PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

12
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 39 PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP PEMBENTUKAN ETANOL DARI AMPAS KELAPA H. M. Faizal*, Zuhandri, Ivan Andrio *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 Email: [email protected] Abstrak Bioetanol merupakan merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama pada limbah pertanian dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan ampas kelapa yang dapat diolah menjadi bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae. Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses fermentasi dan mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi yang berpengaruh terhadap volume dan kadar alkohol. Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan kedalam erlemeyer bersama ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr, 15 gr), waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari), pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu fermentasi hari ke enam memberikan volume alkohol 3,6 ml dan kadar alohol tertinggi yaitu 9,49%. Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol Abstract Substitution bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source for the fossil fuel substitution. The main component in those waste materials is lignocellulose that contained cellulose, hemicellulose and lignin. The cocos nucifera produces leftover coconut flesh which can made to be bioethanol. Ethanol obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae. The goal of research were to study the exploration etanol from leftover coconut flesh by fermentation, the relation between reaction time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with preparation of leftover coconut flesh, sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast (5 gr, 10 gr, 15 gr), time reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH 4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at sixth day. Keywords : leftover coconut flesh, lignoselulose, gas chromatografi, alcohol content

Transcript of PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Page 1: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 39

PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI

TERHADAP PEMBENTUKAN ETANOL

DARI AMPAS KELAPA

H. M. Faizal*, Zuhandri, Ivan Andrio

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Email: [email protected]

Abstrak

Bioetanol merupakan merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama

pada limbah pertanian dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang

terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan ampas kelapa yang dapat diolah

menjadi bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses

fermentasi dan mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi yang berpengaruh terhadap volume dan

kadar alkohol. Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa

disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan kedalam erlemeyer bersama ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr,

15 gr), waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari), pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu

fermentasi hari ke enam memberikan volume alkohol 3,6 ml dan kadar alohol tertinggi yaitu 9,49%.

Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol

Abstract

Substitution bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source for the fossil

fuel substitution. The main component in those waste materials is lignocellulose that contained cellulose, hemicellulose and lignin. The cocos nucifera produces leftover coconut flesh which can made to be

bioethanol. Ethanol obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae. The goal of research were

to study the exploration etanol from leftover coconut flesh by fermentation, the relation between reaction

time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with preparation of leftover coconut flesh,

sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast (5 gr, 10 gr, 15 gr), time

reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH 4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The

highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at

sixth day.

Keywords : leftover coconut flesh, lignoselulose, gas chromatografi, alcohol content

Page 2: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 40

1. PENDAHULUAN

Indonesia yang semula adalah net-exporter

dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah

menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal

ini sungguh ironis karena terjadi saat harga

minyak dunia tidak stabil dan cenderung

mengalami peningkatan. Pada periode bulan

Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia

hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari

sehingga terdapat deficit BBM sebesar 270.000

barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia per barel mencapai USD 70.

Dengan kata lain, pemerintah harus mengeluarkan

Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008

Tingginya harga minyak dunia menyebabkan

harga BBM dalam negeri meningkat. Indonesia

yang merupakan negara kapitalis pun akhirnya

menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi

subsidi BBM. Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005,

harga BBM dalam negeri terus mengalami

kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan,

terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus

dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak

baru dan teknologi baru untuk meningkatkan

recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan

minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu

dua puluh tiga tahun mendatang. Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang

Kebijakan Energi Nasional untuk

mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan

tersebut telah menetapkan sumber daya yang

dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati

sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar

berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi

terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan

akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar

berbasis nabati juga dapat mengurangi

pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah

lingkungan.

Bahan bakar berbasis nabati salah satu

contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti kelapa,

serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira

nipah, jagung, dan lain-lain. Hampir semua

tanaman yang disebutkan diatas merupakan

tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena

mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut

digunakan sebagai bahan pangan. Saat ini, bahan-

bahan tersebut tidak dimanfaatkan secara

maksimal. Misalnya ampas kelapa yang banyak

terdapat pada limbah industri pengolahan kelapa.

Ampas kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai

bahan bakar. Selama ini, sisanya hanya ditumpuk

atau dibuang sehingga mudah mencemari

lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan

dijadikan pakan ternak.

