pengaruh internet terhadap anak

16
BAB I Teknologi Informasi adalah studi atau peralatan elektronika terutama komputer, untuk menyimpan, menganalisa, dan mendisribusikan informasi apa saja, termasuk kata – kata, bilangan, dan gambar. (kamus Oxford, 1995). Kehadiran internet sebagai media baru ikut mendorong pertumbuhan informasi masyarakat (August dan Meadows, 2008 :42). Indikasinya, pengguna internet tidak hanya semakin bertambah banyak dalam jumlah, namun juga semakin luas cakupannya termasuk rentang usia. Kini, anak-anak pun menjadi pengguna internet. Di Indonesia ditemukan data bahwa 20 – 30 % anak usia 8 – 17 tahun mengakses internet (bkkbn.go.id, 2010), di Filiphina 74% anak – anak usia 10 – 17 tahun mengakses internet (Asian Institut of Journalism and Communication, 2009) dan di Inggris terjadi peningkatan pengetahuan Ilmu Teknologi (IT) pada anak usia 12 -15 tahun hingga 70% (Ofcom, 2011). Sebagai media baru, internet adalah yang paling pesat perkembangannya dan paling cepat pula mengubah masyarakat yang didokumentasikan dari masa – masa studi mengenai internet

description

pengaruh internet terhadap perilaku kekerasan pada anak

Transcript of pengaruh internet terhadap anak

Page 1: pengaruh internet terhadap anak

BAB I

Teknologi Informasi adalah studi atau peralatan elektronika terutama komputer, untuk

menyimpan, menganalisa, dan mendisribusikan informasi apa saja, termasuk kata – kata,

bilangan, dan gambar. (kamus Oxford, 1995).

Kehadiran internet sebagai media baru ikut mendorong pertumbuhan informasi

masyarakat (August dan Meadows, 2008 :42). Indikasinya, pengguna internet tidak hanya

semakin bertambah banyak dalam jumlah, namun juga semakin luas cakupannya termasuk

rentang usia. Kini, anak-anak pun menjadi pengguna internet. Di Indonesia ditemukan data

bahwa 20 – 30 % anak usia 8 – 17 tahun mengakses internet (bkkbn.go.id, 2010), di Filiphina

74% anak – anak usia 10 – 17 tahun mengakses internet (Asian Institut of Journalism and

Communication, 2009) dan di Inggris terjadi peningkatan pengetahuan Ilmu Teknologi (IT)

pada anak usia 12 -15 tahun hingga 70% (Ofcom, 2011).

Sebagai media baru, internet adalah yang paling pesat perkembangannya dan paling cepat

pula mengubah masyarakat yang didokumentasikan dari masa – masa studi mengenai internet

(Barry Wellman, 2011: 17 – 23). Internet mengubah maupun menciptakan bahasa (Baron,

2011 : 309 –324), berkomunikasi secara intrapersonal (Shedletsky & Aitken, 2004: 117 –

137) dan secara interpersonal (Shedletsky & Aitken, 2004: 141 – 154). Hingga dikatakan

Fidler (1997, dalam Shedletsky & Aitken, 2004: 17) bahwa “ Internet causes

methamorphosis: of information, of people, of behavior, of media, of society”.

Anak – anak merupakan bagian dari masyarakat pun mengalami metamorfosis, mereka

adalah anak –anak yang disebut dengan cyberkids atau the digital generation (Facer

&Furlong, 2001: Buckingham, 2006: Tapscott, 1999: dalam Livingstone, 2011: 348).

Generasi digital atau anak –anak cyber dalam pengertian ini adlah generasi yang sudah

terbiasa dengan teknologi komunikasi dan informasi. Generasi inilah “pemain” internet,

Page 2: pengaruh internet terhadap anak

mereka menemukan kemampuannya beraktivitas online secara mandiri, dan bahkan jika

dibandingkan dengan orang dewasa mereka bisa lebih canggih dalam menguasainya. Sebab

pada beberapa penelitian seperti yang disebutkan Livingstone (2011: 348), anak –anaklah

yang mendorong terjadinya difusi teknologi komunikasi dan informasi masuk ke rumah.

Mereka dianggap lebih fleksibel dan kreatif. Mereka secara aktif memilih media dan konten

media tersebut.

