PENGARUH KONFLIK KELUARGA

30
PENGARUH KONFLIK KELUARGA- PEKERJAAN, KETERLIBATAN PEKERJAAN, DAN TEKANAN PEKERJAAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN WANITA STUDI PADA NUSANTARA TOUR & TRAVEL KANTOR CABANG DAN KANTOR PUSAT SEMARANG Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita yang terjadi saat ini haruslah disikapi oleh setiap perusahaan dengan memperhatikan dan menciptakan kepuasan kerja bagi karyawannya. Kepuasan kerja bagi karyawan, khususnya karyawan wanita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diduga adalah faktor konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, serta tekanan pekerjaan. Konflik kepentingan antara karir dan keluarga yang pada umumnya dialami oleh wanita yang bekerja haruslah dikelola dengan baik agar kepuasan kerja karyawan wanita tersebut dapat tercipta. Dilibatkannya karyawan dalam pekerjaannya akan meningkatkan tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap perusahaan, sehingga karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya. Selain itu bila tekanan pekerjaan yang dirasakan karyawan juga dapat dikelola dengan baik, maka kepuasan kerja akan tercipta. Pada akhirnya, perusahaan bukan hanya akan unggul dalam persaingan, namun juga mampu memperhatikan Sumber Daya Manusia yang dimilikinya, yang merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Penelitian ini dilakukan di NUSANTARA Tour & Travel Kantor Cabang dan Kantor Pusat Semarang. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner, dengan jumlah responden sebesar 118 orang dan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita. Alat analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, dan uji hipotesis dengan analisis regresi berganda. Dengan menggunakan metode regresi berganda dapat disimpulkan bahwa konflik keluarga - pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

description

komunitas

Transcript of PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Page 1: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

PENGARUH KONFLIK KELUARGA-PEKERJAAN, KETERLIBATAN PEKERJAAN, DAN TEKANAN PEKERJAAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN WANITA STUDI PADA NUSANTARA TOUR & TRAVEL KANTOR CABANG DAN KANTOR PUSAT SEMARANGPeningkatan jumlah tenaga kerja wanita yang terjadi saat ini haruslah disikapi oleh setiap perusahaan dengan memperhatikan dan menciptakan kepuasan kerja bagi karyawannya. Kepuasan kerja bagi karyawan, khususnya karyawan wanita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diduga adalah faktor konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, serta tekanan pekerjaan. Konflik kepentingan antara karir dan keluarga yang pada umumnya dialami oleh wanita yang bekerja haruslah dikelola dengan baik agar kepuasan kerja karyawan wanita tersebut dapat tercipta. Dilibatkannya karyawan dalam pekerjaannya akan meningkatkan tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap perusahaan, sehingga karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya. Selain itu bila tekanan pekerjaan yang dirasakan karyawan juga dapat dikelola dengan baik, maka kepuasan kerja akan tercipta. Pada akhirnya, perusahaan bukan hanya akan unggul dalam persaingan, namun juga mampu memperhatikan Sumber Daya Manusia yang dimilikinya, yang merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Penelitian ini dilakukan di NUSANTARA Tour & Travel Kantor Cabang dan Kantor Pusat Semarang. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner, dengan jumlah responden sebesar 118 orang dan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita. Alat analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, dan uji hipotesis dengan analisis regresi berganda.

Dengan menggunakan metode regresi berganda dapat disimpulkan bahwa konflik keluarga - pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita dengan nilai P value 0,000 < 0,05 dan t-hitung sebesar –4,143. Keterlibatan pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita dengan nilai P value 0,000 < 0,05 dan t-hitung sebesar 3,743. Sedangkan tekanan pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita dengan nilai P value 0,002 < 0,05 dan t-hitung sebesar –3,246.

Page 2: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Kata Kunci : Konflik Keluarga-Pekerjaan; Keterlibatan Pekerjaan;Tekanan Pekerjaan; Kepuasan Kerja Karyawan Wanita

12 Hal Penyebab Konflik Panas Dalam KeluargaBerikut daftar 12 penyebab paling hot yang selalu menjadi sumber pertengkaran antar pasangan. Apa sajakah itu? Mari kita simak bersama

AnakDiskusi tentang anak memang tak pernah ada habisnya. Saat kita bilang boleh, pasangan mungkin tak setuju, demikian juga sebaliknya. Bahkan bagi yang belum punya anak atau yang akan menikah, perdebatan tentang rencana mempunyai anak atau tidak, atau berapa anak yang diinginkan nantinya, turut mewarnai hubungan yang ada. Saat sebuah perbantahan menemukan titik temu, maka biasanya muncul perbantahan lain, demikian seterusnya. Cara menanganinya? Yang pasti adalah dengan menjaga komunikasi tetap terbuka dan dengan sikap saling menghormati terhadap pemikiran masing-masing. Jika masalah yang lampau bisa dicari titik temunya, maka untuk yang berikut-berikutnya juga pasti ada jalan keluar terbaik bagi semua pihak.

