PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA …/Pengaruh...pengelolaan intangible asset juga...
Transcript of PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA …/Pengaruh...pengelolaan intangible asset juga...
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA
KEUANGAN DAN PREDIKSI
KINERJA KEUANGAN DAERAH
(Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2005-2007)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Dhimas Pekik Raharjo
F.1306561
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan intangible asset dalam meningkatkan nilai dan kinerja perusahaan semakin
penting dewasa ini. Beberapa intangible asset tradisional seperti paten, merk, dan goodwill
terbukti mampu meningkatkan nilai sebuah perusahaan. Perhatian terhadap praktek
pengelolaan intangible asset juga telah meningkat secara dramatis sejak tahun 1990-an
(Harrison dan Sullivan, 2000) dalam Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008).
Perubahan paradigma ekonomi dari ekonomi yang berbasis tenaga kerja (labor
based economic) ke ekonomi yang berbasis pengetahuan (knowledgw based economic) telah
membuat beberapa intangible baru berpengaruh besar terhadap penciptaaan kekayaan
organisasi. Ekonomi berbasis pengetahuan secara luas berdasar pada intangible factor dan
untuk memahami fungsi dari intangible factor ini menjadi sangat penting untuk keperluan
rencana strategis organisasi (Stahle dan Stahle, 2006). Salah satu pendekatan untuk
memahami fungsi dari intangible asset adalah dengan Intellectual Capital yang telah
menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang baik manajemen, teknologi informasi,
sosiologi, maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000; Sullivan dan Sullivan, 2000) dalam
Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008).
Beberapa ahli telah mencoba untuk mendefinisikan makna dari intellectual capital.
Menurut Klein dan Prusak dalam Stewart (1997) mendefinisikan intellectual capital sebagai
material intellectual yang telah disusun, ditangkap, dan mempengaruhi untuk memproduksi
nilai asset yang lebih tinggi. Bontis (2004) dalam Stahle dan Stahle (2006) mendefinisikan
intellectual capital sebagai nilai tersembunyi dari individu, perusahaan, institusi, komunitas,
dan wilayah pada saat itu dan sumber-sumber potensial untuk penciptaan nilai. Selanjutnya
Andriessen dan Stam (2005) dalam Stahle dan Stahle (2006) mendefinisikan intellectual
capital sebagai semua sumber daya intangible yang tersedia pada sebuah wilayah atau
negara, yang mampu memberikan keuntungan yang relatif dan dimana dalam sebuah
kombinasi yang dapat untuk menghasilkan keuntungan di masa depan. Walaupun intellectual
capital didefinisikan dari berbagai perspektif yang berbeda, tetapi dari berbagai definisi
tersebut mengarah pada satu hal yaitu bahwa semuanya menekankan pada bagaimana nilai
dapat dihasilkan dari pengetahuan baik untuk saat ini maupun untuk masa depan.
Penyajian dan pengungkapan intellectual capital di dalam laporan keuangan bukan
merupakan hal yang bersifat mandatory. Asumsi yang mendasarinya karena sulitnya
mengukur asset ini. Koenig (2000) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003) berpendapat
bahwa intellectual capital hanya dapat dianggap sebagai asset namun belum dapat
diperlakukan sebagai asset seperti asset-asset yang lain, yang dapat diukur dan dilaporkan
dalam laporan keuangan perusahaan karena sulitnya pengukuran terhadap asset ini. Karena
belum terdapat standarisasi yang mengatur bagaimana penyajian dan pengungkapan sumber-
sumber pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan maka laporan intellectual capital
dianggap sebagai voluntary disclosure. Masing-masing perusahaan mempunyai standar dan
kebijakan dalam melaporkan kepada pihak internal atau eksternal (Widjanarko, 2006).
Implementasi intellectual capital merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja di
Indonesia tetapi juga di lingkungan global. Hanya beberapa negara maju saja yang telah
mulai menerapkan konsep ini, contohnya Amerika, Australia, dan beberapa negara
Skandinavia. Pada umumnya sebuah organisasi masih belum menemukan jawaban yang tepat
mengenai nilai lebih apa yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan intellectual organisasi
tersebut. Padahal nilai lebih tersebut dapat berasal dari kemampuan berproduksi suatu
perusahaan sampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Nilai lebih tersebut juga
dapat dihasilkan dari modal intellectual yang dapat diperoleh dari budaya pengembangan
organisasi maupun kemampuan organisasi dalam memotivasi karyawannya sehingga
produktivitas perusahaan dapat dipertahankan atau bahkan meningkat (Sawarjuwono dan
Kadir, 2003). Implementasi intellectual capital tidak hanya terdapat pada organisasi-
organisasi private, tetapi juga terdapat pada organisasi yang bersifat publik (public sector).
Di Indonesia organisasi sektor publik meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN,
BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan koperasi (Mardiasmo, 2002) dalam Falikhatun (2007).
Sebagai sebuah pendekatan scientific, ruang lingkup intellectual capital di wilayah sektor
publik masih mengalami masa pertumbuhan (Stahle dan Stahle, 2006).
Seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia yang ditandai dengan
pemberlakuan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang kemudian diperbaharui
kembali dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004 memberikan kewenangan
yang lebih luas dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Pemerintah Daerah dituntut
untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengoptimalkan setiap potensi yang
ada (Mardiasmo, 2005) dalam Hamzah (2008). Pemerintah daerah diharapkan mampu
mengelola keuangan daerah dengan meningkatkan ekonomi lokal yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan yang baik dapat terlihat dari
indikasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang berarti mengurangi ketergantungan
terhadap Pemerintah Pusat (Adi, 2007) dalam Hamzah (2008).
Untuk pengelolaan keuangan daerah dibutuhkan dua sumber daya di dalamnya
yaitu sumber daya manusia yang berupa aparat/ pegawai dan sumber daya ekonomi yang
berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah (Hamzah,
2008). Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
instrument kebijakan utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah menduduki posisi
sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi, dan efektivitas pemerintah daerah.
Anggaran daerah dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan,
pengeluran dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, ukuran standar untuk
evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Kinerja yang
terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan daerah yang berupa perbandingan
antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran.
Sawarjuwono dan Kadir (2003) menyatakan bahwa salah satu bentuk nilai lebih
yang diperoleh organisasi karena masuknya faktor intellectual adalah kemampuan organisasi
dalam memotivasi karyawannya sehingga produktivitas dapat dipertahankan atau bahkan
meningkat. Dalam kaitannya dengan sebuah organisasi sektor publik, salah satu bentuk nilai
lebih yang diperoleh organisasi sebagai hasil dari masuknya intellectual capital adalah
pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau
memenuhi value for money.
Secara konseptual, intellectual capital dan kinerja keuangan daerah berkaitan satu
sama lain pada tataran yang luas. Yang pertama adalah peran dari sumber daya manusia dan
struktur organisasi tersebut. Bagaimana kemudian organisasi dapat memotivasi pegawainya
sehingga mampu mengelola anggaran secara kreatif dan memenuhi bahkan melebihi target
yang telah dicanangkan. Pemenuhan terhadap target anggaran merupakan indikasi bahwa
pengelolaan keuangan daerah telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. Yang kedua
bahwa kinerja keuangan daerah yang baik tergantung pada efisiensi dan efektifitas
pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain berdasar pada nilai lebih yang diperoleh dari
masuknya intellectual capital yaitu bagaimana sebuah Pemerintah Daerah mampu
memotivasi pegawainya agar mampu memenuhi atau bahkan melebihi dari target yang telah
dicanangkan dalam APBD. Pemenuhan terhadap target anggaran merupakan bukti bahwa
keuangan daerah telah dikelola secara efektif dan efisien yang merupakan indikasi dari
kinerja keuangan yang baik.
