PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN...
Transcript of PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN...
1
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
NILAI PASAR PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG
TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
ADITYAS WICAKSANA
PROF. DR. H. ABDUL ROHMAN, M. SI, AKT
ABSTRACT
Researches in Intellectual Capital have been conducted in many countries and in
many aspects, but in Indonesia study of Intellectual Capital and its effect to firms’ growth
and firms’ market value is still limited. Previous researches are also have many differents in
its findings. The purpose of this research is to investigate the influence of Intellectual Capital
of firm toward their growth and market value.
The Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) method is used to measure of
Intellectual Capital. The samples of this study taken from banking companies listed in
Indonesian Stock Exchange, with observation period of 2009 until 2010. The samples are
collected by purposive sampling method and resulted 25 observation as samples. This study
is an empirical study using Partial Least Square (PLS) for the data analysis.
The result show that Intellectual Capital influences positively to both firms’ growth
and firms’ market value.
Keyword: Intellectual Capital, VAICTM
, firms’ growth, firms’ market value, Partial Least
Square (PLS)
2
1 PENDAHULUAN
Pada tahun 1980an, muncul kesadaran akan pentingnya nilai aset tak berwujud di
dalam praktik bisnis dan akuntansi. Organisasi-organisasi bisnis, para pemangku
kepentingan, para peneliti, dan pembuat kebijakan menyadari pentingnya aset tak berwujud
sebagai sumber daya fundamental untuk menciptakan kekayaan dan sebagai sumber inovasi
(Singh dan Van der Zahn, 2008). Munculnya kesadaran ini menandakan dimulainya era
“ekonomi baru”, yang salah satu cirinya adalah didominasi oleh peran penting informasi dan
pengetahuan sebagai suatu knowledge asset bagi perusahaan (Pike dan Roos, 2000).
Menurut Bontis (2001), ada beberapa penggunaan istilah populer yang menunjukkan
semakin dikenalnya knowledge asset pada dunia bisnis internasional. Istilah-istilah tersebut
antara lain adalah intellectual capital, knowledge capital, knowledge organizations, learning
organizations, organizational learning, information age, knowledge era, information assets.
Intangible assets, intangible management, hidden value, dan human capital.
Istilah Intellectual Capital (selanjutnya disingkat IC) pertama kali dikembangkan oleh
John K. Galbraith pada tahun 1969 dan dikembangkan oleh Peter F. Drucker pada tahun 1993
(Bontis, 2001). Dalam literatur, tersedia banyak sekali definisi pakar mengenai IC. Salah satu
yang cukup komprehensif adalah definisi dari CIMA pada tahun 2001 (dikutip oleh Li et al,
2008), yaitu:
“... the possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill,
good relationships, and technological capacities, which when applied will give
organisations competitive advantage.”
Salah satu area penelitian yang kini menarik banyak peneliti IC untuk melakukan
investigasi adalah penggunaan IC sebagai instrumen untuk menentukan nilai perusahaan (Tan
et al, 2007). Hal ini seolah kontras dengan pemikiran yang diungkapkan oleh Pike dan Roos
(2000) yang menyatakan bahwa nilai market value tidak semata-mata merupakan
penjumlahan IC dengan nilai buku perusahaan. Namun demikian, jika digeneralisasi dapat
ditarik persamaan pendapat dari para ahli bahwa dengan memperhitungkan unsur IC maka
nilai perusahaan akan meningkat.
Hal ini dipertegas Yang dan Lin (2009) yang menyatakan bahwa “... intellectual
capital is pivotal to an organization’s lasting success...”. Yang dan Lin (2009) menambahkan
3
bahwa penciptaan, akumulasi, dan penciptaan ulang (re-creation) dari IC harus menjadi
perhatian utama dari tim manajemen puncak. Hal ini membuat penelitian seputar IC sangat
penting untuk dilakukan karena sangat membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya,
serta membantu para investor dan stakeholder perusahaan untuk mengambil keputusan.
Namun demikian, dalam kondisi meningkatnya peran IC dalam kehidupan bisnis dan
akuntansi, Singh dan Van der Zahn (2007) menganggap mekanisme akuntansi tradisional
dianggap tidak mampu lagi untuk memenuhi syarat untuk mengukur dan melaporkan IC
secara memadai untuk perusahaan-perusahaan “ekonomi baru”. Beberapa aset tak berwujud
yang khas dimiliki oleh perusahaan-perusahaan “ekonomi baru” seperti yang dicontohkan
oleh Stewart (dalam Tan et al, 2007) berupa kompetensi staf, hubungan dengan pelanggan,
model-model simulasi, dan sistem administrasi terkomputerisasi akan luput dari metode
akuntansi tradisional. Hal ini akan membawa dampak pada meningkatnya asimetri informasi
antara perusahaan dan pengguna laporan keuangan dan menciptakan inefisiensi pada proses
alokasi sumber daya dalam pasar modal (Li et al, 2008).
Ketidakmampuan praktik akuntansi konvensional tersebut menunjukkan terjadi suatu
kesenjangan (gap) antara dunia teori akuntansi yang tekstual dengan praktik nyata yang
kontekstual. Dalam rangka mengatasi masalah terkait IC yang dihadapi akuntansi tradisional,
beberapa model klasifikasi dan pengukuran IC telah dikembangkan. Salah satu metode yang
cukup banyak dipakai dalam penelitian adalah model VAICTM
(Value Added Intellectual
Coefficient) yang dikembangkan oleh Ante Pulic (1999). Metode ini menggunakan
pendekatan tidak langsung untuk mengukur IC dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah
sebagai hasil kemampuan intelektual perusahaan. Konsep nilai tambah adalah indikator
obyektif secara keseluruhan dari kesuksesan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk menciptakan nilai dengan memasukkan investasi sumber daya termasuk gaji dan bunga
untuk aset keuangan, deviden, pajak serta biaya research and development (Solikhah, 2010).
