Pengaruh Kebiasaan Menggunakan Empeng
-
Upload
anggraini-kusumawardani -
Category
Documents
-
view
153 -
download
10
description
Transcript of Pengaruh Kebiasaan Menggunakan Empeng
PENGARUH KEBIASAAN MENGGUNAKAN EMPENG (PACIFIERS) TERHADAP
KESEHATAN ANAK
A. LATAR BELAKANG
Ngempeng bukan hanya perkara mengisap jari atau jempol. Kebiasaan memegang
telinga, memilin-milin rambut, ujung baju orang terdekat (biasanya ibu), selimut,
guling semasa bayi, boneka, dan lainnya juga termasuk ngempeng . Perilaku ngempeng
muncul semenjak bayi dan mencapai puncaknya di usia 2 tahun. Biasanya ngempeng
dilakukan menjelang anak tidur karena dengan mengempeng, ia merasa nyaman dan
mudah terlelap. Kebiasaan mengempeng atau mengisap jari muncul pada fase oral. Fase
dimana anak mendapat kepuasan dengan sensasi pada mulutnya. Fase ini berlangsung
sejak anak lahir hingga berusia 18 bulan. Aktivitas pada fase oral adalah makan,
mengedot, mengempeng dan mengisap jari. Pada sebagian anak, aktivitas tersebut
berhubungan dengan kemampuannya mendapatkan kenyamanan.
Ketika orangtua memberikan empeng, dot, atau membiarkan anak mengisap
jarinya untuk menenangkan diri tanpa mau tahu penyebabnya, berarti orangtua secara
tidak langsung memberi penguatan pada perilaku ini hingga berkembang menjadi
kebiasaan sampai di usia prasekolah. Padahal kerewelan anak dapat disebabkan
berbagai faktor. Bisa karena kesepian, ingin diajak main, kepanasan, kedinginan, lapar,
tidak nyaman karena popoknya basah atau merasa tidak aman.
Sebab lain adalah dominasi emosi negatif. Bila anak lebih banyak mengalami
emosi negatif atau yang kurang baik dan hanya sedikit sekali mengalami emosi yang
menyenangkan, akan memunculkan rasa gelisah dan kurang aman sehingga dapat
mendorong anak menjadi bergantung atau terikat secara emosional dengan mainan atau
benda-benda lainnya. Ngempeng bisa menyebabkan serangkaian dampak kesehatan,
terutama untuk yang mengemut jari. Di antaranya adalah mengganggu pertumbuhan
gigi, mulut dan rahang, serta diare karena empeng atau jari yang tidak steril. Terlepas
dari semua itu, ada juga beberapa orang tua yang merasakan manfaat positifnya, yakni
membantu anak yang rewel untuk tenang.
Banyak ibu yang menggunakan empeng sebagai media untu menenangkan ketika balitanya
menangis. Akibatnya balita menjadi tergantung dengan empeng dan enggan untuk
melepaskannya. Memang benar, empeng dapat menghentikan tangis anak. Bahkan beberapa
penelitian menyebutkan, penggunaan empeng justru dianjurkan bagi bayi-bayi prematur
maupun bayi-bayi yang kerap terserang kolik. Tujuannya untuk menenangkan mereka.
Namun, penggunaan empeng dalam jangka panjang dapat merusak struktur mulut dan posisi
gigi bayi. Bahkan terkadang penggunaan empeng yang terlalu lama dapat menimbulkan
masalah bagi kemampuan bicara balita.
Jika pada usia lebih dari 2 tahun anak belum dapat menghentikan kebiasaan
ngempeng atau mengisap jarinya, akan berdampak pada perkembangan konsep diri
anak. Ketika anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan di luar rumah, anak akan
menjadi bahan ejekan teman-temannya. Perlakuan semacam ini secara terus-menerus
akan membuat anak rendah diri, dan pada tingkat yang lebih ekstrem anak akan
menarik diri dari pergaulan.