Sepengetahuan peneliti, sebagian besar penelitian tentang intellectual capital
dilakukan di sektor swasta. Penelitian mengenai intellectual capital di sektor publik belum
banyak dilakukan. Padahal di organisasi sektor publik yang meliputi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, BUMN, BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan koperasi mempunyai
karakteristik pengelolaan keuangan yang berbeda. Adanya transfer dari pemerintah pusat
cenderung menimbulkan ketergantungan yang berlebih, sehingga potensi sumber daya
manusia dan ekonomi lokal seringkali tidak diikelola secara maksimal. Implementasi
intellectual capital sangat penting dalam hal ini untuk peningkatan kinerja keuangan daerah
tersebut.
Penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Diantaranya adalah:
1. Penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan yang
dilakukan oleh Benny Kuryanto dan Muchamad Syafrudin (2007) mengambil populasi
perusahaan-perusahaan sektor manufaktur, sektor perdagangan, sektor jasa, dan sektor
properti yang terdaftar pada BEI mulai tahun 2003 sampai dengan 2005. Variabel
independent yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah intellectual capital yang
diukur dengan pendekatan Value Added Intellectual Coeficient (VAIC) yang
dikembangkan oleh Pulic (1998), sedangkan untuk variabel dependen adalah kinerja
keuangan perusahaan yang diukur dengan indikator kinerja keuangan perusahaan yaitu
Return on Equity (ROE), Earnings per share (EPS), dan Annual Stock Return (ASR).
Obyek dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan
tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI yang dimulai dari tahun 2003-2005 pada semua
perusahaan yang terdaftar di papan utama BEI serta Indonesia Capital Market Directory.
2. Penelitian tentang pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan yang
dilakukan oleh Ihyaul Ulum, Imam Ghozali, dan Anis Chariri (2007) mengambil populasi
perusahaan-perusahaan sektor perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai dengan
tahun 2006. Variabel independent yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
intellectual capital yang diukur dengan pendekatan Value Added Intellectual Coeficient
(VAIC) yang dikembangkan oleh Ante Pulic (1998), sedangkan untuk variabel dependen
adalah kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan indikator kinerja keuangan
perusahaan yaitu Return on total asset (ROA), rasio total pendapatan terhadap nilai buku
dari total asset (ATO), dan Growth Rate (GR). Obyek dalam penelitian tersebut
menggunakan data sekunder yaitu laporan posisi keuangan triwulanan perusahaan
perbankan yang melaporkannya kepada Bank Indonesia sampai dengan tahun 2006.
Berdasarkan uraian diatas dan dari hasil penelitian sebelumnya, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian intellectual capital di sektor publik. Untuk memperkecil
cakupan masalah disini maka organisasi sektor publik yang penulis pilih adalah Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah untuk Tahun Anggaran 2005-2007. Sedangkan
untuk pengukuran intellectual capital menggunakan metode Value Added Intellectual
Coeficient (VAIC) yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 1999, 2001). Adapun judul dalam
penelitian ini adalah “ Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Dan
Prediksi Kinerja Keuangan Daerah. (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2005-2007).”
B. PERUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang masalah yang dinyatakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan Pemerintah
Daerah dan Kota di Provinsi Jawa Tengah?
2. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan masa depan
Pemerintah Daerah dan Kota di Provinsi Jawa Tengah?
3. Apakah terdapat pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual capital terhadap kinerja
keuangan masa depan Pemerintah Daerah dan Kota di Provinsi Jawa Tengah?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui atau
mendapatkan bukti empiris apakah terdapat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja
keuangan dan kinerja keuangan masa depan Pemerintah Daerah dan Kota di Provinsi Jawa
Tengah.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dapat diambil dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk selalu
mengelola dan memanfaatkan potensi terpendam di organisasinya terutama yang
berkaitan dengan intellectual resources sehingga dapat diketahui nilai lebih yang terdapat
dalam organisasi. Dari sini maka peningkatan kinerja keuangan diharapkan akan dapat
tercapai.
2. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti baik dalam hal penelitian maupun
obyek penelitian yang dalam hal ini adalah memperoleh bukti adanya pengaruh
intellectual capital terhadap kinerja keuangan daerah.
3. Bagi pihak lain
Memperkaya penelitian-penelitian tentang intellectual capital yang telah ada dan
dapat dijadikan literature untuk penelitian-penelitian berikutnya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas
dan sistematis agar mempermudah bagi pembaca dalam memahami penelitian ini. Dari
masing-masing bab, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar belakang
penulisan penelitian. Selain itu dibahas juga tentang perumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi landasan teori yang digunakan, pembahasan tentang intellectual
capital dan konsep-konsep yang berhubungan dengan intellectual capital.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang populasi, sampel dan teknik pengumpulan data,
definisi operasional variabel dan metoda analisis data.
BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang analisis data, yang merupakan analisis penelitian
yang membahas hasil pengumpulan data, pengolahan data, pengujian hipotesis,
dan penjelasan dalam rangka menyusun kesimpulan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan
saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INTELLECTUAL CAPITAL
1. Definisi Intellectual Capital
Menurut Klein dan Prusak dalam Stewart (1997) mendefinisikan intellectual capital
sebagai material intellectual yang telah disusun, ditangkap, dan mempengaruhi untuk
memproduksi nilai asset yang lebih tinggi. Bontis (2004) dalam Stahle dan Stahle (2006)
mendefinisikan intellectual capital sebagai nilai tersembunyi dari individu, perusahaan,
institusi, komunitas, dan wilayah pada saat itu dan sumber-sumber potensial untuk
penciptaan nilai. Selanjutnya Andriessen dan Stam (2005) dalam Stahle dan Stahle (2006)
mendefinisikan intellectual capital sebagai semua sumber daya intangible yang tersedia pada
sebuah wilayah atau negara, yang mampu memberikan keuntungan yang relatif dan dimana
dalam sebuah kombinasi yang dapat untuk menghasilkan keuntungan di masa depan.
Terdapat beberapa klasifikasi dari intellectual capital yang secara umum para ahli
mengklasifikasikan intellectual capital menjadi 3 yaitu:
a. Human Capital (modal manusia)
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah sumber
innovation dan improvement, tetapi juga merupakan komponen yang sulit untuk diukur.
Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna,
keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang- orang yang ada dalam perusahaan
tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan
yang dimiliki oleh karyawannya
b. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan
untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan,
misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi
manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang
individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki
sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara
optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
c. Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan)
Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara
nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang
dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang
andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan
perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah
maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian
diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
2. Metode-Metode Pengukuran Intellectual Capital
Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam pengukuran modal
intelektual, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan.
Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset terhadap penilaian asset tidak
berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut
Andersen memberikan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak
berwujud perusahaan (Partanen 1998), yaitu:
a. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.
b. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, dan metode royalti
c. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE).
(Luthy 1998) mengelompokkan metode pengukuran modal intelektual kedalam dua
kelompok besar, yaitu: metode yang dilakukan dengan component by component evaluation
dan metode pengukuran yang dilakukan dengan mengukur nilai intellectual assets dalam
istilah keuangan pada tingkatan organisasi tanpa mengacu pada komponen–komponen
individual modal intelektual.
Dengan mengacu pada pandangan yang diberikan oleh Commissioner Wallman (1998)
disebutkan bahwa ada tiga metode yang dapat digunakan dalam bidang akuntansi guna
mengukur dan melaporkan modal intelektual perusahaan. Ketiga metode ini dibagi kedalam
dua kelompok pengukuran yaitu metode pengukuran secara langsung (direct intellectual
capital method) dan tidak langsung (indirect method). Berikut ini adalah penjelasan dari
kedua metode pengukuran tersebut (Abdolmohammadi 1999).
1. Indirect Methods. Metode ini menggunakan laporan keuangan seperti yang selama ini
dikenal. Metode-metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Metode yang menggunakan konsep Return On Asset (ROA)
Metode ini menghitung kelebihan return dari tangible assets milik perusahaan dan
menganggapnya sebagai intangible assets untuk dihitung sebagai intellectual capital.
Metode ini mudah untuk disajikan karena seluruh informasi telah tersedia dengan
mudah pada laporan tahunan, dan dapat segera dibandingkan dengan rata-rata
perusahaan sejenis. Kelemahannya adalah metode ini hanya mengukur intellectual
capital perusahaan masa lalu karena masih mendasarkan pada historical cost, dan
belum dapat diterapkan pada perusahaan baru.
b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan penyesuaian atas
inflasi dan replacement cost.