KarirApakah kita ibu rumah tangga yang juga berkarir? Apakah pekerjaan kita sering menjadi topik perdebatan dengan suami? Apa suami merasa kita jarang di rumah dan memperhatikan anak-anak? Dalam menyelesaikan masalah kerja, kita dan pasangan harus duduk bersama dan bertukar pikiran hingga karir tak lagi jadi pemecah keharmonisan.

UangJika saat single dulu, kita bebas menggunakan gaji sekehendak diri sendiri, namun saat menikah, jelas hal itu berubah. Yang penting di sini adalah adanya kesepakatan antara kita dan suami tentang pembagian anggaran, untuk tabungan, pendidikan kita, belanja kebutuhan sehari-hari, hingga dana bantuan bagi keluarga, semua harus dibicarakan secara terbuka.

SeksHubungan intim yang indah memang bisa mempererat hubungan. Namun, bila tidak dikomunikasikan, lagi-lagi masalah ini bisa menimbulkan kerenggangan terselubung. Meski malu, kita dan pasangan harus berkomitmen untuk jujur tentang masalah seksual yang timbul

Pekerjaan rumah tanggaKebersihan rumah, pipa ledeng yang bocor, lampu putus, semua itu bisa menjadi sumber konflik yang menyakitkan bila salah satu pasangan lalai menanggapi. Sekali lagi, komunikasi penuh

Page 3: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

kasih dan pengertian memegang peranan penting di sini. Berbagi tugas dengan pasangan dan anak-anak jelas harus dilakukan, namun jangan paksa mereka untuk melakukan dengan cara kita.

WCJika Anda seorang wanita dan memiliki ‘WC duduk’ di rumah, maka Anda pasti mengerti yang dimaksudkan di sini. Saat pasangan buang air tanpa mengangkat dudukan kloset, maka itu bisa menjadi hal yang sangat menjengkelkan. Apalagi, jika pasangan sudah berulang kali diingatkan. Menghadapi pasangan yang hobi lupa, maka Anda bisa menempelkan kertas yang ditulis dengan huruf tebal di tempat yang terbaca saat suami buang air. Bila ‘hukum’ ini dikumandangkan terus menerus, maka suatu hari pasti akan menempel kuat di ingatan suami.

Serpihan kukuSuami potong kuku sembarangan, dan serpihannya ada di mana-mana. Tentu saja hal ini menimbulkan ketidak-nyamanan. Tegaskan pada suami bahwa hal ini mengganggu, jika tak manjur, maka Anda bisa melakukan hal yang sama padanya di tempat yang biasa ia duduki, agar suami tahu betapa mengganggunya hal tersebut dan tidak melakukannya lagi.

Keluarga besarBeda pendapat tentang keluarga besar, baik dari pihak Anda maupun pasangan juga sering menjadi sumber konflik. Untuk masalah ini, Anda dan pasangan memang harus saling jujur, dan pastinya, Anda berdua harus tetap mengutamakan satu sama lain. Jangan pernah mengabaikan pasangan hanya karena saudara, apalagi sampai mempermalukan suami di depan keluarga.

DengkuranMemang masalah ini tak dapat dielakkan. Sepele, namun sangat mengganggu. Penyelesaiannya, dengan sikap pengertian, toleransi, menutup telinga saat tidur, hingga mengunjungi dokter.

RemoteAnda ingin melihat acara memasak, suami lebih minta pada bola. Jika memungkinkan untuk membeli 2 buah tabung layar, maka lakukan. Bila tidak, buat kesepakatan untuk bergantian menonton acara favorit masing-masing. Jangan paksa suami duduk bersama Anda jika ia tak tertarik dengan talkshow busana, demikian juga katakan padanya bahwa Anda akan melakukan hal lain selagi ia menikmati pertunjukan bola bergulir.

Menu dan cara makanMungkin hal ini terdengar aneh, namun bagi Anda yang memiliki latar belakang jauh berbeda dengan pasangan masalah ini memang nyata adanya. Pasangan suka santan, Anda alergi. Pasangan alergi pedas, Anda tak bisa hidup tanpa sambal. Suami suka makan dengan tangan, Anda merasa jijik. Untuk menengahi perbedaan ini hanya butuh pengertian dan kemauan menerima satu sama lain. Jangan paksa pasangan makan dengan cara Anda, demikian juga sebaliknya. Buat 2 menu, satu untuk Anda, satu pasangan. Beres kan?

