PENGARUH KINERJA PARIWISATA TERHADAP TINGKAT...
Transcript of PENGARUH KINERJA PARIWISATA TERHADAP TINGKAT...
i
PENGARUH KINERJA PARIWISATA TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
TERPILIH TAHUN 2002 - 2017
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Azalia Nada Bayanilah
NIM : 11150840000076
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH KINERJA PARIWISATA TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
TERPILIH TAHUN 2002 – 2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Azalia Nada Bayanilah
NIM. 11150840000076
Di bawah bimbingan :
Pembimbing I
Arisman, M.Si
NIP.197305102014111003
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Azalia Nada Bayanilah
NIM : 11150840000076
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya :
1. Tidak Mengembangkan ide orang lain tanpa mampu
mengembangkan dan mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain tanpa
menyebutkan sumber asli ataupun tanpa izin pemilik karya.
3. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.
4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab
atas karya ini.
Jika kemudian hari ada tuntutan atas karya saya dan melalui pembuktian
yang dipertanggung jawabkan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya
telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan
aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Juni 2019
Azalia Nada Bayanilah
NIM. 11150840000076
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Azalia Nada Bayanilah
Tempat, Tanggal
Lahir : Sukabumi, 06 Januari 1997
Alamat : Jl. Jambu No.82 RT 01 RW 04, Kelurahan Kedaung Kec.Sawangan
Kab. Depok Jawa Barat
Telepon : 085716307630
Email : [email protected]
II. Latar Belakang Keluarga
Ayah : Drs. Yayan Dahlan
Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 2 Maret 1969
Ibu : Dra. Imas Nuraeni
Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 17 Mei 1970
III. Pendidikan
1. SD Negeri Kedaung Tahun 2003-2009
2. SMP Negeri 3 Cibadak Tahun 2009-2012
3. SMA Swasta Daar El- Qolam 2 Tahun 2012-2015
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015-2019
IV. Pengalaman Organisasi
HMJ Ekonomi Pembangunan Priode Tahun 2016 - 2017
vi
ABSTRACT
Tourism is one of the country's revenue sectors that can boost the economy
quickly in several aspects such as; availability of employment, and creating a
multiplier effect on the creative economy industry and poverty reduction in the
tourism area. Tourism in this all-modern world is not just a primary need but
rather a way for modern society to fulfill their needs in providing entertainment
physically and spiritually.
This study aims to determine whether there is an influence of tourism
performance (consumption of tourists, investment, and employment in the tourism
sector) on poverty levels in selected ASEAN countries namely (Indonesia,
Vietnam, Thailand, Malaysia and the Philippines) in the period 2002 - 2017. The
data used is quantitative data with secondary data in the form of numbers. The
method used in this study is the Data Panel method with the FEM model (fixed
effect model) with the E-views 8 program.
The results of the study that simultaneous capital investment in the tourism
sector, tourism sector labor, and tourist consumption in selected ASEAN countries
jointly affected the poverty rate significantly below the 5% level. The partial test
results show that the variable employment absorption in the tourism sector is
negatively and significantly related, where every increase in the variable
employment will reduce the level of poverty. While the investment variable and
tourist consumption has a positive and insignificant relationship. Where any
increase in tourism investment and consumption will increase poverty levels or
not affect poverty levels.
Key words : tourism, investment, consumption, labor, poverty
vii
ABSTRAK
Pariwisata merupakan salah satu sektor pendapatan negara yang mampu
mendongkrak perekonomian dengan cepat dalam beberapa aspek seperti ;
ketersediaan lapangan kerja, dan menciptakan efek pengganda pada industri
ekonomi kreatif dan pengurangan kemiskinan di kawasan pariwisata tersebut.
Pariwisata dalam dunia yang serba moderen ini bukan sekedar kebutuhan primer
saja melainkan menjadi suatu cara masyarakat moderen untuk memenuhi
kebutuhannya dalam memberikan hiburan secara jasmani dan rohani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kinerja
pariwisata ( konsiumsi wisatwan, investasi, dan penyerapan tenaga kerja pada
sektor pariwisata) terhadap tingkat kemiskinan pada Negara ASEAN terpilih yaitu
(Indonesia,Vietnam,Thailand,Malaysia,dan Pilipina) priode 2002 – 2017. Jenis
data yang digunakan adalah data kuantitatif dengan data skunder berbentuk angka.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Data Panel dengan
model FEM (fixed Effect Model) dengan program E-views 8.
Hasil dari penelitian secara simultan investasi modal pada sektor pariwisata,
tenaga kerja sektor pariwisata, dan konsumsi wisatawan di negara ASEAN
terpilih secara bersama- sama mempengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan
di bawah taraf 5%. Hasil uji parsial menunjukan bahwa variabel penyerapan
tenaga kerja pada sektor pariwisata berhubungan negatif dan signifikan, dimana
setiap terjadi kenaikan pada variabel penyerapan tenaga kerja maka akan
mengurangi tingkat kemiskinan. Sedangkan veriabel investasi dan konsumsi
wisatawan memiliki hubugan positif dan tidak signifikan. Dimana setiap kenaikan
pada investasi pariwisata dan konsumsi wisatawan akan meningkatkan tingkat
kemiskinan atau tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Kata kunci : pariwisata, invesatsi, konsumsi, teanaga kerja, kemiskinan
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahhirahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Allhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan kasih sayang-Nya kepada
penulis selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
PENGARUH KINERJA PARIWISATA TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN PADA NEGARA – NEGARA ASEAN TERPILIH TAHUN
2002 – 2017. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan syafa‟atnya kepada
umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat – syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terimakasih ini
penulis tunjukan kepada :
1. Orang tua saya, yang tiada henti – hentinya berdoa, restu serta dukungan
moril maupun materil kepada penulis, sehingga penulis tetap semangat,
terpaacu, dan optimis dalam menyelesaikan skripsi ini. Segala daya dan
usaha yang orang tua penulis berikan untuk mendukung selama ini,
rasanya tidak akan pernah cukup terbalaskan oleh penulis, semoga ayah
dan bunda selalu dalam kasih sayang dan lindungan Allah SWT. Amin.
2. Kedua adik laki – laki penulis, M.Gabriel Bayanilah dan M.Zian Al- Haq
yang telah menjadi penghibur dan penyemangat penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
3. Keluarga besar dari ibu dan ayah saya yang telah memberikan restu,
dukungan, dan doanya selama penulis menjalani kuliah.
ix
4. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak, M.Si., CA, QIA, BKP.,CRMP selaku
dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Arif Fitrijanto, M.Si. dan Bapak Sofyan Rizal, M.Si.selaku ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian perkuliahan ini.
6. Bapak Arisman, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan memberikan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat
selama proses bimbingan berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini.
Semoga bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah
SWT.
7. Seluruh jajaran dosen - dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama perkuliahan serta jajaran
karyawan dan staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pelayanan selama perkuliahan.
8. Teman – teman seperjuangan Minceu Lovers (Diyah Ayu Setyo Nur Zam-
Zami, Diyah Ayu Fatimah, Maria Ulfa, Andini, Rara Min Arsyillah,
Resha Ayu Nuvisa, Kurniasih Anderesta, Khairun Nisa, Sofi Pratiwi,
Oktavira Mareta, Tenty Apriyanti Rukmana, Priska Fatma Anggita).
Trimakasi atas kebersamaannya selama ini, dunia perkuliahan tidak akan
seseru ini tanpa kalian.
9. Teman – teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2015.
10. Teman – teman KKN Desa Pasir kelompok 25 trimakasi atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama dalam masa program KKN, tempat KKN
merupakan tempat belajar dalam dunia masyarakat yang sangat kompleks
dan menyenangkan.
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan segala bentuk dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Juni 2019
Azalia Nada Bayanilah
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .......................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Batasan Maslah ............................................................................................ 8
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................................... 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................................... 15
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 38
C. Hipotesis ..................................................................................................... 39
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 40
B. Sumber Data ............................................................................................... 40
C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 41
D. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 49
B. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 60
B. Saran ........................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 63
LAMPIRAN ............................................................................................................. 66
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 4. 1 Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 49
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kurva Fungsi Konsumsi Keynes ...................................................... 30
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 38
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Kedatangan Wisatawan Internasional ASEAN Tahun 2013 - 2017 ....................... 3
Tabel 1. 2 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap GDP, Investasi, Dan Penyerapan Tenaga
Kerja Pada Negara - Negara ASEAN Tahun 2013 – 2017.......................................................4
Tabel 1.3 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Total GDP Pada Negara - Negara ASEAN
Terpilih Tahun 2015 – 2017.....................................................................................................5
Tabel 3. 1 Variabel, Simbol, Ukuran, Dan Sumber Data.......................................................41
Tabel 4. 1 Hasil Uji Multikolinearitas....................................................................................50
Tabel 4. 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................................. ...51
Tabel 4. 3 Hasil Uji Chow Dan Uji Hausman ....................................................................... 52
Tabel 4. 4 Hasil Estimasi Model............................................................................................ 53
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Normalitas ................................................................................... 66
Lampiran 2 Uji Multikolinearitas.......................................................................... 66
Lampiran 3 Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji White ........................................ 66
Lampiran 4 Uji Chow............................................................................................ 67
Lampiran 5 Uji Hausman ...................................................................................... 68
Lampiran 6 Hasil Estimasi Data Panel Dengan FEM ........................................... 68
Lampiran 7 Data Penelitian ................................................................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Salah Wahab yang di kutip oleh (Pleanggra 2012), pariwisata
merupakan salah satu sektor pendapatan negara yang mempu mendongkrak
perekonomian dengan cepat dalam beberapa aspek seperti ; ketersediaan lapangan
kerja, dan menciptakan efek pengganda pada industri ekonomi kreatif dan
pengurangan kemiskinan di kawasan pariwisata tersebut. Pariwisata dalam dunia
yang serba moderen ini bukan sekedar kebutuhan primer saja melainkan menjadi
suatu cara masyarakat moderen untuk memenuhi kebutuhannya dalam
memberikan hiburan secara jasmani dan rohani. Semakin meningkatnya taraf serta
gaya hidup masyarakat di era globalisasi ini, konsumen membutuhkan produk
dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan mereka akan hiburan dan kesenangan.
Peningkatan kebutuhan konsumen dalam melakukan konsumsi terhadap jasa
wisata berakibat pada semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dunia.
Pendapat ini sama dengan yang dikemukakan oleh (Sunarti 2017), Seiring dengan
berkembangnya zaman, padatnya aktivitas, dan tingginya tuntutan hidup,
menciptakan tingkat stress yang cukup tinggi pada masyarakat modern sehingga
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan konsumsi jasa wisata. Perubahan
prilaku dan cara pandang masyarakat yang mulai berkembang dengan menjadikan
pariwisata sebagai kebutuhan hidupnya.
Perubanhan gaya hidup dan prilaku masyarakat yang berubah diakibatkan
oleh adanya globalisasi.(Giddens 2003) berpendapat bahwa globalisasi bukan
hanya fenomena ekonomi, melainkan mengenai transformasi ruang dan waktu,
Giddens menggambarkan globalisasi sebagai action at distance, dimana
globalisasi sangat erat kaitan dan intensitasnya seiring dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Lebih lanjut, Giddens menjelaskan bahwa globalisasi tidak
hanya berkaitan dengan transformasi media komunikasi saja, tetapi juga
transformasi dalam konteks pengalaman sosial baik berdimensi lokal maupun
2
personal. Dari Giddens kita dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan pada sektor
pariwisata merupakan salah satu pengaruh dari liberalisasi perdagangan jasa yang
tidak lain sebagai bagian dari globalisasi. Menurut Nirwandar yang dikutip oleh
(Nurjaya 2014) pemberlakuan liberalisasi perdagangan barang dan jasa bertujuan
untuk menghilangkan hambatan dalam aktifitas perdagangan, yang meliputi:
transaksi perdagangan barang dan jasa, sumber daya modal (investasi), dan
pergerakan manusia. Kemudahan dan kebebasan ini yang menjadi pendorong
masyarakat modern untuk melakukan konsumi jasa dalam bentuk aktifitas
perjalanan wisata. Globalisasi ekonomi telah memperluas jangkauan kegiatan
ekonomi khususnya pada sektor pariwisata dunia dengan berkurangnya batas-
batas antar negara menjadikan banyak turis dengan mudah pergi berlibur maupun
mengunjungi negara-negara lainnya. Oleh karena itu, sektor pariwisata berpeluang
besar untuk menjaga atau bahkan ikut aktif berperan dalam pertumbuhan
perekonomian negara yang bersangkutan. Berkembangnya sektor pariwisata yang
diakibatkan oleh globalisasi juga dapat berimplikasi pada pengurangan jumlah
kemiskinan di negara – negara ASEAN. Hal ini juga telah di sampaikan dalam
agenda SDGs 2015 bahwa sektor pariwisata memiliki potensi untuk berkontribusi,
secara langsung atau tidak langsung ke semua tujuan, dimana tujuan SDGs untuk
mengakhiri kemiskinan ekstrim dan ketidaksetaraan di tahun 2030 mendatang.
Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kedatangan wisatawan internasional ke
wilayah ASEAN menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun selama lima tahun
terakhir (WTTC, 2018).
Tabel 1.1 Kedatangan Wisatawan Internasional Pada Wilayah ASEAN
Tahun 2013 -2017
No Negara Kedatangan Wisatawan Asing (dalam ribu „000)
Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
1 Thailand 15.936 24.810 29.923 32.588 35.381
2 Indonesia 7.003 9.435 9.963 11.072 12.948
3 Malaysia 24.557 27.437 25.721 26.757 25.948
3
4 Filipina 3.520 4.833 5.361 5.967 6.621
5 Vietnam 5.050 7.960 7.944 10,013 12,922
ASEAN 102,199 105,084 108,904 110,830 120,362
1. 1 Sumber : World Tourism Organization (UNWTO) Tabel 1. 1 Kedatangan Wisatawan Internasional Pada Wilayah ASEAN Tahun 2013 - 2017
Pada tahun 2013 hingga tahun 2017 kedatangan wisatawan asing terus
bertambah dari 102,199 ribu wisatawan hingga 120,362 ribu wisatawan pada
tahun 2017. Negara – negara ASEAN terpilih yang menempati posisi pertama
sebagai negara dengan kedatangan wisatawan asing tertinggi adalah negara
Thailand dengan jumlah kedatangan 35.381 ribu orang pada tahun 2017,
sedangkan yang terendah negara Filipina dengan kedatangan wisatawan asing
sebesar 6.621 ribu pada tahun 2017(UNWTO 2018). Kedatangan wisatawan asing
dapat meningkatkan pendapatan devisa dari ekspor pariwisata yang terjadi akibat
konsumsi yang dilakukan oleh wisatawan asing di negara – negara tujuan wisata.
Asia Tenggara merupakan wilayah yang strategis untuk mengembangkan
sektor pariwisata, selain karena biaya akomodasi yang murah, keindahan alam dan
iklim tropis serta keberagaman budaya yang khas menjadikannya menarik bagi
wisatawan dunia hal ini dapat dilihat pada investasi modal di sektor pariwisata
ASEAN mencapai USD $48.8 milyar menempatkan ASEAN berada pada posisi
ke -4 dengan nilai investasi terbanyak . Namun di sisi lain Asia tenggara juga
menjadi salah satu pengekspor wisatawan terbanyak ke-4 dunia dengan nilai
ekspor sebesar USD$ 135.6 milyar pada tahun 2017 di susul oleh wilayah
Amerika Utara, Asia Timur, dan Uni Eropa pada posisi pertama. WTTC (World
Tourism Travel Council), memperkirakan industri pariwisata Asia Tenggara akan
mencapai kontribusi 13,0% dari total GDP Asia Tenggara pada tahun 2028
mendatang. Pada tahun 2017 sektor pariwisata ASEAN berhasil menyerap pekerja
sebanyak 14,456.9 ribu pekerja dan Capital investment USD$48,8 milyar atau
tumbuh sebanyak 4.5% dari tahun 2016. WTTC juga memprediksi sektor
investasi modal pada tahun 2028 akan mencapai USD$86.8 milyar.
