PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP …

38
PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI COKLAT (KAKAO) DI KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH NOVITA SARI NIM : 07C20101079 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT 2013

Transcript of PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP …

ANALISIS KONTRIBUSI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN NAGAN RAYATERHADAP PRODUKSI COKLAT (KAKAO) DI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH
Kakao merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan di Kabupaten
Aceh Barat selain karet, dan kelapa sawit. Perannya cukup penting bagi
pembangunan perekonomian di Kabupaten Aceh Barat, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan daerah. Disamping itu kakao
juga berperan dalam mendorong pngembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri.
Perkebunan kakao di Kabupaten Aceh Barat mengalami perkembangan pesat
dalam kurun waktu 6 tahun terakhir dan pada tahun 2012 areal perkebunan kakao
di Kabupaten Aceh Barat tercatat seluas 716,53 ha. Perkebunan kakao tersebut
dikelola oleh rakyat. Dari segi kualitas, kakao di Kabupaten Aceh Barat tidak
kalah dengan kakao daerah lain dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik
dapat mencapai rasa setara dengan kakao yang berasal dari daerah lain.
Meskipun demikian, agribisnis kakao di Kabupaten Aceh Barat masih
menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produksi, dan produktivitas
kebun masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir
kakao. Dibawah ini disajikan data hasil produksi kakao di Kabupaten Aceh Barat
tahun 2012.
No Kecamatan Produksi (Ton)
1 Johan Pahlawan 8,26
Dalam setahun luas areal untuk penanaman kakao semakin meningkat sedikit
demi-sedikit, hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2013. Dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh
Barat, ada 2 kecamatan yang memiliki areal lebih luas dari kecamatan lainnya
yaitu kecamatan Kaway XVI dan Kecamatan Woyla. Masing-masing memiliki
luas areal 117,20 ha, dan 110,22 ha. Data luas areal kakao (cok lat) dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini:
3
Luas area tanaman kakao di Kabupaten Aceh Barat tahun 2012
No Kecamatan Luas Area (ha)
1 Johan Pahlawan 15,50
Keberhasilan perluasan areal dan peningkatan produksi tersebut telah
memberikan hasil nyata bagi peningkatan pendapatan para petani kakao di
Kabupaten Aceh Barat. Disamping itu rendahnya produktivitas tanaman kakao
disebabkan oleh masih dominannya kebun yang dibangun dengan benih asalan,
terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan tanaman
klonal. Sementara mengganasnya serangan hama penggerek buah kakao (PBK)
4
antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya klon kakao yang tahan terhadap
hama PBK.
Karena dinilai kakao ini merupakan salah satu andalan di Kabupaten Aceh
Barat yang cukup potensial sebagai pemasukan daerah dan mampu menyerap
tenaga kerja karena, didasarkan pada persentase tertentu atas jumlah produksi
kakao di Kabupaten Aceh Barat, maka tanaman kakao ini dapat diandalkan di
masa yang akan datang. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan
diatas, penulis ingin meninjau kembali tentang perkembangan produksi coklat,
penulis tertarik untuk menulis dalam penelitian ini dengan judul “Pengaruh Luas
Lahan dan Tenaga Kerja Terhadap Produksi Coklat (Kakao) Di Kabupaten
Aceh Barat”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh luas lahan
dan Tenaga Kerja terhadap produksi coklat (kakao) di Kabupaten Aceh Barat
1.3 Tujuan Penelitian
mengetahui pengaruh luas lahan dan Tenaga Kerja terhadap produksi coklat
(kakao) di Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
diperoleh selama perkuliahan.
bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan
masalah yang sama.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian dan analisa yang dapat, diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan produksi
coklat/kakao di Kabupaten Aceh Barat.
1.5 Sistematika Pembahasan
yang dipergunakan terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu :
Bagian pertama pendahuluan, pada bagian ini penulis mengemukakan
pokok bahasan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bagian kedua menguraikan tentang, pengertian, jenis coklat, luas
lahan dan hipotesis.
penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis
data, dan definisi operasional variabel dan pengujian hipotesis.
Bagian keempat menguraikan tentang hasil dan pembahasan meliputi
statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biji kakao merupakan bagian penting dari budaya Amerika Selatan kuno.
Suku Maya membuat minuman ritual dibuat dari biji kakao tanah dicampur
dengan air, lada hitam, vanili dan rempah-rempah. Minuman ini bersama selama
pertunangan dan upacara pernikahan, memberikan salah satu link pertama kami
ketahui antara cokelat dan asmara. Biji kakao juga menjabat sebagai uang dalam
peradaban Amerika Selatan dan hanya dikonsumsi saat mereka lelah. Seekor
kuda, catatan kuno menunjukkan, bisa dibeli sebanyak sepuluh biji Sumber:
Http://www.cacaoweb.net/cacao-tree.html diakses 07 Mei 2012.
Di alam pohon kakao dapat mencapai ketinggian 10 m. Tetapi didalam
pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m dengan tajuk menyamping
yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Bunga
kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung dari batang
(cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3 cm),
tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu
titik tunas. Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat kecil
(midge) Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah Trigona) yang
biasanya terjadi pada malam hari. Bunga siap diserbuki dalam jangka waktu
beberapa hari.
sistem inkompatibilitas. Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu
melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai
7
jual yang lebih tinggi. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh
lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri
dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah
berubah-ubah. Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di
bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih. Dalam
istilah pertanian disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar
yang cukup tinggi. Dalam pengolahan pascapanen, pulp difermentasi selama tiga
hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar matahari. Tiga negara penghasil kakao
terbesar adalah (data tahun panen 2009) :
1. Pantai Gading
Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua
kelompok besar: kakao mulia ("edel cacao") dan kakao curah ("bulk cacao"). Di
Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas
penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial
Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan "DR" (misalnya DR-38).
Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya
seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah). Varietas kakao mulia
berpenyerbukan sendiri. Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia
menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self-
incompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih
tinggi. Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya. Orang
di seluruh dunia menikmati cokelat dalam ribuan bentuk yang berbeda,
mengkonsumsi lebih dari 3 juta ton biji kakao per tahun. Setiap negara masih
memiliki preferensi sendiri dan campuran khusus untuk permen dan makanan
penutup-pikir kue cokelat Jerman, coklat Swiss, dan coklat truffle Prancis.
Bahkan merek yang dicampur secara berbeda untuk konsumen yang berbeda
mencoba cokelat khusus dari Eropa, dan kemudian coklat sama dibuat untuk pasar
Amerika. Sepanjang evolusinya, dari minuman pahit pertama ke ribuan cara yang
berbeda coklat dinikmati.
Pohon kakao (Theobroma Cacao) ditanam di daerah tropis di sebuah band
antara 10 sampai 20 derajat utara dan selatan khatulistiwa, kadang-kadang disebut
"Cocoa Belt". Pohon ini sering ditanam di nuansa pohon yang lain. Hal ini dapat
setinggi 40 kaki (12 meter), dan memiliki buah (polong) yang lebih dari pada kaki
(30 cm) lama. Buah mungkin kecoklatan-kuning sampai ungu, dan mengandung
biji atau 20-40 biji kakao dalam pulp, pink manis-asam.
Pohon kakao yang dibudidayakan di banyak negara, tetapi hari ini
pemasok utama adalah Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, Brasil,
Kamerun, Ekuador, Republik Dominika dan Papua Nugini. Terkenal lainnya
negara manufaktur Madagaskar, Malaysia, Meksiko,beberapa pulau Karibia
seperti Grenada dan Kuba , dan beberapa kepulauan Pasifik seperti Samoa. (http:
www.cacaoweb.net/cacao-tree.html diakses 07 Mei 2012).
2.2 Produksi Kakao
Meski memiliki lahan kakao terluas di Pulau Sumatera, ternyata produksi
kakao Aceh hanya mampu bertengger di peringkat tiga. Ini artinya, produksi
kakao Aceh masih rendah jika dibandingkan daerah lain di pulau ini. Peneliti
kakao dari Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Lukman,
mengatakan, Aceh berada di urutan nomor wahid luas lahan tanaman kakao, yakni
mencapai 72,773 hektare. Namun, provinsi ini hanya mampu menghasilkan kakao
sekitar 23.840 ton per tahun atau rata-rata 328 hektar per hektare. Produksi kakao
Aceh berada di bawah Sumatera Barat yang produksinya mencapai 30 ton lebih
per tahun, serta Sumatera Utara, lebih 35 ton. Rendahnya jumlah produksi kakao
di Aceh, kata Lukman, disebabkan karena Aceh belum memiliki kakao varietas
unggul. (http://www.forumkakaoaceh.or.id/ diakses 16 Mei 2012)
Potensi terbesar dari cokelat terutama terletak pada perkebunan cokelat
rakyat, mengingat sejumlah besar PTP Nusantara saat ini tidak lagi
mengembangkan tanaman tersebut. Faktor tingginya biaya pemeliharaan
menjadikannya tidak lagi intensif dikelola oleh perusahaan perkebunan besar.
Persoalannya, produktivitas perkebunan cokelat rakyat yang masih rendah sebagai
konsekuensi dari tanaman yang umumnya sudah tua, rendahnya teknik budi daya,
rendahnya penanganan mutu biji cokelat. Disamping itu, kondisi kebun yang
kurang terawat, serta tingginya serangan hama dan penyakit. Serangan hama
penyakit terutama serangan PBC (penggerak Buah Cokelat), vascular
steakdieback (VSD), dan buah busuk sehingga menyebabkan turunnya
produktivitas sebesar 321 kg/ha/tahun atau sebesar 30% dari produktivitas yang
pernah dicapai (1.100 kg/ha/tahun). Dengan luas tanaman menghasilkan 967.804
ha, mengakibatkan kehilangan hasil biji cokelat sebesar 310.665 ton/tahun atau
setara dengan Rp.6,2 triliun per tahun. Angka-angka ini menguatkan proyeksi
bahwa cokelat sangat potensial dalam meningkatkan pangsa pasar cokelat.
peningkatan baik tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan
(TM), maupun tanaman yang rusak. Areal tanaman yang rusak dan memerlukan
peremajaan mengalami peningkatan dalam kurun waktu yang sama (Tumpal 2012
h, 20).
Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua
kelompok besar: kakao mulia ("edel cacao") dan kakao curah ("bulk cacao"). Di
Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa, misal di
kabupaten Jember yang dikelola oleh PTPN (Perusahaan Perkebunan Negara).
Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa
kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang berawalan "DR" (misalnya DR-
38). Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya
seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah). Varietas kakao mulia
berpenyerbukan sendiri dan berasal dari tipe Criollo.
Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao
curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self- incompatible. Kualitas
kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi. Bukan rasa
yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya. Ada tiga jenis kakao yaitu,
jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan tanaman kakao yang
menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal dengan cokelat
mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis
berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya berbentuk bulat telur beruuran besar
11
dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ±
7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao
yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya
berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya
berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari
produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat, brasil
dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis
criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat heterogen,
kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa ada yang
termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya
bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon
berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Tim Bina Karya Tani,
2008, h. 32). Berdasarkan bentuk buahnya, cokelat dapat dikelompokkan menjadi
empat macam :
digunakan, termasuk untuk budidaya tanaman kakao. Oleh karena itu, sebelum
memulai penanaman, alangkah baiknya bila telebih dahulu melakukan evaluasi
12
terhadap lahan yang akan digunakan. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai
sumberdaya lahan. Bisa didapatkan informasi yang jelas mengenai seluk beluk
lahan sesuai dengan yang dibutuhkan dari hasil penelitian akan segera diketahui
data-data mengenai berbagai aspek sumber datanya, baik yang mencakup
agroklimat, sifat fiosik dan kimia tanah, sampai kendala-kendala yang mungkin
ada. Dengan demikian, bisa diketahui antisiserta teknik-teknik budidaya yang
harus dilakukan apabila dibutuhkan perbaikan-perbaikan untuk mengoptimalkan
penggunaan lahan (Wahyudi 2008, h. 63). luas lahan yang selalu digunakan dalam
skala usaha pertanian tradisional karena komunitas yang ditanam oleh petani
tradisional. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara otomatis mengacu
pada nilai modal, aset dan tenaga kerja. Kebun karet, Kopi,Kakao (coklat), juga
bisa menggunakan acuan luas lahan untuk menentukan skala usahanya.
Menentukan kesesuaian lahan pertanaman bertujuan untuk menentukan
tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman, sehingga dapat melakukan tindakan
pengelolaan lahan dengan baik. Kakao merupakan tanaman tahunan yang
memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi secarabaik. Lingkungan
alami kakao adalah hutan hujan tropis. Di daerah itu suhu udara tahunan tinggi
dengan variasi kecil, curah hujan tahunan tinggi dengan musim kemarau pendek,
kelembapan udara tinggi, dan intensitas cahaya matahari rendah (Spillane 2000, h.
2). Lokasi tumbuh suatu budidaya yang dimaksudkan, dalam hal ini untuk
membudidayakan tanaman cokelat, adalah suatu areal yang berpotensi dan dapat
diusahakan sebagai areal yang berpotensi dan dapat diusahakan sebagai areal
pertanaman. Dengan mengetahui lokasi tumbuh tersebut, kita juga dapat
13
adalah sebagai berikut :
- Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan, umumnya
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan tanah.
- Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat-syarat tumbuhnya.
- Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh
tanaman. (Tim Bina Karya Tani, 2008 h. 42)
Seperti tanaman pertanian lainnya, kakao dapat berproduksi tinggi dan
menguntungkan jika diusahakan pada lingkungan yang sesuai. Faktor lahan
mempunyai andil yang cukup besar dalam mendukung tingkat produktivitas
kakao.
dengan jumlah curahhujan yang tinggi. Jumlah curah hujan memengaruhi pola
pertunasan kakao (flush). Curah hujan yang tinggi dan sebaran yang tidak merata
akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap produksi kakao.
Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air
sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah
curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun
2. Tanah dan Topografi
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara
14
mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, PH atau
keasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan
teknologi yang ada. Sementara itu, sifat tanah yang meliputi tekstur, struktur,
konsistensi, kedalaman efektif tanah (slum), dan akumulasi endapan suatu
(konkresi) relatif sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada.
Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian
kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti.
Secara tidak langsung sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Keasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8.
Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah
(subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa. Tanaman
kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3%. Kadar
bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah,
kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya
kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur
hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman
Tumpal (2006, h. 7)
sudah ada melalui perbaikan bahan tanaman dengan teknologi sambung samping
ataupun penyulaman dengan bibit unggul. Tetapi apabila upaya rehabilitasi tidak
memungkinkan, maka perbaikan potensi kebun dapat dilakukan melalui
peremajaan. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
kebun-kebun kakao petani yang telah dibangun. Sementara itu upaya perluasan
areal perlu didukung dengan penyediaan bibit unggul dan dukungan teknologi
15
tinggi.
Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian,
curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang
menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya
dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau
dari wilayah penanamannya, cokelat di tanam di daerah-daerah yang berada pada
10° LU-10° LS walaupun demikian penyebaran pertanaman cokelat secara umum
berada pada daerah antara 7° LU-18° LS. Hal ini tampak erat kaitannya dengan
distribusicurah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Cokelat
pun masih toleran pada daerah 20° LU-20° LS.
Hal terpenting adalah curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan
produksi cokelat adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan
dengan masa pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman
cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100-3.000 mm
pertahun. Cokelat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan
fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi cokelat
terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas
adsorpsi, dan kejenuhan basah merupakan sifat kimia yang perlu di perhatikan.
Faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase,
struktur, dan kosistensi tanah. Selain itu, kemiringan lahan juga merupakan sifat
fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi cokelat (Tumpal 2012 h,
44).