Sehingga anggapan bahwa anak –anak adalah audiens pasif yang menerima begitu saja isi

media (McQuail, 1997: 18) kemudian cenderung terkena dampak negatifnya menjadi tidak

relavan jika dilekatkan pada anak –anak era ini. Banyaknya pemberitaan yang mengungkap

dampak negatif internet pada anak –anak seolah mengabaikan kesadaran mengontrol diri

(sense of control) atau kemampuan diri (self-efficacy) yang dimiliki anak –anak (Burn &

Cranner 2007: 79).

Padahal interaksi antara manusia dan internet, dalam kaitannya dengan komunikasi punya

keunikan tersendiri. Internet sebagai salah satu alat komunikasi maupun sebagai salah satu

bentuk media massa, mempunyai paradoxical nature atau sifat paradoks yang alami.

Seperti yang diungkap Arakaki Game :

“The consuquences of technology are always profundly contradictory,

contradiction is of the technology, no just some accidental by product of the historycal

process.” (Arakaki, 1998 dalam Shedletsky & Aitken, 2004: 8).

Di sinilah poin pentingnya, bahwa penggunaan internet adalah faktor determinan dari

pengaruh internet terhadap anak –anak. Pengaruh internet baik yang positif maupun negatif

muncul berdasarkan cara menggunakannya, seperti durasi penggunaan, jenis situs yang di

Page 3: pengaruh internet terhadap anak

akses, streaming flim yang semestinya hingga jenis aktivitas online yang dilakukan melalui

internet (Kraut et.al, 2002 dalam Bakardjieva, 2011: 60).

Seperti hal-nya penggunaan media online yang sering digunakan oleh anak usia sekolah,

banyak dari anak – anak usia sekolah menghabiskan waktu luangnya di warung internet

(warnet) untuk mengakses media online melalui internet, menurut survei yang dilakukan oleh

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2012 mencatat, penggguna

internet di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 30 juta pengguna, tahun 2010 sebanyak 42

juta pengguna, tahun 2011 mencapai 55 juta pengguna, dan tahun 2012 mencapai 63 juta

pengguna atau sekitar 24,23% dari jumlah penduduk Indonesia (apjii.or.id, 15 Maret 2015).

Survei terbaru telah dilakukan APJII bersama Badan Pusat Statistik (BPS) berhasil

mengungkap bahwa jumlah pengguna internet hingga akhir tahun 2013 mencapai 71,19 juta

pengguna meningkat 13% di bandingkan tahun 2012. Adanya pertumbuhan penggunaan

internet juga dipertegas oleh pernyataan yang di ungkapkan Semuel A. Pengerapan, selaku

Ketua Umum APJII bahwa sesuai dengan MGDs, pengguna internet di Indonesia mencapai

107 juta pada tahun 2014, dan 139 juta pengguna pada tahun 2015 (apjii.or.id, 17 Maret

2015).

Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia diharapkan bisa sesuai dengan target 50%

penduduk terkoneksi internet seperti yang dicanangkan oleh World Summit Information

Society (WSIS) pada tahun 2015 nanti. APJII juga memaparkan hasil surveinya yang

menunjukan bahwa penduduk berusia 7 – 34 tahun mendominasi pengguna internet di

Indonesia dengan porsi 64,2%. Sedangkan kelompok pengguna berusia 20 -24 tahun

mencapai 15.1% dari total pengguna. Profil pengguna yang masih bekerja dengan lama kerja

antara satu hingga dua tahun mencapai 53.3% dari total pengguna, yang disusul ibu rumah

tangga, dan pelajar, berdasarkan hasil survei tersebut Indonesia menempati urutan kedelapan

di seluruh dunia (apjii.or.id, 15 Maret 2015). Angka – angka tersebut dinilai cukup fantastis

Page 4: pengaruh internet terhadap anak

dalam menggambarkan fenomena pesatnya perkembangan internet di Indonesia dan betapa

cukup penting untuk mendapat perhatian khusus terkait adanya potensi muncul permasalahan

bagi para pengguna internet yang sebagian besar didominasi oleh penduduk berusia muda dan

produktif.

Horrigan (2002) menggolongkan aktifitas – aktifitas internet yang dilakukan para

pengguna internet salah satunya mencakup aktifitas kesenangan (Fun Activities). Fun

activities yaitu aktivitas yang sifatnya untuk kesenangan atau hiburan, seperti : Online untuk

bersenang – senang, Streaming (menonton secara online) klip video dan audio, Chatting atau

pesan singkat (media sosial), mendengarkan musik atau Mp3,download musik atau video,

dan bermain game online.