MantanHubungan dengan mantan, atau teman lawan jenis yang terlalu dekat bisa menjadi pemicu huru-hara dalam hubungan. Tentu saja komunikasi dan keterbukaan memegang peranan penting untuk meredakannya. Komunikasi, kepercayaan, pengertian, toleransi, dan kejujuran memegang

Page 4: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

peranan penting untuk mengakhiri konflik yang timbul dalam hubungan. Bila Anda dan pasangan punya semua itu, maka perdebatan yang timbul takkan sampai merusak hubungan.

Menurut bees Selain contoh diatas, hal apa aja penyebab konflik dalam keluarga. Terima kasih atas partisipasinya…

Home > Keluarga > Manajemen Konflik Keluarga

Manajemen Konflik KeluargaManagemen konflik adalah kemampuan individu untuk mengelola konflik-konflik yang dialaminya dengan cara yang tepat, sehingga tidak menimbulkan komplikasi negatif pada kesehatan jiwanya maupun keharmonisan keluarga.

Seorang istri mengeluh bahwa dirinya merasa tidak cocok dengan suaminya justru setelah menikah selama satu tahun. Selalu saja ada hal yang menjadi vahan pertengkaran suami-istri, sampai istri tersebut timbul keinginan untuk bercerai. Konflik demi konflik selalu terjadi dalam rumah tangganya yang membuatnya stres.

Kasus tersebut merupakan suatu ilustrasi bahwa konflik selalu bisa muncul dalam rumah tangga, dan bila tidak diatasi akan dapat menimbulkan gangguan psikologis baik pada pihak istri maupun suami. Sebenarnya apa yang disebut dengan konflik itu? Konflik adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan dan dapat menekan perasaan individu karena adanya dua hala tau obyek, kebutuhan, keinginan, kekuatan, kecenderungan ataupun tujuan yang berbeda atau bertentangan yang timbul pada saat yang sama. Untuk mengatasi konflik yang dialami, diperlukan strategi atau cara-cara tertentu.

Konflik dan jenis-jenisnya:Ada beberapa jenis konflik yang dialami oleh individu. Jika kita meninjau dari sumber timbulnya konflik maka dapat dibedakan menjadi:

1. Konflik yang bersumber dari diri sendiri, sering disebut dengan konflik internal. Contoh: Amir merasa bingung karena dia sudah ingin menikah tetapi dipihak lain dia belum lulus kuliah sehingga belum bisa memberi nafkah pada keluarga

2. Konflik yang bersumber pada lingkungan. Lingkungan dapat dibagi menjadi lingkungan keluarga, dan lingkungan diluar keluarga ( tetangga, sekolah, teman, massa, tempat kerja, dll ). Karena pada seminar ini bertujuan pembentukan keluarga sakinah, maka yang akan dibahas lebih lanjut adalah konflik yang bersumber pada keluarga-keluarganya, khususnya konflik antara suami –istri

Page 5: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Konflik dalam keluarga

Dalam suatu keluarga biasanya terdiri dari suami, isteri, anak, namun ada juga keluarga yang belum mandiri sehingga dalam keluarga tersebut masi hada orang tua dari suami atau pihak istri.

Bisa terjadi konflik antara suami –isteri, atau orang tua dengan anak, atau mertua dengan anak-cucu.

Konflik selalu terjadi dalam keluarga dan tidak ada penyelesaiannya yang baik maka akan berdampak terhadap keharmonisan keluarga itu sendiri yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan-gangguan psikologis pada individu-individu yang terlibat didalamnya. Gangguan psikologis yang dialami bisa timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat.

Konflik suami-istri biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa” saling” antara keduanya,:

1. Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing2. Kurangnya saling percaya3. Kurangnya saling terbuka4. Kurang komunikasi yang efektif

Banyak pasangan suami-istri yang menjalani perkawinan lebih dari 20 tahun dan tetep harmonis mengungkapkan rahasia keharmonisan keluarganya bahwa kuncinya adalah saling percaya dan saling pengertian serta adanya komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli komunikasi menyatakan bahwa komunikator yang baik adalah orang yang dapat menimbulkan rasa senang bagi orang yang diaajak berkomunikasi. Banyak Pasangan yang baru menikah pada tahun-tahun pertama mengalami apa yang disebut dengan “wedding blues” yaitu stress pasca menikah.Hal tersebut muncul karena biasanya masing-masing pihak kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan pasangan. “ Waktu belum jadi suami, mas Ali orangnya baik, tapi setelah jadi suami wah ternyata orangnya jorok, suka marah, seneng perintah…capek deh” demikian antara lain keluh kesah seorang isteri yang mengalami “ wedding blues”.Bagaimana strategi mengatasi konflik yang muncul dalam keluarga?

Manajemen konflikStrategi dalam mengelola konflik dapat dilakukan melaui beberapa tahap. Lebih baik mencegah dari pada mengalami konflik.