16
Pengembangan usaha pembangunan kakao membutuhkan ketersediaan lahan
yang luas, tenaga kerja yang cukup, modal dan sarana serta prasarana yang
memadai. Kabupaten Aceh Barat masih memiliki lahan yang cukup luas untuk
pengembangan perkebunan kakao. Pengembangan agribisnis kakao kedepan lebih
diprioritaskan pada upaya rehabilitasi dan peremajaan untuk meningkatkan
produktivitas kebun kakao, disamping terus melakukan perluasan.
Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk meningkatkan untuk meningkatkan
potensi kebun yang sudah ada melalui perbaikan bahan tanaman dengan teknologi
sambung sampingg ataupun penyulaman dengan bibit unggul. Tetapi apabila
upaya rehabilitasi tidak memungkinkan, maka perbaikan potensi kebun dapat
dilakukan melalui peremajaan. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas kebun-kebun kakao petani yang telah dibangun. Sementara itu
perluasan areal perlu didukung dengan peyediaan bibit unggul dan dukungan
teknologi budidaya maju, sehingga produktivitas kebun yang berhasil dibangun
cukup tinggi. Denggan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut maka
perluasan areal perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut.
Kebijakan pemberdayaan petani diimplementasikan lewat serangkaian
program sebagai berikut:
disentra produksi dan pengembangan kakao.
b. Khususnya pegembangan penangkar benih dalam rangka penyediaan benih
unggul kakao model waralaba.
dalam rangka memanfaatkan peluuang bisnis yang ada.
17
d. Program peningkatan keterampilan petani untuk mencegah meluasnya
serangan hama PBK secara intensif dalam Pusat Penelitian Kakao, 2008, h, 6).
2.5 Pengolahan Kakao
Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena
dalam proses ini terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan
citarasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.
Mengingat pentingnya arti pengolahan terhadap mutu biji kakao kering, maka
para produsen hendaknya mengusahakan agar biji kakaonya diolah dengan baik
untuk memperoleh harga yang lebih tinggi dan memperkuat daya saingnya di
pasaran.
a. Metode Konvensional
Pada prinsipnya kedua metode tersebut tidak terlalu berbeda, tetapi khusus
pada kakao lindak dengan metode konvensional dihasilkan biji kakao yang
mempunyai tingkat keasaman lebih tinggi sedangkan citarasa khas kakao relatif
lebih rendah. Untuk mengatasinya disarankan mengolah biji kakao dengan metode
Sime Cadbury dan ini dapat dilaksanakan pada perusahaan besar (PTP dan PBS).
2.6 Modal Usaha
Salah satu faktor produksi yang tidak kalah penting adalah modal, sebab
didalam sautu usaha masalah modal mempunyai hubungan yang sangat kuat
dengan berhasil tidaknya suatu usaha yang telah didirikan. Perusahaan
membutuhkan modal dalam menjalankan aktifitasnya. Modal merupakan faktor
yang sangat penting dalam perusahaan. Terdapat tiga jenis badan usaha, yaitu
18
memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda tergantung jenis usaha usaha yang
dijalankan. Modal ialah jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan
ekuitas saham biasa, atau mungkin pos-pos tersebut plus utang jangka pendek
yang dikenakan bunga.
a. Modal Tetap
Modal tetap adalah modal yang memberikan jasa untuk proses produksi
dalam jangka waktu yang relative lama dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya
jumlah produksi. Modal tetap dapat berupa tanah, bangunan dan mesin yang
digunakan.
Adalah modal yang memberikan jasa hanya sekali dalam proses produksi,
biasa dalam bentuk bahan-bahan baku dan kebutuhan sebagai penunjang usaha
tersebut.
Menurut (Su’ud 2007, h. 178) mengemukakan modal adalah barang atau
uang yang bersama-sama faktor produksi, tanah, tenaga menghasilkan barang-
barang baru. Modal adalah semua bentuk kekayaan yng dapat digunakan langsung
maupun tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output. Dalam
pengertian ekonomi, modal yaitu barang atau uang yang bersama-sama faktor
produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa baru.
Modal merupakan input (faktor produksi) yang sangat penting dalam menentukan
tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor satu-satunya
yang dapat meningkatkan pendapatan. Penggolongan modal antara lain :
19
a. Modal abstrak dan modal kongkrit
Modal tidak nyata atau tidak dapat dilihat tetapi hasilnya dapat dilihat.
Contoh : kepandaian, pengetahuan.
Modal yang dapat digunakan seketika. Contoh: toko, dan lain- lain
c. Modal tidak tetap dan modal tetap
Dapat digunakan sekali proses produksi, seperti semua bahan mentah, kapas,
cokelat, karet dan lain- lain.
d. Modal individu dan modal sosial
Modal individu adalah milik perseorangan untuk sumber penghasilannya.
Contoh : mesin, bis, sero dan lain- lain.
Modal sosial yaitu milik masyarakat. Contoh : jalan raya dan gedung
pemerintah.
2.7 Upah Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Ketenagakerjaan No. 14 tahun 1999). Oleh
karena itu perusahaan akan memberi balas jasa kepada pekerja dalam bentuk
upah. Jadi yang dimaksud dengan upah tenaga kerja adalah semua balas jasa
(taken prestasi) yang diberikan oleh perusahaan kepada semua pekerja
(Sudarsono, 2000, h. 20). kwalitas tenaga kerja terdiri dari :
a. Pekerja tidak terdidik (unskilled labour) contoh: pesuruh, tukang sapu,
kuli dan lain- lain.