Metode ini melaporkan kelebihan kapitalisasi pasar perusahaan (yang dicerminkan
dengan nilai pasar saham) atas stockholders equity (setelah disesuaikan dengan inflasi
dan replacement cost) sebagai nilai intellectual capital. Kelemahan dari metode ini
adalah ketergantungan sepenuhnya pada pasar, dengan asumsi pasar efisien dan tidak
disyaratkannya laporan keuangan yang telah disesuaikan terhadap inflasi.
2. Direct Intellectual Capital (DIC) Methods. Metode ini langsung menuju ke komponen
intellectual capital. Variabel-variabel intellectual capital dikelompokkan dalam kategori,
kemudian dibagi ke dalam komponen-komponen. Masing-masing komponen
diidentifikasikan dan diukur terpisah sebelum dikompilasi menjadi satu kelompok
intellectual capital. Contohnya, (Brooking 1996) mengkasifikasikan intellectual capital
menjadi empat kategori:
a. Market assets (misalnya merk, loyalitas konsumen)
b. Intellectual property assets (misalnya paten, rahasia dagang)
c. Human–centered assets (misalnya pendidikan, penguasaan pekerjaan)
d. Infrastructure assets (misalnya filosofi manajemen, budaya perusahaan)
Kuantifikasi komponen-komponen ini ke dalam unit moneter cukup sulit karena harus
mencakup berbagai satuan yang berbeda, nilai mata uang, serta rasio-rasio lainnya. Salah
satu cara yang mudah adalah menggunakan koefisien untuk komponen-komponen
tersebut.
Seiring dengan semakin banyak riset terhadap metode pengukuran modal intelektual,
(Sveiby 2001) mencoba mengklasifikasikan 21 metode pengukuran yang ada kedalam empat
kelompok besar. Keempat kelompok itu adalah sebagai berikut (Luthy 1998):
1. Direct Intellectual Capital Methods (DIC). Estimasi nilai dolar dari aset tidak berwujud
dilakukan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen yang bervariasi. Sekali
komponen-komponen ini dapat diidentifikasikan, komponen komponen tersebut langsung
dapat dievaluasi baik secara individu maupun sebagai suatu koefisien agregat
(aggregated coefficient).
2. Market Capitalization Methods (MCM). Perhitungan terhadap perbedaan antara
kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya sebagai nilai dari
modal intelektual atau intangible assets perusahaan.
3. Return On Assets (ROA). Rata–rata laba sebelum pajak dalam suatu periode dibagi
dengan nila aset berwujud. Hasil dari pembagian ini merupakan return on assets
perusahaan yang dapat dibandingkan dengan rata-rata industri.
4. Scorecards Methods (SC). Komponen–komponen dari aset tidak berwujud atau modal
intelektual diidentifikasikan. Dan indikator-indikator yang ada dilaporkan dalam bentuk
scorecards atau grafik. Metode Scorecard ini hampir sama dengan metode direct
intellectual capital yang mengharapkan tidak ada estimasi yang dibuat dari nilai dolar
asset tidak berwujud.
Metode-metode ini memiliki manfaat sebagai berikut (Sveiby 2001):
1. Metode – metode yang menawarkan penilaian dalam dolar seperti return on asset dan
market capitalization method digunakan dalam situasi merger, akuisisi dan penilaian
harga pasar saham. Metode ini dapat juga digunakan untuk membandingkan
perusahaan yang berada dalam industri yang sama. Metode ini juga sangat tepat untuk
mengilustrasikan nilai keuangan aset tidak berwujud. Metode-metode ini telah
mengalami pembuktian yang cukup lama dalam bidang akuntansi sehingga mudah
dikomunikasikan diantara para praktisi akuntansi. Kelemahan metode ini adalah
pengubahan segala sesuatu kedalam nilai uang akan memberikan kedangkalan makna.
2. Manfaat direct intellectual capital dan metode scorecard adalah kemampuannya
untuk menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif dari kondisi kesehatan
sebuah organisasi dari pada financial metrics, serta lebih mudah diterapkan pada
setiap level organisasi. Metode-metode ini lebih menggambarkan kejadian yang
sebenarnya dan pelaporan dapat lebih cepat dan lebih akurat dari pada pengukuran
keuangan. Metode-metode ini sangat berguna bagi organisasi non laba, departemen
internal, organisasi sektor publik dan untuk tujuan yang berhubungan dengan
kegiatan sosial maupun lingkungan. Kelemahan metode ini terletak pada
indikatorindikator yang bersifat kontekstual dan harus sesuai untuk setiap organisasi
dan setiap tujuan, dimana perbandingannya sangat sulit. Metode- metode ini masih
baru sehingga tidaklah mudah untuk diterima oleh para manajer yang biasa melihat
segala sesuatu dari perspektif keuangan.
Tidak satupun metode yang dapat memenuhi semua tujuan yang diinginkan, sehingga
salah satu metode harus dipilih untuk memenuhi satu tujuan dengan satu situasi dan audience
yang berbeda.
Tabel II.1 Klasifikasi Pengukuran Intellectual Capital Berdasar Penganjur
Penganjur Pengklasifikasian Pengukuran IC
David H. Luthy (1998)
1. Component by Component Measurement
a. Edvinsson and Malone Approach,
“SkandiaNavigator”.
b. Brooking Approach “Dream Ticket”/IC
audit.
c. Balance Scorecard
2. Organizational Level/Financial Basis
Measurement
a. Market to Book Value
b. Tobin’s “Q”
c. Calculated Intangible Value
1. Indirect Methods
a. Return On Assets (ROA) Method
b. Market Capitalization Method (MCM)
2. Direct Intellectual Capital Methods
a. Market Assets
b. Intellectual Property Assets
c. Human Centered Assets
d. Infrastructure Assets
Mohammad J. Abdolmohammadi (1999)
1. External Measures
a. Market to Book Values
b. Tobin’s “Q”
c. Calculated Intangible Value
2. Internal Measures
a. Human Resources Accounting
b. The Intangible Assets Monitor
c. Skandia Navigator
d. Balanced Score card
Luu, Wykes, Williams, Weir (2001) Karl – Erik Sveiby (2001)
1. Direct Intellectual Capital Methods
a. Technology Broker
b. Citation Weighted Patents
c. Inclusive Valuation Methodology
d. The Value Explorer TM
e. Intellectual Asset Valuation
f. Total Value Creation (TVC) TM
g. Accounting For The Future (AFTF)
2. Market Capitalization Methods (MCM)
a. Tobin’s “Q”
b. Investor Assigned Market Value
(IAMVTM)
c. Market To Book Value
3. Return On Assets
a. Economic Value Added (EVA)TM
b. Human Resources Costing &
Accounting
c. Calculated Intangible Value
d. Knowledge Capital Earnings
e. Value Added Intellectual Coefficient
(VAIC)TM
4. Score Cards
a. Human Capital Intellegence
b. Skandia NavigatorTM
c. Value Chain Scoreboard
d. IC-IndexTM
e. Intangible Assets Monitor
f. Balanced Scorecard
Sumber: Sawarjuwono dan Kadir (2003)
3. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)
VAIC adalah sebuah prosedur analitik yang didesain untuk memungkinkan manajemen,
shareholders, dan stakeholder lain yang relevan untuk secara efektif memonitor efisiensi nilai
lebih dari total sumber daya sebuah perusahaan dan setiap komponen sumber daya utama.
Metode VAIC™, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi
tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud
(intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan
perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk
menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai
(value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic,
1999).
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan
mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup
seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal
penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk
dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang
direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak
masuk dalam komponen IN (Pulic, 1999). Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah
memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Tan et
al., 2007) dalam Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008).
B. Telaah Teori
Beberapa teori yang mendasari penelitian ini diantaranya adalah:
1. New Growth Theory
New Growth Theory dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas(1988) yang
mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah berasal dari
akumulasi pengetahuan dan inovasi.