4
Tabel 1.2 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap GDP,Investasi , Dan Penyerapan
Tenaga Kerja Pada Negara – Negara ASEAN Tahun 2013 – 2017
Tahun Kontribusi
Langsung Terhadap
GDP
(milyar USD)
Total Kontribusi
Terhadap GDP
(milyar USD)
Investasi
(milyar USD)
Penyerapan Tenaga
Kerja
(dalam ribu „000)
2013 111.2 268.3 44.9 12,254.0
2014 114.4 277.7 45.6 12,571.6
2015 116.9 285.4 45.0 13,418.0
2016 124.8 305.2 45.7 13,982.1
2017 135.8 329.5 48.8 14,456.9 Sumber : World Travel & Tourism Council (WTTC) 1Tabel 1. 2 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap GDP, Investasi, Dan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Negara - Negara ASEANTahun 2013 - 2017
Pada tabel 1.2 memperlihatkan kontribusi sektor pariwista terhadap kinerja
perekonomian di Asia Tenggra. Pada tahun 2013 sampai 2017 kontribusi
langsung sektor pariwisata terhadap GDP secara terus meningkat dari USD$111.2
milyar pada tahun 2013 menjadi US$135.8 milyar pada tahun 2017. Untuk
kontribusi pariwisata terhadap total GDP juga meningkat dari US$268.3 milyar
pada tahun 2013 menjadi US$329.5 milyar pada tahun 2017 ,diperkirakan pada
tahun 2028 total kontribusi sektor pariwisata akan meningkat sebanyak 5.5%
menjadi US$598.3 milyar (13.0% dari GDP). Pariwisata menjadi sektor yang
dapat meningkatkan produktivitas barang dan jasa di kawasan ASEAN. Hal
tersebut di karenakan industri pendukung pariwisata seperti hotel, restoran,dan
transportasi juga turut berkembang seiring dengan banyaknya volume kedatangan
wisatawan ke ASEAN. Investasi menjadi menarik tidak hanya bagi pihak swasta
namun juga pemerintah ikut ambil bagian dalam penanaman modal pada sektor
pariwisata tersebut, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perekonomian
sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di negara – negara
berkembang.
Selain berkontribusi terhadap pendapatan nasional, sektor pariwisata juga
berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor pariwisata merupakan sebuah
sektor yang didukung oleh berbagai usaha terutama usaha yang menghasilkan
produk jasa, transportasi, penginapan, makanan,dan lain sebagainya yang pada
akhirnya peningkatan produksi secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja sehingga jumlah dari angkatan kerja yang mengaggur
akan berkurang. Keberadaan pengagguran pada suatu negara berpengaruh pada
5
tidak maksimalnya produktivitas bahkan dapat mengganggu kestabilan politik (I
Made Putra 2015). Sedangkan pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan
dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk mereka yang berada
dalam keadaan yang miskin (Fields 2007). Industri – industri yang bergerak di
sektor pariwisata pada umumnya merupakan industri yang memerlukan banyak
tenaga kerja, seperti industri akomodasi, restoran, hiburan, dan industri cendara
mata, meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada industri – industri tersebut
akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke
negara tersebut. Sektor pariwisata diestimasikan akan menjadi salah satu kegiatan
ekonomi yang penting pada abad ke- 21 ini (Sunarti 2017).
Tabel 1.3 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Total GDP Pada Negara –
Negara ASEAN Terpilih 2015 - 2017
No Negara Total GDP (milyar
USD $)
Growth (%)
2015 2016 2017 2015 2016 2017
1 Indonesia 53,7322 55,3584 58,8822 5,2 3,0 6.4
2 Malaysia 38,0777 40,6962 41,8676 -0,664 6,9 2.9
3 Filipina 53,385 61,1676 66,3209 24,3 14,6 8.4
4 Thailand 82,7743 89,6332 95,0045 15,9 8,3 6.0
5 Vietnam 17,904 19,0468 20,6056 7,7 6,4 8.2 Sumber : World Travel & Tourism Council (WTTC) Tabel 1. 3 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Total GDP Pada Negara - Negara ASEAN Terpilih Tahun 2015 - 2017
Kontribusi sektor pariwisata terhadap GDP (gross domestic product) di
negara – negara ASEAN dalam tiga tahun terakhir menunjukan peningkatan
secara terus menerus sejak tahun 2015. Kontribusi total pariwisata terhadap GDP
di negara – negara ASEAN pada tahun 2017 cukup tinggi terutama pada negara
Thailand berkontribusi sebesar US $95.0 milyar atau 21.2% dari total GDP
sebesar US $455,7 milyar di susul oleh negara Filipina yang menyumbang sekitar
US $66.3 milyar atau, 21.1% dari total GDP yang sebesar US $313,19 milyar.
Sedangkan, Indonesia berkontribusi sebesar US $58.9 milyar atau, 5.8% dari total
GDP sebesar US $1 triliun dan negara Malaysia yang berhasil menyumbang US
$41.9 milyar atau 13.4% dari total GDP yaitu sebesar US $317,3 milyar.
Sedangkan kontribusi GDP sektor pariwisata selanjutnya yaitu negara Vietnam
6
sebesar US $20,6056 juta dengan kontribusi sebesar 8.2% dari total GDP yaitu
sebesar US $223,8 milyar (WTTC Report,2018).
Maraknya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ASEAN pada sektor
pariwisata terdapat suatu permasalahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan
pembangunan negara yaitu adalah kemiskinan. Salah satu usaha untuk
mengurangi tingkat kemiskinan adalah dengan melakukan pembangunan yang
berpihak pada masyarakat miskin (pro poor development) dalam beberapa tahun
ini telah menjadi perhatian penting dalam agenda pembangunan global. Pro poor
tourism merupakan metode dengan strategi yang berfokus untuk meningkatkan
kegiatan pariwisata sehingga mampu memberikan keuntungan ekonomis bagi
orang miskin (Harrison 2008). Orientasi pembangunan pariwisata yang
mendorong usaha – usaha pengurangan kemiskinan dituangkan dalam konsep
“pro poor tourism development”, konsep ini dipandang akan sangat efektif untuk
membantu dalam uasaha pengurangan kemiskinan hal ini dikarenakan pariwisata
yang memiliki keterkaitan lintas sektor dan lintas usaha (I Made Putra 2015). Hal
ini dapat di buktikan dengan berkembangnya pariwisata akan menggerakan
uasaha – usaha terkait di dalamnya sehingga akan menciptakan multiplier effect,
hal ini dapat dilihat dari tabel 1.3 dimana kontribusi sektor pariwisata terhadap
total GDP di negara – negara ASEAN selama tiga tahun terakhir terus mengalami
peningkatan, seperti yang kita ketahui sektor pariwisata terbentang hingga ke
wilayah- wilayah terpencil pada suatu negara yang dimana ¾ (tiag per empat)
dari orang yang tergolong sangat miskin berada di daerah terpencil. Di sisi lain
sektor pariwisata merupakan sektor yang membutuhkan banyak tenaga kerja, hal
ini juga telah di jelaskan pada tabel 1.2 dimana penyerapan tenaga kerja pada
sektor pariwisata di ASEAN terus mengalami peningkatan selama lima tahun
terakhir sejak tahun 2013.
Pariwisata akan berkontribusi maksimal pada perekonomian negara, bila
dikembangkan secara berencana dan terpadu, peranan sektor pariwisata akan lebih
tinggi kontribusinya di bandingkan dengan sektor migas (minyak bumi dan gas
alam) serta industri lainnya. Dengan begitu sektor pariwisata akan berfungsi
sebagai penggerak kinerja perekonomian, sehingga diharapkan dapat mengurangi
7
tingkat kemiskinan di negara – negara berkembang, seperti yang dikatakan dalam
SDGs 2015 “ sektor pariwisata secara langsung maupun tidak langsung memiliki
potensi untuk berkontribusi terhadap penguragan kemiskinan”(ASEAN
Secertariat 2016).
Melihat fenomena yang terjadi mengenai kinerja sektor pariwisata bagi
kemiskian di negara – negara ASEAN, menjadikan para pemangku kebijakan
terkait terus berupaya membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
mengembangkan sektor pariwisata.Kehadiran pemerintah dalam pengembangan
pariwisata melalui regulasi penanaman modal akan meningkatkan investasi pada
sektor pariwisata dan memberikan manfaat pada masyarakat melalui kegiatan
ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat(I Made Putra 2015).
Potensi yang besar pada sektor pariwisata telah lama menjadi perhatian
ASEAN, sehingga pada tahun 1981 diadakanlah ASEAN Tourism Forum (ATF)
sebagai forum yang mendiskusikan pengembangan pariwisata di negara- negara
ASEAN. Pada tahun 2002 terjadilah kesepakan yaitu ASEAN Tourism Agreement
(ATA) dengan tujuan meningkatkan industri pariwisata dengan investasi dan
promosi demi meningkatkan pertumbuhan sosial dan ekonomi dikawasan
ASEAN. Keunggulan – keunggulan yang saling mendukung di seluruh kawasan
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pembangunan
pariwisata ASEAN sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, dan
kesejahteraan negara – negara anggota ASEAN.
Namun sayangnya dalam penerapan kebijakan yang dibuat pemerintah
disetiap negara berbeda – beda. Tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali
kebijakan yang dibuat pemerintah di beberapa negara berjalan tidak efektif yang
disebabkan oleh kurangnya pemahaman peranannya sendiri dalam merencanakan
dan mengimplementasikan program pengembangan industri sektor pariwisata
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, dan kesejahteraan. Maka dari itu
berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis akan
melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH KINERJA PARIWISATA
TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
TAHUN 2002 – 2017 “.
8
B. Batasan Maslah
Pada penelitian ini, penulis akan memberi batasan permasalahan yakni
menganai :
1. Variabel investasi moadal pada sektor pariwisata, penyerapan tenaga
kerja pada sektor pariwisata, dan jumlah konsumsi domestik
wisatawan merupakan variabel bebas (X). Ketiga hal tersebut
merupakan variabel yang mempengaruhi variabel tingkat kemiskinan,
sebagai variabel terkait (Y).
2. Penelitian ini hanya meneliti wilayah negara – negara ASEAN terpilih
khususnya Indonesia pada priode 2002– 2017.
3. Penelitian ini hanya mengkaji mengenai bagaimana hubungan,
investasi, dan penyerapan tenaga kerja, pada sektor pariwisata dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahan yang akan di kaji dan di bahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pengaruh tingkat kinerja pariwisata terhadap tingkat
kemiskinan pada lima negara di ASEAN priode tahun 2002 – 2017 ?
2. Bagaimana pengaruh tingkat investasi modal pada sektor pariwisata
terhadap tingkat kemiskinan pada lima negara di ASEAN priode tahun
2002 – 2017 ?
3. Bagaimana pengaruh tingkat tenaga kerja pada sektor pariwisata terhadap
tingkat kemiskinan pada lima negara di ASEAN priode tahun 2002 –
2017?
4. Bagaimanakah pengaruh tingkat konsumsi wisatawan terhadap tingkat
kemiskinan pada lima negara di ASEAN priode tahun 2002 – 2017 ?
9
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan diatas, berikut tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :
a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kinerja pariwisata terhadap tingkat
kemiskinan di lima negara ASEAN priode tahun 2002 – 2017.
b. Untuk mengetahui pengaruh tingkat investasi modal pada sektor
pariwisata terhadap tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN priode
tahun 2002 – 2017.
c. Untuk mengetahui pengaruh tingkat tenaga kerja pada sektor pariwisata
terhadap tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN priode tahun 2002 –
2017.
d. Untuk mengetahui pengaruh tingkat konsumsi wisatawan terhadap
tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN priode tahun 2002 – 2017.
b. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang diuraikan diatas, adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai pengaruh pariwisata terhadap
tingkat kemiskinan di ASEAN.
2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan dan wawasan serta informasi tentang pariwisata di
wilayah ASEAN serta pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan
selain itu hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
penelitian berikutnya.
3. Bagi pelaku industri pariwisata, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di negara –
negara ASEAN.
10
4. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam
merumuskan kebijakan atau program pada sektor pariwisata guna
meningkatkan kinerja perekonomian dan pengurangan tingkat
kemiskinan di negara – negara ASEAN.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan oleh Dody Harris Darmawan dan Adi Yunanto pada
tahun 2016, dengan judul, “Peluang Pariwisata Dalam Menurunkan Kemiskinan
Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh sektor pariwisata dan pendapatan perkapita terhadap
penurunan kemiskinan pada 30 provinsi di Indonesia pada tahun 2004 – 2012.
Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan data skunder
menggunakan model estimasi Fixed Effect Model (FEM). Hasil dari penelitian ini
menunjukan sektor pariwisata dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan
terhadap penurunan kemiskinan dimana setiap kenaikan 1% kontribusi pada
sektor pariwisata dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap
penuruanan kemiskinan sebesar 0.005%. (Darmawan and Yunanto 2017)
Penelitian ini dilakukan oleh Syed Ali Raza & Nida Shah pada tahun 2017,
dengan judul “ Tourism Growth and Income Inequality: Does Kuznets Curve
Hypothesis Exist In Top Tourist Arrival Countries”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan dan pengaruh kedatangan wisatawan dengan tingkat
ketimpangan pada 43 negara tujuan pariwisata. Penelitian ini menggunakan
analisis kuantitativ dengan data skunder dari tahun1995 – 2015. Dengan
menggunakan data panel dan hipotesis kurva Kuznets. Hasil yang didapatkan
adalah, peningkatan 1% dalam pendapatan pariwisata dan keterbukaan
perdagangan meningkatkan ketimpangan pendapatan masing-masing sebesar
0,450% dan 0,070%. Sedangkan peningkatan 1% PDB per kapita dan FDI dapat
menurunkan ketimpangan pendapatan masing-masing sebesar 0,306% dan
0,168%. Selanjutnya, semua variabel secara signifikan mempengaruhi
ketimpangan pendapatan kecuali untuk investasi keterbukaan perdagangan yang
memiliki efek tidak signifikan. Pada ke- 43 negara, hubungan positif dan
signifikan antara pariwisata dan ketimpangan pendapatan.
11
Penelitian ini dilakukan oleh I Made Patera, dan I Wayan Suardana pada
tahun 2015, dengan judul “Model Hubungan Pariwisata Kinerja Perekonomian
Dan Kemiskinan Di Kabupaten Badung, Bali”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perkembangan pariwisata dan kinerja perekonomian
terhadap kemiskinan di kabupaten Badung Selatan. Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data skunder tahun 2000 sampai
2013 dan pendekatan kualitatif dengan data primer melalui wawancara dan
diskusi kelompok. Analisis yang dipakai menggunakan patrial least square
(PLS). Hasil dari penelitian ini menunjukan nilai koefsien jalur pengaruh
perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan menunjukkan bahwa
perkembangan pariwisata memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap
kemiskinan, sedangakan nilai koefisien jalur kinerja perekonomian menunjukkan
bahwa variabel perkembangan pariwisata berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja perekonomian. Artinya bahwa semakin baik perkembangan pariwisata
maka kinerja perekonomian juga akan meningkat.
