PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOGUE AND …
Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOGUE AND …
i
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOGUE
AND CRITICAL THINKING TERHADAP KEMAMPUAN
BERFIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DI
MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI 2 KOTA
JAMBI
SKRIPSI
Oleh
AWALIA RAHMAH
NIM. TM. 151193
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019
i
i
ii
ii
iii
iii
iv
iv
v
v
vi
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kuhaturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepadaku, sehingga aku tetap optimis untuk menyelesaikan skripsi ini
dan berharap menggapai kesuksesan dikemudian hari.
Langit takkan indah jika tidak dihiasi dengan kerlap-kerlip bintang
dimalam hari meskipun kadang ditutup kabut awan malam.
Tak jauh berbeda dalam melukiskan warna bahagia dalam gurat wajah ayah, ibu
dan saudaraku tersayang.
Memikul harapan mereka meskipun dihadang tantangan dan hambatan.
Manisnya hasil kerja keras akan terasa apabila semuanya terlalui dengan sabar
meski harus memerlukan pengorbanan.
Kupersembahkan karya kecil ini kepada :
1. Ayahanda M Nawar dan ibunda Multasyam yang selalu memotivasi dan
memanjatkan do‟a kepada putri sulungnya dalam setiap sujudnya.
2. Saudaraku Syakirah Ramadhani dan Salsabila Alfitra yang selalu
memotivasiku, salam sayang untuknya.
3. Sahabat-sahabat ku Dora Aulia Harahap, Endang Supyarni, Reza Anggeraini,
Andi Wahda, Uni Nuni, Siska, iis, yang mensupport dan menemani ketika
susah maupun senang, salam rindu untuknya
4. Sahabat-sahabat seperjuangan dan orang-orang yang mencintai ilmu
pengetahuan.
vii
vii
MOTTO
م ه ن م فأعرض ع ه ىب ب في قل م لم الل ين يع ذ ك ال ئ ول أ
ب يغا ل م قىلا ب فسه ن م في أ قل له م و وعظه
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka.” (An-Nisa‟ : 63) (Qur‟an dan terjemahannya: 2003)
viii
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha „Alim
yang kita tidak mengetahui kecuali apa yang diajarkannya, atas iradahnya hingga
skripsi ini dapat dirampungkan. Shalawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW
pembawa risalah pencerahan dan ilmu pengetahuan bagi manusia.
Penelitian skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Tadris
Matematika Fakultas Tarbiyah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini melibatkan pihak-pihak
yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, untuk itu melalui
kolom ini Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Ibu Dr. Hj. Armida, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Drs. Sunarto, M.Pd selaku Ketua Prodi Tadris Matematika Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Drs. H. Kemas Imron Rosyadi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Abul Walid, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. H. Imtazmona selaku Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Kota Jambi dan Bapak Amir Mahmud, S.Pd selaku guru mata
pelajaran matematika di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi yang
telah memberikan izin untuk mengadakan riset penelitian dan memberikan
kemudahan kepada peneliti untuk memperoleh data dilapangan.
Akhirnya smeoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan
amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal „Aalamiin.
Jambi,04 Oktober 2019
Penulis
Awalia Rahmah
NIM. TM 151193
ix
ix
ABSTRAK
Nama : Awalia Rahmah
Jurusan : Pendidikan Matematika
Judul : Pengaruh Model Pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis Matematis
Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi
Pengaruh Model Deep Dialogue And Critical Thinking Terhadap
Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Kota Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain Posttest-Only Control Design sedangkan pengumpulan data dilakukan
dengan teknik tes. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII G sebagai kelas
eksperimen berjumlah 28 orang siswa dan siswa kelas VII F sebagai kelas kontrol
berjumlah 29 orang siswa. Data hasil penelitian diperoleh skor tertinggi di kelas
eksperimen adalah 95 dan skor terendah 65 dengan rata-rata 73,46, sedangkan
pada kelas kontrol diperoleh skor tertinggi 79 dan terendah 32 dengan rata-rata
44,69. Berdasarkan perhitungan menggunakan uji t diperoleh = 9,62 dan
pada taraf signifikan 5% diperoleh dan taraf signifikan 1%
= 2,715 dengan demikian 2,005 < 9,62 > 2,715. Sehingga diterima, artinya
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan berfikir kritis matematis
siswa yang menggunakan model deep dialogue and critical thinking dengan yang
tidak menggunakan model dialogue and critical thinking.
kata Kunci : Kemampuan Berfikir Kritis Matematis , Model dialogue and critical
thinking.
x
x
ABSTRACT
Name : Awalia Rahmah
Departmant : Mathematics
Title : Effect of deep dialogue and critical thinking Model on Students'
Mathematical critical thinking Ability in Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2
The Effect of Deep Dialogue and Critical Thinking Models on Students'
Mathematical Critical Thinking Ability in Madrasah Tsanawiyah Negeri 2, Jambi
City. This research is a quantitative study using Posttest-Only Control Design
while data collection is done by using test techniques. The subjects of this study
were students of class VII G as an experimental class totaling 28 students and
students of class VII F as a control class totaling 29 students. The research data
obtained that the highest score in the experimental class was 95 and the lowest
score was 65 with an average of 73.46, while in the control class the highest score
was 79 and the lowest was 32 with an average of 44.69. Based on calculations
using the t test obtained t_count = 9.62 and at a significant level of 5% obtained t_
(table) = 2.005 and a significant level of 1% t_ (table) = 2.715 thus 2.005 <9.62>
2.715. So that 〖H〗 _ (a) is accepted, it means that there is a significant difference
between the mathematical critical thinking ability of students who use the deep
dialogue and critical thinking models and those who do not use the dialogue and
critical thinking models.
Keywords: Mathematical Critical Thinking Ability, Model dialogue and critical
thinking.
xi
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINILITAS ...................................................................... iv
PERSEMBAHAN ............................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah..................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 8
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA FIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Deskripsi Teori ............................................................................ 10
B. Penelitian yang Relevan ............................................................... 23
C. Kerangka Fikir ............................................................................. 25
D. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 28
B. Pendekatan dan Desain Penelitian ............................................... 28
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel .................................. 29
D. Variabel-variabel dan Perlakuan Penelitian ................................. 30
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 30
F. Teknik Analisis Data .................................................................. 34
G. Hipotesis Statistik ........................................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ........................................................................... 40
B. Uji Hipotesis ............................................................................... 52
C. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan subjek yang sangat penting di dalam sistem
pendidikan di seluruh Negara dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan
matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari segala bidang apabila
dibandingkan dengan negara-negara lain yang memberikan tempat bagi
matematika sebagai subjek yang sangat penting. Sistem pendidikan tidak akan
mantap jika peserta didik di sekolah dan mahasiswa di perguruan tinggi lemah
dalam menguasai ilmu matematika, sebab matematika merupakan ilmu dasar yang
sangat penting untuk landasan bagi teknologi dan pengetahuan modern.
Pendidikan Nasional Indonesia seperti yang tertuang dalam cita-cita
nasional bangsa yaitu bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
rangka mewujudkannya, pemerintah selalu menyempurnakan sistem pendidikan
nasional. UU No 20 Tahun 2003 mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang salah satunya memuat tentang kurikulum. Kurikulum yang berlaku di MTs
Negeri 2 Kota Jambi adalah kurikulum 2013. Adapun tujuan pembelajaran
matematika dalam kurikulum 2013 salah satunya adalah melatih cara berfikir
kritis dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
Jean Piaget (2006) melandasi timbulnya strategi kognitif yang disebut
teori metakognitif yang merupakan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik
dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Menurut Preisseisen
metakognitif meliputi empat keterampilan yaitu keterampilan pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Keterampilan sangat penting untuk dimiliki oleh setiap peserta didik dalam proses
belajar mengajar. “Sayangnya dalam masyarakat sekarang, orang berpikir bahwa
berpikir kritis hanya ada dimata kuliah filsafat dan retorika diperguruan tinggi dan
bukan sebuah kebiasaan berpikir yang seharusnya ditanamkan sejak usia dini.”
Padahal berpikir kritis bukanlah suatu yang sulit yang hanya bisa dilakukan oleh
mereka yang memiliki IQ berkatagori genius. Sebaliknya berpikir kritis
2
merupakan suatu yang dapat dilakukan oleh semua orang. Saat peserta didik aktif
dalam bertanya karena ketidakpuasan dengan penjelasan yang diberikan, mereka
adalah anak yang memiliki kemampuan berpikir kritis.
Adanya berfikir keritis matematis akan berpengaruh dalam mengerjakan
soal. namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang
kurang paham dari materi yang sedang dipelajari, sehingga siswa merasa kesulitan
ketika diberikan soal berbeda dari contoh yang dijelaskan oleh guru dalam proses
pembelajaran.
Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan observasi awal dengan
mewawancarai seorang guru matematika di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota
Jambi, yaitu bapak Amir Mahmud, S.Pd pada tanggal 14-17 Januari 2019
diperoleh informasi bahwa, penyebab rendahnya tingkat kemampuan berfikir
kritis matematis siswa adalah siswa kurang mampu menyelesaikan soal-soal yang
berhubungan dengan menganalisis, menyintesis, memecahkan masalah,
menyimpulkan dan mengevaluasi seperti soal cerita yang mengharuskan siswa
mampu berfikir kritis. Selain itu siswa juga merasa kesulitan dalam menentukan
prodsedur atau operasi tertentu yang harus digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan. Mengaplikasikan berfikir keritis pada pemecahan masalah masih
rendah terlihat ketika diberikan soal latihan yang berbeda dengan contoh soal,
mereka mulai bingung bagaimana cara mengerjakannya. Serta kurang aktifnya
siswa dalam proses pembelajaran atau pembelajaran hanya berpusat pada guru
saja atau teacher center. Jika pembelajaran hanya berpusat pada guru itu artinya
yang lebih memahami materi tersebut adalah guru itu sendiri sedangkan siswanya
akan menjadi kurang mengerti atau hanya beberapa orang saja yang akan mengerti
atau memahami materi dan soal pemecahan masalah yang diberikan. Kemudian
dilakukan observasi dikelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi.
Siswa mengatakan bahwa mereka mengerti dan paham terhadap contoh yang
diberikan guru, tetapi ketika telah diberikan soal yang berbeda dari contoh soal
mulai muncul pertanyaan-pertanyaan, seperti apa yang harus dikerjakan terlebih
dahulu dari soal.