Kekerapan penggunaan VAICTM
oleh para peneliti menunjukkan penerimaan VAICTM
sebagai suatu metode yang cukup memadai untuk mengukur dan menganalisa IC. Dengan
semakin diketahuinya peran IC dalam penciptaan value added bagi perusahaan, maka
perusahaan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengembangkan IC, baik
dalam proses value finding, value creation, maupun value delivery ke semua pemangku
kepentingan.
Beberapa studi telah meneliti peran penting IC dalam penciptaan nilai bagi
perusahaan. Ting dan Lean (2009) mengungkapkan bahwa VAICTM
dan ROA memiliki
4
kaitan positif pada institusi keuangan Malaysia dan ketiga komponen dalam VAICTM
memiliki korelasi erat dengan profitabilitas. Mavridis (2005) menyimpulkan terdapat
hubungan korelasi yang kuat antara value added dengan physical capital, namun terlebih
terdapat hubungan korelasi yang lebih kuat pada human atau intellectual capital (koefisien
human capital). Ulum (2008) membuktikan bahwa IC berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan masa depan. Solikhah (2010)
menyimpulkan bahwa IC berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dan pertumbuhan
perusahaan, namun tidak mempengaruhi nilai pasar perusahaan, serta kinerja IC berbeda
dalam bidang-bidang industri.
Namun demikian, terdapat beberapa penelitian yang memberikan hasil bahwa IC tidak
berpengaruh terhadap penciptaan nilai bagi perusahaan. Diez et al (2010) menyimpulkan
bahwa walaupun terdapat relasi antara IC dan penciptaan nilai, namun tidak ada relasi yang
signifikan antara penggunaan indikator human capital dan structural capital dengan variabel-
variabel independen selain pertumbuhan penjualan, seperti ROA atau produktivitas.
Maditinos et al (2011) menunjukkan bahwa IC secara keseluruhan dan komponen-komponen
IC tidak berkolerasi dengan kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan. Wahdikorin (2010)
menunjukkan bahwa secara agregat, IC berpengaruh signifikan dan negatif terhadap cost to
asset (CTA) dan tidak berpengaruh terhadap ROA.
Hasil penelitian yang beragam dan seringkali kontradiktif mengenai IC menunjukkan
bahwa masih terjadi research gap dalam penelitian IC. Hal ini semakin menguatkan bahwa
penelitian lebih lanjut penting untuk dilakukan. Hal ini juga didukung dengan semakin
vitalnya peranan IC bagi perusahaan modern karena IC sulit ditiru dan bersifat tak
tergantikan sehingga dapat menciptakan keunggulan kompetitif dan kinerja yang lebih baik.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh
Intellectual Capital terhadap Pertumbuhan dan Nilai Pasar Perusahaan pada Perusahaan
Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”.
Dari hasil penelitian yang beragam dan kontradiktif mengenai IC serta masih
terbatasnya penelitian di Indonesia yang meneliti antara IC dengan pertumbuhan dan nilai
perusahaan dalam sektor perbankan, maka masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai
berikut:
1. Apakah Modal Intelektual berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan?
2. Apakah Modal Intelektual berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan?
5
2 LANDASAN TEORI
2.1. Stakeholder Theory
Stakeholder Theory menunjukkan pemeliharaan hubungan dengan stakeholder yang
mencakup semua bentuk hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder perusahaan
yang mencakup pekerja, pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis perusahaan. Teori stakeholder
mengatakan bahwa laporan akuntansi dianggap menjelaskan sebuah strategi untuk
mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pihak-pihak lain yang berinteraksi dengannya
(Fontaine et al, 2006).
Freeman dan Evan (1990) mendefinisikan stakeholder sebagai “any identifiable group
or individual who can affect the achievement of an organisation’s objectives, or is affected by
the achievement of an organisation’s objectives”. Berdasar teori stakeholder, manajemen
perusahaan diasumsikan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder dan
melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan
bahwa stakeholder berhak untuk menerima informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi
mempengaruhi mereka, bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi
tersebut atau bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang
konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Fontaine et al, 2006).
Menurut Fontaine et al (2006), tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk
membantu manajemen perusahaan memahami lingkungan stakeholder mereka dan
melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di
lingkungan perusahaan mereka. Inti seluruh teori ini adalah tentang apa yang akan terjadi
ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Dalam konteks VAICTM
, teori stakeholder berargumen bahwa seluruh stakeholder
memiliki hak untuk diperlakukan adil dan manajer harus mengelola organisasi untuk
keuntungan seluruh stakeholder. Melalui pemanfaatan seluruh potensi perusahaan, baik
karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital, maka
perusahaan akan mampu menciptakan value added bagi perusahaan (dalam hal ini disebut
VAICTM
). Dengan meningkatkan value added tersebut, kinerja keuangan perusahaan akan
meningkat dan pertumbuhan perusahaan makin baik sehingga nilai perusahaan di mata
stakeholder akan meningkat.
2.2. Resource Based Theory/Resource Based View (RBV)
6
Pendekatan berbasis sumber daya (resource-based view of the firm/RBV) adalah suatu
teori yang dikembangkan untuk menganalisis keunggulan bersaing suatu perusahaan yang
menonjolkan keunggulan pengetahuan (knowledge/learning economy) atau perekonomian
yang mengandalkan aset-aset tak berwujud (intangible assets). Resources Based Theory
mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa
produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik
bagi tiap-tiap perusahaan. Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber
daya dan kemampuan (Kor dan Mahoney, 2004). Perbedaan sumber daya dan kemampuan
perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif. Asumsi
RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan
kemampuan perusahaan.