Kelapa dapat tumbuh pada wilayah tropis

dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab.

Namun, bila udara terlalu lembab dalam waktu

yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan

tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi penguapan dan penyerapan unsure hara. Adapun

suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah

27-28 oC. Curah hujan rata-rata 1200-2500 mm

per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5.

Tanaman kelapa memiliki klasifikasi ilmiah

yang digolongkan sebagai berikut:

Divisi : Spermathophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Genus : Cocos Spesies : Cocos Nucifera

Sebaran tanaman ini meliputi Filipina,

Indonesia, India, Vietnam dan Meksiko (Aun,

2006). Khusus di Indonesia tanaman ini terdapat

hampir di seluruh wilayah Nusantara. Kelapa

membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai

untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Ada

dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan produksi kelapa, yaitu :

1. Faktor yang berasal dari udara, terutama sinar

matahari, temperatur, curah hujan dan kelembaban.

2. Faktor yang berasal dari dalam tanah,

terutama partikel tanah, jenis tanah dan

unsure hara.

Potensi kelapa di Indonesia sangat besar. Hal

ini terlihat dari produksi kelapa dalam negeri yang

selalu memperlihatkan peningkatan dari tahun ke

tahun. Peningkatan ini berpotensi besar sejalan

dengan perkembangan bioenergi khususnya

bioetanol berbahan kelapa. Tepatnya dari ampas

kelapa.

Page 3: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 41

Tabel 1. Produksi Kelapa Indonesia

Tahun Produksi Kelapa

(1.000 ton)

2001

2002

2003

2004

2005

833

790

837

835

880

Sumber : Oil World, Agustus 2006

Buah kelapa yang normal terdiri dari

beberapa bagian, yaitu kulit luar (epicarp), sabut

(mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging

buah (testa), daging buah (endosperma), air

kelapa dan lembaga. Sekitar 35% total berat buah

kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut

kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah

kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih. Ukuran maksimal kelapa terjadi saat

berumur 9 sampai 10 bulan. Dengan berat buah 3

sampai 4 kg. Pada umur 12 sampai 14 bulan, buah

cukup masak dan berat rata-rata menjadi 2 kg

serta volume air berkurang. Tempurung

merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan

antara 3 sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan

terdapat kandungan silikat ditempurung tersebut.

Dari berat total kelapa, 15 sampai 19% merupakan

berat tempurung.

Selain lemak, daging kelapa terdiri atas senyawa-senyawa organic atau anorganik yang

menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang

sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan

makanan. Komposisi kimia daging kelapa

ditentukan umur buah. Komposisi tersebut pada

berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari

tabel ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa

kandungan lemaknya semakin tinggi.

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Kelapa

Berbagai Tingkat Umur

Analisis

(dalam 100 gr)

Buah

Muda

Buah

Setengah

Tua

Buah

Tua

Kalori

Protein

Lemak

Karbohidrat

Kalsium

Fosfor

Besi

Thiamin

Asam

Askorbat

Air

Bagian yang

dapat

dimakan

68 kal

1 gr

0,9 gr

14 gr

17 mg

30 mg

1 mg

0 mg

4 mg

83,3 gr

53,0 gr

180 kal

4 gr

13 gr

10 gr

18 mg

35 mg

1,3 mg

0,5 mg

4 mg

70 gr

53,0 gr

359 kal

3,4 gr

34,7 gr

14 gr

21 mg

21 mg

2 mg

0,1

2 mg

46,9 gr

53,0 gr

Sumber. Thieme, J.G. (1968) dalam Ketaren, 1986

Nilai gizi daging buah kelapa sangat

bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor

dalam maupun faktor luar. Faktor dalam yang

dimaksud adalah varietas kematangan atau

kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor

luar yang dimaksud antara lain, budidaya tanaman

kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas

panen. Lengkapnya nilai gizi pada daging buah

kelapa menghasilkan produk olahan.

Ampas Kelapa Selama ini ampas kelapa (leftover coconut

flesh) sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan

ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun

kolesterol karena ampas kelapa mengandung

galaktomanan. Sehingga, dengan mengolahnya

menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya

guna dari ampas kelapa dan menjadi salah satu

sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra

kelapa.