Tahapan managemen Konflik sbb:1. Tahap primer. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap terjadinya konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-suami antara lain:Meningkatkan derajat keharmonisan suami istri sehingga lebih intim

Mengerti terhadap pekerjaan pasangan masing-masing; berusaha membuat suami/istri merasa senang; saling menyatakan perasaan secara terbuka; menghargai pendapat/ide pasangan; menggunakan waktu luang bersama; saling memuaskan dalam kehidupan seksual.

Page 6: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Adanya komunikasi yang efektif dan dapat menjadi pendengar yang baim bagi pasangannya.

Jika ada masalah, komunikasikan dengan pasangan agar tidak berlarut-larut. Menyeimbangkan antara perasaan dan pikiran ( rasio ). Tidak berpokir yang aneh-aneh

kalau sesuatu hal belum terjadi. Hadapi masalah dengan wajar

2.      Tahap sekunder. Tahap ini sudah terjadi konflik dan bagaimana cara mengatasinya:Kompromi, musyawarah untuk mencari jalan keluar terbaik. Metode yang dipergunakan “ Win-win solution”, semua menang, tidak ada yang dikalahkan.

Mencari alternatif pemecahan masalah berdasarkan sumber masalahnya apa. Bila tidak dapat melakukan sendiri bisa mencari bantuan pihak ketiga yang kompeten, konsultasi pada psikolog atau konselor perkawinan.

Memilih cara yang terbaik ( salah satu ) Melaksanakan cara yang sudah dipilih dari kompromi diatas Evaluasi penyeleseaian konflik. Hasilnya bagaimana, lebih harmonis atau tidak

3.      Tahap tersier setelah konflik teratasi

Pasangan berusaha untuk mencegah dampak negatif atau trauma psikologis akibat konflik yang pernah dialami. Berkomunikasi dari hati ke hati, perlunya kesepakatan baru agar tidak terjadi konflik yang sama dimasa yang akan datangSelamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia! [tutup]

KonflikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,

Page 7: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).

9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun

Page 8: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).

10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.

Page 9: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.

2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.

2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di

Page 10: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Teori-teori konflik

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

penyebab konflik

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh

Page 11: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank). Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa). Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara) Konflik antar atau tidak antar agama Konflik antar politik.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling

curiga dll. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Page 12: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

PENDEKATAN TEORI SOSIOLOGI DALAM PRANATA KELUARGA

PENDEKATAN TEORI SOSIOLOGIDALAM PRANATA KELUARGA

Pendahuluan

Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan dasar dari semua lembaga-lembaga sosial

lainnya yang berkembangan dalam masyarakat luas. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga

merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam

kehidupan individu. Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok penting, selain karena para

anggotanya saling mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para

anggotanya.

Pranata keluarga merupakan sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyesuaikan

beberapa tugas penting. Keluarga berperan membina anggota-anggotanya untuk beradaptasi

dengan lingkungan fisik maupun lingkungan budaya di mana ia berada. Bila semua anggota

sudah mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal, maka kehidupan

masyarakat akan tercipta menjadi kehidupan yang tenang, aman dan tenteram.

Intisari pengertian keluarga, yaitu sebagai berikut:

Page 13: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

1. Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak,

2. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah,

perkawinan dan / atau adopsi,

3. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab, dan

4. Fungsi keluarga adalah memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya

agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

Beberapa Pendekatan Teori Sosiologi Dalam Keluarga

1.    Teori Struktural Fungsional. Ritzer (2009: 21) konsep utama dalam teori ini adalah fungsi,

disfungsi, fungsi laten, fungsi manisfest, dan keseimbangan (equilibrium). Menurut teori ini

masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan

menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan mempengaruhi

akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap

struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, jika tidak fungsional

maka struktur tidak akan nada atau akan hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini cenderung

melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan

karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa dapat beroperasi menentang fungsi-

fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa

semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.

Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang anak mendapatkan didikan dan bimbingan.

Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di

dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam

keluarga. Sehingga keluarga yang merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan

multifungsional mempunyai fungsi pengawasan, sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan,

perlindungan, dan rekreasi terhadap anggota-anggotanya.

Sebagaimana para penganut teori struktural fungsional melihat masyarakat dengan

menganalogikan masyarakat ibarat organisme biologis. Makhluk hidup yang bisa sehat atau

sakit. Ia sehat jika bagian-bagian dari dirinya (kelompok/individu fungsional) memiliki

kebersamaan satu sama lain. Jika ada bagiannya yang tidak lagi menyatu secara kolektif, maka

kesehatan dari masyarakat tersebut terancam, atau sakit. Demikian halnya juga dalam keluarga

yang terdiri dari anggota-anggota keluarga yang saling berhubungan satu sama lain dan

fungsional terhadap anggota keluarga lainnya. Bahwa pada umumnya, keluarga terdiri dari ayah,

Page 14: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

ibu dan anak dimana masing-masing anggota keluarga tersebut saling mempengaruhi, saling

membutuhkan, semua mengembangkan hubungan intensif antar anggota keluarga.