3
Kemampuan berpikir kritis matematis perlu menjadi fokus perhatian
dalam pembelajaran matematika, sebab melalui proses berpikir peserta didik dapat
menggunakan akalnya untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah
matematika. Oleh sebab itu, guru harus berusaha untuk mendorong peserta didik
agar mampu berpikir kritis dengan baik. Dengan demikian, disajikan data hasil
ulangan siswa di MTs Negeri 2 Kota Jambi. Adapun rata-rata hasil belajar
metematika peserta didik kelas VII dapat dilihat pada data tabel berikut:
Tabel 1.1
Data Hasil Ulangan Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Kota Jambi
No. Nilai Kriteria Jumlah Persentase
1. ≥ 70 Tuntas 98 40,33%
2. ≥ 70 Tidak Tuntas 145 59,67%
Jumlah 243 100%
Catatan : Diambil Berdasarkan Nilai Lembar Jawaban Ulangan Siswa Kelas VII MTs
Negeri 2 Kota Jambi
Berdasarkan Tabel 1.1 masih banyak peserta didik yang belum mencapai
standar KKM, nilai tersebut merupakan hasil tes yang diberikan oleh guru kepada
peserta didik. Padahal soal-soal yang diajukan adalah soal-soal yang mengacu
pada beberapa indikator berpikir kritis matematis yaitu merumuskan
permasalahan ke dalam model matematika, menyelesaikan masalah matematika
dengan menggunakan strategi atau prosedur yang telah dipelajari.
Berdasarkan tabel diatas, ketidaktuntasan siswa terlihat kepada
kemampuan siswa menjawab soal ulangan. Ternyata jawaban siswa sebagaimana
pada contoh berikut:
4
Sumber: Dokumentasi hasil ulangan siswa MTs Negeri 2 Kota Jambi
Gambar 1.1. Lembar Jawaban Salah Siswa
Pada gambar 1.1 menunjukkan jawaban siswa kelas VII pada materi
himpunan, terlihat siswa belum bisa memahami bagaimana menjawab dan
menyatakan soal tersebut dalam bentuk diagram venn, seharusnya siswa terlebih
dahulu memodelkannya kedalam diagram venn, dari hasil jawaban siswa terlihat
siswa belum bisa memenuhi indikator berfikir kritis dari soal untuk
menyelesaikan masalah. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan berfikir kritis siswa
menjawab soal tidak tepat atau tidak sesuai dengan prosedur.
Sumber: Dokumentasi Hasil Ulangan Siswa MTs Negeri 2 Kota Jambi
Gambar 1.2. Lembar Jawaban Salah Siswa
5
Berdasarkan pada gambar 1.2 terlihat bahwa siswa tidak mampu
menemukan fakta pada pemecahan masalah, serta siswa tidak dapat
menyimpulkan penyelesaian yang tepat pada soal. Hal ini terlihat dari
ketidakmampuan berfikir kritis siswa menjawab soal tidak tepat.
Sumber: Dokumentasi Hasil Ulangan Siswa MTs Negeri 2 Kota Jambi
Gambar 1.3. Lembar Jawaban Salah Siswa
Berdasarkan pada gambar 1.3 terlihat bahwa siswa tidak mampu
memecahkan masalah pada soal tersebut, serta siswa tidak dapat menyimpulkan
penyelesaian yang tepat, tidak menemukan dan mendeteksi hal-hal penting dalam
soal. Hal ini terlihat dari ketidamampuan siswa dalam memecahkan masalah serta
menyimpulkan dan mengevaluasi dalam menyelesaikan soal.
Berdasarkan jawaban siswa pada gambar 1,2 dan 3 kelas VII untuk
materi himpunan dan ajabar,terlihat siswa belum bisa memahami dari konsep
himpunan dan ajabar dengan cara menguraikan. Seharusnya siswa mampu
menganalisis dan memecahkan masalah dalam menyelesaikan model matematika.
Namun, hasil jawaban siswa yang terlihat pada gambar, siswa tidak memenuhi
indikator kemampuan berfikir kritis tersebut. Terdapat kesalahan-kesalahan dalam
penyelesaian soal. Sementara ada siswa yang mendapat nilai diatas KKM, sebagai
berikut:
6
Sumber: Dokumentasi Hasil Ulangan Siswa MTs Negeri 2 Kota Jambi
Gambar 1.4. Lembar Jawaban Siswa yang mendapat nilai di atas KKM
Berdasarkan gambar 1.4 terlihat bahwa siswa mampu menyajikan
permasalahan tersebut dalam model matematika dengan menentukan himpunan A
gabungan B dan diagram venn pada soal. Siswa mampu menyelesaikan soal yang
tepat sesuai dengan prosedur serta dalam menggunakan konsep dalam
menyimpulkan penyelesaian yang tepat.
Berdasarkan lembaran-lembaran jawaban siswa ini terlihat ketimpangan
yang terjadi dalam kemampuan berfikir kritis matematis siswa. Seperti mengacu
pada indikator berpikir kritis matematis peserta didik MTs Negeri 2 Kota Jambi
masih rendah. Rendahnya hasil belajar peserta didik ini dapat disebabkan oleh
rendahnya berpikir kritis peserta didik, kurang aktifnya peserta didik dalam proses
pembelajaran, belum mampunya peserta didik dalam membuat kesimpulan yang
benar dari hasil penyelidikan permasalahan yang dipelajari, dan kurangnya
pemahaman peserta didik pada materi yang dipelajari. Pada era reformasi
sekarang ini, kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang sangat
diperlukan agar peserta didik sanggup menghadapi perubahan keadaan atau
tantangan-tantangan dalam kehidupan yang selalu berkembang. Kemampuan
berpikir kritis melatih peserta didik untuk membuat keputusan dari berbagai sudut
pandang secara cermat, teliti, dan logis. Oleh karena itu sebaiknya pembelajaran
di sekolah melatih peserta didik untuk menggali kemampuan dan keterampilan
berpikir kritis matematis. Upaya agar kemampuan berpikir kritis matematis
peserta didik berkembang lebih baik, salah satu caranya mengembangkan model
7
pembelajaran kearah yang lebih baik, efektif, kondusif, menyenangkan atau yang
berbeda dengan yang biasa dilakukan di sekolah tersebut yaitu pembelajaran
ekspositori yang kegiatan pembelajarannya masih di dominasi oleh peran
pendidik. Model pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mengembangkan
berpikir kritis adalah model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking.
Dari permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran matematika yang
telah diuraikan di atas, serta memperhatikan kemampuan-kemampuan berpikir
kritis yang harus dicapai oleh peserta didik, dan mempertimbangkan hasil
penelitian terdahulu. Untuk mengetahui pengaruh model Deep Dialogue And
Critical Thinking terhadap berpikir kritis, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Deep Dialogue And
Critical Thinking Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran yang digunakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Kota Jambi belum efektif dalam menimbulkan kemampuan berfikir kritis
matematis siswa
2. Kemampuan berfikir kritis matematis siswa masih relatif rendah, hal ini
ditemui banyak siswa yang masih kesulitan dalam menentukan solusi apa
yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan.
3. Kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru sehingga siswa kurang
aktif .
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking (DDCT)
8
2. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri
2 Kota Jambi semester genap tahun ajaran 2018/2019
3. Evaluasi yang dilakukan setelah diadakan penelitian dibatasi pada evaluasi
kemampuan berfikir kritis matematis siswa yaitu soal uraian tentang
kemampuan berfikir kritis matematis.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan
masalah yang telah dirumuskan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berapa Skor Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi?
2. Berapa Skor Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa yang tidak
Menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi?
3. Apakah Terdapat Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Deep
Dialogue And Critical Thinking terhadap kemampuan berfikir kritis
matematis siswa Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi?
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan maka tujuan
penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ada pengaruh penerapan
model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri
2 Kota Jambi. Bentuk perinciannya sebagai berikut:
a) Untuk Mendeskripsikan Berapa Skor Kemampuan Berfikir Kritis
Matematis Siswa yang Menerapkan Model Pembelajaran Deep Dialogue
And Critical Thinking di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi
b) Untuk Mendeskripsikan Berapa Skor Kemampuan Berfikir Kritis
Matematis Siswa yang Tidak Menerapkan Model Pembelajaran Deep
9
Dialogue And Critical Thinking di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota
Jambi
c) Untuk Mendeskripsikan Berapa Skor Pengeruh Penerapan Model
Pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking Terhadap
Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Kota Jambi.
2. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian ini
memberikan manfaat baik bagi pembelajaran matematika maupun dalam
upaya meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran matematika. Secara
umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
pembelajaran matematika, utamanya dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kritis matematis peserta didik.
1) Bagi peneliti, memberikan manfaat besar berupa pengalaman bekal
untuk menjadi calon pendidik yang professional.
2) Bagi pendidik, memberikan masukan dalam kegiatan belajar mengajar
dengan menerapkan model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking sebagai bentuk pembelajaran matematika untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang lebih menarik.
3) Bagi peserta didik, agar memiliki kemampuan berpikir kritis
matematis yang lebih tinggi dalam menyelesaikan soal-soal
matematika.
4) Bagi sekolah, mendapat gagasan baru serta menumbuhkan semangat
untuk memajukan keilmuan yang kopetitif.
10
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Model Pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
a) Pengertian Dialogue And Critical Thinking
Deep Dialogue And Critical Thinking adalah sebuah filsafat yang
digunakan sebagai pendekatan pembelajaran dengan mengutamakan
adanya dialog mendalam dan berpikir kritis dalam proses
pembelajaran di kelas. Deep dialogue (dialog mendalam) dapat
diartikan sebagai percakapan antara orang-orang (dialog) yang
diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling ada keterbukaan,
jujur dan mengandalkan kebaikan. Sedangkan critical thinking
(berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan
mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat serta
melaksanakannya secara benar (Global Dialogue Institute).
Menurut Kamdi (2015), Deep Dialogue And Critical Thinking
proses pembelajarannya dikonstruksikan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan
berfikir kritis, tidak saja menekankan keaktifan peserta pada aspek
fisik, tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional, dan
spiritual. Selanjutnya Deep Dialogue And Critical Thinking menurut
Swidler merupakan transformasi diri melalui pembukaan diri terhadap
siapapun yang mempunyai pola pikir berbeda. Adapun menurut Lau
(2014) Deep Dialogue And Critical Thinking merupakan kemampuan
untuk berpikir secara cermat dan wajar meliputi kemampuan untuk
menyatukan, mencerminkan, dan pemikiran bebas.