Ampas kelapa yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari ampas yang tidak bisa

menghasilkan kandungan santan (perasaan kelapa) berkualitas baik. Seperti yang pernah dilakukan

tiga anak SMA Negeri 2 Pare, Kediri, Jawa

Timur, yakni Muh. Wildan Yahya, Ardhy Purwo,

Page 4: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 42

dan Diana Sekar Sari yang memenangkan Lomba

Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu

Pengetahuan Teknik yang diselenggarakan LIPI

tahun lalu, dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa

menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95

persen, sedangkan bagi seliter air kelapa,

sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol

(Tempo, 2009).

Tabel 3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa

Sumber : Barlina et al., 1997

Selulosa Selulosa adalah polymer glukosa (hanya

glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer

ini memungkinkan selulosa saling

menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang

sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi

glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau

enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat

difermentasi menjadi etanol.

Gambar 1. Skema Rantai Selulosa

Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang

merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan

selulosa yang hanya tersusun dari glukosa,

hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam

jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa

terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6

(C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa,

galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil

rhamnosa, asam glukoroat, asam metal

glukoronat, dan asam galaturonat.

Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa

lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 %

(berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih

mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula

C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.

Gambar 2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa

Lignin

Lignin adalah salah satu komponen

penyusun tanaman. Secara umum, tanaman

terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

Lignin adalah molekul komplek yang

tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di

dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah

material yang paling kuat di dalam biomassa.

Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik

secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena

kandungan karbon yang relative tinggi

dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa,

lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.

Karakteristik Data

Literatur

Protein (%)

Serat Kasar (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Galaktomannan (%)

Manana (%)

Selulosa (%)

4,11

30,58

15,89

74,69

4,65

0,66

61

26

13

Page 5: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 43

Gambar 3. Struktur Lignin

Pretreatment (Delignifikasi)

Pretreatment biomassa lignoselulosa harus

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di

mana penting untuk pengembangan teknologi

biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al., 2005). Pretreatment terkadang merupakan tahapan

yang banyak memakan biaya dan berpengaruh

besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai

contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi

jumlah enzim yang digunakan dalam proses

hidrolisis (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple,

Ladisch, & Lee, Coordinated development of

leading biomass pretreatment technologies, 2005)

(Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, &

Lee, Comparative sugar recovery data from

laboratory scale application of leading pretreatment technologies to corn stover, 2005).

Pretreatment dapat meningkatkan hasil

gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa

pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan

pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari

hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij,

2005).

Gambar 4. Skematis Tujuan Pretreatment

Seperti dijelaskan pada gambar diatas,

Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan

lignin, menghilangkan kandungan lignin dan

hemisellulosa, merusak struktur krital dari

sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal

sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa

menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut

terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa,

galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan

arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula

sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh

mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et

al., 2005).

Hidrolisa Selulosa

Hidrolisis meliputi proses pemecahan

polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa,

yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi

monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna

selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan

hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer

gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis

dapat dilakukan secara kimia (asam) atau

enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan

baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa

asam.

Hidrolisa sellulosa secara enzimatik

memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi

dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist

dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses

enzimatik tersebut merupakan proses yang paling

mahal. Proses recycle dan recovery enzim

sellulose diperlukan untuk menekan tingginya

biaya produksi (Iranmahboob et al., 2002; Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses

hidrolisa enzimatik memerlukan pretreatment

bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk

Page 6: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 44

dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan Hahn-

Hägerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses

hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas,

hidrolisa enzimatik dengan enzim sellulose

mempengaruhi 43,7% biaya total produksi

(Szczodrak dan Fiedurek, 1996).

Hemisellulosa dan selulosa mudah

dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah

(encer) pada kondisi reaksi moderat, akan tetapi

diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk dapat

menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak

diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya

kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et

al., 2002). Umumnya asam yang digunakan

adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto,

2004) pada range konsentrasi 2-5% (Iranmahboob

et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu

reaksi ± 160oC. Suhu yang lebih tinggi akan

mempermudah dekomposisi gula sederhana dan

senyawa lignin (Mussatto dan Roberto, 2004)

Fermentasi

Fermentasi alkohol adalah proses penguraian

karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang

dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang

disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott

dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika

mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan

yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses

fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau

busuk dan biasanya menghasilkan gas

karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau

substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar.