Misalnya fungsi ekonomi keluarga, dalam keluarga terdapat pembagian kerja yang

disesuaikan dengan status, peranan, jenis kelamin, dan umur anggota-anggota keluarga. Ayah

sebagai kepala rumah tangga fungsional terhadap istri dan anak-anaknya. Bagi keluarga pada

umumnya ayah mempunyai peranan dan tanggung jawab utama dalam pemenuhan kebutuhan

material para anggota keluarganya, meskipun para anggota keluarga lain (ibu dan anak-anak

sudah dewasa) juga bekerja. Disamping fungsional, Robert K.Merton dalam Ritzer (2009: 22)

juga mengajukan konsep disfungsi dalam struktur sosial atau pranata sosial. Bahwa dalam suatu

pranata sosial selain menimbulkan akibat-akibat yang bersifat positif juga ada akibat-akibat

bersifat negatif. Masih terhubung dengan contoh di atas, bahwa seorang ayah bisa disfungsi

terhadap anggota-anggota keluarga lain (istri dan anak-anaknya). Dimana ayah tidak

menjalankan peranan dan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah utama dalam keluarganya.

Jika hal tersebut terjadi dalam suatu keluarga maka akan mengganggu sistem yang ada dalam

keluarga, membuat fungsi ekonomi keluarga mengalami pergeseran.

2.    Teori Konflik. Tidak dapat dipungkiri dalam suatu lembaga keluarga tidak selamanya akan

berada dalam keadaan yang statis atau dalam kondisi yang seimbang (equilibrium), namun juga

mengalami kegoncangan di dalamnya. Menurut teori konflik masyarakat senantiasa berada

dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-

unsurnya (Ritzer, 2009:26). Pertentangan (konflik) bisa terjadi antara anggota-anggota dalam

keluarga itu sendiri, ataukah antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Menurut teori konflik Dahrendrof mengatakan bahwa konflik menurutnya memimpin ke

arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan yang terlibat melakukan

tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi

secara hebat maka perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu pula kalau konflik itu

disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan efektif (Ritzer, 2009:28).

Para penganut teori konflik mengakui bahwa konflik dapat memberikan sumbangan

terhadap integrasi dan sebaliknya integrasi dapat menimbulkan konflik. Berghe dalam Ritzer

(2009:29) mengemukakan empat fungsi dari konflik sebagai berikut:

a.       Sebagai alat untuk memelihara solidaritas,

b.      Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain,

Page 15: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

c.       Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi. (Protes terhadap perang Vietnam

mendorong pemuda AS untuk aktif berkampanye untuk Mc. Carthy dan Mc. Govern yang anti

perang tersebut),

d.      Fungsi komunikasi. Sebelum konflik kelompok tertentu mungkin tidak mengakui posisi lawan.

Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan

kelompok tahu secara pasti di mana mereka berdiri dan karena itu dapat mengambil keputusan

lebih baik untuk bertindak dengan lebih tepat.

Misalnya dalam sebuah keluarga terjadi konflik atau pertentangan antara anggota keluarga

(kakak dan adiknya), kemudian di luar lingkungan keluarganya mereka memiliki musuh yang

sama. Maka mereka terintegrasi dalam melawan musuhnya tersebut dengan mengabaikan konflik

internal antara mereka. Dalam keluarga yang broken home, di mana sering terjadi percekcokan di

antara orang tua dan saling bermusuhan disertai tindakan-tindakan yang agresif, maka dengan

sendirinya keluarga yang bersangkutan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsi-

fungsi keluarga yang sebenarnya.

3.    Teori Interaksionis Simbolik. Menurut Herbert Blumer (1962) seorang tokoh modern dari Teori

Interaksionisme Simbolik dalam Ritzer (2009:52) mengungkapkan bahwa istilah interaksionisme

simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia

saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Tanggapan seseorang tidak

dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, melainkan didasarkan pada “makna” yang

diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antara individu diantarai oleh penggunaan

simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari

tindakan masing-masing. Jadi dalam interaksionisme simbolik bahwa dalam proses interaksi

individu dimulai dari suatu proses stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan respon

oleh si aktor. Tetapi antara stimulus dan respon atau tanggapan diantarai oleh proses interpretasi.

Proses interpretasi adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki

manusia.