Sumber daya perusahaan yang dapat memberi keunggulan kompetitif bagi perusahaan
dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu berwujud, tidak berwujud dan kapabilitas sumber
daya manusia (Fahy dan Smithee, 1999). Kemampuan menunjukkan apa yang dapat
dilakukan perusahaan dengan sumber dayanya. Pendekatan RBV menyatakan bahwa
perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan dan memperoleh
keuntungan superior dengan memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud.
Empat kriteria sumber daya sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan, yaitu: (a) sumber daya harus menambah nilai positif bagi perusahaan, (b)
sumber daya harus bersifat unik atau langka diantara calon pesaing dan pesaing yang ada
sekarang ini, (c) sumber daya harus sukar ditiru, dan (d) sumber daya tidak dapat digantikan
dengan sumber lainnya oleh perusahaan pesaing (Fahy dan Smithee, 1999). Dalam RBV,
perusahaan tidak dapat berharap untuk membeli atau mengambil keunggulan kompetitif
berkelanjutan yang dimiliki oleh suatu organisasi lain, karena keunggulan tersebut
merupakan sumber daya yang langka, sukar ditiru, dan tidak tergantikan.
2.3. Definisi Intellectual Capital
Menurut Stewart (1997), intellectual capital telah dimengerti secara berbeda oleh
beberapa kalangan, dipahami oleh beberapa kelompok kecil dan secara formal belum terdapat
metode penilaian yang baku. Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modal-
modal non fisik atau modal tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata
7
(invisible) yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang
digunakan.
Stewart (1997) menjelaskan bahwa IC merupakan:
“The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive
edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information,
intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth.”
Bontis et al. (2000) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi
tiga konstruk utama dari IC, yaitu: human capital (HC), structural capital (SC), dan customer
capital (CC). Menurut Bontis et al. (2000), secara sederhana HC merepresentasikan
individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC
merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience, dan attitude tentang
kehidupan dan bisnis.
Lebih lanjut Bontis et al. (2000) menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh non-human
storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database,
organisational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat
nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Sedangkan tema utama dari CC
adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship
dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis et al., 2000).
2.4. Pengklasifikasian Intellectual Capital
Stewart (1997) mengklasifikasikan IC ke dalam tiga format dasar, yaitu human
capital, structural capital, dan customer capital. The Danish Confederation of Trade Unions
(1999) mengelompokkan IC sebagai manusia, sistem, dan pasar. Leliaert et al. (2003)
mengembangkan the 4-Leaf model, yang mengelompokkan IC ke dalam human, customer,
structural capital, dan strategic alliance capital (dalam Tan et al., 2007).
Metode pengukuran IC dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al, 2007),
yaitu kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter dan kategori yang menggunakan
ukuran moneter. Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba
mengestimasi nilai uang dari IC, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan
menggunakan rasio keuangan. Berikut adalah daftar ukuran IC yang berbasis non-
moneter/kualitatif (Tan et al,. 2007):
a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);
8
b. Brooking’s Technology Broker method oleh Broker (1996);
c. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997);
d. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997);
e. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997);
f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);
g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan
h. The Ernest & Young Model (2000).
Sedangkan model penilaian IC berbasis moneter/kuantitatif yang disebutkan oleh Tan
et al., (2007) antara lain:
a. The EVA dan MVA model (Bontis et al., 1999);
b. The Market-to-Book Value model (Partanen, 1998);
c. Tobin’s q method (Luthy, 1998);
d. Pulic’s VAICTM
Model (Pulic, 1998, 2000).
e. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan
f. The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001).
Tan et al.,(2007) juga menambahkan beberapa pengukuran yang terdapat dalam
accounting bodies dan pengukuran-pengukuran yang dikembangkan oleh para praktisi yaitu:
a. Human Resource Costing & Accounting (Johanson dan Grojer, 1998);
b. Accounting for the Future (Nash, 1998);
c. Total Value Creation (McLean, 1999); dan
d. The Value Explorer and Weightless Weights (Andriessen dan Tissen, 2000).
2.5. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™)
Metode VAIC™ (Pulic, 1999) didesain untuk menyajikan informasi tentang value
creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible
assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value
creation) (Pulic, 1999). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1999).
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan
mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup
seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal
penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk
9
dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang
direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak
masuk dalam komponen IN (Pulic, 1999). Metode VAICTM
mengukur efisiensi input
perusahaan yang terdiri dari:
1) Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal
manusia. HCE merupakan rasio dari Value Added (VA) terhadap Human Capital (HC).
Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah
perusahaan. HCE dapat diartikan juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai
tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa
banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
(Ulum, 2008).
2) (SCE) adalah Structural Capital Efficiency indikator efisiensi nilai tambah modal
struktural. SCE merupakan rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana
keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007).
3) Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal
yang digunakan. CEE merupakan rasio dari VA terhadap CE. CEE menggambarkan berapa
banyak nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. CEE yaitu
kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan (Wahdikorin, 2010).
2.6. Definisi Bank dan Karakteristik Industri Perbankan
Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Menurut Firer dan William (2003) dan Saengchan (2008), industri perbankan adalah
salah satu sektor yang memiliki IC paling intensif. Selain itu, dari aspek intelektual, secara
keseluruhan karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor
ekonomi lainnya (Ulum, 2008). Penelitian Ulum (2008), Ting dan Lean (2009), serta Mavridis
(2005) memberikan bukti empiris bahwa perusahaan perbankan sangat dipengaruhi oleh IC.