Penelitian ini dilakukan oleh Hanitra Rakotondramaro, dan Louisa
Andriamsy pada tahun 2016, dengan judul “Multivariate Granger Causality
Among Tourism, Poverty And Growth in Madagascar “. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dampak dari pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan tingkat kemiskinan di Madagaskar selama priode 1988 –2013.
Dalam penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan menggunakan data
skunder. Analisis yang digunakan adalah degan model granger causality berbasis
ECM (error-correction mechanism) dengan program SPSS. Hasil dari penelitian
ini menunjukan Pengembangan pariwisata memiliki hubungan positif signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan signifikasi sebesar 5% ,tetapi hubungan
pertumbuhan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif
namun tidak signifikan dengan variabel kemiskinan di Madagaskar.
Penelitian ini dilakukan oleh Pudin Sepudin tahun 2016, dengan judul
“Analisis Peran Pro- Poor Tourism Dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Masayarakat Miskin Di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran pro- poor tourism dapat
12
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Desa Pariwisata
Pesanggarahan. Pada penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif
deskriptif dengan menggunakan data sampeling jenuh dengan membagikan
kuesioner ke pada masyarakat miskin setempat, dan observasi secara langsung
terhadap 122 kepala keluarga (KK) yang masuk kedalam kriteria miskin. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa peranan pro-poor tourism terhadap kemiskinan
di wilayah terkait jika dilihat dari 122 KK hanya 32 KK yang memiliki hunian
tetap dan 27,78% atau 5 KK pasca desa dijadikan kawasan wisata masih
menganggur. Adapun pendapatan masyarakat yang berada diantara Rp. 200.000
per bulan pada saat sebelum menjadi desa wisata mencapai 79 KK atau 65% dari
total semua KK yang tergolong miskin, namun setelah dijadikan desa wisata
terjadi penurunan sebesar 43,4% menjadi 45 KK. Hal ini menjadi pertanda baik
bagi perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
Penelitian ini dilakukan oleh Renuka Mahadevana and Sandy Suardib pada
tahun 2017. dengan judul “Panel Evidence On The Impact Of Tourism Growth
On Poverty, Poverty Gap And Income Inequality”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pertumbuhan pariwisata terhadap kemiskinana, dan
ketimpangan pendapatan, pada 13 negara pariwisata pada periode 1995 – 2012.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan data skunder. Data
pada penelitian ini diolah menggunakan metode Menggunakan metode Vector
Autoregression panel. Hasilnya pertumbuhan pariwisata dapat mengurangi jumlah
penduduk miskin namun tidak mengurangi jumlah ketimpangan dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Penelitian ini dilakukan oleh Carmen María Llorca-Rodríguez, Rosa María
García-Fernández, dan Amalia Cristina Casas-Jurado pada tahun 2018, dengan
judul “Domestic Versus Inbound Tourism In Poverty Reduction: Evidence From
Panel Data”. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas dari
kedatangan wisatwan domestik dan luar negri (inbound) dalam pengentasan
kemiskinan absolut pada 60 negara untuk periode 1995 - 2014. Menggunakan data
kuantitatif, pada penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Hasil dari
penelitian ini adalah wisatawan domestik dan asing (inbound) memiliki efek yang
13
signifikan dalam mengurangi kemiskinan di dua garis absolut internasional yaitu,
$ 3,10 dan $ 1,90 per hari. Pengaruh yang jauh lebih tinggi dalam mengurangi
kemiskinan absolut adalah wisatwan domestik daripada untuk wisatawan asing.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan pada skrpsi ini, maka
penulis membagi dalam beberapa bab dan sistematika sebagai berikut.
BAB I, PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang, Batasan
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Tinjauan Kajian Terdahulu dan Sistematika Penulisan.
BAB II, TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas tentang teori-teori terkait dengan
Pariwisata yaitu Investasi, Tenaga Kerja, Konsumsi dan
Kemiskinan. Selain itu akan membahas tentang Kerangka
Pemikiran dan Hipotesis.
BAB III, METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan beberapa poin yang berkaitan dengan
metedeologi penelitian yang dipakai dalam penulisan ini, antara
lain:
A. Ruang Lingkup Penelitian
B. Sumber Data
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Teknik Pengolahan Data
BAB IV, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan beberapa point yaitu:
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
14
BAB V, SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan berupa
jawaban-jawaban dari permasalahan penelitian yang
dikemukakansebelumnya. Bab ini juga berisi saran-saran yang
sifatnya membangun sebagai solusi dari permasalahan yang
dikemukakan.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pariwisata
a. Definisi Pariwisata
World Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk tinggal diluar tempat tinggalnya
sendiri untuk sementara waktu, tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk
tujuan wisata atau tujuan lainnya yang tidak bertujuan untuk mendapatkan
pekerjaan atau gaji ditempat yang dikunjungi. Menurut (Mujaidi, A., & Warman
2014) pengertian pariwisata adalah kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Pariwisata terbangun dari hubungan antara wisatawan dengan perusahaan
yang menyediakan layanan wisata, di dukung oleh pemerintah dan badan usaha
yang bergerak dibidang pariwisata untuk menyiapkan sarana yang di butuhkan
oleh wisatawan (Theobald 2005). Menurut (Jamieson,2004) dan (Reisinger,2009),
pariwisata merupakan keseluruhan kegiatan yang dimana melibatkan pemerintah,
perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dan masyarakat dengan tujuan
untuk menyediakan dan mengatur kebutuhan wisatawan seperti menyiapkan
penginapan, kegiatan perjalanan pelayanan barang dan jasa yang menjadi
kebutuhan wisatawan.
Menurut Yoeti (2008), bahwa pengertian pariwisata adalah, berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang di
sediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Dari
banyaknya paparan di atas dapat di simpulkan bahwa pariwisata adalah kegiatan
individu atau kelompok yang melakukan perjalanan dengan berbagai macam
16
tujuan yang tidak ada kaitannya dengan mendapatkan perkerjaan atau
penghasilan, di mana dalam pariwisata tersebut terjadi hubungan dan sinergi
antara pemerintah, usahawan, masyarakat setempat dengan wisatawan terkait.
b. Pengertian Wisatawan
Kata wisatawan (tourist) merujuk kepada orang. Secara umum wisatawan
menjadi bagian dari traveller atau visitor. Untuk dapat disebut sebagai wisatawan,
seseorang haruslah seorang traveller atau seorang visitor. Seorang pengunjung
atau visitor adalah seorang orang yang melakukan perjalanan atau traveller, tetapi
tidak semua traveller adalah tourist (Sunarti, 2017). Dengan kata lain traveller
memiliki konsep yang lebih luas yang dapat mengacu kepada orang yang
mempunyai beragam peran dalam masyarakat yang menjadikan kegiatan wisata
sebagi layaknya kegiatan rutin di tempat kerja, sekolah, dan sebagainya atau
dapat dikatakan sebagai aktivitas sehari hari.
Wisatawan menurut The International Union Of Office Travel Organization
(IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO) adalah Seseorang yang
melakukan perjalanan ke negara lain selain selain negaranya di luar tempat
kediamannya dengan tujuan utama kunjungan selain alasan untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan upah.
WTO juga menambahkan wisatawan atau visitor adalah pengunjung
sementara yang tinggal disuatu negara atau tempat yang mereka kunjungi tanpa
menginap di dalamnya, penumpang atau wisatawan kapal pesiar. Dapat
disimpulkan bahwa, wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata
dimana wisata sendiri diartikan sebagai seorang atau kelompok yang
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan dan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
c. Industri Pariwisata
(Muljadi 2012) memaparkan bahwa Industri pariwisata merupkan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan pendukung lainnya antara lain meliputi fasilitas atau
sarana penunjang yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara langsung.
17
Dengan adanya penyedia jasa sebagai sarana penunjang akan lebih membantu
wisatawan dalam memperlancar perjalanannya. Jenis dari perusahaan pendukung
tersebut antara lain : toko suvenir, jaringan telfon dan internet, bank, tempat
penukaran uang, tempat pelayanan kesehatan, tempat pelayanan keamanan, dan
perusahaan – perusahaan jasa lain yang sekiranya di butuhkan oleh wisatawan
(Mujaidi & Warman, 2014).
d. Ciri – ciri industri pariwisata
1) Industri Jasa atau Service Industry
Pariwisata di sebut juga sebagai industri jasa. Hal ini dikarenakan
perusahaan atau industri yang membentuknya merupakan perusahaan
jasa yang secara bersama- sama menghasilkan produk barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama berwisata di daerah tujuan
wisata. Dalam ilmu ekonomi cara berproduksi dimana masing – masing
produk saling melengkapi produk lainnya dalam memberikan kepuasan
terhadap konsumen di sebut sebgai garis produksi. Adapun faktor –
faktor produksinya adalah: Kekayaan alam, Modal, Teanag kerja, dan
Keterampilan.
2) Padat Karya atau Labor Intensive
Labor intensive pada pariwiwsata adalah menunjukan bahwa
pariwisata merupakan salah satu industri yang dapat menyerap banyak
tenaga kerja.
3) Padat Modal atau Capital Intesive
Industri pariwisata di sebut juga sebagai capital intensive
dikarenakan dalam pembangunannya industri pariwisata membutuhkan
modal yang besar, namun disisi lain pengembalian modalnya
membutuhkan waktu yang relatif lama.
18
4) Peka atau Sensitive
Industri pariwisata sangat peka terhadap keamanan dan kenyamanan,
karena wisatawan itu merupakan orang – orang yang berpergian untuk
mendapatkan ketenagan dan kesenangan. Maka dari itu keamanan dan
kenyamanan daerah tujuan wisata harus pandai menjaga keamanan dan
keteangan agar jumlah wisatwan tidak menurun.
5) Musiman atau Seasonal
Industri pariwisata sangat dipengaruhi oleh musim. Misalnya saja
ketika tiba liburan musim panas atau libur panjang lainnya maka akan
terjadi peak season atau kapasitas yang di tawarkan habis, namun ketika
masa liburan usai akan terjadi idle dimana kamar hotel banyak yang
kosong ,restoran dan taman bermain sepi pengunjung.
6) Industri Yang Cepat Menghasilkan atau Quick Yielding
Industry
Industri pariwisata disebut juga industri yang cepat menghasilkan,
hal ini dikarenakan dengan mengembangkan industri pariwisata akan
dapat meningkatkan devisa lebih cepat daripada melakukan ekspor. Hal
ini dikarenakan devisa dapat langsung diperoleh pada saat wisatwan
menginjakan kakinya di negara yang dikunjungi karena wisatawan
tersebut harus memenuhi kebutuhan berwisatanya dengan valuta asing
yang sebelumnya telah di tukarkan ke dalam mata uang negara tujuan
wisata terkait, fenomena ini juga yang biasa disebut sebagai ekspor tidak
terlihat atau invisible export (Yoeti 2008).
e. Jenis – Jenis Usaha Pariwisata Pada Industri Pariwisata
Menurut Mujaidi (2014) menjelaskan mengenai industri pariwisata yang
terdiri dari jenis – jenis usaha pariwisata sebagai berikut :
19
1) Usaha daya tarik wisata, adalah usaha yang kegiatannya mengelola
daya tarik alam, daya tarik budaya, dan daya tarik buatan/ bina
manusia.
2) Usaha kawasan pariwisata, adalah usaha yang kegiatannya
membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata.
3) Usaha jasa transportasi wisata, adalah usaha khusus yang menyediakan
angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan
transportasi reguler atau umum.
4) Usaha jasa perjalanan wisata, adalah usaha biro perjalanan wisata dan
agen perjalanan wisata. Yang termasuk kedalam usaha ini adalah agen
perjalanan wisata termasuk perjalanan ibadah meliputi usaha jasa
pemesanan sarana seperi pemesanan tiket dan akomodasi serta
pengurusan dokumen.
5) Usaha jasa makanan dan minuman, adalah usaha jasa penyediaan
makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa
boga dan bar atau kedai minuman.
6) Usaha penyedia akomodasi, adalah usaha yang menyediakan
pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan
pariwisata lainnya. Usaha ini dapat berupa hotel, vila, pondok wisata,
bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang
digunakan untuk tujuan pariwisata.
7) Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, adalah usaha
yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena
permainan, karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan, dan rekreasi
lainnya yang bertujuan untuk pariwisata.
8) Usaha penyelenggara pertemuan, perjalanan intensif, konfrensi, dan
pameran, dalah usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemua
sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan
mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta
menyelenggarakan pameran dalam rangkaian menyebarluaskan
20
informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasiona,
regional, dan internasional.
9) Usaha jasa informasi pariwisata, adalah yang menyediakan data,
berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai
kepariwisataan yang disebarkan dalambentuk bahan cetak atau
elektronik.
10) Usaha jasa konsultan pariwisata, usaha yang menyediakan sarana dan
rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelola usaha,
penelitian, dan usaha pemasaran di bidang pariwisata.
11) Usaha jasa pramuwisata, adalah usaha yang menyediakan atau
mengkoordinasi tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan
wisatwan atau kebutuhan biro perjalanan wisata.
12) Usaha wisata tirta, adalah usaha yang yang menyediakan wisata dan
olahlaraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
lainnya yang dikelola secara komersial di wilayah perairan seperti laut,
pantai, sungai, danau, dan waduk (Mujaidi & Warman, 2014).
2. Investasi
a. Definisi Investasi
Investasi dalam dalam teori ekonomi didefinisikan sebagai pengeluaran
pemerintah untuk membeli barang – barang modal dan peralatan – peralatan
produksi dengan tujuan untuk menggati dan terutama menambah barang – barang
modal yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa yang
akan datang.
Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa – masa yang akan datang (Sadono, 2013). Pengertian
investasi secara luas dalam perhitungan pendapatan nasional investasi meliputi :
(1) seluruh nilai pembelian para pengusaha atas barang – barang dan modal dalam
pemmbelanjaan untuk mendirikan industri – industri; (2) pengeluaran masyarakat
21
untuk mendirikan rumah tempat tingga; (3) pertumbuhan dalam nilai stok barang
perusahaan berupa behan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang
jadi (Sadono, 2013). Sedangkan menurut Samuelson (2004), investasi meliputi
penambahan stok modal atau barang disuatu negara, seperti bagunan, peralatan
produksi, dan barang – barang invesntaris dalam jangka waktu kurang lebih satu
tahun atau dengan kata lain investasi merupakan bentuk mengorbankan konsumsi
untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Investasi merupakan salah satu komponen dalam GDP (Gross Domestic
Product). Hal ini dikarenakan pengeluaran investasi lebih tidak satabil jika
dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat
menyebabkan resesi. Selain itu investasi sangat merupakan salah satu variabel
penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan produktivitas tenaga kerja
dalam suatu perekonomian. Pertumbuhan sangat bergantung pada tenaga kerja
dan jumlah stok perkapita (E. Case, Karl & C.Fair 2007). Berdasarkan pengertian
– pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan
pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk barang modal, bangunan, peralatan
modal, dan barang – barang inventaris yang dapat meningkatkan kemampuan
dalam produksi barang tau jasa sehingga dapat mempengaruhi produktivitas
tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara.
b. Teori Investasi (Teori Neo Klasik)
Dalam teori ini tabungan merupakan sumber utama investasi. Investasi
merupakan salah satu penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Makin cepat perkembangan investasi dari pada laju pertumbuhan
penduduk maka, semakin cepat pula perkembangan volume stok kapital rata – rata
per tenaga kerja. Semakin tinggi rasio kapital per tenaga kerja maka akan semakin
tinggi kapasitas prroduksi per tenaga kerjanya. Salah satu tokoh teori neo klasik,
Sollow dan Swan menggambarkan bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi
modal, kemajuan teknologi, dan output saling berhubungan dalam mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi(E. Case, Karl & C.Fair 2007).