11
Critical thinking dalam deep dialogue, merupakan metalitas
dialog di mana akar critical thinking adalah dialog, sehingga dialog
sebagai cara berpikir yang kritis dapat memperjelas cara berpikir itu
sendiri. Deep Dialogue And Critical Thinking ini dapat membantu
guru untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik,
karena dalam pendekatan ini pembelajaran sebanyak mungkin terpusat
pada peserta didik. Jadi peserta didik dilatih untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman, menemukan konsep, dan memecahkan
permasalahan melalui dialog mendalam dan berpikir kritis dengan
guru maupun sesama peserta didik.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam Deep
Dialogue And Critical Thinking antara lain adanya komunikasi dua
arah, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan
kesederajatan dan keberadaban, serta empatisitas yang tinggi. Dengan
demikian, Deep Dialogue And Critical Thinking mengandung nilai-
nilai demokrasi dan etis, sehingga keduanya dapat dimiliki oleh siswa,
selain pemahaman terhadap materi pembelajaran itu sendiri.
Model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking adalah
model pembelajaran yang mengkonsentrasikan kegiatan pembelajaran
untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog
secara mendalam dan berpikir kritis (Helmiati, 2013). Penyusunan
rancangan pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
dilakukan empat tahapan utama yaitu :
1) Mengembangkan komunitas (Comunity building)
2) Analisis isi (content analysis)
3) Analisis latar cultural (cultural setting analysis)
4) Pengorganisasian materi (content analysis). (Lubis, 2007)
12
Pertama, membangun komunitas belajar tahap ini merupakan
bagian refleksi diri guru terhadap dunia siswanya. Pandangan dunia
guru yang dimiliki oleh siswanya menjadi bagian yang berguna, dalam
menyususn rancangan pembelajaran yang bernuansa dialog yang
mendalam dan berfikir kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi
indentifikasi pengalaman guru dan pengalaman siswanya, kelas
belajar dan sebagainya.
Kedua, analisis isi proses untuk melakukan identifikasi seleksi
dan penetapan pembelajaran. Proses ini ditempuh dengan berpedoman
ramburambu materi yang terdapat dalam kurikulum yang antara lain
standar minimal, urutan (sequence) dan keluasaan (scope) materi,
kompetensi dasar yang dimilikinya serta keterampilan yang
dikembangkan. Di samping menganalisis guru hendaknya
menggunakan pendekatan nilai moral yang substansinya meliputi
prinsif komunikasi, etika komunikasi dan mekanisme komunikasi.
Ketiga, analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan
siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua
konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan (lokal, regional,
nasional dan global) dan konsep manusia berserta aktifitasnya yang
mencakup seluruh aspek kehidupan. Selain itu, analisis latar juga
mempertimbangkan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang
serta dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat serta kemungkinan
kebermanfaatannya bagi kehidupan peserta didik. Dalam kaitan itu,
analisis latar berhubungan erat dengan prinsip yang harus
dikembangkan dalam mengajarkan nilai dan moral, yaitu prinsip dari
mudah ke yang sukar, dari yang sederhana menjadi kompleks, dari
konkrit ke abstrak, dari lingkungan sempit atau dekat ke lingkungan
yang meluas.
13
Keempat, pengorganisasian materi model dilakukan dengan
memperhatikan prinsip ”4W dan 1 H” yaitu What (apa), Why
(mengapa), When (kapan), where (dimana) dan How (bagaimana).
Dalam rancangan pembelajaran keempat prinsif ini harus di warnai
oleh ciri–ciri pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking.
Dalam menuju pelakonan, nilai-nilai moral dan critical thinking dalam
upaya pencapaian dan pemahan konsep, dan pengembangan konsep.
(Lubis, 2007)
b) Langkah-langkah pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking
(1) Dalam setiap mengawali pembelajaran dimulai dengan berdoa.
(2) Memberikan tujuan pembelajaran, kompetensi yang akan dicapai.
(3) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari
pelajaran yang sudah dipelajari.
(4) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari.
(5) Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok pembelajaran
yang terdiri dari 4-6 peserta didik.
(6) Guru meminta setiap kelompok untuk menghitung jumlah anggota
kelompoknya dan masing-masing peserta didik mengingat nomor
urutannya dalam kelompok.
(7) Guru memberikan masalah atau tugas yang harus didiskusikan
atau didialogkan secara mendalam oleh kelompok tersebut.
(8) Setelah dibentuk kelompok, kemudian guru memberikan
pertanyaan kepada setiap kelompok secara acak (dengan undian
nomor). Hal ini diharapkan agar peserta didik dilatih memberikan
pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep
atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog
dan berpikir kritis.
14
(9) Setelah selesai berdiskusi, guru kemudian memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
(10) Setelah peserta didik melakukan presentasi, guru akan
mengklarifikasi hasil diskusi yang telah peserta didik sampaikan.
(11) Guru bersama peserta didik merefleksi kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan.
(12) Guru bersama peserta didik juga menyimpulkan poin penting
dari materi yang telah dibahas bersama. (Lubis, 2007)
c) Ciri-ciri Deep Dialogue And Critical Thinking
Global Dialogue Institute mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking, yaitu:
1) Peserta didik dan guru nampak aktif.
2) Mengoptimalisasikan potensi intelegensi peserta didik.
3) Berfokus pada mental, emosional dan spiritual.
4) Menggunakan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis dalam
pembelajaran.
5) Peserta didik dan guru dapat menjadi pendengar, pembicara dan
pemikir yang baik.
6) Dapat diimplimentasikan dalam kehidupan sehari-hari.
7) Lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian. (Lubis,
2007)
d) Kelebihan dan kelemahan Deep Dialogue And Critical Thinking
Menurut Salamah bahwa model pembelajaran Deep Dialogue And
Critical Thinking memiliki kelebihan diantaranya:
1) Deep Dialogue And Critical Thinking digunakan untuk melatih
siswa untuk mampu berfikir kritis, dan imajinatif, menggunakan
logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas
ide-ide lokal dan tradisional. Sehingga siswa dapat membedakan
yang mana disebut berpikir baik dan tidak baik.
15
2) Deep Dialogue And Critical Thinking merupakan pendekatan
yang dapat dikolaborasikan dengan metode yang telah ada dan
dipergunakan oleh guru selama proses pembelajaran.
3) Deep Dialogue And Critical Thinking merupakan dua sisi mata
uang, dan merupakan hal yang inherent (menjadi bagian tetap)
dalam kehidupan peserta didik, oleh karena itu dalam proses
pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking selalu
berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan siswa
untuk mengerti dan memahami manfaat dari isi pelajaran.
4) Deep Dialogue And Critical Thinking menekankan pada nilai,
sikap dan kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga
peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bersemangat.
5) Melalui model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking baik guru maupun siswa akan dapat memperoleh
pengetahuan dan pengalaman karena dengan dialog yang
mendalam dan berfikir kritis mampu memasuki ranah intelektual,
fisikal, sosial, mental seseorang.
6) Melalui Deep Dialogue And Critical Thinking akan terbina
hubungan antara guru dan peserta didik secara dialogis kritis,
membiasakan guru dan peserta didik untuk saling membelajarkan
dan belajar hidup dan keberagaman.
Kekurangan dari model pembelajaran Deep Dialogue and Critical
Thinking adalah sebagai berikut:
1) Butuh waktu dan adaptasi bagi siswa yang tingkat kemampuannya
rendah.
2) Bagi guru yang kurang kreatif akan mengalami kesulitan karena
belum terbiasa mengkolaborasi dengan metode yang digunakan
sebelumnya.
3) Siswa yang pasif atau tidak percaya diri akan marasa semakin
minder, merasa paling bodoh.
16
4) Sulit diterima karena banyaknya keberagaman membuat guru dan
siswa beradu keintelektualan. (Lubis, 2007)
2. Berpikir Kritis Matematis
Berpikir kritis merupakan salah satu strategi kognitif dalam pemecahan
masalah yang lebih kompleks dan menuntut pola yang lebih tinggi. Berpikir kritis
lebih banyak berada dalam kendali otak kiri dengan fokus pada menganalisis dan
mengembangkan berbagai kemungkinan dari masalah yang dihadapi. Berpikir
kritis yaitu berpikir untuk: (1) membandingkan dan mempertentangkan berbagai
gagasan, (2) memperbaiki dan memperhalus, (3) bertanya dan verifikasi, (4)
menyaring, memilih, dan mendukung gagasan, (5) membuat keputusan dan
timbangan, (6) mengadakan landasan untuk satu tindakan. Para pakar di bidang
psikologi kognitif mengatakan bahwa berpikir kritis menuntut kita untuk
mempertimbangkan isu-isu umum antara beberapa ranah.
Dalam bidang pendidikan, Aisyah mengemukakan bahwa berpikir kritis
di definisikan sebagai pembentukan kemampuan aspek logika seperti kemampuan
memberikan argumentasi, silogisme dan pernyataan yang proposialnya.
Sedangkan, menurut Pikket dan Foster berpikir kritis adalah jenis berpikir yang
lebih tinggi yang bukan hanya menghafal materi tetapi penggunaan dan
manipulasi bahan-bahan yang dipelajari dalam situasi baru.
Menurut Fisher (2008), Ada tiga macam cara mendefinisikan berpikir
kritis. Pertama berpikir kritis merupakan “ satu pola berpikir reflektif yang
berfokus pada pembuatan keputusan tentang apa yang diyakini atau yang
dilakukan”. Ada empat kata kunci dalam definisi tersebut yaitu reflektif, terfokus,
keputusan, dan keyakinan.Reflektif mengandung makna bahwa dalam prosesnya
berfikir dilakukan dengan pemantulan antara hal-hal yang bersifat tatanan
konseptual dan tatanan empiris untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam kaitan ini,
pemprosesannya tidak hanya mendapatkan solusi masalah tetapi yang lebih
penting yaitu pemahaman yang lebih baik tentang hakikat masalah itu sendiri.
Berpikir kritis juga terfokus dalam arti kita tidak hanya berpikir, tetapi kita
berpikir tentang sesuatu yang ingin kita pikirkan. Tujuan berpikir kritis ialah
17
memberikan bobot dan penilaian terhadap informasi dengan cara yang sedemikian
rupa, sehingga kita dapat membuat keputusan secara tepat. Akhirnya, tidak seperti
pemecahan masalah, isi berpikir kritis merupakan keyakinan atau motif yang
ingin diuji secara lebih tepat.
Definisi kedua tentang berpikir kritis adalah “ berpikir yang lebih baik”.
Pandangan ini menyarankan bahwa belajar untuk berpikir secara kritis, informasi
untuk tujuan membuat pilihan dengan dukungan informasi yang tepat. Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran, siswa harus terus diberikan bantuan agar
mampu mengembangkan pola-pola berpikir kritis dengan menggunakan informasi
yang memadai.