2.7. Pertumbuhan Perusahaan (Firms’ Growth)
10
Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
size (Kallapur dan Trombley, 1999). Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dinilai dari
beberapa segi, di antaranya adalah peningkatan aktiva, peningkatan laba, peningkatan ekuitas
maupun peningkatan laba. Peningkatan pendapatan biasanya merupakan sinyal bagi
perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen et al., 2000).
Weston dan Copeland mengatakan bahwa pertumbuhan perusahaan mengukur
seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya
maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (dalam Solikhah, 2010). Pertumbuhan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk
memperoleh value added yang merupakan salah satu faktor yang menentukan perusahaan
untuk tetap survive.
2.8. Nilai Pasar Perusahaan (Firms’ Market Value)
Praktik akuntansi konservatisme menekankan bahwa investasi perusahaan dalam
intellectual capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari peningkatan
selisih antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien, maka investor
akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki IC lebih besar
(Belkaoui, 2003). Selain itu, jika IC merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan
competitive advantages, maka IC akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan
perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan (Chen et al., 2005).
2.9. Kerangka Penelitian
2.10. Pengembangan Hipotesis
Pertumbuhan Perusahaan (Firms’ Growth)
+
+
HCE
SCE
CEE Firms’ Market
Value (Mval)
Firms’ Growth
(GR)
Intellectual
Capital
(VAICTM)
PER
PBV
AG
EG
11
Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
size (Kallapur dan Trombley, 2001). Dalam konteks teori stakeholder, dapat dilihat dari dua
sisi yaitu bidang manajerial dan bidang etika. Bidang manajerial dapat menjelaskan bahwa
kekuatan stakeholder dalam mengendalikan manajer korporasi adalah untuk meningkatkan
value added serta kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kinerja yang bagus akan
mendorong untuk terus berkembang dan tumbuh. Sedangkan bidang etika menjelaskan
bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan
manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Ketika manajer
mampu mengelola organisasi secara maksimal dalam upaya mengembangkan perusahaan,
maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Menurut resource-based
theory, keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan akan bergantung pada
pengembangan sumber daya baru sama seperti mengeksploitasi sumber daya yang lama.
Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya intelektual secara efektif dan efisien akan
mendorong kemampuan pengembangan bagi perusahaan.
Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah (2010) telah membuktikan bahwa IC
mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Sedangkan penelitian
Maditinos et al (2011), dan Wahdikorin (2010) menunjukkan bahwa IC tidak berpengaruh
signifikan, atau berpengaruh sangat kecil, atau hanya berpengaruh parsial pada kinerja
keuangan. Dengan adanya research gap yang terjadi pada penelitian-penelitian terdahulu,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan antara IC dengan pertumbuhan
perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis pertama dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
H1 : Modal Intelektual berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan.
Nilai Pasar Perusahaan (Firms’ Market Value)
Teori stakeholder menjelaskan bahwa para stakeholder akan lebih menghargai
perusahaan yang mampu menciptakan nilai karena dengan penciptaan nilai yang baik, maka
perusahaan akan lebih mampu untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholder. Dalam
konteks IC, penciptaan nilai dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan unsur-unsur IC
yaitu human capital, physical capital, maupun structural capital. Sebagai salah satu
stakeholder perusahaan, para investor di pasar modal akan menunjukkan apresiasi atas
12
keunggulan IC yang dimiliki perusahaan dengan berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Pertambahan investasi tersebut akan berdampak pada naiknya nilai pasar perusahaan.
Senada dengan pendapat tersebut, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya
intelektual memungkinkan perusahaan untuk mengelola sumber daya fisiknya dengan lebih
baik. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing dan nilai
tambah. Investor akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu
menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan. Di mana hal tersebut sesuai dengan
pandangan resource-based theory.
Namun demikian, Solikhah (2010) dan Maditinos (2011) menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara IC dengan nilai pasar perusahaan. Dengan demikian, terjadi gap antara
teori dengan hasil penelitian empirik sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H2 : Modal Intelektual berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan
3 METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Pengukuran
3.1.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah IC yang diukur dengan metode
VAICTM
. Langkah pertama dalam metode ini adalah mengukur nilai tambah atau Value
Added (VA) dengan rumus:
VA = OUT – IN
OUT = Total pendapatan
IN = Beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawan
Metode VAIC mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan: modal manusia, modal
struktural serta modal fisik dan finansial, yaitu:
1. Modal manusia (Human Capital/HC) mengacu pada nilai kolektif dari modal intelektual
perusahaan yaitu kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan (Pulic, 1998; Firer dan
Williams, 2003), diukur dengan Human Capital Efisiensi (HCE) yang merupakan
indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal manusia. Rumus untuk
menghitung HCE yaitu:
13
HCE = VA/HC
HC = Gaji dan tunjangan karyawan
2. Modal struktural (Structural Capital/SC) dapat didefinisikan sebagai competitive
intelligence, formula, sistem informasi, hak paten, kebijakan, proses, dan sebagainya, hasil
dari produk atau sistem perusahaan yang telah diciptakan dari waktu ke waktu (Pulic,
1998; Firer dan Williams, 2003), diukur dengan Structural Capital Efficiency (SCE) yang
merupakan indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal struktural. Rumus
untuk menghitung SCE yaitu:
SCE = SC / VA
SC = VA – HC
3. Modal yang digunakan (Capital Employed/CE) didefinisikan sebagai total modal yang
dimanfaatkan dalam aset tetap dan lancar suatu perusahaan (Pulic, 1998; Firer dan
Williams, 2003), diukur dengan Capital Employed Efficiency (CEE) yang merupakan
indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal yang digunakan. Rumus untuk
menghitung CEE yaitu:
CEE = VA/CE
CE = nilai buku aktiva bersih
Sehingga nilai VAIC dapat diperoleh dengan menjumlahkan ketiga komponennya
yaitu HCE, SCE dan CEE. Rumus untuk menghitung VAIC yaitu:
VAIC = HCE + SCE + CEE
3.1.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan dan nilai
pasar perusahaan. Pertumbuhan perusahaan diukur dengan pertumbuhan laba (EG) dan
pertumbuhan aktiva (AG). Pertumbuhan laba (EG) mengindikasikan kenaikan laba dari tahun
ke tahun. Sedangkan pertumbuhan aktiva (AG) menunjukkan kenaikan aktiva dari tahun ke
tahun. Kedua indikator tersebut selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:
EG = (Laba tahun ket ÷ Laba tahun ket-1) – 1 x 100%
AG = (Total aktiva tahun ket ÷ Total aktiva tahun ket-1) – 1 x 100%
14
Variabel dependen kedua dalam penelitian ini adalah firms’ market value (Mval) yang
diproksikan dengan price to book value ratio (PBV) dan price to earning ratio (PER).