Secara sederhana dapat digambarkan suatu proses interaksi yang terjadi dalam lembaga

keluarga yang dimulai dengan adanya proses stimulus kemudian respon atau tanggapan. Dalam

masyarakat dikenal simbol komunikasi. Ritzer (2009:55) mengemukakan simbol komunikasi

merupakan proses dua arah di mana kedua pihak saling memberikan makna atau arti terhadap

simbol-simbol itu. Dengan mempelajari simbol-simbol tersebut berarti manusia belajar

Page 16: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

melakukan tindakan secara bertahap. Dalam lembaga keluarga juga dikenal simbol komunikasi,

sehingga antara anggota keluarga saling memahami dan mengerti tindakan anggota keluarga

lainnya.

Contoh seorang kakek memerintahkan cucunya untuk mengambilkan obatnya di dalam

kamar kakek. Cucu tersebut mendengarkan perintah kakek dan melaksanakan perintah kakeknya

dengan mengambilkan obat itu. Ini artinya si kakek memberikan stimulus kemudian secara tidak

langsung si cucu menerima stimulus itu dan selanjutnya memberikan tanggapan atau respon atas

stimulus dari si kakek. Contoh lain, ketika seorang kakak memukul adiknya, kemudian sang

adik menangkis pukulan tersebut maka terjadi proses interaksi antara kedua kakak adik tersebut.

Ataukah seorang datang ke rumah kemudian memberikan salam, orang dalam rumah menjawab

salam tersebut dan mempersilahkannya masuk. Ada simbol bahasa yang digunakan yang

menandakan ada orang yang bertamu ke rumah tersebut.

Dari pendekatan ketiga teori sosiologi yang dipaparkan di atas yakni teori struktural

fungsionalis, teori konflik, dan teori interaksionisme simbolik terhadap lembaga keluarga,

masing-masing sangat jelas mendiskripsikan proses sosial yang terjadi dalam keluarga. Bahwa

dalam sebuah keluarga ada fungsi dan disfungsi yang terjadi antara anggota keluarga. Dalam

keluarga pun sering terjadi pertentangan (konflik) internal maupun eksternal anggota keluarga.

Dan sebagai lembaga sosialisasi pertama (lembaga keluarga) dimana di dalamnya terdapat proses

interaksi antara anggota keluarga sehingga ada kesepahaman dan tercipta keharmonisan dalam

keluarga itu.

Menurut saya ketiga pendekatan tersebut masih terdapat dalam lembaga keluarga saat

sekarang. Hal ini terlihat terjelas dalam kehidupan sehari-hari individu sebagai anggota dalam

lembaga keluarga. Meskipun pada dasarnya keluarga yang mempunyai fungsi antara lain:

biologis, afeksi, pendidikan, ekonomi, sosialisasi, keagamaan, dan perlindungan sudah

mengalami perubahan (pergeseran). Berbicara yang mana ketiga pendekatan yang telah disebut

sebelumnya lebih menarik? Penulis menitikberatkan pada pendekatan konflik dalam keluarga,

karena dalam realitas sekarang begitu banyak suami istri yang bercerai akibat terjadinya

perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat.

Proses perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat keluarga, dari

institusi pedesaan yang agraris menuju ke institusi perkotaan yang bernuansa industrialis.

Dengan demikian peranan anggota-anggota keluarga juga mengalami perubahan. Fungsi

Page 17: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

produksi hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi semata-mata. Keluarga di kota tidak lagi

melakukan fungsi produksi langsung.

Fenomena sosial tersebut dapat kita lihat pada masyarakat perkotaan yang memiliki

kesibukan yang cukup padat. Seorang ibu yang memiliki jam kerja yang begitu padat sehingga

tidak sempat untuk mendidik anaknya terpaksa menitipkan anaknya kepada pembantu, pengasuh

anak atau pada lembaga pendidikan non formal. Fenomena tersebut menjelaskan bahwa ada

peralihan fungsi yang di mana keluarga yang menjadi tempat sosialisasi yang utama berpindah

pada lembaga pendidikan non formal atau orang lain yang mempunyai kapabilitas dalam hal

tersebut. Dengan kata lain ibu tersebut meninggalkan fungsi sebagai ibu rumah tangga yakni

pengasuh anak-anaknya.

Fenomena tersebut di atas dapat mengganggu proses pertumbuhan anak terutama dalam hal

sosialisasi. Lembaga keluarga sebagai media sosialisasi pertama anak menjadi tidak berfungsi

atau akan hilang. Selain itu, fenomena ini bisa juga mendatangkan konflik dalam rumah tangga

tersebut. Ketika anak mengalami kegagalan maka orang tua (suami dan istri) akan saling

menuduh. Terjadi pertengkaran antara suami dan sitri. Mungkin juga berakhir pada perceraian

suami dan istri tersebut, karena sudah tidak ada lagi kecocokan antara mereka. Akibatnya anak

mengalami tekanan psikologis (depresi). Anak melakukan pelarian di luar lingkungan keluarga,

yang mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Keluarga tersebut tidaklah lagi berjalan

statis dengan fungsi-fungsi yang ideal, runtuhlah keluarga yang harmonis pada mulanya.

