PENGARUH KELOMPOK SWABANTU ASIEKs DALAM...
Transcript of PENGARUH KELOMPOK SWABANTU ASIEKs DALAM...
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH KELOMPOK SWABANTU ASIEKs DALAM
MENINGKATKAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA AGGREGATE IBU HAMIL DAN MENYUSUI
DI WILAYAH KELURAHAN CURUG
CIMANGGIS KOTA DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
OLEH
ISTIANNA NURHIDAYATI
10068333804
PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK. JUNI 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH KELOMPOK SWABANTU ASIEKs DALAM
MENINGKATKAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA AGGREGATE IBU HAMIL DAN MENYUSUI
DI WILAYAH KELURAHAN CURUG
CIMANGGIS KOTA DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesiali Keperawatan Komunitas
OLEH
ISTIANNA NURHIDAYATI
10068333804
SUPERVISOR
Dra.Junaiti Sahar,S.Kp., MaPP.Sc., P.hD
Wiwin Wiarsih, S.Kp., MN
PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
iv
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas kuasa dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir yang berjudul “Pengaruh
kelompok swabantu ASIEKs sebagai strategi intervensi dalam peningkatan perilaku
memberikan ASI Eksklusif pada Aggregate Ibu hamil dan menyusui di wilayah
Kelurahan Cimanggis kota Depok. Karya Ilmiah Ini ini merupakan salah satu syarat
untuk mencapai gelar Ners spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu
Keperawatan di Universitas Indonesia.
Penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak baik moril maupun materil, maka dengan rendah hati pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada: Dra. Junaiti Sahar,S.Kp.,M.App.SC.,PhD selaku Dekan
Fakultas Ilmu Keperawatan dan supervisor utama, pembimbing I, yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan motivasi sejak awal penulisan hingga
terselesaikannya karya ilmiah dengan penuh pengertian dan kesabaran. Terimakasih
dan penghargaan yang sama penulis sampaikan kepada: Wiwin Wiarsih, S.Kp.,M.N
selaku supervisor dan pembimbing II, yang telah membimbing, mengarahkan, dan
banyak memberikan masukan dalam pembuatan karya ilmiah.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, tenaga, sumbangan pemikiran, dukungan moril,
sarana dan dana, selama penyelesaian karya ilmiah ini kepada:
1. Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Kom. selaku Ketua Program
Studi Magister dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia sekaligus pembimbing dan supervisor praktik residensi I dan II.
2. Widiyatuti,M.Kep.,Sp.Kom; Poppy Fitriyani,M.Kep.,Sp.Kep.Kom; Agus
Setiawan,S.Kp,MN.,DN selaku pembimbing dan supervisor praktik residensi
I dan II, yang telah memberikan banyak masukan, saran selama praktik
residensi Keperawatan Komunitasi.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
vi
3. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Ilmu keperawatan Universitas
Indonesia.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok yang telah memberikan ijin praktik di
wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Depok.
5. Kepala Puskesmas Cimanggis, yang telah memberikan ijin praktik residensi
di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis.
6. Kepala Kelurahan Curug, yang telah memberikan ijin praktik residensi di
wilayah kelurahan Curug.
7. Saifudin Zukhri, SKp.,M.Kes ketua Stikes Muhammadiayah klaten periode
2009 - 2013 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan studi dan memfasilitasi keperluan studi.
8. Ns.Sri Sat Titi Hamranani,S.Kep.,M.Kep ketua STIKES Muhammadiyah
Klaten periode 2014-2018 yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan studi dan memfasilitasi keperluan studi.
9. Imamku dan tiga bidadari kecilku, atas pengertian, dukungan doa, cinta dan
kesabarannya selama studi di Fakultas Ilmu Keperawatan.
10. Ibuku tercinta, terimakasih untuk semua doa yang engkau panjatkan untukku,
saat engkau sakit, sampai akhir hayatmu doa untuk kami tak pernah lupa
engkau panjatkan kehadiratNya, Robb tempatkan Ibu dan Bapakku di surga
Mu Amin.
11. Rekan-rekan mahasiswa residen keperawatan komunitas, yang senantiasa
kompak, membantu, memotivasi dan kebersamaan yang indah ber-13
bersama praktik residensi di tahun 2013.
12. Seluruh dosen dan civitas akademik Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Klaten yang selalu memberikan dukungan dan
semangat pada penulis untuk menyelesaikan studi.
13. Seluruh kader kesehatan, ibu hamil dan menyusui di RW 04, 08 dan 10
Kelurahan Curug, terimakasih telah terlibat aktif dalam praktik residensi saya
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
mendukung praktik residensi dan penyusunan Karya Ilmiah ini.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
vii
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Penulis mengharapkan masukan dan saran untuk
menyempurnakan KIA ini, karena penulis menyadari KIA ini perlu perbaikan.
Semoga KIA ini memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan keperawatan
khususnya Keperawatan Komunitas.
Depok, Juni2014
Penulis
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
ix
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN NERS KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Karya Ilmiah Akhir, Juni 2014
PENGARUH KELOMPOK SWABANTU ASIEKs DALAM MENINGKATKAN
PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA AGGREGATE IBU HAMIL
DAN MENYUSUI DI WILAYAH KELURAHAN CURUG CIMANGGIS KOTA
DEPOK
ix + 139 halaman + 1 tabel + 2 gambar + 4 skema+ 9 lampiran
Istianna Nurhidayati
ABSTRAK
Pemberian ASI eksklusif yang cenderung menurun, menimbulkan berbagai masalah
kesehatan pada bayi. Ibu harus memiliki kemampuan, komitmen dan memperoleh
dukungan untuk tetap memberikan ASI eksklusif. Salah satu upaya untuk
menumbuhkan komitmen dan memberikan dukungan pada ibu adalah dengan
kegiatan kelompok swabantu ASI eksklusif (KS-ASIEKs). Penulisan Karya Ilmiah
ini bertujuan untuk melihat gambaran pengaruh KS-ASIKs dalam meningkatkan
perilaku pemberian ASI eksklusif. Metode yang dilakukan dengan melibatkan
pelayanan keperawatan, kelompok ibu hamil dan menyusui serta keluarga yang
memiliki ibu hamil dan menyusui. Hasil intervensi adalah terdapat pengaruh yang
signifikan ibu hamil dan menyusui yang mengikuti kegiatan KS-ASIEKs dengan
perilaku pemberian ASI eksklusif (p<0,005). Kelompok swabantu ASI eksklusif
sebagai intervensi keperawatan efektif dalam meningkatkan perilaku pemberian ASI
dengan memberikan dukungan dan meningkatkan kepercayaan diri ibu. Perawat
Perkesmas dapat menggunakan intervensi KS-ASIEKs pada asuhan meternal yang
berujuan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
Kata kunci : Kelompok swabantu, ASI Eksklusif, asuhan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
x
NURSING PROGRAM SPECIALIST
COMMUNITY NURSING SPECIALISATION
NURSING FACULTY
UNIVERSITY OF INDONESIA
Final Scientific Work, June 2014
THE EFFECTYVENESS SELF-HELP GROUPS ASIEKs INFLUENCE
PREGNANT AND LACTATING MOTHER AGGREGATE BEHAVIOR TO GIVE
EXCLUSIVELY BREASTFEEDING IN THE CURUG VILLAGE CIMANGGIS
DEPOK
xii + 139 pages + 1 table + 2 pictures + 4 + 9 attachment scheme
Istianna Nurhidayati
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding is decreas, causing various health problems in infants. Mom
must have the ability, commitment and the support to continue to provide exclusive
breastfeeding. One effort to foster commitment and support to the mother is
breastfeeding exclusively self-help group activities (KS-ASIEKs). Scientific Writing
aims to given on overview the effect of KS-ASIKs to increasing exclusive
breastfeeding behavior. The method were carried out with the involvement of
nursing services, a group of pregnant women and lactating mothers and families who
have become pregnant and lactating. The results of the intervention was a significant
difference pregnant and lactating women who follow the activities of KS-ASIEKs
with exclusive breastfeeding behavior (p <0.005). Exclusive breast self-help groups
as a nursing intervention is effective in improving breastfeeding behavior by
providing support and enhance the confidence of the mother. PHN Nurses can use
the KS-ASIEKs intervention in the meternal care to increase exclusive breastfeeding.
Keywords: self-help groups, exclusive breastfeeding, care
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
I
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..............................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRAK ..............................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Tujuan ............................................................................................
1.3 Manfaat ..........................................................................................
1
8
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelompok Ibu Hamil dan Menyusui sebagai Aggregate Berisiko
2.2 Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat dalam
Peningkatan Pemberian ASI.........................................................
2.3 Asuhan Keperawatan Komunitas ..................................................
2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga .....................................................
2.5 Peran dan Fungsi perawat Komunitas dalam Pemberian ASI
Eksklusif .......................................................................................
11
15
22
46
60
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
xii
BAB 3 KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH
3.1 Kerangka Konsep KIA...................................................................
3.2 Profil Wilayah ...............................................................................
3.3 Kelompok Swabantu ASI Eksklusif...............................................
65
70
71
BAB 4 PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
AGGREGATE IBU HAMIL DAN MENYUSUI DALAM UPAYA
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI RW 04,08 DAN 10 KELURAHAN
CURUG
4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas .....
4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas .............................
4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga ...............................
78
100
112
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Analisa Pencapaian Kesenjangan ................................................
5.2 Keterbatasan dalam Intervensi Keperawatan ................................
5.3 Implikasi Keperawatan ..................................................................
128
145
146
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ........................................................................................
6.2 Saran ..............................................................................................
148
149
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
xiii
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Skema Kerangka Kerja ....................................................... 69
Skema 4.1 Skema Fish Bone ................................................................. 81
Skema 4.2 Skema Web of Caution Komunitas ..................................... 96
Skema 4.3 Skema Web of Caution Keluarga ........................................ 110
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
xiv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 4.1 Tingkat Kemandirian Keluarga ......................................... 120
Gambar 2.1 Pengkajian Komunitas ...................................................... 24
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penapisan masalah Pengelolaan Manajemen
PelayananKeperawatan
Lampiran 2 Penapisan Masalah Asuhan Keperawatan Komunitas
Lampiran 3 Penapisan Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 4 Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Pada kelompok Ibu
hamil dan Menyusui
Lampiran 5 Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Pada keluarga dengan
Ibu hamil dan Menyusui
Lampiran 6 Contoh rencana usulan kegiatan Puskesmas
Lampiran 7 Contoh rencana usulan kegiatan Perkesmas
Lampiran 8 Buku modul Fasilitator KS-ASIEKs
Lampiran 9 Buku Kerja Kader Pendukung ASI Eksklusif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini menjabarkan latar belakang disertai evidence based yang mendukung
masalah pemberian ASI, program yang telah dilakukan pemerintah dan dinas
kesehatan, inovasi meningkatkan pemberian ASI serta hasil inovasi, tujuan yang
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, serta manfaat penulisan Karya
Ilmiah Akhir.
1.1 Latar Belakang
Millennium Development Goals (MDGs) menyepakati delapan tujuan yang harus
dicapai oleh negara-negara di dunia. Tujuan ke empat dari MDGs adalah
menurunkan angka kematian bayi di dunia. Pemberian ASI memberikan dampak
yang signifikan dalam menurunkan angka kematian bayi. Pemberian ASI selama
6 bulan di dunia berkisar antara 1% sampai 89% (WHO, 2012). Data statistic
United Nations Children’s Fund (UNICEF) (2013) memaparkan rata-rata
pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan di wilayah Afika 47%, Asia
31%, Amerika Latin dan Caribia 48%, dan total rata-rata di dunia adalah 39%.
Centers for Disease Control and Prevention’s (CDC)(2012) memaparkan tingkat
pemberian ASI eksklusif 6 bulan naik dari 35% menjadi 49%, tingkat
pemberian ASI selama 1 tahun naik dari 16% menjadi 27%. Data World Health
Organisation (WHO) (2010) menunjukkan bahwa angka pemberian ASI
eksklusif enam bulan pertama di dunia sebesar 38%, dengan persentase tiga
wilayah paling tinggi adalah Asia Selatan (45%), Asia Timur (43%), dan negara
berkembang (38%). Indonesia berada dalam kelompok capaian negara
berkembang.
Profil kesehatan Indonesia memaparkan persentase pemberian ASI eksklusif pada
bayi 0-6 bulan tahun 2010 mencapai 61, 3% , tahun 2011 mencapai 61,5% ,
tahun 2012 sebesar 48,6% (Kementrian Kesehatan RI, 2010, 2011,2012).
Terjadinya penurunan yang signifikan menyebabkan angka kejadian kasus diare
pada tahun 2012 sebesar 1.585, dan menunjukkan kenaikan Case Fatality Rate
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
(CFR) diare sebesar 1.45% dan angka CFR tahun 2012 menunjukkan tidak
tercapainya target CFR (<1%) (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Provinsi Jawa Barat cakupan pemberian ASI pada tahun 2012 sebesar 47,8%
(Kemenkes, 2013) angka ini menunjukkan penurunan drastis jika dibandingkan
dengan cakupan pemberian ASI di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 sebesar 67,3%
(Kemenkes, 2011). Di Kota Depok persentase ASI eksklusif 38% (Dinkes
Depok, 2012). Di Puskesmas Cimanggis cakupan pemberian ASI eksklusif
sebesar 49.9%. Di kelurahan Curug pemberian ASI eksklusif sebesar 51.1%
(Profil Puskesmas Cimanggis, 2012). Angka cakupan ASI di Depok mengalami
penurunan jika dibandingkan tahun 2010 sebesar 39,6%. Penurunan angka
pemberian ASI eksklusif ini berdampak pada kejadian pneumonia bayi < 1 tahun
di Jawa barat sebesar 68.692 kasus dan meninggal sebanyak 53 bayi. Merujuk
data masih rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indoneia, provini Jawa Barat,
dan di Kota Depok, maka diperlukan upaya peningkatan pemberian ASI di
masyarakat. Sasaran upaya pemberian ASI eksklusif adalah ibu hamil dan
menyusui.
Kelompok ibu hamil dan menyusui termasuk dalam population at risk.
Population at risk adalah kelompok yang memiliki peluang untuk lebih cepat
mengalami masalah kesehatan. Masalah kesehatan pada ibu hamil dan menyusui
muncul karena interaksi faktor resiko dengan dimensi biologi dan usia, faktor
risiko perilaku dan faktor risiko lingkungan (Stanhope & Lancaster, 2010). Pada
karya ilmiah ini ibu hamil dan menyusui berada dalam kelompok risiko, karena
ibu hamil dan menyusui yang memperoleh asuhan belum terputus pemberian ASI
eksklusif pada bayi mereka. Faktor risiko biologi pada ibu hamil dan menyusui
adalah bentuk puting susu ibu, kesiapan ibu berperan menjadi ibu, kecemasan
ibu. Faktor perilaku pada ibu menyusui perilaku diit ibu, ibu bekerja sehingga
menganggap menyusui adalah hal yang merepotkan. Faktor lingkungan pada ibu
hamil dan menyusui yang berpengaruh adalah sulitnya mendapatkan pelayanan
konseling laktasi, dukungan keluarga dan masyarakat untuk tetap memberikan
ASI.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Saleh dan Noer (2011) mengatakan faktor yang mempengaruhi praktik pemberian
ASI eksklisif adalah pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang masih rendah, ibu
bekerja, dukungan suami yang kurang, dan peran tenaga kesehatan yang masih
kurang. Sholihah., at all (2010) menyimpulkan dalam penelitiannya faktor
dominan yang mempengaruhi ibu memberikan ASI adalah pendidikan ibu.
Rahmah (2011) melakukan studi fenomenologi : Atribusi tentang kegagalan
pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja menyimpulkan faktor penyebab yang
sifatnya internal, tidak stabil dan dapat dikendalikan adalah kondisi psikis ibu
yang mengalami stres, kurangnya usaha atau persiapan ibu semasa kehamilan,
kurangnya pengetahuan ibu tentang manajemen laktasi, kurangnya keterampilan
menyusui, kurangnya ketekunan dan kesabaran dalam berlatih menyusui, perepsi
yang salah tentang menyusui, dan tidak adanya motivasi untuk menyusui.
Centre for Breastfeeding Education (2011) mengemukakan bahwa ibu menyusui
masih beranggapan bahwa menyusui dapat membuat ibu tidak bebas beraktivitas.
Selain itu, adanya anggapan pada ibu menyusui bahwa memberikan susu dengan
menggunakan botol lebih mudah dibandingkan dengan menyusui secara langsung
(Centre for Breastfeeding Education, 2011). Faktor risiko sosial ekonomi
ditunjukkan dari hasil survey di Inggris bahwa 17% perempuan memilih
memberikan ASI karena ASI lebih murah dari susu botol dan 25% perempuan
memilih untuk memberikan susu botol kepada bayi mereka karena ingin kembali
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keuangan keluarga (Moddy, Britten, & Hogg,
2006). Peningkatan jumlah wanita bekerja, dan kurang tersosialisasinya manfaat
asi untuk ibu dan bayi menyebabkan ibu memilih untuk tidak memberikan ASI
setelah masa cuti berakhir. Kurangnya pemberian ASI eksklusif pada bayi
berdampak pada angka kematian bayi, kejadian kasus diare pada bayi, dan
penumonia pada bayi. Masalah kematian bayi, diare pada bayi dan pneumonia
harus mendapatkan intervensi di masyarakat.
Lancet (2003) menyatakan intervensi yang direkomendasikan untuk mengurangi
angka kematian bayi (AKB), kejadian diare dan pneumonia pada bayi adalah
pemberian ASI 6-11 bulan. Anak-anak yang mendapat ASI eksklusif 14 kali lebih
mungkin untuk bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
dibandingkan anak yang tidak disusui. Mulai menyusui pada hari pertama setelah
lahir dapat mengurangi risiko kematian baru lahir hingga 45 persen (Unicef,
2013).
Beberapa penelitian yang mengembangkan intervensi untuk mengatasi masalah
pemberian ASI eksklusif telah dilakukan. Chapman, Dami, Perez-Escamilla
(2004) menjelaskan dukungan sebaya memungkinkan terjadinya pendekatan
yang efektif untuk mempromosikan pemberian ASI pada perempuan dengan
berbagai latar belakang sosial ekonomi. Wright, Parkinson, Drewett (2004)
menyimpulkan ibu menyusui akan tetap memberian ASInya setelah mendapat
saran dari teman sebayanya. Chung, at all (2008) menjelaskan dukungan sebaya
pada ibu menyusui merupakan sumber dukungan dan memotivasi ibu untuk
menyusui dibandingkan dengan pemberian pendidikan kesehatan terstuktur
tentang manajemen laktasi. Kistin, Abramson, Dublin (1994) menyimpulkan
perempuan yang ikut aktif dalam diskusi kelompok sebaya memberikan ASI lebih
lama dibandingkan yang tidak mengikuti. Study untuk mengatasi rendahnya
pemberian ASI eksklusif telah dilakukan dan dapat dijadikan sebagai acuan
pemerintah dalam mengembangkan program peningkatan pemberian ASI
eksklusif.
Pemerintah Indonesia telah men jalankan program upaya untuk memecahkan
masalah kurangnya pemberian ASI eksklusif yaitu: 1) pemberlakuan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif; 2)
melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI); 3) melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui
(LMKM); 4) sosialisasi dan kampanye ASI eksklusif; 5) Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE) melalui media cetak dan elektronik; 6) pemberdayaan ibu,
keluarga, dan masyarakat dalam praktek pemberian ASI melalui program
keluarga sadar gizi (KADARZI); 7) bekerjasama dengan lintas sektor terkait
dalam pengawasan pemasaran susu formula dan produk makanan bayi sesuai
standar produk makanan (codex alimentarius); 8)advokasi dan promosi
peningkatan pemberian ASI (Kementrian Kesehatan, 2013). Program Dinas
kesehatan Kota Depok untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif dari 36%
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
menjadi 40 % di tahun 2013 adalah pelatihan konselor laktasi, pendampingan
kerja Puskesmas, pembinaan KP ASI, pembentukan ruang menyusui, penyuluhan
ASI di perusahaan, evaluasi KP ASI. Di Puskesmas Cimanggis program yang
dilaksanakan adalah pelatihan kader tentang KP ASI.
Pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI belum dilaksanakan secara
optimal. Belum ada kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk
meningkatkan cakupan ASI. Program Perkesmas untuk asuhan maternal belum
dijalankan. Pelatihan konselor dan manajemen laktasi belum melibatkan
perawat. Perencanaan program operasional tahunan capaian asuhan maternal
belum ditetapkan, di tingkat dinas kota Depok. Keterbatasan sumber daya
manusia untuk melaksanakan program (Nurhidayati, 2014). Untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif di wilayah kota Depok diperlukan keterlibatan semua
petugas kesehatan. Salah satu petugas kesehatan yang berkontribusi adalah
perawat komunitas.
Perawat komunitas supaya dapat menjalankan upaya kesehatan di masyarakat
dapat menggunakan pendekatan Community Health Nursing (CHN) yaitu dengan
mengkombinasikan ketrampilan klinis berbasis populasi dan pengetahuan yang
mendukung CHN. Aumann (2008) mendefinisikan perawat komunitas adalah
spesialisasi dalam disiplin ilmu keperawatan yang diakui berdasarkan body
knowlege dan teori dari Nigtingale 1868. Pendekatan dan pengembangan teori dan
konseptual telah mewujudkan paradigma keperawatan. Paradigma tersebut
menguraikan hubungan antara orang, kesehatan, lingkungan dan keperawatan.
Kecenderungan saat ini praktek berbasis bukti dikembangkan di keperawatan
komunitas. Praktik berbasis bukti dapat digunakan untuk memperbaiki strategi
intervensi menyelesaikan masalah komunitas.
Strategi intervensi yang telah dikembangkan adalah dengan pendidikan kesehatan,
kemitraan, proses kelompok dan pemberdayaan. Stanhope dan Lancaster (2010)
mendefinisikan pendidikan kesehatan adalah kegiatan dalam rangka upaya
promotif dan preventif yang bertujuan agar masyarakat berperilaku sehat dengan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi masyarakat.
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif antara perawat
komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk kegiatannya
adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan
(Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Empowering
atau pemberdayaan adalah suatu kegiatan keperawatan komunitas dengan
melibatkan masyarakat secara aktif untuk menyelesaikan masalah yang ada di
komunitas, masyarakat sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah (Stanhope
& Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Proses kelompok adalah
suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan bersamaan dengan
masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial support berdasar kondisi dan
kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber &
Thomas, 1999).
.
Proses kelompok untuk meningkatan pemberian ASI eksklusif di masyarakat
yang telah dikembangkan oleh Infant and Young Child Nutrition (IYCN) adalah
“Mother to Mother Support Groups” (MtMSG) di Dadaab camp pengungsian
Somalia. Program MtMSG ini dilakukan di Dadaab camp karena banyaknya
pengungsi adalah ibu dan bayi, jumlah bayi yang banyak dan perubahan status
kesehatan bayi yang terjadi di camp pengungsian. Program ini dirancang supaya
masyarakat mampu mengidentifikasi masalah mereka dan dapat memecahkan
masalah, menerima dukungan, dan meningkat kepercayaan diri untuk
memberikan ASI secara eksklusif. Program aplikasi dari MtMSG di Dadaap
camp dapat meningkatkan inisiasi menyusui dini dari 66,2% pada tahun 2007
menjadi 76,5% pada tahun 2008. Pemberian ASI eksklusif dari 4.1% menjadi
25.6% di tahun yang sama. Pengenalan makanan pada bayi pada usia 6 bulan dari
53,8% menjadi 68.9% .Pemberian ASI yang dilajutkan sampai 1 tahun dari 35%
menjadi 54.4% (LINKAGES, 2010). Program peningkatan pemberian ASI
eksklusif yang dilakukan oleh pemerintah sebagian besar ditujukan kepada kader
kesehatan. Kader setelah mengikuti kegiatan diharapkan mampu menyebar
luaskan pada masyarakat, namun tidak semua kader mampu membagi pengalaman
dan ilmunya di masyarakat. Program langsung pada sasaran ibu hamil untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
mempersiapkan diri menyusui belum banyak di kembangkan di Indonesia. Seperti
halnya di kelurahan Curug.
Fenomena di kelurahan Curug kecamatan Cimanggis berkaitan dengan pemberian
ASI eksklusif diantaranya belum ada wadah untuk membantu ibu hamil dan
menyusui mengatasi masalah. Perencanaan kegiatan program ASI dilaksanakan
setiap tahun oleh programer Gizi di Tingkat Dinas Kesehatan Kota Depok, dengan
rancangan anggaran sampai di tingkat Puskesmas. Kader kelurahan Curug belum
memiliki perencanaan kegiatan KPASI (Kelompok Pendukung ASI), kader hanya
menyarankankan ibu menyusui bayinya secara eksklusif pada pelaksanaan
kegiatan posyandu jika ada ibu baru melahirkan datang ke posyandu. Kader belum
memiliki perencanaan penyuluhan di posyandu (meja 4). Pelaksanaan dan
perencanaan pemberian ASI eksklusif digabung dengan program Kadarzi
(Nurhidayati, 2014).
Hasil FGD kader kesehatan yang telah mengikuti pelatihan KPPASI di
Puskesmas diperoleh tema : 1) tidak tahu kegiatan KP ASI; 2) belum terbentuk
organisasi KP ASI; 3) kurang percaya diri berbicara didepan umum 4) kurang
kemampuan cara komunikasi di dalam kelompok; 5) dinamika kelompok belum
baik; 6) komunikasi 1arah, 7) kurang percaya diri, 8) belum optimal melakukan
pencatatan pemberian ASI eksklusif (Nurhidayati, 2014). Hasil FGD pada ibu
menyusui menyusui dan ibu hamil di kelurahan Curug diperoleh tema :1) tidak
dipahami IM; 2) ASI tidak cukup, 3) disarankan orang tua; 4) puting susu lecet.
Tujuan dilakukan FGD pada ibu hamil dan menyusui adalah untuk menggali
permasalahan pengetahuan IMD: penyebab memberikan susu formula atau
pemberian makan dini pada bayi, yang menganjurkan pemberian susu formula
dan makan dini, serta masalah yang terjadi selama menyusui
Berdasarkan fenomena dan sintesis dari intervensi MtMSG di Dadaap Camp,
dukungan sosial dengan proses kelompok, dan perilaku positif diatas penulis
membuat inovasi intervensi keperawatan komunitas dengan proses kelompok.
Kelompok yang di bentuk adalah Kelompok Swabantu ASI Eksklusif (KS-
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
ASIEKs).
Kegiatan pertemuan KS-ASIEKs di kelurahan Curug dilakukan tiap 2 (dua)
minggu sekali. KS-ASIEKs beranggotakan10-15 orang tiap kelompok terdiri
dari ibu hamil trimester 3 dan ibu menyusui bayi usia 0-1 tahun, tiap kelompok
melaksanakan 8 pertemuan dengan topik tentang kehamilan, menyusui dan
masalah menyusui. KS-ASIEKs di kelurahan Curug kegiatan rutin melibatkan
kader kesehatan sebagai karena masih kurangnya pengetahuan serta motivasi dari
anggota. Kader kesehatan berfungsi sebagai kelompok pendukung kegiatan KS-
ASIEKs dan fasilitator pertemuan.
Hasil kegiatan inovasi intervensi KS-ASIEKs dikelurahan Curug adalah
terbentuk tiga (3) KS-ASIEKs di kelurahan Curug, terjadi peningkatan 15%
kemampuan kader, terjadi peningkatan 25% kemampuan ibu hamil dan menyusui
setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs, terjadi peningkatan 27,8% kepercayaan
diri ibu, terjadi peningkatan 28% dukungan ayah dalam memberikan ASI
eksklusif dan terjadi peningkatan kemandirian keluarga (KM) dari KM I menjadi
KM IV sebanyak 40%
1.2 Tujuan Umum dan Khusus
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang pengaruh KS-ASIEKs terhadap perilaku
ibu hamil dan menyusui dalam memberikan ASI eksklusif di Kelurahan
Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
1.2.2 Tujuan khusus
1.2.2.1 Peningkatan kemampuan (Pengetahuan, sikap dan ketrampilan) kader
sebagai Fasilitator kegiatan KS-ASIEKs
1.2.2.2 Peningkatan pelaksanaan kegiatan KS-ASIEKs (pertemuan rutin,
keaktifan fasilitator, keaktifan anggota KS-ASI)
1.2.2.3 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) anggota
KS-ASIEKs di
1.2.2.4 Peningkatan kepercayaan diri anggota KS-ASIEKs dalam memberikan
ASI Eksklusif
1.2.2.5 Peningkatan dukungan keluarga (suami) dalam pemberian ASI eksklusif
1.2.2.6 Peningkatan kemandirian keluarga dalam mencegah diskontinuitas
pemberian ASI eksklusif
1.2.2.7 Peningkatan pemberian ASI eksklusif pada masyarakat (aggregat dan
keluarga)
1.3 Manfaat
1.3.1. Pengambil Kebijakan :
1.3.1.1Dinas Kesehatan Kota Depok
Mendukung terlaksananya program Perkesmas di kota Depok, dan
menempatkan program perkesmas sebagai program wajib Puskesmas,
sehingga pelaksanaan kegiatan KS-ASIEKs lebih optimal.
1.3.1.2 Pemerintah Kota Depok
Mendukung terlaksananya program Perkesmas di Kota Depok, dan
memberikan kesempatan seluas-luasnya perawat untuk meningkatkan
pendidikan, sehingga pengembangan diri dan kemampuan perawat di kota
Depok meningkat.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
1.3.2 Pelayanan kesehatan Dalam Keperawatan
1.3.2.1 Puskesmas Kecamatan Cimanggis
Kegiatan kelompok swabantu ASI dapat menjalankan upaya preventif,
dan promotif. Puskesmas Cimanggis dapat meningkatkan cakupan,
mereplikasi kegiatan KS-ASIEKs untuk meningkatkan pemberian ASI
eksklusif di wilayah Puskesmas Cimanggis.
1.3.2.2 Perawat Komunitas
Perawat Perkesmas Puskesmas Cimanggis dapat mengembangkan program
pelayanan dan asuhan keperawatan kelompok, khususnya asuhan
maternal sebagai upaya pencapaian indikator standar pelayanan minimal
bidang kesehatan
1.3.2.3 Keluarga dan masyarakat
Kelompok Swabantu ASI dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan ibu hamil dan ibu menyusui serta kemadirian keluarga dalam
memberikan ASI eksklusif.
1.3.3 Perkembangan Ilmu Keperawatan
Pengembangan program praktik keperawatan komunitas KS-ASIEKs
sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas yang efektif dengan
sasaran komunitas dan keluarga dalam upaya promotif dan preventif pada
ibu hamil dan menyusui. Penerapan KS-ASIEKs dapat dijadikan
intervensi keperawatan komunitas yang lebih efektif dalam upaya
meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan mencegah diskontinuitas
menyusui.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
11 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan mengenai kelompok ibu hamil dan menyusui sebagai
aggregate berisiko, dukungan sosial pada ibu menyusui, proses kelompok dan
perilaku positif dalam menyusui yang terintegrasi dalam intervensi keperawatan
komunitas, model Community As Partner (CAP), serta Family Centered Nursing
(FCN) dalam memberikan memberikan asuhan keperawatan komunitas pada
aggregate ibu menyusui.
2.1 Kelompok Ibu Hamil dan Menyusui sebagai Aggregate Berisiko
Aggregate adalah sekumpulan individu yang berinteraksi di suatu daerah atau
mempunyai karakteristik khusus dan menjadi bagian dari masyarakat (Stanhope &
Lancaster, 2010). Hitchcock, Schubert dan Thomas (1999) mendefinisikan
aggregate adalah kelompok orang dengan kebutuhan yang sama. Maglaya (2009)
menjelaskan aggregate adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik
khusus, tahap perkembangan atau paparan pada faktor lingkungan khusus, dan
masalah kesehatan. Berdasar beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
aggregate definisikan sekelompok individu yang memiliki karakteristik khusus,
tahap perkembangan atau paparan pada faktor lingkungan khusus, dan masalah
kesehatan dan menjadi bagian dari masyarakat.
Berdasar pengertian aggregate diatas, perempuan dengan karakteristik hamil dan
menyusui adalah aggregate. Kelompok ibu hamil dan menyusui berisiko
mendapat masalah kesehatan karena tahap pertumbuhan dan perkembangannya,
faktor sosial dan lingkungannya (Lundy & Janes,2009). Perempuan pada usia 20-
40 tahun menurut Lundy dan Janes (2009) merupakan usia produktif, fungsi
reproduksi mulai matang. Pada kelompok usia 20-40 tahun perempuan biasa
hamil, untuk menjalankan fungsi reproduksi. Pada masa kehamilan dan usia subur
wanita dapat mengalami masalah-masalah kesehatan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
12
12 Universitas Indonesia
Definisi risiko mengacu pada kondisi kesehatan sebagai hasil interaksi dari faktor
genetik seseorang, gaya hidup, serta lingkungan fisik dan sosial dimana orang
tersebut tinggal atau bekerja (Lundy & Janes, 2009). Risiko merupakan efek dari
integrasi beberapa faktor, yang kemudian menyebabkan perubahan pada status
kesehatan seseorang (Sebastian, 2004, dalam Lundy & Janes, 2009). Mc.Murray
(2003) mendefinisikan risk sebagai kemungkinan terjadinya penyakit atau cidera
karena adanya beberapa faktor dari individu maupun faktor dari lingkungan atau
keduanya.
Population at risk di definisikan oleh Mc.Murray (2003) sebagai keadaan dimana
populasi tidak secara teratur mengakses pelayanan kesehatan, sehingga populasi
tersebut berada dalam keadaan sakit, cidera atau mendapatkan masalah kesehatan.
Maurer dan Smith (2005) mendifinisikan population at risk adalah kelompok
secara statistic berisiko terkena masalah kesehatan dan memiliki keterbatasan.
Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan population at risk adalah kelompok
berisiko terkena masalah kesehatan dan memiliki keterbatasan yang tidak dapat
secara teratur mengakses pelayanan kesehatan, sehingga kelompok mendapatkan
masalah kesehatan, cidera atau sakit.
Kelompok ibu hamil dan menyusui menurut Stanhope dan Lancaster (2010)
mendapatkan masalah kesehatan karena hambatan transportasi, birokrasi, petugas
kesehatan yang menolak memberikan pelayanan, klinik yang ramai dan penuh
sesak. Stanhope dan Lancaster (2010) menjelaskan kesehatan perempuan terutama
selama kehamilan di daerah pedesaan perlu diperhatikan oleh perawat komunitas.
Kesehatan ibu selama kehamilan dipengaruhi oleh sosial ekonomi yang kurang,
tingkat pendidikan, umur, pekerjaan dan penggunaan pelayanan prenatal. Melihat
fenomena di masyarakat dan teori peneliti menyimpulkan ibu hamil dan ibu
menyusui sebagai kelompok di masyarakat berisiko diskontinuitas pemberian ASI
karena hambatan transportasi untuk mencapai petugas kesehatan dan konselor
laktasi, birokrasi saat mengunakan pelayanan kesehatan guna mengatasi masalah
menyusui, kesibukan petugas kesehatan di masyarakat sehingga kurang
memberikan layanan konseling menyusui.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
13
12 Universitas Indonesia
Stanhope dan Lancaster (2010) memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan kesehatan dan masalah kesehatan seorang ibu. Akan tetapi, tidak
setiap ibu yang terpapar dengan keadaan yang sama akan memperoleh dampak
yang sama juga. Masalah kesehatan yang muncul pada kelompok ibu hamil dan
menyusui dapat diidentifikasi melalui faktor resiko yang menyebabkan suatu
kondisi diskontinuitas menyusui. Faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu
mengalami diskontinuitas menyusui adalah faktor biologi dan usia (biological
including age risks), sosial dan lingkungan fisik (social and physical
environmental risk), dan faktor risiko perilaku dan gaya hidup (behavioral
lifestyle risk) (Stanhope & Lancaster, 2010).
2.1.1 Faktor Biologi dan usia
Perkembangan individu, kondisi kesehatan, faktor genetik merupakan komponen
faktor biologi yang mempengaruhi kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2010). Fitria
(2010) menyimpulkan dalam peneltiannya bahwa perawaatan payudara dan
mengkonsumsi makanan bergizi berhubungan dengan produksi ASI pada ibu
menyusui. Puting susu mendatar atau terbenam dapat membuat bayi sulit
menyusu. Selama kehamilan ibu akan mengalami perubahan tingkat inversi puting
susu, pigmentasi kulit, dan elastisitas, 10 % ibu tetap mengalami puting susu
inverted setelah persalinan (Smith, 2013). Chen et al (2004 dalam Lawrence &
Lawrence 2011) menjelaskan etnisitas memiliki sedikit pengaruh pada ukuran
payudara dan produksi ASI.
Lawrence dan Lawrence (2011) menjelaskan Ibu dengan riwayat penyakit Human
Immunodeficiency virus tipe 1 (HIV-1) dan Human Immunodeficiency virus tipe
2(HIV-2),Human T-Cell Leukimia Virus tipe 1(HTLV-1) dan Human T-Cell
Leukimia Virus tipe II(HTLV-II) merupakan kontra indikasi untuk memberikan
ASI. Ibu terdiagnosa penyakit yang menular melalui udara, droplet pernafasan dan
kontak langsung pemisahan sementara antara ibu dan bayi dapat dilakukan,
namun bayi tetap mendapat ASI perah.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
14
12 Universitas Indonesia
2.1.2 Faktor Sosial dan lingkungan fisik
Keadaan sosial dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesehatan.
Lingkungan yang mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan,
kriminalitas, polusi, dan adanya stress lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan
terjadinya masalah kesehatan dalam keluarga (Stanhope & Lancaster, 2004).
Allender dan Spradley (2010) mengidentifikasi aspek sosiokultural terdiri dari
tingkat pendidikan, nilai dan budaya, dukungan sosial, dan akses pelayanan
kesehatan.
Status kesehatan seseorang akan menurun jika terjadi ketidakadekuatan sumber
dan proses koping sosial. Ibu menyusui sangat membutuhkan dukungan
masyarakat agar dapat memberikan ASI secara eksklusif. Hasil survey yang
dilakukan di Inggris pada tahun 2000 menemukan, 84% ibu menyusui karena
teman mereka juga menyusui anaknya dan 54% wanita memberikan susu botol
pada bayi karena teman-teman mereka juga memberikan susu botol (Moddy,
et.,al, 2006). Diperjelas dengan penelitian Setiawan (2008) mengidentifikasi
tingkat pendidikan dan sikap ibu secara signifikan berkorelasi positif terhadap
perilaku pemberian ASI eksklusif.
Ibu menyusui sangat membutuhkan dukungan dari pasangan dan keluarga selama
periode menyusui. Dukungan instrumental memegang peran penting dalam
pemenuhan kebutuhan selama periode menyusui. Ibu menyusui berharap bahwa
dukungan sosial yang ada di sekitar mereka akan berdampak pada mobilisasi
dukungan yang ada pada jejaring sosial mereka (Negrog, Martin, Almog, Balnierz
& Howell, 2010).
2.1.3 Faktor Perilaku dan Gaya Hidup
Kebiasaan kesehatan berkontribusi besar terhadap angka kesakitan dan angka
kematian. Gaya hidup adalah pola kebiasaan kesehatan pribadi dan perilaku
berisiko individu dan keluarga. Keluarga menjadi unit dimana perilaku kesehatan,
nilai-nilai kesehatan, kebiasaan kesehatan, dan persepsi terhadap risiko kesehatan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
15
12 Universitas Indonesia
ditanamkan. Keluarga membentuk kebiasaan bagaimana makanan dibuat dan
disajikan, pola istirahat dan tidur, rencana aktivitas, pemeriksaan kesehatan,
kepatuhan terhadap pengobatan, menentukan kapan anggota keluarga sakit, dan
kapan anggota keluarga harus memperoleh perawatan (Stanhope & Lancaster,
2004). Centre for Breastfeeding Education (2011) mengemukakan bahwa ibu
menyusui masih beranggapan bahwa menyusui dapat membuat ibu tidak bebas
beraktivitas. Selain itu, adanya anggapan pada ibu menyusui bahwa memberikan
susu dengan menggunakan botol lebih mudah dibandingkan dengan menyusui
secara langsung (Centre for Breastfeeding Education, 2011).
Transisi perpindahan dari satu tahap atau kondisi merupakan saat berisiko pada
kelompok. Pengalaman mengharuskan kelompok mengubah perilaku, jadual, pola
komunikasi, membuat keputusan baru, mengidentifikasi, dan belajar untuk
menggunakan sumber daya baru (Allender & Spradley, 2010). Perubahan peran
pada kelompok ibu hamil dan menyusui menyebabkan mereka harus beradaptasi.
Pengalaman memberikan ASI sebelumnya, status anak, dan kejadian-kejadian
selama memberikan ASI sebelumnya mempengaruhi kelompok ibu menyusui
tetap memberikan ASI pada bayinya (Thulier & Mercer, 2009).
2.2 Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat dalam Peningkatan
Pemberian ASI
Huber (2010) mendefinisikan manajemen adalah koordinasi dan integrasi sumber-
sumber melalui perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pengarahan, dan
pengawasan dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut Huber (2010) menjelaskan
manajemen keperawatan adalah suatu proses koordinasi dan pengintegrasian
sumber-sumber dengan melakukan langkah-langkah manajemen unit pelayanan
keperawatan. Manajemen keperawatan tidak lepas dari penggunaan ketrampilan
dan pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan
pada pelayanan keperawatan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
16
12 Universitas Indonesia
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif
yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya PPNI, 1983).
Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) merupakan pelayanan
yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar mandiri
dalam kesehatannya (Kepmenkes No. 279 Tahun 2006).
Penerapan Perkesmas di Indonesia khususnya pada masalah diskontinuitas ibu
menyusui dapat dilakukan dalam dua bentuk: pertama, pelayanan asuhan
keperawatan kelompok diberikan kepada kelompok ibu hamil dan menyusui
dalam masyarakat yang memerlukan perhatian dan kedua, asuhan keperawatan
keluarga yang ditujukan pada keluarga rawan yang memiliki risiko diskontinuitas
pemberian ASI. Pelayanan asuhan keperawatan kelompok dan keluarga untuk
mencegah diskontinuitas pemberian ASI mendukung pencapaian indikaror
pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan dalam standar pelayanan minimal
(SPM).
Keterpaduan kegiatan perkesmas dalam upaya mencapai SPM terlihat dalam
pedoman perkesmas untuk perawat Puskesmas. Pada pedoman disebutkan
pelayanan pencegahan diskontinuitas menyusui merupakan pelayanan promosi
kesehatan. Indikator SPM yang harus dicapai pada pelayanan promosi kesehatan
pemberian ASI eksklusif pada bayi adalah 80%. Untuk mencapai indikator
kegiatan Perkesmas dapat dilakukan dengan pemberian asuhan keperawatan
keluarga pada ibu hamil dan menyusui, serta asukan keperawatan kelompok ibu
hamil dan menyusui yang ada di masyarakat sebagai bentuk pelayanan
keperawatan (Kementrian Kesehatan, 2006).
Pelayanan keperawatan di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem
kesehatan secara keseluruhan (Suhartati, 2013). Pelayanan kesehatan yang ada di
masyarakat sering disebut dengan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Suhartati
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
17
12 Universitas Indonesia
(2013) menjelaskan UKM merupakan bentuk pelayanan kesehatan dimana
terdapat peran aktif masyarakat dan swasta. Peningkatan UKM memerlukan
pelaksanaan fungsi manajemen yang baik guna menjaga kesinambungan dan
keberlangsungan kegiatan.
Fungsi manajemen menurut Fayol (1925 dalam Marquis 2012) terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, komando, koordinasi dan kontrol. Konsep
manajemen yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan komunitas berdasarkan
konsep yang dikemukakan oleh Marquis dan Huston (2012) yaitu penerapan
fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepegawaan
(staffing), pendelegasian (directing) dan kontrol (controlling).
Marquis dan Huston (2012) mendefinisikan perencanaan adalah upaya
memutuskan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, dan bagaimana,
kapan dan dimana hal tersebut dilakukan. Gillies (2000) menjelaskan perencanaan
adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan yang matang tentang apa
yang akan dikerjakan dalam satu periode waktu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan menyusun dan menentukan rangkaian kegiatan. Swansburg
(1999) menjelaskan tujuan perencanaan yaitu analisis, pengkajian sistem,
penyusunan strategi (tujuan jangka panjang) dan operasional (tujuan jangka
pendek) dan memilih prioritas yang akan dilakukan termasuk alternatifnya.
Terdapat tujuh elemen perencanaan yang dikemukakan oleh Marquis dan Huston
(2012) yaitu: (1)visi dan misi, (2) filosofi, (3) tujuan umum, (4) tujuan khusus, (5)
kebijakan, (6) prosedur dan (7) aturan.
Perencanaan perkesmas untuk mencegah diskontinuitas pemberian ASI eksklusif
mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota dengan langkah menentukan tindakkan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia (Kementrian kesehatan, 2011). Di tingkat puskesmas proses
penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah diskontinuitas
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas. Perencanaan kegiatan
perkesmas dengan langkah: menyusun usulan kegiatan sesuai dengan prioritas,
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
18
12 Universitas Indonesia
menyusun usulan kegiatan yang terpadu dan disertai dengan persetujuan
pembiayaan, menyusun rencana peleksanaan kegiatan (Kementrian kesehatan,
2011). Pembiayaan pelaksaanaan kegiatan perkesmas bersumber dari: (1)
pemerintah; APBN (DIPA dan BOK), APBD (DIPA dan Jamkesda, retribusi
puskesmas; (2) Sumber lain : Jamsostek, bantuan luar negeri, Non Govermen
Organization (NGO) (Kementrian kesehatan, 2011).
Pengorganisasian dalam manajemen merupakan pembentukan struktur sebagai
pelaksana rencana program, menetapkan program layanan yang tepat, menentukan
aktivitas yang akan dicapai masing-masing bagian, bekerja pada struktur
organisasi, memahami, menggunakan kekuatan yang tepat (Marquis & Hurston,
2012). Struktur organisasi mengacu pada bagaimana kelompok dibentuk, alur
komunikasi, pengaturan kewenangan dan pengambil keputusan. Pengorganisasian
diperlukan karena lebih banyak pekerjaan dapat dilakukan bersama daripada
bekerja sendiri. Pada tahap pengorganisasian hubungan masing-masing bagian di
definisikan, prosedur ditentukan, dan rincian tugas-tugas yang diberikan harus
jelas. Pengorganisasian juga membentuk struktur formal yang akan menciptakan
koordinasi serta penentuan sumberdaya untuk mencapai tujuan (Marquis &
Huston, 2012). Fayol (1949 dalam Marquis & Huston, 2012) menyebutkan tujuan
pengorganisasian adalah mendapatkan sumberdaya manusia, perlengkapan,
sumber untuk menggerakkan, mengorganisasikan dan bekerja sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai.
Setiap organisasi memiliki struktur formal dan informal. Struktur formal melalui
pembagian departemen, pembagian kerja, memberikan kerangka kerja untuk
menjelaskan kewenangan, tanggung jawab dan tanggung gugat manajerial.
Marquis dan Huston (2012) menyebutkan elemen pengorganisasian terdiri
struktur organisasi, uraian tugas, kerjasama lintas sektor dan program, dan
koordinasi.
Struktur organisasi perkesmas diuraikan pada penyeliaan keperawatan kesehatan
masyarakat. Penanggungjawab keperawatan kesehatan masyarakat di puskesmas
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
19
12 Universitas Indonesia
adalah kepala puskesmas. Selanjutnya kepala puskesmas menetapkan perawat
pelaksana perkesmas, perawat penanggungjawab daerah binaan dan perawat
koordinator perkesmas di puskesmas (Kementrian Kesehatan, 2006).
Staffing merupakan fungsi ketiga dalam manajemen pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan bersifat labor intesive (pelayanan yang membutuhkan
pekerja yang banyak untuk mencapai tujuan). Pada staffing manajer melakukan
perekrutan pekerja, memilih, memberikan orientasi dan meningkatkan
pengembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Memperkirakan
jumlah kepersonaliaan dengan akurat adalah ketrampilan manajemen untuk
menghindari krisis kepersonaliaan. Elemen staffing adalah menentukan kebutuhan
staff saat ini dan masa datang, melakukan wawancara, memilih dan menempatkan
staff (Marquis & Huston, 2012).
Staffing kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten/kota
adalah adanya perawat penyelia keperawatan kesehatan masyarakat
kapupaten/kota dengan kualifikasi Ners dan telah mendapatkan pelatihan
keperawatan komunitas, serta berpengalaman bekerja di puskesmas. Kedudukan
perawat penyelia di Dinas Kesehatan kabupaten dapat struktural ataupun
fungsional, tergantung pada kondisi daerah. Tugas perawat penyelia perkesmas,
bertanggung jawab kepada kepala Dinas Kesehatan kabupaten untuk: (1)
pertemuan rutin perawat koordinator puskesmas dalam rangka: koordinasi
penyusunan rencana upaya perkesmas, mengidentifikasi faktor penghambat dan
penunjang pelaksanaan perkesmas, mengidentifikasi inovasi, perubahan
pelaksanaan, membahas hasil pertemuan dan evaluasi perkesmas dan
perencanaan tindak lanjut seluruh puskesmas kabupaten/kota; (2) kunjungan
lapangan dalam rangka: penyeliaan terhadap penyelenggaraan upaya perkesmas,
pembinaan langsung pada perawat koordinator dan pelaksana, membimbing dan
bersama kepala puskesmas memfasilitasi refleksi diskusi kasus (RDK) oleh
perawat puskesmas (Kementrian Kesehatan, 2006).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
20
12 Universitas Indonesia
Kepala puskesmas dibantu oleh perawat koordinator sekaligus menjadi
koordinator keperawatan kesehatan masyarakat. Koordinator ditetapkan oleh
kepala puskesmas berdasarkan kualifikasi pendidikan minimal D3 keperawatan
dan telah mendapatkan pelatihan keperawatan kesehatan komunitas. Perawat
koordinator bertanggung jawab pada kepala puskesmas melakukan bimbingan
teknis maupun administrative kepada perawat penanggungjawab daerah binaan
dan perawat pelaksana. Tugas perawat koordinator perkesmas meliputi : (1)
pertemuan dengan perawat pelaksana / penanggung jawab daerah binaan untuk :
mengidentifikasi prioritas masalah, merencanakan kegiatan keperawatan
kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembahasan masalah dengan RDK,
membahas hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan perkesmas dan
mengusulkan rencana tindak lanjut; (2) melakukan kunjungan lapangan untuk
membimbing perawat pelaksana dan peawat penanggung jawab daerah binaan; (3)
menyusun laporan evaluasi hasil upaya perkesmas di puskesmas dan
perkembangannya (Kementrian Kesehatan, 2006)
Pengarahan dan pengendalian merupakan peran manajer berupaya membangun
lingkungan kerja yang kondusif untuk mencapai tujuan (Gillies, 2000).
Pengarahan merupakan kegiatan membangun, memelihata, mempertahankan dan
memajukan organisasi melalui staff baik secara struktural maupun fungsional
supaya langkah pencapaian tujuan tidak keluar dari perencanaan. Marquis dan
Huston (2012) menyebutkan komponen pengarahan adalah memotivasi, membina
komunikasi organisasi, memecahkan konflik, memfasilitasi kerjasama, negosiasi,
dan dampak tawar menawar kolektif dan undang-undang ketenagaan pada
manajemen. Manajer melakukan pengarahan supaya pekerjaan dapat diselesaikan.