Menghendaki latihan atau pengalaman praktek lebih dulu. Contoh : supir bis,
masinis kereta api, petinju, pemain sepak bola dan lain- lain.
c. Pekerja terdidik (skilled labour)
Pekerja yang menghendaki pendidikan lebih dulu. Contoh : pekerja montir
electro, insinyur, dokter, sarjana, dan lain- lain. Hal itu bila mereka sebagai pekerja
upahan, makin cepat dan baik hasil kerjanya.
Tenaga kerja ialah kegiatan rohani dan jasmani yang dapat menghasilkan
barang atau jasa. Tenaga kerja itu dinamakan produktif (menghasilkan). Sumber
tenaga kerja ada 2 diantaranya adalah tenaga kerja rohani, tenaga kerja rohani
berasal dari perasaan dan pikiran. Tenaga kerja jasmani, berasal dari tubuh kasar.
Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap,
maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja
dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan
mesin disebut efek subsitusi (substitution effect).
2.8 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang penelitian berlandaskan teoritis, maka penulis
mencoba mengemukakan hipotesis, yang merupakan dugaan sementara dari
penelitian ini diduga ada pengaruh faktor luas lahan terhadap produksi coklat di
Kabupaten Aceh Barat. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel maka dengan
sendirinya Ho ditolak, dan H1 diterima (tingkat signifikan 5 %). Apabila t hitung
lebih kecil dari pada t tabel maka dengan sendirinya H1 ditolak, dan Ho diterima
(tingkat signifikan 5 %).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah seluruh produksi coklat di Kabupaten
Aceh Barat pengaruh luas lahan terhadap produksi coklat, luas lahan dan Tenaga
Kerja sejak tahun 2007 sampai dengan 2012 selama 6 tahun.
3.3 Data Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan data sekunder yang bersifat time series dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2012 yang dipublikasikan oleh instansi Kantor Badan Pusat Statistik
Kabupaten Aceh Barat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Studi Pustaka (Library Research)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara
membaca buku–buku, situs web, dan literatur lainnya baik yang diwajibkan
maupun yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitannya dengan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
22
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi akan
digunakan untuk mencari data kuantitatif yang berupa jumlah produksi kakao
di Kabupaten Aceh Barat.
mengajukan pertanyaan secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara atau
interview adalah konteks langsung dengan tatap muka antara pencari
informasi dan sumber informasi.
berkaitan dengan produksi kakao.
3.4 Model Analisis Data
di Kabupaten Aceh Barat, penelitian ini menggunakan teknik analisis Regresi
Linear berganda. Analisa ini digunakan sebagai alat analisis peramalan nilai
pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap suatu variabel terikat. Hasan
(2009, h.65) persamaan regresi berganda adalah :
Y= )1.......(3 32211 eXbXbXba
a = Nilai konstanta Y( apabila nilai X1,X2, dan X3 = 0)
b = Slope ( koefisien regresi )
23
e = error term
Koefisien determinasi (r2)
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). koefisien determinasi (r2)
merupakan kuadrat dari nilai koefisien korelasi.
Rumus koefisien determinasi menurut (Duwi 2010, h. 81)
Kp = r2 x 100%
R = koefisien korelasi
variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi variabel yang digunakan
dalam model analisis adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Produksi coklat/kakao keseluruhan produksi kakao setiap tahunnya
yang diukur dalam satuan (Ton).
2. Luas Lahan adalah keseluruhan lahan yang ditanami kakao setiap tahunnya
yang diukur dalam (Ha).
3. Tenaga kerja adalah orang yang ikut berkebun cokelat/kakao dalam satu
hektare lahan di ukur dengan hari orang kerja yang banyaknya dihitung
dalam jumlah jiwa di Kabupaten Aceh Barat dalam 1 x produksi.
24
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis parameter rata-rata bila sampel
berukuran kecil (n ≤ 30) dan ragam populasi tidak diketahui menurut (Duwi
2010, h.68)
Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Ho ; β = 0, variabel independen secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
b. H1 ; β ≠ 0, artinya variabel independen secara parsial berpengaruh Terhadap
secara signifikan terhadap variabel dependen.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel maka dengan sendirinya Ho
ditolak, dan H1 diterima (tingkat signifikan 5 %).
b. Apabila t hitung lebih kecil dari pada t tabel maka dengan sendirinya H1
ditolak, dan Ho diterima (tingkat signifikan 5 %).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu Kabupaten yang ada di
Provinsi Aceh dengan luas wilayah 2.927,95 km2. Setelah pengumpulan data yang
berupa data produksi dan luas lahan kakao di Kabupaten Aceh Barat yang terdiri
dari 12 Kecamatan diantaranya Kecamatan Johan Pahlawan, Sama Tiga, Bubon,
Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Kaway XVI, Meurebo,
Pante Ceureumen, Panton Reu, dan Sungai Mas dari data tersebut jumlah sampel
yang diambil oleh penulis sebanyak 6 tahun yang diperoleh melalui data sekunder.
Selanjutnya penulis melakukan analisis data yang bertujuan untuk mengetahui
perkembangan produksi coklat (kakao). Dari hasil analisis data yang digunakan
adalah untuk membuktikan hipotesis tersebut benar adanya, Kecamatan Johan
Pahlawan, Sama Tiga, Bubon, Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Barat, Woyla
Timur, Kaway XVI, Meurebo, Pante Ceureumen, Panton Reu, dan Sungai Mas
merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat yang sebagian besar
luas daerahnya memproduksi coklat (kakao).