Definisi ketiga, adalah “berpikir yang membedakan antara berpikir yang
diarahkan mendapatkan tujuan dengan mengklarifikasikan tujuan”. Mendapatkan
tujuan lebih dekat dengan pemecahan masalah karena menekankan kepada
“produk atau hasil” pembuatan keputusan, sedangkan “klarifikasi tujuan” lebih
banyak menekankan pada “proses” untuk mencapai keputusan. Definisi ini
memandang bahwa berpikir kritis lebih dari sekedar membuat keputusan, dan
diyakini bahwa yang lebih penting lagi yaitu proses pembuatan keputusan dengan
didukung oleh informasi yang memadai.
a. Keterampilan-Keterampilan dalam Berpikir Kritis
Ada sejumlah keterampilan atau kecakapan yang diperlukan untuk dapat
melakukan berpikir kritis secara efektif. Menurut Ennis ada dua faktor yang
menunjang kecakapan berpikir kritis yaitu disposisi dan kecakapan. Disposisis,
merujuk pada ciri afektif dan disposisional yang dibawa seseorang untuk
melaksanakan tugas-tugas berpikir seperti keterbukaan berpikir, usaha untuk
mendapatkan informasi yang baik, dan kepekaan terhadap keyakinan, perasaan,
dan pengetahuan orang lain. Kecakapan merujuk pada keterampilan kognitif yang
diperlukan untuk berpikir secara kritis, seperti tindakan memusatkan,
menganalisis, dan menimbang.
Segala bentuk berpikir kritis, tidak mungkin dapat dilakukan tanpa
komponen utama yaitu pengetahuan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang
digunakan untuk berpikir secara kritis dan juga diperoleh sebagai hasil berpikir
18
kritis. Seperti telah dinyatakan pada bagian terdahulu, bahwa pengetahuan
keahlian akan membuat individu mampu memecahkan masalah secara lebih cepat,
lebih baik, dan berbeda. Pengetahuan merupakan sumber dalam memberikan
timbangan terhadap informasi atau titik pandang, dan juga membantu kita
meneliti secara cermat tujuan dan sasaran kita. Pengetahuan dalam bentuk strategi
secara aktif akan membentuk arahan dalam pemecahan masalah. Inferensi atau
pembuatan kesimpulan dalam proses berpikir kritis. Inferensi merupakan
keterampilan dalam menghubungkan dua atau lebih satuan-satuan
pengetahuan.Membuat inferensi atau kesimpulan merupakan tahap yang esensial
dalam berpikir kritis karena hal itu memungkinkan individu mampu memahami
situasi secara lebih dalam dan dalam derajat yang lebih bermakna.
Alec Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir
reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau
yang dilakukan. Ennis mengemukakan ada dua belas keterampilan yang
diperlukan dalam proses berpikir kritis matematis secara efektifitas, dua belas
kecakapan berpikir kritis matematis yaitu:
1) Memfokuskan pada pertanyaan.
2) Menganalisis argument.
3) Menanyakan dan menjawab pertanyaan klarifikasi.
4) Menimbang kredibilitas suatu sumber.
5) Mengamati dan menimbang hasil pengamatan.
6) Menimbang deduksi.
7) Menimbang induksi.
8) Membuat timbangan nilai.
9) Merumuskan istilah dan menimbang definisi.
10) Mengidentifikasi asumsi.
11) Memutuskan suatu tindakan.
12) Berinteraksi dengan orang lain.
19
Menurut Paul, Fisher dan Nosich (1993:4) berpikir kritis adalah mode
berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, di mana si pemikir
meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-
struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standarstandar intelektual
padanya. Selanjutnya Krulik, mengemukakan bahwa berpikir kritis itu adalah
suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek dari suatu situasi masalah, termasuk di dalamnya kemampuan untuk
mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi, membaca serta
memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan.
Menurut Fisher (2008) indikator keterampilan berpikir kritis yang
penting, meliputi:
1) Menyatakan kebenaran pertanyaan atau pernyataan.
2) Menganalisis pertanyaan atau pernyataan.
3) Berpikir logis.
4) Mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab
akibat.
5) Mengklasifikasi, misalnya gagasan objek-objek.
6) Memutuskan, misalnya apakah cukup bukti.
7) Memprediksi (termasuk membenarkan prediksi).
8) Berteori.
9) Memahami orang lain dan dirinya.
Menurut Arief dalam buku Ahmad Susanto (2013) ada lima prilaku yang
sistematis dalam berpikir kritis. Lima prilaku tersebut adalah sebagai berikut:
1) Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis yaitu suatu keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut
tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep dengan cara
menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil dan terperinci.
20
2) Keterampilan Menyintesis
Keterampilan menyintesis yaitu keterampilan yang berlawanan
dengan keterampilan menganalisis, yakni keterampilan yang
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan baru.
3) Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep
kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut
pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah
kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa poko
pikiran bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep.
4) Keterampian Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan yaitu kegiatan akal pikiran
manuasia berdasarkan pengertian atau pengetahuan yang dimilikinya,
dapat beranjak menyampai pengertian (kebenaran) baru yang lain.
5) Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemiira yang matang dalam
menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang
ada.Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan meggunakan standar
tertentu.
Berdasarkan beberapa indikator menurut para ahli di atas, dan hasil
prasurvey. Peneliti merujuk pada indikator menurut Arief (2013), dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Indikator Berpikir Kritis
Matematis
Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis
1 Menganalisis Menentukan informasi dari soal, memilih
informasi yang penting, serta memilih strategi
21
yang benar dalam menyelesaikannya.
2 Menyintesis
Menemukan fakta, data dan konsep kemudian
menghubungkan fakta, data dan konsep serta
menyimpulkan penyelesaian yang tepat.
3 Memecahkan Masalah
Mengidentifikasi yang diketahui, ditanyakan
dan kecukupan unsur dalam soal, membuat
model matematika, merencanakan
penyelesaiannya, dan menyelesaikan model
matematika
4 Menyimpulkan Menemukan fakta, data dan konsep serta dapat
menyimpulkan penyelesaian yang tepat.
5 Mengevaluasi
Menemukan dan mendeteksi hal-hal penting
dalam soal dan menyelesaikan model
matematika.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian dengan menggunakan model Deep Dialogue/Critical Thinking
hasil telaah pustaka peneliti, antara lain:
1. Penelitian Octavia Argita, skripsi, (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Implementasi Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking untuk
meningkatkan Keaktifan dan Prestasi belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS
SMA 2 Godean Tahun Ajaran 2010/2011”. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan keaktifan siswa pada siklus 1
sebesar 28%, siklus 2 sebesar 30% dan siklus 3 sebesar 35%. Sedangkan
prestasi belajar mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 12%, siklus II
sebesar 24 % dan siklus III sebesar 40%. dari data tersebut dapat diketahui
bahwa penerapan model pembelajaran deep dialogue/critical thinking dapat
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model
22
pembelajaran yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
variable terikat yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta
mata pelajaran.
2. Saifurrijal, skripsi, (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kolaborasi
Metode Ceramah dengan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT) untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil belajar pada
Mata Pelajaran Chasis dan Suspensi Otomotif Siswa Kelas XI SMKN 2
Pengasih Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa Dengan
diterapkannya kolaborasi metode ceramah dengan model pembelajaran Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) dapat meningkatkan partisipasi siswa
dalam proses pembelajaran, pada siklus I siswa yang berpartisipasi sebesar
42.43%, pada siklus II sebesar 61.74% dan pada siklus III sebesar 69.70%.
Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) juga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa, peningkatan dari siklus I ke siklus III sebesar 12.89%.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model
pembelajaran yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
variable terikat yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta
mata pelajaran.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun suatu
kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas kesalahan yang
timbul. Dalam setiap tindakan penulis akan mengamati kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik pada setiap tindakan pengajaran yang dilakukan di kelas.
Pada kondisi awal peserta didik kelas VII MTs Tarbiyah Islamiyah Kota Jambi,
memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang cukup rendah. Hal tersebut
dilihat dari keadaan peserta didik yang kurang bisa memperkirakan jawaban dan
proses solusi pada setiap masalah yang diberikan, serta membuat kesimpulan yang
benar dari hasil penyelidikan permasalahan yang dipelajari.
23
Selain itu, beberapa peserta didik masih sangat bergantung kepada guru
dalam proses pembelajaran matematika, sehingga sebagian dari peserta didik
kurang memiliki kreatifitas dalam menentukan solusi pada setiap permasalahan.
Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
salah satunya yaitu pembelajaran ekspositori.
Pembelajaran berpusat pada pendidik melalui pembelajaran ekspositori
masih menjadi kecenderungan dalam pembelajaran matematika yang berakibat
pada rendahnya berpikir kritis matematis peserta didik. Proses pembelajaran yang
terjadi hanya mengandalkan diri pada pendidik saja tanpa harus berpikir
mendalam serta membuat suasana menjadi kurang aktif. Model pembelajaran
Deep Dialogue And Critical Thinking yaitu suatu model pembelajaran yang
mengkonsentrasikan kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis. Dari mulai
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana hingga
memeriksa proses dan hasil dari jawaban.
Dari pemaparan di atas penulis merasa perlu meneliti apakah terdapat
pengaruh model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik dapat dilihat dari hasil posttest yang diberikan setelah
dilakukannya pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran yang berbeda
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Gambaran penelitian ini disajikan dalam
bentuk diagram, sebagai berikut :
24
Diagram Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis
merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang masih perlu diuji
kebenarannya melalui analisis.
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh model
pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking terhadap kemampuan berpikir
kritis matematis siswa.
Materi Pembelajaran
Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Proses Pembelajaran
Terdapat Pengaruh Terhadap Kemampuan berpiki Kritis Matematis Peserta
Didik Melalui Pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
Model Pembelajaran Ekspositori Model Pembelajaran Deep Dialogue
And Critical Thinking
25
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Model Pembelajaran Deep Dialouge And Critical Thingking
a. Pengertian Deep Dialogue And Critical Thinking
Deep Dialogue And Critical Thinking adalah sebuah filsafat yang
digunakan sebagai pendekatan pembelajaran dengan mengutamakan
adanya dialog mendalam dan berpikir kritis dalam proses
pembelajaran di kelas. Deep dialogue (dialog mendalam) dapat
diartikan sebagai percakapan antara orang-orang (dialog) yang
diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling ada keterbukaan,
jujur dan mengandalkan kebaikan. Sedangkan critical thinking
(berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan
mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat serta
melaksanakannya secara benar (Global Dialogue Institute).
