kesehatan lansia tersebut, perlu upaya pembinaan
kelompok lansia melalui puskesmas dengan didirikan
posyandu lansia. Posyandu khusus lanjut usia (lansia)
atau biasa disebut posyandu lansia adalah pos
pelayanan terpadu yang dimaksud yaitu pelayanan
yang sudah disepakati dan digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan. Posyandu lansia juga
merupakan kebijakan pemerintah untuk
mengembangkan pelayanan kesehatan bagi lansia
yang penyelenggaraannya melalui program
Puskesmas dengan melibatkan peran serta lansia,
keluarga, tokoh masyarakat, dan organisasi sosial
(Kemenkes,2010).
Perlunya upaya pelayanan kesehatan terhadap
lansia dengan membentuk posyandu lansia tercantum
dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009
pasal 139 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib
menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap
hidup mandiri dan produktif secara sosial dan
ekonomis. Sehingga diharapkan dengan terbentuknya
Posyandu lansia dapat meningkatkan kemudahan bagi
para lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
maupun pelayanan lainnya yang dilaksanakan oleh
berbagai unsur terkait. Hal ini mengidikasikan bahwa
pemerintah mengharapkan terjadinya perubahan
perilaku kesehatan dari lansia dengan memanfaatkan
pelayanan yang ada (komnas lansia,2010).
3
Akan tetapi dengan adanya peningkatan
pelayanan kesehatan, tingkat hygiene, sanitasi
lingkungan serta taraf ekonomi yang baik dan
pendidikan masyarakat yang semakin maju
mempunyai peranan dalam menurunkan angka
kematian (mortalitas) pada beberapa penyakit kronis.
Dengan adanya kemajuan era globalisasi, penurunan
angka kematian tersebut tidak diikuti dengan
penurunan insiden penyakit kronis seperti diabetes
mellitus, hipertensi, rematik, jantung dan lain-lain
akibat gaya hidup sedentary people dan berbagai
macam polutan industry sehingga angka kesakitan-
nya cenderung mengalami kenaikan (Pedersen et
al,2006).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan
global yang memerlukan perhatian karena dapat
menyebabkan kematian yang utama dinegara-negara
maju maupun di negara-negara berkembang. Menurut
survey yang dilakukan oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 2000, jumlah
penduduk dunia yang mengalami hipertensi untuk pria
sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,15% ,dan
diperkirakan tahun 2025 jumlahnya akan meningkat
menjadi 29,2%. Penderita hipertensi di Indonesia
prevalensinya terus mengalami peningkatan. Untuk
populasi di Indonesia, angka kejadian hipertensi itu
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas)
Departemen Kesehatan tahun 2007 mencapai sekitar
31% dan angkanya pun meningkat 2-3 kali lipat. Pada
tahun 2010 data jumlah penderita hipertensi yang
diperoleh dari dinas kesehatan provinsi jawa Timur
terdapat 275.000 jiwa penderita hipertensi (Rahajeng
& Tuminah,2009).
Berdasarkan survey di dinas kesehatan kota
Surabaya ada sebanyak 15.062 orang, sedangkan pada
survey awal yang dilakukan oleh peneliti di di
wilayah kerja puskesmas balongsari kota surabaya
bulan Juli 2014 terdapat 40 lansia dan yang
mengalami hipertensi sebanyak 19 orang. Dari data
diatas menunjukkan bahwa masih tingginya penyakit
hipertensi pada lansia di wilayah kerja puskesmas
balongsari kota surabaya tahun 2014.
Meningkatnya tekanan darah selain
dipengaruhi oleh faktor keturunan, beberapa
penelitian menunjukkan, erat hubungannya dengan
perilaku responden. Kisjanto dalam penelitiannya
menunjukkan, perilaku santai yang ditandai dengan
lebih tingginya asupan kalori dan kurang aktivitas
fisik merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
jantung, yang biasanya didahului dengan
meningkatnya tekanan darah. Perilaku santai yang
digambarkan dengan adanya kemudahan akses,
kurang aktifitas fisik, ditambah dengan semakin
semaraknya makanan siap saji, kurang mengkonsumsi
makanan berserat seperti buah dan sayur, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan minum minuman beralkohol
merupakan faktor resiko meningkatnya tekanan darah.