Bahan yang mengandung monosakarida

langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk

disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat

kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu

menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain

itu, pada dasarnya fermentasi dapat langsung

menggunakan enzim. Tetapi sampai saat ini

industri fermentasi masih memanfaatkan

mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh

lebih mudah dan murah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

fermentasi alkohol merupakan proses terjadi

karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang

disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup

mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol

yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut umumnya

berhubungan erat dengan penyediaan dan

pemakaian nutrisi yang digunakan untuk

menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g).

Berikut ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil fermentasi etanol :

a. Jenis Mikroorganisme

Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat

beberapa jenis mikroorganisme yang banyak

digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya adalah khamir, kapang dan

bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme

tersebut dapat digunakan secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin

berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan

mikroorganisme biasanya didasarkan pada

jenis substrat (bahan) yang digunakan

sebagai medium, misalnya untuk

menghasilkan etanol digunakan khamir

Saccharomyces Cerevisae.

Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan

mikroorganisme yang mampu tumbuh

dengan cepat dan mempunyai toleransi

tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol

yang dikehendaki.

b. Lama Fermentasi

Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi

biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis

ragi dan jenis gula. Pada umumnya

diperlukan waktu 4 – 20 hari untuk

memperoleh hasil fermentasi yang

sempurna. Menurut Amarine (1982)

fermentasi berlangsung dua sampai tiga

minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO2.

c. Derajat Keasaman

Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-

buahan atau pembentukan sel khamir

dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0 –

5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba

akan terganggu. Untuk mengatur pH

dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan

asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum

difermentasi, sari buah dipasteurisasi

ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk

mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah

NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit.

d. Kadar Gula

Kadar gula yang optimum untuk aktifitas

pertumbuhan khamir adalah sekitar 10 – 18

%.

Page 7: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 45

e. Suhu

Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan

yang optimum yang berbeda-beda, untuk

mikroba ini suhu optimumnya 19 – 32 oC.

Etanol

Etanol atau disebut juga etil alkohol, alkohol

murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah

sejenis cairan yang mudah menguap, mudah

terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol

yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat

psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman

beralkohol dan termometer modern. Etanol

termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter

dan alkohol rantai tunggal, dengan rumus

kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O.

Fermentasi gula (glukosa) menjadi etanol

merupakan salah satu reaksi organik paling awal

yang pernah dilakukan manusia.

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut

berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk

konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya

adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan,

dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah

pelarut yang penting sekaligus sebagai stok

umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.

Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan

sebagai bahan bakar.

Tabel 4. Sifat Fisika dan Kimia Etanol

Properti Nilai

Berat molekul (g/mol) 46,1

Titik beku (ºC) -114,1

Titik didih normal (ºC) 78,32

Densitas (g/ml) 0,7983

Viskositas pada 20ºC (Cp) 1,17

Panas penguapan normal (J/kg) 839,31

Panas pembakaran pada 25ºC (J/kg) 29676,6

Panas jenis pada 25ºC (J/kg) 2,42

Nilai oktan (penelitian)* 106-111

Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical Technolgy, vol 9, 1967) *American Petroleum

Institute

Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang

mengandung pati atau selulosa, maka etanol

mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal

dengan istilah bioetanol. Salah satu proses

pembuatan etanol dalam industri dengan cara

fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan

memakai berbagai macam bahan baku. Bahan

baku yang umum digunakan antara lain,

a. Sugar

Bahan – bahan ini mengandung gula atau

disebut substansi sakarin yang rasanya manis.

Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit,

molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung

dapat difermentasikan menjadi alkohol

b. Starches

Starches adalah bahan yang mengandung pati,

gandum, kentang, akar tumbuh-tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain.

Bahan jenis ini terlebih dahulu harus

dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis

asam terlebih dahulu, agar dapat menjadi gula,

kemudian difermentasikan menjadi etanol.

c. Cellulose Material

Bahan-bahan ini mengandung sellulosa,

misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu,

kulit kerang, ‘waste sulft liquor’ yang

merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas.

Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan asam

sebelum difermentasikan.

Evaporasi

Penguapan atau evaporasi adalah proses

perubahan molekul di dalam keadaan cair

(contohnya air) dengan spontan menjadi gas

(contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan

dari kondensasi.

Evaporasi merupakan perpindahan kalor ke

zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi

tersendiri. Tujuan evaporasi yaitu untuk

memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut

yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah

menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan

menguapkan sebagian dari pelarut sehingga

didapatkan larutan cair pekat yang konsentrasinya

lebih tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang

berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan

sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair

menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip

dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.

Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian,

yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di

mana cairan mendidih lalu menguap), dan

pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu

dimasukkan ke dalam kondenser (untuk

diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan

lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang

diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau

Page 8: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 46

larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah

dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa

komponen volatil (mudah menguap). Evaporator

biasanya digunakan dalam industri kimia dan

industri makanan

Kromatografi Gas

Kromatografi adalah suatu cara pemisahan di

dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi

diperlukan adanya dua fase yang tidak saling

menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam

suatu kolom atau dapat juga berupa cairan

terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak

berupa gas (gas pembawa) atau cairan.

Campuran yang akan dipisahkan

komponennya dimasukan ke kolom yang

mengandung fase diam. Dengan bantuan fase

gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa

bergerak melalui fase diam dalam kolom.

Perbedaan antaraksi atau afinitas antara

komponen-komponen campuran itu dengan kedua fase, menyebabkan komponen-komponen itu

bergerak dengan kecepatan berbeda melalui

kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan

(differential migration), komponen-komponen itu

terpisah satu sama lain.

Bagian-bagian alat kromatografi gas adalah :

a. Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang

biasa digunakan seperti helium, hidrogen, dan

nitrogen.

b. Alat pengatur tekanan (regulator), regulator

digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas yang digunakan.

c. Injection port. Tempat memasukkan cuplikan

dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus

singkat, suhu lebih tinggi dari titik didih dan

volume cuplikan berkisar 1-20 µL.

d. Kolom. Tempat terjadinya proses pemisahan

komponen-komponen cuplikan.

e. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom

dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan

tingkat pemisahan yang diinginkan.

f. Detektor. Mendeteksi komponen-komponen

yang keluar dari kolom. Detektor ini akan mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat

(recorder). Ada tiga jenis detektor

kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation

Detector, Thermal Conductivity Detector, dan

Electron Capture Detector.

g. Recorder. Alat pencatat yang berfungsi untuk

mencatat isyarat-isyarat.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan tempat penelitian dilakukan di

Laboratorium Kesetimbangan, Jurusan Teknik

Kimia, Universitas Sriwijaya sejak bulan

November 2010 sampai Januari 2011. Kemudian

dilanjutkan dengan analisa kemurnian alkohol

menggunakan gas kromatografi yang dilakukan

Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri

Sriwijaya pada tanggal 23 Agustus 2011.

Parameter – parameter yang dipilih pada

penelitian ini antara lain : a. Lama Fermentasi

Faktor – faktor yang mempengaruhi

fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi.

Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter

yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan

dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk

menghasilkan etanol yang maksimal, maka

dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu

fermentasi berlangsung 4-6 hari.

b. Massa Ragi

Parameter lain yang juga dicoba adalah massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang

terdapat pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat

berpengaruh untuk memperoleh kadar dan

volume etanol optimal. Berapa massa ragi yang

dibutuhkan untuk memberikan hasil optimal,

maka dipakai parameter massa ragi pada

penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5

gram, 10 gram dan 15 gram.