5 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik antara Suami dan Istri

Keluarga yang harmonis merupakan dambaan bagi semua keluarga di dunia. Namun dalam kenyataan yang kita temukan,harapan keharmonis keluarga menjadi sirna karena ternyata tidak semua hal bisa menjadi satu kebersamaan yang baik antara suami dan istri.Konflik antara suami dan istri adalah faktor yang paling sering dianggap sebagai peretak yang membuat sirna harapan mereka untuk mencapai keadaan yang ideal. Sebuah penelitian telah dilakukan berkaitan dengan hubungan keluarga ini. Studi ini melibatkan 241 keluarga dari berbagai latar belakang pendidikan dan ekonomi. Hasil studi menunjukkan bahwa memang konflik antara suami dan istri yang menyebabkan kondisi keluarga mereka menjadi lebih buruk.Selanjutnya studi ini menemukan 5 (lima) faktor penyebab yang paling memungkinkan terjadinya konflik antara suami dan istri. Ke-lima faktor penyebab tersebut adalah: 1.) anak. Anak memang sering menjadi penyebab terjadinya konflik suami dan istri. Sebagian besar

Page 18: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

menilai bahwa tingkah laku dan kenakalan anak memang mendasari setiap kasus perselisihan mereka. 2.) keadaan ekonomi rumah tangga. Keadaan ekonomi rumah tangga dinilai sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara suami istri. Beberapa kasus terjadi justru karena ada perbedaan penghasilan antara suami dan istri,terutama bila penghasilan istri lebih besar dibandingkan penghasilan suaminya. Namun perselisihan lebih sering dipicu oleh kekurangan pendapatan yang mereka peroleh. 3.) pihak keluarga lain. Pihak keluarga lain juga dinilai sebagai pemicu terjadinya konflik antara suami dan istri. Mertua dan anggota keluarga lain sering menjadi penyebab terjadinya perselisihan antara suami dan istri. Kemungkinan yang paling besar bisa terjadi terutama bila mereka hidup dalam satu atap (mertua dan keluiarga utamanya). 4.) perbedaan keyakinan (agama). Perbedaan keyakinan juga terbukti sering menjadi faktor penyebab terjadinya konflik antara suami dan istri. Perbedaan keyakinan antara suami,istri atau anak-anak secara tidak langsung akan menyebabkan perbedaan prinsip dalam kehidupan mereka. Walau ada beberapa kasus rumah tangga yang pluralis menemukan kebahagiaannya sendiri,namun tingkat kesulitan mereka untuk berjuang mempertahankan setiap konflik yang terjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang hidup dalam satu keyakinan yang sama. 5.) perselingkuhan. Perselingkuhan memang sering dianggap sebagai klimaks akibat konflik yang terjadi,namun bagaimanapun juga perselingkuan adalah faktor penyebab terjadinya konflik. Wanita atau pria lain yang masuk dalam ranah keluarga menjadi maslah yang amat sulit bagi keluarga. Sebagian besar keluarga yang menjalankan poligami merasa lebih nyaman daripada mereka saling berselingkuh,dengan kata lain perselingkuhan bahkan juga menjadi faktor penyebab konflik bagi keluarga yang menjalankan poligami.Dengan mengetahui fakto-faktor penyebab konflik diatas sebenarnya dapat dengan mudah melakukan usaha-usaha untuk membantu para keluarga agar mereka mampu menghadapi berbagai faktor yang mungkin saja terjadi pada mereka. Grahita Indonesia baru-baru ini menyelenggarakan program yang disebut ‘parental’. Program ini merupakan program 6 jam pertemuan yang bertujuan mempertemukan pasangan suami istri pada satu keseragaman konsep dalam menghadapi setiap situasi yang mereka hadapi. Secara keseluruhan ‘Parental Program’ sangat membantu para keluarga yang mendambakan kehoamonisan dalam keluarganya. (A01

Konflik Dalam Rumah Tangga & Solusinya

Konflik di dalam rumah tangga muncul akibat berbagai macam masalah yang terjadi diantara suami istri. Masalah-masalah di dalam rumah tangga yang bisa memicu konflik biasanya terjadi akibat adanya ketidakseimbangan di dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang sifatnya urgent. Dan apabila kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi, seringnya penyikapan dari salah satu pasangan akan selalu berujung negatif, sehingga akan menciptakan sebuah konflik di dalam kehidupan rumah tangganya.