Menurut Kamdi, Deep Dialogue And Critical Thinking proses
pembelajarannya dikonstruksikan untuk mendapatkan pengetahuan
dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berfikir kritis,
tidak saja menekankan keaktifan peserta pada aspek fisik, tetapi juga
aspek intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual. Selanjutnya
Deep Dialogue And Critical Thinking menurut Swidler merupakan
transformasi diri melalui pembukaan diri terhadap siapapun yang
mempunyai pola pikir berbeda. Adapun menurut Lau Deep Dialogue
And Critical Thinking merupakan kemampuan untuk berpikir secara
cermat dan wajar meliputi kemampuan untuk menyatukan,
mencerminkan, dan pemikiran bebas.
Critical thinking dalam deep dialogue, merupakan metalitas
dialog di mana akar critical thinking adalah dialog, sehingga dialog
26
sebagai cara berpikir yang kritis dapat memperjelas cara berpikir itu
sendiri. Deep Dialogue And Critical Thinking ini dapat membantu
guru untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi peserta didik,
karena dalam pendekatan ini pembelajaran sebanyak mungkin terpusat
pada peserta didik. Jadi peserta didik dilatih untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman, menemukan konsep, dan memecahkan
permasalahan melalui dialog mendalam dan berpikir kritis dengan
guru maupun sesama peserta didik.
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam Deep
Dialogue And Critical Thinking antara lain adanya komunikasi dua
arah, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan
kesederajatan dan keberadaban, serta empatisitas yang tinggi. Dengan
demikian, Deep Dialogue And Critical Thinking mengandung nilai-
nilai demokrasi dan etis, sehingga keduanya dapat dimiliki oleh siswa,
selain pemahaman terhadap materi pembelajaran itu sendiri.
Model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking adalah
model pembelajaran yang mengkonsentrasikan kegiatan pembelajaran
untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog
secara mendalam dan berpikir kritis (Helmiati, 2013). Penyusunan
rancangan pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
dilakukan empat tahapan utama yaitu :
5) Mengembangkan komunitas (Comunity building)
6) Analisis isi (content analysis)
7) Analisis latar cultural (cultural setting analysis)
8) Pengorganisasian materi (content analysis). (Lubis, 2007)
Pertama, membangun komunitas belajar tahap ini merupakan
bagian refleksi diri guru terhadap dunia siswanya. Pandangan dunia
guru yang dimiliki oleh siswanya menjadi bagian yang berguna, dalam
menyususn rancangan pembelajaran yang bernuansa dialog yang
mendalam dan berfikir kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi
27
indentifikasi pengalaman guru dan pengalaman siswanya, kelas
belajar dan sebagainya.
Kedua, analisis isi proses untuk melakukan identifikasi seleksi
dan penetapan pembelajaran. Proses ini ditempuh dengan berpedoman
ramburambu materi yang terdapat dalam kurikulum yang antara lain
standar minimal, urutan (sequence) dan keluasaan (scope) materi,
kompetensi dasar yang dimilikinya serta keterampilan yang
dikembangkan. Di samping menganalisis guru hendaknya
menggunakan pendekatan nilai moral yang substansinya meliputi
prinsif komunikasi, etika komunikasi dan mekanisme komunikasi.
Ketiga, analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan
siklus kehidupan (life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua
konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan (lokal, regional,
nasional dan global) dan konsep manusia berserta aktifitasnya yang
mencakup seluruh aspek kehidupan. Selain itu, analisis latar juga
mempertimbangkan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang
serta dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat serta kemungkinan
kebermanfaatannya bagi kehidupan peserta didik. Dalam kaitan itu,
analisis latar berhubungan erat dengan prinsip yang harus
dikembangkan dalam mengajarkan nilai dan moral, yaitu prinsip dari
mudah ke yang sukar, dari yang sederhana menjadi kompleks, dari
konkrit ke abstrak, dari lingkungan sempit atau dekat ke lingkungan
yang meluas.
Keempat, pengorganisasian materi model dilakukan dengan
memperhatikan prinsip ”4W dan 1 H” yaitu What (apa), Why
(mengapa), When (kapan), where (dimana) dan How (bagaimana).
Dalam rancangan pembelajaran keempat prinsif ini harus di warnai
oleh ciri–ciri pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking.
Dalam menuju pelakonan, nilai-nilai moral dan critical thinking dalam
upaya pencapaian dan pemahan konsep, dan pengembangan konsep.
(Lubis, 2007)
28
b. Langkah-langkah pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking
(13) Dalam setiap mengawali pembelajaran dimulai dengan
berdoa.
(14) Memberikan tujuan pembelajaran, kompetensi yang akan
dicapai.
(15) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari
pelajaran yang sudah dipelajari.
(16) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari.
(17) Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok
pembelajaran yang terdiri dari 4-6 peserta didik.
(18) Guru meminta setiap kelompok untuk menghitung jumlah
anggota kelompoknya dan masing-masing peserta didik mengingat
nomor urutannya dalam kelompok.
(19) Guru memberikan masalah atau tugas yang harus
didiskusikan atau didialogkan secara mendalam oleh kelompok
tersebut.
(20) Setelah dibentuk kelompok, kemudian guru memberikan
pertanyaan kepada setiap kelompok secara acak (dengan undian
nomor). Hal ini diharapkan agar peserta didik dilatih memberikan
pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep
atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog
dan berpikir kritis.
(21) Setelah selesai berdiskusi, guru kemudian memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
(22) Setelah peserta didik melakukan presentasi, guru akan
mengklarifikasi hasil diskusi yang telah peserta didik sampaikan.
(23) Guru bersama peserta didik merefleksi kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan.
29
(24) Guru bersama peserta didik juga menyimpulkan poin penting
dari materi yang telah dibahas bersama. (Lubis, 2007)
Dari langkah-langkah diatas,dibuatlah kolom seperti dibawah ini:
Guru Murid Alokasi Waktu
Guru memberi salam,
mempersilahkan siswa untuk berdo‟a
Siswa menjawab salam, dan
berdo‟a
10 menit
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran,kompetensi yang akan
dicapai
Siswa memperhatikan yang
disampaikan guru
Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya
mengenai bahan pelajaran yang
belum dikuasai dari pelajaran yang
sudah dipelajari
Siswa bertanya kepada guru
mengenai bahan pelajaran yang
belum dikuasai dari pelajaran yang
sudah dipelajari
Guru menyampaikan materi pokok
yang akan dipelajari
Siswa memperhatikan penjelasan
yang disampaikan oleh guru
Guru membagi peserta didik
kedalam kelompok pembelajaran
yang terdiri dari 4-6 siswa
Siswa duduk dikelompok masing-
masing sesuai dengan yang guru
bagikan
Guru meminta setiap kelompok
menghitung jumlah anggota
kelompok
Siswa mulai menghitung anggota
kelompok masing-masing
Guru memberikan masalah atau
tugas yang harus didiskusikan secara
mendalam oleh kelompok tersebut
Siswa mulai berdiskusi dari
masalah yang diberikan oleh guru
25 menit Guru memberikan pertanyaan kepada
setiap kelompok secara acak (dengan
nomor undian).
Siswa yang terpilih menjawab
pertanyaan yang diberikan guru,
dan siswa lain memperhatikan
Setelah selesai berdiskusi, guru Setiap kelompok siswa mulai 25 menit
30
kemudian memberikan kesempatan
siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusinya
mempresentasikan hasil diskusi
mereka satu persatu
Guru mengklarifikasi hasil diskusi
yang telah siswa sampaikan
Siswa memperhatikan dan
menanyakan jika kurang dipahami
15 menit
Guru bersama siswa merefleksi
kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan
Guru bersama siswa merefleksi
kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan
Guru bersama siswa menyimpulkan
poin penting dari materi yang telah
dibahas bersama
Guru bersama siswa menyimpulkan
poin penting dari materi yang telah
dibahas bersama
Guru memberikan motivasi Siswa memperhatikan
5 menit Guru mengakhiri pembelajaran
dengan salam
Siswa menjawab salam
c. Ciri-ciri Deep Dialogue And Critical Thinking
Global Dialogue Institute mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking, yaitu:
8) Peserta didik dan guru nampak aktif.
9) Mengoptimalisasikan potensi intelegensi peserta didik.
10) Berfokus pada mental, emosional dan spiritual.
11) Menggunakan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis dalam
pembelajaran.
12) Peserta didik dan guru dapat menjadi pendengar, pembicara dan
pemikir yang baik.
13) Dapat diimplimentasikan dalam kehidupan sehari-hari.
14) Lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian. (Lubis,
2007)
d. Kelebihan dan kelemahan Deep Dialogue And Critical Thinking
31
Menurut Salamah bahwa model pembelajaran Deep Dialogue And
Critical Thinking memiliki kelebihan diantaranya:
7) Deep Dialogue And Critical Thinking digunakan untuk melatih
siswa untuk mampu berfikir kritis, dan imajinatif, menggunakan
logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas
ide-ide lokal dan tradisional. Sehingga siswa dapat membedakan
yang mana disebut berpikir baik dan tidak baik.
8) Deep Dialogue And Critical Thinking merupakan pendekatan
yang dapat dikolaborasikan dengan metode yang telah ada dan
dipergunakan oleh guru selama proses pembelajaran.
9) Deep Dialogue And Critical Thinking merupakan dua sisi mata
uang, dan merupakan hal yang inherent (menjadi bagian tetap)
dalam kehidupan peserta didik, oleh karena itu dalam proses
pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking selalu
berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan siswa
untuk mengerti dan memahami manfaat dari isi pelajaran.
10) Deep Dialogue And Critical Thinking menekankan pada nilai,
sikap dan kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga
peserta didik belajar dengan menyenangkan dan bersemangat.
11) Melalui model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking baik guru maupun siswa akan dapat memperoleh
pengetahuan dan pengalaman karena dengan dialog yang
mendalam dan berfikir kritis mampu memasuki ranah intelektual,
fisikal, sosial, mental seseorang.
12) Melalui Deep Dialogue And Critical Thinking akan terbina
hubungan antara guru dan peserta didik secara dialogis kritis,
membiasakan guru dan peserta didik untuk saling membelajarkan
dan belajar hidup dan keberagaman.
Kekurangan dari model pembelajaran Deep Dialogue and Critical
Thinking adalah sebagai berikut:
32
5) Butuh waktu dan adaptasi bagi siswa yang tingkat kemampuannya
rendah.
6) Bagi guru yang kurang kreatif akan mengalami kesulitan karena
belum terbiasa mengkolaborasi dengan metode yang digunakan
sebelumnya.
7) Siswa yang pasif atau tidak percaya diri akan marasa semakin
minder, merasa paling bodoh.