Upaya manajer memotivasi dan menciptakan suasana yang baik, untuk mencapai
tujuan individu dan tujuan organisasi.
Pengarahan dan pengendalian merupakan rangkaian penyelenggaraan pemantauan
serta penilaianan pada upaya perkesmas. Pengarahan dilakukan secara berkala
oleh kepala puskesmas dan koordinator perkesmas melalui kegiatan: (1)
membahas atau mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
21
12 Universitas Indonesia
perkesmas: RDK, lokakarya mini bulanan, lokakarya mini tri bulanan; (2)
melakukan penilaian yang dilakukan setiap akhir tahun (Kementrian Kesehatan,
2006). Pengendalian kegiatan perkesmas menggunakan indikator kinerja
perawata dan dilakukannya dokumentasi setiap kegiatan Perkesmas dan pelaporan
kegiatan Perkesmas. Indikator kinerja terdiri atas input, proses dan output.
Indikator output di dasarkan pada pencapaian indikator standar pelayanan minimal
pelayanan kesehatan Kabupaten/Kota.
Fungsi pengawasan dijelaskan oleh Marquis dan Huston (2012) merupakan
evaluasi dalam proses manajemen. Pengawasan memiliki tujuan supaya
sumberdaya yang digunakan efisien dan staf lebih efektif dalam mencapai tujuan
program. Elemen pengawasan dirinci sebagai berikut, monitoring dan evaluasi
program, kendali mutu dan penilaian kinerja. Manfaat pengawasan yaitu
mengetahui capaian kegiatan program yang dilakukan oleh staf sesuai dengan
standar atau rencana kerja.
Pengawasan dan pertanggungjawaban kegiatan perkesmas terintegrasi dengan
kegiatan puskesmas lainnya. Pengawasan dilakukan baik internal maupun
eksternal. Monitoring dan evaluasi (monev) kegiatan perkesmas dilakukan oleh
perawat penyelia dinas Kabupaten/Kota dan perawat koordinator/kepala
puskesmas. Terdapat tiga indikator monev : struktur, proses, output dan dampak
(Kementrian kesehatan, 2011).
Indikator dampak dilihat dari asuhan keperawatan keluarga yaitu keluarga mandiri
dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya yang dinilai dengan tingkat
kemandirian keluarga. Kementrian Kesehatan RI (2006) menetapkan empat (4)
indikator kemandirian keluarga yaitu: (1) keluarga mandiri tingkat pertama (KM-
I): menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan; (2) keluarga
mandiri tingkat dua (KM-II): menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat,
menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan, tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar,
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
22
12 Universitas Indonesia
melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan; (3) Keluarga mandiri
tingkat tiga (KM-III): menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat,
menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan, tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar,
melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan, memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan secara aktif; (4) keluarga mandiri tingkat empat (KM-IV):
menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat, menerima pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan, tahu dan dapat
mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar, melakukan perawatan
sederhana sesuai yang dianjurkan, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
secara aktif, melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif.
2.3 Asuhan Keperawatan Komunitas
Model pengkajian yang dikembangkan pada aggregate wanita dewasa menyusui
adalah aplikasi dari community as partner yang dikembangkan oleh Anderson dan
McFarlane dari teori Betty Neuman (Anderson & McFarlane, 2013). Model ini
lebih berofkus pada perawatan kesehatan masyarakat, yang meliputi praktek,
keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh
dalam meningkatkan kesehatannya. Model Community as partner melihat setiap
variable merupakan sesuatu yang holistic sehingga variable akan tergali
perasalahannya. Model community as partner masyarakat dikelilingi oleh tiga
garis pertahanan yaitu : garis pertahanan flesibel, normal dan resisten. Garis
pertahanan fleksibel adalah kesehatan yang dinamis hasil dari respon terhadap
stressor yang tidak menetap seperti mobilisasi tetangga dan stressor lingkungan.
Garis pertahanan normal adalah angka kematian, tingkat ekonomi masyarakat.
Sedangkan garis pertahanan resisten adalah mekanisme internal terhadap stressor
(Anderson & McFarlane, 2013).
Garis utuh yang melingkupi masyarakat merupakan garis pertahanan normal
untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat dari waktu ke waktu. Garis
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
23
12 Universitas Indonesia
pertahanan normal meliputi karakteristik tingkat imunitas yang tinggi, angka
kematian bayi yang rendah, atau tingkat pendapatan rata-rata. Garis pertahanan
normal juga meliputi pola teladan koping, kemampuan memecahkan masalah
yang merupakan indikator kesehatan masyarakat (Anderson & McFarlane, 2013).
Garis pertahanan fleksibel digambarkan sebagai garis putus-putus di sekitar
masyarakat dan garis pertahanan normal. Garis pertahanan fleksibel adalah suatu
daerah penyangga yang memiliki tingkat kesehatan yang dinamis sebagai hasil
yang mewakili suatu tingkat kesehatan yang dinamis sebagai hasil tanggapan
temporer terhadap stressor. Tanggapan temporer merupakan pengerahan
lingkungan melawan terhadap stressor lingkungan, misalnya beredarnya majalah
dewasa yang tak dikehendaki. Delapan sub sistem dibagi melalui garis putus-
putus untuk menggambarkan bahwa delapan sub sistem tidak terpisah tetapi saling
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh satu sama lain (Anderson & McFarlane,
2013).
Anderson dan McFarlane (2013), menjelaskan garis pertahanan resisten di dalam
masyarakat merupakan mekanisme internal yang berlaku untuk melindungi
masyarakat terhadap stressor. Bentuk pertahanan resisten dalam masyarakat
seperti contoh dari ibu bekerja yang tetap memberikan ASI, membuat ibu-ibu
yang di rumah terpacu untuk tetap memberikan ASI. Garis pertahanan resisten ada
sepanjang seluruh sub sistem dan menghadirkan kekuatan masyarakat. Pada
model ini, stressor mengakibatkan ketidak seimbangan dalam sistem. Stressor
yang berasal dari dalam dan luar komunitas jika menembus garis flexible maupun
normal akan mengakibatkan gangguan dalam komunitas. Jumlah gangguan atau
ketidak seimbangan disebut sebagai derajat reaksi (Anderson & McFarlane,
2013).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
24
12 Universitas Indonesia
2.3.1 Pengkajian
Model Community as partner terdapat dua faktor utama yaitu fokus pada
komunitas sebagai mitra dan proses keperawatan (Anderson & McFarlane, 2013).
Pada pengkajian komunitas terdapat core dan 8 (delapan) sub sistem dari
masyarakat. Core yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregate, demografi,
suku, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada sub sistem terdapat lingkungan fisik,
pelayanan kesehatan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Pada aggregate ibu hamil dan ibu menyusui unsur-unsur pengkajian berdasarkan
model community as partner adalah:
2.3.1.1 Core adalah inti dari komunitas terdiri dari :
Riwayat terbentuknya komunitas, yang terdiri dari sejarah terbentuknya
komunitas yaitu sejarah tentang riwayat komunitas yang berhubungan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
25
12 Universitas Indonesia
dengan menyusu pada balita dan perkembangan komunitas yang berkaitan
dengan perkembangan balita menyusu. Hal ini dimaksudkan untuk
menggali lebih dalam berapa lamakah balita tinggal di dalam komunitas?.
Demografi, yang terdiri dari data demografi dan data statistik vital. Data
demografi terdiri dari: (1) jumlah balita berdasarkan jenis kelamin,
(2)jumlah ibu hamil, (3) jumlah ibu menyusui, (2) jenjang pendidikan ibu
hamil, menyusui, (4) cakupan ASI eksklusif, (5) jumlah konselor ASI, (6)
Suku yang meliputi: (a) suku di masyarakat yang berpengaruh terhadap
kejadian balita menyusu. Hal ini perlu dikaji dikarenakan kebiasaan suku
yang memberikan makan pertama pada bayi, (b) gaya hidup masyarakat
terutama yang berpengaruh pada balita dan ibu menyusui.
Vital statistik meliputi: (1) angka kematian ibu, (2) jumlah ibu hamil
dengan KEK, (3) angka kematian bayi, (4) angka kelahiran bayi, (5)
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Nilai dan
keyakinan meliputi (1) kebiasaan baik dan buruk yang dilakukan bayi
selama menyusu, (2) perilaku yang dapat mengakibatkan menyusui secara
eksklusif, (3) keyakinan ibu kemampuan memberikan ASI eksklusif, (4)
keyakinan keluarga terkait pemberian ASI, (5) keyakinan masyarakat
berkaitan pemberian ASI eksklusif.
2.3.1.2 Subsistem, terdiri dari:
Lingkungan fisik meliputi: (1) keadaan lingkungan tempat tinggal ibu-
bayi yang dapat berisiko untuk terjadinya terputusnya menyusui (ibu
bekerja), (2) tempat yang biasa digunakan ibu berinteraksi dengan sesama
ibu pemberi ASI. Pelayanan kesehatan dan sosial meliputi: (1) fasilitas
kesehatan yang ada. Puskesmas bertugas untuk melakukan pengkajian dan
penanganan mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi pada
komunitas termasuk permasalahan menyusu pada ibu-bayi, (2) keberadaan
pojok laktasi, (3) konseling menyusui, (4) kursus ibu hamil dan menyusui,
fasilitas kesehatan ini juga selayaknya sebagai sumber data bagi
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
26
12 Universitas Indonesia
pemerintah untuk menentukan kebijakan dalam pencegahanterputusnya
pemberian ASI eksklusif pada balita, (5) jenis pelayanan kesehatan yang
tersedia untuk ibu-bayi, Puskesmas kemungkinan besar memiliki data vital
mengenai cakupan ASI eksklusif, (6) kegiatan sosial yang ada di
komunitas bagi ibu-bayi, kegiatan sosial akan memudahkan pendekatan
pada agregat sehingga rencana intervensi akan berjalan dengan baik, (7)
keaktifan kegiatan balita di komunitas, orang tua bayi yang aktif di
kegiatan sosial atau kegiatan positif lainnya akan lebih mudah untuk
menerima masukan atau intervensi dari petugas kesehatan, (8) pelayanan
dan lembaga sosial yang ada di komunitas yang perhatian terhadap
menyusui, pelayanan dan lembaga ini bisa menjadi mitra bagi perawat
komunitas dalam melaksanakan rencana asuhan.
Ekonomi meliputi: (1) pendapatan keluarga ibu-bayi, (2) pekerjaan orang
tua bayi. Keamanan dan transportasi meliputi: (1) alat transportasi di
keluarga dan komunitas, (2) karakteristik keamanan di komunitas terkait
ASI bayi. Politik dan Pemerintahan meliputi: (1) kebijakan di komunitas
yang mengatur tentang pencegahan diskontinuitas ASI eksklusif pada bayi,
(2) peraturan dalam keluarga yang mengatur tentang penggunaan sanitasi
lingkungan yang bersih dan sehat.
Komunikasi meliputi: (1) sarana komunikasi yang ada di keluarga dan
komunitas yang digunakan oleh orang tua bayi, (2) media informasi yang
digunakan keluarga dan komunitas. Media yang tersedia dan digunakan
akan memberikan gambaran dalam melakukan intervensi keperawatan.
Pendidikan meliputi: (1) tingkat pendidikan orang tua balita, (2)
pengetahuan orang tua tentang kejadian kesiapan menyusui, inisiasi
menyusu dini dan ASI eksklusif. Rekreasi meliputi: (1) jenis rekreasi yang
dilakukan oleh ibu, (2) tempat rekreasi ibu, (3) frekuensi ibu dalam
berekreasi, (4) penggunaan waktu senggang ibu.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
27
12 Universitas Indonesia
2.3.1.3 Stressor
Kegagalan dalam proses menyusui sering karena timbulnya beberapa
masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu
yang tidak memahami masalah ini, kegagalan menyusui dianggap problem
anak saja. Masalah dari ibu timbul selama menyusui dapat dimulai sejak
sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan, dan
masa pasca persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula diakibatkan
karena keadaan khusus. Ibu sering mengeluhkan bayinya sering menangis,
atau menolak menyusu, yang sering diartikan ASI tidak cukup, atau ASI
tidak enak dan tidak baik sehingga sering menyebabkan ibu mengambil
keputusan untuk menghentikan menyusui. Masalah pada bayi umumnya
terkait dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi bingung
putting dan sering menangis, yang sering ditafsirkan oleh ibu dan keluarga
ASI tidak tepat untuk bayi.
2.3.1.4 Persepsi
Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
melampirkan pesan (Rakhmat,2004). Persepsi tentang pemberian ASI di
masyarakat meliputi : (1) bagaimana persepsi masyarakat tentang ASI
eksklusif dan pemberian makan dini pada bayi, (2) masalah-masalah yang
terjadi di masyarakat terkait dengan pemberian ASI eksklusif dan IMD, (3)
bagaimana pengetahuan masyarakat tentang IMD dan ASI eksklusif
seperti pengertian, langkah IMD, manfaat ASI eksklusif, dampak tidak
diberikan ASI eksklusif, Masalah-masalah selama menyusui; (4)
bagaimana sikap keluarga dan masyarakat terhadap masalah ASI eksklusif.
Sebelum proses pengkajian komunitas dimulai, fase pra pengkajian perlu dibuat
dalam rangka mengembangkan perencanaan pengkajian. Fase pra pengkajian
meliputi penetapan tujuan pengkajian, menetapkan komunitas dan kerangka kerja
mengenai panduan dalam pengumpulan data. Setelah data dikumpulkan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
28
12 Universitas Indonesia
berdasarkan sumber data yang ada di komunitas proses selanjutnya adalah analisis
data melalui kategori frame work pengkajian komunitas, dan perbandingan
komunitas dengan komunitas yang lebih luas seperti negara dan pemerintah.
Selanjutnya hasil analisa data dilakukan sintesis data, sebagai hasil akhir dari
pengkajian adalah diagnosa keperawatan (Ervin, 2002).
2.3.2 Diagnosis keperawatan
Ervin (2002) mengemukakan diagnosa keperawatan dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan hipotesis atau hasil yang diharapkan yang didapat dari proses analisis
dan sisntesis data yang telah didapatkan pada fase pengkajian komunitas.
Diagnosis adalah suatu pernyataan hasil sisntesis pengkajian data. Diagnosa
keperawatan komunitas berfokus pada suatu komunitas yang biasanya didefinikan
sebagai suatu kelompok, populasi atau kumpulan. Dalam diagnosis berisi
masalah, etiologi dan dokumentasi penyebab/sumber masalah.
Bedasarkan hasil kesepakatan KONAS IPKKI 2013 di Yogyakarta disepakati
diagnosa keperawatan komunitas dan keperawatan keluarga menggunakan
diagnosa tunggal, yaitu pernyataan problem di komunitas/ aggregat. Diagnosa
keperawatan komunitas di Indonesia adalah: kesimpulan dari analisis data dan
sinthesis dinyatakan sebagai hipotesis tentang situasi yang merugikan atau status,
kekuatan, tren, kelemahan, masalah potensial, atau risiko dan deskripsi dari
populasi, komunitas, aggregate, atau kelompok
2.3.3 Perencanaan
Perencanaan didefinisikan sebagai suatu respon atau tanggapan sebagai peluang,
tantangan atau kebutuhan didepan pada setiap individu, organisasi atau komunitas.
Di dalam kasus pada praktik keperawatan kesehatan komunitas modern,
perencanaan memberikan arti sebagai sebuah respon dari suatu proses pengkajian
dan diagnosis (Finnegan & Ervin, 1989). Ervin (2002) menjelaskan tiga level
dalam membuat suatu rencana antara lain : mengembangkan rencana strategis
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
29
12 Universitas Indonesia
untuk seluruh lembaga atau komponen dalam lembaga, mengembangkan rencana
yang komprehensif untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat tertentu,
mengembangkan advokasi kesehatan masyarakat atau intervensi layanan dimana
targetnya sub-populasi tertentu dalam masyarakat. Ervin (2002) juga menjelaskan
terdapat inti dari proses perencanaan secara umum terdiri dari empat langkah
interdependent yaitu defining, analizing, choosing, dan mapping.
Defining (medefinisikan). Pada tahap ini, perencana mengumpulkan dan
menyusun informasi dari berbagai sumber yang akan memberikan pandangan
semua sisi dari kesempatan, tantangan atau kebutuhan untuk menunjukkan dan
merespons yang terjadi. Pada tahap ini, dapat disederhanakan jika yang
komprehensif telah dikumpulkan dan di susun rapi, sebagai contoh ketika
pengkajian komunitas secara mendalam telah lengkap. Perencana harus focus
untuk mengumpulkan informasi tentang program yang dapat terlaksana dan
respons terhadap berbagai kebijakan. Perencana perlu mengumpulkan informasi
tentang respons pada masa lalu, dan disesuaikan dengan kebutuhannya. Respon
masa lalu ini dihubungkan dengan tujuan yang seharusnya diidentifikasi dan
mengakomodasi keinginan dari lembaga, komunitas atau program partisipan.
Analizing (Menganalisa) bertindak dengan jelas menegaskan beberapa dimensi
tantangan, masalah atau kebutuhan. Tahap ini, perencana mengevaluasi secara
kritis tentang berbagai sumber data yang mengungkapkan tantangan atau masalah.
Selain itu, perencana menganalisa informasi tentang rencana yang mungkin atau
tanggapan kebijakan yang dapat dilakukan dan hambatan maupun sumber yang
didapatkan dari masing-masing tanggapan. Beberapa kemungkinan ini dievaluasi
dengan memperhatikan konsistensi dari sebuah misi lembaga atau mandate
legislative. Tanggapan ini dinilai oleh lembaga yang untuk dianalisa lebih jauh
dari segi etika, politik, dan biaya ekonomi dan keuntungan. Akhirnya, tanggapan
dievaluasi sebagai daftar produk yang efektif dari hasil yang diinginkan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
30
12 Universitas Indonesia
Choosing (memilih) sebagai hasil dari proses analisis, perencana memilih dari
beberapa alternative yang telah ditemui untuk kebutuhan, tantangan atau peluang
yang telah ditunjukkan. Memilih mungkin relative mudah. Sebagai contoh apabila
lembaga atau komunitas harus memilih dari alternative yang tidak mahal. Setelah
memilih sebuah pendekatan, hasil dihubungkan dengan tujuan yang seharusnya
ditinjau sebagai hasil akhir pada proses perencanaan.
Mapping setelah memilih harus membuat keputusan yang diambil dan hasil yang
berhubungan dengan tujuan terakhir. Memetakan perencanaan yang ada yang
meliputi penetapan kebijakan yang diperlukan atau kerangka prosedural,
memperoleh sumber daya manusia dan materi, dan menetapkan kriteria evaluasi.
Tahapan dalam kegiatan perencanaan program menurut Dignan dan Carr (1992)
dalam ervin 2002 sebagai berikut : membentuk tim perencanaan, menentukan
tujuan umum yang ingin dicapai, menentukan tujuan khusus, mengidentifikasi
sumber daya dan kelemahan yang dimiliki, memilih metode atau kegiatan-
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.3.3.1 Strategi Intervensi
Strategi yang digunakan dalam intervensi keperawatan adalah pendidikan
kesehatan, proses kelompok, partnership, dan empowertment (Hitchock, Schubert
dan Thomas 1999, Helvie, 1998).
1) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan merupakan bagian dari program kesehatan, sehingga harus mengacu
pada program kesehatan yang sedang berjalan. Penyusunan perencanaan program
penyuluhan harus diperhatikan bahwa perencanaan yang dibuat harus sesuai
dengan kebutuhan sasaran, mudah diterima, bersifat praktis, dapat dilaksanakan
sesuai dengan situasi setempat, dan sesuai dengan program yang ditunjang dan
didukung oleh kebijaksanaan yang ada. Penekanan konsep pendidikan/penyuluhan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
31
12 Universitas Indonesia
kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat
terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman sasaran), sehingga
pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh
penyuluh kesehatan maka penyuluhan berikutnya akan dijalankan sesuai dengan
program yang telah direncanakan (Nasution, 2004).
Intervensi pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan menurut
Pander, Murdaugh dan Parsons (2002) adalah aktivitas fisik dan kesehatan, nutrisi
dan kesehatan stress manajemen dan dukungan sosial. Dukungan sosial lebih
lanjut dijelaskan sebagai upaya pendidikan kesehatan pada ibu hamil dan
menyusui.
Definisi Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah respon yang diperoleh seseorang dari orang lain dan
memberikan keuntungan, berupa penghargaan, persetujuan terhadap tindakan,
dan persetujuan terhadap sikap yang dilakukan (Hollander, 1981). Dukungan
sosial dapat didefinisikan sebagai perasaan subjektif dari seseorang untuk
diterima, dicintai, dihargai, diperlukan untuk diri sendiri, atau untuk bisa
melakukan sesuatu pada orang lain (Pander, 2002). Baron dan Byrne (2000)
menyebutkan, dukungan sosial merupakan keyamanan secara fisik dan psikologis
yang diperoleh individu dari teman dan anggota keluarga. Pendapat lain
dikemukakan oleh Siegle (1997, dalam Taylor, 2006) bahwa dukungan sosial
adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki
harga diri dan dihargai, serta bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban
bersama. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan dukungan
sosial adalah ketersediaan sumberdaya yang dapat memberikan kenyamanan
secara fisik dan psikologis yang diperoleh melalui interaksi bahwa individu
tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain. Dukungan sosial pada ibu
menyusui merupakan respon bantuan yang diterima oleh ibu menyusui dari orang
lain atau keluarga yang membuat ibu nyaman secara fisik dan psikologis selama
menyusui (Sidi, Suradi, Masoara, Budihardjo & Martono,2011).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
32
12 Universitas Indonesia
Masalah kesehatan dapat teratasi jika individu memiliki dukungan sosial
(keluarga, teman, atau pendukung lainnya). Keluarga dengan dukungan yang
adekuat akan lebih mudah menyelesaikan masalah dan mengurangi masalah
komplikasi yang ditimbulkan oleh masalah tersebut. Sistem dukungan sosial yang
berkembang di masyarakat seperti keluarga, kelompok pendukung, kelompok
swabantu, dan kelompok agama (Kozeir & Erb’s, 2012).
Cook dan Stacey (2003) dalam penelitiannya tentang dukungan pada multipara
dan primipara setelah melahirkan menyatakan perempuan yang menyusui
memerlukan dukungan baik dari petugas kesehatan maupun dari orang lain.
Britton, McCormick, Renfrew,Wade dan King (2007) menyatakan semua bentuk
dukungan pada ibu menyusui meningkatkan durasi menyusui. Hal senada
disampaikan oleh Dykes, at al (2003) dari hasil penelitiannya tentang pengalaman
dan dukungan yang dibutuhkan pada ibu menyusui.
Dukungan yang dibutuhkan ibu menyusui berkaitan dengan dukungan sosial.
Hasil penelitian ini berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumen, dukungan informasi dan dukungan network. Hoddinot dan
Pill (2000), Cook dan Stacey (2003) menjelaskan perempuan yang menyusui
memerlukan dukungan baik dari petugas kesehatan atau orang lain. Cochrane
collaborative review sistem menilai semua bentuk dukungan yang diberikan
untuk ibu menyusui meningkatkan durasi menyusui.
Jenis Dukungan Sosial
Jenis dukungan sosial yang diperoleh individu diklasifikasikan menjadi lima
bagian (Cutrona’s 1990, dalam Stewart, 1996), yaitu :
a) Dukungan Emosional
Dukungan emosional sangat diperlukan oleh ibu menyusui, khususnya pada ibu
primipara. Adanya dukungan secara emosional dari orang terdekat sangat
membantu ibu dalam menumbuhkan rasa percaya diri untuk dapat memberikan
ASI eksklusif (Sidi, Suradi, Masoara, Budihardjo, & Martono, 2011). Dukungan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
33
12 Universitas Indonesia
sosial sangat dibutuhkan ibu primipara saat pertama kali memberikan ASI pada
bayi mereka (Bello, Adedokun, & Ojengbede, 2009). Schied, Bake, Sheehan,
McCourt, Dykes (2009) menjelaskan pentingnya memberikan dukungan yang
seimbang pada ibu menyusui. Dukungan untuk ibu menyusui harus positif dan
realistis, tidak terlalu idealis, memberikan dorongan, proaktif dan berfokus pada
manfaat, tidak memberikan tekanan pada ibu sehingga membuat mereka merasa
tidak mampu dan merasa gagal. Ibu menyusui merasa didukung jika didengarkan
dengan empati dan diberikan informasi rinci dan realistis yang berpusat pada
kebutuhan mereka, diberikan dorongan dan penegasan.
Kondisi psikologis ibu yang berkembang sejak kehamilan sampai pasca
melahirkan akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam menyusui. Kesiapan ibu
memberikan ASI pada bayinya sangat penting. Keputusan atau sikap ibu yang
positif terhadap pemberian ASI harus sudah terjadi pada saat kehamilan. Sikap ibu
dipengaruhi oleh adat, kebiasaan, dan kepercayaan tentang menyusui di daerah
masing-masing, pengalaman sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga,
dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI, dan dukungan sosial pemberian ASI
(Perinasia, 2011).
b) Dukungan Integrasi Sosial
Budaya masyarakat saat ini yang cenderung individualis, sehingga ibu menyusui
membutuhkan adanya interaksi sosial, baik dengan sebaya maupun komunitasnya.
Dukungan kelompok (support group) atau dukungan swabantu (self help group)
dapat membantu mengurangi beban psikologis dan emosional akibat ketidak
mampuan menyusui dan masalah menyusui yang dihadapi. Dukungan kelompok
berusaha mempertahankan kontak sosial diantara anggota kelompok, biasanya
dilakukan sebulan sekali di tempat yang telah disepakati seperti tempat pelayanan
kesehatan atau di rumah salah satu anggota. Tujuan pertemuan ini adalah saling
bertukar pengalaman, mendengarkan dan menerima pengalaman anggota, saling
memahami dan membuat jejaring sosial. Dukungan sosial juga memberikan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
34
12 Universitas Indonesia
informasi kepada masyarakat atau bisa juga digunakan untuk kepentingan
advokasi (Garung, 2006; Randal, 2003)
Dukungan integrasi sosial dapat membantu ibu menyusui untuk merasa dapat
diterima pada kelompoknya. Hal ini menyebabkan ibu menyusui dapat berbagi
perasaan, minat, perhatian, dan mampu mempertahankan pemberian ASI secara
eksklusif (Sidi, Suradi, Masoara, Budihardjo, & Martono, 2011). Salah satu
bentuk dukungan integrasi sosial dapat dilihat dalam kehgiatan kelompok
swabantu.
c) Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan dapat membantu ibu untuk meningkatkan rasa percaya
diri. Rasa percaya diri pada ibu menyusui muncul karena ibu memperoleh
penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Hal ini sangat bermanfaat bagi ibu
menyusui dalam mengatasi rasa percaya dirinya, apakah ia akan mampu
memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya atau tidak (Kementrian Kesehatan
RI, 2012). Reinforcement dan pengakuan diperlukan oleh ibu menyusui untuk
membantu tetap memberikan ASI kepada bayi (Prochaska et al, 2002). Dykes, et
al (2003) menjelaskan ibu muda membutuhkan dukungan yang dikombinasi
sinergis antara dukungan emosional, penghargaan, instrumen dan net work
support.
d) Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental meliputi bentuk bantuan secara langsung berupa barang
seperti buku panduan, uang, atau makanan. Dukungan instrumental yang dapat
diterima oleh ibu menyusui adalah buku panduan kesehatan ibu dan anak, bantuan
dana dari pemerintah yang berkaitan dengan jaminan perawatan pada bayinya
selama masih usia 0-28 hari (neonatal) (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Selain
dana dari pemerintah yang memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan untuk
neonatal, dukungan instrumen yang sedang dikembangkan oleh Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia (AIMI) adalah ASI donor.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
35
12 Universitas Indonesia
e) Dukungan Informasi
Hong, et al (2003) mendefinisikan dukungan informasi ibu menyusui adalah
pemberian informasi, mengajarkan posisi menyusui, dan menilai tehnik menyusui
yang dilakukan pada ibu menyusui. Lebih lanjut Hong, et al (2003) menyatakan
perilaku supportif yang dilakukan oleh perawat kepada ibu menyusui di ruang
rawat adalah memberikan informasi dan memberikan dukungan emosional.
Dukungan informasi yang diberikan kepada ibu menyusui dapat berupa nasihat,
saran, atau umpan balik. Dukungan informasi pada ibu menyusui terkait dengan
proses memberikan ASI dan masalah yang mungkin muncul selama menyusui.
Informasi tentang IMD dan ASI eksklusif dapat diberikan oleh kader atau petugas
kesehatan kepada ibu menyusui, khususnya pada ibu primipara.
Kirm, et al (2006) menjelaskan terjadinya peningkatan yang signifikan ibu yang
mendapatkan pendampingan secara coaching. Peningkatan terjadi pada waktu
menyusui eksklusif. Ibu yang mendapatkan pendampingan coaching periode
rentang waktu menyusui eksklusifnya hingga delapan bulan.
Fungsi dan Pemberi Dukungan Sosial
Fungsi utama dukungan sosial adalah meningkatkan kekuatan pribadi yang
diberikan dukungan dan mempromosikan pencapaian tujuan hidup (Pander,
Murdaugh & Carolyn, 2002). Beberapa sistem dukungan sosial yang berkaitan
dengan pemberian ASI adalah natural support system ( dukungan keluarga ),
dukungan kelompok sebaya (dibahas dalam stategi intervensi di komunitas, proses
kelompok), dan petugas kesehatan.
Dukungan dari keluarga (orang tua) seperti memberikan pengalaman menyusui
yang telah mereka lakukan kepada ibu menyusui (Februhartanty, Bardosono,
Septiari. 2007). Mannion, et al (2013) meneliti persepsi dukungan maternal dari
pasangan selama menyusui didapatkan hasil ibu lebih mampu dan percaya diri
menyusui ketika pasangan mereka mendukung dengan cara verbal dan terlibat
aktif dalam kegiatan menyusui. Dukungan dari suami dapat berupa memberikan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
36
12 Universitas Indonesia
waktu yang cukup dan suasana yang nyaman selam proses menyusui. Dukungan
petugas kesehatan, teman dekat, atau kerabat sangat dibutuhkan oleh ibu,
khususnya pada ibu yang baru pertama kali hamil (Perinasia, 2011).
Dukungan yang natural berkaitan dengan fasilitas dalam menyusui diperlukan
oleh wanita menyusui. Fenwick, et al (2001) mengemukakan hubungan saling
percaya antara petugas kesehatan berpengaruh positif pada wanita menyusui.
Lebih lanjut penelitian Fenwick, et al (2008) menemukan bahwa verbal exchange
antara perawat dan ibu menyusui mempengaruhi kepercayaan diri wanita dalam
menyusui. Menhire, et al (2007) mengemukakan pengalaman ibu menyusui
dipengaruhi oleh support yang konsisten dari petugas kesehatan dan membuat ibu
menyusui tetap menyusui, percaya diri dan merasa puas dalam menyusui.
2) Proses Kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang
dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial
support berdasar kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004;
Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Strategi intervensi dengan proses kelompok
dapat memberikan pengaruh yang positif meliputi ; 1) membangun harapan ketika
anggota kelompok menyadari bahwa ada orang lain yang telah menghadapi atau
berhasil menyelesaikan masalah yang sama; 2) universalitas, dengan menyadari
bahwa dirinya tidak sendiri menghadapi masalah yang sama; 3) berbagi informasi;
4) altruieme dan saling membantu; 5) koreksi berantai atau berurutan, hubungan
yang paralel terjadi dalam kelompok dan dalam keluarga; 6) pengembangan
tekhnik sosialisasi; 7) perilaku imitatif dari pemimpin kelompok; 8) chatarsis,
ketika anggota belajar untuk mengekspresikan perasaan secara tepat; 9) faktor
faktor eksistensial ketika anggota kelompok menyadari bahwa hidup kadang tidak
adil dan setiap orang harus bertanggung jawab terhadap cara hidup yang telah
ditempuh (Yalom, 1983 dalam Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
37
12 Universitas Indonesia
Pembentukan peer support sebagai strategi intervensi asuhan keperawatan
kelompok ibu hamil dan menyusui dengan mengembangkan model kelompok
swabantu. Katz dan Bender (1976 dalam Nayar, et al 2004) mendefinisikan
kelompok swabantu adalah kelompok yang bersifat sukarela, memiliki struktur
kelompok yang kecil untuk saling membantu dan mencapai tujuan khusus.
Hutauruk, Simanungkalit, dan Hepiana (2011) menjelaskan, kelompok swabantu
adalah beberapa orang yang mengalami situasi yang sama atau memiliki tujuan
yang sama, bertemu secara rutin untuk saling menceritakan kesulitan,
keberhasilan, infomasi, dan ide yang berkaitan dengan situasi yang dihadapi atau
upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kelompok
swabantu adalah kelompok masyarakat yang suportif, berhubungan satu sama
lain dalam jaringan sosial, memuaskan orang lain yang membutuhkan, dan tempat
belajar bagaimana menghadapi pengalaman baru (Silverman, 1980 dalam Hunt,
2004). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok
swabantu adalah kelompok yang berada di masyarakat, memiliki situasi dan
tujuan yang sama, bertemu secara rutin untuk belajar, menceritakan kesulitan,
menceritakan keberhasilan, memberikan informasi, serta ide baru yang berkaitan
dengan situasi yang dihadapi.
Ciri-ciri dari kelompok swabantu adalah: anggotanya memiliki masalah yang
sama, baik secara fisik, mental maupun sosial; sifat keanggotaan sukarela;
menekankan pada kebersamaan dan saling mendukung yang tinggi; menghargai
serta bertanggungjawab pada anggotanya; memiliki aturan yang harus dipatuhi
dan disepakati oleh anggotanya; mempertahankan hubungan secara baik dengan
cara mengunjungi anggotanya serta mengadakan pertemuan; memberikan
dukungan dan masukan kepada anggota kelompok yang memiliki masalah
(Pander, 2002; Stuart & Laraia, 1998; Bomar, 2004).
Karakteristik dari kelompok swabantu ibu adalah jumlah masyarakat yang cukup
untuk membentuk kelompok dan perekrutan anggota yang menarik (Hutauruk,
Simanungkalit, & Hepiana, 2011). Tujuan utama dari kegiatan ini adalah
memberikan dukungan psikologis kepada setiap anggota kelompok (Hutauruk,
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
38
12 Universitas Indonesia
Simanungkalit, & Hepiana, 2011). Nayar et al (2004) menyebutkan kelompok
swabantu dibentuk oleh peer untuk bersama-sama saling membantu dalam
memenuhi kebutuhan umum. Kelompok swabantu menekankan interaksi sosial
tatap muka, memberikan dukungan emosional,dan memperluas nilai-nilai. Katz
(1976 dalam Nayar et al 2004) menyampaikan bahwa kelompok swabantu
biasanya mulai dari kondisi ketidak berdayaan, anggotanya spontan, menyetujui
beberapa tindakan untuk berpartisipasi. Kelompok swabantu membuat dan
mengatur organisasi dan membuat peratuan kelompok.
Pembentukan kelompok swabantu terdiri dari lima fase (Hitchcock, Schubert, dan
Thomas, 1999), yaitu: (1) fase orientasi: fase orientasi merupakan fase penjajakan
untuk menentukan arah, tujuan, dan bentuk kepemimpinan yang ingin dicapai
oleh kelompok. Seleksi anggota berdasarkan masalah yang dihadapi. Pada tahap
ini, pengaruh dari pemimpin diperlukan untuk meningkatkan hubungan saling
percaya. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan tujuan bersama, norma dan
nilai yang berlaku, jadual pertemuan, dan bentuk pertemuan yang diharapkan oleh
kelompok; (2) fase konflik: konflik terjadi dalam kelompok karena adanya
perbedaan keinginan yang terjadi dalam kelompok. Adanya seorang pemimpin
yang berpengaruh dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah,
sangat diperlukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kelompok.; (3)
fase kohesif: fase ini menunjukkan bahwa dalam kelompok mulai terjadi adaptasi
peran dan aturan yang diwujudkan melalui hubungan yang baik dan harmonis
antar kelompok. Pemimpin berperan sebagai pemberi arahan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan oleh anggota; (4) fase kerja: fase kerja dimulai dari terapi
kelompok. Anggota kelompok swabantu akan saling berbagi pengalaman dan
membantu untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan oleh anggota; (6) fase
terminasi: fase terminasi merupakan tahap akhir dari pelaksanaan kelompok, bisa
dari individu anggota kelompok maupun dari kelompok tersebut. Pada tahap ini,
setiap anggota kelompok mengungkapkan perasaan selama mengikuti proses
kelompok, harapan yang ingin dipenuhi, dan umpan balik.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
39
12 Universitas Indonesia
Levi dalam Pender (2002) mengidentifikasi empat tujuan kelompok swabantu,
yaitu sebagai kontrol perilaku, koping stress dan memberi dukungan, orientasi
hidup, dan aktualisasi diri. Kelompok yang sudah berjalan akan menunjukkan
perilaku dan pengetahuan yang digambarkan sebagai berikut: (a) proses
perubahan perilaku pada kelompok swabantu meliputi: (1) penguatan baik
langsung maupun perwakilan untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan
dan pengurangan perilaku yang bermasalah, (2) pelatihan, indoktrinasi, dan
dukungan dalam penggunaan kontrol perilaku, (3) pemodelan metode untuk
mengatasi stress dan mengubah perilaku; dan (4) menunjuk anggota untuk
melakukan kunjungan guna mengubah lingkungan social; (b) proses kognitif
dalam kelompok swabantu berorientasi pada: (1) menyediakan informasi baik
formal maupun non formal dan pesan-pesan yang diperlukan oleh anggota; (2)
perluasan persepsi berbagai alternatif pemecahan masalah dan tindakan untuk
mengatasi masalah anggota; (3) dukungan untuk setiap perubahan sikap terhadap
diri sendiri, perilaku diri sendiri, dan pengurangan ketidakpastian di masyarakat
dan rasa terisolasi atas masalah mereka; dan (4) penggantian budaya yang pada
anggota baru dapat mengembangkan identitas pribadi dan meningkatkan rasa
percaya diri mereka.
Kelompok swabantu ibu mengutamakan anggota kelompok pada ibu hamil serta
ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan. Selain itu, kelompok ini sangat terbuka
untuk individu lain yang berminat untuk masuk dalam kelompok swabantu ibu,
misalnya suami atau anggota keluarga yang lain. Diskusi yang dilakukan dalam
pertemuan kelompok swabantu ibu diutamakan pada isu seputar perawatan
kesehatan, pemenuhan gizi untuk menjaga kesehatan, dan pemenuhan gizi untuk
ibu selama hamil dan pasca melahirkan, serta ASI dan menyusui. Diskusi dalam
kelompok swabantu ibu dapat berkembang dengan baik jika disesuaikan dengan
situasi dari peserta, misalnya perawatan pasca melahirkan atau perawatan bayi
baru lahir.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
40
12 Universitas Indonesia
Pertemuan kelompok swabantu ibu diharapkan sebagai pertemuan yang
menyenangkan, tidak kaku, dan santai. Karakteristik pada pertemuan pertama,
biasanya masih agak kaku. Seiring berjalannya waktu, keakraban diantara
anggota kelompok, dan bertambahnya pengalaman motivator sebagai pemandu,
maka pertemuan kelompok swabantu ibu biasanya menjadi lebih santai dan
akrab. Hutauruk, Simanungkalit dan Hepiana (2011) mengklasifikasikan
pertemuan kelompok swabantu ibu menjadi lima bagian, yaitu:
a) Pembukaan (10 menit)
Motivator membuka pertemuan kelompok swabantu ibu dengan
mengucapkan selamat datang kepada para anggota kelompok. Sebaiknya,
motivator juga menyampaikan terimakasih atas kehadiran peserta untuk
hadir dalam pertemuan hari itu. Bila pertemuan tersebut adalah pertemuan
pertama, motivator perlu melakukan: (1) memperkenalkan diri serta
menjelaskan perannya sebagai motivator; (2) menjelaskan tujuan
diundangnya anggota kelompok dalam pertemuan tersebut; (3)
menjelaskan bahwa pertemuan kelompok swabantu ibu akan dilakukan
secara rutin menurut kesepakatan dengan peserta; (4) menjelaskan bahwa
setiap pertemuan kelompk swabantu ibu akan dilaksanakan dalam waktu
tidak lebih dari dua jam; dan (5) mempersilakan peserta untuk saling
memperkenalkan diri. Apabila ada peserta baru dalam pertemuan tersebut,
motivator perlu memperkenalkan peserta baru tersebut kepada kelompok
dan mempersilakan semua peserta untuk memperkenalkan dirinya masing-
masing.
b) Membangun keakraban (20 menit)
Motivator meminta peserta untuk menceritakan kejadian paling menarik
yang terjadi pada mereka. Motivator kelompok swabantu ibu dapat
meminta ibu untuk menceritakan pengalaman menarik yang mereka alami
selama dua minggu terakhir seputar kehamilan, menyusui, maupun hal-hal
dalam keluarga.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
41
12 Universitas Indonesia
c) Pengumuman dan perayaan (10 menit)
Motivator dapat memberikan informasi yang berguna untuk anggota
kelompok, misalnya hari pelayanan posyandu, kegiatan pembagian
Vitamin A, atau lomba yang akan dilaksanakan di lingkungan tersebut.
Setiap kemajuan dan perubahan yang terjadi pada anggota kelompok yang
baru melahirkan, anggota kelompok yang berhasil melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), atau ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif,
perlu dirayakan bersama kelompok. Perayaan ini merupakan bentuk
keberhasilan kelompok untuk mendukung ibu dalam melakukan perubahan
perilaku.
d) Diskusi (durasi diskusi maksimal satu jam)
Motivator dapat memulai sesi diskusi dengan menawarkan sebuah topik
diskusi yang dipandang sesuai dengan minat peserta. Selain itu, motivator
juga dapat mengumumkan topik yang akan dibahas sesuai dengan
kesepakatan dalam pertemuan sebelumnya. Jika diskusi sangat menarik
peserta dan menghabiskan waktu, motivator perlu meminta kesepakatan
dari peserta apakah pertemuan dihentikan atau dilanjutkan. Hal ini sangat
membantu anggota kelompok swabantu ibu yang sedang hamil,
mengingat ibu hamil mengalami tekanan pada otot panggul sehingga akan
mengalami kelelahan bila duduk terlalu lama.
e) Kesimpulan dan penutup (20 menit)
Apabila waktu pertemuan kelompok dan semua hal penting terkait topik
diskusi sudah habis, pertemuan dapat ditutup. Motivator menutup dengan
mengemukakan: Apa saja yang telah anggota pelajari dari pertemuan ini,
apa saja yang disukai anggota dari pertemuan ini, dan apa saja yang ingin
diubah dari pertemuan ini. Setelah semua peserta mengemukakan ketiga
hal tersebut, motivator merangkum pernyataan-pernyataan dari peserta,
kemudian meminta kesepakatan mengenai: tanggal dan waktu pertemuan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
42
12 Universitas Indonesia
berikutnya, tempat pelaksanaan, serta topik diskusi pada pertemuan
berikutnya.
Keanggotaan dalam kelompok swabantu ibu perlu diperhatikan agar setiap peserta
mendapat kesempatan untuk berbicara sehingga terjadi diskusi yang aktif. Jumlah
peserta dalam kelompok sebaiknya berkisar antara 8-10 orang dalam kelompok
kecil atau 12 -15 dalam kelompok besar (Lung’aho & Jemeines, 2010). Sebab,
jumlah peserta akan mempengaruhi lamanya waktu dan luasnya tempat yang
diperlukan untuk pertemuan. Durasi setiap pertemuan kelompok swabantu ibu
maksimal 120 menit ( Hutauruk, Simanungkalit & Hepiana, 2011).
Kegiatan kelompok swabantu diharapkan memberikan efek positif pada
anggotanya. Antze (1976 dalam Belliveau & Wagone, 1999) menjelaskan
kelompok swabantu dapat mendorong terjadinya adopsi pengetahuan. Adapun
adaptasi terjadi dengan cara: 1) hubungan yang lama antara anggota , 2)
penyampaian pengalaman, mendengarkan dan penggunaan pengetahuan, 3)
mendorong anggota untuk membujuk anggota yang lain untuk memahami
pengetahuan, 4) pemberian penghargaan akan meningkatkan keinginan anggota
lain, 5) anggota yang memiliki masalah mendapatkan support dari anggota lain.
Giddings dan McVicar (2007) menyatakan manfaat yang diperoleh oleh anggota
kelompok swabantu dari kelompok adalah terjalinnya relationship diantara
anggota. Relationship merupakan hal yang utama, dimana mereka dapat
melakukan sharing dengan para profesional. Katz (1985 dalam Belliveau &
Wagoner, 1989) menyampaikan bahwa kelompok swabantu efektif untuk
gangguan mental, orang tua dengan bayi prematur, penderita penyakit kronik
seperti asma, reumatoid arthritis. Hadi (2001 dalam Nayaar 2004) menjelaskan
keterlibatan perempuan dalam kelompok swabantu menghasilkan manfaat
kesehatan seperti peningkatan perawatan anak, dan peningkatan penggunaan
kontrasepsi. Bhuiya (2000) menjelaskan dengan kegiatan kelompok swabantu
pada perempuan dapat menurunkan kekerasan dalam rumah tangga,
meningkatkan pengetahuan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
43
12 Universitas Indonesia
Proses kelompok untuk mengubah perilaku pemberian ASI eksklusif dalam
praktik residensi diharapkan terjadi adopsi perilaku positif untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif. Perilaku positif berawal dari keyakinan bahwa di dalam
setiap kelompok terdapat beberapa individu yang tidak memiliki sumberdaya
tambahan, telah menyesuaikan perilaku-perilaku dan strategi untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik dibandingkan orang-orang disekitarnya yang tinggal di
lingkungan yang sama. Pendekatan perilaku positif melalui proses peningkatan
kesadaran, membantu masyarakat dalam mengenali masalah dan menemukan
bahwa ada orang-orang di masyarakat yang telah menemukan solusi dari masalah-
masalah tersebut. Solusi yang ditemukan dalam masyarakat akan lebih
berkelanjutan dibandingkan dengan solusi yang didatangkan dari luar masyarakat
tersebut.
Perilaku positif menekankan pada perilaku-perilaku berhasil yang tersedia sebagai
solusi yang terlihat di dalam kelompok dan belajar mempraktikkan perilaku-
perilaku yang telah diidentifikasi tersebut. Karena solusi tersebut datang dari
kelompok sendiri, hal itu menjadi lebih mudah untuk diterima dan memilikinya
dalam waktu yang singkat. Pendekatan ini adalah pendekatan pemecahan masalah
yang menekankan pada penemuan proses dibandingkan pengajaran dan
pembelajaran proses.
Fokus utama perilaku positif adalah merubah perilaku sehingga hal tersebut akan
merubah cara berfikir. Perilaku positif segera dimulai dengan melatih perilaku
yang telah ditemukan di kelompok. Secara teoritis ada tahapan yang harus
dilakukan yang disebut dengan istilah 6 “D” sebagai langkah yang harus dilalui
dengan catatan yang melakukannya adalah komunitas yang bersangkutan yang
didampingi oleh fasilitator. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Define, tetapkan atau definisikan masalah dan solusinya, dengarkan apa
penyebabnya (analisis situasi) menurut mereka/kelompok sehingga ada
pernyataan masalah dari komunitas. Misalnya, dalam suatu kelompok
masyarakat, ibu menyusui mengalami produksi ASI yang kurang.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
44
12 Universitas Indonesia
b) Determine, tentukan apakah ada orang-orang dari kelompok mereka yang
telah menunjukkan prilaku yang diharapkan. Misalnya, ada ibu yang
produksi ASInya banyak dan anaknya tumbuh sehat
c) Discover, cari tahu apa yang membuat “perilaku positif” mampu
menemukan solusi yang lebih baik dari pada tetanggganya. Misalnya,
“perilaku positif” memberikan makanan tertentu yang dikonsumsi ibu,
Pastikan “perilaku positif“ tidak mendapatkan subsidi dari sanak
keluarganya yang mampu, baik yang berada di perkampungan itu maupun
di daerah lain, sehingga itu juga merupakan penyebab ibu produksi
ASInya meningkat.
d) Design, rancang dan susun strategi yang memampukan orang lain
mengakses dan mengadopsi prilaku baru tersebut. Misalnya, membuat
program gizi dan peserta diwajibkan membawa food contributions berupa
makanan “perilaku positif” dan mempraktekkannya secara aktif.
e) Discern, amati tingkat efektivitas intervensi melalui pengawasan dan
monitoring yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, mengukur
produksi ASI ibu yang ikut kelompok swabantu dengan penimbangan dan
pemantauan pertumbuhan kepada bayi tiap bulan.
f) Disseminate, sebarluaskan kesuksesan kepada kelompok lain yang sesuai.
Misalnya, bentuk sebuah “Universitas Hidup” (laboratorium sosial)
sebagai tempat belajar bagi orang lain yang tertarik untuk mengadopsi
prilaku mereka sendiri di tempat lain dan siap berpartisipasi dalam
program tersebut.
3) Kemitraan
Kemitraan secara umum dapat didefinisikan oleh Departemen Kesehatan (2003)
sebagai hubungan kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) untuk mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing masing.
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif antara perawat
komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk kegiatannya
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
45
12 Universitas Indonesia
adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan
(Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schubert & Thomas, 1999).
Partnership adalah intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk kerjasama
dengan pihak terkait untuk membina, mengawasi, dan mencegah permasalahan
terputusnya pemberian ASI eksklusif (Ervin, 2002). Pihak yang dapat dilibatkan
dalam partnership ini adalah pemerintah (Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Kelurahan) dan LSM (AIMI). Bentuk kegiatan adalah kerjasama program dan
dukungan dari pihak yang diajak kerjasama. Program dapat berasal dari pihak
yang diajak kerjasama atau perawat.
4) Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah suatu kegiatan keperawatan komunitas dengan melibatkan
masyarakat secara aktif untuk menyelesaikan masalah yang ada di komunitas,
masyarakat sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah (Stanhope & Lancaster,
2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Pemberdayaan adalah keseluruhan
upaya untuk meningkatkan kontrol dalam pengambilan keputusan pada level
individual, keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2001). Perawat
dapat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
jejaring, negosiasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan
kesehatan (Nies & McEwen, 2001).
Pemberdayaan dalam implementasi program ini merupakan suatu kegiatan dalam
bentuk melibatkan keluarga dan masyarakat dalam mempengaruhi ibu-ibu
menyusui untuk tetap memberikan ASI secara ekskluasif. Tujuan kegiatan
empowerment ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan
keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil dan ibu menyusui. Kegiatan
empowerment dapat dilakukan di keluarga masing-masing atau dikumpulkan pada
suatu tempat yang mudah dijangkau oleh orang tua. Kegiatan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat untuk memberikan dukungan dan memberikan masukan-
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
46
12 Universitas Indonesia
masukan yang tepat berkaitan dengan masalah menyusui yang dihadapi oleh ibu-
ibu menyusui.
Pencegahan terputusnya pemberian ASI eksklusif di masyarakat yang
dilaksanakan melalui asuhan keperawatan komunitas pada kelompok ibu hamil
dan menyusui, ditindaklanjuti dengan pembinaan keluarga yang beriko mengalami
terputusnya pemberian ASI dengan asuhan keperawatan keluarga menggunakan
konsep Asuhan keperawatan keluarga.