22
c. Jenis – Jenis Investasi
Berdasarkan jenisnya investasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (1) pertama,
investasi yang dilakukan oleh pemerintah, dimana investasi ini dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Umumnya investasi yang dilakukan
oleh pemerintah tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; (2) kedua,
adalah investasi yang dilakukan oleh sektor swasta, merupakan investasi yang
dilakukan oleh sektor perusahaan swasta domestik atau biasa di sebut penanam
modal dalam negri (PMDN) dan investasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan
asing swasta di sebut penanaman modal asing (PMA). Investasi yag dilakukan
oleh pihak swasta bertujuan untuk mencari keuntungan dan memperoleh
pendapatan. Dapat di asumsikan jika pendapatan seseorang bertambah maka,
konsumsi orang tersebut juga akan bertambah dan berdampak pada peningkatan
permintaan terhadap permintaan barang (demand). Invesatasi ada dikarenakan
oleh bertambahnya permintaan yang sebenarnya terletak pada penambahan
pendapatan investasi, ini disebut juga dengan induced invesment. Dana investasi
menurut asalnya terdiri dari dua macam, yaitu : (1) penanaman modal asing, jenis
infestasi yang sumber modalnya berasal dari luar negri, (2) PMDN (penanaman
modal dalam negri) ialah jenis investasi yang sumber modalnya berasal dari
dalam negri. Penanaman modal asing adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan jumlah modal dalam pembangunan ekonomi yang bersumber dari
luar negri. PMA sendiri terdiri dari :
1. Investasi protofolio (protofolio investment), yakni investasi yang
melibatkan aset – aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang
didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan –
kegiatan investasi protofolio atau finansial ini biasanya berlangsung
melaui lembaga – lembaga keuangan seperti bank, perusahaa dan
investasi, yayasan pensiun dan sebagainya.
2. Investasi asing langsung (foreign direct invesment), merupakan PMA yang
meliputi investasi ke dalam aset – aset secara nyata berupa pembangunan
pabrik – pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian
tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Investasi asing secara
23
langsung dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal dalam
pembangunan ekonomi. Pada negara – negara berkembang seperti negara -
negara di ASEAN khususnya Indonesia, modal asaing sangat diperlukan
untuk memenuhi kekurangan modal dalam negri.
Peneneman modal dalam negri (PMDN) adalah bentuk dari upaya
pemerintah untuk menambah modal dalam melakukan pembagunan memalui
investor domestik. Modal dari dalam negri tersebut bisa di dapatkan melalui
sektor swasta maupun pemerintah.
Penggolongan investasi berdasarkan pembentukan modal terdiri dari 2 (dua)
jenis investasi yaitu : (1) investasi bruto, adalah investasi yang dilakukan oleh
pemerintah yang belum dikurangi depresiasi. Kedua (2) Investasi netto, adalah
investasi bruto dikurangi depresiasi (perkiraan sejauh mana barang modal telah
digunakan dalam priode yang bersangkutan).
Investasi adalah pengeluaran yang di lakukan oleh pelaku ekonomi untuk
pemebelian atau penambahan barang modal. Barang modal sendiri adalah barang
yang harus melalui proses produksi lebih lanjut untuk menjadi barang jadi. Jenis
investasi menurut sektornya dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu : (1) Investasi
Sektor Rill, dimana investasi pada sektor rill adalah investasi terhadap barang –
barang yang tahan lama (barang – barang modal) ; (2) Investasi Sektor finansial,
merupakan investasi terhadap surat – surat berharga yang di perjual belikan di
pasar modal seperti : saham, obligasi dan lain – lain.
Investasi jika dilihat dari timbulnya : yang pertama (1) investasi otonomi,
berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional ; yang
kedua (2) investasi terpengaruh (induced invesment) atau dimana investasi timbul
karena dipengaruhi oleh pendapatan nasional.
24
3. Penyerapan Tenaga Kerja
a. Devinisi Tenaga kerja
Sember daya manusia (SDM) mengandung dua pengertian. Pengertian
pertama mengandung arti usaha kerja atau jasa yang dapat di berikan dalam
proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan kualitas usaha yang di
berikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa
atau usaha kerja tersebut. Kedua SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja
untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Atau dengan kata lain mampu
melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan
tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kemampuan bekerja secara fisik, dapat di ukur dengan usia. Dengan kata lain,
orang yang masuk ke dalam usia kerja di anggap mempu bekerja, yang biasa kita
sebut sebagai tenaga kerja atau man power. Dari pemeparan tersebut dapat di
simpulkan secara singkat bahwa tenaga kerja merupakan penduduk yang masuk
dalam usia tenaga kerja work-ing population (Hasyim 2016).
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah
dan mengurus rumah tangga (Hasyim 2016). Tenaga kerja atau man power terdiri
dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force
adalah bagian dari tenaga kerja yang ingin dan benar – benar menghasilkan
barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan
yang menganggur dan menciptakan pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja
terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga,
dan golongan lain – lain atau penerima pendapatan. Ketiga adalah golongan
kelompok bukan angkatan kerja yang sewaktu – waktu dapat menawarkan jasanya
untuk bekerja atau biasa di sebut dengan tenaga kerja potensial (Hasyim 2016).
penawaran tenaga kerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang
menawarkan jasanya untuk proses produksi. Di antara mereka terdapat golongan
yang sudah bekerja , mereka di namakan golongan yang bekerja atau employed
persons. Sebagain golongan yang lain merupakan golongan yang siap bekerja dan
25
sedang mencari pekerjaan, mereka, di sebut sebagai pengangguran atau pencari
kerja. Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan kerja atau labor
force (Hasyim 2016).
b. Angkatan Kerja
Sebelumnya telah di paparkan mengenai angkatan kerja, yaitu adalah
penduduk yang berumur 15 tahun keatas yang mampu terlibat dalam proses
produksi. Yang termasuk ke dalam golongan bekerja yaitu mereka yang sudah
aktif dalam kegiatannya menghasilkan barang atau jasa, atau orang – orang yang
selama seminggu melakukan pekerjaan atau bekerja dengan maksud memperoleh
penghasilan selama paling tidak 1 (satu) jam dalam seminggu tanpa terputus.
Sedangkan pencari kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak
bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan (Hasyim 2016) .
Golongan yang di maksud bukan angkatan kerja adalah kelompok penduduk
selama seminggu mempunyai kegiatan seperti bersekolah, mengurus rumah
tangga tanpa mendapat upah, dan penerima pendapatan yang tidak melakukan
kegiatan namun memperoleh penghasilan seperti pensiunan,bunga simpanan dan
lain – lain. Terakhir adalah mereka yang sudah tidak dapat melakukan kegiatan
seperti yang termasuk dalam kategori sebelumnya misalnya, karena orang tersebut
telah lanjut usia (lansia), memiliki keterbatasan (difabel) dan hal – hal lainnya
yang menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja secara produktif (Sukirno
2013).
c. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat ditampung untuk
bekerja pada suatu perusahaan. Kesempatan kerja ini akan menampung semua
tenaga kerja pada suatu perusahaan. Kesempatan kerja menampung semua tenaga
kerja apabila lapangan kerja yang tersedia sebanding dengan jumlah tenaga kerja
yang ada. Lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha, instansi, di mana
seseorang bekerja atau pernah bekerja (BPS, 2017). Menurut (Sukirno 2013),
kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh suatu perekonomian tergantung pada
26
pertumbuhan dan daya serap masing – masing sektor. Berikut merupakan faktor –
faktor yang mempengaruhi daya serap tenaga kerja yaitu :
1) Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain.
2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.
3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.
4) Elastisitas persediaan faktor produksi perlengkapan lainnya.
d. Permintaan Tenaga Kerja
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa
banyak suatu perusahaan akan memperkerjakan tenaga kerja dengan berbagai
tingkat upah pada suatu priode tertentu. Permintaan tenaga kerja berlainan dengan
permintaan konsumen terhadap barang dan jasa (Hasyim 2016). Orang akan
membeli barang atau jasa karena barang tersebut memberikan kegunaan pada
pembeli. Namun bagi pengusaha, memperkerjakan seseorang bertujuan untuk
membantu produksi barang ataupun jasa untuk di jual kembali kepada konsumen.
Oleh karena itu, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja
tergantung dari pertumbuhan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa
yang diproduksi. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja
didasarkan pada :
1) Tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diproduksi
pengusaha dengan menambah seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut
dinamakan tambahan marjinal atau marjinal physical produk ( ) dari
tenaga kerja.
2) Permintaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan di peroleh pengusaha
dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan
penerimaan marjinal atau merjinal revenue (MR). Permintaan marjinal
merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per
unit, sehingga dapat di tunjukan dengan persamaan berikut,
. P.
3) Biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang di keluarkan pengusaha dengan
memperkerjakan tambahan seorang karyawan berupa upah. Apabila
27
tambahan marjinal lebih tinggi dari biaya marjinal, maka pengusaha akan
mendapatkan keuntungan sehingga pengusaha akan terus menambah
jumlah karyawan selama asumsi MR > tingkat upah (w) (Hasyim 2016).
e. Pasar Tenaga Kerja
Merupakan seluruh aktivitas dari pelaku – pelaku yang mempertemukan
pencarian kerja dan lowongan kerja. Pelaku - pelaku ini terdiri dari pengusaha
yang membeutuhkan tenaga kerja, pencari kerja, dan perantara atau pihak ketiga
yang meberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling
berhubungan (Hasyim 2016).
f. Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja adalah sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap
pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja ini merupakan
turunan dari fungsi produksi dari suatu aktivitas perekonomian. Produksi
merupakan perubahan dari imput menjadi output. Diasumsikan bahwa suatu
proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja
(L) dan modal (K), berikut fungsi produksinya :
.....................................................................................................................(1.1)
Sedangkan persamaan keuntungan yang di peroleh suatu perusahaan menurut
model ekonomi neoklasik adalah sebagai berikut :
.....................................................................................................................(1.2)
Dimana :
.....................................................................................................................(1.3)
Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja ,diasumsikan bahwa ada
dua input yang digunakan, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L) di ukur dengan
28
tingkat upah yang deberikan ke pada pekerja (w). Sedangkan untuk kapital (K) di
ukur dengan tingkat suku bunga (r).
.............................................................................................................(1.4)
Dengan mensutitusikan persamaan (1.1), (1.3), (1.4) ke dalam persamaan maka
dapat diperoleh :
.............................................................................................(1.5)
Untuk mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi di atas
harus sama dengan nol ( , sehingga didapatkan :
.............................................................................................(1.6)
..........................................................................................(1.7)
Dimana :
Berdasarkan hasil persamaan di atas, maka dapat diketahui bahwa permintaan
tenaga kerja ( merupkan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan),
tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w) (Hasyim 2016).
29
4. Konsumsi
a. Penegertian Konsumsi
Menurut Mankiw (2006) konsumsi merupakan pembelanjaan barang dan
jasa oleh rumah tangga. Barang meliputi pembelanjaan rumah tangga pada barang
yang tahan lama seperti kendaraan,alat rumah tangga, dan barang tidak tahan lama
seperti makanan, pakaian, dan jasa meliputi barang yang tidak berwujud seperti
layanan kesehatan, berwisata, dan memotong rambut. Sedangkan (Hasyim 2016)
mengatakan konsumsi merupakan penggunaan barang – barang dan jasa – jasa
yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Konsumsi atau lebit
tepatnya penegluaran konsumsi pribadi adalah pengeluaran oleh rumah tangga
atas barang – barang akhir dan jasa. Dari pengertian yang telah dipaparkan
sebelumnya dapat didimpulkan bahwa konsumsi merupakan pengeluaran yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku ekonomi untuk memperoleh barang
dan jasa pada priode tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Teori Konsumsi
1) Jhon Marynard Keynes Dan Funsi Konsumsi
Keynes pada tahun 1936 telah membuat teori umum mengenai konsumsi
dengan membuat fungsi konsumsi sebagai pusat dari teori fluktuasi ekonominya.
Teori ini menunjukan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan
tingkat pendapatan. Terdapat tiga asumsinpenting yang digunakan Keynes dalam
teori fungsi konsumsinya.
Asumsi pertama, keynes berasumsi bahwa kecenderungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume) dimana, jumlah barang dan jasa yang
dikonsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.
Asumsi kedua menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang
disebut kecenderungan mengkonsumsi rata- rata (average prospensity to
consume), turun ketika pendapatan naik. Keynes berasumsi bahwa orang yang
memiliki pendapatan tinggi akan menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari
pendapatan mereka dari pada orang – orang dengan pendapatan rendah.
30
Asumsi ketiga, pendapatan merupakan determinant konsumsi yang penting
sedangakan tingkat bunga tidak. Keynes mengatakan bahwa pengaruh tingkat
suku bunga terhadap konsumsi hanyalah sebatas teori, berdasarkan ketiga asumsi
Keynes maka untuk selanjutnya fungsi konsumsinya dinyatakan dalam persamaan
berikut :
C =
Dimana C adalah konsumsi, dan Y adalah pendapatan disposibel, adalah
konstanta, dan t adalah kecenderungan marjinal dalam mengkonsumsi,
selanjutnya fungsi konsumsi ini ditunjukan dalam Gambar 1.1 dimana
menunjukan perpotongan pada garis vertikal dan C merupakan kemiringan
(Mankiw 2006).
Gambar 2.1 Kurva Fungsi Konsumsi Keynes
Sumber : Mankiw 2006 Gambar 2. 1 Kurva Fungsi Konsumsi Keynes
Fungsi konsumsi ini menunjukan tiga asumsi yang dinyatakan oleh Keynes.
Fungsi konsumsi ini memenuhi asumsi pertama dimana kecenderungan konsumsi
marginal C adalah antara nol dan satu, sehingga pendapatan yang lebih tinggi
menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi dan juga tabungan yang lebih tinggi
31
sehingga memenuhi asumsi Keynes yang kedua, karena kecenderungan rata – rata
APC adalah :
AC =
Ketika Y mengalami peningkatan,
turun, dan begitu pula kecenderungan
mengkonsumsi rata – rata yaitu
akan turun. Akhirnya, fungsi konsumsi ini
memenuhi alasan ketiga Keynes karena tingkat tabungan tidak timasukan dalam
persamaan tersebut sebagai determinan konsumsi (Mankiw 2006).
5. Kemiskinan
a. Devinisi akemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidak mampuan secara ekonomi untuk
memenuhi standar hidup rata – rata masyarakat di suatu negara. Kondisi tersebut
ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan
yang rendah berdampak dengan berkurangnya kemampuan untuk memenuhi
standar hidup rata – rata seperi standar kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya
(Rofiq,2014).
Chambers (2000) yang dikutip oleh (Rofiq,2014) menerangkan bahwa
kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep atau integration concept yang memiliki
lima dimensi, yaitu :
1) Kemiskinan (proper), permasalahan kemiskinan seperti halnya pada
pandangan semula adalah kondisi ketidakmampuan seseorang dalam
mencukupi kebutuhan pokoknya, pandangan ini tidak berlaku hanya pada
kelompok yang tidak memiliki pendapatan melainkan pada golongan yang
memiliki pendapatan juga.