Masalah-masalah pemicu konflik itu diantaranya adalah:

1. Masalah Finansial atau Keuangan keluarga

Page 19: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

Menurut saya ini adalah masalah pemicu konflik yang paling besar yang umumnya melanda pada pasangan suami istri dalam kehidupan rumah tangganya. Suami pengangguran atau di PHK, suami memiliki gaji kecil sehingga tidak bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya, memiliki banyak hutang yang sudah lama belum bisa terbayar,  gaji istri lebih besar daripada suami, dan masalah-masalah lainnya yang menyangkut dalam hal keuangan inilah sumber pemicu konflik pertama yang menjadikan ketegangan diantara pasangan suami istri. Pasangan suami istri yang tidak siap dengan kondisi seperti ini biasanya akan selalu bertengkar dan saling menyalahkan, mungkin bisa jadi akan berujung kepada perceraian, atau salah satu dari pasangan kabur dari rumah dan meninggalkan keluarganya begitu saja.

Beberapa solusi dari masalah ini diantaranya adalah:

Hal yang harus diperhatikan para pria sebelum menikah adalah memantapkan kondisi finansial terlebih dulu. Ini bukan berarti kita harus memiliki semuanya, tapi dengan kesiapan kondisi keuangan akan memudahkan kita dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang notabene sangat membutuhkan banyak sekali pengeluaran uang.

Hendaknya anda sudah bekerja atau memiliki penghasilan sendiri sebelum menikah. Hendaknya suami bisa mengantisipasi segala kemungkinan yang ada apabila suatu saat

dirinya di PHK dari pekerjaaanya. Menabung untuk membangun bisnis sendiri adalah solusi pertama yang bisa dicoba. Tidak mungkin kan kita sampai tua bekerja terus menjadi karyawan?

Hendaknya suami terus berusaha walau bagaimanapun hasilnya untuk selalu bekerja dan menghasilkan uang. Ini adalah untuk menutup pintu fitnah dari bahaya laten suami pengangguran alias benalu dalam keluarga.

Peran istri sangat mendukung dalam masalah ini. Apabila mengetahui kondisi suami yang baru saja di PHK atau usaha yang sedang dirintisnya mengalami kebangkrutan, jangan sekali-kali bersikap antipati dan mencibirnya. Berusahalah sabar dan menerima keadaan, teruslah menyemangati suami agar tetap berusaha dan mencari pekerjaan atau menumbuhkan kembali semangat wirausahanya. Biasanya konflik terjadi akibat istri yang terlalu menuntut dan tidak sabar dalam menghadapi kondisi suaminya, mungkin berbeda halnya apabila suami memang cuek dan tidak mau berusaha dengan keras untuk bekerja.

2. Masalah Sex dan Keturunan

Masalah kedua yang bisa menjadi pemicu prahara dalam rumah tangga adalah ketika salah satu pasangan tidak bisa atau kurang dalam memenuhi kebutuhan seksualnya. Jangan pernah menganggap remeh masalah ini. Banyak sekali konflik yang terjadi akibat masalah ini. Suami yang impoten, suami atau istri yang mandul, suami yang terkena ejakulasi dini dan tidak bisa lama dalam memuaskan istrinya, atau sebaliknya istrinya yang hyper sex dan selalu merasa kurang, dan masih banyak masalah sex lainya yang bisa menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga. Efek dari masalah ini adalah terjadinya perselingkuhan, mencari kepuasan dengan “jajan” di luar, pisah ranjang hingga perceraian. Saya rasa masalah ini tidak memandang kaya dan miskin, ketika salah satu pasangan tidak bisa memberikan kepuasan sebagaimana mestinya

Page 20: PENGARUH KONFLIK KELUARGA

maka dipastikan akan terjadi perang dingin dalam rumah tangga. Untuk itulah sekali lagi jangan pernah menganggap remeh masalah ini.

Beberapa solusi dari masalah ini diantara adalah:

Menjalin komunikasi yang baik diantara suami istri. Jangan selalu memendam kekecewaan dalam hati. Kemukakanlah kekurangan anda kepada pasangan anda. Apakah itu suami yang ejakulasi dini, atau istri yang selalu belum mencapai orgasme ketika berhubungan dan yang lainnya. Intinya jangan malu untuk terus terang dengan pasangan anda. Mungkin anda ingin mencoba variasi seks gaya baru, maka utarakanlah hal itu terhadap pasangan anda. Selama itu aman dan dalam konteks yang diperbolehkan kesehatan dan agama, maka silakan untuk mengkondisikannya dengan pasangan anda.

Konsultasikan dengan dokter pribadi anda, khususnya kepada dokter yang menangani masalah kelamin. Mungkin dokter akan memberikan solusi dan obatnya apabila memang itu sebuah penyakit yang disembuhkan. Jangan khawatir, setiap penyakit itu ada obatnya.

Untuk masalah pasangan yang sudah lama belum diberikan keturunan. Saya rasa ini hanya masalah waktu saja. Tidak ada yang menjamin bahwa seseorang tidak akan mempunyai anak. Sebagai muslim tentunya kita percaya bahwa ada Allah yang menentukan segalanya. Jadi saya sarankan untuk selalu berdo’a dan berusaha.