Tidak higienis. Empeng sering jatuh ke lantai dan diberikan ke bayi tanpa disterilkan lagi. Ini berisiko memindahkan kuman dari lantai ke mulut bayi
Memengaruhi lengkung rahang. Ketika anak tumbuh gigi, adakalanya dia menggigit atau menarik empeng dengan giginya. Tekanan yang ditimbulkan bisa memengaruhi bentuk rahang dan gigi
Dikhawatirkan kebiasaan akan berlanjut sampai anak masuk usia sekolah, sehingga semakin sulit dihentikan. Bisa berdampak secara psikologis jika anak diejek akibat masih ngempeng
Orang tua kerap menggunakan empeng sebagai sarana menenangkan anak. Artinya tidak mendidik anak dalam proses menumbuhkan rasa percaya diri.
Kenyataannya
Empeng bisa menjadi teman tidur bayi bayi rewel yang tidak bisa ditenangkan dengan cara lain seperti mendongeng atau mengusap-usap bagian tubuh. Ia memerlukan kondisi yang menenangkan dirinya sebelum bisa tertidur.
Mengurangi kebiasaan bayi mengisap ibu jarinya
Empeng masih jadi andalan beberapa ibu untuk membuat bayi tenang. Padahal tidak
semua bayi membutuhkan empeng. Sebelum Anda memutuskan untuk memberi bayi
empeng, kenali dulu pro dan kontranya.
Dalam bukunya 'Anak Sehat: 100 Solusi dr. Tiwi', dr. Tiwi menjelaskan bayi sebaiknya
hanya menyusu ASI dan tidak memakai empeng. Namun khusus bagi bayi prematur dan
dengan gangguan perkembangan, empeng bisa digunakan.
Berikut ini pro dan kontra pemakaian empeng seperti dipaparkan dokter lulusan
Universitas Airlangga itu:
Pro
- Empeng dapat membantu bayi prematur untuk melewati transisi dari pemberian minum
lewat tube ke minum lewat botol. Empeng juga dapat membantu menimbulkan refleks isap
yang biasanya kurang optimal pada bayi prematur.
Empeng untuk anak yang mengalami gangguan perkembangan seperti PDD (Pervasive
Developmental Disorder atau kasus autisme) kadang-kadang dibutuhkan untuk membantunya
'menyimak' sesuatu. Anak dengan gangguan perkembangan biasanya mengalami masalah
dalam memproses rangsangan yang diterima melalui panca indra. Memberi empeng pada
mereka yang memerlukan rangsangan lebih sering berguna, terutama bila mereka sedang
dalam proses belajar suatu hal. Kegiatan ini dapat diganti bertahap dengan memberi rangsan
lain yang berkonsentrasi di daerah mulut, seperti minum dengan sedotan atau makan buah
atau wortel.
Mark L. Brenner, terapis anak dan penulis buku Pacifiers , Blankets, Bottles & Thumbs
menyatakan, jika di usia 2 tahun anak masih jalan-jalan dan main sambil menghisap empeng,
perkembangan sosialnya bisa tertunda. Di usia ini orang tua harus mempersiapkannya ke
tingkat perkembangan berikutnya. Karena itu anak harus segera dihentikan dari menghisap
empeng di usia 22 bulan.
Ahli lain, Patricia Hamaguchi penullis buku Childhood, Speech, Language and Listening
Problems: What Every Parent Should Know mengungkap, empeng menyulitkan anak untuk
belajar bicara. Karena saat menghisap empeng, mulut anak terkunci pada posisi yang tidak
natural atau tidak wajar, sehingga menyulitkan anak untuk mengembangkan otot lidah dan
bibir secara normal.
Kebiasaan ngempeng (menghisap) jari, dot botol susu atau dot empeng mungkin mempengaruhi perkembangan bicara balita jika kebiasaan tersebut berlangsung lama. Dalam suatu penelitian di Patagonia, Chili, peneliti menduga adanya hubungan antara kebiasaan ngempeng dengan meningkatnya resiko gangguan bicara pada anak usia pra-sekolah (balita). Balita-balita ini kesulitan melafalkan kata yang tepat.