2) Ketidakberdayaan (powerless), pada umumnya rendahnya kemampuan
pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial dari seseorang atau
32
kelompok orang dalam memperoleh keadilan atau persamaan hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak.
3) Kerentanan dalam menghadapi situasi darurat (State of emergency),
seseorang atau kelompok yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan
dalam menghadapi situasi yang tidak terduga di mana situasi ini
membutuhkan pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya pada saat
terkena bencana alam atau kondisi kesehatan yang memerlukan biaya
pengobatan yang relatif mahal.
4) Ketergantungan (dependency), kemiskinan akan menyebabkan seseorang
atau kelompok tidak memiliki kemampuan untuk menciptakansolusi atau
penyelesaian masalahnya sendiri terutama yang berkaitan dengan
penciptaan pendapatan baru.
5) Keterasingan (isolation), dimensi keterasingan yang di maksud oleh
Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang menjadi
miskin. Pada umumnya, masyarakat yang dikatakan miskin ini berada jauh
dari daerah pusat – pusat pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang tingga
di daerah terpenci relatif memiliki taraf hidup yang rendah dikarenakan
sebagian besar fasilitas kesejahteraan terutama di negara berkembang
terkonsentrasi di pusat – pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah
perkotaan.
b. Bentuk Dan Jenis Kemiskinan
Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 (empat) bentuk. Adapun
keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Rofiq,2014) :
1) Kemiskinan absolut, adalah suatu kondisi dimana pendapatan seseorang
atau sekelompok orang yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam mengkonsumsi pangan, sandang,
dan papan yang di perlukan dalam meningkatkan kualitas hidup. Garis
kemiskinan sendiri adalah rata – rata pengeluaran atau konsumsi untuk
kebutuhan pokok yang berkaitan dengan standar kesejahteraan seseorang.
33
Bentuk dari kemiskinan absolut sering dipakai sebagai konsep dalam
mendefinisikan seseorang atau kelompok yang disebut miskin.
2) Kemiskinan relatif, diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi
karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau
keseluruh lapisan masyarakat, atau bisa dikatakan distribusi pedapatan
yang tidak merata, sehingga terjadilah ketimpangan dalam standar
kesejahteraan.
3) Kemiskinan kultural, adalah bentuk kemiskinan yang terjadi akibat
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya
berasal dari budaya ataua adat istiadat yang relatif tidak mau untuk
memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan ini seperti
bersikap malas, pemboros, kurang kreatif, dan relatif memiliki sifat yang
bergantung pada pihak lain.
4) Kemiskinan struktural, adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi pada suatu
tatanan sosial budaya atau politik yang kurang mendukung adanya
pembebasan kemiskinan, biasanya bentuk dari kemiskinan ini memiliki
unsur diskriminatif.
Setelah membahasan bentuk – bentuk dari kemiskina, kini akan di bahas jenis –
jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya yaitu sebagai berikut :
1) Kemiskinan alamiah, adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai akibat
dari adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya prasarana umum
(jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur.
2) Kemiskinan buatan, adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem
moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkanmasyarakat tidak
memiliki banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana, dan
fasilitas ekonomi secara merata. Konsep kemiskinan ini merupakan
34
dampak negatif dari pembangunan yang umumnya di jalankan oleh negara
– negara berkembang. Sasaran untuk mengejar target pertumbuhan
perekonomian yang tinggi mengakibatkan tidak meratanya hasil – hasil
pembangunan.di mana biasanya sektor industri lebih menikmati hasil dari
keuntungan pembangunan daripada sektor pertanian (Rofiq,2014).
Pada umumnya untuk mengindentifikasi kemiskinan biasanya hanya
dilakukan pengukuran – pengukuran pada indikator yang relatif dapat diukur
seperti pendapatan GDP atau pengeluaran konsumsi. Ciri- ciri kemiskinan yang
hingga saat ini masih dipakai untuk menentukan kondisi kemiskinan adalah
sebagai berikut :
1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti modal, tanah,
keterampilan, tenaga kerja dan teknologi.
2) Tingkat pendidikan yang rendah.
3) Bekerja dalam lingkup yang kecil dengan modal yang kecil pula atau bisa
dikatan bekerja pada sektor informal atau terkadang dapat disebut juga
setengah menganggur.
4) Tinggal dikawasan pedesaan dan kawasan yang jauh dari pusat – pusat
pertumbuhan atau bisa juga bertempat tinggal di kawasal slum area
perkotaan.
5) Memiliki kesempatan yang rendah dalam memperoleh bahan kebutuhan
pokokyang mencukupi termasuk dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
dan pendidikan.
Ciri – ciri kemiskinan yang disebutkan di atas tidak memiliki sifat mutlak
untuk dijadikan kebenaran secara universal terutama dalam menerangkan faktor –
faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan atau bentuk kemiskinan. Sifat –
sifat kemiskinan di atas hanya merupakan temuan lapangan yang paling umum
dan banyak diidentifikasi atau diukur sebelumnya.
c. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi
Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk ketidak
mampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Menurut Rofiq
35
(2014), kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat
digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkantaraf kesejahteraan seseorang
baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari pengertian kemiskinan yang telah
dipaparkan tersebut, pada dimensi ekonomi kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu
aspek pendapatan yang dijadikan sebagai indikator kemiskinan adalah pendapatan
per kapita, sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai
indikator kemiskinan adalah garis kemiskinan.berikut indikator kemiskinan yaitu:
2) Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita menyatakan besarnya rata – rata pendapatan
masyarakat disuatu negara selama kurun waktu satu tahun. Besarnya pendapatan
per kapita dihitung dari besarnya output dibagi dengan jumlah penduduk di suatu
negara dalam priode 1 (satu) tahun (E. Case, Karl & C.Fair 2007). Indikator
pendapatn per kapita menerangkan terbetuknya pemerataan pendapatan yang
merupakan salah satu indikasi terbetuknya kondisi yang disebut miskin.
Pendapatan perkapita dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Variabel pendapatan dapat dinyatakan sebagai gross domestic product
(GDP), sedangkan jumlah penduduk menyatakan banyaknya penduduk pada
priode t di suatu negara yang di ukur pendapatan perkapitanya.
36
3) Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan yang
menyatakan rata – rata pengeluaran makanan dan non – makanan per kapita pada
kelompok referensi reference population yang telah ditetapkan (BPS, 2017).
Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu
mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis kemiskinan.
Berdasarkan pengertian dari BPS, garis kemiskinan dapat dikatan sebagai batas
konsumsi minimum dari kelompok masyarakat marjinal yang dimana pada
referensi pendapatannya sedikit lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada
dasarnya, indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan dalam
memenuhi kebutuhan dasar atau mengukur daya beli minimum masyarakat di
suatu wilayah atau negara. Konsumsi yang dimaksudkan disini yaitu meliputi
konsumsi untuk sandang , pangan, perumahan, kesehatan dan juga pendidikan
(Rofiq 2014).
6. Hubungan Kinerja Pariwisata,Terhadap Tingkat Kemiskinan
Banyak sektor ekonomi yang secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan sektor pariwisata. Industri pariwisata mempunyai dampak efek
pengganda atau multiplier effect terhadap perekonomiaan dan kemiskianan. Selain
itu pariwisata juga memberikan keuntungan ke pada kalangan masyarakat
menegah ke bawah di sekitar wilayah pariwisata terkait. Pada keadaan yang ideal,
pariwisata dapat menghidupkan pasar lokal, dan mengurangi ketergantungan
terhadap impor. Efek pengganda ini juga akan berpengaruh terhadap semakin
membaiknya kualitas pelayanan lokal melalui investasi dan belanja dalam negri
(Fields ,2007).
(Bryden 1973), yang dikutip oleh (Sunarti 2017) menyatakan bahwa
pembangunan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan
mutualisme untuk mengentaskan kemisknan. Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh (Ashley 2001), yang menyatakan bahwa pariwisata merupakan
saranan yang efektif untuk menurunkan kemiskinan. Pro Poor Tourism (PPT)
atau industri pariwista yang berpihak pada rakyat miskin berpengaruh signifikan
37
terhadap terbukanya lapangan kerja baru, terjadinya peningkatan pendapatan,
kesejahteraan masyarakat, pertumbunya pelaku kegiatan ekonomi mikro, dan
berkurangnya jumlah penduduk miskin.
Dari pemaparan diatas dapat dikatan bahwa, pariwisata merupakan salah
satu sektor yang kegiatannya memiliki keterkaitan lintas sektor dan lintas skala
usaha. Berkembangnya kegiatan sektor pariwisata akan menggerakan berlapis –
lapis mata rantai usaha terkait sehingga akan menciptakan multiplier effect
terhadap pelaku usaha sekitar tempat wisata yang pada umumnya berupa usaha –
usaha skala kecil dan menengah maupun usaha – usaha sektor pertanian dimana,
masyarakat tempat pariwisata akan diuntungkan dengan banyanknya permintaan
akan tenaga kerja karena industri pariwisata merupakan industri yang
membutuhkan banyak tenaga kerja. Nizar, (2015) mengatakan hubungan kinerja
pariwisata dan kemiskinan dapat ditunjukan dengan dua Keterkaitan kinerja
pariwisata terhadap kesejahteraan sebagai berikut:
Pertama, pariwisata memiliki dampak langsung terhadap perekonomian,
antara lain terhadap penciptaan lapangan kerja, retribusi pendapatan, dan
penguatan neraca pembayaran. Konsumsi wisatawan mancanegara sebagai bentuk
alternatif dari ekspor dengan berkontribusi berupa penerimaan devisa. Penerimaan
devisa dari sektor pariwisata disa digunakan untuk mengimpor barang – barang
modal dan menghasilkan barang – barang dan jasa, yang pada gilirannya
menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Terciptanya lapangan kerja dan retribusi
pendapatan berimplikasi pada pengurangan kemiskinan masyarakat sekitar tempat
wisata. Kedua, efek stimulasi atau induced affects terhadap pasar produk tertentu,
sektor pemerintah, pajak dan juga efek imitasi atau imitation effect terhadap
komunitas masyarakat. Salah satu komunitas lokal yang diharapkan dari
pariwisata adalah kontribusinya yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat dan peningkatan lapangan kerja baru di sekitar tempat wisata
diharapkan dapat memperbaiki perekonomian dan mengurangi tingkat
pengangguran.
38
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dan landasan teori
yang menjelaskan pengaruh kinerja pariwisata (investasi, penyerapan tenaga kerja
pada sektor pariwisata,dan konsumsi wisatawan) terhadap kemiskinan di negar –
negara ASEAN pada priode 2002 sampai 2017, maka disusunlah kerangka
berfikir penelitian kedalam gambar berikut.
Kerangka Pemikiran
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran
39
Keterangan : = variabel yang tidak masuk ke dalam penelitian
= variable yang masuk ke dalam penelitian
Variabel bebas (X) terdiri dari investasi modal sektor pariwisata (X1),
penyerapan tenaga kerja (X2), dan konsumsi wisatawan (X3), sedangkan untuk
variabel terkait (Y) adalah tingkat kemiskinan pada lima negara ASEAN.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H1 : Investasi modal pada sektor pariwisata berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN pada priode 2002 – 2017.
H2 : Konsumsi wisatawan domestik dan mancanegara berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN pada priode
2002 – 2017.
H3 : Penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN pada priode
2002 – 2017.
H4 : Ivestasi modal, penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata, dan
konsumsi wisatawan berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemiskinan di
lima negara ASEAN pada priode 2002 – 2017.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh kinerja pariwisata yaitu :
investasi, penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata dan konsumsi
wisatawan terhadap tingkat kemiskinan di negara – negara ASEAN terpilih
selama priode 2002 sampai dengan tahun 2017. Penelitian ini bersifat kuantitatif,
dengan data skunder dimana terdapat satu variabel dependen dan tiga variabel
independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tingkat kemiskinan di lima negara ASEAN, sedangkan variabel independennya
adalah investasi, penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata dan konsumsi
wisatawan domestik dan mancanegara. Semua data yang dikumpulkan dalam
penelitian adalah data cross section dan time series. Negara – negara ASEAN
terpilih pada penelitian ini adalah : Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan
Pilipina sebagai data cross section. Sedangkan yang meliputi data time series
adalah data tahun 2002 sampain dengan tahun 2017. Selanjutnya, penelitian ini
menggunakan metode data panel statis untuk melihat pengaruh kinerja pariwisata
terhadap tingkat kemiskinan. Data tersebut dihitung dan diolah menggunakan
program E-views 8.
B. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data skunder yang diperoleh dari beberapa
lembaga, melalui proses observasi terhadap laporan dan hasil publikasi dari
institusi terkait. Berikut uraian dari data skunder tersebut.
Tabel 3.1 Variabel, Simbol, Ukuran, Dan Sumber Data Penelitian
No Variabel Simbol Ukuran Sumber Data
1 Pertumbuhan Investasi
Modal Sektor Pariwisata
IS Persen (%) World Travel and
Tourism Council
(WTTC)
41
2 Penyarapan Tenaga
Kerja Sektor Pariwisata
TKS Persen (%) World Travel and
Tourism Council
(WTTC)
3 Konsumsi Wisatawan CS Persen (%) World Travel and
Tourism Council
(WTTC)
4 Jumlah Penduduk
Miskin
YPOOR Persen (%) ASEAN Development
Bank, ASEAN
Statistical Year Book,
dan ASEAN
Secertariat 3. 1 Variabel, Simbol, Ukuran, Dan Sumber Data
C. Teknik Pengumpulan Data
Data skunder adalah data yaang digunakan dalam penelitian ini dalam
bentuk time series dan cross section. Data tersebut didapat dari beberapa sumber
seperti ASEAN Development Bank (ADB), ASEAN Statistical Year Book,
ASEAN Secertariat dan World Travel and Tourism Council (WTTC) dan sumber
– sumber terkait lainnya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini dalah
sebagai berikut :
1) Observasi terhadap hasil laporan dan hasil publikasi
Merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari
hasil laporan maupun hasil dari publikasi dari instansi – instansi atau lembaga
yang terkait dengan variabel penelitian ini.
2) Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan membuat
catatan yang bersumber pada bahan – bahan pustaka yang mendukung dan
memiliki kaitan dengan pengaruh kinerja pariwisata terhadap kemiskinan di
ASEAN beserta variabel – variabel terkait di dalamnya. Selanjutnya dengan cara
mempelajari dan memahami sistematis yang berhubungan dengan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini.
42
D. Teknik Pengolahan Data
1. Metode Analisis Data Panel
Model data panel adalah suatu model analisis yang menggabungkan data
time series dan cross section sehingga jumlah dari observasi yang diamati menjadi
lebih besar (Firdaus 2012). Model data panel juga dapat meningkatkan derajat
kebebasan (degree of freedom) yang artinya meningkatkan efisiensi. Terdapat
beberapa keunggulan dari metode ini yaitu :
1) Metode data panel dapat mengontrol keberadaan unobserved
heterogenity, karena data ini memesukan data individu ke dalam deret
waktu.
2) Data panel mampu memberikan data yang informatif, mengurangi
kolineritas antar variabel , data menjadi lebih bervariasi, memperbesar
derajar kebebasan, dan lebih efisien.
3) Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek dari
pada penggunaan time series saja atau cross section saja.
4) Dapat mengurangi bias pada analisis yang mengagregasi individu yang
lebih luas.
5) Data panel menggunakan data dari individu – individu yang berulang
dari tahun ke tahun, sehingga dapat mempelajari bentuk perubahan
yang dinamis dan model prilaku yang lebih kompleks.
Menurut (Firdaus 2012), yang dikutip oleh (Hakim 2016) data panel (pooled
data) atau yang disubut data logitudinal merupakan gabungan antara data cross
section dan data time series. Dengan begitu, jumlah data observasi dalam data
penel merupakan hasil perkalian atara data time series (t > 1) dengan data
observasi cross section (n >1). Model yang digunakan pada pendekatan ini adalah:
43
Keterangan :
: presentase dari jumlah jiwa (%)
: investasi modal pada sektor pariwisata (%)
: penyerapan tenaga kerja (%)
: tingkat konsumsi wisatawan (domestik dan mancanegara) (%)
: slop : error : intersep
2. Pemilihan Model Estimasi
Terdapat tiga pendekatan dalam pemilihan model estimasi regresi data
panel, yaitu pooled least square (PLS), Fixed Effect atau Least Square Dependent
Variabel (LSDV), dan Random Effect (Hakim 2016). Berikut penjelasan dari
masing – masing pendekatan :
a. Pooled Least Square (PLS)
Pendekatan PLS merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam
pengelolaan data panel. Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data
(pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N merupakan jumlah cross
section dan T menunujukan time series pada penelitain. Model yang digunakan
pada pendekatan ini adalah :
Keterangan :
= variabel dependen
= variabel independen
= intersep
= slope
= error
44
Keterbatasan asumsi ini dikarenakan model mengasumsikan bahwa intersep
dan koefisien dari setiap variabel individu dianggap sama. Oleh karena itu, model
ini kurang tepat untuk data panel. Penggunaan parameter akan bias karena metode
ini tidak sesuai dimana metode ini tidak dapat membedakan observasi yang
berbeda pada priode yang sama ataupun tidak dapat membedakan observasi yang
sama pada priode yang berbeda(Firdaus 2012).
b. Pendekatan Fixed Effect
Fixed Effect merupakan pendekatan dimana metode yang digunakan ketika
antara efek individu dan variabel penjelas memiliki hubungan dengan variabel Xit
atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi tersebut membuat komponen
eror dari efek individu dan waktu yang dimasukan sebagai bagian dari intersep
(Hakim 2016). Dalam model ini dimungkinkan untuk memasukan variabel
dummy (D) untuk memudahkan adanya perubahan intersep. Model yang
digunakan dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut :
Pada pendekatan ini dilakukan pembobotan (no wighted) atau dengan
pembobotan (cross section weight) atau yang sering disebut General Least Square
(GLS). Pembobotan pada model inidilakukan dengan tujuan untuk mengurangi
heterogenitas antar unit cross section.
c. Pendekatan Random Effect
Pendekatan random effect digunakan ketika tidak adanya korelasi antara
efek individu dan regresor. Hal ini menunjukan bahwa komponen error dari efek
individu dan waktu dimasukan kedalam error (Firdaus, 2012). Model yang
digunakan dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut :
Keterangan :
: komponen cross section eror
45
: komponen time series eror
: komponen combinations eror
3. Metode Pemilihan Data
Untuk menentukan model pendekatan terbaik pada metode data panel perlu
dilakukan pengujian menggunakan uji statistik. Pengujian tersebut meliputi uji
Chow, dan uji Hausman. Adapun tahapan dalam pengujian ini yaitu adalah
sebagai berikut :
a. Uji Chow
Uji Chow adalah pengujian statistik sebagai dasar pemilihan model PLS
atau model Fixed Effect yang digunakan. Hipotesis yang digunakan pada
pengujian ini adalah sebagai berikut :
maka menggunakan PLS
: maka menggunakan Fixed Effect dan lanjut uji Hausman
Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Chow
adalah sebagai berikut :
- Jika nilai probabilitas F > 0,05 artinya H0 diterima, maka menggunakan
model PLS.
- Jika nilai probabilitas F < 0,05 artinya H0 ditolak, maka menggunakan
model fixed effect atau random effect.
b. Uji Hausman
Selanjutnya untuk menguji Hausman Test data juga di regresikan dengan
model random effect, kemudian bandingkan antara fixed effect dan random
effect dengan hipotesis dibawah ini:
H0 : maka menggunakan random effect
H1 : maka menggunakan fixed effect
46
Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji
hausman adalah sebagai berikut :
- jika nilai probabilitas Chi Square > 0,05 maka H0 diterima, yang artinya
model random effect.
- Jika nilai probabilitas Chi Square < 0,05 maka H1 diterima, yang artinya
model fixed effect.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk menganalisis apakah variabel – variabel yang
digunakan pada medel regresi signifikan atau tidak. Terdapat tiga jenis uji
hipotesis yang dapat dilakukan pada model regresi yaitu : uji- F, uji- t, dan
Koefisien determinasi.
a. Uji- F
Uji – F digunakan untuk mengetahui apakah variabel – variabel bebas
yang digunakan secara bersama – sama berpengaruh terhadap variabel terikat.
Hipotesis pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :
H0 : variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.
H1 : variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
b. Uji parsial (uji- t)
Uji –t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan
signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis pengujian yang
digunakan adalah sebagai berikut :
H0 : variabel independen tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel dependen.
H1 : variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen.
47
5. Uji Koefisien Determinasi ( )
Menurut Gujarati (2006) menjelaskan bahwa koefisien determinasi ( )
yaitu angka yang menunjukan besarnya derajat kemampuan menerangkan
variabel bebas terhadap variabel terkait dari fungsi tersebut. Kefisien
determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa baik modelyang diperoleh
sesuai dengan data yang digunakan, mengukur besarnya presentase variasi
dalam perubahan variabel terikat yang mampu dijelaskan oleh perubahan
variabel bebas. Nilai koefisien determinasi yaitu 0 < > 1. Model dikatakan
baik apabila nilai koefisien ini semakin mendekati angka 1 (satu).
6. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk mendapatkan hasil model yang efisien dan
konsisten, sehingga uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
pelanggaran asumsi klasik seperti normalitas, heteroskedastisitas,
multikolinearitas, dan autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah residual (error
term) terdistribusi normal atau tidak.adapun hipotesis yang digunakan dalam
uji ini adalah sebagai berikut :
H0 :
H1
Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata (
menandakan residual terdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas merupakan variasi residual yang tidak sama
untuk semua pengamatan. Sedangkan homoskedastisitas merupakan variasi
residual yang sama untuk semua pengamatan. Pengujian dapat dilakukan
dengan cara melaukukan uji White. Jika probabilitas signifikasi dari koefisien
48
variabel bebas nilainya lebih besar dari taraf nyata ) menunjukan
bahwa pada data tersebut tidak ditemukan adanya heteroskedastisitas.
c. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan
linear antara variabel bebas . indikasi terdapatnya multikolinearitas pada hasil
estimasi adalah jika koefisien parameter dari t– statistik banyak yang tidak
signifikan sementara F- statistiknya signifikan. Jika terdapat multikolinearitas
maka dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan,
menambah variabel, dan pembobotan (cross section weight) atau biasa disebut
dengan GLS. Pengujian dapat dilakukan dengan cara melihat koefisien korelasi
antara masing – masing variabel bebas, apabila nilai dari koefisien korelasi
kurang dari 0,8 maka, dalam model tidak terdapat multikolinearitas.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data dalam penelitian ini merupakan data skunder yang di preroleh dari
ASEAN Development Bank (ADB), ASEAN Statistical Year Book, ASEAN
Secertariat dan World Travel and Tourism Council (WTTC) dan sumber –
sumber terkait lainnya. Analisis data melibatkan satu variabel dependen yaitu
jumlah masyarakat dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan pada 5
negara di kawasan asia tenggara yaitu Indonesia,Vietnam, Thailand, Malaysia,
dan Pilipina. Sedangkan terdapat tiga variabel independen yaitu investasi
modal pada sektor pariwisata, jumlah tenaga kerja pada sektor pariwisata, dan
konsumsi wisatawan pada negara - negara ASEAN terpilih selama priode tahun
2002 sampai 2017, total dari observasi pada penelitian ini adalah 80 observasi.
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error yang terdapat pada
model sudah terdistribusi secara normal. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai
dari probabilitas Jarque Bera pada uji normalitas, jika probabilitasnya lebih
besar dari taraf nyata lima persen atau 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
error pada model terdistribusi normal.
Bagan 4.1 Hasil Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-15 -10 -5 0 5 10 15
Series: Standardized Residuals
Sample 2002 2017
Observations 80
Mean 1.55e-15
Median 0.376240
Maximum 17.40180
Minimum -15.00712
Std. Dev. 8.692614
Skewness -0.108057
Kurtosis 1.953538
Jarque-Bera 3.805963
Probability 0.149123
Sumber :
Output Eviews 8 Bagan 4. 1 Hasil Uji Normalitas
50
Bagan 4.1 menunjukan hasil yang diperoleh dalam uji normalitas data ini
ditemukan nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,149123. Dimana nilainya
lebih besar dari taraf nyata lima persen atau 0,05 dimana probabilitas Jarque-
Bera 0,149123 > taraf nyata 0,05. Hal tersebut menandakan eror yang terdapat
pada model sudah terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Keberadaan multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan hasil uji korelasi
antar variabel bebas seperti pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinearitas
IS TKS CS
IS 1.000000 -0.031315 0.065634
TKS -0.031315 1.000000 0.454558
CS 0.065634 0.454558 1.000000
Sumber : Output Eviews 8 Tabel 4. 1 Hasil Uji Multikolinearitas
Menurut Gujarati (2013), jika koefisien korelasi antar variabel
independen lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa model mengalami
masalah multikolinearitas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi kurang dari 0,8
maka model bebas dari masalah multikolinearitas. Dari hasil uji yang
dilakukan, semua koefisien korelasi kurang dari 0,8. Maka dapat disimpulkan
model tersebut bebas dari masalah multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisiats
Untuk menguji apakah model terbebas dari heterokedastisitas dapat
dilakukan uji White diagonal standard errors & covariance. Hasil uji White
dapat dilihat dari nilai probabilitas signifikasi dari koefisien variabel bebas
yang lebih besar dari taraf nyata ) dimana hasil tersebut menunjukan
bahwa pada data tersebut tidak ditemukan adanya heteroskedastisitas seperti
yang di tunjukan pada tabel 4.2 berikut.
51
Tabel 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisiats
Variabel Probabilitas
C 0.6973
IS 0.2121
TKS 0.3595
CS 0.0573
Sumber : Output Eviews 8 Tabel 4.
2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
2. Penentuan Teknik Analisis Model Data Panel
Tahap awal metode data panel adalah dengan cara mengestimasi model
untuk mendapatkan model yang dapat menggambarkan tentang pengaruh
sektor pariwisata terhadap tingkat kemiskinan.
Estimasi model data panel dilakukan dengan melakukan tiga pendekatan
model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan
Random Effect Model (REM). Penentuan dalam menemukan estimasi terbaik
dilakukan melalui dua uji yaitu uji Chow dan Uji Hausman Uji ini bertujuan
untuk mengetahui model terbaik antara fixed effect atau Random effect. Hasil
dari estimasi dapat dilihat pada tabel 4.3.
H 0: Random Effect
H 1: Fixed Effect
52
Tabel 4.3 Hasil Uji Chow Dan Uji Hausman.
Uji Model Terbaik Probabilitas Hipotesis
Uji Chow 0.0000 Tolak H0
Uji Hausman 0.0097 Tolak H0
Sumber : Output Eviews 8 Tabel 4. 3 Hasil Uji Chow Dan Uji Hausman
Nilai probabilitas yang ditunjukan pada hasil estimasi uji Chow sebesar
0,0000. Karena hasil estimasi pada uji Chow menunjukan nilai probabilitas
0.0000 lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 5% atau 0,05
sehingga tolak H0, diamana model Fixed Effect Model (FEM) lebih baik dari
Pooled Least Square (PLS).
Hasil Uji Hausman menunjukan bahwa nilai probabilitas 0,0097 dimana
nilai tersebut menunjukan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan yaitu sebesar 5% atau 0,05 sehingga tolak H0, dimana yang artinya
model Fixed Effect Model (FEM) lebih baik dari Random Effect Model (REM).
Adapun hasil estimasi dari pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dapat dilihat
pada tabel 4.4.
3. Analisis Data Panel
Dari uji spesifikasi di atas, maka model terbaik untuk penelitian ini adalah
dengan menggunakan fixed effect model (FEM). Pada pengujian sebelumnya,
model telah lolos dari uji asumsi klasik, sehingga hasil estimasi konsisten dan
tidak bias.
Hasil estimasi model regresi data panel menggunakan fixed effect model
(FEM) adalah sebagai berikut:
53
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Model
Variabel Koefisisen t- statistik Probabilitas
IS 0.020181 0.916425 0,3625
TKN -0.646759 -2.359628 0.0210
CS 3.242614 1.209349 0.2305
C 15.96538 6.124413 0.0000
R-squared 0.906311
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Output Eviews 8 Tabel 4. 4 Hasil Estimasi Model
Nilai koefisien menunjukan bahwa variabel tenaga kerja pada sektor
pariwisata, pada negara - negara ASEAN terpilih memiliki hubungan negatif
terhadap tingkat kemiskinan, dimana setiap terjadi kenaikan terhadap variabel
tenaga kerja pada sektor pariwisata, makan akan mengurangi variabel dependen
yaitu tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel investasi modal dan konsumsi
wisatawan pada sektor pariwisata memiliki hubungan positif tidak signifikan
terhadap variabel dependen dimana setiap terjadi kenaikan terhadap variabel
investasi modal pada sektor pariwisata dan konsumsi wisatawan terindikasi dapat
meningkatkan tingkat kemiskinan atau tidak mempengaruhi variabel tingkat
kemiskinan.
4. Hasil Uji Signifikasi
a. Uji Simultan
Nilai probabilitas F- statistik yang ditunjukan pada tabel 4.4 adalah 0.000.
Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar lima persen
(0.000 < 0.05). Hasil ini menunjukan bahwa investasi modal pada sektor
pariwisata, tenaga kerja sektor pariwisata, dan konsumsi wisatawan di negara
ASEAN terpilih secara bersama sama mempengaruhi tingkat kemiskinan secara
signifikan.
54
b. Uji Parsial
Hasil uji-t pada model menunjukan bahwa masing – masing variabel
independen yaitu variabel tenaga kerja sektor pariwisata, di negara ASEAN
terpilih berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di negara ASEAN terpilih.
Sedangkan, variabel investasi modal pada sektor pariwisata dan konsumsi
wisatawan tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hasil uji-t didapatkan
dari nilai probabilitas masing – masing variabel independen yang jika nilainnya
kurang dari taraf lima persen maka variabel bebas tersebut signifikan atau
mempengaruhi variabel terkait secara individu. Sedangkan jika lebih besar dari
taraf nyata (0,05) maka variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang tidak
signifikanan atau dengan kata lain tidak mempengaruhi variabel terkait secara
individu.