Price to book value ratio (PBV) menggambarkan penilaian pasar keuangan terhadap
manajemen dan organisasi perusahaan, di mana diformulasikan sebagai berikut:
PBV = Harga Pasar Saham ÷ Nilai Buku per Saham
Price to earning ratio (PER) menunjukkan besarnya harga yang dibayar investor
untuk aliran earning yang akan diperoleh investor. PER dihitung dengan rumus berikut:
PER = Harga Saham ÷ Laba per Saham
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 dan 2010. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Purposive sampling dengan kriteria yaitu perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek
Indonesia dan telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2009 dan 2010, serta tidak
mengalami kerugian pada tahun pelaporan. Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh jumlah
sampel sebanyak 25 sampel perusahaan perbankan.
3.3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) sebagai alat analisis. Dalam
hal ini, pertumbuhan perusahaan, nilai pasar perusahaan, dan komponen-komponen IC
diperlakukan sebagai variabel laten dengan masing-masing indikatornya. Alat PLS dipilih
karena dapat digunakan dengan jumlah sampel yang tidak besar dan dapat diterapkan pada
semua skala data, serta merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini
terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif (Ghozali, 2008).
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga.
Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.
Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan
antar variabel laten dan indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi
15
parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh
ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi
menghasilkan estimasi. Tahap pertama, menghasilkan weight estimate, tahap kedua
menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan
estimasi means dan lokasi (Ghozali, 2008). Model analisis jalur semua variabel laten dalam
PLS terdiri dari 2 model, yaitu inner model dan outer model.
4 HASIL DAN ANALISIS
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode 2009 sampai 2010, tercatat sejumlah 27 perusahaan. Selanjutnya dari seluruh
bank yang terdaftar di BEI tersebut, Bank yang memenuhi kriteria dipilih menjadi sampel
penelitian hanya 25 bank karena dua bank dalam kondisi rugi, sehingga objek yang menjadi
sasaran penelitian ini adalah 25 bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Rincian
penentuan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1:
Tabel 4.1
Sampel Penelitian
No. Kriteria Jumlah
1 Bankyang tercatat di BEI hingga tahun 2010 27
2 Bankyang mengalami rugi pada tahun 2009-2010 (2)
Total sampel selama periode penelitian 25
Sumber: data sekunder yang telah diolah, 2011
4.2. Statistik Inferensial Partial Least Square
4.2.1. Hasil Outer Weight Model
Outer weight model menggambarkan hubungan konstruk dengan indikator formatif.
Karena semua konstruk dalam penelitian ini adalah konstruk formatif, maka tidak dapat
dilakukan analisis terhadap convergent validity dan composite reliability. Analisis outer
weight model untuk konstruk formatif dilakukan dengan melihat substantive content dari
16
masing-masing indikator berdasarkan besarnya relatif weight dan melihat signifikansi relatif
weight tersebut dengan membandingkan hasil T-statistik dengan hasil T-tabel (Ghozali,
2008). Berdasarkan hasil perhitungan PLS, didapatkan nilai masing-masing indikator
formatif terhadap konstruknya pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4
HASIL OUTER WEIGHT MODEL
Original
sample
estimate
Mean of
subsamples
Standard
deviation
T-
Statistic
SCE IC 2,487 2,541 0,155 16,083
HCE IC -2,395 -2,455 0,147 16,263
CEE IC -0,047 -0,056 0,065 0,724
AG GR -0,212 -0,207 0,173 1,229
EG GR 0,954 0,880 0,383 2,489
PBV Mval 0,051 0,096 0,057 0,886
PER Mval 1,009 0,935 0,385 2,617
Keterangan: nilai T-tabel, α sebesar 0,05 (degree of freedom 25-1=24) adalah 2,06
Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.4, indikator SCE dan HCE valid dengan nilai weight 2,487 dan -
2,395 karena memiliki nilai T-statistik lebih besar dari nilai T-tabel sehingga dapat digunakan
untuk mengukur konstruk IC. Indikator CEE memiliki nilai T-statistik lebih kecil dari T-
tabel, sehingga tidak valid mengukur konstruk IC. Indikator EG dengan nilai weight 0,954
valid (signifikan) karena nilai T-statistik lebih besar dari T-tabel sehingga dapat digunakan
untuk mengukur konstruk GR. Indikator AG memiliki nilai T-statistik lebih kecil dari T-
tabel, sehingga tidak valid mengukur konstruk GR. Indikator PBV tidak signifikan karena
nilai T-statistik lebih kecil dari T-tabel, sehingga tidak dapat mengukur konstruk Mval,
sedangkan indikator PER dengan nilai weight 1,009 signifikan karena memiliki nilai T-
statistik lebih besar dari T-tabel sehingga dapat digunakan untuk mengukur konstruk Mval.