Tekanan darah mengalami fluktuasi setiap saat,
hipertensi akan menjadi masalah apabila tekanan
darah tersebut persisten, karena hal ini membuat
sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai
darah (otak dan jantung) menjadi tegang. Apabila
hipertensi tidak terkontrol dengan baik dapat
menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena
stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart
failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan
jantung (Anna & Bryan, 2007).
Cara mencegah agar hipertensi tidak
menyebabkan komplikasi lebih lanjut maka
diperlukan penanganan yang tepat dan efesien.
Penaganan hipertensi secara umum dapat dilakukan
dengan cara farmakologis dan non farmakologis.
Pengobatan farmakologis adalah pengobatan yang
menggunakan obat-obatan modern. Pengobatan
farmakologis dilakukan pada hipertensi dengan
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Pengobatan
non-farmakologis, merupakan pengobatan tanpa obat-
obatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan cara
pengobatan non-farmakologi penurunan tekanan
darah diupayakan melalui pencegahan dengan
menjalani pola hidup sehat dan mengkonsumsi bahan-
bahan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
(Junaidi,2010).
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
yang mengandung banyak bahan kimia secara
berlebihan akan menimbulkan dampak lain
dibandingkan pengobatan dengan menggunakan obat-
obatan tradisional, disamping biaya pengobatan
tradisional lebih murah dibandingkan dengan obat-
obatan yang lain. Obat tradisional dapat digunakan
sebagai alternative lain dalam menurunkan tekanan
darah penderita hipertensi (Anggraini, 2012).
Selain dari pengobatan bahan kimia
pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang dipercaya
berkhasiat dalam pengobatan hipertensi. Masyarakat
dapat mengandalkan lingkungan sekitar untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kekayaan alam belum
sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan dikembangkan.
Masyarakat telah lama mengenal dan mengunakan
tumbuh tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu
upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan
seperti pemanfaatan daun belimbing.
Daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi)
merupakan alternatife yang baik mengingat daun
belimbing mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun
belimbing wuluh memiliki kandungan untuk
menurungka tekanan darah antara lain Tanin, Sulfur,
Asam format, Peroksidase, Calium oxalate, Dan
kalium sitrat (junaedi & Rinata,2013)
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing
Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada
Lansia Penderita Hipertensi.”
BAHAN DAN METODE
4
Penelitian ini merupakan penelitian pre
eksperimental dengan pendekatan One Group
Pre Test Post Test Design yang mana peneliti
dapat menguji apakah ada perubahan yang terjadi pada tekanan darah responden sebelum dan sesudah
diberikan air rebusan daun belimbing wuluh
dilaksanakan di Puskesmas Balongsari pada bulan
Oktober tahun 2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua lansia penderita hipertensi yang ada di
wilayah kerja puskesmas balongsari kota
surabaya tahun 2014 sebanyak 19 lansia dengan
sampel sejumlah populasi karena teknik sampling
adala total sampling. Variabel dalam penelitian ini
adalah pemberian air rebusan daun belimbing wuluh
dan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
Sebelum diberikan perlakuan, responden akan diukur
tekanan darah kemudian diberikan air rebusan daun
belimbing wuluh 250 cc dari 7 lembar daun
belimbing wuluh diberikan 2x sehari selama 7
hari, kemudian dilakukan evaluasi perlakuan dengan
pengukuran tekanan darah paska perlakuan. Ujia
analisa menggunakan Uji Statistik T-test
berpasanagan jika distribusi normal dan uji peringkat
Wilcoxon jika distribusi tidak normal. Uji normalitas
menggunakan Shapiro Wilk.