1) Investasi Modal
Hasil analisis menunjukan bahwa investasi modal memiliki t-
hitung sebesar 0.916425 dan probabilitas sebesar 0.3625 dengan
taraf nyata 5%. Sehingga variabel investasi modal secara individu
tidak signifikan dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan negara
ASEAN terpilih. Nilai koefisien regresi sebesar 0.020181
menunjukan bahwa variabel investasi memiliki hubungan positif
tidak sgnifikan terhadap tingkat kemiskinan pada negara ASEAN
terpilih. Hal ini berarti variabel investasi modal tidak
mempengaruhi variabel kemiskinan secara individu.
2) Tenaga Kerja
Hasil analisis menunjukan bahwa tenaga kerja memiliki t-
hitung sebesar -2.359628 probabilitas sebesar 0.0210 dengan taraf
nyata 5%. Sehingga variabel tenaga kerja secara individu
signifikan dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan negara
ASEAN terpilih. Nilai koefisien regresi sebesar -0.646759
menunjukan bahwa variabel tenaga kerja memiliki hubungan
negatif signifikan terhadap tingkat kemiskinan pada lima negara
55
ASEAN terpilih. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan pada
tenaga kerja 1%, akan menyebabkan penurunan kemiskinan
sebesar 0,6 %.
3) Konsumsi Wisatawan
Hasil analisis menunjukan bahwa konsumsi wisatwan memiliki
t-hitung sebesar 1.209349 dan probabilitas sebesar 0.2305 dengan
taraf nyata 5%. Sehingga variabel konsumsi wisatawan secara
individu tidak signifikan dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan
negara ASEAN terpilih. Nilai koefisien regresi sebesar 3.242614
menunjukan bahwa variabel konsumsi wisatawan memiliki
hubungan positif terhadap tingkat kemiskinan pada negara ASEAN
terpilih. Hal ini berarti variabel konsi wisatawan tidak
mempengaruhi variabel kemiskinan secara individu.
c. Koefisien Deretninasi ( )
Hasil estimasi pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi model Fixed Effect Model (FEM) sebesar 0.906311. Hasil ini
menunjukan bahwa 90 persen keragaman sektor pariwisata pada negara ASEAN
terpilih dapat dijelaskan oleh model. Sedangkan 10 persen lainnya dipengaruhi
oleh faktor lain diluar model.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Investasi Modal
Industri pariwisata merupakan industri yang padat modal atau capital
intensive, dimana untuk membangun sarana dan prasarana industri pariwisata
diperlukan modal yang besar untuk investasi, negara – negara ASEAN terpilih
telah melakukan investasi pada sektor pariwisatanya. Salah satu investasi adalah
dengan melakukan promosi produk pariwisatanya masing – masing. akan tetapi
dilain pihak pengembalian modal yang diinvestasikan itu relatif lama
dibandingkan dengan yang investasi pada sektor lain. Berdasarkan hasil estimasi
56
pada data panel, pengeluaran wisatawan di negara – negara ASEAN terpilih tidak
berpengaruh signifikan terhadap tigkat kemiskinan pada kawasan tersebut. Hasil
analisis menunjukan bahwa investasi modal memiliki probabilitas sebesar 0.3625
dengan taraf nyata 5%. Sehingga variabel investasi modal secara individu tidak
signifikan dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan negara ASEAN terpilih.
Sektor pariwisata seharusnya berkontribusi dalam meningkatkan jumlah investasi
yang masuk ke suatu negara, sehingga dapat meningkatkan produktivitas negara
dan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di negara ASEAN melalui peningkatan
pendapatan negara (Renaldy 2018), (Rahmah 2018) menambahkan kehadiran
pemerintah dalam pengembangan pariwisata melalui regulasi dan penanam modal
akan meningkatkan investasi pembangunan dibidang pariwisata dan memberi
manfaat kepada masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan meningkatkan daya
beli masyarakat. Di sisi lain memang pariwisata dapat menciptakan kesempatan
berusaha dan mendorong terjadinya ivestasi sehingga dapat menciptakan lapangan
kerja yang dapat meningkatkan tingkat produktivitas dan mempercepat
pemerataan pendapatan atau mengurangi jumlah masyarakat miskin. Namun
keberhasilan dari investasi pariwista yang berpihak pada masyarakat miskin akan
berjalan dengan baik dan tepat sasaran apabila industri pariwisata mendapatkan
perhatian dan dukungan dari pejabat tinggi terkait (I Made Putra 2015). Sejalan
dengan Made, penelitian yang dilakukan (Llorca-Rodríguez, García-Fernández,
and Casas-Jurado 2018) mengatakan bahwa investasi pada sektor pariwisata dapat
memberdayakan masyarakat miskin melalui program Proo-poor Tourism, dimana
untuk menjalankannya dibutuhkan kebijakan dan dukungan pemerintah, namun
jika kondisi tersebut tidak terpenuhi dengan tepat, maka pariwisata akan
mengarah pada peningkatan kemiskinan atau tidak berpengaruh sama sekali
terhadap kemiskinan. Investasi pada sektor pariwisata dalam sakala besar masih
dikuasai oleh perusahaan besar dan investor asing sedangkan masyarakat dengan
perekonomian menengah kebawah meramaikan industri pariwista dalam skala
kecil atau UMKM dimaan kemampuan manejemen dan pemasarannya terbatas
dengan modal dan keuntungan yang kecil (Yoeti,2008). Raza and Shah (2017)
menambahkan kebijakan yang kurang tepat dari pemerintah dapat mengakibatkan
peningkatan terhadap ketimpangan diwilayah tujuan wisata.
57
2. Tenaga Kerja
Industri pariwisata disebut juga sebagai padat karya atau labor intensive
dimana industri pariwisata merupakan suatu industri yang banyak menyerap
tenaga kerja. Jika suatu hotel dibangun dengan kamar sebanyak 400 kamar, paling
sedikit karyawan yang diperlukan sebanyak 600 orang dengan rasio 1 : 1,5. Hasil
analisis menunjukan bahwa tenaga kerja memiliki probabilitas sebesar 0.0210
dengan taraf nyata 5%. Sehingga variabel tenaga kerja secara individu signifikan
dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan pada lima negara ASEAN terpilih. Hasil
dari penelitian ini sejalan dengan penemuan Yildirum dan Ocal (2004) yang dikuti
poleh Rahmah (2017) dimana sektor pariwisata mampu menyerap tenaga kerja,
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan dalam perkembangan
ekonomi yang terjadi antar negara. Seperti yang kita ketahui Industri pariwisata
memang merupakan industri padat karya atau labor intensive pembangunan
daerah secara regional dapat dengan mudah dilakukan dengan pembangunan dan
pengembangan industri pariwisata sehingga dapat mencegah urbanisasi secara
besar – besaran ke kota - kota besar karena banyaknya proyek – proyek pariwisata
di daerah (Yoeti 2008). Sejalan dengan temuan (Mahadevan and Suardi 2017)
diamana, pertumbuhan pariwisata pada daerah tujuan wisata menunjukan hubugan
yang negatif terhadap tingkat kemiskinan dari bertambahnya jumlah lapangan
kerja yang disebabakan pertumbuhan industri pariwisata. Menurut (Spenceley and
Meyer 2012) pada negara – negara berkembang yang merupakan tujuan wisata,
orang miskin memiliki potensi untuk menangkap sebagian dari pengeluaran ini
melalui pekerjaan dan, mungkin yang paling penting, melalui menyediakan
produk atau layanan yang dibutuhkan sektor pariwisata dan wisatawan.
3. Konsumsi
Pariwisata memiliki sifat sebagai quick yielding industry yang artinya
industri pariwisata merupakan industri yang cepat menghasilkan, dengan industri
pariwisata negara dapat dengan cepat menghasilkan penerimaan negara melaui
konsumsi wisatawan. Menurut temuan Ashley & Mitchell yang dikutip oleh
(Hummel, Gujadhur, and Ritsma 2013) dimana dari empat sub rantai pariwisata
yaitu: akamodasi, makanan, dan minuman, kerajinan tangan, dan perjalanan,
58
dimana hampir dari US $ 6 juta dari konsumsi wisatawan langsung mengalir pada
orang miskin. Hasil tertinggi dampaknya terhadap masyarakat miskin yaitu pada
sektor makanan, minuman, dan kerajinan tangan. Hasil analisis menunjukan
bahwa konsumsi wisatwan memiliki probabilitas sebesar 0.2305 dengan taraf
nyata 5%. Sehingga variabel konsumsi wisatawan secara individu tidak signifikan
dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan negara ASEAN terpilih. Hasil tersebut
sejalan dengan dengan Melville Saayman (2012) dalam penelitiaannya
menunjukan bahwa pengeluaran wisatawan pada jangka pendek tidak
berpengaruh secara signifikan pada berkurangnya masyarakat miskin di kawasan
tujuan wisata. Hal ini dikarenakan dengan wisatawan melakukan konsumsi di
wilayah tujuan wisata belum tentu dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
yang hidup dalam kemiskinan, manfaat tersebut pada umumnya hanya dirasakan
oleh lapisan masyarakat yang secara komparatif memiliki pengetahuan,
keterampilan dan daya saing yang lebih baik. Sementara itu masyarakat yang
hidup di bahawah garis kemiskinan tidak benar – benar dapat merasakan manfaat
tersebut sehingga dengan tingginya pengeluaran konsumsi wisatawan bahkan
membuat mereka semakin miskin hal ini disebebkan karena : 1) Pekerjaan yang
diciptakan melalui pariwisata kemungkinan rendah bayarannya dan memerlukan
keterampilan khusus. Pendapat ini sejalan dengan Wyllie (1993) yang dikutip oleh
(Llorca-Rodríguez, 2018), tidak dapat diasumsikan bahwa proporsi utama
konsumsi wisatawan akan mengalir ke pekerja yang relatif miskin. Transfer
kekayaan dari pariwisata domestik tergantung pada sifat dan tingkat regulasi
negara seperti, undang-undang, upah minimum, pajak industri, dll. 2) Peningkatan
harga merupakan hasil dari bisnis lokal yang mencoba meningkatkan keuntungan
atau menutupi biaya karyawan tambahan selain itu meningkatnya daya beli akibat
meningkatnya konsumsi wisatawan domestik dan asing juga merupakan salah satu
penyeabnya. Pendapat ini sejalan dengan Hyytiä & Kola (2013) dan Ayres (2000)
yang dikutip oleh (Llorca-Rodríguez, 2018) dimana, konsumsi pariwisata akan
mempengaruhi distribusi pendapatan melalui perubahan harga, barang, upah,
pengembalian modal, dan, akhirnya, pendapatan pemerintah, tingkat pengeluaran
dan pajak namun, pariwisata juga dapat menyebabkan tekanan inflasi di wilayah
tujuan wisata terkait. 3) Nilai properti meningkat. Hal ini akan mengakibatkan
59
pajak properti yang lebih tinggi untuk penduduk lokal wilayah tujuan wisata.
Pendapat ini sejalan dengan Bartik (1991) yang di kutip oleh (Llorca-Rodríguez,
2018) berpendapat bahwa ketika pengembangan pariwisata terjadi, distribusi
pendapatan akan memburuk karena pertumbuhan ekonomi yang timbul dari
ekspansi pariwisata akan meningkatkan nilai properti ke tingkat yang lebih besar
daripada meningkatkan upah riil atau prospek pekerjaan.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Negara – negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Thailand,
Pilipina, dan Vietnam merupakan beberapa negara ASEAN yang yang
menyediakan beragam jenis pariwisata terutama pariwisata yang berkaitan
dengan keindahan alam, seni budaya, sejarah, kuliner dan lain sebagainya.
Pendapatan ASEAN pada sektor pariwisata pada tahun 2017 mencapai USD
135,8 milyar dan diestimasikan akan meningkat sebesar 5,2% pada tahun 2028
nanti. Potensi yang besar pada sektor pariwisata telah lama menjadi perhatian
ASEAN, sehingga pada tahun 1981 diadakanlah ASEAN Tourism Forum (ATF)
sebagai forum yang mendiskusikan pengembangan pariwisata di negara- negara
ASEAN. Pada tahun 2002 terjadilah kesepakan yaitu ASEAN Tourism Agreement
(ATA) dengan tujuan meningkatkan industri pariwisata dengan investasi dan
promosi demi meningkatkan pertumbuhan sosial dan ekonomi dikawasan
ASEAN. Melalui hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Investasi modal pada sektor pariwisata berpengaruh positif tidak
signifikan secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di lima negara
ASEAN pada priode 2002 – 2017. investasi pada sektor pariwisata
dalam sakala besar masih dikuasai oleh perusahaan besar dan investor
asing dikarenakan untuk membuat industri pariwisata dibutuhkan modal
yang besar. Sedangkan masyarakat dengan perekonomian menengah
kebawah meramaikan industri pariwista dalam skala kecil atau UMKM
dimaan kemampuan manejemen dan pemasarannya terbatas dengan
modal dan keuntungan yang relatif rendah.
2. Konsumsi wisatawan domestik dan mancanegara berpengaruh positif
tidak signifikan secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di lima
negara ASEAN pada priode 2002 – 2017. Konsusmi wisatawan sendiri
61
dibutuhkannya kebijakan yang menagtur program industri pariwisata
berkelanjutan berbasis masyarakat atau biasa di sebut dengan pro-poor
tourism sehingga konsumsi yang dilakukan oleh wisatawan dapat ikut
dirasakan oleh masyarakat miskin. Pendapat yang sama dikemukakan
oleh Yoeti (2008) dimana, keterlibatan langsung masyarakat yang
berpendapatan rendah dalam program – program pengembangan
pariwisata melalui pemanfaatan hasil kerajinan tangan, peternakan,
pertanian, produk wisata hasil seni dan budaya tradisional atau
pengembangan desa wisata atau desa tematik dapat membantu
mengurangi tingkat kemiskinan.
3. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata berpengaruh negatif dan
signifikan secara parsial terhadap tingkat kemiskinan di lima negara
ASEAN pada priode 2002 – 2017. Pariwisata merupakan industri padat
karya sehingga dapat banyak menciptakan lapangan kerja yang dapat
meningkatkan tingkat produktivitas dan mengurangi jumlah masyarakat
miskin.
4. Kinerja pariwisata (Ivestasi modal, penyerapan tenaga kerja pada sektor
pariwisata, dan konsumsi wisatawan domestik dan mancanegara)
berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemiskinan di lima negara
ASEAN pada priode 2002 – 2017.
B. Saran
Hasil dan kesimpulan pada penelitian ini dapat memberikan rekomendasi
bagi pihak – pihak terkait :
a. Bagi pemerintah negara – negara ASEAN diharapkan mengembangkan
program Pro Poor Tourism atau industri pariwisata yang bebasis pada
pengembangan masyarakat miskin yang sesuai dengan karakteristik daya
saing pariwisatanya masing - masing. Untuk itu di perlukannya kerja sama
antara pemerintahan, organisasi masyarakat, paea pelaku usaha, dan
tentunya masyarakat terkait demi menciptakan kebijakan yang efektif
62
untuk melakukan pembangunan industri pariwisata dan program
pengurangan kemiskinan melalui industri pariwisata.
b. Melakukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal
menejemen dan pemasaran yang baik untuk UMKM pada sektor
pariwisata seperti pada industri kerajinan tangan, kuliner, dan lain
sebaginnya. Selain itu mempermudah para pelaku usaha kecil dan
menegah dalam mengakses modal untuk ekspansi usahanya.sehingga
profesionalisme meraka dapat ditingkatkan secara berkelanjutan, sehingga
dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan produk.
c. Diperlukannya kebijakan moneter yang tepat untuk menjaga daya beli
masyarakat untuk menjaga tingkat harga pariwisata domestik dipasar
internasional.