Tabel 3
Data Produksi, Luas Lahan dan Jam Kerja Petani Coklat di
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2012
No
Ha
TK
1 2007 78 447 7800
2 2008 228 306 9828
3 2009 306 653 11700
4 2010 327 653 11700
5 2011 357 689 12480
6 2012 327 717 13728 Sumber: Hasil Regresi (diolah Oktober 2013).
26
4.2. Jumlah Produksi Coklat (Kakao)
Jumlah produksi coklat di Kabupaten Aceh Barat pada periode 2007 sampai
2012 dapat dijelaskan bahwa produksi coklat tertinggi di Kabupaten Aceh Barat
terjadi pada tahun 2011 yakni sebesar 356,85 ton.
Sementara itu penurunan produksi kakao terjadi pada tahun pengamatan
2007 yakni sebesar 78,22 ton dan 7800 jam kerja pada tahun 2008 sebesar 227,72
ton, 9.828 jam kerja sedangkan pada tahun 2009 terjadi kenaikan 305,88
ton,11.700 jam kerja dan pada tahun 2010 kembali terjadi kenaikan sebesar
326,63 ton,11.700 jam kerja dan pada tahun 2011 kembali terjadi kenaikan yang
signifikan yaitu sebesar 356,85 ton,12.480 jam kerja dan pada tahun 2012 kembali
terjadi penurunan sebesar 326,63 ton, 13.728 jam kerja. Perkembangan produksi
coklat di Kabupaten Aceh Barat periode 2008 sampai dengan 2012 disajikan pada
tabel 3 dibawah ini :
No Tahun Produksi Coklat (Ton) TK (Jam Kerja)
1 2007 78,72 7800
2 2008 227,72 9828
3 2009 305,88 11700
4 2010 326,63 11700
5 2011 356,88 12480
6 2012 326,63 13728 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Aceh Barat,( ju li 2013 ).
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 kakao
diproduksi oleh para petani sebanyak 78,22 ton, sedangkan pada tahun 2008
produksi kakao di Kabupaten Aceh Barat menghasilkan 227,72 Ton. Selanjutnya
ditahun 2009 produksi kakao naik menjadi 305,88 ton. Dapat dijelaskan kembali
27
bahwa penurunan yang sangat signifikan terjadi ditahun 2008 hal tersebut
disebabkan oleh hama dan pohon yang belum bisa memproduksi karena baru
ditanam sehingga belum menghasilkan. Sedangkan produksi yang meningkat
terjadi pada tahun 2011 mencapai 356,88 Ton.
4.3. Jumlah Luas Lahan Coklat (Kakao)
Tabel 5
No Tahun Luas Lahan Coklat (Hektar) TK (Jam Kerja)
1 2007 447,50 7800
2 2008 305,88 9828
3 2009 652,51 11700
4 2010 652,51 11700
5 2011 688,53 12480
6 2012 716,53 13728 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Aceh Barat,( Juli 2013 ).
Pada Tabel tersebut tampak bahwa perluasan areal perkebunan kakao yang
begitu pesat umumnya dilakukan petani, sehingga perkebunan rakyat telah
mendominasi perkebunan kakao di Kabupaten Aceh Barat. Tanaman kakao
ditanam hampir di seluruh pelosok tanah air dengan sentra produksi utama adalah
Kecamatan Kaway XVI, Sama Tiga, Johan Pahlawan, Bubon, Arongan Lambalek,
Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Meurebo, Pante Ceureumen, Panton Reu, dan
Sungai Mas. Keberhasilan perluasan areal dan peningkatan produksi tersebut
telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao di Kabupaten
Aceh Barat. Sementara mengganasnya serangan hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) antara lain disebabkan oleh belum ditemukannya klon kakao yang tahan
terhadap hama PBK. Pada saat ini teknologi pengendalian hama PBK sudah
diperoleh, tetapi penerapannya masih menghadapi berbagai kendala. Hal ini
28
menjadi tantangan bagi pelaku bisnis kakao untuk segera mengatasi permasalahan
hama PBK. Luas lahan coklat (kakao) tahun 2005 adalah 305,88 Hektar, pada
tahun 2009 luas lahan coklat meningkat menjadi 652,51 Hektar, dan pada tahun
2010 luasnya masih sama yaitu 652,5. Sedangkan pada tahun 2011 dan 2012
adalah 688,53 dan 716,53 Hektar.
4.4. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Hasil penelitian deskriptif variabel penelitian disajikan pada tabel berikut
ini:
Luas lahan 577.5000 163.72874 6
Jam Kerja 11206.0000 2096.25151 6 Sumber : Hasil Regresi (data diolah Oktober 2013).
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa variabel produksi (Y)
103.91294 dan mean 270.5000 dengan jumlah data (N) menyatakan jumlah
diservasi yang masing-masing sebanyak 6 tahun. Variabel luas lahan (X1)
163.72874 dan mean 577.5000. Sedangkan variabel jam kerja (X2) 2096.25151
dan mean 11206.0000.
a. Analisis koefisien Korelasi
lahan, maka dapat menggunakan koefisien korelasi.