Fun activities ini membawa game online menjadi aplikasi kelima yang banyak digunakan

di Indonesia setelah e-mail, internet messenger, situs jejaring sosial, dan search

engine(Chandra, 2006). Rachmawati (2013) game online diciptakan sebagai media hiburan

serta media untuk menghilangkan stres. Jenis permainan ini diminati oleh berbagai kalangan

usia. Game online juga telah menjadi industri bernilai milyaran dolar yang kini diminati oleh

berbagai kalangan, pria maupun wanita, baik usia anak – anak hingga orang dewasa

(Chandra, 2006).

Fakta menarik tentang game online tidak selamanya berbuah manis. Saat banyak

kalangan industri yang merauk keuntungan sebagaimana diberitakan Indonesia Finance

Today mengenai pernyataan Founder Agate Studio, Arief widhiasa bahwa secara Nasional

pengguna game online dari tahun 2006 – 2011 tunbuh sekitar 30% (Ekarina & Ika, 2011).

Beberapa kalangan mungkin menilai pertumbuhan pengguna game online sebagai

keuntungan besar khususnya bagi penggiat bisnis game. Namun di lain pihak ancaman akan

dampak yang negatif mengintai para pengguna game online. Sebagaimana penjelasan Young

Page 5: pengaruh internet terhadap anak

(2009) bahwa ketidakmampuan dalam mengontrol penggunaan teknologi sehingga memberi

kerugian terhadap penggunanya merupakan konsep dari adiksi internet. Adanya adiksi inilah

yang menjadi ancaman paling sangat mungkin terjadi di tengah perkembangan teknologi.

Pratiwi (2007) mengemukan bahwa game online kini semakin populer dan menarik bagi

banyak kalangan dari hari ke hari, kemenarikan ini tidak hanya berlaku sesaat tetapi

menimbulkan perilaku kompulsif bagi penikmatnya, tingkah laku ini menimbulkan adiksi

atau kecanduan. Adiksi atau kecanduan adalah suatu gangguan yang bersifat kronis dan

kompulsif berulang – ulang untuk memuaskan diri pada aktifitas tertentu (Soetjipto, 2007).

Steward (dalam Lee, 2011) menjelaskan bahwa secara umum adiksi game online memiliki

dampak negatif seperti kehilangan hubungan interpersonal, kegagalan untuk mengatasi

tanggung jawab, mengalami gangguan aspek kehidupan, dan kesehatan yang buruk. Secara

khusus juga dijelaskan bahwa adiksi terhadap internet dan game online memberikan beberapa

aspek negatif yang merujuk ke arah adanya konsekuensi seperti putus sekolah, munculnya

permasalahan antara hubungan pertemanan, prilaku kekerasan dan permasalahan keluarga

(David & Wiemer-Hasting, 2005).

Adiksi game online merupakan masalah psikososial yang banyak ditemukan pada anak

dan remaja (Rachmawati, 2013). Anak dianggap lebih sering dan rentan terhadap penggunaan

permainan Game Online daripada orang dewasa (Griffiths & Wood, 2000 dalam Lemmens,

2009). Adiksi game online ditandai oleh sejauh mana pemain game bermain game secara

berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game tersebut (Weinstein,

2010).Kriteria adiksi game di antaranya adalah salience, tolerance, mood modification,

relapse, withdrawal, conflict, dan problems. Ketujuh kriteria ini merupakan pengukur untuk

mengetahui adiksi atau tidaknya seorang pemain game yang ditetapkan pemain yang

mendapatkan empat dari tujuh kriteria merupakan indikasi pemain yang mengalami adiksi

game(Lemmens, 2009). Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap

Page 6: pengaruh internet terhadap anak

peningkatan derajat kesehatan seseorang baik fisik maupun mental, sudah seharusnya

dilibatkan dalam memperbaiki perilaku pada anak (Wong, 2009).

Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan

terhadap diri sendiri, perseorangan atau sekelompok masyarakat yang mengakibatkan atau

kemungkinan besar mengakibatkan trauma, kematian, kerugian psikologi, kelainan

perkembangan atau perampasan hak (WHO 1999) .

Kekerasan dapat terlihat dari cidera maupun rasa sakit yang dirasakan sesorang akibat

perbuatannya sendiri maupun orang lain (Lundy & Janes, 2009).