2.4 Asuhan keperawatan Keluarga Pada Ibu menyusui
Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat,
mempresentasikan perbedaan budaya, ras, etnik dan sosial ekonomi. Aplikasi dari
teori ini termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya
ketika melakukan pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi
perawatan pada anak dan keluarga (Hitchock, Schubert, Thomas, 1999). Penerapan
asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan Family Centered Nursing(FCN)
salah satunya menggunakan Friedman Assasement Model (FAM). FCN
didasarkan pada asumsi bahwa keluarga adalah sumber utama pengasuhan selama
masa anak-anak (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson, 2010). Kaakinen,
Gedaly-Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) menjelaskan pendekatan FCN memiliki
elemen pendekatan: keluarga sebagai pusat, kolaborasi antara keluarga dan
petugas kesehatan, komuniasi antara keluarga dan petugas kesehatan,
keberagaman budaya dalam keluarga, perbedaan koping dan dukungan, keluarga
dan kelompok pendukung, pelayanan khusus dan sistem dukungan dan holistic
perspectif FCN. Pendekatan FCN dilaksanakan dengan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
47
12 Universitas Indonesia
2.4.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan keluarga dimulai dengan pengkajian keperawatan sampai
dengan evaluasi keluarga. Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan FCN
memberikan kerangka acuan untuk mengaplikasikan proses keperawatan melalui
Friedman Assasement Model (FAM). Kedua konsep disintesis selanjutnya menjadi
pedoman pelaksanaan melakukan pengkajian.
Pengkajian keluarga dengan menggunakan model Friedman terdiri atas enam
kategori, yang meliputi: identitas keluarga, riwayat keluarga dan tahap
pekembangan keluarga, lingkungan tempat tinggal, struktur keluarga, fungsi
keluarga, stress dan koping adaptasi keluarga. Model pengkajian Friedman
mengasumsikan bahwa keluarga merupakan sistem sosial dengan kebutuhan
fungsional, keluarga sebagai sistem sosial menjalankan fungsi dengan melayani
individu dan masyarakat. Selanjutnya pengkajian keluarga di fokuskan pada tahap
perkembangan keluarga, struktur dan fungsi keluarga dalam manajemen
pemberian ASI (breastfeeding).
2.4.1.1 Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga adalah interval waktu dengan struktur dan interaksi
hubungan peran dalam keluarga secara kualitatif dan kuantitatif (Klein& White,
1996 dalam Friedman, 2003). Dalam tahap perkembangan keluarga menyiratkan
adanya tugas yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh keluarga, dan masalah
kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian. Tahap perkembangan yang menjadi
fokus keperawatan keluarga disini adalah Childbearing. Tahap ini merupakan
pengalaman awal menjalankan peran parenting. Keperawatan keluarga
childbearing melihat keluarga sebagai klien dan keluarga sebagai konteks
perawatan anggota keluarga atau keduanya (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, &
Hanson, 2010). Childbearing family nursing berfokus pada kesehatan dan
kesejahteraan, bukan pada prosedur dan tindakan madis.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
48
12 Universitas Indonesia
Pada tahap childbearing, saat pasca melahirkan semua anggota keluarga
mengekspresikan adanya pergolakan pada minggu awal kelahiran. Tugas
perkembangan menurut Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) ada
sembilan yaitu penyediaan ruang untuk anak, pembiayaan kelahiran anak dan
membesarkan anak, mengasumsi tanggung jawab bersama untuk perawatan anak
dan pengasuhan, memfasilitasi pembelajaran peran anggota keluarga,
menyesuaikan diri dengan perubahan pola komunikasi, rencana untuk anak-anak
berikutnya, menyelaraskan pola antargenerasi, menjaga anggota keluarga motivasi
dan semangat kerja, membangun ritual dan rutinitas keluarga. Pelaksanaan tugas
keluarga memfasilitasi peran anggota keluarga dibahas lebih lanjut pada struktur
keluarga.
2.4.1.2 Struktur Keluarga dalam Pemberian ASI
Friedman (2010) menjelaskan struktur keluarga merupakan cara pengaturan
keluarga, cara pengaturan bagaimana unit-unit keluarga saling mempengaruhi.
Teori struktur dipilih karena memberikab perspektif yang komprehensif dan
holistik dalam pengkajian. Dimensi struktur keluarga Friedman (2010)
memaparkan empat hal, yaitu struktur peran, struktur nilai, proses komunikasi dan
struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan.
Peran adalah kumpulan dari perilaku yang relatif homogen yang dibatasi secara
normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial (Friedman,
2010). Peran keluarga menurut Friedman (2010) dikategorikan dalam dua kategori
yaitu peran formal dan peran informal. Peran keluarga lebih jelas dikemukakan
Satir (1967 dalam Friedman, 2010) peran formal adalah peran eksplisit yang
terdapat pada struktur peran keluarga (seperti ayah-suami) dan peran informal
bersifat implisit, seringkali tidak tampak dan diharapkan untuk memenuhi
kebutuhan emosonal keluarga, serta untuk menjaga dan memelihara
keseimbangan keluarga. Keluarga dapat mengalami tekanan peran pada saat
transisi peran. Transisi peran muncul pada saat memiliki bayi baru (Aldous, 1996
dalam Friedman , 2010).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
49
12 Universitas Indonesia
Hung (2005 dalam Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson 2010)
menjelaskan periode setelah melahirkan merupakan waktu yang menegangkan
bagi ibu karena perubahan peran dan menghadapi tugas-tugas baru dari perannya
sebagai ibu. Perubahan hubungan, tuntutan ekonomi, dan dukungan sosial dapat
mengakibatkan stress post partum. Perubahan peran saat memiliki bayi baru
menggambarkan adanya kesulitan dalam membuat transisi peran. Ventura (1987
dalam Friedman , 2010) pada studinya menjelaskan 35% ibu baru dan 65% ayah
melaporkan merasa tertekan karena banyaknya tuntutan peran. Kaakinen, Gedaly-
Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) memaparkan semua anggota keluarga
mengalami pergolakan selama beberapa hari pada minggu pertama bayi baru lahir
berada di rumah mereka.
Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) menyebutkan bahwa sukses
dalam pemberian ASI menginduksi perasaan peran seorang ibu. Pemberian ASI
merupakan peran seorang perempuan, namun ayah dapat dilibatkan dalam
kegiatannya. Ayah dapat menyendawakan bayi setelah menyusu, memeluk bayi
setelah selesai makan, atau memberikan ASI perah pada bayi, memberikan
kesempatan ibu untuk beristirahat, membantu menggatikan popok dan
memandikan, mengurangi stress ibu, membantu seputar kegiatan dirumah
(Davidson et al, 2008 dalam Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson, 2010;
WHO, 2013).
Keterlibatan ayah dalam memberikan ASI merupakan hal yang baik bagi perawat
dalam melakukan observasi interaksi orang tua dengan bayi dan merupakan tanda
perilaku positif pemberian kasih sayang peran orang tua. Februhartanti (2009)
mengidentifikasi peran ayah untuk mempersiapkan pemberian ASI ada tiga, yaitu:
(1) saat kehamilan: belajar dan mencari informasi tentang kehamilan yang sehat
dan persiapan menyusui, menemani istri memeriksakan kehamilan, berdiskusi
dengan dokter/bidan tentang niat istrinya memberikan ASI eksklusif, memberikan
istri semangat supaya siap memberikan ASI; (2) saat melahirkan: belajar dan
mencari informasi tentang persalinan yang aman serta tehnik menyusui segera
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
50
12 Universitas Indonesia
setelah proses kelahiran, siap menemani istri melahirkan, dan menunggui proses
IMD, berdiskusi dengan petugas kesehatan bahwa mereka ingin memberikan ASI
dan menolak pemberian susu formula, memberikan semangat pada istri untuk
dapat menyusui dan tidak tergoda dengan susu formula; (3) saat periode usia bayi
0-6 bulan: belajar dan mencari informasi tentang cara pemberian ASI eksklusif,
memberkan kenyamanan pada istri saat menyusui, membantu pekerjaan rumah
tangga, bersikap ramah saat kebutuhan suami tidak dapat langsung dilaksanakan
oleh istri, membantu meyakinkan istri bahwa ASInya cukup sampai 6 bulan.
Pada keluarga extended dukungan nenek menentukan untuk tetap memberikan
ASI. Ekstrom, Widsrom, dan Nissen (2003) menjelaskan bahwa dukungan dari
pasangan dan nenek sangat signifikan dalam meningkatkan pemberian ASI di
Swedia. Sebuah studi di Malawi menyebutkan nenek dari ayah (paternal)
memegang peranan penting dalam pemberian ASI, makanan pertama pada bayi
(Kerr, Dakishoni, Shumba, Msachi, Chirwa, 2008). Grassley dan Eschiti (2008)
menyimpulkan penelitiannya ibu menyusui pada keluarga extended memerlukan
dukungan nenek, namun nenek cenderung untuk mengarahkan untuk memberikan
makan dini dan tidak menyusui.
Nilai dalam struktur keluarga diartikan sebagai suatu sistem ide, perilaku dan
keyakinan tentang nilai suatu hal atau konsep secara sadar maupun tidak sadar
mengikat angota keluarga dalam kebudayaan sehari-hari (Parad & Caplan, 1965
dalam Friedman, 2010). Johanson, Foldevi dan Rudebeck (2013) serta Brown dan
Lee (2011) dalam penelitian kualitatifnya tentang nilai dalam brestfeeding bagi
seorang perempuan dan pengalaman serta sikap perempuan memberikan ASI
selama enam bulan, memuncukan tema nilai hidup dalam menyusui bagi
perempuan adalah perasaan koherensi, kesenangan, dan kebanggaan sebagai
interaksi dari elemen biologis, sensual, rasional dan sosial, sehingga ibu
memutuskan untuk menyusui; keyakinan yang tertanam dan kuat, pilihan
breastfeeding adalah normal dan sehat.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
51
12 Universitas Indonesia
Sebuah metaethnografi studi pada perempuan migran dalam pengalaman
menyusui di negara baru di temukan tema adanya konfik dalam praktek
pemberian ASI. Penelitian ini membahas konflik pemberian ASI timbul dalam
keluarga adalah praktek pemberian ASI dan praktek perawatan post artum
tradisional. Penyebab berhentinya pemberian ASI eksklusif adalah peran dominan
saudara perempuan atau ibu (Schmid at al., 2012). Friedman (2010) menjelaskan
konflik nilai antar generasi dapat terjadi pada keluarga dengan tipe extended
family. Nilai konflik tidak dapat dihindari ketika ibu atau saudara perempuan
memegang nilai memberikan makan selain ASI secara dini tidak memberikan
akibat pada bayi.
Komunikasi keluarga adalah suatu simbolis, proses transaksional menciptakan dan
membagi arti dalam keluarga (Galvin & Brommel, 1986 dalam Friedman, 2010).
Dalam keluarga childbearing mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan harus
secara fungsional: menyatakan maksud dengan jelas dan tegas, mengklarifikasi
dan mengualifikasi apa yang dikatakan, meminta umpan balik dan terbuka
terhadap umpan balik (Satir,1967 dalam Friedman, 2010).
2.4.1.3 Fungsi keluarga dalam pencegahan terputusnya pemberian ASI
eksklusif
Fungsi afektif dalam keluarga childbearing berhubungan dengan perlindungan
psikososial dan dukungan terhadap anggota. Afektif melibatkan persepsi keluarga
terhadap penghargaan dan asuhan kebutuhan psikososial anggota. Melalui fungsi
afektif keluarga meningkatkan kualitas kemanusiaan, stabilitas kepribadian dan
perilaku, relabilitas serta harga diri anggota keluarga (Friedman, 2010).
Fungsi sosialisasi dalam keluarga childbearing adalah banyaknya pengalaman
belajar yang diberikan dalam keluarga. Pengalaman ditujukan untuk mengajarkan
anak bagaimana berfungsi dan mengemban peran di masyarakat. Metode
pengasuhan yang berkembang dimasyarakat untuk memberikan pengalaman pada
berubah dengan cepat. Salah satu perubahan pengasuhan adalah pemberian ASI.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
52
12 Universitas Indonesia
Susu formula yang beredar dimasyarakat membuat ibu memilih memberikan susu
formula dari pada ASI (Friedman, 2010).
Fungsi perawatan kesehatan berkaitan dengn praktik kesehatan dalam keluarga
dan pemanfaatan layanan perawatan kesehatan. Dua alasan utama keluarga dalam
praktik perawatan kesehatan adalah konsep sehat dan sakit yang diyakini keluarga
dan pencarian layanan perawatan kesehatan. Tujuan asuhan keperawatan keluarga
adalah untuk meningkatkan praktik kesehatan dalam keluarga (Friedman, 2010).
Friedman (2010) mengidentifikasi delapan area praktik kesehatan keluarga.
Delapan area tersebut: praktik diit keluarga, praktik tidur dan istirahat keluarga,
praktik latihan dan rekreasi keluarga, praktik penggunaan obat (terapeutik
penenang, alkohol dan tembakau), praktik perawatan diri keluarga, praktik
lingkungan dan hygiene, praktik pencegahan berbasis pengobatan, dan terapi
alternatif.Pada penelitian ini dibahas bagaimana praktik diit keluarga, praktik
perawatan diri pada ibu menyusui.
Diit ibu hamil dan menyusui meliputi pemenuhan karbohidrat, protein, lemak dan
mineral. Karbohidrat merupakan sumber utama untuk tambahan energi/kalori
yang dibutuhkan selama kehamilan. Karbohidrat meningkatkan asupan serat dan
mencegah konstipasi (sembelit). Satu (1) gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.
Direkomendasikan penambahan jumlah kalori sebesar 265 – 300 kalori perhari
dibanding saat tidak hamil (1900 kalori) Pada akhir kehamilan dan menusui
dibutuhkan sekitar 80.000 kalori lebih banyak dari kebutuhan kalori sebelum
hamil (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).
Tambahan protein diperlukan untuk pertumbuhan janin, uterus, payudara,
hormon, penambahan cairan darah ibu serta persiapan laktasi. Tambahan protein
yang diperlukan selama kehamilan sebanyak 12 gram perhari. Wanita hamil dan
menyusui membutuhkan lebih banyak vitamin dan mineral dibanding sebelum
hamil untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta proses
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
53
12 Universitas Indonesia
diferensiasi sel. Beberapa vitamin yang dibutuhkan selama kehamilan dan
menyusuiadalah : (1) asam folat dan vitamin B12 (Sinokobalamin), berfungsi
untuk mencegah anemia megaloblatik, dibutuhkan 0,4 mg perhari; (2) vitamin B6
(Piridoksin), berperan penting dalam pembentukan asam amino dalam tubuh
tubuh serta untuk mengurangi mual selama kehamilan, dibutuhkan 2,2 mg perhari;
(3) vitamin C (Asam askorbat), kekurangan vitamin c dapat mengakibatkan
keracunan kehamilan dan Ketuban pecah dini,dibutuhkan 10 mg/hari selama
kehamilan dan menyusui; (4) vitamin A, berfungsi untuk memelihara
pertumbuhan sel jaringan, penting untuk kesehatan mata, kulit, rambut, kebutuhan
vitamin A selama kehamilan dan menyusui adalah 200 RE/hari; (5) vitamin D,
selama kehamilan dan menyusui dapat mencegah hipokalsemia, membantu
penyerapan kalsium dan fosfor serta menetralisasi tulang dan gigi. Vitamin D
banyak terdapat pada kuning telur dan susu.Kebutuhan vitamin D pada ibu hamil
adalah 15 ug/hari; (6) vitamin E, berfungsi pada pertumbuhan sel dan jaringan dan
integrasi sel darah merah. Dianjurkan mengkomsumsi 2 – 10 mg/hari; (7) vitamin
K, bila kekurangan dapat mengakibatkan perdarahan. Kebutuhannya pada ibu
hamil adalah 130 mg/hari; (8) calsium (Ca), sebagian besar digunakan untuk
perkembangan tulang dan janin, banyak terdapat pada produk susu, ikan, kacang-
kacangan, tahu, tempe, sayuran hijau dengan jumlah komsumsi yang dianjurkan
adalah 900-1200 mg/hari; (9) fosfor, berfungsi untuk pembentukan rangka dan
gigi janin serta kenaikan metabolism kalsium ibu; (10) zat besi (Fe), diperlukan
untuk mencegah anemia, dianjurkan 30 mg/hari; (11) Yodium, kekurangan dapat
mengakibatkan kreatinisme yang mengakibatkan hambatan pertumbuhan anak.
Diperlukan 25 ug/hari; (12) natrium, berperan penting dalam metabolism air, dan
bersifat mengikat cairan dalam jaringan sehingga mempengaruhi keseimbangan
cairan pada ibu hamil, natrium pada ibu hamil dan menyusui bertambah sekitar
3,3 gr/minggu, sehingga ibu hamil cenderung mengalami edema (bengkak)
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).
Kebutuhan nutrisi untuk bayi (0-6 bulan) adalah pemberian ASI eksklusif.
Pemberian ASI eksklusif adalah hanya memberikan ASI dan tidak memberikan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
54
12 Universitas Indonesia
makanan atau minuman lain, termasuk air putih, kecuali obat-obatan, vitamin,
mineral tetes, serta ASI perah yang dilakukan sampai bayi berusia enam bulan
(WHO, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi lahir sampai
berusia enam bulan. Selama enam bulan tersebut, bayi tidak diberikan tambahan
cairan lain seperti susu formula, air putih, air teh, atau tajin (Perinasia, 2011).
Pada beberapa pengertian tersebut dapat ditarik benang merah ASI eksklusif
adalah pemberian ASI pada bayi tanpa memberikan minuman lain seperti susu
formula, air putih, tajin dan tidak memberikan makanan tambahan lain kepada
bayi. Akan tetapi, obat cair, vitamin, mineral, ASI perah diperbolehkan untuk
diberikan pada bayi hingga bayi berusia 6 bulan.
Kebutuhan ASI pada minggu pertama perlu diperhatiakan. Pemberian ASI dapat
dilakukan tiap 2 sampai 3 jam, atau 8 sampai 12 kali menyusu selama 24 jam.
Pada minggu pertama, stimulasi hisapan bayi sangan diperlukan untuk
meningkatkan produksi ASI. Pemberian ASI dilakukan sesuai dengan kebutuhan
bayi sampai bayi puas (Neifert, 2004 dalam Ackley & Ledwig, 2011)
Istirahat tidur ibu hamil dan menyusui arus dipenuhi. Kebutuhan istirahat dan
tidur ibu hamil dan menyusui sekitar 8 jam. Selain kebutuhan istirahat tidur ibu,
setelah lahir perlu diperhatikan kebutuhan dan keamanan tidur bayi. Kebutuhan
tidur bayi yaitu pada usia 2 sampai 6 minggu, bayi muda dapat tidur 2 sampai 4
jam pada satu waktu. Usia 6 sampai 8 minggu, tidur bayi menjadi lebih
terkonsentrasi pada malam hari karena mereka lebih terjaga di siang hari. Pada
usia 3 bulan, bayi dapat tidur sekitar 4 jam pada satu waktu, dan biasanya
terpanjang pada malam hari. Pada usia 6 bulan, bayi mungkin dapat tidur sampai 6
jam pada satu waktu (Goodlin-Jones, Beth, Burnham, Gaylor, Anders. 2001; Burnham,
Goodlin-Jones, Gaylor, Anders. 2002).
Perawatan diri keluarga meliputi pengetahuan keluarga, motivasi dan kekuatan
atau koordinasi motorik yang diperlukan untuk melakukan tugas perawatan fisik,
dan memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarga (Friedman, et al, 2010). Pada
keluarga childbearing pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi, perawatan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
55
12 Universitas Indonesia
ibu hamil, ibu nifas; kemampuan motorik orang tua dalam melakukan perawatan
dan memenuhi kebutuhan dasar bayi, ibu hamil dan ibu nifas.
2.4.2 Diagnosis keperawatan keluarga
Hasil dari pengkajian keluarga adalah teridentifikasinya masalah keluarga baik
aktual maupun risiko ataupun potensial. Dalam praktik keperawatan masalah
kesehatan yang dialami keluarga dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan
keluarga (Friedman, et al., 2010). Menurut Gordon (2000, dalam Friedman et al,
2010) diagnosa keperawatan keluarga digunakan sebagai dasar proyeksi hasil,
intervensi perencanaan, dan evaluasi hasil yang dicapai. Dalam menegakkan
diagnosa keperawatan keluarga harus di dasarkan pada salah satu teori
keperawatan atau teori keluarga atau menggunakan diagnosis dari NANDA
(North American Nursing Diagnosis Association).
Diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan, selanjutnya perlu ditetapkan
prioritas masalah yang akan diselesaikan. Perawat perlu mempertimbangkan
faktor-faktor berikutnini dalam memodifikasi masalah kesehatan dalam keluarga :
1) pengetahuan saat ini, teknologi dan intervensi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarga atau manajemen masalah; 2)Sumber yang dimiliki oleh
keluarga-fisik, finansial dan sumberdaya manusia; 3) sumber dari perawat –
pengetahuan, ketrampilan dan waktu; 4) sumber yang ada di komunitas- fasilitas
organisasi kemasyarakatan atau support dari masyarakat (Maglaya, et al,2009).
Perawat dapat mengurutkan prioritas masalah dengan menggunakan “Scale for
Ranking Health Conditions and Problems According to priorities.”. Tools ini
membantu dalam mengambil keputusan dalam mempertimbangkan factor-faktor
yang mempengaruhi kondisi kesehatan dan respon keluarga pada masalah
keperawatan. Setelah penentuan criteria pada scoring, total score tertinggi
merupakan proiritas penyelesaian masalah dalam keluarga. Nilai tertinggi score
dengan metode ini adalah 5. Masalah keperarawatan dengan nilai 5 menjadi
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
56
12 Universitas Indonesia
proiritas pertama dan yang mendekati 5 menjadi urutan berikutnya (Maglaya, et
al,2009).
2.4.3 Intervensi Keperawatan keluarga
Tahap selanjutnya adalah penyusunan perencanaan asuhan keperawatan keluarga.
Secara umum tahapan penyusunan perencanaan adalah : memprioritaskan
masalah, penetapan tujuan umum, penetapan kriteria hasil (tujuan khusus),
rencana intervensi dan rencana evaluasi. Tujuan (Goal) adalah seberapa luas hasil
dan kearah mana perilaku diarahkan. Tujuan khusus (objective) adalah sasaran
hasil untuk mencapai tujuan.Perencanaan harus disusun bersama keluarga serta
melibatkan seluruh anggota keluarga dalam unit pelayanan (Friedman, et al,
2003). Perencanaan secara umum mengacu pada : 1) analisa dengan keluarga
yang didasarkan pada pengalaman hidup, 2) meningkatkan kognitif, afektif dan
psikomotor, 3) fokus intervensi pada kemampuan keluarga melaksanakan tugas
kesehatan : mengenal masalah kesehatn, mengambil keputusan berkaitan dengan
masalah kesehatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan keluarga
memberikan perawatan pada anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan,
meningkatkan kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan sesuai dengan
syarat kesehatan, memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi masalah
kesehatan; 4) mengkatalis perilaku melalui motivasi dan dukungan. Menyusun
rencana evaluasi, secara sepesifik adalah bagaimana perawat akan
menggambarkan perubahan satatus kesehatan, kondisi, situasi dan pencapaian
outcome secara spesifik yang telah disebutkan dalam obyektif. Rencana evaluasi
meliputi indikator, standar, metode dan tools/ sumber data evaluasi (Maglaya, et
al, 2009).
Kegiatan yang dapat dilakukan keluarga dari persiapan sampai pemberian ASI
adalah sebagi berikut :
2.4.3.1 Persiapan dan tehnik menyusui
Persiapan menyusui pada masa kehamilan penting dilakukan. Ibu yang
menyiapkan sejak dini. Ibu yang menyiapkan sejak dini akan lebih siap
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
57
12 Universitas Indonesia
menyusui bayinya. Persiapan yang harus dilakukan oleh ibu yang akan
menyusui diantaranya :
1) Persiapan Psikologis
Keberhasilan menyusui didukung oleh persiapan psikologis, yang
dilakukan sejak masa kehamilan. Persiapan ini penting karena keputusan
dan sikap ibu yang positif terhadap pemberian ASI harus terjadi saat
kehamilan, atau jauh sebelumnya. Sikap ibu terhadap pemberian ASI
dipengaruhi oleh berbagai factor, antaralain adat, kebiasaan, kepercayaan
tentang menyusui di daerah masing-masing. Pengalaman menyusui pada
kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga atau
kalangan kerabat, pengetahuan ibu dan keluarganya tentang manfaat ASI
juga sikap ibu terhadap kehamilannya (diinginkan atau tidak) berpengaruh
terhadap keputusan ibu, pakah ia akan menyusui atau tidak. Dukungan
dokter, bidan, atau petugas kesehatan lain, teman dekat sangat dibutuhkan
terutama ibu yang baru pertama kali hamil.
2) Pemeriksaan payudara
Payudara ibu perlu diperiksa sebagai persiapan menyusui. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk mengetahui keadaan payudara sehingga bila
terdapat kelainan segera diketahui. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
inspeksi dan palpasi.
Payudara yang di inspeksi ukuran dan bentuk , kontur /permukaan: adanya
depresi, elevasi atau luka pada kulit payudara , dan warna kulit. Areola
yang diinspeksi adalah bentuk dan ukuran, permukaan, warna. Putting susu
bentuk dan ukuran , ukuran putting sangat bervariasi bila ditemukan
putting susu yang terbenam, jangan katakan bahwa ibu mengalami
abnormalitas. Putting susu dapat ditonjolkan menggunakan alat atau
dengan prosedur Hoffman. Palpasi payudara meliputi konsistensi karena
pengaruh hormonal akan ada perbedaan konsistensi. Massa, setiap massa
harus digambarkan dengan jelas letak dan ciri-cirinya.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
58
12 Universitas Indonesia
3) Tehnik menyusui
Seorang ibu dengan bayi pertama mungkin akan mengalami masalah
ketika menyusui, yang sebetulnya hanya karena tidak tahu cara yang
sebenarnya. Bayi walaupun sudah dapat menghisap tetap dapat
menimbulkan putting terasa nyeri. Pada minggu awal psetelah persalinan
biasanya ibu lebih sensitive. Pada kondisi ini ibu perlu seorang
pendamping yang dapat membimbingnya untuk bisa merawat bayi,
disarankan ibu mendapatka pendampingan dari orang yang berpengaruh
besar dalam kehidupannya. Termasuk pendampingan tehnik menyusui
dengan benar :
a) Langkah menyusui dan perlekatan yang benar
Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini merupakan tehnik
desinfektan dan menjaga lkelembaban putting susu.
Bayi diletakkan menghadap perut/payudara, ibu duduk atau berbaring
santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki
ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung
siku ibu dan bokong bayo terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh
tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. Satu
tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan.
Perut bayi menempel pada badan ibu kepala bayi menghadap payudara.
Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu menatap bayi
dengan kasih sayang.
Payudara di pegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang di
bawah. Jangan menekan putting susu atau areola mamae saja. Beri
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
59
12 Universitas Indonesia
rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara
menyentuh pipi dengan putting susu atau sentuh sisi mulut bayi.
Setelah bayi membuka mulut dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke mulut bayi,
usahan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi,
sehingga putting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan AS yang terletak
dibawah areola. Setelah bayi menghisap payudara tidak perlu dipegang.
Setelah menyusu pada satu payudara samapai terasa kosong. Sebaiknya
ganti menyusui pada payudara yang lain, untuk melepas isapan gunakan
jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau
dagu bayi ditekan ke bawah, gantikanpada payudara yang belum diisap
oleh bayi. Setelah selesai menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada putting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering
dengan sendirinya. Sendawakan bayi, yang bertujuan untuk
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah setelah
menyusu.
b) Pengeluaran ASI
Apabila ASI berlebihan, sampai keluar memancar, maka sebaiknya ASI
dikeluarkan terlebih dahulu untuk menghindari tersedak atau enggan
menyusu. Dan hasilnya ditampung dalam botol steril untuk dapat
disimpan.
Cara pengeluaran ASI dengan tangan: ibu mencuci tangan sampai
bersih, ibu atau keluarga menyiapkan gelas bersih dan telah direbus
dengan air mendidih. Ibu melakukan massage payudara dengan kedua
telapak tangan dari pangkal kea rah areola. Ulangi pemijatan pada
sekeliling payudara, tekan areola kearah dada dengan ibu jari disekitar
aareola bagian atas dan jari telunjuk pada sisi areola yang lain. Minta
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
60
12 Universitas Indonesia
ibu mengulangi tekan-peras-lepas-tekan –peras-lepas, jangan berhenti
setelah beberapa kali ASI akan keluar. Lakukan ini pada semua area
areola sehingga ASI diperah dari semua segmen payudara.
c) Penyimpanan ASI
ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat. Ada
perbedaan lamanya disimpan dikaitkan dengan tempat penyimpanan. Di
udara bebas /terbuka : 6-8jam, di almari es (4˚C) : 24 jam, di
pendingin/beku (-18˚C) : 6 bulan.
d) Pemberian ASI peras
ASI yang didinginkan tidak boleh direbus bila akan dipakai, karena
kualitasnya akan menurun, yaitu unsure kekebalannya. Cukup
didiamkan beberapa saat dalam suhu kamar, agar tidak terlalu dingin.
Atau dapat direndam dalam wadah yang telah diisi air panas. ASI tidak
boleh diberikan dengan botol/dot, karena akan menyebabkan bayi
bingung puting. Berikan dengan sendok, sehingga saat menyusu
langsung bayi tidak menolak menyusu. Ibu memberi minum bayi duduk
dengan memangku, punggung bayi dipegang dengan lengan, cangkir
diletakkan pada bibir bawah bayi, lidah bayi diatas pinggir cangkir dan
biarkan bayi menghisap ASI dari dalam cangkir, beri sedikit waktu
menelan.
2.5 Peran dan fungsi perawat Komunitas dalam Pemberian ASI eksklusif
Stanhope dan Lancaster (2004) menjelaskan, perawat komunitas harus
memperhatikan prinsip praktik keperawatan komunitas dalam memberikan
layanan keperawatan. Prinsip praktik keperawatan komunitas seperti otonomi,
yaitu memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk melakukan atau memilih
alternatif yang terbaik dan sesuai dengan kondisinya. Selain itu, perawat
komunitas harus menerapkan prinsip kemanfaatan. Prinsip kemanfaatan yaitu
intervensi yang diberikan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
61
12 Universitas Indonesia
terhadap masyarakat. Prinsip keadilan juga harus diterapkan oleh perawat
komunitas sehingga dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan kemampuan
dan kapasitas masyarakat.
Perawat berperan sebagai care provider, advocate, educator, counsellor, case
manager, researcher, collaborator, dan liaison officer di komunitas (Helvie,
1998; Hitchock, Schubert & Thomas, 1999). Secara rinci, peran perawat adalah
sebagai berikut:
2.5.1 Care provider
Perawat berperan sebagai care provider, yaitu memberikan asuhan keperawatan
kepada individu, keluarga, dan komunitas secara langsung menggunakan prinsip
tiga tingkat pencegahan. Ibu menyusui di masyarakat sangat berisiko terjadi
diskontinuitas menyusui. Rendahnya cakupan ASI eksklusif dapat menyebabkan
bayi tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Dalam hal ini, perawat harus dapat
mengembangkan level pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat dan ibu hamil tentang ASI eksklusif dan Inisiasi
menyusu Dini pada masa kehamilan, pencegahan sekunder dilakukan dengan
deteksi dini masalah-masalah yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI
kepada bayinya, cara mengatasi puting susu inverted, ibu bekerja dengan
membuat bank ASI, pencegahan tertier dengan membantu mengatasi payudara
bengkak saat menyusui, puting susu lecet (Perinasia, 2011).
2.5.2 Advocate
Perawat berperan sebagai advocate, ditunjukkan dengan cara tanggap terhadap
kebutuhan komunitas dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada
pemberi layanan secara tepat. Perawat komunitas dapat menggunakan sumber dan
dukungan yang tersedia di masyarakat. Perawat komunitas harus dapat membantu
masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
62
12 Universitas Indonesia
Perawat komunitas harus mampu melakukan advokasi pemberian ASI eksklusif
pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat serta pengambil kebijakan. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan dukungan individu dan keluarga pada tahap
child bearing. Advocasi dilakukan supaya ibu dapat memberikan ASI dan bayi
memperoleh ASI secara eksklusif. Pada tingkat masyarakat atau budaya, perawat
komunitas dapat memberikan advokasi pada masyarakat mengenai pentingnya
ASI eksklusif untuk ibu, bayi, keluarga, masyarakat. Advokasi dilakukan dengan
cara mengedukasi dan menjalin kemitraan serta bernegosiasi dengan para
pemegang kebijakan di masyarakat.
Perawat komunitas dapat mengadvokasi para pekerja wanita yang menyusui agar
mendapatkan fasilitas waktu untuk menyusui bayinya atau mendapatkan tempat
untuk memerah dan menyimpan ASI. Perawat komunitas harus dapat
mengadvokasi peraturan yang terkait pemberian ASI eksklusif dan insiasi
menyusu dini di tingkat pemegang kebijakan.
2.5.3 Educator
Perawat komunitas memiliki tanggung jawab sebagai pendidik kepada individu,
keluarga, dan komunitas. Perawat dapat melakukan pemberian informasi pada
institusi formal dan pilihan sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat.
Pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif sangat diperlukan di masyarakat.
Pendidikan kesehatan dapat diawali saat pra nikah, saat kehamilan, dan atau saat
dilakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) pendidikan kesehatan bertujuan
untuk membangun sikap positf tentang pemberian ASI eksklusif.
2.5.4 Counsellor
Perawat harus dapat mendengarkan keluhan klien secara objektif, memberikan
umpan balik dan informasi, membantu klien dalam menyelesaikan masalah, dan
mengidentifikasi sumber yang dimiliki oleh klien. Perawat memberikan bantuan
secara profesional dengan menerapkan metode yang sesuai dengan kebutuhan dan
masalah yang dihadapi klien. Dalam hal ini, perawat komunitas harus dapat
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
63
12 Universitas Indonesia
menjadi pembina kelompok swabantu sehingga jika ada permasalahan yang tidak
terselesaikan oleh motivator, pembina dapat membantu menyelesaikan
permasalahan tersebut.
2.5.5 Case Manager
Perawat harus dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan klien,
merancang rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien, serta
mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap pelayanan yang diberikan.
Perawat perlu menunjukkan kemampuan dalam mengidentifikasi sumber-sumber
yang ada di komunitas, memotivasi, dan melakukan koordinasi dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di komunitas.
2.5.6 Researcher
Peran perawat sebagai peneliti ditunjukkan oleh perawat komunitas dengan
berbagai aktivitas penelitian, mengaplikasikan hasil riset dalam praktik
keperawatan, mengumpulkan data, merancang, dan mendesiminasikan hasil riset.
Perawat harus dapat mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, menganalisa
data, melakukan interpretasi data, mengaplikasikan penemuan, mengevaluasi,
mendesain, menerapkan hasil temuan dalam pengembangan, melakukan perbaikan
praktik keperawatan komunitas, dan meningkatkan asuhan pada kelompok ibu-
bayi menyusu.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
65 Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH
Bab kerangka kerja ini memaparkan dan menelaah keterkaitan antar konsep yang
mendasari pelaksanaan praktek keperawatan komunitas pada aggregate ibu hamil
dan menyusui menggunakan integrasi Community As Partner (CAP), Family
Centered Nursing (FCN), perilaku positif dalam menyusui, dan model dukungan
sosial dan Kelompok Swabantu ASI Eksklusif (KS-ASIEKs), serta manajemen
pelayanan keperawatan.
3.1 Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Komunitas
Praktik keperawatan di masyarakat memerlukan adanya proses dan respon
masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan dan masalah, manajemen program dan
sumberdaya, termasuk kebijakan yang mempengaruhi pelayanan kesehatan dan
keperawatan (Maglaya, et al, 2009). Praktik keperawatan di komunitas memiliki tiga
fokus yaitu: klien, pelayanan kesehatan dan political leader atau pengambilan
kebijakan. Proses yang dipakai dalam praktik keperawatan komunitas adalah (1)
klien: asuhan keperawatan; (2) pelayanan kesehatan: manajemen program, supervisi,
jaminan mutu, dan penelitian keperawatan; (3) pengambilan kebijakan: advokasi dan
tindakan politik.
Variabel yang diintegrasikan didalam penelitian ini adalah pelayanan kesehatan:
manajemen program, supervisi, jaminan mutu. Manajemen program berdasarkan
pendekatan teori yang dikemukakan oleh Marquis dan Huston (2012) perencanaan,
pengoganisasian, kepegawaian, pendelegasian, dan pengawasan. Pada penelitian ini
variabel perencanaan menggunakan elemen sumber daya manusia, anggaran, dan
kebijakan. Variabel pengorganisasian terdiri dari struktur organisasi, uraian tugas,
kerja sama dan koordinasi. Fungsi pengarahan menggunakan variabel komunikasi,
pelatihan dan supervisi. Fungsi pengawasan menggunakan variabel monitoring dan
evaluasi program serta penilaian kinerja. Praktik keperawatan komunitas pada
aggregate ibu hamil dan menyusui untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif
dikemas dalam program Perkesmas.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan komunitas pada aggregat ibu hamil dan menyusui dilakukan
dengan proses keperawatan. Proses tersebut diawali dengan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian merupakan
sebuah proses, tindakan untuk mengenal masyarakat, orang-orang di masyarakat
adalah mitra. Pada penelitian ini menggunakan community as partner model sebagai
framework pengkajian. Pengkajian komunitas model ini memiliki tiga bagian yaitu :
(1) core the community, (2) sub sistem komunitas dan (3) persepsi ( (Anderson & Mc
Farlane, 2011). Core terdiri dari riwayat terbentuknya komunitas; data demografi,
tipe rumahtangga, status perkawinan, vital statistik, nilai dan kepercayaan, serta
agama. Data subsistem komunitas terdiri atas : lingkungan, pelayan kesehatan,
ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan, dan rekreasi. Pada penelitian ini variabel yang digunakan pada integrasi
model dari community as partner: (1) core: demografi, status perkawinan, vital
statistic: angka kelahiran cakupan pemberian Asi eksklusif, nilai dan keyakinan
pemberian ASI eksklusif; (2) sub sistem: lingkungan: dukungan sosial masyarakat
terhadap pemberian ASI, pelayanan kesehatan yang digunakan untuk mengatasi
masalah pemberian ASI; politik dan pemerintahan: dukungan kebijakan pemberian
ASI eksklusif; dan pendidikan.
Family cetered nursing memiliki elemen pendekatan: keluarga sebagai pusat,
kolaborasi antara keluarga dan petugas kesehatan, komuniasi antara keluarga dan
petugas kesehatan, keberagaman budaya dalam keluarga, perbedaan koping dan
dukungan, keluarga dan kelompok pendukung, pelayanan khusus dan sistem
dukungan dan holistic perspectif family cetered nursing (Kaakinen, Gedaly-Duff,
Coehlo, & Hanson, 2010). Setiap langkah asuhan pada keluarga baik individu dalam
keluarga atau keluarga secara keseluruhan, membutuhkan kebijaksanaan dan proses
penalaran. Model pengkajian keluarga yang digunakan adalah Friedman Family
Assessment Model (FFAM). Asumsi utama pada FFAM adalah keluarga merupakan
sistem sosial dengan kebutuhan fungsional, keluarga merupakan kelompok kecil
yang memiliki fitur genetik, keluarga sebagai sistem sosial menyesuaikan fungsi
yang melayanai individu dan masyarakat, tindakan individu sesuai dengan norma
dan nilai yang dipelajari melalui sosialisasi (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, &
Hanson, 2010). FFAM terdiri: Identifikasi data umum keluarga, tahap dan riwayat
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, stress, koping
dan adaptasi keluarga (Friedman, Bowden &Jones, 2010). Pada penelitian variabel
yang digunakan dalam integrasi model adalah tahap dan riwayat perkembangan
perkembangan: childbearing; struktur keluarga: komunikasi, peran, pengambilan
keputusan, dan nilai dalam keluarga; fungsi keluarga: fungsi afektif, fungsi
perawatan kesehatan: perilaku kesehatan, praktik diit keluarga, kebiasaan istirahat
tidur, dan praktik perawatan diri keluarga. Tingkat kemandirian keluarga dalam
memenuhi kebutuhan kesehatannya yang didasarkan pada tugas kesehatan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan: mengenal masalah kesehatan; mengambil
keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatannya; melakukan tindakan
perawatan untuk anggota keluarga yang sakit, memilki kebutuhan khusus, atau
berisiko sakit; memodifikasi lingkungan yang kondusif untuk kesehatan,
pertumbuhan individu; dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Konsep model hubungan sosial dan sosial support pada kesehatan terdapat 5 (lima)
konsep utama: (1) adanya hubungan langsung antara jejaring sosial dan dukungan
sosial teadap status kesehatan, (2) efek jejaring sosial dan dukungan sosial terhadap
kesehatan individu, (3) jejaring sosial dan dukungan sosial mempengaruhi frekuensi
dan durasi paparan stressor, (4) efek jejaring sosial dan dukungan sosial terhadap
kesehatan komunitas dan (5) efek jejaring sosial dan dukungan sosial pada perilaku
sehat (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Pada penelitian ini variabel yang
diintegrasikan dalam model adalah efek jejaring sosial dan dukungan sosial terhadap
kesehatan komunitas dan efek jejaring sosial dan dukungan sosial pada perilaku
sehat.
Integrasi dari model program manajemen perkesmas aggregat ibu hamil dan
menyusui dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif memadukan program
pelayanan Perkesmas, klien ibu hamil dan menyusui serta keluarga dalam satu
kesatuan dengan memadukan model hubungan sosial dan dukungan sosial sebagai
strategi intervensi. Strategi intervensi yang digunakan dalam mengatasi masalah
manajemen, dan klien aggregat ibu hamil dan menyusui untuk meningkatkan
pemberian ASI adalah kelompok swabantu ASI eksklusif (KS-ASIEKs).
Pembentukan KS-ASIEKs merupakan intervensi yang didesign untuk membangun
hubungan sosial baru pada ibu hamil dan menyusui saat mereka hanya memiliki
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
jaringan sosial yang kecil, terbebani dan tidak memiliki dukungan yang efektif
(Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). KS-ASIEKs berperan memberikan dukungan
dan menerima dukungan, saling berbagi antar anggota. Berbagi pada anggota
kelompok swabantu, melibatkan pengalaman psitif yang dimiliki anggota dalam
mengatasi masalah pemberian ASI eksklusif. Perilaku positif ini dibagi ada anggota
untuk bisa digunakan oleh anggota yang lain dalam mengatasi masalah pemberian
ASI eksklusif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
65 Universitas Indonesia
INPUT KERANGKA KONSEP PROSES OUTPUT
.1 Skema Kerangka Konsep
3.1 Skema Kerangka Konsep
-Manajemen :
- Perencanaan: Visi, misi, tujuan, renstra jangka pdk dan panjang, prosedur, kebijakan,
pembiyaan dan alokasi sumber daya.
- Pengorganisasian:Iderntifikasi Struktur, tupoksi
kerja,
- Kerjasama lintas sektor dan lintas program.
- Pengarahan dan pendelegasian: instruksi
pelaksanaan
- Pengawasan : Monev program
- Core: Jumlah ibu hamil dan menyusui, status
perkawinan, vital statistic: angka kelahiran, cakupan pemberian Asi eksklusif, nilai dan keyakinan
- Sub sistem : lingkungan: dukungan sosial
masyarakat terhadap pemberian ASI, pelayanan
kesehatan yang digunakan untuk mengatasi masalah
pemberian ASI; politik dan pemerintahan: dukungan
kebijakan pemberian ASI eksklusif; dan pendidikan.
- Family Cetered Nursing : - - tahap dan riwayat perkembangan perkembangan:
childbearing
- - struktur keluarga: komunikasi, peran, pengambilan
keputusan, dan nilai dalam keluarga;
- fungsi keluarga: fungsi afektif, fungsi perawatan
kesehatan: perilaku kesehatan, praktik diit keluarga,
kebiasaan istirahat tidur, dan praktik perawatan diri
keluarga.
- Tingkat kemandirian keluarga - Perilaku Positif dalam menyusui
- Model dukungan sosial dan jejaring sosial :
- Kelompok swabantu
- Dukungan keluarga
(Gilles,2000; Anderson, 2011; Friedman, 2010;
Karen,2008)
Masalah
keperawatan :
- Manajemen
- Keluarga
- Komunitas
KELOMPOK
SWABANTU
ASIKs
(KS-ASIEKs)
Pelayanan Keperawatan:
1. Perencanaan :
a. Sosialisasi tujuan dan sasaran kelompok masyarakat peningkatan
ASI eksklusif
b. Perencanaan SDM,dana sarana dan prasarana
c. Perencanaan tahunan
2. Pengorganisasian : pembentukan KS-ASIEKs, stuktur organisasi
3. Pengarahan : Pelatihan/penyegaran kader
pedili ASIEKs, pelatihan fasilitator KS-ASIEKs, Materi manajemen laktasi
4. Pendelegasian : Supervisi deteksi faktor
risiko diskontinuitas ASIEKs, supervisi fasilitator KS-ASIEKs, Monitoring dan
evaluasi program
Komunitas : - Terbentuk KS-ASIEKs
- 80% Peningatan pengetahuan, sikap dan
perilaku ibu hamil dan menyusui
- perilaku positif diadopsi KS-ASIEKs
- Kepuasan ibu hamil dan menyusui dalam
mengukuti kegiatan KS-ASIEKs
- Perilaku Pemberian ASI eksklusif
meningkat
- 80% BB bayi sesuai KBM
- Teridentifikasi masalah kesehatan bayi 0-
1 tahun
Asuhan Keperawatan Komunitas :
- Pendidikan kesehatan : kader, TOMA, masyaraat
- Screening faktor risiko diskontinuitas
menyusui - Penggalian perilaku positif dan adopsi
perilaku positif
- Sistem rujukan kasus menyusui - Pemantauan kecukupan pemberian ASI
pada bayi
- Pemantauan masalah kesehatan pada bayi
- Peningkatan kepercayaan diri ibu dalam
memberikan ASI
Indikator Manajemen pelayanan
Keperawatan :
- Tersosisalisasinya kelompok masyarakat peduli ASI eksklusif
- Teridentifikasi jumlah SDM, dana
sarana dan prasarana serta tempat - Terbentuk KS-ASIEK
- Tersusun programkerja tahunan KS-
ASIEKs - Peningkatan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan kader dalam dukungan
pemberian ASI eksklusif - Dilaksanakannya supervisi dan monev
secara periodik di RW dibina
(kelengkapan pencatatan dan pelaporan)
- Terlaksananya pelatihan fasilitator KS-
ASIEKs
Keluarga :
- Peningkatan dukungan ayah pada
pemberian ASI eksklusif
- Peningkatan pengetahuan, sikap
dan perilaku keluarga
- Pemberian ASI eksklusif pada
keluarga binaan
- Kemandirian keluarga KM-IV
Keluarga :
- Dukungan ayah untuk memberikan
ASI eksklusif
- Konseling
- Coaching :perawatan bayi baru lahir
- Komplementer : pijat oksitosin dan
breastcare: marmet
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
70
Universitas Indonesia
3.2 Profil Kelurahan Curug
Kelurahan Curug berada pada wilayah kerja Puskesmas Cimanggis. Jumlah
penduduk di kelurahan Curug tercatat sebanyak 22.756 jiwa yang tersebar pada 11
RW. Sebaran penduduk miskin 26% dan jumlah KK miskin 5,4%. Distribusi
menurut tingkat pendidikan 25% tidak memiliki ijazah, 30% SD/MI sederajat, 19%
SLTP, 16% SMU, 10% Diploma/Sarjana. Jumlah ibu hamil di Kelurahan Curug 610
orang, sementara jumlah ibu bersalin sebanyak 486 orang (Profil kelurahan Curug,
2012).
Fasilitas terkait pemberian ASI di kelurahan Curug memiliki 1 (satu) pembina
kesehatan yang telah terlatih sebagai konselor laktasi. Jarak Puskesmas Cimanggis
cukup dekat, dapat diakses dengan kendaraan umum selama 15 menit. Curug
memiliki 15 Posyandu dengan 87 kader kesehatan. Ada 12 orang kader telah
mendapatkan pelatihan manajemen laktasi dari Puskesmas dan Dinas kesehatan kota
Depok. Posyandu memberikan pelayanan pada masyarakat 1 (satu) kali tiap bulan
(Nurhidayati, 2013).
Hasil pengkajian dukungan sosial di kelurahan Curug yang berhubungan dengan
pemberian ASI eksklusif, banyak ibu bekerja di pabrik yang berada di sekitar
kelurahan Curug. Pengasuhan bayi, keluarga mempercayakan pada nenek. Ibu
menyusui belum mendapatkan informasi tentang bank ASI di rumah. Pengasuhan
yang diberikan oleh nenek seperti yang dilakukan dulu pada anaknya, yaitu dengan
memberikan makan dan atau susu formula dini pada bayi. Bahkan ada yang sudah
diberi makan buah (pisang) atau bubur susu sejak usia 1 minggu. Tokoh masyarakat
kurang memahami pentingnya ASI eksklusif (Nurhidayati, 2013).
Pemberian ASI eksklusif merupakan perilaku keluarga KADARZI, namun pada
kenyataanya kegiatan tersebut belum optimal, kegiatan pembinaan oleh kader dan
petugas kesehatan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif belum optimal,
pendidikan kesehatan belum optimal dilakukan, pembinaan keluarga balita belum
optimal dilakukan. Belum optimalnya pemberian informasi, pembinaan keluarga dan
pendidikan pada masyarakat berdampak pada kurangnya pemahaman masyarakat
tentang ASI eksklusif, iklan susu formula yang menarik, ibu bekerja, mendapatkan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
71
Universitas Indonesia
masalah selama menyusui (puting susu lecet, bengkak), pengalaman memberikan
ASI eksklusif kurang, dukungan kelurga yang kurang merupakan determinan
diskontinuitas pemberian ASI Eksklusif di kelurahan Curug (Nurhidayati, 2013).
3.3 Kelompok Swabantu ASI Eksklusif (KS-ASIEKs)
Pada Sub bab ini penulis memaparkan Kelompok Swabantu ASIEKs berdasarkan
sintesis dari pedoman MtMSG yang diterbitkan oleh IYCN dan WHO (2011),
pedoman kelompok pendukung dari Mercy Corp (2008) dan pedoman pelaksanaan
posyandu di Indonesia (2010).
3.3.1 Pengertian Kelompok Swabantu ASI eksklusif
Kelompok swabantu adalah kelompok yang berada di masyarakat merupakan
bentuk UKBM, memiliki situasi dan tujuan yang sama, bertemu secara rutin untuk
belajar, menceritakan kesulitan, menceritakan keberhasilan, memberikan informasi,
serta ide baru yang berkaitan dengan situasi yang dihadapi. UKBM adalah wahana
pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola
oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan perawat Perkesmas,
lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.
3.3.2 Tujuan
1) Tujuan Umum : menunjang peningkatan pemberian ASI eksklusif
2) Tujuan khusus :
a. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan dasar dan
pemberian dukungan psikologis yang berkaitan dengan peningkatan
pemberian ASI eksklusif
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam pemberian ASI eksklusif
c. Meningkatnya Cakupan pemberian ASI eksklusif di masyarakat
3.3.3 Sasaran
Sasaran kelompok swabantu ASIEKs adalah seluruh masyarakat, utamanya : bayi 0-
6 bulan, ibu hamil trimester 3, dan ibu menyusui.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
72
Universitas Indonesia
3.3.4 Fungsi
1) Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam pemberian dukungan
psikologis pada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif, dalam rangka
meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.
2) Sebagai wadah untuk memperoleh informasi dan problem solving ibu menyusui
yang memiliki permasalahan dalam persiapan menyusui dan selama menyusui.
3) Sebagai wadah kontrol perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
3.3.5 Manfaat
1) Bagi Keluarga dengan ibu hamil dan menyusui
- Memperoleh kemudahan untuk informasi seputar kehamilan dan
menyusui
- Memperoleh pembinaan secara berkala dari petugas Puskesmas
(Perawat Perkesmas)
2) Bagi Kader dan Kelompok Pendukung
- Mendapat informasi terlebih dahulu tentang upaya yang terkait
dengan peningkatan pemberian ASI eksklusif dan kehamilan
- Sebagai bentuk aktualisasi diri di masyarakat dengan menyelesaikan
masalah kesehatan khususnya pemberian ASI eksklusif
3) Bagi Puskesmas
- Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan
- Sebagai bentuk pelaksanaan upaya perawatan kesehatan masyarakat
dengan melaksanakan asuhan kelompok maternal di masyarakat
- Mendekatkan akses informasi dan pelayanan kesehatan pada ibu
hamil dan menyusui.
3.3.6 Lokasi
Uji coba pelaksanaan kelompok swabantu ASIEKs dilakukan di kelurahan Curug,
diawali di RW 08 kelurahan Curug, dan di replikasi di RW 04 dan 08. Kegiatan ini
dilakukan di kelurahan Curug kerena dekelurahan Curug belum terdapat wadah yang
dapat membantu ibu hamil dan menyusui mengatasi masalah yang mereka hadapi,
dan kader posyandu belum memiliki perencanaan yang baik untuk memberikan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
73
Universitas Indonesia
motivasi dan penyuluhan pada ibu hamil dan menyusui, terdapat ibu bekerja yang
ingin memberikan ASI eksklusif namun belum tahu bagaimana menyiapkannya.
Kegiatan kelompok swabantu ASIEKs dapat direplikasi dengan cara yang sama di
tempat lain yang setara dengan wilayah RW. Kelompok Swabantu ASIEKs berada
di setiap RW, dusun atau sebutan lain yang sesuai.
3.3.7 Pengorganisasian
Struktur organisasi ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat pembentukan
Kelompok Pendukung ASI. Struktur organisasi fleksibel dengan kebutuhan, kondisi,
permasalahan dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari
ketua, sekretaris, dan bendahara serta kelompok pendukung sebagai anggota dan
fasilitator kegiatan KS-ASIEKs.
Kader dan tokoh masyarakat yang peduli dengan pemberian ASI eksklusif
selanjutnya disebut kelompok pendukung, adalah anggota masyarakat yang seusia
ibu menyusui, anggota masyarakat, bersedia , mampu dan memiliki waktu untuk
memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs.
3.3.9 Pembentukan dan pemantauan
1) Pembentukan
KS-ASIEKs dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif. Pendirian ditetapkan dengan Surat keputusan
kepala Desa/ Kelurahan. Pembentukan KS-ASIEKs fleksibel, dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan.
Langkah-langkah pembentukan Ks-ASIEKs dapat dilakukan dengan tahapan
berikut ini :
1. Pendekatan internal
Mempersiapkan para petugas kesehatan (Perawat Perkesmas), sehingga
memiliki kemampuan untuk mengelola dan membina KS-ASIEKs.
Dalam upaya meningkatkan layanan secara profesional
2. Pendekatan eksternal
Mempersiapkan masyarakat, khusunya tokoh masyarakat, sehingga
bersedia mendukung penyelenggaraan KS-ASIEKs, sehingga perlu
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
74
Universitas Indonesia
dilakukan pendekatan pada tokoh masyarakat. Jika sudah ada Forum
Kesehatan Desa (FKD) perlu diikutsertakan. Dukungan dapat berupa
moril, finansial atau material.
3. Pembentukan kader pendukung ASI eksklusif sebagai fasilitator
Pemilihan kader pendukung dipilih dari anggota masyarakat yang peduli
dengan pemberian ASI eksklusif, bisa ibu kader posyandu, tokoh agama,
tokoh masyarakat. Selanjutnya dibentuk kepengurusannya dengan
struktur minimal : ketua, sekretaris dan bendahara, selanjutnya
kepengurusan diperkuat dengan SK kepala desa/kelurahan. Selanjutnya
dilakukan orientasi tugas pengurus dan kelompok pendukung serta
menyusun rencana kegiatan dalam 1 tahun (POA 1 tahun). Setelah
terbentuk dilakukan pelatihan kelompok pendukung ASI untuk menjadi
fasilitator KS-ASIEKs yang meliputi materi :
a. Inisiasi Menyusui Dini (IMD),
b. manajemen laktasi,
c. masalah dan penangananya sebelum menyusui, waktu penyusuan
dini, dan penyusuan lanjut
d. Makanan pendamping ASI
e. Mitos tentang ASI dan menyusui
f. Pengaturan Jarak kelahiran
g. Kelompok Swabantu ASIEKs : Struktur KS-ASIEKs, manjadi
fasilitator KS-ASIEKs, membangun dinamika kelompok, menjadi
fasilitator yang komunikatif, pencatatan dan pelaporan KS-ASIEKs
4. Penyelenggaraan
a. Anggotan KS-ASIEKs adalah ibu hamil trimester 3 dan ibu menyusui
bayi usia 0-1 tahu
b. jumlah anggota 12- 15 orang.
c. Pertemuan dilaksanakan tiap 2 minggu sekali, lama pertemuan 120
menit.
d. Kegiatan reguler KS-ASIEKs meliputi: pembukaan, membangun
keakraban, pengumuman dan perayaan, diskusi, dan penutup. Tema
diskusi setiap pertemuan tergantung pada keinginan ibu anggota ingin
membahas topik apa seputar kehamilan,menyusui, dan bayi balita.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
75
Universitas Indonesia
e. Saat pertemuan ibu-ibu anggota diijinkan membawa bayi-bayi mereka
f. Tempat pertemuan dapat di gedung posyandu atau di rumah warga
2) Pemantauan
Setelah KS-ASIEKs terbentuk dan kelompok pendukung mampu
memfasilitasi kegiatan, pertemuan 1-2 boleh difasilitatori oleh petugas
kesehatan selanjutnya, petugas kesehatan memantau pelaksanaan kegiatan
KS-ASIEKs dengan kunjungan pembinaan minimal tiap 3 bulan sekali dan
melihat pencatatan dan pelaporan kegiatan.
3.3.10 Kegiatan
1) Kegiatan utama
Kegiatan kelompok ini sangat terbuka untuk individu lain yang berminat untuk
masuk dalam kelompok swabantu ibu, misalnya suami atau anggota keluarga yang
lain. Diskusi yang dilakukan dalam pertemuan kelompok swabantu ibu diutamakan
pada isu seputar perawatan kesehatan, pemenuhan gizi untuk menjaga kesehatan,
dan pemenuhan gizi untuk ibu selama hamil dan pasca melahirkan, serta ASI dan
menyusui. Diskusi dalam kelompok swabantu ibu dapat berkembang dengan baik
jika disesuaikan dengan situasi dari peserta, misalnya perawatan pasca melahirkan
atau perawatan bayi baru lahir.
Pertemuan kelompok swabantu ibu diharapkan sebagai pertemuan yang
menyenangkan, tidak kaku, dan santai. Karakteristik pada pertemuan pertama,
biasanya masih agak kaku. Seiring berjalannya waktu, keakraban diantara anggota
kelompok, dan bertambahnya pengalaman motivator sebagai pemandu, maka
pertemuan kelompok swabantu ibu biasanya menjadi lebih santai dan akrab.
Pertemuan kelompok swabantu ibu menjadi lima bagian, yaitu:
a) Pembukaan (10 menit)
Fasilitator membuka pertemuan kelompok swabantu ibu dengan
mengucapkan selamat datang kepada para anggota kelompok. Sebaiknya,
motivator juga menyampaikan terimakasih atas kehadiran peserta untuk hadir
dalam pertemuan hari itu. Bila pertemuan tersebut adalah pertemuan pertama,
motivator perlu melakukan: (1) memperkenalkan diri serta menjelaskan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
perannya sebagai motivator; (2) menjelaskan tujuan diundangnya anggota
kelompok dalam pertemuan tersebut; (3) menjelaskan bahwa pertemuan
kelompok swabantu ibu akan dilakukan secara rutin menurut kesepakatan
dengan peserta; (4) menjelaskan bahwa setiap pertemuan kelompk swabantu
ibu akan dilaksanakan dalam waktu tidak lebih dari dua jam; dan (5)
mempersilakan peserta untuk saling memperkenalkan diri. Apabila ada
peserta baru dalam pertemuan tersebut, Fasilitator perlu memperkenalkan
peserta baru tersebut kepada kelompok dan mempersilakan semua peserta
untuk memperkenalkan dirinya masing-masing.
b) Membangun keakraban (20 menit)
Fasilitator meminta peserta untuk menceritakan kejadian paling menarik yang
terjadi pada mereka. Fasilitator kelompok swabantu ibu dapat meminta ibu
untuk menceritakan pengalaman menarik yang mereka alami selama dua
minggu terakhir seputar kehamilan, menyusui, maupun hal-hal dalam
keluarga.
c) Pengumuman dan perayaan (10 menit)
Fasilitator dapat memberikan informasi yang berguna untuk anggota
kelompok, misalnya hari pelayanan posyandu, kegiatan pembagian Vitamin
A, atau lomba yang akan dilaksanakan di lingkungan tersebut. Setiap
kemajuan dan perubahan yang terjadi pada anggota kelompok yang baru
melahirkan, anggota kelompok yang berhasil melakukan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), atau ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif, perlu
dirayakan bersama kelompok. Perayaan ini merupakan bentuk keberhasilan
kelompok untuk mendukung ibu dalam melakukan perubahan perilaku.
d) Diskusi (durasi diskusi maksimal satu jam)
Fasilitator dapat memulai sesi diskusi dengan menawarkan sebuah topik
diskusi yang dipandang sesuai dengan minat peserta. Selain itu, motivator
juga dapat mengumumkan topik yang akan dibahas sesuai dengan
kesepakatan dalam pertemuan sebelumnya. Jika diskusi sangat menarik
peserta dan menghabiskan waktu, fasilitator perlu meminta kesepakatan dari
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
77
Universitas Indonesia
peserta apakah pertemuan dihentikan atau dilanjutkan. Hal ini sangat
membantu anggota kelompok swabantu ibu yang sedang hamil, mengingat
ibu hamil mengalami tekanan pada otot panggul sehingga akan mengalami
kelelahan bila duduk terlalu lama.
e) Kesimpulan dan penutup (20 menit)
Apabila waktu pertemuan kelompok dan semua hal penting terkait topik
diskusi sudah habis, pertemuan dapat ditutup. Fasilitator menutup dengan
mengemukakan: Apa saja yang telah anggota pelajari dari pertemuan ini, apa
saja yang disukai anggota dari pertemuan ini, dan apa saja yang ingin diubah
dari pertemuan ini. Setelah semua peserta mengemukakan ketiga hal
tersebut, fasilitator merangkum pernyataan-pernyataan dari peserta,
kemudian meminta kesepakatan mengenai: tanggal dan waktu pertemuan
berikutnya, tempat pelaksanaan, serta topik diskusi pada pertemuan
berikutnya.
2) Kegiatan tambahan/ pengembangan
Dalam keadaan anggota banyak yang hamil dapat ditambahkan kegiatan
tabulin, atau dana sehat untuk anggota KS-ASIEKs.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
78 Universitas Indonesia
BAB 4
PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANGGREGATE
IBU HAMIL DAN MENYUSUI DALAM UPAYA PEMBERIAN ASI
EKSKLUSIF DI RW 04, 08, DAN 10 KELURAHAN CURUG
Bab ini penulis menjabarkan analisis situasi manajemen praktik keperawatan
komunitas, asuhan keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan keluarga ibu hamil
dan menyusui yang berisiko diskontinuitas pemberian ASI eksklusif.
4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
4.1.1 Analisis Situasi
Manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada agggregate ibu hamil dan
menyusui dianalisis dengan menggunakan fungsi manajemen. Terdapat Lima fungsi
manajemen yang dianalisis yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan (Marquis & Huston, 2012).
4.1.1.1 Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan manajemen pelayanan keperawatan komunitas dianalisis
menggunakan elemen : visi dan misi, tujuan, kebijakan, perencanaan operasional
tahunan, dan anggaran. Di dinas kesehatan Kota Depok mengacu pada visi dan misi
serta kebijan Kota Depok. Visi kota Depok periode tahun 2011-2016 adalah “
Terwujudnya Kota Depok mang maju dan sejahtera.” Pemerintah kota depok
menjabarkan misinya sebagai berikut : 1) mewujudkan pelayanan publik yang
profesional, berbasis teknologi dan informasi; 2) mewujudkan kemandirian ekonomi
masyarakat berbasis potensi lokal; 3) Mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang
aman; 4) mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, kreatif dan religius.
Pemerintah Kota Depok menjelaskan tujuan pembangunan kesehatan yaitu
meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat dengan sasaran
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial masyarakat
(Pemerintah Kota Depok, 2012).
Berdasarkan wawancara dengan perawat penyelia Perkesmas Kota Depok pelayanan
keperawatan masyarakat (Perkesmas) tujuan, kebijakan dan perencanaan operasional
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
79
Universitas Indonesia
Perkesmas baru di tetapkan untuk asuhan keluarga rentan masalah kesehatan dan risiko
tinggi (hight risk family) dengan difokuskan pada masalah maternal, bayi, balita, lansia,
dan penyakit kronik. Perencanaan operasional tahunan Perkesmas tersusun, namun
Perkesmas belum tersusun terinci, dan masih digabung dengan program kesehatan
khusus (kesehatan jiwa, kesehatan kerja, kesehatan olahraga, dan kesehatan gigi dan
mulut), belum adanya tujuan umum dan tujuan khusus pembinaan kelompok di
masyarakat (baru diarahkan pada individu dan keluarga), belum ada kebijakan
penetapan program Perkesmas sebagai program pokok Puskesmas, belum adanya
panduan asuhan keperawatan : kelompok dan keluarga khususnya panduan asuhan
masalah maternal. Perencanaan operasional tahunan belum tersusun secara rinci ini
berdampak pada pelaksanaan program yang belum optimal. Berdasarkan pedoman
kegiatan Perkesmas (2004) perencanaan kegiatan Perkesmas mendukung pencapaian
indikator SPM dalam upaya kesehatan Puskesmas. Indikator tersebut meliputi : promosi
kesehatan, KIA/KB, Gizi, P2M, balita Pneumonia, HIV-AIDS, DBD, Malaria, Diare,
kesehatan lingkungan, pengobatan, dan kesehatan kerja. Indikator SPM pelayanan
kesehatan kabupaten/kota pemberian ASI eksklusif 80% yang dicantumkan dalam
indikator (Kementrian Kesehatan, 2004).
Perencanaan peningkatan pemberian ASI eksklusif di kota Depok dilakukan di bagian
seksi kesehatan keluarga khususnya pada program gizi masyarakat. Capaian pemberian
ASI eksklusif di kota Depok tahun 2013 sebesar 36% dan ditetapkan outcome program
ASI eksklusif 2014 sebesar 60%. Masih minimnya target capaian ASI eksklusif
(dibawah target nasional, 80%) antara lain karena perencanaan program gizi difokuskan
dalam mengatasi gizi kurang dan stunting pada balita. Program peningkatan ASI
eksklusif belum menyentuh langsung sasarannya, masih pada pelatihan konselor,
pembentukan ruang menyusui, dan penyuluhan ASI di perusahaan (5 perusahaan)
(Diseminasi Informasi Gizi Masyarakat, 2013).
Perencanaan kegiatan program ASI eksklusif setiap tahun oleh seksi kesehatan keluarga
dan gizi. Anggaran peningkatan ASI eksklusif hanya sampai tingkat Puskesmas, tidak
ada anggaran untuk peningkatan ASI di tingkat kelurahan karena selama ini sifatnya
swadana masyarakat. Koordinator seksi kesehatan keluarga dan gizi merencanakan
kegiatan: 1) pelatihan konselor menyusui, 2) penyuluhan ASI di perusahaan, 3)
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
80
Universitas Indonesia
pembentukan KPASI di kelurahan, 4) pembuatan ruang menyusui di 5 Puskesmas, 5)
pembinaan KPASI. Adapun alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan adalah Rp
532.000.000,00 (Dinkes kota Depok, 2013). Peningkatan pembiyaan pemerintah untuk
program peningkatan ASI eksklusif bertujuan untuk mempercepat pencapaian target
MDGs, khususnya penurunan angka kematian bayi (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Berdasarkan wawancara koordinator Perkesmas Cimanggis menyampaikan
perencanaan Perkesmas di Puskesmas Cimanggis masih difokuskan pada upaya
kesehatan perorangan dan pelayanan dalam gedung. Pelayanan di luar gedung
direncanakan melakukan kunjungan keluarga . Sasaran keluarga yang dikunjungi
keluarga lansia, keluarga miskin dg balita kurang gizi, keluarga dengan penderita TB.
Perencanaan tahunan peningkatan ASI eksklusif di Puskesmas belum disusun dengan
rinci dan jelas. Belum adanya indikator kinerja program peningkatan ASI eksklusif di
Puskesmas. Belum adanya perencanaan tahunan perkesmas dan gizi masyarakat untuk
meningkatkan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Cimanggis berakibat pada
pelaksanaan program belum optimal.
Perawat koordinator Perkesmas Cimanggis menyampaikan Di Puskesmas Cimanggis
perawat koordinator Perkesmas belum menyusun perencanaan tahunan Perkesmas ia
hanya mengikuti perencanaan yang ditetapkan oleh dinas kesehatan Kota Depok
Perawat koordinator belum merencanakan asuhan keperawatan pada kelompok,
Perkesmas hanya ditujukan pada keluarga, perencanaan Perkesmas masih pada
penanggulangan penyakit. Belum dibuatnya tujuan umum dan tujuan khusus capaian
Perkesmas, belum adanya pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan maternal untuk
perawat pelaksana di Puskesmas. Belum adanya standar operasional prosedur
pelaksanaan asuahan keperawatan maternal di Puskesmas. Penyusunan perencanaan
operasional kegiatan tahunan di Puskesmas Cimanggis belum optimal berdampak pada
pelaksanaan program yang tidak efektif.
Program promosi kesehatan tentang ASI eksklusif diarahkan pada penyediaan pojok
laktasi di Puskesmas Cimanggis. Penyuluhan ASI eksklusif di posyandu belum
dilakukan, walaupun kader yang sudah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi.
Kegiatan Posyandu untuk meningkatkan pemberian ASI yang meliputi penyuluhan,
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
81
Universitas Indonesia
konseling dan pembinaan keluarga tidak ada. Indikator capaian kegiatan peningkatan
pemberian ASI jangka panjang maupun jangka pendek belum ada di Puskesmas dan
kelurahan. Hal ini berakibat pada ketidak jelasan tujuan yang akan dicapai dan
perencanaan program yang tidak terinci. Perencanaan yang tidak rinci berdampak pada
pelaksanaan kegiatan yang tidak optimal, berakibat lanjut pada tidak dapat
dilakukannya evaluasi dan modifikasi program yang belum dapat dijalankan mulai dari
tingkat Puskesmas dan kelurahan.
Di kelurahan Curug perencanaan bina keluarga balita (BKB) dan Kadarzi belum
optimal. Perilaku kesadaran gizi khususnya ASI masih kurang ditunjukkan cakupan
ASI eksklusif di kelurahan Curug masih rendah 51% (profil kesehatan Puskesmas
Cimanggis, 2012) , kader kesehatan kelurahan curug belum membuat rencana kerja
tahunan dengan optimal, hanya menyelenggarakan kegiatan Posyandu rutin tiap bulan.
Kementrian kesehatan RI (2012) memaparkan keluarga Kadarzi apabila telah
melakukan : menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi
sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif), makan beraneka ragam,
menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Analisis situasi perencanaan program pemberian ASI eksklusif menyimpulkan bahwa
perencanaan program operasional tahunan pemberian ASI eksklusif belum disusun
secara optimal. Perencanaan operasional kegiatan Perkesmas tahunan maupun triwulan
yang belum tersusun dan belum optimal berdampak pada belum dapat mencapai target
kinerja yang ditetapkan oleh dinas kesehatan tingkat provinsi Jawa Barat (Dinas
Provinsi : target 56 KK/tahun/ Puskesmas, Dinas Depok : 24 KK/tahun/Puskesmas).
Pada akhirnya berdampak pada tidak tercapainya standar pelayanan kesehatan minimal
pemberian ASI eksklusif di kota Depok (60%).
4.1.1.2 Fungsi Pengorganisasian
Struktur organisasi formal yang ada pada jajaran Dinas kesehatan Kota Depok sesuai
dengan jabatan dan kedudukan yang telah ditetapkan. Posisi jabatan dan struktur
memiliki tugas, tanggung jawab, peran dan fungsi masing-masing. Fungsi
pengorganisasian dapat memberikan kerangka kerja untuk melaksanakan perencanaan
yang ditetapkan. Kegiatan pengorganisasian adalah mengelompokkan aktivitas untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
82
Universitas Indonesia
mencapai tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Marquis dan Huston (2012)
menjabarkan dalam pengorganisasian terdapat: struktur organisasi, uraian tugas,
kejasama lintas program dan lintas sektor.
Struktur organisasi program Perkesmas di dinas kesehatan Kota Depok telah ditetapkan
oleh kepala Dinas kesehatan Kota Depok. Penyelia Perkesmas seorang perawat dengan
pendidikan D III keperawatan, memiliki tugas rangkap sekaligus memegang program
kesehatan Jiwa. Berdasarkan hasil wawancara, perawat penyelia mengatakan belum
dapat melaksanakan uraian tugasya, malu karena pendidikannya masih DIII, tidak
menguasai ilmu keperawatan dengan baik, belum mampu memfasilitasi perawat
Puskesmas untuk melakukan RDK. Penyelia Perkesmas kota Depok masih baru,
diangkat dan ditetapkan pada bulan maret 2013. Seharusnya, perawat penyelia
Perkesmas, bertanggung jawab pada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk:
1) pertemuan dengan perawat koordinator Perkesmas Puskesmas secara berkala, 2)
kunjungan lapangan, dan 3) menyusun laporan hasil evaluasi pelaksanaan perkesmas di
Kabupaten/Kota dan menyampaikan umpan baliknya ke Puskesmas (Kementrian
Kesehatan RI, 2006).
Perawat koordinator Perkesmas di Puskesmas telah ditetapkan oleh kepala Puskesmas,
namun perawat koordinator masih merangkap tugas program TB. Koordinator
Perkesmas memiliki pendidikan SPK. Koordinator perawat Perkesmas belum
menginternalisasi tugasnya sebagai koordinator Perkesmas. Perawat pelaksana
Perkesmas berjumlah 9 orang dengan latar belakang pendidikan 3 orang D III dan 6
orang SPK. Pertemuan rutin untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan kegiatan,
memfasilitasi RDK, dan membahas hasil pemantauan belum dilakukan. Pembimbingan
pada perawat pelaksana optimal dilakukan. Seharusnya, perawat koordinator
Perkesmas di Puskesmas adalah bertanggung jawab kepada kepala Puskesmas untuk
melakukan bimbingan tehnis dan administrative. Tugas perawat koordiantor terdiri dari:
1) pertemuan dengan perawat pelaksana, 2) melakukan kunjungan lapangan untuk
membimbing perawat pelaksana dan perawat penanggung jawab daerah binaan, 3)
menyusun laporan evaluasi hasil upaya Perkesmas di Puskesmas dan perkembangannya
(Kementrian Kesehatan RI, 2006).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
83
Universitas Indonesia
Dikelurahan Curug terdapat 12 orang kader terlatih manajemen Laktasi. Pendidikan
Kader beragam, ada SD, SMP dan SMA. Organisasi kelompok pendukung di kelurahan
Curug belum terbentuk sampai di tingkat RW, belum adanya organisasi kelompok
pendukung ASI maupun kelompok swabantu ASI menyebabkan tidak terbinanya ibu
hamil dan menyusui dalam menyiapkan penyusuan dan pemberian ASInya. Pada
akhirnya ibu-ibu memberikan susu formula atau makanan secara dini pada bayinya
dampaknya pencapaian cakupan ASI eksklusif di kelurahan Curug rendah. Analisis
situasi di kelurahan Curug adalah belum adanya wadah yang memfasilitasi ibu hamil
dan menyusui dalam mencari informasi, meningkatkan kemampuan pemberian ASI di
Curug menyebabkan tidak terlaksananya kegiatan peningkatan pemberian ASI
eksklusif.
Merujuk pada uraian fungsi pengorganisasian Perkesmas pada peningkatan pemberian
ASI eksklusif di Dinas Kesehatan Kota Depok, di Puskesmas Cimanggis dan di
kelurahan Curug dapat disimpulkan bahwa: belum optimal pelaksanan uraian tugas
perawat Perkesmas karena pendidikan staff Perkesmas masih beragam, belum
diberikannya kesempatan dengan membuka kesempatan studi lanjut untuk memperluas
wawasan pengetahuan keperawatan, pelatihan yang tidak merata, kurangnya
kesempatan peningkatan jenjang karir dan pengembangan diri.
4.1.1.3 Personalia
Ketenaga merupakan suatu hal yang menjadi pertimbangan untuk melaksanakan
kegiatan. Penentuan siapa pelaksana program, jumlah, kualitas tenaga yang dapat
mengupayakan pencapaian keberhasilan program. Saat ini petugas peyelia Perkesmas di
kota Depok berjumlah 1 orang dengan latar belakang pendidikan D3 keperawaran,
belum mendapatkan pelatihan penyeliaan Perkesmas, dan pelatihan keperawatan
komunitas. Perawat tersebut bertanggungjawab mengelola 32 Puskesmas di kota
Depok. Sedangkan petugas Perkesmas di Puskesmas Cimanggis dikoordinatori oleh
seorang perawat dengan latar pendidikan SPK, belum dilatih program Perkesmas. Di
Puskesmas Cimanggis terdapat 10 perawat, dengan latar belakang pendidikan D3
(3orang) dan SPK (7orang). Semua perawat di Puskesmas Cimanggis belum
mendapatkan pelatihan Perkesmas. Marquis dan Huston (2012) menjelaskan pendidikan
staff dipergunakan untuk menetapkan seseorang dalam sebuah posisi.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
84
Universitas Indonesia
Surat Keputusan Menteri Kesehatan no 279 tahun 2006 menyatakan bahwa di Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota, menetapkan adanya perawat penyelia Kabupaten sekaligus
menjadi perawat penyelia Perkesmas Kabupaten/kota dengan kualifikasi Sarjana
keperawatan/Ners telah mendapatkan pelatihan Perkesmas dan memiliki pengalaman
kerja di Puskesmas. Koordinator Perkesmas di Puskesmas ditetapkan oleh kepala
Puskesmas berdasarkan kualifikasi pendidikan minimal D III Keperawatan, telah
mendapatkan pelatihan Perkesmas, mempunyai pengalaman lebih dalam pelaksanaan
Perkesmas dibanding perawat lainnya. Perawat pelaksana Perkesmas adalah semua
tenaga fungsional perawat di Puskesmas.
Di Puskesmas Cimanggis seorang koordinator perawat Perkesmas dengan latar
belakang pendidikan SPK, membina dua kelurahan yaitu kelurahan Curug dan
kelurahan Cisalak Pasar dengan total penduduk 48.526 jiwa (Profil Puskesmas
Cimanggis, 2012). Dengan sasaran kelompok rentan ibu hamil 1.224 jiwa, ibu bersalin
973 jiwa, bayi 1.113 jiwa, balita 3.786 jiwa, anak SD 4791 jiwa, dan usila 2085 jiwa.
Marquis dan Huston (2012) menjelaskan optimalnya terdapat seorang perawat tiap
100.000 penduduk.
Merujuk pada situasi staffing program Perkesmas dapat disimpulkan permasalahan
yang muncul fungsi personalia pada Perkesmas belum optimal yaitu : 1) masih terbatas
pengembangan SDM di Dinas Kesehatan Kota Depok, 2) jumlah perawat Perkesmas
masih terbatas, 3) beratnya beban kerja Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas
Cimanggis, 4) masih sedikit kader kesehatan yang dilatih tentang manajemen laktasi.
Peningkatan SDM baik secara kuantitas maupun kualitas penting dalam mencapai
tujuan organisasi (Gilies, 2000).
4.1.1.4 Pengarahan
Fungsi pengarahan di Dinas Kesehatan Kota Depok telah berjalan dengan baik.
Pengarahan intern dilakukan oleh kepala dinas kesehatan kepada seluruh kepala
bidang, selanjutnya kepala bidang melakukan pengarahan pada kepala seksi. Penyelia
Perkesmas mendapat pengarahan dari kepala seksi pelayanan dasar dan khusus.
Pengarahan belum terencana, terlihat masih accidental. Supervisi dinas Kota Depok ke
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
85
Universitas Indonesia
Puskesmas belum terlaksana dengan baik tergantung pada anggaran yang disetujui
untuk melakukan supervisi. Kegiatan rutin yang dilakukan adalah meminta laporan
hasil Perkesmas triwulan dari tiap Puskesmas.
Wawancara dengan petugas gizi dan perkesmas di kota Depok (2013), terdapat 5
Puskesmas dengan capaian ASI eksklusif sangat rendah, dibawah nasional dan dibawah
kota Depok, Puskesmas tersebut; Kemiri muka (0%), Cipayung (7,1%), Rangkap jaya
(11,9%) dan depok jaya (14,8%). Kegiatan pengarahan dilakukan bersamaan dengan
monitoring dan evaluasi, dengan cara mengatasi masalah yang saat itu ditemukan.
Belum ada sanksi bagi yang kurang atau reword bagi petugas kesehatan yang dapat
melakukan tugasnya dengan baik. Reword dapat meningkatkan motivasi pada diri staff.
Memberikan motivasi pada staff harus dilakukan oleh seorang manajer. Motivasi yang
diberikan akan meningkatkan kinerja staff dan kepuasan kerja (Marquis & Huston,
2012).
Fungsi pengarahan di Dinas kesehatan Kota Depok belum optimal disebabkan oleh : 1)
kurangnya sosialisasi dan promosi kesehatan di Puskesmas, 2) pelaksanaan peningkatan
pemberian ASI eksklusif hanya diberikan pada petugas gizi, sehingga tidak ada yang
menindak lanjuti di masyarakat, 3) Perkesmas dengan sasaran kelompok maternal di
masyarakat belum dilakukan, 4) petugas perkesmas belum optimal melakukan asuhan
keperawatan keluarga dengan kasus maternal, 5) adanya iklan masyarat tentang susu
formula yang nemenarik, 6) adanya mitos-mitos menyusui yang masih dipercayai oleh
masyarakat.
Merujuk pada uraian diatas disimpulkan fungsi pengarahan pada program Perkesmas
peningkatan pemberian ASI eksklusif belum optomal, ditunjukkan dengan frekuensi
supervisi yang kurang, RDK belum dilaksanakan, motivasi meningkatkan kegiatan
program pemberian ASI belum efektif, kolaborasi lintas program dan lintas sektor
belum efektif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
86
Universitas Indonesia
4.1.1.5 Pengawasan
Pengawasan kegiatan Perkesmas di dinas kota Depok dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan pengawasan diistilahkan dengan monev. Kegiatan
monev dilakukan 1 kali dalam 1 tahun. Monev tidak selalu dilakukan oleh pemegang
program Perkemas di tingkat provinsi yang melakukan monev. Monev berbarengan
dengan program yang berada dalam seksi pelayanan dasar dan khusus. Situasi tersebut
berdampak evaluasi kurang dan analisa temuan masalah di tingkat kabupaten Kota.
Pengawasan program perkesmas di Puskesmas Cimanggis dilaksanakan oleh penyelia
Perkesmas Dinas Kesehatan Kota Depok. Dinas kesehatan Kota Depok telah
merencanakan monev kegiatan Perkesmas 2 kali / tahun. Hasil temuan masalah
selama monev adalah perawat pelaksana perkesmas merangkap program, multi job,
perawat koordinator belum mengkoordinasikan program Perkesmas pada program
yang lain. Belum ada format evaluasi yang terstruktur untuk program Perkesmas pada
pembinaan kelompok dan masyarakat.
Pengawasan kegiatan pemberian ASI eksklusif di kelurahan Curug belum pernah
dilakukan langsung oleh pemegang program dan pembina kelurhan, kader belum
pernah dievaluasi kemampuannya melaksanakan tugasnya dalam upaya peningkata
pemberian ASI eksklusif. Monev dari Puskesmas pada kader sebagai pelaksana di
masyarakat belum optimal. Pengawasan dilakukan pada hal yang berhubungan dengan
kuantitas kegiatan, belum pada kualitas pelayanan dan kegiatan. Kegiatan yang dinilai
meliputi: pelaksanaan kegiatan posyandu, dan informasi kesehatan dari dinas kesehatan
kota maupun dari Puskesmas.
Uraian situasi pengawasan program peningkatan pemberian ASI eksklusif di dinas Kota
Depok, puskesmas Cimanggis dan kelurahan Curug dapat mengindikasikan masalah
fungsi pengawasan adalah belum optimalnya supervisi pelaksanaan program
peningkatan pemberian ASI eksklusif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
87
Universitas Indonesia
PERENCANAAN PENGORGANISASIA
N
PENGARAHAN PENGAWASAN
Belum tersusun
perencanaan
tahunan cesara rinci di puskesmas dan
kelurahan
Belum optimalnya
perencanan kegiatan
kelompok ibu hamil
dan menyusui
Kegiatan tidak
terarah
Keterbatasan SDM
untuk merencanakan
perkesmas
Perencanaan
belum tersusun dengan rinci dan
operasional
Keterbatasan
anggaran kegiatan
di dinas dan
kelurahan
Pelaksanaan kegiatan di
dinas dan
kelurahan
belum optimal
Dana BOK tidak terseprap
optimal
- Belum optimalnya
Perencanaan tahunan
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif
- belum adanya
struktur organisasi
kelompok ibu hamil
&menyusui
memperoleh
dukungan dlm
memberikan ASI
- Belum adanya sistem
reword yg optimal
pada perawat
perkesmas
- Belum optimalnya
komunikasi
pelaksanaan program
peningkatan
pemberian
ASIeksklusif
Peran kader dalam peningkatan ASI
blm optimal
Pemberdayaan
msy blm optimal
Pengorganisasian
Perkesmas blm
optimal Blm adanya organisasi
peduli ASI di
Curug Belum
diinternalisasi
uraian tugas
perawat perkesmas
dan kader
Tidak
dilaksanakannya tugas dan
kewajiban
perawat perkesmas dan
kader dg
optimal
Belum adanya buku panduan
asuhan
kelompok dg sasaran aggregat
maternal
Asuhan yang
dilakukan
belum optimal
pengarahan
dilakukan
bersamaan dengan
pelaksanaan monev,
Revisi
kegiatan, dan
pelakasanaan
tidak optimal
RDK dan lokmin sebagai
sarana komunikasi tidak
terlaksana
Tidak terjadi
perubahan asuhan
keperawatan
Penilaian kinerja belum
optimal dilakukan
Kinerja yang kurang pada
perawat Perkesmas
Sistem reward pada perawat
pelaksana dan kader d yang
belum optimal
Kinerja kurang,
motivasi kurang,
program tidak
berjalan
format evaluasi yang
terstruktur untuk
prograam Perkesmas pada pembinaan kelompok dan
masyarakat
Pelaksanaan penilaian
keberhasilan program
belum optimal
Kegiatan supervisi
yang belum efektif ditingkat Puskesmas
dan kader
Pelaksanaan Asuhan
keperawatan kelompok, klg dan
individu msl maternl
belum optimal
Sistem pencatatan asuhan,
klg, kelompok, dengan masalah maternal belum
dipahami dan belum
sesuai
Kegiatan asuhan klg,
dan klp dg msl
maternal belum
terdokumentasikan
Buku panduan asuhan
pada msl maternal
belum ada
Asuhann dg
masalah maternal
belum optimal
dilakukan
Pengembangan SDM
terbatas
Petugas Perkesmas
belum
terlatih
Kurangnya
SDM di
Dinas dan
Puskesmas Beban
kerja
meningkat
Petugas perkesmas
belum
memperoleh pelatihan
Kader
kelurahan
belum dilatih
PERSONALIA
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
88
Universitas Indonesia
4.1.2 Fish Bone
Analisis masalah manajemen pelayanan peningkatan pemberian ASI eksklusif
menggunakan diagram fish bone. Analisis dilakukan pada empat fungsi manajemen
pelayanan praktik kesehatan masyarakat. Hasil analisis keempat fungsi
mengidentifikasi masalah manajemen yang ditegakkan dalam diagnosa masalah
majemen pelayanan keperawatan komunitas: (1) belum optimalnya perencanaan
tahunan peningkatan pemberian ASI eksklusif; (2) belum adanya struktur organisasi
kelompok ibu hamil dan menyusui memperoleh dukungan dalam memberikan ASI; (3)
belum adanya sistem reword yang optimal pada program Perkesmas; (4) belum
optimalnya komunikasi pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI eksklusif.
4.1.3 Penapisan Masalah
Penapisan masalah manajemen pelayanan Perkesmas menggunakan kriteria : (1)
perhatian komunitas terhadap masalah; (2) motivasi komunitas untuk menyelesaikan
masalah; (3) kemampuan perawat untuk mempengaruhi penyelesaian masalah; (4)
kesiapan untuk menyelesaikan masalah; (5) hasil penyelesaian masalah sulit dicapai; (6)
kecepatan penyelesaian masalah. Masing-masing kriteria diberikan score (1-10)
selanjutnya kriteria di lakukan penilaian ranking (1-10), diteruskan dengan mengalikan
antara score kriteria dengan score ranking, diakhiri dengan menjumlahkan hasil
perkalian antara score kriteria dengan score rangking. Secara lemngkap penapisan
masalah terlampir pada lampiran 1.
4.1.4 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
Merujuk pada penapisan masalah, diagnosa manajemen pelayanan keperawatan
komunitas berdasarkan prioritas adalah : (1) belum adanya wadah untuk ibu hamil
&menyusui memperoleh dukungan dlm memberikan ASI; (2) belum optimalnya
komunikasi pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI eksklusif (3) belum
optimalnya perencanaan operasional tahunan peningkatan pemberian ASI eksklusif;
(4) ) belum adanya sistem reword yg optimal pada perawat Perkesmas.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
89
Universitas Indonesia
4.1.5 Penyelesaian Masalah Pengelolaan pelayanan Komunitas
Masalah I
Belum adanya struktur organisasi kelompok ibu hamil dan menyusui untuk
memperoleh dukungan dalam memberikan ASI
Tujuan Umum
Setelah intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan struktur organisasi wadah
untuk ibu hamil dan menyusui memperoleh dukungan terbentuk dan melaksanakan
kegiatan reguler.
Tujuan khusus :
Setelah tindakan keperawatan dilakukan di komunitas selama 9 bulan diharapkan :
1. Tersosialisasi pentingnya pengorganisasian KS-ASIEKs pada Team penggerak
PKK dan kader kesehatan kelurahan Curug.
2. Terbentuknya struktur organisasi pengurus dan keanggotaan KS-ASIEKs di RW
08, 04 dan 10 kelurahan Curug
3. Tersedianya buku panduan fasilitator yang dapat digunakan oleh kader dalam
memandu kegiatan KS-ASIEKs
4. Tersedianya buku kerja kelompok pendukung yang digunakan kader dalam
pembinaan keluarga hamil dan menyusui untuk mendeteksi faktor risiko
diskontinuitas pemberian ASI eksklusif.
5. Terselenggara pelatihan dan penyegaran kader kesehatan Kelurahan Curug
dengan target jumlah kader yang dilatih minimal 70% yaitu minimal 7 orang
dari 10 rata-rata kader yang ada di masing-masing RW 01 sampai 11
6. Terjadi peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap dan perilaku) kader
tentang kelompok pendukung dan KS-ASIEKs, dan manajemen laktasi sebesar
2 standar deviasi
7. Tersusun dan dilaksanakan uraian tugas organisasi KS-ASIEKs
8. Terlaksana pertemuan rutin KS-ASIEKs minimal 8 kali dalam 1 tahun, kader
hadir minimal 60% dalam tiap pertemuan.
9. Terbinanya keluarga dengan ibu hamil/menyusui oleh kader minimal 1(satu)
keluarga tiap bulan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
90
Universitas Indonesia
Rencana tindakan Keperwatan
1. Sosialisasi pembentukan KS-ASIEKs pada pembina kesehatan, team penggerak
PKK dan Kader kesehatan kelurahan Curug, pada minggu ke-1 bulan November
2013.
2. Pelatihan dan penyegaran kader kesehatan di kelurahan Curug tentang
kelompok pendukung dan KS-ASIEKs, minggu ke-2 bulan November 2013
3. Penyusunan buku panduan dan buku kerja kader dalam deteksi faktor risiko
diskontinuitas menyusui pada keluarga binaan.
4. Pembentukan KS-ASIEKs di RW 08, pada minggu ke-3 bulan November 2013
5. Penyusunan program kerja kader tahun 2014, bersama pengurus KS-ASIKs
6. Pertemuan rutin kelompok pendukung Asi eksklusif
7. Pertemuan rutin KS-ASIEKs 2 minggu sekali.
Pembenaran :
Pengorganisasian dalam manajemen merupakan pembentukan struktur sebagai
pelaksana rencana program, menetapkan program layanan yang tepat, menentukan
aktivitas yang akan dicapai masing-masing bagian, bekerja pada struktur organisasi,
memahami, menggunakan kekuatan yang tepat (Marquis & Hurston, 2012). Fayol
(1949 dalam marquis dan Huston, 2012) menyebutkan tujuan pengorganisasian adalah
mendapatkan sumberdaya manusia, perlengkapan, sumber untuk menggerakkan,
mengorganisasikan dan bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Hunt (2004) menjelaskan kelompok pendukung merupakan sekumpulan orang yang
berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap isu, tekanan maupun
keaadaan yang merugikan. Cook dan Stacey (2003) dalam penelitiannya tentang
dukungan pada multipara dan primipara setelah melahirkan menyatakan perempuan
yang menyusui memerlukan dukungan baik dari petugas kesehatan maupun dari orang
lain. Britton, McCormick, Renfrew,Wade dan King (2007) menyatakan semua bentuk
dukungan pada ibu menyusui meningkatkan durasi menyusui. kelompok pendukung di
masyarakat merupakan bentuk dukungan sosial yang ada di masyarakat pada ibu hamil
dan menyusui.
KS-ASIEKs adalah bentuk intervensi pada ibu menyusui yang bertujuan untuk
mengembangkan jejaring sosial untuk mengatasi masalah selama menyusui. Levi dalam
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
91
Universitas Indonesia
Pender (2002) mengidentifikasi empat tujuan kelompok swabantu, yaitu sebagai kontrol
perilaku, koping stress dan memberi dukungan, orientasi hidup, dan aktualisasi diri.
Pelaksanaan kelompok swabantu ibu menyusui di Dadaab Refuge camp diperoleh
hasil: dapat meningkatkan inisiasi menyusui dini dari 66,2% pada tahun 2007 menjadi
76,5% pada tahun 2008. Pemberian ASI eksklusif dari 4.1% menjadi 25.6% di tahun
yang sama. Pengenalan makanan pada bayi pada usia 6 bulan dari 53,8% menjadi
68.9% .Pemberian ASI yang dilajutkan sampai 1 tahun dari 35% menjadi 54.4%
(Lung’aho & Jemeines.,2010).
Pelaksanaan :
1. Sosialisasi kegiatan kelompok pendukung dan KS-ASIEKs pada pembina
kesehatan kelurahan Curug, Team penggerak PKK kelurahan Curug dan kader.
Sosialisasi pada pembina kesehatan dilakukan saat pertemuan Posyandu, saat
dilihat pencatatan pemberian ASI eksklusif belum benar dan cakupan ASI
eksklusif masih kurang. Sosialisasi pada team penggerak PKK dilakukan saat
pertemuan PKK kelurahan Curug untuk mendapatkan dukungan dan arahan
struktur organisasi. Kegiatan ini dilakukan pada minggu pertama bulan
November 2013.
2. Pelatihan dan penyegaran kader tentang kelompok pendukung dan KS-ASIKs
se kelurahan Curug. Pelatihan dilakukan selama 2 hari. Pada tanggal 20-21
November 2013. Dalam pelatihan ini kader dikenalkan kegiatan kelompok
pendukung dan KS-ASIEKs dengan film simulasi kegiatan kelompok
pendukung dan kegiatan kelompok swabantu.
3. Penyusunan buku panduan dan buku kerja kader pendukung dalam
memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs. Penyusunan buku panduan diselesaikan
dalam 2 hari. Kemudian buku dikonsulkan pada pembimbing untuk
mendapatkan masukan. Berdasarkan masukan pembimbing buku di revisi,
selanjutnya digandakan dan dilatihkan bagaimana menjadi fasilitator dalam
pertemuan kader, dan menggunakan buku kerja.
4. Penyusunan dan pembentukan struktur organisasi kelompok pendukung, di RW
08 dan di replikasi di RW 04 dan 10. Pertemuan ini mengundang elemen
masyarakat : Kader, RT/RW, tokoh agama, anggota masyarakat untuk
memberikan dukungan dan menyepakati organisasi yang dibentuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
92
Universitas Indonesia
diwilayahnya. Setelah disepakati kepengurusannya, disampaikan uraian tugas
dari pengurus kelompok pendukung. Selanjutnya struktur organisasi diusulkan
penetapannya dengan pembuatan Surat Keputusan Kepala Kelurahan Curug.
Struktur organisasi disepakati: pengarah adalah Lurah kelurahan Curug,
Pembina adalah pembina kesehatan kelurahan Curug, ketua, Sekretaris,
bendahara dan 6 orang anggota.
5. Penyusunan Program kerja pengurus kelompok pendukung. Penyusunan
program kerja dilakukan pada pertemuan perdana pengurus kelompok
pendukung, sebelum dilakukan penyusunan program kerja, diberikan gambaran
kegiatan dan contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh kelompok pendukung.
Masing-masing pengurus diminta untuk mengusulkan 2 usulan kegiatan,
kemudian usulan itu dipilih yang sesuai dan disepakati 12 tema kegiatan
selama tahun 2014.
6. Pertemuan rutin kelompok pendukung. Pertemuan dini diawali dengan
menyusun perencanaan kegiatan di tahun 2014. Pertemuan penyusunan program
kerja dihadiri oleh pengurus dan anggota. Pertemuan rutin dilanjutkan tiap 2
minggu sekali. Pertemuan kedua membahas IMD dan manfaat ASI eksklusif.
Untuk mengenalkan IMD digunakan media layar proyektor untuk memutarkan
Film IMD. Setelah melihat putaran film IMD selanjutnya dilakukan permainan
menyusun langkah urutan IMD yang telah dibuat dalam bentuk kartu yang
dipotong, disusun secara acak, selanjutnya kader diminta untuk mengurutkan
rangkaian pelaksanaan IMD. Pertemuan ke-3 dilakukan oleh kader dengan
membahas manajemen laktasi kader di berikan modul berisi manajemen laktasi
dan permasalahan menyusui, pertemuan ke 4 dan ke 5 melanjutkan membahas
isi buku modul manajemen laktasi. Pertemuan ke 6 membahas MP-ASI dengan
peragaan langsung pada kader cara membuat bubur susu ASI, pertemuan ke 7
penggunaan buku kerja kelompok pendukung pertemuan ke 8 mendiskusikan
dan mendemontrasikan pertolongan pertama balita sakit, dan pertemuan ke 9
mendemontrasikan perawatan komplementer meningkatkan produksi ASI
(perawatan payudara dan pijat oksitosin).
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
93
Universitas Indonesia
7. Pendampingan kader dalam memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs. Kelompok
pendukung harus mampu memfasitasi kegiatan KS-ASIEKs dalam hal
membangun dinamika kelompok, menemukan kebiasaan positif ibu menyusui
yang dapat dicontoh oleh anggota KS-ASIEKs, menyimpulkan hasil diskusi.
Sebelum menjadi fasilitator kader di berikan contoh secara langsung cara
menjadi fasilitator oleh residen keperawatan komunitas pada KS-ASIEKs.
8. Pertemuan rutin KS-ASIEKs untuk memberikan dukungan, pemecahan masalah
yang dihadapi oleh ibu menyusui. lima pertemuan di fasilitatori oleh residen
keperawatan komunitas, selanjutnya pertemuan KS-ASIEKs di fasilitatori oleh
kelompok pendukung, peneliti menjadi pendamping, dan memberikan
pengarahan. Kegiatan pertemuan KS-ASIEKs dilakukan 2 minggu 1 kali. Di
RW 08 pertemuan KS-ASIEKs dilakukan dari bulan November 2013 sampai
Mei 2014. Awal pertemuan di RW 08 dilaksanakan 2 minggu, pada bulan
Febuari dimulai pertemuan1 bulan sekali 1 kali , perubahan ini dilakukan atas
permintaan anggota. Pelaksanaan KS-ASIEKs Di RW 04 dan 10 pertemuan
dimulai bulan Febuari sampai Mei 2014 tiap 2minggu sekali.
Evaluasi
1. Pembina kesehatan, team penggerak PKK dan kader menyetujui dan
mendukung pemmbentukan kelompok swabantu ASI dengan struktur: pengarah,
pembina, ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.
2. Kegiatan pelatihan dan penyegaran kader selama 2 hari. Kader hadir pada
pelatihan rata-rata 90% (hadir 50 orang kader dari 55 yang diundang).
3. Terjadi peningkatan pengetahuan kader sebesar 20, 10% tentang kelompok
pendukung dan KS-ASIKs ( rerata nilai pre test adalah 68,25 dan rerata post
test adalah 88,93).
4. Tersusun buku panduan kelompok pendukung dan buku kerja kelompok
pendukung. (lampiran 8 dan 9)
5. Tersusun struktur organisasi kelompok pendukung di RW 08,04 dan 10.
Selanjutnya struktur organisasi ditetapkan dalam surat keputusan kepala
kelurahan Curug untuk menguatkan organisasi .
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
94
Universitas Indonesia
6. Pertemuan rutin kelompok kader pendukung ASI eksklusif .
6.1 Hasil pre dan postest pengetahuan didapatkan materi IMD dan ASI
eksklusif yang telah disampaikan terjadi perubahan nilai median. Penilaian
pengetahuan tentang materi IMD dan ASI eksklusif didapatkan terjadi
peningkatan skor pengetahuan kader dari nilai median 15,4 menjadi 17,8
dengan standar deviasi sebesar 1,4. Selisih atau beda nilai median pretest
dengan postest sebesar 2,4, sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan
signifikan sebesar 2,4/20*100 = 12%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
signifikasi dengan Uji wilcoxon (data berdistribusi tidak normal, Uji S-W
0,003 untuk pretest dan 0,000 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed
sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan
yang signifikan tentang materi IMD dan ASI eksklusif yang telah diberikan
6.2 Hasil pre dan postest pengetahuan didapatkan materi manajemen laktasi
yang telah disampaikan terjadi perubahan nilai median. Penilaian
pengetahuan tentang materi manajemen laktasi bahwa terjadi peningkatan
skor pengetahuan kader dari nilai median 15,4 menjadi 18 dengan standar
deviasi sebesar 1,6. Selisih atau beda nilai median pretest dengan postest
sebesar 2,6, sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan signifikan
sebesar 2,6/20*100 = 13%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi
dengan Uji Wilcoxon (data berdistribusi tidak normal, Uji S-W 0,042 untuk
pretest dan 0,000 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000
dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan yang
signifikan tentang materi menajemen laktasi eksklusif yang telah diberikan
6.3 Hasil pre dan postest pengetahuan didapatkan materi permasalahan
menyusui yang telah disampaikan terjadi perubahan nilai median. Penilaian
pengetahuan tentang materi permasalahan menyusui bahwa terjadi
peningkatan skor pengetahuan kader dari nilai median 16,2 menjadi 18
dengan standar deviasi sebesar 1,2. Selisih atau beda nilai median pretest
dengan postest sebesar 1,8 sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan
signifikan sebesar 1,8/20*100 = 9%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
signifikasi dengan Uji Wilcoxon (data berdistribusi tidak normal, Uji S-W
0,001 untuk pretest dan 0,05 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed
sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
95
Universitas Indonesia
yang signifikan tentang materi permasalahan menyusui yang telah
diberikan.
6.4 Hasil pre dan postest pengetahuan didapatkan materi MPASI yang telah
disampaikan terjadi perubahan nilai median. Penilaian pengetahuan tentang
materi MPASI bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan kader dari nilai
median 15 menjadi 18 dengan standar deviasi sebesar 1,65. Selisih atau beda
nilai median pretest dengan postest sebesar 3, sehingga didapatkan
peningkatan pengetahuan signifikan sebesar 3//20*100 = 15%. Hal ini
dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji Wilcoxon (data berdistribusi
tidak normal, Uji S-W 0,01 untuk pretest dan 0,000 untuk postest)
didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya
terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan tentang materi MPASI
yang telah diberikan
6.5 Hasil pre dan postest pengetahuan didapatkan materi pertolongan pertama
balita sakit yang telah disampaikan terjadi perubahan nilai-rata-rata.
Penilaian pengetahuan tentang materi pertolongan pertama balita sakit
bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan kader dari nilai rata-rata 14,1
menjadi 17,5 dengan standar deviasi sebesar 1,32. Selisih atau beda nilai
rata-rata pretest dengan postest sebesar 3,4 sehingga didapatkan peningkatan
pengetahuan signifikan sebesar 3,4//20*100 = 17%. Hal ini dibuktikan dari
hasil uji signifikasi dengan Uji paired t test (data berdistribusi normal, Uji S-
W 0,050 untuk pretest dan 0,023 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed
sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan
yang signifikan tentang materi pertolongan pertama balita sakit yang telah
diberikan
6.6 Ketrampilan perawatan payudara 27 kader yang mengikuti kegiatan
diperoleh nilai rata-rata 18.4
6.7 Ketrampilan penggunaan buku kerja dari 22 kader yang mengikuti kegiatan
diperoleh nilai rata-rata 11
7. Peran serta dan keaktifan kader dalam kegiatan mahasiswa rata-rata hadir 7 kali
pertemuan dari 10 pertemuan yang diselenggarakan. Terdapat 11% kader yang
kurang aktif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
96
Universitas Indonesia
8. Kemampuan kader dalam memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKS dari 11 yang
dievaluasi 82% kader mampu memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs hanya 18%
kader yang belum mampu memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs dengan baik
Rencana Tindak Lanjut :
Kegiatan kelompok pendukung ASI eksklusif perlu ditindak lanjuti oleh :
1. Puskesmas
Melakukan pengarahan dan supervisi secara rutin terjadual oleh perawat
perkesmas. Melakukan bimbingan dan kemitraan dengan kader dalam
pemantaun deteksi faktor risiko diskontinuitas pemberian ASI eksklusif
2. Kelurahan Curug
Kerja sama dengan team penggerak PKK khususnya pokja 4 untuk menindak
lanjuti pencatatan pemberian ASI eksklusif di kelurahan curug, sehingga setiap
RW membina keluarga ibu menyusui 0-6 bulan.
3. Kader kesehatan
Melakukan pertemuan rutin kelompok pendukung, mengajak kader yang belum
aktif, menyebarluaskan pada kader di RW lain untuk melakukan deteksi risiko
diskontinuitas pemberian ASIeksklusif. Melakukan kunjungan rumah dan
pembinaan keluarga menyusui 0-6 bulan 1 keluarga tiap bulan.
Masalah II
Belum optimalnya komunikasi pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI
eksklusif.
Tujuan Umum
Intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan selama 9 bulan diharapkan terdapat
kerjasama lintas program dan lintas sektor dengan meningkatnya komunikasi lintas
program dan lintas sektor dalam upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif di
kelurahan Curug
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
97
Universitas Indonesia
Tujuan Khusus
Intervensi keparawatan komunitas selama 9 bulan diharapkan :
1. Terlaksananya Asuhan keperawatan komunitas pada masalah maternal ibu
menyusui, dan dilakukan pembinaan dari team dinas dan puskesmas Cimanggis.
Pembinaan dilakukan dalam bentuk kehadiran dalam lokakarya mini di
kelurahan Curug minimal 50%.
2. Terbinanya kerja sama dengan dinkes kota Depok, Puskesmas dalam pengadaan
media informasi meningkatkan pemberian Asi eksklusif, leaflet , manikin, dan
pelatihan pada kader tentang manajemen laktasi.
3. Terbinanya komunikasi dengan team penggerak PKK khususnya pokja IV
dalam pemantauan pemberian ASI eksklusif. Pencatatan dan pelaporan
pemberian ASI eksklusif di kelurahan Curug lebih baik.
4. Terbinanya pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas pada masalah maternal
ibu menyusui di Puskesmas Cimanggis, dilaksanakannya RDK oleh peneliti
pada koordinator perkesmas di Puskesmas dan perawat pelaksana perkesmas di
Puskesmas Cimanggis.
Rencana tindakan :
1. Diberikan asuhan keperawatan komunitas kelompok ibu hamil dan menyusui,
dengan melibatkan KS-ASIEKs di RW 04, 08 dan 10 kelurahan Curug.
Pembinaan asuhan keperawatan komunitas kelompok ibu hamil dan menyusui
oleh dinas kesehatan dalam lokakarya mini sebanyak 4 kali
2. Penyelenggaraan lokakarya mini sebagai sarana komunikas, dan koordinasi
pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas kelompok ibu hamil dan menyusui
dikelurahan Curug
3. Jalin komunikasi dengan team penggerak PKK pokja 4, untuk menindak lanjuti
pencatatan dan pelaporan kegiatan KS-ASIEKs
4. Pelaksanaan RDK sebagai sarana komunikasi dan koordinasi antara peneliti dan
perawat koordinator Perkesmas serta perawat pelaksana perkesmas di
puskesmas Cimanggis.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
98
Universitas Indonesia
5. Koordinasi dengan dinas kesehatan kota Depok dan Puskesmas dalam
pengadaan media: manikin payudara, boneka dan alat pemberian ASI perah,
leaflet, lembar balik.
Pembenaran
Marquis dan Huston (2012) menjelaskan komunikasi dalam manajemen harus
sistematis, kontinyu dan terintegrasi dalam struktur organisasi. Terjalinnya komunikasi
mendorong pertukaran pandangan dan gagasan. Komunikasi harus dijalin dalam
hubungan kemitraan. Kemitraan lintas program dan lintas sektor diperlukan dalam
asuhan keperawatan kelompok ibu hamil dan menyusui sebagai bentuk kolaborasi
menyelesaikan masalah. Lezin dan Young (2000) menjelaskan mekanisme kolaborasi
perawat kominitas dengan masyarakat adalah hubungan kemitraan yang memiliki dua
manfaat yaitu partisipasi aktif dan keberhasilan program kesehatan.
Pelaksanaan
1. Terlaksananya asuhan keperawatan komuniatas pada kelompok ibu hamil dan
menyusi dilakukan sejak bulan Oktober 2013 sampai Mei 2014. Asuhan
dilakukan di RW 04, 08 dan 10.
2. Terselenggaranya lokakarya mini sebagai sarana komunikasi kegiatan pada
masyarakat, Puskesmas dan Dinas kesehatan kota Depok. Lokakarya mini
dilaksanakan sebanyak 4 kali. Lokmin 1 dilakukan pada Kamis, 24 oktober
2013; Lokmin 2 dilakukan pada 23 Januari, 2014, Lokmin 3 dilakukan pada 21
Maret 2014 dan lokmin 4 dilaksanakan pada 21 mei 2014. Lokmin merupakan
sarana komunikasi perkembangan program peningkatan pemebrian ASI di
kelurahan Curug dan koordinasi lintas program dan lintas sektor.
3. Terlaksananya komunikasi dengan PKK kelurahan Curug khususnya pokja 4
untuk menindak lanjuti pencatatan dan pelaporan kegiatan KS-ASIEKs dan
cakupan pemberian ASI eksklusif di kelurahan Curug. Menjelaskan tehnik
rekapitulasi pencatatan cakupan ASI eksklusif di kelurahan Curug. Komunikasi
dilakukan pada saat rapat koordinasi team penggerak PKK kelurahan Curug,
dilakukan pada 26 Maret 2014.
4. Terlaksananya kegiatan RDK di Puskesmas Cimanggis sebagai sarana
komunikasi dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok ibu hamil dan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
99
Universitas Indonesia
menyusi di Puskesmas Cimanggis. RDK dihadiri oleh perawat koordinator
perkesmas dan 2 orang perawat pelaksana perkesmas.kegiatan dilakukan di
Puskesmas Cimanggis pada 23 Mei 2014.
5. Terlaksananya koordinasi dengan dinas kesehatan kota Depok, Puskesmas
Cimanggis . Dinas kota Depok memberikan media- media: manikin payudara,
boneka dan alat pemberian ASI perah, dan leaflet pada Puskesmas. Selanjutnya
Puskesmas Cimanggis menyalurkannya pada kelurahan di wilayahnya.
Kelurahan Curug mendapat 3 paket media penyuluhan ASI dan diberikan di RW
binaan penulis di RW 04,08 dan 10.
Evaluasi
1. Keterlibatan kelompok ibu hamil dan menyusui di RW 4,08 dan 10 cukup
optimal, hal ini ditunjukkan dengan kehadiran mereka dalam setiap pertemuan
KS-ASIEKs selama 8 bulan. Di RW 04 yang masih kurang optimal kehadiran
ibu hamil dan menyusui.
2. Keterlibatan Dinas kesehatan Kota Depok dan Puskesmas pada kegiatan
lokakarya mini kesehatan dalam sarana komunikasi dan koordinasi kegiatan
lintas sektor dan lintas program sangat tinggi. Ditunjukkan dengan kehadiran
dalam setiap pertemuan Lokmin, namun perawat penyelia perkesmas Dinas
kesehatan, perawat koordinator perkesmas Cimanggis belum optimal terlibat
dalam kegiatan.
3. Pokja 4 PKK kelurahan Curug memahami sistem pencatatan dan pelaporan
pemberian ASI, serta rekapitulasi cakupan ASI eksklusif di kelurahan Curug.
4. Perawat koordinator memahami tehnik RDK dan terjadi diseminasi asuhan
keperawatan komunitas kelompok ibu hamil dan menyusui di puskesmas
Cimanggis. 2 orang perawat pelaksana tidak hadir karena sedang cuti.
5. Terbaginya media penyuluhan pada kader RW 04, 08 dan 10.
Rencana Tindak Lanjut
1. Dinas Kesehatan Kota Depok
Melakukan komunikasi dengan bentuk koordinasi dan pembinaan pelaksanaan
RDK di puskesmas Cimanggis.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
100
Universitas Indonesia
2. Puskesmas Cimanggis
Melakukan kegiatan RDK lebih rutin dengan pembinaan dinas kesehatan kota
Depok.
3. PKK kelurahan Curug
Melakukan pencatatan dengan benar rekapitulasi pemberian ASI eksklusif di
kelurahan Curug tiap bulan.
4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas
4.2.1 Pengumpulan Data
Jenis data yang disajikan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Selaanjutnya
kegiatan asuhan keperawatan komunitas sebagai bentuk penelitian eksperimen
semu (quasi experiment). Intervensi KS-ASIEKs sebagai perlakukan pada asuhan
keperawatan komunitas kelompok ibu hamil dan menyusui. Penelitian yang menguji
coba suatu intervensi pada kelompok subyek dengan atau tanpa kelompok
pembanding, namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subyek ke
dalam kelompok (Dharma, 2011). Pengkajian awal sebagai data pre test kegiatan
penulis di kelurahan Curug. Kriteria sampel pengambilan data pengkajian adalah
ibu hamil usia antara 4 – 9 bulan, ibu menyusui bayi usia 0-1 tahun, tinggal
diwilayah kelurahan Curug. Data diambil dengan membagikan kuesioner pada 95
responden, 40 ibu hamil dan 45 ibu menyusui. Data kualitatif. Diambil dengan
tehnik Focus Group Discuss(FGD), dilakukan 2 kali, pertama dengan sasaran
partisipan ibu hamil dan menyusui, ke-2 dengan partisipan kader dan ibu yang
sudah memiliki cucu.
Pengkajian tambahan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di
kelurahan Curug dilakukan dengan studi literatur dan survey. Sumber data yang
dianalisis pada identifikasi masalah adalah data primer. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung di lapangan, yang dikumpulkan langsung dari pihak terkait
pemberian ASI eksklusif di masyarakat. Untuk memperoleh data primer, disusun
kuesioner yang didasarkan pada model community as partner yang melakukan
penggalian data inti komunitas dan data delapan subsitem yang mempengaruhi.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
101
Universitas Indonesia
Selanjutnya kuesioner dibagi pada sampel dengan metode cluster sampling di
masing-masing RW.
4.2.2 Analisis situasi
Berdasarkan pada hasil kuesioner yang dibagikan pada 95 orang ibu hamil dan
menyusui. Jumlah ibu hamil: 20% tersebar di RW 08, 30% di RW 04 dan lainnya
tersebar di 9 RW. Jumlah ibu menyusui 32% di RW 08, 15 % di RW 04 dan 10%
di RW 10, sisanya tersebar di 8 RW lainnya. Pekerjaan ibu 58% ibu rumah tangga.
Penghasilan keluarga 70% kurang dari UMR kota Depok. Josefa dan Margawati
(2010) menjelaskan faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif di
Semarang adalah status pekerjaan ibu. Pendidikan ibu 48% SMA dan 36% SMP.
Hikmawati, Sakundarno,dan Purwanti (2008) menyimpulkan ibu berpendidikan
rendah dan alasan karena ibu bekerja, sehingga mereka memilih tidak memberikan
ASI eksklusif.
Perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif terdiri dari 3 domain yaitu
pengetahuan, sikap dan perilaku. Data diperoleh sebagai berikut pengetahuan secara
umum 24 % kurang baik. Pada manfaat ASI dan keunggulan ASI sebesar 15%,
persiapan dan tehnik menyusui 59%, ibu mengalami masalah selama menyusui
42%, pengetahuan ibu tentang gizi ibu hamil dan menyusui kurang sebesar 23%,
Sikap ibu hamil dan menyusui tentang gizi dan manajemen laktasi dengan kategori
kurang sebesar 31%, dan perilaku ibu hamil dan menyusui tentang gizi dan
manajemen laktasi dengan kategori kurang sebesar 44%. Peran keluarga dalam
memberikan dukungan untuk memberikan ASI eksklusif sebesar 22%. Baetul dan
Hamzens (2012) menyimpulkan penelitiannya faktor yang paling dominan
mempengaruhi perilaku ibu memberikan ASI eksklusif adalah dukungan keluarga
setelah dikontrol oleh variabel sikap dan penolong persalinan. Malonda, Bolang
dan Kapantow (2012) menyimpulkan sikap berhubungan signifikan dengan
pemberian ASI eksklusif pada ibu di wilayah kerja Puskesmas Tompaso.
Hasil FGD pada ibu hamil dan ibu menyusui dikelurahan Curug di dapatkan tema :
tidak dipahami IMD, ASI tidak cukup, disarankan orang tua dan puting susu lecet.
FGD dilakukan untuk menggali : penyebab memberikan susu formula atau
pemberian makan dini pada bayi, siapa orang yang menganjurkan pemberian susu
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
102
Universitas Indonesia
formula dan makan dini, serta masalah yang terjadi selama menyusui. Hikmawati
(2008) menyimpulkan faktor risiko kegagalan pemberian ASI eksternal adalah
pengenalan awal susu formula oleh keluarga maupun petugas kesehatan.
Masalah keperawatan komunitas di atas dianalisis dengan menggunakan web of
caution sebagai berikut:
Skema 4.2 Web of Caution asuhan keperawatan komunitas pada aggregat ibu menyusui
4.2.3 Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas
Permasalahan pada asuhan keperawatan kelompok ibu hamil dan menyusui di
kelurahan Curug diselesaikan dengan pendekatan asuhan keperawatan. Diagnosa
keperawatan yang ditegakkan berdasarkan pengkajian adalah (1) risiko terputusnya
penyusuan ibu menyusui di kelurahan Curug; (2) ketidak efektifan menyusui pada ibu
Sikap dan perilaku
ibu hamil dan
menyusui yang
kurang baik
Kemampuan
menghadapi stressor
eksternal tidak
adekuat
Kurangnya
dukungan sosial
pada ibu
menyusui
Kurangnya sistem
pendukung dalam
pemantuan
pemberian ASI
eksklusif oleh
keluarga dan
masyarakat
Koping terhadap
masalah selama
memberikan ASI
tidak efektif
masyarakat
Ketidak efektifan
menyusui
Pemahaman yang
kurang tentang
manajemen laktasi
dan pemberian
makan pada bayi
Kurangnya sistem
pendukung
pencegahan
discontinuitas
menyusui
Terputusnya
pemberian ASI
eksklusif pada ibu
menyusui
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
103
Universitas Indonesia
menyusui di kelurahan Curug; (3) kurangnya dukungan sosial pada ibu menyusui di
kelurahan Curug; (4) koping terhadap masalah menyusui tidak efektif masyarakat
kelurahan Curug. Penapisan masalah terlampir di lampiran 2.
4.2.4 Penyelesaian Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan komunitas
Masalah 1
Risiko terputusnya penyusuan ibu menyusui di kelurahan Curug kecamatan
Cimanggis Kota Depok.
Tujuan Umum
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 9 bulan diharapkan terjadi peningkatan
pemberian ASI Eksklusif
Tujuan khusus
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan :
1. Terjadi peningkatan pengetahuan ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
sebesar 2SD
2. Terjadi peningkatan sikap ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs sebesar
2SD
3. Terjadi peningkatan perilaku ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
sebesar 2SD
4. Terjadi peningkatan rerata cakupan ASI eksklusif di RW 08,04 dan 10 sebesar
20%.
5. Terjadi peningkatan rerata kepercayaan diri ibu dalm memberikan ASI sebesar 2
SD
Rencana Tindakan keperawatan:
1. Pembentukan KS-ASIEKs di RW 08,04 dan 10
2. Mengkoordinasikan tempat pelaksanaan kegiatan KS-ASIEKs
3. Pelaksanaan kegiatan reguler KS-ASIEKs di RW 08,04 dan 10 tiap 2 minggu
sekali
4. Penetapan alur rujukan masalah menyusui di kelurahan Curug
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
104
Universitas Indonesia
Pembenaran
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang
dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial support
berdasar kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004; Hitchock,
Schuber & Thomas, 1999). Kelompok swabantu adalah kelompok masyarakat yang
suportif, berhubungan satu sama lain dalam jaringan sosial, memuaskan orang lain yang
membutuhkan, dan tempat belajar bagaimana menghadapi pengalaman baru
(Silverman, 1980 dalam Hunt, 2004).
Antze (1976 dalam Belliveau & Wagone, 1999) menjelaskan kelompok swabantu dapat
mendorong terjadinya adopsi pengetahuan. Adapun adaptasi terjadi dengan cara: 1)
hubungan yang lama antara anggota , 2) penyampaian pengalaman, mendengarkan dan
penggunaan pengetahuan, 3) mendorong anggota untuk membujuk anggota yang lain
untuk memahami pengetahuan, 4) pemberian penghargaan akan meningkatkan
keinginan anggota lain, 5) anggota yang memiliki masalah mendapatkan support dari
anggota lain.
Pelaksanaan
1. Melakukan pembentukan kelompok swabantu ASI eksklusif (KS-ASIEKs) di
RW 08, RW 04 dan 10. Karakteristik anggota KS-ASIEKs RW 08 adalah 70%
ibu menyusui bayi usia 0-6 bulan dan 30% ibu hamil 4-9 bulan; di RW 04 60%
ibu hamil primi 4-9 bulan, di RW 10 50% ibu menyusui bayi usia 4-6 bulan.
2. Melakukan koordinasi tempat pelaksanaan kegiatan rutin KS-ASIEKs. Di
sepakati dengan kader dan tokoh masyarakat tempat pelaksaan pertemuan dan
kegiatan KS-ASIEKs di RW 08 dilakukan di gedung Posyandu RW 08, di RW
04 dan 10 dilaksanakan di rumah seorang anggota KP-ASIEKs.
3. Melakukan pertemuan kegiatan reguler KS-ASIEKs dan pemantauan catatan
menyusuiku di RW 08, RW 04 dan 10.
3.1 Pelaksanaan di RW 08
Pertemuan rutin KS-ASIEKs di RW 08 dilaksanakan tiap 2minggu sekali
pada bulan November sampai Januari. Pertemuan KS-ASIEKs bulan Febuari
– Mei dilaksanakan sebulan sekali . Pertemuan KS-ASIEKs yang pertama
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
105
Universitas Indonesia
sampai ke empat di fasilitatori oleh penulis pertemuan selanjutnya di
fasilitatori oleh kader pendukung . Tema diskusi setiap pertemuan di
kelompok ini adalah : IMD dan ASI eksklusif, bagaimana ASI diproduksi,
memberikan ASI dengan nyaman, puting susuku lecet, ASIku cukup tidak
ya, gizi ibu menyusui, ibu sakit boleh tidak menyusui?, apa yang aku
lakukan saat bayiku sakit?. Tema ini dipilih oleh ibu anggota KS-ASIEKs di
RW 08 karena karakteristik anggota adalah ibu menyusui bayi usia 0-1
bulan lebih banyak. Tiga orang kader pendukung KS-ASIEKs aktif dan telah
mendapatkan pelatihan manajemen laktasi dan KPASI di Puskesmas,
sehingga lebih menguasai materi manajemen laktasi dan siap menjadi
fasilitator KS-ASIEKs
3.2 Pelaksanaan di RW 04
Pertemuan rutin KS-ASIEKs di RW 04 dilaksanakan 2 minggu sekali.
Pertemuan pertama dilaksanakan bulan Febuari 2014. Pertemuan KS-
ASIEKs pertama sampai ke 5 di fasilitatori oleh penulis. Pertemuan ke 6-8
KS-ASIEKs di fasilitatori oleh kader pendukung. Tema diskusi setiap
pertemuan kelompok: persiapan menyusui saat hamil, bagaimana persalinan
itu?, IMD dan ASI eksklusif, bagaimana ASI diproduksi?, gizi ibu hamil dan
menyusui, perawatan bayi baru lahir, tehnik perlekatan dan posisi menyusui,
ibu sakit boleh tidak menyusui ? . Tema tersebut dipilih oleh ibu anggota
kelompok karena karakteristik anggota sebagian besar ibu hamil usia 4-9
bulan, dan hamil yang pertama.
3.3 Pelaksanaan di RW 10
Pertemuan rutin KS-ASIEKs di RW 10 dilaksanakan 2 minggu sekali.
Pertemuan pertama sampai ke 5 KS-ASIEKs di RW 10 di fasilitatori oleh
mahasiswa . pertemuan ke lima sampai delapan difasilitatori oleh kader
pendukung. Tema diskusi setiap pertemuan adalah IMD dan ASI eksklusif,
gizi ibu menyusui, ibu sakit boleh tidak menyusui?, pertolongan pertama
bayi sakit, MP-ASI, KB dan menyusui, masalah menyusui, ibu bekerja dan
menyusui
4. Menetapkan alur rujukan masalah pemberian ASI di kelurahan Curug, dan
mensosialisasikannya dalam pertemuan KS-ASIEKs.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
106
Universitas Indonesia
Evaluasi
1. Pelaksanaan pertemuan KS-ASIEKs secara reguler di RW 08, 04 dan 10 dengan
jumlah anggota 46 anggota terdiri dari 16 ibu hamil dan 30 ibu menyusui.
2. Setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs terjadi peningkatan rerata :
2.1 Hasil postest, pengetahuan ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
terjadi perubahan nilai median. Penilaian pengetahuan terlihat pada
peningkatan skor median 20,7 menjadi 26,9 dengan standar deviasi sebesar
1,9. Selisih atau beda nilai median pretest dengan postest sebesar 6,2
sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan signifikan sebesar 6//30*100
= 20,7%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji wilcoxon
(data berdistribusi tidak normal, Uji S-W 0,027 untuk pretest dan 0,000
untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000 dengan nilai α
=0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan sebelum
mengikuti dengan setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
2.2 Hasil postest, sikap ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs terjadi
perubahan nilai median. Penilaian sikap terlihat pada peningkatan skor
median 27,9 menjadi 47.7 dengan standar deviasi sebesar 3,99. Selisih atau
beda nilai median pretest dengan postest sebesar 19,8 sehingga didapatkan
peningkatan sikap signifikan sebesar 19,8//60*100 = 33%. Hal ini
dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji wilcoxon (data berdistribusi
tidak normal, Uji S-W 0,131 untuk pretest dan 0,000 untuk postest)
didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya
terjadi peningkatan sikap yang signifikan sebelum mengikuti dengan setelah
mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
2.3 Hasil postest, perilaku ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs terjadi
perubahan nilai median. Penilaian perilaku terlihat pada peningkatan skor
median 33,6 menjadi 48.6 dengan standar deviasi sebesar 2,39. Selisih atau
beda nilai median pretest dengan postest sebesar 15 sehingga didapatkan
peningkatan pengetahuan signifikan sebesar 15//60*100 = 25%. Hal ini
dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji wilcoxon (data berdistribusi
tidak normal, Uji S-W 0,001 untuk pretest dan 0,000 untuk postest)
didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
107
Universitas Indonesia
terjadi peningkatan perilaku yang signifikan sebelum mengikuti dengan
setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
3. Pemantauan pemberian ASI eksklusif dilakukan pada 30 bayi, dengan catatan
menyusuiku diperoleh hasil : 10% bayi lulus ASI eksklusif pada bulan
Desember 2013, 16% bulan Januari 2014, 20% pada bulan Febuari 2014, 5%
bulan Maret, 20% bulan April dan 16,6 % bulan Mei. Terdapat 6,6% bayi tidak
lulus ASI eksklusif. Bayi tidak lulus pemberian ASI eksklusif karena ibu
merasa ASInya kurang saat bayi rewel oleh ibu dan suaminya disarankan untuk
memberikan susu formula dan MP-ASI.
4. Hasil postest, kepercayaan diri ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
terjadi perubahan nilai median. Penilaian kepercayaan diri ibu terlihat pada
peningkatan skor median 34,5 menjadi 51,2 dengan standar deviasi sebesar 2,9.
Selisih atau beda nilai median pretest dengan postest sebesar 16,7 sehingga
didapatkan peningkatan pengetahuan signifikan sebesar 16,7//60*100 = 27,8%.
Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji wilcoxon (data
berdistribusi tidak normal, Uji S-W 0,000 untuk pretest dan 0,000 untuk
postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya
terjadi peningkatan kepercayaan diri ibu yang signifikan sebelum mengikuti
dengan setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
5. Hasil setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKS dengan aktif 82% ibu anggota
KS-ASIEKs memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan 18% (8 ) ibu tidak
memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis hubungan lebih lanjut terhadap
hubungan keaktifan mengikuti KS-ASIEKs terhadap pemberian ASI eksklusif
diperoleh ( p=0,00) dengan nilai OR 23,2 pada 95% CI (8,4;64,2) sehingga
disimpulkan bahwa ibu yang aktif mengikuti kegiatan KS-ASIEKs akan
berpeluang 23,2 kali memberikan ASI eksklusif, dibandingkan ibu yang tidak
aktif.
6. Pertemuan rutin KS-ASIEKs, setiap pertemuan evaluasi secara kualitatif.
Selanjutnyahasil evaluasi dilakukan analisis tema. Hasil analisis diperoleh
tema:
6.1 Senang mengikuti kegiatan dan mendapat pengetahuan, pernyataan
partisipan sepert: “ saya senang mengikuti kegiatan KS-ASIEK, dapat
pengetahuan tentang menyusui yang saya butuhkan (P3).” Seperti yang
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
108
Universitas Indonesia
dikatakan oleh ibu primi gravida berikut :” saya mendapatkan
pengetahuan tiap 2minggu yang ingin saya ketahui untuk bayi saya nanti
(P31)”
6.2 Ada tempat untuk bertanya, seperti pernyataan ibu : “ di KS-ASIEKs ini
saya mendapatkan tempat bertanya apa yang tidak saya ketahui
sebelumnya (P24).”
6.3 Mendapat kegiatan, seperti yang dikatakan ibu” disini saya mengisi waktu
bersama ibu – ibu menyusui, saya mendapatkan kegiatan rutin tiap 2
minggu (P10).”
7. Alur rujukan masalah menyusui di kelurahan Curug : permasalahan menyusui
pada ibu menyusui di tingkat RW diatasi oleh kader pendukung ASI eksklusif,
jika tidak terpecahkan dilakukan rujukan pada konselor laktasi di Puskesmas
Cimanggis.
Rencana Tindak Lanjut
Untuk Kader Kesehatan Curug
1. Lanjutkan pertemuan reguler KS-ASIEKs
2. Lakukan perekrutan anggota baru untuk menggatikan anggota yang telah lulus
ASI eksklusif.
Untuk perawat Perkesmas Puskesmas Cimanggis
1. Melakukan pembinaan KS-ASIEKs yang sudah dibentuk dan berjalan reguler
2. Melakukan replikasi kegiatan di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis untuk
meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Cimanggis
Untuk Dinas Kesehatan Kota Depok
1. Mengembangkan dan memperluas pelaksanaan kegiatan KS-ASIEKs untuk
meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Kota Depok
Masalah II
Ketidak efektifan menyusui pada kelompok ibu menyusui di kelurahan Curug
kecamatan Cimanggis Kota Depok
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
109
Universitas Indonesia
Tujuan Umum
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 9 bulan ibu dan bayi mendapatkan
ASI dengan perlekatan yang baik.
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 9 bulan diharapkan :
1. Terjadi peningkatan pengetahuan kelompok ibu hamil dan menyusui tentang
ASI eksklusif dan manajemen laktasi sebesar 2SD
2. Terjadi perlekatan dengan benar oleh bayi dengan ibu saat menyusu pada
kelompok ibu hamil dan menyusui
3. Terjadi kenaikan BB bayi sesuai kenaikan berat badan minimal (KBM)
4. Terjadi peningkatan status kesehatan bayi di kelurahan Curug
Rencana Tindakan
1. Lakukan intervensi pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif pada kegiatan
rutin Posyandu dan KS
2. Lakukan intervensi proses kelompok (KS-ASIEKs) tentang tehnik perlekatan
yang benar
3. Lakukan intervensi konseling laktasi pada pertemuan rutin Posyandu
4. Lakukan intervensi kemitraan dengan keluarga dalam pemberian dukungan ASI
eksklusif pada bayi
5. Fasilitasi kader melakukan pemantaun risiko terputusnya pemberian ASI
eksklusif
6. Lakukan pemantauan kenaikan BB , masalah kesehatan bayi tiap bulan
Pembenaran
Pendidikan kesehatan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat supaya masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Achyar, 2009). Perubahan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan harus didasari pengetahuan dan kesadaran melalui proses belajar. Proses
belajar yang dilakukan di masyarakat dengan adanya pendidikan kesehatan pada
kelompok dan masyarakat.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
110
Universitas Indonesia
Proses belajar juga terjadi dalam kegiatan kelompok swabantu. Kelompok swabantu
menciptakan interaksi sosial, ketika masing-masing peserta berinteraksi, menjadi
bagian dari yang lain, saling belajar dari pengalaman anggota lain. kelompok lebih
memberikan kesempatan untuk belajar dari variasi yang ada dalam anggota, prinsip
mendasar dalam pemecahan masalah dapat dipelajari dari pengalaman kelompok,
sehingga anggota mendapatkan pengalaman lebih mendalam dalam proses
kelompok (Maglaya et al, 2009).
Pelaksanaan
1. Pemberian pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif pada kegiatan rutin
posyandu, dilakukan oleh residen keperawatan komunitas
2. Memberikan layanan konseling laktasi pada kegiatan rutin Posyandu balita di
RW 08, 04 dan 10.
3. Memfasilitasi kegiatan KS-ASIEKs dengan tema pilihan anggota “bagaimana
menyusui tidak mengalami lecet puting susunya?”
4. Menjalin kemitraan dengan keluarga (suami) untuk memberikan dukungan
pemberian ASI eksklusif
5. Terlibat aktif dalam pelaksaan kegiatan Posyandu di masing-masing RW binaan
guna memantau peningkatan berat badan bayi dan masalah kesehatan yang
dialami bayi . Pelaksanaan posyandu di RW 08 tiap tanggal 17, di RW 04 tiap
tanggal 11 dan di RW 10 pada tanggal 5 tiap bulannya.
Evaluasi
1. Pelaksanaan pendidikan kesehatan pada pelayanan posyandu diberikan pada ibu
menyusui 1 kali pertemuan di posyandu RW 08, RW 04, dan RW 10. Jumlah
ibu yang mengikuti 75 orang. Hasil pendidikan kesehatan: postest pengetahuan
ibu setelah mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan terjadi perubahan nilai
median. Penilaian pengetahuan ibu terlihat pada peningkatan skor median 15,7
menjadi 18,5 dengan standar deviasi sebesar 0,7. Selisih atau beda nilai median
pretest dengan postest sebesar 2,8 sehingga didapatkan peningkatan
pengetahuan signifikan sebesar 2,8//20*100 = 14,2%. Hal ini dibuktikan dari
hasil uji signifikasi dengan Uji wilcoxon (data berdistribusi tidak normal, Uji
S-W 0,000 untuk pretest dan 0,000 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
111
Universitas Indonesia
sebesar 0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan ibu
yang signifikan pengetahuan ibu sebelum mengikuti dengan setelah mengikuti
kegiatan penyuluhan
2. Pelaksanaan pendidikan kesehatan pada KS-ASIEKs di RW 08, 04 dan 10
membahas tentang tehnik perlekatan ibu – bayi saat menyusui untuk mencegah
puting susu lecet. Hasil observas tehnik menyusui dan perlekatan kelompok ibu
hamil dan menyusui adalah 18% ibu belum dapat melakukan perlekatan dan
tehnik menyusui dengan baik. Ibu yang belum dapat melakukan perlekatan
dengan benar karena ibu tersebut ibu primipara, masih kurang berpengalaman,
selanjutnya dilakukan kunjungan keluarga oleh kader kesehatan pad ibu yang
belum dapat melakukan perlekatan dengan benar.
3. Pelaksanaan konseling laktasi di Posyandu RW 08, 04 dan 10 dengan konseli 2
orang tiap pelayanan. Konseling dilaksanakan pada ibu yang mengalami
masalah menyusui, ibu melakukan konseling, karena ia tidak bergabung sebagai
anggota KS-ASIEKs.
4. Pelaksanaan kemitraan dengan keluarga dalam memberikan dukungan
pemberian ASI eksklusif dilakukan pada 10 keluarga binaan. 5 (lima) keluarga
di RW 08, 4 (empat) keluarga di RW 04 dan 1(satu) keluarga di RW 10. Hasil
dukungan keluarga pada ibu
5. Hasil penimbangan BB bayi : BBL dibandingkan BB bulan Mei setelah
diberi ASI terjadi perubahan nilai median. Penilaian kenaikan BB bayi terlihat
pada peningkatan skor median 2973 menjadi 7383 dengan standar deviasi
sebesar 311. Selisih atau beda nilai kenaikan median BBL dengan BB bulan
Mei sebesar 4410 sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan signifikan
sebesar 7383-2973/7383*100 = 60%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi
dengan Uji Wilcoxon (data tidak berdistribusi normal, Uji S-W 0,002 untuk
BBL dan 0,550 untuk BB bayi bulan mei) didapatkan p-value 1-tailed sebesar
0,000 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan BB bayi yang signifikan
dengan diberikan ASI eksklusif.
6. Pemantaun kesehatan bayi, terdapat 16,6% bayi terkena batuk pilek selama
pemberian ASI eksklusif, dan 100% bayi tidak mengalami diare. Bayi yang
mengalami batuk pilek tinggal di rumah kontrakan dengan penataan ruangan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
112
Universitas Indonesia
dan ventilasi yang kurang, ada anggota keluarga yang sedang pilek, sehingga
bayi tertular.
Rencana Tindak Lanjut
1. Lakukan pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif di Posyandu, pengajian
atau arisan RT dengan penanggung jawab ketua Kader pendukung ASI eksklusif
dengan cara yang menarik.
2. Konseling laktasi dilanjutkan oleh pembina kesehatan kelurahan Curug setiap
kegiatn rutin Posyandu
3. Lanjutkan pemantauan deteksi dini faktor risiko diskontinuitas pemberian ASI
eksklusif oleh anggota KP-ASIEKs sebulan 1 keluarga.
4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan keluarga
4.3.1 Analisa Situasi
Pelayanan Perkesmas dengan sasaran keluarga yang rentan terhadap masalah
kesehatan diskontinuitas pemberian ASI esklusif dilaksanakan di kelurahan Curug
selama 8 bulan. Pelaksanaan Perkesmas dengan sasaran keluarga risiko tinggi
diskontinuitas pemberian ASI eksklusif dilakukan di kelurahan Curug pada 10
keluarga. Asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan menggunakan model
Family Cetered Nursing dan menggunakan family assessment model yang
dikembangkan oleh Friedman. Pelayanan asuhan keperawatan keluarga dilakukan
dengan kunjungan rumah. Penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan
dalam menyelesaikan masalah keluarga ibu hamil dan menyusui yang berisiko
mengalami diskontinuitas pemberian ASI eksklusif. Proses keperawatan yang
digunakan meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun
rencana tindakan, melakukan implementasi dan evaluasi pada asuhan yang
diberikan. Pengkajian keluarga dengan ibu hamil dan menyusui difokuskan pada
tahap perkembangan keluarga, struktur keluarga, dan fungsi keluarga dengan ibu
hamil dan menyusui.
Keluarga bapak I adalah keluarga extended. Dalam keluarga tinggal ayah bapak I
(Bp J, 67th), ibu bapak I (Ibu S 62th) mereka tinggal bersama sejak pernikahan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
113
Universitas Indonesia
bapak I dengan ibu N. Saat dilakukan pengkajian ibu N sedang hamil 32minggu,
memiliki tanda KEK, dan anak pertama (An. F) baru berusia 16 bulan. Anak F
tidak diberi ASI eksklusif. Anak F mulai diberikan makan tambagan saat berusia 4
bulan, karena sering rewel. Nenek menyarankan untuk diberikan tajin, ibu N
akhirnya memberikan tajin pada An. F saat berusia 4 bulan.
Grassley dan Eschiti (2008) pada penelitian kualitiatif tentang apa yang diperlukan
dan diinginkan ibu dari nenek untuk dapat menyusui memunculkan tema
menghargai menyusui, dukungan kasih sayang, adanya hambatan, serta
menghadapi mitos. Arora, McJunkin, Wehrer, dan Kuhn (2000) menyimpulkan
untuk mencapai 75% ibu memberikan ASI diperlukan pemahaman yang
menyeluruh tentang manfaat ASI dari suami dan nenek. Pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan mereka dapat dimulai sejak trimester pertama.
Tahap perkembangan keluarga bapak I adalah keluarga childbearing dengan anak
pertama berusia 16 bulan. Tugas perkembangan yang belum dapat dilakukan adalah
membentuk keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil dengan adanya anggota
baru. Perubahan pada keluarga childbearing menyebabkan harus mengubah
perilaku, mengubah jadual rutin, pola komunikasi, mengambil keputusan baru,
belajar ketrampilan baru, menjalankan peran baru, dan mengidentifikasi dan
menggali sumberdaya keluarga yang ada (Stanhope & Lancaster, 2010).
Selama tahap childbearing memiliki sembilan tugas khusus untuk tumbuh dan
mencapai kesejahteraan keluarga. Sembilan tugas keluarga childbearing dirinci
berikut ini: penyediaan ruang untuk anak, pembiayaan kelahiran anak dan
membesarkan anak, mengasumsi tanggung jawab bersama untuk perawatan anak
dan pengasuhan, memfasilitasi pembelajaran peran anggota keluarga, menyesuaikan
diri dengan perubahan pola komunikasi, rencana untuk anak-anak berikutnya,
menyelaraskan pola antargenerasi, menjaga anggota keluarga motivasi dan
semangat kerja, membangun ritual dan rutinitas keluarga (Kaakinen, Gedaly-Duff,
Choehlo & Hanson., 2010).
Ibu N hamil anak ke 2 saat An. F berusia 7 bulan. Ibu N saat itu belum
merencanakan hamil lagi karena tidak menggunakan kontrasepsi, dan belum
mengetahui alat kontrasepsi yang aman selama menyusui ia memutuskan untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
114
Universitas Indonesia
tidak menggunakan alat kontrasepsi, akhirnya ibu N hamil anak F berusia 7 bulan.
Ibu N merasa bersalah pada An. F, karena setelah tahu dirinya hamil ia
memutuskan untuk menyapih pemberian ASI pada an. F. Pada trimester pertama
kehamilannya ia mengalami morning sickness, dan ia malas untuk makan. Saat
dilakukan pengkajian ditemukan tanda KEK kehamilan, Lingkar Lengan Atas ibu N
hanya 22 Cm, BB 45Kg, BB sebelum hamil 39Kg.
Kementrian kesehatan (2010) menguraikan ibu hamil yang mengalami KEK
berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah, dan berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan anak , intelektual anak di kemudian hari. Sumarna
dkk (1998) menyimpulkan bahwa wanita hamil KEK mempunyai risiko melahirkan
BBLR 2,3 kali dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak KEK. Friedman
(2010) menjelaskan pada tahap childbearing merupakan masa yang sulit karena
adanya perasaan ketidak mampuan menjadi orang tua baru ditambah dengan
pengaturan jarak kehamilan yang gagal dilakukan oleh keluarga.
Struktur keluarga bapak I digali dalam hal nilai, peran dan kekuatan, serta
komunikasi dalam keluarga. Nilai- nilai yang dikembangkan dalam keluarga bapak
I adalah nilai adat budaya Jawa. Ibu I tidak terlalu memahami nilai Jawa, ia
menganut ajaran Islam yang ia yakini adalah agama islam memerintahkan
pemberian ASI disempurnakan sampai 2 tahun, pada saat menyusui anaknya yang
pertama ia merasa sedih dan bersalah karena tidak dapat menyusui sampai 2 tahun.
Orang tua bapak I menganut nilai jawa meyakini anak lahir ke dunia minta makan,
jika bayi menangis karena lapar sehingga harus diberi makan.
Ibu N saat ini sedang mengalami ketegangan peran yaitu ketidak mampuan
mendefinisikan situasi, kurangnya kesepakatan pembegian tugas. Ibu N mengatakan
bingung bagaimanan nanti mengasuh dua balitanya, apakah ia mampu
melakukannya. Saat bayi F lahir ia masih tinggal bersama ibunya, jadi perawatan
bayi F dibantu oleh ibunya. Ibu N mengatakan tidak tahu bagaimana menjadi ibu
dengan 2 balita. Bagaimana cara memandikan bayi baru lahir , bagaimana
perawatan tali pusat . Selama menjalani pengasuhan anak pertama ia merasakan
lelah sekali dan kurangnya bantuan dari anggota keluarga lain, termasuk suaminya.
Pada perawatan bayi anak pertama bapak I kurang terlibat karena kesibukannya
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
115
Universitas Indonesia
bekerja. Bapak I jarang membantu pengasuhan anak F, sementara ibu N merasa
malu meminta bantuan pada mertuanya. Ibu N ingin memberikan ASI secara
eksklusif pada anak F, namun karena sering rewel ibu mertuanya menyarankan
untuk diberi tajin, dan suamipun mendukung ibunya. Komunikasi dalam keluarga
belum berlangsung dengan baik, ibu N masih sungkan meminta pertolongan pada
ibu mertua dan suaminya dalam perawatan bayinya.
Ibu N mengatakan tidak tahu bagaimana menjalankan perannya nanti saat anak
keduanya lahir, bagaimana supaya tidak terjadi iri pada anak F. Ibu N juga tidak
mengetahui akibat jika ia tidak berperan dengan baik. Ibu N belum pernah
berkonsultasi pada pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan.
Friedman (2010) menjelaskan hadirnya bayi baru dalam rumah menciptakan
perubahan bagi anggota keluarga dan bagi perangkat hubungan dalam keluarga.
Saat bayi lahir istri harus tetap menjalin hubungan dengan suami
memperlakukannya sebagai pasangan dan ayah, dan sebaliknya suami juga
berhubungan dengan istri dan memperlakukan sebagai ibu. Ibu sering merasa
terbebani oleh tugas rumah tangga, sehingga ibu merasakan kelelahan fisik dan
psikologis. Faktor yang menyebabkan sulitnya menjalankan peran sebagai orang
tua adalah saat ini masyarakat tidak mempersiapkan untuk menjadi orang tua
(Friedman, 2010).
Pembentukan komunikasi yang memuaskan, termasuk perasaan dan perhatian
personal, pernikahan dan parenteral. Lahirnya seorang bayi dalam keluarga
meningkatkan tuntutan personal dalam keluarga. Orang tua harus menyadari
kehamilan yang sering dan berjarak dekat dapat membahayakan ibu, ayah, dan anak
kandung lainnya (Friedman, 2010). Friedman (2010) menjelaskan faktor yang
mempengaruhi komunikasi dalam keluarga adalah situasi, latar belakang etnik,
siklus kehidupan keluarga, perbedaan gender, bentuk keluarga dan mini budaya
dalam keluarga.
Fungsi keluarga pada keluarga bapak I yang dikaji meliputi fungsi afektif, fungsi
sosial dan fungsi perawatan kesehatan. Pada analisa situasi ini dipaparkan fungsi
perawatan kesehatan yang menunjukkan adanya data maladaptif. Praktik diit
keluarga: Ibu N mengatakan makannya sekarang 3 kali sehari dengan porsi sedang.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
116
Universitas Indonesia
Ibu N ingin dapat menyusui bayinya secara eksklusif setelah mengetahui manfaat
ASI yang banyak untuk bayi. Ia mengetahui manfaat ASI saat mengikuti
penyuluhan ASI eksklusif di Posyandu. Ibu N tidak mengetahui kebutuhan makan
pada ibu hamil dan menyusui. Ibu N tidak mengetahui tanda dan gejala ibu kurang
nutrisi saat hamil dan menyusui.
Untuk memenuhi kebutuhan ASI bayinya nanti ibu N belum mempersiapkan dari
saat kehamilan. Ibu N tidak tahu apa yang harus disiapkan, karena waktu menyusui
anak pertama ia tidak melakukan persiapan. ASInya keluar setelah hari ke 3, An. F
diberi madu dan susu formula pada tiga hari pertama. Ibu N mengatakan saat
menyusui anaknya yang pertama mengalami payudara bengkak yang membuat ia
panas dingin, putingsusu lecet yang terasa nyeri sekali. Saat di observasi cara
melakukan perlekatan ibu N salah melakukan perlekatan.
Ibu N mengatakan tidak mengetahui persiapan menyusui, pemberian ASI yang
efektif, tanda-tanda bayi mendapat ASI cukup, akibat bayi yang tidak
mendapatkan ASI cukup, perawatan payudara supaya lancar memberikan ASI,
belum pernah berkonsultasi pada petugas kesehatan cara menyusui yang benar, dan
meningkatkan produksi ASI.
Masalah keperawatan yang muncul dianalisa menggunakan web of caution sebagai
berikut :
Skema 4.2 Web Of Caution Asuhan Keperawatan Keluarga pada ibu Hamil dan
Menyusui
Komunikasi tidak efektif
dalam keluarga
Kebutuhan nutrisi ibu
kurang dari kebutuhan
tubuh
Kurang pengetahuan
manajemen laktasi
Ketidak efektifan
hubungan Konflik peran orang tua Koping keluarga thd
masl menyusui tidak
efektif
Ketegangan peran pemberi
asuhan Ketidak efektifan
menyusui
Diskontinuitas
pemberian ASI eksklusif
Disfungsi proses
keluarga
Ketidak mampuan
menjadi orang tua
Disfungsi Proses Keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
117
Universitas Indonesia
4.3.2 Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul selanjutnya dilakukan penapisan
masalah. Diagnosa keperawatan keluarga dipaparkan berdasarkan urutan penapisan
masalah yaitu (1) Ketegangan peran pemberi asuhan pada keluarga bapak I, (2)
risiko ketidak efektifan menyusui pada keluarga bapak I. Secara lengkap penapisan
masalah dilampirkan pada lampiran 3.
4.3.3 Penyelesaian Masalah pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga
Masalah I
Ketegangan peran pemberi asuhan pada keluarga bapak I khususnya ibu N
Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 bulan tidak terjadi ketegangan
peran pada keluarga bapak I
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pertemuan selama 60 menit tiap minggu keluarga mampu (1)
mengenal masalah peran : definisi peran, peran orang tua, (2) keluarga memutuskan
menjalankan perannya , dengan pernyataan verbal berusaha menjalankan peran
dengan baik, (3) mampu melakukan perannya dalam hal : post partum care,
pengendalian kehamilan, pemberian ASI, infant care, (4) Keluarga mampu
memodifikasi lingkungan psikologis: anticipatory guideance, (5) keluarga mampu
memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan
1. Pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peran ibu
2. Konseling tentang KB dan antisipatory guidance
3. Coaching: infant care dan stimulasi tumbuh kembang bayi sampai usia 1 tahun
4. Meningkatkan dukungan (suami) dalam pelaksanaan peran ibu
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
118
Universitas Indonesia
Pembenaran
Kaakinen, Gedaly-duff, Coehl, dan Hanson (2010) menjelaskan pendidikan
kesehatan diperlukan pada keluarga yang memiliki bayi. Kementrian Kesehatan
(2010) pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi dari tindakan
keperawatan yang ditujukan pada klien sebagai individu, keluarga, dan kelompok
dalam lingkup promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan sebagai intervensi
keperawatan, maka perawat harus menerapkan proses pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan dilakukan untuk
menggali kebutuhan keluarga dan klien untuk menjaga pendidikan kesehatan yang
bermutu (Efendi & Makhfudli, 2009). Hoddinot dan Amanda (2006)
menyimpulkan intervensi coaching pada ibu hamil meningkatkan IMD dan durasi
menyusui.
Husna (2014) menyimpulkan dukungan suami berhubungan signifikan dengan
pelaksanaan IMD. Urbayatun (2006) menyimpulkan dukungan social(dukungan
keluarga) berhubungan signifikan dengan kecenderungan depresi post partum pada
ibu. Dukungan sosial suami menurunkan 22,1% konflik peran istri (Haris, 2008).