29
Correlations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
Luas lahan 6 6 6
Jam Kerja 6 6 6 Sumber: Hasil Regresi (data diolah oktober 2013).
b. Analisa Koefisien Determinasi
Pengaruh produksi terhadap variabel luas lahan di Kabupaten Aceh Barat,
dengan menggunakan analisis ini secara kongkret dilakukan terhadap koefisien
determinasi. Adapun koefisien determinasi dalam penelitian ini dapat diketahui
dengan penggunaan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS versi
17.0 . pada tabel output model summary diperoleh nilai koefisien determinasi (R)
sebesar 0,778 atau 77,8 %. Disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 8
Model R R Square Adjusted R
Square
1 .931 a .867 .778 48.91236
Sumber: Hasil Regresi (data diolah Oktober 2013).
30
Menurut Sogiyono (2007), dalam (Duwi, 2010 h. 65) pedoman untuk
memberikan interprestasi koefisien korelasi (R) adalah sebagai berikut:
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
penggunaan rumus perhitungan sebagai berikut :
Koefesien determinasi = r2 × 100%
Koefesien determinasi = (0,931)2 × 100%
Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh yakni sebesar 0,931
(lampiran I) maka dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut berada diantara 0,80-
1,000 artinya bahwa hubungan yang terjadi sangat kuat antara produksi, luas
lahan dan jam kerja di Kabupaten Aceh Barat. Dari perhitungan diatas diperoleh
koefesien determinasi (R2) sebesar 86,67% yang berarti bahwa variabel luas
lahan dan jam kerja ikut berpengaruh terhadap produksi cokelat di Kabupaten
Aceh Barat, sebesar 86,67% sedangkan sisanya 13,33 % dipengaruhi oleh variabel
lainnya diluar model penelitian ini.
Pembuktian bahwa variabel produksi berpengaruh terhadap variabel luas
lahan dan jam kerja di Kabupaten Aceh Barat dilakukan pengujian tersendiri
secara partial dengan uji t pada jumlah kepercayaan (level of confidence 95 %)
yaitu :
31
Variabel luas lahan thitung sebesar -0.264 lebih kecil dari ttabel 2,015 artinya
secara partial variabel luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
produksi di Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya variabel jam kerja thitung 2.813
lebih besar dari ttabel 2,015 artinya secara partial variabel jam kerja berpengaruh
signifikan terhadap variabel produksi di Kabupaten Aceh Barat.
c. Pengujian Asumsi klasik – uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah pengujian tentang keadaan dimana terjadi
hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel
independen dalam model regresi.
tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Dalam
menilai ada tidaknya hubungan antar variabel independen adalah dengan melihat
angka value inflation factor (VIF) pada model regresi. Menurut Santoso (2001
dalam Duwi,2010 h, 81) pada umumnya jika nilai VIF lebih besar dari 5, maka
variabel tersebut mempunyai permasalahan multikolinearitas dengan variabel
independen lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan
SPSS versi 17.0 terhadap variabel (X1) luas lahan dan variabel (X2) jam kerja
maka diperoleh nilai VIF sebagai berikut:
Tabel 9
No Variabel Independen VIF
1 Luas lahan 2.884
2 Jam Kerja 2.884 Sumber: Hasil Regresi ( data diolah Oktober 2013 ).
Nilai VIF untuk variabel (X1) luas lahan dan variabel (X2) jam kerja sebesar
2.884. berdasarkan nilai dari masing-masing variabel independen dalam penelitian
32
ini diperoleh kurang dari 5, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak
ditemukan adanya masalah multikolinearitas.
Berdasarkan hasil penelitian variabel produksi mempunyai hubungan yang
positif dan signifikan terhadap luas lahan dan jam kerja. Hasil ini
mengindifikasikan meskipun produksi mengalami fluktuasi, tiap tahunnya dalam
kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2012. Hal ini menunjukkan bahwa luas
lahan tidak ikut mempengaruhi produksi cokelat dan jam kerja di Kabupaten Aceh
Barat ikut mempengaruhi produksi cokelat di Kabupaten Aceh Barat, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor- faktor lain misalnya penanganan masalah hama coklat.
Jika diperhatikan dari nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa
sumbangan yang diberikan oleh luas lahan dan jam kerja dalam mempengaruhi
produksi adalah sebesar 86,67%. Sedangkan sisanya sebesar 13,33% (100% -
86,67%) dipengaruhi oleh variabel lain diluar model, seperti yang diijelaskan
diatas.
Model Unstandardized
Bound
Upper
Bound
Zero-
order
-2.075 .130 -642.614 135.406
l.lahan -.060 .227 -.094 -.264 .809 -.782 .662 .719 -.150 -.055 .347 2.884
JK .050 .018 1.006 2.813 .067 -.007 .106 .930 .852 .592 .347 2.884
Sumber : hasil regresi (data di olah oktober 2013).
33
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ e
Y = -253,604 – 0,060 X1 + 0,050X2
Sehingga dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Konstanta
Berdasarkan persamaan diatas dapat di lihat bahwa nilai konstanta sebesar -
253,604. Nilai konstanta ini menyatakan apabila luas lahan dan tenaga kerja
sama dengan nol maka produksi coklat menurun sebesar 253,604.
b. Koenfisien regresi vasriabel luas lahan ( X 1).
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien varibel
luas lahan ( X1) bernilai negatif adalah -0,604. Hal ini menyatakan bahwa
setiap kenaikan luas lahan sebesar 1% akan mengakibatkan penurunan
produksi coklat sebasar 0,604.