63
DAFTAR PUSTAKA
Archer, Brian. 1977. “The Economic Cost And Benefits Of Tourism.” In Tourism
A Tool For Regional Development. Edinburg : Leisure Studies Association
Conference.
Ashley, C. 2001. “Pro Poor Report No.1 "Pro Poor Tourism Strategies: Making
Tourism Work For The Poor "I.” Pro Poor Report No.1 "Pro Poor Tourism
Strategies: Making Tourism Work For The Poor "I 1 (Pro Poor Tourism
Strategies).
Bryden, J. 1973. “Tourism And Development: A Case Study of Commenwealth
Carribean.” Tourism And Development: A Case Study of Commenwealth
Carribean 1 (Tourism And Development). https://doi.org/Cambridge:
Cambridge Press.
Darmawan, Dody Harris, and Adi Yunanto. 2017. “Peluang Pariwisata Dalam
Menurunkan Kemiskinan Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (Mea).” Jurnal
Riset Ekonomi Dan Manajemen 16 (2): 199.
https://doi.org/10.17970/jrem.16.160203.id.
E. Case, Karl & C.Fair, Ray. 2007. Prinsip - Prinsip Ekonomi. Edited by H Wibi
& Barnadi Devri Hardani. 8th ed. Vol. 1. Jakarta: Erlangga.
Fields, G. S. 2007. “LRI Impact Breaf-Economic Development, Labor Markets
And Poverty Reduction.” ILRI Impact Breaf-Economic Development, Labor
Markets And Poverty Reduction, no. Development, Labor Markets And
Poverty Reduction. https://doi.org/ILR School.
Firdaus, Muhammad. 2012. “Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel Dan Time
Series.” Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel Dan Time Series 1
(Ekonometrik Untuk Data Panel).
Giddens, A. 2003. “Beyon Left And Ringht :Tarian Indeologi Alternatif Di Atas
Pusaran Sosialisme Dan Kapitalisme.” Yogyakarta: IRCiSoD, no.
Globalisasi.
Hakim, Abdul. 2016. Pengantar Ekonometrika Dengan Aplikasi EViews. 1st ed.
Universitas Indonesia, Condongcatur, Depok, Seleman, Yogyakarta:
Ekonesia.
Harrison, D. 2008. “„Pro-Poor Tourism: A Critique.‟” Third World Quartertly 29.
No. 5 (pro poor tourism).
Hasyim, A. I. 2016. Ekonomi Makro Edisi Pertama. Prenadamedia Group. 1st ed.
Vol. 1. Jakarta: Prenadamedia Group.
Hummel, John, Tara Gujadhur, and Nanda Ritsma. 2013. “Evolution of Tourism
Approaches for Poverty Reduction Impact in SNV Asia: Cases from Lao
PDR, Bhutan and Vietnam.” Asia Pacific Journal of Tourism Research 18
64
(4): 369–84. https://doi.org/10.1080/10941665.2012.658417.
I Made Putra, d. I. 2015. “Model Hubungan Pariwisata Kinerja Perekonomian
Dan Kemiskinan Di Kabupaten Badung, Bali.” Fakultas Studi Industri
Perjalanan Pariwisata, Universitas Udayana. 1.
Llorca-Rodríguez, Carmen María, Rosa María García-Fernández, and Amalia
Cristina Casas-Jurado. 2018. “Domestic versus Inbound Tourism in Poverty
Reduction: Evidence from Panel Data.” Current Issues in Tourism 0 (0): 1–
20. https://doi.org/10.1080/13683500.2018.1494701.
Mahadevan, Renuka, and Sandy Suardi. 2017. “Panel Evidence on the Impact of
Tourism Growth on Poverty, Poverty Gap and Income Inequality.” Current
Issues in Tourism 22 (3): 253–64.
https://doi.org/10.1080/13683500.2017.1375901.
Mankiw, N. G. 2006. Makroekonomi Ed Ke-6. 6th ed. Jakarta: Erlangga.
Mujaidi, A., & Warman, H. A. 2014. Pariwisata Dan Perjalanan. 1st ed. Depok:
PT. Raja Grafindo Persada.
Muljadi, A. 2012. Kepariwisataan Dan Perjalanan Cetakan Ke-Tiga. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Nizar, Muhammad. Afdi. 2015. “Pengaruh Pariwisata Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia.” Jurnal Kepariwisataan Indonesia 6 (June): 195 – 211.
https://ideas.repec.org/p/pra/mprapa/65628.html.
Nurjaya, P. 2014.“ Analisis Pengaruh Pariwisata Terhadap Perekonomian Negara-
Negara ASEAN+4 . Bogor: Institut Pertanian Bogor.” Skripsi.
Pleanggra, Ferry, and Edy Yusuf a G. 2012. “Analisis Pengaruh Jumlah Obyek
Wisata,Jumlah Wisatawan Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan
Retribusi Obyek Pariwisata 35 Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah.”
Diponegoro Journal of Economics 1 (1): 1–8.
Rahmah. 2018. “Analilis Pengaruh Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Negara ASEAN Tahun 2004 – 2016.” Ilmu Ekonomi.
Universitas Islam Indonesi.
Raza, Syed Ali, and Nida Shah. 2017. “Tourism Growth and Income Inequality:
Does Kuznets Curve Hypothesis Exist in Top Tourist Arrival Countries.”
Asia Pacific Journal of Tourism Research 22 (8): 874–84.
https://doi.org/10.1080/10941665.2017.1343742.
Renaldy, M.REZA. 2018. “ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2016-2025
Dalam Mendorong Daya Saing Pariwisata Untuk Meningkatkan
Pembangunan Ekonomi Di Neagara-Negara ASEAN.” Skripsi, 2016–25.
Rofiq, Aunur. 2014. Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan. Edited by Irwan
Arifyanto. Pasar Minggu,Jakarta: Republika.
65
Spenceley, Anna, and Dorothea Meyer. 2012. “Tourism and Poverty Reduction:
Theory and Practice in Less Economically Developed Countries.” Journal of
Sustainable Tourism 20 (3): 297–317.
https://doi.org/10.1080/09669582.2012.668909.
Sukirno, Sadono. 2013. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Sunarti, D. O. 2017. “Pengaruh Leisure Benefit Terhadap Kepuasan Pengunjung
(Survey Pengunjung Hawai Waterpark Malang).” Fakultas Ilmu Admnistrasi
Universitas Brawijaya.
Theobald, W. F. 2005. “Global Tourism Third Edition.” Elsevier Inc, New York.
Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata : Introduksi ,Informasi, Dan
Implementasi. Edited by Bambang Pribadi. Jakarta, Jl Palmera Selatan: PT
Kompas Media Nusantara.
66
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-15 -10 -5 0 5 10 15
Series: Standardized Residuals
Sample 2002 2017
Observations 80
Mean 1.55e-15
Median 0.376240
Maximum 17.40180
Minimum -15.00712
Std. Dev. 8.692614
Skewness -0.108057
Kurtosis 1.953538
Jarque-Bera 3.805963
Probability 0.149123
Lampiran 2 Uji Multikolinearitas
IS TKS CS
IS 1.000000 -0.031315 0.065634
TKS -0.031315 1.000000 0.454558
CS 0.065634 0.454558 1.000000
Lampiran 3 Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji White
Dependent Variable: RESABS
Method: Panel Least Squares
Date: 08/08/19 Time: 23:32
67
Sample: 2002 2017
Periods included: 16
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 80
White diagonal standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.322541 0.825923 -0.390522 0.6973
IS -0.006691 0.005315 -1.258925 0.2121
TKS -0.132100 0.143238 -0.922241 0.3595
LOGCS 1.830539 0.812275 2.253597 0.0573
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.270675 Mean dependent var 1.017244
Adjusted R-squared 0.199769 S.D. dependent var 0.979785
S.E. of regression 0.876473 Akaike info criterion 2.668817
Sum squared resid 55.31072 Schwarz criterion 2.907020
Log likelihood -98.75268 Hannan-Quinn criter. 2.764319
F-statistic 3.817355 Durbin-Watson stat 1.459207
Prob(F-statistic) 0.001402
Lampiran 4 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 37.782160 (4,72) 0.0000
Cross-section Chi-square 90.486587 4 0.0000
68
Lampiran 5 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq.
d.f. Prob.
Cross-section random 1.424899 3 0.0097
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
IS 0.050496 0.050616 0.000003 0.9461 TKS -0.595438 -0.578342 0.002172 0.7138
LOGCS 4.702423 4.632295 0.236777 0.8854
Lampiran 6 Hasil Estimasi Data Panel Dengan FEM
Dependent Variable: POVER Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 08/08/19 Time: 23:20 Sample: 2002 2017 Periods included: 16 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 80 Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 15.96538 2.606842 6.124413 0.0000
IS 0.020181 0.022021 0.916425 0.3625 TKS -0.646759 0.274094 -2.359628 0.0210
LOGCS 3.242614 2.681289 1.209349 0.2305 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.906311 Mean dependent var 20.80290
69
Adjusted R-squared 0.897203 S.D. dependent var 16.98001 S.E. of regression 5.055672 Sum squared resid 1840.307 F-statistic 99.50037 Durbin-Watson stat 0.440480 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics R-squared 0.683720 Mean dependent var 13.98613
Sum squared resid 1972.816 Durbin-Watson stat 0.679339
Lampiran 7 Data Penelitian
No Negara Tahun Y poor %
x1 INV
grow
x2 TKS share
% x3 CS share %
1 Indonesia 2002 18,20% -8,96% 12,36% 5,02%
2 Indonesia 2003 17,40% -11,66% 10,70% 4,15%
3 Indonesia 2004 16,70% -0,58% 10,05% 3,80%
4 Indonesia 2005 16,70% -0,96% 8,98% 3,24%
5 Indonesia 2006 17,80% 10,20% 8,33% 2,98%
6 Indonesia 2007 16,60% 26,70% 8,62% 3,08%
7 Indonesia 2008 15,40% 29,32% 9,06% 2,97%
8 Indonesia 2009 14,20% 47,88% 9,05% 2,82%
9 Indonesia 2010 13,30% -6,32% 8,56% 2,69%
10 Indonesia 2011 12,50% 12,22% 8,29% 2,53%
11 Indonesia 2012 12,20% 10,39% 8,26% 2,48%
12 Indonesia 2013 11,40% 5,42% 8,29% 2,45%
13 Indonesia 2014 11,30% 5,80% 8,98% 2,72%
14 Indonesia 2015 11,20% 4,10% 9,68% 2,80%
15 Indonesia 2016 11,20% -0,80% 9,84% 2,84%
16 Indonesia 2017 11,10% 3,63% 9,96% 2,89%
1 vietnam 2002 28,90% 48,76% 9,28% 4,89%
2 vietnam 2003 21,50% 82,83% 8,39% 4,55%
3 vietnam 2004 19,50% 36,18% 9,69% 4,50%
4 vietnam 2005 16,00% 4,44% 9,90% 4,12%
5 vietnam 2006 15,50% -11,59% 12% 4,98%
6 vietnam 2007 14,80% 77,84% 9,16% 4,64%
7 vietnam 2008 14,50% 6,45% 10,69% 4,12%
8 vietnam 2009 14,30% -31,16% 8,27% 3,64%
9 vietnam 2010 14,20% 4,09% 9,07% 4,12%
10 vietnam 2011 12,60% -4,36% 7,79% 4,09%
70
11 vietnam 2012 11,10% 1,26% 7,97% 4,35%
12 vietnam 2013 9,80% 8,42% 7,75% 4,13%
13 vietnam 2014 8,40% 4,84% 7,58% 4,01%
14 vietnam 2015 7,00% -1,78% 7,46% 4,02%
15 vietnam 2016 6,00% -3,82% 7,49% 4,06%
16 vietnam 2017 5,00% 19,12% 7,58% 3,94%
1 Thailand 2002 9,80% 11,70% 14,52% 8,18%
2 Thailand 2003 27,00% 20,89% 13,59% 7,69%
3 Thailand 2004 26,90% 12,26% 14,52% 7,59%
4 Thailand 2005 25,00% 15,28% 12,99% 6,71%
5 Thailand 2006 23,43% -2,11% 13,97% 2,68%
6 Thailand 2007 20,94% 6,49% 13,95% 2,74%
7 Thailand 2008 20,49% -4,14% 14,17% 2,69%
8 Thailand 2009 19,08% -14,05% 13,46% 2,79%
9 Thailand 2010 16,91% -36,72% 11,53% 3,12%
10 Thailand 2011 13% 13,43% 11,31% 3,28%
11 Thailand 2012 13,15% 11,55% 13,09% 3,35%
12 Thailand 2013 11% 1,43% 14,88% 3,37%
13 Thailand 2014 9,40% -4,93% 12,90% 3,38%
14 Thailand 2015 7,20% 7,30% 14,63% 3,39%
15 Thailand 2016 6,30% 8,05% 15,27% 3,71%
16 Thailand 2017 5,50% 2,90% 15,52% 3,61%
1 Malaysia 2002 5% -15,14% 12,33% 6,18%
2 Malaysia 2003 5,40% -4,95% 10,81% 5,28%
3 Malaysia 2004 5,70% 2,73% 11,33% 5,55%
4 Malaysia 2005 4,00% 4,55% 11,47% 5,62%
5 Malaysia 2006 3,00% 19,57% 11,87% 5,85%
6 Malaysia 2007 3,60% 6,68% 14,75% 7,15%
7 Malaysia 2008 3,70% -11,40% 11,33% 5,80%
8 Malaysia 2009 3,80% -5,50% 12,08% 6,65%
9 Malaysia 2010 2,80% 5,50% 11,79% 6,39%
10 Malaysia 2011 2,50% -2,72% 11,15% 6,40%
11 Malaysia 2012 1,70% 13,66% 11,16% 6,46%
12 Malaysia 2013 1,60% 6,77% 11,97% 6,93%
13 Malaysia 2014 1,20% 8,76% 12,14% 7,26%
14 Malaysia 2015 N/A 2,45% 11,76% 6,95%
15 Malaysia 2016 N/A 5,10% 12,11% 7,22%
16 Malaysia 2017 N/A 5,84% 11,81% 6,87%
1 Philipine 2002 30,10% -13,67% 9,72% 4,89%
2 Philipine 2003 30,00% -1,85% 9,30% 4,84%
3 Philipine 2004 27,00% 13,34% 9,99% 5,49%
4 Philipine 2005 26,00% 7,25% 10,50% 6,39%
5 Philipine 2006 26,60% 49,58% 10,99% 6,79%
71
6 Philipine 2007 26,50% 21,30% 12,42% 7,95%
7 Philipine 2008 26,40% 0,40% 8,57% 5,75%
8 Philipine 2009 26,30% 25,28% 9,04% 6,05%
9 Philipine 2010 25,60% -23,10% 10,18% 6,83%
10 Philipine 2011 23,60% 2,10% 12,28% 8,06%
11 Philipine 2012 22,60% -6,76% 13,02% 8,53%
12 Philipine 2013 22,50% -19,82% 13,42% 9,00%
13 Philipine 2014 22,40% 13,63% 15,12% 9,97%
14 Philipine 2015 22,30% 19,93% 17,89% 11,53%
15 Philipine 2016 22,20% 18,10% 19,13% 12,15%
16 Philipine 2017 22,10% 8,92% 19,20% 12,12%
Keterangan :
Ypoor : Jumlah masyarakat miskin
X1 IN : Pertumbuhan investasi sektor pariwisataa
X2 TKS: Penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata
X3 CS : Konsumsi wisatawan domestik dan asing