17
4.2.2. Hasil Inner Model
Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada
substantive theory. Hasil tampilan output bootstrapping berupa grafik hubungan antar
variabel intellectual capital (VAICTM
), (Growth/GR) dan (Market Value/ Mval) ditunjukkan
pada gambar 4.1 sebagai berikut:
Gambar 4.1
HASIL MODEL STRUKTURAL
Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011
Berdasarkan hasil bootstapping, persamaan struktural tiap konstruk adalah sebagai
berikut:
VAIC = 2,487SCE - 2,395HCE - 0,047CEE
GR = -0,212 AG + 0,954 EG
18
Mval = 0,051PBV + 1,009PER
Hasil pengujian masing-masing hipotesis penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.5
berikut ini:
Tabel 4.5
HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
Hipotesis
Variabel
Original
samples
Estimate
Standar
deviation
T -
Statistic
Keputusan
1
VAIC > GR 0,642 0,242
2,657
Signifikan
2 VAIC > Mval 0,809 0,320 2,526 Signifikan
Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.5, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa VAIC berpengaruh
signifikan terhadap GR dapat diterima, dengan nilai original samples estimate sebesar 0,642,
T statistic 2,657 lebih besar dari T Tabel 2,06. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa
VAIC berpengaruh signifikan VAIC berpengaruh signifikan terhadap GR dapat diterima,
dengan nilai original samples estimate sebesar 0,809, T statistic 2,526 lebih besar dari T
Tabel 2,06.
Berdasarkan perhitungan nilai R2, GR sebesar 0,412, yang berarti 41,2% variasi dapat
dijelaskan oleh variasi VAIC, sedangkan sisanya 58,8% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak masuk dalam model. Nilai Square Mval sebesar 0,654, yang berarti 65,4% variasi Mval
dapat dijelaskan oleh variasi VAIC, sedangkan sisanya 34,6% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak masuk dalam model.
19
4.3. Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis
4.3.1. Hubungan antara IC dengan Pertumbuhan Perusahaan (Growth/GR)
Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan alat Partial Least Square (PLS),
diperoleh nilai original samples estimate sebesar 0,642, dan T-statistik sebesar 2,657 lebih
besar dari T-tabel sebesar 2,06 untuk pengujian atas hipotesis pertama, yaitu IC berpengaruh
secara signifikan dan positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis pertama diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa jika
sumber daya intelektual ditingkatkan, maka perusahaan akan mampu mengelola sumber daya
fisik yang dimilikinya secara lebih efisien sehingga perusahaan tersebut mampu menciptakan
nilai (value creation). Hal ini akan meningkatkan competitive advantages perusahaan
sehingga perusahaan dapat tumbuh dan tetap survive.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2008), Diez
et al. (2010), dan Solikhah (2010) yang telah membuktikan bahwa IC mempunyai pengaruh
signifikan dan positif terhadap pertumbuhan perusahaan (Growth/GR). Dengan demikian,
penelitian ini mengkonfirmasikan dan menguatkan hasil penelitian Ulum (2008), Diez et al.
(2010), dan Solikhah (2010) serta memberikan bukti empiris yang lebih kuat dalam badan
teori IC dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan perusahaan.
Dilihat dari konteks teori stakeholder, IC telah terbukti untuk membantu manajemen
perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan sehingga seluruh stakeholder dapat
menikmati keuntungan yang semakin bertambah pula. Selanjutnya menurut pandangan
resource-based theory, terbukti bahwa IC adalah sebuah sumber daya baru yang dapat
dieksploitasi demi keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan. Dengan
demikian, pemanfaatan sumber daya intelektual secara efektif dan efisien akan mendorong
kemampuan pengembangan bagi perusahaan.
4.3.2. Hubungan antara IC dengan Nilai Pasar Perusahaan (Market Value/Mval)
Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan alat PLS, nilai original samples
estimate sebesar 0,809, T statistic 2,526 lebih besar dari T Tabel 2,06 untuk pengujian atas
20
hipotesis kedua, yaitu IC berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai pasar
perusahaan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima.
Penelitian ini membuktikan bahwa pasar melihat nilai/value lebih dari IC perusahaan.
Nilai pasar perusahaan dapat meningkat apabila kekayaan intelektual yang dimiliki
perusahaan dikelola dengan baik. Semakin tinggi nilai IC maka nilai perusahaan akan
meningkat dan membuat sahamnya akan banyak diminati oleh investor sehingga permintaan
akan saham perusahaan tersebut akan naik sehingga menyebabkan harga saham menjadi naik.
Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solikhah
(2010) dan Maditinos (2011) yang membuktikan bahwa IC tidak mempunyai pengaruh yang
positif terhadap nilai pasar perusahaan. Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian
Sholikhah (2010) yang meneliti IC pada perusahaan manufaktur menegaskan bahwa industri
perbankan adalah industri yang lebih sarat dengan penggunaan intellectual capital daripada
industri lainnya (Firer dan William, 2003; Saengchan, 2008). Hal ini turut menegaskan pula
bahwa secara keseluruhan, karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan
dengan sektor ekonomi lainnya (Ulum, 2008). Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil
penelitian Maditinos (2011) yang meneliti IC pada perusahaan perbankan di Yunani
memperlihatkan bahwa para investor yang akan menanamkan modalnya pada perusahaan
perbankan di Indonesia dipengaruhi oleh seberapa besar kinerja intellectual capital
perusahaan perbankan tersebut dalam pengambilan keputusan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penjelasan teori stakeholder dan resource based
theory. Dilihat dari sudut pandang teori stakeholder, seluruh aktivitas perusahaan bermuara
pada penciptaan nilai/value creation. Penciptaan nilai dalam konteks ini adalah dengan
memaksimalkan pemanfaatan human capital, physical capital, maupun structural capital.