Berdasarkan persamaan diatas dapat di lihat bahwa nilai koefisien variabel
tenaga kerja (X2) bernilai positif yaitu 0,052. Hal ini menyatakan setiap
kenaikan tenaga kerja sebesar 1% akan mengakibatkan produksi coklat
menurun sebesar 0,052.
a. Luas Lahan ( X1 )
Berdasarkan hasil pengolahan diperoleh t hitung sebesar -0,265 < t tabel
1,638 dikarenakan nilai probalitasnya lebih besar dari 0,10 ( derajat signifikan )
maka, H0 diterima H1 ditolak, sehingga secara parsial luas lahan tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi coklat di kabupaten
Aceh Barat.
b. Tenaga Kerja ( X2 )
Berdasarkan hasil pengolahan bahwa t hitung sebsar 2,813 > t tabel 1,638
dikarena nilai probalitasnya lebih besar dari 0,10 ( derajat signifikan ). Artinya
H0 ditolak H1 diterima, maka secara parsial tenaga kerja mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap produksi coklat di kabupaten Aceh Barat.
34
4.5.3. Uji F ( Uji Simultan )
Uji F digunakan untuk menguji keberatian semua variabel bebas yaitu luas lahan
(X1) dan tenaga kerja (X2) secara bersama terhadap variabel terikat yaitu produksi
coklat(Y). Hasil perhitungan nilai F dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 11
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Residual 7177.258 3 2392.419
Berdasarkan tabel diatas terlihat nilai F hitung sebesar 9,783 > 9,552
dikarenakan nilai probabilitas lebih besar dari 0,10 ( Derajat signifikan). Maka
H0ditolak H1 diterima, sehingga variabel luas lahan dan tenaga kerja secara
bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi
coklat di kabupaten Aceh Barat.
V. SIMPULAN DAN SARAN
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Peningkatan produksi coklat (kakao) di Kabupaten Aceh Barat sangat
dipengaruhi oleh luas lahan dan tenaga kerja (jam kerja).
b. Koefisien regresi yang diperoleh dari variabel independen yang bernilai positif
artinya adalah terjadi hubungan yang positif antara variabel independen dan
variabel dependen, atau dengan kata lain semakin naik variabel independen
maka semakin naik pula variabel dependennya.
c. Dari hasil pengolahan data menggunakan program SPSS, koefisien korelasi
diperoleh R = 86,67 secara positif menjelaskan terdapat hubungan antara
variabel luas lahan dan tenaga kerja (jam kerja) terhadap produksi dengan
keeratan hubungan 86.67%.
d. Variabel luas lahan thitung sebesar -0.264 lebih kecil dari ttabel 2,015 artinya
secara partial variabel luas lahan tidak signifikan terhadap variabel produksi di
Kabupaten Aceh Barat.
e. Variabel tenaga kerja (jam kerja) thitung sebesar 2.813 lebih besar dari ttabel
2,015 artinya secara partial variabel tenaga kerja (jam kerja) signifikan
terhadap variabel produksi di Kabupaten Aceh Barat.
34
yakni antara lain:
Kabupaten Aceh Barat baik dukungan berupa moril maupun materil untuk
membantu petani coklat meningkatkan produksinya.
b. Untuk meningkatkan produksi dan mutu petani coklat di Kabupaten Aceh
Barat sebaiknya dilakukan pengarahan atau penyuluhan kepada para petani,
agar hasil panen lebih baik mutu dan kualitasnya.
c. Kepada peneliti berikutnya yang meneliti terkait dengan penelitian dengan
permasalahan ini, disarankan agar dapat mengaitkan variabel lain selain dari
luas lahan dan tenaga kerja (jam kerja) di Kabupaten Aceh Barat, sehingga
perkembangan penelitian akan dapat bermanfaat bagi masyarakat ilmiah pada
khususnya dan bagi masyarakat ekonomi pada umumnya.
d. Tersedianya input produksi secara lokal khususnya bibit unggul, pupuk, dan
sarana produksi lainnya.
e. Tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan biji kakao skala kecil
dipedesaan dan industri hilir kakao berskala besar.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Aceh Barat Dalam Angka. 2011. Kabupaten Aceh Barat
Duwi, Priyanto. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Cetakan I.
Mediakom. Yogyakarta.
International Cocoa Organization (ICCO), 2003a. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics. Vol: XXIX (4).
Pusat Penelitian kopi dan Kakao. 2008. Panduan lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2009. Buku Pintar Budidaya Kakao.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Susanto, Fx, ir. 2011. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan hasil Cetakan
Ke X. Kanisius. Yogyakarta. Sudarsono, dkk. 2000. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Suharyadi, dkk. 2011. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Salemba Empat. Jakarta.
Su’ud, Hasan. 2007. Pengantar Ilmu Pertanian. Yayasan PENA. Banda Aceh.
Siregar, Tumpal dkk. 2012. Budidaya Cokelat. Cetakan 3. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Spillane, James J, Dr. SJ. 2000. Komoditi Kakao, peranannya dalam perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Tim Bina karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cokelat. CV.YRAMA WIDYA. Bandung.
Tumpal H.S. Siregar dkk. 2006. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Usman, Husaini. 2009. Pengantar Statistika. Bumi Aksara. Jakarta.
Wahyudi. T, PanggabeanTR, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao .Penebar Swadaya. Jakarta.
ANALISIS KONTRIBUSI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN NAGAN RAYA
-Unlicensed-BAB I
-Unlicensed-BAB II