Bahan :

a. Ampas Kelapa b. Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti)

c. Aquadest

d. NaOH (Natrium Hidroksida)

e. Asam Sulfat (Asam Sulfat)

Alat :

a. Neraca Analitis

b. Gelas Ukur

c. Pengaduk

d. Erlemeyer

e. Saringan

f. Pipet tetes g. Corong

h. Beker gelas

i. Selang Plastik

j. Autoklaf

k. Oven

l. Alumunium foil

m. pH meter

n. Evaporator

o. Gas Kromatografi

Page 9: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 47

Prosedur Penelitian

Persiapan Awal Perlakuan Ampas Kelapa

a. Ampas kelapa dikeringkan dalam dalam oven

pada suhu 100 oC selama 180 menit lalu

didinginkan.

b. Alat – alat yang digunakan pada proses

delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada

mikroba lain karena kesterilan akan

mempengaruhi delignifikasi.

Delignifikasi

a. Ampas kelapa seberat 500 gram dimasukan

ke dalam beker gelas 1000 ml.

b. Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan

dengan NaOH 10% dalam autoklaf pada suhu

80oC selama 90 menit untuk memecah

lignoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa

dan lignin.

c. Beker gelas ditutup rapat menggunakan

alumunium foil.

Hidrolisis

a. Alat – alat yang digunakan pada proses

delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada

mikroba lain karena kesterilan akan

mempengaruhi hidrolisis.

b. Dengan pengadukan yang merata, ampas

kelapa hasil delignifikasi

direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4

0,75%% di dalam autoklaf pada suhu 126oC

selama 240 menit. Perendaman ini bertujuan agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang

terkandung dalam ampas kelapa. Produk

selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan

hemiselulosa dipecah menjadi xylose.

c. Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam

dengan beker gelas tertutup rapat alumunium

foil.

Fermentasi

a. Alat – alat yang digunakan pada proses

fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan

mempengaruhi fermentasi.

b. Hidrolisat ampas kelapa yang telah

disesuaikan pH nya dimasukan ke fermentor

(erlemeyer). Hidrolisat dibagi menjadi 9

sampel dengan masing-masing massa 30

gram.

c. Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae)

dicampurkan dengan hidrolisat (ampas

kelapa). Masing-masing dengan variasi massa

5 gram, 10 gram, dan 15 gram.

d. Aquadest sebanyak 50 ml dimasukkan ke

dalam masing-masing erlemeyer yang

berisikan ragi roti dan hidrolisat.

e. Tutup rapat masing - masing erlenmeyer

dengan alumunium foil supaya tidak ada

kontaminan yang mengganggu fermentasi.

f. Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari.

Evaporasi a. Peralatan evaporasi dirangkai dengan benar.

b. Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam

labu.

c. Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu

dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas

listrik.

d. Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu

80 ºC.

e. Proses distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.

f. Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang

lalu ditutup rapat.

Analisa Kadar Etanol a. Persiapan larutan cuplikan (sampel) dan

larutan baku.

b. Persiapan operasi alat kromatografi gas.

c. Injeksi larutan cuplikan dan larutan baku

dengan cara penyuntikan.

d. Puncak etanol akan terlihat dari

kromatogram.

Filtrasi

Filtrasi

PRETREATMENT/DELIGNIFIKASI

AMPAS KELAPA Pengeringan pada temperatur 100oC selama 180 menit. Pemasakan dengan NaOH 10% pada temperatur

80oC selama 90 menit.

HIDROLISIS

Penambahan H2SO4 0,75%. Temperatur 126oC.

Waktu 130 menit.

FERMENTASI Massa hidrolisat 30 gram. Aquadest 50 ml. Massa ragi, 5 gram, 10 gram dan 15 gram. Lama

fermentasi, 4 hari, 5 hari, dan 6 hari

Page 10: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 48

Volume etanol dihitung.

Analisa kadar etanol dengan gas kromatografi.

Gambar 5. Blok Diagram Pembuatan Etanol dari

Ampas Kelapa

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembuatan alkohol dari ampas kelapa

yang telah dilakukan melalui proses fermentasi

dengan variasi massa ragi dan lama fermentasi

menghasilkan data seperti pada kedua tabel di

bawah ini.

Tabel 5 berisi data tentang pengaruh

volume etanol terhadap variasi lama fermentasi

yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa

ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15

gram. Sedangkan tabel 4.2. berisi data tentang

pengaruh %yield etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta

variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram,

12.5 gram dan 15 gram.

Tabel 5. Volume Etanol terhadap Variasi Lama

Fermentasi dan Massa Ragi.