Hal tersebut akan mendorong meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan menjadi
organisasi yang terus tumbuh dan berkembang sehingga nilai perusahaan di mata seluruh
stakeholder akan meningkat. Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang resource-based
theory, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan
mencapai keunggulan bersaing dan nilai tambah. Investor akan memberikan penghargaan
lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan.
21
5 KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Secara agregat, intellectual capital (VAIC™) memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap pertumbuhan perusahaan (Growth/GR). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah
(2010). Intellectual capital yang diakui sebagai aset perusahaan mampu menghasilkan
keunggulan kompetitif sehingga perusahaan dapat survive dan terus berkembang untuk
memaksimalkan kepentingan para stakeholder.
2. Secara agregat, intellectual capital (VAIC™) memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap konstruk nilai pasar perusahaan (Market Value/MVal). Hasil penelitian
ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solikhah (2010) dan Maditinos
(2011). Terbukti bahwa semakin tinggi intellectual capital perusahaan perbankan, maka
nilai perusahaan perbankan akan meningkat dan membuat sahamnya akan banyak
diminati oleh investor sehingga permintaan akan saham perusahaan tersebut akan naik
sehingga menyebabkan harga saham menjadi naik. Terbukti pula bahwa sektor industri
perbankan adalah industri padat Intellectual Capital dan memiliki karakteristik karyawan
yang lebih homogen.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan, antara lain yaitu:
1. Perusahaan-perusahaan yang dipilih terbatas pada perusahaan-perusahaan Indonesia
yang terdaftar di BEI dan menggunakan aturan akuntansi yang berlaku selama periode
penelitian. Setiap negara memiliki praktik akuntansi yang berbeda sehingga besar terjadi
kemungkinan pengaruh aturan akuntansi yang berbeda dapat memberikan hasil yang
berbeda pula di negara-negara lain.
2. Penelitian ini terbatas pada perusahaan publik dan terdaftar di BEI. Saham perusahaan-
perusahaan yang tidak terdaftar di BEI dan tidak diperdagangkan secara publik tidak
dikenai kekuatan pasar. Oleh karena itu, nilai pasar mereka tidak mudah ditentukan atau
tidak terpercaya.
22
3. Jumlah sampel yang relatif kecil hanya mengambil sampel selama dua tahun dan hanya
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), menjadikan pengujian menjadi kurang
kuat. Sampel dalam penelitian ini hanya terbatas 25 bank saja, sehingga hasil penelitian
tidak dapat digeneralisasi dan harus dianalisis dengan pendekatan alternatif Partial Least
Square. Penelitian terkesan sempit sehingga tidak cukup objektif untuk menggambarkan
kinerja modal intelektual suatu bank (Ulum, 2008)
4. Dengan menggunakan biaya karyawan sebagai komponen denumerator dan komponen
pengurang dalam perhitungan metode VAICTM
, maka hubungan antara biaya karyawan
dengan nilai tambah adalah berbanding terbalik. Penggunaan biaya karyawan sebagai
elemen pencipta nilai adalah kelemahan dari metode VAIC™ karena membuat nilai
tambah intellectual capital menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan metode lain
seperti pendekatan berbasis pasar.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh maka saran untuk
penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan alat ukur intellectual capital selain VAIC™
seperti model EVA and MVA, guna meminimalisir bias yang disebabkan pembayaran
gaji yang tidak stabil dan beragam.
2. Penelitian selanjutnya dapat lebih mengeksplorasi pengaruh intellectual capital terhadap
nilai pasar perusahaan untuk mengatasi research gap yang masih terjadi dalam isu ini.
Penelitian selanjutnya dapat menambah proksi untuk mengukur nilai pasar perusahaan
dengan memakai indikator ratio nilai pasar yang berbeda, seperti devidend yield dan
devidend payout ratio, serta memasukkan variabel intervening, seperti profitabilitas
perusahaan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Accounting Standards Board. 1997. Goodwill and Intangible Assets. FRS 10. Accounting
Standards Board, London.
Bontis, Nick. 2001. “Assessing Knowledge Assets: A Review of the Models Used to Measure
Intellectual Capital”, dalam International Journal of Management Reviews. Vol. 3.
Issue 1, hlm 41-60.
Chen, M.C, Cheng S. J, dan Hwang Y. 2005. “An Empirical Investigation of The
Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Value and Financial
Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.6, No.2. hlm 159-176.
Diez, Jose Maria, Magda Lizet Ochoa, M. Begona Prieto, dan Alicia Santidrian. 2010.
“Intellectual Capital and Value Creation in Spanish Firms”, dalam Journal of
Intellectual Capital. Vol.11, No.3, hlm 348-367
Fahy, John, dan Alan Smithee. 1999. “Strategic Marketing and the Resource Based View of
the Firm”, dalam Academy of Marketing Science Review, Vol. 1999, No. 10.
Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures of
Corporate Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No. 3. hlm.
349-460.
Fontaine, Charles, Antoine Haarman, dan Stefan Schmid. 2006. “The Stakeholder Theory”,
dalam http://www.edalys.fr/documents/Stakeholders%20theory.pdf (diakses tanggal 11
November 2011).
24
Freeman, R.E dan W.M. Evan. 1990. “Corporate Governance: A stakeholder Interpretation”,
dalam Journal of Behaviour Economics, Vol. 19, hlm 337-359.
Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling: Metode Alternatif dengan PLS, Edisi 2.
Badan Penerbit Undip: Semarang
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Salemba
Empat: Jakarta
Indriantoro, dan Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
International Accounting Standards Board. 2004. Intangible Assets. IAS 38. International
Accounting Standards Board, London.