8) Sulit diterima karena banyaknya keberagaman membuat guru dan
siswa beradu keintelektualan. (Lubis, 2007)
2. Berpikir Kritis Matematis
Berpikir kritis merupakan salah satu strategi kognitif dalam pemecahan
masalah yang lebih kompleks dan menuntut pola yang lebih tinggi. Berpikir kritis
lebih banyak berada dalam kendali otak kiri dengan fokus pada menganalisis dan
mengembangkan berbagai kemungkinan dari masalah yang dihadapi. Berpikir
kritis yaitu berpikir untuk: (1) membandingkan dan mempertentangkan berbagai
gagasan, (2) memperbaiki dan memperhalus, (3) bertanya dan verifikasi, (4)
menyaring, memilih, dan mendukung gagasan, (5) membuat keputusan dan
timbangan, (6) mengadakan landasan untuk satu tindakan. Para pakar di bidang
psikologi kognitif mengatakan bahwa berpikir kritis menuntut kita untuk
mempertimbangkan isu-isu umum antara beberapa ranah.
Dalam bidang pendidikan, Aisyah mengemukakan bahwa berpikir kritis
di definisikan sebagai pembentukan kemampuan aspek logika seperti kemampuan
memberikan argumentasi, silogisme dan pernyataan yang proposialnya.
Sedangkan, menurut Pikket dan Foster berpikir kritis adalah jenis berpikir yang
lebih tinggi yang bukan hanya menghafal materi tetapi penggunaan dan
manipulasi bahan-bahan yang dipelajari dalam situasi baru.
Menurut Fisher (2008), Ada tiga macam cara mendefinisikan berpikir
kritis. Pertama berpikir kritis merupakan “ satu pola berpikir reflektif yang
berfokus pada pembuatan keputusan tentang apa yang diyakini atau yang
dilakukan”. Ada empat kata kunci dalam definisi tersebut yaitu reflektif, terfokus,
keputusan, dan keyakinan.Reflektif mengandung makna bahwa dalam prosesnya
33
berfikir dilakukan dengan pemantulan antara hal-hal yang bersifat tatanan
konseptual dan tatanan empiris untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam kaitan ini,
pemprosesannya tidak hanya mendapatkan solusi masalah tetapi yang lebih
penting yaitu pemahaman yang lebih baik tentang hakikat masalah itu sendiri.
Berpikir kritis juga terfokus dalam arti kita tidak hanya berpikir, tetapi kita
berpikir tentang sesuatu yang ingin kita pikirkan. Tujuan berpikir kritis ialah
memberikan bobot dan penilaian terhadap informasi dengan cara yang sedemikian
rupa, sehingga kita dapat membuat keputusan secara tepat. Akhirnya, tidak seperti
pemecahan masalah, isi berpikir kritis merupakan keyakinan atau motif yang
ingin diuji secara lebih tepat.
Definisi kedua tentang berpikir kritis adalah “ berpikir yang lebih baik”.
Pandangan ini menyarankan bahwa belajar untuk berpikir secara kritis, informasi
untuk tujuan membuat pilihan dengan dukungan informasi yang tepat. Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran, siswa harus terus diberikan bantuan agar
mampu mengembangkan pola-pola berpikir kritis dengan menggunakan informasi
yang memadai.
Definisi ketiga, adalah “berpikir yang membedakan antara berpikir yang
diarahkan mendapatkan tujuan dengan mengklarifikasikan tujuan”. Mendapatkan
tujuan lebih dekat dengan pemecahan masalah karena menekankan kepada
“produk atau hasil” pembuatan keputusan, sedangkan “klarifikasi tujuan” lebih
banyak menekankan pada “proses” untuk mencapai keputusan. Definisi ini
memandang bahwa berpikir kritis lebih dari sekedar membuat keputusan, dan
diyakini bahwa yang lebih penting lagi yaitu proses pembuatan keputusan dengan
didukung oleh informasi yang memadai.
b. Keterampilan-Keterampilan dalam Berpikir Kritis
Ada sejumlah keterampilan atau kecakapan yang diperlukan untuk dapat
melakukan berpikir kritis secara efektif. Menurut Ennis ada dua faktor yang
menunjang kecakapan berpikir kritis yaitu disposisi dan kecakapan. Disposisis,
merujuk pada ciri afektif dan disposisional yang dibawa seseorang untuk
melaksanakan tugas-tugas berpikir seperti keterbukaan berpikir, usaha untuk
mendapatkan informasi yang baik, dan kepekaan terhadap keyakinan, perasaan,
34
dan pengetahuan orang lain. Kecakapan merujuk pada keterampilan kognitif yang
diperlukan untuk berpikir secara kritis, seperti tindakan memusatkan,
menganalisis, dan menimbang.
Segala bentuk berpikir kritis, tidak mungkin dapat dilakukan tanpa
komponen utama yaitu pengetahuan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang
digunakan untuk berpikir secara kritis dan juga diperoleh sebagai hasil berpikir
kritis. Seperti telah dinyatakan pada bagian terdahulu, bahwa pengetahuan
keahlian akan membuat individu mampu memecahkan masalah secara lebih cepat,
lebih baik, dan berbeda. Pengetahuan merupakan sumber dalam memberikan
timbangan terhadap informasi atau titik pandang, dan juga membantu kita
meneliti secara cermat tujuan dan sasaran kita. Pengetahuan dalam bentuk strategi
secara aktif akan membentuk arahan dalam pemecahan masalah. Inferensi atau
pembuatan kesimpulan dalam proses berpikir kritis. Inferensi merupakan
keterampilan dalam menghubungkan dua atau lebih satuan-satuan
pengetahuan.Membuat inferensi atau kesimpulan merupakan tahap yang esensial
dalam berpikir kritis karena hal itu memungkinkan individu mampu memahami
situasi secara lebih dalam dan dalam derajat yang lebih bermakna.
Alec Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir
reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau
yang dilakukan. Ennis mengemukakan ada dua belas keterampilan yang
diperlukan dalam proses berpikir kritis matematis secara efektifitas, dua belas
kecakapan berpikir kritis matematis yaitu:
13) Memfokuskan pada pertanyaan.
14) Menganalisis argument.
15) Menanyakan dan menjawab pertanyaan klarifikasi.
16) Menimbang kredibilitas suatu sumber.
17) Mengamati dan menimbang hasil pengamatan.
18) Menimbang deduksi.
19) Menimbang induksi.
20) Membuat timbangan nilai.
21) Merumuskan istilah dan menimbang definisi.
35
22) Mengidentifikasi asumsi.
23) Memutuskan suatu tindakan.
24) Berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Paul, Fisher dan Nosich (1993:4) berpikir kritis adalah mode
berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, di mana si pemikir
meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-
struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standarstandar intelektual
padanya. Selanjutnya Krulik, mengemukakan bahwa berpikir kritis itu adalah
suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek dari suatu situasi masalah, termasuk di dalamnya kemampuan untuk
mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi, membaca serta
memahami dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan.
Menurut Fisher (2008) indikator keterampilan berpikir kritis yang
penting, meliputi:
10) Menyatakan kebenaran pertanyaan atau pernyataan.
11) Menganalisis pertanyaan atau pernyataan.
12) Berpikir logis.
13) Mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab
akibat.
14) Mengklasifikasi, misalnya gagasan objek-objek.
15) Memutuskan, misalnya apakah cukup bukti.
16) Memprediksi (termasuk membenarkan prediksi).
17) Berteori.
18) Memahami orang lain dan dirinya.
Menurut Arief dalam buku Ahmad Susanto (2013) ada lima prilaku yang
sistematis dalam berpikir kritis. Lima prilaku tersebut adalah sebagai berikut:
6) Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis yaitu suatu keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut
tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep dengan cara
36
menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil dan terperinci.
7) Keterampilan Menyintesis
Keterampilan menyintesis yaitu keterampilan yang berlawanan
dengan keterampilan menganalisis, yakni keterampilan yang
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan baru.
8) Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep
kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut
pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah
kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pokok
pikiran bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep.
9) Keterampian Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan yaitu kegiatan akal pikiran
manuasia berdasarkan pengertian atau pengetahuan yang dimilikinya,
dapat beranjak menyampai pengertian (kebenaran) baru yang lain.
10) Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemiira yang matang dalam
menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang
ada.Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan meggunakan standar
tertentu.
Berdasarkan beberapa indikator menurut para ahli di atas, dan hasil
prasurvey. Peneliti merujuk pada indikator menurut Arief (2013), dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Indikator Berpikir Kritis
Matematis
Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis
1 Menganalisis Menentukan informasi dari soal, memilih
37
informasi yang penting, serta memilih strategi
yang benar dalam menyelesaikannya.
2 Menyintesis
Menemukan fakta, data dan konsep kemudian
menghubungkan fakta, data dan konsep serta
menyimpulkan penyelesaian yang tepat.
3 Memecahkan Masalah
Mengidentifikasi yang diketahui, ditanyakan
dan kecukupan unsur dalam soal, membuat
model matematika, merencanakan
penyelesaiannya, dan menyelesaikan model
matematika
4 Menyimpulkan Menemukan fakta, data dan konsep serta dapat
menyimpulkan penyelesaian yang tepat.
5 Mengevaluasi
Menemukan dan mendeteksi hal-hal penting
dalam soal dan menyelesaikan model
matematika.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian dengan menggunakan model Deep Dialogue/Critical Thinking
hasil telaah pustaka peneliti, antara lain:
3. Penelitian Anis Mardiningsih dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran
Deep Dialogue And Critical Thinking Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis
Matematis”. Penelitian ini merupakan penelitian Quasy Experimental Design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN
24 Bandar Lampung. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan acak
kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIIII sebagai
kelas eksperimen dan kelas VIIIH sebagai kelas kontrol. Teknik
pengumpulan data adalah tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-
t. Uji prasyarat analisis dilakukan dengan metode Lilifors untuk uji
normalitas dan uji barlett untuk uji homogenitas. Berdasarkan hasil uji
normalitas dengan menggunakan uji Lilifors dan uji homogenitas dengan uji
barlett, diperoleh bahwa data hasil tes dari kedua kelompok tersebut normal
38
dan homogen sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan uji-t. Dari
hasil penelitian dan analisis data diperoleh , sedangkan nilai ttabel = 2,000.
Oleh karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya rata-
rata kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik dengan menggunakan
model pembelajaran deep dialogue and critical thinking tidak sama dengan
rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik dengan
menggunakan model pembelajaran ekspositori. Jadi dapat disimpulkan bahwa
penggunaan model deep dialogue and critical thinking dapat memberikan
pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model
pembelajaran yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
variable terikat yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta
mata pelajaran.