Hasil penelitian ini dipublikasikan pada tanggal 21 oktober di BMC Pediatric, suatu jurnal kesehatan yang bisa diakses bebas di internet. Tim dipimpin oleh Barbosa dari Corporacion de Rehabilitacion Club De Leones Cruz Del Sur, berkolaborasi dengan para peneliti yang tergabung dalam Multidisciplinary International Research Training (MIRT) dari Universitas Washington.
Mereka meneliti 128 anak berusia 3-5 tahun, mengumpulkan data dari orangtua mereka tentang kebiasaan makan dan 'ngempeng dan kemudian mengevaluasi kemampuan bicaranya. Peneliti menemukan menunda pemberian dot sampai setidaknya 9 bulan, mengurangi resiko gangguan bicara, sementara balita yang ngempeng jari atau dot botol susu sampai berumur lebih 3 tahun, mengalami kemungkinan 3 x lipat gangguan bicara (melafalkan kata).
"Hasil penelitian ini menduga ngempeng selain minum ASI langsung dari payudara ibu menurunkan kemampuan perkembangan bicara pada balita tersebut." kata Barbosa. Penemuan ini relevan dengan kenyataan meningkatnya gangguan perkembangan bicara seiring meningkatnya pemakaian dot beberapa dekade belakangan. Barbosa menambahkan dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai hubungan hal ini dengan manfaat ditundanya masa menyapih ASI sampai bayi berusia 2 tahun.
Penelitian sebelumnya (oleh peneliti yang berbeda) menyebutkan kebiasaan ngempeng mempengaruhi anatomi mulut, rahang dan gigi mereka. Penelitian lain menyebutkan pemberian ASI menguntungkan bagi kontrol pernafasan, menelan dan artikulasi balita.(Science News/fer)
TIP & TRIK MENGATASI
* Tumbuhkan rasa percaya diri anak
Inilah yang pertama kali harus dilakukan orangtua, dan semestinya sudah dilakukan semenjak
usia batita melalui aktivitas sehari-hari di rumah. Yakni dengan cara memberikan kesempatan
pada anak untuk makan sendiri, memilih sendiri baju atau sepatu yang akan digunakan untuk
bepergian, dan lain-lain. Bila telah tumbuh rasa percaya dirinya, maka dapat meningkatkan
kemandirian anak. Selanjutnya, seiring dengan semakin kuatnya kemandirian, maka akan
mudah bagi si prasekolah untuk menghilangkan kebiasaan ngempeng -nya.
* Berikan pengertian yang masuk akal
Sampaikan dampak yang ditimbulkan bila anak tetap mengempeng. Contoh, kerap mengemut
jari tangan akan membuat jemarinya keriput dan kukunya jelek, juga bisa memengaruhi
bentuk rahang mulutnya. Perlihatkan gambarnya atau bila perlu ajak anak melihat langsung
orang yang rahang mulutnya maju alias bergigi tonggos.
* Tidak memaksa
Menghilangkan suatu kebiasaan membutuhkan waktu, apalagi bila kebiasaan itu sudah
berlangsung bertahun-tahun. Jadi perlu dilakukan secara bertahap, tunggu saat (timing) yang
tepat, dan ajarkan serta dorong agar dia mau mencoba melepaskan benda yang jadi
empengnya itu. Sikap yang tidak memaksa tetapi mengajak untuk bekerja sama lebih bisa
diterima oleh anak.
* Lakukan negosiasi
Misal, ia tidak boleh membawa boneka dekilnya ke rumah Eyang, sebagai gantinya dia boleh
memilih tempat rekreasi yang disukainya di rumah Eyang. Bantulah anak untuk menyusun
alternatif kegiatan yang dapat dilakukan bersama saudaranya di rumah Eyang dan pastikan
bahwa kegiatan-kegiatan tersebut cukup menyita waktu anak sehingga anak dapat melupakan
boneka kesayangannya.