Dalam New Growth Theory dikemukakan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi suatu
daerah berasal dari kemampuan suatu negara dalam mengembangkan potensi sumber
dayanya. Semakin besar kuantitas dan semakin tinggi kualitas sumber daya tersebut, maka
makin besar pula potensi suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Faktor-
faktor yang penting dalam sumber-sumber pertumbuhan adalah; natural resources, capital,
dan saving. Kekayaan natural resources, capital, dan saving memang sangat membantu
perekonomian suatu negara dan merupakan faktor yang dominan untuk pertumbuhan
ekonomi suatu negara atau daerah. Namun hal tersebut belum cukup bila tidak didukung oleh
skill penduduknya dan penggunaan teknologi untuk mengelolanya secara baik. Dengan
human resources dan perkembangan teknologi yang baik akan memungkinkan untuk
memproduksi lebih banyak output dengan tingkat input yang sama.
2. Stakeholder Theory
Teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap
powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan
dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan
keuangan. Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholders, bukan
sekedar shareholder (Riahi-Belkaoui, 2003) dalam Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008).
Kelompok-kelompok stakeholder tersebut dalam organisasi sektor publik meliputi
stakeholder eksternal yang terdiri dari legislatif dan warga masyarakat dan stakeholder
internal (Sihaloho, 2008).
Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba
akuntansi hanyalah merupakan ukuran return bagi pemegang saham (shareholder),
sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders
dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang sama (Meek dan Gray, 1988) dalam
Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008). Value added yang dianggap memiliki akurasi lebih tinggi
dihubungkan dengan return yang dianggap sebagai ukuran bagi shareholder. Sehingga
dengan demikian keduanya (value added dan return) dapat menjelaskan kekuatan teori
stakeholder dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja organisasi.
3. Human Capital Theory
Human capital theory dikembangkan oleh Becker (1964) yang mengemukakan bahwa
investasi dalam pelatihan dan untuk meningkatkan human capital adalah penting sebagai
suatu investasi dari bentuk-bentuk modal lainnya. Tindakan strategis membutuhkan
seperangkat sumber daya fisik, keuangan, human atau organisasional khusus, sehingga
keunggulan kompetitif ditentukan oleh kemampuannya untuk memperoleh dan
mempertahankan sumber daya (Wernerfelt, 1984) dalam Astuti dan Sabeni (2005).
C. KINERJA KEUANGAN
Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun
organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang
dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan
dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja
keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis
kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan
melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas
entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim (2001) dalam
Hamzah (2008) analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur
kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan
rasio efisiensi.
Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang sering disebut sebagai otonomi fiskal
menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan
ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini,
maka tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula
sebaliknya. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah. Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target
penerimaan PAD, maka dapat dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Rasio
efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau
realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka
semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini dengan mengasumsikan bahwa
pengeluaran yang dibelanjakan sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi dari apa yang
direncanakan. Pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan baik dan pengorbanan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan
secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) dengan biaya
(input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan (Hamzah,
2008).
Terdapat beberapa faktor penentu efisiensi dan efektivitas keuangan daerah yaitu: a.
faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja
maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan; b.
faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural
maupun fungsional; c. faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; d. faktor dukungan kepada
aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; e. faktor pimpinan dalam
arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang
berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud (Budiarto, 2007)
dalam Hamzah (2008). Faktor-faktor penentu tersebut mempunyai kesamaan dengan
komponen-komponen dari intellectual capital yang berupa human capital, structural capital,
dan customer capital.
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar II.1 Model Penelitian
E. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Intellectual Capital
1. VACA 2. VAHU 3. STVA
KINERJA KEUANGAN
KINERJA KEUANGAN
MASA DEPAN
Rate of Growth of Intellectual Capital (ROGIC)
Hipotesis pada penelitian terdahulu dibangun dengan menggunakan asumsi bahwa
intellectual capital merupakan sumber daya yang terukur yang digunakan untuk peningkatan
competitive advantages, maka dengan demikian intellectual capital akan memberikan
kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Firer dan
Williams (2003) dan Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008) telah membuktikan bahwa
Intellectual Capital (VAIC) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan.
Intellectual Capital (VAIC) tidak hanya berpengaruh terhadap kinerja keuangan tahun
berjalan, bahkan Intellectual Capital (VAIC) juga dapat memprediksi kinerja keuangan masa
depan. Asumsinya adalah jika Intellectual Capital (VAIC) merupakan kendali utama dalam
penciptaan nilai perusahaan maka, secara logis tingkat pertumbuhan Intellectual Capital
(VAIC) juga berpengaruh dalam peningkatan kinerja keuangan perusahaan.
Dari hipotesis dalam penelitian sebelumnya diatas, maka hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
H1: Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (Value Added Intellectual Coefficient) terhadap kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah.
H2: Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (Value Added Intellectual Coefficient)
terhadap kinerja keuangan masa depan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah.
H3: Terdapat pengaruh positif rata-rata pertumbuhan Intellectual Capital (Rate of Growth
Intellectual Capital) terhadap kinerja keuangan masa depan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori empiris. Melalui penelitian ini penulis akan
mencoba memberikan bukti mengenai ada tidaknya pengaruh Intellectual Capital (VAIC)
terhadap kinerja keuangan dan kinerja keuangan masa depan Pemerintah Daerah dan Kota di
Provinsi Jawa Tengah
2. Populasi, dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten dan Kota yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
untuk tahun anggaran 2005-2007 dan telah dipublikasikan dalam website resmi BPK
(www.BPK.go.id). Dalam penelitian ini digunakan metode sensus, artinya seluruh populasi
dijadikan sebagai obyek penelitian.
3. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL
a. Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Intellectual Capital
yang diukur dengan pendekatan Value Added Intellectual Coeficient (VAIC) yang
dikembangkan oleh Pulic (1998). VAIC adalah sebuah prosedur analitik yang didesain untuk
memungkinkan manajemen, shareholders, dan stakeholder lain yang relevan untuk secara
efektif memonitor efisiensi nilai lebih dari total sumber daya sebuah perusahaan dan setiap
komponen sumber daya utama. Secara formal VAIC adalah gabungan dari tiga indikator
yang terdiri dari: (1) Value Added Capital Coefficient (VACA) – indikator dari efisiensi nilai
lebih capital employed; (2) Value Added Human Capital (VAHU) – indikator dari efisiensi
nilai lebih human capital; dan (3) Structural Capital Value Added (STVA) – indikator dari
efisiensi nilai lebih dari structural capital. Kombinasi dari ketiga value added tersebut akan
membentuk VAIC. Cara untuk menghitung VAIC dalam sebuah organisasi pertama-tama
menghitung ketiga indikator tersebut diatas. Kombinasi dari ketiga indikator terebut akan
membentuk VAIC.
1. VACA (Value Added Capital Employed) yaitu rasio dari VA terhadap CA. Rasio ini
menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit CA terhadap VA organisasi.
Ket: VA (Value Added)= Total pendapatan – Biaya-biaya (kecuali biaya pegawai)
CA (Capital Employed)= Dana yang tersedia (laba bersih , ekuitas)
2. VAHU (Value Added Human Capital) yaitu rasio antara VA terhadap HC. Rasio ini
menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC
terhadap value added organisasi.
Ket: VA (Value Added)= Total pendapatan – Biaya-biaya (kecuali biaya pegawai)
HC (Human Capital)= Biaya Pegawai
VACA= VA/CA
VAHU= VA/HC
3. STVA (Structural Capital Value Added) yaitu rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini
menunjukkan jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan
merupakan indikasi bagaimana SC dalam penciptaan nilai.
Ket: SC (Structural Capital)= VA – HC
VA (Value Added)= Total pendapatan – Biaya-biaya (kecuali biaya pegawai)
Dengan demikian formula untuk menghitung VAIC adalah:
Variabel independen lain dalam penelitian ini adalah ROGIC (Rate of Growth of
Intellectual Capital) yaitu merupakan selisih IC tahun ke-t dengan IC tahun ke-t-1.