4. Penelitian Octavia Argita dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi
Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking untuk meningkatkan
Keaktifan dan Prestasi belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS SMA 2 Godean
Tahun Ajaran 2010/2011”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat peningkatan keaktifan siswa pada siklus 1 sebesar 28%, siklus
2 sebesar 30% dan siklus 3 sebesar 35%. Sedangkan prestasi belajar
mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 12%, siklus II sebesar 24 % dan
siklus III sebesar 40%. dari data tersebut dapat diketahui bahwa penerapan
model pembelajaran deep dialogue/critical thinking dapat meningkatkan
keaktifan dan prestasi belajar.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model
pembelajaran yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
variable terikat yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta
mata pelajaran.
39
5. Saifurrijal dalam penelitiannya yang berjudul “Kolaborasi Metode Ceramah
dengan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT)
untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil belajar pada Mata Pelajaran Chasis
dan Suspensi Otomotif Siswa Kelas XI SMKN 2 Pengasih Tahun Ajaran
2011/2012”. Menyimpulkan bahwa Dengan diterapkannya kolaborasi metode
ceramah dengan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
(DD/CT) dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran,
pada siklus I siswa yang berpartisipasi sebesar 42.43%, pada siklus II sebesar
61.74% dan pada siklus III sebesar 69.70%. Penerapan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
(DD/CT) juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, peningkatan dari siklus
I ke siklus III sebesar 12.89%.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model
pembelajaran yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada
variable terikat yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta
mata pelajaran.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun suatu
kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas kesalahan yang
timbul. Dalam setiap tindakan penulis akan mengamati kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik pada setiap tindakan pengajaran yang dilakukan di kelas.
Pada kondisi awal peserta didik kelas VII MTs Negeri 2 Kota Jambi, memiliki
kemampuan berpikir kritis matematis yang cukup rendah. Hal tersebut dilihat dari
keadaan peserta didik yang kurang bisa memperkirakan jawaban dan proses solusi
pada setiap masalah yang diberikan, serta membuat kesimpulan yang benar dari
hasil penyelidikan permasalahan yang dipelajari.
Selain itu, beberapa peserta didik masih sangat bergantung kepada guru
dalam proses pembelajaran matematika, sehingga sebagian dari peserta didik
kurang memiliki kreatifitas dalam menentukan solusi pada setiap permasalahan.
40
Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan model pembelajaran langsung salah
satunya yaitu pembelajaran ekspositori.
Pembelajaran berpusat pada pendidik melalui pembelajaran ekspositori
masih menjadi kecenderungan dalam pembelajaran matematika yang berakibat
pada rendahnya berpikir kritis matematis peserta didik. Proses pembelajaran yang
terjadi hanya mengandalkan diri pada pendidik saja tanpa harus berpikir
mendalam serta membuat suasana menjadi kurang aktif. Model pembelajaran
Deep Dialogue And Critical Thinking yaitu suatu model pembelajaran yang
mengkonsentrasikan kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis. Dari mulai
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana hingga
memeriksa proses dan hasil dari jawaban.
Dari pemaparan di atas penulis merasa perlu meneliti apakah terdapat
pengaruh model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik. Kemampuan berpikir kritis
matematis peserta didik dapat dilihat dari hasil posttest yang diberikan setelah
dilakukannya pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran yang berbeda
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Gambaran penelitian ini disajikan dalam
bentuk diagram, sebagai berikut :
Diagram Kerangka Berpikir
Rendahnya Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Ekspositori Model Pembelajaran Deep Dialogue And
Critical Thinking
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
41
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis
merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang masih perlu diuji
kebenarannya melalui analisis.
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh model
pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking terhadap kemampuan berpikir
kritis matematis peserta didik.
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Tinggi
Tes Tes
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Rendah
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota
Jambi yang beralamat di JL. Adityawarman No. 05, Thehok, Jambi Selatan, Kota
Jambi. Sedangkan waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester II (Genap)
Tahun Ajaran 2019/2020.
B. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode True Eksperimental Design yaitu Posstest-Only Control Design. Pada
design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R).
“Kelompok Pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak.
Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok
yang yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol” (Sugiyono, 2017, hal.
112)
Peneliti akan menguji coba kemampuan pemahaman konsep matematis
dengan cara memilih dua kelompok kelas yaitu kelompok siswa yang mendapat
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue And
Critical Thinking (kelompok eksperimen) kemudian membandingkan dengan
kelompok siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking (kelompok kontrol).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest-
Only Control Design. Kedua kelompok hanya diberikan tes di akhir setelah
diberikan perlakuan yang berbeda. Berikut ini merupakan desain penelitiannya:
Gambar 3.1 Posttest-Only Control Design
R X O2
R O4
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi.
Penelitian ini dilakukan selama 5 kali pertemuan dengan seminggu 2 (dua) kali
pertemuan. Selanjutnya setelah selesai melakukan proses pembelajaran selama 4
kali pertemuan, siswa diberikan tes akhir pada pertemuan ke 5 untuk mengetahui
kemampuan berfikir kritis matematis siswa dalam menyelesaikan soal pada materi
Segiempat. Penelitian dilaksanakan pada dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Guru yang mengajar matematika di kelas VII F dan VII G adalah
Bapak Amir Mahmud,S.Pd. Kelas eksperimen adalah kelas VII G (28 orang)
yang menerapkan model Pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking.
sedangkan Kelas kontrol adalah kelas VII F (29 orang) yang menerapkan model
Pembelajaran Langsung. Adapun jadwal pembelajaran yang telah dilakukan
penulis adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 1
Jadwal Pembelajaran
Pertemuan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pertama
Kedua
16 April 2019
19 April 2019
16 April 2019
17 April 2019
Ketiga 30 April 2019 30 April 2019
Keempat 03 Mei 2019 01 Mei 2019
Kelima 14 Mei 2019 14 Mei 2019
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Skor kemampuan berfikir kritis matematis siswa yang menggunakan
model Deep Dialogue And Critical Thinking pada materi segiempat
diperoleh skor rata-rata = 73,46 dan standar deviasinya = 8,75 serta
mediannya = 71.
2. Skor kemampuan berfikir kritis matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran Langsung pada materi segiempat diperoleh skor
rata-rata 44,68 dan standar deviasinya = 13,4 serta mediannya = 42.
3. Berdasarkan hasil uji korelasi Phi untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh model pembelajaran Deep Dialogue And Critical Thinking
terhadap kemampuan berfikir kritis matematis siswa, hasil analisis pada
taraf signifikansi 5% dan 1% diperoleh 0,250 < > 0,325 untuk nilai
tes, karena maka ditolak yang artinya ada pengaruh secara
nyata penerapan model pembelajaran Deep Dialogue And Critical
Thinking terhadap kemampuan berfikir kritis matematis siswa.
45
B. Saran
Sesuai dengan hasil penelitian seperti yang telah penulis simpulkan diatas
maka saran dari penulis adalah :
1. Guru mata pelajaran matematika di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota
Jambi diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran Deep
Dialogue And Critical Thinking dalam proses pembelajarannya, karena
model pembelajaran ini terbukti lebih efektif untuk membuat siswa
mudah memahami materi dan mengerjakan soal matematika, dan dapat
dijadikan salah satu upaya atau daya tarik siswa untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kritis matematis siswa pada mata pelajaran
matematika.
2. Diharapkan kepada siswa agar belajar lebih giat dan aktif, khususnya
siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Kota Jambi. Karena
mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
nantinya akan diikut sertankan dalam Ujian Nasional (UN).
46
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M. Dkk. (2013). Model dan Metode Pendekatan Pembelajaran di
Sekolah. diakses dari http://dikdasebook.blogspot.co.id/2018/03/model-
dan-metodepembelajaran-di.html
Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Ahmad Susanto (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran disekolah dasar.
Jakarta: Kencana Predana Media.
Mardiningsih, Anis. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran DDCT Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMPN
24 Bandar Lampung. Tgl 27 agustus 2019 pkl 16.24.
Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Argita, Octavia. (2011). Implementasi model pembelajaran DDCT Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI Ips
SMA 2 Godean Tahun Ajaran 2010/2011. Tgl 27 agustus 2019 pkl
16.50.
Jean Peaget. (2006). Teori Perkembangan Kognitif. Yogyakarta: Kanisius, Cet I.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan.
Lubis Grafura. (2007). Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue And
Criical Thinking. Jakarta: Ibid.
Hamzah, A., & Muhlisrarani. (2014). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Helmiati. (2013). Model Pembelajan. Diakses dari http://anzdoc.com/model-
pembelajaran-dr-hj-helmiati-mag.html, 29 April 2019.
Misbahuddin, (2014). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara..