Kallapur, S dan M.A Trombley. 1999. “The Association between Investment Opportunity Set
Proxies and Realized Growth”, dalam Journal of Business Finance & Accounting,
Vol. 26, hlm 505-519.
Kor, Yasemin Y., dan Joseph T. Mahoney. 2004. “Edith Penrose’s (1959) Contributions to
the Resource-based View of Strategic Management”, dalam Journal of Management
Studies, Vol. 41, hlm 184-191.
Li, Jing, Richard Pike, dan Roszaini Haniffa. 2008. “Intellectual Capital Disclosure and
Corporate Governance Structure in UK Firms”, dalam Accounting and Business
Research, Vol.38, No. 2, hlm 137-159.
Maditinos, Dimitrios, Dimitrios Chatzoudes, Charalampos Tsairidis, dan Georgios Theriou.
2011. “The Impact of Intellectual Capital on Firms’ Market Value and Financial
Performance”. Dalam Journal of Intellectual Capital, Vol.12, No.1, hlm 132-151.
Mavridis, Dimitrios G. 2005. “Intellectual Capital Performance Drivers in the Greek Banking
Sector”, dalam Management Research News, Vol. 28, No.5, hlm 43-62
25
Moon, Yun Ji, dan Hyo Gun Kym. 2006. “A Model for the Value of Intellectual Capital”,
dalam Canadian Journal of Administrative Sciences, hlm 253-269.
Pike, Steve, dan Goran Roos. 2000. “Intellectual Capital Measurement and Holistic Value
Approach (HVA)”, dalam Works Institute Journal (Japan), Vol. 42.
Pulic, A. 1999. “Basic Information on VAICTM
”. www.vaic-on.net. Diakses Maret 2011.
Saengchan, Sarayuth. 2008. “The Role of Intellectual Capital in Creating Value in the
Banking Industry”, dalam www.bus.tu.ac.th/uploadPR /ADV3_11_2008/9.pdf
(diakses 11 November 2011).
Sawarjuwono, T. dan Agustine P. K. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan
Pelaporan (Sebuah Library Research),” dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Vol.5, No.1. hlm 35-57. Surabaya: Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Univesitas
Airlangga.
Singh, Inderpal, dan J-L. W. Mitchell Van der Zahn. 2007. “Does Intellectual Capital
Disclosure Reduce an IPO’s Cost of Capital?”, dalam Journal of Intellectual Capital,
Vol. 8, No. 3, hlm 494-516.
Singh, Inderpal, dan J-L. W. Mitchell Van der Zahn. 2008. “Determinants of Intellectual
Capital Disclosure in Prospectuses of Initial Public Offerings”, dalam Accounting and
Business Research, Vol. 38, No. 5, hlm 409-431.
Solikhah, Badingatus. 2010. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan,
Pertumbuhan Dan Nilai Pasar Pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek
Indonesia”. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations.
Doubleday/Currency: New York.
26
Tan, H. P., Plowman, D., dan Hancock, P. 2007. “Intellectual Capital and Financial returns of
Companies“ dalam Journal of Intellectual Capital. Vol. 8, No. 1. hlm. 76-95.
Ting, Irene Wei Kiong dan Hooi Hooi Lean. 2009. “Intellectual Capital Performance of
Financial Institutions in Malaysia” dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.10,
No.4, hlm 588-599.
Ulum, I, I. Ghozali, dan A. Chariri. 2008. “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan
Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan PLS” dalam SNA XI. Vol. 1. hlm 1-32.
Ulum, I. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wahdikorin, Ayu. 2010. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2007-
2009”. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wu, Wann-Yih, Man-Ling Chang, dan Chih-Wei Chen. 2008. “Promoting Innovation
Through the Accumulation of Intellectual Capital, Social Capital, and Entrepreneurial
Orientation”, dalam R&D Management, Vol. 38, No. 3, hlm 265-277.
Yang, Chien-Chang, dan Carol Yeh-Yun Lim. 2009. “Does Intellectual Capital Mediate the
Relationship between HRM and Organizational Performance? Perspective of a
Healthcare Industry in Taiwan”, dalam The International Journal of Human Resource
Management, Vol. 20, No. 5, hlm 1965-1984.
27
LAMPIRAN
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN PERBANKAN
No Perusahaan Kode
1 Bank Rakyat Indonesia, Tbk BBRI
2 Bank Agroniaga, Tbk AGRO
3 Bank Artha Graha Internasional, Tbk INPC
4 Bank Bukopin BBKP
5 Bank Bumi Arta BNBA
6 Bank Central Asia, Tbk BBCA
7 Bank Danamon Indonesia, Tbk BDMN
8 Bank Ekonomi Raharja, Tbk BAEK
9 Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk SDRA
10 Bank CIMB Niaga, Tbk BNGA
11 Bank ICB Bumiputera, Tbk BABP
12 Bank Mayapada Internasional, Tbk MAYA
13 Bank Mega, Tbk MEGA
14 Bank Nusantara Parahiyangan, Tbk BBNP
15 Bank Permata, Tbk BNLI
16 Bank Swadesi, Tbk BSWD
17 PAN Indonesia Bank, Tbk PNBN
18 Bank Tabungan Pensiun Nasional, Tbk BTPN
19 Bank Windu Kentjana International, Tbk MCOR
20 Bank OCBC NISP, Tbk NISP
21 Bank Victoria International, Tbk BVIC
22 Bank Mandiri, Tbk BMRI
23 Bank Tabungan Negara, Tbk BBTN
24 Bank Negara Indonesia, Tbk BBNI
25 Bank Capital Indonesia, Tbk BACA
28