Asumsi yang mendasari perhitungan ROGIC adalah jika IC mempengaruhi kinerja
keuangan masa depan maka logikanya rata-rata pertumbuhan IC (rate of growth of
intellectual capital) juga akan mempunyai pengaruh dengan kinerja keuangan masa
depan.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang
diproksikan oleh:
1. Rasio Kemandirian yaitu menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Rasio ini juga
menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal.
STVA= SC/VA
VAIC= VACA + VAHU + STVA
ROGIC= VAICt – VAICt-1
b. Rasio Efektifitas yaitu menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasar potensi riil daerah.
c. Rasio Efisiensi yaitu menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi
pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah.
I. METODE ANALISIS DATA
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model
regresi, variabel independent, variabel dependen, atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model distribusi yang baik adalah distribusi normal atau
mendekati normal. Apabila data yang dipakai normal maka dipakai uji statistik
parametric sebaliknya apabila data tidak normal maka alat uji yang dipakai adalah
statistik non parametric.
Uji normalitas dilakukan dengan cara melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus
Rasio Kemandirian= Pendapatan Asli Daerah/ Total Pendapatan
Rasio Efektifitas= Realisasi Penerimaan PAD/ Target Penerimaan PAD
Rasio Efisiensi= Realisasi pengeluaran/ Realisasi penerimaan
diagonal, dengan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal (Ghozali,
2001). Dasar pengambilan keputusan adalah jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas. Sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi klasik.
b. Uji Multikolinieritas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi
ditemukan korelasi antar variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Cara mendeteksi
multikolinieritas adalah dengan melihat Tolerance Value dan Variance Inflation
Factor (VIF). Sebuah model regresi akan bebas dari multikolinieritas apabila
mempunyai nilai VIF disekitar 1 dan nilai toleransi mendekati 1. Batas atas VIF
adalah 10,0
c. Uji Heterokedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Model
regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Dalam pengambilan
keputusan adalah dengan melihat nilai signifikansinya. Jika nilai t-sig lebih besar
dari 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas.
d. Uji autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode pengamatan dengan
kesalahan pada periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang
bebas dari autokorelasi.
Cara mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan melihat angka Durbin-
Watson. Dasar Pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
i. Angka D-W dibawah -2, berarti autokorelasi positif
ii. Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi
iii. Angka D-W diatas +2, berarti ada autokorelasi positif
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Yi = β0 + β1VACA + β2VAHU + β3STVA
Keterangan:
Yi = Variabel dependen
β0 = Koefisien Konstan
VACA = Value Added Capital Employed (komponen VAIC)
VAHU = Value Added Human Capital (komponen VAIC)
STVA = Structural Value Added ((komponen VAIC)
3. Teknik pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik F dan uji statistik
t. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui koefisien regresi dari masing-masing
variabel, apakah secara serentak variabel ke-1 berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Uji statistik t digunakan untuk mengetahui koefisien regresi dari masing-
masing variabel, apakah secara terpisah variabel ke-1 berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Pengujian uji F dan Uji t dilakukan dengan bantuan SPSS for
windows dengan tingakat signifikansi 5%.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya akan
dilakukan analisis data. Dalam melakukan analisis data digunakan bantuan komputer dengan
program SPSS for windows.
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel
dependen maupun variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Dalam
penelitian ini pengujian normalitas dilakukan dengan melihat probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari distribusi normal.
Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 13-18. Dari lampiran
tersebut dapat disimpulkan bahwa keenam variabel mempunyai distribusi normal,
dimana data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
b. Uji Multikolinieritas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel IV.1 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
VACA 0,970 1,031 Tidak Multikolinieritas
VAHU 0,093 9,723 Tidak Multikolinieritas
STVA 0,094 9,674 Tidak Multikolinieritas Sumber: Data sekunder diolah
Dilihat dari nilai VIF dan nilai tolerance ternyata diantara ketiga variabel tersebut
tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini dapat diketahui dari nilai VIF disekitar 1
dengan batas atas 10 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1 dan tidak lebih
dari 1.
c. Uji Heterokedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Heterokedastisitas
dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji Scatterplot.
Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 13-18. Dari lampiran
tersebut, hasil uji heterokedastisitas menunjukkan bahwa intellectual capital dalam
diagram Scatterplot tersebar di atas dan di bawah angka nol. Titik-titik menyebar dan
tidak membentuk pola tertentu yang teratur, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode pengamatan dengan kesalahan
pada periode sebelumnya. Cara mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan
melihat angka Durbin-Watson. Dasar pengambilan keputusan adalah apabila angka
Durbin-Watson diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Singgih, 2000).
Selain itu dapat pula dengan membandingkan antara Durbin-Watson dengan Durbin
Up (tabel), apabila Durbin-Watson > Durbin Up berarti tidak ada autokorelasi
(Gujarati, 2000).
Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 1-6. Dari hasil lampiran
tersebut dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi. Hal ini dapat dilihat
dari hasil Durbin-Watson yang berada diantara -2 sampai +2 dan Durbin-Watson
lebih besar dari Durbin Up yaitu 1,65
B. Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Hipotesis I
Hipotesis pertama yang diajuka dalam penelitian ini adalah IC (VAIC) berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Dalam konteks ini, IC diuji terhadap kinerja keuangan daerah
pada tahun yang sama.
a. Uji- F Statistik
Uji F statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh tiap-tiap
variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen dengan
menggunakan taraf signifikansi 5%. Pengaruh tiap-tiap variabel seperti yang
ditunjukkan pada tabel IV.2 - IV.4 adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Kemandirian
Hasil perhitungan statistik diketahui bahwa nilai F-statistik untuk Rasio
Kemandirian signifikan pada 0,73. Ini berarti tidak signifikan pada p<0,05. Dalam hal
ini IC tidak tidak memiliki hubungan yang erat dengan Rasio Kemandirian. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara IC
(VAIC) dengan Rasio Kemandirian. Hasil yang tidak signifikan tersebut menunjukkan
bahwa Pemerintah Daerah di Jawa Tengah belum mampu memanfaatkan IC dalam
organisasinya untuk mengembangkan perekonomian lokal, untuk digunakan dalam
membiayai sendiri segala kegiatan Pemerintah Daerah. IC belum menjadi fokus utama
sebagai sumber pengembangan suatu daerah. Pemerintah daerah masih terpaku pada
penggunaan aktiva fisik dan keuangan untuk memberi kontribusi pada kinerja
organisasi (Kuryanto dan Syafrudin, 2008). Padahal hampir sebagian besar sumber
keuangan Pemerintah Daerah berasal dari bantuan Pemerintah Pusat, terlihat dari total
pendapatan Pemerintah Daerah yang hampir sebagian besar didominasi dari pendapatan
transfer dari Pemerintah Pusat (Haryati, 2006). Hal inilah yang membuat IC tidak
berpengaruh signifikan terhadap Rasio Kemandirian.
Tabel IV.2 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Kemandirin
Sumber: Data sekunder diolah
2. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Efektifitas
Hasil pengujian secara simultan variabel VACA, VAHU, dan STVA terhadap
kinerja keuangan daerah yaitu Rasio Efektifitas, diperoleh nilai F-statistik sebesar
0,92. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5% maka hal tersebut menunjukkan bahwa
p>0,05. Dengan demikian dari hasil perhitungan ini dapat diambil kesimpulan bahwa
ANOVAb
.009 3 .003 2.389 .073a
.133 101 .001
.142 104
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA, VACA, VAHUa.