Tabel 6. % Yield Etanol terhadap Variasi Lama

Fermentasi dan Massa Ragi.

Volume

Aquadest

Lama

Fermentasi

Massa

Bahan

Baku

Identitas

Sampel

Volume

Etanol

%Yield

50 ml 4 hari 30

gram

Sampel 1 1,2 24,36

Sampel 2 1,3 26,41

Sampel 3 1,5 30,26

Sampel 4 2,0 40,51

Sampel 5 2,6 52,56

50 ml 5 hari 30

gram

Sampel 6 1,0 20,26

Sampel 7 1,9 38,46

Sampel 8 2,8 56,67

Sampel 9 2,4 48,46

Sampel

10 2,1 42,56

50 ml 6 hari 30

gram

Sampel

11 1,9 38,46

Sampel

12 2,5 50,51

Sampel

13 3,2 64,87

Sampel

14 3,4 68,97

Sampel

15 3,6 72,82

Penelitian pembentukan etanol dari

ampas kelapa dilakukan uji kuantitatif ( volume

dan yield etanol) dan uji kualitatif (kadar etanol).

Penelitian dilakukan dengan perlakuan

(pretreatment) sebelum hidolisis dengan

mencampurkan ampas kelapa sebanyak 30 gram

ke dalam larutan NaOH 10% dengan kondisi operasi yang telah ditentukan. Selanjutnya, ampas

kelapa dihidrolisa dengan menggunakan H2SO4

pada berbagai variasi perlakuan. Selanjutnya,

hidrolisat difermentasi dengan variasi massa ragi

(5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr dan 15 gr) dan lama

fermentasi (4 hari, 5 hari, dan 6 hari) untuk

berikutnya masuk ke dalam tahapan evaporasi dan

analisa kadar etanol.

Gambar 5. Volume Etanol (ml) terhadap Massa

Ragi (gram)

0 0,5

1 1,5

2 2,5

3 3,5

4 4,5

5

5 7,5 10 12,5 15

Vo

lum

e E

tano

l (m

l)

Massa Ragi (gram)

Hari ke 4

Hari ke 5

Hari ke 6

Volume

Aquadest

Lama

Fermentasi

Massa

Bahan

Baku

Identitas

Sampel

Massa

Ragi

(gr)

Volume

Etanol

(ml)

50 ml 4 hari 30

gram

Sampel 1 5 1,2

Sampel 2 7,5 1,3

Sampel 3 10 1,5

Sampel 4 12,5 2,0

Sampel 5 15 2,6

50 ml 5 hari 30

gram

Sampel 6 5 1,0

Sampel 7 7,5 1,9

Sampel 8 10 2,8

Sampel 9 12,5 2,4

Sampel 10 15 2,1

50 ml 6 hari 30

gram

Sampel 11 5 1,9

Sampel 12 7,5 2,5

Sampel 13 10 3,2

Sampel 14 12,5 3,4

Sampel 15 15 3,6

EVAPORASI

Temperatur 78oC. Waktu 1,5 – 2 jam

ETANOL

Page 11: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 49

Gambar 6. %Yield Etanol terhadap Massa Ragi

(gram)

Gambar 5 merupakan grafik data kuantitatif

yang menunjukkan hubungan volume etanol (ml)

yang dihasilkan dengan variasi massa ragi (gram) dan lama fermentasi. Sedangkan gambar 6

menunjukkan hubungan yield etanol (%) terhadap

massa ragi (gram). Adapun perhitungan persen

yield etanol terlampir.

Dalam penelitian ini, variasi massa ragi 5

gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram.

Sedangkan, lama fermentasi divariasikan 4 hari, 5

hari dan 6 hari. Dari grafik dapat dilihat

pengaruhnya, semakin lama waktu fermentasi

maka semakin banyak volume yang dihasilkan.

Begitu juga dengan yang terjadi pada persen

yield-nya. Berdasarkan data yang dihasilkan, etanol

dengan volume terbanyak ditunjukkan pada hari

keenam dengan massa ragi 15 gram. Sedangkan,

etanol yang dihasilkan paling sedikit dihasilkan

ditunjukkan pada hari kelima dengan massa ragi 5

gram. Dari 3 variasi lama fermentasi, ternyata

pada hari kelima terjadi penurunan jumlah volume

yang kemungkinan disebabkan karena tidak

homogennya reaksi sintesa etanol, baik ketika

proses delignifikasi, hidrolisis maupun fermentasi.