Pelaksanaan
Pelaksanaan TUK 1-2 menggunakan metode cerita peran, (1) mendiskusikan
dengan keluarga tentang peran parenting dan peran suami istri pada keluarga child
bearing. keluarga diberikan lember cerita peran sebagai seorang ibu dengan
childbearing, kemudian ibu diminta untuk mengidentifikasi pelaksanaan peran ibu,
peran formal parenting dan peran formal suami istri dan diminta untuk berpendapat
tentang peran yang telah diidentifikasi. Selanjutnya keluarga diminta menanggapi
peran negatif yang dilakukan oleh ibu, untuk memberikan kesempatan keluarga
mengidentifikasi peran negatif dan dampaknya, (2) memberikan pujian atas
kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi peran, (3) mengevaluasi pengetahuan
keluarga tentang peran parenting dan peran suami-istri, (4) memberikan motivasi
keluarga untuk mengambil keputusan model peran yang akan dilaksanakan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
119
Universitas Indonesia
Pelaksanaan TUK 3 dengan melakukan konseling : (1) memberikan konseling
KB. Konseling dilakukan selama 2 pertemuan . Pertemuan pertama konseling
tentang jenis kontrasepsi. Konseling dilakukan pada bapak I dan ibu N. Pertemuan
ke dua untuk memutuskan jenis alat kontrasepsi yang akan dipilih nanti setelah
melahirkan. Konseling dilakukan oleh ibu N pada penulis selama 90 menit tiap
pertemuan. (2) coaching infant care (a) demontrasi memandikan bayi dan
perawatan tali pusat dilakukan dengan menggunakaan manikin terlebih dahulu
sebelum bayi ibu N lahir. (b) pendampingan memandikan bayi dan perawatan tali
pusat saat bayi ibu N lahir dan sudah pulang dari RS. Pendampingan dilakukan 2
kali selama 60 menit. (c) coaching stimulasi tumbuh kembang dilakukan 4 kali
pertemuan, pertemuan pertama demontrasi stimulasi tumbuh kembang usia 0-6
bulan, pertemuan ke dua demontrasi stimulasi tumbuh kembang usia 7bulan -1
tahun, pertemuan ke tiga pendampingan stimulasi tumbuh kembang anak 0-6 bulan,
dan pertemuan ke empat pendampingan stimulasi tumbuh kembang usia 7 bulan – 1
tahun
Pelaksanaan TUK 4 - 5 dengan memberikan konseling antisipatory guidance pada
keluarga bapak I. Konseling antisipatory guidance dilakukan 1 kali pertemuan.
Konseling dilakukan pada bapak I dan ibu N. Konseling dilakukan selam 60 menit.
Memotivasi keluarga untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan
balitanya di Posyandu, datang ke Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan ANC,
pertolongan persalinan, dan kontrasepsi .
Evaluasi
Ketegangan melakukan peran pemberian asuhan keluarga pada bapak I dapat diatasi
dengan melakukan pendidikan kesehatan, konseling dan coaching. Diakhir
pemberian asuhan keperawatan selama 9 bulan, keluarga menunjukkan peningkatan
pengetahuan dan kemampuan merawat bayi baru lahir, dan melaksanakan perannya
sebagai istri dan sebagai ibu, ditunjukkan dengan : (1) keluarga mampu mengenal
masalah ketengangan peran dengan mengidentifikansi peran parenting dan peran
suami-istri yang positif dan negatif, (2) keluarga mampu mengambil keputusan
secara verbal mengungkapkan akan melakukan peran parenting dan peran suami-
istri yang positif, (3) keluarga mampu melakukan antisipatory guidance, untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
120
Universitas Indonesia
mencegah sibling rivalry pada anak mereka, keluarga mampu melakukan perawatan
bayi baru lahir, (4) keluarga mampu melakukan modifikasi lingkungan psikologis
untuk pertubuhan dan perkembangan balita mereka, (5) keluarga mampu
memanfaatkan pelayanan posyandu tiap bulan untuk memantau berat badan balita
mereka, berobat ke Puskesmas untuk ANC dan saat anak mereka sakit.
Coaching infant care dengan melibatkan ayah untuk memberikan dukungan pada
ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
Rencana Tindak Lanjut
1. Membuat kesepakatan pada keluarga untuk selalu melakukan peran parenting
dan peran suami istri yang positif , menciptakan lingkungan fisik dan psikologis
yang kondusif untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan balita
mereka.
2. Mendelegasikan KP-ASIEKs untuk memantau tumbuh kembang balita pada
keluarga Bapak I.
Masalah II
Risiko ketidak efektifan menyusui pada keluarga bapak I
Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 9 bulan, pemberian ASI pada
keluarga bapak I efektif
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pertemuan selama 60 menit/minggu, keluarga mampu
(1)mengenal ketidakefektifan pemberian ASI dengan menjelaskan tanda bayi
mendapatkan ASI yang cukup, tanda bayi melakukan perlekatan dengan benar,
langkah menyusui dengan benar, (2) keluarga mampu memutuskan untuk
memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka, (3) melakukan perawatan untuk tetap
dapat memberikan ASI eksklusif, (4) keluarga mampu memodifikasi menu untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
121
Universitas Indonesia
ibu hamil dan menyusui, (5) keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan
untuk melakukan pemantauan gizi ibu hamil, persalinan, dan konseling laktasi.
Rencana Tindakan
1. Pendidikan kesehatan tentang manajemen laktasi yang meliputi : IMD dan ASI
eksklusif, tehnik perlekatan dan posisi menyusui yang nyaman untuk ibu, diit
ibu hamil dan menyusui, masalah-masalah menyusui dan cara mengatasi.
2. Coaching langkah menyusui, tehnik perlekatan, pembuatan diit ibu hamil dan
menyusui
Pembenaran
Kaakinen, Gedaly-duff, Coehl, dan Hanson (2010) menjelaskan pendidikan
kesehatan diperlukan pada keluarga yang memiliki bayi. Kementrian Kesehatan
(2010) pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi dari tindakan
keperawatan yang ditujukan pada klien sebagai individu, keluarga, dan kelompok
dalam lingkup promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan sebagai intervensi
keperawatan, maka perawat harus menerapkan proses pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan dilakukan untuk
menggali kebutuhan keluarga dan klien untuk menjaga pendidikan kesehatan yang
bermutu (Efendi & Makhfudli, 2009).
Pelaksanaan
Pelaksanaan TUK 1-2 pendidikan kesehatan dilakukan 4 kali pertemuan masing-
masing dilakukan selama 60 menit. Pendidikan kesehatan menggunakan media
lembar balik, manikin, contoh menu ibu hamil 1 porsi makan pagi, selingan, makan
siang dan makan malam. (1)mendiskusikan dengan keluarga tentang IMD dan ASI
eksklusif, tehnik perlekatan dan posisi menyusui yang nyaman untuk ibu, diit ibu
hamil dan menyusui, masalah-masalah menyusui dan cara mengatasi, (2)
memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengidentifikasi maslah menyusui
dan tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah menyusui, (3)
memberikan reinforsment positif, (4) melakukan evaluasi kemampuan keluarga dan
memberi kesempatan pada keluarga untuk membandingkan pengetahuan saat ini
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
122
Universitas Indonesia
dengan standar yang di tetapkan peawat, (5) memberikan support pada keluarga
untuk mengambil keputusan supaya tidak mengalami masalah selama menyusui.
Pelaksanaan TUK 3-4 dengan melakukan Coaching langkah menyusui, tehnik
perlekatan, pembuatan diit ibu hamil dan menyusui. coaching dilakukan selama 6
pertemuan, masing-masing 60 menit, (1) diawali dengan demontrasi langkah
menyusui, demontrasi tehnik perlekatan dan demontrasi menu untuk ibu hamil dan
menyusui.(2) mendiskusikan dengan keluarga cara untuk mempertahankan dan
meningkatkan prosuksi ASI supaya bisa menyusui secara eksklusif dan dilanjutkan
sampai 2 tahun, dengan diit gizi seimbang untuk ibu hamil dan menyusui, peawatan
payudara dan pijat oksitosin, melibatkan peran ayah dalam mendukung pemberian
ASI eksklusif, (3) mendemontrasikan perawatan payudara dan pijat oksitosin, (4)
mengevalasi kemampuan keluarga dalam tehnik pelekatan, langkah menyusui, dan
pelaksanaan diit ibu hamil dan menyusui, perawatan payudara, dan pijat oksitosin.
Evaluasi
Ketidak efektifan pemberian ASI pada keluarga bapak I tidak terjadi dengan
diberikan asuhan keperawatan selama 8 bulan. Keluarga bapak I menunjukkan
peningkatan pengetahuan tentang langkah menyusui, tehnik perlekatan, pembuatan
diit ibu hamil dan menyusui ditunjukkan dengan : (1) mengenal masalah
ketidakefektifan menyusui dengan menyebutkan tanda bayi mendapatkan ASI yang
cukup, tanda bayi melakukan perlekatan dengan benar, langkah menyusui dengan
benar, (2) keluarga secara verbal menyatakan keinginan dan keputusannya untuk
memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka setelah lahir (3) untuk merawat
anggota keluarga yang menyusui untuk tetap dapat memberikan ASI dengan
mengkonsumsi gizi seimbang untuk ibu hamil dan menyusui, perawatan payudara
dan pijat oksitosin oleh ayah (4)keluarga mampu menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk memeriksakan kehamilan, persalinan (di RS dengan tindakan sectio
caesar atas indikasi panggul sempit), pemeriksaan bayi baru lahir dan imunisasi bayi
mereka.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
123
Universitas Indonesia
Rencana Tindak Lanjut
1. Membuat kesepakatan dengan keluarga untuk selalu mendukung pemberian ASI
eksklusif pada bayi mereka, melakukan variasi gizi dan mengkonsumsi gizi
seimbang untuk ibu menyusui setiap minggu.
2. Mendelegasikan pada KP-ASIEKs untuk melakukan pemantauan BB bayi F
setiap kegiatan posyandu.
Pada kesempatan ini penulis memaparkan hasil asuhan keperawatan pada 10
keluarga binaan. Pengkajian pada 10 keluarga dengan tahap tumbuh kembang
childbearing 8 keluarga, 1 keluarga dengan anak sekolah, dan 1 keluarga dengan
anak pra sekolah. Faktor risiko keluarga terjadi diskontinuitas menyusui adalah ibu
primi akan bekerja kembali setelah masa cuti melahirkannya selesai, 1 ibu hamil
dengan KEK dan anak pertama gagal pemberian ASI eksklusifnya, ibu dengan
puting susu inverted dan ibu anak pertama tidak diberi ASI eksklusif, ibu
menyusui dengan puting susu pecah sampai infeksi, ibu tidak memiliki role model
dalam memberikan ASI. Ketidak adekuatan suplai ASI, bayi tidak mampu lack on
dengan tepat pada payudara ibu. Pada ibu bekerja ditemukan data kurang
pengetahuan tentang cara memerah ASI, cara membuat bank ASI, ibu memuliki
keinginan memberikan ASI eksklusif, ibu cemas produksi ASInya berkurang saat
bekerja.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada 10 (sepuluh) keluarga : ketidakefektifan
menyusui, diskontinuitas menyusui, risiko diskontinuitas menyusui, ketegangan
peran pemberi asuhan, ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
koping keluarga terhadap masalah menyusui tidak efektif, dan kesiapan peningkatan
pemberian ASI.
Perencanaan pada keluarga binaan, dilakukan pendidikan kesehatan untuk
mengenalkan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga. Pendidikan kesehatan
dengan tema IMD dan ASI eksklusif, tehnik perlekatan dan posisi menyusui yang
nyaman untuk ibu, diit ibu hamil dan menyusui, masalah-masalah menyusui dan
cara mengatasi, menyusui dan bekerja, membuat bank ASI di rumah, MP- ASI.
Pada ibu primipara dilakukan coaching infant care, konseling keluarga : koping
konstruktif menghadapi masalah, antisipatory guidance.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
124
Universitas Indonesia
Hasil implementasi pada keluarga , pengetahuan keluarga setelah diberikan asuhan
keperawtan terjadi perubahan nilai-rata-rata. Penilaian pengetahuan terlihat pada
peningkatan skor rata-rata 21 menjadi 27 dengan standar deviasi sebesar 1,9.
Selisih atau beda nilai rata-rata pretest dengan postest sebesar 6 sehingga
didapatkan peningkatan pengetahuan signifikan sebesar 6//10*100 = 60%. Hal ini
dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji paried t-test (data berdistribusi
normal, Uji S-W 0,103 untuk pretest dan 0,036 untuk postest) didapatkan p-value 1-
tailed sebesar 0,0025 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan pengetahuan
yang signifikan sebelum diberikan asuhan keperawatan dan sesudah diberikan .
Post test sikap keluarga diberikan asuhan keperawatan terjadi perubahan nilai-rata-
rata. Penilaian sikap terlihat pada peningkatan skor rata-rata 24 menjadi 49 dengan
standar deviasi sebesar 4,6. Selisih atau beda nilai rata-rata pretest dengan postest
sebesar 25 sehingga didapatkan peningkatan sikap signifikan sebesar 25/60*100 =
40%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji paried t-test (data
berdistribusi normal, Uji S-W pretest 0.600 dan 0,003 untuk postest) didapatkan p-
value 1-tailed sebesar 0,0025 dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan
sikap yang signifikan sebelum diberikan asuhan dengan setelah setelah diberikan
asuhan keperawatan.
Post test perilaku keluarga diberikan asuhan keperawatan terjadi perubahan nilai-
rata-rata. Penilaian perilaku terlihat pada peningkatan skor rata-rata 34 menjadi 48
dengan standar deviasi sebesar 2,6. Selisih atau beda nilai rata-rata pretest dengan
postest sebesar sehingga didapatkan peningkatan perilaku signifikan sebesar
14/60*100 = 20%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi dengan Uji paried t-
test (data berdistribusi normal, Uji S-W 0,175 untuk pretest dan 0,036 untuk
postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,0025 dengan nilai α =0,05. Artinya
terjadi peningkatan perilaku yang signifikan sebelum diberikan asuhan dengan
setelah setelah diberikan asuhan keperawatan.
Post test percaya diri ibu setelah diberikan asuhan keperawatan terjadi perubahan
nilai-rata-rata. Penilaian percaya diri terlihat pada peningkatan skor rata-rata 33
menjadi 48 dengan standar deviasi sebesar 1,3. Selisih atau beda nilai rata-rata
pretest dengan postest sebesar sehingga didapatkan peningkatan percaya diri
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
125
Universitas Indonesia
signifikan sebesar 15/60*100 = 20%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikasi
dengan Uji paired t-test (data berdistribusi normal, Uji S-W 0,175 untuk pretest
dan 0,05 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,0025 dengan nilai α
=0,05. Artinya terjadi peningkatan perilaku yang signifikan sebelum diberikan
asuhan dengan setelah setelah diberikan asuhan keperawatan.
Post test dukungan suami setelah diberikan asuhan keperawatan terjadi perubahan
nilai-rata-rata. Peningkatan dukungan suami terlihat pada peningkatan skor rata-
rata 24,4 menjadi 38,7 dengan standar deviasi sebesar 4,4. Selisih atau beda nilai
rata-rata pretest dengan postest sebesar sehingga didapatkan peningkatan percaya
diri signifikan sebesar 14,3/52*100 = 28%. Hal ini dibuktikan dari hasil uji
signifikasi dengan Uji paired t-test (data berdistribusi normal, Uji S-W 0,175
untuk pretest dan 0,05 untuk postest) didapatkan p-value 1-tailed sebesar 0,0025
dengan nilai α =0,05. Artinya terjadi peningkatan dukungan yang signifikan
sebelum diberikan asuhan dengan setelah setelah diberikan asuhan keperawatan.
Hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada keluarga
sebanyak 80% ibu mendapatkan dukungan suami dan 20% ibu tidak mendapat
dukungan suami. Hasil analisis hubungan lebih lanjut antara dukungan suami
dengan perilaku pemberian ASI eksklusif (P:0,028) dengan OR sebesar 18 pada CI
(6,8;48,9) artinya bahwa ibu yang mendapat dukungan suami akan ber peluang 18
kali untuk melakukan pemberian ASI eksklusif dibandingkan ibu yang tidak
memdapatkan dukungan suami.
Kemandirian keluarga (KM) meningkat dari KM I menjadi KM IV sebesar 40 %,
KM I menjadi KM III sebesar 10% , KM II menjadi KM IV sebesar 40% dan KM II
menjadi KM III sebesar 10%. Tingkat kemandirian keluarga dengan variabel tugas
kesehatan keluarga.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
126
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Tingkat Kemandirian keluarga (KM) dalam pemberian ASI eksklusif
No Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Menerima petugas
Perkesmas
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Menerima Pelayanan
kesehatan sesuai rencana
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Menyatakan masalah
kesehatan secara benar
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Memanfaatkan fasilitas
kesehatan sesuai anjuran
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Melaksanakaan perawatan
sederhana sesuai anjuran
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6 Melaksanakan tindakan
pencegahan secara aktif
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 Melaksanakan tindakan
promotif secara aktif
√ √ - √ - √ √ √ √ √
Tingkat Kemandirian
akhir
IV IV III IV III IV IV IV IV IV
Sebelum berakhir asuhan keperawatan penulis melakukan evaluasi dengan
wawancara mendalam pada ibu tentang asuhan yang diberikan , selanjutnya
dilakukan anlisis diperoleh tema : 1) ada tempat bertanya, seperti yang dikatakan
ibu “ dengan adanya pembinaan dari mba UI saya jadi ada tempat bertanya, setiap
masalah yang saya hadapi bisa saya tanyakan, bahkan lewat smspun dijawab
(P2)”;2) mendapat pemecahan masalah, seperti yang disampaikan seorang ibu: “
saya mendapat pemecahan masalah-masalah yang saya hadapi sebagai ibu baru,
dengan sabar mba’e mendampingi saya menyusui, ternyata susah menyusui,
merawat talipusat, memandikan bayi dan perawatannya (P4).” Dan seperti
pernyataan ibu: “hari pertama pulang dari bidan saya bingung, bayi saya sering
menangis, ASI belum keluar, ibu saya sudah menyarankan untuk diberi susu
formula, tapi tidak saya beri, trus saya sms mba dan mb kesini mendampingi saya
menyusui, mengajari perlekatan, perawatan payudara,... dan banyak mba, semua
masalah saya dapat terselesaikan dengan kunjungan mba kesini.(P8)”3) bantuan
suami, seperti dikatakan ibu: “ saya senang suami saya mau membantu saya saat
menyusui, kadang kadang mengambilkan minum, bahkan melakukan pijat oxitosin
(P1), dan seperti pernyataan ibu: “suami saya dapat menggati popok saat saya
sedang makan, senang rasanya(P2).”
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
127
Universitas Indonesia
Pada ayah dievaluasi bagaimana dukungannya untuk memberikan ASI eksklusif
diperoleh hasil tema :1) percaya diri, seperti yang dikatakan ayah : “ saya yakin
sekarang bisa mengganti popok, menyendawakan,dan membantu istri saya
merawat jagoan saya, pasti saya bisa(P1); 2) merasa berguna dan dihargai, seperti
yang disampaikan ayah : “saat istri saya sedang sibuk urusan dapur saya merasa
berguna sekarang dapat gendong bayi saya, istri saya selalu berterimakasih kalau
saya membantunya (p6).” 3) dukungan dan advokasi ASI eksklusif, seperti yang
dikatakan ayah: “menyusui adalah perjuangan, saya akan bantu istri saya untuk
bisa menyusui eksklusif dan sampai 2 tahun (P9)” dan seperti yang disampaikan:
ini adalah tugas kami sebagai orang tua, kami akan memberikan yang terbaik
untuk anak kami, termasuk ASI eksklusif (P10).”
Pendeteksian faktor risiko terputusanya pemberian ASI eksklusif pada ibu hamil
dan menyusui juga dilakukan oleh anggota KP-ASIEK, setiap kader memiliki 1
keluarga binaan diluar anggota KS-ASIEKs. Dokumentasi deteksi kader dilakukan
pada buku kerja kelompok pendukung ASI eksklusif. Terdapat 21 keluarga yang
dibina oleh kelompok pendukung, yang dilakukan pemantauan pemberian ASI
eksklusif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
122 Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Bab lima pembahasan memaparkan kesenjangan dan pencapaian hasil dengan teori
konsep, maupun penelitian yang mendukung hasil dan berbeda dengan hasil.
Pembahasan meliputi analisis kesenjangan dan capaian pelaksanaan manajemen
pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan
keluarga. Pada bab ini penulis juga memaparkan implikasi hasil praktik terhadap
pelayanan dan penelitian dalam keperawatan komunitas.
5.1 Analisis Pencapaian dan kesenjangan
5.1.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
Analisa pencapaian dan kesenjangan manajemen pelayanan keperawatan komunitas
di kota Depok khususnya di kelurahan Curug dianalisis dengan membandingkan
antara pencapaian hasil dengan teori dan hasil riset dikaitkan dengan manajemen
pelayanan Perkesmas. Salah satu asuhan keperawatan komunitas pada sasaran
kelompok maternal di masyarakat dengan meningkatkan upaya kesehatan
masyarakat maka dibentuklah kelompok swabantu ASI eksklusif (KS-ASIEKs) di
kelurahan Curug. Manajemen pelayanan keperawatan komunitas menerapkan
Perkesmas dengan sasaran kelompok maternal berisiko. Kegiatan Perkesmas dapat
diintegrasikan dengan pengembangan manajemen kesehatan. Pengintegrasian ini
bertujuan untuk menindaklanjuti usulan Perkesmas sebagai upaya kesehatan wajib di
Puskesmas. Selanjutnya penulis membahas hasil intervensi manajemen pelayanan
berdasarkan pada fungsi manajemen (pengorganisasian, perencanaan, Personaliaan,
pengarahan, dan pengawasan).
5.1.1.1 Pengorganisasian
Kegiatan yang dilakukan penulis merupakan aplikasi Perkesmas pada kelompok
maternal. Hasil pembentukan struktur organisasi kelompok pendukung ASI eksklusif
di kelurahan Curug adalah pengarah, pembina, ketua, sekretaris, bendahara dan
anggota. Struktur organisasi oleh Marquis dan Huston (2012) dijelaskan sebagai
gambar suatu organisasi. Gambaran struktur organisasi menunjukkan peran dan
harapan dari peran tersebut. Misalnya ketua kelompok pendukung mengkoordinir
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
129
Universitas Indonesia
pelaksanaan kegiatan KS-ASIEKs dan melaporkan hasilnya pada pembina
kelurahan. Pengorganisasian yang baik ditetapkan untuk pelaksanaan tugas.
Pengorganisasian menentukan hubungan kerja, prosedur kerja, perlengkapan yang
harus diperlukan, dan uraian tugas yang diberikan (Marquis & Huston, 2012).
Hein(1998 dalam Marquis & Huston, 2003) menjelaskan struktur organisasi
mengacu pada bagaimana kelompok dibentuk, jalur komunikasi, cara mengatur
otoritas, dan pembagian tugas serta pengambilan keputusan.
Uraian tugas organisasi KS-ASIEKs terdiri dari 1) tugas kader : mempersiapkan dan
melaksanakan kegiatan KS-ASIEKs agar berjalan dengan baik sesuai dengan
panduan yang ditetapkan, melaksanakan pendataansasaran (ibu hamil dan
menyusui), memfasilitasi kegiatan secara rutin, melakukan kunjungan rumah dan
membina keluarga berisiko terputus pemberian Asi eksklusif, membuat pencatatan
dan pelaporan rutin bulanan; 2) tugas pengarah (Team penggerak PKK dan Lurah)
mengarahkan dan memberikan arahan kebijakan umum program MDGs di
kelurahan; 3) pembina kesehatan (perawat Perkesmas) merumuskan dan memberikan
kebijakan operasional terhadap kegiatan KS-ASIEKs di kelurahan. Setelah terbentuk
organisasi, dilakukan pelatihan pada kader pendukung ASI eksklusif sebagai
fasilitator kegiatan KS-ASIEKs
Hasil kegiatan pelatiahan adalah terjadi peningkatan pengetahuan IMD dan ASI
eksklusif sebesar 12 %, Manajemen laktasi 13%, masalah menyusui 9%, MP-ASI
15% dan pertolongan pertama balita sakit 17%, 80% kader memiliki ketrampilan
baik dalam perawatan payudara, 87% kader mampu menggunakan buku kerja, 81%
kader mampu memfasilitasi KS-ASIEKs. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan
terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, dan sebagaian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Efendi & Makhfudli, 2009). Hasil
peningkatan pengetahuan pada kader berbeda-beda dan tiga peningkatan tertinggi
pertolongan pertama balita sakit, MP-ASI dan manajemen laktasi. Ketiga materi ini
disampaikan oleh penulis dengan cara demonstrasi secara langsung dan selanjutnya
kader kelompok pendukung diminta mempraktekkan secara bergantian. Pertolongan
balita sakit demontrasi pengukuran sushu tubuh, kompres hangat, pembuatan larutan
gula garam dan cara memberikan obat pada bayi dan balita. MP-ASI, penulis
melakukan demontrasi pembuatan bubur ASI dari berbagai macam bahan : nasi,
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
130
Universitas Indonesia
beras merah, dan tepung maizena selain itu demontrasi membuat pure buah ASI.
Demontrasi manajemen laktasi adalah langkah menyusui, tehnik perlekatan dan
posisi menyusui. Hasil kegiatan ini sesuai dengan pemaparan Suryaningsih (2012),
bahwa tehnik pendidikan kesehatan demontrasi dapat meningkatkan motivasi ibu
memberikan ASI.
Capain hasil kegiatan pada kader dilaksanakan menggunakan metode ceramah dan
demonstrasi, serta metode belajar berdasarkan masalah. Sugiharto, Duljahman dan
wahyuni (2003) menjelaskan bahwa pelatihan kader dengan metode ceramah dan
diskusi lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah. Hasil menunjukkan
capaian pengetahuan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil perilaku. Masih
adanya kader yang belum mampu menggunakan buku kerja, dan melakukan
perawatan payudara dan belum mampu memfasilitasi KS-ASIEKs.
Notoatmojo(2010) menjelaskan ketrampilan merupakan kemampuan menggunakan
koordinasi otak dan otot serta mengutamakan ketrampilan motorik. Sukiarko dan
Edy (2007) menjelaskan metode belajar berdasarkan masalah pada kader
meningkatkan pengetahuan kader dibandingan dengan metode konvensional.
Kader sebagai kelompok pendukung ASI eksklusif dan fasilitator kegiatan KS-
ASIEKs. Ibu menyusui memerlukan adanya dukungan, hasil study Morrell (2000)
menyimpulkan dukungan kelompok ibu menyusui minimal 2 jam tiap pertemuan
kelompok meningkatkan durasi pemberian ASI eksklusif enam minggu dan enam
bulan.Haddinot (2009) menjelaskan hasil studinya pada kelompok ibu hamil dan
menyusui yang difasilitasi oleh kader kesehatan meningkatkan pelaksanaan inisiasi
menyusui dini, pemberian ASI sampai 8 bulan dan kepuasan maternal. Faqsheet
Linkages project (2010) menjelas kan manfaat ibu mengikuti kelompok dari ibu
untuk ibu adalah ibu mendapatkan bantuan dan dukungan dari ibu lain, ibu yang
lebih berpengalaman menyusui membagikan informasi dan pengalamannya, dalam
kelompok ibu mendapatkan dukungan dari ibu lain dalam suasana kekeluargaan dan
penuh rasa hormat. Ibu dapat mengeksplorasi pengalaman ibu lain dalam menyusui
dan pengaturan kehamilan.Analisa penulis kader pendukung diperlukan di kelurahan
Curug karena ibu hamil dan menyusui kurang berpengalaman dalam berorganisasi
dan belum termotivasi untuk menggerakkan masyarakat. KS-ASIEKs dibentuk untuk
memberikan dukungan pada ibu dengan memanfaatkan sumberdaya masyarakat
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
131
Universitas Indonesia
yang ada, yaitu kader kesehatan sebagai fasilitator. Paul (2008) menjelaskan
perlunya ada fasilitator dalam kelompok swabantu. Kelompok swabantu pada daerah
dengan pendidikan minimal, dan berpenghasilan kurang diperlukan fasilitator yang
dapat menjalankan dan memotivasi. Fasilitator tidak berperan sebagai guru, atau
pelatih, fasilitator memfasilitasi ibu untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka saat
berdiskusi.
Keterlibatan kader pendukung sebagai fasilitator merupakan bentuk pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan arah kebijakan pembangunan jangka menengah Indonesia
(2015-2019), arah kebijakan pembangunan kesehatan yang pertama disebutkan
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan ibu, anak, remaja dan lanjut usia
ditempuh dengan berbagai strategi salah satunya peningkatan pelayanan kesehatan
anak untuk mencapai persentase ASI eksklusif 80% (Riskesdas 2013 baru mencapai
32%). Upaya yang dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat. Kader
pendukung ASI yang dilatih selanjutnya akan menggerakkan masyarakat untuk
memberikan ASI eksklusif dengan kegiatan KS-ASIEKs. Untuk menjaga
keberlangsungan kegiatan KS-ASIEKs perlu dilakukan arahan dan bimbingan oleh
petugas kesehatan. Perawat Perkesmas dapat dioptimalkan peran dan fungsinya di
Puskesmas untuk melakukan pembinaan UKBM yang ada di masarakat.
Pada organisasi KS-ASIEKs perawat perkesmas menjalankan peran dan fungsinya
sebagai koordinator dan kolaborator. Perawat perkesmas melakukan koordinasi
terhadap semua pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat dari berbagai
program, bekerjasama dengan masyarakat dalam perencanaan pelayanan
keperawatan, sebagai penghubung dengan institusi pelayanan kesehatan dan sektor
terkait (Kementrian Kesehatan RI, 2004). Diharapkan perawat Perkesmas lebih
optimal menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat profesional. Perawat
perkesmas dapat menjalankan peran dan fungsi minimalnya sebagai penemu kasus,
pendidik kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, koordinator dan kolabolator,
konselor dan role model.
Merujuk pada peran perawat, Registered Nurses (RN) (RNAO, 2003) di Canada
terlibat dalam mempengaruhi dan mendorong ibu untuk menyusui. Keterlibatan
perawat dirinci dalam 3 hal : membangun sikap positif, memberikan pendidikan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
132
Universitas Indonesia
dan advokasi. Steube (2009, dalam ARNNL,2011) menjelaskan persepsi ibu tentang
durasi menyusui dipengaruhi secara langsung oleh petugas kesehatan; perawat
memberikan informasi yang akurat dan konsisten, perawat bertanggung jawab untuk
membantu ibu membuat keputusan menyusui, perawat pemberi asuhan keluarga
harus mendukung prinsip kode pemasaran pengganti ASI dari WHO.
Dalam upaya program peningkatan ASI eksklusif pengorganisasian perkesmas di
Puskesmas memungkinkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya di
masyarakat, khususnya pada masalah asuhan kelompok maternal. Gambaran struktur
organisasi menunjukkan peran dan harapan dari peran (Marquis & Huston, 2012).
Struktur organisasi di Puskesmas telah ditetapkan di Puskesmas dengan adanya
penanggung jawab (Koordinaror Pekesmas) di tingkat Puskesmas, perawat
penanggung jawab daerah binaan/kelurahan/desa, dengan adanya perawat pelaksana
di setiap daerah binaan (KemenKes RI, 2013). Marquis dan Huston (2012)
menjelaskan pada pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan,
perlengkapan disiapkan dan tugas diberikan.
5.1.1.2 Perencanaan
Perencanaan kegiatan KS-ASIEKs disusun oleh kader kelompok pendukung.
Perencanaan disusun sebagai program kerja kelompok selama satu tahun. Marquis
dan Huston (2012) menjelaskan perencanaan merupakan upaya memutuskan apa
yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana, kapan dan dimana hal
tersebut dilakukan. Kegiatan KS-ASIEKs memiliki tujuan umum meningkatkan
cakupan pemberian ASI eksklusif di kelurahan Curug. Tujuan khusus : tersedia
wadah dan sarana ibu hamil dan menyusui memperoleh dukungan memberikan ASI
eksklusif, terselenggaranya kegiatan reguler KS-ASIEKs untuk mendukung ibu
hamil dan menyusui memberikan ASI eksklusif, terbangunnya kapasitas ibu dalam
mengatasi masalah menyusui, tercatat dan terpantau ibu hamil dan menyusui di
wilayah RW. Marquis dan Huston (2012) memaparkan tujuan umum dan tujuan
khusus merupakan akhir perjalanan organisasi. Tujuan umum menggambarkan
produk akhir. Tujuan khusus memotivasi organisasi untuk menuju akhir yang
spesifik dan jelas, terukur, dapat diobservasi dan dapat dicapai.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
133
Universitas Indonesia
Perencanaan KS-ASIEKs selama 1 tahun adalah melakukan pendataan dan
pencatatan ibu hamil dan menyusui, melakukan kunjungan dan pembinaan keluarga
ibu hamil dan menyusui yang memiliki faktor risiko, mengadakan pertemuan rutin
kader pendukung KS-ASIKs, mengadakan pertemuan reguler KS-ASIKs setiap
bulan, melakukan pencatatan kegiatan rutin kS-ASIEKs, melakukan rujukan kasus
jika ditemukan masalah menyusui yang belum teratasi. Marquis dan Huston (2012)
menjelaskan perencanaan harus spesifik, sederhana dan realistik. Disampaikan juga
perencanaan harus mengandung langkah evaluasi.
Perencanaan KS-ASIEKs dimasukkan dalam upaya kesehatan pengembangan
dengan melakukan pembinaan wilayah kerja yang memiliki cakupan ASI eksklusif
paling rendah. Upaya puskesmas: 1) upaya Perkesmas (CHN); 2)kegiatan:
pengumpulan data di kelurahan A (cakupan ASI eksklusif paling rendah), pemetaan
masalah keperawatan di kelurahan, melatih kader/tokoh masyarakat, pendidikan
kesehatan kelompok, pembentukan KS-ASIEKs, kegiatan reguler KS-ASIEKs,
asuhan keluarga dengan ibu menyusui prioritas keluarga childbearing;3) Tujuan;
kemandirian masyarakat dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif; 4) Sasaran:
masyarakat kelurahan A; 5) Target: peta masalah menyusui di kelurahan A,
penemuan 100% ibu hamil dan menyusui 0-6 bulan, 20 kader dilatih, 5 kali
penyuluhan, 8 kali kegiatan reguler KS-ASIEKs, dan pemberian asuhan
keperawatan keluarga childbearin; 6) Waktu: 1 tahun (lebih rinci dalam lampiran 6).
Untuk lebih optimal pelaksanaan upaya perkesmas di Puskesmas, perlu diupayakan
terlaksana sebagai upaya wajib Puskesmas. Pelaksanaan Perkesmas dengan
mengintegrasikan pengembangan manajemen kesehatan. Dengan merencanakan
Perkesmas sebagai upaya wajib Puskesmas diperlukan perencanaan kegiatan, tenaga,
biaya dan sumberdaya yang lain.Perencanaan Perkesmas perlu diinternalisasi dengan
baik, perkesmas bukan hanya kunjungan rumah. Perawatan Kesehatan Masyarakat
merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan
yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok risiko
tinggi (Kemenkes RI, 2006). Tujuan penerapan perkesmas sebagai upaya wajib
Puskesmas adalah kemandirian masayarakat dalam mengatasi masalah kesehatan
dengan upaya promotif, preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif,
sehingga kemandirian masyarakat terhadap kesehatan merupakan tanggung jawab
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
134
Universitas Indonesia
perawat. Tugas tersebut dilaksanakan dengan mengedepankan proses keperawatan
dalam bentuk asuhan keperawatan.
Mengacu pada definisi dan tujuan yang ditetapkan, nampak bahwa perkesmas tidak
dapat dilakukan oleh profesi lain selain perawat, karena berbeda latar belakang
keilmuan. Perkesmas telah menetapkan standar proses asuhan yang harus dilakukan
oleh perawat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai sasaran.
Gillis (2000) menjelaskan bahwa standar adalah kesesuaian antara praktek dengan
kewenangan profesional yang menyangkut kualitas praktek, pelayanan dan
pendidikan. Perencanaan Perkesmas perlu diupayakan pelaksanaannya sebagai upaya
wajib Puskesmas, sehingga perawat tidak kehilangan peran dan fungsinya di
Puskesmas dan dapat melaksanakan standar asuhan yang telah ditetapkan pada
individu, keluarga, kelompok dan komunitas.
Standar lain yang ditetapkan adalah struktur. Gillies (2000) menjelaskan standar
struktur berorientasi pada lembaga kesehatan, berkaitan dengan struktur
organisasi,yang telah dibahas pada sub bab diatas. Standar ke tiga adalah standar
hasil merupakan pernyataan deskriptif tentang hasil perawatan pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Dalam perencanaan Perkesmas yang disusun
oleh kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menunjukkan adanya standar
yang harus dipenuhi dalam sebuah program yang dilaksanakan oleh profesi.
Pedoman Penyelenggaraan upaya perkesmas telah menetapkan standar struktur
organisasi perkesmas, standar proses perkesmas, dan standar hasil perkesmas.
Penetapan standart perkesmas menunjukkan bahwa hanya perawat yang dapat
melaksanakan upaya perkesmas, sehingga upaya perkesmas yang selama ini
dilaksanakan secara terpadu dalam upaya wajib Puskesmas, terkait dengan
keterpaduan ketenagaan, kurang relevan. Upaya perkesmas sebaiknya sebagai upaya
wajib Puskesmas yang ditambahkan menjadi upaya ke tujuh, berdiri sejajar bersama
upaya lain yang dilakukan oleh profesi kesehatan di Puskesmas. Dengan
dilaksanakannya Perkesmas sebagai upaya Wajib Puskesmas diperlukan adanya
pembinaan tenaga keperawatan, personaliaan keperawatan untuk menjamin
pelaksanaan perkesmas dengan mengintegrasikan pengembangan manajemen
kesehatan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
135
Universitas Indonesia
5.1.1.3 Personaliaan
Organisasi KS-ASIEKs di kelurahan Curug dengan melibatkan adanya fasilitator
kelompok swabantu. Schwanz, et al (2008) menjelaskan perlunya fasilitator
kelompok swabantu dapat dipilih untuk memfasilitasi pekasanaan kegiatan
kelompok. Adapun kriteria yang ditetapkan untuk menjadi fasilitator adalah anggota
masyarakat yang tertarik dan memperhatikan pemberian ASI eksklusif, dapat
membaca dan menulis, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, terbuka,
memiliki komitmen dengan pemberian ASI, dan mudah diterima di masyarakat.
Fasilitator KS-ASIEKs di kelurahan Curug dipilih dari masyarakat dan yang
memiliki komitmen dengan pemberian ASI. Dalam kegiatan KS-ASIEKs fasilitator
berperan untuk memberikan informasi, memfasilitasi pelaksanaan kegiatan KS-
ASIEKs, membantu anggota untuk menjalankan peran dan mampu menyusui,
membantu anggota untuk mendapatkan layanan rujukan dalam mengatasi masalah
pemberian ASI. Peran fasilitator ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Schwanz, et al (2008) yang menjelaskan pentingnya peran fasilitator dalam
kelompok swabantu. Perbedaan fasilitator KS-ASIEKs dengan fasilitator kelompok
swabantu yang dikemukakan oleh Schwanz, et al (2008) adalah fasilitator bekerja
sukarela dan tidak mendapatkan imbalan/gaji dari pemerintah/masyarakat, kegiatan
kelompok pendukung dan fasilitator KS adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan fasilitator yang dikemukakan Schwanz, et al (2008) memperoleh gaji
dari organisasi (NGO) 30-50 USD per bulan. Adanya penggajian diharapkan
meningkatkan kinerja fasilitator. Sehingga perlu diupayakan juga bagaimana
memberikan imbalan pada kader/ kelompok pendukung sebagai fasilitator kelompok
swabantu untuk meningkatkan motivasi dan kinerja mereka. Pemberian imbalan ini
bisa disesuaikan dengan kemampuan daerah. Dengan pemberian imbalan jasa pada
fasilitator dan pembinaan yang kontinu dari perawat perkesmas KS-ASIEKs dapat
terjaga keberlangsungan upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif di masyarakat.
Personaliaan perawat Perkesmas yang ada di puskesmas Cimanggis saat ini cukup
memenuhi rasio kecukupan tenaga perawat masyarakat.WHO menetapkan 1 perawat
untuk 10.000 penduduk, sedangkan berdasarkan konferensi international public
health nursing (2013) disampaikan rasio perawat di masyarakat adalah 1:5000
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
136
Universitas Indonesia
dengan pendidikan sarjana. Sementara Puskesmas Cimanggis memiliki 10 orang
perawat dengan jumlah penduduk 48.526 jiwa. Dilihat dari segi jumlah telah
memenuhi, namun jika dilihat dari aspek pendidikan masih kurang dan perlu
ditingkatkan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2006) telah menetapkan personalia dan
penyeliaan perawat perkesmas di Indonesia. Ditingkat provinsi perawat penyelia
mempunyai kompetensi dalam bidang keperawatan kesehatan komunitas yang lebih
dibandingkan dengan perawat penyelia kabupaten dengan pendidikan minimal S1
keperawatan. Diharapkan di masa yang akan datang penyelia provinsi minimal
pendidikan S2 keperawatan (spesialis keperawatan komunitas). Perawat penyelia
provinsi melakukan bimbingan kepada perawat penyelia kabupaten/kota, juga
sebagai konsultan dan peneliti dalam bidang keperawatan kesehatan masyarakat.
Ditingkat dinas kesehatan kabupaten/kota perawat penyelia perkesmas mempunyai
kompetensi dibidang keperawatan kesehatan komunitas serta pengalaman yang lebih
dibandingkan perawat koordinator Perkesmas di Puskesmas dengan pendidikan
minimal DIII keperawatan. Diharapkan pada masa yang akan datang penyelia
kabupaten/kota minimal berpendidikan S1 keperawatan. Penyelia kabupaten dapat
melakukan bimbingan pada perawat koordinator maupun perawat pelaksana di
Puskesmas (Kemenkes RI, 2006).
Di Puskesmas ditetapkan perawat koordinator Perkesmas adalah yang memiliki
kemampuan dan ketrampilan klinik keperawatan, majerial serta memiliki
pengalaman lebih dibandingkan dengan perawat Puskesmas lainnya. Latar belakang
pendidikan perawat koordinator minimal DIII keperawatan. Perawat koordinator
melakukan bimbingan pada perawat pelaksana (Kemenkes RI, 2006). Gillies (2000)
menjelaskan menempatkan perawat dalam satu kedudukan harus memperhatikan
pengalaman, pendidikan dan wawasan. Tingkat pengetahuan dan kemampuan
perawat merupakan hal utama dalam pencapaian tujuan perkesmas, sehingga
diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan guna pengembangan staf (Marquis &
Huston, 2012).
Syarat pendidikan yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan hendaknya
ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah. Masih adanya perawat berpendidikan SPK
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
137
Universitas Indonesia
perlu mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Marquis dan Huston
(2012) menjelaskan manajer kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki
performa pegawai melalui pengajaran, dan diharapkan manajer mampu
menggunakan tehnik pengajaran untuk mengubah perilaku staf dan memperbaiki
kompetensi guna megembagkan kemapuan staf.
Manajer kesehatan harus mengkaji kebutuhan pengembangan staf. Kegiatan
pengembangan staf diperlukan untuk meningkatkan kompetensi, memenuhi
kebutuhan pembelajaran baru, dan memfasilitasi minat yang dimiliki oleh staf dalam
bidang tertentu (Marquis & Huston, 2012). Ilmu keperawatan berkembang dengan
pesat, perawat Perkesmas perlu mendapatkan pembelajaran tentang teknologi dan
ilmiah baru yang berkembang untuk mencapai pemberian asuhan yang optimal.
5.1.1.4 Pengarahan
Pengarahan kegiatan KS-ASIEKs dilakukan oleh perawat perkesmas. Salah satu
bentuk pengarahan adalah pelaksanaan komunikasi dalam organisasi. Komunikasi
sebagai elemen pengarahan dalam fungsi manajemen, dilakukan untuk mencapi
tujuan organisasi. Komunikasi pogram peningkatan pemberian ASI eksklusif dijalin
dengan pihak terkait dengan melaksanakan lokakarya mini, dan refleksi diskusi
kasus (RDK). Komunikasi dalam manajemen organisasi merupakan eleman penting,
komunikasi harus sistimatis, kontinu, terintegrasi, dan mendorong pertukaran
pandangan dan gagasan (Marquis & Huston, 2012).
Lokakarya mini diselenggarakan untuk mengkomunikasikan program peningkatan
ASI eksklusif dan pembentukan KS-ASIEKs dengan dinas kesehatan, Puskesmas,
kelurahan dan masyarakat. Lokakarya mini bulanan merupakan pertemuan bulanan
di Puskesmas yang dihadiri oleh seluruh staf dan unit penunjang untuk membahas
kinerja internal puskesmas, antara lain : cakupan, mutu, pembiayaan, masalah dan
hambatan dalam pelaksanaan perkesmas untuk mendapatkan penyelesaiannya
(Kemenkes RI, 2006). Lokakarya mini tribulanan, dipimpin oleh camat dan dihadiri
oleh staf Puskesmas serta perwakilan badan penyantun Puskesmas, membahas
masalah terkait dengan sektor lain untuk mendapat penyelesaian.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
138
Universitas Indonesia
RDK diselenggarakan di Puskesmas sebagai bentuk komunikasi dari penulis pada
perawat pelaksana Perkesmas di Puskesmas, sebagai contoh asuhan kelompok yang
ada di masyarakat. Kemenkes (2006) menjelaskan RDK merupakan forum diskusi
berkala bagi perawat Puskesmas untuk membahas masalah tehnis Perkesmas dalam
memberikan asuhan keperawatan. Adanya RDK diharapkan pemahaman serta
ketrampilan perawat perkesmas dapat meningkat.
5.1.1.5 Pengawasan dan Evaluasi
Pengawasan dan evaluasi kegiatan KS-ASIEKs dengan melakukan pencatatan. Di
KS-ASIEKs terdapat 3 hal pencatatan rutin meliputi, keanggotaan, daftar hadir
anggota, catatan pertemuan reguler, dan kunjungan fasilitator pada keluarga.
Pengawasan dan evaluasi pada KS-ASIEKs secara periodik dapat dilakukan oleh
perawat Perkesmas, hasil pengawasan menjadi masukan untuk perbaikan program
kerja KS-ASIEKs tahun berikutnya (Kementrian RI, 2006). Evaluasi keberhasilan
Perkesmas dilihat dari 4 indikator: indikator input, indikator proses, indikator output
dan indikator dampak. Pemantauan dilakukan secara periodik oleh kepala Puskesmas
dan perawat koordinator. Marquis dan Huston (2012) menjelaskan evaluasi secara
periodik, memantau dan mengatur layanan merupakan bentuk kendali mutu
pelayanan.
Untuk mengukur mutu asuhan yang diberikan oleh perawat perkesmas dapat
dilakukan dengan mengukur dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan,
informasi yang dikumpulkan untuk menentikan apakah standar telah tercapai, dan
tindakan edukasi dan koreksi diambil jika kriteria tidak tercapai (Marquis & Huston,
2012). Hasil pemantauan terhadap pencapaian indikator kinerja digunakan untuk
perbaikan dan peningkatan kinerja perawat, peningkatan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan. Marquis dan Huston (2012) memaparkan penilaian kinerja
harus menggunakan standar yang tepat dan melibatkan pegawai.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
139
Universitas Indonesia
5.1.2 Asuhan Keperawatan Komunitas
Asuhan keperawatan komunitas memilih aggregate ibu hamil dan menyusui di
kelurahan Curug. Ibu hamil berjumlah 14 orang dan ibu menyusui berjumlah 28
orang. Kegiatan KS-ASIEKs sifatnya suka rela dari ibu hamil dan menyusui,
sehingga dari 3 RW yang dibentuk, jumlah ibu hamil dan menyusui yang
berpartisipasi sebanyak 44 orang. Kegiatan asuhan komunitas dilakukan bersama
dengan kegiatan KS-ASIEKs. Pertemuan dilakukan tiap 2 minggu sekali. Hasil pada
ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs adalah peningkatan pengetahuan 20,7%,
sikap 33%,dan perilaku 25%, kepercayaan diri ibu meningkat 27,8%. Hasil evaluasi
setiap akhir KS-ASIEKs secara FGD ibu anggota KS-ASIEKs merasa senang dapat
bersosialisasi, mendapatkan pengetahuan dan mereka menyatakan termotivasi untuk
memberikan ASI eksklusif.
Peningkatan pengetahuan ibu setelah mengikuti kegiatan KS-ASIEKs di sejalan
dengan hasil hasil penelitian Nurhidayati (2012), tema yang disimpulkan pada
pengalaman ibu mengikuti kegiatan kelompok pendukung ASI adalah memperoleh
informasi dan pengetahuan baru. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhidayati (2012) adalah penelitian kualitatif yang menggali pengalaman ibu dalam
mengikuti kegiatan kelompok swabantu, sehingga data secara subyektif dari
partisipan penelitian.
Faq sheet Linkages (2004) memaparkan bahwa keuntungan ibu mengikuti kegiatan
KS-ASIEKs adalah mendapatkan pengetahuan persiapan menyusui pada ibu
hamil.Teori Pender, Murdaugh dan Person(2001) memaparkan seseorang yang
mengikuti kegiatan kelompok swabantu akan mendapatkan informasi, dukungan
emosional, dan dalam kelompok individu akan memperoleh semangat, meningkat
harapan hidup dan pengetahuannya. Dalam kegiatan kelompok KS-ASIEKs ibu
anggota mendapatkan informasi baru yang ada di masyarakat, seperti: kegiatan
bulanan posyandu dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dimasyarakat.
Kegiatan KS-ASIEKs adalah intervensi keperawatan pada kelompok ibu hamil dan
menyusui dengan strategi proses kelompok. Allender, Rector dan Warner (2010)
menyebutkan peran group di masyarakat adalah memberikan informasi tentang
kejadian dan pengalaman hidup yang dialami oleh anggota. Guna mencapai tujuan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
140
Universitas Indonesia
kelompok, proses kelompok harus mengenalkan tanggung jawab, memberikan
informasi, mengklarifikasi dan menyimpulkan, serta mengambil keputusan yang
akan diadopsi bersama anggota kelompok. Pada akhirnya anggota akan belajar dari
proses yang terjadi di dalam kelompok
Ibu hamil dan ibu menyusui di kelurahan Curug yang mengikuti kegiatan KS-
ASIEKs meningkat rasa percaya diri mampu menyusui sebesar 27,8% setelah
mengikuti kegiatan KS-ASIEKs. Kepercayaan diri ibu untuk dapat menyusui
diperlukan untuk menjaga keberlangsungan pemberian ASI pada bayi. Blyth et al
(2002) mengutarakan kepercayaan diri pada ibu menyusui untuk dapat memberikan
ASI merupakan faktor prediktor yang signifikan menentukan durasi memberikan
ASI. Dennis (2006) menjelaskan faktor yang mempengaruhi terbentuknya
kepercayaan diri ibu menyusui adalah pendidikan ibu, dukungan dari ibu lain,
paritas, kepuasan saat persalinan, persepsi kemajuan menyusui, dan kecemasan ibu.
Hasil evidence based menjelaskan terjalinnya hubungan antara ibu, petugas
kesehatan dan dukungan sosial memperpanjang pemberian ASI (Britton,
McCormick, Renfrew, wade, & King, 2007).
Penelitian lain yang mendukung peningkatan kepercayaan diri ibu disampaikan oleh
Salonen et al (2009) dan Tarkka (2003). Mereka menyatakan dukungan kelompok
membantu dalam mengambilan keputusan pada masa transisi, kelompok swabantu
berfokus pada kebutuhan maternal saat itu sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan diri ibu. Kepercayaan diri berhubungan dengan keyakinan pada
kemampuan untuk menjalankan peran menjadi ibu dan merupakan suatu hal yang
kompleks. Kepercayaan diri ibu juga dipengaruhi oleh hubungan dinamik dalam
kelompok sosial, faktor sosial dan budaya, dan adanya dukungan formal dan
informal.