Dependent Variable: Rasio Kemandirianb.
variabel-variabel yang berinteraksi dalam penelitian ini secara simultan tidak
signifikan terhadap Rasio Efektifitas. Hasil yang didapatkan tersebut
mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah belum mampu memanfaatkan IC dalam
organisasinya untuk memenuhi target PAD yang telah dicanangkan. Hal tersebut juga
mengindikasikan bahwa perbedaan antara realisasi penerimaan PAD dengan target
penerimaan PAD pada masing-masing daerah tidak terlalu signifikan atau kurang
memenuhi ekonomis, efisien, dan efektif (Hamzah, 2008). IC belum dimanfaatkan
secara maksimal oleh Pemerintah Daerah di Jawa Tengah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Komposisi PAD yang sebagian besar
berasal dari retribusi menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah belum mendapatkan
sebuah sumber pendapatan dengan hasil yang besar. Padahal dengan adanya otonomi
daerah dimana Pemerintah Daerah diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengelola
perekonomian di daerahnya, dapat memberikan peluang bagi investor baik lokal
maupun luar negeri, untuk bekerjasama dengan Pemerintah Daerah menumbuhkan
perekonomian daerah tersebut (Mardiasmo, 2002). Dengan IC yang baik pada suatu
daerah seperti misalnya SDM yang berkualitas atau struktur organisasi yang baik
sehingga tidak menimbulkan birokrasi yang rumit dan panjang, diharapkan akan
menarik minat investor untuk berinvestasi di daerah tersebut. Hal tersebut tentu akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang pada gilirannya akan
meningkatkan PAD suatu daerah.
Tabel IV.3 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efektifitas
Sumber
ANOVAb
.146 3 .049 2.205 .092a
2.224 101 .022
2.370 104
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA, VACA, VAHUa.
Dependent Variable: Rasio Efektifitasb.
: Data sekunder diolah
3. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Efisiensi
Hasil pengujian statistik diketahui bahwa nilai F-statistik untuk Rasio Efisiensi
signifikan pada 0,000 atau nilai probabilitas dibawah 5%. Dengan demikian hasil
perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara simultan ketiga variabel independent
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Rasio Efisiensi. Hasil yang signifikan untuk
Rasio Efisiensi, menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah mampu menggunakan IC
dalam organisasinya untuk mengelola pendapatan dengan baik dan mampu menekan biaya
sehingga input lebih besar dari output atau realisasi belanja yang dikeluarkan lebih kecil
dari realisasi pendapatan yang diterima.
Tabel IV.4 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efisiensi
Sumb
er:
Data
sekun
der diolah
b. Uji – t statistic
Uji t statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh tiap-tiap variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen dengan menggunakan taraf
signifikansi 5%. Pengaruh tiap-tiap variabel seperti yang ditunjukkan pada tabel IV.5
– IV.7 adalah sebagai berikut:
ANOVAb
.311 3 .104 529.697 .000a
.020 101 .000
.330 104
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA, VACA, VAHUa.
Dependent Variable: Rasio Efisiensib.
1. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) Secara Partial Terhadap Rasio
Kemandirian.
Hasil perhitungan statistik memperlihatkan bahwa ketiga variabel
independen yaitu VACA, VAHU, dan STVA secara partial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan daerah yaitu Rasio Kemandirian. Hal
tersebut dapat dilihat dari nilai t-statistik yang nilai signifikansinya kesemuanya
diatas 5%.
Tabel IV. 5 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Kemandirian
Sumber: Data sekunder diolah
2. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) Secara Partial Terhadap Rasio
Efektifitas.
Untuk Rasio Efektifitas baik VACA, VAHU, dan STVA tampak tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan daerah ini. Nilai
t-statistik kembali menunjukkan nilai probabilitas yang lebih tinggi dari 5% atau
p>0,05.
Tabel IV.6 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efektifitas
Coefficients a
.034 .093 .367 .714
-.073 .028 -.253 -2.592 .011 .970 1.031
.074 .090 .260 .826 .411 .093 9.723
-.057 .093 -.191 -.609 .544 .094 9.674
(Constant)
VACA
VAHU
STVA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Kemandiriana.
Sumber: Data sekunder diolah
3. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) Secara Partial Terhadap Rasio
Efisiensi.
Hasil uji t-statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
VAHU dan STVA terhadap Rasio Efisiensi. Nilai t-statistik yang signifikan pada
0,000 untuk kedua variabel tersebut menunjukkan p<0,05 yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan VAHU dan STVA terhadap Rasio Efisiensi. Untuk
VACA tidak memberikan pengaruh yang signifikan karena t-statistik signifikan
pada 0,125 yang berarti tidak signifikan pada p< 0,05.
Tabel IV.7 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efisiensi
Coefficientsa
.464 .379 1.225 .223
-.117 .115 -.099 -1.016 .312 .970 1.031
.631 .369 .540 1.710 .090 .093 9.723
-.403 .380 -.334 -1.061 .291 .094 9.674
(Constant)
VACA
VAHU
STVA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Efektifitasa.
Coefficientsa
1.793 .036 50.227 .000
-.017 .011 -.038 -1.545 .125 .970 1.031
-.796 .035 -1.822 -22.876 .000 .093 9.723
.428 .036 .950 11.958 .000 .094 9.674
(Constant)
VACA
VAHU
STVA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Efisiensia.
Sumber: Data sekunder diolah
Hasil yang diperoleh pada pengujian terhadap H1 secara umum mendukung hasil yang
diperoleh oleh Firer dan Williams (2003) untuk kasus perusahaan publik di Afrika dan hasil
penelitian Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008) untuk perusahaan perbankan di Indonesia
dimana dengan obyek yang berbeda diperoleh hasil bahwa (1) tidak seluruh komponen
VAIC memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah, dan (2) bahwa tidak
semua ukuran kinerja keuangan yang digunakan berkorelasi dengan komponen-komponen
VAIC. Secara Simultan hanya Rasio Efisiensi yang secara statistik berhubungan positif
dengan VAIC. Hasil penelitian ini juga menunjukkan hanya VAHU dan STVA yang secara
statistik menjelaskan konstruk dari VAIC dan hanya Rasio Efisiensi yang signifikan untuk
menjelaskan variabel kinerja keuangan daerah.
2. Pengujian Hipotesis II
Hipotesis II diuji untuk melihat apakah Intellectual Capital (VAIC) berpengaruh
terhadap kinerja keuangan daerah masa depan. Dalam pengujian ini dilakukan dengan
melihat korelasi antara Intellectual Capital (VAIC) 2005 dengan kinerja keuangan daerah
2006. Dan Intellectual Capital (VAIC) 2006 dengan kinerja keuangan daerah 2007 atau
dalam lag satu tahun . Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel IV.8 – IV.10
a. Uji- F Statistik
1. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Kemandirian Masa Depan
(lag 1 tahun)
Hasil yang diperoleh seperti yang diperlihatkan pada tabel IV.8 dibawah
menunjukkan bahwa nilai F-statistik signifikan pada 0,171 untuk pengujian
Variabel independen 2005 dengan Rasio Kemandirian 2006 dan Variabel
independen 2006 dengan Rasio Kemandirian 2007. Hasil tersebut tidak signifikan
pada p<0,05, yang berarti mengindikasikan tidak ada pengaruh yang signifikan IC
(VAIC) terhadap kinerja Rasio Kemandirian masa depan.
Tabel IV.8 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Kemandirian Masa Depan
Su
mb
er:
Da
ta
sekunder diolah
2. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Efektifitas Masa Depan
(lag 1 tahun)
Hasil Uji F-statistik untuk melihat pengaruh secara simultan variabel independen
terhadap Rasio Efektifitas masa depan (lag 1 tahun), seperti yang ditampilkan pada
tabel IV.9 di bawah, menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan IC (VAIC)
terhadap kinerja masa depan Rasio Efektifitas. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai F-
statistik yang signifikan pada 0,970. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada pengaruh
yang signifikan IC (VAIC) terhadap kinerja Rasio Efektifitas masa depan.
Tabel IV.9 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efektifitas Masa Depan
Sumber: Data
ANOVAb
.006 3 .002 1.722 .171a
.079 66 .001
.086 69
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA 2005_2006, VACA 2005_2006, VAHU 2005_2006a.
Dependent Variable: Rasio Kemandirian 2006_2007b.
ANOVAb
.007 3 .002 .082 .970a
1.822 66 .028
1.829 69
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA 2005_2006, VACA 2005_2006, VAHU 2005_2006a.