Penyebab lain bisa juga dikarenakan kesalahan prosedur penelitian dan tidak sterilnya alat yang

digunakan.

Melalui pendekatan tabel dan grafik di atas,

secara kuantitatif didapatkan volume etanol

maksimal terjadi pada kondisi operasi massa ragi

15 gram dan lama fermentasi 6 hari yaitu 3,6 ml.

Dengan persen yield etanol yang dihasilkan

72,82%.

Sedangkan data kualitatif produk yaitu uji

kadar etanol, telah dilakukan uji analisa kadar

etanol menggunakan alat kromatografi gas (gas

chromatografi). Dengan alasan keterbatasan biaya

analisa dan sedikitnya volume produk yang

dihasilkan, hanya 4 sampel saja yang dianalisa

kadar etanol. Yaitu sampel 3, sampel 5, sampel 8

dan sampel 9. Pilihan sampel didasarkan pada

jumlah volume produk akhir minimal 2 ml.

Tabel 7. Kadar Etanol Hasil Analisa

Kromatografi Gas

Analisa kadar etanol diuji menggunakan alat

kromatografi gas jenis kolom carbowix 1500.

Pada uji analisa pada 4 sampel tersebut, etanol

tertinggi terkandung pada sampel 9 sebesar

9,49%. Sampel 9 dihasilkan dari hasil fermentasi

6 hari dan massa ragi 15 gram. Hal ini

membuktikan bahwa kadar alkohol berbanding

lurus dengan massa ragi dan lama fermentasi.

4. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan, dapat

diambil kesimpulan antara lain : 1. Massa ragi dan lama fermentasi

mempengaruhi proses terjadinya fermentasi.

2. Jumlah volume etanol yang dihasilkan

berbanding lurus dengan lama fermentasi dan

massa ragi. Maksimum volume etanol yang

dihasilkan yaitu pada hari keenam. Mencapai

3,6 ml.

3. Jumlah kadar etanol yang dihasilkan

berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi. Maksimum kadar etanol yang

dihasilkan yaitu pada hari keenam yakni

mencapai 9,49%. 4. Kondisi variabel fermentasi terbaik dari

penelitian ini adalah pada waktu fermentasi 6

hari dan massa ragi 15 gram yang

menghasilkan persentase yield sebesar 72,82

%.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

5 10 15

%Y

ield

Eta

no

l

Massa Ragi (gram)

Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6

Vol.

Aquadest

Massa

Bahan

Baku

Identitas

Sampel

Lama

Fermentasi

Vol.

Etanol

(ml)

%

Yield

Kadar

Etanol

(%)

50 ml 30 ml

Sampel 5 4 Hari 2,6 52,5 2,57

Sampel 8 5 Hari 2,8 56,67 1,01

Sampel

13 6 Hari 3,2

64,87 2,23

Sampel 15

6 Hari 3,6 72,82 9,49

Page 12: PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP ...

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 50

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Wildan dan Bahan Bakar dari

Kelapa. Diakses pada 5 November 2010 dari

http:// www.kompetisi.lipi.go.id

Barlina, Rindengan. 1999. Pengembangan

Berbagai Produk Pangan dari Daging Buah

Kelapa Hibrida. Indonesian Agricultural

Research and Development Journal.. Diakses

pada 5 November 2010 dari http://

www.google.com

Hambali, Erliza. dkk., 2008. Teknologi Bioenergi.

Jakarta : Agromedia Pustaka.

Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku

Biomassa Lignoselulosa : Hidrolisis Asam.

Diakses pada 6 November 2010 dari

http://www. isroi.wordpress.com

Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku

Biomassa Lignoselulosa : Pretreatment.

Diakses pada 6 November 2010 dari

http://www. isroi.wordpress.com

Isroi. 2009. Bioethanol Selulosa Skala Kecil.

Diakses pada 6 November 2010 dari

http://www. isroi.wordpress.com

Tim Penulis. 2011. Modul Praktikum

Laboratorium Kimia Analitik Instrumen.

Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.