* Tawarkan benda pengganti
Khusus untuk "empeng" selimut/guling/boneka, bujuk anak untuk mengganti "empeng"nya itu
dengan mainan/benda lain yang juga menjadi kesayangan anak. Atau, sesekali katakan bahwa
selimut/boneka/gulingnya belum kering dan tanyakan kira-kira benda pengganti lain yang mau
dia pilih untuk dibawa menemaninya tidur. Strategi ini diterapkan agar ada fleksibilitas pada
anak, sehingga ia tak terpaku pada satu benda saja.
* Yakinkan anak bahwa ia mampu melakukannya
Katakan, misal, "Ibu tahu Adek sangat sayang pada si selimut, tapi boneka Pooh ini juga ingin
bergiliran tidur dengan Adek. Ayo, kita ajak si Pooh. Pasti Adek juga bisa tidur bersama si
Pooh." Atau, "Ibu tahu Adek sangat sayang pada si guling, tapi sayangnya cukup malam hari
kalau mau tidur saja, jangan dibawa ke mana-mana. Kita coba, ya, pasti Adek bisa." Ajaklah dia
bekerja sama untuk menata selimut/guling/boneka itu di tempat tidurnya setiap bangun tidur
pagi agar benda itu tak usah dibawa ke mana-mana.
* Alihkan perhatian anak
Ajak anak bercerita dengan menggunakan jari-jemarinya sehingga ia tak sempat lagi untuk
mengisap jari maupun menggunakannya untuk memegangi selimut/boneka/gulingnya
maupun memilin-milin rambut/kuping ibu. Atau, sambil orangtua memainkan jari-jemarinya,
alihkan perhatiannya dengan membacakan buku cerita atau mendengarkan musik pengantar
tidur yang lembut. Bila perhatiannya sudah teralihkan, tarik perlahan tangan Anda. Lakukan
hal yang sama keesokan harinya hingga si anak terbiasa dengan rutinitas barunya. Saat
memasuki situasi baru, alihkan perhatian anak dengan mengajaknya melakukan aktivitas yang
menyenangkan, semisal bermain bola, petak umpet, dan lain-lain. Sehingga perasaan tak
nyaman hilang tergantikan dengan suasana riang bermain, dan ia pun lupa pada
"empeng"nya.
* Ajak menginap tanpa "empeng"
Saat anak sudah cukup siap tidur tanpa benda kesayangannya, lakukan perjalanan yang
membuatnya tidur di tempat lain. Tinggalkan benda kesayangannya itu di rumah. Jangan panik
bila anak menangis saat menjelang tidur karena benda kesayangannya tak ada. Tangani
dengan tenang dan katakan serta buktikan bahwa ibu atau ayahnya siap menemani dia sambil
bercerita atau memainkan boneka tangan/jari jemari.
* Beri penghargaan
Sebaiknya anak diberi tanggung jawab untuk mencoba mengontrol tindakannya, antara lain
dengan memintanya menandai pada kalender, kapan dia bisa melepas jari/benda
kesayangannya itu. Sebagai penghargaan atas usahanya, di akhir minggu boleh memberikan
hadiah kecil kesukaan anak agar ia semakin termotivasi untuk menghentikan kebiasaannya
mengempeng.
* Bersikaplah konsisten
Bila si prasekolah telah bersedia menghentikan kebiasaan ngempengnya, jangan sampai ia
"mencuri" kesempatan untuk melakukannya lagi. Biasanya, ketika sedang lelah, orangtua
"malas" untuk mengalihkan perhatian anak dari "empeng"nya, lantas membiarkan si kecil
mengempeng. Ingatlah, ketidakkonsistenan hanya akan membuat si kecil bingung, dan pada
akhirnya target untuk menghentikan kebiasaan mengempeng malah tak akan tercapai.