Dependent Variable: Rasio Efektifitas 2006-2007b.
sekunder diolah 3. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) terhadap Rasio Efisiensi Masa Depan (lag
1 tahun)
Hasil yang diperoleh seperti yang diperlihatkan pada tabel IV.10 dibawah
menunjukkan bahwa nilai F-statistik signifikan pada 0,10 untuk pengujian Variabel
independen 2005 dengan Rasio Efisiensi 2006 dan Variabel independen 2006 dengan
Rasio Efisiensi 2007. Hasil tersebut tidak signifikan pada p<0,05, yang berarti
mengindikasikan tidak ada pengaruh yang signifikan IC (VAIC) terhadap kinerja
Rasio Efisiensi masa depan.
Tabel IV.10 Uji F Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efisiensi Masa Depan
Su
mb
er:
Da
ta Sekunder diolah
a. Uji t- statistik
1. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) secara partial terhadap Rasio
Kemandirian masa depan (lag 1 tahun)
Hasil uji t-statistik untuk melihat pengaruh secara partial Variabel independent
2005 dengan Rasio kemandirian 2006, dan Variabel independent 2006 dengan
Rasio kemandirian 2007 ditunjukkan pada tabel IV.11 dibawah.
Hasil yang didapatkan menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan IC
(VAIC) terhadap Rasio Kemandirian masa depan. Nilai t-statistik yang signifikan
ANOVAb
.038 3 .013 4.066 .010a
.205 66 .003
.243 69
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), STVA 2005_2006, VACA 2005_2006, VAHU 2005_2006a.
Dependent Variable: Rasio Efisiensi 2006-2007b.
pada 0,899; 0,876; 0,194 menunjukkan tidak signifikan pada p< 0,05 yang berarti
tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap Rasio Kemandirian masa depan.
Tabel IV.11 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Kemandirian Masa Depan
Sumber: Data sekunder diolah
2. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) secara partial terhadap Rasio
Efektifitas masa depan (lag 1 tahun)
Untuk pengaruh Variabel independen terhadap kinerja Rasio Efektifitas
masa depan dalam lag 1 tahun menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan.
Hasil yang ditunjukkan pada tabel IV.12 memperlihatkan bahwa t-statistik
signifikan pada 0,911; 0,628; 0,669 yang berarti signifikan pada p> 0,05. Dari
hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak pengaruh yang signifikan
anatar IC (VAIC) dengan kinerja Rasio Efektifitas masa depan.
Tabel IV.12 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efektifitas Masa Depan
Coefficientsa
.267 .099 2.708 .009
-.022 .032 -.086 -.703 .484 .934 1.071
-.160 .095 -.606 -1.677 .098 .108 9.280
.116 .093 .446 1.245 .218 .109 9.142
(Constant)
VACA 2005_2006
VAHU 2005_2006
STVA 2005_2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Kemandirian 2006_2007a.
Coefficientsa
1.361 .473 2.877 .005
.017 .151 .014 .112 .911 .934 1.071
-.222 .456 -.182 -.487 .628 .108 9.280
.191 .445 .159 .429 .669 .109 9.142
(Constant)
VACA 2005_2006
VAHU 2005_2006
STVA 2005_2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Efektifitas 2006-2007a.
Sumber: Data sekunder diolah
3. Pengaruh Intellectual Capital (VAIC) secara partial terhadap Rasio Efisiensi
masa depan (lag 1 tahun)
Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapat pada pengujian antara Variabel
independen secara partial terhadap Rasio Efisiensi masa depan. Hasil yang
didapat adalah tidak adanya pengaruh yang signifikan antara Variabel independen
secara partial terhadap Rasio Efisiensi masa depan. Nilai probabilitas yang lebih
tinggi dari 0,05 yaitu 0, 899; 0,876; 0,194 menunjukkan bahwa dalam lag 1 tahun
variabel independen tidak mempengaruhi kinerja Rasio Efisiensi
Tabel IV.13 Uji t Intellectual Capital (VAIC) Terhadap Rasio Efisiensi Masa Depan
Su
mb
er:
Da
ta
sekunder diolah
Secara umum hasil penelitian yang diperoleh terhadap H2 ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kuryanto dan Syafruddin (2008) untuk kasus pada
perusahaan publik yang terdaftar di BEI yaitu bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
antara Intellectual Capital (VAIC) terhadap kinerja keuangan daerah masa depan. Hasil
yang tidak signifikan tersebut menunjukkan bahwa IC bukanlah sebuah asset yang yang
Coefficientsa
.942 .159 5.942 .000
-.006 .051 -.015 -.128 .899 .934 1.071
-.024 .153 -.054 -.157 .876 .108 9.280
.196 .149 .448 1.312 .194 .109 9.142
(Constant)
VACA 2005_2006
VAHU 2005_2006
STVA 2005_2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Rasio Efisiensi 2006-2007a.
Coefficientsa
.091 .006 14.515 .000
-.003 .011 -.039 -.222 .826
(Constant)
ROGIC 2005-2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Kemandirian (2007)a.
mampu memberikan nilai bagi perusahaan di masa depan. Disini organisasi sektor publik
masih lebih banyak terfokus pada kepentingan jangka pendek yaitu mempertahankan input
keuangan.
3. Pengujian Hipotesis III
Hipotesis III dibangun dengan asumsi jika Intellectual Capital (VAIC) merupakan kendali
utama dalam penciptaan nilai perusahaan dan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
baik untuk tahun berjalan atau masa depan, maka secara logis tingkat pertumbuhan
Intellectual Capital (ROGIC) juga berpengaruh terhadap peningkatan kinerja keuangan.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan melihat korelasi antara ROGIC 2005-2006 dan
ROGIC 2006-2007 dengan kinerja keuangan 2007.
a. Pengaruh ROGIC 2005-2006 terhadap Kinerja Keuangan Daerah 2007
Tabel IV.14 - IV.16 menunjukkan bahwa t-statistik antara ROGIC 2005-2006
dengan kinerja keuangan daerah masa depan yaitu Rasio Kemandirian, Rasio
Efektifitas, dan Rasio Efisiensi tahun 2007 lebih besar dari 0,05 atau tepatnya
signifikan pada 0, 826; 0,273; 0,877. Dalam hal ini berarti ROGIC 2005-2006 tidak
mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja keuangan masa depan.
Tabel IV.14 Uji t ROGIC 2005-2006 terhadap Rasio Kemandirian 2007
Sumber: Data sekunder diolah
Tabel IV.15
Coefficientsa
1.123 .018 61.674 .000
-.037 .033 -.191 -1.116 .273
(Constant)
ROGIC 2005-2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Efektifitas(2007)a.
Coefficientsa
.970 .010 99.931 .000
-.003 .018 -.027 -.156 .877
(Constant)
ROGIC 2005-2006
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Efisiensi (2007)a.
Uji t ROGIC 2005-2006 terhadap Rasio Efektifitas 2007
Sumber: Data sekunder diolah
Tabel IV.16 Uji t ROGIC 2005-2006 terhadap Rasio Efisiensi 2007
Sumber: Data sekunder diolah
b. Pengaruh ROGIC 2006-2007 terhadap Kinerja Keuangan Daerah 2007
Untuk pengaruh ROGIC 2006-2007 terhadap kinerja keuangan daerah 2007
seperti yang ditunjukkan pada tabel IV.17 – IV.19 ternyata menunjukkan hasil yang
tidak konsisten, dimana ROGIC 2006-2007 mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Rasio Efisiensi 2007 dengan nilai p 0,002<0,05. Sedangkan untuk kinerja
keuangan yang lain yaitu Rasio Kemandirian dan Rasio Efektifitas, ROGIC 2006-
2007 tidak berpengaruh secara signifikan dilihat dengan nilai t-statistik yang
signifikan pada 0, 386 dan 0,346 yang berarti lebih besar dari 0,05.