HASIL DAN PENELITIAN
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
responden berusia 60-69 tahun sejumlah 12 (63,2
%).
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Puskesmas Balongsari Tahun 2014 dapat
diinterpretasikan bahwa hampir seluruhnya dari
responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 16 orang 84,2%.
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
dari responden berpendidikan sekolah menengah
yaitu sebanyak 10 orang (52,6 %).
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Riwayat Hipertensi Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun
2014 dapat diinterpretasikan bahwa hampir
seluruhnya dari responden tidak mempunyai
riwayat hipertensi yaitu sebanyak 16 orang (84,2
%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Sistolik Sebelum Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
160-179 (sedang) sejumlah 11 (57,9%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Diastolik Sebelum Pemberian Air
Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun
2014 dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian
besar dari responden mempunyai tekanan darah
diastolik 100-109 (sedang) sejumlah 14 (73,7%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Sistolik Setelah Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
140-159 (ringan) sejumlah 11 (57,9%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Diastolik Setelah Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah
diastolik 90-99 (ringan) sejumlah 13 (68,4%).
Analisa Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing
Wuluh
Tabel 1 Distribusi Efektifitas Tekanan Darah Sistolik Sebelum Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
tekanan darah sistolik setelah perlakuan Total
120-139 (pre
hipertensi)
140-159
(ringan)
160-179
(sedang)
tekanan darah
sistolik
sebelum
perlakuan
140-159
(ringan)
4 1 0 5
21,1% 5,3% 0,0% 26,3%
160-179
(sedang)
0 10 1 11
0,0% 52,6% 5,3% 57,9%
5
180-209
(berat)
0 0 3 3
0,0% 0,0% 15,8% 15,8%
Total 4 11 4 19
21,1% 57,9% 21,1% 100,0%
ρ-value=0,000 α=0,05
(Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2014)
Berdasarkan tabel di atas dapat
diinterpretasikan bahwa Sebelum diberikan
rebusan daun belimbing wuluh sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
160-179 (sedang) sejumlah 11 (57,9%), dan
sesudah diberikan rebusan daun belimbing wuluh
sebagian besar dari responden mempunyai
tekanan darah sistolik 140-159 (ringan) sejumlah
11 orang (57,9%). Pada tabel uji statistic dengan
menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
negative ranks ada 17 responden yang
mengalami penurunan tekanan darah sistolik, dan
nilai positive ranks didapatkan tidak ada
responden yang mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik, sedangkan nilai ties didapatkan
ada 2 responden yang tekanan darah sistoliknya
tetap, maka didapatkan nilai ρ value :0,000
dimana nilai ρ<0,05 maka H0 di tolak H1
diterima. Jadi kesimpulannya didapatkan bahwa
ada pengaruh pemberian rebusan daun belimbing
wuluh terhadap penurunan tekanan darah sistolik
pada Lansia penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas balongsari kota surabaya tahun 2014.
Analisa Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh
Tabel 2 Distribusi Efektifitas Tekanan Darah Diastolik Sebelum Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
tekanan darah diastolik setelah perlakuan Total
80-89(pre
hipertensi)
90-99 (ringan) 100-109
(sedang)
tekanan
darah
diastolik
sebelum
perlakuan
90-99
(ringan)
1 3 0 4
5,3% 15,8% 0,0% 21,1%
100-109
(sedang)
0 9 5 14
0,0% 47,4% 26,3% 73,7%
110-119
(berat)
0 1 0 1
0,0% 5,3% 0,0% 5,3%
Total 1 13 5 19
5,3% 68,4% 26,3% 100,0%
ρ-value=0,001 α=0,05
(Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2014)
Berdasarkan tabel di atas dapat
diinterpretasikan bahwa Sebelum diberikan
rebusan daun belimbing wuluh sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah
diastolik 100-109 (sedang) sejumlah 14 (73,7%),
dan sesudah diberikan rebusan daun belimbing
wuluh sebagian besar dari responden mempunyai
tekanan darah diastolik 90-99 (ringan) sejumlah
13 orang (68,4%). Pada tabel uji statistic dengan
menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
negative ranks ada 11 resonden yang mengalami
penurunan tekanan darah diastolik, dan nilai
positive ranks didapatkan tidak ada responden
yang mengalami peningkatan tekanan darah
diastolik, sedangkan nilai ties didapatkan 8
responden yang tekanan darah diastoliknya tetap,
maka didapatkan nilai ρ value :0,001 dimana
nilai ρ<0,05 maka H0 di tolak H1 diterima. Jadi
kesimpulannya didapatkan bahwa ada pengaruh
pemberian rebusan daun belimbing wuluh
terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada
Lansia penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014.