Pemantauan pemberian ASI eksklusif dilakukan pada 30 bayi, dengan catatan
menyusuiku diperoleh hasil : 10% bayi lulus ASI eksklusif pada bulan Desember
2013, 16% bulan Januari 2014, 20% pada bulan Febuari 2014, 5% bulan Maret, 20%
bulan April dan 16,6 % bulan mei. Terdapat 6,6% bayi tidak lulus ASI eksklusif.
Penyebab bayi tidak lulus ASI eksklusif adalah nenek merasa kasihan jika bayi
menangis, ibu bayi takut membantah perintah mertuanya sehingga bayi diberi makan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
141
Universitas Indonesia
bubur susu saat berusia 2 bulan. Bayi lain yang gagal pemberian ASI eksklusifnya
adalah saat lahir dipelayanan kesehatan yang belum melaksanakan progran rumah
sakit sayang bayi, sehingga bayi diberikan susu formula oleh petugas kesehatan yang
ada dirumah sakit. Selanjutnya keluarga ini dibina oleh kader kesehatan dengan
dilakukan kunjungan rumah, ibu merasakan yakin dapat menyusui. Setelah diberikan
penjelasan intensif oleh kader kesehatn ibu beralih dengan memberi ASI.
Keluarga extended mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI. Kerr, Dakishoni,
Shumba,Msachi, dan Chirwa (2008) menyimpulkan nenek dari ayah memegang
peranan penting dalam memberikan ASI dan makanan pertama bayi. Ibu menyusui
yang tinggal bersama dalam extended family mendapatkan dukungan dari nenek, dan
nenek cenderung mengarahkan untuk memberikan makan dini pada bayi (Grassley &
Eschiti, 2008).
Hasil penimbangan kenaikan BBL setelah diberikan ASI eksklusif mengalami
kenikan BB sebesar 60%. Pemantaun kesehatan bayi, terdapat 16,6% bayi terkena
batuk pilek selama pemberian ASI eksklusif, dan 100% bayi tidak mengalami diare.
ASI mengandung zat protektif sehingga bayi yang mendapatkan ASI jarang
menderita penyakit. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung Laktobasilus
bifidus yang mengubah laktosa menjadi asam asetat. Kedua zat asam ini akan
menghambat pertumbuhan bakteri E.coli sehingga bayi akan terhindar dari diare.
ASI juga mengandung laktoferin yang berfungsi mengikat zat besi dan menghambat
pertumbuhan Staphylococcus dan E.coli. Kandungan lisozim dalam ASI berfungsi
sebagai bakteriosidal dan anti inflamasi. Lisozim akan mengalami peningkatan
produksi saat bayi berusia enam bulan. Antibodi yang dikandung dalam ASI saat
ASI masih berbentuk kolostrum diantaranya immunoglobulin IgA, IgE, IgM, dan
IgG. Antibodi ini akan bertahan dalam saluran pencernaan bayi, kemudian
membentuk lapisan pada mukosa pencernaan sehingga menyebabkan bayi
terlindungi dari bakteri patogen yang masuk ke dalam saluran pencernaan. ASI dapat
memberikan imunitas seluler. Sebab, ASI mengandung makrofag yang berfungsi
membunuh dan mem-fagositosis mikroorganisme serta membentuk lisozim dan
laktoferin. Neville et al (2001 dalam Lawrence & Lawrence, 2008) menjelaskan
colostrom diproduksi 4 hari pertama setelah kelahiran. Villalpando et al (1998 dalam
Lawrence & Lawrence, 2008) memaparkan bahwa bayi yang diberikan ASI
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
142
Universitas Indonesia
terlindung dari agent penyebab infeksi saluran cerna dan saluran pernafasan. Hanson
et al (2002 dalam Lawrence & Lawrence, 2008) menyimpulkan neonatus yang
mendapatkan ASI terlindungi dari agen penyebab infeksi saluran kencing.
5.1.3 Asuhan Keperawatan Keluarga
Pada sub bab ini penulis menganalisa hasil asuhan keperawatan keluarga dengan
membandingkan hasil asuhan dengan teori dan hasil riset yang telah dilakukan. Hasil
dilihat apakah ada kesamaan atau perbedaan. Asuhan keperawatan keluarga
dilakukan pada 10 keluarga binaan. Pada awal asuhan 5 keluarga dengan kehamilan
trimester tiga dan 5 keluarga dengan menyusui bayi 0-2 bulan. Terdapat 8 keluarga
dengan tahap perkembangan childbearing, 1 keluarga dengan pre school dan 1
keluarga dengan anak sekolah. Hasil asuhan keperawatan pada 10 keluarga
diperoleh hasil peningkatan rerata pengetahuan sebesar 60%, sikap 40%, dan
perilaku 20%. Hasil FGD dengan keluarga diperoleh tema : takut, senang dibantu
petugas kesehatan, menjadi orang tua, merawat anak, menyusui, mengambil
keputusan, bertambah pengalaman.
Temuan peningkatan rerata pengetahuan, sikap dan perilaku pada keluarga diberi
asuhan menunjukkan peningkatan yang baik. Hasil ini dipengaruhi oleh tehnik
implementasi yang dilakukan pada keluarga. Penulis melakukan implementasi
keperawatan dengan metoda coaching dan pendidikan kesehatan. Implementasi yang
dilakukan pada keluarga merupakan bentuk promosi kesehatan pada bayi, keluarga
dan masyarakat untuk mempertahankan kesehatan lebih lama. Kemampuan ibu
untuk memberikan perawatan pada bayinya, dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, kesejahteraan psikologis, dan adanya dukungan sosial (WHO, 2004;
Salonen et al, 2009). Queensland Health (2008) dan Hirst (2005) menjelaskan
pentingnya intervensi untuk membantu orang tua mengambil keputusan dan
mendukung orang tua melaksanakan perannya pada masa 8 minggu pertama setelah
kelahiran. Terdapat evidence based yang kuat hubungan antara kepercayaan diri ibu
menjalankan perannya dan kemampuan menjalankan kompetensi peran (Jones &
Prinz, 2005). Penulis berpendapat dengan melakukan pendampingan pada keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
143
Universitas Indonesia
childbearing mampu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap pada
keluarga untuk mengambil keputusan memberikan ASI eksklusif.
Kepercayaan diri ibu yang diberi asuhan meningkat 20%. Hasil ini di dukung eviden
based Tarkka (2003) membuktikan bahwa keberhasilan ibu merawat bayinya,
memberikan ASI dan hubungan positif pada pasangan serta hubungan sosial
merupakan bagian kompetensi infant care yang harus dilakukan ibu. Pendidikan
yang diperlukan pada masa childbearing difokuskan pada dukungan untuk
peningkatan kemampuan pengambilan keputusan, perilaku dan perawatan untuk
menjaga kesehatan bayi. Terdapat evidence based yang menyimpulkan pendidikan
kesehatan berhubungan positif terhadap parenting self efficasy, pengetahuan
parenting, boanding dan attachment, dan kepuasan ibu pada masa childbearing
(Lin, Chien, tai & Lee, 2008; Rosen, 2004).
Selama tahap childbearing memiliki sembilan tugas khusus untuk tumbuh dan
mencapai kesejahteraan keluarga. Sembilan tugas keluarga childbearing dirinci
berikut ini: penyediaan ruang untuk anak, pembiayaan kelahiran anak dan
membesarkan anak, mengasumsi tanggung jawab bersama untuk perawatan anak dan
pengasuhan, memfasilitasi pembelajaran peran anggota keluarga, menyesuaikan diri
dengan perubahan pola komunikasi, rencana untuk anak-anak berikutnya,
menyelaraskan pola antargenerasi, menjaga anggota keluarga motivasi dan semangat
kerja, membangun ritual dan rutinitas keluarga (Kaakinen, Gedaly-Duff, Choehlo &
Hanson., 2010).
Hasil wawancara mendalam dengan seorang ibu yang diberi asuhan keperawatan ia
mengatakan “saya berterimakasih ibu telah mengajarkan semuanya pada saya, yang
pada mulanya saya ingin memberikan susu formula sekarang tidak lagi, ibu
membantu saya, suami saya mau bekerjasama mengasuh anak kami, dengan
bantuan ibu saya merasa menjadi tahu, awalnya saya bingung dan banyak hal yang
tidak saya ketahui, sekarang saya bisa menyusui, merawat bayi saya, bayi saya
sehat... seneng saya bu, terimakasih (K1)”
Coaching yang baik dan intensif dari petugas kesehatan, dalam konteks kebutuhan
pelaksanaan peran ibu sangat berkontribusi pada keberhasilan ibu primipara
menjalankan perannya. Pada kesempatan ini promosi kesehatan keterikatan antara
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
144
Universitas Indonesia
ibu dan bayi akan mempromosikan keberlangsungan perilaku-perilaku kesehatan lain
seperti menyusui. Kunjungan rumah oleh petugas kesehatan menawarkan dukungan
yang baik untuk ibu dan menumbuhkan niat ibu untuk tetap memberikan ASI selama
6 bulan, sehingga perlu dipertimbangkan pelaksaaan kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan dalam 8 minggu pertama masa transisi ibu.
Hasil dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif sebanyak 80% ibu
mendapatkan dukungan suami dan 20% ibu tidak mendapat dukungan suami. Hasil
ini didukung Tahota et al (2009) yang menyimpulkan dukungan emosional, praktis
dan fisik ayah diidentifikasi sebagai faktor penting untuk meningkatkan keberhasilan
menyusui dan meningkatkan pengalaman ibu dan ayah. Diperjelas oleh penelitian
Susin dan Giugliani (1994) yang menyimpulkan bahwa ibu memerlukan bantuan
dari pasangan, tapi ibu tidak menyampaikannya dengan jelas pada pasangan.
Demikian pula, Sheehan et al (2001) menyampaikan ayah tidak hanya berpengaruh
keputusan untuk menyusui, tetapi ayah juga memegang peranan penting dalam
keberlangsungan pemberian ASI eksklusif, apakah ibu akan terus menyusui atau
berhenti sebelum waktunya. Johnson (2009) menyimpulkan dukungan dari ayah
untuk memberikan ASI dalam bentuk sikap mengijinkan ibu menyusui di tempat
umum dan mengetahui berapa banyak kebutuhan ASI untuk bayinya.
Hasil wawancara mendalam dengan seorang ayah yang terlibat aktif, dan mengikuti
coaching menyampaikan “ kasih tahu saja kalau butuh bantuan, jadi saya bisa
membantu dan melakukan apa yang diperlukan setelah jagoanku lahir, senang
sekali diajari cara mengganti popok, cara menyendawakan dan memandikan walau
saya belum berani melakukan sendiri.” Hasil ini diperkuat evidence based Tahotoa
(2009) yang memaparkan empat (4) tema terkait dukungan ayah dalam menyusui:
ingin terlibat, menginginkan informasi yang relevan, belajar peran dan menjadi
advokat.
Pada praktik residensi ini penulis menyoroti pentingnya dukungan praktis, emosional
dan fisik untuk ibu. Penulis menunjukkan kepada ayah bahwa ibu mengalami
kesulitan saat menyusui, perlu dukungan dari pasangan untuk bisa sukses
memberikan ASI eksklusif, selanjutnya ayah perlu memahami manfaat Asi untuk
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
145
Universitas Indonesia
ibu, bayi dan keluarga, mengajarkan ayah mencegah masalah menyusui. Pria ingin
melaksanakan peran orang tua, namun mereka membutuhkan informasi dan
pengetahuan.
Peran dukungan praktis dan emosional ayah merupakan unsur penting untuk
keberhasilan menyusui, meningkatkan kepercayaan diri ibu, sehingga produksi ASI
cukup untuk bayi. Memberdayakan orang tua untuk membuat dan mempertahankan
komitmen memerlukan dukungan sumberdaya petugas kesehatan. Pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga maternal lebih dioptimalkan pelaksanaannya di
masyarakat.
5.2 Keterbatasan dalam Intervensi Keperawatan
Hambatan dan kendala serta keterbatasan dalam praktik residensi antara lain:
1) Belum dilibatkan, dan diberikan intervensi pada nenek yang memberikan
akibat beberapa keluaga mengalami gagal pemberian ASI eksklusif.
2) Kader kesehatan sebagai fasilitator banyak kegiatan (pengajian, PKK,
posyandu, posbindu, dan kegiatan sosial kemasyarakatan), perlu dilibatkan
peran ibu menyusui dalam mengaktifkan KS-ASIEKs
3) Belum dinternalisasi peran perawat Perkemas oleh perawat Puskesmas,
sehingga masih belum optimal pelaksanaan perkesmas di Puskesmas
Cimanggis, khususnya asuhan keperawatan pada kelompok maternal.
4) Adanya layanan bidan dan RS yang belum melaksanakan program 10
Langkah sukses Memberikan Menyusui (MLM)
5) Adanya iklan susu formula yang menarik yang menyebabkan ibu beralih
memberikan susu formula
6) Kurangnya koordinasi lintas sektor dan program sehingga mash ada
anggapan dari perawat bahwa masalah ASI adalah program gizi masyarakat
saja dan yang melaksanakan program tersebut harus nutritionist.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
146
Universitas Indonesia
5.3 Implikasi Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan
Program manajemen pelayanan keperawatan dan asuhan keperaeatan komunitas
menggunakan model intervensi KP-ASIEKs memunculkan beberapa implikasi
keperawatan: untuk pelayanan keperawatan, perkembangan ilmu keperawatan,
pembuat kebijakan kesehatan dan riset keperawatan.
5.3.1 Pelayanan keperawatan
Asuhan pada kelompok ibu hamil dan menyusui dengan intervensi KS-ASIEKs
terbukti meningkatkan perilaku pemberian ASI eksklusif. Perawat Perkesmas
harus terlibat dalam upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif di Indonesia
dalam kontribusi pencapaian MGGs 4. Bentuk kontribusi yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan pembinaan KS-ASIEKs. Pembinaan kegiatan KS-
ASIEKs merupakan kegiatan pelayanan perkesmas diluar gedung.
5.3.2 Pembuat kebijakan kesehatan
Hasil kegiatan KS-ASIEKs yang dilakukan berdampak pada perlunya motivator
dan fasilitator agar KS-ASIEKs tetap berjalan dan kelompok dapat direplikasi di
tempat lain. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan perawat perkesmas secara
aktif dalam pelayanan di luar gedung khususnya dalam pembinaan pemberdayan
masyarakat.
Perkesmas selama ini belum berjalan dengan optimal, bahkan sebagian kota tidak
melaksanakan karena bukan program wajib atau esensial, sehingga pemberdayaan
masyarakat dalam bentuk kelompok swabantu, seperti KS-ASIEKs tidak
dilaksanakan bahkan yang sudah diprakarsai mahasiswa spesialis keperawatan
komunitas UI pun tidak berlanjut. Kondisi ini sungguh memprihatinkan
mengingat tujuan pembangunan kesehatan terwujudnya masyarakat sehat,
mandiri dan berkeadilan sulit tercipta. Dengan demikian pemberdayaan
perkesmas sebagai program esensial Puskesmas menjadi suatu keharusan bagi
pemangku kebijakan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
147
Universitas Indonesia
5.3.3 Perawat Perkesmas
Meningkatkan kompetensi sebagai perawat perkesmas dengan cara mengikuti
pelatihan-pelatihan perkesmas dan meningkatkan jenjang pendidikan. Sehingga lebih
mampu melaksanakan standar proses yang pada akhirnya akan mencapai hasil
asuhan yang optimal.
5.4 Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil kegiatan kelompok swabantu ASIEKs menunjukkan kepercayaan diri untuk
memberikan ASI lebih meningkat serta peningkatan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan ibu, kader kesehatan dan keluarga (suami) dalam memberikan dukungan
pemberian Asi eksklusif yang berdampak pada peningkatan rata-rata perilaku
pemberian ASI eksklusif. Hal ini dapat dijadikan evidence based maupun
pendukung bagi pengembangan ilmu keperawatan komunitas dan keluarga.
Fenomena terputusnya pemberian ASI eksklusif meningkat seiring banyaknya ibu
bekerja, sehingga diperlukan inovasi yang tepat untuk meningkatkan rata-rata
pemberian ASI pada bayi. Salah satu model intervensi yang dapat digunakan adalah
kelompok swabantu ASIEKs. Inovasi KS-ASIEKs menggambarkan intervensi pada
ibu hamil dan menyusui, kader dan dukungan keluarga (suami), perlu dilakukan
pengembangan intervensi pada pemberdayaan keluarga, pemberian dukungan oleh
anggota keluarga selain suami (misal: nenek) dalam penerapan KS-ASIEKs.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
142 Universitas Indonesia
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari uraian bab sebelumnya.
Simpulan dan saran berdasarkan pada hasil dan pembahasan pengelolaan manajemen
pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan
keluarga.
6.1 Simpulan
6.1.1 Kemampuan kader sebagai fasilitator kegiatan KS-ASIEKs meningkat setelah
dilakukan pelatihan tentang IMD dan manfaat ASI manajemen laktasi dan
permasalahan menyusui, manajemen laktasi, MP-ASI , pertemuan ke 7
penggunaan buku kerja kelompok pendukung, pertolongan pertama balita
sakit, perawatan komplementer meningkatkan produksi ASI (perawatan
payudara dan pijat oksitosin).
6.1.2 Pertemuan rutin KS-ASIEKs dilaksanakan rutin tiap 2 minggu, lebih dari
separuh ibu hamil dan menyusui anggota aktif, dan kader pendukung ASI
sebagai fasilitator lebih dari separuh mampu memfasilitasi pelaksanaan
kegiatan reguler KS-ASIEKs.
6.1.3 Kemampuan ibu hamil dan menyusui anggota KS-ASIEKs terjadi
peningkatan secara signifikan setelah mengikuti 8 kali pertemuan rutin, dan
ada hubungan bermakna antara keaktifan mengikuti kegiatan KS-ASIEKs
dengan perilaku pemberian ASI eksklusif, dimana ibu anggota KS-ASIEKs
berpeluang memberikan ASI eksklusif.
6.1.4 Kepercayaan diri ibu hamil dan menyusui anggota KS-ASIKs terjadi
peningkatan secara signifikan, dan ada hubungan bermakna keaktifan
mengikuti kegiatan dengan peningkatan kepercayaandiri ibu, serta ada
hubungan bermakna peningkatan kepercayaan diri dengan perilaku
pemberian ASI eksklusif.
6.1.5 Dukungan suami mengalami peningkatan setelah diberikan asuhan
kepeawatan selama 8 minggu, dan ada hubungan yang bermakna dengan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
149
Universitas Indonesia
perilaku ibu memberikan ASI eksklusif, dimana ibu yang mendapatkan
dukungan dari suami berpeluang memberikan ASI eksklusif.
6.1.6 Kemandirian keluarga meningkat hampir semua keluarga yang diberikan
asuhan keperawatan menjadi mandiri IV.
6.1.7 Pengaruh kegiatan KS-ASIEKs meningkatkan cakupan pemberian ASI
eksklusif di kelurahan Curug, sehingga kegiatan KS-ASIEKs perlu
dipertahankan, bahkan ditingkatkan pelaksanaannya di masyarakat.
6.2 Saran
6.2.1 Pelayanan kesehatan
6.2.1.1 Dinas Kesehatan Kota Depok
1) Menetapkan Program Perkesmas sebagai upaya wajib Puskesmas
dan melaksanakan asuhan kelompok maternal di Dinas Kesehatan
Kota Depok baik kelompok maupun keluarga.
2) Menempatkan perawat untuk mengembangkan perkesmas dengan
latar belakang Ners sebagai penyelia perkesmas di kota Depok,
kedepan dapat ditingkatkan seorang Ners Spesialis komunitas.
3) memberikan kesempatan pada perawat untuk dapat mengembangkan
diri, menempuh pendidikan untuk meningkatkan kompetensinya
sebagai perawat perkesmas.
4) KS-ASIEKs dapat diterapkan di masyarakat sebagai bentuk
pelaksanaan program perkesmas di luar gedung untuk mencapai
masyarakat sehat, mandiri dan berkeadilan.
6.2.1.2 Puskesmas Cimanggis
1) Menempatkan perawat dengan latar belakang DIII keperawatan
sebagai koordinator Perkesmas di Puskesmas, kedepan dapat
ditingkatkan seorang Ners
2) Melaksanakan program perkesmas, terutama program perkesmas
diluar gedung, sehingga masyarakat lebih terarah dalam upaya
pemberdayaan kesehatan.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
150
Universitas Indonesia
6.2.2 Perawat Komunitas
6.2.2.1 Meningkatkan kemampuan diri dan kompetensi dalam menjalankan
peran minimal perawat di Puskesmas dengan meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman
6.2.2.2 melakukan pembentukan, pembinaan kelompok swabantu sebagai
intervensi asuhan keperawatan maternal yang bertujuan meningkatkan
pemberian ASI eksklusif.
6.2.3 Perkembangan Riset Keperawatan
6.2.3.1 Riset Kualitatif
Pengembangan penelitian lebih lanjut dengan melakukan study
fenomenology pengalaman ayah memberikan dukungan pada ibu menyusui,
Pengalan kader memfasilitasi kegiatan kelompok swabantu, pengalaman
perawat Perkesmas membina kelompok maternal, pengalaman perawat
perkesmas membina keluarga dengan masalah maternal, pengalaman
keluarga childbearing mendapat pendampingan (coaching) dari petugas
kesehatan.
6.2.3.2 Riset kuantitatif
Pengembangan penelitian efektifitas kader dalam memfasilitasi kegiatan KS-
ASIEKs, Efektifitas coaching pada keluarga childbearing dalam
melaksanakan peran dan tugas keluarga, Pengaruh kunjungan perawat
Perkesmas pada keluarga childbearing terhadap peningkatan status kesehatan
keluarga, Pengaruh Family Partnership Nursing pada keluarga childbearing
di darah pedesaan
6.2.4 Keluarga dan Masyarakat
Keluarga dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang nyaman untuk
ibu tetap bisa menyusui. Pemberian dukungan suami secara nyata dengan
membantu meringankan tugas-tugas istri selama menyusui. Masyarakat
selalu memotivasi ibu hamil dan ibu menyusui untuk aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemberian ASI eksklusif
seperti KS-ASIEKs.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
151
Universitas Indonesia
6.2.5 Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil sebaiknya mempersiapkan diri sejak dini untuk dapat menyusui,
dengan mengikuti kegiatan di masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan pemberian ASI eksklusif seperti KS-ASIEK minimal sejak
trimester 3 usia kehamilan, melakukan perawatan payudara sejak usia 9 bulan
untuk mempersiapkan menyusui. Ibu menyusui untuk dapat mempertahankan
produksi ASI dapat mengkonsomsi makanan bergizi dan mengosongkan
payudara sampai benar-benar kosong, memberikan ASI sesuai keinginan
bayi.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Allender.J.A, Rector.C & Warner.K.D. 2014. Community & Public Health Nursing:
Promoting the public’s health. Wolter Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia
Armstrong J, Reilly JJ & Child Health Information Team. 2002. Breastfeeding and
lowering the risk of childhood obesity. Lancet 359, 2003-2004.
Anderson.E.T & MCFarlane.J. 2011. Community as partner theory and practice in
nursing. 6th ed. Wolter Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Marco International. (2007). Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2007. Calverton. Maryland, USA: BPS dan Marco
International
Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010) Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar 2010, Jakarta : Kementrian Kesehatan
Aumann O., 2008. The role and scope of practice of Community Health Nurses in
Victoria
Arora S, McJunkin C, Wehrer J, Kuhn P. 2000. Major factors influencing
breastfeeding rates: mother's perception of father's attitude and milk supply.
Pediatrics . http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11061804. diakses 30 Mei
2014
Bachrach VR, Schwarz E, Bachrach LR.2003. Breastfeeding and the risk of
hospitalization for respiratory disease in infancy: a meta-analysis. Arch Pediatr
Adolesc Med
Bapenas. 2014. Rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 Sub Bidang kesehatan dan
gizi Masyarakat. Kementrian PPN. Bapenas. http://www. binfar.depkes.go.id
diakses 19 Juni 2014
Bernier MO, Plu-Bureau G, Bossard N, Ayzac L, Thalabard JC. 2000.Breastfeeding and
risk of breast cancer: a meta-analysis of published studies. Hum Reprod Update
Burnham MM, Goodlin-Jones BL, Gaylor EE, Anders TF. 2002; Nighttime sleep-wake
patterns and selfsoothing from birth to one year of age: a longitudinal
intervention study. J Child Psychol Psychiatry.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Chung M, Ip S, Yu W, Raman G, Trikalinos T, DeVine D, Lau J.2008. Interventions in
Primary Care to Promote Breastfeeding: A Systematic Review . Pubmed.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0005830/
Chapman DJ, Damio G, Perez-Escamilla R. 2004. Differential response to
breastfeeding peer counseling within a low-income, predominantly Latina
population. Journal of Human Lactation
Dennis.C.L .2006. Identifying predictors of breastfeeding self-efficacy in the immediate
postpartum period. http://onlinelibrary.wiley.com. Diakses 10 Juni 2014
EU 2004a. Project on promotion of breastfeeding in Europe. Protection, promotion and
support of breastfeeding in Europe: a blueprint for action. European
Commission, Directorate Public Health and Risk Assessment, Luxembourg.
http://ec.europa.eu/health/ph_projects/2002/promotion/promotion_2002_18_en.h
tm
Februhartanty. 2009. ASI dari Ayah untuk Ibu dan Bayi, Panduan praktis peran ayah
dalam mendukung keberhasilan Pemberian ASI. Semesta Medika. Jakarta.
Fitria A. (2010) Faktor-faktor yang berhubungan dengan produksi ASI pada ibu
menyusui di syah Kuala Banda Aceh. www.lppm.stikesu’budiyah Banda Acah
Friedman.M.M, Bowden.V.R & Jones.E.G. 2003. Family nursing: Research, theory and
practice, 5th ed. Alih bahasa Hamid, Sutarna, Subekti, Yuliyanti & Herdina.
2010. EGC. Jakarta
Gielen AC, Faden RR, O’Campo P, Brown CH, Paige DM. 1991. Maternal employment
during the early postpartum period: effects on initiation and continuation of
breast-feeding. Pediatrics;87:298–305. PMID:2000269
Gillies (2000) Nursing Manajement A systems Approach. Third Edition. WB Saunders
Company, Philadelphia.
Glanz.K, Rimer.B.K & Viswanath.K.. 2008. Health Behavior and Health Education:
theory, research, and practice. 4th edition. Jossey-Bass. Sanfrancisco
Goodlin-Jones BL, Beth L, Burnham M, Gaylor E, Anders T. 2001; Night Waking,
Sleep-Wake Organization, and Self-Soothing in the First Year of Life. J Dev &
Behav Pediatri.
Grassley J, Eschiti V. 2008. Grandmother breastfeeding support: what do mothers need
and want? ;35:329–335. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19036046
diakses 30 mei 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Haris.Y.D. 2008. Konflik peran ganda pada ibu bekerja ditinjau dari dukungan suami.
Skripsi. http://eprints.unika.ac.id/1960/1/03.40.0182. diakses 19 Juni 2014
Hawkins SS, Griffiths LJ, Dezateux C, Law C. 2007. Millennium Cohort Study Child
Health Group. The impact of maternal employment on breast-feeding duration
in the UK Millennium Cohort Study. Public Health Nutr;10:891–6.
PMID:17381907
Hitchock.J.E, Schubert.P.E, Thomas.S.A. 1999. Community Health Nursing: caring in
Action. Delmar Publisher.Washington
Husna, Subiyanto, Sriyatun. 2014. Hubungan Dukungan suami dengan pelaksanaan
Inisiasi menyusui Dini. Tesis. http://s2mkk.pasca.uns.ac.id. Diakses 19 Juni
2014
Hoddinot & Amanda. 2006. Effectiveness of a Breastfeeding Peer Coaching
Intervention in Rural Scotland. http://onlinelibrary.wiley.com . diakses 5 Juni
2014
Ingram J, Johnson D: A feasibility study of an intervention to enhance family support for
breast feeding in a deprived area in Bristol, UK. Midwifery 2004, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 diakses 5 Juni 2014
Ip S, Chung M, Raman G, Chew P, Magula N, DeVine D, et al. 2007.Breastfeeding
and maternal and infant health outcomes in developed countries: evidence
report/ technology assessment, MD: Agency for Healthcare Research and
Quality. AHRQ Publication No. 07-E007
Jones.G, Steketee R.W,Black.R.E, Bhutta.Z.A, Saul S Morris.S.S, 2003 How many
child deaths can we prevent this year?. Lancet Vol 362. http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/pdfs/lancet_child_sur
vival_prevent_deaths.pdf diakses 6 Juni 2014
Johansen ML, Foldevi M, Rudebeck CE . 2013. Breastfeeding as a specific value in
women's lives: the experiences and decisions of breastfeeding women.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23131095 diakses 5 mei 2014
Kaakinen.R.J, Gedaly-duff, Coehlo.D.P, & Hanson. (2010). Family Health Care
Nursing: Theory, Practice and Research. 4th ed. F.A. Davis Company.
Philadelphia.
Kementrian Kesehatan. 2013. Pusat data dan Informasi: Health Statistics Profil
Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Gizi Ibu hamil dan Pengembangan Makanan
Tambahan Ibu hamil berbasisi Pangan Lokal
Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman promosi Kesehatan Bagi Perawat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta
Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Penyelenggaraan pelayanan keperawatan
keluarga. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2004. Pedoman kegiatan perawat kesehatan di Puskesmas.
Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2006. Pedoman penyelenggaraan Upaya keperawatan
kesehatanMasyarakat di Puskesmas. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Kebijakan Perkesmas terintegrasi pengembangan
Manajemen Kinerja. Direktorat Pelayanan keperawatan dan keteknisan medik.
Dirjen bina Upaya Kesehatan. Jakarta
Kerr. R, Dakishoni. L, Shumba. L, Msachi. R, Chirwa. M, 2008. We Grandmothers
Know Plenty’’: Breastfeeding, complementaryfeeding and the multifaceted role
of grandmothers in Malawi. www.elsevier.com/locate/socscimed. diakses 1 Mei
2014
Kistin N, Abramson R, Dublin P. 1994.Effect of peer counselors on breast-feeding
initiation, exclusivity, and duration among low-income urban women. Journal of
Human Lactation
Kwan ML, Buffler PA, Abrams B, Kiley VA. 2004. Breastfeeding and the risk of
childhood leukemia: a meta-analysis. Public Health Report
Lawrence & Lawrence. 2011. Breastfeeding Guide for the Medical Profession. Mosby,
Elsevier.
Lung’aho.M.S dan Jemeines.M.S .,2010 . Mother to Mother support groups in Dadaab
Refuge Camps. Pubmed di akses 10 oktober 2013
Lundy & Janes., 2009. Community health nursing : caring for public’s health. 2nd ed.
Jones and Barlett Publishers. Canada
Maglaya.A.S, Cruz-Esrnshaw.R.G, Lao-Nario.MA.B, Pambid-Dones.L.B.L,
Rabuco.L.B & Ubas-Deleon.W. 2009. Nursing Practice inthe Community. Fifth
edition. Argonauta Corporation
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Martens PJ. 2002. Increasing breastfeeding initiation and duration at a community
level: an evaluation of Sagkeeng First Nation's community health nurse and peer
counselor programs. Journal of Human Lactation
Marquis.B.L & Huston.C.J. 2012. Leadership Roles and Management Fuctions in
nursing: theory and application .7th ed. Lippincott Williams & Wilkins .China
Maurer.F.A & Smith.C.M. 2005. Community /Public Health Nursing Practice: health
for families and Populations. Sagung seto. Indonesia. Jakarta
Mc.Murray,A.(2003). Community Health and Wellness: a Sociological
approach.Toronto:Mosby.
Moody & Jane.(2006). Menyusui cara mudah, paktis dan nyaman;alih bahasa Susi
purwoko. Jakarta: Arcan
Nannkunda et al. (2010). She would sit with me : Mother experiences of individual peer
support for exclusive breastfeeding in uganda. Vol:5 www.internationalbreastfeedingjournal.com. Diperoleh 5 Agustus 2012
Natland.S.T,Nilsen.T.I.L, Midthjell.K, Andersen.L.F, dan Forsmo.S (2012). Lactation
and cardiovascular risk factors in mother a population-based studi :the
HUNT-study. International Breastfeeding Journal, 7:8
www.internationalbreastfeedingjournal.com. Diperoleh 5 Agustus 2012
Pander.J.N. Murdaugh.C.L & Persons.M.A. 2001. Health Promotions in Nursing
Practice. 4th ed. Persons Education. New Jersey.
Rahmah (2011). Atribusi tentang kegagalan pemberian ASI pada ibu pekerja (sebuah
studi fenomenologi). Jurnal Psikologi Proyeksi Vol 6 No 1 April 2011.
Universitas Sultan Agung
Randal,M.C. (2003) Support group: what they are and what they do. http://
www.genetichealth.com/Resources_support_Group_What_They_Are_and_W
at_They_Do.shtml. Diperoleh 27 Agustus 2012
Schmied V, Olley. H, Burns. E, Duff.M, Dennis C & Dahlen GH., 2012.
Contradictions and conflict: A meta-ethnographic study of migrant women’s
experiences of breastfeeding in a new country.
http://www.biomedcentral.com/1471-2393/12/163 diakses 5 mei 2014
Smith A, 2013. Flat or inverted nipples. http://www.breastfeedingbasics.com/articles.
diakses 7 Juni 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Sheehan D, Krueger K, Watt S, Sword W & Bridle B: The Ontario mother and infant
survey: breastfeeding outcomes. J Hum Lact 2001, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses 5 Juni 2014
Sholehah et all (2010) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI dalam
satu jam pertama. ejournal.litbang.depkes.go.id
Sumamo, I; E Sarasrmti; E Musa; Yhazhazy; R.Aryanti; dkk. 1998. Risiko ibu hamil
anemia untukrnelahirkan bayi berat badan behir rendah (BBLR). Bandung:
Kerjasama Dinkes Prov. Jawa Barat dengan Puslitbang Gin Depkes RI.
Suhartati Yuti .2013. Pelayanan Keperawatan dalam Sistem Kesehatan Nasional.
Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
Sugiharta. D, Doeljachman, Wahyuni. B. (2003). Pendidikan melalui metode seramah
dan diskusi pada kader Posyandu di kecamatan Gringsing Kabupaten Batang
Jawa Tengah. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/. Diakses 9 Juni 2014
Sukiarko, Edy (2007). Pengaruh pelatihan dengan metode belajar berdasarkan
masalah terhadap pengetahuan dan ketrampilan kader posyandu.
http://eprints.undip.ac.id/15497. diakses 9 Juni 2014
Soleh & Noer (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI
eksklusif pada bayi 0-6 bulan. eprints.undip.ac.id
Suryaningsih. C. 2012. Pengaruh demonstrasi dan Pendampingan menyusui terhadap
motivasi dan kemampuan ibu dalam pemberian ASI.Tesis.Lontar .ui.ac.id
Susin LRO, Giugliani ERJ: Inclusion of fathers in an intervention to promote
breastfeeding: impact on breastfeeding rates. JHum Lact 2008,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ diakses 5 Juni 2014
Stanhope. M & Lancester,J., (2010). Fundation of Nursing in the Community :
Community oriented Practice. 3rd ed. Elsevier. China
Urbayatun.S. 2006. Dukungan sosial dan kecenderungan depresi post partum pada ibu
di Bantul. http://jogjapress.com/index.php/HUMANITAS/article/view/224.
diakses 19 Juni 2014
Tahotoa.J, Maycock.B, Hauck.Y.L, Hoat.P, Burns.S, Binns.C.W. (2009). Dads make a
difference: an exploratory study of paternal support for breastfeeding in Perth,
Western Australia.
http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content/4/1/15 diakses 5
Juni 2014
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Thulier D dan Mercer. J., (2009). Variables Associated With Breastfeeding Duration.
Journal of Obstetric, Gynecologic, & Neonatal Nursing. Volume 38, Issue 3,
pages 259–268, May - June 2009. http://onlinelibrary.wiley.com diakses 5 mei
2014
UNICEF (internet). 2013. Statistic topics
http://www.unicef.org/nutrition/index_statistics.html diakses pada 1 Mei 2014
Watkins D, Cousins J, Whitehead D., 2010. Public Health and Community Nursing :
Frameworks for practice. Third Ed. Elsevier. China
World Health Organization [Internet]. Health topics: breastfeeding. Geneva: WHO;
2012. Available from: http://www.who.int/topics/breastfeeding/en/ diakses pada
16 febuari 2013
Wright CM, Parkinson KN, Drewett RF. 2004.Why are babies weaned early? Data from
a prospective population based cohort study. Archives of Disease in Childhood
;89(9):813–6.
_______, (2011)., Manual Mother to Mother Support Groups trainer manual, IYCN
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 1
KRITERIA PRIORITAS MASALAH MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No KRITERIA BERAT
NYA
MASALAH
(1-10)
KRITERIA
RANKING
(1-10)
RASIONAL PRIORITAS
MASALAH
(BM X
RANK)
1. Belum
optimalnya
Perencanaan
tahunan
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
8 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
56
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 7 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
56
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 7 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
56
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
6 6 Masalah dapat dikontrol dengan baik 36
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
6 6 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
36
JUMLAH 289
2. Belum
optimalnya
komunikasi
pelaksanaan
program
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
7 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
49
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 8 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
64
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 8 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
64
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
7 7 Masalah dapat dikontrol dengan baik 49
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
7 7 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
49
JUMLAH 324
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 1
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No KRITERIA BERAT
NYA
MASALAH
(1-10)
KRITERIA
RANKING
(1-10)
RASIONAL PRIORITAS
MASALAH
(BM X
RANK)
3. Belum adanya
wadah untuk ibu
hamil &menyusui
memperoleh
dukungan dlm
memberikan ASI
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 8 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
56
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
8 8 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
64
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 8 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
64
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 8 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
64
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
7 7 Masalah dapat dikontrol dengan baik 49
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
7 7 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
49
JUMLAH 346
4.
Belum
optimalnya
pelaksanaan
sistem monitoring
Pemberian ASI
eksklusif.
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
7 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
49
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
7 7 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
49
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
7 7 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
49
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
6 6 Masalah dapat dikontrol dengan baik 36
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
6 6 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
36
JUMLAH 268
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 1
KRITERIA PRIORITAS MASALAH MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No KRITERIA BERAT
NYA
MASALAH
(1-10)
KRITERIA
RANKING
(1-10)
RASIONAL PRIORITAS
MASALAH
(BM X
RANK)
1. Belum
optimalnya
Perencanaan
tahunan
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
8 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
56
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 7 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
56
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 7 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
56
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
6 6 Masalah dapat dikontrol dengan baik 36
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
6 6 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
36
JUMLAH 289
2. Belum
optimalnya
komunikasi
pelaksanaan
program
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
7 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
49
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 8 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
64
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 8 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
64
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
7 7 Masalah dapat dikontrol dengan baik 49
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
7 7 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
49
JUMLAH 324
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 1
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No KRITERIA BERAT
NYA
MASALAH
(1-10)
KRITERIA
RANKING
(1-10)
RASIONAL PRIORITAS
MASALAH
(BM X
RANK)
3. Belum adanya
wadah untuk ibu
hamil &menyusui
memperoleh
dukungan dlm
memberikan ASI
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 8 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
56
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
8 8 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
64
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
8 8 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
64
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
8 8 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
64
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
7 7 Masalah dapat dikontrol dengan baik 49
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
7 7 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
49
JUMLAH 346
4.
Belum adanya
sistem reword yg
optimal pada
perawat
Perkesmas
1 Perhatian komunitas terhadap masalah 7 7 Pelayanan keehatan, jenis masalah
kesehatan
49
2 Motivasi komunitas untuk
menyelesaikan masalah
7 7 Kurang yakin masalah dapat
diselesaikan karena lebih komplek
49
3 Kemampuan perawat untuk
mempengaruhi penyelesaian masalah
7 7 Perawat dilatih meningkatkan
kesadaran dan dukungan
49
4 Kesiapan untuk menyelesaikan
masalah
7 7 Tenaga kader menyadari kesiapan
sebagai pembaharu
49
5 Hasil Penyelesaian masalah sulit
dicapai
6 6 Masalah dapat dikontrol dengan baik 36
6 Kecepatan pencapaian penyelesaian
maslah
6 6 Waktu untuk mobilisasi penduduk
mendapatkan dukungan dan kegiatan
sosial lainnya
36
JUMLAH 268
o
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 2
SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
NO DIAGNOSA KEPERAWTAN PEMBOBOTAN JML
A B C D E F G H I J K
1 Risiko terputusnya pemberian ASI eksklusif ibu
menyusui di kelurahan Curug 4 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 36
2 Ketidak efektifan menyusui pada ibu menyusui di
kelurahan Curug 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 33
3 Kurangnya dukungan sosial pada ibu menyusui di
kelurahan Curug 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 31
4 Koping tidak efektif masyarakat kelurahan Curug 4 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 30
Keterangan Pembobotan: 1. Sangat rendah, 2. Rendah, 3. Cukup, 4 Tinggi, 5 Sangat tinggi
A. Risiko terjadi G. Tempat
B. Risiko parah H. Waktu
C. Potensial Pendidikan Kesehatan I. Dana
D. Minat masyarakat J. Fasilitas Kesehatan
E. Kemungkinan diatasi K. Sumber daya
F. Sesuai program pemerintah
Diagnosa Keperawatan Komunitas berdasarkan skoring :
1. Risiko terputusnya pemberian ASI eksklusif ibu menyusui di kelurahan Curug
2. Ketidak efektifan menyusui pada ibu menyusui di kelurahan Curug
3. Kurangnya dukungan sosial pada ibu menyusui di kelurahan Curug
4. Koping terhadap masalah menyusui tidak efektif masyarakat kelurahan Curug
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 3
SKORING MASALAH KEPERAWATAN KELUARGA
Diagnosa keperawatan keluarga : Ketegangan peran pemberi asuhan pada keluarga
bapak I
NO KRITERIA PERHITUNGAN SKOR PEMBENARAN
1. Sifat Masalah :
aktual
3/3 x 1 1 Masalah aktual : keluarga menyatakan
bagaimana nanti merawat 2 balita
sekaligus, ibu mengatakan tidak mampu
dan belum tahu tentang infan care, ibu
menjadi lebih tidak nafsu makan jika
memikirkan masalah
2. Kemungkinan
masalah dapat
diubah: Mudah
2/2 x 2 2 Ibu berpendidikan SMA, kooperatif dan
terbuka terhadap masukan, BP I
kooperatif dan terbuka dengan perawat,
bapak I menyatakan keinginannya
membantu istrinya
3. Potensi masalah
untuk dicegah :
Cukup
2/3 x 1 2/3 Masalah cukup kompleks, penyelesaian
memerlukan kontribusi seluruh angota
keluarga, cukup lama untuk beradaptasi
peran
4. Menonjolnya
masalah : perlu
segera ditangani
2/2 x 1 1 Ibu N menyatakan perlu segera
ditangani, saat ini sudah 8 bulan
kandungannya, supaya tidak terjadi
masalah setelah melahirkan bayinya
Jumlah 4 2/3
Diagnosa keperawatan keluarga : Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh pada keluarga bapak I
NO KRITERIA PERHITUNGAN SKOR PEMBENARAN
1. Sifat Masalah :
aktual
3/3 x 1 1 Masalah ketidak seimbangan nutrisi
pada ibu N sudah terjadi, ibu N intake
nutrisinya kurang dari 2000 Kal dalam
sehari, sudah ada tanda KEK, LILA ibu
N 22,5cm.
2. Kemungkinan
masalah dapat
diubah: sebagian
½ x 2 1 Ibu N mendapat paket peningkatan gizi
ibu hamil dari Puskesmas, namun roti
tidak pernah dimakan, terlalu manis, ibu
N tidak menyukaia, ibu N minum susu
yang diberikan Puskesmas
3. Potensi masalah
untuk dicegah :
cukup
2/3 x 1 2/3 Ibu N kurus sejak remaja, saat
kehamilan pertama, ia juga kurus, dan
bayi F lahir 2.3 kg.
4. Menonjolnya
masalah : masalah
tidak dirasakan
keluarga
0/2 x 1 0 Ibu N tidak menganggap kurus
tubuhnya menjadi masalah, saat
kelahiran anak pertamanya dulu ia
merasa sehat.
Jumlah 2 2/3
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 3
Diagnosa keperawatan keluarga : Risiko Ketidak efektifan pemberian ASI pada
keluarga Bapak I
NO KRITERIA PERHITUNGAN SKOR PEMBENARAN
1. Sifat Masalah :
Risiko
2/3 x 1 2/3 Ibu N mengatakan saat bayi F
tidak diberikan asi secara
eksklusif, puting susunya
inverted
2. Kemungkinan
masalah dapat
diubah: Mudah
2/2 x 2 2 Ibu N menyatakan keinginannya
untuk memberikan Asi eksklusif
pada bayinya nanti, mudah
menerima masukan dan terbuka
3. Potensi masalah
untuk dicegah:
Cukup
2/3 x 1 2/3 Ibu N belum melakukan apapun
untuk persiapan menyusui
4. Menonjolnya
masalah:
masalah
dirasakan tapi
tidak urgen
½ x 1 1/2 Keluarga merasakan penting
untuk dapat menyusui, namun
belum melakukan persiapan, dan
upaya untuk bisa memberikan
ASI
Jumlah 3 5/6
Prioritas Diagnosa Keperawatan keluarga :
1. Ketegangan peran pemberi asuhan pada keluarga bapak I
2. Risiko Ketidak efektifan pemberian ASI pada keluarga Bapak I
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga
bapak I
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
Rencana Asuhan Keperawatan Komunitas Pada kelompok Ibu hamil dan Menyusui
di Kelurahan Curug kecamatan Cimanggis Kota Depok 2014
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
1. Risiko
terputusnya
penyusuan
pada ibu
menyusui di
kelurahan
Curug
Tujuan Umum
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 9 bulan
diharapkan terjadi
peningkatan pemberian ASI
Eksklusif
Tujuan khusus
setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 9 bulan
diharapkan :
1. Terjadi peningkatan
pengetahuan ibu setelah
mengikuti kegiatan KS-
ASIEKs sebesar 2SD
2. Terjadi peningkatan sikap
ibu setelah mengikuti
kegiatan KS-ASIEKs
Proses
Kelompok
Kegiatan reguler KS-
ASIEKs
Kognitif
1. Peningkatan
pengetahuan
anggota KS ASIEKs
dalam manajemen
laktasi dan
perawatan bayi
Mahasiswa
Kader
Puskesmas
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
sebesar 2SD
3. Terjadi peningkatan
perilaku ibu setelah
mengikuti kegiatan KS-
ASIEKs sebesar 2SD
4. Terjadi peningkatan rerata
cakupan ASI eksklusif di
RW 08,04 dan 10 sebesar
20%.
5. Terjadi peningkatan rerata
kepercayaan diri ibu dalm
memberikan ASI sebesar
2 SD
Afektif
Afektif
Psikomotor
Psikomotor
Psikomotor
Psikomotor
Afektif
2. Teridentifikasi
peserta KS ASIEKs
sebagai anggota
kelompok
3. Peningkatan dan
atau perbaikan sikap
ibu dalam
memberikan ASI
eksklusif
4. Mampu melakukan
perawatan payudara
5. Mampu memilih,
menyusuin dan
mengkonsumsi gizi
bervariasi untuk
meningkatkan
asupan ASI
6. Mampu mencegah
masalah pemberian
ASI
7. Peningkatan sikap
ibu pada kegiatan
KS-ASIEKs
Supervisor
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
2. Ketidak
efektifan
menyusui
pada
kelompok
ibu menyusui
di kelurahan
Curug
kecamatan
Cimanggis
Kota Depok
Tujuan Umum
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 9 bulan
ibu dan bayi mendapatkan
ASI dengan perlekatan yang
baik.
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 9 bulan
diharapkan :
1. Terjadi peningkatan
pengetahuan kelompok
ibu hamil dan menyusui
tentang ASI eksklusif dan
manajemen laktasi
sebesar 2SD
2. Terjadi perlekatan dengan
benar oleh bayi dengan
Pendidikan
Kesehatan
1. Lakukan
intervensi pendidikan
kesehatan tentang ASI
eksklusif pada kegiatan
rutin Posyandu dan KS
2. Lakukan
intervensi proses
kelompok (KS-
ASIEKs) tentang
Kognitif
Psikomotor
Psikomotor
1. Terjadi peningkatan
pengetahuan ibu
yang mengikuti
penyuluhan
2. Mampu melakukan
tehnik perlekatan
dan langkah
menyusui dengan
benar
3. Mampu memilih
posisi menyusui
yang nyaman
Mahasiswa
Kader
Puskesmas
Supervisor
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
ibu saat menyusu pada
kelompok ibu hamil dan
menyusui
3. Terjadi kenaikan BB bayi
sesuai kenaikan berat
badan minimal (KBM)
4. Terjadi peningkatan status
kesehatan bayi di
kelurahan Curug
Kemitraan
tehnik perlekatan yang
benar
3. Lakukan
intervensi konseling
laktasi pada pertemuan
rutin Posyandu
4. Lakukan
intervensi kemitraan
dengan keluarga dalam
pemberian dukungan
ASI eksklusif pada bayi
Psikomotor
Afektif
Afektif
Psikomotor
4. Mampu
mengidentifikasi
kecukupan ASI pada
bayi
5. Peningkatan atau
perbaikan sikap ibu
terhadap pemberian
ASI eksklisif
Peningkatan sikap
keluarga terhadap
pemberian ASI
eksklusif
Pemberian dukungan
aktif dari anggota
keluarga dalam
memberikan ASI
eksklusif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
5. Lakukan
pemantauan kenaikan
BB , masalah kesehatan
bayi tiap bulan
Psikomotor
Ibu aktif memantau
pertumbuhan dan
perkembangan bayi di
posyandu
3. Kurangnya
dukungan
sosial pada ibu
meyusui di
kelurahan
Curug
Tujuan Umum :
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 9 bulan,
dukungan sosial pada ibu
menyusui di kelurahan Curug
meningkat
Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 9 bulan
diharapkan :
1) peningkatan pengetahuan
masyarakat dan kader
tentang sosial support
2) meningkat kemampuan
Kemitraan
Sosialisasi pada kader,
tokoh masyarakat, tokoh
agama pembina
kesehatan tentang bentuk
dukungan pemberian ASI
Afektif
Peningkatan kesadaran
kader, tokoh
masyarakat, tokoh
agama pembina
kesehatan untuk
Mahasiswa
Kader
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
kader dalam memberikan
dukungan pada ibu
menyusui
Pendidikan
Kesehatan
eksklusif.