Menurut Stuart dan Laraia (2001) perilaku kekerasan adalah suatu keadaaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan

perasaan kesal atau marah yang tidak konsrtuktif.

Musbikin (2009) mengatakan bahwa salah satu contoh penyebab anak berperilaku

kekerasan adalah game. Paparan game membuat anak menjadi kasar, suka memcaci, bahkan

kehilangan pengendalian diri (Musbikin, 2009). Bermain memang menjadi kebutuhan anak.

Di antara sekian banyak permainan yang ditawarkan di pasar, salah satu permainan yang

perlu diwaspadai jika terlalu sering dimainkan anak yaitu Playstation/ Game online.

Musbikin (2009) menyatakan bahwa adrenalin yang memuncak, kemarahan yang disertai

teriakan, bentakan, dan cacian, hampir selalu mewarnai permainan yang menggunakan stik

dan layar monitor tersebut. Perilaku kekerasan dan kebiasaan berbicara tanpa kendali, bahkan

cacian, tentu saja berdampak negatif bagi perkembangan anak. Anak jadi kehilangan

kepedulian terhadap sesama, tidak mudah menerima kekalahan bahkan menjadi mudah

menyakiti teman-teman se-usia, ataupun yang lebih kecil (Musbiskin, 2009).

Page 7: pengaruh internet terhadap anak

Game online merupakan permainan modern yang membutuhkan akses langsung ke dalam

internet. Sebagian besar game online mengandung unsur kekerasan seperti adegan

perperangan, senjata, darah serta luka. Semakin sering anak menyaksikan adegan kekerasan

maka perilaku kekerasan yang timbul pada anak semakin mudah terbentuk

(Andriani,dkk,2011)

Permasalahan terbaru berhasil mengungkap bahwa game online berkonten kekerasan

memicu timbulnya prilaku kekerasan yang terjadi secara global :

Andriani, dkk (2009) dalam penelitiannya yang melihat gambaran umum pemilihan game

online pada anak sekolah menemukan bahwa 82,9% anak memilih game online yang bertema

kekerasan serta 76,5% anak menghabiskan waktu 1 sampai 2 jam untuk bermain game dalam

sehari.

Adegan yang ditampilkan karakter dalam game dapat menimbulkan keinginan anak-anak

dan remaja untuk meniru adegan tersebut dalam kehidupan nyata. Hal yang menggemparkan

pada tanggal 27 juni 2008, 6 remaja di Amerika Serikat melakukan perampokan dengan

kekerasan dan kemudian tertangkap setelah upaya pencurian mobil (Crowley, 2008). Menurut

pihak penyidik kejahatan, remaja tersebut meniru tindakan Niko Belic, tokoh video game

terbaru “Grand Theft Auto IV”. Peristiwa ini merupakan contoh ekstrim bagaimana

kekerasan di media dapat mempengaruhi kekerasan dalam kehidupan nyata.

Sebagian besar game online mengandung konten kekerasan yang dapat menimbulkan

perilaku kekerasan dan perasaan agresif. Survey Kaiser Family Foundation di Amerika

(2010) menemukan 97% remaja bermain game online setiap hari. Lebih dari 50% game

mengandung unsur kekesaran dan mempengaruhi perilaku agresif pada anak- anak dan

remaja termasuk tindakan kekerasan. (Strasburger ‘et al’, 2010).

Page 8: pengaruh internet terhadap anak

Sebuah penelitian oleh Barlet dan Rodeheffer (2009) mengenai efek realistis game

kekerasan terhadap agresi (perilaku kekerasan, pikiran agresif, perasaan agresif dan gairah

fisiologis) pada 74 mahasiswa Amerika menemukan bahwa responden yang bermain game

kekerasan selama 45 menit mengalami peningkatan yang lebih besar dalam perilaku

kekerasan dan perasaan agresif dibandingkan responden yang bermain game tanpa kekerasan

pada periode yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Janssen ‘et al’ (2010) mengenai

hubungan paparan televisi, komputer fan game online dengan kekerasan fisik pada 9.672

anak usia 10-16 tahun di Kanada menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

perilaku bermain video game dengan tindakan kekerasan pada anak perempuan.