PEMBAHASAN
Identifikasi Tekanan Darah pada Lansia
Penderita Hipertensi Sebelum Pemberian
Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di
Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari
Surabaya tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian di
Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari
Surabaya tahun 2014 bahwa dari 19
responden didapatkan seluruh responden
6
memiliki tekanan diatas batas normal dimana
nilai rata-rata tekanan darah (systole)
responden adalah 160-179 mmHg (sedang)
dan tekanan darah (diastole) responden 100-
109 mmHg (sedang).
Tekanan darah pada orang dewasa
cenderung meningkat seiring bertambahnya
usia dan pada lansia bisa dihubungkan
dengan penurunan elastisitas pembuluh
darah (Potter &Perry ,2013). Seperti yang
terdapat pada data umum tabel 5.1
menunjukkan sebagian besar 12 responden
atau 63,2% berusia >60 tahun. Salah satu
faktor usia juga berpengaruh dalam
terjadinya hipertensi dimana system saraf
simpatis yang dapat meningkatkan aktifitas
saraf tersebut sehingga terjadinya hipertensi.
Jika penyakit ini tidak terkendali dengan
baik maka dapat menimbulkan komplikasi
yang berbahaya seperti stroke (perdarahan
otak,penyakit jantung koroner dan gagal
ginjal.
Tekanan darah pada wanita
umumnya lebih tinggi dibandingkan laki-
laki. Wanita juga mempunyai resiko yang
lebih besar terhadap morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler (gunawan,2010).
Hal ini dikarenakan aktifitas wanita lebih
banyak dari pada laki-laki disamping
menjadi seorang ibu rumah tangga dan
mengurus segala sesuatu yang berhubungan
dengan keluarganya. Seperti pada tabel 5.2
yaitu menunjukkan 16 responden atau (84,2
% ) lansia terdiri dari wanita.
Dari data tersebut sudah
membuktikan bahwa semakin bertambah
usia seseorang maka kemungkinan seorang
lansia mengalami hipertensi akan semakin
meningkat karena terjadinya penumpukan
kadar garam seiring bertambahnya usia.
Identifikasi Tekanan Darah pada Lansia
Penderita Hipertensi Sesudah Pemberian
Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di
Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari
Surabaya tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian di
Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari
Surabaya tahun 2014, dari seluruh responden
mengalami perubahan tekanan darah. Nilai
rata-rata tekanan darah (systole) menjadi
140-159 mmHg dan (diastole) menjadi 90-
99 mmHg.
Menurut Menurut Dickson (2014),
tekanan darah memiliki nilai batas normal
yaitu 90/60 mmHg -119/79 mmHg,
Prehipertensi 120/80 mmHg- 139/89 mmHg,
Hipertensi tingkat 1 :140/90 mmHg-159/99
mmHg, Hipertensi tingkat 2 :160/100
mmHg-179/109 mmHg, dan Hipertensi
tingkat darurat :≥180/110 mmHg
Menurut pendapat peneliti semua
responden memiliki tekanan darah tinggi hal
ini dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan
responden dimana sebagian besar yaitu
pendidikan menengah dimana responden
kurang mengetahui tentang penyakit tekanan
darah tinggi dan penyebab dari penyakit
tersebut sehingga responden mengkomsumsi
makanan atau minuman secara berlebihan
yang bisa memicu terjadinya hipertensi.
Terbukti dengan pemberian rebusan daun
belimbing wuluh yang dikomsumsi 2 kali
sehari selama 7 hari dapat menurungkan
tekanan darah tinggi responden. Tekanan
darah tinggi yang tidak ditangani akan
menimbulkan faktor resiko berbagai
penyakit, hingga kematian.
Analisa pengaruh Tekanan Darah
(systole) pada Lansia Penderita Hipertensi
Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing
Wuluh di Wilayah Kerja Puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian dari 19
responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014,
keseluruhan responden mengalami
penurunan tekanan darah. Sebelum
pemberian rebusan daun belimbing wuluh
nilai rata tekanan darah (systole) responden
yaitu 160-179 mmHg sedangkan sesudah
pemberian rebusan daun belimbing wuluh
nilai rata-rata tekanan darah (systole)
responden yaitu 140-159 mmHg.
Berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan uji Wilcoxon,diperoleh nilai
signifikan ρ-value = 0,000 sehingga ρ < α
yang berarti H0 di tolak H1 di terima artinya
ada pengaruh pemberian daun belimbing
7
wuluh terhadap penurunan tekanan darah
(systole) pada Lansia penderita hipertensi di
wilayah kerja puskesmas balongsari kota
surabaya tahun 2016.
Belimbing wuluh (averrhoa bilimbi
L.) merupakan salah satu jenis tanaman asli
Indonesia yang biasanya digunakan sebagai
obat. Batang dan daun belimbing wuluh
belimbing wuluh mengandung tannin, sulfur
dan asam format (Hartini, 2005). Hal ini juga
sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lidyawati, dkk (2006) yang
menunjukan bahwa simplisia dari ekstrak
methanol daun belimbing wuluh
mengandung flavonoid, saponin, tannin
,steroid/ triterpenoid, dimana flavonoid
memiliki potensi sebagai antioksidan yang
berguna untuk menurunkan tekanan darah
dengan zat yang dikeluarkan yaitu nitric
oxide serta menyeimbangkan beberapa
hormon di dalam tubuh (putri, 2011).
Menurut pendapat peneliti, hasil
penelitian di wilayah kerja puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014 dapat
diinterpretasikan bahwa dari 19 responden
yang mengkomsumsi air rebusan daun
belimbing wuluh hampir keseluruhan
mengalami penurunan tekanan darah.
Dimana dengan mengkomsumsi air rebusan
daun belimbing wuluh dapat membantu
menurungkan tekanan darah sistolik yang
tinggi dengan terapi non farmakologi yang
bisa dimanfaatkan oleh penderita hipertensi
khususnya pada lansia.
Analisa pengaruh Tekanan Darah
(diastole) pada Lansia Penderita
Hipertensi Pemberian Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun
2014
Berdasarkan hasil penelitian dari 19
responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014,
keseluruhan responden mengalami
penurunan tekanan darah. Sebelum
pemberian rebusan daun belimbing wuluh
nilai rata tekanan darah (diastole) responden
yaitu 100-109 mmHg sedangkan sesudah
pemberian rebusan daun belimbing wuluh
nilai rata-rata tekanan darah (diastole)
responden yaitu 90-99 mmHg.
Berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan uji Wilcoxon,diperoleh nilai
signifikan ρ-value = 0,001 sehingga ρ < α
yang berarti H0 di tolak H1 di terima artinya
ada pengaruh pemberian daun belimbing
wuluh terhadap penurunan tekanan darah
(diastole) pada Lansia penderita hipertensi di
wilayah kerja puskesmas Balongsari
Surabaya tahun 2014.
Daun belimbing wuluh juga
mengandung kalium yang dapat
mempengaruhi pengeluaran urin. Kalium
berfungsi sebagai diuretik sehingga
pengeluaran natrium cairan meningkat,
jumlah natrium rendah tekanan darah
menurun (fitriani, 2009).
Menurut pendapat peneliti, hasil
penelitian di wilayah kerja puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014 dapat
diinterpretasikan bahwa dari 19 responden
yang mengkomsumsi air rebusan daun
belimbing wuluh hampir keseluruhan
mengalami penurunan tekanan darah.
Dimana dengan mengkomsumsi air rebusan
daun belimbing wuluh dapat membantu
menurungkan tekanan darah diastolik yang
tinggi dengan terapi non farmakologi yang
bisa dimanfaatkan oleh penderita hipertensi
khususnya pada lansia.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ada pengaruh yang bermakna pemberian air
rebusan daun belimbing wuluh terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Balongsari Surabaya tahun 2014.
Saran
Responden yang pada umumnya lansia agar
lebih memanfaatkan pengobatan non
farmakologis atau tradisional untuk mengatasi
penyakit yang dialami khususnya dalam
pencegahan, terlebih khusus pengobatan
hipertensi dengan menggunakan rebusan daun
belimbing wuluh..
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. (2006). Tanaman Obat Pelancar Air
Seni. Jakarta: Peneban Swadaya.
8
Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azizah, L. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.
Jogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. (2010). Profil Penduduk
Lanjut Usia 2009. Jakarta: KOMNAS
LANSIA.
Bandiyah. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta: nuha Medika.
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga.
Djunaedi, E. Y. (2013). Hipertensi Kandas
Berkat Herbal. Jakarta: Fmedia.
Fitriani. (2009). obat tradisional pengidap
hipertensi makanlah kucai. trubus majalah
pertanian indonesia , http://www.trubus-
online.co.id.
Gray, e. a. (2005). Lecture Note Kardiologi.
Jakarta: Erlangga.
Gunawan. (2010). Hipertensi Tekanan Darah
Tinggi. Yogjakarta: Kanisius.
Hartini. (2005). hubungan kadar seyawa
dikarbonil dan tirosin setelah pemberian
perasan buah belimbing wuluh (averrhoa
blimbi L) pada reaksi glikosilasi in vitro.
jurnal berkala kedokteran.vol 2.
Hartono. (2010). SPSS 16.0 Analisa Data
Statistik dan Penelitian Edisi-2. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.
Junaedi Edi, Y. S. (2013). Hipertensi Kandas
Berkat Herbal. Jakarta: Fmedia.
Khuswardhani. (2006). Penatalaksanaan
Hipertensi pada Lanjut Usia. Jurnal
Penyakit Dalam , vol 7, no 2 hal.135-140.
Lapau, B. (2014). Metode Penelitian Kesehatan:
Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,Tesis, dan
Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Lewa Dewa Abdul F, b. R. (2010). Faktor-Faktor
Resiko Hipertensi Sistolik Terisolasi Pada
Lanjut Usia. Jurnal Berita Kedokteran
Masyarakat , 12-17.
Lidyawati, S. d. (2006). karakterisasi simplisia
dan daun belimbing wuluh (averrhoa
blimbing, L). skripsi farmasi ITB, bandung.
Mario, P. (2011). Khasiat dan Manfaat
Belimbing Wuluh. Surabaya: Stomata.
Maryam.RS, F. E. (2011). Mengenal Lanjut Usia
dan Perawatannya . Jakarta: Salemba
Medika.
Mubarak, W. I. (2009). Ilmu Keperawatan
Komunitas Konsep dan Aplikasi Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Smeltzer, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner Suddarth. Jakarta:
EGC.
Sustrani. (2006). Hipertensi. Jakarta: Gramedia.
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan
bagi Penderita Hipertensi secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijayakusuma Hembing, D. S. (2008). Ramuan
Tradisional Untuk Pengobatan Darah
Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wiryowidagdo. (2003). Tanaman Obat Untuk
Penyakit Jantung , Darah Tinggi. Jakarta:
Media Pustaka.