Pembentukan kelompok
pendukung ASI eksklusif
yang melibatkan kader
kesehatan tokoh
masyarakat dan pembina
kesehatan
Pelatihan kader sebagai
fasilitator kegiatan KS-
ASIEKs
Psikomotor
Kognitf
memberikan dukungan
pemberian ASI
eksklusif
Pembentukan
kelompok pendukung
ASI eksklusif di
kelurahan Curug
Adanya SK
pengorganisasian
Kelompok
PendukungASI
eksklusif
Terjadi peningkatan
pengetahuan kader
tentang kegiatan KS-
ASIEKs, manajemen
laktasi, gizi ibu hamil
dan menyusui,
penanganan masalah
mentusui, MP-ASI,
pertolongan pertama
Puskesmas
Supervisor
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan
Rencana Kegiatan Evaluasi
Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
Psikomotor
balita sakit, tindakan
komplementer
meningkatkan produksi
ASI
Kader mampu
memfasilitatori
pelaksanaan kegiatan
reguler KS-ASIEKs
Kader mampu
melakukantindakan
komplementer
peningkatan produksi
ASI
Kader mampu
memberikan
pertolongan pertama
balita sakit
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
RENCANA KERJA (PLAN OF ACTION) KOMUNITAS PADA AGGREGAT IBU MENYUSUI DI KELURAHAN CURUG
KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK 2013-2014
NO RENCANA
KEGIATAN
TUJUAN KEGIATAN Sumber Daya
Penanggung
Jawab
Waktu Pelaksanaan Alokasi Dana Tempat
Pelaksanaan
1. Lokakarya Mini I, II,
III, DAN IV
- Tersosialisasikannya masalah
kesehatan di Curug
- Terencananya program/kegiatan
mengatasi masalah kesehatan di
Curug
Residen
Aplikasi
Minggu ke 4 bulan okt
2013
swadana Aula kelurahan
Curug
- Tercapainya kesepakan kerja lintas
sektor, dan program
Residen Minggu ke 3 Januari
2014
swadana Aula kelurahan
Curug
- Tercapainya kesepakan kerja lintas
sektor, dan program
Residen Minggu ke 3 Maret
2014
swadana Aula kelurahan
Curug
- Tercapainya kesepakan Rencana
Tindak Lanjut lintas sektor, dan
program
Residen Minggu ke 3 Mei 2014 swadana Aula kelurahan
Curug
2. Pembentukan
Support group /
kelompok
Pendukung ASI
- Terpahaminya buku panduan support
group/ KPASI termasuk pencatatan
dan pelaporan kegiatan
- Terlaksananya program support
group/KPASI bagi ibu menyusui
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
Toma
Minggu ke 2 Novenber
2013
swadana Gedung Posyandu
RW 08
Minggu ke 2 Januari
2014
Swadana Gedung Posyandu
RW 04
Minggu ke 4 Januari
2014
sawadana Rumah kader RW
10
3. Pelaksanaan
Kegiatan Support
group ASI /KP ASI
- Terbentuk dan terbinanyaanggota
KPASI selama 6 kali pertemuan di
RW 8 dan RW 4 dan 10
- Anggota KPASI dapat melakukan
pendidikan kesehata dan mengatasi
masalah yang dihadapi selama ibu
menyusui
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
kader
Minggu ke 2 Novenber
2013 – mgg ke 4
Januari 2014
Swadana
Donatur
masyarakat
Gedung posyandu
Rw 08 dan PAUD
RW 04 dan 10
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
NO RENCANA
KEGIATAN
TUJUAN KEGIATAN Sumber Daya
Penanggung
Jawab
Waktu Pelaksanaan Alokasi Dana Tempat
Pelaksanaan
- Terjadi perubahan pengetahuan,
sikap dan ketrampilan KPASI dalam
mengatasi masalah pemberian ASI
4. Terlaksananya
pemantauan dan
pencatatan oleh
anggota KPASI ibu
menyusui di RW 04
dan 08 dan 10
- Tersosialisasinya program KPASI di
masyarakat dan disupervisi oleh
Puskesmas
- Proses pemecahan masalah terhadap
ibu menyusui yg dilakukan
masyarakat yang dilakukan
pendampiangan oleh ketua posyandu
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
Kader
Minggu ke 2 -mgg 4
Januari 2014
Swadana
Donatur
masyarakat
Gedung posyandu
Rw 08 dan PAUD
RW 04 dan 10
5. Pembentukan
kelompok Swabantu
KS ASI / self help
group ASI di RW 08,
04 dan 10
- Tersedianya wadah bagi ibu
menyusui untuk menyampaikan
permasalahan yang dihadapi
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
Kader
Ibu hamil dan ibu
menyusui
Minggu ke 3 Oktober
2013 sampai minggu 4
Januari 2014
Swadana
Donatur
masyarakat
Gedung posyandu
Rw 08, 04 dan 10
6. Pelaksanaan kegiatan
KS-ASIEKs di RW
08, 04 dan 10
- Terlaksananya kegiatan rutin KS-
ASIEKs
- Terjadi perubahan pengetahuan,
sikap dan ketrampilan ibu hamil dan
ibu menyusui tentang manajemen
laktasi dan mengatasi kendala
menyusui
- Ibu hamil dan ibu menyusui dapat
berbagi pengalaman dalam
mengatasi masalah menyusui
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
Kader
Ibu hamil dan ibu
menyusui
Minggu ke 3 Oktober
2013 – minggu ke 2
Mei 2014
Swadana
Donatur
masyarakat
Gedung posyandu
Rw 08, 04 dan 10
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
NO RENCANA
KEGIATAN
TUJUAN KEGIATAN Sumber Daya
Penanggung
Jawab
Waktu Pelaksanaan Alokasi Dana Tempat
Pelaksanaan
7. Presentasi referat
bentuk intervensi
keperawatan
komunitas
- Tergambarkannya model/bentuk
intervensi keperawatan komunitas
yang mendukung pelaksanaan
Residen Minggu ke 1Januari
2014
Swadana Posko Masasiswa
Residensi
komunitas kel
Curug
8. Supervisi kegiatan
kelompok
pendukung ASI
- Terevaluasinya kegiatan kelompok
pendukung ASI melalui kegiatan
supervisi terencana oleh ketua
posyandu, puskesmas dan RW siaga
- Teridentifikasinya pendukung dan
penghambat kegiatan KPASI di RW
08
- Terselesaikannya permasalahan yang
ada di wilayah RW 08 terutama
masalah pemberian ASI eksklusif
Residen
Ketua RW Siaga
Puskesmas
Ketua Posyandu
Kader
Minggu ke IV tiap
bulan
Swadana
Donatur
masyarakat
Gedung posyandu
Rw 08,04 dan 10
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
RENCANA KERJA (PLAN OF ACTION) KELUARGA PADA IBU HAMIL DAN IBU MENYUSUI
DI KELURAHAN CURUG KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK 2013 -2014
NO RENCANA KEGIATAN TUJUAN KEGIATAN Sumber Daya
Penanggung
Jawab
Waktu
Pelaksanaan
Alokasi Dana Tempat
Pelaksanaan
1. Identifikasi keluarga dengan ibu
hamil dan menyusui
Teridentifikasinya lima keluarga binaan
dengan ibu hamil dan ibu menyusui bayi
0-6 bulan di wilayah Curug
Mahasiswa
Kader
Minggu I Mahasiswa RW 08 dan 04, 10
2. Pengkajian keluarga binaan
dengan ibu hamil dan ibu
menyusui 0-6 bulan
Terkajinya 5 keluarga binaan dengan ibu
hamil dan ibu menyusui 0-6 bulan
menggunakan pendekatan family center
nursing
Mahasiswa
Minggu II s.d
III
Mahasiswa RW 08 dan 04.10
3. Perumusan permasalahan
keluarga binaan dengan ibu hamil
dan ibu menyusui 0-6 bulan
Terumuskannya diagnosis keperawatan
keluarga dengan ibu hamil dan menyusui
bayi 0-6 bulan pada 5 keluarga binaan
dengan pendekatan NANDA
Mahasiswa Minggu II s.d
III
Mahasiswa RW 08 dan 04,10
4. Penyusunan perencanaan
keluarga binaan dengan ibu hamil
dan ibu menyusui 0-6 bulan
Tersusunnya perencanaan asuhan
keperawatan keluarga denag ibuhamil
dan ibu menyusui bayi 0-6 bulan
Mahasiswa Minggu II s.d
III
Mahasiswa RW 08 dan 04,10
5. Implementasi asuhan
keperawatan keluarga binaan
dengan ibu hamil dan ibu
menyusui 0-6 bulan
Terimplementasikannya tindakan
keperawatan spesialisttik keluarga
dengan ibu hamil dan menyusui bayi 0-6
bulan pada 5 keluarga binaan melalui :
1. Pendidikan kesehatan
2. Coaching
3. Conseling
4. Modifikasi perlaku
5. Terapi komplementer
peningkatan ASI
Mahasiswa
Kader
Minggu IV s.d
XI
Mahasiswa RW 08 dan 04,10
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
6. Evaluasi asuhan keperawatan
keluarga binaan dengan ibu hamil
dan ibu menyusui 0-6 bulan
Terevaluasinya asuhan keperawatan
keluarga dengan ibu hamil dan menyusui
bayi 0-6 bulan pada 5 keluarga binaan
melalui tingkat kemandirian keluarga I
s/d 4
Mahasiswa
Kader
Minggu XI Mahasiswa RW 08 dan 04,10
7. Penyusunan laporan akhir
asuahan keperawatan keluarga
Terlaporkannya lima asuhan
keperawatan keluarga binaan dengan ibu
hamil dan menyusui bayi 0-6 bulan pada
5 keluarga binaan
Mahasiswa
Minggu XIII Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
Rencana Asuhan Keperawatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Pada kelompok Ibu hamil dan Menyusui
di Kelurahan Curug kecamatan Cimanggis Kota Depok 2013-2014
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan Intervensi Evaluasi Standar Evaluator
Tujuan Umum Tujuan Khusus
1. Belum adanya
struktur
organisasi
kelompok ibu
hamil dan
menyusui untuk
memperoleh
dukungan dalam
memberikan ASI
Setelah intervensi
keperawatan selama
9 bulan diharapkan
struktur organisasi
wadah untuk ibu
hamil dan menyusui
memperoleh
dukungan terbentuk
dan melaksanakan
kegiatan reguler.
Setelah tindakan
keperawatan dilakukan di
komunitas selama 9 bulan
diharapkan :
1. Tersosialisasi
pentingnya
pengorganisasian KS-
ASIEKs pada Team
penggerak PKK dan
kader kesehatan
kelurahan Curug.
1.1 Sosialisasi pembentukan
KS-ASIEKs pada pembina
kesehatan, team penggerak
PKK dan Kader kesehatan
kelurahan Curug
1.1.1 Pembina kesehatan, team
penggerak PKK dan kader
menyetujui dan mendukung
pembentukan kelompok
swabantu ASI dengan struktur:
pengarah, pembina, ketua,
sekretaris, bendahara dan
anggota
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
2. Terbentuk struktur
organisasi KS-ASIEKs di
RW 04, 08 dan 10
2.1 Pembentukan struktur
organisasi KS-ASIEK
2.2 Penyusunan rencana kerja
tahun 2014 KS-ASIEKs
2.3 pelatihan kader fasilitator
Ks-ASIEKs
2.1.1 Terbentuk struktur
organisasi KS-ASIEKs
2.1.2 Terdapat SK pengurus KS-
ASIEKs
2.2.1 Tersedia rencana Kerja
tahun 2014
2.3.1 Terlaksana pelatihan dan
penyegaran kader tentang
kelompok pendukung dan
KS-ASIKs se kelurahan
Curug
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan Intervensi Evaluasi Standar Evaluator
Tujuan Umum Tujuan Khusus
2.3.2 Terlaksana Pelatihan kader
fasilitator KS-ASIEKs di
RW 08,04 dan 10
2.2.3 Terjadi peningkatan
pengetahuan, ketrampilan
dan sikap kader
pendukung ASI eksklusif
tentang kegiatan KS-
ASIEKs , manajemen
laktasi, pe
3. Tersedianya buku
panduan fasilitator Ks-
ASIEK dan Buku kerja
Kelompok Pendukung
ASI Eksklusif
3.1 Penyusunan buku
panduan dan buku kerja
kader pendukung dalam
memfasilitasi kegiatan
KS-ASIEKs
3.1 Tersedia buku panduan
fasilitator dan buku kerja
kelompok pendukung
Mahasiswa
Supervisor
4. Terlaksana kegiatan
reguler KS-ASIEKs
4.1 Pelaksanaan pertemuan
reguler KS-ASIEKs
4.1 Pelaksanaan pertemuan
reguler KS-ASIEKs
minimal 8 kali setahun
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
5. Terbina keluarga risiko
terputus penyusuan oleh
kader
5.1 Pembinaan keluarga
dengan ibu hamil dan
menyusui oleh kader
5.1 Pembinaan keluarga dengan
ibu hamil dan menyusui
oleh kader 1 keluarga tiap
bulan
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan Intervensi Evaluasi Standar Evaluator
Tujuan Umum Tujuan Khusus
2. Belum optimalnya
komunikasi
pelaksanaan
program
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif.
Intervensi
keperawatan
komunitas yang
dilakukan selama 9
bulan diharapkan
terdapat kerjasama
lintas program dan
lintas sektor dengan
meningkatnya
komunikasi lintas
program dan lintas
sektor dalam upaya
peningkatan
pemberian ASI
eksklusif di kelurahan
Curug
Setelah dilakukan
Intervensi keparawatan
komunitas selama 9 bulan
diharapkan :
1. Terlaksananya Asuhan
keperawatan komunitas
pada masalah maternal
ibu menyusui, dan
dilakukan pembinaan
dari team dinas dan
puskesmas Cimanggis.
Pembinaan dilakukan
dalam bentuk kehadiran
dalam lokakarya mini
di kelurahan Curug
minimal 50%.
1.1 Diberikan asuhan
keperawatan komunitas
kelompok ibu hamil dan
menyusui, dengan
melibatkan KS-ASIEKs
di RW 04, 08 dan 10
kelurahan Curug.
Pembinaan asuhan
keperawatan komunitas
kelompok ibu hamil dan
menyusui oleh dinas
kesehatan dalam
lokakarya mini
sebanyak 4 kali
1.1. Keterlibatan kelompok ibu
hamil dan menyusui di RW
4,08 dan 10 cukup optimal,
hal ini ditunjukkan dengan
kehadiran mereka dalam
setiap pertemuan KS-
ASIEKs selama 8 bulan
Mahasiswa
Kelurahan
Puskesmas
Supervisor
2. Terbinanya kerja sama
dengan dinkes kota
Depok, Puskesmas
2.1 Penyelenggaraan
lokakarya mini sebagai
sarana komunikas, dan
2.1 Keterlibatan Dinas
kesehatan Kota Depok dan
Puskesmas pada kegiatan
lokakarya mini kesehatan
dalam sarana komunikasi
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan Intervensi Evaluasi Standar Evaluator
Tujuan Umum Tujuan Khusus
dalam pengadaan
media informasi
meningkatkan
pemberian Asi
eksklusif, leaflet ,
manikin, dan pelatihan
pada kader tentang
manajemen laktasi
koordinasi pelaksanaan
asuhan keperawatan
komunitas kelompok ibu
hamil dan menyusui
dikelurahan Curug
dan koordinasi kegiatan
lintas sektor dan lintas
program sangat tinggi.
Ditunjukkan dengan
kehadiran dalam setiap
pertemuan Lokmin
3. Terbinanya komunikasi
dengan team
penggerak PKK
khususnya pokja IV
dalam pemantauan
pemberian ASI
eksklusif. Pencatatan
dan pelaporan
pemberian ASI
eksklusif di kelurahan
Curug lebih baik.
3.1 Jalin komunikasi dengan
team penggerak PKK pokja 4,
untuk menindak lanjuti
pencatatan dan pelaporan
kegiatan KS-ASIEKs
3.1 Pokja 4 PKK kelurahan
Curug memahami sistem
pencatatan dan pelaporan
pemberian ASI, serta
rekapitulasi cakupan ASI
eksklusif di kelurahan Curug.
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 4
No
Diagnosa
keperawatan
Komunitas
Tujuan Intervensi Evaluasi Standar Evaluator
Tujuan Umum Tujuan Khusus
4. Terbinanya
pelaksanaan asuhan
keperawatan komunitas
pada masalah maternal
ibu menyusui di
Puskesmas Cimanggis,
dilaksanakannya RDK
oleh peneliti pada
koordinator perkesmas
di Puskesmas dan
perawat pelaksana
perkesmas di
Puskesmas Cimanggis.
4.1 Pelaksanaan RDK sebagai
sarana komunikasi dan
koordinasi antara peneliti dan
perawat koordinator Perkesmas
serta perawat pelaksana
perkesmas di puskesmas
Cimanggis
4.1 Perawat koordinator
memahami tehnik RDK dan
terjadi diseminasi asuhan
keperawatan komunitas
kelompok ibu hamil dan
menyusui di puskesmas
Cimanggis
Puskesmas
Kelurhan
Supervisor
Mahasiswa
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BAPAK I
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
1. Ketegangan peran
pemberi asuhan pada
keluarga bapak I
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
2 bulan tidak terjadi
ketegangan peran
pada keluarga
bapak I
Setelah dilakukan
pertemuan selama 60
menit tiap minggu (8
minggu) keluarga
mampu :
1. Mengenal
masalah peran:
1.1 definisi
peran,
1.2 peran orang
tua
Respon verbal Menyebutkan definisi peran:
sekumpulan perilaku yang sejenis
dan dibatasi oleh norma dan
diharapkan dari seorang yang
menempati posisi sosial yang
diberikan
Menyebutkan 5 peran formal dan 5
peran informal dalam keluarga.
Peran formal : provider, pengurus
rumah tangga, pengasuh anak,
rekreasional, peran pertemanan,
peran terapeutik, dan peran seksual
Peran informal: Pendorong,
penyelaras, negosiator,
sahabat,pengalah, Dominator,
pengikut, pendamai
Pendidikan kesehatan
1.1.1 Jelaskan pada keluarga
definisi peran yaitu
sekumpulan perilaku yang
sejenis dan dibatasi oleh
norma dan diharapkan dari
seorang yang menempati
posisi sosial yang diberikan
1.1.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
1.1.3 Tanyakan kembali definisi
peran menurut keluarga
1.1.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
1.2.1 Jelaskan pada keluarga 8 peran
formal dan 8 peran informal
1.2.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
1.2.3 Tanyakan kembali peran
dalam keluarga
1.2.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
1.3 tugas
keluarga
childbearing
Tugas keluarga pada tahap
childbearing ada sembilan yaitu
penyediaan ruang untuk anak,
pembiayaan kelahiran anak dan
membesarkan anak, mengasumsi
tanggung jawab bersama untuk
perawatan anak dan pengasuhan,
memfasilitasi pembelajaran peran
anggota keluarga, menyesuaikan
diri dengan perubahan pola
komunikasi, rencana untuk anak-
anak berikutnya, menyelaraskan
pola antargenerasi, menjaga
anggota keluarga motivasi dan
semangat kerja, membangun ritual
dan rutinitas keluarga
1.3.1 Jelaskan pada keluarga 9 tugas
keluarga masa childbearing
1.3.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
1.3.3 Tanyakan kembali tugas
dalam keluarga child
bearing
1.3.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
2. Keluarga
memutuskan
menjalankan
perannya , dengan
pernyataan verbal
berusaha
menjalankan peran
dengan baik
2.1 menyebutkan
akibat peran
tidak
dilaksanakan
2.2 memutuskan
untuk
Respon verbal
komitmen
verbal dengan
mengutarakan
keinginan
Respon verbal
menunjuk aspek
Akibat anggota keluarga tidak
melakukan peran : ketegangan
peran, konflik peran , dan konflik
keluarga
Ungkapan identifikasi peran yang
Diskusi Problem solving
2.1.1 Jelaskan pada keluarga akibat
tidak dilaksanakan peran
2.1.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
2.1.3 Tanyakan kembali peran
dalam keluarga
2.1.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
2.2.1 Diskusikan peran yang belum
dapat dilakukan oleh keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
mengatasi
ketegangan
peran
yang masih
kurang
dilakukan oleh
keluarga, dan
perlu untuk
diperbaiki
belum dapat dilakukan dan
pernyataan akan berusaha
melakukan perandan tugas pada
masa child bearing
2.2.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
2.2.3 Berikan kesempatan
keluarga untuk
mengungkapkan pendapat
bagaimana pelaksanaan
peran yang mereka inginkan
2.2.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
3 Mampu melakukan
perannya dalam hal
:
3.1 post partum care,
Respon psiko
motorik
3.1 Melakukan 6 perawatan post
partum dengan baik. Perawatan
Post Partum di Rumah :
a. Aktivitas (Aktivitas yang cukup
beralasan sangat dianjurkan untuk
dilakukan. Tidur siang harus
dilakukan untuk memulihkan
tenaga ibu.)
b. Personal Hygiene ( Kebersihan
diri ibu membantu mengurangi
sumber infeksi. Mandi setiap hari
sangat dianjurkan)
c. Istirahat (Setelah bayi lahir
kebanyakan wanita sangat
emosional dan merasa letih)
d. After Pain (Jika perineum robek
atau dilakukan episiotomi saat
melahirkan maka akan terasa sakit
diperineum dan mungkin akan
berlanjut beberapa minggu atau
Diskusi Problem solving :
3.1.1 Jelaskan pada keluarga
perawatan post partum
3.1.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
3.1.3 Tanyakan kembali
peranperawatan post partum
keluarga
3.1.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
3.2 pengendalian
kehamilan,
Respon psiko
motorik
kadang-kadang sampai beberapa
bulan. Jika pasien mengalami
sembelit dan merasa kurang
nyaman, sebaiknya meminta
pengobatan.
e. Eliminasi (Dalam 24 jam pertama
setelah melahirkan, kadang-kadang
ibu merasa susah buang air kecil
karena robekan selama melahirkan
pada jaringan vagina dan jaringan
sekeliling kandung kemih. Periksa
dini di rumah sakit aka membantu
masalah ini)
f. Depresi post partum (Beberapa
tanda depresi adalah kesedihan,
sulit tidur, hilang selera makan,
hilang konsentrasi, perasaan tidak
dapat mengatasi suatu masalah,
peka dan cemas. Wanita itu
memerlukan bantuan dari dokter
yang simpatik yang siap membantu,
memberi dukungan dan dorongan,
bukan obat, setidaknya pada awal
pertemuan.)
3.2 Pengendalian kehamilan
Memilih kontrasepsi saat menyusui
a. Pil kontrasepsi Pil KB.
kombinasi yang mengandung
hormon estrogen dan
progesteron tidaklah dianjurkan
untuk ibu menyusui karena
Diskusi Problem solving :
3.2.1 jelaskan pada keluarga alat
kontrasepsi selama menyusui
3.2.2 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
3.2.3 Tanyakan kembali
peranperawatan post partum
keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
mengurangi produksi ASI. Bila
Anda tak cocok dengan cara
KB yang lain sedangkan Anda
menyusui, lebih baik memilih
pil KB yang hanya
mengandung turunan hormon
progesteron (mini pil)
b. KB suntik atau implant (Karena
hanya mengandung hormon
turunan progesteron, KB suntik
pada prinsipnya sama dengan
mini pil. KB suntik memiliki efek
lebih panjang dan disuntikkan
pada periode tertentu saja (satu
bulan atau 2-3 bulan)
c. AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim) Sampai saat ini, AKDR
menjadi pilihan pertama untuk
ibu yang masih menyusui namun
belum ingin kontrasepsi
mantap.Selain keluhan yang
minimal, AKDR tidaklah
berpengaruh pada ASI karena
bekerja secara lokal di dalam
rahim. Pemasangan AKDR
tidaklah perlu menunda waktu,
bisa dilakukan pada akhir nifas,
biasanya saat satu bulan tujuh
hari setelah ibu bersalin.
3.2.4 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
3.3 infant care
Respon psiko
motorik
Perawatan bayi baru lahir
a. Perawatan tali pusat:
Bersihkan talipusat dengan
air dan sabun, bilas dan
dikeringkan. Bungkus
longgar dengan kassa steril
kering atau dibiarkan terbuka
Jangan mengolesi talipusat
dengan ramuan atau
menaburi dengan bedak
karena dapat menjadi media
tumbuhnya kuman.
b. Memandikan bayi
c. Menggendong bayi
d. Menjaga keamanan bayi
e. Bayi gumoh
f. Sentuhan
g. Kontak mata (lampiran booklet)
Coaching infant care
3.3.1 Ajarkan pada keluarga infant
care perawatan tali pusat,
memandikan, menggendong
bayi, menjaga keamanan bayi
3.2.5 Berikan kesempatan
keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum
dimengerti oleh keluarga
3.2.6 Tanyakan kembali infan
care yang belum bisa
dilakukan
3.2.7 Beri reinforsment positif
atas jawaban keluarga dalam
bentuk pujian
4 Keluarga mampu
memodifikasi
lingkungan
psikologis
4.1 Menyebutkan cara
memodifikasi
lingkungan untuk
menciptakan
lingkungan yang
baik untuk seluruh
Respon verbal
menyebutkan
4.1 Cara-cara memodifikasi
lingkungan untuk koping yang
efektif:
a. Berusaha memahami keinginan
anggota keluarga yang bervariasi.
b. Minta bantuan keluarga
4.1.1 Jelaskan kepada keluarga cara
memodifikasi lingkungan yang
mendukung koping yang efektif
dengan tehnik konseling.
4.1.2 Tanyakan keinginan keluarga
utuk memilih salah satu cara
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
anggota keluarga
4.2 Melakukan
modifikasi
lingkungan fisik
dan psikologis
yang mendukung
semua anggota
keluarga
untuk mendukung usaha koping
yang efektif.
c. Lebih terbuka terhadap orang
lain.
d. Meminta anggota keluarga lain
untuk saling mengingatkan jika
koping yang berlangsung tidak
efektif.
memodifikasi lingkungan
dalam menciptakan koping
yang efetif.
4.1.3 Beri penguatan terhadap
pilihan anggota keluarga.
4.2.1 Kaji kemampuan keluarga
memodifikasi lingkungan
yang mendukung koping
efektif dengan keluarga.
4.2.2 Beri pujian atas usaha yang
telah dilakukan keluarga.
5 Keluarga mampu
memanfaatkan
pelayanan
kesehatan untuk
mengatasi masalah
yang dihadapi
5.1 fasilitas pelayanan
kesehatan atau
sosial yang dapat
digunakan dalam
menciptakan
koping yang
efektif.
5.2 Memanfaatkan
pelayanan
kesehatan/sosial
dalam
menciptakan
koping yang
Verbal
Pada kunjungan
tidak terencana
Fasilitas pelayanan kesehatan/
sosial yang dapat digunakan:
puskesmas, RS, Praktek perawat,
dokter praktek dan praktek bidan,
praktek psikolog, LSM pemerhati
keluarga.
Adanya kartu berobat, tanggal
kunjungan dan saran-saran yang
diperoleh
Diskusi dan problem solving
5.1.1 Diskusikan dengan keluarga
fasilitas kesehatan/sosial yang
dapat digunakan untuk
mengatasi koping yang
dialami.
5.1.2 Tanyakan kepada keluarga
fasilitas kesehatan/sosial yang
akan digunakan.
5.1.3 Beri pujian atas usaha
keluarga.
5.2.1 Anjurkan keluarga untuk
menggunakan fasilitas
kesehatan/sosial untuk
menciptakan koping yang
efektif.
5.2.2 Tanyakan kepada keluarga
tentang pemanfaatan fasilitas
kesehatan/sosial yang sudah
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
efektif
digunakan.
5.2.3 Beri pujian jika keluarga
telah memanfaatkan fasilitas
kesehatan/sosial
2. Risiko ketidakefektifan
menyusui
Setelah dilakukan
kunjungan rumah 8
kali selama 45
menit diharapkan
diskontinuitas
menyusui tidak
terjadi
1. Setelah dilakukan
kunjungan rumah 1
kali selama 45
menit diharapkan
keluarga mampu
mengenal
diskontinuitas
menyusui
1.1 secara
verbal
menyebutkan
pengertian
diskontinuitas
menyusui
Pengertian ketidakefektifan
menyusui: penghentian kontinuitas
proses pemberian ASI akibat
ketidakmampuan
Pendidikan kesehatan:
1.1.1 Diskusi pengertian
ketidakefektifan menyusui
1.1.2 Anjurkan keluarga untuk
mengucapkan kembali
pengertian diskontinuitas
menyusui
1.1.3 Beri pujian atas kemampuan
keluarga
1.2 secara
verbal
menyebutkan
penyebab
diskontinuitas
menyusui
Menyebutkan 2 penyebab dari 4
Penyebab ketidak efektifan
menyusui:
1. Penyakit ibu
2. Ibu bekerja
3. Prematuritas
4. Kontra indikasi menyusui
Pendidikan kesehatan :
1.2.1 identifikasi bersama keluarga
penyebab diskontinuitas menyusui
1.2.2 Anjurkan keluarga
mengungkapkan kembali
1.2.3 Beri pujian atas kemampuan
keluarga
1.3 mampu Tanda dan gejala ketidak efektifan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
menyebutkan
tanda dan gejala
diskontinuitas
menyusui
menyusui :
1. Bayi tidak mendapat
nutrisi dari payudara
2. Keinginan ibu untuk
mengakhiri pemberian ASI
guna memenuhi kebutuhan
nutrisi
3. Kurang pengetahuan
bagaimana memerah ASI
4. Kurangnya pengetahuan
bagaimana menyimpan
ASI
1.3.1 Identifikasi bersama keluarga
tanda dan gejala diskontinuitas
menyusui
1.3.2 Anjurkan keluarga
mengungkapkan kembali
1.3.3 beri pujian atas kemampuan
keluarga
2. Setelah dilakukan
kunjungan rumah
selama 1 kali selama
45 menit keluarga
mampu mengambil
keputusan untuk
mengatasi
diskontinuitas
menyusui
2.1
Menyebutkan
akibat
diskontinuitas
menyusui
Menyebutkan 3 dari 5 akibat
diskontinuitas menyusui jika bayi
diberi susu formula maka akan
terjadi :
1. Jika pengenceran yang
salah : hipernatremi,
obesitas
2. Kontaminasi
bakteri/mikroorganisme
3. Menyebabkan alergi
Konseling :
2.1.1 Jelaskan akibat lanjut jika tidak
diberikan ASI eksklusif/ diberi
susu formula
2.1.2 Beri kesempatan keluarga
bertanya
2.1.3 Dorong keluarga untuk
mengungkapkan kembali
akibat lanjut bila bayi tidak
diberi ASI eksklusif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
4. Susu sapi dapat
menyebabkan diare kronis
5. Susu formula tidak
memiliki manfaat seperti
ASI
2.1.4 Berikan pujian atas
kemampuan keluarga
3. Setelah dilakukan 5
kali kunjungan
rumah selama 45
menit diharapkan
keluarga mampu
melakukan
manajemen laktasi
3.1 Tehnik
menyusu yang
benar
Tehnik menyusu yang benar :
1. Bayi tampak tenang
2. Bayi menempel pada perut
ibu
3. Mulut bayi terbuka lebar
4. Dagu bayi menempel pada
payudara ibu
5. Sebagian besar areola
masuk ke dalam mulut
bayi, areola bagian bawah
lebih banyak masuk
6. Bayi Nampak menghisap
kuat dengan irama
perlahan
7. Putting susu ibu tidak
COACHING tehnik menyusui
dengan benar:
3.1.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
menyendawakan bayi dengan
benar
3.1.2 bersama keluarga melakukan
langkah-langkah
menyendawakan bayi
3.1.3 pandu keluarga melakukan
menyendawakan bayi
3.1.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan langkah
menyendawakan bayi
3.1.5 berikan reinfoscement positif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
terasa nyeri
8. Telinga dan lengan bayi
terletak pada saltu garis
lurus
9. Kepala agak menengadah
10. Melepas isapan bayi
dengan benar
11. Menyusui berikutnya
mulai dari payudara yang
belum kosong
12. Selesai menyusui, ASI
keluarkan sedikit dan
dioleskan pada putting
susu dan sekitar areola
13. Menyendawakan bayi
tehadap keluarga
3.2 frekuensi
menyusui
Frekuensi Pemberian ASI :
1. Nir-jadual (on deman)
2. Menyusui sampai benar-
benar kosong
3. Bayi sehat mengosongkan
1 payudara sekitar 5-7
menit, labung kosong tiap
Coaching tehnik pemebrian ASI :
1.2.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
pemberian ASI
1.2.2 bersama keluarga melakukan
langkah-langkah pemberian
ASI
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
2 jam
4. Gunakan BH yang dapat
menyangga
1.2.3 pandu keluarga melakukan
Lack-ON
1.2.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan Lack-ON
3.2.5 berikan reinfoscement positif
tehadap keluarga
3.3 pengeluaran
ASI
Pengeluaran ASI
1. Pengeluaran dengan tangan :
a. Ibu mencuci tangan sampai
bersih
b. Ibu menyiapkan
cangkir/gelas yang telah
dicuci dengan air mendidih
c. Ibu melakukan massage
payudara dengan kedua
telapak tangan dari
pangkal kea rah areola.
Minta ibu untuk mengulani
pemijatan pada sekeliling
payudara secara merata
d. Pesankan kepada ibu untuk
menekan daerah areola
Coaching tehnik pengeluaran ASI :
1.3.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
mengeluarkan ASI
1.3.2 bersama keluarga melakukan
langkah-langkah
mengeluarkan/memerah ASI
1.3.3 pandu keluarga melakukan
memerah ASI
1.3.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan langkah
memerah ASI
3.3.5 berikan reinfoscement positif
tehadap keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
kearah dada dengan ibu
jari di sekitar areola bagian
atas dari telunjuk pada sisi
areola yang lain
e. Peras areola dengan ibu
jari dan telunjuk jangan
memijat/menekan putting
karena dapat menyebabkan
rasa nyeri/lecet
f. Minta ibu untuk
mengulangi tekan-peras-
lepas-tekan-peras-lepas.
Pada mulanya ASI tak
keluar, jangan berhenti,
setelah beberapa kali maka
ASI akan keluar juga
g. Pesankan pada ibu untuk
mengulangi gerakan ini
dari semua sisi sehingga
yakin ASI diperas dari
semua segmen payudara
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
2. Pengeluaran dengan pompa
a. Pompa silindris
b. Pompa silindris dengan
batrei
c. Pompa listrik
3.4
penyimpanan
ASI
Penyimpanan ASI :
1. ASI adalah cairan hidup,
selain makanan, ASI
mengandung Zat anti
infeksi
2. Cara penyimpanan
menentukan kualitas anti
infeksi dan makanan yang
dikandung
3. Anti infeksi yang ada pada
ASI tetap segar dalam
waktu yang lebih lama
karena akan menghambat
pertumbuhan bakteri jahat
dalam ASI perah yang
disimpan
4. Tempat penyimpanan ASI
Coaching Penyimpanan ASI :
1.4.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
menyendawakan bayi dengan
benar
1.4.2 bersama keluarga melakukan
langkah penyimpanan ASI
1.4.3 pandu keluarga melakukan
menyimpan ASI
1.4.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan langkah
menyendawakan bayi
1.4.5 berikan reinfoscement positif
tehadap keluarga
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
perah yang dianjurkan
adalah tempat dari gelas
atau botol plastic keras,
sebaiknya ASI tidak
disimpan dalam botol susu
5. Tulis jam, hari dan tanggal
saat diperah
6. Setelah cair ASI harus
habis dalam 1 jam Sisa
ASI jangan dimasukkan
lagi dalam lemari es
7. ASI tahan :
- 6-8 jam di udara luar
- 24 jam dalam termos es
- 2 x 24 jam dalam almari es
- 2 minggu di freezer 1 pintu,
3bulan di freezer 2 pintu
3.5 Pemberian
ASI perah
Pemberian ASI perah :
1. cara pemberian pada bayi
JANGAN menggunakan
botol/dot akan menyebabkan
bingung putting
Coaching pemberian ASI Perah :
3.5.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
menyendawakan bayi dengan
benar
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
2. cara pemberian dengan cangkir
akan lebih mudah daripada
sendok :
- ibu member minum dengan
duduk dan memangku bayi
- punggung bayi dipegang
dengan lengan
- cangkitr diletakkan pada bibir
bawah bayi
- lidah bayi diatas pinggir
cangkir dan biarkan bayi
menghisap ASI dari dalam
cangkir
- beri sedikit waktu istirahat
setiap kali menelan
3.5.2 bersama keluarga melakukan
langkah-langkah
menyendawakan bayi
3.5.3 pandu keluarga melakukan
menyendawakan bayi
3.5.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan langkah
menyendawakan bayi
3.5.5 berikan reinfoscement positif
tehadap keluarga
3.6 cara memijit
payudara
Cara memijit payudara , mulai dari
pangkal payudara :
1. tekan 2 jari atau 3 jari ke
dinding dada, buat gerakan
melingkar pada satu daerah di
payudara. Pindah ke daerah
Coaching pemijatan payudara :
3.6.1 berikan arahan pada keluarga
untukmelakukan tehnik
menyendawakan bayi dengan
benar
3.6.2 bersama keluarga melakukan
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
berikutnya. Arah pijatan spiral ,
mengelilingi payudara atau
radial menuju putting susu
2. Kepalkan tangan, tekan ruas ibu
jari ke dinding dada. Pindahkan
tekanan berturut-turut ruas
telunjuk, jari tengah, jari manis,
dan kelingking kea rah putting,
ulangi gerakan pada daerah
berikutnya. Pada bawah
payudara tekanan dimulai
dengan tekanan ruas jari
kelingking
langkah-langkah
menyendawakan bayi
3.6.3 pandu keluarga melakukan
menyendawakan bayi
3.6.4 motivasi keluarga untuk
mendemonrasikan langkah
menyendawakan bayi
3.6.5 berikan reinfoscement positif
tehadap keluarga
4.Setelah dilakukan
kunjungan 1 kali
kunjungan selama 45
menit keluarga mampu
memodifikasi
lingkungan dalam
mencegah
diskontinuitas
4.1
mengidentifikas
i situasi social
dan emosional
yang
mempengaruhi
diskontinuitas
menyusui
Agar diskontinuitas menyusui tidak
terjadi keluarga harus / hal-hal
yang dapat meningkatkan oksitosin
:
1. Ibu dalam keadaan tenang
2. Ibu melihat, mencium,
mendengar celoteh atau
tangis bayi, memikirkan
Konseling :
4.1.1 Diskusikan hal-hal yang
mempengaruhi peningkatan
produksi oksitosin
4.1.2 Diskusikan dengan keluarga
untuk dapat melakukan hal-hal
yang dapat meningkatkan
produksi oksitosin
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
menyusui bayi dengan kasih sayang
3. Ayah menggendong dan
meneyendawakan bayi
4. Ayah memandikan bayi
5. Ayah bermain dengan bayi
6. Ayah memijit bayi
Hal yang mengurangi oksitosin :
1. Takut bentuk payudara
berubah dan takut gemuk
2. Ibu bekerja
3. Ibu merasa takut ASInya
tidak cukup
4. Ibu merasa kesakitan,
terutama saat menyusui
5. Ibu merasa sedih, cemas,
marah, kesal dan bingung
6. Malu menyusui
7. Suami/keluarga kurang
mendukung dan mengerti
ASI
4.1.3 Informasikan apakah perlu
kelompok pendukung dan
keluarga untuk memberikan
bantuan
4.1.4 Identifikasi keterlibatan
keluarga dalam melakukan hal-
hal yang dapat meningkatkan
produksi oksitosin
5. Setelah dilakukan 1
kali kunjungan
5.1
menyebutkan
Fasilitas kesehatan dan social yang
dapat digunakan keluarga untuk
5.1.1 Diskusikan jenis-jenis
pelayanan kesehatan yang
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
rumah selama 45
menit keluarga
mampu memanfaat
kan pelayanan untuk
fasilitas pencegahan
diskontinuitas
menyusui
fasilitas social
dan kesehatan
dalam
menunjang
pemberian ASI
eksklusif
menangani komunikasi pada
anggota keluarga :
1. Puskesmas
2. Rumah sakit
3. Dokter praktik
4. Kelompok pendukung ASI
digunakan keluarga dalam
mengatasi diskontinuitas
menyusui
5.1.2 Bantu keluarga memilih fasilitas
yang akan digunakan
5.1.3 Beri pujian pilihan
keluarga
5.2
mengunjungi
fasilitas
kesehatan dan
social dalam
mengatasi
masalah
diskontinuitas
menyusui
Kunjungan keluarga pada fasilitas
kesehatan dan social dalam
mengatasi diskontinuitas menyusui
5.2.1 fasilitasi keterlibatan tenaga
kesehatan lain untuk mengatasi
masalah diskontnuitas
menysusui
5.2.2 komunikasikan rencana
intervensi dengan tim secara
teratur
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
3
Koping keluarga tidak
efektif terhadap
masalah keluarga
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
dalam waktu 8
minggu,
koping
keluarga Bpk. I
teutama ibu N
menjadi efektf
Setelah pertemuan 8 x 45 menit,
keluarga mampu :
1. Mengenal koping yang efektif
dalam keluarga dengan cara:
a. Menjelaskan pengertian koping
yang efektif.
b. Menjelaskan sifat koping yang
efektif dalam keluarga
c. Mengidentifikasi koping yang
tidak efektif dalam keluarga.
Respon
verbal
Respon
verbal
Koping yang efektif adalah
mekanisme pertahanan diri
yang adaptif terhadap masalah
yang dihadapinya.
Sifat koping yang efektif
1. Menyelesaikan masalah
2. Memfasilitasi terbentuknya
prilaku yang positif.
Ungkapan jenis koping yang
sedang berlangsung dalam
keluarga.
1.1.1 Diskusikan dengan keluarga
tentang pengertian koping
yang efektif.
1.1.2 Tanyakan kembali pada
keluarga tentang pengertian
koping yang efektif
1.1.3 Beri pujian atas jawaban
keluarga yang tepat
1.2.1 Jelaskan kepada keluarga
sifat-sifat koping yang
efektif.
1.2.2Anjurkan keluarga untuk
menyebutkan kembali sifat-
sifat koping yang efektif.
1.2.3Jelaskan kembali sifat koping
yang efektif jika di perlukan.
1.2.4Beri pujian atas pencapaian
keluarga.
1.3.1 Bantu keluarga
mengidentifikasi jenis koping
yang sedang berlangsung
dalam keluarga.
1.3.2Beri dukungan kepada
keluarga.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
2. Keluarga memutuskan untuk
menciptakan koping yang
efektif dalam keluarga.
a. Menyebutkan manfaat koping
yang efektif.
b. Ungkapan keinginan untuk
menciptakan koping yang
efektif dalam keluarga.
3. Menciptakan koping yang
efektif dalam keluarga.
a. Menjelaskan cara-cara
membentuk koping yang
efektif
Respon
verbal.
Respon
verbal
Respon
verbal
Menyebutkan akibat koping
yang tidak efektif dalam
keluarga:
1. Hubungan dalam keluarga
tidak harmonis.
2. Perselisihan antar anggota
keluarga.
3. Perasaan tertekan/ tdk
nyaman
Manfaat koping yang efektif:
1. Melegakan perasaan
2. Tidak menyakiti orang lain.
3. Menyelesaikan masalah
secara baik.
Keinginan keluarga untuk
menciptakan koping yang
efektif.
2.1.1 Diskusikan dengan keluarga
akibat koping yang tidak
efektif
Tanyakan kembali kepada
keluarga akibat koping yang
tidak efektif.
Beri reinforcement positif atas
jawaban keluarga.
2.2.1 Diskusikan manfaat koping
yang efektif dengan keluarga.
2.2.2 Tanyakan kembali kepada
keluarga tentang manfaat
koping yang efektif.
2.2.3 Bantu keluarga untuk
mengingat kembali tentang
manfaat koping yang efektif.
2.2.4 Beri pujian atas jawaban
keluarga.
2.3.1 Tanyakan kepada keluarga
keinginan untuk menciptakan
koping yang efektif dalam
keluarga.
2.3.2 Fasilitasi keluarga dalam
membuat keputusan.
2.3.3 Motivasi keluarga untuk
menciptakan koping yang
efektif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
b. Meredemonstrasi tehnik
koping yang efektif
c. Menerapkan koping yang
efektif.
Respon
Verbal
Redemon-
strasi
Cara-cara melakukan koping
yang efektif:
1. Berasal dari diri sendiri
2. Keinginan untuk mencoba
cara-cara yang ada.
3. Konsistensi dari upaya yang
dipilih.
4. Dukungan dari anggota
keluarga yang lain.
Melakukan koping yang
efektif
1. Memilih dan
mempraktekkan tehnik
koping efektif.
2.3.4 Beri penguatan atas
keputusan keluarga.
Gunakan tehnik-tehnik Konseling
pada keluarga:
- Gali masalah yang
dirasakan oleh
keluarga.
- Anjurkan keluarga
untuk
mengungkapkan
perasaannya
- Kaji upaya yang telah
dilakukan keluarga
- Nilai efektifitas dari
upaya yang telah
dilakukan keluarga.
- Kuatkan upaya yang
efektif yang telah
dilakukan keluarga
- Kenali cara baru
kepada keluarga jika
diperlukan.
- Bantu keluarga
mempertahankan
upaya yang telah
dilakukan.
- Libatkan support
sistem yang dimiliki
keluarga.
- Beri pujian atas
pencapaian keluarga.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
4. Keluarga memodifikasi
lingkungan dalam menciptakan
koping yang efektif dengan
cara :
a. Menyebutkan cara
memodifikasi lingkungan
untuk menciptakan koping
yang efektif.
Pada
kunjungan
tidak
terencana
Respon
Verbal
Pada kunjungan tidak
terencana keluarga melakuakn
koping yang efektif.
Cara-cara memodifikasi
lingkungan untuk koping yang
efektif:
e. Berusaha memahami
keinginan anggota keluarga
yang bervariasi.
f. Minta bantuan keluarga
untuk mendukung usaha
koping yang efektif.
g. Lebih terbuka terhadap
orang lain.
h. Meminta anggota keluarga
lain untuk saling
mengingatkan jika koping
3.2.1 Lakukan konseling pada
keluarga .
3.2.2 Berikan penguatan kepada
keluarga jika mampu
menerapkan salah satu
tehnik mengatasi koping
yang dialami.
3.2.3 Ingatkan keluarga untuk
menerapkan tehnik koping
yang telah dipilih.
3.3.1 Evaluasi kemampuan
keluarga dalam melakukan
koping secara efektif.
3.3.2 Tanyakan kepada keluarga
perasaan setelah menerapkan
tehnik koping yang efektif.
3.3.3 Beri pujian atas usaha
keluarga.
3.3.4 Ingatkan keluarga untuk
menerapkan dan
mempertahankan tehnik
koping yang efektif yang
telah di pilih.
4.1.1 Jelaskan kepada keluarga
cara memodifikasi
lingkungan yang
mendukung koping yang
efektif dengan tehnik
konseling.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
b. Melakukan modifikasi
lingkungan yang
mendukung koping yang
efektif.
5. Memanfaatkan fasilitas
kesehatan atau fasilitas sosial
guna menciptakan komunikais
yang efektif dengan cara:
a. Mengidentifikasi fasilitas
pelayanan kesehatan atau
sosial yang dapat
digunakan dalam
menciptakan koping yang
efektif.
b. Memanfaatkan pelayanan
kesehatan/sosial dalam
menciptakan koping yang
efektif
Pada
kunjungan
tidak
terencana
Verbal
Pada
kunjungan
tidak
terencana
yang berlangsung tidak
efektif.
Keluarga melakukan
modifikasi lingkungan yang
mendukung koping efektif
Fasilitas pelayanan kesehatan/
sosial yang dapat digunakan:
puskesmas, RS, Praktek
perawat, dokter praktek dan
praktek bidan, praktek
psikolog, LSM pemerhati
keluarga.
Adanya kartu berobat, tanggal
kunjungan dan saran-saran
yang diperoleh
4.1.2 Tanyakan keinginan
keluarga utuk memilih salah
satu cara memodifikasi
lingkungan dalam
menciptakan koping yang
efetif.
4.1.3 Beri penguatan terhadap
pilihan anggota keluarga.
4.2.3 Kaji kemampuan keluarga
memodifikasi lingkungan
yang mendukung koping
efektif dengan keluarga.
4.2.4 Beri pujian atas usaha yang
telah dilakukan keluarga.
5.1.4 Diskusikan dengan
keluarga fasilitas
kesehatan/sosial yang dapat
digunakan untuk mengatasi
koping yang dialami.
5.1.5 Tanyakan kepada keluarga
fasilitas kesehatan/sosial
yang akan digunakan.
5.1.6 Beri pujian atas usaha
keluarga.
5.2.4 Anjurkan keluarga untuk
menggunakan fasilitas
kesehatan/sosial untuk
menciptakan koping yang
efektif.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 5
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN EVALUASI RENCANA INTERVENSI
TUJUAN
UMUM
TUJUAN KHUSUS KRITERIA STANDAR
5.2.5 Tanyakan kepada keluarga
tentang pemanfaatan fasilitas
kesehatan/sosial yang sudah
digunakan.
5.2.6 Beri pujian jika keluarga telah
memanfaatkan fasilitas
kesehatan/sosial.
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 6
CONTOH RENCANA USULAN KEGIATAN PUSKESMAS
(Kegiatan Perkesmas terintegrasi dalam upaya KIA, khususnya peningkatan pemberian ASI eksklusif)
NO Upaya
Puskesmas
Kegiatan Tujuan Sasaran Target Waktu Vol keg Hasil diharapkan
1. Kesehatan
Ibu dan Anak
Pembinaan Kelompok ibu
hamil dan menyusui
(UKM)
1. Petemuan reguler
kelompok 8 kali
setahun
2. Asuhan
keperawatan
keluarga
childbearing
berisiko tidak
memberikan ASI
eksklusif (5 kali per
keluarga)
Meningatkan
Capaian
Pemberian
ASI eksklusif
150 ibu
hamil dan
menyusui
56 keluarga
childbearing
Terbentuk KS-
ASIEKs
100%
memberikan
ASI eksklusif
1 tahun
1tahun
15 KS-
ASIEKs
(75 OK)
280 OK
1. Pencatatan
keluarga
childbearing
berisiko
2. Kegiatan
reguler KS-
ASIEKs
3. Ibu
memberikan
ASI Eksklusif
4. Keluarga
mendukung
pemberian
ASI eksklusif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014
Lampiran 7
CONTOH RENCANA USULAN UPAYA PERKESMAS
(Sebagai Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas) tahun 2015
No Upaya
Puskesmas
Kegiatan Tujuan Sasaran Target Waktu Vol
Keg
Hasil diharapkan
1. Perkesmas
(CHN)
1. Pengumpulan dara
di kelurahan A
(kelurahan dengan
capain ASI
eksklusif terendah)
2. Pemetaan masalah
keperawatan di
kelurahan A
3. Melatih kader
pendukung/ tokoh
masyarakat sebagai
fasilitator KS-
ASIEKs
4. Penyuluhan tentang
ASI eksklusif di
masyarakat
5. Pembinaan
keluarga
childbearing
Kemandirian
masyarakat
dalam
meningkatkan
pemberian
ASI eksklusif
Masyarakat
kelurahan
A
1. Peta masalah
kesehatan dan
keperawatan
2. Pencatatan ibu
hamil dan
menyusui di
kelurahan A
3. 20 kader
terlatih sebagai
fasilitator Ks-
ASIEKs
4. 5 kali
penyusuluhan
5. 100 % keluarga
childbearing
terbina
3 bulan
3 bulan
1 tahun
1 tahun
1 tahun
20 OH
60 OH
20 OK
5 OH
56
Family
Folder
1. Teridentifikasi
kantong ibu
hamil dan ibu
menyusui
2. Pencatatan 100%
keluarga dengan
ibu hamil dan
menyusui
3. 20 kader di
kelurahan A
dilatih
4. Penyuluhan
manfaat dan
pentingnya ASI
eksklusif di
masyarakat
5. 100% keluarga
childbearing
mampu
memberikan ASI
eksklusif
Pengaruh kelompok ..., Istianna Nurhidayati, FIK UI, 2014