Perhitungan statistik diketahui bahwa nilai statistik untuk Rasio Kemandirian,
Rasio Efektifitas, dan Rasio Efisiensi tahun 2007 berturut-turut signifikan pada 0,
Coefficientsa
.095 .007 13.081 .000
.015 .017 .151 .878 .386
(Constant)
ROGIC 2006-2007
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Kemandirian (2007)a.
Coefficientsa
1.127 .021 52.888 .000
.049 .051 .164 .956 .346
(Constant)
ROGIC 2006-2007
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Efektifitas(2007)a.
386; 0,346; 0,002. Hal tersebut menunjukkan tidak signifikan pada p<0,05. Dengan
demikian maka hipotesis ketiga ditolak. Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa
ROGIC 2006-2007 tidak mempengaruhi kinerja keuangan daerah 2007.
Tabel IV.17 Uji t ROGIC 2006-2007 terhadap Rasio Kemandirian 2007
Sumber: Data sekunder diolah
Tabel IV.18
Uji t ROGIC 2006-2007 terhadap Rasio Efektifitas 2007
Sumber: Data sekunder diolah
Tabel IV.19
Coefficientsa
.948 .010 96.851 .000
-.077 .023 -.500 -3.319 .002
(Constant)
ROGIC 2006-2007
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Rasio Efisiensi (2007)a.
Uji t ROGIC 2006-2007 terhadap Rasio Efisiensi 2007
Sumber: Data sekunder diolah
Temuan pada H3 ini relatif sama dengan hasil penelitian dari Kuryanto dan Syafruddin
(2008) bahwa secara umum ROGIC tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
masa depan dan hasil penelitian dari Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008) yang memberikan hasil
terdapat ketidakkonsistenan pengaruh ROGIC terhadap kinerja keuangan masa depan. Dalam
penelitian ini, ROGIC hanya signifikan pada ROGIC 2006-2007 versus Rasio Efisiensi 2007.
Hal ini mengindikasikan bahwa secara garis besar tidak ada pengaruh ROGIC terhadap kinerja
keuangan daerah masa depan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan pembahasan sebagaimana telah disajikan pada bagian
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari pengujian statistik diketahui bahwa tidak seluruh komponen VAIC mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kinerja keuangan daerah. Di penelitian ini VAIC
berpengaruh positif hanya pada Rasio Efisiensi yang berarti H1 diterima. Sedangkan pada
dua proksi kinerja keuangan daerah lainnya yaitu Rasio Kemandirian dan Rasio
Efektifitas tidak berpengaruh secara signifikan yang berarti H1 ditolak. Dari hasil yang
tidak konsisten tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua kinerja keuangan
daerah dapat menjelaskan konstruk dari Intellectual Capital.
2. Hasil statistik yang untuk H2 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat pengaruh
yang signifikan Intellectual Capital (VAIC) terhadap kinerja keuangan daerah masa
depan. Sehingga dengan demikian maka H2 ditolak.
3. Untuk H3 secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
antara ROGIC dengan terhadap kinerja keuangan daerah masa depan. Sehingga dengan
demikian maka berarti H3 ditolak.
B. Keterbatasan
Sebagaimana lazimnya suatu penelitian empiris, hasil penelitian ini juga mengandung
beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Bukti yang disajikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 3 ukuran kinerja
keuangan daerah yang digunakan, hanya Rasio Efisiensi yang secara statistik signifikan
dengan VAIC. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran kinerja tersebut tidak tepat
untuk digunakan sebagai proksi atas kinerja keuangan daerah yang dalam hal ini adalah
sebagai variabel dependen, dengan variabel independent-nya adalah IC (VAIC). Terkait
dengan hal tersebut, maka perlu dicari ukuran kinerja keuangan daerah lain yang lebih
sesuai.
2. Model VAIC memang lebih mudah digunakan pada organisasi-organisasi yang tidak
bersifat profit-oriented hal ini dikarenakan metode VAIC menyediakan perhitungan yang
mudah dan data yang diperlukan hanyalah laporan keuangan histories auditan. Namun
kelemahan metode ini adalah penggunaan data histories untuk pengukuran intellectual
capital mungkin dapat memberikan hasil yang kurang relevan dan tidak dapat digunakan
pada organisasi baru.
C. Saran
Saran yang didasarkan pada beberapa kesimpulan dan keterbatasan sebagaimana telah
disebutkan di atas adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya mungkin dapat dipertimbangkan untuk memilih sampel
organisasi sektor publik yang lebih bersifat profit -oriented dan yang kinerjanya
didasarkan pada penilaian pasar atau sudah terdaftar di bursa efek yang dalam hal ini
adalah BUMD atau BUMN.
2. Pemilihan proksi kinerja keuangan juga menggunakan ukuran kinerja yang berbasis pada
penilaian pasar. Beberapa penelitian tentang intellectual capital dengan menggunakan
kinerja keuangan yang berbasis penilaian pasar menunjukkan pengaruh intellectual
capital terhadap kinerja keuangan organisasi.
Daftar Pustaka Anatan, Trifena Lina dan Ellitan Lena. 2005. “Strategi Inovasi dan Kinerja Operasional
Perusahaan: Sebuah Review Aplikasi Intellectual Capital Management Dalam Era Baru Manufaktur”. Seminar Nasional Pesat, Jakarta.
Astuti, Partiwi Dwi, dan Sabeni, Arifin.2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business
Performance Dengan Diamond Spesification: Sebuah Perspektif Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi ke 8, Solo.
Falikhatun. 2007. “Interaksi Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, dan Grup Cohesiveness
Dalam Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dan Budgetary Slack (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Umum Daerah Se- Jawa Tengah)”. Simposium Nasional Akuntansi ke 10, Makassar.
Firer, Steven dan Williams, S. Mitchell. 2003. “Intellectual Capital and Traditional of
Corporate Performance”. Journal of Intellectual Capital, Volume 6, No.3, 348-360. Hamzah, Ardi. 2008. “ Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,
Pengangguran, dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006)”. Simposium Nasional Akuntansi ke 11, Pontianak.
Haryati, Sri. 2006. “Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Kebijakan
Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-200 dan 2001-2003”. Skripsi S1. UII Kuryanto, Benny dan Syafrudin Muhammad. 2008. “Pengaruh Modal Intellectual Terhadap
Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi ke 11, Pontianak. Mardiasmo. 2002. “Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian
Daerah”. Jurnal Ekonomi Rakyat, Th 1, No 4 Saldamli, Asim. 2008. “Intellectual Capital In Metropolitan Hotels”. Journal of Social
Sciences., Volume 7, No. 13, 351-358. Setiarso, Bambang. 2006. “Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management) dan Modal
Intellectual (Intellectual Capital)”. Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi ke 2, Bandung.
Stahle, Pirjo dan Stahle, Sten. 2006. “Intellectual Capital and National Competitiveness:
Conceptual and Methodological Chalenged”. SSRN.com Stewart, T A. 1997. “Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations.” New York:
Doubleday
Sanjoyo. 2000. “Peran Sektor Publik Dalam Akumulasi Human Capital Dan Kapaitas Research
& Development (In Content of Understanding The Source of Growth).” Paper Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Kadir, Agustine Prihatin. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan,
Pengukuran, dan Pelaporan (Sebuah Library Research)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, 31-51.
Sihaloho, Ferry Laurensius dan Halim, Abdul. 2008. “Pengaruh Faktor-Faktor Rasional, Politik,
dan Kultur Organisasi Terhadap Pemanfaatan Informasi Kinerja Instansi Pemerintah Daerah”. Simposium Nasional Akuntansi ke 11, Pontianak.
Ulum, Ihyaul, Ghozali, Imam, dan Chariri, Anis. 2008. “Pengaruh Modal Intellectual Terhadap
Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi ke 11, Pontianak. Widjanarko, Indra. 2006. “Perbandingan Penerapan Intellectual Capital Report Antara Denmark,
Sweden, dan Austria (Studi Kasus Systematic, Sentesia Q dan OeNB). Skripsi S1 UII Windyastuti, Prasetio, Januar Eko, dan Novianti. 2005. “Dampak Otonomi Daerah Terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang”. Paper Akuntansi UPN Veteran Yogyakarta.