Riduwan.(2012). Dasar-dasar Statistika. Bandung:Alfabeta
Rohim, saiful. 2010. Konsep dan makna pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Sagala, saiful. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
47
Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam (2006). UU dan peraturan pemerintah RI
tentang Pendidikan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama RI
Sudijono, A. (2012). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Sudijono, A. (2015). Pengantar Statistik Matematika. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sudjana. (2013). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Tim Penyusun. (2017). Pedoman penulisan skripsi. UIN STS Jambi
Tim Penyusun. (2018). Pedoman penulisan skripsi. UIN STS Jambi
Trianto. (2014). Model Pembelajaran terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Usman, H. (2015). Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
48
Data Penskoran Nilai Posttest Kelas Eksperimen
Nama
Skor
1
(5)
2
(10)
3
(10)
4
(15)
5
(10)
Skor
Nilai
Nilai
Konversi
ARA 5 7,5 10 10 5 37,5 75
AR 5 6 10 8,5 6 35,5 71
AZ 5 10 10 11 9,5 45,5 91
AS 5 7 10 6,5 4 32,5 65
AAD 5 8 10 5,5 7 35,5 71
AAMd 5 5 10 7 7 34 68
AAM 5 9 10 14 9,5 32,5 65
AH 5 8,5 10 11 8 42,5 85
CPE 5 9 10 14,5 9 47,5 95
CNC 5 8 10 8 8 39 78
DA 5 6,5 10 8 8 37,5 75
FS 5 6 10 7 7,5 35,5 71
FA 5 7 10 7 5 34 68
GP 5 6,5 10 7 7 35,5 71
HA 5 10 10 14 8,5 47,5 95
ISF 5 6 10 6 7 34 68
MBP 5 7 10 9 8 39 78
MASP 5 7 10 8,5 7 37,5 75
MDRA 5 6,5 10 5 6 32,5 65
MAP 3 8,5 10 8 8 37,5 75
MFN 5 5,5 10 6 6 32,5 65
QAA 5 7 10 5 5,5 32,5 65
RPW 5 6 10 7 6 34 68
RAD 5 8 10 9 7 39 78
RRP 5 6,5 10 5 6 32,5 65
RMRP 5 6 10 7 6 34 68
SNBG 5 7 10 9 8 39 78
SPR 5 5 10 6,5 6 32,5 65
49
Data Penskoran Nilai Posttest Kelas Kontrol
Nama
Skor
1
(5)
2
(10)
3
(10)
4
(15)
5
(10)
Skor
Nilai
Nilai
Konversi
AJA 3 4 3 3 3 16 32
ANC 5 4 4 5 3 21 42
APTA 5 7,5 7 6 5 30,5 61
CFI 5 9 8 7,5 8 37,5 75
DG 5 8 10 8 8,5 39,5 79
DAS 5 6 5 5 4 25 50
EAF 3 4,5 3 3 4 17,5 35
FD 4 3 3,5 4 3 17,5 35
FR 2 4 4 3 3 16 32
IZ 4 5 4 4 4 21 42
IRS 5 5 5 5 5 25 50
JPM 5 6,5 7 6 6 30,5 61
KNM 3 3 3 4 3 16 32
LSA 2 4 4 3 3 16 32
LLH 3 5 4 4 5 21 42
MSD 5 4 6 5 5 25 50
NZS 3 4,5 3 4 3 17,5 35
Nr 4 4 3 3 3,5 17,5 35
NF 5 4 4 4 4 21 42
RR 2 4 3 3 4 16 32
RA 5 5 4 5 6 25 50
SZS 3 2 3 4 4 16 32
SM 4 5 4 5 3 21 42
SK 2 4 4 2 4 16 32
TIAS 5 5 4 5 6 25 50
TH 5 6 4 3 3 21 42
Wn 4 3 4 2 3 16 32
WTU 5 7 5 7 6,5 30,5 61
YDS 5 6 7 5,5 7 30,5 61
50
Uji Homogenitas Data
Dalam uji homogenitas menggunakan rumus sebagai berikut :
Dengan :
∑
A. Proses pengujian homogenitas :
1. Nilai kelas eksperimen
No Nama Nilai
1 ARAA 75
2 A R 71
3 AZ 91
4 AS 65
5 ADS 71
6 AAMd 68
7 AAM 65
8 AH 85
9 CPE 95
10 CNC 78
11 DA 75
12 FS 71
13 FA 68
14 GP 71
15 HA 95
16 ISF 68
51
17 MBP 78
18 MASP 75
19 MDRA 65
20 MAP 75
21 MFN 65
22 QAA 65
23 RPW 68
24 RAD 78
25 RRP 65
26 RMRP 68
27 SNBG 78
28 SPR 65
Dari data di peroleh :
2
1 75 1,54 2,3716
2 71 -2,46 6,0516
3 91 17,54 307,6516
4 65 -8,46 71,5716
5 71 -2,46 6,0516
6 68 -5,46 29,8116
7 65 -8,46 71,5716
8 85 11,54 133,1716
9 95 21,54 463,9716
10 78 4,54 20,6116
11 75 1,54 2,3716
52
12 71 -2,46 6,0516
13 68 -5,46 29,8116
14 71 -2,46 6,0516
15 95 21,54 463,9716
16 68 -5,46 29,8116
17 78 4,54 20,6116
18 75 1,54 2,3716
19 65 -8,46 71,5716
20 75 1,54 2,3716
21 65 -8,46 71,5716
22 65 -8,46 71,5716
23 68 -5,46 29,8116
24 78 4,54 20,6116
25 65 -8,46 71,5716
26 68 -5,46 29,8116
27 78 4,54 20,6116
28 65 -8,46 71,5716
Jumlah
2134,965
53
2. Nilai Kelas Kontrol
No Nama Nilai
1 AJA 32
2 ANC 42
3 APTA 61
4 CFI 75
5 DG 79
6 DAS 50
7 EAF 35
8 FD 35
9 FR 32
10 IZ 42
11 IRS 50
12 JPM 61
13 KNM 32
14 LSA 32
15 LLH 42
16 MSD 50
17 NZS 35
18 Nr 35
19 NF 42
20 RR 32
54
21 RA 50
22 SZS 32
23 SM 42
24 SK 32
25 TIAS 50
26 TH 42
27 Wn 32
28 WTU 61
29 YDS 61
Dari tabel diatas diperoleh :
2
1 32 -12,69 161,0361
2 42 -2,69 7,2361
3 61 16,31 266,0161
4 75 30,31 918,6961
5 79 34,31 1177,176
6 50 5,31 28,1961
7 35 -9,69 93,8961
8 35 -9,69 93,8961
9 32 -12,69 161,0361
10 42 -2,69 7,2361
55
11 50 5,31 28,1961
12 61 16,31 266,0161
13 32 -12,69 161,0361
14 32 -12,69 161,0361
15 42 -2,69 7,2361
16 50 5,31 28,1961
17 35 -9,69 93,8961
18 35 -9,69 93,8961
19 42 -2,69 7,2361
20 32 -12,69 161,0361
21 50 5,31 28,1961
22 32 -12,69 161,0361
23 42 -2,69 7,2361
24 32 -12,69 161,0361
25 50 5,31 28,1961
26 42 -2,69 7,2361
27 32 -12,69 161,0361
28 61 16,31 266,0161
29 61 16,31 266,0161
Jumlah 1296 5008,207
56
3. Proses pengujian homogenitas
1 2 2 2
75 2,3716 32 161,0361
71 6,0516 42 7,2361
91 307,6516 61 266,0161
65 71,5716 75 918,6961
71 6,0516 79 1177,176
68 29,8116 50 28,1961
65 71,5716 35 93,8961
85 133,1716 35 93,8961
95 463,9716 32 161,0361
78 20,6116 42 7,2361
75 2,3716 50 28,1961
71 6,0516 61 266,0161
68 29,8116 32 161,0361
71 6,0516 32 161,0361
95 463,9716 42 7,2361
68 29,8116 50 28,1961
78 20,6116 35 93,8961
75 2,3716 35 93,8961
65 71,5716 42 7,2361
75 2,3716 32 161,0361
65 71,5716 50 28,1961
65 71,5716 32 161,0361
57
68 29,8116 42 7,2361
78 20,6116 32 161,0361
65 71,5716 50 28,1961
68 29,8116 42 7,2361
78 20,6116 32 161,0361
65 71,5716 61 266,0161
61 266,0161
Jumlah
2134,965 5008,207
73,46 44,69
∑
∑
B. Membandingkan dengan
Dengan rumus :
(untuk varians besar)
(untuk varians kecil)
58
Karena sebesar 28 tidak ada di tabel, sedangkan yang ada di
tabel = 24 dan = 30 oleh karena itu dilakukan
interpolasi sebagai berikut:
Pada taraf signifikansi
Sehingga di peroleh
Kriteria pengujian:
Jika maka tidak homogen
Jika maka homogen
Karena atau 2,26 < 2,497 maka dapat disimpulkan bahwa
kelas VII G dan kelas VII H bersifat homogen atau mempunyai varians
yang sama.
59
Uji t-test
Tabel Uji t-test
No =( )
1 75 32 1,54 -12,69 2,3716 161,0361
2 71 42 -2,46 -2,69 6,0516 7,2361
3 91 61 17,54 16,31 307,6516 266,0161
4 65 75 -8,46 30,31 71,5716 918,6961
5 71 79 -2,46 34,31 6,0516 1177,176
6 68 50 -5,46 5,31 29,8116 28,1961
7 65 35 -8,46 -9,69 71,5716 93,8961
8 85 35 11,54 -9,69 133,1716 93,8961
9 95 32 21,54 -12,69 463,9716 161,0361
10 78 42 4,54 -2,69 20,6116 7,2361
11 75 50 1,54 5,31 2,3716 28,1961
12 71 61 -2,46 16,31 6,0516 266,0161
13 68 32 -5,46 -12,69 29,8116 161,0361
14 71 32 -2,46 -12,69 6,0516 161,0361
15 95 42 21,54 -2,69 463,9716 7,2361
16 68 50 -5,46 5,31 29,8116 28,1961
17 78 35 4,54 -9,69 20,6116 93,8961
18 75 35 1,54 -9,69 2,3716 93,8961
19 65 42 -8,46 -2,69 71,5716 7,2361
20 75 32 1,54 -12,69 2,3716 161,0361
21 65 50 -8,46 5,31 71,5716 28,1961
22 65 32 -8,46 -12,69 71,5716 161,0361
23 68 42 -5,46 -2,69 29,8116 7,2361
24 78 32 4,54 -12,69 20,6116 161,0361
25 65 50 -8,46 5,31 71,5716 28,1961
26 68 42 -5,46 -2,69 29,8116 7,2361
27 78 32 4,54 -12,69 20,6116 161,0361
28 65 61 -8,46 16,31 71,5716 266,0161
29 61 16,31 266,0161
Jumlah 2057 1296 0,12 -0,01 2134,965 5008,207
60
1. Menghitung mean variabel
∑
2. Menghitung mean variabel
∑
3. Mencari standar deviasi skor variabel
√∑
√
√
4. Mencari standar deviasi skor variabel
√∑
√
√
5. Mencari standar error mean variabel , dengan rumus :
√
√
√
61
6. Mencari standar error mean variabel , dengan rumus
√
√
√
7. Mencari standar error perbedaan antara mean variabel dan mean variabel
dengan rumus :
√
√
√
√
8. Mencari atau dengan rumus :
9. Mencari interpretasi terhadap atau
62
df atau db =
= 28 + 29 – 2
=55
Karena df sebesar 55 tidak ada di tabel, sedangkan yang ada di tabel df 60
dan df 40 oleh karena itu dilakukan interpolasi sebagai berikut :
Pada taraf signifikan 5%
C =
Pada taraf signifikansi 1 %
C =
C =
C =
Sehingga didapat sebagai berikut :
Pada taraf signifikansi 5% = 2,005
Pada taraf signifikansi 1% = 2,715
63
Karena “t” yang diperoleh dalam perhitungan ( adalah lebih besar
dari pada (baik pada taraf signifikansi 5% = 2,005 maupun pada taraf
signifikansi 1% = 2,715 yaitu 2,005 < > 2,715 dengan demikian berarti
ditolak dan diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil analisis
tes antara kemampuan berfikirkritis matematis siswa yang menggunakan
model Deep Dialogue And Critical Thinting. Hasil belajar yang diperoleh
siswa yang dalam proses pembelajarannya menggunakan model Deep
Dialogue And Critical Thinting lebih baik dari pada yang tidak
menggunakan model Deep Dialogue And Critical Thinting
64
65
66
67
68
69
70
71