Berdasarkan kutipan dari berita majalah femina (2013), yaitu tragedi penembakan

pemutaran perdana film Batman: The Drak Knight Rises, yang dilakukan oleh James Holmes

yang menyebabkan 12 orang meninggal dan melukai 58 orang. Berdasarkan introgasi pihak

polisi terhadap teman sekamar James ,” James terobsesi dengan video game. Ia selalu

memainkan role-playing game. Saya tidak ingat permainan apa, namun jenis game favoritnya

seperti World of Warcraft. Dalam game online ini, Anda bersaing dengan orang-orang di

internet untuk membunuh lawan-lawan yang berada di arena tersebut,” ungkap seorang teman

James kepada tim penyidik kepolisian.

Tahun 2010 lalu di Alabana, Amerika Serikat, terdapat satu kasus yang menyebutkan

bahwa seorang remaja bermain game FPS selama berbulan-bulan dan akhirnya dia terbukti

bersalah karena telah membunuh tiga orang yang dua di antaranya adalah polisi. Sang pelaku

membunuh tiga orang tersebut karena terinspirasi oleh game berjudul “Grand Theft Auto”. Di

kutip dari CBS News pada tahun 2010, “Hidup itu seperti sebuah game, selalu dan harus ada

yang mati,” ujar sang pelaku ketika disidangkan di pengadilan Albana. Seorang psikologi

bernama David Walsh mengatakan bahwa game dengan tema kekerasan tidak sepatutnya

dimainkan oleh anak atau remaja yang masih dalam tahap pertumbuhan.” Otak aka atau

Page 9: pengaruh internet terhadap anak

remaja yang masih dalam tahap pertumbuhan masih labil dan belum tertata sepenuhnya,:

ungkap Walsh.

Di Vietnam, gara-gara game online seorang remaja secara sadis tega membunuh seorang

nenek. Hal ini dilakukannya karena sang anak ingin merampok uang si nenek hanya untuk

bermain game online. Kepolisian setempat, Jumat (23/11/2007) saat ini telah menahan anak

remaja usia 13 tahun bernama Dinh The Dan ini dirumahnya di provinsi Nam Dinh, 80

kilometer selatan Hanoi. Polisi mengungkapkan Dinh mencekik leher nenek bernama Mai

Thi Mau berusia 81 tahun dengan seutas tali. Sesudah sang nenek tewas, dia mencuri

uangnya sebanyak US$ 6,2 dan mengubur mayat sang nenek di dalam pasir. Keterangan

kepolisian menyatakan bahwa Dinh ingin bermain game online namun tidak punya uang

sehingga ia melakukan perbuatan sadis tersebut. Namun karena belum cukup umur, dia tidak

ditahan di penjara melainkan dikirim ke tempat penampungan anak-anak untuk memperbaiki

perilakunya (dikutip dari mediabanten.com, post date: 25/03/2015 – 13:56).

Di Indonesia, perilaku kekerasan pada anak akibat game online juga marak terjadi. Di

kutip dari Jakarta, GresNews.com – Komisi Nasional anak mencatat adanya peningkatan

kasus kriminalitas yang dilakukan oleh anak. Jika pada tahun 2013 terdapat 730 kasus yang

melibatkan anak sebagai pelaku kriminal anak. Angka tersebut meningkat pada tahun 2014

menjadi 1.851 kasus. Pada tahun 2013 sebanyak 16% pelaku kriminalitas berusia dibawah 14

tahun. Sedangkan pada tahun 2014 meningkat sebanyak 26%.

Satgas Perlindungan Anak (PA) menyoroti persoalan berawal dari pengaruh game, seperti

anak SD membunuh temannya di Ciracas gara-gara label gang, siswa SD membacok

temannya di Depok, umur 9,10,11 memcabuli anak umur 4 dan 6 tahun di Padang. Baru-baru

ini beberapa anak merampok karena butuh uang untuk bermain game online, beberapa kasus

kekerasan, bullying, pemerkosaan, pencabulan dan sebagainya dipicu oleh game online,” ujar

Page 10: pengaruh internet terhadap anak

M. Ihsan Ketua Satgas PA dalam keterangan pers yang disampaikan pada Rabu (05/09/2012).

“Banyak penelitian membuktikan bahwa materi game yang diminati anak-anak sekolah

adalah kekerasan bercampur dengan pornografi. Materi game yang positif tidak menarik buat

anak-anak,”lanjut Ihsan.(Jakarta, VOA-Islam.com, 30/03/2015, 22:28 WIB).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti,