PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/AARTIKEL...

13
1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh: May Restuti 1 Anna Fauziah 2 Sri Handayani 3 STKIP-PGRI Lubuklinggau Email: [email protected] ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017”. Masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian yang digunakan berbentuk True Eksperimental Design. Populasinya seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 85 siswa. Sebagai sampel kelas eksperimen yaitu kelas VIII.2, kelas kontrol yaitu kelas VIII.1. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kesalahan sebesar = 0,05, diperoleh t hitung > t tabel (2,70 > 1,67), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 24,72 dan kelas kontrol sebesar 19,64. Kata Kunci: Problem Based Learning, Pemecahan Masalah, Matematika PENDAHULUAN Menurut Housean (2012:2), pemecahan masalah matematika dapat diartikan sebagai proses berpikir yang menggunakan pengetahuan matematika dalam menghadapi suatu permasalahan untuk mencari jalan keluar atau menemukan solusi dari kesulitan yang ada. Menurut Haryani (2011:121) masalah sering juga disebut sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, ataupun kesenjangan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi berbeda. 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/AARTIKEL...

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 LUBUKLINGGAU TAHUN

PELAJARAN 2016/2017

Oleh:

May Restuti1 Anna Fauziah

2 Sri Handayani

3

STKIP-PGRI Lubuklinggau

Email: [email protected]

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017”. Masalah pada penelitian ini

adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri

10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian yang digunakan

berbentuk True Eksperimental Design. Populasinya seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 85 siswa.

Sebagai sampel kelas eksperimen yaitu kelas VIII.2, kelas kontrol yaitu kelas VIII.1.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis

menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kesalahan sebesar

= 0,05, diperoleh thitung > ttabel (2,70 > 1,67), sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10

Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Rata-rata skor kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 24,72

dan kelas kontrol sebesar 19,64.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Pemecahan Masalah, Matematika

PENDAHULUAN

Menurut Housean (2012:2), pemecahan masalah matematika dapat diartikan

sebagai proses berpikir yang menggunakan pengetahuan matematika dalam

menghadapi suatu permasalahan untuk mencari jalan keluar atau menemukan solusi

dari kesulitan yang ada. Menurut Haryani (2011:121) masalah sering juga disebut

sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, ataupun kesenjangan. Dalam

pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan

keterampilan dalam situasi baru atau situasi berbeda.

1Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau

2,3Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

2

Pelajaran matematika pada umumnya justru dikenal sebagai mata pelajaran

yang tidak disukai siswa dengan demikian dapat mengakibatkan tujuan pembelajaran

yang diharapkan menjadi sulit dicapai. Salah satu masalah dalam pembelajaran

matematika adalah kurangnya kemampuan siswa terhadap pemecahan masalah.

Menurut Syaiful (2012:37) salah satu faktor penyebab kurangnya kemampuan

pemecahan masalah siswa adalah faktor kebiasaan belajar, siswa hanya terbiasa

belajar dengan cara menghafal, cara ini tidak melatih kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang merupakan akibat dari model pembelajaran

konvensional. Sedangkan menurut Gunantara, Suarjana, & Riastini (2014:4) secara

umum proses pembelajaran matematika di kelas tersebut dominan berpusat pada

guru. Hal tersebut menyebabkan banyak siswa yang pasif dalam mengikuti proses

pembelajaran.

Hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti pada salah seorang guru kelas

VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau didapat bahwa siswa sudah antusias dalam

mengikuti proses pembelajaran matematika. Guru juga telah berusaha aktif untuk

memaksimalkan kegiatan pembelajaran matematika, namun diketahui bahwa guru

masih menggunakan model konvensional dalam pembelajaran. Selain itu, soal-soal

yang diberikan guru kepada siswa adalah soal-soal rutin yang tidak mengembangkan

kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan

masalah siswa masih rendah juga karena siswa belum terbiasa menyelesaikan soal

pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah

siswa kelas VIII tergolong kurang.

Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan sebuah model pembelajaran

yang aktif, inovatif dan dapat membantu siswa berlatih dalam pemecahan masalah

matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih

dalam pemecahan masalah adalah Problem Based Learning. Menurut Komalasari

(2010:58), Problem Based Learning merupakan strategi pembelajaran menggunakan

masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan

dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

3

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka permasalahan penelitian ini

adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning

terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 10

Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017.

Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran

matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam

memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-

hari. Menurut Purnomo & Mawarsari (2014:25) kemampuan pemecahan masalah

merupakan kemampuan lain yang harus dimiliki guru matematika. Kemudian

menurut Polya (dalam Gunantara, Suarjana, & Riastini 2014:4), kemampuan

pemecahan masalah adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi

masalah baginya

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah adalah potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam

menyelesaikan permasalahan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh

siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Polya (dalam Kodariyati & Astuti, 2016:2) indikator dalam pemecahan

masalah meliputi: (1) memahami soal atau masalah; (2) membuat suatu rencana atau

cara menyelesaikanmya; (3) melaksanakan rencana; dan (4) menelaah kembali

terhadap semua langka-langka yang dilakukan. Melalui tahapan-tahapan dalam

pemecahan masalah tersebut, maka akan melatih kemampuan berpikir siswa untuk

dapat memecahkan masalah matematika secara efektif.

Untuk mengetahui hasil kemampuan pemecahan masalah siswa terdapat

instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa. Adapun pemberian skor dalam pemecahan masalah

memperlihatkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah.

Pemberian skor pemecahan masalah dalam penelitian ini diadopsi dari

penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Fauziah (2010:40), dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut:

4

Tabel 1

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Skor Memahami

masalah

Merencanakan

penyelesaian

Melaksanakan

rencana

penyelesaian

Memeriksa

kembali hasil

penyelesaian

0 Salah

menginterpresta-

sikan/salah sama

sekali

Tidak ada rencana,

membuat rencana yang

tidak relevan

Tidak melakukan

perhitungan

Tidak ada

pemeriksaan atau

tidak ada

keteranagan lain

1 Salah

menginterpresta

sikan sebagian

soal,

mengabaikan

Membuat rencana

pemecahan yang tidak

dapat dilaksanakan,

sehigga tidak dapat

dilaksanakan

Melaksanakan

prosedur yang benar

dan mungkin

menghasilkan

jawaban yang benar

tapi salah

perhitungan

Ada pemeriksaan

tetapi tidak tuntas

2 Memahami

masalah soal

selengkapnya

Membuat rencana yang

benar tetapi salah dalam

hasil/tidak ada hasil

Melakukan proses

yang benar dan

mendapatkan hasil

yang benar

Pemeriksaan

dilaksanakan

untuk melihat

kebenaran proses

3

-

Membuat rencana yang

benar, tetapi tidak

lengkap

-

-

4

-

Membuat rencana sesuai

dengan prosedur dan

mengarah pada solusi

yang benar

- -

Skor maksimal 2 Skor maksimal 4 Skor maksimal 2 Skor maksimal 2

Model Problem Based Learning

Pembelajaran Problem Based Learning pertama kali diterapkan di McMaster

University School of Medicine Kanada pada tahun 1969. Duch (dalam Riyanto,

2009:285) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah suatu model

pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk

belajar”. Menurut Jauhar (2011:88), pembelajaran berbasis masalah dikembangkan

untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah,

dan keterampilan intelektual serta menjadi pelajar yang mandiri.

Sumber : dimodifikasi dari Fauziah (2010:40)

5

Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Arends (dalam Riyanto, 2009:287) mengidentifikasi empat

karakteristik dalam Problem Based Learning yakni sebagai berikut: (1) Pengajuan

masalah; (2) keterkaitan antar disiplin ilmu; (3) investigasi autentik; dan (4) kerja

kolaboratif.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning yang

akan diterapkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Orientasi masalah kepada siswa, pada tahap ini guru menyampaikan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah, membangkitkan motivasi peserta didik agar peserta didik

dapat terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar, pada tahap ini guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa secara heterogen yang

telah dibentuk sebelumnya, lalu guru membagikan masalah spesifik dan konkret

berupa LKS untuk dipecahkan.

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, pada tahap ini guru

membimbing siswa mencari dan mengumpulkan informasi untuk memecahkan

masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan hasil karya masing-masing kelompok.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru membantu

siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah true experimental design, dengan desain berbentuk

random, pre-test, post-test group design yang memiliki pola :

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 10

Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas

E O1 X O2

K O1 O2

K O3 O4

R

6

VIII.2 sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan Problem Based

Learning dan kelas VIII.1 sebagai kelas kontrol diberikan perlakuan menggunakan

pembelajaran konvensional.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

tes. Teknik tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan siswa. Tes

dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu pre-test (sebelum) dan post-

test (sesudah) pada materi yang diajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal uraian

(essay) sebanyak 5 soal tentang materi sistem persamaan linear dua variabel

(SPLDV). Tes yang diberikan merupakan tes kemampuan pemecahan masalah

matematika.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 10,31 dan kelas

kontrol sebesar 10,14. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol. Begitupun dengan analisis uji data hasil pre-test diperoleh

. Nlai pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk = 57 adalah

hal ini berarti diterima. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan yang

signifikan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika awal siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 24,19 dan kelas

kontrol sebesar 18,32. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

kelas kontrol. Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai

, sehingga dapat disimpulkan ditolak dan diterima.

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima

kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan

7

masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran

2016/2017.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Lubuklinggau selama tiga minggu

dan dilakukan langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

model pembelajaran Problem Based Learning dengan tujuan untuk mengetahui

pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa pada materi sistem persamaan linear dua

variabel di kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau. Berdasarkan data hasil

penelitian diperoleh saat pre-test skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal

tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika

kelas eksperimen sebesar 10,31, dan rata-rata kelas kontrol sebesar 10,14.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Problem Based

Learning dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Rincian kegiatan selama

pelaksanaan dijelaskan di bawah ini.

Pada pertemuan pertama tanggal 07 November 2016 pembelajaran di kelas

eksperimen dilakukan sebanyak tiga jam pembelajaran. Pada jam pertama dan kedua,

peneliti memberikan orientasi permasalah masalah terhadap siswa yang meliputi

menjelaskan tujuan pembelajaran, mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah. Peneliti juga membangkitkan motivasi serta menjelaskan cara

belajar dengan menggunakan model Problem Based Learning. Sedangkan pada jam

ketiga dimaksimalkan peneliti untuk melakukan perlakuan pertama pada kelas

eksperimen dan siswa telah siap di kelompoknya masing-masing.

Pertemuan pertama diisi dengan kegiatan penjelasan materi mengenai sistem

persamaan linear dua variabel oleh peneliti dan pemberian permasalahan kepada

setiap kelompok. Pada pertemuan pertama ini peneliti menggunakan Lembar Kerja

siswa (LKS) untuk dibagikan kepada masing-masing kelompok yang didalamnya

terdapat soal pemecahan masalah. Siswa mulai mengerjakan penyelesaian sesuai

langkah yang ada dengan berdiskusi antara anggota kelompoknya. Tetapi pada saat

mengerjakan, kegiatan diskusi belum berjalan secara maksimal. Siswa yang pandai

8

tampak serius memahami masalah yang diberikan, sedangkan siswa yang kurang

pandai tidak tertarik dengan LKS yang diberikan sehingga siswa tersebut ribut dan

mengganggu teman lainnya.

Siswa juga merasa kebingungan dan merasa kesulitan untuk menuliskan

terlebih dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam soal, terlebih dalam

menentukan strategi apa yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang

disajikan masalah tersebut dikarenakan siswa belum terbiasa memecahkan masalah.

Dalam hal ini peneliti mengatasi masalah tersebut dengan memberikan petunjuk-

petunjuk yang ada di LKS agar siswa dapat menyelesaikan masalah dengan tepat.

Maulana (dalam Sumargo & Yuanita 2014:130) menyatakan bahwa belajar dengan

menggunakan LKS menuntut siswa untuk lebih aktif, baik mental maupun fisik

didalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian siswa menentukan strategi yang

digunakan dalam memecahkan masalah untuk menemukan hasil penyelesaian.

Saat siswa telah menemukan hasil dari masalah yang diberikan kemudian siswa

memeriksa kembali jawabannya dengan memeriksa tiap langkah. Pada kegiatan ini,

kendala yang dialami yaitu siswa kesulitan dalam membuktikan benar atau tidaknya

jawaban yang didapat. Petunjuk yang ada di LKS dan bimbingan dari peneliti dapat

membantu kesulitan yang dihadapi siswa. Setelah itu peneliti menunjuk salah satu

kelompok secara acak untuk mempresentasikan penyelesaian pemecahan masalah

yang telah diselesaikan dalam kelompoknya masing-masing didepan kelas.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 10 November 2016 dengan alokasi

waktu menit. Materi yang diajarkan adalah sistem persamaan linear dua

variabel dengan menggunakan metode substitusi. Pelaksanaan pembelajaran di

laksanakan seperti pada pertemuan pertama. Langkah-langkah yang digunakan

peneliti juga sama yaitu peneliti membagikan LKS berisi masalah baru pada siswa

untuk diselesaikan secara mandiri dengan berdiskusi kelompok.

Pada pertemuan ini siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa mulai

belajar untuk saling berkomunikasi dengan rekan satu kelompoknya. Mereka

mendiskusikan materi bersama-sama serta saling memberikan informasi satu sama

lain walaupun masih terdapat beberapa siswa yang masih bingung. Pada pertemuan

pertama siswa merasa kebingungan dan merasa kesulitan untuk menuliskan terlebih

9

dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Pada pertemuan kedua ini

siswa sudah dapat menuliskan unsur-unsur yang diketahui dengan baik kemudian

sebagian besar siswa telah menyelesaikan masalah dengan anggota kelompok

berdasarkan strategi yang telah di tentukan, walaupun dalam penyelesaian masih ada

kekeliruan. Setelah mendapatkan hasil, siswa menyimpulkan dengan memeriksa tiap

langkah jawaban yang telah didapat. Kemudian hasil jawabannya dipresentasikan di

depan kelas. Siswa yang tidak tampil tampak bersemangat dalam mengomentari

jawaban kelompok lain dan saling bertukar ide. Keterbatasan waktu menjadi kendala

bagi peneliti karena hal tersebut membuat siswa terburu-buru dalam penyelesaian

pemcahan masalah sehingga mendapat hasil yang kurang maksimal. Dapat

disimpulkan pada pertemuan kedua, siswa sudah mengalami peningkatan dalam

memecahkan masalah.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 14 November 2016 dengan alokasi

waktu menit, siswa sudah terbiasa belajar dalam bentuk tim. Materi yang

diajarkan adalah sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan metode

eliminasi. Pada pertemuan ini siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Peningkatan sangat

jelas pada saat siswa sudah mandiri dalam belajar, siswa aktif berdiskusi dengan

kelompoknya dan siswa sudah bisa berkomunikasi dalam menyampaikan pendapat.

Hal itu terlihat dari siswa yang telah antusias memecahkan masalah dengan saling

bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing berdasarkan kemampuan yang

dimiliki. Menurut Huda (2011:65), usaha pemecahan masalah yang dilakukan melalui

kooperatif umumnya memberikan kecenderungan dan hasil yang lebih baik daripada

melalui kerja kompetitif atau individualistik.

Pada pertemuan ini siswa sudah paham dengan model Problem Based Learning

dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat. Hal tersebut

terlihat dari langkah–langkah yang diselesaikan siswa sudah lebih baik dari

pertemuan pertama dan kedua. Siswa sudah dapat memahami masalah dengan

mencantumkan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan lengkap. Kemudian siswa

dapat menentukan dan menuliskan strategi apa saja yang dapat digunakan dalam

penyelesaian masalah tersebut. Setelah strategi ditentukan, siswa sudah menentukan

10

hasil penyelesaian dan siswa juga sudah membuktikan jawaban dengan benar. Secara

keseluruhan masing-masing kelompok telah mengisi LKS dengan baik sesuai dengan

langkah-langkah pemecahan masalah. Pada pertemuan ini dapat disimpulkan bahwa

siswa sudah bisa menyelesaikan masalah yang diberikan berdasarkan langkah-

langkah penyelesaian masalah, yang meliputi langkah memahami masalah, kemudian

menentukan strategi penyelesaian, menentukan hasil penyelesaian dan memeriksa

kembali hasil.

Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga

kali pertemuan maka pada pertemuan selanjutnya peneliti mengadakan post-test di

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil post-test menunjukkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dari kedua kelas tersebut mengalami

peningkatan. Namun, dari hasil post-test juga menunjukkan bahwa jawaban siswa di

kelas eksperimen terlihat lebih baik daripada kelas kontrol. Peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada hasil post-test yang dilaksanakan

oleh peneliti pada tanggal 15 November 2016. Dapat dilihat pada gambar berikut:

Pada lembar jawaban post-test kelas kontrol di atas, siswa sudah dapat

menuliskan apa yang diketahui, ditanya, menuliskan strategi apa yang akan

Post-Test Siswa Kelas Kontrol Post-Test Siswa Kelas Ekperimen

11

digunakan tetapi strategi yang ditulis siswa tersebut tidak lengkap kemudian

melakukan perhitungan. Disini terlihat jelas bahwa siswa belum bisa menyelesaikan

dengan lengkap tidak membuat grafik dan tidak menentukan keuntungan maksimal

yang diperoleh berapa banyak. Pada tahap akhir ini siswa harus membuktikan

penyelesaiannya tetapi siswa tersebut tidak melakukan pembuktian, karena siswa

tersebut tidak tahu langkah-langkah untuk membuktikannya. Siswa mendapat hasil

jawaban dengan benar, tetapi skor tidak maksimal.

Hal tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa memecahkan masalah dengan

langkah-langkah penyelesaian karena guru menggunakan model konvensional dan

siswa masih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh guru, siswa tidak terlibat

langsung dalam menentukan pemecahan masalah. Hal ini merupakan akibat dari

pembelajaran konvensional. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil jawaban pre-test,

siswa kelas kontrol mengalami peningkatan karena beberapa siswa sudah dapat

menyelesaikan masalah, walaupun jawabannya belum lengkap dan tepat. Jika

disimpulkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

kontrol mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak maksimal

dibandingkan dengan kelas ekperimen. Dapat dilihat seperti gambar diatast

penyelesaian soal kelas eksperimen:

Pada lembar jawaban post-test kelas eksperimen di atas, peneliti menemukan

bahwa jawaban siswa kelas eksperimen terlihat lebih baik dan pengerjaan soal

tersebut lebih sistematis dan teratur, siswa terlihat sudah mampu memahami masalah

menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, membuat rencana dalam menyelesaikan

masalah dengan lengkap, melakukan perhitungan dengan baik dan dapat menentukan

keuntungan maksimal yang diperoleh, serta dapat memeriksa kembali hasil yang telah

didapat dengan benar dan tepat. Sehingga diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan

masalah siswa pada kelas eksperimen meningkat.

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dapat

mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Hal ini sesuai

dengan ungkapan Riyanto (2009:285) bahwa Problem Based Learning adalah suatu

model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik memecahkan masalah. Sedangkan menurut Amir (2010:21)

12

menyatakan Problem Based Learning merupakan metode instruksional yang

menantang peserta didik agar “belajar dan belajar”, bekerjasama dalam kelompok

untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Setelah dilakukan uji normalitas dan

uji homogenitas diperoleh kesimpulan pada uji-t yaitu Ho ditolak dan Ha diterima,

karena thitung > ttabel (2,70 > 1,67) sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini terbukti. Jadi kesimpulan pada penelitian ini adalah “terdapat pengaruh model

pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran

2016/2017”.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10

Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Rata-rata skor kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 24,72

dan kelas kontrol sebesar 19,64. Dengan peningkatan skor rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 14,41 sedangkan

pada kelas kontrol hanya mengalami peningkatan skor rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa sebesar 9,5. Hal tersebut berarti peningkatan

skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen

lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Amir, M. T. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Jakarta:

Kencana Prenanda Media Grup.

Fauziah, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Forum Kependidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya Palembang,

30 (1), 1-13.

Gunantara, G. Suarjana, M. & Riastini, N. P. 2014. Penerapan Model Pembelajaran

Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

13

masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas

Pendidikan Ganesha, 2 (1), 1-10.

Haryani, D. 2011. Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah untuk

Menumbuh kembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Prosiding

Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas

MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.

Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Housean, J. 2012. Sukses Juara Olimpiade Matematika. Jakarta: PT Grasindo

Jauhar, M. S. 2011. Implementasi Paikem Dari Behavioristik Sampai

Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Kodariyati, L. & Astuti, B. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning

Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Siswa Kelas V

SD. Jurnal Prima Edukasih, 4 (1), 1-14.

Komalasari, K. M. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:

PT Refika Aditama.

Purnomo, E. A. & Mawarsari, V. D. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Melalui Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project

Based Learning, JKPM, 1 (25), 24-31.

Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media

Sumargo, E. & Yuanita, L. Penerapan Media Laboratorium Virtual (Phet) Pada

Materi

Syaiful. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Jurnal Edumatika, 2 (1), 1-6.